bab ii fix

70
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era Modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan semakin berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan penyebab kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian, sedangkan akibat dari penganiayaan ini disebabkan oleh karena senjata tajam dan peluru. Oleh karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ – organ dalam rongga abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen yang berakibat kematian. Tindakan definitif dengan jalan pembedahan sangatlah penting dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pasien, keluarga pihak dokter maupun perawat sebagai mitra kerja ataupun merupakan Team Work dalam melaksanakan tindakan 1

Upload: rifqims

Post on 24-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era Modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan semakin berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan penyebab kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian, sedangkan akibat dari penganiayaan ini disebabkan oleh karena senjata tajam dan peluru. Oleh karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ organ dalam rongga abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen yang berakibat kematian. Tindakan definitif dengan jalan pembedahan sangatlah penting dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pasien, keluarga pihak dokter maupun perawat sebagai mitra kerja ataupun merupakan Team Work dalam melaksanakan tindakan pembedahan sekaligus memberikan Asuhan Keperawatan. Perawat merupakan ujung tombak dan berperan aktif dalam memberikan pelayanan membantu klien mengatasi permasalahan yang dirasakan baik dari aspek psikologis maupun aspek fisiologi secara komprehensif. Mengingat kurangnya pengetahuan dan pengertian klien maupun keluarga tentang penyakit atau sebab dan akibat dari trauma dan alasan tindakan therapy pembedahan yang dilakukan, oleh karena itu sangatlah diperlukan informasi yang adequat. Cedera kepala meliputi trauma kepala, tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.Efek-efek ini harus dihindaridan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius diantara penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KGD 1

2. Untuk mengetahui dan memahami arti dari Keperawatan

1.3 Sistematika Penulisan

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Trauma Kepala

2.2 Trauma Thoraks

2.3 Trauma Abdomen

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Trauma Kepala

A. Anatomi Kepala

a. Kulit Kepala (SCALP)

1. Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:

Skin atau kulit

Connective Tissue atau jaringan penyambung

Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan langsung dengan tengkorak

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Merupakan tempat terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).

Perikranium

b. Tulang Tengkorak

1. Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fosa :

a) Anterior : tempat lobus frontalis

b) Media : tempat lobus temporalis

c) Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum

c. Meningen

Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :

1. Duramater

Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior digaris tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus. Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan intracranial.

Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.

2. Arachnoid

Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal dan sama sekali dipisahkan dari ruang subdural. Pada beberapa daerah, arachnoid melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang membentuk trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke darah sinus venous. Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai leptomeninges.

3. Piamater

Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid. Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.

d. Otak

1. Serebrum

Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri terdapat pusat bicara.

2. Serebelum

Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.

3. Batang otak

Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla spinalis.

e. Cairan Serebrospinalis

Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus koroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus Sylvii, setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen Magendie di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke aliran vena.

Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum, penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction)

f. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :

Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media

Infratentorial : berisi fosa kranii posteriorMesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut-serabut parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah.

Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom klasik herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.

g. Sistem Sirkulasi OtakKebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena itu aliran darah ke otak absolute harus selalu berjalan mulus . suplai darah ke otak seperti organ lain pada umumnya disusun oleh arteriarteri dan vena-vena. Arteri karotis

Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna mendarahi wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria meningea media,mendarahi struktur-struktur dalam didaerah wajahdan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramatter.Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususyang berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria,yang secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.

Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang,arteri karotis interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan mendarahi mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member suplai darah pada struktur-struktur seperti nucleus kaudatus,putamen,bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri.

Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus prasentralis dan postsentralis .

Arteri verebrobasilaris

Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri inomata ,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebahagian diensefalon,sebahagian lobus oksifitalis dan temporalis ,apparatus koklearis,dan organ-organ vestibular.

Sirkulus Arteriosus Willisi

Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan dua system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya disatukan oleh pembuluh pembuluh darah anastomosis yang sirkulus arteriosus willisi .

B. Definisi

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

C. Etiologi Trauma Kepala1. Mekanisme Terjadinya KecederaanBeberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.

Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala. Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat, 2009).

2. Penyebab Trauma KepalaMenurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rut land-Brown, Thomas, 2006).

Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:

a) Kecelakaan Lalu LintasKecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).

b) Jatuh Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun ataumeluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.

c) Kekerasan

Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).D. Klasifikasi Trauma Kepala1. Trauma Kepala Ringan

Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004). Tanda dan gejala:

Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.

Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

Mual atau dan muntah.

Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

Perubahan keperibadian diri.

Letargik.

2. Trauma Kepala Sedang

Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004).

3. Trauma Kepala Berat

Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles etal., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).

Tanda dan gejala:

Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat.

Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).

Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.

