bab ii tinjauan pustaka 2.1. alginatrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44288/4/chapter...

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alginat Alginat adalah polisakarida alam yang umumnya terdapat pada dinding sel dari semua spesies alga coklat (Pheaophyceae). Asam alginat pertama kali dan dipatenkan oleh seorang ahli kimia dari Stanford Inggris tahun 1881 dengan mengekstrak Lamanaria stenophylla (Anonim II, 2005). Asam alginat dalam alga coklat umumnya terdapat sebagai garam-garam kalsium, magnesium, natrium. Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium alginat dan magnesium alginat yang tidak larut menjadi natrium alginat yang larut dalam air dengan pertukaran ion dibawah kondisi alkalin (Zhanjiang, 1990). Dimana: M adalah kation bivalen seperti Ca 2+ , Mg 2+ dan lain-lain Alg adalah alginat. Proses pertukaran ion dari alginat dilakukan dengan mineral asam sebelum diekstraksi dengan alkali, persamaan rekasinya sebagai berikut: Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh difiltrasi dan diendapkan dengan Ca 2+ untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut. Selanjutnya pemisahan dilakukan dengan proses asidifikasi untuk memisahkan asam alginat dan ion-ion kalsium. Kemudian gel asam alginat yang terbentuk didehidrasi lalu dicampur dengan alkali (Na 2 CO 3 ) untuk membuat kembali garam natrium yang larut. Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Alginat

    Alginat adalah polisakarida alam yang umumnya terdapat pada dinding sel dari

    semua spesies alga coklat (Pheaophyceae). Asam alginat pertama kali dan

    dipatenkan oleh seorang ahli kimia dari Stanford Inggris tahun 1881 dengan

    mengekstrak Lamanaria stenophylla (Anonim II, 2005). Asam alginat dalam alga

    coklat umumnya terdapat sebagai garam-garam kalsium, magnesium, natrium.

    Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium alginat dan

    magnesium alginat yang tidak larut menjadi natrium alginat yang larut dalam air

    dengan pertukaran ion dibawah kondisi alkalin (Zhanjiang, 1990).

    Dimana: M adalah kation bivalen seperti Ca2+, Mg2+ dan lain-lain

    Alg adalah alginat.

    Proses pertukaran ion dari alginat dilakukan dengan mineral asam sebelum

    diekstraksi dengan alkali, persamaan rekasinya sebagai berikut:

    Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh difiltrasi dan diendapkan dengan

    Ca2+ untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut. Selanjutnya pemisahan

    dilakukan dengan proses asidifikasi untuk memisahkan asam alginat dan ion-ion

    kalsium.

    Kemudian gel asam alginat yang terbentuk didehidrasi lalu dicampur dengan

    alkali (Na2CO3) untuk membuat kembali garam natrium yang larut.

    Universitas Sumatera Utara

  • Akhirnya diperoleh pasta natrium alginat, lalu dikeringkan dan digiling untuk

    memperoleh bubuk natrium alginat ( Zhanjiang, 1990).

    2.1.1. Produksi

    Penyedian alginat secara komersial diperoleh dari hasil ekstraksi alga coklat,

    sebagaian besar dari laminaria hyperbore, Macrocystis pryfera, Laminaria

    digitata, Ascophyllumnodosum, Laminaria joponica, Ecklonia maxima, Lessonia

    nigrescens, dan Durvillaea antarctive. Komposisi alginat dari ganggang laut tidak

    sama variasinya tergantung pada musim dan kondisi pertumbuhannya, ketidak

    samaan ini tergantung pada sifat dari tumbuhan itu (Bernd, 2009).

    Ada beberapa Negara yang telah memproduksi alginat secara komersial

    diantaranya adalah Amerika Serikat. Pada Tahun 1927 Thornley membangun

    perusahan untuk memproduksi alginat di San Diego kemudian diorganisasi

    kembali tahun 1929 dengan nama Kelco Company. Produksi di United Kingdom

    dimulai oleh Alginate Industries Ltd. selama periode 1934-1939. Dan sekarang

    ada dua perusahaan terbesar di Amerika Serikat yaitu Kelco dan Alginat

    Industries yang memproduksi sekitar 70% alginat dari seluruh dunia (Zhanjiang,

    1990). Di China produksi alginat dimulai tahun 1957 di Qingdao yang berasal dari

    spesies Sargassum Pollidum. Negara – negara penghasil alginat terbesar lainya

    yaitu Jepang dan Prancis.

    2.1.2. Struktur Kimia dan Komposisi

    Alginat merupakan polimer linear yang mengandung lebih dari 700 residu asam

    uronat yaitu β-D asam manuronat dan α-L asam guluronat dengan ikatan 1,4.

    Rantai alginat yang mengandung residu asam manuronat disebut blok M, rantai

    alginat yang hanya mengandung residu asam gluronat disebut blok G dan rantai

    alginat yang mengandung residu asam manuronat serta asam gluronat disebut blok

    MG ( Masakatsu dan Inukai, 1999).

    Universitas Sumatera Utara

  • Dengan adanya nitrogen dalam struktur polimer dari polisakarida, stanford

    mengusulkan dengan pasti jalan keluar dari penelitian tentang struktur algina,

    asam uronik merupakan penyusun utama dari struktur dasar alginat yang

    dipatenkan pada tahun 1926 (Bernd, 2009). Struktur dasar dari monomer alginat

    adalah cincin tetrahydopyran dan dapat membentuk 2 konfigurasi, yaitu C1 dan

    1C. β -D-manuronat di alam terdapat dalam konfigurasi C1. Pada konfigurasi 1C

    α-D-manuronat, interaksi -COOH pada C-5 dan -OH pada C-3 akan kaku,

    sedangkan pada C1 gugus-gugus ini berada pada posisi ekuatorial sehingga lebih

    stabil. Sebaliknya, untuk alasan yang sama, α -L-guluronat terdapat dalam

    konfigurasi 1C dibandingkan C1.

    Polimer alginat dibentuk dari hubungan antara C-1 dan C-4 tiap monomer

    dan dihubungkan oleh ikatan eter oksigen. Polimer alginat terdiri dari 3 jenis,

    yaitu blok M (mannuronat), blok G (guluronat), dan polimer MG Polimer M

    dibentuk dari struktur ekuatorial gugus C-1 dan C-4 dan membentuk polimer

    lurus, sedangkan polimer G dibentuk dari struktur aksial. Perbedaan struktur

    polimer ini menyebabkan polimer G lebih banyak digunakan untuk proses

    pembentukan gel alginat dengan penambahan ion Ca2+. Ion tesebut akan

    menggantikan ion H+ pada gugus karboksilat dan membentuk jembatan ion

    penghubung antara polimer G yang satu dengan yang lainnya. Hubungan antara

    polimer G ini akan membentuk struktur egg-box.

    Alginat merupakan polimer linear yang mengandung β-(1,4) linked D-asam

    manuronat (M) dan α-(1-asam gluronat) (G). Gambar 2.1 menunjukkan dalam

    rantai polimer, monomer dapat tersusun sebagai blok GG, blok MM dan blok GM

    (Donati dan Paoletti, 2009).

    Universitas Sumatera Utara

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tetrahydopyran&action=edit&redlink=1�http://id.wikipedia.org/wiki/Monomer�

  • Residu asam manuronat mempunyai ikatan C 1,4 di-equtorial sehingga

    bentuknya rata seperti pita. Struktur ini menjadi stabil dengan adanya ikatan H

    antara proton dari OH dan C3 dengan cincin O dari residu tetangganya, seperti

    gambar 2.2 dibawah ini:

    Gambar 2.2. Ikatan 1,4 di-equatorial dari natrium manuronat.

    Struktur asam guluronat berbeda dengan asam manuronat. Residu asam

    gluronat mempunyai ikatan C 1,4 di-axial sehingga struktur pita dari polimer ini

    melengkung, berlawanan dengan bentuk merata dari manuronat. Struktur ini stabil

    Gambar 2.1. Struktur Kimia Alginat, a.Konformasi 4C1 Garam Natrium dari

    Asam Β-D-Mannuronat (M) dan Konformasi 1C4 Garam

    Natrium dari Asam Α-L-Guluronat (G). b. Komposisi Blok

    Alginat yaitu Blok G, Blok M dan Blok MG

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan adanya ikatan H antara gugus OH pada atom C2 dari residu yang satu

    dengan gugus COO- dari residu tetangganya ( Anonim II, 2005)

    Gambar 2.3. Ikatan 1,4 di-axial dari asam guluronat.

