bab ii kajian pustaka 2.1 pengertian ergonomi ergonomi

28
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien demi tercapainya produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2003). Ergonomi merupakan ilmu tentang kemampuan dan keterbatasan tubuh manusia, serta kriteria lainnya yang berkaitan dengan perancangan. Rancangan ergonomi adalah perancangan peralatan kerja, perlengkapan, mesin-mesin, pekerjaaan, tugas, tempat kerja duduk, organisasi, dan lingkungan berdasarkan informasi karakteristik tubuh manusia untuk produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektivitas fungsi tubuh manusia (Manuaba, 2007). International Labour Organization (ILO) mendefenisikan ergonomi sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan (Effendi, 2002). Ergonomi merupakan disiplin ilmu yang bersifat multidisiplin di mana terintegrasi ilmu fisiologi, psikologi, anatomi, hygiene, teknologi, sosial budaya, ekonomi dan ilmu lainnya yang berkaitan dengan suatu pekerjaan. Di dalam praktek dan perkembangannya ergonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya mencegah munculnya cedera dan

Upload: vanliem

Post on 31-Dec-2016

264 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan

alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk

terwujudnya kondisi lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien demi

tercapainya produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2003). Ergonomi

merupakan ilmu tentang kemampuan dan keterbatasan tubuh manusia, serta

kriteria lainnya yang berkaitan dengan perancangan. Rancangan ergonomi adalah

perancangan peralatan kerja, perlengkapan, mesin-mesin, pekerjaaan, tugas,

tempat kerja duduk, organisasi, dan lingkungan berdasarkan informasi

karakteristik tubuh manusia untuk produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan

efektivitas fungsi tubuh manusia (Manuaba, 2007).

International Labour Organization (ILO) mendefenisikan ergonomi

sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk

mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum

dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan (Effendi, 2002).

Ergonomi merupakan disiplin ilmu yang bersifat multidisiplin di mana

terintegrasi ilmu fisiologi, psikologi, anatomi, hygiene, teknologi, sosial budaya,

ekonomi dan ilmu lainnya yang berkaitan dengan suatu pekerjaan. Di dalam

praktek dan perkembangannya ergonomi bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan fisik dan mental, khususnya mencegah munculnya cedera dan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

8

penyakit akibat kerja serta mempromosikan kepuasan kerja. Juga untuk

meningkatkan kesejahteraan sosial, memperbaiki kualitas kontak sosial dan

mengorganisir kerja sebaik-baiknnya, demi meningkatkan efisiensi sistem

manusia-mesin dengan bijaksana dan pertimbangan rasional antara aspek teknis,

ekonomi antropologi, seni dan budaya. Berhubungan dengan peralatan lingkungan

kerja, Manuaba (1992) menyarankan untuk mengurangi dampak negatif dalam

pekerjaan pertama kali adalah dengan menyesuaikan pekerjaan terhadap manusia.

Bila karena alasan teknis atau ekonomis tidak mungkin diterapkan maka

diarahkan agar manusia dapat menyesuaikan diri terhadap pekerjaan melalui

proses seleksi, latihan dan adaptasi. Untuk melaksanakan hal tersebut ada dua

pendekatan yang digunakan yaitu pertama dengan menerapkan ergonomi saat

perencanaan dengan pendekatan konseptual, dan kedua dengan memperbaiki atau

memodifikasi pekerjaan yang sudah ada dengan memanfaatkan prinsip-prinsip

ergonomi yang dikenal dengan pendekatan kuratif.

Dalam penelitiannya (Tarwaka 2002) menyebutkan bahwa penerapan

ergonomi dalam sikap kerja duduk atau duduk berdiri bergantian dapat

meningkatkan produktivitas kerja secara signifikan dibandingkan dengan sikap

kerja berdiri. Sedangkan Adiputra (1998) mengatakan melalui penerapan

ergonomi pada industri skala kecil dengan memberikan meja dan kursi ergonomis

tenaga kerja bisa bekerja lebih nyaman.

Dari beberapa uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ergonomi

merupakan ilmu yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

9

terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi kerja yang

sehat, aman, nyaman dan efisien demi tercapainya produktifitas kerja yang tinggi.

2.2 Pembubutan

Proses pembubutan adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-

bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan mesin

bubut. Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan

luar benda silindris atau bubut rata dengan benda kerja yang berputar satu pahat

bermata potong tunggal (with a single-point cutting tool) dengan gerakan pahat

sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang

permukaan luar benda kerja .