Skor Koma Glasgow (SKG) Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah. a. Proses membuka mata (Eye Opening)

b. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)

c. Reaksi bicara (Best Verbal Response)

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

Eye Opening

Mata terbuka dengan spontan4

Mata membuka setelah diperintah3

Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri2

Tidak membuka mata1

Best Motor Response

Menurut perintah6

Dapat melokalisir nyeri5

Menghindari nyeri4

Fleksi (dekortikasi)3

Ekstensi (decerebrasi)2

Tidak ada gerakan1

Best Verbal Response

Menjawab pertanyaan dengan benar5

Salah menjawab pertanyaan4

Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai3

Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya2

Tidak ada jawaban1

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;

1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15

2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13

3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8

E. Tanda Lateralisasi Pada Trauma KepalaLuka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.

Tanda lateralisasi disebabkan karena adanya suatu proses pada satu sisi otak seperti misalnya perdarahan intra-kranial. PupilKedua pupil mata harus selalu diperiksa. Biasanya sama lebar (3 mm) dan reaksi sama cepat. Apabila salah satu lebih lebar (lebih dari 1 mm), maka keadaan ini disebut sebagai anisokoria.

MotorikDilakukan perangsangan pada kedua lengan dan tungkai. Apabila salah satu lengan atau/dan tungkai kurang atau sama sekali tidak bereaksi, maka disebut sebagai adanya tanda lateralisasi. Gejala Klinis Trauma KepalaMenurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:

a. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)

Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

b. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.

Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

Mual atau dan muntah.

Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

Perubahan keperibadian diri.

Letargik.c. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat.

Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan) Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.

F. Tanda Tanda Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)Kenaikan TIK sering merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak.

TIK normal pada waktu istirahat : 10 mmHg (136 mm H2O)

TIK tidak normal : > 20 mm Hg

TIK kenaikan berat : > 40 mm Hg

Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya. Tanda-tanda peninggian tekanan intra-kranial tidak mudah untuk dikenali, namun apabila ditemukan maka harus sangat waspada.

Tanda dan gejala spesifik Penekanan tekanan intrakarnial adalah sebagai berikut :1. Awal

Penurunan derajat kesadaran (mis : delirium, gelisah, letargi)

Disfungsi pupil

Kelemahan motorik (mono atau hemiparesis)

Defisit sensorik

Paresis nervus kranial

Kadang-kadang disertai nyeri kepala

Kadang-kadang disertai bangkitan / kejang

2. Lanjut

Lebih memburuknya derajat kesadaran (mis : stupor, soporokomatus, koma)

Mungkin disertai muntah

Nyeri kepala

Hemiplegia, dekortiasi, atau deserebasi

Pemburukan tanda vital

Pola pernafasan ireguler

Gangguan reflek batang otak (mis : gangguan reflrks kornea, refleks muntah)

Perwujudan klinis gejala dan tanda klinik Penekanan tekanan intrakarnial tergantung dari :

a. Lokasi kompartemen mana terdapatnya kelainan

b. Lokasi spesifik dari massa ( hemisfer cerebral, batang otak c. Derajat kemampuan kompensasi bagian otak tersebut.

d. Karena pentingnya mengenali gejala-gejala tersebut diatas, maka perlu sekali mengetahui cara pemeriksaan neurologik. Untuk memudahkan akan diuraikan secara singkat temuan temuan diatas.

1. Pemburukan derajat kesadaranPemburukan derajat kesadarn tak selalu memperburuknya umum bagian otak, tetapi merupakan peringkat sensitif dan dapat dipercaya untuk mengenali adanya kemungkinan memburukkan kondisi neurologik. Penurunan derajat kesadaran dikarenakan :

a. Sebagian besar otak terbenrtuk dari sel sel tubuh yang sangat khusus, tetapi sensitif terhadap perubahan Kadar oksigen. Respon otak terhadap tidak mencukupinya kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan gangguan daya nalar (kognisi)

b. Fluktuasi tekanan intrakarnial akibat perubahan fisik pembuluh darah terminal. Oleh karena itu gejala awal dari penurunan derajat kesadaran adalah somnolen, delirium dan letargi. Penderita menjadi disorientasi, mula mula terhadap waktu, lalu tempat, dan akhirnya dalam hal memgenali seseorang, Dengan semakin meningginya TIK, derajat kesadaran semakin rendah , dimana rangsang nyeri mulai memberi reaksi adequat, hingga akhirnya komplikasi.

2. Disfungsi pupilAkibat peninggian tekanan intrakarnial supratentorial atau oedema otak, perubahan ukuran pupil terjadi. Tidak saja ukuran pupil yang berubah, tetapi dapat juga bentuk dan reaksi terhadap cahaya. Pada tahap awal ukuran pupil menjadi berdiameter 3,5 mm atau disebut sebagaui ukuran tengah. Lalu makin melebar (dilatasi) secara bertahap. Bewntuknya dapat berubah menjadi melonjong dan reaksi terhadap cahaya menjadi lamban. Perlambatan reaksi cahaya dan tau perubahan melonjong, merupakan gejala awal dari penekanan pada syaraf okulomotor. Karena sumber Penekanan tekanan intrakarnial cenderung berdampak sesuai kompartemen pada tahap awal, disfungsi pupil masih ipsilateral (pada sisi yang yang sam,a terhadap penyebabnya). Pada tahap lanjut Penekanan tekanan intrakarnial, pupil ipsilateral berdilatasi bilateral dan non reaktif terhadap cahaya. Pupil menjadi berdilatasi bilateral dan non reaktif pada fase terminal, karena Ptik menyebabkan proses herniasi.

