bab ii latar belakang konflik di thailand selatan …eprints.umm.ac.id/44645/3/bab ii.pdfperdagangan...

44
29 BAB II LATAR BELAKANG KONFLIK DI THAILAND SELATAN 2.1. Sejarah Konflik di Thailand Selatan 2.1.1. Sejarah Konflik antara Kerajaan Patani dan Kerajaan Siam Patani adalah negeri Melayu yang terletak di tanah Genting Kra, Thailand bagian selatan. Saat ini, daerah yang dulu disebut Patani ini telah terpecah menjadi empat provinsi yaitu Patani, Yala, Songkhla dan Narathiwat. Pada era kejayaan Sriwijaya, Patani dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya yang terdapat di daerah Semenanjung Melayu dan Sumatera berada dalam kekuasaan Sriwijaya. Dari abad ke-7 M hingga awal abad ke-13 M, Sriwijaya menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka, sebagai jalur strategis untuk perdagangan Sriwijaya menarik pajak dari para pedagang yang lewat dan berdagang di kawasan ini.. 1 Pada abad ke-11 M, Islam sudah masuk dan mulai tersebar luas di wilayah Patani, awal masuknya Islam melalui para pedagang dari Arab, India dan Aceh. Seiring berkembangnya Islam kemudian Raja Patani Phaya Tu Nakpa masuk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Ismail Syah Zhilfullah fi al-Ardl, melalui kekuasaan Sultan Ismail Syah inilah awal mula gerakan islamisasi yang masif di wilayah Patani. Pada abad ke-13 M, Patani ditaklukan oleh kerajaan Ayuthya, 2 namun pendudukan Ayuthya atas Patani tidak berlangsung lama. Di abad ke-14 1 Kerajaan Patani diakses dari http://melayuonline.com/ind/history/dig/99/kerajaan-pattani. (01/12/2018.19.05 WIB) 2 Kerajaan Ayuthaya merupakan kerajaan bangsa Thai (Budha) yang kemudian berubah nama menjadi Kerajaan Siam.

Upload: vankhanh

Post on 15-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

29

BAB II

LATAR BELAKANG KONFLIK DI THAILAND SELATAN

2.1. Sejarah Konflik di Thailand Selatan

2.1.1. Sejarah Konflik antara Kerajaan Patani dan Kerajaan Siam

Patani adalah negeri Melayu yang terletak di tanah Genting Kra, Thailand

bagian selatan. Saat ini, daerah yang dulu disebut Patani ini telah terpecah

menjadi empat provinsi yaitu Patani, Yala, Songkhla dan Narathiwat. Pada era

kejayaan Sriwijaya, Patani dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya yang terdapat di

daerah Semenanjung Melayu dan Sumatera berada dalam kekuasaan Sriwijaya.

Dari abad ke-7 M hingga awal abad ke-13 M, Sriwijaya menguasai jalur

perdagangan di Selat Malaka, sebagai jalur strategis untuk perdagangan Sriwijaya

menarik pajak dari para pedagang yang lewat dan berdagang di kawasan ini..1

Pada abad ke-11 M, Islam sudah masuk dan mulai tersebar luas di wilayah

Patani, awal masuknya Islam melalui para pedagang dari Arab, India dan Aceh.

Seiring berkembangnya Islam kemudian Raja Patani Phaya Tu Nakpa masuk

Islam dan berganti nama menjadi Sultan Ismail Syah Zhilfullah fi al-Ardl, melalui

kekuasaan Sultan Ismail Syah inilah awal mula gerakan islamisasi yang masif di

wilayah Patani. Pada abad ke-13 M, Patani ditaklukan oleh kerajaan Ayuthya,2

namun pendudukan Ayuthya atas Patani tidak berlangsung lama. Di abad ke-14

1 Kerajaan Patani diakses dari http://melayuonline.com/ind/history/dig/99/kerajaan-pattani.

(01/12/2018.19.05 WIB) 2 Kerajaan Ayuthaya merupakan kerajaan bangsa Thai (Budha) yang kemudian berubah nama

menjadi Kerajaan Siam.

30

Kerajaan Patani telah merdeka dan berhasil mengembangkan diri menjadi

kerajaan yang besar dan maju, kemajuan ini berlangsung lama sampai pada abad

ke-15 sehingga hampir keseluruhan penduduk Patani memeluk agama Islam.

Dengan tersebar luasnya Islam di Patani, maka kemudian terbentuk dua wilayah

kebudayaan di kawasan tanah Genting Kra yang dibedakan oleh dua agama yaitu

Islam dan Budha.3

Kemajuan Patani sebagai pusat perdagangan4 kemudian menarik para

penjajah dari negari-negari Eropa, yang pada awal abad 15 dan 16 mulai

melakukan ekspansi kolonialisasi ke wilayah Asia Tenggara. Diantaranya adalah

Portugis dan Belanda yang turut meramaikan jalur perdagangan di sekitaran

semenanjung Melayu terutama untuk mendapatkan hasil bumi seperti rempah-

rempah dan emas yang menjadi hasil utama dari Patani. Tercatat Portugis sudah

tiba di Patani tahun 1517 untuk melakukan transaksi perdagangan, kemudian pada

tahun 1602 pihak Belanda juga datang dan melakukan perniagaan bahkan

mendirikan pangkalannya di pelabuhan Patani. Berikutnya kemudian armada

Inggris juga menjalankan kegiatan perdagangan ke wilayah Asia.5

Zaman keemasan ini berlangsung ketika diperintah oleh empat orang Raja

perempuan yaitu Raja Hijau (1584-1616), Raja Biru (1616-1624), Raja Ungu

3 Ibid

4 Patani secara geografis sangat strategis karena berada di pertengahan jalur lalu lintas

perdagangan antara negeri Melayu dan Asia Timur dan diantara perairan Selat Malaka serta Laut

Sulu dengan perairan Laut Cina Selatan. Jalur ini merupakan jalur lewatnya armada perkapalan

antar bangsa yang menghubungkan tanah Arab dan India bahkan dengan benua Cina. 5 P. Rudolf Yuniarto. INTEGRASI MUSLIM PATANI: Reidentitas Sosial atas Dominasi

“Nasional” Thailand. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hal. 4, diakses dari

http://digilib.uin-

suka.ac.id/8439/1/P.%20RUDOLF%20YUNIARTO%20INTEGRASI%20MUSLIM%20

PATANI%20REIDENTITAS%20SOSIAL%20ATAS%20DOMINASI%20%E2%80%9

CNASIONAL%E2%80%9D%20THAILAND.pdf (2/12/2018.19.00 WIB)

31

(1624-1635) dan Raja Kuning (1635-1651).6 Pada zaman ratu-ratu Patani sangat

makmur dan kaya, selain besar dibidang ekonomi Patani juga ditopang oleh

kestabilan politik dalam negeri yang membuat Kerajaan Patani dihormati dan

disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di semenanjung Melayu.7

Seiring perkembangannya, kerajaan Patani mengalami masa dekadensi

secara berangsur-angsur yang disebabkan oleh gejolak politik internal kerajaan

dalam perebutan kekuasaan8 serta adanya gesekan politik dan ekspansi wilayah

oleh kerajaan Siam yang berakibat pada kemunduran kerajaan Patani. Kekalahan

Patani oleh Siam terjadi pada tahun 1786 setelah mendapat serangan Phya Taksin

Raja Thonburi pemimpin kerajaan Ayuthaya. Setelah kejatuhan Patani muncul

gejolak politik dan kekuasaan yang berdampak langsung pada kekacauan dalam

negeri Patani, imbasnya adalah bidang perdagangan mengalami penurunan daya

tarik. Bagi para pedagang dan saudagar yang melihat situasi internal Patani yang

tidak menentu mengakibatkan mereka memindahkan perniagaan ke wilayah baru

yang mulai mengalami kemajuan seperti Johor, Malaka, Aceh, dan Batavia.9

Pada akhirnya wilayah Patani dapat ditaklukan secara penuh dan

menyeluruh oleh kerajaan Siam pada tahun 1808 setelah Raja Patani Datuk

Pengkalan gagal dalam pemberontakan terhadap pihak Siam. Kekalahan ini

6 Mereka adalah anak keturunan dari Raja Patani Sultan Mansyur Syah. Anak-anak perempuan

dinamai dengan nama-nama warna mengambil dari filosofi pelangi yang indah. 7 The Green Queen of Pattani, Memimpin dengan Kemakmuran diakses dari

http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/14/08/29/nb1xwa4-the-green-queen-of-

pattani-memimpin-dengan-kemakmuran (03/12/2018.20.30 WIB) 8 Hal ini dipicu karena tidak adanya pengganti raja setelah Ratu Kuning wafat yang berakibat

terjadinya konflik internal di kalangan para elite atau datuk yang saling berebut menduduki jabatan

Perdana Menteri. 9 Paulus Rudolf Yuniarto, 2005, MINORITAS MUSLIM THAILAND Asimilasi, Perlawanan

Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 7 No. 1, hal 96-

97 diakses dari http://jmb.lipi.go.id/index.php/jmb/article/view/213/193 (03/12/2018.22.10 WIB)

32

menciptakan sentimen anti Siam yang terus berkembang pada periode setelah

kekalahan ini. Untuk meredam konflik yang terjadi pihak Siam bereaksi dengan

memberlakukan beberapa kebijakan memecah Kerajaan Melayu Patani menjadi

tujuh wilayah yang dikenal dengan Boriwen Ched Hua Muang. Pada tahun 1815

atas perintah Raja Rama II, Patani terbagi menjadi tujuh kawasan negeri yang

terdiri dari Patani, Nong Chik, Yaring, Saiburi, Legeh, Yala dan Raman. Setelah

dipecah menjadi tujuh wilayah, lahir kebijakan transformasi mekanisme kerajaan

yang dimaklumatkan dengan istilah sistem “Thesaphiban”10

yang diterapkan pada

tahun 1899. Aturan kebijakan yang cukup radikal ini berusaha menggunakan cara

langsung dalam mengatur kerajaan melalui daerah perwakilan atau melalui agen

pemerintah kerajaan (sistem perwakilan).11

Dibawah sistem Thesaphiban pembagian wilayah disusun dan disatukan

kedalam satu unit yang dikenal sebagai Monthon. Tiap-tiap Monthon dipimpin

oleh seorang Gubernur yang bertanggungjawab kepada menteri kerajaan.

