bab ii pembahasan a. daulah islamiah di irak dan suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan...

49
BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Daulah Islamiah di irak dan Suriah 1. Latar Belakang a) Faktor Politik Bermula dari invasi Amerika Serikat (AS) dengan sejumlah negara pendukung (Sekutu) ke Irak di tahun 2003. Ketika itu Irak masih dibawah kendali Saddam Husain. Hingga akhirnya pemerintahan Sadam Husain mampu digulingkan, dan AS berusaha membuat pemerintahan baru untuk menjalankan kepemimpinan di Irak. Pemerintahan yang berbasis Syiah membuat Masyarakat Irak yang mayoritas Sunni menolak. Hal ini membuat rakyat Irak bangkit dan berjuang membebaskan diri dari penjajahan AS beserta pemerintahan. Hal ini memicu munculnya perlawanan dan membentuk kerjasama antar faksi mujahid. Al-Qaeda , Taliban dan Zarqawi yang memimpin kelompok Tauhi>d wa Jiha<d memjadi jaringan yang paling kuat dalam melawan invasi dan bergabung mengganti nama menjadi al-Qaeda fi> biladil Rafidhain (Assad, 2014: 94). Kekacuan yang dibuat pemerintahan Irak dalam memperbaiki kondisi politik pada saat itu membuat mujahidin era masa kini menyimpulkan ijtihad politiknya. Sistem tata Negara yang dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara yang memliki tata pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai islam secara utuh. Negara yang dicita-citakan dalam islam adalah Daulah yang menegakan agama terlebih dahulu sebelum pertimbangan lainya (DSDII, 2007: 40). Eksperimen pembangunan ideologi politik tandingan ini mendapat tantangan berat dari politik barat. Belum ada satu negeri muslim pun yang dikuasai dengan ideologi politik islam bertahan lama dan mampu menyeimbangkan kondisi politik global (Said, 2014 : 360-362).

Upload: others

Post on 05-Nov-2019

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Daulah Islamiah di irak dan Suriah

1. Latar Belakang

a) Faktor Politik

Bermula dari invasi Amerika Serikat (AS) dengan sejumlah negara pendukung (Sekutu)

ke Irak di tahun 2003. Ketika itu Irak masih dibawah kendali Saddam Husain. Hingga akhirnya

pemerintahan Sadam Husain mampu digulingkan, dan AS berusaha membuat pemerintahan baru

untuk menjalankan kepemimpinan di Irak. Pemerintahan yang berbasis Syiah membuat

Masyarakat Irak yang mayoritas Sunni menolak. Hal ini membuat rakyat Irak bangkit dan

berjuang membebaskan diri dari penjajahan AS beserta pemerintahan. Hal ini memicu

munculnya perlawanan dan membentuk kerjasama antar faksi mujahid. Al-Qaeda , Taliban dan

Zarqawi yang memimpin kelompok Tauhi>d wa Jiha<d memjadi jaringan yang paling kuat dalam

melawan invasi dan bergabung mengganti nama menjadi al-Qaeda fi > biladil Rafidhain (Assad,

2014: 94).

Kekacuan yang dibuat pemerintahan Irak dalam memperbaiki kondisi politik pada saat

itu membuat mujahidin era masa kini menyimpulkan ijtihad politiknya. Sistem tata Negara yang

dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid

untuk membentuk sebuah Negara yang memliki tata pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai

islam secara utuh. Negara yang dicita-citakan dalam islam adalah Daulah yang menegakan

agama terlebih dahulu sebelum pertimbangan lainya (DSDII, 2007: 40).

Eksperimen pembangunan ideologi politik tandingan ini mendapat tantangan berat dari

politik barat. Belum ada satu negeri muslim pun yang dikuasai dengan ideologi politik islam

bertahan lama dan mampu menyeimbangkan kondisi politik global (Said, 2014 : 360-362).

Page 2: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Sejalan dengan pernyataan ini Kamaruzzaman (2001: 16) mengungkapkan Islam politik selalu

menemui jalan buntu untuk memperjuangkan sebuah Negara Islam di tengah hegemoni barat.

Namun para mujahid mengaku optimis hanya dengan ideologi ini akan menciptakan negeri yang

aman, tentram dan berkekuatan ekonomi kuat (lihat lampiran gambar 1).

Momen inilah yang digunakan untuk membangkitkan kembali perlawanan terhadap barat,

dan memicu munculnya deklarasi perlawanan ISIS. Momen yang diambil adalah ketika kedua

kekuatan besar antara politik islam dan modernis sekuler hampir kehilangan nafas untuk

meneruskan perjuangan. Namun, dengan lebel ideologi islam politik, ISIS mampu

membangkitkan perlawanan politik. Gerakan ini mampu menjadi alternatif yang menawan bagi

pergerakan-pergerakan perlawanan terhadap ideologi modernis sekuler barat (Said, 2014 : 364-

369)

Jargon ISIS untuk selalu menegakan Islam dan Melindungi kaum muslimin menjadi

retorika yang menyejukan bagi masyarakat Irak dan Syuria sebagai bentuk simpati. Visi politik

ini sebenarnya sebagai sarana penyemen ideologi bagi individu dan kelompok sosial agar

bergabung memperjuangkan bersama misi mendirikan Daulah Islamiah. Proses hegemoni terjadi

karena ideologi adalah materi yang mampu menyemen hubungan antar kelas yang antagonistik

terhadap kelas yang berkuasa, tidak mengherankan jika para masyarakat yang rindu akan

ketentraman bernegara mulai membela dan turut berjuang bersama afiliasi ISIS (Kurniawan,

2012: 78).

Tribunnews menyebutkan pada artikel yang ditampilkan tanggal 16 Oktober 2015

mengungkap melalui wawancara Hilary Clinton Amerika mempunyai kepentingan yang sangat

besar di Asia Tengah terutama wilayah penghasil minyak. Dalam lanjutan wawancaranya Dia

juga mengungkapkan bahwa Al-Qaeda dan ISIS adalah buah dari ciptaan Amerika. Selain

Page 3: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Amerika, Negara yang bertanggung jawab terkait ISIS adalah Inggris dan Israil. Kepentingan

politik, ekonomi dan keamanan dunia tingkat tinggi menjadi factor yang paling memicu

pembentukan ISIS di Irak dan Suriah. Selain tidak menutup kemungkinan adanya fakta bahwa

ISIS memang memperjuangkan, terdapat sekenario yang dibuat amerika untuk dapat masuk

kedalam kawasan Timur Tengah (http://medan.tribunnews.com/2015/10/16/ini-bukti-amerika-

menciptakan-al-qaeda-dan-isis).

b) Faktor Ekonomi

Pasca invasi AS kondisi perekonomian Irak mulai lemah. Kondisi Negara yang

mengalami kerusakan parah sehingga mengakibatkan konsentrasi perbaikan sepihak. Masa kritis

yang komplek mulai dari masalah ekonomi lokal, imigrasi, pangan dan energi membuat kondisi

keuangan Irak minus sedangkan pemerintah sudah tidak mampu lagi memberikan kemapanan

ekonomi bagi masyarakat sipil. Akibat dari perang banyak masyarakat yang kehilangan

pekerjaan, hingga mereka tak tau apa yang harus mereka lakukan untuk memberi makan dan

memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya (Yanuana, 2014 : 20).

Siagian (2012: 12) menunjukkan dalam Tesisnya,bahwa kondisi rakyat sipil Irak mulai

membandingkan pada masa pemerintah diktator Saddam Hussein, hanya saja pada saat itu minus

angin kebebasan karena Saddam mengontrol rakyatnya secara ketat. Sekarang, tidak ada

kepastian hukum dan jaminan keamanan, pengangguran membengkak luar biasa, penyelundupan

dan kriminalitas merajalela, dan rakyat kekurangan pasokan listrik serta air bersih. Kebebasan

yang ada di manfaatkan mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dengan cara

apapun. Mereka tak takut untuk melakukan hal-hal seperti tindakan kriminal karena kini di

negeri itu tak ada lagi hukum yang mengikat mereka seperti di rezim Saddam.

Page 4: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Irak yang dulu terkenal penghasilan terbesarnya dari minyak kini ekonomi menjadi

kacau akibat perang. Sekarang sumur-sumur minyak tersebut belum dapat digunakan

sebagaimana mestinya karena banyak mengalami kerusakan akibat pembombardiran yang

dilakukan kapal-kapal perang Amerika dan sekutunya. Masyarakat mulai mengeluhkan kondisi

ini, ISIS hadir menawarkan alternatif sistem ekonomi islam yang dianggap mampu mengatasi

krisis ekonomi serta mampu memakmurkan ekonomi Irak. Tawaran ini menjadikan masyarakat

Irak menjadi bergairah untuk membela dan banyak yang ikut bergabung memperjuangkan

Daulah Islamiah di irak dan Suriah. Ikhwanul (Republika edisi 25 Agustus 2014)

mengungkapkan kenyataan adanya campur tangan As tentang embargo Ekonomi untuk

menguasai minyak di Timur Tengah. Gempuran AS untuk ISIS tak pernah berhenti namun

daulah islamiah masih bergema di negeri Irak dan Suriah. Masyarakat mulai menyalahkan AS

tentang kerusuhan ini dan mempertanyakan peranya.

c) Faktor Sosial Budaya

Konflik etnis yang terjadi di Irak pada masa transisi demokrasi tahun 2003-2011 terjadi

karena tumbangnya Saddam Husein, tidak ada lagi kontrol dan peraturan hukum yang berlaku

untuk mengatur kehidupan sosial mereka. masyarakat Irak mendapatkan kebebasan yang

berlebihan dan tidak terkontrol, dengan banyaknya suku-suku yang ada di Irak didorong dengan

keinginan masing-masing kelompok untuk mendapatkan identitas politiknya supaya diakui dan

mendapatkan kekuasaan, maka masing-masing kelompok tersebut saling berkonflik dan

melakukan penyerangan satu sama lain (Sugito, 2010: 10).

Di Irak kini tindak kriminal semakin meningkat, banyak terjadi aksi-aksi perlawanan

terhadap pasukan Amerika Serikat, dan banyak pula aksi-aksi yang dilakukan oleh beberapa

kelompok sperti kelompok Syiah pimpinan Muqtada al-Sadr, Golongan Sunni yang

Page 5: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

mendominasi politik di era Saddam merasa terancam dengan kondisi pemerinthan yang dikuasai

Syiah. Belum lagi, dengan sistem federal, penguasaan kaum Sunni di daerah Irak tengah tidak

menghasilkan minyak yang begitu berarti bila dibandingkan dengan di bagian selatan dan utara

Irak yang dikuasai kaum Syiah dan Kurdi. Sekarang kelompok Syiah hampir mendominasi

segala aspek bernegara baik eksekutif, legislative, maupun militer.

ISIS terbentuk dari rintisan Al-qaeda, yang dimana menganut nilai-nilai ajaran pemurnian

agama islam. Dari sinilah masyarakat Irak dan Suriah yang mayoritas sunni, namun

pemerintahan dipegang oleh Syiah merasa keberadaanya mulai tidak bisa disandingkan.

Masyarakat awalnya melakukan demo secara damai untuk menurunkan pemerintahan yang

berbasis Syiah. Demo itu ditanggapai dengan penghadangan yang luar biasa, pemerintah tak

segan-segan menangkap dan memenjarakan para pendemo (Haidar, 2007: 120-128). Hal ini

mengakibatkan perlawanan semakin gencar dilakukan. Dengan dukungan para kelompok jihadis

sunni, masyarakat irak semakin terbangun dan berani untuk melawan pemerintahan.

2. Tokoh Sentral Daulah Islamiah

a) Abu Mush’ab az-Zarqawi

Abu> Mush'ab Az-Zarqa>wi> (bahasa Arab: أبومصعب الزرقاوي‎) adalah pemimpin kelompok

militan Islam Al Qaeda di Irak pada awal kemunculanya. Dilahirkan di Zarqa, Yordania pada

tanggal 20 Oktober 1966 dengan nama Ahmad Fadil Nazal Al Khalaylah dalam sebuah

lingkungan miskin. Pernah dipenjara karena beberapa kasus kriminal ringan. Selanjutnya ia

berubah menjadi seorang islamis militan dan pernah ikut bergabung bersama mujahidin

Afganistan berperang melawan Uni Sovyet (https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Musab_al-

Zarqawi dilihat pada 26 Maret 2015 pukul 21.24 WIB).

Zarqawi (lihat gambar 2) tercatat sebagai jurnalis untuk sebuah media jihad, Al-Bosnian

Marsous yang diterbitkan di kota Peshawar. Kemudian beralih menjadi seorang mujahid di

Page 6: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

pertempuran bergabung dengan Al-Qaeda. Perjuangan mengusir Uni Soviet di Afghanistan

bersama Al-Qaeda adalah pengalaman pertama berhadapan langsung sebagai sarana jihadnya.

Sejak itulah Ia selalu bertempur dengan semua yang dianggap sebagai musuh Islam. Pada

tanggal 29 Maret 1994, Zarqawi masuk penjara karena mencoba melawan pemerintah Yordania

yang‎ dianggap‎ Thoghut‎ dengan‎mendirikan‎ organisasi‎ ―jamaah at-tauhi>d” kemudian berganti

nama menjadi ―baiatul ima>m” yang bertujuan mendirikan Negara islam di bawah konsep

kepemimpinan khilafah (Assad, 2014: 90).

