bab ii kajian pustaka a. tinjauan pustaka · menurut herry lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis...

17
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka ini dipilih beberapa tulisan yang berkaitan dengan pembahasan Batik Magetan seperti penelitian-penelitian terdahulu dalam bentuk skripsi. Anita Dewi Setyaningrum (2011) Skripsi berjudul Batik Pring Desa Sidomukti ( Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan). Pada penelitian ini menjelaskan tentang perkembangan batik pring sidomukti dan bagaimana usaha PEMDA Magetan dalam mempertahankan eksistensi batik pring. Joharlian Wahyunanda (2013) Skripsi berjudul Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Potensi Batik Masyarakat Desa (Studi: Di Desa Sentra Batik Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan). Hasil dari penelitian tersebut adalah peran Kepala Desa dalam meningkatkan potensi batik ditunjukkan dengan visi misi, motivasi, tujuan dan harapan serta keinginan. Adanya kekuasaan ketrampilan untuk merealisasikan visi yang ditunjukan dengan mengembalikan ekstitensi batik dan menstimulasi dan mentransformasi dengan memberikan fasilitas pelatihan, pencarian modal hingga hak paten. Gaya kepemimpinan kepala desa yaitu kepemimpinan partisipatif dan demokratif. Inovasi dan capaian yg dihasilkan kepala desa selama menjabat hingga memunculkan motif batik pring sedapur sebagai icon khas Kabupaten Magetan.

Upload: ngohanh

Post on 06-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini dipilih beberapa tulisan yang berkaitan dengan

pembahasan Batik Magetan seperti penelitian-penelitian terdahulu dalam bentuk

skripsi.

Anita Dewi Setyaningrum (2011) Skripsi berjudul Batik Pring Desa

Sidomukti ( Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten

Magetan). Pada penelitian ini menjelaskan tentang perkembangan batik pring

sidomukti dan bagaimana usaha PEMDA Magetan dalam mempertahankan

eksistensi batik pring.

Joharlian Wahyunanda (2013) Skripsi berjudul Kepemimpinan Kepala

Desa Dalam Meningkatkan Potensi Batik Masyarakat Desa (Studi: Di Desa Sentra

Batik Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan). Hasil dari penelitian

tersebut adalah peran Kepala Desa dalam meningkatkan potensi batik ditunjukkan

dengan visi misi, motivasi, tujuan dan harapan serta keinginan. Adanya kekuasaan

ketrampilan untuk merealisasikan visi yang ditunjukan dengan mengembalikan

ekstitensi batik dan menstimulasi dan mentransformasi dengan memberikan

fasilitas pelatihan, pencarian modal hingga hak paten. Gaya kepemimpinan kepala

desa yaitu kepemimpinan partisipatif dan demokratif. Inovasi dan capaian yg

dihasilkan kepala desa selama menjabat hingga memunculkan motif batik pring

sedapur sebagai icon khas Kabupaten Magetan.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

9

Astri Wulan Herdiana (2013) Skripsi berjudul Perkembangan Ragam Hias

Batik Pring Sedapur Tahun 2002 - 2012 Di Dusun Papringan Desa Sidomukti

Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Penelitian tersebut membahas kajian

pada ragam hias batik pring sedapur, perkembangan, warna, potensi daerah.

Perkembangan batik Pring Sedapur dipengaruhi oleh potensi yang ada di

Kabupaten Magetan. Warna yang digunakan untuk dasaran banyak menggunakan

warna gelap pada awalnya yang berkembang menjadi variasi.

Ayu Handayani (2014) Skripsi berjudul Perkembangan Jenis Motif,

Visualisasi dan Fungsi Batik Berpola “Pring” pada Kelompok Pengrajin Batik

Mukti Rahayu Desa Sidomukti Kabupaten Magetan. Dalam kajian ini fokus pada

pada jenis motif, visualisasi dan fungsi batik di kelompok pengrajin Mukti Rahayu.

Dalam pengkajian ini pembuatan motif mulai dari 2002-2012 dibagi menjadi 2

periode. Periode pertama tahun 2002-2006 dan periode kedua tahun 2007-2012.

