bab i-v perbaikan 8

Upload: renold-fernandes

Post on 30-May-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    1/49

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Profesi akuntan Indonesia di abad ke-21 menghadapi tantangan yang semakin

    berat, diantaranya ada tiga tantangan antara lain : pertama, WTO/GATT/GATS yang tidak

    hanya merundingkan masalah perdagangan komoditi riil, namun juga sektor jasa. Adapun

    tujuan dan semangat hasil perundingan tersebut adalah pada akhirnya semua jenis jasa

    dibuka bagi perdagangan dunia dengan tingkat liberalisasi 100%. Kedua, akan

    diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di kawasan Asia-Pasifik

    dalam rangka kerjasama ekonomi APEC (Asia Pasific Economic Coorporation) pada

    tahun 2010 bagi negara maju dan pada tahun 2020 bagi negara berkembang, termasuk

    Indonesia. Ketiga, diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di

    kawasan ASEAN, yaitu AFTA (Asean Free Trade Area). Di dalam negeri sendiri

    paradigma peran profesi akuntan Indonesia berkaitan dengan otonomi daerah dan Good

    Coorporate Governance.

    Kemajuan ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga

    menimbulkan persaingan bisnis yang cukup tajam. Semua usaha bisnis tersebut berusaha

    untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun terkadang untuk mencapai

    tujuan itu, segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan

    tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika bisnis itu sendiri,

    termasuk profesi akuntansi. Untuk mengantisipasi hal itu, maka profesionalisme suatu

    profesi harus dimiliki oleh setiap anggota profesi, yaitu berkeahlian, berpengetahuan, dan

    berkarakter. Karakter menunjukkan personalitas seorang profesionalisme yang

    1

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    2/49

    diwujudkan dalam sikap profesional dan tindakan etisnya (Machfoedz dalam Winarna

    dan Retnowati, 2004).

    Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi

    akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses

    pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Disamping itu, profesi akuntansi

    mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat. Hal ini seiring dengan terjadinya

    beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan publik, akuntan

    intern perusahaan maupun akuntan pemerintah.

    Dalam menjalankan aktifitasnya seorang akuntan dituntut untuk selalu

    menngkatkan profesionalismenya, begitu juga pada karyawan suatu perusahaan. Untuk

    mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan

    suatu standar profesi yang memuat seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur

    tentang perilaku profesional yaitu kode etik ikatan akuntan Indonesia yang mengatur

    tentang norma perilaku hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan

    dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Alasan yang mendasari

    diperlukannya kode etik sebagai standar perilaku profesional tertinggi pada profesi

    akuntan adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan

    profesi akuntan terlepas dari yang dilakukan perorangan. Kepercayaan masyarakat

    terhadap kualitas jasa profesional akuntan akan meningkat jika profesi menunjukkan

    standar yang tinggi dan memenuhi semua kebutuhan.

    Berkaitan dengan hal tersebut, maka akuntan sebagai suatu profesi harus

    menunjukkan sikap professional dalam melakukan pekerjaan. Aranya dkk (1981)

    berpendapat bahwa profesi akuntan berbeda dengan profesi lainnya. Profesi akuntan

    2

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    3/49

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    4/49

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    5/49

    Berdasar uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah berikut

    ini:

    11. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan

    karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis?

    22. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan

    karyawan bagian akuntansi dipandang dari level hierarkis terhadap etika profesi?

    1.3 Pembatasan Masalah

    Dalam penelitian ini daerah survey dan penyebarannya dilakukan di wilayah

    Sumatera Barat, namun untuk lebih terarahnya permasalahan yang dikemukakan dalam

    tulisan ini, maka peneliti membatasi area survey pada perguruan tinggi, kantor akuntan

    dan perusahaan yang ada di kawasan Kota Padang saja.

    I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Tujuan

    Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan

    persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, karyawan bagian akuntansi dipandang dari

    segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan.

    Manfaat

    Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah berikut ini.

    11. Memberikan pengetahuan empiris mengenai perbandingan antara persepsi etis etika

    bisnis dan etika profesi pada akuntan senior, mahasiswa akuntansi senior, dan karyawan

    5

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    6/49

    bagian akuntansi senior dengan akuntan junior, mahasiswa junior, dan karyawan bagian

    akuntansi junior.

