bab ii latar belakang konflik di thailand selatan …eprints.umm.ac.id/44645/3/bab ii.pdfperdagangan...
TRANSCRIPT
29
BAB II
LATAR BELAKANG KONFLIK DI THAILAND SELATAN
2.1. Sejarah Konflik di Thailand Selatan
2.1.1. Sejarah Konflik antara Kerajaan Patani dan Kerajaan Siam
Patani adalah negeri Melayu yang terletak di tanah Genting Kra, Thailand
bagian selatan. Saat ini, daerah yang dulu disebut Patani ini telah terpecah
menjadi empat provinsi yaitu Patani, Yala, Songkhla dan Narathiwat. Pada era
kejayaan Sriwijaya, Patani dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya yang terdapat di
daerah Semenanjung Melayu dan Sumatera berada dalam kekuasaan Sriwijaya.
Dari abad ke-7 M hingga awal abad ke-13 M, Sriwijaya menguasai jalur
perdagangan di Selat Malaka, sebagai jalur strategis untuk perdagangan Sriwijaya
menarik pajak dari para pedagang yang lewat dan berdagang di kawasan ini..1
Pada abad ke-11 M, Islam sudah masuk dan mulai tersebar luas di wilayah
Patani, awal masuknya Islam melalui para pedagang dari Arab, India dan Aceh.
Seiring berkembangnya Islam kemudian Raja Patani Phaya Tu Nakpa masuk
Islam dan berganti nama menjadi Sultan Ismail Syah Zhilfullah fi al-Ardl, melalui
kekuasaan Sultan Ismail Syah inilah awal mula gerakan islamisasi yang masif di
wilayah Patani. Pada abad ke-13 M, Patani ditaklukan oleh kerajaan Ayuthya,2
namun pendudukan Ayuthya atas Patani tidak berlangsung lama. Di abad ke-14
1 Kerajaan Patani diakses dari http://melayuonline.com/ind/history/dig/99/kerajaan-pattani.
(01/12/2018.19.05 WIB) 2 Kerajaan Ayuthaya merupakan kerajaan bangsa Thai (Budha) yang kemudian berubah nama
menjadi Kerajaan Siam.
30
Kerajaan Patani telah merdeka dan berhasil mengembangkan diri menjadi
kerajaan yang besar dan maju, kemajuan ini berlangsung lama sampai pada abad
ke-15 sehingga hampir keseluruhan penduduk Patani memeluk agama Islam.
Dengan tersebar luasnya Islam di Patani, maka kemudian terbentuk dua wilayah
kebudayaan di kawasan tanah Genting Kra yang dibedakan oleh dua agama yaitu
Islam dan Budha.3
Kemajuan Patani sebagai pusat perdagangan4 kemudian menarik para
penjajah dari negari-negari Eropa, yang pada awal abad 15 dan 16 mulai
melakukan ekspansi kolonialisasi ke wilayah Asia Tenggara. Diantaranya adalah
Portugis dan Belanda yang turut meramaikan jalur perdagangan di sekitaran
semenanjung Melayu terutama untuk mendapatkan hasil bumi seperti rempah-
rempah dan emas yang menjadi hasil utama dari Patani. Tercatat Portugis sudah
tiba di Patani tahun 1517 untuk melakukan transaksi perdagangan, kemudian pada
tahun 1602 pihak Belanda juga datang dan melakukan perniagaan bahkan
mendirikan pangkalannya di pelabuhan Patani. Berikutnya kemudian armada
Inggris juga menjalankan kegiatan perdagangan ke wilayah Asia.5
Zaman keemasan ini berlangsung ketika diperintah oleh empat orang Raja
perempuan yaitu Raja Hijau (1584-1616), Raja Biru (1616-1624), Raja Ungu
3 Ibid
4 Patani secara geografis sangat strategis karena berada di pertengahan jalur lalu lintas
perdagangan antara negeri Melayu dan Asia Timur dan diantara perairan Selat Malaka serta Laut
Sulu dengan perairan Laut Cina Selatan. Jalur ini merupakan jalur lewatnya armada perkapalan
antar bangsa yang menghubungkan tanah Arab dan India bahkan dengan benua Cina. 5 P. Rudolf Yuniarto. INTEGRASI MUSLIM PATANI: Reidentitas Sosial atas Dominasi
“Nasional” Thailand. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hal. 4, diakses dari
http://digilib.uin-
suka.ac.id/8439/1/P.%20RUDOLF%20YUNIARTO%20INTEGRASI%20MUSLIM%20
PATANI%20REIDENTITAS%20SOSIAL%20ATAS%20DOMINASI%20%E2%80%9
CNASIONAL%E2%80%9D%20THAILAND.pdf (2/12/2018.19.00 WIB)
31
(1624-1635) dan Raja Kuning (1635-1651).6 Pada zaman ratu-ratu Patani sangat
makmur dan kaya, selain besar dibidang ekonomi Patani juga ditopang oleh
kestabilan politik dalam negeri yang membuat Kerajaan Patani dihormati dan
disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di semenanjung Melayu.7
Seiring perkembangannya, kerajaan Patani mengalami masa dekadensi
secara berangsur-angsur yang disebabkan oleh gejolak politik internal kerajaan
dalam perebutan kekuasaan8 serta adanya gesekan politik dan ekspansi wilayah
oleh kerajaan Siam yang berakibat pada kemunduran kerajaan Patani. Kekalahan
Patani oleh Siam terjadi pada tahun 1786 setelah mendapat serangan Phya Taksin
Raja Thonburi pemimpin kerajaan Ayuthaya. Setelah kejatuhan Patani muncul
gejolak politik dan kekuasaan yang berdampak langsung pada kekacauan dalam
negeri Patani, imbasnya adalah bidang perdagangan mengalami penurunan daya
tarik. Bagi para pedagang dan saudagar yang melihat situasi internal Patani yang
tidak menentu mengakibatkan mereka memindahkan perniagaan ke wilayah baru
yang mulai mengalami kemajuan seperti Johor, Malaka, Aceh, dan Batavia.9
Pada akhirnya wilayah Patani dapat ditaklukan secara penuh dan
menyeluruh oleh kerajaan Siam pada tahun 1808 setelah Raja Patani Datuk
Pengkalan gagal dalam pemberontakan terhadap pihak Siam. Kekalahan ini
6 Mereka adalah anak keturunan dari Raja Patani Sultan Mansyur Syah. Anak-anak perempuan
dinamai dengan nama-nama warna mengambil dari filosofi pelangi yang indah. 7 The Green Queen of Pattani, Memimpin dengan Kemakmuran diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/14/08/29/nb1xwa4-the-green-queen-of-
pattani-memimpin-dengan-kemakmuran (03/12/2018.20.30 WIB) 8 Hal ini dipicu karena tidak adanya pengganti raja setelah Ratu Kuning wafat yang berakibat
terjadinya konflik internal di kalangan para elite atau datuk yang saling berebut menduduki jabatan
Perdana Menteri. 9 Paulus Rudolf Yuniarto, 2005, MINORITAS MUSLIM THAILAND Asimilasi, Perlawanan
Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 7 No. 1, hal 96-
97 diakses dari http://jmb.lipi.go.id/index.php/jmb/article/view/213/193 (03/12/2018.22.10 WIB)
32
menciptakan sentimen anti Siam yang terus berkembang pada periode setelah
kekalahan ini. Untuk meredam konflik yang terjadi pihak Siam bereaksi dengan
memberlakukan beberapa kebijakan memecah Kerajaan Melayu Patani menjadi
tujuh wilayah yang dikenal dengan Boriwen Ched Hua Muang. Pada tahun 1815
atas perintah Raja Rama II, Patani terbagi menjadi tujuh kawasan negeri yang
terdiri dari Patani, Nong Chik, Yaring, Saiburi, Legeh, Yala dan Raman. Setelah
dipecah menjadi tujuh wilayah, lahir kebijakan transformasi mekanisme kerajaan
yang dimaklumatkan dengan istilah sistem “Thesaphiban”10
yang diterapkan pada
tahun 1899. Aturan kebijakan yang cukup radikal ini berusaha menggunakan cara
langsung dalam mengatur kerajaan melalui daerah perwakilan atau melalui agen
pemerintah kerajaan (sistem perwakilan).11
Dibawah sistem Thesaphiban pembagian wilayah disusun dan disatukan
kedalam satu unit yang dikenal sebagai Monthon. Tiap-tiap Monthon dipimpin
oleh seorang Gubernur yang bertanggungjawab kepada menteri kerajaan.
Dibawah aturan ini, keistimewaan yang dimiliki oleh Raja Patani mulai berkurang
dan terkikis. Kerajaan Patani yang sebelumnya masuk daerah jajahan dengan
memiliki otonomi dalam hal-hal tertentu sebagai sebuah kerajaan kemudian
berubah menjadi satuan administrasi yang dikendalikan oleh pemerintah pusat di
Bangkok.12
Kebijakan ini dikeluarkan selain untuk meredam konflik internal agar bisa
mengatasi pemberontakan dan perlawanan dari muslim Patani, berkaitan erat juga
10
Kebijakan ini yang menjadi titik awal atau penyebab dari memudarnya otoritas Kerajaan Patani
dalam mengatur kehidupan internal negerinya. 11
Ibid Hal. 97 12
Ibid hal. 98
33
dengan situasi eksternal yang terjadi pada abad ke-18 karena pada tahun-tahun
1890-an terjadi ekspansi besar-besaran yang dilakukan oleh para kolonial dari
benua Eropa di wilayah Asia Tenggara yaitu kolonial Inggris, Perancis, Belanda,
Spanyol karena mereka telah menjejakan jajahannya di wilayah Asia Tenggara.
