bab ii tinjauan pustaka · 7 iai (2009) laporan ... cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank
Menurut Taswan (2006) Bank adalah lembaga yang menerima
simpanan giro, deposito, dan membayar atas dasar dokumen yang ditarik
pada orang atau lembaga tertentu, mendiskontokan surat berharga
memberikan pinjaman dan menanamkan dananya dalam surat berharga. Bank
merupakan lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-
pihak yang memiliki dana dengan pihak yang memerlukan dana serta sebagai
lembaga yang berfungsi memperlancar aliran lalu lintas pembayaran.
(Perbankan, 2009).
Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 (revisi UU No.14 tahun
1992) bahwa yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Jenis
bank berdasarkan Undang-Undang No.10 tahun 1998 terdiri atas dua
kegiatan yaitu :
1. Bank Devisa yaitu bank yang memperoleh ijin dari Bank Indonesia untuk
menjual dan membeli, menyimpan devisa serta menyelenggarakan lalu
lintas pembayaran dengan luar negeri misalnya Bank Mandiri dan Bank
Agro Niaga.
2. Bank Non Devisa yaitu bank yang tidak memperoleh ijin dari Bank
Indonesia untuk menjual dan membeli, menyimpan devisa serta
menyelenggarakan lalu lintas pembayaran dengan luar negeri misalnya
Bank BPD.
Pemahaman terhadap lima karakteristik bank sangat diperlukan dalam
mengelola bank adalah sebagai berikut :
1. Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara
pihak yang memiliki kelebihan dana dengan mereka yang membutuhkan
dana, serta berfungsi untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral.
10
2. Bank merupakan industri yang kegiatannya mengandalkan kepercayaan
sehingga harus selalu menjaga kesehatannya. Pemeliharaan kesehatan
bank antaralain dengan memperhatikan pemeliharaan kecukupan modal,
kualitas aktiva, manajemen, pencapaian profit dan likuiditas yang cukup.
3. Pengelola bank dalam melakukan kegiatannya dituntut untuk menjaga
keseimbangan pemeliharaan likuiditas dengan kebutuhan profitabilitas
yang wajar serta modal yang cukup. Hal tersebut perlu dilakukan karena
bank dalam usahanya selain menanamkan dana dalam aktiva produktif
juga memberikan komitmen jasa-jasa lainnya yang menghasilkan
pendapatan non bunga.
4. Bank dipandang sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan bagian dari
sistem moneter yang mempunyai kedudukan strategis sebagai penunjang
pembangunan.
5. Secara operasional bank mempunyai ciri khas yaitu aktiva tetapnya relatif
rendah, hutang jangka pendeknya lebih banyak jumlahnya dan
perbandingan antara aktiva dengan modal (financial leverage) sangat
besar (Taswan, 2006).
2.2. Laporan Keuangan
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dalam Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bag. 7 IAI (2009)
laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai
cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan
laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
laporan keuangan. Laporan keuangan termasuk jadwal dan informasi
tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, seperti informasi keuangan
segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan
harga.
Menurut Zainudin dan Hartono (1999), informasi yang dipublikasikan
sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam
pengambilan keputusan investasi. Pengumuman informasi yang bernilai
11
positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu informasi tersebut
diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan
volume perdagangan saham. Pada waktu informasi diumumkan dan semua
pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu
menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik
bagi investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham.
Menurut Sharpe dan Bailey (1997), pengumuman informasi akuntansi
memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa
mendatang sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham,
dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan
dalam volume perdagangan saham. Hubungan antara publikasi informasi baik
laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi
volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004), pasar modal efisien
didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah
mencerminkan semua informasi yang relevan. Wolk dan Dodd (2000)
menambahkan bahwa teori sinyal mengemukakan bagaimana perusahan
memberi sinyal kepada pengguna laporan keuangan berupa informasi kinerja
keuangan perusahaan. Sehubungan dengan informasi akuntansi, seseorang
tidak bisa mengharapkan pasar bereaksi kecuali jika informasi tersebut
berguna. Informasi yang berguna dalam konteks ini adalah informasi yang
relevan dan dapat dipercaya bagi pihak yang berkepentingan.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004) untuk menjalankan
perusahaan, manajer memerlukan pihak-pihak di luar manajemen perusahaan.
Pihak tersebut antara lain investor, kreditur, pemasok, hingga pelanggan.
Investor hanya akan menanamkan modal jika mereka menilai perusahaan
mampu memberikan nilai tambah atas modal, lebih besar dibandingkan jika
mereka menanamkannya di tempat lain. Hal tersebut diarahkan pada
kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Kreditur di pihak lain, lebih
tertarik pada kemampuan perusahaan dalam melunasi pinjaman yang mereka
berikan. Pemasok dan pelanggan cenderung lebih memperhatikan kelancaran
arus masuk dan keluar barang. Semua informasi tersebut dapat diketahui dari
12
laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Respon pasar terhadap
perusahaan dengan demikian sangat tergantung pada sinyal yang dikeluarkan
oleh perusahaan. Hal tersebut jelas bahwa adanya pengukuran kinerja
merupakan hal yang penting dalam hubungan antara perusahaan dengan
stakeholders perusahaan. Harapan adanya penilaian kinerja dengan ROI dan
EVA dapat menjadi sinyal bagi para investor untuk membuat keputusan
investasi pada perusahaan yang memiliki kinerja baik.
2.3. Financial Performance Ratio (FPR)
Menurut David dan Wheelen (2003) pengukuran-pengukuran yang
digunakan untuk menilai kinerja tergantung bagaimana unit organisasi akan
dinilai dan bagaimana sasaran akan dicapai. Sasaran yang akan ditetapkan
pada tahap perumusan strategi dalam sebuah proses manajemen strategi harus
betul-betul digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan selama masa
implementasi strategi.
Menurut Bangun dan Vincent (2008) kinerja keuangan merefleksikan
kinerja fundamental perusahaan dan diukur dengan menggunakan data
fundamental perusahaan yaitu dari data yang berasal dari laporan keuangan
perusahaan. Laporan keuangan dimaksud sebagai produk informasi yang
dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari proses penyusunannya. Waluyo
(2010) menambahkan bahwa salah satu gambaran yang dapat menunjukan
prospek perusahaan yaitu kinerja keuangan yang baik sedangkan Umar
(2002) menambahkan bahwa alat untuk menilai kinerja keuangan perusahaan
yaitu rasio keuangan, tingkat kebangkrutan usaha, dan penilaian harga saham
dipasar modal.
Menurut Umar (2002), kinerja keuangan perusahaan dapat dianalisis
dari tiga aspek yaitu : (1). Rasio keuangan yang meliputi : Rasio likuiditas,
rasio efisiensi, rasio leverage, rasio profitabilitas, rasio devident payout. (2).
Tingkat kebangkrutan usaha (Z skor). (3). Penilaian harga saham di pasar
modal yang meliputi rasio price to earning (PER), ratio price to book value
dan dividend yield. Kasmir (2008) menambahkan rasio keuangan yang
digunakan oleh bank dan perusahaan relatif sama. Adapun rasio keuangan
bank terdiri dari rasio likuiditas bank, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas.
13
Pendekatan lain dalam mengukur kinerja keuangan bank
menggunakan analisis CAMELS. Pendekatan ini dikenal sebagai rambu-
rambu kesehatan bank dimana komponennya antara lain dapat mencakup
aspek permodalan aktiva produktif, manajemen, profitabilitas likuiditas dan
risiko pasar. Kinerja setiap bank di Indonesia biasa ditelaah dengan
pendekatan “Regulatory policy “yang sudah baku (Mardiyah, 2006). Tingkat
kesehatan bank diatur oleh Bank Indonesia dalam surat edaran Bank
Indonesia Nomor 6/23/DPNP/31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal sistem penilaian
tingkat kesehatan bank umum dan Peraturan BI Nomor 6/10/PBI/2004
tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian kesehatan bank umum,
dimaana bank diwajibkan melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara
triwulan, perbulan dan pertahun.