    22. Bagi penulis, agar dapat lebih memahami dan memperluas pengetahuan yang

    berkaitan etika bisnis dan etika profesi

    3. Bagi peneliti selanjutnya, Sebagai referensi agar mengadakan kajian lebih luas tentang

    bahasan ini.

    3I.5 Sistematika Penulisan

    1Agar memperoleh gambaran yang jelas dan sistematik maka laporan disajikan bab demi

    bab, sebagai berikut :

    Bab pertama, pendahuluan yang akan menyajikan latar belakang masalah,

    perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

    Bab kedua, landasan teoritis yang berisi tentang gambaran umum tentang

    persepsi, etika, etika bisnis dan etika profesi, penjelasan mengenai level hierarkis, serta

    penjelasan mengenai etika profesi akuntan. Sub bab pertama membahas tentang persepsi.

    Sub bab kedua berisi tentang pengertian etika dan pembagian etika. Sub bab ketiga

    membahas mengenai etika bisnis. Sub bab keempat berisikan tentang etika profesi dan

    etika profesi akuntan yaitu yang terdapat di dalam kode etik akuntan Indonesia. Sub bab

    ke lima membahas tentang pengertian level hierarakis (senior dan junior) serta hirarki

    Akuntan. Sub bab ke enam menguraikan tentang hierarki akuntan, mahasiswa akuntansi

    serta karyawan bagian akuntansi. Sub bab ketujuh berisikan tentang pengembangan

    hipotesis, dan hipotesis penelitian.

    6

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    7/49

    Bab ketiga, menguraikan tentang metode penelitian dari sampel penelitian dan

    sumber data, teknik pengumpulan sampel, definisi operasional variabel, pengujian data,

    pengujian hipotesis.

    Bab keempat, merupakan hasil penelitian yang meliputi demografi responden,

    statistik deskriptif, uji validitas dan uji reabilitas, uji asumsi klasik analisis data, serta

    analisis pengujian hipotesis.

    Bab kelima, menguraikan tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian serta

    saran.

    7

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    8/49

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Tinjauan Tentang Persepsi

    Persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek,

    orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses

    kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap

    rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang, dan simbol tertentu. Dengan kata

    lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus yang

    telah diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk

    sikap. Hal ini terjadi karena persepsi melibatkan penafsiran individu pada objek tertentu,

    maka masing-masing objek akan memiliki persepsi yang berbeda walaupun melihat objek

    yang sama (Gibson, 1996: 134).

    Sedangkan pengertian persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:

    tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang

    mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami

    setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera .

    Menurut Walgito (1997: 53) agar individu dapat menyadari dan dapat membuat

    persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu berikut ini:

    a. Adanya objek yang dipersepsikan (fisik).

    b. Adanya alat indera/reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis).

    c. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi

    (psikologis).

    8

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    9/49

    Dari definisi di atas maka pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah

    merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan hubungan yang

    diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan kata lain,

    persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuly) (Rakhmat,

    1993: 51).

    2.2 Pengertian Etika dan Pembagian Etika

    Pengertian etika, dalam bahasa latin "ethica", berarti falsafah moral. Ia

    merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila

    serta agama. Sedangkan menurut Keraf (1997: 10),

    etika secara harfiah berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya: ta

    etha), yang artinya sama persis dengan moralitas, yaitu adat

    kebiasaan yang baik .

    Istilah etika jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), memiliki

    tiga arti, yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu

    golongan atau masyarakat. Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena

    sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, dan bagus.

    Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai

    "the discipline which can act as the performance index or reference for our

    control system".

    Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang

    akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya

    yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian diwujud

    9

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    10/49

    dalam bentuk aturan atau kode tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan

    prinsip-prinsip moral yang ada, dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan

    sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional

    umum dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa

    yang disebut denganself control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan

    untuk kepentingan kelompok sosial atau profesi itu sendiri.

    Dalam banyak hal pembahasan mengenai etika tidak telepas dari pembahasan

    mengenai moral. Soseno (1987) mengungkapkan bahwa etika merupakan filsafat atau

    pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.

