bab ii landasan teori - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/343/3/10 bab ii skrips.pdf3...

18
16 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Zakat 1. Zakat menurut bahasa adalah berkembang, bertambah. Orang arab mengatakan zakaa az- zaru’ ketika az- Zar’u (tanaman) itu berkembang dan bertambah. Zakat an-nafaqatu ketika nafaqah (biaya hidup) itu diberkahi. Kadang-kadang zakat diucapkan untuk makna suci. Allah berfiman 1 2. Menurut Sayyid Sabiq zakat ialah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta’ala yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat, karena didalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan. 2 Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (Asy Syams : 9) 3 Zakat menurut syara’ adalah hak yang wajib pada harta. Malikiyah memberikan definisi bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagian tertentu dari 1 Wahbah Az- Zuhaili, Fiqih islam wa adillatuhu, jilid 3,(Jakarta: Gema Insani, 2011) Cet.1, hlm.164 2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah , jilid 3, (Bandung: PT Al Ma’arif,1978)Cet.1, hlm.5 3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Semarang: Cv. Asy Syifa’, 2000), Hlm. 1393

Upload: vandan

Post on 10-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Zakat

1. Zakat menurut bahasa adalah berkembang, bertambah. Orang arab

mengatakan zakaa az- zaru’ ketika az- Zar’u (tanaman) itu berkembang

dan bertambah. Zakat an-nafaqatu ketika nafaqah (biaya hidup) itu

diberkahi. Kadang-kadang zakat diucapkan untuk makna suci. Allah

berfiman 1

2. Menurut Sayyid Sabiq zakat ialah nama atau sebutan dari sesuatu hak

Allah Ta’ala yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin.

Dinamakan zakat, karena didalamnya terkandung harapan untuk

beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai

kebaikan.2

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,

(Asy Syams : 9)3

Zakat menurut syara’ adalah hak yang wajib pada harta. Malikiyah

memberikan definisi bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagian tertentu dari

1 Wahbah Az- Zuhaili, Fiqih islam wa adillatuhu, jilid 3,(Jakarta: Gema Insani, 2011) Cet.1,

hlm.164

2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah , jilid 3, (Bandung: PT Al Ma’arif,1978)Cet.1, hlm.5

3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Semarang: Cv. Asy Syifa’, 2000), Hlm.

1393

17

harta tertentu yang telah sampai nishab kepada orang yang berhak menerima, jika

kepemilikan, haul (genap satu tahun) telah sempurna selain barang tambang,

tanaman dan harta temuan.

Hanafiyah memberikan definisi bahwa zakat adalah pemberian hak kepemilikan

atas sebagian harta tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu yang telah

ditentukan oleh syari’at semata-mata karena Allah. Kata pemberian hak

kepemilikan tidak masuk didalamnya. Sesuatu yang hukumnya boleh, oleh karena

itu jika seseorang memberi makan anak yatim dengan niat zakat, maka tidak

cukup dianggap sebagai zakat, kecuali jika orang tersebut menyerahkan makanan

kepada anak yatim itu sebagaimana jika orang tersebut memberi pakaian pada

anak yatim.Syafi’iyah memberikan definisi bahwa zakat adalah nama untuk

barang yang dikeluarkan untuk harta atau badan (diri manusia untuk zakat fitrah)

kepada pihak tertentu

Definisi zakat menurut Hanabillah adalah hak yang wajib pada harta

tertentu kepada kelompok tertentu pada waktu tertentu.4

Menurut al Syaukani seperti yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy

bahwa zakat itu adalah memberikan sebagian harta yang cukup nisab kepada

orang faqir dan sebagainya yang tidak berhalangan secara syara’.

Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan zakat menurut syari’at Islam adalah

sebagian dari harta orang kaya yang telah ditentukan kadarnya oleh agama pada

sebagian jenis harta dan telah ditentukan nisabnya pada sebagian jenis harta yang

lain.