Ketika Amerika Serikat menyerang Afghanistan pada akhir 2001, al-Zarqawi bergabung

dengan al-Qaeda dan Taliban untuk pertama kali dan terlibat pertempuran sengit di Herat dan

Kandahar. Pada tahun 2003 Al-Zarqawi yang memimpin faksi jihad tauhi>d wa jiha>d menjadi

incaran AS yang dianggap orang paling bertanggung jawab atas pertempuran melawan invasi AS

di Irak. Karena itulah Zarqawi berambisi mendirikan Negara islam dengan menggabungkan para

mujahid. Pada April 2006, Ia mengumumkan terbentuknya Majelis Syuro Mujahidin (MSM).

Namun, tak sampai dua bulan kemudian Zarqawi tewas di Hibhib desa kecil sebelah utara Irak

karena serangan udara AS (Assad, 2014: 92-96).

b) Abu Umar al-Baghdadi

Hamid Dawud Mohamed Khalil al Zawi atau lebih dikenal dengan Abu> Abdulla>h al-

Ra>syid al-Baghda>di> (ابو عبدهللا الراشد البغدادي), dan juga memiliki nama Abu> Hamza al-Baghda>di>

serta dikenal dunia dengan sebutan Abu> Umar al-Qurasyi> al-Baghda>di> karena telah

memproklamirkan Daulah Islamiah (Islamic State in Iraq : ISI), dan Sempat menjadi perwira di

dinas keamanan irak (Assad, 2014: 97).

Setelah Zarqawi tewas, Abu Umar al-Baghdadi (lihat gambar 3) menjadi tokoh sentral

para mujahidin yang kala itu sudah terbentuk dengan nama Majelis Syuro Mujahidin. Ia menjadi

pemimpin Organisasi yang telah dibentuk sebelumnya oleh Zarqawi. Hingga, pada 13 Oktober

Page 7: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

2006 majelis syuro mujahidin berubah menjadi ISI. Abu Umar al-Baghdadi dinobatkan sebagai

khalifah ISI karena dianggap sebagai tokoh yang berkrisma dan pantas menduduki kursi

kekhalifahan. Pada 18 April 2010, Abu Umar al-Baghdadi dilaporkam tewas akibat serangan

gabungan AS dan Pemerintah Irak di barat daya dari Tikrit (Assad, 2014: 98-100).

c) Abu Bakr al-Baghdadi

Ibra>hi>m bin Awwa>d bin Ibra>hi>m bin Ali> bin Muhammad al-Badri> al-Sa>marra>i> ( إبراهيم ابن

sebelumnya juga dikenal sebagai Dr Ibrahim dan ,(عواد ابن إبراهيم ابن علي ابن محمد البدري السامرائي

Abu Du'a alias Abu> Bakr al-Baghda>di> (أبو بكر البغدادي) (lihat gambar 4) telah mengklaim sebagai

Khalifah-kepala negara dan teokratis mutlak raja-Negara Islam yang memproklamirkan diri

terletak di Irak barat dan utara-timur Suriah. Dia adalah pemimpin ISIS

(https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakr_al-Baghdadi dilihat pada 26 Maret 2015 pukul 21.24

WIB).

Al-Baghdadi lahir di dekat Samarra, Irak, pada tahun 1971, ia meraih gelar master dan

PhD dalam studi Islam dari Universitas Islam Baghdad (sejak berganti nama menjadi Universitas

Irak) di pinggiran Adhamiya. dia adalah seorang ulama di Masjid Hanbal Ahmad ibn Imam di

Samarra pada sekitar waktu invasi pimpinan AS ke Irak tahun 2003 (Assad, 2014: 97).

Setelah invasi AS ke Irak pada tahun 2003, al-Baghdadi membantu mendirikan kelompok

militan, Jamaat Jaysh Ahl al-Sunnah wa-l-Jamaah (JJASJ), di mana ia menjabat sebagai kepala

kelompok komite syariah, Al -Baghdadi dan kelompoknya bergabung dengan Majelis Syuro

Mujahidin (MSM) pada tahun 2006, di mana ia menjabat sebagai anggota komite syariah MSM.

Setelah mengubah nama MSM sebagai Islamic State in Iraq (ISI) pada tahun 2006, al-Baghdadi

menjadi pengawas umum komite syariah ISI dan anggota dari kelompok dewan konsultatif

senior (Assad, 2014: 97).

Page 8: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Pada tanggal 29 Juni 2014, ISI mengumumkan pembentukan khilafah, al-Baghdadi

sebagai khalifah, atau lebih dikenal sebagai Khalifah Ibrahim, dan Negara Islam Irak dan Suriah

ini berganti nama menjadi Negara Islam (IS).

3. Pola Pengorganisasian

Pola pengorganisasian yang digunakan sebenarnya sangat beragam. Namun, dapat

dikelompokan menjadi dua pola. Pertama, ISIS akan memanfaatkan para tokoh masyarakat

untuk merepresentasikan kelompok ini sebagai basis jihad. ISIS akan memanfaatkan kelas sosial

atau sel-sel independen sebagai representasi gerakan ini untuk kepentingan bersama. Tokoh

intelektual ini berfungsi menghidupkan kembali semangat jihad membentuk Negara yang

berpegang pada tali Islam di beberapa daerah sebagai benih. Selanjutnya, para simpatisan yang

tertarik akan menjadi penghubung antara tokoh independen daerah dengan pimpinan pusat yagn

dalam hal ini disebut sebagai khalifah. Tokoh independen daerah dapat pula memimpin dan

mengimprovisasi peperangan untuk melawan musuh-musuh Khilafah sebagai bentuk

perlawanan.

Kedua, memanfaatkan kelompok-kelompok yang terdapat di setiap Negara untuk berbaiat

kepada ISIS. Kelompok yang bergabung harus Menyatakan sumpah setia dan menyatukan visi

dengan nilai-nilai keislaman melawan barat dan sekutunya. Dengan bibit yang sudah ada, ISIS

tinggal membangun kontak secara intensif. ISIS akan mengkoordinaskan penyerangan melalui

tokoh independen dimasing-masing daerah yang akan ditaklukan. Ideologi memainkan peran

penting dalam hal ini. Alternatif yang ditawarkan selalu menggiurkan para mujahid dan

kelompoknya untuk bergabung kedalam ISIS. (Said, 2014 :136)

4. Basis pergerakan

Page 9: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Daulah Islamiah Irak mendeklarasikan diri pada tanggal 15 Oktober 2006 bertepatan

dengan 22 Ramadhan 1427 H oleh koalisi Mujahidin yang dipublikasikan melalui video. Juru

bicara ISIS menyampaikan bahwa Daulah Islamiah Irak meliputi wilayah provinsi, yaitu

Baghdad, Anbar, Diyala, Kirkuk, Shalahuddin, Nainawa dan sebagian provinsi Babil dan

Wasith. Berikut adalah peta wilayah yang diklaim oleh Daulah Islamiah Irak (lihat gambar 5).

Pada tanggal 9 April 2013 bertepatan dengan 28 Jumadil Awal 1434 H Dalam deklarasi

ke dua tersebut dinyatakan adanya penghapusan nama Daulah Islamiah Irak (ISI) dan Jabhah

An-Nushrah, kemudian berkumpul dalam satu nama, yaitu Daulah Islamiah di Irak dan Syam

(ISIS). Sejak munculnya ISIS, peta pemikiran dan gerakan politik islam beransur-ansur mulai

merubah arus. Akar pergerakan yang berembrio pada Al-Qaeda yang saat itu memiliki

kepentingan membela kaum muslimin kini menjadi kekuatan besar untuk menjadikan pergerakan

ini berkembang menjadi sebuah negara islam. Pada 29 Juni 2014 bertepatan dengan 1Ramadhan

1435 H, melalui media resmi ISIS mendeklarasikan wilayah yang mampu dikuasai bertepatan

dengan pengangkatan Khalifah Abu Bakar Al-Baghdadi. Adapun wilayah kekuasaan yang

diklaim meliputi 16 wilayah yakni di irak meliputi Baghdad, Anbar, Diyala, Kirkuk, Salah al-

Din, Ninawa, dan Babil. Sedangkan untuk wilayah Suriah meliputi al-Barakah, al-Kheir, Raqqa,

al-Nadiya, Halab, Idlib, Hama, Latakia, dan Damaskus (lihat gambar 6) (Roggio, 2006: 8).

Sedangkan di Suriah, ISIS masih mempertahankan pengaruhnya di daratan meskipun

baru-baru ini telah kehilangan penguasaannya atas daerah di sekitar Kobane. Mereka berhasil

menduduki daerah di sekitar Homs dan Damaskus dan kamp pengungsi Yarmuk.

B. Konsep Daulah Islamiah

1. Definisi Daulah Islamiah

Istilah negara (الدولة - Ad-Daulah) telah ada semenjak manusia membentuk suatu

komunitas. Wujud sebuah negara merupakan suatu keharusan dalam mengatur hubungan sosial

Page 10: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

masyarakat. Hubungan antar kelompok masyarakat memerlukan sebuah institusi, karena dalam

berinteraksi antar sesama manusia, terdapat banyak kepentingan yang kadang mengarah kepada

pertentangan dan kekacauan. Dari sini, keberadaan negara menjadi penting, karena Negara

merupakan organisasi dalam satu wilayah yang dapat memaksakan kekuasaannya secara sah

terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan

bersama. Negara juga dapat menetapkan cara-cara dan batas-batas kekuasaan dapat digunakan

dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan, kelompok organisasi, maupun oleh

Negara itu sendiri (Budiarjo, 2007: 39).

Daulah terlahir dari proses perjalanan sejarah politik umat Islam, dimana pada mulanya,

ungkapan Daulah kurang popular dalam istilah kekuasaan. Sehingga, pada dekade awal Islam,

yang terkenal adalah Istilah sulþâniyah, kemudian berkembang menjadi mamlakah, karena

keadaan negeri-negeri tersebut berada di bawah kekuasaan kesultanan. Pada masa berikutnya,

sebutan mamlakah berganti menjadi Daulah, terutama pada masa dinasti Usmaniyah dimana

bangsa Turki tidak mengenal istilah ini-dan mereka mengambil nama Daulah sejak masa

kekuasaan Abbasiyah akhir, ketika mamlakah sedang mengalami perpecahan dan perebutan

kekuasaan antara tentara dan para menteri vis a vis gabenor dan amir di negeri-negeri yang jauh

dan dekat dari ibukota Baghdad, seperti Sayf al-Daulah al-Hamdani yang berasal dari silsilah

Arab dan Adhudud al-Daulah al-Buwaihi yang lahir di Persia (Harun, 2001: 156).

Istilah Daulah berkembang sampai saat ini, sehingga secara politik diartikan sebagai

sekelompok manusia yang menduduki suatu wilayah tertentu secara berterusan dan tunduk di

bawah suatu kekuasaan politik atau pemerintahan. Dalam istilah bahasa Inggris, negara (Daulah)

diterjemahkan menjadi state, country dan nation (Shadily dan Echols, 1992: 221). Konsep

negara bangsa ini muncul di Barat ketika ruang dan cakupan agama dibatasi hanya dalam

Page 11: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

wilayah vartikal dalam kehidupan individu yang bersifat privat dan tidak mencakupi segala

aspek kehidupan yang bersifat publik. Keadaan seperti ini berlaku terhadap berbagai Negara

modern di dunia sekarang ini (Aliya, 2004: 30-31).

Perbedaan pandangan tersebut, selain disebabkan oleh faktor sosial, juga disebabkan dari

latar belakang budaya bangsa muslim yang beragam. Selain kedua faktor itu, faktor yang bersifat

teologis, yaitu tidak ada keterangan tegas dari sumber teras Islam: al-Qur‘an‎ dan‎ al-Sunnah

tentang format negara dan pemerintahan perspektif Islam maka berkembang pula Daulah

Islamiah yang‎ mengacu‎ pada‎ unsur‎ Syar‘i.‎ Memang‎ terdapat‎ beberapa‎ istilah‎ yang‎ sering‎

dihubungkan dengan konsep negara, seperti khalîfah, Daulah, dan hukûmah.

Ungkapan lain yang setara adalah dâr al-islâm merupakan istilah yang bermaksud

menjelaskan negara Islam. Istilah ini sangat masyhur dalam kajian fuqahâ terdahulu yang

memiliki pengertian yang sama dengan istilah Daulah dalam kajian modern. Penyebutan Daulah

dalam istilah modern pada umumnya bermakna negara Islam. Secara bahasa, dâr berarti tempat

(al-mahall), wilayah (albalad) dan negara (al-watan). juga boleh diartikan sebagai nama dari

lapangan, bangunan dan tempat. Dari sini, kota Madinah boleh disebut dâr karena merupakan

tempat golongan orang beriman,seperti yang dimaksud oleh firman Allah SWT dalam surat al-

Hasyr: 9 (Harun, 2001: 162).

2. Metode pengangkatan khalifah Daulah Islamiah

Secara umum Daulah Islamiah masih mengikuti metode pengangkatan khalifah seperti

ijma‘‎ulama,‎berdasarkan‎pengangkatan‎khalifah‎Umar‎bin‎Khatab‎dan‎Abu‎Bakr‎As-Shidiq pada

masa khulafaur rasyidin. Secara literatur pengangkatan khalifah dalam Islam ada 2 cara, yaitu :

pemilihan (al-ikhtiyar) dan penunjukan (al-‗ahd) (DSDII, 2007: 45):

a. Pemilihan (ikhtiyar)

Page 12: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Yakni, Ahlu Halli wa „Aqdi memilih seorang imam yang pada dirinya memenuhi

persyaratan yang harus dimiliki seorang imam. Seperti Pengangkatan Utsman bin Affan juga

melalui proses ikhtiar. Amirul Mukminin Umar bin Khattab pada saat itu menunjuk 6 shahabat

yang terpercaya. Khalifah Umar yakin bahwa integritas dan kapabilitas keenam shahabat ini

tidak diragukan lagi. Sehingga umat Islam pada saat itu tidak akan ragu mewakilkan hak suara

mereka kepada keenam sahabat (DSDII, 2007: 47). Dalam kasus Daulah Islamiah di irak dan

Suriah telah dilakukan pembentukan Majelis syuro terlebih dahulu sebagai wadah para mujahid

dan ulama untuk memilih salah satu sebagai Khalifah.