Dibawah aturan ini, keistimewaan yang dimiliki oleh Raja Patani mulai berkurang

dan terkikis. Kerajaan Patani yang sebelumnya masuk daerah jajahan dengan

memiliki otonomi dalam hal-hal tertentu sebagai sebuah kerajaan kemudian

berubah menjadi satuan administrasi yang dikendalikan oleh pemerintah pusat di

Bangkok.12

Kebijakan ini dikeluarkan selain untuk meredam konflik internal agar bisa

mengatasi pemberontakan dan perlawanan dari muslim Patani, berkaitan erat juga

10

Kebijakan ini yang menjadi titik awal atau penyebab dari memudarnya otoritas Kerajaan Patani

dalam mengatur kehidupan internal negerinya. 11

Ibid Hal. 97 12

Ibid hal. 98

33

dengan situasi eksternal yang terjadi pada abad ke-18 karena pada tahun-tahun

1890-an terjadi ekspansi besar-besaran yang dilakukan oleh para kolonial dari

benua Eropa di wilayah Asia Tenggara yaitu kolonial Inggris, Perancis, Belanda,

Spanyol karena mereka telah menjejakan jajahannya di wilayah Asia Tenggara.

Dengan melihat situasi politik regional sekitar Semenanjung Melayu demikian

sehingga Kerajaan Siam mendekonstruksi dan merestrukturisasi wilayah

kekuasaan mereka untuk membendung arus kolonial yang ingin menguasai

wilayah semenanjung. Pihak Inggris yang telah menguasi semenanjung bagian

selatan (Malaysia) tertarik dengan empat daerah strategis taklukan Kerajaan Siam

yang terletak di sebelah selatan Patani yaitu Kedah, Kelantan, Trengganu dan

Perlis karena koloni Inggris menilai daerah tersebut berpotensi ekonomi sebagai

daerah baru yang dapat dijadikan pelabuhan dan pangkalan perang Inggris di

wilayah Asia.13

Untuk dapat menguasai empat wilayah tersebut secara penuh, Inggris

melakukan diplomasi dengan Kerajaan Siam. Hasil dari diplomasi ini adalah

Kerajaan Siam menyerahkan wilayah Kelantan, Kedah, Trengganu dan Perlis

kepada kekuasaan Inggris dan Inggris mengakui kedaultan Siam terhadap Patani

dan mengembalikan segala persoalan yang menyangkut hak ekstra teritorial

wilayah dan kenegaraan kepada Siam. Perjanjian inilah yang dikenal dengan

Traktat Anglo-Siam tahun 1902.14

13

Paulus Rudolf Yuniarto. 2004. Integrasi Melayu Patani: Sejarah Perubahan Geopolitik dan

Demografi. PSDR-LIPI. diakses dari http://psdr.lipi.go.id/research-staff/paulus-rudolf-

yuniarto.html (03/12/2018.23.15 WIB) 14

Ibid

34

Tabel 2.1: Periodesasi Dinamika Integrasi Kerajaan Patani15

Periodesasi Konteks Sejarah Aktor

1785 Patani diserang

oleh kerajaan

Chakri

Selepas Phya Taksi

berjaya mengalahkan

Burma di Ayuthia tahun

1776, Siam kemudian

mengalihkan

perhatiannya ke daerah

negeri-negeri di sebelah

selatan semenanjung

yaitu Ligor, Songkhla

dan Pattalung.

Kerajaan Melayu Patani

berhasil dikuasai oleh

kerajaan Chakri (Siam)

pada tahun 1786

Phraya Chakri

memberi perintah pada

adiknya, Putera Surasi,

dengan dibantu oleh

Phraya Senaphutan,

Gabenor Pattalung,

Palatcana dan

Songkhla supaya

menyerang Patani pada

tahun 1785. Raja

Patani berusaha

bertahan namun gagal

menahan serangan

Siam.

1808 Kerajaan

Melayu Patani

dipecah menjadi

7 wilayah

Pemberontakan dari tokoh-

tokoh Melayu Patani dapat

dipatahkan oleh Siam

dengan mendapat bantuan

kerajaan pusat di Bangkok,

kemudian Kerajaan Melayu

Patani dipecahkan kepada 7

buah negeri untuk

melemahkan orang Melayu

Patani.

7 buah wilayah yang dipisah:

1. Patani: Tuan Sulung

2. Teluban: Nik Dir

3. Nongchik: Tuan Nik

4. Jalor Tuan: Yalor

5. Jambu: Nai Pai

6. Rangae: Nik Dah

7. Reman: Tuan Mansur

Sultan Muhammad

kalah dalam

pertempuran dengan

pihak Siam.

Konsekuensi dari

kekalahan ini

sebanyak 4.000

orang Patani

dijadikan tawanan

dan diangkut ke

Bangkok sebagai

tawanan.

Pada tahun 1808

Datuk Pengkalan

bangkit untuk

menentang kebijakan

Siam. Walau

ternyata semua

pemberontakan yang

dilakukan tokoh-

tokoh Patani dapat

dipatahkan oleh

Kerajaan Siam

15

P. Rudolf Yuniarto. INTEGRASI MUSLIM PATANI: Reidentitas Sosial atas Dominasi

“Nasional” Thailand. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hal.10-11. diakses dari

http://digilib.uin-

suka.ac.id/8439/1/P.%20RUDOLF%20YUNIARTO%20INTEGRASI%20MUSLIM%20

PATANI%20REIDENTITAS%20SOSIAL%20ATAS%20DOMINASI%20%E2%80%9

CNASIONAL%E2%80%9D%20THAILAND.pdf (03/12/2018.23.59 WIB)

35

1838 Kebangkitan

anti Siam

Kejadian dipicu oleh kondisi

yang tidak mendatangkan

kesejahteraan bagi rakyat

Patani. Usaha ini dilakukan

untuk mengembalikan

kekuasaan raja dan

kedaulatan Patani yang

diambil alih oleh Siam.

Kekecewaan tokoh-

tokoh Patani terhadap

Raja Rama III yang

melakukan pelantikan

Gubernur kepada tujuh

wilayah Patani agar

menyokong

pemerintahan Siam

menjadi kokoh dan

stabil.

1896 Perubahan

kebijakan

pemerintahan

daerah dalam

upaya

mendapatkan

dukungan

material

dengan meminta

upeti lebih yang

diberlakukan

oleh Raja

Chulalongkorn

Rancangan pembagian

wilayah berdasarkan sistem

Thesaphiban. Di bawah

peraturan ini, kerajaan

Melayu tidak lagi

mempunyai kuasa otonomi

dan dengan itu juga Raja-

Raja Melayu akan

kehilangan kedaulatan

mereka. Sistem Thesaphiban

yaitu pembagian wilayah

yang disusun dalam satu unit

yang dikenali sebagai

daerah-daerah. Tiap-tiap

daerah ini dipimpin oleh

suatu dewan perwakilan

(Khaluang Thesaphiban)

yang bertanggungjawab

kepada Menteri Dalam

Negeri. Di bawah sistem ini

juga, semua kaki tangan

kerajaan dari tataran atas

hingga yang paling bawah

dibayar dengan gaji

kerajaan.

Raja Chulangkom

menerapkan sistem

Thesaphiban sebagai

reaksi atas pengolakan

yang terjadi di Asia

Tenggara tahun 1890

dimana mulai

berkuasanya penjajah

Inggris dan Perancis

yang mengancam

wilayah sekitar

integritas Kerajaan

Siam

1901 Kerajaan

Melayu

Patani

melakukan

upaya

pemberontakan

terhadap Siam

Raja dan para petinggi

kerajaan Patani menolak

kehadiran pegawai kerajaan

Siam dan pegawai-

pegawainya karena dianggap

intervensi terlalu dalam

terkait urusan pembagian

wilayah di negeri-negeri

Patani. Diberlakukannya

peraturan pembagian

wilayah yang bertujuan

memperkokoh penguasaan

dan pengaruh kerajaan Siam

atas wilayah Patani yang

berbuntut penangkapan raja-

Tengku Abdul Kadir

merancang untuk

memberontak pada

akhir bulan Oktober,

1901 selepas

perbekalan senjata dan

peluru tiba dari

Singapura, upaya

pemberontakan ini

didukung

oleh negeri Islam lain

36

raja Melayu termasuk

diantarnya Tengku Abdul

Kadir tahun 1902

1902 Perjanjian

Anglo Siam

Treaty

Terjadinya pemisahan

wilayah Melayu Patani

menjadi provinsi melalui

perjanjian antara pemerintah

Inggris dan pemerintah

kerajaan Siam

Dilakukan antara

utusan kerajaan Inggris

untuk wilayah Asia

Frank Swettenham

dengan Raja Siam

Chulalongkorn,

dimana wilayah

Kedah, Trengganu,

Kelantan dan Perlis

masuk menjadi

wilayah Kerajaan

Inggris sedangkan

Patani menjadi bagian

wilayah kerajaan

Siam.

2.1.2 Konflik Thailand Selatan Pasca Perjanjian Anglo-Siam Treaty

Konsekuensi dari masuknya wilayah Patani ke dalam kekuasaan Siam

secara penuh hasil dari perjanjian Traktat Anglo-Siam menyebabkan terjadinya

integrasi budaya kedalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Patani. Kerajaan

Siam berusaha mengintegrasikan kebudayaan Patani ke dalam kebudayaan Siam,

sebuah kebijakan yang dipandang masyarakat Patani cenderung dipaksakan dan

dimaknai sebagai proses menghilangkan identitas kebudayaan Patani. Identitas

Patani adalah Melayu-Muslim, sedangkan Siam adalah Thai-Buddhis. Disparitas

yang sangat fundamental ini mengakibatkan terjadinya konflik yang

berkepanjangan dan memunculkan protes serta gerakan perlawanan dari

masyarakat Patani.

Pada tahun 1932 Siam bertransformasi menjadi Thailand, momentum ini

menjadi sejarah politik modern di Thialand yang mana persitiwa ini dimulai

ketika terjadinya The Great Revolution pada tahun itu, diawali oleh sekelompok

37

sipil dan militer yang saling bekerjasama untuk menggulingkan sistem monarkhi

Thailand yang sudah berlangsung lama dan absolut, tujuan dari penggulingan

sistem monarkhi ini dimaksudkan untuk mengurangi kekuasaan raja dalam

kehidupan bernegara dan menjanjikan suatu demokrasi, bersamaan dengan itu

diperkenalkan pula suatu konstitusi yang menyajikan bentuk pemerintahan quasi

parlemener yaitu setengah anggota parlemen harus diangkat oleh pemerintah.16

Pasca peristiwa itu, dinamika politik Thailand diwarnai oleh dominasi

pengaruh militer, mereka berhasil mengkonsolidaasikan kekuasaan dan

melenyapkan kekuatan-kekuatan oposisi dari istana. Meskipun demikian raja dan

para keluarganya masih tetap dipertahankan sebagai lambang kesatuan nasional

Thailand, selain itu dibawah kerajaan konstitusional aktivitas-aktivitas agama dan

kebudayaan berada di bawah kekuasaan istana.17

Sejak saat itu, terjadi perubahan secara mendasar dialami oleh bangsa

Thailand dengan adanya perubahan sistem pemerintahan monarkhi absolut

menjadi monarkhi konstitusional. Rakyat tidak lagi berada dibawah pemerintahan

monarkhi mutlak, sejak ini diperkenalkan konsep rakyat sebagai warga negara-

bangsa Thailand. Hal ini mengakibatkan masyarakat Muslim Thailand Selatan

menjadi bagian dari warga Thailand dan mereka juga harus menonjolkan identitas

baru negara Thailand.18

16

Rizal Sukma, 1989, Asia-Pasifik dalam Kemelut dan Diplomatik. Abardin: Bandung, hal. 71 17