Dengan melihat situasi politik regional sekitar Semenanjung Melayu demikian
sehingga Kerajaan Siam mendekonstruksi dan merestrukturisasi wilayah
kekuasaan mereka untuk membendung arus kolonial yang ingin menguasai
wilayah semenanjung. Pihak Inggris yang telah menguasi semenanjung bagian
selatan (Malaysia) tertarik dengan empat daerah strategis taklukan Kerajaan Siam
yang terletak di sebelah selatan Patani yaitu Kedah, Kelantan, Trengganu dan
Perlis karena koloni Inggris menilai daerah tersebut berpotensi ekonomi sebagai
daerah baru yang dapat dijadikan pelabuhan dan pangkalan perang Inggris di
wilayah Asia.13
Untuk dapat menguasai empat wilayah tersebut secara penuh, Inggris
melakukan diplomasi dengan Kerajaan Siam. Hasil dari diplomasi ini adalah
Kerajaan Siam menyerahkan wilayah Kelantan, Kedah, Trengganu dan Perlis
kepada kekuasaan Inggris dan Inggris mengakui kedaultan Siam terhadap Patani
dan mengembalikan segala persoalan yang menyangkut hak ekstra teritorial
wilayah dan kenegaraan kepada Siam. Perjanjian inilah yang dikenal dengan
Traktat Anglo-Siam tahun 1902.14
13
Paulus Rudolf Yuniarto. 2004. Integrasi Melayu Patani: Sejarah Perubahan Geopolitik dan
Demografi. PSDR-LIPI. diakses dari http://psdr.lipi.go.id/research-staff/paulus-rudolf-
yuniarto.html (03/12/2018.23.15 WIB) 14
Ibid
34
Tabel 2.1: Periodesasi Dinamika Integrasi Kerajaan Patani15
Periodesasi Konteks Sejarah Aktor
1785 Patani diserang
oleh kerajaan
Chakri
Selepas Phya Taksi
berjaya mengalahkan
Burma di Ayuthia tahun
1776, Siam kemudian
mengalihkan
perhatiannya ke daerah
negeri-negeri di sebelah
selatan semenanjung
yaitu Ligor, Songkhla
dan Pattalung.
Kerajaan Melayu Patani
berhasil dikuasai oleh
kerajaan Chakri (Siam)
pada tahun 1786
Phraya Chakri
memberi perintah pada
adiknya, Putera Surasi,
dengan dibantu oleh
Phraya Senaphutan,
Gabenor Pattalung,
Palatcana dan
Songkhla supaya
menyerang Patani pada
tahun 1785. Raja
Patani berusaha
bertahan namun gagal
menahan serangan
Siam.
1808 Kerajaan
Melayu Patani
dipecah menjadi
7 wilayah
Pemberontakan dari tokoh-
tokoh Melayu Patani dapat
dipatahkan oleh Siam
dengan mendapat bantuan
kerajaan pusat di Bangkok,
kemudian Kerajaan Melayu
Patani dipecahkan kepada 7
buah negeri untuk
melemahkan orang Melayu
Patani.
7 buah wilayah yang dipisah:
1. Patani: Tuan Sulung
2. Teluban: Nik Dir
3. Nongchik: Tuan Nik
4. Jalor Tuan: Yalor
5. Jambu: Nai Pai
6. Rangae: Nik Dah
7. Reman: Tuan Mansur
Sultan Muhammad
kalah dalam
pertempuran dengan
pihak Siam.
Konsekuensi dari
kekalahan ini
sebanyak 4.000
orang Patani
dijadikan tawanan
dan diangkut ke
Bangkok sebagai
tawanan.
Pada tahun 1808
Datuk Pengkalan
bangkit untuk
menentang kebijakan
Siam. Walau
ternyata semua
pemberontakan yang
dilakukan tokoh-
tokoh Patani dapat
dipatahkan oleh
Kerajaan Siam
15
P. Rudolf Yuniarto. INTEGRASI MUSLIM PATANI: Reidentitas Sosial atas Dominasi
“Nasional” Thailand. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hal.10-11. diakses dari
http://digilib.uin-
suka.ac.id/8439/1/P.%20RUDOLF%20YUNIARTO%20INTEGRASI%20MUSLIM%20
PATANI%20REIDENTITAS%20SOSIAL%20ATAS%20DOMINASI%20%E2%80%9
CNASIONAL%E2%80%9D%20THAILAND.pdf (03/12/2018.23.59 WIB)
35
1838 Kebangkitan
anti Siam
Kejadian dipicu oleh kondisi
yang tidak mendatangkan
kesejahteraan bagi rakyat
Patani. Usaha ini dilakukan
untuk mengembalikan
kekuasaan raja dan
kedaulatan Patani yang
diambil alih oleh Siam.
Kekecewaan tokoh-
tokoh Patani terhadap
Raja Rama III yang
melakukan pelantikan
Gubernur kepada tujuh
wilayah Patani agar
menyokong
pemerintahan Siam
menjadi kokoh dan
stabil.
1896 Perubahan
kebijakan
pemerintahan
daerah dalam
upaya
mendapatkan
dukungan
material
dengan meminta
upeti lebih yang
diberlakukan
oleh Raja
Chulalongkorn
Rancangan pembagian
wilayah berdasarkan sistem
Thesaphiban. Di bawah
peraturan ini, kerajaan
Melayu tidak lagi
mempunyai kuasa otonomi
dan dengan itu juga Raja-
Raja Melayu akan
kehilangan kedaulatan
mereka. Sistem Thesaphiban
yaitu pembagian wilayah
yang disusun dalam satu unit
yang dikenali sebagai
daerah-daerah. Tiap-tiap
daerah ini dipimpin oleh
suatu dewan perwakilan
(Khaluang Thesaphiban)
yang bertanggungjawab
kepada Menteri Dalam
Negeri. Di bawah sistem ini
juga, semua kaki tangan
kerajaan dari tataran atas
hingga yang paling bawah
dibayar dengan gaji
kerajaan.
Raja Chulangkom
menerapkan sistem
Thesaphiban sebagai
reaksi atas pengolakan
yang terjadi di Asia
Tenggara tahun 1890
dimana mulai
berkuasanya penjajah
Inggris dan Perancis
yang mengancam
wilayah sekitar
integritas Kerajaan
Siam
1901 Kerajaan
Melayu
Patani
melakukan
upaya
pemberontakan
terhadap Siam
Raja dan para petinggi
kerajaan Patani menolak
kehadiran pegawai kerajaan
Siam dan pegawai-
pegawainya karena dianggap
intervensi terlalu dalam
terkait urusan pembagian
wilayah di negeri-negeri
Patani. Diberlakukannya
peraturan pembagian
wilayah yang bertujuan
memperkokoh penguasaan
dan pengaruh kerajaan Siam
atas wilayah Patani yang
berbuntut penangkapan raja-
Tengku Abdul Kadir
merancang untuk
memberontak pada
akhir bulan Oktober,
1901 selepas
perbekalan senjata dan
peluru tiba dari
Singapura, upaya
pemberontakan ini
didukung
oleh negeri Islam lain
36
raja Melayu termasuk
diantarnya Tengku Abdul
Kadir tahun 1902
1902 Perjanjian
Anglo Siam
Treaty
Terjadinya pemisahan
wilayah Melayu Patani
menjadi provinsi melalui
perjanjian antara pemerintah
Inggris dan pemerintah
kerajaan Siam
Dilakukan antara
utusan kerajaan Inggris
untuk wilayah Asia
Frank Swettenham
dengan Raja Siam
Chulalongkorn,
dimana wilayah
Kedah, Trengganu,
Kelantan dan Perlis
masuk menjadi
wilayah Kerajaan
Inggris sedangkan
Patani menjadi bagian
wilayah kerajaan
Siam.
2.1.2 Konflik Thailand Selatan Pasca Perjanjian Anglo-Siam Treaty
Konsekuensi dari masuknya wilayah Patani ke dalam kekuasaan Siam
secara penuh hasil dari perjanjian Traktat Anglo-Siam menyebabkan terjadinya
integrasi budaya kedalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Patani. Kerajaan
Siam berusaha mengintegrasikan kebudayaan Patani ke dalam kebudayaan Siam,
sebuah kebijakan yang dipandang masyarakat Patani cenderung dipaksakan dan
dimaknai sebagai proses menghilangkan identitas kebudayaan Patani. Identitas
Patani adalah Melayu-Muslim, sedangkan Siam adalah Thai-Buddhis. Disparitas
yang sangat fundamental ini mengakibatkan terjadinya konflik yang
berkepanjangan dan memunculkan protes serta gerakan perlawanan dari
masyarakat Patani.
Pada tahun 1932 Siam bertransformasi menjadi Thailand, momentum ini
menjadi sejarah politik modern di Thialand yang mana persitiwa ini dimulai
ketika terjadinya The Great Revolution pada tahun itu, diawali oleh sekelompok
37
sipil dan militer yang saling bekerjasama untuk menggulingkan sistem monarkhi
Thailand yang sudah berlangsung lama dan absolut, tujuan dari penggulingan
sistem monarkhi ini dimaksudkan untuk mengurangi kekuasaan raja dalam
kehidupan bernegara dan menjanjikan suatu demokrasi, bersamaan dengan itu
diperkenalkan pula suatu konstitusi yang menyajikan bentuk pemerintahan quasi
parlemener yaitu setengah anggota parlemen harus diangkat oleh pemerintah.16
Pasca peristiwa itu, dinamika politik Thailand diwarnai oleh dominasi
pengaruh militer, mereka berhasil mengkonsolidaasikan kekuasaan dan
melenyapkan kekuatan-kekuatan oposisi dari istana. Meskipun demikian raja dan
para keluarganya masih tetap dipertahankan sebagai lambang kesatuan nasional
Thailand, selain itu dibawah kerajaan konstitusional aktivitas-aktivitas agama dan
kebudayaan berada di bawah kekuasaan istana.17
Sejak saat itu, terjadi perubahan secara mendasar dialami oleh bangsa
Thailand dengan adanya perubahan sistem pemerintahan monarkhi absolut
menjadi monarkhi konstitusional. Rakyat tidak lagi berada dibawah pemerintahan
monarkhi mutlak, sejak ini diperkenalkan konsep rakyat sebagai warga negara-
bangsa Thailand. Hal ini mengakibatkan masyarakat Muslim Thailand Selatan
menjadi bagian dari warga Thailand dan mereka juga harus menonjolkan identitas
baru negara Thailand.18
16
Rizal Sukma, 1989, Asia-Pasifik dalam Kemelut dan Diplomatik. Abardin: Bandung, hal. 71 17
Ibid 18
Malik Ibrahim, Seputar Gerakan Islam di Thailand Suatu Upaya Melihat Faktor Internal dan
Eksternal, Sosio-Religia Volume. 10 No.1 (Februari 2012). hal. 10, diakses dari
https://www.aifis-
digilib.org/uploads/1/3/4/6/13465004/revisi_no_08._seputar_gerakan_islam_di_thailan_p
ak_malik.pdf (04/12/2018.00.30 WIB)
38
2.2 Penerapan Kebijakan Pemerintah Thailand yang Menyebabkan Konflik
di Thailand Selatan
Setelah Siam bertaransformasi menjadi Thailand dengan bentuk
pemerintahan monarkhi konstitusional, proses perubahan ini disertai dengan
penetapan ideologi baru yaitu nation, king/monarchy, religion. Tiga pilar ini
dijadikan sebagai motivasi awal untuk menjadikan Thailand sebagai bangsa yang
besar, pilar nation menunjukan kesatuan bangsa yaitu bangsa Thai, pilar
king/monarchy menunjukan pada dinasti Chakry yang menggerakan proses
modernisasi di Thailand sejak abad ke-19 dan pilar religion merujuk pada agama
bangsa Thai yaitu Buddha. Dengan konsep ideologi baru ini membuat masyarakat
Thailand Selatan semakin terintegrasi dan dipaksa untuk mengikuti ideologi baru
tersebut. Upaya-upaya integrasi yang dilakukan pemerintah Thailand kepada
seluruh wilayahnya termasuk bagian Thailand Selatan dilakukan melalui berbagai
cara seperti pendidikan, politik, budaya dan hukum.19
a. Pendidikan: pemerintah Thailand menerapkan sistem pendidikan nasional
yang menyatukan semua kelompok agama dan etnis ke dalam satu bangsa
dibawah sistem politik baru. Asimilasi pendidikan ini menekankan pada
identifikasi tunggal yang didasarkan pada karakter etnisitas (Siam), agama
(Budha), dan linguistik (bahasa Thai). Muslim Thailand Selatan menolak
kebijakan ini karena mengakibatkan dekulturisasi identitas Melayu-Islam
19
Ali Sodiqin, Budaya Muslim Pattani (Integrasi, Konflik dan Dinamikanya), Jurnal Kebudayaan
Islam, Volume. 14 No.1. (Januari-Juni 2016). hal.38, diakses dari http://digilib.uin-
suka.ac.id/27470/1/Ali%20Sodiqin%20-%20Jurnal%20Ibda%27%20-Islam%20Pattani-
LPM%20IAIN%20Purwokerto.pdf (04/12/2018.20.20 WIB)
39
b. Politik: dengan adanya kebijakan ultra nasionalis oleh pemerintah Thailand
melalui integrasi administrasi, semua kantor pemerintahan termasuk di
Thailand Selatan diurus dan ditentukan oleh pusat. Sentralisasi administrasi
ini menyebabkan tidak adanya otonomi bagi Muslim Thailand Selatan di
wilayah mereka sendiri, akibatnya banyak pegawai pemerintah yang berasal
dari non muslim. Dengan kebijakan ini, muslim Thailand Selatan merasa
terancam terhadap eksistensi nilai, tradisi dan agama mereka akibat lembaga
pemerintahan diisi oleh orang non muslim.