“Dewan Syura Daulah Islamiah telah berkumpul dan membahas permasalahan ini,

dan setelah Daulah Islam—dengan izin Allah- memiliki elemen-elemen untuk

mendirikan khilafah, yang mana jika tidak dideklarasikan seluruh umat Islam akan

berdosa. Juga, tidak ada udzur syar‟i bagi Daulah Islamiah untuk menghindari dosa

itu atau untuk tidak mendeklarasikan khilafah. Oleh karena itu, Daulah Islamiah yang

diwakili Ahlu Halli wal Aqdi dari para pejabat dan pemimpin serta majlis Syura

mendeklarasikan pendirian Khilafah Islamiah,‖‎kata‎Al-Adnani dalam rilis audio yang

disebar di internet pada hari Ahad, 1 Ramadhan 1435 H, bertepatan dengan 29 Juni

2014.

Mengenai‎peran‎penting‎pilihan‎Ahlu‎Halli‎wal‎‗Aqdi‎atas‎penunjukan‎seorang‎khalifah,‎

Ibnu Taimiyah (Syamina XIII, 2014: 59) pernah‎mengatakan,‎―Demikian‎juga‎Umar,‎ketika‎Abu‎

Bakar menunjuknya sebagai penggantinya, maka dia tidak sah menjadi imam kecuali ketika Ahlu

Halli wal „Aqdi berbaiat padanya dan menaatinya. Jika sekiranya mereka tidak melaksanakan

wasiat penunjukan Abu Bakar terhadap Umar dan‎ tidak‎ berbaiat‎ pada‎ mereka‖.‎ Metode‎

pemilihan Khilafah ini juga ditetapkan juga pada Daulah Islamiah di Irak dan Suriah, yang

menetapka Abu Bakar Al-Baghdady sebagai khalifah.

b. Penunjukan (istikhlaf)

Imam sebelumnya menunjuk seseorang yang memenuhi persyaratan seorang imam untuk

menjadi penggantinya, tetapi tetap melewati proses syura dengan Ahlu Halli wa „Aqdi, dan jika

Page 13: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

terjadi perselisihan dalam penunjukan imam pengganti, maka perselisihan ini diserahkan dan

diselesaikan dengan syariat Allah (DSDII, 2007: 46). Metode ini sedikit berbeda karena dalam

praktiknya khalifah sebelumnya telah menunjuk sebagai bakal calon penggantinya. Daulah

Islamiah di Irak dan Suriah belum menerapkan metode dan bukan berarti tidak menggunakanya,

karena‎metode‎ini‎juga‎syah‎secara‎syara‘.

Qadhi‎ Abu‎Ya‘la‎ (Syamina XIII, 2014: 61) mengungkapkan Diperbolehkan menunjuk

pengganti berdasarkan kekeluargaan se-bapak seperti saudara atau anak jika memang dia

memenuhi kriteria Imamah. Ini karena Imamah tidak berlaku sah bagi orang yang ditunjuk

sebagai pengganti imamah dengan penunjukan itu sendiri, ia hanya berlaku sah baginya lantaran

baiat umat Islam padanya. Sementara tuduhan nepotisme telah dinegasikan darinya. Dari sini

dapat disimpulkan bahwa penentu sah tidaknya pengangkatan kekhilafahan seseorang terletak

pada penunjukan dan baiat Ahlu Halli wal „Aqdi yang mewakili umat Islam terhadapnya. Untuk

itu, meski sekiranya seseorang telah ditunjuk oleh khalifah sebelumnya sebagai penggantinya

namun jika pengganti yang ditunjuk tersebut tidak dibaiat oleh Ahlu Halli wal „Aqdi maka

kekhilafahannya tidak sah.

C. Karakteristik Kepemimpinan Daulah Islamiah

1. Definisi Kepemimpinan Daulah Islamiah

Kepemimpinan disini terdefinisikan dari pengertian Antonio gramcy yang Secara literal

memiliki makna hegemoni. Kata ini sering digunakan dalam dunia politik untuk menunjuk pada

pengertian dominasi. Hegemoni merupakan sesuatu yang kompleks, yang sekaligus bersifat

ekonomis dan etika-politis. Gramsci menggunakan konsep ini untuk meneliti bentuk-bentuk

politis, kultural, dan ideologis tertentu dalam suatu masyarakat yang ada (Faruk, 2010: 132).

Kepemimpinan selalu berkepentingan langsung tentang bagaimana memimpin sebuah budaya

Page 14: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

yang membawa ide-ide untuk menyampaikan kepentingan. Secara politis, kepemimpinan

membutuhkan proses untuk menjadi pemimpin sehingga mampu membawa dan mengakarnya

nilai-nilai budaya dengan sebuah ide.

Kepemimpinan mengacu pada suatu golongan atau kelompok yang mampu

memfahamkan ide-ide yang disampaikan hingga menjadi patuh dan menerima. Kepemimpinan

bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan

dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis (Simon, 2004: 22). Kekuasaan dapat

berupa sebuah wilayah, namun, yang lebih mendasar adalah persetujuan sebuah kelompok lain

yang menerima keberadaan sebuah dominasi sebuah kepemimpinan. Kesadaran masyarakat

menjadi kunci keberhasilan sebuah hegemoni. Melalui penyampaian yang baik dan berdasar

pada nilai moral kebudayaan, tokoh kepemimpinan dapat meghasilkan kepatuhan masyarakat

atas ide yang disampaikan. Jika posisi ini ditempatkan pada Daulah Islamiah, maka kehadiran

tokoh sentral dalam menyampaikan ide akan mampu membius masyarakat irak untuk bergabung

dan mensetujui ideologi kenegaraan islam di Irak.

Gramsci mengembangkan konsep kepemimpinan untuk menggambarkan suatu kondisi

di mana supremasi kelompok sosial dicapai tidak hanya melalui dominasi atau pemerintah tetapi

juga melalui persetujuan atas dasar sukarela dari kelas yang didominasi (Litowitz, 2000: 515).

Konsep kepemimpinan lebih lanjut dapat dielaborasikan melalui penjelasannya tentang basis dari

supremasi kelas. Supremasi kelas merupakan keunggulan kelas sosial untuk mempertahankan

kekuasaan bagi pihak penguasa. Penguasa dapat diartikan sebagai pihak penguasa dalam

pemerintahan. Supremasi ini dilakukan oleh kelompok Daulah Islamiah kepada pemerintah Irak

sebagai bentuk eksistensi sebuah kepemimpinan Daulah Islamiah.

Page 15: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Supremasi Daulah Islamiah terwujud dalam dua bentuk, yaitu dominasi dan

kepemimpinan intelektual dan moral. Di satu pihak, Daulah Islamiah mendominasi kelompok-

kelompok lain untuk menghancurkan atau menundukkan mereka, bahkan mungkin dengan

menggunakan kekuatan senjata. Di pihak lain, Daulah Islamiah memimpin kelompok-kelompok

kerabat dan sekutu mereka. Daulah Islamiah dapat dan bahkan harus menerapkan kepemimpinan

sebelum memenangkan kekuasaan pemerintahan. Kepemimpinan tersebut merupakan salah satu

dari syarat-syarat utama untuk memenangkan kekuasaan semacam itu. Daulah Islamiah menjadi

dominan ketika mempraktikkan kekuasaan, tetapi bahkan bila telah memegang kekuasaan penuh

di tanggannya, tetapi masih harus terus memimpin juga. Bentuk dominasi kepemimpinan Daulah

Islamiah dapat terindikasi melalui bertambahnya para pembela dan penerima kehadiran Daulah

Islamiah itu sendiri. Bentuk hasutan dan promosi Daulah Islamiah ketika adanya deklarasi

berdirinya Daulah Islamiah di Irak, bahkan sampai Suriah dan tataran global.

... that the supremacy of a social group manifests itself in two ways, as

“domination” and as “intellectual and moral leadership”. A social group

dominates antagonistic groups, which it tends to “liquidate”, or to subjugate

perhaps even by armed force; it leads kindred and allied groups. A social group

can, and indeed must, already exercise “leadership” before winning governmental

power (this indeed is one of the principal conditions for the winning of such power);

it subsequently becomes dominant when it exercises power, but even if it holds it

firmly in its grasp, it must continue to “lead” as well (Gramsci, 1992: 57-58).

Dari kutipan tersebut, dapat diketahui adanya kepemimpinan dan dominasi menjadi dua

hal penting dalam teori hegemoni Gramsci. Kepemimpinan ini terjadi karena adanya kesetujuan

dari kelas bawah atau masyarakat terhadap kelas atas yang memimpin. Kesetujuan kelas bawah

ini terjadi karena berhasilnya kelas atas dalam menanamkan ideologi Daulah Islamiah. Akan

tetapi, jika penanaman ideologi itu gagal, kelas atas akan melakukan tindakan dominasi yang

bersifat represif melalui aparatus negara.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Kepemimpinan Daulah Islamiah tidak hanya menggambarkan aktifitas kelas penguasa,

tetapi dia juga menggunakannya untuk mendeskripsikan pengaruh yang diberikan oleh kekuatan-

kekuatan progresif. Hal ini dapat dilihat bahwa kepemimpinan seharusnya didefinisikan sebagai

hal yang dilakukan bukan saja oleh kelas penguasa, tetapi juga proses di mana kelompok-

kelompok sosial yang progresif, regresif, dan reformis, meraih kekuasaan untuk memimpin,

memperluas kekuasaan, dan mempertahankannya (Brown, 2009: 2). Ketika ISIS melakukan

tindakan meraih kekuasaan untuk memimpin, memperluas kekuasaan, dan mempertahankannya,

dapat dikategorikan sebuah kepemimpinan yang berusaha menghegemonikan Daulah Islamiah.

Deklarasi ISIS menjadi bentuk keinginan berkuasa, memperluas. Memerangi siapa saja yang

menjadi penghalang bagi keberlangsungannya adalah bentuk mempertahankan sebuah

kekuasaan.

Kepemimpinan Daulah Islamiah tidak pernah dapat diperoleh begitu saja, tetapi harus

diperjuangkan terus menerus. Untuk mempertahankan kepemimpinan Daulah Islamiah yang

menghegemoni akan terus berusaha untuk mempertahankan hegemoninya. Hal ini menuntut

kegigihan untuk mempertahankan dan memperkuat otoritas sosial dari semua kelas yang

berkuasa dalam kelompok masyarakat sipil dan membuat kompromi-kompromi yang diperlukan

untuk menyesuaikan sistem aliansi yang ada dengan kondisi yang senantiasa berubah serta

aktifitas kekuatan oposisi (Simon, 2004: 45-46).Kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan

antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain. Oleh

karena itu, Daulah Islamiah harus berusaha untuk menanamkan kekuasaanya dengan jalan

menghubungkanya dengan kepercayaan dan perasaan-perasaan yang kuat di dalam masyarakat.

Namun, Daulah Islamiah tak mungkin bertahan terus tanpa didukung oleh masyarakat. Penguasa

harus memiliki sifat kepemimpinan untuk mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan dalam

Page 17: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

bernegara selalu mempertimbangakan kebijakan yang berlandaskan adat, kaidah, ideologi dan

wewenang (Jurdi, 2010: 257).

2. Struktur Kepemimpinan Daulah Islamiah

Sementara itu struktur kepemimpinan dalam Daulah Islamiah adalah setiap aktivitas

pemerintahan‎ yang‎ mempunyai‎ dalil‎ syara‘.‎ Adapun‎ setiap‎ pemerintahan‎ yang‎ aktivitas‎ serta‎

prosedurnya tidak‎ didukung‎ oleh‎ dalil‎ syara‘ secara langsung, maka tidak dapat dianggap

sebagai struktur. al-Mawardi (2007: 206) mengungkapkan struktur pemerintahan yang terdapat

dalam pemerintahan Islam setidaknya terdapat delapan bagian, yaitu :

1) Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaan

serta menerapkan hukum-hukum‎ syara‘,‎ Karena‎ Daulah Islamiah telah menjadikan

pemerintahan dan kekuasaan itu milik ummat, maka pengakatan khalifah pun dilakukan

melalui musyawarah melalui Majelis Syuro Mujahidin yang telah dirintis oleh Zarqawi.

Dalam hal ini umat mewakilkan kepada seseorang untuk melaksanakan urusan tersebut

sebagai wakilnya (Zallum, 2002: 153).

2) Mu‘awin‎Tafwidh‎ (Wakil‎ khalifah‎ bidang‎ pemerintahan)‎ adalah‎ seorang pembantu yang

diangkat oleh Khalifah. Maka dengan demikian, seorang Khalifah akan menyerahkan

urusan-urusan negara dengan pendapatnya serta memutuskan urusan-urusan tersebut

dengan menggunakan Ijtihadnya, berdasarkan hukum-hukum‎ syara‘.‎ Khalifah‎ Daulah

Islamiah diperbolehkan‎untuk‎mengangkat‎mu‘awinnya‎untuk‎membantunya‎dalam‎seluruh‎

tanggungjawab dan tugas yang menyangkut dengan masalah pemerintahan (Effendi, 2011:

91). Seorang Khalifah wajib mengontrol tugas-tugas serta kebijakan-kebijakan untuk

mengatur‎ berbagai‎ hal,‎ yang‎ telah‎ dilakukan‎ oleh‎Mu‘awin‎ Tafwidhnya,‎ sehingga‎ tidak‎

Page 18: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

dibiarkan begitu saja. Dan kalau ada yang benar, Khalifah harus menerimanya. Dan kalau

ada yang salah, dia pun bisa mengetahuinya.