Ibid 18

Malik Ibrahim, Seputar Gerakan Islam di Thailand Suatu Upaya Melihat Faktor Internal dan

Eksternal, Sosio-Religia Volume. 10 No.1 (Februari 2012). hal. 10, diakses dari

https://www.aifis-

digilib.org/uploads/1/3/4/6/13465004/revisi_no_08._seputar_gerakan_islam_di_thailan_p

ak_malik.pdf (04/12/2018.00.30 WIB)

38

2.2 Penerapan Kebijakan Pemerintah Thailand yang Menyebabkan Konflik

di Thailand Selatan

Setelah Siam bertaransformasi menjadi Thailand dengan bentuk

pemerintahan monarkhi konstitusional, proses perubahan ini disertai dengan

penetapan ideologi baru yaitu nation, king/monarchy, religion. Tiga pilar ini

dijadikan sebagai motivasi awal untuk menjadikan Thailand sebagai bangsa yang

besar, pilar nation menunjukan kesatuan bangsa yaitu bangsa Thai, pilar

king/monarchy menunjukan pada dinasti Chakry yang menggerakan proses

modernisasi di Thailand sejak abad ke-19 dan pilar religion merujuk pada agama

bangsa Thai yaitu Buddha. Dengan konsep ideologi baru ini membuat masyarakat

Thailand Selatan semakin terintegrasi dan dipaksa untuk mengikuti ideologi baru

tersebut. Upaya-upaya integrasi yang dilakukan pemerintah Thailand kepada

seluruh wilayahnya termasuk bagian Thailand Selatan dilakukan melalui berbagai

cara seperti pendidikan, politik, budaya dan hukum.19

a. Pendidikan: pemerintah Thailand menerapkan sistem pendidikan nasional

yang menyatukan semua kelompok agama dan etnis ke dalam satu bangsa

dibawah sistem politik baru. Asimilasi pendidikan ini menekankan pada

identifikasi tunggal yang didasarkan pada karakter etnisitas (Siam), agama

(Budha), dan linguistik (bahasa Thai). Muslim Thailand Selatan menolak

kebijakan ini karena mengakibatkan dekulturisasi identitas Melayu-Islam

19

Ali Sodiqin, Budaya Muslim Pattani (Integrasi, Konflik dan Dinamikanya), Jurnal Kebudayaan

Islam, Volume. 14 No.1. (Januari-Juni 2016). hal.38, diakses dari http://digilib.uin-

suka.ac.id/27470/1/Ali%20Sodiqin%20-%20Jurnal%20Ibda%27%20-Islam%20Pattani-

LPM%20IAIN%20Purwokerto.pdf (04/12/2018.20.20 WIB)

39

b. Politik: dengan adanya kebijakan ultra nasionalis oleh pemerintah Thailand

melalui integrasi administrasi, semua kantor pemerintahan termasuk di

Thailand Selatan diurus dan ditentukan oleh pusat. Sentralisasi administrasi

ini menyebabkan tidak adanya otonomi bagi Muslim Thailand Selatan di

wilayah mereka sendiri, akibatnya banyak pegawai pemerintah yang berasal

dari non muslim. Dengan kebijakan ini, muslim Thailand Selatan merasa

terancam terhadap eksistensi nilai, tradisi dan agama mereka akibat lembaga

pemerintahan diisi oleh orang non muslim.

c. Budaya: akibat dari pelaksanaan kebijakan ideologi baru yaitu nation, king,

religion menimbulkan pemaksaan sekaligus intervensi budaya oleh

kelompok mayoritas etnis Thai yang beragama Buddha kepada minoritas

etnis Melayu yang beragama Islam, dimana pemerintah mewajibkan

kelompok minoritas untuk menggunakan bahasa, adat istiadat, dan aturan-

aturan dari kelompok mayoritas.

d. Hukum: Pemerintah Thailand menggunakan jalur konstitusi untuk

memperlancar agenda integrasinya. Sejak dulu wilayah Thailand Selatan

menjadikan hukum Islam sebagai aturan hukumnya, semua urusan

dikalangan Muslim diselesaikan dengan norma hukum Islam sampai pada

tahun 1939 melalui PM Phibul Songhkran membuat kebijakan kontroversial

yaitu menghapus berlakunya hukum Islam dan menggantinya dengan

hukum sipil Thailand.

Selain karena adanya faktor pengintegrasian dan praktik asimilasi yang

dipaksakan pemerintah Thailand terhadap masyarakat Muslim Thailand Selatan,

40

persoalan dari munculnya resistensi dan munculnya konflik adalah ketidakadilan

dan marginalisasi yang dirasakan oleh penduduk Muslim Thailand Selatan.

Pembangunan ekonomi di wilayah selatan tidak semasif dibandingkan dengan

wilayah utara disertai juga dengan program pemerintah Thailand atas nama

integrasi yaitu migrasi penduduk bagian utara Thailand yang mayoritas beragama

Budha ke bagian selatan yang mayoritas beragama Islam sehingga menambah

rasa waspada dan ancaman bagi identitas penduduk Melayu Muslim Thailand

Selatan.20

Akibat dari berbagai kebijakan integrasi dan program asimilasi sistemik

yang dilaksanakan secara paksa oleh pemerintah Thailand mengakibatkan

masyarakat Thailand Selatan kehilangan kedaulatan dan kemandirian sebagai

suatu entitas politik, budaya, bahasa dan agama yang telah ada sebelumnya.

Ditambah dengan tindakan represif serta perlakuan diskriminatif yang tidak

kunjung usai mengakibatkan terjadinya gerakan perlawanan dan tindakan

insurjensi secara sporadis oleh penduduk Thailand Selatan, baik yang

terorganisasi dengan berbagai macam ideologi maupun dengan gerakan bawah

tanah tanpa mempunyai afiliasi organisasi.

Gerakan perlawanan masyarakat Thailand Selatan yang muncul sebagai

sebuah gerakan damai untuk memperjuangkan otonomi bagi wilayah tersebut

dipelopori oleh Haji Sulong pada tahun 1947. Tanggal 1 April 1947 dilakukan

pertemuan antara para pemimpin yang mewakili masyarakat di wilayah Thailand

Selatan, hasil dari pertemuan ini menghasilkan tujuh poin tuntutan dari

20

Ibid. hal. 45

41

masyarakat Melayu di Thiland Selatan yang ditujukan kepada wakil-wakil

kerajaan dan Perdana Menteri Thailand. tujuh poin tuntutan ini bertujuan agar

diberiannya hak otonomi khusus di wilayah Thailand Selatan. Tujuh tuntutan ini

dikenal dengan sebutan “Tujuh Tuntutan Haji Sulong” yang berisi sebagai

berikut:21

1. Seorang pemimpin diberikan otoritas penuh untuk mengatur empat

provinsi di Thailand Selatan. Pemimpin ini memiliki otoritas penuh untuk

menghentikan, menggantikan, dan memilih semua pejabat pemerintah di

empat provinsi tersebut. Pemimpin harus berasal dari penduduk asli yang

ditanggung atau berasal dari salah satu empat provinsi dan dipilih oleh

seluruh warga di empat provinsi.

2. Semua pendapatan daerah dan sumber daya alam yang berasal dari empat

provinsi harus dimanfaatkan demi kepentingan umum di Thailand Selatan

3. Mengadakan pelajaran Bahasa Melayu di tingkat Sekolah Dasar hingga ke

Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebelum mempelajari bahasa

Siam/Thailand.

4. Mayoritas dari para pejabat pemerintah di masing-masing provinsi harus

ditempati dan diisi oleh orang Muslim.

5. Bahasa Melayu dan Bahasa Thailand menjadi bahasa resmi.

6. Pengakuan terhadap hukum Islam dan pelaksanaannya masuk ke dalam

otonomi pengadilan Islam yang terpisah dari pengadilan sipil dengan

Qadhi sebagai hakim Muslim.

21

Wan Yumil Amri Bin Wan Yunil Khairi, 2017, Jatuhnya Kerajaan Patani dan Dampak

Perubahan pada Kehidupan Masyarakat Melayu Patani, Skripsi, Banda Aceh: Prodi Sejarah dan

Kebudayaan Islam, UIN Ar-Raniry Darussalam, hal. 51

42

7. Pembentukan badan Islam yang mempunyai wewenang penuh untuk

mengatasi masalah yang dihadapi umat Muslim dibawah otoritas dan

kendali pemimpin sebagaimana dimaksud dalam poin pertama.

Dari tujuh poin tuntutan yang diajukan kepada pemerintah Thailand

tersebut, tidak ada satu tuntutan pun yang ingin memerdekakan atau memisahkan

diri dari negara Thailand karena yang mereka inginkan adalah pemberian otonomi

khusus agar wilayah selatan dapat mempertahankan identitas serta ciri khasnya.

Aspirasi ini menjadi syarat minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah

Thailand karena masyarakat Thailand Selatan terus mengupayakan kelangsungan

cara hidup yang sesuai dengan tradisi, budaya, kemurnian dari syariat Islam yang

mereka anut dan yakini.

Selama empat bulan, tujuh poin tuntutan itu tidak dijawab oleh pihak

kerajaan dan pemerintah Thailand, respon atas tidak dijawabnya tuntutan itu Haji

Sulong terus mendesak kerajaan agar menerima tuntutan mereka hingga pada

akhirnya tuntutan itu tidak mendapat persetujuan dari pihak kerajaan Thailand.

Merasa tidak puas dan kecewa terhadap sikap kerajaan terhadap tuntutan tersebut,

maka Haji Sulong berinisiatif menjalankan berbagai aktivitas di masjid dan

pesantren-pesantren untuk menggerakan dan menanamkan semangat perjuangan

dikalangan rakyat Melayu Islam Thailand Selatan demi menegakkan syariah

Islam dan menuntut tegaknya keadilan.22

22

Husam Lamato, Sumarno, Nurul Umamah, The Role Of Haji Sulong In Fighting Special

Autonomy For Patani Southern Thailand (1947-1954). Jurnal Historica, Volume. 1 (Juli 2017).

hal. 59-60, diakses dari https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JHIS/article/view/5100/3763

(04/12/2018.17.00 WIB)

43

Gerakan yang dipimpin Haji Sulong ini menjadi gerakan pelopor yang

dikemudian hari memunculkan berbagai gerakan lainnya. Perjuangan Haji Sulong

tidak berlangsung lama atas tuntutannya meminta hak otonom bagi daerah

Thailand Selatan serta aktivitas dalam menanamkan semangat perjuangan kepada

masyarakat Thailand Selatan, menyebabkan pihak pemerintah melalui militer

menangkap Haji Sulong dengan tuduhan menghasut dan usaha makar pada

Januari 1948.23

Pasca terjadinya penangkapan Haji Sulong disertai oleh tindakan negatif

dari Pemerintah Thailand yang meingindahkan permintaan dan aspirasi

masyarakat Thailand Selatan membuat suasana konflik semakin meruncing dan

meluas. Akibat dari rasa kekecewaan atas respon pemerintah, mengakibatkan

munculnya berbagai gerakan protes, perlawanan sampai gerakan separatisme dan

aksi-aksi teror yang ekstrem dengan tujuan memisahkan diri dari Thailand.