Batik tersebut mengalami perkembangan pada ornamen motif, warna, bentuk

stilasinya, dan juga kesan berdasarkan keseimbangan dan prinsip lainnya. Warna

yang ditampilkan cerah dan termasuk ke dalam batik pesisir. Selain aspek

keindahannya peneliti juga menganalisa fungsi dari batik tersebut. Batik ini

berfungsi untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari mulai dari seragam, pakaian,

taplak meja, gorden, dan souvenir.

Berdasarkan penelitian diatas telah dijelaskan beberapa kajian tentang batik

pring yang ada di Desa Sidomukti, maka kebaruan penelitian ini adalah pada kajian

tentang Batik Magetan dimana tidak hanya membahas batik yang ada di Desa

Sidomukti namun juga di daerah lain di Magetan seperti di Desa Pragak Kecamatan

Parang Kabupaten Magetan. Dalam tulisan ini akan membahas latar belakang pola

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

10

batik Magetan, perkembangan pola batik Magetan dan visualisasi pola Batik

Magetan.

Dalam kajian ini dipilih beberapa literatur yang berkaitan dengan

pembahasan Batik Magetan seperti mengenai pengertian batik, faktor – faktor yang

mempengaruhi pembentukan ragam hias batik, penyusunan motif batik dan

mengenai susunan raport motif batik.

1. Batik

Batik adalah sehelai wastra yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional

dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional, beragam pola batik tertentu,

yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam atau lilin

batik sebagai bahan perintang warna. Dengan demikian, suatu wastra dapat disebut

batik bila mengandung dua unsur pokok: teknik celup rintang yang menggunakan

lilin sebagai perintang warna dan pola yang beragam hias khas batik. (Doellah,

2002 : 10).

Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti

lebar, luas, kain dan “titik” yang berarti titik atau matik yang kemudian berkembang

dengan istilah “batik” yang berarti menghubungkan titik – titik menjadi gambar

pada kain yang luas atau lebar. Dalam bahasa Jawa, “batik” ditulis dengan “bathik”,

mengacu pada huruf Jawa “tha” yang menunjukkan bahwa batik adalah rangkaian

dari titik – titik yang membentuk gambaran. Batik identik dengan suatu teknik

(proses) dari mulai penggambaran hingga pada pelorodan. Salah sau ciri khas batik

adalah cara penggambaran pada kain menggunakan proses pemalaman yaitu

menggoreskan malam (lilin) dengan menggunakan canting, (Wulandari, 2011 : 4).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

11

Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara

pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda.

Jenis batik tersebut adalah:

a. Batik Tulis

Kain batik yang cara membuatnya, khususnya dalam membuat motif atau

pola batik dengan menggunkan tangan dan alat bantu berupa canting. Setiap lembar

kain batik dibuat dengan teknik ini secara telaten sehingga memerlukan waktu yang

lama untuk menyelesaikannya. Kain batik tulis umumnya mempunyai ciri kas tidak

sama persis bentuk motifnya, karena dibuat secara manual. Sehingga membuat

harga kain batik tulis sangat mahal.

b. Batik Cap

Kain yang cara pembuatan pola dan motifnya dengan menggunakan cap

atau semacam stempel yang terbuat dari tembaga. Cap tersebut menggantikan

fungsi canting dalam membatik, dengan cap ini maka satu helai kain batik cap ini

kurang mempunyai nilai seni. Harga kain cap lebih murah karena cara pembuatanya

bisa dilakukan secara masal.

c. Batik Lukis

Kain batik yang proses pembuatanya dengan cara dilukis pada kain putih,

dalam melukis juga menggunakan bahan malam yang kemudian diberi warna sesuai

dengan kehendak seniman tersebut. Motif dan pola batik lukis ini tidak terpaku pada

pakem motif batik yang ada tetapi sesuai dengan keinginan pelukis tersebut. Batik

lukis ini sebenarnya merupakan pengembangan motif batik diluar batik tulis dan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

12

batik cap. Harga batik lukis ini cukup mahal karena dibuat dalam jumlah yang

terbatas dan mempunyai ciri ekslusif.

Menurut perkembangan, batik di klasifikasikan menjadi dua yaitu batik

klasik dan batik kontemporer.

1. Batik Klasik

Batik klasik adalah batik yang memiliki pakem atau batasan-batasan

tertentu pada ornamen maupun warnanya (Kusrianto, 2013 : 311). Keunikan batik

klasik antara lain:

a. Motif – motifnya merupakan suatu lambang yang mengarah pada tujuan

yang baik.

b. Motif – motifnya mengandung pesan ajaran hidup, doa, keselamatan dan

penolak bala. Pencipta selalu memasukkan nilai-nilai spriritual dalam

penciptaan pola.

c. Pola tersebut diberi nama oleh penciptanya dengan nama yang penuh arti.