    Menurut Thodorus M Tuanakotta (1997) menyatakan bahwa etik meliputi sifat-sifat

    manusia yang ideal atau disiplin atas diri sendiri diatas atau melebihi persyaratan atau

    kewajiban menurut undang-undang. Sedangkan S.Munawir (1987), etik merupakan suatu

    prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa

    yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat umum sebagai perbuatan yang terpuji dan

    meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Etik yang disepakati bersama oleh

    anggota suatu profesi disebut kode etik profesi.

    Menurut Keraf dan Imam (1995:41-43), etika dapat dibagi menjadi dua, yaitu

    sebagai berikut.

    1. Etika umum

    Etika umum berkaitan dengan bagaimana manusia mengambil keputusan etis,

    teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia

    dalam bertindak, serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika

    10

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    11/49

    umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai

    pengertian umum dan teori-teori.

    2. Etika khusus

    Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang

    kehidupan yang khusus. Etika khusus dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

    a. Etika individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya

    sendiri.

    b. Etika sosial, berkaitan dengan kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia

    dengan manusia lainnya salah satu bagian dari etika sosial adalah etika

    profesi, termasuk etika profesi akuntan.

    Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan

    seperangkat aturan/ norma/ pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus

    dilakukan maupun yang harus ditinggalkan dan dianut oleh sekelompok/ segolongan

    manusia/ masyarakat/ profesi.

    2.3 Persepsi Terhadap Etika Bisnis

    Kemajuan ekonomi suatu Negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong

    munculnya pelaku bisnis. Hampir semua usaha bisnis bertujuan untuk memperoleh

    keuntungan yang sebesar besarnya (profit-making) agar dapat meningkatkan

    kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk

    mencapai semua tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis

    11

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    12/49

    harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika

    dari bisnis itu sendiri.

    Etika bisnis menyangkut kepatuhan perilaku semua pihak yang terkait langsung

    atau tidak langsung dengan kegiatan suatu perusahaan. Etika bisnis sangat diperlukan

    untuk menjamin kelangsungan dan meraih sukses bisnis tersebut dalam jangka panjang.

    Dari segi makro ekonomi, kepatuhan atau penerapan etika bisnis akan menghindari

    distorsi mekanisme pasar. Praktek bisnis yang tidak mematuhi etika akan menimbulkan

    distorsi sistem dan mekanisme pasar dan dengan demikian akan mengakibatkan alokasi

    sumber-sumber secara tidak efisien. Dari segi mikro, akan membangun kepercayaan

    semua pemangku kepentingan (stakeholders). Perusahaan yang tidak mengindahkan etika

    bisnis akan kehilangan kepercayaan (trust) masyarakat, dan dengan demikian akan

    kehilangan konsumen atau pelanggan sehingga lama kelamaan akan tutup.

    Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang oleh sistem politik

    ekonomi yang kondusif , yang berarti untuk menciptakan bisnis sebagai sebuah profesi

    yang etis maka dibutuhakan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik dan merupakan

    suatu aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik

    disertai dengan sebuah system pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan

    aturan bisnis tersebut. Menurut muslich (1998, hal 4), mendefenisikan bahwa etika bisnis

    sebagai pengetahuan mengenai tata cara yang ideal dalam pengaturan dan pengelolaan

    bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara ekonomi/sosial,

    dimana penetapan norma dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan tujuan dunia

    bisnis.

    12

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    13/49

    Menurut Keraf dan Imam (1995:70-77) terdapat beberapa prinsip

    dalam etika bisnis yang meliputi :

    a. Prinsip otonomi.

    Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak

    berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang

    dianggapnya baik untuk dilakukan. Dalam prinsip otonomi ini

    terkait dua aspek yaitu aspek kebebasan dan aspek tanggung

    jawab.

    b. Prinsip kejujuran.

    Aspek kejujuran dalam bisnis meliputi:

    1. Kejujuran terwujud dalam pemenuhan sayart-syarat

    perjanjian dan kontrak.

    2. Kejujuran juga menemukan wujudnya dalam penawaran

    barang dan jasa dengan mutu yang baik.

    3. Kejujuran menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan.

    Prinsip kejujuran ini sangatlah berkaitan dengan aspek

    kepercayaan. Kepercayaan ini merupakan modal dasar yang

    akan mengalirkan keuntungan yang besar di masa depan.

    c. Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik.