Pembubutan dilakukan dengan menggunakan mesin bubut. Mesin bubut,

termasuk mesin perkakas dengan gerak utama berputar. Hal ini disebut gerak

utama berputar, karena pada saat beroperasi, benda kerjanya yang berputar.

Fungsi mesin bubut adalah untuk memotong atau menghilangkan sebagian dari

benda kerja dengan gerak berputar, sehingga pada akhirnya menjadi benda atau

produk yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun jenis-jenis

kegiatan yang dapat dikerjakan pada mesin bubut adalah membubut lurus,

membubut tirus atau konis, membubut alur, membuat ulir, mengkartel, mereamer,

mengetap, menyenai dan menggerinda.

Secara umum bagian-bagian dari mesin bubut dapat dilihat pada Gambar

2.1 berikut ini.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

10

Gambar 2.1 Bagian -Bagian Mesin Bubut

Menurut jenis dan fungsinya, maka mesin bubut dapat dikelompokkan

menjadi :

a. Instrumen Lathe Engine (Mesin bubut instrumen)

Mesin bubut jenis ini biasanya digunakan untuk membuat suatu produk (benda

kerja) yang kecil ukurannya, tetapi dengan tingkat kepresisian yang tinggi dan

jumlah banyak (mass product).

b. Bench Engine Lathe (Mesin Bubut Meja)

Mesin bubut ini biasanya digunakan untuk membuat produk-produk yang lebih

besar dibandingkan dengan produk instrument lathe engine. Mesin bubut jenis ini

dapat ditempatkan di atas bangku atau meja kerja atau pada mesin yang

mempunyai kaki terbuat dari baja profil dan pelat baja.

c. Standard Engine Lathe (Mesin Bubut Standar)

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

11

Mesin bubut jenis ini, selain dapat memproduksi benda kerja yang lebih besar,

juga lebih panjang.

d. Gap Lathe Head Engine (Mesin Bubut Celah)

Mesin bubut ini selain dapat mengerjakan benda-benda kerja yang besar, juga

dengan diameter yang relatif besar, sebab bagian alas dari mesin ini, yakni yang

berdekatan dengan kepala tetap, dapat dilepas-lepas dan akan menghasilkan celah,

untuk kemudian akan ditempati oleh benda kerja berdiameter besar tersebut

e. Turret Lathe Engine (Mesin Bubut Turret)

Mesin bubut jenis ini mempunyai ekor putar tetap, di mana dapat dipasangkan 6

(enam) alat potong, sesuai dengan yang dibutuhkan. Benda kerja dijepit pada

chuck (cekam berahang tiga), alat potongnya dapat disetel sedemikian rupa sesuai

dengan yang diinginkan misalnya: membubut muka (facing), membubut rata

(turning), memotong (cutting), membuat alur (grooving), mengebor atau

melubangi (drilling), menghaluskan lubang (reaming).

f. Computer Numerically Control Lathe Engine - CNC Machine

(Pengendalian Secara Numerik)

Sebelum mesin dioperasikan, lazimnya dibuatkan suatu program (software)

komputer yang sesuai bentuk benda kerja yang akan dibuat. Program ini terdiri

dari sederetan instruksi-instruksi yang dikodefikasi dalam bentuk algoritma

matematis, sehingga disebut kendali numeric. Dengan memprogramkan

kedudukan pahat terhadap benda kerja, tebalnya penyayatan,panjang yang akan

dibubut, diameter yang diinginkan maka mesin jenis ini akan bekerja secara

otomatis.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

12

Mesin bubut yang digunakan pada proses pembubutan di bengkel

laboratorium mekanik Politeknik Negeri Bali adalah jenis Turret Lathe Engine

(Mesin Bubut Turret). Gambar mesin bubut ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

2.3 Intensitas Cahaya

Intensitas penerangan ruangan praktikum merupakan hal yang sangat

penting diperhatikan di dalam proses praktikum khususnya dalam proses

pembubutan karena intensitas penerangan yang kurang dapat menimbulkan

gangguan penglihatan dan kelelahan mata terutama pada pekerjaan yang menuntut

ketelitian tinggi dalam waktu yang lama.

Menurut Kroemer dan Grandjean (2000) intensitas penerangan yang sesuai

dengan ruangan belajar untuk proses menulis dan membaca adalah 500 – 700 lux.

Sedangkan menurut Manuaba (1988) untuk pekerjaan yang membutuhkan

ketelitian contohnya membaca dan menulis penerangan yang diperlukan sebesar

350 – 700 lux. Sedangkan untuk pekerjaan teknik yang membutuhkan ketelitian

tinggi diperlukan intensitas cahaya 1000 – 2000 lux (Grandjean, 2000).