    Masing-masing spesies alga coklat mengandung tipe alginat atau ratio

    M/G yang berbeda tergantung dari waktu panen dan bagian anatomi tumbuhan

    (Robinson, 1987). Alginat yang mengandung asam guluronat yang tinggi akan

    cendrung mempunyai struktur rigid (kaku) serta mempunyai porositas yang besar,

    sedangkan alginat yang mengandung asam manuronat yang tinggi mempunyai

    struktur yang tidak rigid. Unit G dan M diatur dalam rantai dan keseluruhan rasio,

    M / G, dari dua unit dalam rantai dapat bervariasi dari satu jenis rumput laut

    dengan yang lain. Dengan kata lain semua "alginat" tidak selalu sama. Jadi

    beberapa rumput laut dapat menghasilkan alginat yang memberikan viskositas

    yang tinggi ketika dilarutkan dalam air, sedangkan yang lain dapat menghasilkan

    viskositas rendah. Kondisi-kondisi dari prosedur ekstraksi dapat juga

    mempengaruhi viskositas. Demikian pula, kekuatan gel yang dibentuk oleh

    penambahan garam kalsium dapat bervariasi dari satu alginat dengan yang lain.

    Umumnya alginat dengan kandungan G yang lebih tinggi akan memberikan gel

    yang lebih kuat, dikatakan alginat memiliki rasio M / G rendah.

    Penentuan rasio M/G dapat dilakukan dengan menghidrolisis parsil alginat

    dengan asam organik encer seperti asam oksalat 1 M, dimana sebagian alginat

    akan larut. Residu yang tidak larut dapat dipisahkan ke dalam fraksi yang kaya

    akan guluronat (blok G) yang tidak larut pada pH 2,85 tersebut. Fraksi yang larut

    oleh hidrolisis parsil mengandung uronat M dan G (blok MG) ( Zhanjiang, 1990).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.3. Sifat-sifat Fisika dan Kimia

    2.1.3.1. Sifat Fisika

    Kelarutan dan kemampuan mengikat air dari alginat bergantung pada jumlah ion

    karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air meningkat bila

    jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang

    dari 500, sedangkan pH di bawah 3 terjadi pengendapan. Secara umum, alginat

    dapat diabsorpsi air dan bisa digunakan sebagai pengemulsi dengan viskositas

    yang rendah (Kaban, 2008).

    Asam alginat tidak larut dalam media berair, akan tetapi bila pH dinaikkan

    maka sebagian asam alginat diubah menjadi garam yang larut. Total netralisasi

    terjadi pada pH sekitar 4, dimana asam alginat secara sempurna diubah menjadi

    garam yang sesuai (ISP, 2001). Garam alginat yang larut dalam air adalah alginat

    yang mengandung logam alkali, amonia dan amina dengan berat molekul rendah

    serta senyawa amonium kuartener. Garam alginat dengan logam polivalen bersifat

    tidak larut dalan air kecuali magnesium alginat.

    Alginat tidak stabil terhadap panas, oksigen, ion logam dan sebagainya.

    Dalam keadaan yang demikian, alginat akan mengalami degradasi. Selama

    penyimpanan, alginat secepatnya mengalami degradasi dengan adanya oksigen

    terutama dengan naiknya kelembaban udara. Alginat dengan viskositas sedang

    atau rendah. Urutan stabilisasi alginat selama penyimpanan adalah: Natrium

    alginat > amonium alginat > asam alginat. Alginat komersial mudah terdegradasi

    oleh mikroorganisme yang terdapat di udara, kerena bahan tersebut mengandung

    partikel alga dan zat nitrogen. Semua larutan alginat akan mengalami

    depolimerisasi dengan kenaikan suhu (Zhanjiang, 1990)

    Larutan natrium alginat stabil pada pH sekitar 4-10. Pembentukan gel atau

    pengendapan alginat dapat terjadi pada pH dibawah 4, dengan berubahnya garam

    alginat menjadi asam alginat yang tidak larut. Penyimpanan larutan alginat yang

    lama diluar batasan pH diatas tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan

    depolimerisasi senyawa polimer akibat hidrolisis. Asam alginat tidak larut dalam

    air, sehingga yang bisa digunakan dalam industri adalah garam natrium alginat

    atau kalium alginat. Natrium alginat adalah bubuk warna kram, larut dalam air

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan membentuk koloid, kental, tidak larut dalam alkohol, klorofom, eter dan

    larutan asam jika pH dibawah 3. Propilen glikol alginat menunjukkan stabilitas

    yang sangat baik dalam larutan asam khusus efektif pada batasan pH 2,5-4.

    Kondisi ini dihindari karena efek pelindung dari gugus ester akan hilang secara

    cepat disebabkan terjadinya saponifikasi (ISP, 2001).

    2.1.3.2. Sifat Kimia

    Metil ester alginat dibuat dengan mereaksikan asam alginat dengan diazometan

    atau asam klorida dalam metanol atau melalui reaksi antara dimetilsulfat dengan

    natrium alginat yang tersuspensi dalam larutan tidak berair. Ester dapat dibentuk

    pada kondisi yang biasa dengan 1,2-alkilen oksida. Jika digunakan propilen

    oksida, dapat dihasilkan propilen glikol eter yang dapat digunakan sebagai zat

    tambahan dalam makanan seperti jelly dalam bentuk garam kalsium.

    Esterifikasi gugus hidroksil dari alginat dapat dilakukan melalui reaksi

    antara asetil klorida dengan adanya basa organik atau reaksi katalitik dengan

    anhidrida asetat. Amonium diasetil alginat bersifat larut dalam air, tidak larut

    dalam pelarut organik dan mengembang dalam alkohol encer, membentuk gel

    atau mengendap dengan tembaga (II), timah (II) dan ion trivalen atau tetravalen.

    Tidak mengendap atau membentuk gel dengan kalsium, barium, besi (II), mangan

    (II), atau seng. Ester alginat sulfat diperoleh dengan asam sulfat yang digunakan

    dalam bidang medis sebagai zat anti beku darah (Muzzarelli, 1973)

    Ester alginat seperti asam karboksimetil alginat diperoleh dalam bentuk

    garam natrium, melalui reaksi antara natrium alginat dengan asam kloroasetat

    dalam natrium hidroksida. Garam basa organik dari alginat dapat mempengaruhi

    kelarutan asam alginat dalam pelarut organik. Sebagai contoh, tributilamin,

    feniltrimetilamonium dan benziltrimetilamonium alginat larut dalam etanol

    absolut sedangkan trietanolamin alginat larut dalam etanol 75%. Senyawa

    amonium kuartener dengan hidrokarbon seperti asetil trimetil amonium bromida

    bereaksi dengan asam alginat membentuk endapan asetil trimetil amonium alginat

    (Kaban, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.4. Pembentukan Gel

    Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation-kation divalent seperti Ca2+, Mn2+, Cu2+, dan Zn2+ dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks khelat

    antara ion-ion divalent dengan anion karboksilat dari blok G-G. Intraksi ion logam

    dengan gugus COO- dari alginat terjadi pada inter dan intra molekul. Disamping

    intraksi ion logam dengan gugus COO- dari alginat, gugus OH dari polimer juga

    ikut berperan (Zhanjiang, 1990). Ion Ca2+ mempunyai orbital d yang kosong

    sehingga alginat sebagai ligan dapat menyumbangkan elektronnya kepada Ca2+.