3) Mu‘awin‎ Tanfiz‎ adalah‎ juru‎ bicara‎ yang‎ diangkat oleh Khalifah Daulah Islamiah untuk

membantunya dalam masalah operasional dan senantiasa menyertai Khalifah dalam

melaksanakan tugas-tugasnya (Zallum, 2002 : 167). Sebagai protokoler yang menjadi

penghubung antara Khalifah dengan rakyat, dan antara Khalifah dengan Negara-negara

lain.‎Mu‘awin‎ Tanfiz‎ bertugas‎menyampaikan‎ kebijakan-kebijakan dari Khalifah kepada

mereka, serta menyampaikan informasi-informasi yang berasal dari mereka kepada

Khalifah.‎Mu‘awin‎ Tanfiz‎merupakan‎ pembantu‎Khalifah‎ dalam‎melaksanakan berbagai

hal, semua tentang Daulah Islamiah di luar pemerintahan juga tergantung pada

penyampaian seorang Mu‘awin‎ Tanfiz.‎ Isu‎ –isu yang beredar harus ditanggapi dengan

baik dan mengadakan penjelasan yang baik kepada pihak luar.

4) Amir Jihad adalah orang yang diangkat oleh Khalifah untuk menjadi seorang pimpinan

yang berhubungan dengan urusan luar negeri, militer, keamanan dalam negeri dan

perindustrian (Zallum, 2002 : 171). disebut dengan sebutan Amir Jihad adalah karena

keempat hal tersebut merupakan bidang yang berhubungan secara langsung dengan jihad.

5) Wullat atau biasa disebut dengan sebutan wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah

untuk menjadi pejabat pemerintahan di suatu daerah tertentu serta menjadi menjadi

pimpinan di daerah tersebut layaknya seorang gubernur (Zallum, 2002 :209). Adapun

negeri yang dipimpin oleh Daulah Islamiah bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian.

Masing-masing bagian itu disebut wilayah (setingkat propinsi). Setiap wilayah dibagi lagi

menjadi beberapa bagian, di mana masing-masing‎ bagian‎ itu‎ disebut‎ ‗imalah (setingkat

Page 19: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

kabupaten). Orang yang memimpin wilayah disebut wali, sedangkan orang yang

memimpin‎‗imalah disebut „amil atau hakim.

6) Qadhi atau Qadha adalah lembaga yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum

yang sifatnya mengikat (Zallum, 2002 : 225). Lembaga ini bertugas menyelesaikan

perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota masyarakat atau mencegah hal-hal yang

dapat merugikan hak masyarakat atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga

masyarakat dengan aparat pemerintahan, baik Khalifah, pejabat pemerintahan atau pegawai

negeri yang lain. Qadhi sendiri dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ; pertama, qadhi yaitu

qadhi yang mengurusi penyelesaian perkara sengketa di tengah masyarakat dalam hal

mu‘amalah‎ atau‎uqubat (sanksi hukum). Kedua, qadhi hisbah/muhtasib yaitu qadhi yang

mengurusi‎ penyelesaian‎ perkara‎ penyimpangan‎ yang‎ bisa‎ membahayakan‎ hak‎ jama‘ah.‎

Ketiga, qadhi madzalim adalah qadhi yang mengurusi penyelesaian perkara perselisihan

yang terjadi antara rakyat dengan negara.

7) ihad Idari (jabatan administrasi umum) Penanganan urusan negara serta kepentingan rakyat

diatur oleh suatu departemen, jawatan atau unit-unit yang didirikan untuk menjalankan

urusan negara serta memenuhi kepentingan rakyat tersebut. Pada masing-masing

departemen tersebut akan diangkat kepala jawatan yang mengurusi jawatannya, termasuk

yang bertanggungjawab secara langsung terhadap jawatan tersebut. Seluruh pimpinan itu

bertanggungjawab kepada orang yang memimpin departemen, jawatan dan unit-unit

mereka yang lebih tinggi, dari segi kegiatan mereka serta tanggungjawab kepada wali, dari

segi keterikatan pada hokum dan sistem secara umum (Effendi, 2011: 213).

8) Majlis Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili aspirasi kaum

muslimin, agar menjadi pertimbangan Khalifah dan tempat Khalifah meminta masukan

Page 20: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

dalam urusan-urusan kaum muslimin. mewakili ummat dalam muhasabah (kontrol dan

koreksi) terhadap pejabat pemerintahan (hukkam) (Zallum, 2002 : 69). Anggota Majlis

Ummat dipilih melalui pemilihan umum, bukan dengan penunjukkan atau pengangkatan,

karena status mereka adalah mewakili semua rakyat dalam menyampaikan pendapat

mereka, sedangkan seorang wakil itu hakekatnya hanya akan dipilih oleh orang yang

mewakilkan.

3. Aspek Kepemimpinan Daulah Islamiah

a) Aspek filosofis

Daulah Islamiah selalu berupaya menyebarkan ideologi, salah satunya melalui sistem

gagasan-gagasan dan filsafat. Menurut Faruk (2010: 144-146) terdapat tiga cara, pertama,

melalui bahasa elemen-elemen yang mencerminkan konsepsi mengenai dunia dan kebudayaan

dapat tersampaikan. Oleh karena itu tokoh Daulah Islamiah dapat menunjukan kompleksitas

ideologi pemakainya. Kedua, common sense yang merupakan konsepsi yang padu mengenai

dunia seperti filsafat, yang ini sebagai pegangan agar kepemimpinan Daulah Islamiah sebagai

sebuah harapan baru. Ketiga, foklor sebagai sistem kepercayaan menyeluruh opini-opini

masyarakat, dan cara melihat keadaan pemerintahan Irak dengan tindakan tertentu.

Islam sebagai pondasi awal pemicu terbentuknya orde sosial baru yang disandarkan

kepada prinsip keadilan dan persamaan dalam struktur sosial masyarakat. Pada level filosofis

yang tinggi, negara adalah aliansi dasar sebagai fakta dominasi utama di kelas-kelas sosial yang

ada atau dari faksi-faksi kelas dominan serta menjamin kekuasaan, yang saat ini ISIS menjadi

kelas dominan dengan menyatukan kekuatan demi terbentuknya negara Islam (Jurdi, 2010: 159).

Melalui para tokoh sentral, upaya pembentukan Daulah Islamiah selalu berupaya membuat

masyarakat mendukung dan menyatukan visi misi ISIS.

Page 21: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Menurut John L. Espotito (Masduki, 2004: 223), pemikiran Al-Qaeda sangat dipengaruhi,

baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh pemikiran Mawduddi, Hasan al-Banna, dan

Sayid Qutb, di mana Islam dipandang sebagai ideologi yang komprehensif untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan umat Muslim di dunia. Ketiga pemikir tersebut memandang Barat

sebagai musuh historis umat Muslim sebagaimana ditunjukkan melalui Perang Salib,

kolonialisme Eropa, dan Perang Dingin yang mengancam Islam secara politik, ekonomi, dan

religius-kultural. Musuh lain yang diidentifikasi dalam ideologi ini adalah pemimpin negara-

negara Islam yang berkuasa berdasarkan prinsip-prinsip sekular Barat, yang dipandang sebagai

Muslim yang telah murtad. Lebih jauh lagi, ISIS memandang lahirnya Daulah Islamiah adalah

sebuah kemajuan pasca kemunduran selama ber-abad-abad. Pondasi dasar ini akan menjadi

kekuatan untuk menghegemonikan tata pemerintah yang dianggap akan membuat tataran

masyarakat sejahtera.

b) Aspek Moral

Moral adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan

yang memiliki nilai positif (http://kbbi.web.id/moral). Manusia yang tidak memiliki moral

disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia

lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.Moral adalah

produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai

dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.

Nilai moral selalu berkaitan langsung dengan keyakinan seseorang dalam berpegang

teguh dengan suatu hukum. Ketika dikaitkan dengan agama islam dan kebudayaan islam semua

akan mengacu dengan hukum al-Qur‘an‎dan‎Sunah.‎‎Agama‎islam‎tidak‎akan‎teraplikasi‎dengan‎

sempurna jika tidak melalui pemerintahan islam. Dan seorang muslim tidak akan mungkin dapat

Page 22: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

menjalankan keislamanya sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT. Jika tidak berada di

bawah bendera Islam dan lingkungan Islam (Said, 2014 : 43).

Keyakinan tegaknya Daulah Islamiah menjadi solusi supaya tegaknya keadilan dimuka

bumi. Semenjak kehancuran khilafah Islamiah pada tahun 1924 maka memperjuangkan kembali

kehadiranya menjadi kewajiban bersama yang harus diyakini. Tidak mungkin suatu prinsip

ideologi bisa tegak diatas landasanya kecuali melalui keyakinan kuat dibarengi dengan tindakan

keras (Mahmud, dkk, 2009: 64).

ISIS selalu beranggapan Bahwa rezim sekuler dan sistem kehidupan yang berlaku di

hampir semua negara yang berpenduduk mayoritas muslim sekarang ini adalah rezim kafir

(thagut). Untuk memperbaiki sistem pemerintahan dan sistem sosial yang dianggap sudah rusak,

maka umat Islam harus kembali ke asal. Dengan hal ini, maka rezim kekuasaan harus direbut,

yang dilanjutkan dengan menciptakan sistem pemerintahan kekhalifahan (Daulah Islamiah),

seperti yang dilakukan oleh generasi Salaf, dan setelah itu mendirikan negara Islam atau khilafah

Islamiah. Yang lebih penting lagi, hal tersebut harus diperjuangkan dengan Jihad. Artinya kader-

kader pilihan harus melakukan jihad di bidang sosial dan politik untuk mencapainya (Fatiah,

2008 : 32).

ISIS memiliki pemikiran bahwa Islam adalah solusi yang komprehensif dan eksklusif

untuk semua masalah politik, ekonomi, dan sosial di dunia. ISIS bertujuan untuk membentuk

Daulah Islamiah yang meliputi seluruh wilayah Irak, Suriah, Lebanon, dan seterusnya. Dengan

demikian Islam ditafsirkan sebagai ideologi dalam politik, bukan sebagai konstruksi murni dari

sebuah teologis. Oleh karena itu, perjuangan ISIS diambil dari luar ranah agama yang secara

historis telah didudukkan kedalam domain politik sekuler.

Page 23: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Sistem nilai ini yang kemudian menjadi Patron bagi perilaku terhadap membentuk

kepribadian, perilaku, dan sikap yang condong pada persoalan kemanusiaan, keadilan, kebaikan,

kejujuran dibawah nilai-niai Islam. Dengan kekuatan ideologi islam kepemimpinan mampu

menciptakan suatu tatanan sosial baru yang lebih maju, beradab, dan manusiawi (Jurdi, 2010:

159)

c) Aspek Intelektual

Kemampuan manusia yang selalu berkembang dan mampu beradaptasi adalah bentuk

mempertahankan keberlangsungan hidup. Kemampuan berkembang selalu bersamaan dengan

kemampuan berfikir supaya mampu bertahan dari berbagai masalah. Kemampuan dalam

memecahkan masalah merupakan bentuk kecerdasan intelektual. Masyarakat umum mengenal

intelektual sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun untuk

memecahkan problem yang dihadapi (Azwar, 1994: 85).

Bentuk pemerintahan diberbagai negara di seluruh berbeda-beda. Sistem demokrasi salah

satu bentuk pemerintahan yang banyak digunakan diberbagai dunia. Dengan kemampuan

kecerdasan manusia dalam menjawab tantangan global tentang tata kelola suatu negara,

demokrasi menjadi salah satu opsi yang diciptakan manusia. Sistem monarki kerajaan memang

sedang merosot keberadaannya di belahan dunia. Namun tak sedikit negara yang mampu

mengangkat negaranya dengan sistem ini, atau bahkan menggabungkan antara sistem monarki

dan parlemen. Namun, sistem Daulah Islamiah yang dulu pernah hadir kini mampu bergema lagi

karena adanya pergerakan yang menggembar-gemborkan sistem pemerintahan ini. Daulah

Islamiah dianggap mampu menjadi solusi dari ketidakmapuan sistem pemerintahan lain. (DSDII,

2007: 32-35)

Page 24: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Kemampuan manusia dalam memecahkan masalah dianggap kurang sempurna tanpa

hadirnya petunjuk dari Tuhan YME melalui syariat Islam berdasar pada al-Qur‘an‎dan‎Sunah.‎

Segala‎ sesuatu‎ harus‎ harus‎ ditimbang‎ dengan‎ ukuran‎ syar‘i‎ yakni‎ mempertimbangkan‎ agama‎

terlebih dahulu baru yang lain (DSDII, 2007: 39-40). Kecerdasan bukan selalu tentang

keberhasilan menyelesaikan masalah, namun juga ikhlas serta tawakal dalam menerima hasil.

Lebih lanjut Ibnu Khaldun (terj. Ahmadi, 1986 :12) mengungkapkan khalifah tidak mempunyai

keistimewaan‎khusus‎dibanding‎kaum‎muslim‎lainya,‎kecuali‎statusnya‎sebagai‎pelaksana‎Syar‘i‎

dan‎ penjaga‎ agama.‎ Pengetahuan‎ nilai‎ syar‘i‎ dan‎ melaksanakan Syariat Islam menjadi acuan

dasar pada tingkat intelektual yang harus dimiliki para mujahid yang memperjuangkan Daulah

Islamiah.