Menurut Riyadi (2006), bahwa dalam industri perbankan, alat
analisis yang digunakan untuk menilai kesehatan suatu bank berdasarkan dari
indikator aspek permodalan, likuiditas, profitabilitas, kualitas asset, aspek
rentabilitas dan manajemen. Indikator ini dapat digunakan untuk
memprediksi kesehatan bank. Perumusan faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Aspek Permodalan : Penilaian aspek permodalan bank dimaksudkan untuk
mengetahui bagaimana atau berapa modal bank tersebut telah memadai
untuk menunjang kebutuhanya. CAR yaitu kewajiban penyediaan modal
minimum berdasarkan jumlah modal terhadap aktiva tertimbang menurut
risiko. Berdasarkan ketentuan API modal yang harus dimiliki bank
minimum 100 milyar atau >8%.
b. Aspek Kualitas asset : Aspek ini menunjukan kualitas asset sehubungan
dengan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit investasi
dana bank pada portfolio yang berbeda. Setiap penanaman modal bank
dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan nilai
kolektibilitasnya. Aktiva produktif merupakan sumber pendapatan utama
bank. KAP merupakan ketentuan untuk menetapkan kolektibilitas kredit
berdasarkan tingkat kelancaran baik pembayaran pokok maupun bunga
14
serta surat berharga. Penilaian didasarkan dua hal yakni rasio aktiva
produktif yang diklasifikasi terhadap aktiva produktif serta rasio
penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap
penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk.
c. Likuiditas : Menggambarkan ukuran kemampuan bank dalam membayar
kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat-alat
likuid yang dimilikinya. Alat likuid yang dimaksud adalah uang kas di
bank atau rekening giro yang disimpan di BI.
d. Aspek Rentabilitas : Dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank
untuk menetapkan harga yang mampu menutup seluruh biaya. Laba yang
dihasilkan secara stabil akan memberikan nilai tambah kepada bank.
e. Aspek Manajemen : Kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan
operasinya kedalam maupun keluar. Pengendalian operasi yang baik
memiliki sistem dan prosedur yang jelas didukung dengan kualitas SDM,
kepemimpinan profesional, ketersediaan teknologi atau penerapan Good
Corporate Governance (GCG) meliputi; transparan, akuntabilitas,
pertanggung jawaban, independensi dan kewajaran.
f. Profitabilitas : Menggambarkan ukuran-ukuran profitabilitas dari aset-aset
berisiko yang dimiliki bank dalam menghasilkan keuntungan.
Peraturan tentang kesehatan bank diharapkan perbakan selalu dalam kondisi
sehat sehingga tidak merugikan masyarakat. Kesehatan bank dapat diartikan
sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajiban dengan
baik dengan cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Demikian juga halnya dengan kinerja perbankan dapat diartikan sebagai hasil
yang dicapai suatu bank dengan mengelola sumber daya yang ada dalam
bank seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan manajemen.
Metode yang sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan
adalah financial ratio yang dianalisis dari laporan keuangan perusahaan.
Analisa rasio keuangan dapat dilakukan dengan menghitung beberapa macam
15
rasio. Menurut Weston dan Bringham (2005), mengelompokkan rasio
keuangan dalam enam kelompok yaitu likuiditas ratio, coverage ratio, asset
activity ratio, leverage ratio, coverage ratio, profitability ratio dan market
value ratio. Penggunaan financial ratio sangat penting terutama dalam
analisis fundamental. Analisis ini mencakup keadaan fundamental dari
perusahaan yang dianalisis, perbandingan antar industri dan mengukur
kekuatan dan kelemahannya. Keown dan Scott (2004), selanjutnya terdapat
dua cara untuk membandingkan data keuangan perusahaan yakni;
1. Analisa trend yaitu membandingkan financial ratio antar waktu,
2. Analisa komparatif, membandingkan financial ratio suatu perusahaan
dengan perusahaan lain.
Menurut Usman dan Bahtiar (2003) analisa rasio keuangan adalah
suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan
financial dan posisi financial perusahaan. Analisa rasio keuangan sebagai
analisis interen bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial
yang telah dicapai guna menetapkan perencanaan akan datang dan juga untuk
analisis eksteren bagi kreditor dan investor untuk menentukan kebijakan
pemberian kredit dan penanaman modal suatu perusahaan.
Analisis rasio merupakan salah satu alat analisis keuangan yang
banyak digunakan. Rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan
terhadap kondisi yang mendasar. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat
mampu mengidentifikasi area yang bermasalah untuk dianalisis lebih lanjut.
Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting sebagai dasar
perbandingan dalam menemukan kondisi dan trend yang sulit untuk dideteksi
dengan mempelajari masing masing komponen yang membentuk rasio. Alat
ini sangat bermanfaat bila berorientasi kedepan (Subramanyam dan Halsey,
2005).
Menurut Emry & Finnerty (1991) analisis rasio keuangan mencakup
metode perhitungan dan interpretasi angka rasio untuk melihat performace
perusahaan atau bank. Tipe perbandingan angka rasio keuangan terdiri atas 3
(tiga) jenis :
16
a. Analisa Cross Section : Membandingkan perusahaan atau bank yang
berbeda pada satu waktu yang sama, termasuk membandingkan rasio satu
perusahaan terhadap perusahaan lain maupun membandingkan rasio
perusahaan terhadap industry atau rata-rata industri.
b. Analisa Time Series : Evaluasi performance keuangan perusahaan dari
satu waktu kewaktu lain dengan menggunakan analisa rasio.
c. Analisa kombinasi : Menggunakan analisa yang menggabungkan antara
cross section dan time series.
Analisa yang dilakukan terhadap rasio keuangan memiliki berbagai
keunggulan serta keterbatasan dibandingkan dengan teknik analisis lainnya.
Menurut Harahap dan Syafri (2001) tujuh keunggulan analisa rasio yaitu: (1)
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca
atau ditafsirkan, (2) Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari
informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit, (3)
Mengetahui posisi perusahaan ditengah industry lain, (4) Sangat bermanfaat
untuk bahan dalam mengisi model pengambilan keputusan dan model
prediksi; (5) Menstandarisir size perusahaan, (6) Melihat perkembangan
perusahaan secara periodik, (7) Lebih mudah melihat trend perusahaan serta
melakukan prediksi dimasa akan datang.
Menurut Harahap (1999), bahwa analisa rasio keuangan juga memiliki
keterbatasan yang perlu diperhatikan pada saat penggunaannya antara lain :
(1) Kesulitan memilih rasio yang tepat dan dapat digunakan untuk
kepentingan pemakainya, (2). Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau
laporan keuangan juga menjadi keterbatasan dalam menggunakan rasio (3)
Tidak tersedianya data untuk menghitung rasio, (4) Perbedaan teknik atau
standar akuntansi yang digunakan dari setiap perusahaan yang dianalisis.
Lima (5) aspek kunci yang sangat menentukan tingkat kinerja suatu bank
mencakup aspek yaitu permodalan, Kualitas Aktiva Produktif (KAP),
manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan Sensitivity to Market
Menurut Nirmalawati (2001) analisis kinerja keuangan bank dapat
menggunakan beberapa rasio penting untuk mengevaluasi pencapaian kinerja
keuangan bank dari waktu ke waktu adalah CAR, ROE, ROA, LDR, NPL,
dan NIM. Rasio keuangan dirancang untuk membantu dan menilai kesehatan
17
suatu bank dan membantu kita mengidentifikasi beberapa kekuatan dan
kelemahan keuangan bank jika dibandingkan dengan angka pembanding
yang dijadikan standar. Metode analisis rasio yang digunakan untuk
mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam laporan keuangan seperti
neraca, laporan perubahan modal dan rugi/laba.
2.4. Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
Modal merupakan motor penggerak bagi kegiatan usaha bank,
sehingga besar kecilnya modal sangat berpengaruh terhadap kemampuan
bank untuk melaksanakan kegiatan operasinya. Kemampuan modal sedikit
maka kapasitas usaha bank menjadi terbatas, mengingat modal merupakan
”proxi” dari pada kemampuan bank untuk mengcover risiko-risiko usaha
yang dihadapi. Bank dengan modal sedikit tentunya akan mengalami
kesulitan untuk memiliki kegiatan usaha yang sangat bervariasi atau memiliki
risiko tinggi.