Setalah wafatnya Haji Sulong pada tahun 1959 muncul gerakan

selanjutnya yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil yang mendirikan front

perlawanan bawah tanah yaitu Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP).

Tujuan dari gerakan ini menuntut hak otonomi dan peningkatan masalah ekonomi

karena mereka tidak terima atas eksploitasi sumber daya alam yang dilancarkan

oleh pemerintah Thailand tanpa memberikan kontribusi yang adil untuk wilayah

dan penduduk Thailand Selatan.

Selain gerakan BNPP, kalangan generasi muda Thailand Selatan yang

terdidik mengambil inisiatif untuk membuat gerakan perlawanan dengan

23

Tuan Guru Haji Sulong Kilauan Permata Pattani diaskes dari

http://www.islamaktual.net/2016/02/tuan-guru-haji-sulong-kilauan-permata_7.html

(04/12/2018.00.10 WIB)

44

membentuk Barisan Revolusi Nasional (BRN) pada Maret 1963. Generasi muda

ini adalah sekelompok mantan guru pondok dan madrasah yang dipimpin oleh

Ustadz Karim Haji Hassan. Orientasi dari gerakan BRN yaitu mendirikan republik

Islam dan mencetuskan suatu revolusi sosial sebagai bagian dari perjuangan untuk

memperjuangkan pembebasan dan kemerdekaan Thailand Selatan dari negara

Thailand. BRN melakukan serangkaian tindakan kekerasan, terlibat dalam

pembunuhan, penculikan, sabotase, dan serangan bom untuk memberikan teror

kepada warga beretnis Thai-Buddha agar Pemerintah Thailand terbebani oleh

aksi-aksi mereka. Kelompok separatis yang muncul selanjutnya adalah Pattani

United Liberation Organization (PULO) yang dibentuk pada tahun 1968

dipelopori oleh Kabir Abdul Rahman. PULO memiliki ideologi “agama, ras,

tanah air, dan kemanusiaan.” Kelompok ini menjadi kelompok separatis paling

aktif sepanjang tahun 1970-an.24

Para pimpinan PULO terdiri dari para cendekiawan muda lulusan

perguruan tinggi di Timur Tengah dan Asia Selatan. Di samping melakukan

latihan perang dan aksi-aksi teror, PULO juga memprioritaskan kampanye dan

provokasi politik untuk mempertajam perpecahan antara mayoritas Melayu Islam

dan Minoritas Thai-Budhis di wilayah perbatasan Thailand Selatan. Keberhasilan

PULO ini terjadi pada akhir 1975 hingga awal 1976, pada saat itu PULO

melakukan demonstrasi politik terbesar dalam sejarah Thailand. Mereka mampu

memobilisasi lebih dari 70.000 orang Muslim Thailand Selatan untuk turun ke

jalan memprotes tindakan yang dilakukan oleh marinir Thailand di Distrik Bacho

24

Surin Pitsuwan, 1989, Islam di Muangthai: Nasionalisme Melayu Masyarakat Pattani, Jakarta:

LP3ES, Hal. 180

45

atas pembunuhan lima orang penduduk Melayu. Dalam aksi demonstrasi ini

masyarakat menuntut pemerintahan yang otonom di wilayah selatan. Aksi-aksi

yang dilakukan PULO ini mampu menarik perhatian pers dunia, sehingga

dukungan dan kecaman internasional semakin besar terhadap konflik di Thailand

Selatan, sejak saat itu PULO menjadi organisasi gerakan Melayu-Muslim yang

paling besar dan berpengaruh.25

2.3. Upaya Penyelesaian Pemerintah terhadap Konflik di Thailand Selatan

2.3.1. Upaya Pemerintah Thailand dalam Menyelesaikan Konflik

Thailand Selatan sebelum Keterlibatan Muhammadiyah

Pemerintah Thailand berupaya untuk mencari strategi dan solusi untuk

meredam gejolak dari aksi protes dan gerakan separatisme yang semakin

berkembang, Jenderal Prem Tinsulanod yang pada saat itu menjabat sebagai

Perdana Menteri mengeluarkan strategi baru pada tahun 1981 dengan

mengedepankan partisipasi publik, pembangunan ekonomi yang merata, dan

amnesty secara luas bagi anggota yang tergabung dalam kelompok separatis.

Beberapa kebijakan yang PM Tinsulanod terapkan adalah dengan membentuk

Civil Police Military (CPM 43) yang bertugas untuk menjaga keamanan dan

memastikan tidak adanya penghilangan dan pembunuhan diluar hukum, kemudian

mendirikan SBPAC (Southern Border Province Administration Center) untuk

menangani dan menjaga stabilitas politik. SBPAC adalah badan khusus yang

dibentuk untuk menangani masalah di Thailand Selatan, badan ini berfungsi

sebagai penjembatan antara pemerintah dan penduduk Thailand Selatan serta

25

Ibid hal.182-183

46

sebagai penampung keluhan dan wadah aspirasi masyarakat Thailand Selatan

terkait dengan kondisi dan situasi politik. Pada awal berdiri SBPAC dibawah

komando militer tingkatan ke-empat kemudian seiiring berjalannya lembaga ini

berubah dibawah Kementerian Dalam Negeri dan para anggota dewannya

mencakup mayoritas penduduk dari Thailand Selatan.26

Melalui kebijakan yang lebih demokratis dengan melakukan pendekatan

inklusif dan meninggalkan pendekatan ekslusif terhadap Muslim Thailand Selatan

dapat menghasilkan sebuah perubahan ke arah yang positif. Salah satu bentuk

perubahan itu adalah pada ruang-ruang politik banyak tokoh dari Melayu yang

mendapat akses ke pemerintahan pusat dan peran Muslim dalam parlemen juga

meningkat, serta pemerintah juga membuat kebijakan yang mendukung kegiatan

dan program muslim Thailand Selatan seperti mengizinkan perayaan ritual

keagamaan, memberikan libur pada hari raya, memfasilitasi ibadah haji dan

memberdayakan Komite Islam Pusat dan Majelis Islam Provinsi. Kebijakan yang

diterapkan Pemerintah Thailand cukup berhasil untuk meredakan gejolak dengan

ditandai suasana konflik berangsur-angsur mereda pada rentang waktu 1980-an

sampai menjelang tahun 2000.27

Memasuki tahun 2000 kondisi di Thailand Selatan berubah seiring dengan

perubahan tampuk kepemimpinan politik nasional, ketika itu Thaksin Shinawatra

berhasil menduduki jabatan Perdana Menteri Thailand pada tahun 2001. Diawal

26

Agidia Oktavia. 2018. Dampak Kebijakan Pemerintah Pusat di Thailand Selatan (Studi Kasus

Masjid Kru Se dan Tragedi Thak Bai). Skripsi. Jakarta: Jurusan Studi Sejarah dan Peradaban

Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah. Hal. 41-42. 27

Ali Sodiqin, Budaya Muslim Pattani (Integrasi, Konflik dan Dinamikanya), Jurnal Kebudayaan

Islam, Volume. 14 No.1 (Januari-Juni 2016). hal. 47, diakses dari http://digilib.uin-

suka.ac.id/27470/1/Ali%20Sodiqin%20-%20Jurnal%20Ibda%27%20-Islam%20Pattani-

LPM%20IAIN%20Purwokerto.pdf (04/12/2018.20.20 WIB)

47

kepemimpinannya Thaksin melakukan perombakan pemerintahan termasuk di

wilayah Thailand Selatan, kebijakan ini bertolak belakang dengan kebijakan

pemerintah sebelumnya yang mewadahi orang-orang Muslim di tempat-tempat

representatif karena Thaksin lebih memilih menempatkan orang-orang

kepercayaannya yang cenderung tidak begitu memahami mengenai dinamika dan

kondisi di Thailand Selatan. Thaksin mengeluarkan berbagai kebijakan yang

kontroversial, salah satunya adalah pada 1 Mei 2002 Thaksin menghapus

lembaga SBPAC dan CMP 43, padahal dua lembaga ini menjadi elemen penting

untuk meredam gerakan pemberontakan dan konflik karena selama berdiri wadah

kedua lembaga ini mampu mewadahi aspirasi masyarakat Thailand Selatan.28

Efek dari perombakan dan kebijakan yang kontroversial tersebut membuat

situasi semakin rumit dan bergejolak karena metode Thaksin dalam

menanggulangi konflik di wilayah Thailand Selatan mengedepankan jalur

kekerasan yang bertolak belakang dengan himbauan Raja Bhumibol Adulyadej

agar menggunakan pendekatan kesejahteraaan. Berbagai metode yang diterapkan

Thaksin ini memicu meningkatnya pemberontakan dan gejolak konflik kembali di

Thailand Selatan. Aksi pemberontakan itu dilakukan dengan aksi pengeboman,

penculikan dan penembakan yang berakibat insiden dan peristiwa kekerasan

meningkat secara signifikan. Melihat atas situasi semakin tidak terkendali dan

memanas, Thaksin memberlakukan status darurat militer di wilayah Thailand

Selatan sejak 5 Januari 2004.29

28

Oktavia, Op. Cit., hal. 81-82. 29

Jalan Panjang Demokrasi Thailand diakses dari

http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/politik-internasional/361-jalan-panjang-

demokrasi-thailand- (05/12/2018.23.45 WIB)

48

Tragedi kekerasan semakin memuncak pada april 2004, diawali dengan

gerakan yang dilakukan oleh kelompok pemberontak yang menyerang markas

militer Thailand di distrik Arion Provinsi Narathiwat, serangan yang menyasar

militer ini menewaskan empat militer Thailand dan hilangnya 400 senjata beserta

amunisnya. Aksi ini dilanjutkan dengan serangan kepada 10-an pos polisi yang

tersebar di Provinsi Yala, Patani, Songkla, Narathiwat. Setelah melakukan

penyerangan, kelompok ini kemudian mengamankan diri ke Masjid Kru Se di

Provinsi Patani untuk berlindung karena masjid ini dianggap masyarakat Thailand

Selatan sebagai masjid yang suci dan memiliki nilai sejarah yang panjang. Atas

insiden ini militer Thailand bertindak dengan menangkap kelompok separatis

yang berkumpul di Masjid Kru Se, pasukan militer diberi kewenangan untuk

melakukan tindakan fisik dan menggunakan senjata. Kewenangan ini diberikan

langsung oleh Wakil Perdana Menteri Thailand Chavalit Yongchaiyudh. Kejadian

penyerangan terhadap rumah ibadah umat Islam ini mendapat kecaman dari

masyarakat muslim yang mengakibatkan semakin naiknya intensitas konflik.30

Rentetan atas kejadian diatas, pada tanggal 25 Oktober 2004, 1.500 orang

melakukan aksi demonstrasi di kantor polisi Tak Bai, Narathiwat. Aksi ini

bertujuan untuk melakukan protes atas kebijakan darurat militer yang diterapkan

pemerintah Thailand di wilayah Thailand Selatan dan menuntut pembebasan

enam orang warga Thailand Selatan yang terlibat dalam pemberontakan Kru-Se.