Tokoh intelektual mempunyai peran penting dalam menyampaikan hegemoni. Kehadiran

Daulah Islamiah menyerukan Pengetahuan jihad dan tauhid menjadi gebrakan utama dalam

setiap aksinya. ISIS banyak mengacu pada aturan-aturan yang telah dilakukan oleh generasi

Salaf (Syamina IV, 2014: 13) Antara lain :

a. ISIS meyakini dan mewajibkan penghancuran dan pelenyapan setiap bentuk kesyirikan

dan pengharaman sarana-sarana yang menghantarkan pada kesyirikan.

b. Syiah , kelompok syirik dan murtad. Selain itu kelompok yang diperangi juga adalah

kelompok yang menentang penerapan syariat Islam.

c. Wajib berhukum kepada syariat Allah.

d. Meyakini dan mewajibkan merendahkan diri kepada nabi Muhammamd SAW dan haram

mendahului ucapan nabi Muhammad SAW, termasuk memurtadkan dan mengkafirkan

orang yang mendapat derajat dan kedudukan dari Muhammad SAW dan juga para

sahabatnya.

Page 25: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

e. Sekulerisme dalam berbagi bentuk seperti nasionalisme, paham kebangsaan, sosialisme,

dan komunisme merupakan kekufuran dan membatalkan keIslaman serta mengeluarkan

perilakunya dari millah.

f. Orang yang membela penguasa kafir dan murtad juga termasuk orang kafir dan murtad,

sehingga menjadi dalil bagi ISIS untukk boleh menumpahkan darahnya karena telah

murtad.

g. Jihad fi sabilillah adalah kewajiban yang membebani setiap muslim sejak runtuhnya

kekhalifahan Andalusia, dengan tujuan membebaskan negeri-negeri kaum Muslim.

h. Negeri yang menerapkan hukum dan syiar kekafiran disebut negeri kafir,

termasuk penduduknya.

i. Meyakini dan wajib untuk memerangi polisi dan tentara pemerintahan thogut dan murtad.

j. Kelompok ahlu kitab dan selain mereka wajib yang berada di wilayah ISIS wajib

membuat perjanjian dan mensepakati syarat-syarat tertentu yang pasti kapan berakhirnya

untuk keamanan.

k. Anggota jamaah jihadiah yang berada di berbagai front adalah saudara ISIS

karena berada didalam dien yang sama. Mereka tidak dihukum kafir dan fajir kecuali

bila tejatuh dalam kemaksiatan.

l. Setiap‎ individu‎ atau‎ jam‘ah‎ yang‎ mengikatkan‎ diri‎ pada‎ penguasa‎ yang‎ memerangi,

dianggap sebagai bentuk tidak komitmen sama sekali terhadap ISIS dan batil.

m. Memberikan penjagaan dan pelayanan yang mencukupi kepada keluarga mujahidin yang

ke medan jihad dan hartanya.

n. Meyakini wajib untuk melepaskan tawanan dan orang yang terbelenggu dari kaum

Muslimin dari tangan orang kafir dengan perang atau tebusan.

Page 26: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

o. Wajib mengajarkan kepada ummat tentang urusan dien mereka, dan bila mereka telah

mendapatkan sebagiannya maka itu adalah keberuntungannya. Selain itu diwajibkan

untuk mempelajari ilmu duniawi dimana umat menghajatkan dan memerlukannya, dan

ilmu‎lainnya‎selama‎tidak‎keluar‎dari‎kaidah‎syar‘i‎yang‎lurus.

D. Upaya Legitimasi Daulah Islamiah di Irak dan Suriah

1. Pada masa Abu Mus’ab az-Zarqawi

a) Menyatukan Visi Mujahid

Pembentukan Khilafah selalu menjadi tujuan yang memenuhi hati para mujahidin sejak

kebangkitan jihad abad ini. Ini selalu menjadi harapan para mujahidin yang pasti akan diraih.

Namun, pertanyaan yang menyibukkan para mujahidin adalah bagaimana cara mereka untuk

meraih tujuan ini. Ideologi para mujahid yang sudah dipegang teguh dan perjuangan selama

bertahun-tahun menjadi bekal meraih cita-cita membentuk sebuah khilafah. Hegemoni Daulah

Islamiah ini hakekatnya sebuah perjuangan kelas dalam bidang produksi dan distribusi ideologi

kepada kelas lain (Kurniawan, 2012: 78)

Selama jihad di Afghanistan melawan komunis, banyak para muhajirin yang menemukan

diri. Mereka berperang persis seperti perang mereka di Syam saat ini. Berbagai pihak dengan

latar belakang berbeda bersatu memerangi musuh bersama, tanpa menghiraukan semua hal yang

bisa membedakan mereka satu sama lain. Bahkan, semua hal yang bisa menghambat

pembentukan Khilafah. Salah satu jembatan yang penting ini adalah sang Mujaddid pembaharu

Abu Mus'ab Az-Zarqawi (Assad, 2014: 54).

Page 27: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Belajar dari berbagai pelajaran yang diperoleh dari Afghanistan dan di tempat lain, Az-

Zarqawi tahu bahwa Daulah Islamiah tidak dapat dibentuk kecuali melalui jama'ah yang

dikumpulkan oleh al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman salaf, yang bersih dari sikap

ekstrem Murji'ah dan Khawarij. Tujuan terpenting jama'ah ini adalah untuk menghidupkan

kembali tauhid terutama dalam masalah yang banyak diabaikan dan ditinggalkan oleh gerakan-

gerakan islam yaitu masalah yang berhubungan dengan al-wala‘‎wal‎bara‘,‎hukum,‎dan‎tasyri '

(legislasi) (Haidar, 2007: 89).

Jama'ah akan menggunakan kewajiban jihad sebagai alat fundamental untuk perubahan,

dan‎melaksanakan‎perintah‎Allah,‎―dan‎perangilah‎mereka‎hingga‎tidak‎ada‎fitnah‎dan‎(hingga)‎

agama‎itu‎hanya‎untuk‎Allah‖.‎[QS.‎Al-Anfal: 39]. Az-Zarqawi menerapkan strategi dan taktik

jitu untuk mencapai tujuan Khilafah tanpa keraguan. Dengan modal memimpin pergerakan Al-

Qaeda, Az-Zarqawi mengumpulkan para mujahid yang sudah tergabung dalam pergerakan

perjuangan melawan barat di dataran Irak untuk menyatukan visi bersama dengan membentuk

Daulah Islamiah.

b) Membentuk Majelis Syura Mujahidin

Ambisi Az-Zarqawi untuk menyatukan para mujahid dalam membentuk kekhalifahan

islam dibawah kepemimpinanya mulai terdapat titik terang pada tahun 2006. Majelis Syura

Mujahidin terbentuk sebagai wadah persatuan para mujahid di Irak. Faksi jihad di irak

meleburkan diri masuk ke dalam majelis ini antara lain : Al-Qaeda Irak, Jaish ath-Thaifah al-

Manshurah, saraya anshar tauhid, saraya jihar islami, saraya al-Ghuraba, Kataib al-Ahwal dan

turut bergabung yakni Jaisy Ahlu Sunah wal Jamaah dan kataub al-Murabithin (Said, 2014 :

95).

Page 28: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Juru bicara Majelis Syura Mujahidin, Abu Maisarah Iraqi menyatakan tujuan

terbentuknya majelis ini menawarkan dan bertujuan langsung (DSDII, 2007: 10) sebagai berikut

:

1) Menertibkan arah pertempuran melawan agresor barat dan kelompok murtadin.

2) Menyatukan kalimat dan mujahid dalam rangka merealisasikan perintah Allah SWT

untuk bersatu dan memegang tali-Nya.

3) Memaklumatkan manhaj Islam yang jelas dan berjihad melawan orang-orang kafir

4) Berdiri satu barisan dalam jihad, menangkal agen-agen kafir yang ingin memetik hasil

jerih payah dari mujahid, yang menghalangi diberlakukanya syariat Islam.

5) Mengambil persamaan sikap dalam menghadapi berbagai isu dan peristiwa sehingga

masyarakat faham manfaat jihad dan apa yang telah diperjuangkan.

6) Majelis syura mengajak semua mujahid untuk bersatu dan merapatkan barisan.

c) Dari Majelis Syura Mujahidin menuju ISI

Tidak sampai dua bulan membentuk MSM, Pada 7 Juni 2006 Az-Zarqawi tewas di

sebuah desa di utara Irak (Hiblib) karena serangan AS (Said, 2014 : 95). Harapan para mujahid

ikut proaktif memberi perhatian terhadap realita umat islam secara global mengalami goncangan

setelah perintis MSM tewas. Namun, ada beberapa catatan penting dari perjuangan Az-Zarqawi,

diantaranya :

1) Az-Zarqawi mampu membentuk generasi dan gerakan mujahid yang kelak mencapai

wujud yang utuh dalam gerakan ISI.

2) Az-Zarqawi telah menciptakan kebimbangan disebagian kelompok lain dalam

memperjuangkan kekhilafaahan Islam. Kebimbangan ini berdasarkan pada ideologi dan

kepentingan terbentuknya MSM.

Page 29: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Kepergian Az-Zarqawi membuat para faksi harus mencari dan memilih amir diantara

mereka. Majelis Syura mujahid mengangkat Abu Umar al-Baghdady sebagai amir mereka.

Pengangkatan ini sekaligus sebagai amirul mukminin untuk Daulah Islamiah irak (ISI).

Proklamir berdirinya ISI pada 13 Oktober 2006 diikuti pembaiatan oleh para mujahid dan faksi

untuk membela kepentingan bersama dalam membentuk Daulah Islamiah secara bersama-sama.

2. Pada masa Abu Umar al-Baghdadi

a) Seruan jihad ISI

Ayubi (1991: 63-64) menyebutkan tentang kesatuan antara agama, dunia, dan Negara.

Realisasi sebuah masyarakat islam dibayangkan dalam penciptaan sebuah Negara islam yakni

sebuah Negara ideologis yang didasarkan kepada ajaran-ajaran islam yang lengkap. Ide-ide

membangun Negara itu harus dalam pandanganya lahir dari tradisi agama. Dalam konteks ini,

islam hadir sebagai sebuah ideologi yang membebaskan dan secara subtantif melakukan revolusi

yang signifikan dalam sejarah peradaban di irak.

Kekuatan peradaban islam dan ideologi sebagai kekuatan yang mampu menjadi pusat

peradaban di Irak. Sebagai ideologi besar, islam memberikan alternatif solusi-solusi secara

ideologis yang berpihak kepada kaum yang lemah dan tertindas di irak. Ideologi harus dinilai

dari kemanjuranya bukan dari benar atau salah sebuah gagasan. Sistem nilai dan moral yang

kemudian menjadi teladan bagi perilaku umatnya, telah membentuk kepribadian, perilaku, dan

persoalan-persoalan kemanusiaan melalui Daulah Islamiah. Dengan kekuatan itu, islam menjadi

satu kekuatan ideologi yang manjur menciptakan suatu tatanan sosial yang lebih maju, beradab,

dan manusiawi. (Kurniawan, 2012: 78).

Seruan jihad memerangi kaum kafir selalu menjadi selogan kelompok jihadis ISIS. Abu

Muhammad al-Adnani sebagai juru bicara ISIS berkata dalam situs resminya (www.aladnany.net

Page 30: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

diakses pada tanggal 20 Agustus 2015 pukul 21.35) bahwa sesungguhnya pasukan-pasukan

thaghut dari para pemerintah negeri kaum muslimin adalah pasukan-pasukan murtad dan kafir.

Lebih lanjut lagi mengungkapkan wajib memerangi para pemerintah yang membela para kaum

salibis (kafir). Doktrin dan praktek ISIS sudah mencapai tahap wajib bagi para mujahid. Secara

kepribadian mujahid itu sudah tertanam pemaknaan jihad sebagai peperangan melawan kaum

kafir dan murtad, yang kemudian disebar luaskan melalui sebuah gagasan mendirikan negara

islam.

Isu politik keagamaan yang mempertemukan sebagian besar gerakan jihad. Gerakan jihad

mulai memandang adanya sebuah pandangan baru tentang memperjuangakan nilai islam dengan

jalan jihad melawan siapa saja yang menghalangi ditegakanya syariat islam (Said, 2014 : 47-49).

Berikut diantara beberapa ide-ide yang dikembangkan oleh ISIS:

1) Seluruh aktivitas jihad ISIS meyakini seluruh rezim yang berkuasa di negeri muslim telah

murtad karena membuat peraturan tidak berlandaskan pada Syariat Islam.

2) Menyatakan perang terhadap rezim- rezim kafir.

3) Setiap ulama yang membela rezim kafir dan encap semua gerakan jihad sebagai gerakan

khawarij dianggap ulama munafik.

4) Sistem demokrasi merupakan sistem kafir yang bertentangan syariat islam.

5) Kelompok‎syiah‎adalah‎kelompok‎sesat‎atau‎ahlu‎bid‘ah.

6) Sekulerisme, nasionalisme, dan kebangsaan adalah produk kafir yang wajib dihindari.

7) Menolak kompromi dengan Israil dalam kasus palestina.

8) Amerika Serikat adalah musuh besar karena dianggap sebagai simbul kekuatan Nasrani

dan Yahudi.

b) Target dan Strategi ISI

Page 31: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Pendeklarasian, ISIS menyimpan beberapa perkara yang memainkan peran penting sesuai

situasi dan kondisi yang menyertai. Kondisi penuh kesukaran memaksa pembentukan Daulah

Islamiah ini harus menyusun target, dan strategi dalam mengupayakanya. Rintisan Daulah

Islamiah ini terjadi bukan sekejap ataupun dari warisan. Namun melalui perjuangan para jihadis

yang bangkit dari ketidak puasan dari sistem barat.