2. Batik Kontemporer

Batik kontemporer adalah batik yang sudah mengalami pengembangan dan

inovasi baru. Desain dan warna tidak terikat pada pakem tertentu menyebabkan

pengerjaannya relatif mudah dan dapat di kerjakan dalam waktu singkat. Motif

tidak serumit batik klasik, (Musman, Ambar, 2011 : 52).

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Pembentukan Ragam Hias Batik

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

13

Ragam hias batik merupakan ekspresi yang menyatakan keadaan diri dan

lingkungan penciptanya. Ragam hias dapat merupakan imajinasi perorangan

maupun kelompok, sehingga menggambarkan cita-cita seseorang atau kelompok.

Seperti halnya kebudayaan, ragam hias dapat mengalami perubahan. Perubahan ini

dipengaruhi oleh lingkungan dan norma-norma yang berkembang, (Anas, 1997 : 5).

Ragam-ragam hias batik teramat banyak jumlahnya dan hadir dalam ungkapan seni

rupa yang sangat beragam baik dalam variasi bentuk maupun warna. Hal ini terjadi

oleh karna perbedaan latar belakang yang mendasari pembuatan kain batik seperti

letak geografis, kepercayaan, adat istiadat, tatanan sosial, gaya hidup masyarakat

serta lingkungan alam setempat, (Anas, 1997 : 41 – 42).

Djoemana (1986:1), ragam hias batik biasanya dipengaruhi oleh faktor-foktor

sebagai berikut:

a. Letak geografis daerah pembuat batik bersangkutan.

b. Sifat dan tata penghidupan daerah bersangkutan.

c. Kepercayaan dan adat istiadat yang ada didaerah daerah bersangkutan.

d. Keadaan alam sekitar, termasuk flora dan fauna.

e. Adanya kontak hubungan antar daerah pembatikan.

(Djoemana, 1986 : 1) mengemukakan bahwa sebagai akibat dari letak

geografis kepulauan Indonesia di jalur perdagangan di Utara ke Selatan dan dari

Barat ke Timur terurama di pesisir Pulau Jawa sebelah utara sering disinggahi

kapal-kapal asing. Datangnya orang-orang asing tersebut yang memicu kegiatan

tukar menukar berbagai barang dari luar dengan hasil bumi Indonesia. Kebudayaan

dan kesenian dari luar kemudian diserap dan disaring oleh masyarakat bumi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

14

Indonesia, kemudian dipadukan dengan kebudayaan yang ada sehingga melahirkan

karya-karya baru dengan keunikan, keindahan dan kepribadian sendiri.

Faktor kedua dan ketiga adalah sifat tata kehidupan daerah pembatikan dan

kepercayaan serta adat istiadat dari wilayah pembatikan. Seni kerajinan batik di

Indonesia berkaitan erat dengan seni tradisi sosial yang berlaku di dalam suatu

lingkungan masyarakat, hal tersebut terlihat dari penyajian polanya. Oleh karena

itu perkembangan batik senantiasa sejalan dengan nilai tradisi dan dinamika

masyarakat pendukung. Rancangan motif yang diciptakan tidak lepas dari

kehidupan keagamaan dan kebudayaan bangsa, sehingga sampai saat ini batik

dirasakan sebagai kebanggaan bangsa Indonesia yang bernilai adiluhung.

Faktor ke empat yang mempengaruhi adalah keadaan alam sekitar termasuk

flora fauna. Keadaan alam ini mencakup kondisi yang ada disekitar wilayah

pembatikan seperti kondisi alam yang mendukung mata pencaharian, ataupun fauna

yang menjadi ciri khas di setiap wilayah pembatikan. Faktor terakhir adalah faktor

adanya kontak atau hubungan daerah sekitar, salah satu contohnya adanya kontak

tersebut misalnya di daerah pesisir Madura yang masyarakatnya terkenal sebagai

pelaut yang menyinggahi pelabuhan Lasem, Indramayu, dan sebagainya.

Persinggahan tersebut dapat menjadi penyebab seringkali dijumpai persamaan

dalam ragam hias atau warna pada batik antar daerah pembatikan, ( Djoemena, 1986

: 40).