4 Wahbah Az- Zuhaili, Op Cit., jilid 1, hlm. 165

18

Jadi zakat adalah kadar yang telah ditetapkan dan dikenakan atas harta-

harta yang dikeluarkan zakatnya pada setiap tahun apabila jumlah harta yang

dimiliki itu sampai nisabnya. Dan harta zakat adalah sejumlah harta yang

dipungut dan dihimpun berdasarkan syari’at Islam mengenai zakat.5

Dengan demikian jelas bahwa zakat dalam definisi para fuqaha digunakan

untuk perbuatan pemberian zakat itu sendiri. Artinya memberikan hak yang wajib

pada harta, zakat dalam Urf Fuqaha digunakan juga untuk pengertian bagian

tertentu dari harta yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai hak orang-orang fakir.

Zakat dinamakan shadaqah karena menunjukkan kejujuran hamba dalam

beribadah dan taat kepada Allah.6

Berkenaan dengan zakat harta yang selalu dinamis, sejak tahun 1980-an

mengalami dinamika berarti, yakni berkembangnya pemikiran mengenai

“sumber” nya yang berasal dari pekerjaan atau profesi atau keahlian khusus yang

mendatangkan penghasilan besar, seperti konsultan, dokter spesialis, notaris,

penasihat hukum, pegawai negeri, pilot, nahkoda, komisioner dan lain-lain. Dan

inilah yang disebut zakat profesi, yakni zakat harta yang dapat diperoleh sewaktu-

waktu dari pekerjaan profesinya.7

Menurut Yusuf Qardawi, sebenarnya masalah gaji, upah kerja,

penghasilan wiraswasta ini termasuk dalam kategori mal mustafad, yaitu harta

pendapatan baru yang bukan harta yang sudah dipungut zakatnya. Mal Mustafad

adalah harta yang diperoleh oleh orang Islam dan baru dimilikinya melalui suatu

5 Drs. H. Nukthoh Arfawie Kurde S.H., M. Hum., Memungut Zakat dan Infaq Profesi oleh

Pemerintah Daerah,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), Cet.1,Hlm.18

6 Wahbah Az- Zuhaili, Op Cit., jilid 1, Hlm.166

7 Drs. H. Nukthoh Arfawie Kurde S.H., M. Hum., Memungut Zakat dan Infaq Profesi oleh

Pemerintah Daerah,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), Cet.1,Hlm.22

19

cara kepemilikan yang disyahkan oleh undang-undang. Jadi mal mustafad ini

mencakup segala macam pendapatan, akan tetapi bukan pendapatan yang

diperoleh dari penghasilan harta yang sudah dikenakan zakat. Gaji, honor dan

uang jasa itu bukan hasil dari harta benda yang berkembang (harta yang

dikenakan zakat), bukan hasil dari modal atau harta kekayaan yang produktif,

akan tetapi diperoleh dari sebab lain. Demikian juga penghasilan seorang dokter,

pengacara, seniman dan lain sebagainya, ini mencakup dalam pengertian mal

mustafad. Dan mal mustafad sudah disepakati oleh jamaah sahabat dan ulama-

ulama berikutnya untuk wajib dikenakan zakat.8

Pekerjaan adakalanya bebas tidak terikat dengan negara, seperti pekerjaan

dokter, arsitektur, pengacara, penjahit, tukang kayu, dan para pekerja bebas

lainnya.juga adakalanya terikat dengan tugas yang berfiliasi ke negara atau

semisalnya seperti yayasan dan perusahaan umum dan khusus, dan pegawai

menerima gaji bulanan sebagaimana yang telah umum diketahui. Income yang

diperoleh oleh masing-masing orang yang bekerja bebas atau menjadi pegawai

diberlakukan hukum fiqih. Yang telah ditetapkan di dalam empat madzhab adalah

bahwa tidak ada zakat di dalam laba hingga mencapai nisab dan haul. Menurut

pendapat selain syafi’iyah, wajib dikeluarkan zakat dari harta yang disimpan

semuanya,

Kata-kata yang berhubungan dengan zakat mal antara lain:

1. Nisab artinya batas nilai kekayaan yang dikenakan zakat.

8 Ibid, Hlm.27

20

2. Haul artinya masa pemilikan harta/ kekayaan untuk menghitung

(mengeluarkan) zakat.