Ruangan praktikum bengkel mekanik di Politeknik Negeri Bali menggunakan

penerangan alami (sinar matahari) dan lampu TL dengan kekuatan 40 watt

sebanyak 24 buah dalam ruangan berukuran 30 x 12,5 meter. Jarak antar lampu

rata-rata 3 meter. Ketinggian titik lampu dari lantai ruangan 3 meter dan

ketinggian titik lampu dari permukaan mesin bubut 2 meter. Intensitas cahaya

umum tertingggi dalam ruangan tersebut hanya sebesar 290 lux dan terendah

sebesar 200 lux.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

13

Gambar 2.2 Pengukuran Intensitas Cahaya menggunakan lux meter

Gambaran letak mesin dan jarak lampu serta ventilasi yang terdapat pada

bengkel laboratorium mekanik pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Letak Mesin Bubut dan Ventilasi Bengkel Mekanik

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

14

2.4 Kelelahan Mata

Menurut Kroemer dan Grandjean (2000), kelelahan mata meliputi semua

gejala yang muncul setelah mendapatkan tekanan yang berlebihan pada fungsi

mata. Di antaranya yang paling penting karena terjadinya ketegangan dari otot

ciliari dalam berakomodasi untuk memandang pada objek yang kecil dan efek

dari kontras yang kuat pada retina. Lebih lanjut dikatakan kelelahan mata

menyebabkan:

1) Iritasi, gangguan mata berair, memerah.

2) Pandangan terhadap objek menjadi seolah-olah ganda.

3) Sakit kepala.

4) Menurunnya kekuatan akomodasi.

5) Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan untuk

membandingkan dan kecepatan persepsi.

Gejala ini dapat dilihat pada pekerjaan pembaca pada komputer yang

rendah kualitasnya dalam menampilkan teks dan gambar pencahayaan yang tidak

cukup, paparan cahaya yang berkedip. Orang yang lebih tua kecenderungan lebih

cepat terjadi kelelahan mata. Sesungguhnya semua jenis pekerjaan yang

menggunakan mata berperan untuk terjadinya kelelahan mata. Terutama bagi

pekerjaan yang meminta gerakan mata yang cepat dan teliti menyebabkan

permintaan lebih berat dari pada persepsi, mesin kendali dan konsentrsi. Maka

ketika mata mendapatkan tekanan yang berlebihan (over stressed) untuk waktu

yang lama timbul gejala kelelahan mata berupa sakit kepala dan sakit mata. Efek

dari kelelahan mata bagi pekerjaan seorang dapat berupa :

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

15

1. Hilangnya produktivitas.

2. Penurunan mutu.

3. Penimbulan banyak kesalahan.

4. Meningkatkan angka kecelakaan

5. Keluhan mata/penglihatan.

Menurut Kroemer dan Grandjean (2000), bahwa dari suatu laporan

Dewan Keselamatan Nasional Amerika (The American National Safety council)

menyatakan para ahli memperhitungkan bahwa pencahayaan yang tidak baik

menjadi penyebab 5% dari semua kecelakaan industri, di mana konstribusi

kelelahan mata terhadap penyebab kecelakaan tersebut sebanyak 20%.

Pengalaman dari suatu industri berat Amerika (Allis Chalmers) pada awal

tahun 1950 diambil sebagai contoh, setelah ditingkatkanya intensitas penerangan

pada suatu lini perakitan sebesar 200 lux , angka kecelakaan turun menjadi 32%.

Langkah selanjutnya diadakan perbaikan terhadap langit-langit dan dinding

dengan pengecatan menggunakan warna ringan untuk mengurangi kontras dan

menyediakan suatu kekuatan penerangan yang lebih seragam dan angka

kecelakaan turun lagi 16,5%. Hasil survey serupa dilaksanakan di Perancis

menunjukan penurunan drastis angka kecelakaannya ketika kondisi-kondisi

pencahayaan ditingkatkan, terutama pada galangan kapal, pengecoran logam pada

perakitan besar dan rancang bangun.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

16

2.5 Penerangan Lokal

Menurut Ching (1996) ada tiga metode untuk pencahayaan penerangan

yaitu penerangan umum, penerangan lokal dan penerangan atau cahaya aksen.

Penerangan umum atau baur menerangi ruangan secara merata dan umumnya

terasa baur. Penerangan lokal atau penerangan untuk kegunaan khusus menerangi

sebagian ruangan dengan sumber cahaya biasanya dipasang dekat dengan

permukaan yang diterangi. Sedangkan penerangan aksen adalah bentuk dari

pencahayaan lokal yang berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu

atau obyek seni atau koleksi berharga lainnya.