The New Based Accord II Bank Indonesia menegaskan bahwa
jumlah modal bank harus sesuai dengan risiko yang dihadapi oleh bank
sehingga memungkinkan bank tersebut untuk mengkover risikonya dengan
baik. Modal sebesar Rp. 100 miliar merupakan syarat minimum yang
diperlukan untuk mengakomodir risiko-risiko yang dihadapi oleh bank, baik
itu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas maupun risiko lainnya. Selain
itu, dengan modal Rp. 100 milyar memungkinkan bank untuk meningkatkan
skala usahanya secara efisien maupun memperbaiki ”skill Level” sumber
daya manusia. Konsekuensinya bank akan mampu bersaing dengan bank
lainnya dari segi efisiensi dan pelayanan (Suyono, 2005).
Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) merupakan
perbandingan antara modal dengan aktiva tertimbang menurut risikonya
(ATMR) dan digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan modal bank.
Tingkat kemampuan modal yang dimiliki bank, maka pihak Direksi dapat
mengantisipasi dan meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko dalam
penyaluran pembiayaan dan perdagangan surat-surat berharga. Dasar
pertimbangan semakin tinggi rasio CAR maka kemampuan bank tersebut
untuk bertahan dari pengaruh gejolak pasar akan semakin baik dan dapat
18
menjamin keamanan dana pihak ketiga yang terhimpun apabila terjadi
kerugian pada bank itu sendiri.
Beberapa teori permodalan bank memberikan pedoman dalam
pengambilan keputusan manajemen bank, bahwa standar kecukupan modal
hanya diperlukan untuk menjamin keunikan pelayanan bank, melindungi
bank dari kegagalan (risiko) serta menjamin keberlanjutan bank. Investor
tidak melihat CAR sebagai parameter satu-satunya untuk membeli saham,
maka kedua pendapat berbeda diatas dapat diterima sebagai persyaratan teori
dalam penelitian ini.
Menurut Lukas (1999) modal adalah sejumlah dana yang ditanamkan
kedalam suatu perusahaan oleh para pemiliknya untuk pembentukan suatu
badan usaha dan dalam perkembangannya modal tersebut dapat susut karena
kerugian ataupun berkembang karena keuntungan yang diperolehnya. Rasio
keuangan untuk mengukur permodalan adalah CAR. Modal bagi bank
berfungsi sebagai ;
a) Ukuran kemampuan bank tersebut untuk menyerap kerugian-kerugian
yang tidak dapat dihindarkan
b) Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya
c) Alat pengukur besar kecilnya kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang
saham
d) Modal yang mencukupi memungkinkan bagi manajemen bank yang
bersangkutan untuk bekerja dengan efisiensi.
Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap
komponen sebagai berikut :
a) Kecukupan, komposisi, dan proyeksi permodalan serta kemampuan
permodalan bank dalam mengcover asset bermasalah
b) Kemampuan bank dalam memelihara kebutuhan penambahan modal yang
berasal dari keuntungan, rencana permodalan bank untuk mendukung
pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan dan kinerja
keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank.
19
Modal sendiri adalah total modal yang berasal dari perusahaan (bank)
yang terdiri dari modal disetor, laba tak dibagi dan cadangan yang dibentuk
bank. Sedangkan ATMR adalah merupakan penjumlahan ATMR aktiva
neraca dan ATMR aktiva administratif. ATMR aktiva neraca diperoleh
dengan cara mengalihkan nilai nominal aktiva dengan bobot risiko. ATMR
aktiva administratif diperoleh dengan cara mengalihkan nilai nominalnya
dengan bobot risiko aktiva administrative (Manullang, 2002). Semakin
likuid, aktiva risikonya nol dan semakin tidak likuid bobot risikonya 100,
sehingga risiko berkisar antara (0 - 100%).
Total aset yang lazim digunakan untuk mengukur ROA sebuah bank
adalah jumlah dari asset-asset produktif yang terdiri dari penempatan surat-
surat berharga (seperti Sertifikat Bank Indonesia, Surat Berharga Pasar Uang,
penempatan dalam saham perusahaan lain, penempatan dalam Call Money
atau Money Market), dan penempatan dalam bentuk kredit (kredit konsumtif
maupun produktif baik kepada perorangan maupun institusi atau perusahaan).
CAR adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
permodalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek atau
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jika terjadi likuidasi dan
sebagai perbandingan antara modal dengan ATMR. Standar minimum CAR
berdasarkan keputusan Bank Indonesia sebesar 8%. Semakin besar rasio
CAR semakin kecil kemungkinan suatu bank mengalami kebangkrutan
(Sucianty dan Naomi, 2009).
CAR menjadi pedoman bank dalam melakukan ekspansi dibidang
perkreditan. Dalam prakteknya perhitungan CAR oleh Bank Indonesia
disebut kewajiban penyediaan modal minimum bank (KPMM). Petunjuk
mengenai hal ini diatur dasar-dasarnya oleh BI melalui pasal 13 dan 20 pada
PBI No.10/15/PBI/2008. Modal bagi bank yang berkator pusat di Indonesia
terdiri dari modal inti, modal pelengkap dan modal pelengkap tambahan,
setelah menghitung faktor-faktor tertentu yang menjadi pengurang modal.
Adapun ketentuan Bank Indonesia tentang faktor-faktor tertentu yang
menjadi pengurangan modal sebagaimana diatur dalam pasal 20 PBI Nomor
10/15/PBI/2008 terdiri dari ; ATMR untuk risiko kredit, ATMR untuk risiko
20
operasional dan ATMR untuk risiko pasar. ATMR dihitung dari aktiva yang
tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administrasi terhadap
masing masing-masing pos dalam aktiva diberikan bobot risiko yang
besarnya pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu atau golongan
nasabah atau agunan (Dunil, 2005).
Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio /CAR)
Total Modal Bank ________________________ X 100% ………………………...……… 1 ATMR
2.5. Hasil Pengembalian Equitas (Return on Equity/ROE)
Menurut Riyadi (2006), Return on Equity (ROE) adalah rasio
profitabilitas yang menunjukan perbandingan antara laba (setelah pajak)
dengan modal (modal inti) bank. Rasio ini menunjukan % (persentase) yang
dapat dihasilkan. Menurut Sambas (2009) ROE adalah rasio yang mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan bersih dikaitkan dengan
pembayaran deviden. Semakin besar rasio ini maka makin besar laba bersih
bank yang bersangkutan, selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan
semakin besar pula dividen yang diterima investor. Kenaikan dalam rasio ini
berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Menurut
ketentuan BI, rasio ROE berkisar antara (5 % -7,50%).
Menurut Berger dalam Kuncoro (2002), bank dalam kegiatan
usahanya tidak efisien akan mengakibatkan ketidakmampuan bersaing dalam
mengelola dana masyakat maupun dalam penyaluran dana tersebut kepada
investor yang membutuhkan modal usaha. Keuntungan maksimum diperoleh
apabila adanya efisiensi biaya, penambahan dana yang disalurkan, suku
bunga lebih kompetitif, peningkatan pelayanan kepada nasabah serta
keamanan dan kesehatan bank meningkat.
Hasil Pengembalian Equitas (Return on Equity/ROE dan BOPO)
ROE : Return on Equity =
Laba Bersih ___________________ X 100% …………………………….……… 2 Modal Sendiri
21
2.6. Return on Assets (ROA)
Menurut Siamat (2005) Return on Asset (ROA) adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur keuntungan yang diperoleh bank dari
penggunaan aktiva. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar tingkat
keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank
dari segi penggunaan asset. Aset terdiri dari aset produktif dan aset tidak
produktif, bila yang dominan aset produktif maka perubahan laba akan tinggi
namun bila yang dominan aset tidak produktif perubahan laba akan rendah.
Laba yangdiperhitungkan adalah laba setelah pajak atau Earning After Tax
(EAT). ROA yang semakin besar menunjukkan kinerja perusahaan semakin
baik karena return semakin besar.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30DPNP tanggal 14
Desember 2001, rasio ROA dapat diukur dengan perbandingan antara laba
sebelum pajak terhadap total aset (total aktiva). Laba sebelum pajak adalah
laba bersih dari kegiatan operasional bank sebelum pajak. Total aset yang
digunakan untuk mengukur ROA adalah jumlah keseluruhan dari aset yang
dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA menunjukkan
kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return)
semakin besar. Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan
lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset
yang perolehan dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat
(Siamat, 2005).
Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan
kinerja profitabilitas bank adalah Return on Asset (ROA) adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh bank dari
penggunaan aktiva. ROA menunjukan kemampuan manajemen bank dalam
mengahasilkan pendapatan dari pengelolaan asset yang dimiliki (Riyadi,
2006). Sambas (2009) menambahkan, ROA yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan yang
dihasilkan dari rata-rata total aset bank secara keseluruhan. Semakin besar
rasio ini, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, sehingga
kemungkinan bank berada dalam kondisi yang bermasalah semakin kecil.
22
Menurut kriteria Bank Indonesia secara rata-rata bank umum tergolong sehat
kalau rasio ROA < 2.
Return on Assets (ROA)
Laba Sebelum Pajak __________________________ X 100% …………… 3
Rata-Rata Total Aktiva
2.7. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Menurut Kasmir (2008) Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio
untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang disalurkan dibandingkan
dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Rasio ini
menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang
dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah
kemampuan likuiditas bank.
Rasio LDR juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan
suatu bank apabila kredit yang disalurkan mengalami kegagalan atau
bermasalah, maka bank akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan
dana yang dititipkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah membatasi
rasio antara kredit dibandingkan dengan simpanan masyarakat pada bank
yang bersangkutan. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya LDR adalah
rendahnya tingkat pencairan (credit disbursement) dibandingkan dengan
fasilitas pinjaman yang telah disepakati (credit approval). Menurut Kasmir
(2008), batas aman LDR menurut peraturan pemerintah adalah 110%. Para
praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank
adalah sekitar 85%. Namun batas toleransi berkisar antara 85% - 100% atau
batas aman untuk LDR menurut peraturan pemerintah adalah maksimum
110%. Tujuan penting dari perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta
menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan
operasional atau kegiatan usahanya
Unsur–unsur LDR adalah :
1. Total Loans adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan valuta asing
yang diberikan bank termasuk kantornya di luar negeri, kepada pihak
ketiga bukan bank baik di dalam maupun di luar negeri.
23
2. Total Deposit adalah dana yang dihimpun oleh bank yang berupa:
(1) Giro, yaitu simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran,
dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
sarana pembayaran lainnya, atau dengan pemindah bukuan.
(2) Deposito Berjangka, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan
dengan bank yang bersangkutan, (3) Sertifikat deposito, yaitu deposito
berjangka yang bukti penyimpanannya dapat diperdagangkan,
(4) Tabungan, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan.
Bank harus tetap menjaga LDR apabila memperoleh lDR optimum karena
berpengaruh terhadap Earning After Tax (EAT) dan sangat bergantung pada
manajemen bank.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Total Kredit ________________________________ X 100% …………… 4
Dana Pihak Ketiga
2.8. Net Interest Margin (NIM)
Teori keuangan menyatakan bahwa Net Interest Margin (NIM)
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam
mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
Semakin besar perubahan NIM suatu bank, maka semakin besar pula
profitabilitas bank (ROA) yang diperoleh bank, berarti kinerja keuangan
tersebut semakin membaik atau meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika
perubahan NIM semakin kecil, profitabilitas bank (ROA) juga akan semakin
kecil, dengan kata lain kinerja NIM sangat sedikit berhubungan dengan
return saham, karena justru lebih cenderung mempengaruhi ROA. Temuan
ini semakin memperkuat landasan teori keuangan bahwa dalam menilai
kinerja bank diperlukan analisis variabel-variabel lain diluar kinerja
keuangan.
24
Saat ini perbankan Indonesia secara umum masih sangat
mengandalkan Interest Margin yaitu perbedaan antara biaya dana yang harus
dikeluarkan bank untuk dana yang berhasil dikumpulkannya dari masyarakat
(source of fund) dengan keuntungan bunga yang diperoleh bank dari kegiatan
penyaluran dana (Use of Fund) misalnya dari aktiva produktif bank. Interest
Margin pun akan tinggi jika biaya dana bank adalah rendah misalnya dengan
menekan tingkat suku bunga simpanan, namun keuntungan bank tinggi
misalnya dengan tingkat suku bunga pinjaman tinggi. Prilaku penetapan
harga jual (tingkat suku bunga rata-rata dari penyaluran dana) yang tinggi
dengan menekan biaya produksi (cost of fund) serendah-rendahnya
merupakan prilaku bisnis yang bisa diterima untuk lembaga yang profit
oriented.
NIM merupakan perbandingan antara net interest income dengan
earning assets atau selisih antara suku bunga pinjaman dan suku bunga dana.
Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban
bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang
menghasilkan bunga (interest bearing assets. Rasio keempat dari rasio
profitabilitas bank adalah NIM yaitu rasio antara pendapatan bunga bersih
terhadap jumlah kredit yang diberikan (outstanding credit). Pendapatan
bunga bersih diperoleh dari bunga yang diterima dari pinjaman yang
diberikan dkurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan.
Sumber dana bank terdiri dari 3 jenis yaitu: (1) dana dari pihak 1 (modal
sendiri), (2) Dana pihak kedua (pinjaman dari bank-bank lain), dan (3) Dana
dari pihak ketiga (dana dari masyarakat). Dana dari masyarakat
dikelompokkan dalam 3 jenis: (1) Giro, (2) Tabungan atau simpanan harian,
(3). Deposito berjangka. Giro yang diterima dari masyarakat adalah dana dari
suatu lembaga (baik pemerintah maupun swasta), dimana penarikannya
dengan menggunakan cek yang dikeluarkan oleh bank. Tabungan atau
simpanan harian merupakan dana yang diperoleh dari masyarakat dimana
pengambilannya dapat dilakukan setiap saat selaina saldo mencukupi.
Penarikan tabungan bisa dilakukan di tempat maupun menggunakan ATM
25
(Automatic Teller Machine atau sering diterjemahkan sebagai Anjungan
Tunai Mandiri).
Giro dikelompokkan sebagai demand deposit dan tabungan sebagai
saving deposit. Sedangkan deposito berjangka pada awalnya dikelompokkan
dalam 5 jenis yaitu: (1) Deposito satu bulan, (2) Deposito tiga bulan, (3)
Deposito 6 bulan, (4) Deposito 12 bulan, dan (5) Deposito 24 bulan. Namun
sejak 1998 deposito 24 bulan tidak diperkenankan lagi oleh bank sentral.
Rasio Net Interest Margin dapat dihitung sebagai berikut (Muljono 1999).
Menurut peraturan BI Nomor 7/2/PBI/2005 tentang penilaian kualitas
aktiva bank umum yang dimaksud aktiva produktif adalah penyediaan dana
bank untuk memperoleh penghasilan dalam bentuk kredit, surat berharga,
penempatan dana antar bank, tagihan Akseptasi, tagihan atas surat berharga
yang dibeli dengan perjanjian jual beli, tagihan derivative, penyertaan,
transaksi rekening administrasi, serta bentuk penyediaan dana lain yang dapat
dipersamakan dengan itu.
Selain menjaga kualitas aktiva produktifnya, untuk menjaga posisi
NIM perlu memperhatikan perubahan suku bunga. Dalam mencapai
keuntungan maksimal selalu ada risiko yang sepadan, semakin tinggi
keuntungannya semakin besar risiko yang dihadapi. Peningkatan keuntungan
dalam kaitannya dengan NIM yaitu selisih pendapatan bunga dengan biaya
bunga (Januarti dan Indira 2002). Lebih lanjut Sambas (2009), menjelaskan
NIM adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
Bank dalam mengelola aktiva produktifnya. Pendapatan operasional bunga
bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva
produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan
bunga. Makin besar rasio NIM semakin meningkatkan pendapatan bunga atas
aktiva produktif yang dikelola bank. Menurut peraturan BI rasio NIM adalah
>10%.
Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Income _________________________ X 100% …………………………………… 5
Rata-Rata Aktiva Produktif
26
2.9. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Menurut Sambas (2009) Rasio BOPO adalah perbandingan antara
biaya operasional dengan pendapatan operasional, digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan
operasi. Riyadi (2006), menambahkan BOPO adalah alat untuk menganalisis
atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh
bank yang bersangkutan. Semakin besar rasio BOPO semakin tidak efisien
bank. Selanjutnya Sambas (2009), menjelaskan rasio ini digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya
operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio BOPO
berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank. Hal ini
disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit
semakin kecil.
Menurut Peraturan BI, tingkat efisiensi yang cukup baik berkisar
antara 94%-96% (kurang dari 100%). Semakin rendah BOPO berarti
semakin efisien biaya maka keuntungan yang diperoleh bank semakin besar.
Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional
terhadap pendapatan operasional. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini berarti
semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan
sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga
dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah
penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional
lainnya.
Rasio BOPO yang merupakan rasio antara biaya operasi terhadap
pendapatan operasi. Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya
bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran dan biaya operasi lainnya).
Pendapatan operasi merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan
bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan
pendapatan operasi lainnya. Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin
27
efisien bank dalam menjalankan aktifitas usahanya. Bank yang sehat rasio
BOPO nya kurang dari 1 sebaliknya bank yang kurang sehat (termasuk BBO
dan Take Over) rasio BOPO nya lebih dari 1 Secara matematis (Muljono,
1999).
BOPO : Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional Biaya Operasional ______________________________ X 100% …………… 6 Pendapatan Operasional
2.10. Konsep EVA (Economic Value Added)
Economic Value Added (EVA) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1993 oleh suatu perusahaan konsultan manajemen yaitu Stern Steward
& Co, dan telah diadopsi oleh lebih dari 300 klien perusahaan konsultan
manajemen tersebut termasuk perusahaan-perusahaan multinasional seperti
Coca-Cola dan Simens. Berbeda dengan pengukuran kinerja akuntansi yang
tradisional, EVA mencoba mengukur nilai tambah yang dihasilkan suatu
perusahaan dengan cara mengurangi beban biaya modal yang timbul sebagai
akibat investasi yang dilakukan.
Menurut David & O’Byrne (2001), bahwa EVA mengukur
perbedaan, dalam pengertian keuangan antara pengembalian atas modal
perusahaan dan biaya modal. EVA mampu menghitung laba ekonomi yang
sebenarnya atau True Economic Profit suatu perusahaan pada tahun tertentu
dan sangat berbeda jika dibandingkan dengan laba akuntansi.
Menurut Dierks & Patel dalam Kusnan (2007), mendefinisikan EVA
sebagai suatu bentuk pengukuran kinerja keuangan dengan
mengkombinasikan antara konsep umum pendapatan bersih dengan prinsip-
prinsip yang ada pada keuangan modern dimana secara khusus menyatakan
bahwa seluruh modal menghasilkan biaya dan pendapatan yang melebihi
biaya modal akan menciptakan nilai bagi pemegang saham.
Menurut Utama (1997), memberikan rumusan EVA secara sederhana
dan digambarkan sebagai berikut : EVA = Laba bersih setelah pajak – Biaya
modal atas ekuitas. Berdasarkan rumusan di atas, EVA ditentukan atas dua
28
hal, yaitu sebagai berikut (1) Laba bersih yang menggambarkan hasil
penciptaan nilai didalam perusahaan (2) Tingkat biaya modal atas ekuitas.
Husnan dan Pudjiastuti (2004), mengatakan “EVA menunjukan ukuran
yang baik sejauh mana perusahaan telah menambah nilai terhadap para
pemilik perusahaan”. Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa :
1. EVA merupakan tujuan untuk meningkatkan nilai (value) dari modal
(capital) yang investor atau pemegang saham telah tanamkan dalam
operasi usaha. EVA merupakan selisih dari laba operasi bersih setelah
pajak (Net Operating Profit After Tax/NOPAT) dikurangi dengan biaya
modal (cost of capital)
2. Biaya modal perusahaan merupakan biaya tertimbang modal (Weighted
Averaga Cost of Capital) untuk utang dan ekuitas yang digunakan oleh
perusahaan.
3. Apabila perusahaan memiliki EVA yang positif, maka dapat dikatakan
bahwa manajemen dan perusahaan tersebut telah menciptkan nilai
(creating value). Sebaliknya, apabila nilai EVA negatif, dinamakan
Destroying Value.
4. Biaya modal dan ekuitas dapat juga diartikan sebagai pengorbanan yang
dikeluarkan dalam penciptaan nilai tersebut.
EVA/NITAMI adalah metode manajemen keuangan yang mengukur
laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan
hanya dapat tercipta manakala perusahaan mampu memenuhi semua biaya
operasi dan biaya modal (Tunggal, 2001). EVA merupakan tujuan
perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added dari modal yang telah
ditanamkan pemegang saham.
Menurut Anthony & Govindarajan (2002), Economic Value Added
(EVA) merupakan jumlah uang bukan rasio yang diperoleh dengan
mengurangkan beban modal (Capital charge) dari laba bersih operasi (net
operating profit). Tunggal (2001) menambahkan metode EVA di Indonesia
dikenal dengan metode nilai tambah ekonomi (NITAMI) merupakan sistem
manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan
29
yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan
mampu memenuhi semua upaya operasi (operating cost) dan biaya modal
(cost of equity).
Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
NOPAT = EAT + Biaya Bunga …………… 7
Invested Capital
Invested Capital = Total utang dan Equitas – Pinjaman Jangka Pendek Tanpa bunga ……………8 Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang dengan Pendekatan Weighted Average
Cost of Capital (WACC)
WACC = [ (D*rd) (1-Tax)+(E* re)] ....................9
5. Perhitungan Capital Charges
Capital Charges = Invested Capital * WACC …………...10
6. Perhitungan Economic Value Added (EVA)
EVA = NOPAT – Capital Charges ……………11
Keterangan :
Tingkat Modal dari Utang :
Total Utang _____________________________ X 100% ……………12
Total utang dan Equitas Cost of Debt (rd) : Beban Bunga _________________ X 100% ……………13 Total Utang Cost of Equity (re) :
Laba Bersih Setelah pajak ______________________________ X 100% ..…………. 14 Total Equitas Total Modal dari Equitas (E) :
Total Equitas _______________________________ X 100% ....................15 Total Utang dan Equitas
30
Tingkat Pajak (Tax) : Beban Pajak _________________________________ X 100 % ....................16 Laba Bersih setelah Pajak
Terdapat beberapa manfaat EVA yang diperoleh perusahaan menurut
Tunggal (2001), yaitu ; (1) merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang
dapat berdiri sendiri tampa memerlukan ukuran lain baik berupa
perbandingan dengan menggunakan industri sejenis, (2) dapat digunakan
untuk memprediksi (trend) kondisi keuangan perusahaan, (3) Hasil
perhitungan EVA mendorong perusahaan mengalokasikan dana perusahaan
untuk investasi dengan biaya modal yang rendah, (4) pengukuran penting
untuk menilai perusahaan dalam kondisi financial distress (kondisi
bermasalah), (5) menilai perusahaan tidak memperoleh profit diatas required
of return maka EVA negatif dan menjadi warning bagi perusahaan ada
potensi terjadinya financial distress.
Nilai EVA yang dihasilkan dari perhitungan EVA sangat membantu
dalam pertimbangan keputusan manajemen. EVA dapat bernilai positif,
negatif dan nol, yang artinya adalah sebagai berikut:
1. EVA > 0 (positif) berarti menambah nilai bisnis perusahaan. Dalam hal
ini karyawan berhak mendapat bonus, kreditur berhak mendapat
bunga, dan pemegang saham mendapatkan pengembalian yang
sama atau lebih dari yang investasi yang ditanamkan pada
perusahaan.
2. EVA = 0 berarti secara ekonomis ”impas” karena semua laba digunakan
untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik
kreditur maupun pemegang saham, sehingga karyawan dalam
hal ini tidak mendapatkan bonus.