Setelah beberapa jam melakukan aksi demonstrasi, para demonstran menjadi tidak

30

Cintya Wulandari. Sekuritisasi Isu Separatisme Patani, Thailand Selatan dalam Perspektif

Konstruktivisme. Journal Of International Relations Universitas Diponegoro. Vol.4 Nomor. 1

(2018) hal. 51, diakses dari

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jihi/article/download/19131/18167 (05/12/2018.19.05

WIB)

49

terkendali dan berusaha untuk menembus barikade penjagaan polisi, terjadi aksi

saling dorong, situasi semakin kacau hingga militer Thailand pun memberikan

tembakan peringatan ke udara sampai pada penembakan secara langsung kepada

para demonstran dengan menggunakan peluru tajam yang menewaskan tujuh

korban. Sedangkan 1300 demonstran yang lain ditangkap dan diangkut paksa

secara bertumpukan menggunakan truk kepolisian menuju Inkayut Army Camp,

tragedi pengangkutan paksa ini memakan 84 korban karena sesak napas dan

cidera serius.31

Dua peristiwa kekerasan yang terjadi pada tahun 2004 ini membuat dunia

Internasional menyorot dan mengecam atas tindakan yang dilakukan oleh

Pemerintah Thailand. Salah satu yang turut serta mengecam tindakan kekerasan

dan pelanggaran hak asasi manusia itu adalah Persyarikatan Muhammadiyah.

Muhammadiyah mengutuk keras atas tindakan dehumanisasi aparat Thailand

terhadap demonstran muslim di Thailand Selatan, Muhammadiyah mendesak

pemerintah Thailand agar menindak secara keras dan tegas terhadap aparat yang

telah melakukan aksi pembantain itu, kemudian Muhammadiyah mendesak

kepada pemerintah Thailand agar bertindak arif bijaksana dan menjunjung nilai

kemanusiaan dalam menanggulangi persoalan konflik di Thailand Selatan.32

Insiden atas dua kekerasan tersebut juga menarik respon dari berbagai

negara dan organisasi Internasional untuk turut membantu dalam menyelesaikan

masalah konflik di negeri Thailand, salah satunya dari Organisasi Kerjasama

31

Ibid 32

Syafi’i Desak Menlu Bereaksi soal Tewasnya 84 Muslim Thailand diakses dari

https://news.detik.com/berita/231415/syafii-desak-menlu-bereaksi-soal-tewasnya-84-muslim-

thailand (06/12/2018.00.37 WIB)

50

Islam (OKI) yang berfokus pada penegakan hak asasi manusia bagi kelompok

minoritas terkhusus Islam. Pada tahun 2005 OKI menerjunkan tim investigasi ke

wilayah Thailand bagian selatan untuk mengetahui secara langsung permasalahan

yang terjadi disana. Sesuai dengan kerangka kerja OKI dalam melakukan resolusi

konflik, tim delegasi OKI mulai mengumpulkan fakta-fakta terjadinya konflik,

dari data yang mereka dapatkan menyimpulkan bahwa penyebab konflik bukan

berakar karena adanya diskriminasi agama, akan tetapi lebih pada praktik dan

kebijakan pengabaian budaya dan ketimpangan ekonomi di wilayah Thailand

Selatan, faktor pengabaian budaya dan ekonomi ini yang menjadikan konflik

disana menjadi berkepanjangan.33

2.4. Landasan Muhammadiyah dalam Melakukan Internasionalisasi

Gerakan dan Dakwah di Dunia Internasional

Muhammadiyah telah mencanangkan agenda besar untuk melakukan

internasionalisasi gerakan dan dakwah sebagai salah satu road map persyarikatan

kedepan, internasionalisasi merupakan proyeksi jangka panjang Muhammadiyah

untuk memperkenalkan, menempatkan, dan menjadikan Muhammadiyah sebagai

bagian dari umat Islam di level Internasional. Agenda internasionalisasi ini

berdimensi luas yang dipetakan dalam empat dimensi yaitu, pemikiran

keagamaan, kuantitas dan kualitas kader, jaringan dan jangkauan geografis-

spasial, dan struktur organisasi atau amal usaha. Upaya atas proyek

internasionalisasi ini merupakan agenda jangka panjang yang dilakukan secara

bertahap sehingga dibutuhkan konsistensi, komitmen dan kerja kolektif para

33

Wulandari, Op.Cit., hal.51

51

pimpinan dan kader muhammadiyah, baik yang berada di dalam dan luar negeri

agar internasionalisasi gerakan dan dakwah Muhammadiyah berjalan efektif

karena kiprah di dunia internasional bukan hanya sekedar ekspansi organisasi ke

luar negeri seperti mendirikan cabang, tetapi lebih luas sebagai ekspansi

pemikiran, jaringan dan pemahaman keagamaan ke masyarakat yang lebih luas

agar Muhammadiyah bisa menjadi bagian dari gerakan Islam internasional.

Kemudian upaya internasionalisasi juga bukan hanya sekedar urusan yang

sifatnya ke dan di luar negeri, sebab internasionalisasi memerlukan keterlibatan

kader dan organisasi di dalam negeri, karena aktivitas persyarikatan di ranah

internasional berkaitan erat dengan cara, kompetensi dan kualitas para pengurus

dan kader Muhammadiyah memandang dunia dan masyarakat global.34

Latar belakang serta motivasi Muhammadiyah dalam menjalankan upaya

internasionalisasi gerakan dan dakwah di dunia internasional berdasarkan atas

kesadaran untuk menjalankan ajaran agama Islam yang tertulis dalam Al-Qur’an,

didorong oleh nilai-nilai ideologi persyarikatan dan tanggung jawab kebangssan

sesuai dengan amanah konstitusi bangsa Indonesia UUD 1945 serta melihat

situasi dan kondisi di dunia Internasional yang mulai kehilangan nilai-nilai

kemanusiaan universal.

2.4.1. Berdasarkan Teologis Al-Qur’an

Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh

KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 atau 8

Dzulhijjah 1330 H. Muhammadiyah berlandasakan pada Al-Qur’an dan Al-Hadist

34

Ahmad Rizki Mardhatillah Umar, Strategi Internasionalisasi Muhammadiyah, Suara

Muhammadiyah, PP Muhammadiyah, Edisi. 16. 16-31 Agustus 2017. Hal. 17

52

dan berkeyakinan bahwa kewajiban menjalankan ajaran agama harus

bersandarkan pada kedua sumber pokok tersebut karena Al-Qur’an dan Al-Hadist

merupakan sumber yang lengkap dan ajarannya bersifat sempurna dan

menyeluruh sehingga akan selalu mampu menjawab seluruh dinamika dan

tantangan zaman. Muhammadiyah konsisten bergerak sebagai organisasi Islam

yang berjuang menyebarluaskan dan memajukan ajaran dan nilai-nilai keislaman

seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu,

karakterstik gerakan Muhammadiyah bercirikan dengan gerakan dakwah dan

tajdid (pembaruan) yang bernafaskan pada spirit Islam sebagai Rahmatan Lil

A’lamin (rahmat bagi sekalian alam) sesuai dengan bunyi Firman Allah pada QS:

Al-Anbiya ayat 107;

Artinya: dan Tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk

(menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Semangat dan dorongan KH. Ahmad Dahlan sehingga menimbulkan cita-

cita untuk mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah selain untuk mengikuti jejak

dari perjuangan Nabi Muhammad SAW yang mampu membumikan ajaran Islam

rahmatan lil alamin untuk membawa peradaban arab yang semula berada pada

fase kegelapan (jahiliah) menjadi tercerahkan dengan nilai-nilai keislaman

sehingga membawa kemaslahatan bagi ummat pada waktu itu. Selain karena

termotivasi oleh perjuangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, faktor pendirian

Muhammadiyah juga berangkat dari kesadaran dan pemahaman Kiai Haji Ahmad

53

Dahlan atas seruan dari Firman Allah yang telah ditelaah secara benar-benar dan

mendalam, yaitu kandungan surat Ali-Imran 104 sebagai berikut:35

Artinya : “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang

munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Kandungan dari ayat diatas adalah seruan untuk berkumpul, berserikat dan

membuat sebuah perkumpulan sebagai segolongan umat yaitu organisasi secara

koletif dalam membangun sebuah kekuatan dan kerjasama untuk mengemban

dakwah Islam yang bertujuan untuk menyebarluaskan nilai-nilai kebajikan,

mengarahkan pada kebaikan dan mencegah segala sesuatu dari hal yang

mendatangkan kemunkaran atau kejahatan.

Berlandaskan ayat-ayat tersebut diataslah Muhammadiyah bergerak dan

berjuang atas seruan dari Allah SWT dan Sunnah Nabi Muhammad Saw sehingga

menjadi kesadaran ideologis bagi para pengurus Muhammadiyah untuk

melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar untuk membumikan Islam

Rahmatan Lil Alamin. Muhammadiyah ingin menekankan kepada para pengurus

dan anggotanya agar selalu berada digaris terdepan dalam melakukan kebaikan

dan peduli kepada orang lain yang membutuhkan bantuan serta untuk mencari

35

Sutrisno Kutoyo, 1998, Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah. Jakarta:

Balai Pustaka, hal.71

54

terobosan-terobosan yang mengangkat harkat dan martabat umat Islam, bangsa

Indonesia dan berkontribusi pada dunia Internasional.

2.4.2 Berdasarkan Nilai Ideologis Muhammadiyah

Sebagai organisasi yang berdiri sebelum proklamasi kemerdekaan

Indonesia, Muhammadiyah menggunakan strategi pengembangan organisasi

dengan pola pembaruan atau modern yang dilakukan melalui penataan organisasi

yang rapi, tertib dan terencana, pokok-pokok hasil buah pemikiran ideologis

Muhammadiyah diaplikasikan dalam kehidupan sosial yang nyata dan konkrit,

konsistensi ini yang membuat Muhammadiyah tetap eksis dan terus berkembang.