Berdasarkan sumbernya penerangan dibedakan menjadi dua yaitu

penerangan alamiah dan penerangan buatan. Sumber cahaya alamiah pada siang

hari adalah matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi menurut jam,

musim dan tempat. Cahaya buatan adalah cahaya yang dihasilkan berbeda – beda

tergantung dari jenisnya.

Dalam hal penerangan sebaiknya lebih mengutamakan penerangan

alamiah dengan merencanakan cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau

karena alasan teknis penggunaan penerangan almiah tidak dimungkinkan, barulah

penerangan buatan dimanfaatkan dan inipun harus dilakukan dengan tepat.

Pemilihan jenis penerangan buatan perlu dilakukan dengan teliti,

mengingat sifat-sifat yang berbeda. Sebagai contoh lampu jenis neon memberikan

penerangan 85% dan panas 15%. Sebaliknya balon (lampu pijar) hanya 15%

dalam bentuk cahaya 85% dalam bentuk panas (Manuaba,1983). Dalam kaitan ini

perlu diingatkan adanya penerangan umum dan penerangan khusus atau setempat.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

17

Penerangan yang baik juga sangat diperlukan dalam ruangan belajar dan

ruangan praktek untuk memungkinkan pelajar atau mahasiswa melihat objek-

objek kerja secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu.

Penerangan yang mencukupi kebutuhan objek penglihatan membantu mahasiswa

untuk melaksanakan pekerjaannya dalam praktek dengan mudah dan cepat

(Budiono, 1991). Jika penerangan dalam ruangan praktikum tidak mencukupi

maka dapat menimbulkan kelelahan penglihatan yang berpengaruh terhadap hasil

kerja mahasiswa saat praktikum yang terlihat dari kecilnya nilai yang diperoleh

(Harwita, 1993).

Penerangan yang baik penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar

dan dalam situasi yang nyaman (Manuaba, 1998). Pada pekerjaan yang

memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai seperti membubut maka

dampaknya sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata

dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata,

walaupun tidak menimbulkan kerusakan mata secara permanen tetapi

meningkatkan beban kerja, mempercepat lelah sering melakukan istirahat dan

menimbulkan kehilangan jam kerja dalam hal ini jam praktikum dan mengurangi

kualitas dan mutu hasil kerja, meningkatkan kesalahan kerja yang dalam

penelitian ini tentu akan mempengaruhi ketelitian mahasiswa dalam praktikum.

Selain itu menjadi penyebab dilakukannya gerakan yang tidak perlu dan tidak

alami seperti membungkuk untuk dapat meningkatkan ketelitian ( Pheasant,1993).

Menururut Suma’mur (1995) untuk mengatasi penerangan yang kurang dapat

dilakukan beberapa hal :

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

18

a. Perbaikan kontras : cara termudah dan paling sederhana, serta dilakukan

dengan memilih latar penglihatan yang tepat.

b. Meningkatkan intensitas penerangan dalam hal ini dapat dilakukan dengan

meningkatkan intensitas penerangan umum atau dengan menambah

penerangan lokal di dekat permukaan meja atau benda kerja.

Dalam penelitian ini yang akan dilakukan adalah penambahan penerangan

lokal pada setiap mesin bubut berupa lampu TL berkekuatan 15 watt seperti pada

gambar 2.4

Gambar 2.4 Mesin Bubut dengan Penerangan Lokal

(sumber : Rezkapinastia, 2011)

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

19

2.6 Sikap Kerja

2.6.1 Pengertian dan Faktor yang mempengaruhi Sikap Kerja

Menurut Bridger (1995), sikap kerja dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor penting

yaitu :

1. Karateristik fisik seperti umur, jenis kelamin, antropometri, berat badan,

kesegaran jasmani, kemampuan gerakan sendi, sistem muskuloskletal,

tajam penglihatan, masalah kegemukan, riwayat cedera atau pernah

operasi.

2. Jenis keperluan tugas, seperti memerlukan ketelitian mata, kekuatan

tangan, giliran tugas, waktu istirahat, perlengkapan kerja.

3. Desain Stasiun kerja, seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan

kerja, kondisi permukaan atau bidang kerja, dan faktor lingkungan kerja.

4. Lingkungan kerja (environment), seperti intensitas cahaya, suhu

lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu dan

vibrasi.

Dari empat faktor di atas muncul bermacam – macam sikap kerja, seperti

sikap kerja berdiri, sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri duduk, sikap kerja

berbaring dan sebagainya.