3. EVA < 0 (negatif) berarti tidak memberikan nilai tambah pada perusahaan
tersebut karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan
penyandang dana. Dalam hal ini karyawan tidak mendapatkan
bonus, tetapi kreditur tetap mendapatkan bunga, namun
31
pemegang saham tidak mendapatkan pengembalian yang
sepadan dengan yang ditanamkan.
2.11. Konsep Market Value Added (MVA)
Menurut Steward dalam Rahayu dan Mariana (2007) Market Value
added (MVA) suatu pengukuran kinerja yang tepat untuk menilai sukses
tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemiliknya.
Kekayaan atau pemilik perusahaan (pemegang saham) akan bertambah jika
MVA bertambah. Peningkatan MVA dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan EVA yang merupakan pengukuran internal kinerja
operasional tahunan, dengan demikian EVA mempunyai hubungan yang
kuat dengan MVA.
Salah satu tolak ukur kinerja adalah nilai tambah pasar (market value
added) yang merupakan perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk
ekuitas dan hutang) dan modal yang diinvestasikan dalam perusahaan.
Menurut O’Byrne dan Young (2001) indikator yang digunakan untuk
mengukur MVA yaitu :
1. MVA > 0, bernilai positif, perusahaan berhasil meningkatkan nilai
modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana,
2. MVA < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak berhasil meningkatkan
nilai modal yang telah di investasikan oleh penyandang dana.
Persamaan dari MVA, sebagai berikut :
MVA = (Nilai pasar – Nilai nominal per lembar saham)* Jumlah
saham ………………………………………………………..… 17
MVA dapat digunakan untuk menjelaskan return saham secara
crossectional sebagai ukuran relatif terhadap penelitian saham. Tiga alasan
yang mendasari bahwa MVA dapat digunakan sebagai explanatory
terhadap return adalah sebagai berikut (O’Byrne and Young, 2001):
a. MVA adalah proxy untuk risiko yang akan mempengaruhi
keseimbangan return yang diharapkan.
b. MVA yang rendah mengindikasikan bahwa perusahaan telah
menginvestasikan modalnya secara tidak efektif di masa lalu namun
32
akan mencapai pertumbuhan di atas rata-rata di masa mendatang.
Perusahaan dapat meningkatkan nilai pasar sahamnya dengan
mengembangkan perubahan strategi yang mendukung, misalnya
dengan melakukan akuisisi terhadap perusahaan lain.
c. Pasar temporarily memberikan penilaian yang rendah terhadap nilai
pasar perusahaan berdampak pada MVA yang rendah. MVA yang
rendah seharusnya memperoleh return yang besar di masa mendatang.
Nilai MVA yang positif mengindikasikan bahwa perusahaan mampu
menciptakan nilai bagi para pemegang saham, sebaliknya MVA yang
negatif menandakan bahwa perusahaan tidak mampu menciptakan
nilai bagi para pemegang saham.
2.12. Tingkat Pengembalian Harga Saham (Rate of Stock Return)
Menurut Wahyudi (2003) Rate of Stock Retunr (ROSR) yaitu cash
flow yang dibayarkan secara periodik kepada pemegang saham (dalam
bentuk deviden), (2) Capital gain (loss), yaitu selisih antara harga saham
pada saat pembelian dan harga saham pada saat penjualan. Return saham
adalah keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham yang
dilakukannya dan memiliki dua komponen yaitu current income dan capital
gain.
Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh
melalui pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen sebagai hasil
kinerja fundamental perusahaan. Capital gain berupa keuntungan yang
diterima karena selisih antara harga jual dan harga beli saham. Besarnya
capital gain suatu saham akan positif apabila harga jual dari saham yang
dimiliki lebih tinggi dari harga belinya. Anggapan bahwa dengan
menggunakan beragam jenis analisis teknikal yang dikombinasikan satu
sama lain disertai juga dengan analisis fundamental yang paling up to date
akan menghasilkan keputusan yang tepat atau setidaknya mendekati.
Namun kenyataannya pergerakan pasar yang selalu dinamis tetap sulit
diprediksi secara tepat. Oleh karena itu model-model analisis tersebut harus
33
ditempatkan sebagai fungsi alat bantu pengambilan keputusan (Jugianto,
2003).
Kinerja suatu saham dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
alat pengukur efisiensi perusahaan. Harga saham yang merefleksikan
seluruh informasi mengenai perusahaan di masa lalu, sekarang dan yang
akan datang, maka kenaikan harga saham dapat dianggap sebagai indikasi
perusahaan yang efisien. Pengertian return saham dalam penelitian ini sama
dengan capital gain, karena belum ada pembagian dividen, dihitung dengan
cara menjumlahkan perubahan harga suatu saham secara bulanan pada
periode pengamatan.
Mengetahui adanya perubahan harga saham dapat diketahui dengan
menghitung return saham. Return saham merupakan return yang
sesungguhnya terjadi pada waktu ke –t yang merupakan selisih harga
sekarang relatif terhadap harga sebelumnya.
ROSR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
Pt – Pt – 1 Rt = ______________________ .................... 18 Pt
Dalam hal ini:
Rt = Tingkat pengembalian saham periode t (Return of stock exchange)
Pt = Harga saham pada periode t
Pt-1 = Harga saham pada periode t-1
2.13. Strategi Marketing
Menurut Kasmir (2004), pemasaran bank suatu proses untuk
menciptakan dan mempertukarkan produk atau jasa bank yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah dengan cara
memberikan kepuasan. Persaingan yang semakin ketat dalam pemasaran
produk dan jasa perbankan perlu adanya strategi pemasaran untuk
mempertahankan pelanggan dan mendapatkan pelanggan baru.
34
Menurut Majid (2008), Strategi pemasaran adalah pengambilan
keputusan-keputusan tentang biaya pemasaran, bauran pemasaran, alokasi
pemasaran dalam hubungan dengan keadaan lingkungan yang diharapkan
dan kondisi persaingan. Kuncoro (2006) menambahkan, strategi pemasaran
untuk mencapai tujuan yaitu langkah-langkah segmentasi pasar,
menetapkan posisi pasar, menetapkan strategi menembus pasar dan
mengembangkan strategi bauran pemasaran. Dalam perkembangan
pemasaran moderen menjelaskan strategi pemasaran adalah logika
pemasaran dimana unit bisnis berharap untuk mencapai tujuan
pemasarannya (Kottler dan Amstrong 2008). Strategi pemasaran dapat
dideskripsikan melalui tiga aspek penting :
1. Segmentasi adalah upaya membagi pasar dalam kelompok pembeli yang
berbeda yang mempunyai kebutuhan, karakteristik atau perilaku yang
berbeda dan yang mungkin memerlukan produk atau program pemasaran
terpisah.
2. Targeting adalah proses mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen
pasar dan memilih satu atau lebih jumlah segmen yang dimasuki.
3. Positioning adalah pengaturan suatu produk untuk menduduki tempat
yang jelas, berbeda dan diinginkan, relatif terhadap produk pesaing
dalam pikiran konsumen sasaran.
Dalam strategi pemasaran ada tiga faktor utama yang
menyebabkan terjadinya perubahan strategi yaitu
1. Daur hidup produk
Strategi harus disesuaikan dengan tahap-tahap daur hidup, yaitu tahap
perkenalan, tahap pertumbuhan, tahap kedewasaan dan tahap
kemunduran
2. Posisi persaingan perusahaan di pasar
Strategi pemasaran harus disesuaikan dengan posisi perusahaan dalam
persaingan apakah memimpin, menantang, mengikuti atau mengambil
sebagian kecil dari pasar.
3. Situasi ekonomi
35
Strategi pemasaran harus disesuaikan dengan situasi ekonomi dan
pandangan kedepan, apakah situasi ekonomi dalam keadaan makmur atau
inflasi tinggi.
2.14. Teori Strategi Bauran Pemasaran Jasa (Service Marketing Mix)
Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan komponen-komponen
pemasaran yang dimanfaatkan oleh manajemen didalam kegiatan penjualan.