3. Kadar zakat, maksudnya jumlah yang harus dikeluarkan.

Pelaksanaan dari masing-masing jenis zakat :

1. Zakat Harta ( Kekayaan )

a. Emas

1) Nisabnya : 94 gram

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5 %

b. Perak

1) Nisabnya : 672 gram

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5 %

c. Logam Mulia dan Batu Permata

1) Nisabnya : 94 gram

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5 %

d. Rumah dan tanah ( yang wajib dikeluarkan zakatnya )

1) Nisabnya : 94 gram

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5 %

e. Kendaraan bermotor ( yang wajib dikeluarkan zakatnya )

1) Nisabnya : 94 gram

21

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5 %

f. Uang simpanan, deposito, surat berharga dan lain-lain

1) Nisabnya : 94 gram

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5 %

g. Binatang ternak

Kambing, biri-biri ( domba )

1) Nisabnya : 40 ekor

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya :

a) 40 s/d 120 ekor, kadar zakatnya 1 ekor

b) 121 s/d 200 ekor, kadar zakatnya 2 ekor

c) 201 s/d 300 ekor, kadar zakatnya 3 ekor

d) selanjutnya setiap bertambah 100 ekor, kadar zakatnya 1

ekor Sapi, kerbau, kuda

1) Nisabnya : 30 ekor

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya :

a) 30 s/d 39 ekor, kadar zakatnya 1 ekor umur 1 tahun

b) 40 s/d 59 ekor, kadar zakatnya 1 ekor umur 2 tahun

c) 60 s/d 69 ekor, kadar zakatnya 2 ekor umur 1 tahun

22

d) selanjutnya setiap bertambah 10 ekor, kadar zakatnya 1

ekor umur 2 tahun

Binatang ternak lainnya

1) Nisabnya : 94 gram

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5 %

2. Zakat perusahaan dan Perdagangan (Tijaroh)

1) Nisabnya : 94 gram

2) Haulnya : 1 ( satu ) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5 %

cara menghitung nilai kekayaan perusahaan adalah dengan

menghitung jumlah modal ditambah laba pada waktu akan

mengeluarkan zakat.

3. Zakat Tumbuh-tumbuhan

1) Nisabnya : senilai 1.350 kg gabah (padi) atau senilai

759 kg beras

2) Haulnya : setiap panen

3) Kadar zakatnya : 5% jika pengairan sulit, 10% jika pengairan

mudah.

4. Zakat Barang Tambang ( Ma’din )

1) Nisabnya : senilai 94 gram emas

2) Haulnya : 1 (satu) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5%

23

5. Zakat Barang Temuan ( rikaz )

1) Nisabnya : senilai 94 gram emas

2) Haulnya : 1 (satu) tahun

3) Kadar zakatnya : 20%

6. Zakat Profesi

1) Nisabnya : senilai 94 gram emas

2) Haulnya : 1 (satu) tahun

3) Kadar zakatnya : 2,5%9

Terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan dalam menentukan nishab,

kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi. hal ini sangat bergantung pada qiyas

(analogi) yang dilakukan. Pertama, jika dianalogikan pada zakat perdagangan,

maka nishab, kadar, dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula

dengan zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadarnya 2,5

persen dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan

pokok. Contoh: jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,- setiap bulan dan

kebutuhan pokok perbulannya Rp 3.000.000,- maka besar zakat yang

dikeluarkannya adalah : 2,5 % x 12 x Rp 2.000.000,- atau sebesar Rp 600.000,-

per tahun atau Rp 50.000,- per bulan.