2.6.2 Prinsip – Prinsip dalam Sikap Kerja

Prinsip – prinsip yang ada hubungannya dengan sikap kerja dan gerakan

tubuh yaitu biomekanik, fisiologi dan antropometri (Dul & Weerdmeester, 1993).

Prinsip – prinsip tersebut secara umum dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Prinsip biomekanik :

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

20

a. Sendi harus dalam posisi netral.

b. Usahakan pekerjaan dilakukan sedekat mungkin dengan tubuh.

c. Hindari sikap membungkuk.

d. Hindari gerakan memutar badan.

e. Hindari gerakan tiba – tiba.

f. Usahakan sikap kerja tidak monoton.

g. Batasi waktu penggunaan otot secara terus menerus.

h. Cegah kelelahan otot.

i. Istirahat pendek berkali – kali lebih baik dari pada istirahat panjang

satu kali.

2. Prinsip fisiologi :

a. Batasi penggunaan energi.

b. Istirahat secukupnya setelah bekerja berat.

3. Prinsip antropometri :

a. Perhitungkan adanya perbedaan ukuran – ukuran tubuh antar

pekerja.

b. Gunakan tabel antropometri yang tepat untuk populasi tertentu.

Eastman ( 1983) dan Helander (1995) mengemukakan 3 (tiga) sikap kerja

yaitu : duduk, duduk berdiri, dan berdiri.

1) Sikap kerja duduk

Pulat (1992) menyatakan bahwa pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan

posisi duduk adalah sebagai berikut :

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

21

a. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki.

b. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada

tangan

c. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar

d. Objek yang dipegang tidak melebihi ketinggian lebih dari 15 cm

dari landasan kerja.

e. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi

f. Pekerjaan dilakukan dalam waktu yang lama dan

g. Seluruh objek dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan

dengan posisi duduk

Sikap kerja duduk mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan sikap kerja

berdiri.

Kelebihan sikap kerja duduk antara lain :

a. Rasa lelah pada otot akan berkurang dibandingkan sikap kerja

berdiri, karena pada sikap kerja duduk tubuh disangga oleh

permukaan tempat duduk, sandaran pinggang, sandaran lengan,

dan permukaan bidang kerja (Dul & Weerdmeester, 1993).

b. Hasil kerja akan lebih baik terhadap pekerjaan yang memerlukan

ketelitian (Helander, 1995).

c. Dapat mengurangi beban pada kaki, mempunyai kemampuan

menghindari sikap kerja yang tidak alamiah dan mengurangi

konsumsi energi (Grandjean, 2000).

Kekurangan sikap kerja duduk antara lain :

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

22

a. Sikap kerja duduk yang lama kurang baik bagi organ pencernaan

dan organ pernafasan (Grandjean,2000).

b. Kurang tepat untuk jenis pekerjaan yang menggunakan banyak

tenaga atau kekuatan (Dul & Weerdmeester, 1993).

c. Kurang cocok untuk pekerjaan yang bersifat dinamis.

2) Sikap kerja duduk berdiri

Sikap kerja duduk berdiri ini merupakan pilihan kedua terhadap hampir

seluruh jenis pekerjaan dan biasanya lebih sesuai digunakan terhadap jenis

pekerjaan yang terdiri dari beberapa sub bagian tugas dan sering melakukan gerak

di dalam ruang kerja (Helander, 1995). Pengguna dapat memilih salah satu sikap

kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Helander (1995)

mengemukakan pemilihan sikap kerja terhadap jenis pekerjaannya yang

dituangkan dalam table 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Pemilihan Sikap Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda-

Beda

No Jenis Pekerjaan Sikap kerja yang dipilih

Pilihan Pertama Pilihan Kedua

1.

2.

3.

4

5

6

Mengangkat beban > 5 kg

Bekerja di bawah tinggi siku

Menjangkau horizontal di luar

daerah jangkauan optimum

Pekerjaan ringan dengan

pergerakan berulang

Pekerjaan perlu ketelitian *

Inspeksi monitoring (sering

berpindah- pindah)

Berdiri

Berdiri

Berdiri

Duduk

Duduk

Duduk berdiri

Duduk berdiri

Duduk berdiri

Duduk berdiri

Duduk berdiri

Duduk berdiri

Berdiri

Sumber : Helander (1995).