    Prinsip ini memiliki dua bentuk yaitu prinsip berbuat baik

    menuntut agar secara aktif dan maksimal kita semua berbuat hal

    yang baik bagi orang lain dan dalam bentuk yang minimal dan

    pasif, menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain.

    13

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    14/49

    d. Prinsip keadilan.

    Prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai

    dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan jangan

    sampai dilanggar.

    e. Prinsip hormat pada diri sendiri.

    Sebenarnya dalam arti tertentu prinsip ini sudah tercakup dalam

    prinsip pertama dan prinsip kedua diatas. Prinsip ini sengaja

    dirumuskan secara khusus untuk menunjukkan bahwa setiap

    individu itu mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya

    untuk menghargai diri sendiri.

    Menurut bertens (2000), etika bisnis dapat dijalankan pada tiga

    taraf, yaitu :

    1. Taraf makro

    Yaitu taraf dimana etika bisnis mempelajari aspek-aspek

    moral dari system ekonomi sebagai keseluruhan

    2. Taraf meso

    Disebut juga taraf madya atau menengah yang merupakan

    tingkat dimana etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis

    di bidang organisasi

    3. Taraf mikro

    Pada taraf ini yang difokuskan ialah individu dalam hubungan

    dengan ekonomi atau bisnis.

    14

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    15/49

    2.4 Persepsi Terhadap Etika Profesi

    Masalah etika profesi merupakan suatu isu yang selalu menarik untuk riset karena

    profesi memiliki komitmen moral yang tinggi. Para pelaku bisnis ini diharapkan

    mempunyai integritas dan kompetensi yang tinggi. Berbagai pelanggaran etika telah

    banyak terjadi saat ini yang dilakukan oleh akuntan ataupun karyawan bagian akuntansi,

    misalnya berupa rekayasa data akuntansi untuk menunjukkan kinerja perusahaan agar

    terlihat lebih baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap etika profesinya yang

    telah melanggar kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat kode etik

    tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi akuntan dalam

    masyarakat.

    Selain kaidah etika masyarakat juga terdapat dengan apa yang disebut dengan

    kaidah profesional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Etka

    tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya secara consensus disebut

    dengan kode etik. Sifat sanksinya berupa moral psikologik, yaitu dikucilkan dari

    pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan ( Desriani, 1993).

    Dalam hal etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral

    yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus

    yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi

    yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam

    menjalankan atau mengemban profesi tersebiut yang biasanya disebut

    sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi.

    Menurut Chua dkk (1994) menyatakan bahwa etika professional juga

    15

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    16/49

    berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan

    pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.

    Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki

    kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang

    perilaku profesional (Agoes, 1996). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena

    fungsiaAkuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis

    oleh para pelaku bisnis. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah

    akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akunatansi (Suhardjo dan

    Mardiasmo, 2002). Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang

    membedakannya dengan profesi lain yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para

    anggotanya.

    Kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran

    yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar

    tinggi tersebut dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu

    hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.

    Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat "built-in mechanism" berupa kode etik

    profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan

    profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun

    penyalah-gunaan keahlian (Wigjosoebroto, 1999). Oleh karena itu dapatlah disimpulkan

    bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana

    dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika

    profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat

    yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah

    16

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    17/49

    profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan

    pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai

    idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak lagi adanya kepedulian

    maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.

    Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia

    Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan diatur oleh kode etik akuntan.

    Kode etik ikatan akuntan Indonesia merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan

    antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya dan antara profesi

    dengan masyarakat. Keberadaan kode etik menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria

    tingkah laku yang harus ditaati oleh profesi.

    Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia,

    Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh

    akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik

    Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari empat bagian (Prosiding kongres VIII,

    1998), yaitu:

    1. Kode Etik Umum.

    17

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    18/49

    Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika

    profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur

    pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi:

    a. prinsip tanggung jawab profesi

    Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap

    anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan

    profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

    b. prinsip kepentingan publik

    Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka

    pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan

    menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

    c. prinsip integritas

    intergritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya

    pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari

    kepercayaan publik dan patokan bagi anggota dalam menguji semua

    kebutuhan yang diambil.

    d. prinsip objektivitas

    objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai yang diberikan

    atas jasa anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap

    adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias,

    bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak

    lain.

    e. prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional

    18

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    19/49

    anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesionalnya

    dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan

    pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada

    publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Setiap

    anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi

    sehingga kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkat profesionalisme

    yang tinggi.

    f. prinsip kerahasiaan

    setiap anggota haus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolej

    selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau

    mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak

    atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

    g. prinsip perilaku profesional

    setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi

    yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

    h. prinsip standar teknis.