3. Penyusunan Pola Batik

Motif batik merupakan suatu dasar atau pokok dari suatu pola gambar yang

merupakan pangkal atau pusat suatu rancangan gambar, sehingga makna dari tanda,

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

15

simbol atau lambang dibalik motif batik dapat diungkap. Motif menjadi pangkalan

atau pokok dari suatu pola. Motif mengalami proses penyusunan dan diterapkan

secara berulang – ulang sehingga diperoleh sebuah pola. Pola itulah yang nanti akan

diterapkan pada benda lain yang nantinya menjadi sebuah ornamen, (Wulandari,

2011 : 113). Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara

keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik atau pola batik, (Susanto, 1980 :

212). Pattern atau pola dalam kamus mempunyai arti sebagai susunan gambar dan

warna.

Penciptaan pola batik tidak hanya terpancang pada keindahan visual saja

namun perlu mengedepankan jiwa dari pola yang di ciptakan. Jiwa dari pola adalah

arti- makna dari pola tersebut secara keseluruhan. Jiwa atau simbol yang

terkandung dalam suatu pola sesuai dengan motif, sesuai dengan visualnya dan

harus menggambarkan keindahan serta bersifat luhur, (Susanto, 1980 : 283).

Menurut unsur-unsurnya, maka motif batik dapat dibagi menjadi dua bagian

utama, yaitu: ornamen motif batik dan isen motif batik.

Ornamen motif batik dibagi menjadi dua, yaitu: Ornamen utama,

merupakan suatu bentuk ragam hias yang menentukan dari pada pola tersebut.

umumnya ornamen utama masing-masing mempunyai arti sehingga susunan

ornamen tersebut dalam suatu motif membuat jiwa atau arti dari motif itu sendiri.

Ornamen pengisi bidang atau tambahan yang umumnya tidak mempunyai arti

dalam pembentukan motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang. Isen motif adalah

berupa titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis yang memiliki fungsi mengisi

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

16

ornamen-ornamen dari motif atau mengisi bidang diantara ornamen-ornamen

tersebut. (Susanto, 1980 : 212)

Berdasar pada pembagian bidang letak susunan motif, maka motif batik

dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

a. Golongan pertama, motif-motif yang dapat dibagi menurut bidang - bidang

geometris, ini disebut golongan geometris. Motif batik yang tergolong geometris

ini, terdapat didalamnya susunan dari ragam hias geometris. Suatu ciri dari pada

ragam hias geometri ini adalah motif yang mudah dibagi-bagi menjadi bagian-

bagian motif yang disebut satu “Raport”. Golongan geometris ini pada dasarnya

digolongkan menjadi dua macam, yaitu pertama yang rapornya berbentuk seperti

ilmu ukur biasa seperti bentuk-bentuk segi empat, segi empat panjang atau

lingkaran, sedang yang kedua tersusun dalam garis miring, sehingga raportnya

berbentuk belah ketupat.

b. Golongan kedua adalah golongan non geometris, yaitu motif-motif yang

tidak dapat dimasukkan geometris. Motif-motif golongan non-geometris yaitu

motif semen, dan buketan - terang bulan. Motif-motif golongan non-geometris

adalah tersusun dari ornamen-ornamen tumbuhan, meru, pohon hayat, binatang,

burung, garuda, ular atau naga, dalam susunan tidak teratur menurut bidang

geometris, meskipun dalam bidang luas akan terjadi berulang kembali susunan

motif tersebut, (Susanto, 1980 : 215).

4. Susunan Raport Motif Batik

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

17

Penggambaran dalam penciptaan ragam hias batik perlu suatu panduan

dalam mendesain pola sehingga dapat meminimalisasi keraguan dan kekeliruan

dalam penyusunan pola batik. Panduan dasar tersebut adalah susunan raport motif.

Raport motif merupakan bentuk laporan yang menginformasikan tentang

pembagian susunan motif dalam sebuah ragam hias, dimana penyusunan raport

motif dibagi menjadi empat, yaitu:

a. ABCD = Repeat satu langkah ke semua arah

Repeat satu langkah kesemua arah artinya bahwa raport ABCD harus

disusun ke arah horisontal dan vertikal dan bergeser satu langkah. Sistim ini

disebut sistim “Tubruk”.