    Ion Ca2+ yang merupakan jambatan penghubung inter molekul alginat hanya

    dapat menerima 5 ligan oksigen, sementara alginat berpotensi menyumbangkan

    10 ligan oksigen dari kedua rantai yang paralel yaitu masing-masing dari OH pada

    C2 dan C3. Ikatan O yang menghubungkan 1-4 dan sebuah gugus karboksil serta

    cincin O dari residu tetangganya (Chaplin, 2005), seperti gambar 2.4 dibawah ini:

    Gambar 2.4. Alginat sebagai ligan

    Seperti dijelaskan diatas , rantai asam guluronat melengkung sedangkan

    rantai asam manuronat merata. Hal ini menyebabkan keduanyai mempunyai

    perbedaan dalam berikatan dengan ion Ca2+. Penambahan Ca2+ pada asam

    guluronat menjadikannya bentuk gel, seperti Ca2+ masuk kedalam egg box antara

    unit monomer, seperti gambar dibawah ini:

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.5. Pembentukan gel kalsium alginat

    Ion Ca2+ dapat mengadakan ikatan dengan gugus COO- pada masing-masing blok

    yang paralel, seperti gambar 2.6 dibawah ini:

    Gambar 2.6. Ion Ca2+ pada gugus COO- dari blok G yang paralel

    Rantai blok M yang seperti pita mendatar dapat berikatan dengan Ca2+ dan

    ini diharapkan terjadi pada konsentrasi kation yang tinggi. Akibat adanya

    perbedaan struktur antara blok M dan G maka gel yang dibentuk dari blok M

    bersifat elastis, sedangkan gel dari blok G sifat rigid. Kekuatan dari gel yang

    dibentuk dengan penambahan garam Ca bervariasi dari satu alginat dengan alginat

    lain. Alginat dengan kandungan blok G yang tinggi, seperti Macrocytis

    memberikan alginat dengan viskositas yang sedang. Sargassum memberikan hasil

    viskositas yang rendah, Laminaria digitata menghasilkan kekuatan gel yang

    Universitas Sumatera Utara

  • lembut sampai sedang sementara Laminaria hyperborea dan Durvillaea

    menghasilkan gel yang kuat (McHugh, 2003).

    2.1.5. Pertukaran Ion dalam Pembentukan Kalsium Alginat

    Pertukaran ion adalah elektrolit tak larut yang mengandung gugus ion positif atau

    ion negatif yang dapat dipertukarkan dengan ion lain dari larutan disekitarnya,

    tanpa mengalami perubahan struktur dalam resin. Ada dua tipe resin penukar ion

    yaitu resin kation dan resin anion. Resin kation adalah ion yang bermuatan positif,

    mampu mempertukarkan kation yang berada dalam resin dengan kation dari

    larutan disekitar resin, misalnya Ca, Mg, Fe, dan H. Resin penukar anion adalah

    ion yang bermuatan negatif, mampu mempertukarkan anion dalam resin dengan

    anion dari larutan yang mengalir melewati resin, misalnya Cl, SO, dan OH

    (Benefield, 1982).

    Alginat yang tidak larut menunjukkan reaksi seperti resin pertukaran ion.

    Kemampuan dari ion-ion logam divalent berikatan dengan alginat tergantung pada

    jumlah relatif dari unit asam D-manuronat dan L-guluronat dalam alginat.

    Pembentukan gel alginat terjadi karena adanya pertukaran ion Na+ dengan kation

    divalent, sehingga dari yang bersifat larut dalam air menjadi tidak larut dalam air

    (Zhianjiang, 1990).

    Jumalah ion divalent yang dibutuhkan untuk mengendapkan alginat

    meningkat sesuai dengan sesuai dengan tingkatan berikut: Pb, Cu < Ca < Co, Ni,

    Zn < Mn. Sifat pertukaran ion dari alginat tergantung pada komposisi kimia dari

    alginat. Alginat yang kaya asam manuronat seperti pada Laminaria digitata

    mempunyai affinitas yang rendah terhadap Ca dalam reaksi pertukaran ion Na-Ca,

    dibandingkan dengan alginat yang kaya akan unit guluronat seperti pada

    Laminaria hyperborea (Muzzarelli, 1973)

    Kemampaun alginat untuk berikatan dengan ion-ion divalent akan

    berkurang sesuai dengan urutan dibawah ini

    a) Untuk alginat yang kaya akan blok M dari Laminaria digitata

    Pb > Cu > Cd > Ba > Sr > Ca > Co, Ni, Zn, Mn > Mg

    b) Untuk alginat Laminaria hyperborea yang kaya akan blok G

    Universitas Sumatera Utara

  • Pb > Cu > Ba > Sr > Cd > Ca > Co, Ni, Zn, Mn > Mg

    Sementara konsentrasi dari ion yang dibutuhkan untuk pembentukan gel alginat

    dari kedua jenis ganggang coklat diatas adalah sama, yaitu semakin meningkat Ba

    < Pb < Cu < Sr < Cd < Ca < Zn < Ni < Co < Mn, Fe < Mg. ( Zhanjiang, 1990).

    2.1.6. Kegunaan Alginat

    Kegunaan alginat didasarkan pada tiga sifat utamanya yaitu kemampuan untuk:

    1. Larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan

    2. Membentuk gel

    3. Membentuk film dan serat ( McHugh, 2003)

    Alginat dapat digunakan dalam berbagai bidang industri antara lain industri

    makanan, tekstil, medis/farmasi dan kosmotik (McCormick, 2001). Dalam

    industri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental pesta yang megandung zat

    warna. Alginat tidak bereaksi dengan zat pewarna dan dengan mudah dicuci dari

    tekstil sehingga alginat menjadi pengental yang terbaik untuk zat warna.

    Dalam bidang makanan, sifat kekentalan alginat dapat digunakan dalam

    pembuatan saus serta sirup, sebagai penstabil dalam pembuatan es krim (McHugh,

    2003). Film kalsium alginat juga digunakan sebagai pembungkus ikan, buah,

    daging dan makanan lain untuk pengawetan dan merupakan pengepak alternatif

    karena mudah terurai oleh mikroorganisme sehingga bersifat ramah lingkungan.

    Sebagai pembungkus yang dapat dimakan, alginat berperan sebagai

    komponen diet seperti serat karena hanya meningkatkan volume usus, tidak

    diabsorbsi dalam saluran pencernaan, berkalori rendah dan tidak berpotensi untuk

    merusak (Cancela, 2003). Film pelapis kalsium alginat dapat digunakan untuk

    membantu mengawetkan ikan beku, jika ikan dibekukan dengan jeli kalsium

    alginat maka ikan dilindungi dari udara sehingga proses oksidasi dihambat. Jika

    jelli mencair bersama ikan, dengan mudah dapat dipisahkan. Potongan daging

    yang dibungkus dengan flim kalsium alginat sebelum dibekukan menyebabkan

    juice daging akan diabsorbsi kembali kedalam daging selama proses pencairan,

    sehingga pembungkus dapat melindungi daging dari kontaminasi bakteri

    (McHugh, 2003).

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam bidang farmasi, alginat dapat digunakan sebagai pembalut luka

    yang dapat menyembuhkan luka karena dapat mengabsorpsi cairan dari luka,

    dimana kalsium alginat dalam serat diubah oleh cairan tubuh menjadi natrium

    alginat yang larut (McHugh, 2003). Alginat dalam bentuk garam dapat digunakan

    sendiri atau dikombinasikan dengan polimer pembentuk gel lainya untuk

    mengontrol pelepasan obat dari matriks tablet. Dalam cairan lambung, natrium

    alginat terhidrasi dan dikonversi menjadi bentuk asam alginat yang tidak dapat

    larut, sehingga menekan pelepasan obat dalam perut ( ISP, 2001 ; McHugh,

    2003).

    Alginat dapat dibuat menjadi membran dengan melarutkan natrium alginat

    dalam air kemudian dibiarkan satu malam. Larutan tersebut kemudian dituang

    kedalam plat kaca dan dibiarkan selama 1 jam sampai ketebalannya homogen, lalu

    cetakan gelas diimersikan ke dalam larutan CaCl2 0,1 M selama satu malam.

    Cetakan gelas yang berisi membran alginat kemudian dicuci dengan air dan

    selanjutnya dibiarkan pada suhu kamar sehingga mengering, maka diperoleh

    lapisan tipis yaitu membran kalsium laginat (Inukai and Masakatsu, 1999).