    Standar teknis yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan

    oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountant,

    badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

    2. Kode Etik Aturan Kompartemen Akuntan.

    Kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen

    dan mengikat selurus anggota Kompartemen yang bersangkutan. Sebelum tahun

    1998, IAI hanya memiliki kode etik yang mengikat seluruh anggotanya. Aturan-

    19

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    20/49

    aturan yang berlaku dalam kode etik dirumuskan dan disahkan dalam kongres IAI

    yang melibatkan seluruh anggota IAI tanpa melihat keanggotaan kompartemen

    anggota yang bersangkutan. Akan tetapi setelah tahun 1998, seluruh kompartemen

    IAI telah memiliki aturan etika masing-masing. Dengan demikian, kode etik IAI

    memeliki empat aturan etika kompartemen, yaitu aturan etika kompartemen

    Akuntan Publik (KAP), Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd), Kompartemen

    Akuntan Manajemen (KAM), kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP).

    3. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen.

    Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan

    Kode Etik Akuntan Kompartemen. Interpretasi aturan etika ini adalah interpretasi

    yang dikeluarkan oleh pengurus kompartemen setelah memperhatikan tanggapan

    dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya sebagai panduan dalam

    penerapan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya

    4. Tanya jawab.

    Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interpretasi

    dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk

    mengantikannya. Tanya jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari

    anggota kompartemen tentang aturan etika beserta interpretasinya.

    20

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    21/49

    Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang kurangnya

    enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit PeerReview Kompartemen

    Akuntan Publik IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI,

    Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain

    keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat

    dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam

    rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi:

    Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas

    dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan

    bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan

    obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan

    pihak tertentu/ kepentingan pribadinya .

    Kode Etik Akuntan Indonesia ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan

    Indonesia (IAI) dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum

    menjadi anggota IAI. Ada dua sasaran pokok dari kode etik ini, yaitu: pertama, kode etik

    ini bermaksud untuk melindungi masysrakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian,

    baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua, kode etik ini

    bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk

    orang-orang tertentu yang mengaku dirinya professional (Keraf, 1998).

    2.5 Tinjauan Tentang Level Hierarkis

    Salah satu hal yang mempengaruhi seseorang berperilaku etis adalah lingkungan,

    yang salah satunya adalah lingkungan kerja yang bersifat hirarki, yang membedakan yang

    21

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    22/49

    telah lebih dulu atau yang lebih lama pengalaman kerjanya yang biasa disebut dengan

    senior dengan karyawan yang baru atau masih baru di suatu lingkungan kerja yang biasa

    disebut dengan junior.

    Kata level berasal dari bahasa latin yaitu livel yang berarti nilai dalam arti

    taksiran sesuatu, angka kepandaian, banyak sedikitnya. Sedangkan hierarkis dapat

    diartikan dengan susunan pemerintahan, organisasi yang dilakukan orang yang bertingkat

    pangkat dan kedudukannya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa level

    hierarkis merupakan suatu kedudukan yang melambangkan suatu tingakatan atau angka.

    Konsep level hierarkis pada penelitian ini lebih mengacu kepada tingkatan umur

    atau pengalaman seseorang yang lebih sering dikenal dengan senior dan junior. Kata

    senior dan junior berasal dari bahasa latin yang berarti angkatan atau golongan. Senior

    merupakan golongan yang lebih tua sedangkan junior merupakan golongan atau angkatan

    yang lebih muda.

    Konvensi atau definisi tradisional kuno menyebutkan bahwa yang dimaksud

    dengan senior adalah orang yg lebih tua dalam segi usia (dan dengan demikian dianggap

    banyak pengalaman dan lebih bijak). Namun bukan berarti yang lebih senior lebih bijak

    dalam melakukan berbagai hal. Intinya yang dihargai dari seorang senior adalah sikapnya

    yang bijak bukan kesenioran itu sendiri. Dengan kata lain, siapapun yang bersikap

    bijaksana, kreatif dan memiliki visi ke depan lebih maju, baik itu yunior atau senior

    bahkan anak kecil sekalipun, seharusnya mendapat tanggapan yang sewajarnya di bidang

    dimana dia lebih mampu dari yang lebih tua angkatannya.