3. Abnormalitas visualDevisit visual dapat terjadi sejak gejala masih awal. Gangguan tersebut dapat berupa : ketajaman visus, kabur dan diplopia. Menurutnya ketajaman penglihatan dan penglihatan kabur adalah keluhan yang sering terjadi, karena diperkirakan akibat penekanan syaraf syaraf nervus optikus (N. 11) melintasi hemisfer cerebri. Diplopia berkaitan dengan kelumpuhan dari satu atau lerbih syaraf syaraf penggerak bola mata ekstra- okuler (N. III, IV, VI) Sehingga pasien melihat dobel pada posisi tertentu. Gejala gejala visual semakin menonjol seiring semakin m,eningkatnya TIK.Pemburukan fungsi motori. Pada tahap awal, monoparesis stau hemiparesis terjadi akibat penekanan traktus piramidalis kontra lateral pada massa. Pada tahap[ selanjutnya hemiplegia, dekortikasi dan deserebrasi dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pada tahap akhir (terminal menjelang mati) penderita menjadi flasid bilateral.Secara klinis sering terjadi keracunan dengan respon primitif perkembangan manusia, yaitu reflek fleksi yang disebut trifleksi (triple fleksion). Trifleklsi terjadi akibat aktivasi motoneuron difus dengan hasil berupa aktivasi otot otot fleksosr menjauhi rangsang nyeri (otot otot fleksor dipergelangan lutut, kaki, dan panggul mengkontraksikan keempat anggota badan kearah badan). Trirefleks ini merupakan bentuk primitif refleks spinal.

4. Nyeri kepala

Pada tahap paling awal Penekanan tekanan intrakarnial, beberapa penderita mengeluh nyeri kepala ringan atau samar samar. Secara umum, nyeri kepala sebenarnya tidak terlalu sering terjkadi seperti diperkirakan banyak orang. Nyeri kepala terjadi akibat pereganggan struktur intrakranial yang peka nyeri (duramater, pembuluh darah besar basis kranji, sinus nervus dan bridging veins0. Nyeri terjadiakibat penekanan langsung akibat pelebaran pebuluh darah saat kompensasi. Nyeri kepala I pada kelainan ini sering dilaporkan sebagi nyeri yang bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi hari. Hari ini dikarenakan secara normal terjadi peningkatan aktivitas metabolisme yang paling tinggi saat pagi harii, ,dimana pada saat tidur menjelang bangun pagi fase REM mengaktifkan metabolisme dan produksi CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah vasodilatasi.

5. Muntah

Muntah akibat Penekanan tekanan intrakarnial tidak selalu sering dijumpai pada orang dewasa. Muntah disebabkan adanya kelainan di infratentorial atau akibat penekanan langsung pada pusat muntah. Kita belum mengerti secara lengkap bagaimana mekanisme refleks muntah terjadi. Muntah dapat didahului oleh mual / dispepsia atau tidak. Seandainya didahului oleh perasaan mual / dispepesia, berarti terjadi aktivasi saraf saraf ke otot Bantu pernafasan akibat kontraksi mendadak otot otot abdomen dan thorak.

6. Perubahan tekanan darah dan denyut nadi

Pada tahap awal tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil pada tahap selanjutnya karena penekanan ke batang otak terjadi perubahan tekanan darah. Penekanan ke batang otak menyebabkan susasana iskemik di pusat vasomotorik di batang otak. Seiring dengan meningkatnya TIK, refleks rtespon Chusing teraktivasi agar tetap menjaga tekanan didalam pembuluh darah serebral tetap lebih tinggi daripada TIK. Dengan meningginya tekanan darah, curah jantungpun bertambah dengan meningkatnya kegiatan pompa jantung yang tercermin dengan semakin memburuknya kondisi penderita akan terjadi penurunan tekanan darah. Pada tahap awal denyut nadi masih relatif stabil dengan semakin meningkatnya TIK, denyut nadi akan semakin menurun kearah 60 kali permenit sebagai usaha kompensasi. Menurunnya denyut nadi dan isi denyut terjadi sebagai upayta jatung untuk memompa akan ireguler, cepat, halus dan akhirnya menghilang.

7. Perubahan pola pernafasan

Perubahan pola pernafasan merupakan pencerminan sampai tingkat mana TIK. Bila terjadi PTIK akut sering terjadi oedema pulmoner akut tanpadistress syndrome (ARDS) atau dissminated intravaskular coangulopathy (DIC)

8. Perubahn suhu badan

Peningkatansuhu badan biasanya berhubungan dengan disfungsi hipothalamus. Pada fase kompensasi, suhu badan mungkin masih dalam batas normal. Pada fase dekompensasi akan terjadi peningkatan suhu badan sangat cepat dan sangat tinggi. Menaioknya suhu badan dapat juga terjadiakibat infeksi sekunder, tetapi jarang yang mencapai sangat tinggi sebagaiman halnya akibat gangguan fungsi hipothalamus. Hilangnya reflek reflek batang otak. Pada tahap lanjut PTIK terjadi penekanan kebatang otak yang berakibat hilangnya atau disfungsi reflek reflek batang otak. Refleks refleks ini diantaranya : refleks kornea, oukosefalik, dan aukulovestibuler. Prognosis penderita akan menjadi buruk bila terjadi refleks refleks tersebut.