    Gel alginat dalam bentuk butiran dapat digunakan sebagai biokatalis

    enzim untuk sel. Proses yang menggunakan immobilisasi biokatalis adalah

    menghasilkan etanol dari pati, membuat beer dengan immobilisasi ragi,

    fermentasi untuk menghasilkan butanol dan isopropanol serta produk lanjutan dari

    yoghurt ( McHugh, 2003)

    2.2. Edible Packaging ( Kemasan yang Dapat Dimakan)

    Penggunaan kemasan yang dapat dimakan dalam industri bahan makanan telah

    menjadi suatu topik yang menarik karena sangat potensial untuk meningkatkan

    masa berlaku dari banyak produk makanan. Kemasan yang dapat dimakan

    digabungkan dengan aditif bahan makanan dan zat lain dapat meningkatkan

    warna, flavor, tekstur serta mengontrol pertumbuhan mikroba. Anti mokroba

    ditambahkan ke kemasan yang dapat dimakan berfungsi untuk menghalangi

    pertumbuhan ragi, jamur dan bakteri selama penyimpanan dan distribusi.

    Universitas Sumatera Utara

  • Antimikroba yang umum digunakan termasuk asam benzoat, natrium benzoat,

    asam sorbat, kalium sorbat dan asam propinoat. (Kaban, 2007).

    Penambahan antioksidan ke kemasan yang dapat dimakan dapat

    meningkatkan stabilisasi dan mempertahankan nilai gizi dan warna dari produk

    makanan dengan cara melindungi produk tersebut terhadap ketengikan akibat

    oksidasi, degradasi dan diskolorasi. Tipe dari antioksidan makanan yaitu asam

    (juga dalam bentuk garam dan esternya) dan senyawa phenolat (Kaban, 2008).

    Asam yang digunakan seperti asam sitrat, asam askorbat dan esternya, bertindak

    sebagai zat pengkelat logam sinergis apabila digunakan tersendiri atau

    dikombinasikan antioksidan phenolat. Senyawa phenolat seperti butylated

    hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), tertiary buttylated

    hydroxyquinone (TBHQ), propil gallat dan tekoferol menghambat oksidasi lemak

    dan minyak yang terdapat pada bahan makanan.

    Proses secara minimal telah banyak diterapkan pada buah-buahan. Proses

    secara minimal mencakup operasi pencucian, sortasi, pengupasan, perajangan dan

    pengemasan sehingga buah siap dikomsumsi dalam keadaan segar (Krochta et al,

    1994). Masalah yang sering muncul pada buah hasil proses minimal adalah

    meningkatnya kecepatan kerusakan akibat proses respirasi, produksi etilen yang

    meningkat karena jaringan rusak serta aktifnya enzim polifenolase penyebab

    pencoklatan. Akibat terjadi peningkatan proses biokimia sehingga terjadi

    perubahan flavor, tekstur dan kualitas gizi (Brecht, 1995). Untuk itu diperlukan

    pengetahuan dan teknik baru dalam pengemasan dan penyimpanan pasca proses

    minimal, sehingga kecepatan respirasi dapat ditekan dan kenampakan

    organoleptik mampu dipertahankan.

    Penanganan produk buah proses minimal dengan aplikasi pengemas dari

    kemasan yang dapat dimakan (edible packaging) merupakan salah satu alternatif

    yang aman bagi kesehatan konsumen dan ramah lingkungan (Krochta et al, 1994).

    Fungsi kemasan pada bahan pangan adalah untuk mencegah atau mengurangi

    kerusakan, melindungi dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan,

    benturan dan getaran. Kemasan juga berfungsi sebagai wadah untuk memberi

    bentuk dan memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusiannya.

    Universitas Sumatera Utara

  • Selain itu kemasan juga berfungsi untuk menambahkan daya tarik (appearance)

    dari bahan pangan tersebut sebagai tujuan promosi.

    Terdapat lima syarat kemasan untuk bahan pangan yaitu: penampilan,

    perlindungan, fungsi, biaya, dan limbah kemasan tersebut bersifat ramah

    lingkungan. Dengan adanya persyaratan ramah lingkungan, maka penggunaan

    edible packaging adalah sangat menjanjikan. Edible packaging adalah kemasan

    yang dapat langsung dimakan dan aman bagi lingkungan. Edible packaging dapat

    dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu kemasan yang berfungsi sebagai

    penyalut (edible coating) dan kemasan yang berfungsi sebagai dalam bentuk

    pelapis dalam bentuk lembaran tipis (edible film).

    Komponen dari penyalut dan pelapis yang dapat dimakan dapat dibagi

    menjadi tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang

    sesuai termasuk protein, turunan selulosa, alginat, pektin, starch dan asam lemak.

    Komposit mengandung kedua komponen lipida dan hidrokoloid dan lapisan kedua

    adalah lipida, atau sebagai kesatuan dimana komponen lipida dan hidrokoloid

    berselang-seling sepanjang kemasan.

    2.2.1. Edible Coating (Lapisan penyalut yang dapat dimakan)

    Edibel coating telah banyak digunakan untuk penyalut bahan pangan seperti

    daging beku, makanan semi basah, produk konfeksionari, ayam beku, produk

    hasil laut, sosis, buah-buahan dan sebagai penyalut kapsul obat-obatan (Krochta et

    al, 1994). Beberapa jenis penyalut yang sering digunakan adalah penyalut lilin

    dan minyak, penyalut turunan polimer alam dan polimer sintesis.

    Penggunaan secara komersial dari lilin terutama pada jeruk, apel, tomat

    dan timun secara terbatas juga digunakan untuk alpokat, pisang, cherry, anggur,

    jambu biji, mangga, nanas, melon, dan lain-lain. Penyalut juga digunakan untuk

    sayur-sayuran seperti asparagus, biji-bijian, wortel, umbi-umbian dan lain-lain.

    Penyalut lilin dibuat dengan lilin alam, lilin sintesis dan asam lemak, minyak

    (minyak tumbuhan-tumbuhan dan minyak meneral), resin, pengemulsi, pemlastis,

    zat anti buih, surfaktan, dan pengawet.

    Universitas Sumatera Utara

  • Penyalut dengan bahan polisakarida telah dikembangkan, terutama untuk

    produk buah dan biji yang sudah diproses. Penyalut pektin dibuat dari pektin

    metoksil rendah (kandungan metoksil 2-20%), kalsium klorida (sebagai pengikat

    silang), plastisizer dan dalam keadaan tertentu asam-asam organik (Miers et al,

    1953 ; Schultz et al, 1984). Permasalahn dengan penggunaan penyalut paktin

    adalah sangat permeabel terhadap uap air. Penyalut pektin metoksil rendah

    (kandungan metoksil 3,8%, viskositas intrinsik 3,2 dan ketebalan parafin beeswax,

    emulsifier, tritanolamina, atau minyak kelapa dan karboksimetil selulosa, dan

    asam oleat atau natrium oleat.

    Penyalut komposit larut dalam air dengan sifat menahan uap air yang baik

    disebabkan kelarutan uap air yang bertambah dan penyalut, menghasilkan

    permeabilitas uap air yang tinggi. Penyalut ini digunakan pada peaches yang

    disimpan pada temperatur kamar dengan RH 57-63% menghasilkan permeabilitas

    O2 dan fermentasi yang rendah.

    Nature-seal adalah penyalut komposit menggunakan turunan sellulosa

    pembentuk film, tapi tidak mengandung ester asam lemak sukrosa. Pada

    pengujian laboratorium, nature-seal menahan pemasakan buah tomat dan mengga

    dan menunda pencoklatan carambolas (Nisperos-Carriedo et al, 1992 ; Sanches

    1990). Penyalut yang terdiri dari kitosan dan asam laurat kurang parmeabel

    terhadap uap air, tetapi lebih permeabel terhadap gas dibandingkan kitosan

    sendiri.

    Penyalut bilayer adalah penyalut yang merupakan kombinasi dari penyalut

    lipida dan panyalut polisakarida. Penyalut lipida bersifat penahan air yang baik

    sedangkan penyalut polisakarida mempunyai sifat permeabilitas gas yang baik.

    Salah satu contoh penyalut seperti ini terdiri dari lapisan asam palmitat dan asam

    stearat dan lapisan hidroksipropil selulosa, banyak sekali mengurangi transfer air

    (Kamper dan Fennema, 1985). Penyalut yang lain terdiri dari 53% hidroksipropil

    metil selulosa dan 45% asam stearat mempunyai permeabilitas 0,17g air

    Mil/(m2/hari/mmgH) pada 85% RH dibandingkan dengan 48 g air Mil/

    (m2/hari/mmgH) hanya hidroksipropil metilselulos (Kaban, 2008).