Sesunguhnya proyek Daulah Islamiah ini jauh lebih berani dalam melawan AS. ISI

mengutamakan penyerangan terhadap kaum kafir AS dan murtadin di wilayah terdekat yang

terjangkau serta menguntungkan. Target awal yang harus segera terealisasi yakni menyerang AS

(Mahmud dkk, 2014: 74), berikut strategi yang diterapkan dan direncanakan :

1) sejak awal secara politis mengasingkan Amerika dengan menekan aktor internasional

dalam meniadakan dukungan mereka terhadap Amerika dalam melakukan invasi yang

tidak diizinkan oleh PBB (Persatuan Bangsa-bangsa). Oleh karena itu, berulangkali ISI

menargetkan pasukan sekutu Amerika dan pasukan Amerika untuk membuat mereka

berfikir dua kali dalam berperang di tanah asing.

2) mencegah para mujahid Irak dan warga sipilnya untuk mendukung pasukan Amerika dan

sekutunya.

3) para mujahid menghambat proses rekonstruksi Irak dengan menargetkan kontraktor sipil,

bantuan kemanusiaan, dan orang asing lainnya yang berada di Irak yang memiliki tujuan

membantu negara yang sedang dilanda perang.

4) menetapkan populasi Syiah di Irak sebagai target untuk dihancurkan dengan

memprovokasikan perang Sunni-Syiah di Irak. Dengan berjalannya provokasi ini,

ISI berniat untuk menjebak Amerika dan sekutunya didalam konflik sektarian yang

Page 32: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

sangat parah sampai bermotifkan agama, sehingga asing, Amerika dan sekutunya tidak

memiliki pilihan lagi selain meninggalkan Irak.

ISI dalam pergerakannya banyak menggunakan media sosial dalam menyatukan

pemikiran dan kegiatan para mujahidin di seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat dari (Syamina XIV,

2014: 23) :

1) Memiliki divisi media untuk menyebarkan ajaran salafi Jihadi melalui CD, kaset, video,

dan sebagainya.

2) Pelatihan militer seperti bagaimana cara merakit roket dan misil yang diadakan

di berbagai situs web tentang jihad, seperti forum Al-Hesbah, Al-Ekhlaas, dan Al-Boraq.

3) Memiliki cabang media yang terpisah di tiap-tiap wilayah di Irak. Hal ini dibuktikan

dengan koordinasi para mujahidin yang hanya memakan waktu tiga jam melalui media

dapat melakukan kegiatan pengeboman sebanyak 55 bom mobil di Baghdad

untuk pembalasan terhadap kematian Abu Mus'ab Az Zarqawi.

c) Merapikan keorganisasian ISI

ISI yang memiliki tujuan menggulingkan pemerintahan Irak dan menggantinya dengan

negara Islam murni, menempatkan fokus yang lebih besar kepada masa depan perang, kelompok,

dan Irak. Pasca pembentukan majelis Syura mujahidin, dan penetapan khalifah pertama Abu

Umar mulai berusaha menyatukan unsur masyarakat lainya di Irak bersama dengan kelompok

yang beraliansi dengan mereka ditambah dengan Harokah Fursan Ul-Tauhid dan Jundu Millah

Ibrohim serta berbagai kabilah dan suku di Irak, seperti Al-Dulaim, Al-Jabbur, Al-Ubaid,

Zuubaa, Qays, Azza, Al-Tay, Al-Janabiyiin, Al-Halaliyiin, Al-Mushohada, Al-Dayniya, Bani

Zayd, Al-Mujamaa‟, Bani Shommar, Inaza, Al-Suwaidah, Al-NuÕaim, Khazraj, Bani Al-Hiim,

Al-Buhayrat, Bani Hamdan, Al-SaÕadun, Al-Ghonim, Al-SaÕadiya, Al-Ma‟awid, Al-Karabla,

Page 33: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Al-Salman dan Al-Qubaysat. Dengan wilayah yang meliputi Baghdad, Al-Anbar, Diyala, Kirkuk,

Sholahuddien, Ninawah, Babil dan Al-Wassat (Said Ali, 2014 :135). Sehingga pada tahun 2006

susunan pemerintahan ISI adalah sebagai berikut :

1) Amirul Mukminin : Abu Umar Al-Bagdadi,

2) Pembantu Amir Utama : Syaikh Abu Abdur Rahman Al Falahi,

3) Menteri Jihad : Abu Hamzah Al Muhajir,

4) Menteri Dewan Syariat : Syaikh Prof. Abu Ustman At Tamimi,

5) Menteri Perhubungan Umum : Prof. Abu Bakar Al juburi,

6) Menteri Keamanan Umum : Prof. Abu Abdil Jabbar Al Janabi,

7) Menteri Penerangan : Syaikh Abu Muhammad Al Masyahadani,

8) Menteri Urusan Syuhada dan Tawanan : Prof. Abu Abdil Qodir Al Isyawi,

9) Menteri Perminyakan : Ir. Abu Ahmad Al Janabi,

10) Menteri‎Pertanian‎dan‎Perikanan‎:‎Prof.‎Musthafa‎Al‎A‘roji,

11) Menteri kesehatan : dr. Abu Abdillah Az Zaidi

3. Pada masa Abu Bakar al-Baghdadi

a) Pedeklarasian khilafah kepada dunia

Abu Bakar Al-Baghdadi mulai terlibat aktif dalam jihad saat Amerika menginjakkan kaki

mereka dan menjajah di Irak, yaitu dalam rangka mempertahankan dan membela tanah air,

agama, dan kehormatannya. Tidak lama setelah itu, dengan kemampuan dan keahlian yang

dimilikinya, Al-Baghdadi ditunjuk sebagai salah satu anggota Ahlul Halli wal „Aqd dari Majelis

Syura al-Mujahidin (Assad, 2014: 87). Setelah kemenangan yang besar pada mujahidin dengan

berhasil menguasai banyak pedesaan dan perkotaan, maka merekapun mengumumkan berdirinya

Daulah Islamiah yang berhukum dengan Al-Qur‘an‎ dan‎ Sunnah‎ Nabi.‎ Saat‎ itu,‎ Al-Bahgdadi

Page 34: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

dilantik sebagai qadhi (hakim) bagi Daulah yang menampung, menangani, dan memutuskan

berbagai problematika dan permasalahan, selain juga disuguhkan berbagai kasus kontemporer

dan nawazil.

Sejak dideklarasikan melalui audio oleh Amir Abu Bakar Al-Baghdadi, Daulah Islamiah

Irak dan Syam (Islamic State of Iraq and Sham) langsung menarik perhatian banyak kalangan.

Jabhah An-Nushrah (JN) berafiliari di Suriah menyatakan bergabung dengan kelompok ISIS.

Deklarasi tersebut berisi pernyataan Al-Baghdadi yang menggabungkan antara Daulah Islamiah

Irak dan Jabhah An-Nushrah pada April lalu, ISIS bertujuan mengembalikan Khilafah dan tidak

sekedar mendirikan Daulah Islamiah di Suriah; ISIS juga berhasil sebagai daya tarik mujahidin

asing dari berbagai negara untuk bergabung ke Suriah yang diwadahi dalam Katibah Muhajirin;

ISIS berhasil mencatat beberapa kemenangan besarnya terutama sebagai aktor utama dalam

merebut Pangkalan Militer Minakh di Provinsi Aleppo pada Agustus lalu; dan yang terpenting

adalah ISIS telah mengambil pelajaran dari kesalahannya di Irak dan berhasil merebut hati dan

pikiran penduduk setempat (Syamina XIII, 2014: 82).

b) Upaya legitimasi kekhalifahan dengan berbaiat

Pada fase ini, Al-Baghdadi bekerja dengan keras. Dia harus berpindah pada beberapa

wilayah guna mendengarkan seluruh keluhan dan laporan, serta bermajelis dengan orang tua dan

pemuda serta tokoh dan penduduk biasa, untuk memutuskan permasalahan mereka dengan

berpedoman pada hukum Allah. Untuk itu, pada fase ini Al-Baghdadi berkeliling menemui

beberapa kabilah dan suku, jamaah-jamaah jihadiyah, serta para mujahidin, untuk menyeru

mereka agar menyatukan barisan serta meninggalkan perpecahan dan perselisihan. Ia juga

berdialog dengan mereka dengan adil dan inshaf, serta mengajak mereka untuk berbaiat kepada

Page 35: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

pejabat Amirul Mukminin yang ketika itu dipegang oleh Abu Umar Al-Baghdadi (Kiblat, 2014:

20-25).

Dari sinilah sejumlah kalangan dari orang tua dan kaum muda pun menyambut seruannya

untuk berbaiat. Selain itu, pada fase ini juga, Al-Baghdadi ditunjuk untuk memimpin dan

mengarahkan‎ beberapa‎ lembaga‎ syar‘i,‎ serta‎ mengoreksi‎ sejumlah‎ pernyataan‎ dan‎ kekeliruan‎

yang ada di dalamnya dari para komandan lapangan. Kemudian setelah musuh dari kalangan

Rafidhah dan Ahli Kitab bersatu menyerang dan memberangus Daulah Islamiah. Akibat

gempuran dan serangan massif itu, akhirnya kaum muslimin mendapat kabar akan gugurnya

Amir Daulah Islamiah, Abu Umar Al-Baghdadi dan disusul Abu Hamzah Al-Muhajir. Sejak

tanggal 16 Maret 2010, Al-Baghdadi pun diangkat sebagai Amir Baru Daulah Islamiah Irak

yang menggantikan Abu Hamzah Al-Muhajir Baghdadi (Kiblat, 2014: 32).

Menurut Abu Humam Al-Atsari, salah seorang ulama Minbar At-Tauhid wa Al-Jihad

dalam pesan audio (http://uptotal.com/download/ulama.rar.html),‎ secara‎ legalitas‎ syar‘i‎ Abu‎

Bakar Al-Baghdadi sah menjadi Amir Daulah Islamiah Irak atas penunjukan dan baiat dari Ahlul

Halli wal„Aqd untuk menggantikan Abu Hamzah Al-Muhajir. Jatuhnya pilihan Ahlul Halli

wal„Aqdi pada Al-Baghdadi cukup beralasan. Al-Baghdadi telah terjun langsung dalam medan

jihad sejak tercetusnya jihad saat invansi Amerika di Irak. Selain itu, Al-Baghdadi yang

merupakan doktor dalam dirasah islamiyyah (studi Islam) dipandang cukup mumpuni dalam

masalah syariat.

Apalagi sebelum dilantik sebagai amir, Al-Baghdadi menjabat diantara posisi yang

sangat penting yaitu sebagai Qadhi Daulah (setingkat Ketua Mahkamah Konstitusional) yang

menyelesaikan beraneka ragam permasalahan dengan berpedoman pada syariat Islam. Tidak

kalah pentingnya, Al-Baghdadi secara nasab merupakan keturunan Quraisy, bahkan merupakan

Page 36: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

keturunan Rasulullah dari jalur Husein bin Ali. Tampaknya, pemilihan amir Daulah dengan

seperti ini memang sengaja dilakukan dengan tujuan persiapan peralihan dari Daulah menuju

khilafah yang salah satu syarat amirnya adalah keturunan Quraisy.

Berbicara‎mengenai‎ legalitas‎syar‘i‎baiat‎Abu‎Bakar‎Al-Baghdadi tidak bisa dilepaskan

dari legalitas baiat Amir Daulah sebelumnya, yaitu Abu Umar Al-Baghdadi dan Abu Hamzah Al-

Muhajir. Legalitas berdirinya Daulah Islamiah Irak dan baiat amirnya telah disampaikan oleh

Dewan Syariah Daulah Islamiah Irak pada awal berdirinya,lewat kajian yang disusun di bawah

supervisi Utsman bin Abdurrahman At-Tamimi, dengan judul I‟laam Al-Anaam bi Miilaad

Daulah Al-Islam (https://archive.org/download/HomsGhozwahAtTamimi2/Homs%20-

%20ghozwah %20at%20tamimi%202.mp4/ diakses pertama pada juni 2015). Setelah

menampilkan berbagai argumentasi mengenai urgensi, faktor-faktor mendorong berdirinya

Daulah Islamiah Irak,‎ serta‎ tinjauan‎ syar‘i‎ berdirinya‎ dan‎ realitas‎ sejarah‎ berdirinya‎ sebuah‎

negara, maka disimpulkan bahwa Daulah Islamiah Irak‎harus‎ditegakan‎secara‎syar‘i.

Selain itu, berdirinya Daulah Islamiah Irak juga mendapat apresiasi dan sanjungan dari

Usamah bin Laden Rahimahullah. Dalam salah satu pesannya melalui audio

(http://www.megavideo.com/?v=NRMOXC6Z) , Usamah berkata,

“...Dan dari sini maka para pionir yang berjasa dalam menyatukan dan

mempersatukan (umat) semestinya diberikan pujian yang layak. Sungguh, berlomba-

lombanya beberapa pimpinan jamaah-jamaah muqatilah (kombatan) fi sabilillah

bersama para pemuka kabilah yang melakukan ribath dan jihad untuk menyatukan

langkah di bawah kalimat tauhid kemudian mereka membaiat Syekh Yang Mulia Abu

Umar Al-Baghdadi sebagai Amir Daulah Islamiah Irak merupakan sesuatu yang

menggembirakan umat Islam.”