Dari data Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada tahun 2015, struktur

organisasi Muhammadiyah dibawah Pimpinan Pusat yaitu Pimpinan Wilayah

Muhammadiyah (PWM) sudah tersebar dan berdiri di 34 provinsi, Pimpinan

Daerah Muhammadiyah (PDM) sebanyak 448 di tingkat kota/kabupaten dan

Pimpinan Cabang sebanyak 3566 serta Pimpinan Ranting sebanyak 13.570 yang

tersebar diseluruh Indonesia.36

Sebagai sebuah organisasi, persyarikatan Muhammadiyah memegang

teguh lima doktrin yaitu tauhid, pencerahan umat, menggembirakan amal saleh,

kerja sama untuk kebajikan dan tidak berpolitik praktis. Sebagai bagian dari

perjuangan melaksanakan atas doktrin organisasi tersebut, Muhammadiyah

memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan organisasi Islam yang lain

dalam pengembangan model dan pelaksanaan gerakaannya yakni Muhammadiyah

sebagai organisasi Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar berfokus pada

36

Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015, Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah

2010-2015. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. hal.22-23

55

berbagai bidang garapan yaitu keagamaan untuk memandu praktik keagaamaan

umat, pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kemasyarakatan untuk

membantu dan melaksanakan pemberdayaan serta pengembangan ekonomi,

kesejahteraan sosial dan kesehatan kepada masyarakat.37

Bidang keagamaan berarti penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar

yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang karena waktu, lingkungan,

situasi dan kondisi menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup

oleh kebiasaan dan pemikiran lain. Dalam masalah aqidah, Muhammadiyah

bergerak untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bebas dari gejala-gejala

kemusyrikan, bid’ah dan khurafat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi

menurut ajaran Islam.38

Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah merupakan organisasi Islam

terdepan dan terbesar dalam membangun dan mengembangkan amal usaha di

bidang pendidikan dibandingkan dengan organisasi Islam yang lain, pencapaian

ini ditandai dengan semakin tersebar dan banyaknya amal usaha Muhammadiyah

dibidang pendidikan yang terdiri dari TK ABA-PAUD sebanyak 14346 unit,

Sekolah SD/MI 2604 unit, sekolah menengah SMP/MTs sebanyak 1772 unit,

Sekolah Atas SMA/SMK/MA sebanyak 1143 unit, sekolah luar biasa (SLB)

sebanyak 71 unit, pondok pesantren sebanyak 102 unit, perguruan tinggi sebanyak

176 unit. Bagi Muhammadiyah pendidikan adalah pilar penting sebagai center of

excellence (pusat keunggulan) dan driving force (kekuatan penggerak) bagi

kemajuan persyarikatan dan bangsa dalam rangka memahamkan serta

37

M. Yunan Yusuf, Yusron Razak, Sudarnoto Abdul Hakim (Ed.), 2005, Ensiklopedi

Muhammadiyah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 252. 38

Ibid, hal. 253

56

menyebarluaskan tentang ajaran Islam berkemajuan dan meningkatkan ilmu

pengetahuan agar dapat diwariskan dan ditransformasikan dari generasi ke

generasi berikutnya.39

Sedangkan dalam bidang kemasyarakatan sebagai wujud kepeduliaan

Muhammadiyah dalam rangka pelayanan sosial, kesehatan, pengembangan

ekonomi dan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai amal usaha sebagai

bagian integral dakwah dan usaha Muhammadiyah. Berbagai amal usaha itu

terdiri dari bidang kesehatan dan pelayanan sosial terdapat 457 rumah sakit dan

rumah bersalin, 421 panti asuhan, 82 panti berkebutuhan khusus, 78, 54 Panti

Jompo. Dalam bidang amal usaha pengembangan ekonomi terdapat 437 BMT

(Baitul Mal wa Tanwil), 762 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sedangkan

dalam pemberdayaan masyrakat adalah kelompok-kelompok komunitas binaan

program pemberdayaan masyarakat serta berbagai amal usaha lainnya sebagai

bentuk dari kiprah nyata Muhammadiyah untuk umat dan bangsa.40

Untuk menjaga konsistensi perjuangan organisasi, maka Muhammadiyah

memiliki doktrin dan ideologi organisasi sebagai jalan penuntun dalam

mewujudkan tujuan organisasi dan pedoman bagi para pengurus dan kader

persyarikatan dalam ber-Muhammadiyah. Salah satu ideologi dari

Muhammadiyah tertuang dan dirumuskan dalam Kepribadian Muhammadiyah41

yaitu; (1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan. (2) Lapang

dada, luas pandangan dan memegang teguh ajaran Islam. (3) Memperbanyak

39

Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015, Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah

2010-2015. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. hal.23 40

Ibid 41

Hasil rumusan Kepribadian Muhammadiyah ini disahkan dalam Muktamar ke-35 tahun 1962 di

Jakarta. Muktamar ini adalah Muktamar setangah abad Muhammadiyah.

57

kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah. (4) Bersifat keagamaan dan

kemasyarakatan. (5) Mengindahkan segala hukum dan undang-undang, peraturan

serta dasar dan falsafah negara yang sah. (6) Amar maruf dan nahi munkar dalam

segala lapangan serta menjadi contoh tauladan yang baik (7) Aktif dalam

perkembangan masyarakat dan pembangunan dan sesuai dengan ajaran Islam. (8)

Kerja sama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan

mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya (9) Membantu

pemerintah serta bekerja sama dengan golongan lain dalam memelihara dan

membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur (10)

Bersifat adil serta koreksi ke dalam dan keluar dengan bijaksana. Kandungan nilai

dari Kepribadian Muhammadiyah ini menjadi salah satu doktrin ideologis bagi

Persyarikatan Muhammadiyah yang dijadikan pegangan dan penegasan identitas

dalam menghadapi segala situasi dan kondisi zaman yang selalu berubah secara

dinamis agar marwah organisasi terjaga dan cita-cita Muhammadiyah dapat

terwujud.42

Etos Fastabiqul Khairat juga menjadi ideologisasi dan motivasi bagi para

pengurus dan kader Muhammadiyah dalam merawat komitmen, konsistensi dan

militansi dari generasi ke generasi untuk menjalankan misi dakwah Islam dan

mengembangkan serta membesarkan amal usaha Muhamadiyah serta terus

menebar kebaikan dan kemanfaatan bagi terciptanya transformasi sosial, hal ini

didasari atas petunjuk Allah SWT dalam QS: Al-Baqarah ayat 148:

42

M. Yunan Yusuf, Yusron Razak, Sudarnoto Abdul Hakim (Ed.), 2005, Ensiklopedi

Muhammadiyah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 193

58

Artinya: “dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap

kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja

kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Berlandaskan atas doktrin organisasi dan ideologi yang tertuang dalam

Kepribadian Muhammadiyah didorong oleh spirit fastabiqul khairat,

Muhammadiyah terus meneguhkan diri dalam melaksanakan dakwah Islam dan

mengembangkan eksistensi amal usaha sebagai bentuk aktualisasi dan

institusionalisasi amal shaleh untuk membantu, melayani, dan memberdayakan

masyarakat menghadapi dan menyelesaikan problematika kehidupan yang

kompleks agar terwujudnya kesejahteraan, kebaikan, keadilan, perdamaian, dan

kerukuan secara luas dan merata. Bentuk nyata usaha untuk mewujudkan tatanan

masyarakat yang demikian, maka Muhammadiyah terus mencari terobosan-

terobosan baru dalam berjuang, bergerak, dan berdakwah untuk menyebarluaskan

nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yaitu

dengan melakukan internasionalisasi gerakan dan dakwah di ranah global sebagai

wujud kontribusi bagi peradaban dunia dan upaya menciptakan perdamaian,

kerukunan serta nilai nilai universal dan kemanusiaan di dunia Internasional.

59

2.4.3. Berdasarkan Amanah Konstitusi Bangsa Indonesia

Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil yang berjuang untuk

melaksanakan dakwah penyadaran dan pemberdayaan bagi masyarakat yang

dijalankan atas dasar kesukarelaan dan swadaya para anggota dengan ditopang

dan ditunjang oleh kemandirian dan keswasembadaan organisasi dengan

banyaknya amal usaha Muhammadiyah (AUM). Dengan modal dasar tersebut

didorong kesadaran akan tanggung jawab dan kontribusi kebangsaan,

Muhammadiyah terus bergerak menjadi wadah bagi masyarakat sipil dalam

mengontrol peran negara dan menjadi mitra kritis dan solutif bagi pemerintah

serta memiliki kepeduliaan terhadap keberlangsungan lingkungan hidup, hak asasi

manusia, tegaknya keadilan dan terciptanya kehidupan yang damai di Indonesia

dan dunia.

Menghadapi perkembangan globalisasi yang melahirkan relasi umat

manusia yang semakin mendunia, Muhammadiyah sebagai bagian integral dari

bangsa Indonesia dan warga dunia berkomitmen untuk menyebarluaskan

pandangan Islam yang berkemajuan dengan menyemaikan benih-benih kebenaran,

kebaikan, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara

dinamis bagi seluruh umat manusia bagi terbentuknya wawasan kemanusian

universal yang menjunjung tinggi perdamaian, toleransi, kemajemukan,

kebajikan, keadaban dan nilai-nilai yang utama. Bersamaan dengan itu

Muhammadiyah memandang bahwa peradaban global dituntut untuk terus

berdialog, melakukan kerjasama, aliansi dan penguatan relasi antar peradaban

untuk saling mengenal, mengetahui dan menyamakan persepsi tanpa tersekat oleh

60

perbedaan suku, bangsa dan negara agar dapat menuntun, mengarahkan dan

memimpin dunia menuju peradaban yang lebih tercerahkan43

sebagaimana yang

sudah diingatkan oleh Allah SWT dalam QS: Al-Hujurat ayat 13;

Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-

laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang

paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara

kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Berdasarkan kodrat keberagaman antar umat manusia disertai dengan

puspa ragam suku, ras, serta agama yang tinggal di Indonesia, Muhammadiyah

menyadari bahwa perjuangan dakwah yang selama ini Muhammadiyah lakukan

dalam merawat kebhinekaan, saling menghargai dan mengedepankan nilai

toleransi dan demokrasi seluruh masyarakat Indonesia harus terus dilakukan dan

dijaga untuk merajut kerekatan berbangsa dan bernegara dalam menjaga

kerukunan dan perdamain antar warga negara.. Muhammadiiyah sebagai bagian

tak terpisahkan dari bangsa Indonesia turut menyebarluaskan dan

mengkampanyekan semangat perdamaian ke dunia Internasional berdasarkan dari

43

Alpha Amirrachman, Andar Nubowo, Azaki Khoirudin (Ed). 2015. Islam Berkemajuan untuk

Peradaban Dunia. Refleksi dan Agenda Muhammadiyah ke Depan. Bandung: Mizan Pustaka.

hal.15

61

amanah yang tertulis dalam Pembukaan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945

yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial.