    22

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    23/49

    2.6 Hierarki Akuntan, Mahasiswa, dan Karyawan Terhadap Etika Bisnis dan Etika

    Profesi

    Perilaku etis antara auditor senior dan auditor yunior akan dipengaruhi oleh lama

    pengalaman kerja yang mana selama bekerja sebagai seorang auditor dihadapkan dengan

    tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perilaku etis (Prasetyo, 2004). Lama

    pengalaman kerja adalah jangka waktu (tahun) seorang auditor bekerja. Lama

    pengalaman kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu

    mereka yang telah bekerja lebih dari lima tahun dikategorikan sebagai

    auditor senior dan mereka yang bekerja di bawah lima tahun sebagai

    auditor junior. Pembagian ini berdasarkan hasil penelitian yang

    dilakukan Budiyanti (dalam Widiastuti, 2003).

    Orientasi professional pada dasarnya berkaitan dengan level organisasi (Sorensen,

    1974). Berbagai penelitian mempertanyakan apakah ada nilai-nilai profesional yang

    berbeda antara berbagai posisi organisasional, misalnya antara partner dan staf akuntan.

    Studi yang dilakukan oleh Sorensen (1974) menunjukkan bahwa meningkatnya orisentasi

    birokrasi dan berkurangnya orientasi profesional berada pada posisi rendah ke posisi

    tinggi, misalnya junior ke senior akuntan, ia berpendapat bahwa nilai-nilai profesioal atau

    komitmen professional didefinisikan sebagai :

    a) keinginan yang kuat untuk menjadi bagian dari profesi; dan

    b) berkeinginan yang kuat untuk menjadi anggota profesi.

    Dengan demikian partner akhirnya merasa lebih memiliki dibandingkan stafnya.

    Sedangkan Aranya dkk (1981) berpendapat bahwa staf akuntan yang berada pada tingkat

    23

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    24/49

    bawah merasa bahwa dalam tahap transisional karena berkaitan dengan karier maka nilai

    profesional perlu untuk ditingkatkan.

    Pada perusahaan manapun pasti terdiri dari karyawan senior dan karyawan

    junior. Tentu saja yang dimaksud karyawan senior adalah karyawan yang memiliki masa

    kerja cukup lama di suatu perusahaan. Biasanya karyawan senior juga memiliki

    pengalaman yang lebih tinggi dan mampu menghandle pekerjaan-pekerjaan sulit.

    sebaliknya karyawan junior adalah karyawan yang masa kerjanya masih pendek.

    Karyawan baru ditambah usianya yang masih muda, tergolong karyawan yunior. Selama

    ini mereka yang senior di kantor dianggap memiliki jam terbang yang lebih tinggi

    dibanding yang junior. Selain itu mereka memiliki keunggulan pengalaman dalam

    menangani masalah-masalah rutin di perusahaan. Dan senior biasanya juga dianggap

    lebih memahami gaya atau aturan tak tertulis di perusahaan.

    Dari uraian di atas, maka sudah seharusnya calon akuntan (mahasiswa) perlu

    diberi pemahaman yang cukup terhadap masalah-masalah etika bisnis dan etika profesi

    yang akan mereka hadapi. Terdapatnya mata kuliah yang berisi ajaran moral dan etika

    sangat relevan untuk disampaikan kepada mahasiswa. Dalam hal ini berarti keberadaaan

    pendididikan etika memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi di bidang

    akuntansi di Indonesia.

    2.7 Pengembangan Hipotesis

    Penelitian ini merupakan pengembangan dan kolaborasi dari beberapa penelitian

    sebelumnya, Ludigdo (1999) dan Murtanto dan Marini (2003) serta Indiana Farid

    Martadi

    24

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    25/49

    dan Sri Suranta (2006). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

    sebelumnya adalah : Ludigdo (1999) yang mengadakan penelitian tentang pengaruh

    gender terhadap etika bisnis antara akuntan dan mahasiswa akuntansi. Dari penelitian

    tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan baik dari akuntan

    maupun mahasiswa akuntansi. Penelitian ini menambah satu variabel yaitu etika profesi

    serta menambah jumlah responden yaitu karyawan bagian akuntansi.