c. Budaya: akibat dari pelaksanaan kebijakan ideologi baru yaitu nation, king,
religion menimbulkan pemaksaan sekaligus intervensi budaya oleh
kelompok mayoritas etnis Thai yang beragama Buddha kepada minoritas
etnis Melayu yang beragama Islam, dimana pemerintah mewajibkan
kelompok minoritas untuk menggunakan bahasa, adat istiadat, dan aturan-
aturan dari kelompok mayoritas.
d. Hukum: Pemerintah Thailand menggunakan jalur konstitusi untuk
memperlancar agenda integrasinya. Sejak dulu wilayah Thailand Selatan
menjadikan hukum Islam sebagai aturan hukumnya, semua urusan
dikalangan Muslim diselesaikan dengan norma hukum Islam sampai pada
tahun 1939 melalui PM Phibul Songhkran membuat kebijakan kontroversial
yaitu menghapus berlakunya hukum Islam dan menggantinya dengan
hukum sipil Thailand.
Selain karena adanya faktor pengintegrasian dan praktik asimilasi yang
dipaksakan pemerintah Thailand terhadap masyarakat Muslim Thailand Selatan,
40
persoalan dari munculnya resistensi dan munculnya konflik adalah ketidakadilan
dan marginalisasi yang dirasakan oleh penduduk Muslim Thailand Selatan.
Pembangunan ekonomi di wilayah selatan tidak semasif dibandingkan dengan
wilayah utara disertai juga dengan program pemerintah Thailand atas nama
integrasi yaitu migrasi penduduk bagian utara Thailand yang mayoritas beragama
Budha ke bagian selatan yang mayoritas beragama Islam sehingga menambah
rasa waspada dan ancaman bagi identitas penduduk Melayu Muslim Thailand
Selatan.20
Akibat dari berbagai kebijakan integrasi dan program asimilasi sistemik
yang dilaksanakan secara paksa oleh pemerintah Thailand mengakibatkan
masyarakat Thailand Selatan kehilangan kedaulatan dan kemandirian sebagai
suatu entitas politik, budaya, bahasa dan agama yang telah ada sebelumnya.
Ditambah dengan tindakan represif serta perlakuan diskriminatif yang tidak
kunjung usai mengakibatkan terjadinya gerakan perlawanan dan tindakan
insurjensi secara sporadis oleh penduduk Thailand Selatan, baik yang
terorganisasi dengan berbagai macam ideologi maupun dengan gerakan bawah
tanah tanpa mempunyai afiliasi organisasi.
Gerakan perlawanan masyarakat Thailand Selatan yang muncul sebagai
sebuah gerakan damai untuk memperjuangkan otonomi bagi wilayah tersebut
dipelopori oleh Haji Sulong pada tahun 1947. Tanggal 1 April 1947 dilakukan
pertemuan antara para pemimpin yang mewakili masyarakat di wilayah Thailand
Selatan, hasil dari pertemuan ini menghasilkan tujuh poin tuntutan dari
20
Ibid. hal. 45
41
masyarakat Melayu di Thiland Selatan yang ditujukan kepada wakil-wakil
kerajaan dan Perdana Menteri Thailand. tujuh poin tuntutan ini bertujuan agar
diberiannya hak otonomi khusus di wilayah Thailand Selatan. Tujuh tuntutan ini
dikenal dengan sebutan “Tujuh Tuntutan Haji Sulong” yang berisi sebagai
berikut:21
1. Seorang pemimpin diberikan otoritas penuh untuk mengatur empat
provinsi di Thailand Selatan. Pemimpin ini memiliki otoritas penuh untuk
menghentikan, menggantikan, dan memilih semua pejabat pemerintah di
empat provinsi tersebut. Pemimpin harus berasal dari penduduk asli yang
ditanggung atau berasal dari salah satu empat provinsi dan dipilih oleh
seluruh warga di empat provinsi.
2. Semua pendapatan daerah dan sumber daya alam yang berasal dari empat
provinsi harus dimanfaatkan demi kepentingan umum di Thailand Selatan
3. Mengadakan pelajaran Bahasa Melayu di tingkat Sekolah Dasar hingga ke
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebelum mempelajari bahasa
Siam/Thailand.
4. Mayoritas dari para pejabat pemerintah di masing-masing provinsi harus
ditempati dan diisi oleh orang Muslim.
5. Bahasa Melayu dan Bahasa Thailand menjadi bahasa resmi.
6. Pengakuan terhadap hukum Islam dan pelaksanaannya masuk ke dalam
otonomi pengadilan Islam yang terpisah dari pengadilan sipil dengan
Qadhi sebagai hakim Muslim.
21
Wan Yumil Amri Bin Wan Yunil Khairi, 2017, Jatuhnya Kerajaan Patani dan Dampak
Perubahan pada Kehidupan Masyarakat Melayu Patani, Skripsi, Banda Aceh: Prodi Sejarah dan
Kebudayaan Islam, UIN Ar-Raniry Darussalam, hal. 51
42
7. Pembentukan badan Islam yang mempunyai wewenang penuh untuk
mengatasi masalah yang dihadapi umat Muslim dibawah otoritas dan
kendali pemimpin sebagaimana dimaksud dalam poin pertama.
Dari tujuh poin tuntutan yang diajukan kepada pemerintah Thailand
tersebut, tidak ada satu tuntutan pun yang ingin memerdekakan atau memisahkan
diri dari negara Thailand karena yang mereka inginkan adalah pemberian otonomi
khusus agar wilayah selatan dapat mempertahankan identitas serta ciri khasnya.
Aspirasi ini menjadi syarat minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah
Thailand karena masyarakat Thailand Selatan terus mengupayakan kelangsungan
cara hidup yang sesuai dengan tradisi, budaya, kemurnian dari syariat Islam yang
mereka anut dan yakini.
Selama empat bulan, tujuh poin tuntutan itu tidak dijawab oleh pihak
kerajaan dan pemerintah Thailand, respon atas tidak dijawabnya tuntutan itu Haji
Sulong terus mendesak kerajaan agar menerima tuntutan mereka hingga pada
akhirnya tuntutan itu tidak mendapat persetujuan dari pihak kerajaan Thailand.
Merasa tidak puas dan kecewa terhadap sikap kerajaan terhadap tuntutan tersebut,
maka Haji Sulong berinisiatif menjalankan berbagai aktivitas di masjid dan
pesantren-pesantren untuk menggerakan dan menanamkan semangat perjuangan
dikalangan rakyat Melayu Islam Thailand Selatan demi menegakkan syariah
Islam dan menuntut tegaknya keadilan.22
22
Husam Lamato, Sumarno, Nurul Umamah, The Role Of Haji Sulong In Fighting Special
Autonomy For Patani Southern Thailand (1947-1954). Jurnal Historica, Volume. 1 (Juli 2017).
hal. 59-60, diakses dari https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JHIS/article/view/5100/3763
(04/12/2018.17.00 WIB)
43
Gerakan yang dipimpin Haji Sulong ini menjadi gerakan pelopor yang
dikemudian hari memunculkan berbagai gerakan lainnya. Perjuangan Haji Sulong
tidak berlangsung lama atas tuntutannya meminta hak otonom bagi daerah
Thailand Selatan serta aktivitas dalam menanamkan semangat perjuangan kepada
masyarakat Thailand Selatan, menyebabkan pihak pemerintah melalui militer
menangkap Haji Sulong dengan tuduhan menghasut dan usaha makar pada
Januari 1948.23
Pasca terjadinya penangkapan Haji Sulong disertai oleh tindakan negatif
dari Pemerintah Thailand yang meingindahkan permintaan dan aspirasi
masyarakat Thailand Selatan membuat suasana konflik semakin meruncing dan
meluas. Akibat dari rasa kekecewaan atas respon pemerintah, mengakibatkan
munculnya berbagai gerakan protes, perlawanan sampai gerakan separatisme dan
aksi-aksi teror yang ekstrem dengan tujuan memisahkan diri dari Thailand.
Setalah wafatnya Haji Sulong pada tahun 1959 muncul gerakan
selanjutnya yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil yang mendirikan front
perlawanan bawah tanah yaitu Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP).
Tujuan dari gerakan ini menuntut hak otonomi dan peningkatan masalah ekonomi
karena mereka tidak terima atas eksploitasi sumber daya alam yang dilancarkan
oleh pemerintah Thailand tanpa memberikan kontribusi yang adil untuk wilayah
dan penduduk Thailand Selatan.