    Protein juga telah dikembangkan untuk digunakan sebagai penyalut untuk

    buah dan sayur-sayuran. Protein untuk penyalut yang dapat dimakan dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • diperoleh dari jagung, gandum, kacang kedelai dan collogen (gelatin) dan ini

    menghasikan penghalang yang terbaik terhadap O2 dan CO2 tapi tidak demikian

    terhadap air.

    Penyalut komposit jagung yang mengandung minyak nabati, gliserin, asam

    sitrat, dan antioksidan mencegah ketengikan dalam produk seperti biji dengan

    bertindak sebagai penghalang kelembaban tapi juga barangkali transport O2

    dibatasi disamping bertindak sebagai pembawa antioksidan. Zein telah digunakan

    dalam formulasi penyalut yang dapat dimakan untuk tablet farmasi dan produk

    konfeksionari termasuk nut dan buah kering, sering pengganti sebagai shelac.

    Penyalut zein dilaporkan menghambat kemasakan tomat. Penyalut gluten gandum

    baik sebagai penghambat terhadap O2 dan CO2 dan sifat mekaniknya sama dengan

    penyalut polimer, tetapi penyalut ini mempunyai permeabilitas air yang tinggi

    disebabkan sifat hidropiliknya (Kaban, 2008).

    2.2.2. Edible Film (Lapisan tipis yang dapat dimakan)

    Lapisan tipis hidrokoloid dapat digunakan dalam aplikasi dimana mengontrol

    migrasi uap air bukan sebagai tujuan. Lapisan tipis ini mmiliki sifat penahan yang

    baik terhadap oksigen, karbon dioksida dan lipida. Kebanyakan dari lapisan tipis

    ini juga mempunyai sifat mekanik yang diinginkan membuatnya berguna untuk

    meningkatkan integritas struktur dari produk yang rapuh. Kealarutan dalam air

    dari lapisan tipis polisakarida menguntungkan dalam situasi dimana lapisan tipis

    akan dikonsumsi dengan suatu produk yang dipanaskan sebelum dikomsumsi.

    Selama pemanasan, lapisan tipis hidrokoloid akan terlarut dan idealnya tidak

    mengubah sifat sensori dari makanan.

    Hidrokoloid yang digunakan sebagai film pelapis dapat diklasifikasikan

    menurut komposisinya, muatan molekul dan kelarutannya dalam air. Dari segi

    komposisi, hidrokoloid dapat merupakan karbohidrat atau protein. Karbohidrat

    pembentuk film meliputi starch, gum tumbuh-tumbuhan (sebagai contoh alginat,

    pektin, dan gum arabic) dan starch yang dimodifikasi secara kimia.

    Protein pembentuk film meliputi glatin, casein, protein kacang kedelai,

    whey protein, wheat gluten, dan zein. Keadaan muatan dari hidrokoloid dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • digunakan untuk pembentukan film. Alginat dan pektin membutuhkan adisi dari

    ion polivalen, pada umumnya kalsium untuk memfasilitasi pembentukan film.

    Hidrokoloid yang bermuatan tersebut, sama seperti protein, mudah dipengaruhi

    perubahan pH karena adanya muatannya. Untuk beberapa aplikasi, keuntungan

    dapat diperoleh melalui penggabungan hidrokoloid yang mempunyai muatan yang

    berlawanan seperti glatin dan gum arabic.

    Meskipun film hidrokoloid pada umumnya mempunyai daya tahan yang

    rendah terhadap uap air karena sifat hidropiliknya, tapi untuk hidrokoloid yang

    mempunyai kelarutan yang sedang didalam air seperti etilselulosa, wheat gluten,

    dan zein memberikan daya tahan yang lebih besar terhadap lewatnya uap air

    dibandingkan hidrokoloid yang larut dalam air (Donhow, 1994).

    Film lipida sering digunakan sebagai penahan terhadap uap air.

    Penggunaannya dalam bentuk murni sebagai free-standing film dibatasi, karena

    integritas dan durabilitas kurang memadai. Lilin pada umunya digunakan untuk

    pelapis buah dan sayur-sayuran menahan respirasi dan mengurangi kelembaban.

    Formulasi untuk pelapis lilin sering berbeda dan komposisi sering ditentukan

    peruntukannya. Meskipun asam lemak dan alkohol asam lemak adalah penahan

    efektif terhadap uap air, sifat kerapuhannya membutuhkan penggunaan dengan

    suatu matriks pendukung.

    Banyak lipida berada dalam bentuk kristal dan kristal individunya tidak

    dapat ditembus (kedap) terhadap gas dan uap air. Sajak parmeate dapat lewat

    diantara kristal, sifat penahan kristal lipida sangat tergantung pada susunan

    kumpulan intrakristal. Lipida terdiri dari kristal yang dapat pada memberikan

    daya tahan yang besar terhadap difusi gas dibandingkan kristal yang tersusun

    renggang. Lipida yang terdapat dalam keadaan cair atau mempunyai perbandingan

    yang besar dari komponen cair memberikan daya tahan yang kurang terhadap gas

    dan transmisi uap dibanding dengan yang dalam keadaan padat (Kemper and

    Fennema, 1994; Kester and Fennema, 1989). Sifat barrier dari lipida yang

    mempunyai sifat kristal dapat dipengaruhi oleh kekerasan dan bentuk polimorphis

    (Kester and Fennema, 1989).

    Film komposit dapat diformulasi dengan menggabungkan keunggulan dari

    komponen lipida dan hidrokoloid dan mengurangi kelemahan masing-masing.

    Universitas Sumatera Utara

  • Apabila penahan terhadap uap air diinginkan, komponen lipida dapat memenuhi

    fungsi ini sedangkan komponen hidrokoloid memberikan durabilitas yang

    diperlukan. Sifat-sifat film bilayer lipida-hidrokoloid telah dipelajari secara luas

    (Greener and Fennema, 1989). Film komposit terdiri dari gabungan casein dan

    monogliserida terasetilasi telah dipelajari oleh Krochta et al. (1990). Film

    komposit dari gum acasia dan gliserol monostearat dilaporkan mempunyai sifat

    penahan uap air yang baik pada gradien kelembaban relatif 43,8-23,6 % (Martin-

    Polo and Voilley, 1990).

    Fungsi organoleptik nutrisi dan sifat mekanik dari suatu edible film dapat

    diubah dengan penambahan berbagai-bagai bahan kimia dalam jumlah yang

    sedikit. Plastisizer seperti gliserol, monogliserida terasetilasi, polietilena glikol

    dan sukrosa sering digunakan untuk modifikasi sifat mekanik dari film.

    Penggabungan dari aditif ini menyebabkan perubahan yang signifikan dalam sifat

    barrier dari film. Sebagai contoh, penambahan plastisizer hidropilik pada

    umumnya menambahkan permeabilitas uap air pada film. Tipe lain dari aditif

    yang sering diujumpai dalam formulasi adalah zat antimikroba, vitamin,

    antioksidan, flavor dan pigmen.

    Banyak teknik yang ditentukan untuk pembentukan film secara langsung

    pada permukaan makanan atau secara terpisah self-supporting film. Beberapa

    tehnik pembentukan film dapat digunakan dengan beberapa tehnik aplikasi berikut

    yaitu pencelupan (dipping), penyemprotan (spraying) dan penuangan (casting).

    Metode pencelupan melekatkan film ke produk makanan yang membutuhkan

    beberapa aplikasi atau keseragaman pada permukaan yang tidak teratur. Setelah

    pencelupan, kelebihan bahan pelapis dibiarkan mengering dari produk, dan

    kemudian dikeringkan dan dibiarkan memadat. Metode ini telah digunakan untuk

    film monogliserida terasetilasi terhadap daging, ikan dan ayam serta pelapisan

    lilin terhadap buah dan sayuran.

    Film yang diaplikasi dengan penyemprotan dapat dibentuk dalam thinner,

    cara yang seragam dibandingkan dengan cara pencelupan. Penyemprotan, tidak

    seperti pencelupan, adalah lebih sesuai untuk penggunaan film kepada bahan

    makanan yang hanya satu permukaan ditutupi. Hal ini dikehendaki apabila

    perlindungan dibutuhkan pada hanya satu permukaan, misalnya apabila pizza

    Universitas Sumatera Utara

  • crust diarahkan ke saus lembab. Penyemprotan dapat juga digunakan untuk

    pelapis kedua yang tipis, seperti larutan kation yang dibutuhkan membentuk

    ikatan silang alginat atau pelapis pektin.