9. Papiludema

Tergantung keadaan yang ada, pail oedema dapat terjadi akibat PTIK, atau memang sudah ada sejak awal. Papiloedema akibat PTIK tak akan tyerjadi seandainya belum menjadi ingkat yang sangat tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa tak adanya papiloedema tak beraarti tak ada PTIK. Pada beberapa orang dapat ada jika PTIK terjadi secara bertahap.

a. Fleksi, ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan TIK karena obstruksi venous outflow.

b. Penumpukan secret atau kerusakan kulit mungkin terjadi bila posisi pasien tidak di rubah setiap 2 jam.

c. Nyeri atau kegelisahan akan meningkatkan TIK.

d. Herniasi batang otak di akibatkan dari peningkatan TIK yang berlebihan, bila tekanan bertambah di dalam ruang cranial dan penekanan jaringan otak ke arah batang otak. Tingginya tekanan pada batang otak menyebabkan penghentian aliran darah ke otak dan menyebabkan penghentian aliran darah ke otak dan menyebabkan anoksia otak yang dapat pulih dan mati-otak.

e. Diabetes insipidus (DI) merupakan hasil dari penurunan sekresi hormone anti-diuretik. Urine pasien berlebihan. Terapi yang diberikan terdiri dari volume cairan, elektrolit pengganti dan terapi vasopressin (desmopresin, DDAVP).

f. Sindrom Ketidaktepatan Hormon Anti-Diuretik (SIADH) adalah akibat dari peningkatan sekresi hormon anti-diuretik. Pasien mengalami volume berlebihan dan menurunnya jumlah urine yang keluar. Pengobatan SIADH berupa pembatasan cairan dan pemberian fenitoin untuk menurunkan pengeluaran ADH atau dengan litium untuk meningkatkan pengeluaran air.

Tanda peningkatan tekanan intracranial Subyektif :

Nyeri kepala (difus dan konstan), lebih berat pada pagi hari, muntah (puasa, proyektil),

Tanda Peringatan :

Konfusi,

gangguan pernapasan,

bradikardia,

hipertensi,

cerebellar fit (opistotonus dan spasme ekstensor lengan dan tungkai),

pupil melebar

Tanda Mata :

Papil edema (dapat timbul dalam beberapa jam),

bintik buta melebar,

serangan ambliopia,

kelumpuhan okulomotorius,

juga kelumpuhan nervus kranialis VI

CT Scan Kepala :

Menunjukkan slitlike ventrikel pada edema otak,

periventrikuler lucency,

kadang-kadang penyebab dari peninggian tekanan intracranial juga ditemukan

G. Prinsip Penanganan Trauma KepalaPenanganan awal cedera kepala pada dasarnya mempunyai tujuan :

1. Memantau sedini mungkin dan mencegah cedera otak sekunder.

2. Memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.

Penanganan dimulai sejak di tempat kejadian secara cepat, tepat, dan aman. Pendekatan tunggu dulu pada penderita cedera kepala sangat berbahaya, karena diagnosis dan penanganan yang cepat sangatlah penting. Cedera otak sering diperburuk oleh akibat cedera otak sekunder. Penderita cedera kepala dengan hipotensi mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak daripada tanpa hipotensi. Adanya hipoksia dan hipotensi akan menyebabkan mortalitas mencapai 75 persen. Oleh karena itu, tindakan awal berupa stabilisasi kardiopulmoner harus dilaksanakan secepatnya.

Faktor-faktor yang memperjelek prognosis :(1) Terlambat penanganan awal/resusitasi.

(2) Pengangkutan/transport yang tidak adekuat.

(3) Dikirim ke RS yang tidak adekuat.

(4) Terlambat dilakukan tindakan bedah.

(5) Disertai cedera multipel yang lain.

Penanganan di Tempat KejadianDua puluh persen penderita cedera kepala mati karena kurang perawatan sebelum sampai di rumah sakit. Penyebab kematian yang tersering adalah syok, hipoksemia, dan hiperkarbia. Dengan demikian, prinsip penanganan ABC (airway, breathing, dan circulation) dengan tidak melakukan manipulasi yang berlebihan dapat memberatkan cedera tubuh yang lain, seperti leher, tulang punggung, dada, dan pelvis.

Umumnya, pada menit-menit pertama penderita mengalami semacam brain shock selama beberapa detik sampai beberapa menit. Ini ditandai dengan refleks yang sangat lemah, sangat pucat, napas lambat dan dangkal, nadi lemah, serta otot-otot flaksid bahkan kadang-kadang pupil midriasis. Keadaan ini sering disalahtafsirkan bahwa penderita sudah mati, tetapi dalam waktu singkat tampak lagi fungsi-fungsi vitalnya. Saat seperti ini sudah cukup menyebabkan terjadinya hipoksemia, sehingga perlu segera bantuan pernapasan.

Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas ( airway). Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.

Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat digunakan secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka. Cairan resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

Setelah ABC stabil, segera siapkan transport ke rumah sakit rujukan untuk mendapatkan penanganan selanjutnya.

RujukanSesuai dengan keadaan masing-masing daerah yang sangat bervariasi, pemilihan alat transportasi tergantung adanya fasilitas, keamanan, keadaan geografis, dan cepatnya mencapai rumah sakit rujukan yang ditentukan. Prinsipnya adalah To get 0a definitif care in shortest time. Dengan demikian, bila memungkinkan sebaiknya semua penderita dengan trauma kepala dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas CT Scan dan tindakan bedah saraf. Tetapi, melihat situasi dan kondisi di negara kita, di mana hanya di rumah sakit propinsi yang mempunyai fasilitas tersebut (khususnya di luar jawa), maka sistem rujukan seperti itu sulit dilaksanakan. Oleh karena itu, ada tiga hal yang harus dilakukan:

1. Bila mudah dijangkau dan tanpa memperberat kondisi penderita, sebaiknya langsung dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas bedah saraf (rumah sakit propinsi).

2. Bila tidak memungkinkan, sebaiknya dirujuk ke rumah sakit terdekat yang ada fasilitas bedah.

3. Bila status ABC belum stabil, bisa dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih baik.

Selama dalam perjalanan, bisa terjadi berbagai keadaan seperti syok, kejang, apnea, obstruksi napas, dan gelisah. Dengan demikian, saat dalam perjalanan, keadaan ABC pasien harus tetap dimonitor dan diawasi ketat. Dengan adanya risiko selama transportasi, maka perlu persiapan dan persyaratan dalam transportasi, yaitu disertai tenaga medis, minimal perawat yang mampu menangani ABC, serta alat dan obat gawat darurat (di antaranya ambubag, orofaring dan nasofaring tube, suction, oksigen, cairan infus RL atau NaCl 0,9%, infus set, spuit 5 cc, aquabidest 25 cc, diazepam ampul, dan khlorpromazine ampul). Selain itu, juga surat rujukan yang lengkap dan jelas. Tetapi, sering pertimbangan sosial, geografis, dan biaya menyulitkan kita untuk merujuk penderita, sehingga perlu adanya pegangan bagi kita untuk menentukan keputusan yang terbaik bagi pasien. Ada beberapa kriteria pasien cedera kepala yang masih bisa dirawat di rumah tetapi dengan observasi ketat, yaitu :

1. Orientasi waktu dan tempat masih baik

2. Tidak ada gejala fokal neurologis.3. Tidak sakit kepala ataupun muntah-muntah.4. Tidak ada fraktur tulang kepala.

5. Ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah.

6. Tempat tinggal tidak jauh dari puskesmas/pustu.

Selain itu, perlu diberi penjelasan kepada keluarga untuk mengawasi secara aktif (menanyakan dan membangunkan penderita) setiap dua jam. Bila dijumpai nyeri kepala bertambah berat, muntah makin sering, kejang, kesadaran menurun, dan adanya kelumpuhan maka segera lapor ke puskesmas atau petugas medis terdekat.

Penanganan awal cedera kepala sangat penting karena dapat mencegah terjadinya cedera otak sekunder sehingga dapat menekan morbiditas dan mortalitasnya. Dua hal penting dalam penanganan awal ini adalah penanganan segera di tempat kejadian dan proses transportasi saat merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi. Tujuan dari penanganan cedera kepala bukan lagi sekadar menolong jiw,a tetapi menyembuhkan penderita dengan sequele yang seminimal mungkin. Petugas medis di puskesmas sebagai ujung tombak penyedia pelayanan kesehatan terdepan, memiliki tanggung jawab yang penting untuk melakukan penanganan awal seoptimal mungkin dan mempersiapkan rujukan penderita ke tingkat fasilitas yang lebih tinggi

H. Penatalaksanaan Trauma KepalaPenatalaksanaan penderita cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan dilakukan menurut urutan prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari paramedis terlatih, dokter ahli saraf, bedah asraf, radiologi, anestesi dan rehabilitasi medik.

Pasien dengan cedera kepala harus ditangani dan dipantau terus sejak tempat kecelakaan, selama perjalanan dari tempat kejadian sampai rumah sakit, diruang gawat darurat, kamar radiologi, sampai ke ruang operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab sewaktu-waktu bisa memburuk akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya.Macam dan urutan prioritas tindakan cedera kepala ditentukan atas dalamnya penurunan kesadaran pada saat diperiksa:a) Pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis:1. Simple head injury (SHI)

Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan kesadaran, dari anamnesa maupun gejala serebral lain. Pasien ini hanya dilakukan perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Keluarga dilibatkan untuk mengobservasi kesadaran.