Apresiasi dan sanjungan yang sama juga disampaikan oleh Aiman Azh-Zhawahiri

(http://www.arrahmah.com/jihad/pesan-audio-terbaru-syaikh-aiman-az-zawahiri-tauhid-

menghadapi-thaghut-1.html) . Dalam dalam salah satu pesannya, Azh-Zhawahiri‎ berkata,‎ ―...‎

Page 37: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Dan pada hari ini (2007) Daulah Islamiah Irak telah didirikan di Irak. Para mujahidin merayakan

(berdirinya) di jalan-jalan Irak, masyarakat juga ikut berdemonstrasi untuk mendukungnya di

kota-kota dan desa-desa Irak, dukungannya diumumkan, dan baiat terhadapnya (Daulah Islamiah

Irak) dilakukan di masjid-masjid Baghdad.

c) Dukungan Dunia Islam

Ideologi dapat menyatukan antar kelompok apabila. Pertama, ideologi mampu

merepresentasikan pandangan dunia bersama semua kelompok sosial. Kedua, ideologi harus

ditanan dan distribusikan oleh lembaga-lembaga sosial melalui agen intelektual (Kurniawan,

2012: 78). Dukungan dari Arab Saudi, yang semuanya berupa dukungan personal-personal

dengan membawa placard yang berisi dukungan kepada Al-Baghdadi, menurut Aiman dengan

didukung oleh testimoni di lapangan adalah indikasi bahwa dukungan tersebut meliputi

dukungan finansial yang cukup besar dari warga negara Saudi kepada ISIS. Menurutnya, inilah

salah satu faktor di balik kesuksesan ISIS di Suriah (Assad, 2014: 134).

Sementara dukungan dari Somalia yang ditampilkan dalam foto-foto demonstrasi kecil

Harakah Asy-Syabab Al-Mujahidin (HSM) mendukung ISIS merupakan fenomena bahwa meski

ada indikasi Aiman Azh-Zhawahiri menginginkan untuk meninjau ulang berdirinya ISIS, namun

bukan berarti bahwa afiliasi-afiliasi Al-Qaidah, seperti HSM dan yang lainnya, tidak mengakui

bahwa ISIS dan amir Abu Bakar Al-Baghdady adalah pemimpin jihad di Bumi Syam (Assad,

2014: 138).

Diantara kelebihan ISIS dibandingkan dengan fraksi-fraksi perlawanan lain adalah

besarnya daya tarik dan dukungan internasional terhadapnya. Pendukung besar ISIS adalah

berasal dari Arab Saudi, Somalia, Libanon, Ahwaz (Iran), dan Sinai (Mesir). Selain negara-

negara tersebut bukan berarti bahwa negara-negara lain tidak ada yang mendukung ISIS. Anshar

Page 38: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Syariah di Libya dan Tunisia, Tahrek Taliban El-Pakistani, serta Eropa tampaknya juga banyak

yang bergabung dengan ISIS di bawah Katibah Al-Muhajirin. Saat ini setidaknya ISIS telah

menguasai, mengontrol, menyediakan kebutuhan mendasar, melaksanakan pendidikan

sederhana, dan menjalankan dakwah di beberapa wilayah, diantaranya: Jarabulus (Provinsi

Aleppo), Dana (Provinsi Idlib),Raqqah, Ghauthah, Syarqiyah, Azaz, dan tempat-tempat lainnya

(Syamina XIV, 2014: 10-12).

E. Bentuk Dominasi Kepemimpinan Daulah Islamiah

1. Bentuk Demokratis

Hegemoni cenderung bekerja dengan cara mencari dukungan yang legal dari

kelompok mayoritas yang terdominasi melalui proses-proses yang “demokratis”.

Penciptaan opini publik, merupakan bentuk-bentuk saluran untuk mensahkan proses

hegemoni melalui cara-cara tanpa kekerasan. Dalam format seperti itu, proses

penghegemonian dominan akan menampakkan wajah yang sangat adoptif terhadap segala isu-isu

yang diarahkan kepada kekuasaan, dengan maksud menunjukkan bahwa kekuasaan mereka

sangat demokratis. Kekuasaan yang dijalankan tidak berwujud tirani, akan tetapi

mengakomodir segala aparatur yang mendukung. Legitimasi diperoleh melalui penciptaan

opini, parlemen, dan legalisasi oleh kelompok inteletual dan moral. Pelaksanaannya

berpangkal pada intelektual dan moral sebagai manifestasi kelompok supremasi. Dan bagi

Gramsci, tiap orang niscaya menampilkan intelektualitasnya dalam beraktifitas. Dalam

pandangannya, tiap orang adalah intelektual organis bagi masyarakat, dan dengan

sendirinya, tidak ada intelektual yang diam menghadapi realitas yang terjadi (Patria dan

Arief, 2003: 11-12).

Page 39: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Bentuk kepemimpinan Daulah Islamiah pada saat ini mengutarakan bahwa dalam Islam

tidak ada aturan yang pasti tentang masalah politik atau tata negara, namun ada prinsip atau asas

yang harus ditegakkan. Memang Rasulullah S.A.W bukan diutus sebagai pemimpin politik,

tetapi sebagai Rasul. Perlu diketahui, konsep kerasulan beliau tidak sebatas menyampaikan pesan

Allah (dakwah). Yang paling berat adalah menjadi contoh dan suri-tauladan dalam melaksanakan

Islam sebagai cara hidup. Daulah Islamiah mengadopsi nash-nash dan hukum politik yang

pernah dicontohkan Rosul ketika melakukan perjanjian kesepakatan dalam piagam madinah

Hasyim (2014: 3) mengungkapkan piagam madinah mengisyaratkan pentingnya berpolitik dalam

membentuk kepercayaan masyarakat. Peristiwa itu telah membuat perancangan dan program

yang jitu dan bijaksana. Ini dapat dilihat bagaimana beliau berhijrah, membina persaudaraan,

membentuk tatanan sosial, membangun ekonomi, politik, dan sosial umat Islam di Madinah.

Piagam Madinah yang dirumuskan oleh Rasulullah adalah satu perlembagaan pertama di dunia

karena di masa dunia diperintah dengan sistem monarki tidak berperlembagaan dan tidak

mengenal kedaulatan undang-undang.

Dalam konteks paradigma simbiotik ini, Ibnu Taimiyyah sebagaimana dikutip oleh Din

Syamsuddin dalam Adhayantho (2011: 45) mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur

kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan

negara, maka agama tidak akan bisa berdiri tegak, pendapat Ibnu Taimiyah tersebut melegitimasi

bahwa antara politik dan agama merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling

membutuhkan. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal

dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syari'ah). Singkatnya,

syari'ah ini dipandang Daulah Islamiah memiliki peran sentral sebagai sumber legitimasi

terhadap realitas politik melalui pendeklarasian diri sebagai pemerintahan Islam (Fanani, 2001).

Page 40: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Beragam tanggapan muncul sebagai respon atas deklarasi tersebut. Banyak yang

menentang dan menganggapnya tidak sah, namun tidak sedikit yang mendukung dan bahkan

berbaiat. Dari pihak Barat, banyak juga yang meragukan dengan memandang bahwa deklarasi

tersebut cukup berani dan di luar nalar sehat, berisiko, berbau arogansi, dan bisa menjadi

bumerang, namun tidak sedikit juga yang menganggap bahwa ancaman ISIS bisa menggoyahkan

tatanan hegemoni Barat saat ini. Pengumuman kekhalifahan menjadi salah satu jalan damai

secara opsional sebagai wujud penyebaran hegemoni Daulah Islamiah

(http://warontherocks.com/2014/07/ isils-bold-caliphate-roll-out-objectives-and-risks/ diakses

pada 15Agustus 1015 pukul 17.05 WIB).

Pertama, mengangkat status Daulah Khilafah serta khalifah Abu Bakr al-Baghdadi.

Pengumuman ini menjadikan ISIS dipandang sebagai sebuah kelompok yang mampu memenuhi

aspirasi para aktivis Islam di saat kelompok-kelompok jihad lainnya. Sekarang, ISIS menjadi salah satu opsi

yang mampu bersaing meski kelompok jihadis lainnya menganggap bahwa proyek khilafah yang mereka

lakukan terlalu prematur. ISIS membedakan dirinya dari kelompok-kelompok jihad lainnya dengan

menekankan pada penghancuran perbatasan antara Irak dan. Di saat penolakan perbatasan yang

memisahkan negara-negara dan umat Muslim menjadi tema umum dalam retorika para jihadis,

ISIS bergerak melakukan tindakan nyata, sehingga memperkuat persepsi tentang otentitas

kekhalifahan dan komitmen sejati Daulah Islamiah tersebut.

Kedua, deklarasi ISIS tersebut berusaha untuk menahan perdebatan di kalangan jihadis

tentang legitimasi keagamaan atas tindakan yang mereka lakukan. Dalam perwujudan

sebelumnya, ISIS sudah menyatakan bahwa mereka adalah sebuah negara, dan dengan demikian,

lebih superior dari organisasi jihad dan ulama lainnya. ISIS mengandalkan otoritas tersebut

untuk membenarkan penolakan mereka terhadap arbitrase dengan kelompok-kelompok jihad

lainnya di Suriah. Dengan demikian, pengumuman khilafah akan memberikan Daulah Islamiah

Page 41: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

dalam perspektif mereka yang harus ditegakan, dan berfungsi sebagai alat untuk membungkam

kritikan dan tuduhan bahwa tindakannya tidak sesuai dengan hukum syariah (Mahmud dkk,

2009: 167).

Ketiga, kelompok-kelompok jihad lainnya (misalnya, Taliban di Afghanistan dan Asy-

Syabab di Somalia) berhasil mendapatkan kontrol wilayah yang cukup besar, namun gagal untuk

maju ke arah tujuan sebuah negara yang benar-benar Islam yang tidak terkekang dengan sistem

demokrassi ala Barat. Kegagalan untuk memobilisasi umat Islam membuat keuntungan yang

mereka dapatkan dipandang berbalik. ISIS cukup percaya diri bahwa mereka tidak akan

mengalami kegagalan yang sama. Usaha dan langkah-langkah yang mereka lakukan

mencerminkan upaya untuk belajar dari pengalaman-pengalaman tersebut (Syamina IX, 2014:

13).

Keempat, dan yang paling penting, pengumuman ini merupakan bagian dari rencana untuk

memobilisasi umat Muslim. Dengan mengumumkan sebuah kekhalifahan, ISIS berharap untuk

menarik lebih banyak relawan, prajurit dan profesional yang diperlukan untuk memenuhi

tuntutan terus berjuang bersama membangun negara dan pemerintahan (Yanuana, 2014: 2).

ISIS menyediakan tempat tujuan yang jelas bagi para jihadis, yang memudahkan mereka

yang ingin bergabung saat mereka tiba di area yang berada dalam kontrolnya. ISIS

menggunakan klaim otoritas Khalifah untuk memanggil bukan hanya mendorong umat Islam

untuk bergabung. Dengan demikian, ISIS menawarkan elemen penting yang tidak ada dalam

upaya mobilisasi yang dilakukan oleh Al-Qaidah.

Meski demikian, logika yang dilakukan oleh ISIS bukannya bebas risiko. Kelompok ini

cukup yakin, bahkan jika respon dari umat Muslim tidak seantusias yang mereka harapkan,

penaklukan wilayah yang berhasil mereka lakukan telah menawarkan landasan yang kuat untuk

Page 42: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

membentuk Negara Islam. Bahkan jika deklarasi khilafah tidak membawa hasil dalam jangka

pendek, langkah tersebut masih merupakan langkah pertama yang berguna dalam upaya ISIS

untuk meningkatkan kekuatan dan otoritas. Kepercayaan ISIS tampaknya bukan tanpa manfaat,

mengingat ukuran wilayah yang telah mereka kuasai, lokasi yang berada di jantung utama Timur

Tengah, melimpahnya sumber daya, dan keengganan Amerika Serikat untuk terjerat kembali

dalam perang darat, dan kampanye ISIS yang bertepatan dengan meningkatnya permusuhan

antara Sunni dan Syiah (Barakat, 1993: 167).

Sjadzali (1993: 126) mengungkapkan bahwa sebuah khilafah dan khalifah memang dapat

merangsang imajinasi beberapa pemuda yang antusias, namun Daulah Islamiah juga memberi

alasan bagi pihak lain untuk mempertimbangkan bahwa ISIS terlalu berlebihan dan melampaui

batas. Baghdadi tampaknya percaya bahwa dengan proyek kekhilafahan mampu mencapai

segmen Muslim yang belum berhasil jangkau sebelumnya. Tapi daya tarik kondisi ideal Islam

masa lalu harus diiringi dengan kemampuan untuk meyakinkan mayoritas umat Islam bahwa

ISIS juga mempunyai rencana pembangunan dan pemerintahan yang kuat.

2. Bentuk Paksaan

Dalam tradisi hegemoni penaklukan untuk kepentingan menghegemoni tidak dilakukan

dengan paksaan atau kekerasan—walau pun Gramsci tetap menempatkan paksaan dan kekerasan

ini sebagai hal yang sangat penting untuk menegakkan hegemoni, apabila hegemoni sedang

mengalami krisis (Kurniawan, 2012: 71). Kalau tidak dilakukan dengan cara paksaan atau

kekerasan dengan cara apa hegemoni dilakukan. penaklukan model hegemoni itu dilakukan

dengan cara persuasif (kepemimpinan intelektual, moral, dan filosofi). Berangkat dari apa yang

sudah sampaikan tersebut, maka dapatlah ditarik garis pemahaman bahwa strategi hegemoni

Page 43: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

dilakukan oleh intelektual organik (artinya: pihak-pihak yang bertugas melakukan hegemoni)

dengan cara melakukan tindakan persuasif.