    Teknik penuangan (casting) berguna untuk pembentukan lapisan tipis

    yang berdiri sendiri (free-standing film) dipinjamkan dari metode yang

    dikembangkan untuk film yang tidak dapat dimakan (non-edible film). Pelapisan

    adalah sederhana dan membiarkan ketebalan film dikontrol secara teliti pada

    permukaan yang halus dan rata. Penuangan dapat dilakukan melalui penyebaran

    dengan ketebalan terkontrol atau dengan penuangan. Penyebaran dengan

    ketebalan terkontrol membutuhkan pembentang (spreader) dengan suatu reservoir

    produk dan pintu penyesuaian, tinggi yang dapat diatur dengan teliti dan dengan

    pengulangan yang baik. Pembentang digerakkan diatas permukaan penerima,

    menghasilkan suatu lapisan dari larutan pembentuk film dengan ketebalan yang

    diinginkan, yang dilanjutnya dikeringkan. Alternatif lain, larutan pembentukan

    film dapat dituangkan kedalam area yang dibatasi dari suatu level permukaan yang

    menerima dan selanjutnya dikeringkan.

    2.2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Edible film

    Dalam pembuatan edible film, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah: suhu,

    konsentrasi polimer, dan plasticizer.

    1. Suhu

    Perlakuan suhu diperlukan untuk membentuk edible film yang utuh, tanpa

    adanya perlakuan panas kemungkinan terjadinya interaksi molekuler sangatlah

    kecil. Sehingga pada saat film dikeringkan akan menjadi retak dan berubah

    menjadi potongan-potongan kecil. Perlakuan panas diperlukan untuk membuat

    pati tergelatinisasi, sehingga terbentuk pasta pati yang merupakan bentuk awal

    dari edible film. Kisaran suhu gelatinisasi pati rata-rata 64,50C - 70

    0 C (McHugh

    2003 dan Krochta, 1994)

    2. Konsentrasi Polimer

    Konsentrasi pati ini sangat berpengaruh, terutama pada sifat fisik edible

    film yang dihasilkan dan juga menentukan sifat pasta yang dihasilkan. Menurut

    Universitas Sumatera Utara

  • Krochta dan Johnson (1997), semakin besar konsentrasi pati maka jumlah polimer

    penyusun matrik film semakin banyak sehingga dihasilkan film yang tebal.

    3. Plasticizer

    Plasticizer ini merupakan bahan nonvolatile, yang ditambahkan ke dalam

    formula film akan berpengaruh terhadap sifat mekanik dan fisik film yang terbentuk

    karena akan mengurangi sifat intermolekuler dan menurunkan ikatan hidrogen

    internal. Plasticizer ini mempunyai titik didih tinggi dan penambahan plasticizer

    dalam film sangat penting karena diperlukan untuk mengatasi sifat rapuh film yang

    disebabkan oleh kekuatan intermolekuler ekstensif. Menurut Krochta dan Jonhson

    (1997), plasticizer polyol yang sering digunakan yakni seperti gliserol dan sorbitol.

    Konsentrasi gliserol 1 - 2 % dapat memperbaiki karakteristik film.

    2.3. Edible Film Anti Mikroba

    Salah satu cara tradisional untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba dalam

    produk makanan untuk meningkatkan keselamatan dan menunda kerusakan

    adalah dengan memasukkan bahan antimikroba atau menyemprot pada

    permukaan. Dalam aplikasi ini, efisiensi dari unsur antimikroba terbatas

    disebabkan migrasi tidak dikendalikan dalam makanan dan aktivasi parsial dari

    senyawa aktif karena interaksi dengan komponen makanan. Pada pengemas

    antimikroba, bahan antimikroba diinkorporasi ke dalam bahan pengemas, melapisi

    permukaan film pengemas atau satu sachet campuran antimikroba dapat

    ditambahkan ke dalam kemasan (Emiroglu et al, 2010). Ketika sistem pengemas

    makanan diberi aktifitas antimikroba, bahan pengemas akan membatasai atau

    menghalangi mikroba untuk tumbuh pada permukaan makanan, dengan demikian

    akan memperpanjang umur simpan dan meningkatkan keamanan terhadap

    mikroba tersebut. Antimikroba yang terdapat dalam bahan pangan dapat bersifat

    bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan

    bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan

    kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Mekanisme

    senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa

    cara, yaitu (i) merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses

    pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk;

    Universitas Sumatera Utara

  • (ii) mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang akan menyebabkan

    terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel; (iii) mendenaturasi protein; (iv)

    menghambat kerja enzim didalam sel yang mengakibatkan terganggunya

    metabolisme atau dinding sel.

    Edible film dapat digunakan sebagai pembawa zat aditif seperti

    antioksidan, antimikroba, pewarna, flavors. Metode yang berbeda dari aplikasi

    langsung seperti inkorporasi bahan antimikroba kedalam edible film atau edible

    coating memberikan efek yang fungsional pada permukaan makanan. Film

    antimikroba adalah pengemas yang dapat mengurangi, mencegah atau

    memperlambat pertumbuhan mikroorganisme patogenik didalam pembungkusan

    makanan dan bahan pengemas. Penelitian mengenai film antimikroba sedang

    dikembangkan pada saat ini untuk mengkontrol aktivitas mikribiologi pembusuk

    dari makanan yang tidak tahan lama. Beberapa bahan organik maupun anorganik

    aktif dapat dimasukkan dalam struktur polimer untuk mencegah mikroba

    pembusuk yang tidak diinginkan selama masa penyimpanan. Bahan antimikroba

    yang digunakan dalam aplikasi pada makanan antara lain dapat berupa minyak

    atsiri, asam organik, bacteriocin, enzim, alkohol dan asam lemak. Kemampuan

    minyak atsiri untuk melindungi makanan-makanan melawan mikroorganisme

    patogen dan perusak telah dilaporkan oleh beberapa para peneliti. Untuk

    memperoleh efektivitas aktivitas antimikroba dalam aplikasi pada makanan

    langsung, dibutuhkan konsentrasi minyak atsiri yang tinggi, yang mungkin

    berdampak pada flavor dan bau-bau yang tidak sesuai di produk. Oleh karena itu,

    riset terbaru perlu berfokus pada inkorporasi minyak atsiri kedalam edible film

    sebagai aplikasi pengganti di dalam pengemasan makanan. Pembuatan edible film

    antimikroba dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain yaitu dengan :

    1. Penambahan sachetspads (kantong kecil) berisi bahan antimikroba volatil ke

    dalam kemasan.

    2. Inkorporasi secara langsung bahan antimikroba volatil dan yang tidak volatil

    ke dalam polimer.

    3. Coating atau adsorpsi antimikroba pada permukaan polimer.

    4. Immobilisasi antimikroba pada polimer dengan ikatan ion atau kovalen.

    5. Penggunaan polimer yang memiliki sifat sebagai antimikroba. (Zuhra., 2012)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4. Plasticizer pada Edible Film

    Untuk memperbaiki sifat plastik maka ditambahkan berbagai jenis tambahan atau

    aditif. Bahan tambahan ini sengaja ditambahkan dan berupa komponen bukan

    plastik yang diantaranya berfungsi sebagai plasticizer, penstabil pangan, pewarna,

    penyerap UV dan lain-lain. Pemlastis dalam konsep sederhana adalah merupakan

    pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu padatan dengan titik leleh

    rendah yang ditambahkan kedalam resin seperti PVC yang keras dan kaku,

    sehingga akumulasi gaya intermolekuler pada rantai panjang akan menurun. Hal

    ini menyebabkan bagian rantai lebih mudah bergerak akibatnya kelenturan,

    kelunakan dan pemanjangannya akan bertambah (Yadav and Satoskar, 1997). dan

    bahan yang tadinya keras dan kaku akan menjadi lembut pada suhu kamar (Cowd,

    1991). Plasticizer dapat menurunkan viskositas lelehan, suhu transisi gelas (Tg)

    dan modulus elastisitas produk tanpa mengubah sifat-sifat kimiawi bahan plastik

    tersebut (Meier, 1990).