Dalam catatan sejarah, gerakan go internasional Muhammadiyah

sebetulnya sudah dilakukan sejak dari KH. Ahmad Dahlan, namun saat itu hanya

sebatas relasi antara Islam di Indonesia dan Islam di Timur Tengah. Geliat

Muhammadiyah dalam berinteraksi dan menyoroti dunia Internasional berawal

dari Keputusan Muktamar tahun 1953, perihal langkah Muhammadiyah kedepan

khususnya bagian ke luar negeri disebutkan; 1) Dengan aktif memperhatikan

masalah-masalah agama Islam di luar negeri. 2) Mempererat hubungan dengan

badan-badan dan organisasi-organisasi Islam di luar negeri. Kemudian pada

Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya pada tahun 1978 ditetapkan

susunan Pengurus Pusat Muhammadiyah bidang Hubungan Luar Negeri sebagai

langkah awal secara struktural agar dakwah Muhammadiyah di ranah

Internasional lebih terarah dan terencana.44

Secara masif pada awal tahun 2000-an, langkah untuk melakukan

internasionalisasi itu dilanjutkan secara bertahap agar Muhammadiyah tidak

hanya bergerak dalam ranah domestik namun juga dalam ranah global yang lebih

luas. Intensitas kerjasama Muhammadiyah dengan pihak luar negeri terus

ditingkatkan, baik kerjasama dengan pemerintah negara lain maupun dengan

lembaga non pemerintahan (NGO) dari negara lain, salah satu bidang kerjasama

44

Mukhaer Pakkana & Nur Achmad (Ed), 2005, Muhammadiyah Menjemput Perubahan: Tafsir

Baru Gerakan Sosial Ekonomi Dan Politik. Jakarta: Kompas, hal. 77

62

yang dilakukan adalah kerjasama melalui amal usaha di bidang perguruan

tinggi.45

Menurut laporan dari pimpinan pusat Muhammadiyah era kepemimpinan

Prof. Din Syamsuddin periode 2005-2010, dinamika Muhammadiyah di tingkat

nasional maupun global cukup positif, hal ini ditandai oleh sejumlah prakarsa dan

kegiatan kerjasama dan peran-peran aktual lainnya yang memberikan peluang

bagi Muhammadiyah untuk berkiprah lebih signifikan dalam kehidupan nasional

dan global. Kepercayaan dari luar terhadap Muhammadiyah juga semakin baik,

serta menjadi tantangan untuk memanfaatkan peluang tersebut guna memainkan

peranan yang lebih proaktif dan signifikan bagi Muhammadiyah di kancah

nasional dan internasional kedepan.46

Berdasarkan atas kesadaran secara teologis melalui perintah dari ajaran

agama Islam, nilai-nilai ideologis organisasi serta amanah pembukaan UUD 1945

untuk menjaga perdamaian dunia disertai dengan berbagai situasi dan kondisi

tentang perisitiwa diskriminasi terhadap minoritas terjadi di berbagai belahan

dunia. Kelompok minoritas etnis, agama, ras dan budaya seringkali menerima

tindakan intimidasi, perlakuan diskriminasi dan aksi kekerasan oleh kelompok

mayoritas, tindakan-tindakan negatif itu terlihat dengan sikap rasisme,

pembersihan etnis di berbagai negara. Untuk itu, maka Muhammadiyah

terpanggil berupaya menghentikan peristiwa kekerasan dan diskriminasi yang

menimpa kelompok-kelompok minoritas karena Muhammadiyah memandang

bahwa ukhuwah insaniyah sebagaimana terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat

45

Muhammadiyah Merambah Kancah Global, Republika, 26 April 2018, hal. 4 46

PP Muhammadiyah, 2010, Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Disampaikan pada

Muktamar Muhammadiyah ke-46, Yogyakarta: PP Muhammadiyah, hal. 82.

63

13 untuk menjunjung tinggi kemanusiaan universal tanpa memandang etnis, ras,

agama dan unsur primordial yang lain. Berlandaskan atas nilai-nilai demikianlah

yang menjadi dasar pendorong Muhammadiyah terus berupaya untuk melakukan

internasionalisasi gerakan dan dakwahnya dalam bentuk kontribusi pada

peradaban dunia yaitu dengan cara memperluas cakupan dakwah dengan tidak

hanya berfokus pada ranah nasional, tetapi Muhammadiyah berusaha memperluas

dakwah ke wilayah Asia Tenggara dan dunia internasional.47

Perjuangan untuk melakukan gerakan internasionalisasi adalah sebuah

keniscayaan sejarah dan tuntutan zaman bagi Muhammadiyah, karena

Muhammadiyah telah melalui berbagai dinamika sepanjang perjalanan roda

organisasi dan berhasil mempraktikan terkait tata kelola organisasi yang baik

disertai dengan keberhasilan mempraktikan model demokrasi yang bermartabat,

sehingga orientasi Muhammadiyah yang telah memasuki usia abad kedua selain

menyebarluaskan terkait Islam moderat yang berkemajuan juga harus mampu

memberikan kontribusi riil bagi pentingnya kesadaran global untuk menjaga alam

semesta dan perdamaian dunia

2.5 Kiprah Muhammadiyah dalam Menangani Permasalahan Konflik di

Dunia Internasional

Memasuki usia yang sudah satu abad, Muhammadiyah telah berkiprah

melewati berbagai fase zaman yang penuh tantangan dan sarat dinamika dengan

penuh keikhlasan dan perjuangan tanpa kenal lelah dalam menghadapinya. Potret

perjuangan ini tergambar pada masa reformasi dimana Muhammadiyah menjadi

47

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015, Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keummatan,

Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. hal. 15

64

pilar penting masyarakat sipil (civil society) dalam mempelopori era baru

Indonesia yang demokratis, menghargai hak asasi manusia, berwawasan

kemajemukan serta bersikap responsif dan kritis kepada pemerintah sesuai dengan

Kepribadian Muhammadiyah. Muhammadiyah berkomitmen untuk terus

mengembangkan pandangan dan misi Islam yang berkemajuan sebagaimana spirit

awal kelahirannya, wujud dari Islam yang berkemajuan adalah jalan Islam yang

membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan dari segala bentuk

keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan dan ketidakadilan hidup umat

manusia.48

Berkaitan tentang latar belakang dan kiprah Muhammadiyah dalam

menangani permasalahan konflik yang terjadi di dunia Internasional, penulis

melakukan wawancara via e-mail dengan bapak dr. Sudibyo Markus selaku Wakil

Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP

Muhammadiyah periode 2010-2015 dan 2015-2020. Adapun hasil wawancara

penulis dengan dr. Sudibyo Markus akan dijabarkan melalui penjelasan dibawah

ini.49

Berdasarkan penjelasan dari dr. Sudibyo Markus, Salah satu hal yang

melatarbelakangi Muhammadiyah melakukan internasionalisasi dakwah adalah

sesuai dengan ciri dari agama Islam sebagai rahmatan lil alamin, agar bisa

membawa sebuah rahmat dan kemanfaatan bagi sekalian alam maka

Muhammadiyah perlu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan tantangan

48

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2010, Tanfidz Keputusan Satu Abad Muhammadiyah

(Mukatamar Muhammadiyah ke-46). Yogyakarta: PP Muhammadiyah, hal. 15 49

Wawancara penulis dengan Wakil Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Iinternasional PP

Muhammadiyah, Sudibyo Markus, 25 Desember 2018.

65

kehidupan di era global, terlebih ketika dunia Islam menjadi terpecah belah akibat

tekanan ideologi dan gerakan non-Islam global, kemudian dengan adanya Visi

Muhammadiyah 2025 yang merupakan program Muhammadiyah jangka panjang

yang disusun sejak Muktamar ke-45 di Malang tahun 2005 sampai tahun 2025.

Visi Muhammadiyah 2025 adalah suatu tahapan pencapaian tujuan persyarikatan

yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud

masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sehingga diharapkan pada 2025

tercipatanya seluruh elemen sistem gerakan Muhammadiyah yang unggul,

terciptanya kondisi dan faktor-faktor pendukung terwujudnya masyarakat Islam

yang sebenar-benarnya serta berkembangnya peran strategis Muhammadiyah

dalam kehidupan umat, bangsa dan dinamika global. Melalui visi inilah yang

menegaskan keterpanggilan Muhammadiyah dalam menyuarakan gerakan

kemanusian universal, ditambah pula dengan keterlibatan Muhammadiyah dalam

berabagai forum keagamaan dan kemanusiaan internasional, memberikan jalan

dan peluang bagi Muhammadiyah dalam memperluas cakupan dakwah sebagai

bagian dari gerakan keagamaan dan gerakan kemanusiaan global.

Dalam melihat fenomena konflik yang terjadi diberbagai belahan dunia,

Muhammadiyah berpandangan bahwa insiden dan peristiwa konflik yang terjadi

itu bertentangan dengan Qs:Al-Hujarat ayat 13 karena sesungguhnya Allah SWT

menciptakan manusia berbeda jenis kelamin berbeda bangsa dan berbeda suku

bukan untuk saling berkonflik akan tetapi untuk saling mengenal dan mengetahui.

Selain tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, muncul agenda setting dari

kekuatan ideologi dan gerakan internasional yang meninginkan konflik, khusunya

66

di kalangan negara Islam atau mayoritas Muslim semakin meluas, hal ini

bertujuan agar mereka dapat terus melanggengkan dominasi mereka yang

berorientasi membangun supremasi politik untuk menguasai sumber daya alam.

Strategi dakwah yang Muhammadiyah terapkan dalam mengatasi

persoalan konflik kemanusiaan di dunia Internasional dengan cara

Muhammadiyah perlu memperkuat bangunan kapasitas internal (capacity

building) di bidang sumber daya insani, dukungan berbagai infrastruktur (amal

usaha Muhammadiyah) dan sumber-sumber finansial yang sifatnya mandiri dan

tidak mengikat. Kemudian membangun jaringan kemanusiaan di tingkat nasional

dan internasional (Global Humanitarian Networks) baik dengan sesama lembaga

Muslim dan non-Muslim salah satunya adalah penandatangan nota kesepahaman

dengan Community of Sant’ Egidio, asosiasi pemeluk Katolik terbesar di dunia

yang berpusat di Roma dan tentunya Muhammadiyah juga perlu memperkuat jati

diri sebagai Islamic civil society movement yang berbasis komunitas agar nantinya

kedepan bisa bersinergi dalam membantu persoalan konflik kemanusiaan di dunia

Internasional.