Selain gerakan BNPP, kalangan generasi muda Thailand Selatan yang
terdidik mengambil inisiatif untuk membuat gerakan perlawanan dengan
23
Tuan Guru Haji Sulong Kilauan Permata Pattani diaskes dari
http://www.islamaktual.net/2016/02/tuan-guru-haji-sulong-kilauan-permata_7.html
(04/12/2018.00.10 WIB)
44
membentuk Barisan Revolusi Nasional (BRN) pada Maret 1963. Generasi muda
ini adalah sekelompok mantan guru pondok dan madrasah yang dipimpin oleh
Ustadz Karim Haji Hassan. Orientasi dari gerakan BRN yaitu mendirikan republik
Islam dan mencetuskan suatu revolusi sosial sebagai bagian dari perjuangan untuk
memperjuangkan pembebasan dan kemerdekaan Thailand Selatan dari negara
Thailand. BRN melakukan serangkaian tindakan kekerasan, terlibat dalam
pembunuhan, penculikan, sabotase, dan serangan bom untuk memberikan teror
kepada warga beretnis Thai-Buddha agar Pemerintah Thailand terbebani oleh
aksi-aksi mereka. Kelompok separatis yang muncul selanjutnya adalah Pattani
United Liberation Organization (PULO) yang dibentuk pada tahun 1968
dipelopori oleh Kabir Abdul Rahman. PULO memiliki ideologi “agama, ras,
tanah air, dan kemanusiaan.” Kelompok ini menjadi kelompok separatis paling
aktif sepanjang tahun 1970-an.24
Para pimpinan PULO terdiri dari para cendekiawan muda lulusan
perguruan tinggi di Timur Tengah dan Asia Selatan. Di samping melakukan
latihan perang dan aksi-aksi teror, PULO juga memprioritaskan kampanye dan
provokasi politik untuk mempertajam perpecahan antara mayoritas Melayu Islam
dan Minoritas Thai-Budhis di wilayah perbatasan Thailand Selatan. Keberhasilan
PULO ini terjadi pada akhir 1975 hingga awal 1976, pada saat itu PULO
melakukan demonstrasi politik terbesar dalam sejarah Thailand. Mereka mampu
memobilisasi lebih dari 70.000 orang Muslim Thailand Selatan untuk turun ke
jalan memprotes tindakan yang dilakukan oleh marinir Thailand di Distrik Bacho
24
Surin Pitsuwan, 1989, Islam di Muangthai: Nasionalisme Melayu Masyarakat Pattani, Jakarta:
LP3ES, Hal. 180
45
atas pembunuhan lima orang penduduk Melayu. Dalam aksi demonstrasi ini
masyarakat menuntut pemerintahan yang otonom di wilayah selatan. Aksi-aksi
yang dilakukan PULO ini mampu menarik perhatian pers dunia, sehingga
dukungan dan kecaman internasional semakin besar terhadap konflik di Thailand
Selatan, sejak saat itu PULO menjadi organisasi gerakan Melayu-Muslim yang
paling besar dan berpengaruh.25
2.3. Upaya Penyelesaian Pemerintah terhadap Konflik di Thailand Selatan
2.3.1. Upaya Pemerintah Thailand dalam Menyelesaikan Konflik
Thailand Selatan sebelum Keterlibatan Muhammadiyah
Pemerintah Thailand berupaya untuk mencari strategi dan solusi untuk
meredam gejolak dari aksi protes dan gerakan separatisme yang semakin
berkembang, Jenderal Prem Tinsulanod yang pada saat itu menjabat sebagai
Perdana Menteri mengeluarkan strategi baru pada tahun 1981 dengan
mengedepankan partisipasi publik, pembangunan ekonomi yang merata, dan
amnesty secara luas bagi anggota yang tergabung dalam kelompok separatis.
Beberapa kebijakan yang PM Tinsulanod terapkan adalah dengan membentuk
Civil Police Military (CPM 43) yang bertugas untuk menjaga keamanan dan
memastikan tidak adanya penghilangan dan pembunuhan diluar hukum, kemudian
mendirikan SBPAC (Southern Border Province Administration Center) untuk
menangani dan menjaga stabilitas politik. SBPAC adalah badan khusus yang
dibentuk untuk menangani masalah di Thailand Selatan, badan ini berfungsi
sebagai penjembatan antara pemerintah dan penduduk Thailand Selatan serta
25
Ibid hal.182-183
46
sebagai penampung keluhan dan wadah aspirasi masyarakat Thailand Selatan
terkait dengan kondisi dan situasi politik. Pada awal berdiri SBPAC dibawah
komando militer tingkatan ke-empat kemudian seiiring berjalannya lembaga ini
berubah dibawah Kementerian Dalam Negeri dan para anggota dewannya
mencakup mayoritas penduduk dari Thailand Selatan.26
Melalui kebijakan yang lebih demokratis dengan melakukan pendekatan
inklusif dan meninggalkan pendekatan ekslusif terhadap Muslim Thailand Selatan
dapat menghasilkan sebuah perubahan ke arah yang positif. Salah satu bentuk
perubahan itu adalah pada ruang-ruang politik banyak tokoh dari Melayu yang
mendapat akses ke pemerintahan pusat dan peran Muslim dalam parlemen juga
meningkat, serta pemerintah juga membuat kebijakan yang mendukung kegiatan
dan program muslim Thailand Selatan seperti mengizinkan perayaan ritual
keagamaan, memberikan libur pada hari raya, memfasilitasi ibadah haji dan
memberdayakan Komite Islam Pusat dan Majelis Islam Provinsi. Kebijakan yang
diterapkan Pemerintah Thailand cukup berhasil untuk meredakan gejolak dengan
ditandai suasana konflik berangsur-angsur mereda pada rentang waktu 1980-an
sampai menjelang tahun 2000.27
Memasuki tahun 2000 kondisi di Thailand Selatan berubah seiring dengan
perubahan tampuk kepemimpinan politik nasional, ketika itu Thaksin Shinawatra
berhasil menduduki jabatan Perdana Menteri Thailand pada tahun 2001. Diawal
26
Agidia Oktavia. 2018. Dampak Kebijakan Pemerintah Pusat di Thailand Selatan (Studi Kasus
Masjid Kru Se dan Tragedi Thak Bai). Skripsi. Jakarta: Jurusan Studi Sejarah dan Peradaban
Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah. Hal. 41-42. 27
Ali Sodiqin, Budaya Muslim Pattani (Integrasi, Konflik dan Dinamikanya), Jurnal Kebudayaan
Islam, Volume. 14 No.1 (Januari-Juni 2016). hal. 47, diakses dari http://digilib.uin-
suka.ac.id/27470/1/Ali%20Sodiqin%20-%20Jurnal%20Ibda%27%20-Islam%20Pattani-
LPM%20IAIN%20Purwokerto.pdf (04/12/2018.20.20 WIB)
47
kepemimpinannya Thaksin melakukan perombakan pemerintahan termasuk di
wilayah Thailand Selatan, kebijakan ini bertolak belakang dengan kebijakan
pemerintah sebelumnya yang mewadahi orang-orang Muslim di tempat-tempat
representatif karena Thaksin lebih memilih menempatkan orang-orang
kepercayaannya yang cenderung tidak begitu memahami mengenai dinamika dan
kondisi di Thailand Selatan. Thaksin mengeluarkan berbagai kebijakan yang
kontroversial, salah satunya adalah pada 1 Mei 2002 Thaksin menghapus
lembaga SBPAC dan CMP 43, padahal dua lembaga ini menjadi elemen penting
untuk meredam gerakan pemberontakan dan konflik karena selama berdiri wadah
kedua lembaga ini mampu mewadahi aspirasi masyarakat Thailand Selatan.28
Efek dari perombakan dan kebijakan yang kontroversial tersebut membuat
situasi semakin rumit dan bergejolak karena metode Thaksin dalam
menanggulangi konflik di wilayah Thailand Selatan mengedepankan jalur
kekerasan yang bertolak belakang dengan himbauan Raja Bhumibol Adulyadej
agar menggunakan pendekatan kesejahteraaan. Berbagai metode yang diterapkan
Thaksin ini memicu meningkatnya pemberontakan dan gejolak konflik kembali di
Thailand Selatan. Aksi pemberontakan itu dilakukan dengan aksi pengeboman,
penculikan dan penembakan yang berakibat insiden dan peristiwa kekerasan
meningkat secara signifikan. Melihat atas situasi semakin tidak terkendali dan
memanas, Thaksin memberlakukan status darurat militer di wilayah Thailand
Selatan sejak 5 Januari 2004.29
28
Oktavia, Op. Cit., hal. 81-82. 29
Jalan Panjang Demokrasi Thailand diakses dari
http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/politik-internasional/361-jalan-panjang-
demokrasi-thailand- (05/12/2018.23.45 WIB)
48
Tragedi kekerasan semakin memuncak pada april 2004, diawali dengan
gerakan yang dilakukan oleh kelompok pemberontak yang menyerang markas
militer Thailand di distrik Arion Provinsi Narathiwat, serangan yang menyasar
militer ini menewaskan empat militer Thailand dan hilangnya 400 senjata beserta
amunisnya. Aksi ini dilanjutkan dengan serangan kepada 10-an pos polisi yang
tersebar di Provinsi Yala, Patani, Songkla, Narathiwat. Setelah melakukan
penyerangan, kelompok ini kemudian mengamankan diri ke Masjid Kru Se di
Provinsi Patani untuk berlindung karena masjid ini dianggap masyarakat Thailand
Selatan sebagai masjid yang suci dan memiliki nilai sejarah yang panjang. Atas
insiden ini militer Thailand bertindak dengan menangkap kelompok separatis
yang berkumpul di Masjid Kru Se, pasukan militer diberi kewenangan untuk
melakukan tindakan fisik dan menggunakan senjata. Kewenangan ini diberikan
langsung oleh Wakil Perdana Menteri Thailand Chavalit Yongchaiyudh. Kejadian
penyerangan terhadap rumah ibadah umat Islam ini mendapat kecaman dari
masyarakat muslim yang mengakibatkan semakin naiknya intensitas konflik.30
Rentetan atas kejadian diatas, pada tanggal 25 Oktober 2004, 1.500 orang
melakukan aksi demonstrasi di kantor polisi Tak Bai, Narathiwat. Aksi ini
bertujuan untuk melakukan protes atas kebijakan darurat militer yang diterapkan
pemerintah Thailand di wilayah Thailand Selatan dan menuntut pembebasan
enam orang warga Thailand Selatan yang terlibat dalam pemberontakan Kru-Se.