    Proses plasticizer, pada prinsipnya adalah terjadinya dispersi molekul

    plasticizer ke dalam fase polimer. Bilamana plasticizer mempunyai gaya interaksi

    dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan

    terbentuk larutan polimer plasticizer sehingga keadaan ini disebut kompatibel.

    Interaksi antara plasticizer–polimer ini sangat dipengaruhi oleh sifat afinitas

    kedua komponen. Kalau afinitas polimer – plasticizer tinggi, maka molekul

    plasticizer akan terdifusi ke dalam ruang yang berada diantara rantai polimer dan

    mempengaruhi mobilitas rantai (Efendi,2000).

    Persyaratan yang harus dipenuhi harus kompatibel dan parmanen.

    Pemlastis harus larut dengan polimer dan menghasilkan gaya intramolekul yang

    sama diantara dua komponen tersebut, sehingga akan tercapai kompatibilitas yang

    baik. Permanence dari pemlastis ditentukan oleh titik didih, berat molekul

    pemlastis dan laju defusi pemlastis dalam polimer. Efesiensi pemlastis juga

    ditentukan oleh kadar pemlastis yang harus ditambahkan kedalam resin polimer

    (Bilmeyer, 1984 and Rudin, 1982). Sifat fisik dan mekanis yang terplastisasi

    merupakan fungsi distribusi dari sifat dan komposisi masing – masing komponen

    dalam sistem, karenanya ramalan karakterisasi polimer yang terplastisasi mudah

    Universitas Sumatera Utara

  • dilakukan dengan variasi komposisi pemlastis. Secara umum variasi jumlah

    plasticizer akan efektif (mempunyai efek plastisasi) sampai bahan kompatibel.

    Hasil analisis mekanik yang dilakukan menunjukkan bahwa membran –

    membran yang lebih kuat dan lebih liat (kenyal) dihasilkan ketika sedikit

    plasticizer yang digunakan dalam membran. Hasil uji plasticizer ini menunjukkan

    bahwa plasticizer yang mempunyai berat molekul yang relatif rendah akan

    memperbaiki kekuatan dan keliatan membran. Ketika sejumlah kecil plasticizer

    ditambahkan pada suatu polimer, plasticizer ini akan menyebabkan molekul

    polimer bergerak ke dalam konfigurasi energi yang lebih rendah. Dalam

    konfigurasi ini molekul – molekul menjadi kurang bergerak, dengan demikian

    akan meningkatkan kekuatan dan keliatan yang baik dari polimer. Sebaliknya jika

    plasticizer yang ditambahkan terlalu banyak molekul – molekul polimer banyak

    bergerak, akibatnya terjadi penurunan kekuatan dan keliatan polimer

    (Efendi, 2000)

    2.4.1. Gliserol

    Gliserol adalah salah satu plasticizer yang paling sering digunakan pada

    pembuatan film, disebabkan stabilitas dan kecocokan dengan rantai hidrofilik bio

    polimer. Fungsi utama gliserol adalah sebagai suatu zat yang berfungsi untuk

    menjaga kelembutan dan kelembaban. Gliserol dapat digunakan sebagai pelarut,

    pemanis, pengawet dalam makanan serta sebagai zat emollient dalam kosmetik.

    Berdasarkan sifatnya gliserol banyak digunakan sebagai plasticizer dan didalam

    industri resin untuk menjaga kelenturan.

    Gliserol memiliki rumus kimia C3H5(OH)3. Gliserol merupakan trihidrat

    alkohol, dimana mempunyai dua gugus hidroksil primer dan satu gugus hidroksil

    sekunder. Gliserol alami merupakan hasil samping konversi lemak dan minyak

    dari splitting lemah yang dapat diperoleh 15-20% larutan gliserol dalam air.

    Proses transesterifikasi menghasilkan 75-90% larutan gliserol dalam alkohol.

    Proses ini bergantung pada perbandingan jumlah alkohol dan lemak atau pun

    minyak dan konsentrasi katalis (Nouredini and Medikondura, 1997)

    Universitas Sumatera Utara

  • Fungsi utama gliserol adalah sebagai humuctant (suatu zat yang berfungsi

    untuk menjaga kelembutan dan kelembaban). Gliserol juga dapat juga digunakan

    sebagai pelarut. Berdasarkan sifatnya, gliserol banyak digunakan sebagai zat

    pemlastis dan minyak pelumas dalam mesin pengolahan makanan dan minuman.

    Hal ini disebabkan karena gliserol tidak beracun. Gliserol juga dapat digunakan

    dalam industri resin untuk menjaga sifat kelenturan (Bommardeaux, 2006).

    2.5. Karakteristik Edibel Film

    Keberhasilan suatu proses pembuatan film kemasan dapat dilihat dari karakteristik

    film yang dihasilkan. Karakteristik utama yang diinginkan dari film adalah sifat

    laju transmisi uap air yang rendah dan kekuatan mekanis tinggi. Sifat Mekanik

    dari edible film (kekuatan tarik, uap air dan dapat menyerap air atau gas oksigen)

    berhubungan dengan peningkatan integritas mekanik dari makanan, pencegahan

    kehilangan kelembaban dan penampilan produk akhir. Suatu analisa yang lengkap

    sifat mekanik, permeabilitas dan biodegradasi adalah penting untuk meramalkan

    bagaimana film nantinya berfungsi di dalam sistim makanan.

    2.5.1. Sifat Mekanik

    Sifat mekanik dari suatu edible film sangat mempengaruhi hasil edible film yang

    dihasilkan Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan harus dilakukan

    beberapa pengujian. Masing-masing pengujian memiliki cara yang berbeda-beda.

    Secara umum dapat dikatakan bahwa pembebanan secara statik dan pembebanan

    secara dinamik. Kuat tarik dan persen pemanjangan merupakan suatu sifat

    mekanis yang penting dari film. Kuat tarik merupakan kemampuan suatu bahan

    dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam

    regangan maksimal. Peregangan maksimal menggambarkan tekanan maksimal

    yang dapat diterima oleh sampel. Persen pemanjangan adalah satu indikasi

    fleksibilitas film-film dan kemampuan meregang (sifat dapat-regang), yang

    ditentukan pada titik di mana film putus pada saat diregangkan dan dinyatakan

    sebagai persentase dari perubahan panjang spesimen akibat gaya yang diberikan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus. Secara sederhana,

    kekuatan tarik diartikan sebagai beban maksiumum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk

    memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena

    selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk

    (deformasi) maka defenisi kekuatan tarik dinyatakan sebagai besarnya beban

    maksimum yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan

    luas penampang semula (Ao).

    𝜎𝑡 =𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠𝐴𝑜

    Jiks didefinisikan besaran kemuluran (ɛ) sebagai nisbah pertambahan

    panjang terhadap panjang spesimen semula adalah:

    𝐾𝑒𝑚𝑢𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (𝜀) =𝑙 − 𝑙𝑜𝑙𝑜

    𝑥100%

    Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan,

    yakni nisbah beban dengan luas penampang (F/A) terhadap panjang bahan

    (regangan) yang disebut dengan kurva tegangan-regangan (Wirjosentono, 1995).

    Bentuk kurva tegangan-regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan

    indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh dan liat.

    Gambar 2.7 Kurva Tegangan – Regangan Bahan Polimer

    Tega

    ngan

    Tegangan pada yield

    Kemuluran pada yield

    Kekuatan tarik akhir

    Kemuluran

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5.2. Biodegradable

    Plastik sintetik (non-biodegradable) sangat berpotensi menjadi material yang

    mengancam kelangsungan hidup di bumi ini. Untuk menyelamatkan lingkungan

    dari bahaya plastik, saat ini telah dikembangkan plastik biodegradable, artinya

    plastik ini dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi

    senyawa yang ramah lingkungan. Biasanya plastik konvensioanl berbahan dasar

    petroleum, gas alam atau batu bara. Sementara plastik biodegradable terbuat dari

    material yang dapat diperbaharui, yaitu dari senyawa senyawa yang terdapat

    dalam tanaman, misalnya pati, selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid yang

    terdapat dalam hewan. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat

    biodegradabilitas kemasan setelah kontak dengan mikroorganisme, yakni : sifat

    hidrofobik, bahan aditif, proses produksi, struktur polimer, morfologi dan berat

    molekul bahan kemasan Plastik biodegradable berbahan dasar pati/amilum dapat

    didegradasi bakteri pseudomonas dan bacillus memutus rantai polimer menjadi

    monomer-monomernya.