Keterangan : *= Sikap kerja mahasiswa saat menggunakan mesin bubut

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

23

3) Sikap Kerja Berdiri

Sikap kerja berdiri seimbang ditandai dengan : (1) garis vertikal berada

dalam bidang tumpuan, (2) gaya pada masing-masing sendi sama dengan nol, (3)

keseimbangan tergantung pada tinggi pusat gaya berat dan besarnya bidang

tumpuan. Ada dua macam jenis berdiri : (1) simetris jika kedua tungkai bebannya

sama, (2) asimetris jika kedua tungkai beban tidak sama. Jika berdiri tegang,

paling efisien dalam hal : (1) berubah posisi, (2) kebutuhan energinya paling

sedikit, kadang-kadang = BMR. Centre of gravity saat berdiri tegak adalah sedikit

di bawah pusar.

Sikap Kerja Berdiri membutuhkan pengurangan beban fisiologis tubuh

pada periode panjang, utamanya pergerakan darah dan penumpukan cairan tubuh

di daerah paha (leg). Terkadang pembebanan berulang pada perut dan leher untuk

jenis gerak menjangkau meraih maupun memutar. Keluhan biasanya terjadi

karena lambat laun terasa berat pada otot vena, jarak raih di luar toleransi

jangkauan normal, luasan kerja yang ketinggian atau kependekan, tidak

tersedianya ruang gerak kaki (knee). Maka perlu ada perbaikan seperti rancangan

tempat kerja yang memperhatikan faktor – faktor dimensional segmen tubuh

seperti pergerakan telapak kaki, kaki, jangkauan (ke depan dan samping) maupun

jarak raih (ke atas – bawah), menyandarkan tubuh dan duduk tanpa tujuan

menghambat laju pekerjaan (termasuk ke dalam unavoidable delays).

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

24

2.7 Sikap Kerja Mahasiswa

Sikap kerja adalah suatu sikap tubuh (posture) manusia pada waktu bekerja

atau saat beriteraksi dengan alat atau peralatan kerja. Sikap tubuh adalah sikap

orientasi relatif tubuh di dalam suatu ruang. Untuk mempertahankan suatu

orientasi tertentu dalam selang waktu tertentu, kita mempergunakan otot-otot

tubuh melawan gaya gravitasi bumi (Pheasant, 1993). Pada dasarnya sikap tubuh

manusia dalam keadaan istirahat terdiri dari sikap berdiri, duduk, jongkok, dan

berbaring. Dalam bekerja sikap tubuh dapat merupakan salah satu kombinasi dari

sikap-sikap tersebut di atas. Sikap-sikap tubuh yang diaplikasikan pada pekerjaan

disebut sikap kerja.

Pada mahasiswa, khususnya mahasiswa di Jurusan Teknik Mesin

umumnya memiliki tingkat kebugaran tubuh yang baik. Namun demikian,

pekerjaan membubut saat melakukan praktikum di bengkel mekanik aktivitas

yang menuntut konsistensi sikap tubuh yang kurang variatif, cenderung monoton

dan mayoritas dikerjakan dalam posisi berdiri atau berdiri sambil membungkuk

(gambar 2.5). Dibandingkan berdiri, sikap berdiri membungkuk, khususnya saat

membubut, memiliki tingkat keluhan yang lebih besar. Rasa pegal dan sakit akan

dirasakan pada bagian punggung, bahu, pinggang, paha dan betis. Para mahasiswa

akan merasakan kelelahan yang amat sangat ketika beranjak tidur. Kelelahan yang

dirasakan adalah kelelahan sementara yang akan segera hilang ketika besok

paginya bangun dari tidur.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

25

Gambar 2.5 Sikap Kerja Mahasiswa Saat Membubut

Pada gambar di atas terlihat sikap tubuh mahasiswa yang condong ke

depan dan membungkuk selama bekerja. Sikap kerja ini dilakukan hampir

sepanjang melakukan praktikum selama rata-rata 3 jam kerja.

Sikap kerja berdiri dipilih bila pekerjaan itu banyak menggunakan tenaga

dan sering berpindah tempat (bergerak) (Dul dan Weerdmeester, 1993). Menurut

Bridger (1995) sikap kerja berdiri mempunyai kelebihan dan kekurangan

dibandingkan dengan sikap kerja duduk.

a) Kelebihan sikap kerja berdiri :

1. Jangkauanya lebih jauh

2. Sedikit memerlukan ruang.

b) Kekurangan sikap kerja berdiri (Dul dan Weerdmeester , 1993):

1. Lama-kelamaan dapat menimbulkan rasa pegal/kaku di bagian

belakang tubuh dan ke dua kaki. Beban tambahan akan muncul bila

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

26

kepala menunduk dan badan membungkuk akan menyebabkan keluhan

rasa sakit di leher dan pinggang

2. Sikap kerja berdiri kurang baik untuk pekerjaan yang memerlukan

ketelitian dibandingkan sikap kerja duduk.