Gambar 1. Sistem raport ABCD atau 1 langkah ke semua arah

Sumber : Susanto, 1980

b. KLMN = Repeat ½ langkah kiri – kanan, 1 langkah ke depan dan ke belakang.

Artinya raport KLMN harus disusun ke arah horisontal (ke kiri- ke kanan)

dan bergeser satu langkah ke arah vertikal (ke depan – ke belakang) bergeser

setengah langkah. Sistim ini disebut “onda-ende”.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

18

Gambar 2. Sistem raport KLMN atau Repeat ½ langkah

Sumber : Susanto, 1980

c. OPQR = Repeat satu langkah miring

Repeat dengan sitem raport OPQR harus disusun ke arah miring ke kanan

saja atau ke kiri saja dengan sistem geser 1 langkah. Sistim in disebut sistim

“Parang” atau sistim miring.

Gambar 3. Sistem raport OPQR (miring) 1 langkah

Sumber : Susanto, 1980

d. WXYZ = Repeat satu langkah

Artinya raport WXYZ harus disusun ke arah garis miring ke kanan maupun

ke arah kiri bergeser satu langkah. Sistim ini disebut sistim “Tubruk” miring,

(Susanto, 1980:217 - 218).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

19

Gambar 4. Sistem raport WXYZ perulangan miring 1 langkah.

Sumber : Susanto, 1980

B. Kajian Teori dan Kerangka Pikir

Landasan dalam menganalisis pola yang berkembang dalam Batik Magetan

ini menggunakan azas-azas desain menurut pendapat Dharsono Sony Kartika.

Berikut ini azas- azas desain menurut pendapat Dharsono:

1. Kesatuan (Unity)

Kesatuan adalah kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, yang

merupakan isi pokok dari komposisi. Kesatuan merupakan efek yang dicapai dalam

suatu susunan atau komposisi diantara hubungan unsur pendukung karya, sehingga

secara keseluruhan menampilkan kesan tanggapan secara utuh. Berhasil tidaknya

pencapaian bentuk estetik suatu karya ditandai oleh menyatunya unsur - unsur

estetik, yang ditentukan oleh kemampuan memadukan keseluruhan. Dapat

dikatakan bahwa tidak ada komposisi yang tidak utuh (Dharsono, 2004: 59).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

20

2. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan menurut Dharsono (2004: 59) adalah keadaan atau

kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan

seimbang secara visual ataupun secara intensitas kekaryaan. Keseimbangan adalah

stabilitas atau kesan adanya daya tarik yang sama antara bagian yang satu dengan

yang lain tanpa meniadakan aksentuasi/klimaks atau yang menjadi pusat perhatian

pada susunan karya seni (Nursantara, 2007: 75). Balance adalah seimbang atau

tidak berat sebelah. Keseimbangan bisa didapat dengan menggerombolkan atau

mengelompokkan bentuk-bentuk dan warna-warna disekitar pusat sedemikian rupa

sehingga akan terdapat suatu daya perhatian yang sama pada tiap-tiap sisi dan pusat

tersebut (Purnomo, 2004: 55). Bobot visual ditentukan oleh ukuran, wujud, warna,

tekstur, dan kehadiran semua unsur dipertimbangkan dan memperhatikan

keseimbangan. Ada dua macam keseimbangan yang diperhatikan dalam

penyusunan bentuk, yaitu:

a. Keseimbangan Formal (Formal Balance)

Keseimbangan formal adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari

satu poros. Keseimbangan formal kebanyakan simetris secara eksak atau ulangan

berbalik pada sebelah menyebelah.

b. Keseimbangan Informal (Informal Balance)

Keseimbangan informal adalah keseimbangan sebelah menyebelah dari

susunan unsur yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras dan

selalu asimetris. Keseimbangan ini mempunyai keunikan yang didasarkan atas

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

21

perhitungan kesan bobot visual dari unsur-unsur yang dihadirkan ataupun ukuran

bentuk yang dominan. Jadi dapat disimpulkan bahwa keseimbangan yaitu

persamaan bobot dari unsur-unsur karya. Secara wujud dan jumlahnya mungkin tak

sama, tapi nilainya dapat seimbang.