2. Kesadaran terganggu sesaat

Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan pada saat diperiksa sudah sadar kembali. Pemeriksaan radiologik dibuat dan penatalaksanaan selanjutnya seperti SHI.b) Pasien dengan kesadaran menurun1. Cedera kepala ringan / minor head injury (GCS=13-15)Kesadaran disoriented atau not obey command, tanpa disertai defisit fokal serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatanluka, dibuat foto kepala. CT Scan kepala, jika curiga adanya hematom intrakranial, misalnya ada riwayat lucid interval, pada follow up kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi. Observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital.

2. Cedera kepala sedang (GCS=9-12)Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner, oleh karena itu urutan tindakannya sebagai berikut:a) Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasib) Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cedera organ lain. Fiksasi leher dan patah tulang ekstrimitas

c) Foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh laind) CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intrakraniale) Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fokal serebral3. Cedera kepala berat (CGS=3-8)Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena itu disamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik.

Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut:a. Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation=ABC)Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama adalah: Jalan nafas (Air way)Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan Pernafasan (Breathing)Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator.

Sirkulasi (Circulation)Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan mengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah

b. Pemeriksaan fisikSetalh ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.

c. Pemeriksaan radiologiDibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada danabdomen dibuat atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematom intracraniald. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut:

1. HiperventilasiSetelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral.

Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dgnmengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom

2. DrainaseTindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus

3. Terapi diuretik Diuretik osmotik (manitol 20%)Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannyaharus dihentikan.

Cara pemberiannya :

Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm Loop diuretik (Furosemid)Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotic serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv

4. Terapi barbiturat (Fenobarbital)Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut diatas.

Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, denganmdosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari.

5. StreroidBerguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala

6. Posisi TidurPenderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.

a) Keseimbangan cairan elektrolitPada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan eletrolit, pemasukan cairan harus disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretic hormon (SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar eletrolit, gula darah, ureum, kreatinin dan osmolalitas darah.b) NutrisiPada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah danakan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan perenterai pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.

c) Epilepsi/kejangEpilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi lebih sering timbul pada anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali jika ada fraktur impresi, hematom atau pasien dengan amnesia post traumatik yang panjang.Pengobatan:

Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan 80 mmHg

3. Pertahankan PaCO2 26 28 mmHg

4. Trnsfusi darah mungkin diperlukan sebagaioxygen carrying capacity

d. Mencegah hypertensi intra cranial

1. Hypertensi ini dapat terjadi akibat :

Masa lesi

Pembengkakan otak akut

Odema otak

Cara mengatasi HT :

a. Lakukan hypocapnia

Konsentrasi Co2 arteri mempengaruhi sirkulasi otak

Co2 meningkat terjadi vasodilatasi sehingga menigkatkan volume intrakranial

Co2 menurun terjadi tekanan intra kranial menurun

Tindakan hyperventilasi :

Menurunkan intra cerebral acidosis

Meningkatkan metabolisme otak

Anjurkan hyperventilasi dan pertahankan Pco2 antara 26 28 mmHg

Hati-hati pada saat melakukan tindakan intubasi

b. Kontrol cairan

Cegah overhidrasi

IV jangan hypoosmolar

Jangan dilakukan loading

c. Diuretic :

Manitol menurunkan volume otak dan menurunkan tekanan intra kranial

Dosis 1 gr / kg BB IV cepat

Furosemid 40 80 mg IV (Dewasa)

Lakukan observasi dengan ketat

d. Steroid

Tidak direkomendasikan pada cedera kepala akut

2.2. Trauma Thoraks

I. Anatomi

1. Anatomi Rongga ThoraksKerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :a. Depan : Sternum dan tulang iga.

b. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).

c. Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.

d. Bawah : Diafragma

e. Atas : Dasar leher.

2. Isia. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.

b. Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).J. Etiologi

1. Trauma tembus

a. Luka Tembak b. Luka Tikam / Tusuk

2. Trauma tumpul

a. Kecelakaan kendaraan bermotor

b. Jatuh

c. Pukulan pada dada

K. Pemeriksaan Fisik Paru

1. IspeksiAmati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati gerakkan paru. Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak.2. Palpasi Palpasi ekspansi paru: Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada dibawah papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakkan apakah sama paru ki.ka. Berdiri deblakang pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah scapula/setinggi costa ke-10, ibu jari ka.ki di dekatkan jangan samapai menempel, dan jari-jari di regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien kembali menarik nafas dalam dan amati gerkkan ibu jari ka.ki sama atau tidak. Palpasi Taktil vremitus posterior dan anterior Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada tepat pada apex paru/stinggi supra scapula (posisi posterior). Menginstrusikkan pasien untuk mengucapkkan kata Sembilan-sembilan (nada rendah). Minta klien untuk mengulangi mengucapkkan kata tersebut, sambil pemeriksa mengerakkan ke posisi ka.ki kemudian kebawah sampai pada basal paru atau setinggi vertebra thoraxkal ke-12. Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru. Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah. Ulangi/lakukkan pada dada anterior3. Perkusi Atur pasien dengan posisi supinasi Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah sampai intercosta 5 tentukkan batas paru ka.ki (bunyi paru normal : sonor seluruh lapang paru, batas paru hepar dan jantung: redup) Jika ada edema paru dan efusi plura suara meredup4. Auskultasi Gunakkan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell pada anak Letakkan stetoskop pada interkostalis, menginstruksikkan pasien untuk nafas pelan kemudian dalam dan dengarkkan bunyi nafas: vesikuler/wheezing/creckelsL. Pengertian Trauma Thoraks