Pembahasan penerapan bauran pemasaran pada produk dan jasa perbankan
Menurut Kertajaya (1997) bauran pemasaran terdiri dari :
1. 4A (assortment, affordable, available, announcement)
2. 4B (best, bargaining, buffer-stocking, bombarding)
3. 4P (product, price, place, promotion)
4. 4V (variety, value, venue, voice)
5. 4C (customer solution, cost, convience, communication)
Penjelasan lebih lengkap dikemukakan Edratna (2007), dapat
dilihat sebagai berikut :
1. Produk, yang penting diperhatikan dalam desain dan produk jasa bank
adalah atribut yang menyertai, seperti : sistem, prosedur dan
pelayanannya. Desain produk dan jasa bank juga memperhatikan hal-hal
yang berkaitan dengan ukuran bentuk dan kualitas. Produk dana bank
terdiri dari Giro, tabungan, deposito, kredit produktif, dan konsumtif.
2. Harga, pengertian harga dalam produk dan jasa bank, berupa kontra
prestasi dalam bentuk suku bunga,baik untuk produk simpanan maupun
pinjaman, serta fee untuk jasa-jasa perbankan.
3. Promosi, kegiatan promosi pada produk dan jasa bank pada umumnya
dilakukan melalui iklan di media masa atau televisi. Konsep kegiatan
promosi secara menyeluruh meliputi advertising, sales promotion, public
relation, sales trainning, marketing research & development.
4. Tempat, atau disebut juga saluran distribusi,saluran distribusi produk
dan jasa bank, berupa kantor cabang yang secara langsung menyediakan
produk dan jasa yang ditawarkan. Semakin majunya teknologi saluran
36
distribusi dapat dilakukan melalui telekomunikasi seperti telepon dan
jaringan internet.
5. Orang, ciri bisnis bank adalah dominanya unsur personnal approach
baik dari jajaran front office, back office sampai tingkat manajerial.
Karyawan bank dituntut melayani nasabah secara optimal.
6. Proses, meliputi sistem dan prosedur, termasuk persyaratan ataupun
ketentuan yang diberlakukan oleh bank terhadap produk dan jasa bank.
Sistem dan prosedur akan merefleksikan penilaian apakah pelayanan
cepat atau lambat. Pada umumnya nasabah menyenangi proses yang
cepat, walaupun bagi bank akan menimbulkan risiko yang paling tinggi.
Penggunaan teknologi dapat membantu memberikan pelayanan yang
efektif dan efisien.
7. Pelayanan Pelanggan, bank perlu menambah atau meningkatkan
kapasitas servis dalam rangka memberikan nilai tambah (value added)
sesuai apa yang dibutuhkan oleh nasabah.
2.15. Analisis Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT)
Menurut Rangkuti (2005) Analisis Strengths-Weaknesses-
Opportunities-Threats (SWOT) merupakan metode perencanaan strategis
yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam suatu proyek bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan
yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek bisnis dan mengidentifikasi
faktor internal dan eksternal yang mendukung dan tidak dalam mencapai
tujuan tersebut. Analisis SWOT merupakan singkatan dari ”Kekuatan
(Strenghts), Kelemahan (Weaknesses), Kesempatan (Opportunity), dan
Ancaman (Threats). Teknik ini pertama kali dibuat oleh Albert Humphrey,
yang memimpin proyek riset Universitas Stanford pada tahun 1960-1970-an.
Sedangkan tujuan analisis SWOT adalah untuk mengidentifikasi kondisi
internal dan eksternal yang terlibat sebagai input untuk perancangan proses
sehingga proses yang dirancang dapat berjalan secara efisien, efektif dan
optimal.
37
Matriks SWOT adalah alat untuk mencocokkan faktor-faktor penting
yang akan membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, yaitu SO
(kekuatan-peluang atau strenghts-opportunities), WO (kelemahan-peluang
atau weakness-opportunities), ST (kekuatan-ancaman atau strengths-threats)
dan WT (kelemahan-ancaman atau weaknesses-threats) (Hubeis dan Najib
2008). Penjabaran matriks SWOT menggambarkan berbagai alternatif
strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan :
1. Strategi SO adalah strategi yang digunakan perusahaan dengan
memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki untuk
memanfaatkan berbagai peluang yang ada.
2. Strategi WO adalah strategi yang digunakan perusahaan yang seoptimal
mungkin meminimalisir kelemahan yang ada untuk memanfaatkan
berbagai peluang.
3. Strategi ST adalah strategi yang digunakan oleh perusahaan dengan
memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan untuk mengurangi
berbagai ancaman yang mungkin melingkupi perusahaan.
4. Strategi WT adalah strategi untuk mengurangi kelemahan guna
meminimalisir ancaman yang ada.
Matriks SWOT adalah alat yang dipakai untuk menyusun faktor-
faktor strategi perusahaan yang menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat
menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi Seperti dijelaskan
pada Tabel 2.
38
Tabel 2 Matrik SWOT IFAS
EFAS
STRENGHT (S) Tentukan 5-10 faktor-faktor
kekuatan internal
WEAKNESSES (W) Tentukan 5-10 faktor-faktor
kelemahan internal OPPORTUNITIES (O)
Tentukan 5-10 faktor-faktor peluang eksternal
STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang
STRATEGI WO Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan
peluang TREATHS (T)
Tentukan 5-10 faktor-faktor ancaman eksternal
STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2005
2.16. Tahapan Kerja Perumusan Strategi
Data dan informasi yang digunakan untuk merumuskan strategi yang
kompherensif menurut Hubeis dan Najib (2008), adalah :
1. Tahap input : untuk meringkas informasi dasar yang dibutuhkan dalam
merumuskan strategi. Pada tahap ini dapat menggunakan matriks
Evaluasi Faktor Internal (IFE), Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dan
matriks profil persaingan (Competitive Profile Matriks atau CPM).
2. Tahap pencocokan : berfokus pada penciptaan alternatif strategi yang
layak dengan mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci. Tahap
ini mencakup penggunaan matriks SWOT
2.17. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Exsternal Factor Evaluation) SPACE (Strategic Position and Action Evaluation)
Menurut David (2009), matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
adalah suatu alat analisis untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan
kelemahan utama dalam area-era fungsional bisnis dan landasan untuk
mengidentifikasi, serta mengevaluasi hubungan di antara area tersebut.
Jauch dan Glueck (2001) menambahkan analisis lingkungan internal
merupakan proses menentukan dimana perusahaan memiliki kekuatan dan
kelemahan yang berarti sehingga dapat mengelola peluang secara efektif
dan menghadapi ancaman yang terdapat dalam lingkungan. Formulasi
strategi bisnis menuntut adanya pemahaman yang cermat terhadap faktor
internal perusahaan. Selain itu, analisis lingkungan internal mengembangkan
39
penilaian atas kekuatan perusahaan. Faktor-faktor internal yang dianalisis
adalah faktor pemasaran dan distribusi, faktor penelitian dan pengembangan
faktor produksi operasi dan teknik, faktor sumber daya manusia, dan faktor
keuangan dan akuntansi. Matriks IFE yang di daftar adalah faktor-faktor
lingkungan internal (Strenghts dan Weaknesses) dengan langkah-langkah
yang sama seperti matriks EFE.
Menurut David (2009), matriks External Factor Evaluation (EFE)
memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi
informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik,
pemerintahan, hukum, teknologi dan kompetitif. Whelen dan Hunger
(2004) menambahkan matriks EFE bertujuan membantu manajer
mengorganisir faktor-faktor strategis eksternal ke dalam kategori-kategori
yang diterima secara umum mengenai peluang dan ancaman. Matriks EFE
digunakan untuk mengevaluasi lingkungan eksternal perusahaan baik
lingkungan umum maupun lingkungan industrinya.
Menurut Rangkuti (2006) setelah menggunakan analisis matrik IE,
perusahaan dapat melakukan analisis matrik SPACE untuk mempertajam
analisisnya. SPACE merupakan singkatan dari Strategic Position and Action
Evaluation. Tujuan menggunakan analisis SPACE yaitu agar perusahaan
dapat melihat posisinya dan arah perkembangan selanjutnya dari kegiatan
usaha yang dilakukan. Berdasarkan matrik SPACE, analisis tersebut dapat
memperlihatkan dengan jelas garis vektor yang bersifat positif atau negatif,
baik untuk kekuatan keuangan (financial strength), kekuatan industri
(industri strength), keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan
stabilitas lingkungan (environmental stability) (David 2004).