Praktik relasi kuasa akan selalu bertujuan mengambil alih kepemimpinan moral

dan intelektual dengan segala cara dan kesulitan yang mendalam. Untuk itu,

intelektualitas akan menjadi subjek penting dalam perubahan sosial. Dalam melakukan

perubahan sosial, masyarakat awam meniscayakan kebutuhannya akan sosok intelektual

yang dapat terlibat di dalam perubahan itu sendiri. Intelektual yang mau bekerja untuk

perubahan sosial inilah disebut sebagai intelektual organik (Jurdi, 2010: 54).

Keberhasilan ISIS menguasai beberapa wilayah di Irak dan Suriah, yang kemudian

diikuti dengan deklarasi khilafah menyisakan beberapa bentuk radikal dikalangan intelektual.

Tantangan ini dilakukan karena adanya krisis hegemoni, berikut adalah bentuk krisis yang

memaksa Daulah Islamiah di Irak dan Suriah yang memaksa melakukan hegemoni dengan

radikal :

Pertama, masa depan ISIS sangat bergantung pada kemampuan para pejuangnya untuk

terus melanjutkan penaklukan yang telah mereka lakukan dalam beberapa bulan belakangan ini.

Jika pemerintah Irak mampu merebut kembali wilayah yang dikuasai oleh Daulah Islamiah, atau

bahkan jika pertempuran di Irak menemui kebuntuan, legitimasi atas seluruh usaha ISIS akan

dipertanyakan. Kemajuan ISIS yang dipandang begitu mudah di Irak bisa menjadi pedang

bermata dua: mereka mungkin membiarkan ISIS menegakkan sebuah khilafah, namun mereka

juga memberikan harapan yang sangat tinggi pada aksi masa depan ISIS. Kegagalan untuk

memenuhi harapan tersebut akan menimbulkan kekecewaan dan akan membuat ISIS

ditinggalkan oleh jihadis lainnya (http://shoutussalam.com/2013/04/momen-brilian-deklarasi-

daulah-Islamiah-iraq-dan-syam/ diunduh pada 1 Oktober 2014 pukul 22.24 WIB)

Page 44: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Kedua, ancaman adanya resistensi yang sangat serius dalam usaha mereka untuk

mengimplementasikan visi kekhalifahannya. Pengalaman ISIS generasi pertama (ISI kemudian

menjadi ISIS dan IS) cukup bisa menjadi pelajaran. Penerapan syariat yang cukup ekstrim

membuat sebagian masyarakat muslim moderat melakukan pemberontakan melalui gerakan

Sahwa yang didukung oleh AS. Penolakan tersebut berujung pada kekalahan mereka pada tahun

2006-2009. Terkait pengalaman tersebut, ISIS memiliki tugas yang tidak mudah untuk

menegaskan otoritasnya atas orang yang sama saat ini (Sugito, 2010: 78).

ISIS memperoleh keuntungan di Irak sebagai bagian dari koalisi Sunni yang melakukan

gerakan menentang pemerintah Maliki. Kelompok-kelompok tersebut mungkin melihat

keuntungan sementara dalam bekerjasama dengan ISIS, tetapi deklarasi kekhalifahan mengirim

pesan yang jelas kepada seluruh mitra ISIS di Irak bahwa mereka adalah pihak bawahan dalam

aliansi ini. ISIS mungkin telah mencoba mengantisipasi langkah ini di awal, tetapi jika tidak,

perebutan kekuasaan bisa jadi akan memecah koalisi tersebut (Gunawan : koran tempo edisi 2

Maret 2006).

Faisal (2007: 24) menekankan, ketepatan momen menguasai wilayah saat ini telah

berubah. Sebelum deklarasi tersebut, jika wilayah yang baru saja mereka kuasai terebut kembali

oleh musuh, karena kondisi perang masih terus berlangsung ISIS mungkin bisa kembali ke

wilayah basis mereka di perbatasan Irak-Suriah tanpa harus banyak kehilangan muka diiringi

dengan peningkatan kemampuan perang yang signifikan, mengingat persenjataan dan jutaan

dolar dana yang berhasil mereka rebut. Namun sekarang, jika wilayahnya terebut, maka

Baghdadi akan berisiko dipandang sebagai orang yang menguasai kekhalifahan, memegangnya

sekejap, untuk kemudian kehilangan semuanya.

Page 45: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

Jika ISIS bisa memastikan bahwa mitranya di lapangan mendukung deklarasi tersebut,

dan jika mereka bisa sedikit bersabar untuk melakukan deklarasi sampai yakin bahwa mereka

telah mengkonsolidasikan keuntungan yang telah mereka dapatkan, maka mereka bisa berada

dalam posisi yang siap untuk menuai keuntungan. Jika ISIS terburu-buru atau mengesampingkan

keberatan dari mitra lokal, mereka mungkin akan kehilangan keuntungan teritorial dengan cepat

dan akhirnya dikecam sebagai kelompok yang arogan dan keliru.

ISIS tampaknya berdiri di tepi jurang dengan keyakinan yang belum matang tentang

kemampuannya untuk menjaga keseimbangan. Mereka mungkin akan mampu untuk berjalan di

atas jurang tersebut. Namun, ini adalah sebuah risiko yang menakjubkan dan tidak perlu

dilakukan oleh sebuah kelompok yang sebenarnya beberapa waktu ke depan mempunyai peluang

yang sangat baik, dari hasil yang berkisar dari baik menjadi sangat baik. Hanya saja, sekarang

mereka telah mengambil risiko yang lebih tinggi untuk sebuah hasil yang benar-benar buruk bagi

prospek jangka panjang mereka.

Ketiga, mungkin tidak hanya muslim biasa yang akan menentang, kelompok militan lain

mungkin juga akan melawan mereka. Deklarasi yang dikeluarkan oleh ISIS meminta seluruh

jihadis untuk berbaiat kepada Khalifah Ibrahim, permintaan yang sama juga dilakukan oleh

Daulah Islamiah Irak (ISI) ketika mereka mendeklarasikan Daulah Islamiah di Irak pada tahun

2006. Banyak kelompok militan yang menolak permintaan mereka, yang akhirnya berujung pada

pertikaian berdarah pada tahun 2006 dan 2007. Penaklukan Mosul dan beberapa kota di Irak juga

dipicu oleh pemberontakan Sunni yang merasa termarjinalisasi oleh kekejaman rezim Syiah di

Irak (Syamina XIV, 2014: 8).

Keempat, Deklarasi ini akan semakin memperpanjang perselisihan antara ISIS dan Al-

Qaidah. Jika ISIS mampu untuk meyakinkan mayoritas kelompok salafi jihadis bahwa

Page 46: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

penaklukan yang mereka lakukan akan membawa pada Khilafah ala Minhajin Nubuwwah, para

pejuangnya mampu untuk terus maju di Irak, dan para pemimpin kelompok mereka mampu

menahan diri dari dorongan melakukan tindakan radikal, maka ada peluang bagi ISIS untuk

memainkan peranan penting dalam kepemimpinan jihad global. Keuntungan yang didapatkan

ISIS baru-baru ini di Irak memproyeksikan kekuatan dan dinamisme mereka, sedangkan Al-

Qaidah tampak lebih hati-hati dan ragu-ragu. Meski demikian, Al-Qaidah Pusat masih lebih

unggul dibanding ISIS dalam hal dukungan tokoh-tokoh berpengaruh di kalangan komunitas

jihad (Assad, 2014: 69-73).

Deklarasi khilafah mengundang kontroversi yang cukup dahsyat. Bagi segmen jihad

global pro Al-Qaidah, deklarasi tersebut akan semakin memicu gerakan anti ISIS, terutama

dengan pernyataan bahwa kelompok jihad di seluruh dunia berkewajiban untuk berbaiat kepada

mereka. Namun di sisi lain, deklarasi tersebut akan menghasilkan antusiasme dari para pasukan

lapangan dan segmen lain dari gerakan jihad global yang memandang ISIS sebagai rising star,

yang kebanyakan berasal dari para pemuda bersemangat.

Dengan pendeklarasian khilafah saat ini, ISIS juga akan menghadapi sebuah dilema dalam

menghadapi bentuk hegemoni tanpa upaya paksaan. Namun, bentuk radikal dari sebuah

kepemimpinan dapat diminimalisir dengan pemehaman sebuah ideologi yang kuat. Diantara

kendala yang dihadapi sebelum mengambil pilihan secara radikal terbagi menjadi empat antara

lain:

1) Pengelompokan : Milisi Sunni yang membantu ISIS menguasai beberapa kota di Irak saat

ini mungkin dapat menimbulkan ancaman terhadap kontrol ISIS sebagaimana yang

mereka lakukan kepada pemerintah Irak. Kekalahan militer Irak atas ISIS disebabkan oleh

berbagai faktor, termasuk komandan yang tidak kompeten atau tidak loyal, serta

Page 47: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

kurangnya dukungan lokal. Kekuatan aliansi antara ISIS dan komunitas lokal sangat

bervariasi. Ketegangan mulai muncul dalam aliansi ini, yang mungkin akan pecah jika

ISIS tidak melakukan upaya serius untuk memperkuat aliansi ini sebuah upaya yang

mungkin melibatkan negosiasi dan kompromi atas berbagai tujuan yang bertentangan,

serta ketegangan antara tujuan ideologis dan ketidakpuasan lokal (Syamina XIII, 2014:

33).

2) Perlucutan: ISIS saat ini menghadapi risiko yang sama dengan pemerintah Irak, yaitu para

sekutu yang jika dibiarkan keluar dari proses internal kelompok, atau mempunyai tujuan

atau preferensi politik keagamaan yang berbeda mungkin akan menolak kontrol dari ISIS.

Tampaknya ISIS menyadari akan kemungkinan ini, dengan cara menuntut para pejuang

lokal untuk berbaiat kepada ISIS, dan meletakkan senjata mereka

(http://www.bbc.com/news/world-middle-east-28123258).

3) Kontrol teritorial: Faksionalisasi juga memberikan ISIS tantangan kontrol teritorial yang

sama dengan pemerintah Irak. Hilangnya Mosul dan daerah lain di Irak utara merupakan

kemunduran politik dan militer bagi pemerintah Irak. Bahkan sebelum deklarasi khilafah, ISIS

banyak melakukan klaim kemenangan dalam hal penguasaan wilayah. Mereka tentunya berusaha untuk

mempertahankan kontrol yang telah diperoleh di Suriah. Di Irak, partisipasi perlawanan masyarakat

Sunni setempat membantu penguasaan wilayah ISIS. Karenanya, kehilangan sekutu lokal mungkin

akan mempengaruhi kemampuan kontrol ISIS atas wilayah tersebut. Terlebih lagi, banyak dari pasukan

Sunni lokal yang saat ini bekerjasama dengan ISIS adalah kelompok yang sama dengan yang dulu

pernah bersama-sama melawan pasukan Amerika, tapi kemudian melawan pendahulu ISIS, Al-Qaidah

Irak (Kiblat, 2014: 17).

4) Menjalankan negara: Jika proyek Daulah Islamiah ingin mempunyai akar yang kuat,

mereka membutuhkan administrator dan ahli di berbagai bidang, Abu Bakar Al-Baghdadi

Page 48: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

sendiri jelas berharap mereka akan berbondong-bondong memenuhi seruannya. ISIS telah

menunjukkan beberapa kapasitas untuk melakukan hal ini di kota-kota Suriah seperti

Raqqah. Tapi, teknokrat yang kompeten tidak mudah didapat. Bagi ISIS, hal ini banyak

bergantung pada bagaimana deklarasi kekhalifahan mampu menarik individu yang

berkualitas di tempat lain, dan kesediaan kelompok tersebut untuk berkompromi dan

bermain politik dalam membangun aliansi (Said, 2014 : 61).

Mungkin beberapa personil berkualitas tertarik atas seruan ISIS, ditambah lagi dengan

kemampuan kelompok tersebut untuk membayar mereka, setidaknya untuk saat ini. Tapi orang

tersebut sering juga membawa preferensi politik dan agama mereka sendiri. Jika ISIS menolak

untuk berkompromi, maka bentuk radikalisme pemikiran yang mempunyai kompetensi yang

cukup dan persamaan ideologi dengan mereka saja. Terlebih lagi, jika ISIS mampu menarik

personil berkualitas, menggunakan mereka untuk kebutuhan administrasi saja berarti kelompok

tersebut tidak dapat secara bersamaan menggunakan keterampilan mereka dalam memimpin atau

merencanakan serangan untuk memperluas atau mempertahankan wilayah ISIS.

Kemenangan ISIS dan deklarasi khilafah yang mereka lakukan telah menimbulkan alarm

dan ironi yang menempatkan mereka pada tantangan yang sama dengan pemerintahan yang

mereka gulingkan. Peperangan dalam dekade ini telah memberi bukti bahwa proklamasi di Irak

tidak menjamin kesuksesan.

Saat ini, ISIS memiliki keuntungan momentum, uang tunai, dan musuh yang mengalami

disfungsional. Tapi ini masih awal, dan masih banyak yang harus dilihat bagaimana ISIS

menghadapi tantangan ini. Mereka harus memutuskan seberapa jauh mereka mau berkompromi

dan bernegosiasi untuk membangun aliansi yang kuat atau bentuk radikal sebagai solusi

menghegemonikan Daulah Islamiah. Mereka harus merekrut dan mengalokasikan baik sumber

daya keuangan dan personil untuk mengelola wilayah yang mereka kuasai. Kemampuan ISIS

Page 49: BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Islamiah di irak dan Suriah · dianggap jauh dari tatanan islam dan masih memihak pada elit politik, memaksa para mujahid untuk membentuk sebuah Negara

untuk memperluas wilayah atau menimbulkan ancaman bagi negara lain sangat bergantung pada

pilihan dan kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan ini, untuk mencapai hegemoni nyata

untuk tatanan dunia.