Berdasarkan observasi pendahuluan yang telah dilakukan, mahasiswa

merasakan keluhan yang sama ketika sedang dan setelah melaksanakan aktivitas

praktikum, seperti sakit yang amat sangat pada punggung bawah dan pinggang.

Pegal dan linu pada paha dan betis dan pada seluruh bagian tubuh. Kelelahan

seperti ini, kalau tidak ditangani secara baik dan terjadi dalam waktu yang lama

akan menimbulkan CTD atau RSI.

2.7 Keluhan Muskuloskletal

Keluhan muskuloskletal adalah adanya keluhan (sakit) karena pada sistem

otot rangka terganggu, yang berfungsi menyelenggarakan pergerakan yang

meliputi pergerakan bagian-bagian tubuh atau berjalan (movement) dan

mempertahankan sifat tertentu (Guyton dan J.E. Hall, 1996).

Otot-otot tersusun dari gumpalan serat-serat otot. Semakin besar otot

semakin besar pula tekanan yang dilakukan pada otot itu. Untuk tindakan-

tindakan mekanis, tekanan otot pada tulang di mana otot itu berada dan

berkontraksi menghasilkan tekanan. Otot-otot bisa menghasilkan tekanan

maksimum pada keadaan meregang dan sebuah kontraksi otot dapat menggunakan

tekanan yang kecil. Sebuah otot menghasilkan kerja mekanik dengan mengubah

energi kimia ke energi mekanik (Bridger,1995 ; pulat 1992).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

27

Menurut Manuaba (1992) bahwa sikap tubuh yang buruk (sikap paksa)

sewaktu bekerja dan berlangsung lama menyebabkan adanya beban pada sistem

muskuloskletal dan efek negatif pada kesehataan. Kelelahan otot terjadi akibat

dari adanya kerja otot statik. Kehilangan fungsi otot akibat kelelahan dapat

meningkatkan resiko cedera pada sistem muskuloskletal.

Penilaian gangguan sistem muskuloskletal (kenyerian otot pada anggota

tubuh tertentu) dapat dilakukan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM)

dengan pemberian skor (Adiputra dkk, 2001). Kuesioner Nordic Body Map atau

Body Map for Evaluiting Body Part Discomfort sebelum dan sesudah bekerja

dengan kriteria penilaian sebagai berikut.

A = Tidak sakit (nilai 1)

Subjek tidak merasakan adanya keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh

tertentu.

B = agak sakit (nilai 2)

Subjek merasakan adanya keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh

tertentu tetapi keluhan atau kenyerian tidak mengganggu pekerjaan.

C = sakit (nilai 3)

Subyek merasakan adanyaa keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh

tertentu dan sering kali mengganggu pekerjaan. Keluhan atau kenyerian

tersebut masih dirasakan setelah selesai bekerja, sudah tidak terasa atau

hilang pada malam harinya.

D = sangat sakit (nilai 4)

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

28

Subyek merasakan adanya keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh

tertentu dan sangat mengganggu pekejaan. Keluhan atau kenyerian tersebut

masih terasa atau tidak hilang sampai malam harinya.

2.8 Ketelitian Pengukuran dan Hasil Belajar

2.8.1 Pengertian Ketelitian Pengukuran

Pengertian yang jelas mengenai ketelitian (presisi) dan ketepatan (akurasi)

dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu hasil analisis. Ketelitian (presisi)

adalah kesesuaian diantara beberapa data pengukuran yang sama yang dilakukan

secara berulang. Tinggi rendahnya tingkat ketelitian hasil suatu pengukuran dapat

dilihat dari harga deviasi hasil pengukuran. Sedangkan ketepatan (akurasi) adalah

kesamaan atau kedekatan suatu hasil pengukuran dengan angka atau data yang

sebenarnya (true value / correct result).

Pengukuran adalah membandingkan suatu benda dengan besaran lain

yang sejenis yang dipergunakan sebagai satuan-nya, alat pembanding itulah yang

dinamakan dengan alat ukur. Pengukuran supaya memiliki ketelitian pengukuran

dan ketepatan pengukuran, harus digunakan alat yang sudah diakui secara

internasional juga sudah ditera ketepatan (akurasi) serta ketelitian (presisi).

Presisi adalah derajat kepastian hasil suatu pengukuran sedangkan akurasi

menunjukan seberapa tepat hasil pengukuran mendekati nilai yang sebenarnya.

Presisi bergantung pada alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran.