3. Kesederhanaan (Simplicity)

Kesederhanaan dalam desain pada dasarnya adalah kesederhanaan selektif

dan kecermatan pengelompokan unsur-unsur artistik dalam desain. Adapun

kesederhanaan ini tercakup beberapa aspek, diantaranya sebagai berikut:

kesederhanaan unsur artinya unsur-unsur dalam desain atau komposisi hendaklah

sederhana, sebab unsur yang terlalu rumit sering menjadi bentuk yang mencolok

dan penyendiri, asing atau terlepas sehingga sulit diikat dalam kesatuan

keseluruhan. Kesederhanaan struktur artinya suatu komposisi yang baik dapat

dicapai melalui penerapan terstruktur yang sederhana, dalam artinya sesuai dengan

pola, fungsi atau efek yang dikehendaki. Kesederhanaan teknik artinya suatu

komposisi jika mungkin dapat dicapai dengan teknik yang sederhana. Kalaupun

memerlukan perangkat bantu, diupayakan untuk menggunakan perangkat apa saja,

bagaimanapun nilai estetik dan ekspresi sebuah komposisi, tidak ditentukan oleh

kecanggihan penerapan perangkat bantu teknis yang sangat kompleks kerjanya

(Ahmad Sjafi‟I dalam Dharsono, 2004: 63).

4. Aksentuasi (Emphasis)

Desain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian (center of

interest). Ada berbagai cara untuk menarik perhatian kepada titik berat tersebut,

yang dapat dicapai dengan melalui perulangan ukuran serta kontras antara tekstur,

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

22

nada warna, garis, ruang, bentuk, atau motif. Susunan beberapa unsur visual atau

penggunaan ruang dan cahaya bisa menghasilkan titik perhatian pada fokus

tertentu. Berbagai macam cara untuk menarik perhatian kepada titik berat suatu

ruang, yaitu dengan beberapa cara. Aksentuasi melalui perulangan, misalnya kain

bermotif dengan beberapa warna hijau, dan biru, didekatkan pada kain polos

berwarna hijau, maka warna hijau dalam kain bermotif akan nampak lebih

menonjol, dan begitupun sebaliknya pada warna biru (Dharsono, 2004: 63). Dengan

demikian bahwa perulangan unsur desain dan perulangan warna dapat memberikan

penekanan pada aksentuasi.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

23

Kerangka Pikir

Gambar 5. Bagan Kerangka Pikir

Keberadaan batik Magetan dipengaruhi tokoh masyarakat yang

mempunyai gagasan menjadikan bambu sebagai icon pada pola batik di Magetan.

Batik Magetan tidak dapat dilepaskan dari sosok Tikno yang saat itu menjabat

sebagai Kepala Desa Sidomukti. Inovasi baru yang di lakukan Tikno untuk

memajukan batik yang ada di Magetan adalah dengan membuat ciri khas yaitu

bambu sebagai ide pembuatan setiap pola batiknya yang berbeda dengan batik

didaerah lainnya. Ide dasar bambu ini merujuk pada kondisi wilayah Magetan yang

banyak di tumbuhi tanaman bambu.

Perkembangan Pola Batik Magetan tahun

2014 sampai sekarang Magetan

Tata Susun Pola

Kesatuan Keseimbangan Kesederhanaan Aksentuasi

Pola

Batik Magetan

Tokoh

Masyarakat

Batik

Magetan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka · Menurut Herry Lisbijanto (2003:10-12) ada 3 jenis batik menurut cara pembuatannya, dimana masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

24

Perkembangan pola batik Magetan semakin tampak pada tahun 2014

dengan berdirinya beberapa lokasi pembatikan baru yang secara otomatis

mempengaruhi semakin berkembangnya pola batik Magetan. Perkembangan itu

tampak pada bertambahnnya teknik batik yang digunakan, berkembangnya teknik

pewarnaan maupun dalam penggayaan pembuatan polanya.

Pola batik Magetan tersusun dari motif - motif yang merujuk pada

kondisi geografis. Pola Batik Magetan kemudian akan dikaji berdasarkan azas -azas

desain menurut pendapat Dharsono Sony Kartika yaitu kesatuan, keseimbangan,

kesederhanaan dan aksentuasi. Kesatuan yang dimaksudkan melalui kesatuan

warna, keseimbangan dalam komposisi pola, kesederhanaan unsur maupun

komposisi dalam penggayaan dan aksentuasi atau pusat perhatian dari keseluruhan

pola.