    Pada penelitian Murtanto dan Marini (2003) menguji perbedaan persepsi antara

    akuntan, mahasiswa dari gender terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil

    penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara

    persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan.

    Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan yang signifikan

    untuk etika profesi akuntan. Namun, untuk etika bisnis ada perbedaaan persepsi antara

    mahasiswa dan mahasiswi. Sedang penelitian ini menambah satu kelompok sampel, yaitu

    karyawan bagian akuntansi, dalam hal ini termasuk akuntan intern perusahaan.

    Pada penelitian Sri suranta dan Indiana (2006) menguji perbedaan persepsi antara

    akuntan, mahasiswa dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap

    etika bisnis dan etika profesi akuntan. Hasil penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan

    persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian

    akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawati bagian akuntansi

    terhadap etika bisnis serta tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara

    akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswi Akuntansi

    terhadap etika profesi. Sedangkan untuk sampel karyawan bagian akuntasi terdapat

    perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan

    25

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    26/49

    karyawan bagian akuntansi wanita terhadap etika profesi. Bedanya dengan penelitian ini

    variablegenderdiganti dengan level hierarkis (senior dan junior). Serta mengganti area

    survei di luar wilayah Surakarta yaitu di daerah Sumatra Barat tepatnya di wilayah kota

    Padang.

    Berdasarkan hasil berbagai peneliti di atas, maka penulis tertarik untuk menguji

    perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi

    dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan profesi. Berdasarkan

    berbagai penelitian diatas dirumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut :

    H1: Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada

    akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap

    etika bisnis.

    H2: Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada

    akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap

    etika profesi.

    26

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    27/49

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Populasi dan Sampel

    Sampel dalam penelitian ini adalah akuntan, mahasiswa akuntansi, dan

    karyawan bagian akuntansi di wilayah kota Padang. Sampel akuntan dalam penelitian ini

    adalah akuntan pendidik, akuntan publik, dan akuntan pemerintah yang ada di wilayah

    kota Padang. Populasi untuk sampel akuntan pendidik adalah akuntan pendidik (dosen)

    tetap, baik di perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta yang membuka

    jurusan akuntansi di wilayah kota Padang, dengan masa kerja minimal 1 (satu) tahun.

    Sampel akuntan publik adalah akuntan publik yang bekerja di Kantor Akuntan

    Publik (KAP) dan memiliki pengalaman mengaudit minimal selama 1 (satu) tahun.

    Populasi untuk akuntan publik adalah Kantor Akuntan Publik yang ada di Wilayah

    Padang, yang terdaftar di Ikatan Akuntan Indonesia.

    27

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    28/49

    Sampel mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi

    yang telah menempuh atau sedang menempuh mata kuliah pengantar bisnis dengan

    populasi pada perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta yang membuka jurusan

    akuntansi di wilayah kota Padang.

    Pada sampel karyawan bagian akuntansi adalah karyawan bagian akuntansi yang

    bekerja pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Padang. Populasi perusahaan itu

    terdiri dari perusahaan jasa, perusahaan manufaktur, maupun perusahaan dagang, dan

    telah memiliki masa kerja minimal 2 (dua) tahun.

    Jumlah sampel minimum yang akan diteliti untuk masing-masing kelompok

    responden adalah 30 orang, hal ini sesuai dengan rules of thumb yang dikemukakan oleh

    Roscoe dalam Sekaran (2000).

    3.2 Teknik Pengumpulan Data

    Pengambilan sampel (sampling) dilakukan dengan menggunakan dengan metode

    purposive sampling. Alasan pengambilan sampel dengan metode purposive sampling

    karena peneliti hanya akan memilih sampel yang memiliki pengetahuan dan pemahaman

    tentang pentingnya etika bisnis dan etika profesi sehingga mereka dapat memberikan

    jawaban yang dapat mendukung jalannya penelitian ini.

    Penelitian ini menggunakan teknik kuesioner dalam mengumpulkan data yang

    dibutuhkan. Teknik kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan

    daftar pertanyaan yang terdiri dari kasus-kasus praktik etika bisnis dan etika profesi

    kepada responden. Kasus-kasus yang digunakan peneliti adalah daftar yang bersifat

    28

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    29/49

    tertutup karena telah disediakan alternatif jawaban yang mungkin dipilih sehingga

    responden merasa mudah dalam mengisi kuesioner.