Setelah beberapa jam melakukan aksi demonstrasi, para demonstran menjadi tidak
30
Cintya Wulandari. Sekuritisasi Isu Separatisme Patani, Thailand Selatan dalam Perspektif
Konstruktivisme. Journal Of International Relations Universitas Diponegoro. Vol.4 Nomor. 1
(2018) hal. 51, diakses dari
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jihi/article/download/19131/18167 (05/12/2018.19.05
WIB)
49
terkendali dan berusaha untuk menembus barikade penjagaan polisi, terjadi aksi
saling dorong, situasi semakin kacau hingga militer Thailand pun memberikan
tembakan peringatan ke udara sampai pada penembakan secara langsung kepada
para demonstran dengan menggunakan peluru tajam yang menewaskan tujuh
korban. Sedangkan 1300 demonstran yang lain ditangkap dan diangkut paksa
secara bertumpukan menggunakan truk kepolisian menuju Inkayut Army Camp,
tragedi pengangkutan paksa ini memakan 84 korban karena sesak napas dan
cidera serius.31
Dua peristiwa kekerasan yang terjadi pada tahun 2004 ini membuat dunia
Internasional menyorot dan mengecam atas tindakan yang dilakukan oleh
Pemerintah Thailand. Salah satu yang turut serta mengecam tindakan kekerasan
dan pelanggaran hak asasi manusia itu adalah Persyarikatan Muhammadiyah.
Muhammadiyah mengutuk keras atas tindakan dehumanisasi aparat Thailand
terhadap demonstran muslim di Thailand Selatan, Muhammadiyah mendesak
pemerintah Thailand agar menindak secara keras dan tegas terhadap aparat yang
telah melakukan aksi pembantain itu, kemudian Muhammadiyah mendesak
kepada pemerintah Thailand agar bertindak arif bijaksana dan menjunjung nilai
kemanusiaan dalam menanggulangi persoalan konflik di Thailand Selatan.32
Insiden atas dua kekerasan tersebut juga menarik respon dari berbagai
negara dan organisasi Internasional untuk turut membantu dalam menyelesaikan
masalah konflik di negeri Thailand, salah satunya dari Organisasi Kerjasama
31
Ibid 32
Syafi’i Desak Menlu Bereaksi soal Tewasnya 84 Muslim Thailand diakses dari
https://news.detik.com/berita/231415/syafii-desak-menlu-bereaksi-soal-tewasnya-84-muslim-
thailand (06/12/2018.00.37 WIB)
50
Islam (OKI) yang berfokus pada penegakan hak asasi manusia bagi kelompok
minoritas terkhusus Islam. Pada tahun 2005 OKI menerjunkan tim investigasi ke
wilayah Thailand bagian selatan untuk mengetahui secara langsung permasalahan
yang terjadi disana. Sesuai dengan kerangka kerja OKI dalam melakukan resolusi
konflik, tim delegasi OKI mulai mengumpulkan fakta-fakta terjadinya konflik,
dari data yang mereka dapatkan menyimpulkan bahwa penyebab konflik bukan
berakar karena adanya diskriminasi agama, akan tetapi lebih pada praktik dan
kebijakan pengabaian budaya dan ketimpangan ekonomi di wilayah Thailand
Selatan, faktor pengabaian budaya dan ekonomi ini yang menjadikan konflik
disana menjadi berkepanjangan.33
2.4. Landasan Muhammadiyah dalam Melakukan Internasionalisasi
Gerakan dan Dakwah di Dunia Internasional
Muhammadiyah telah mencanangkan agenda besar untuk melakukan
internasionalisasi gerakan dan dakwah sebagai salah satu road map persyarikatan
kedepan, internasionalisasi merupakan proyeksi jangka panjang Muhammadiyah
untuk memperkenalkan, menempatkan, dan menjadikan Muhammadiyah sebagai
bagian dari umat Islam di level Internasional. Agenda internasionalisasi ini
berdimensi luas yang dipetakan dalam empat dimensi yaitu, pemikiran
keagamaan, kuantitas dan kualitas kader, jaringan dan jangkauan geografis-
spasial, dan struktur organisasi atau amal usaha. Upaya atas proyek
internasionalisasi ini merupakan agenda jangka panjang yang dilakukan secara
bertahap sehingga dibutuhkan konsistensi, komitmen dan kerja kolektif para
33
Wulandari, Op.Cit., hal.51
51
pimpinan dan kader muhammadiyah, baik yang berada di dalam dan luar negeri
agar internasionalisasi gerakan dan dakwah Muhammadiyah berjalan efektif
karena kiprah di dunia internasional bukan hanya sekedar ekspansi organisasi ke
luar negeri seperti mendirikan cabang, tetapi lebih luas sebagai ekspansi
pemikiran, jaringan dan pemahaman keagamaan ke masyarakat yang lebih luas
agar Muhammadiyah bisa menjadi bagian dari gerakan Islam internasional.
Kemudian upaya internasionalisasi juga bukan hanya sekedar urusan yang
sifatnya ke dan di luar negeri, sebab internasionalisasi memerlukan keterlibatan
kader dan organisasi di dalam negeri, karena aktivitas persyarikatan di ranah
internasional berkaitan erat dengan cara, kompetensi dan kualitas para pengurus
dan kader Muhammadiyah memandang dunia dan masyarakat global.34
Latar belakang serta motivasi Muhammadiyah dalam menjalankan upaya
internasionalisasi gerakan dan dakwah di dunia internasional berdasarkan atas
kesadaran untuk menjalankan ajaran agama Islam yang tertulis dalam Al-Qur’an,
didorong oleh nilai-nilai ideologi persyarikatan dan tanggung jawab kebangssan
sesuai dengan amanah konstitusi bangsa Indonesia UUD 1945 serta melihat
situasi dan kondisi di dunia Internasional yang mulai kehilangan nilai-nilai
kemanusiaan universal.
2.4.1. Berdasarkan Teologis Al-Qur’an
Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh
KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 atau 8
Dzulhijjah 1330 H. Muhammadiyah berlandasakan pada Al-Qur’an dan Al-Hadist
34
Ahmad Rizki Mardhatillah Umar, Strategi Internasionalisasi Muhammadiyah, Suara
Muhammadiyah, PP Muhammadiyah, Edisi. 16. 16-31 Agustus 2017. Hal. 17
52
dan berkeyakinan bahwa kewajiban menjalankan ajaran agama harus
bersandarkan pada kedua sumber pokok tersebut karena Al-Qur’an dan Al-Hadist
merupakan sumber yang lengkap dan ajarannya bersifat sempurna dan
menyeluruh sehingga akan selalu mampu menjawab seluruh dinamika dan
tantangan zaman. Muhammadiyah konsisten bergerak sebagai organisasi Islam
yang berjuang menyebarluaskan dan memajukan ajaran dan nilai-nilai keislaman
seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu,
karakterstik gerakan Muhammadiyah bercirikan dengan gerakan dakwah dan
tajdid (pembaruan) yang bernafaskan pada spirit Islam sebagai Rahmatan Lil
A’lamin (rahmat bagi sekalian alam) sesuai dengan bunyi Firman Allah pada QS:
Al-Anbiya ayat 107;
Artinya: dan Tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Semangat dan dorongan KH. Ahmad Dahlan sehingga menimbulkan cita-
cita untuk mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah selain untuk mengikuti jejak
dari perjuangan Nabi Muhammad SAW yang mampu membumikan ajaran Islam
rahmatan lil alamin untuk membawa peradaban arab yang semula berada pada
fase kegelapan (jahiliah) menjadi tercerahkan dengan nilai-nilai keislaman
sehingga membawa kemaslahatan bagi ummat pada waktu itu. Selain karena
termotivasi oleh perjuangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, faktor pendirian
Muhammadiyah juga berangkat dari kesadaran dan pemahaman Kiai Haji Ahmad
53
Dahlan atas seruan dari Firman Allah yang telah ditelaah secara benar-benar dan
mendalam, yaitu kandungan surat Ali-Imran 104 sebagai berikut:35
Artinya : “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Kandungan dari ayat diatas adalah seruan untuk berkumpul, berserikat dan
membuat sebuah perkumpulan sebagai segolongan umat yaitu organisasi secara
koletif dalam membangun sebuah kekuatan dan kerjasama untuk mengemban
dakwah Islam yang bertujuan untuk menyebarluaskan nilai-nilai kebajikan,
mengarahkan pada kebaikan dan mencegah segala sesuatu dari hal yang
mendatangkan kemunkaran atau kejahatan.
Berlandaskan ayat-ayat tersebut diataslah Muhammadiyah bergerak dan
berjuang atas seruan dari Allah SWT dan Sunnah Nabi Muhammad Saw sehingga
menjadi kesadaran ideologis bagi para pengurus Muhammadiyah untuk
melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar untuk membumikan Islam
Rahmatan Lil Alamin. Muhammadiyah ingin menekankan kepada para pengurus
dan anggotanya agar selalu berada digaris terdepan dalam melakukan kebaikan
dan peduli kepada orang lain yang membutuhkan bantuan serta untuk mencari
35
Sutrisno Kutoyo, 1998, Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah. Jakarta:
Balai Pustaka, hal.71
54
terobosan-terobosan yang mengangkat harkat dan martabat umat Islam, bangsa
Indonesia dan berkontribusi pada dunia Internasional.
2.4.2 Berdasarkan Nilai Ideologis Muhammadiyah
Sebagai organisasi yang berdiri sebelum proklamasi kemerdekaan
Indonesia, Muhammadiyah menggunakan strategi pengembangan organisasi
dengan pola pembaruan atau modern yang dilakukan melalui penataan organisasi
yang rapi, tertib dan terencana, pokok-pokok hasil buah pemikiran ideologis
Muhammadiyah diaplikasikan dalam kehidupan sosial yang nyata dan konkrit,
konsistensi ini yang membuat Muhammadiyah tetap eksis dan terus berkembang.