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

M. Jenis Trauma Thorak dan Prinsip penangannya

1. Jenis Traumaa. Open Pneumothorak

Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest wound). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat

b. Tension Pneumothorak

Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :

Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat

Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok

Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan

pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.

c. Hematothorak masif

Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.

d. Flail Chest

Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.2. Prinsip Pengobatannya

Mengatasi syok.

Mempertahankan jalan nafas.

Mengambalikan/mempertahankan tekanan negative rongga pleura.

Menghilangkan nyeri.

Stabilisasi dinding dada.

Torakotomi bila ada indikasi :

Perdarahan terus menerus 3-5 ml/kgBB/jam selama 3-6jam.

Pneumothorax yang tak teratasi dengan cara biasa.

Robekan esophagus.

Luka jantung.

2.3. Trauma Abdomen

N. Anatomi AbdomenAbdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil.

Batasan batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot otot abdominal, tulang tulang illiaka dan iga iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.

Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.O. Pengertian Truma ThorakTrauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).

P. Etiologi dan Klasifikasi Trauma Abdomen

a) Etiologi

Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian. Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :

1. Penyebab trauma penetrasi

Luka akibat terkena tembakan

Luka akibat tikaman benda tajam

Luka akibat tusukan

2. Penyebab trauma non-penetrasi

Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

Hancur (tertabrak mobil)

Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

b) Klasifikasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

1.Kontusio dinding abdomen

Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

2.LaserasiJika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:

1.Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.2.Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

3.Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

Q. Gejala dan Tanda Pada Trauma Abdomen

Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) : Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ Respon stres simpatis Perdarahan dan pembekuan darah Kontaminasi bakteri Kematian sel Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium). Kehilangan darah. Memar/jejas pada dinding perut. Kerusakan organ-organ. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut. ritasi cairan usus R. Pemeriksaan Fisik Abdomen

1) Inspeksi

dilakukan untuk mengetahui kesimetrisan dinding perut saat respirasi, mengkaji tanda luka, umbilical, kult dinding perut.

Abdomen dibagi dalam 4 kwadran yaitu:1. kwadran I => kanan atas

2. kwadran II => kanan bawah

3. kwadran III => kiri atas

4. kwadran IV => kiri bawah

Dengan sembilan bagian yaitu :

1. Epigastrik

2. umbilical

3. hipogastrik

4. hipokondrial kanan

5. hipokondrial kiri

6. lumbal kanan

7. lumbal kiri

8. Inguinal kanan

9. Inguinal kiri

2) Palpasi

Untuk memperkirakan gerakan usus dan kemungkinan adanya gangguan vascular

Dilakukan sebelum perkusi dan palpasi karena dapat mempegaruhi kualitas dan kuantitas bising usus.

Auskultasi dapat dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop pada semua kwadran atau salah satu kwadran.

3) Perkusi

Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan usus (timpani atau redup).

Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau massa dalam perut.

bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan-keadaan tertentu misalnya apabila hepar danlimpa membesar, maka bunyi perkusi akanmenjadi redup, khususnya perkusi di daerah bawah arkus kosta kanan dan kiri.

4) Palpasi

Palpasi merupakan metode yang dilakukan paling akhir pada pengkajian perut.

Palpasi dapat dilakukan secara palapsi ringan atau palpasi dalam tergantung pada tujuannya.

Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi organ-organ dan struktur-struktur dalam perut (intra abdominal).

Palpasi ringan dilakukan untuk mengetahui area-area nyeri tekan, nyeri superficial, dan adanya massa.

Palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih.

5) Persiapan

Ruang pemeriksaan dengan penerangan yang memadai

Menyuruh penderita berbaring dan membuat penderita dalam keadaan rileks

Menyuruh penderita membuka pakaina bagian atas sehingga daerah dari px ke simpisis pubis harus terbuka

Pemeriksaan dilakukan disebelah kanan penderita dengan urutan inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi\

Penderita telentang dengan bantal yang tipis di bawah kepala dan bnatal yang tebal di bawah lutut dan lutut menekuk

Kedua tangan diletakkan disamping badan atau menyilang di dada penderita

Gunakan tangan yang hangat dan diafragma stetoskop yang hangat dengan cara menggosokkan kedua telapak tangan dan menggosokkan bagian diafragma stetoskop

Suruhlah penderita mengatakan bagian mana yang sakit dan pantaulah ekspresi muka penderita pada saat pemeriksaan6) Infeksi

Pemeriksa berada di sebelah kanan penderita

Perhatikan kesimetrisan abdomen pada saat respirasi

Inspeksi tanda luka, umbilical, dan dinding abdomen.