Ditengah terjadinya peristiwa konflik kekerasan, konsekuensinya adalah

menimbulkan kerugian secara material dan menimbulkan korban konflik sehingga

peran dan bantuan yang selama ini Muhammadiyah berikan kepada para korban

konflik di dunia Internasional adalah dengan melakukan humanitarian assistances

atau bantuan kemanusiaan berupa bantuan materil, logistik dan tenaga medis

kepada mereka yang membutuhkan seperti pada kasus di Gaza, Mindanao,

Bangladesh, Rohingya. Peran selanjutnya yang pernah dilakukan Muhammadiyah

67

adalah melakukan perundingan proses perdamaian di dunia Internasional salah

satunya dengan menjadi anggota International Contact Group (ICG) mewakili

ormas Islam untuk penyelesain konflik di Filipina Selatan. Setelah itu

memberikan beasiswa pendidikan kepada para korban untuk berkuliah di

Perguruan Tinggi Muhammadiyah seperti para pelajar di Thailand Selatan dan

Filipina Selatan, kemudian melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga

perdamaian seperti Mahathir Global Peace School (MGPS) dan Centre for Peace

and Conflict Studies (CPCS) Cambodia. Selain itu, juga dilakukan melalui peran

dan pendirian Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah sebagai embrio

pembangunan sumberdaya dan struktural Muhammadiyah untuk membuka dan

memperluas jalan dan jaringan internasional Muhammadiyah kedepan.

Saat ini sudah puluhan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah

(PCIM)50

yang tersebar diberbagai belahan dunia. PCIM adalah struktur di

lingkungan Muhammadiyah untuk menghimpun warga dan simpatisan

Muhammadiyah yang berada diluar negeri. Selain itu ada juga di beberapa negara

organisasi saudara (Sister Organization)51

yang bernama Muhammadiyah tetapi

tidak mempunyai hubungan secara struktural dengan Muhammadiyah namun

50

Pada tahun 2015, ada 16 PCIM yang sudah ditetapkan oleh PP Muhammadiyah yaitu PCIM

Kairo Mesir, PCIM Iran, PCIM Sudan, PCIM Belanda, PCIM Jerman, PCIM Inggris, PCIM

Libya, PCIM Kuala Lumpur, PCIM Perancis, PCIM Amerika Serikat, PCIM Jepang, PCIM Rusia,

PCIM Australia Barat, PCIM Australia, PCIM Taiwan. PCIM disebut istimewa karena Surat

Keputusan pembentukannya langsung disahkan oleh PP Muhammadiyah, kalau Pimpinan Cabang

dalam negeri Surat Keputusannya disahkan oleh Pimpinan Daerah. 51

“Sister Organization” pada muktamar Muhammadiyah tahun 2015 tersebar di Malaysia,

Singapura, Thailand Selatan, Vietnam, Laos, Kamboja, Korea, Jepang.

68

berafiliasi sehingga mereka mempunya visi, strategi dakwah bahkan logo yang

sama dengan Muhammadiyah.52

Kontribusi yang Muhammadiyah berikan dalam menyebarluaskan

pandangan terkait Islam berkemajuan, cinta damai dan menjunjung tinggi nilai-

nilai kemanusiaan universal di dunia Internasional untuk mengantitesa atas

paham-paham ekstrimisme dan aksi-aksi kekerasan yang melanggar hak asasi

manusia dengan cara menyebarluaskan visi, misi dan identitas gerakan

Muhammadiyah sebagai gerakan kemanusiaan dan perdamaian sebagai wujud

Islam Wasathiyah (moderat) melalui berbagai aksi nyata dan karya-karya tulisan.

Kemudian Muhammadiyah mempelopori berbagai dialog perdamaian, dialog

antar agama dan peradaban seperti salah satu bentuknya adalah Muhammadiyah

dengan didukung CDCC (Centre for Dialogue and Cooperation among

Civillisations) mengambil peran aktif dalam kerjasama internasional antar para

agamawan untuk isu-isu perdamaian dan kesejahteraan. Sejak 2006

Muhammadiyah berperan aktif dalam penyelenggaraan World Peace Forum

pertama di Jakarta pada Agustus 2006. Konferensi tingkat dunia ini

mendiskusikan tema besar yang menjadi tantangan yaitu “One Humanity, One

Destiny dan One Responsibility”. Selain itu juga Muhammadiyah melalui Ketua

Umumnya Din Syamsuddin dipercaya menjadi presiden Asian Conference of

52

Gandeng “Sister Organization” Muhammadiyah Kirim Ulama ke Luar Negeri diakses dari

http://news.detik.com/berita/2984398/gandeng-sister-organization-muhammadiyah-kirim-ulama-

ke-luar-negeri (06/12/2018.09.50 WIB)

69

Religion for Peace (ACRP) yang menghimpun tokoh-tokoh berbagai agama dari

20 negara untuk menjaga kerukunan agama dan perdamaian di Asia.53

Melalui berbagai dialog dan konferensi, Muhammadiyah senantiasa

menyampaikan pandangan dan pikiran untuk mencegah muncul dan terjadinya

konflik. Muhammadiyah sebagai organisasi yang sadar untuk ambil bagian dalam

gerakan perdamaian global berjuang untuk menciptakan perdamaian dan keadilan

pada saat yang bersamaan karena tidak ada perdamaian sejati tanpa ditegakannya

prinsip keadilan karena ajaran Islam menunjukan bahwa sesungguhnya agama itu

mendorong pada kehidupan yang damai, toleran dan mengedepankan dialog

daripada kekerasan. Situasi yang memicu terjadinya tindakan dan aksi kekerasan

harus diantisipasi dan dihilangkan, salah satunya adalah dengan usaha untuk

menegakan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan, karena dengan adanya rasa

keadilan dan kesejahteraan maka konflik dan aksi kekerasan yang dipengaruhi

oleh ajaran dan tindakan ekstrim susah untuk berkembang. Oleh sebab itu gerakan

perdamaian harus dibarengi dengan dorongan terhadap tegaknya keadilan dan

pembangunan kesejahteraan, tentunya gerakan perdamaian juga harus

diejawantahkan dalam praktik nyata untuk melakukan proses penyelesaian konflik

dan pasca konflik.54

Saat ini Muhammadiyah sedang menggagas pendirian program “Ahmad

Dahlan Chair for Indonesia and Islamic Studies”. Pembentukan program ini

bertujuan untuk menyeberluaskan pemikiran-pemikiran ke-Muhammadiyah-an ke

53

Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 2013, 100 Tahun Muhammadiyah

Menyinari Negeri. Yogyakarta: PP Muhammadiyah, hal 90-91 54

Zuly Qodir. Achmad Nurmandi. Nurul Yamin (Ed). 2015. Ijtihad Politik Muhammadiyah:

Politik Sebagai Amal Usaha. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal.105

70

dunia Internasional, target pertama dari pelaksanaan program ini di Victoria

University Australia, operasionalisasi dari program ini adalah Muhammadiyah

mengirimkan profesor-profesor di tempat tersebut untuk mengajar selama satu

atau dua tahun. Kemudian Muhammadiyah juga memberikan beasiswa bagi anak

muda Muhammadiyah untuk berkuliah di negara-negara Eropa dan Timur

Tengah. Berkaitan dengan pembiayaan atas program-program ini menjadi

tanggung jawab dari PP Muhammadiyah dan PTM-PTM.55

Keterlibatan Muhammadiyah dalam dinamika Internasional semakin

diperkokoh melalui keputusan Muktamar Muhammadiyah56

ke-46 di Yogyakarta

tahun 2010. Salah satu keputusan Muktamar 2010 menegaskan bahwa setiap

program kerja Muhammadiyah perlu memperkuat posisi dan peran

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar dalam dinamika

nasional dan global melalui berbagai keterlibatan yang strategis, selektif dan

produktif dengan tetap mengindahkan prinsip kemandirian dan sejalan dengan

khittah serta kepribadian Muhammadiyah Keputusan ini bertujuan untuk

menunjang agar tercapainya tujuan jangka panjang “Visi Muhammadiyah 2025”

sehingga diperlukan usaha secara bertahap untuk mencapainya.57

Seiring dengan kiprah yang Muhammadiyah sudah lakukan di dunia

Internasional, berdasarkan surat resmi dari UN ECOSOC, Muhammadiyah secara

55

Ini beberapa Strategi Internasionalisasi Muhammadiyah diakses dari

http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/11/18/ini-beberapa-strategi-internasionalisasi-

muhammadiyah/ (06/12/2018.13.00 WIB) 56

Muktamar Muhammadiyah diselenggarakan setiap lima tahun sekali, agenda pokok dari

pelaksanaan Muktamar adalah pembahasan mengenai program, visi dan misi Muhammadiyah

kedepan, pemilihan pimpinan di tingkat pusat, serta membahasa isu-isu strategis bangsa Indonesia

dan dunia Internasional. 57

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2010, Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad

Muhammadiyah. Yogyakarta: PP Muhamadiyah, hal.46.

71

resmi sebagai anggota Dewan Sosial Ekonomi PBB tertanggal 1 Agustus 2011.

Muhammadiyah mendapat posisi sebagai organisasi yang berafiliasi dengan

Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi dengan status Special

Consultative.58

Melalui surat resmi dari Direktorat Jenderal Multilateral

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia perihal pemberitahuan Consultative

Status di ECOSOC kepada Muhammadiyah yang menerangkan bahwa pada

tanggal 31 Januari- 9 Februari 2011, Komite Non Govermental Organizations

(NGO-ECOSOC) telah membahas aplikasi berbagai NGO di dunia termasuk

Muhammadiyah, salah satu keputusan dari komite tersebut adalah memberikan

Special Consultative Status ECOSOC kepada persyarikatan Muhammadiyah.59

Salah satu bentuk komitmen dan keseriusan Muhammadiyah dalam

memperluas jangkauan gerakan dan jaringan organisasi di dunia Internasional,

pada tahun 2015 di forum Muktamar Muhammadiyah di Makasar, Puluhan

Cabang Istimewa Muhammadiyah dan “Sister Organization” yang tersebar di

berbagai negara melakukan agenda konsolidasi yaitu Muhammadiyah

International Meeting (MIM). Agenda ini rutin diadakan sejak Muktamar

Muhammadiyah di Malang tahun 2005 dalam rangka mengevaluasi kiprah dan

mematangkan konsep strategi dakwah Muhammadiyah di dunia Internasional.

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi sosial keagamaan terbesar di

Indonesia berkomitmen untuk menunjukan wajah Islam yang toleran dan cinta

58

Ada dua status yang diberikan kepada NGO, yaitu General Consultative dan Special

Consultative kepada NGO yang sudah mendapatkan kedua status tersebut diberikan hak untuk

hadir dalam persidangan ECOSOC dan memberikan pendapat. Berdasarkan dokumen dari

ECOSOC mengenai daftar NGO yang mendapatkan Consultative Status, terdapat 135 NGO

dengan General Consultative Status dan 2.218 NGO dengan Special Consultative Status. 59

Laporan Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah, 2015, Laporan

Lembaga Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010-2015. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. hal.336

72

damai, menanamkan nilai-nilai demokratis dan menjunjung tinggi kemanusiaan

universal kepada peradaban dunia tanpa tersekat oleh suku, agama, bangsa dan

negara sesuai dengan pandangan dan cerminan dari konsep Islam Berkemajuan.60

60Muktamar Muhammadiyah, Matangkan Konsep Go Internasional diakses dari

http://m.tempo.co/read/news/2015/08/02/058688537/muktamar-muhammadiyah-matangkan-

konsep-go-international (06/12/2018.10.45 WIB)