Dari data Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada tahun 2015, struktur
organisasi Muhammadiyah dibawah Pimpinan Pusat yaitu Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah (PWM) sudah tersebar dan berdiri di 34 provinsi, Pimpinan
Daerah Muhammadiyah (PDM) sebanyak 448 di tingkat kota/kabupaten dan
Pimpinan Cabang sebanyak 3566 serta Pimpinan Ranting sebanyak 13.570 yang
tersebar diseluruh Indonesia.36
Sebagai sebuah organisasi, persyarikatan Muhammadiyah memegang
teguh lima doktrin yaitu tauhid, pencerahan umat, menggembirakan amal saleh,
kerja sama untuk kebajikan dan tidak berpolitik praktis. Sebagai bagian dari
perjuangan melaksanakan atas doktrin organisasi tersebut, Muhammadiyah
memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan organisasi Islam yang lain
dalam pengembangan model dan pelaksanaan gerakaannya yakni Muhammadiyah
sebagai organisasi Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar berfokus pada
36
Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015, Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
2010-2015. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. hal.22-23
55
berbagai bidang garapan yaitu keagamaan untuk memandu praktik keagaamaan
umat, pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kemasyarakatan untuk
membantu dan melaksanakan pemberdayaan serta pengembangan ekonomi,
kesejahteraan sosial dan kesehatan kepada masyarakat.37
Bidang keagamaan berarti penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang karena waktu, lingkungan,
situasi dan kondisi menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup
oleh kebiasaan dan pemikiran lain. Dalam masalah aqidah, Muhammadiyah
bergerak untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bebas dari gejala-gejala
kemusyrikan, bid’ah dan khurafat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi
menurut ajaran Islam.38
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah merupakan organisasi Islam
terdepan dan terbesar dalam membangun dan mengembangkan amal usaha di
bidang pendidikan dibandingkan dengan organisasi Islam yang lain, pencapaian
ini ditandai dengan semakin tersebar dan banyaknya amal usaha Muhammadiyah
dibidang pendidikan yang terdiri dari TK ABA-PAUD sebanyak 14346 unit,
Sekolah SD/MI 2604 unit, sekolah menengah SMP/MTs sebanyak 1772 unit,
Sekolah Atas SMA/SMK/MA sebanyak 1143 unit, sekolah luar biasa (SLB)
sebanyak 71 unit, pondok pesantren sebanyak 102 unit, perguruan tinggi sebanyak
176 unit. Bagi Muhammadiyah pendidikan adalah pilar penting sebagai center of
excellence (pusat keunggulan) dan driving force (kekuatan penggerak) bagi
kemajuan persyarikatan dan bangsa dalam rangka memahamkan serta
37
M. Yunan Yusuf, Yusron Razak, Sudarnoto Abdul Hakim (Ed.), 2005, Ensiklopedi
Muhammadiyah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 252. 38
Ibid, hal. 253
56
menyebarluaskan tentang ajaran Islam berkemajuan dan meningkatkan ilmu
pengetahuan agar dapat diwariskan dan ditransformasikan dari generasi ke
generasi berikutnya.39
Sedangkan dalam bidang kemasyarakatan sebagai wujud kepeduliaan
Muhammadiyah dalam rangka pelayanan sosial, kesehatan, pengembangan
ekonomi dan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai amal usaha sebagai
bagian integral dakwah dan usaha Muhammadiyah. Berbagai amal usaha itu
terdiri dari bidang kesehatan dan pelayanan sosial terdapat 457 rumah sakit dan
rumah bersalin, 421 panti asuhan, 82 panti berkebutuhan khusus, 78, 54 Panti
Jompo. Dalam bidang amal usaha pengembangan ekonomi terdapat 437 BMT
(Baitul Mal wa Tanwil), 762 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sedangkan
dalam pemberdayaan masyrakat adalah kelompok-kelompok komunitas binaan
program pemberdayaan masyarakat serta berbagai amal usaha lainnya sebagai
bentuk dari kiprah nyata Muhammadiyah untuk umat dan bangsa.40
Untuk menjaga konsistensi perjuangan organisasi, maka Muhammadiyah
memiliki doktrin dan ideologi organisasi sebagai jalan penuntun dalam
mewujudkan tujuan organisasi dan pedoman bagi para pengurus dan kader
persyarikatan dalam ber-Muhammadiyah. Salah satu ideologi dari
Muhammadiyah tertuang dan dirumuskan dalam Kepribadian Muhammadiyah41
yaitu; (1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan. (2) Lapang
dada, luas pandangan dan memegang teguh ajaran Islam. (3) Memperbanyak
39
Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015, Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
2010-2015. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. hal.23 40
Ibid 41
Hasil rumusan Kepribadian Muhammadiyah ini disahkan dalam Muktamar ke-35 tahun 1962 di
Jakarta. Muktamar ini adalah Muktamar setangah abad Muhammadiyah.
57
kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah. (4) Bersifat keagamaan dan
kemasyarakatan. (5) Mengindahkan segala hukum dan undang-undang, peraturan
serta dasar dan falsafah negara yang sah. (6) Amar maruf dan nahi munkar dalam
segala lapangan serta menjadi contoh tauladan yang baik (7) Aktif dalam
perkembangan masyarakat dan pembangunan dan sesuai dengan ajaran Islam. (8)
Kerja sama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan
mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya (9) Membantu
pemerintah serta bekerja sama dengan golongan lain dalam memelihara dan
membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur (10)
Bersifat adil serta koreksi ke dalam dan keluar dengan bijaksana. Kandungan nilai
dari Kepribadian Muhammadiyah ini menjadi salah satu doktrin ideologis bagi
Persyarikatan Muhammadiyah yang dijadikan pegangan dan penegasan identitas
dalam menghadapi segala situasi dan kondisi zaman yang selalu berubah secara
dinamis agar marwah organisasi terjaga dan cita-cita Muhammadiyah dapat
terwujud.42
Etos Fastabiqul Khairat juga menjadi ideologisasi dan motivasi bagi para
pengurus dan kader Muhammadiyah dalam merawat komitmen, konsistensi dan
militansi dari generasi ke generasi untuk menjalankan misi dakwah Islam dan
mengembangkan serta membesarkan amal usaha Muhamadiyah serta terus
menebar kebaikan dan kemanfaatan bagi terciptanya transformasi sosial, hal ini
didasari atas petunjuk Allah SWT dalam QS: Al-Baqarah ayat 148:
42
M. Yunan Yusuf, Yusron Razak, Sudarnoto Abdul Hakim (Ed.), 2005, Ensiklopedi
Muhammadiyah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 193
58
Artinya: “dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja
kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Berlandaskan atas doktrin organisasi dan ideologi yang tertuang dalam
Kepribadian Muhammadiyah didorong oleh spirit fastabiqul khairat,
Muhammadiyah terus meneguhkan diri dalam melaksanakan dakwah Islam dan
mengembangkan eksistensi amal usaha sebagai bentuk aktualisasi dan
institusionalisasi amal shaleh untuk membantu, melayani, dan memberdayakan
masyarakat menghadapi dan menyelesaikan problematika kehidupan yang
kompleks agar terwujudnya kesejahteraan, kebaikan, keadilan, perdamaian, dan
kerukuan secara luas dan merata. Bentuk nyata usaha untuk mewujudkan tatanan
masyarakat yang demikian, maka Muhammadiyah terus mencari terobosan-
terobosan baru dalam berjuang, bergerak, dan berdakwah untuk menyebarluaskan
nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yaitu
dengan melakukan internasionalisasi gerakan dan dakwah di ranah global sebagai
wujud kontribusi bagi peradaban dunia dan upaya menciptakan perdamaian,
kerukunan serta nilai nilai universal dan kemanusiaan di dunia Internasional.
59
2.4.3. Berdasarkan Amanah Konstitusi Bangsa Indonesia
Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil yang berjuang untuk
melaksanakan dakwah penyadaran dan pemberdayaan bagi masyarakat yang
dijalankan atas dasar kesukarelaan dan swadaya para anggota dengan ditopang
dan ditunjang oleh kemandirian dan keswasembadaan organisasi dengan
banyaknya amal usaha Muhammadiyah (AUM). Dengan modal dasar tersebut
didorong kesadaran akan tanggung jawab dan kontribusi kebangsaan,
Muhammadiyah terus bergerak menjadi wadah bagi masyarakat sipil dalam
mengontrol peran negara dan menjadi mitra kritis dan solutif bagi pemerintah
serta memiliki kepeduliaan terhadap keberlangsungan lingkungan hidup, hak asasi
manusia, tegaknya keadilan dan terciptanya kehidupan yang damai di Indonesia
dan dunia.
Menghadapi perkembangan globalisasi yang melahirkan relasi umat
manusia yang semakin mendunia, Muhammadiyah sebagai bagian integral dari
bangsa Indonesia dan warga dunia berkomitmen untuk menyebarluaskan
pandangan Islam yang berkemajuan dengan menyemaikan benih-benih kebenaran,
kebaikan, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara
dinamis bagi seluruh umat manusia bagi terbentuknya wawasan kemanusian
universal yang menjunjung tinggi perdamaian, toleransi, kemajemukan,
kebajikan, keadaban dan nilai-nilai yang utama. Bersamaan dengan itu
Muhammadiyah memandang bahwa peradaban global dituntut untuk terus
berdialog, melakukan kerjasama, aliansi dan penguatan relasi antar peradaban
untuk saling mengenal, mengetahui dan menyamakan persepsi tanpa tersekat oleh
60
perbedaan suku, bangsa dan negara agar dapat menuntun, mengarahkan dan
memimpin dunia menuju peradaban yang lebih tercerahkan43
sebagaimana yang
sudah diingatkan oleh Allah SWT dalam QS: Al-Hujurat ayat 13;
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Berdasarkan kodrat keberagaman antar umat manusia disertai dengan
puspa ragam suku, ras, serta agama yang tinggal di Indonesia, Muhammadiyah
menyadari bahwa perjuangan dakwah yang selama ini Muhammadiyah lakukan
dalam merawat kebhinekaan, saling menghargai dan mengedepankan nilai
toleransi dan demokrasi seluruh masyarakat Indonesia harus terus dilakukan dan
dijaga untuk merajut kerekatan berbangsa dan bernegara dalam menjaga
kerukunan dan perdamain antar warga negara.. Muhammadiiyah sebagai bagian
tak terpisahkan dari bangsa Indonesia turut menyebarluaskan dan
mengkampanyekan semangat perdamaian ke dunia Internasional berdasarkan dari
43
Alpha Amirrachman, Andar Nubowo, Azaki Khoirudin (Ed). 2015. Islam Berkemajuan untuk
Peradaban Dunia. Refleksi dan Agenda Muhammadiyah ke Depan. Bandung: Mizan Pustaka.