Umumnya semakin kecil pembagian skala suatu alat semakin teliti(pesisi) hasil

pengukuran alat tersebut.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

29

Dalam pengukuran benda kerja praktikum di bengkel mekanik biasanya

menggunakan mistar dan jangka sorong. Mistar memiliki skala terkecil 1 mm,

sedangkan jangka sorong memiliki skala terkecil 0,1mm atau ada juga yang

sampai 0,05 mm, maka pengukuran menggunakan jangka sorong akan

memberikan hasil yang lebih presisi dibanding menggunakan mistar. Keakurasian

pengukuran harus di pastikan dengan cara membandingkan terhadap nilai standar

yang ditetapkan.

2.8.2 Pengertian hasil belajar

Menurut Oemar Hamalik (2006) hasil belajar adalah bila seseorang telah

belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari

tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan

teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga

kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah

sebagai berikut:

1. Ranah Kognitif. Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6

aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan

penilaian.

2. Ranah Afektif. Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi

lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,

organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor. Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,

koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

30

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor

karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus

menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki mahasiswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh Dosen untuk

dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini

dapat tercapai apabila mahasiswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh

perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Representasi hasil belajar biasanya

dibuktikan dengan nilai mahasiswa.

2.8.3 Ketelitian Sebagai Salah Satu Penilaian Hasil Belajar Dalam

Praktikum Pembubutan

Depdiknas (2008) menyatakan bahwa Penilaian (assessment) adalah

penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk

memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau

ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian

menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang

peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif

dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan

dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.

Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, di

antaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi,

bimbingan, diagnosis, dan prediksi (Depdiknas, 2008).

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

31

1. Sebagai griding, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan

kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik

lain. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam

urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian

untuk griding ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain

sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced

assessment).

2. Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta

didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik

yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini,

fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di

sekolah tertentu.

3. Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah

menguasai kompetensi.

4. Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar

peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya,

membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan

program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.

5. Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar

yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa

dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang

perlu remidiasi atau pengayaan.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

32

6. Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi

yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang

pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari

penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.

Dari keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat

penguasaan kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama

dalam penilaian.

Dalam hal pembubutan, salah satu cara penilaiannya adalah dengan

mengukur dimensi benda hasil bubut. Ketepatan bentuk dan ukuran dimensi benda

adalah acuhan penilaian yang bisa diambil. Semakin baik bentuk dan ukuran

dimensi sebanding dengan semakin baik kualitas benda yang dibubut. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas hasil proses pembubutan adalah:

1. Harus mempunyai ketelitian yang tinggi (bentuk, dimensi, dan konsisten

terhadap benda kerja), sehingga mudah untuk didistandarkan.

2. Kecepatan potong dan kecepatan pembentukan geram harus mampu dikerjakan

sesuai dengan perkembangan atau kemajuan dari material yang dikerjakan,

sehingga dapat menjamin produktivitas yang tinggi untuk hasil yang dicapai.

3. Guna menghadapi persaingan dalam pengoperasi atau pemakaian mesin

perkakas tersebut, maka harus dapat menunjukkan efisiensi yang tinggi baik

secara tekhnis maupun ekonomis.

Sedangkan macam-macam pengerjaan pembubutan yang dapat dilakukan dan bisa

diambil pertimbangan dalam penilaian benda hasil kerja adalah sebagai berikut :

a. Membubut memanjang (longitudinal)

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

33

Saat membubut memanjang, pahat digerakkan sejajar sumbu putar benda kerja

sehingga dihasilkan bentuk silinder.

b. Membubut melintang (transversal)

Pahat bergerak tegak lurus terhadap sumbu putar benda kerja sehingga bahan

terpotong menjadi dua bagian atau meratakan dari sisi benda kerja.

c. Membubut tirus/membubut konus

Pada waktu membubut tirus, pahat terlebih dulu diputar beberapa derajat,

dengan demikian dihasilkan bentuk silinder tirus.

d. Membubut ulir

Pada waktu membubut ulir, pahat digerakkan dari kanan ke kiri dan

sebaliknya. Pada waktu bergerak ke kiri pahat melakukan pemotongan,

sedangkan pada saat kembali tidak melakukan pemotongan.

e. Membubut profil

Dipergunakan pahat khusus untuk membuat profil dengan gerakan pahat

tegak lurus sumbu putar dari benda kerja.

Alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur benda hasil kerja

pembubutan adalah mikrometer/jangka sorong. Jenis jangka sorong yang banyak

di pasaran adalah seperti pada Gambar berikut.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi

34

Gambar 2.6 Jangka sorong untuk mengukur dimensi luar

Gambar 2.7 Jangka Sorong untuk mengukur dimensi dalam