Kedua: jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai

653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5 persen dan dikeluarkan pada

setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh

9 Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih harta dan jiwa, (Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam

Ruhama, 1991), Cet.1, Hlm.64-67

24

kasus di atas, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5% x 12 x Rp 2.000.000,-

atau sebesar Rp 1.200.000,- per tahun atau Rp 100.000,- per bulan.

Ketiga : jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20

persen tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Pada contoh di

atas, maka si A mempunyai kewajiban berzakat sebesar 20% x Rp 5.000.000,-

atau sebesar Rp 1.000.000 setiap bulan.10

B. Dasar Hukum Zakat dan Sejarah Pensyari’atan Zakat

Ajaran Islam itu bersifat dinamis dan responsive terhadap situasi zaman

dan tempat serta mampu menjawab tuntutan-tuntutan pembaharuan dan

perkembangan zaman. Demikian pula dengan zakat, sebuah ajaran yang berkaitan

dengan harta dan pribadi orang perorang pemilik harta, bersih harta dan bersih

pula hati pemilik harta dari sifat-sifat tercela ( kikir, hasad dan tak peduli ).11

Adapun dasar hukum zakat disebutkan dalam al-Qur’an:

Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-

orang yang ruku'(Q.S.2, Al Baqarah : 43)12

10 DR. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc., Zakat dalm Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema

Insani, 2002), Cet.1, Hlm.96-97

11 Ibid, Hlm.11

12 Departemen Agama RI, Op.Cit, Hlm. 15

25

Ulama, baik salaf(klasik) maupun khalaf(kontemporer) sepakat akan adanya

kewajiban zakat, dan bagi yang mengingkarinya berarti kafir dari Islam. Dan

menurut jumhur ulama, diantaranya adalah golongan Hanafiyah dan Malikiyah

mengatakan bahwa zakat itu wajib diserahkan kepada imam atau pemimpin

(untuk diatur pendayagunaannya), dengan syarat menurut golongan Malikiyah

pemimpin itu adil.

Menurut Muhammad Abu Zahrah, bahwa para khalifah sepeninggal nabi

Muhammad

Al- Qur’an al –karim semenjak periode Makkah, pada dasarnya telah

menanamkan mental kewajiban zakat dalam jiwa para sahabat Rasulullah saw.

Pemerintah atau Negara belum berkewajiban dan bertanggung jawab atas

pengelolaan zakat.13

Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian

(pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.

Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah;

dan mereka Itulah orang-orang beruntung.14

Ayat diatas yang diturunkan di Makkah memerintahkan untuk

memberikan hak kepada kerabat yang terdekat, fakir miskin dan orang-orang yang

dalam perjalanan. Begitu pula ayat-ayat zakat lainnya, masih memakai bentuk “

13 Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2008), Cet.1, Hlm.28

14 Departemen Agama RI, Op.Cit, Hlm.903

26

khabariyyah” (berita), menilai bahwa penunaian zakat merupakan sikap dasar bagi

orang-orang mukmin, dan menegaskan bahwa memakai sikap orang mukmin dan

meninggalkan sikap orang musyrik adalah suatu hal yang wajib dilakukan bagi

orang-orang mukmin. Oleh karena itu pada praktiknya, para sahabat merasa

terpanggil untuk menunaikan semacam kewajiban zakat. Meski ayat-ayat zakat

yang turun di Makkah tidak menggunakan bentuk amr (perintah)

Setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, turunlah ayat-ayat zakat

dengan menggunakan redaksi yang berbentuk amr (perintah). Pada periode ini

pula Rasulullah segera memberikan penjelasan tentang jenis-jenis harta yang

wajib dizakatkan, kadar dan nishab serta haulnya.15

Dalam sejarah perjalanannya zakat merupakan suatu institusi yang cukup

unik dan menarik bila diperhatikan karena ia selalu mengalami perubahan setiap

waktu dan masa, walaupun ia merupakan suatu ketetapan Ilahi. Pada awal Islam (

Periode Makkah ) zakat merupakan kewajiban yang sepenuhnya diserahkan pada

masing-masing kaum muslimin, sehingga bergantung pada kadar keimanan

mereka. Bagi mereka yang kadar keimanannya tinggi, biasanya mengeluarkan

harta kekayaannya lebih besar dibanding mereka yang kadar keimanannya biasa-

biasa saja. Ini pula disebabkan karena kewajiban zakat pada awal Islam itu, masih

belum ada ketentuan berapa kadar yang harus dizakatkan dan jenis apa saja yang

harus dizakati, sehingga zakat pada periode ini tidak terikat.