hal.15
61
amanah yang tertulis dalam Pembukaan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945
yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Dalam catatan sejarah, gerakan go internasional Muhammadiyah
sebetulnya sudah dilakukan sejak dari KH. Ahmad Dahlan, namun saat itu hanya
sebatas relasi antara Islam di Indonesia dan Islam di Timur Tengah. Geliat
Muhammadiyah dalam berinteraksi dan menyoroti dunia Internasional berawal
dari Keputusan Muktamar tahun 1953, perihal langkah Muhammadiyah kedepan
khususnya bagian ke luar negeri disebutkan; 1) Dengan aktif memperhatikan
masalah-masalah agama Islam di luar negeri. 2) Mempererat hubungan dengan
badan-badan dan organisasi-organisasi Islam di luar negeri. Kemudian pada
Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya pada tahun 1978 ditetapkan
susunan Pengurus Pusat Muhammadiyah bidang Hubungan Luar Negeri sebagai
langkah awal secara struktural agar dakwah Muhammadiyah di ranah
Internasional lebih terarah dan terencana.44
Secara masif pada awal tahun 2000-an, langkah untuk melakukan
internasionalisasi itu dilanjutkan secara bertahap agar Muhammadiyah tidak
hanya bergerak dalam ranah domestik namun juga dalam ranah global yang lebih
luas. Intensitas kerjasama Muhammadiyah dengan pihak luar negeri terus
ditingkatkan, baik kerjasama dengan pemerintah negara lain maupun dengan
lembaga non pemerintahan (NGO) dari negara lain, salah satu bidang kerjasama
44
Mukhaer Pakkana & Nur Achmad (Ed), 2005, Muhammadiyah Menjemput Perubahan: Tafsir
Baru Gerakan Sosial Ekonomi Dan Politik. Jakarta: Kompas, hal. 77
62
yang dilakukan adalah kerjasama melalui amal usaha di bidang perguruan
tinggi.45
Menurut laporan dari pimpinan pusat Muhammadiyah era kepemimpinan
Prof. Din Syamsuddin periode 2005-2010, dinamika Muhammadiyah di tingkat
nasional maupun global cukup positif, hal ini ditandai oleh sejumlah prakarsa dan
kegiatan kerjasama dan peran-peran aktual lainnya yang memberikan peluang
bagi Muhammadiyah untuk berkiprah lebih signifikan dalam kehidupan nasional
dan global. Kepercayaan dari luar terhadap Muhammadiyah juga semakin baik,
serta menjadi tantangan untuk memanfaatkan peluang tersebut guna memainkan
peranan yang lebih proaktif dan signifikan bagi Muhammadiyah di kancah
nasional dan internasional kedepan.46
Berdasarkan atas kesadaran secara teologis melalui perintah dari ajaran
agama Islam, nilai-nilai ideologis organisasi serta amanah pembukaan UUD 1945
untuk menjaga perdamaian dunia disertai dengan berbagai situasi dan kondisi
tentang perisitiwa diskriminasi terhadap minoritas terjadi di berbagai belahan
dunia. Kelompok minoritas etnis, agama, ras dan budaya seringkali menerima
tindakan intimidasi, perlakuan diskriminasi dan aksi kekerasan oleh kelompok
mayoritas, tindakan-tindakan negatif itu terlihat dengan sikap rasisme,
pembersihan etnis di berbagai negara. Untuk itu, maka Muhammadiyah
terpanggil berupaya menghentikan peristiwa kekerasan dan diskriminasi yang
menimpa kelompok-kelompok minoritas karena Muhammadiyah memandang
bahwa ukhuwah insaniyah sebagaimana terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat
45
Muhammadiyah Merambah Kancah Global, Republika, 26 April 2018, hal. 4 46
PP Muhammadiyah, 2010, Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Disampaikan pada
Muktamar Muhammadiyah ke-46, Yogyakarta: PP Muhammadiyah, hal. 82.
63
13 untuk menjunjung tinggi kemanusiaan universal tanpa memandang etnis, ras,
agama dan unsur primordial yang lain. Berlandaskan atas nilai-nilai demikianlah
yang menjadi dasar pendorong Muhammadiyah terus berupaya untuk melakukan
internasionalisasi gerakan dan dakwahnya dalam bentuk kontribusi pada
peradaban dunia yaitu dengan cara memperluas cakupan dakwah dengan tidak
hanya berfokus pada ranah nasional, tetapi Muhammadiyah berusaha memperluas
dakwah ke wilayah Asia Tenggara dan dunia internasional.47
Perjuangan untuk melakukan gerakan internasionalisasi adalah sebuah
keniscayaan sejarah dan tuntutan zaman bagi Muhammadiyah, karena
Muhammadiyah telah melalui berbagai dinamika sepanjang perjalanan roda
organisasi dan berhasil mempraktikan terkait tata kelola organisasi yang baik
disertai dengan keberhasilan mempraktikan model demokrasi yang bermartabat,
sehingga orientasi Muhammadiyah yang telah memasuki usia abad kedua selain
menyebarluaskan terkait Islam moderat yang berkemajuan juga harus mampu
memberikan kontribusi riil bagi pentingnya kesadaran global untuk menjaga alam
semesta dan perdamaian dunia
2.5 Kiprah Muhammadiyah dalam Menangani Permasalahan Konflik di
Dunia Internasional
Memasuki usia yang sudah satu abad, Muhammadiyah telah berkiprah
melewati berbagai fase zaman yang penuh tantangan dan sarat dinamika dengan
penuh keikhlasan dan perjuangan tanpa kenal lelah dalam menghadapinya. Potret
perjuangan ini tergambar pada masa reformasi dimana Muhammadiyah menjadi
47
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015, Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keummatan,
Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. hal. 15
64
pilar penting masyarakat sipil (civil society) dalam mempelopori era baru
Indonesia yang demokratis, menghargai hak asasi manusia, berwawasan
kemajemukan serta bersikap responsif dan kritis kepada pemerintah sesuai dengan
Kepribadian Muhammadiyah. Muhammadiyah berkomitmen untuk terus
mengembangkan pandangan dan misi Islam yang berkemajuan sebagaimana spirit
awal kelahirannya, wujud dari Islam yang berkemajuan adalah jalan Islam yang
membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan dari segala bentuk
keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan dan ketidakadilan hidup umat
manusia.48
Berkaitan tentang latar belakang dan kiprah Muhammadiyah dalam
menangani permasalahan konflik yang terjadi di dunia Internasional, penulis
melakukan wawancara via e-mail dengan bapak dr. Sudibyo Markus selaku Wakil
Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP
Muhammadiyah periode 2010-2015 dan 2015-2020. Adapun hasil wawancara
penulis dengan dr. Sudibyo Markus akan dijabarkan melalui penjelasan dibawah
ini.49
Berdasarkan penjelasan dari dr. Sudibyo Markus, Salah satu hal yang
melatarbelakangi Muhammadiyah melakukan internasionalisasi dakwah adalah
sesuai dengan ciri dari agama Islam sebagai rahmatan lil alamin, agar bisa
membawa sebuah rahmat dan kemanfaatan bagi sekalian alam maka
Muhammadiyah perlu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan tantangan
48
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2010, Tanfidz Keputusan Satu Abad Muhammadiyah
(Mukatamar Muhammadiyah ke-46). Yogyakarta: PP Muhammadiyah, hal. 15 49
Wawancara penulis dengan Wakil Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Iinternasional PP
Muhammadiyah, Sudibyo Markus, 25 Desember 2018.
65
kehidupan di era global, terlebih ketika dunia Islam menjadi terpecah belah akibat
tekanan ideologi dan gerakan non-Islam global, kemudian dengan adanya Visi
Muhammadiyah 2025 yang merupakan program Muhammadiyah jangka panjang
yang disusun sejak Muktamar ke-45 di Malang tahun 2005 sampai tahun 2025.
Visi Muhammadiyah 2025 adalah suatu tahapan pencapaian tujuan persyarikatan
yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sehingga diharapkan pada 2025
tercipatanya seluruh elemen sistem gerakan Muhammadiyah yang unggul,
terciptanya kondisi dan faktor-faktor pendukung terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya serta berkembangnya peran strategis Muhammadiyah
dalam kehidupan umat, bangsa dan dinamika global. Melalui visi inilah yang
menegaskan keterpanggilan Muhammadiyah dalam menyuarakan gerakan
kemanusian universal, ditambah pula dengan keterlibatan Muhammadiyah dalam
berabagai forum keagamaan dan kemanusiaan internasional, memberikan jalan
dan peluang bagi Muhammadiyah dalam memperluas cakupan dakwah sebagai
bagian dari gerakan keagamaan dan gerakan kemanusiaan global.
Dalam melihat fenomena konflik yang terjadi diberbagai belahan dunia,
Muhammadiyah berpandangan bahwa insiden dan peristiwa konflik yang terjadi
itu bertentangan dengan Qs:Al-Hujarat ayat 13 karena sesungguhnya Allah SWT
menciptakan manusia berbeda jenis kelamin berbeda bangsa dan berbeda suku
bukan untuk saling berkonflik akan tetapi untuk saling mengenal dan mengetahui.
Selain tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, muncul agenda setting dari
kekuatan ideologi dan gerakan internasional yang meninginkan konflik, khusunya
66
di kalangan negara Islam atau mayoritas Muslim semakin meluas, hal ini
bertujuan agar mereka dapat terus melanggengkan dominasi mereka yang
berorientasi membangun supremasi politik untuk menguasai sumber daya alam.
Strategi dakwah yang Muhammadiyah terapkan dalam mengatasi
persoalan konflik kemanusiaan di dunia Internasional dengan cara
Muhammadiyah perlu memperkuat bangunan kapasitas internal (capacity
building) di bidang sumber daya insani, dukungan berbagai infrastruktur (amal
usaha Muhammadiyah) dan sumber-sumber finansial yang sifatnya mandiri dan
tidak mengikat. Kemudian membangun jaringan kemanusiaan di tingkat nasional
dan internasional (Global Humanitarian Networks) baik dengan sesama lembaga
Muslim dan non-Muslim salah satunya adalah penandatangan nota kesepahaman
dengan Community of Sant’ Egidio, asosiasi pemeluk Katolik terbesar di dunia
yang berpusat di Roma dan tentunya Muhammadiyah juga perlu memperkuat jati
diri sebagai Islamic civil society movement yang berbasis komunitas agar nantinya
kedepan bisa bersinergi dalam membantu persoalan konflik kemanusiaan di dunia
Internasional.
Ditengah terjadinya peristiwa konflik kekerasan, konsekuensinya adalah
menimbulkan kerugian secara material dan menimbulkan korban konflik sehingga
peran dan bantuan yang selama ini Muhammadiyah berikan kepada para korban
konflik di dunia Internasional adalah dengan melakukan humanitarian assistances
atau bantuan kemanusiaan berupa bantuan materil, logistik dan tenaga medis
kepada mereka yang membutuhkan seperti pada kasus di Gaza, Mindanao,
Bangladesh, Rohingya. Peran selanjutnya yang pernah dilakukan Muhammadiyah
67
adalah melakukan perundingan proses perdamaian di dunia Internasional salah
satunya dengan menjadi anggota International Contact Group (ICG) mewakili
ormas Islam untuk penyelesain konflik di Filipina Selatan. Setelah itu
memberikan beasiswa pendidikan kepada para korban untuk berkuliah di
Perguruan Tinggi Muhammadiyah seperti para pelajar di Thailand Selatan dan
Filipina Selatan, kemudian melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga
perdamaian seperti Mahathir Global Peace School (MGPS) dan Centre for Peace
and Conflict Studies (CPCS) Cambodia. Selain itu, juga dilakukan melalui peran
dan pendirian Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah sebagai embrio
pembangunan sumberdaya dan struktural Muhammadiyah untuk membuka dan
memperluas jalan dan jaringan internasional Muhammadiyah kedepan.