    Senyawa-senyawa hasil degradasi polimer selain menghasilkan

    karbondioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik lain yaitu asam

    organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Plastik berbahan dasar

    pati/amilum aman bagi lingkungan. Sebagai pembanding, plastik tradisional

    membutuhkan waktu sekitar 50 tahun agar dapat terdekomposisi alam, sementara

    plasik biodgradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil

    degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai

    pupuk kompos. Platsik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa

    kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastik

    biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara

    dalam tanah (Zuhra, 2012.)

    Prosedur analitik untuk mengamati biodegradasi antara lain: pengamatan

    visual, perubahan sifat mekanik dan massa molar, pengukuran pengurangan berat

    (penentuan polimer residu), konsumsi O2 dan perubahan CO2, penentuan biogas,

    Universitas Sumatera Utara

  • pelebelan radio aktif, penurunan ukuran partikel, dan penentuan asam bebas.

    Standarisasi uji biodegradable terbagi berdasarkan lingkungan uji yakni:

    pengujian kompas, pengujian biodegradasi anerobik, pengujian biodegradasi di

    tanah (Muller, 2005)

    2.5.3. Scanning Electron Microscopy (SEM)

    SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen

    secara mikroskopik. struktur permukaan suatu benda diuji dapat dipelajari dengan

    menggunakan scanning electron mikroskop karena jauh lebih mudah untuk

    mempelajari struktur permukaan ini secara langsung.

    Dengan berkas sinar elektron difokuskan kesuatu titik dengan diameter

    sekitar 100 Å dan digunakan untuk melihat permukaan dalam suatu layar.

    Elektron-elektron dari benda diuji difokuskan dengan suatu elektroda elektrostatik

    pada suatu alat pemantul yang dimiringkan. Sinar yang dihasilkan diteruskan

    melalui suatu pipa sinar pantulan kesuatu alat pembesar foto dan sinyal yang

    dapat digunakan untuk memodulasikan terangnya suatu titik osikoskop yang

    melalui suatu layar dengan adanya persesuaian dengan berkas sinar elektron pada

    permukaan benda uji.

    Sebagai pengertian awal, mikroskop elektron payaran menggunakan

    hamburan elektron-elektron (dengan E = 30 kV) yang merupakan energi datang

    dan elektron-elektron sekunder (dengan E = 100 eV) yang dipantulkan dari benda

    uji. Karena elektro-elektron sekunder mempunyai energi yang rendah, maka

    elektron-elektron tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan

    banyangan topografi. Intensitas dari hamburan balik elektron yang cendrung

    tertimbun karena energi yang lebih tinggi maka tidak mudah dikumpulkan oleh

    sistem kolektor normal seperti yang digunakan pada elektron payaran. Jika

    elektron-elektron sekunder akan terkumpul, maka kisi didepan detektor akan

    mengalami kemiringn sekitar 200 V (Smallman, 1991).

    Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan

    dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai konduktivitas rendah

    maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis.

    Universitas Sumatera Utara

  • Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang

    lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium (Rusdi,

    2008).

    2.5.4. Differential Thermal Analysis (DTA)

    Analisa thermal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan

    sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan informasi

    pada kesempurnaan kristal, polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi kaca,

    dehidrasi, penguapan, pirolisis, intraksi padat-padat dan kemurnian. Data

    semacam ini berguna untuk karakterisasi senyawa yang memandang kesesuaian,

    stabilitas, kemasan, dan pengawasan kualitas.

    Differential Thermal Analysis merupakan teknik yang paling tua, dimulai

    oleh LeChatelier pada abad 19, tetapi pada sampai tahun 1960-an tidak diterapkan

    dalam bahan-bahan polimer. DTA merupakan suatu teknik/metode dimana suatu

    sampel polimer dan referensi inert dipanaskan, biasanya dalam atmosfer nitrogen,

    dan kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur.

    Pemengang sampel yang paling umum dipakai adalah cangkir alluminium sangat

    kecil (emas atau grafit dipakai untuk analisis-analisis diatas 800oC), referensi

    berupa cangkir kosong atau cangkir yang mengandung bahan inert dalam daerah

    temperatur yang diingikan, misalnya alluminium bebas air. Dengan DTA, sampel

    dan referensi keduanya dipanaskan oleh sumber pemanasan yang sama, dan

    dicatat beda temperaturnya (ΔT) antara keduanya (Stevens, 2007).

    2.5.5. Infra Merah (IR)

    Atom molekul bergetar dengan berbagai cara, tetapi pada tingkat energi yang

    berbeda. Jika kita perlakukan atom-atom sebuah molekul beratom banyak sebagai

    bola yang terangkai oleh pegas yang fleksibel, hukum gerak menyatakan bahwa

    akan ada 3n-6 cara (ragam) geratan. Energi getaran rentang untuk molekul

    organik bersesuaian dengan radiasi infrahmerah dengan bilangan gelombang

    antara 1200 dan 4000 cm-1. Bagaian tersebut dari spektrum inframerah khususnya

    Universitas Sumatera Utara

  • berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi dalam senyawa organik. Daerah

    ini sering dinyatakan sebagai gugus fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang

    dianggap penting oleh para kimiawan organik mempunyai serapan khas dan nisbi

    tetap pada panjang gelombang tersebut (Pine, 1980).

    Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk mengkarakterisasi gugus

    fungsi suatu polimer. Indentifikasi dari sampel polimer dapat dibuat dengan

    menggunakan daerah sidik jari, dimana identifikasi sampel pada akhirnya

    mungkin satu polimer untuk mempertunjukkan spektrum yang sama persis seperti

    yang lain. Daerah ini terletak dalam jangka 6,67 sampai 12,50 µm (Cowie, 1973)

    Kelebihan FT-IR mencangkup persyaratan ukuran sampel yang sedikit,

    perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki sistem

    komputerisasi terdeteksi, kemampuan untuk menyimpan dan menipulasi

    spektrum. FTIR sangat berguna dalam penelitian struktur polimer. Karena

    spektrum-spektrum bias di-scan, disimpan, dan transformasikan dalam hitungan

    detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi

    dan ikatan silang (Stevens, 2007)

    2.5.6. Swelling

    Fenomena ini merupakan mekanisme dimana gel dapat menyerap cairan dari

    system sehingga volume pada gel dapat bertambah dan airnya akan terperangkap

    dalam matriks yang terbentuk pada gel. Swelling merupakan kebalikan dari

    fenomena syneresis dimana terjadi penyerapan cairan oleh suatu gel dengan

    diikuti oleh peningkatan volume. Gel juga dapat menyerap sejumlah cairan tanpa

    peningkatan volume yang dapat diukur, ini disebut inibisi. Cairan-cairan yang

    dapat mengakibatkan penggembungan adalah cairan-cairan yang dapat mensolvasi

    suatu gel (Martin, 1993).

    Daya larut merupakan salah satu sifat fisik edible film yang menunjukkan

    persentase berat kering terlarut setelah dicelupkan dalam air selama 24 jam (Gontard

    et al, 1993). Daya larut film sangat ditentukan oleh sumber bahan dasar pembuatan

    film. Edible film berbahan dasar pati tingkat kelarutannya dipengaruhi oleh ikatan

    gugus hidroksi pati. Makin lemah ikatan gugus hidroksil pati, makin tinggi kelarutan

    film. Edible film dengan daya larut yang tinggi menunjukkan film tersebut mudah

    Universitas Sumatera Utara

  • dikonsumsi. Kadang-kadang pati mengalami masalah terhadap kelarutannya, dalam

    hal ini setelah mengalami gelatinisasi. Kelarutan edible film juga dipengaruhi oleh

    gliserol, selain sebagai plasticizer. Sedangkan Flores et al (2007) menyatakan bahwa

    kelarutan film adalah sama pada semua cara (metode) pembuatan film, tetapi

    kelarutan meningkat secara signifikan jika menggunakan kalium sorbat dalam film

    berbahan dasar pati tapioka.

    Universitas Sumatera Utara