15 Asnaini, Op.Cit, Hlm. 29

27

Berbeda dalam perkembangan selanjutnya, ketika suasana kaum muslimin

sudah mulai tenteram menjalankan tugas-tugas agama maka pada tahun kedua

Hijrah dalam periode Madinah, zakat mulai disyari’atkan Allah dan dijalankan

pelaksanaan hukumnya dengan tegas dan rinci.16

Ketegasan hukum wajib zakat ini dapat pula dilihat dalam beberapa ayat al

Qur’an yang mengecam dan mengancam orang-orang yang enggan mengeluarkan

zakat. Padahal mereka termasuk kategori orang-orang yang wajib zakat. Hal ini

terungkap dalam firman Allah SWT :

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari

orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan

harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia)

dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan

tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada

mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (Q.S. at-Taubah

: 34)17

C. Syarat Wajib Zakat

16 Drs. M. Zaidi Abdad, M.Ag, Lembaga Perekonomian Umat Di Dunia Islam, (Bandung:

Angkasa, 2003), Cet.1, Hlm.23

17 Departemen Agama RI, Op.Cit,Hlm. 404

28

Menurut Chalid Fadlullah yang dimaksud dengan kekayaan itu adalah

segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk disimpan dan

dimilikinya, baik berupa barang atau benda yang dapat diambil manfaatnya secara

kongkrit dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Adapun kekayaan pada

perkembangannya selanjutnya dapat berupa emas, perak, uang, binatang ternak,

hasil pertanian, termasuk pabrik, industri, saham, gedung-gedung yang produktif,

hotel, losmen, toko, bengkel, termasuk sawah, ladang, tambak, dan lain

sebagainya. Menurut Yusuf Qardlawi dalam mengeluarkan harta kekayaan wajib

zakat harus memenuhi kriteria atau persyaratan, diantara persyaratan tersebut

adalah milik penuh, produktif atau dapat diproduksikan, cukup senishab, lebih

dari kebutuhan primer, bebas dari hutang, dan berlaku setahun.18

Menurut para ahli hukum islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar

kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim.

Syarat-syarat itu adalah:

1. Pemilikan yang pasti artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang

punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati

hasilnya.

2. Berkembang artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan

sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia.

3. Melebihi kebutuhan pokok artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu

melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya

untuk hidup wajar sebagai manusia.

18 Ibid, Hlm. 29

29

4. Bersih dari hutang artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih

dari hutang, naik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang

kepada sesama manusia.

5. Mencapai nishab artinya mencapai jumlah minimal yang wajib

dikeluarkan zakatnya.

6. Mancapai haul artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat,

biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.19

D. Macam-macam Zakat

Menurut garis besarnya, zakat terbagi menjadi dua. Pertama, Zakat Mal (

harta ): emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan (buaah-buahan dan biji-bijian)

dan barang perniagaan. Kedua, Zakat Nafs, zakat jiwa yang disebut juga “ Zakatul

Fithrah.”(zakat yang diberikan berkenaan dengan selesainya mengerjakan shiyam

(puasa) yang difardhukan).

Di negeri kita ini lazim disebut fitrah. Ulama telah membagi zakat fitrah,

kepada dua bagian. Pertama, Zakat harta nyata (harta yang lahir) yang terang

dilihat umum, seperti : binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan barang

logam. Kedua, Zakat harta-harta yang tidak nyata, yang dapat disembunyikan.

Harta-harta yang tidak nyata itu, ialah emas, perak, rikaz dan barang perniagaan.