Saat ini sudah puluhan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah
(PCIM)50
yang tersebar diberbagai belahan dunia. PCIM adalah struktur di
lingkungan Muhammadiyah untuk menghimpun warga dan simpatisan
Muhammadiyah yang berada diluar negeri. Selain itu ada juga di beberapa negara
organisasi saudara (Sister Organization)51
yang bernama Muhammadiyah tetapi
tidak mempunyai hubungan secara struktural dengan Muhammadiyah namun
50
Pada tahun 2015, ada 16 PCIM yang sudah ditetapkan oleh PP Muhammadiyah yaitu PCIM
Kairo Mesir, PCIM Iran, PCIM Sudan, PCIM Belanda, PCIM Jerman, PCIM Inggris, PCIM
Libya, PCIM Kuala Lumpur, PCIM Perancis, PCIM Amerika Serikat, PCIM Jepang, PCIM Rusia,
PCIM Australia Barat, PCIM Australia, PCIM Taiwan. PCIM disebut istimewa karena Surat
Keputusan pembentukannya langsung disahkan oleh PP Muhammadiyah, kalau Pimpinan Cabang
dalam negeri Surat Keputusannya disahkan oleh Pimpinan Daerah. 51
“Sister Organization” pada muktamar Muhammadiyah tahun 2015 tersebar di Malaysia,
Singapura, Thailand Selatan, Vietnam, Laos, Kamboja, Korea, Jepang.
68
berafiliasi sehingga mereka mempunya visi, strategi dakwah bahkan logo yang
sama dengan Muhammadiyah.52
Kontribusi yang Muhammadiyah berikan dalam menyebarluaskan
pandangan terkait Islam berkemajuan, cinta damai dan menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan universal di dunia Internasional untuk mengantitesa atas
paham-paham ekstrimisme dan aksi-aksi kekerasan yang melanggar hak asasi
manusia dengan cara menyebarluaskan visi, misi dan identitas gerakan
Muhammadiyah sebagai gerakan kemanusiaan dan perdamaian sebagai wujud
Islam Wasathiyah (moderat) melalui berbagai aksi nyata dan karya-karya tulisan.
Kemudian Muhammadiyah mempelopori berbagai dialog perdamaian, dialog
antar agama dan peradaban seperti salah satu bentuknya adalah Muhammadiyah
dengan didukung CDCC (Centre for Dialogue and Cooperation among
Civillisations) mengambil peran aktif dalam kerjasama internasional antar para
agamawan untuk isu-isu perdamaian dan kesejahteraan. Sejak 2006
Muhammadiyah berperan aktif dalam penyelenggaraan World Peace Forum
pertama di Jakarta pada Agustus 2006. Konferensi tingkat dunia ini
mendiskusikan tema besar yang menjadi tantangan yaitu “One Humanity, One
Destiny dan One Responsibility”. Selain itu juga Muhammadiyah melalui Ketua
Umumnya Din Syamsuddin dipercaya menjadi presiden Asian Conference of
52
Gandeng “Sister Organization” Muhammadiyah Kirim Ulama ke Luar Negeri diakses dari
http://news.detik.com/berita/2984398/gandeng-sister-organization-muhammadiyah-kirim-ulama-
ke-luar-negeri (06/12/2018.09.50 WIB)
69
Religion for Peace (ACRP) yang menghimpun tokoh-tokoh berbagai agama dari
20 negara untuk menjaga kerukunan agama dan perdamaian di Asia.53
Melalui berbagai dialog dan konferensi, Muhammadiyah senantiasa
menyampaikan pandangan dan pikiran untuk mencegah muncul dan terjadinya
konflik. Muhammadiyah sebagai organisasi yang sadar untuk ambil bagian dalam
gerakan perdamaian global berjuang untuk menciptakan perdamaian dan keadilan
pada saat yang bersamaan karena tidak ada perdamaian sejati tanpa ditegakannya
prinsip keadilan karena ajaran Islam menunjukan bahwa sesungguhnya agama itu
mendorong pada kehidupan yang damai, toleran dan mengedepankan dialog
daripada kekerasan. Situasi yang memicu terjadinya tindakan dan aksi kekerasan
harus diantisipasi dan dihilangkan, salah satunya adalah dengan usaha untuk
menegakan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan, karena dengan adanya rasa
keadilan dan kesejahteraan maka konflik dan aksi kekerasan yang dipengaruhi
oleh ajaran dan tindakan ekstrim susah untuk berkembang. Oleh sebab itu gerakan
perdamaian harus dibarengi dengan dorongan terhadap tegaknya keadilan dan
pembangunan kesejahteraan, tentunya gerakan perdamaian juga harus
diejawantahkan dalam praktik nyata untuk melakukan proses penyelesaian konflik
dan pasca konflik.54
Saat ini Muhammadiyah sedang menggagas pendirian program “Ahmad
Dahlan Chair for Indonesia and Islamic Studies”. Pembentukan program ini
bertujuan untuk menyeberluaskan pemikiran-pemikiran ke-Muhammadiyah-an ke
53
Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 2013, 100 Tahun Muhammadiyah
Menyinari Negeri. Yogyakarta: PP Muhammadiyah, hal 90-91 54
Zuly Qodir. Achmad Nurmandi. Nurul Yamin (Ed). 2015. Ijtihad Politik Muhammadiyah:
Politik Sebagai Amal Usaha. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal.105
70
dunia Internasional, target pertama dari pelaksanaan program ini di Victoria
University Australia, operasionalisasi dari program ini adalah Muhammadiyah
mengirimkan profesor-profesor di tempat tersebut untuk mengajar selama satu
atau dua tahun. Kemudian Muhammadiyah juga memberikan beasiswa bagi anak
muda Muhammadiyah untuk berkuliah di negara-negara Eropa dan Timur
Tengah. Berkaitan dengan pembiayaan atas program-program ini menjadi
tanggung jawab dari PP Muhammadiyah dan PTM-PTM.55
Keterlibatan Muhammadiyah dalam dinamika Internasional semakin
diperkokoh melalui keputusan Muktamar Muhammadiyah56
ke-46 di Yogyakarta
tahun 2010. Salah satu keputusan Muktamar 2010 menegaskan bahwa setiap
program kerja Muhammadiyah perlu memperkuat posisi dan peran
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar dalam dinamika
nasional dan global melalui berbagai keterlibatan yang strategis, selektif dan
produktif dengan tetap mengindahkan prinsip kemandirian dan sejalan dengan
khittah serta kepribadian Muhammadiyah Keputusan ini bertujuan untuk
menunjang agar tercapainya tujuan jangka panjang “Visi Muhammadiyah 2025”
sehingga diperlukan usaha secara bertahap untuk mencapainya.57
Seiring dengan kiprah yang Muhammadiyah sudah lakukan di dunia
Internasional, berdasarkan surat resmi dari UN ECOSOC, Muhammadiyah secara
55
Ini beberapa Strategi Internasionalisasi Muhammadiyah diakses dari
http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/11/18/ini-beberapa-strategi-internasionalisasi-
muhammadiyah/ (06/12/2018.13.00 WIB) 56
Muktamar Muhammadiyah diselenggarakan setiap lima tahun sekali, agenda pokok dari
pelaksanaan Muktamar adalah pembahasan mengenai program, visi dan misi Muhammadiyah
kedepan, pemilihan pimpinan di tingkat pusat, serta membahasa isu-isu strategis bangsa Indonesia
dan dunia Internasional. 57
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2010, Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad
Muhammadiyah. Yogyakarta: PP Muhamadiyah, hal.46.
71
resmi sebagai anggota Dewan Sosial Ekonomi PBB tertanggal 1 Agustus 2011.
Muhammadiyah mendapat posisi sebagai organisasi yang berafiliasi dengan
Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi dengan status Special
Consultative.58
Melalui surat resmi dari Direktorat Jenderal Multilateral
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia perihal pemberitahuan Consultative
Status di ECOSOC kepada Muhammadiyah yang menerangkan bahwa pada
tanggal 31 Januari- 9 Februari 2011, Komite Non Govermental Organizations
(NGO-ECOSOC) telah membahas aplikasi berbagai NGO di dunia termasuk
Muhammadiyah, salah satu keputusan dari komite tersebut adalah memberikan
Special Consultative Status ECOSOC kepada persyarikatan Muhammadiyah.59
Salah satu bentuk komitmen dan keseriusan Muhammadiyah dalam
memperluas jangkauan gerakan dan jaringan organisasi di dunia Internasional,
pada tahun 2015 di forum Muktamar Muhammadiyah di Makasar, Puluhan
Cabang Istimewa Muhammadiyah dan “Sister Organization” yang tersebar di
berbagai negara melakukan agenda konsolidasi yaitu Muhammadiyah
International Meeting (MIM). Agenda ini rutin diadakan sejak Muktamar
Muhammadiyah di Malang tahun 2005 dalam rangka mengevaluasi kiprah dan
mematangkan konsep strategi dakwah Muhammadiyah di dunia Internasional.
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi sosial keagamaan terbesar di
Indonesia berkomitmen untuk menunjukan wajah Islam yang toleran dan cinta
58
Ada dua status yang diberikan kepada NGO, yaitu General Consultative dan Special
Consultative kepada NGO yang sudah mendapatkan kedua status tersebut diberikan hak untuk
hadir dalam persidangan ECOSOC dan memberikan pendapat. Berdasarkan dokumen dari
ECOSOC mengenai daftar NGO yang mendapatkan Consultative Status, terdapat 135 NGO
dengan General Consultative Status dan 2.218 NGO dengan Special Consultative Status. 59
Laporan Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah, 2015, Laporan
Lembaga Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010-2015. Yogyakarta: PP Muhammadiyah. hal.336
72
damai, menanamkan nilai-nilai demokratis dan menjunjung tinggi kemanusiaan
universal kepada peradaban dunia tanpa tersekat oleh suku, agama, bangsa dan
negara sesuai dengan pandangan dan cerminan dari konsep Islam Berkemajuan.60
60Muktamar Muhammadiyah, Matangkan Konsep Go Internasional diakses dari
http://m.tempo.co/read/news/2015/08/02/058688537/muktamar-muhammadiyah-matangkan-
konsep-go-international (06/12/2018.10.45 WIB)