7) Auskultasi

Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan (bagian diafragma)

Tanya pasien tentang waktu terakhir makan, suara usus meningkat pada orang setelah makan

Letakkkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat kwadaran abdomen dan dengan suara peristaltik aktif dan suara mendeguk (gurgling) yang secara normal terdengar setiap 5 sampai 20 detik dengan durasi kurang atau lebih dari satu detik

Frekuensi suara tergantung pada status pencernaan atau ada dan tidaknya makanan dalam saluran pencernaan. dalam pelaporannya suara usus dapat dinyatakan dengan : terdengar, tidak ada /hipoaktif, sangat lambat (misalnya hanya terdengar sekali setiap satu menit), dan hiperaktif atau meningkat (misalnya terdengar setiap 3 detik).

Bila suara usus terdengar jarang sekali / tidak ada maka sebelum dipastikan dengarkan dahulu selama tiga sampai lima menit

8) Perkusi

Perkusi dimulai dari kwadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam

Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan

Lakukan perkusi pada area timpani dan redup

Suara timpani memiliki ciri nada lebih tinggi dari pada resonan, yang mana suara ini dapat didengarkan pada rongga atau organ yang berisi udara

Suara redup mempunyai ciri nada lebih rendah atau lebih datar dari pada resonan. suara ini dapat didengarkan pada masa padat misalnya keadaan acites, keadaan distensi kandung kemih, serta pada pembesaran atau tumor hepar dan limfe.

9) Palpasi

a) Palpasi Hepar

Berdirilah disamping kanan pasien

Letakkan tangan kiri anda pada torak posterior kira-kira pada tulang rusuk ke 11 atau 12

Tekankan tangan kiri tersebut keatas sehingga sedikit mengangkat dinding dada

Letakkan tangan kanan pada atas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan membentuk sudut kira-kira 450 dengan otot rektus abdominal dengan jari-jari kearah tulang rusuk

Sementara pasien ekhalasi, lakukan penekanan sedalam 4-5 kearah bawah pada batas bawah tulang rusuk

Jaga posisi tangan anda dan suruh pasien inhalasi / menarik nafas dalam

Sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan anda yang secara normal terasa dengan kontur regular. bila hepar tak terasa/teraba dengan jelas, maka suruh pasien untuk menarik nafas dalam, sementara anda tetap mempertahankan posisi tangan atau memberikan tekanan sedikit lebih dalam. kesulitan dalam merasakan hepar ini sering dialami pada pasien obesitas

Bila hepar membesar, maka lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan. catat pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa cm pembesaran terjadi di bawah batas tulang rusuk

b) Palpasi Ginjal

Secara anatomis lobus atas kedu ginjal menyentuh diafragma dan ginjal turun sewaktu inhalasi. ginjal kanan normalnya lebih mudah dipalpasi dari pada ginjal kiri. ginjal kanan terletak sejajar dengan tulang rusuk ke 12 dan ginjal kiri sejajar dengan tulang rusuk ke 11. ginjal orang dewasa pada umumnya mempunyai ukuran panjang 11 cm, lebar 4-7 cm, dan tebal 2,5 cm. dalam melakukan palpasi ginjal maka posisi pasien diatur supinasi dan perawat yang melakukan palpasi berdiri di sisi kanan pasien. langkah kerja palpasi ginjal adalah :

Dalam melakukan palpaso ginjal kanan, letakkan tangan kiri anda dibawah panggul dan elevasikan ginjal ke arah anterior.

Letakkan tangan kanan anda pada dinding perut anterior pada garis midklavikularis dari pada tepi bawah batas kosta

Tekankan tangan kanan anda secara langsung keatas sementara pasien menarik nafas panjang. pada orang dewasa yang normal ginjal tidak teraba tetapi pada orang yang snagat kurus bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan

Bila ginjal teraba rasakan mengenai kontur (bentuk), ukuran, dan adanya nyeri tekan

Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan disisi seberang tubuh pasien, dan letakkan tangan kiri anda dibawah panggul kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.

S. Prinsip Penanganan Trauma Abdomen

a. Penanganan awala) trauma non- penetrasi (trauma tumpul)1. Stop makanan dan minuman2. Imobilisasi3. Kirim kerumah sakit.b) Penetrasi (trauma tajam)1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.4. Imobilisasi pasien5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.7. Kirim ke rumah sakitb. Penanganan dirumah sakit1. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi).

2. Lakukan prosedurABCDE.

3. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.

4. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).

5. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut).

6. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma,abdominal free air,evisceration) harus segera dilakukan pembedahan.

7. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT.

8. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi

9. Pemberian O2 sesuai indikasi

10. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan.

11. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal.

12. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan.

13. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan.

14. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan.

BAB IIIPENUTUP

3.1. Kesimpulan

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. 3.2. Saran

Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang kegawatdaruratan keperawatan dalam keperawatan gawat darurat. Penulis menyarankan agar pembaca bias mencari pengetahuan lebih lanjut mengenai materi ini baik melalui sumber buku yang ada maupun media lain.15