Adapun fitrah, setengah ulama memasukkannya dalam golongan harta

lahir. Menurut lahir nash Asy-Syafi’i, fitrah masuk golongan zakat harta batin.

Menurut para ulama apa sebab barang dagangan dipandang harta bathin

(tidak nyata), karena barang dagangan tidak diketahui oleh yang melihat, apakah

19 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,( Jakarta: Universitas

Indonesia,2006),cet.1,hlm.41

30

untuk diperdagangkan atau tidak. Barang (benda) tidak menjadi barang dagangan

kecuali memenuhi beberapa syarat

Apabila sebab (illat) yang dikemukakan oleh para ulama kita perhatikan,

niscaya kita dapat memasukkan zakat perdagangan dalam zakat harta yang nyata,

jika barang dagangan itu diketahui benar untuk diperdagangkan seperti barang

yang terdapat di sebuah toko atau koperasi.20

Menurut Yusuf al-Qardhawi jenis-jenis harta yang wajib dizakati, adalah:

1. Binatang ternak

2. Emas dan perak

3. Hasil perdagangan

4. Hasil pertanian

5. Hasil sewa tanah

6. Madu dan produksi hewan lainnya

7. Barang tambang dan hasil laut

8. Hasil investasi, pabrik dan gudang

9. Hasil pencaharian dan profesi

10. Hasil saham dan obligasi

Jenis harta yang wajib dizakati sebagaimana disebut diatas masih dapat

dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan ekonomi dan dunia usaha.

Menurut Didin Hafidhuddin mengemukakan jenis harta yang wajib dizakati sesuai

dengan perkembangan perekonomian modern saat ini meliputi:

20 Prof. Dr. Tgk.M.Hasbi ash- Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: Pustaka Rizki

Putra,2009), Hlm.8

31

1. Zakat Profesi

2. Zakat Perusahaan

3. Zakat surat-surat berharga

4. Zakat perdagangan mata uang

5. Zakat hewan ternak yang diperdagangkan

6. Zakat madu dan produk hewani

7. Zakat investasi properti

8. Zakat asuransi syari’ah

9. Zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung walet, ikan hias, dan sektor

modern lainnya yang sejenis

10. Zakat sektor rumah tangga modern21

E. Hikmah Zakat

Kesenjangan antar manusia dalam rizki, anugerah dan perolehan pekerjaan

adalah sesuatu yang terjadi datang kemudian, Allah berfirman

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam

hal rezki, 22

Allah mewajibkan orang kaya untuk memberikan pada orang fakir hak

kewajiban yang sudah ditetapkan, tidak enggan memberikan tidak pula

mengharap balas

21 Asnaini, Op.Cit, Hlm 36

22 Departemen Agama RI, Op.Cit,Hlm. 587

32

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang

meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian23Ad-

Dzariyat:19

Kefardhuan Zakat adalah sarana paling utama untuk mengatasi

kesenjangan ini, merealisasikan solidaritas atau jaminan sosial dalam islam24

Zakat sebagai lembaga Islam mengandung hikmah (makna yang dalam,

manfaat) yang bersifat rohaniah dan filosofis. Diantara hikmah-hikmah itu adalah:

1. Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta

membersihkan diri dari sifat-sifat kikir dan loba, dengki, iri serta dosa

2. Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan

3. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antara sesama manusia

4. Manifestasi kegotongroyongan dan tolong menolong dalam kebaikan dan

takwa

5. Mengurangi kefakirmiskinan yang merupakan masalah sosial

6. Membina dan mengembangkan stabilitas sosial

7. Salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial25

23 Ibid,Hlm. 1170

24 Wahbah Az- Zuhaili, Op Cit., jilid 1, Hlm.166

25 Mohammad Daud Ali, Op.Cit, Hlm.41

33

Allah SWT berfirman:

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam

hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau

memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki,

agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka

mengingkari nikmat Allah26

26 Departemen Agama RI, Op.Cit,Hlm. 587