Keseluruhan elemen analisis dalam variabel kekuatan keuangan
(financial strength), kekuatan industri (industri strength), keunggulan
kompetitif (competitive advantage) dan stabilitas lingkungan (environmental
stability) merupakan alternatif yang dapat membantu dalam mengetahui
gambaran secara mendetail pada analisis SPACE, seperti pada Gambar 3.
40
FS 6 5 4 3 2 1 CA -6 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 IS -1 -2 -3 -4 -5 -6 ES
Gambar 3 Matriks SPACE
Sumber : David (2004) Kuadran I : Pada kuadran ini merupakan situasi yang sangat
menguntungkan. Perusahaan dapat menggunakan kekuatan dan
peluang untuk menghindari kelamahan dan ancaman secara optimal.
Alternatif strategi yang dapat diterapkan pada posisi agresif yaitu
penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk,
integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal,
diversifikasi konsentrik, diversifikasi horizontal, diversifikasi
konglomerat atau kombinasi dari semua yang dapat dijalankan,
tergantung kondisi spesifik yang dihadapi oleh perusahaan.
Kuadran II : Pada kuadran ini perusahaan tetap dekat pada
kompetensi dasar perusahaan dan jangan mengambil resiko
berlebihan. Strategi konservatif yang sering digunakan yaitu
penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk dan
diversifikasi konsentrik.
Kuadran III : Pada kuadran ini perusahan harus memfokuskan pada
perbaikan kelemahan internal dan menghindari ancaman internal.
Strategi yang sering diambil yaitu rasionalisasi, divestasi, likuidasi
dan diversifikasi konsentrik.
Konservatif II
Agresif I
Bersaing IV
Defensif III
41
Kuadran IV : Pada kuadran ini perusahaan berada pada strategi
kompetitif. Strategi kompetitif yang sering digunakan yaitu integrasi
ke belakang, ke depan dan horizontal, penetrasi pasar,
pengembangan pasar, pengembangan produk dan usaha patungan.
2.18. Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM)
Menurut Umar (2002), Analisis Quantitative Strategies Planning
Matrix (QSPM) adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli strategi
untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara objektif,
berdasarkan key success factors internal – eksternal yang telah
diidentifikasi sebelumnya. Secara konseptual, tujuan QSPM adalah
menetapkan relative attractiveness (RA) dari strategi yang bervariasi yang
telah dipilih untuk menentukan strategi yang dianggap paling baik untuk
diimplementasikan.
Menurut David (2003), keunggulan analisis QSPM adalah rangkaian
–rangkaian strateginya dapat diamati secara bersamaan seperti strategi
tingkat perusahaan dapat dievaluasi terlebih dahulu, diikuti dengan strategi
tingkat divisi, dan strategi tingkat fungsi. Keunggulan lain dari QSPM
adalah mendorong para penyususun strategi untuk memasukan faktor
eksternal dan internal yang relevan dalam proses keputusan. Keterbatasan
QSPM adalah selalu membutuhkan penilaian intuitif dan asumsi yang
berdasar. Pemeringkatan dan skor daya tarik membutuhkan keputusan
penilaian, meskipun hal itu didasarkan pada informasi yang obyektif.
2.19. Penelitian Terdahulu
Pengukuran kinerja dengan metode FPR, EVA dan MVA serta
return saham telah menarik perhatian akademisi untuk melakukan
penelitian, di antaranya sebagai berikut :
1. Subbarao (2010), melakukan penelitian Trend and Progress of
Banking in India 2010-2011 bahwa metode trend dapat memprediksi
kondisi keuangan bank di India tahun 2011.
2. Mulyaningrum (2008), melakukan analisis dengan metode trend
pengaruh rasio keuangan terhadap prediksi kebangkrutan bank di
42
Indonesia. Temuannya rasio keuangan bank berpengaruh terhadap
prediksi kebangkrutan bank.
3. Iswati (2006), memprediksi kinerja keuangan dengan modal intelektual
pada perusahaan perbankan terbuka di Bursa Efek Jakarta. Temuannya
menunjukan modal intelektual tidak dapat mempengaruhi kinerja
keuangan bank.
4. Widayanto (1993), melakukan penelitian tentang analisis pengaruh
rasio keuangan terhadap prediksi kondisi bermasalah Bank Perkreditan
Rakyat. Temuannya menunjukan rasio keuangan sangat berguna
sebagai prediktor kondisi keuangan bank.
5. Mardiah (2006), melakukan pengujian perbedaan EVA/MVA
terhadap return saham bank pemerintah dan swasta di BEJ. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa nilai EVA dan MVA bank swasta
dan pemerintah berbeda secara signifikan terhadap tingkat
pengembalian harga saham.
6. O’Byrne dan Young (2001), dalam penelitiannya ditemukan bahwa
EVA secara teoritis dan empiris terbukti memiliki korelasi yang erat
dengan setiap perubahan dan penciptaan nilai MVA pada pasar modal
di Amerika Serikat.
7. Stern Steward dan Bennet (1991), dalam studinya pada pasar modal di
Amerika Serikat memperlihatkan lebih dari 400 perusahaan
menggunakan EVA dalam menilai kinerja perusahaan. Hasil studinya
menunjukan bahwa EVA memiliki korelasi tinggi dengan setiap
perubahan dan penciptaan nilai MVA dipasar modal dibandingkan
dengan ukuran-ukuran umum penilaian kinerja perusahaan.
2.20. Diagram Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)
Pada Gambar 4 di bawah ini dijelaskan hubungan antar variable
secara positif dan negatif maka dijelaskan melalui diagram Sebab Akibat
(Causal Loop Diagram). Peningkatan pertumbuhan kinerja keuangan Bank
Agro Niaga disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan dana pihak ketiga
(DPK), melalui peningkatan mobilitas dana masyarakat. Peningkatan DPK
43
dipengaruhi oleh pilihan strategi pemasaran yang tepat, terutama melalui
variabel marketing mix (product, price, place, promotion dan service).
Meningkatnya pertumbuhan kinerja keuangan bank secara positif
mempengaruhi peningkatan pertumbuhan investasi surat berharga dipasar
modal sehingga terjadi peningkatan return saham yang berdampak positif
juga terhadap peningkatan kinerja keuangan bank.
Pihak manajemen akan meningkatkan penyaluran kredit (pinjaman)
kepada masyarakat melalui kredit investasi, konsumsi dan UMKM apabila
terjadi peningkatan keuangan bank. Meningkatnya fungsi lending bank
dalam penyaluran DPK, maka akan berdampak positif terhadap
peningkatan pendapatan bunga bank yang dapat meningkatkan kinerja
keuangan. Adanya pengaruh kinerja keuangan yang positif maka harga
saham bank akan mengalami peningkatan sehingga return saham yang
dihasilkan dari perdagangan saham mengalami apresiasi positif dan hal ini
secara umum berdampak pada kinerja pasar modal. Pengujian dan
bagaimana analisis trend kinerja keuangan bank dan return saham sebagai
indikator yang mempengaruhi pertumbuhan investasi di pasar modal.
Peneliti menggunakan metode analisa EVA, MVA, financial performance
ratio, analisis trend, serta analisis matriks EFI dan EFE, SPACE, SWOT.
Dengan menggunakan metode analisis ini akan menghasilkan langkah-
langkah strategis (exit strategy) untuk diaplikasikan oleh pihak manajemen
Bank Agro Niaga dalam meningkatkan market share.
44
+
Gambar 4 Diagram Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)
+
+
+
+ +
+
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Peningkatan Pertumbuhan
Kinerja Keuangan Bank Agro
Niaga
Peningkatan Pertumbuhan
DPK
Peningkatan Mobilitas Dana
Masyarakat
Peningkatan Pertumbuhan
Investasi Surat Berharga (Pasar
Modal)
Peningkatan Return Saham
Langkah Strategis Market Share
Pinjaman Kredit :
• Kredit Modal Kerja • Kredit Investasi • Kredit Program • Kredit Sindikasi
Pertumbuhan Investasi di Pasar Modal
Peningkatan Return Saham
Strategi Marketing
+ +