    . Kedua untuk akuntan pendidik, peneliti mendistribusikan kuesioner secara

    langsung kepada akuntan pendidik yang bersangkutan, dan sebagian dititipkan kepada

    Ketua Jurusan akuntansi perguruan tinggi yang bersangkutan untuk didistribusikan pada

    akuntan pendidik di lingkungan pergururan tinggi yang bersangkutan.

    Pertama, untuk akuntan publik, peneliti mendistribusikan kuesioner secara

    langsung kepada Bagian resepsionis KAP yang bersangkutan untuk didistribusikan pada

    akuntan yang bekerja pada KAP yang bersangkutan, kemudian peneliti mengambil

    kuesioner tersebut setelah jangka waktu tertentu. Kedua untuk mahasiswa akuntansi,

    peneliti mendistribusikan kuesioner kepada mahasiswa yang bersangkutan secara

    langsung ke universitas masing-masing untuk mengisi kuesioner , dan sebagian dititipkan

    pada ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan akuntansi perguruan tinggi yang bersangkutan

    untuk didistribusikan pada mahasiswa akuntansi di lingkungan perguruan tinggi masing-

    masing

    Untuk karyawan bagian akuntansi, peneliti mendistribusikan secara langsung dan

    sebagian menitipkan kuesioner di bagian personalia setiap instansi dan membuat

    kesepakatan dengan instansi tersebut tentang waktu pengambilan kuesioner.

    3.3 Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang terdiri

    dari 2 bagian. Bagian pertama dari kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai identitas

    responden yang menanyakan mengenai nama, jenis kelamin, status. Mahasiswa juga

    29

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    30/49

    ditanya tentang semester dan tingkat mahasiswa saat ini, untuk akuntan dan karyawan

    bagian akuntansi juga ditanyakan mengenai lama bekerja di instansi tersebut, serta

    khusus untuk karyawan bagian akuntansi ditanyakan pula mengenai apakah laporan

    keuangan perusahaan tempat responden bekerja telah diaudit.

    Bagian kedua dari kuesioner berisi pernyataan mengenai persepsi responden

    mengenai kasus-kasus praktek etika bisnis serta pernyataan mengenai persepsi responden

    mengenai delapan prinsip kode etik IAI.

    Pernyataan-pernyataan ini bersifat tertutup karena peneliti telah menyediakan

    alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Alternatif jawaban tersebut

    dikembangkan dengan menggunakan skala likertyang berupa jawaban sangat tidak setuju

    (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), sangat setuju (5).

    3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

    Dalam penelitian ini yang menjadi variabel nya adalah Level hierarkis, etika

    bisnis dan etika profesi. Konsep level hierarkis pada penelitian ini lebih mengacu kepada

    tingkatan umur atau pengalaman seseorang yang lebih sering dikenal dengan seniordan

    junior. Lama pengalaman kerja adalah jangka waktu (tahun) seorang auditor bekerja.

    Lama pengalaman kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu mereka yang telah

    bekerja lebih dari lima (5) tahun dikategorikan sebagai auditor senior dan mereka yang

    bekerja di bawah lima tahun sebagai auditor junior. Demikian juga dengan karyawan

    yang telah bekerja lebih dari lima (5) tahun digolongkan sebagai karyawan senior dan

    karyawan yang bekerja dibawah lima tahun termasuk kepada karyawan junior. Pada

    sampel mahasiswa akuntansi, mahasiswa senior adalah mahasiswa yang telah menjalani

    30

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    31/49

    kuliah lebih dari empat (4) semester, dan mahasiswa junior merupakan mahasiswa yang

    menjalani kuliah dibawah empat semester.

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang terdiri

    dari 2 bagian. Tingkatan level hierarkis pada penelitian ini diukur pada bagian pertama

    dari kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai identitas responden yang menanyakan

    mengenai nama, jenis kelamin, umur, status. Mahasiswa juga ditanya tentang tingkat atau

    semester mahasiswa saat ini, untuk akuntan dan karyawan bagian akuntansi juga

    ditanyakan mengenai lama bekerja di instansi tersebut, serta khusus untuk karyawan

    bagian akuntansi ditanyakan pula mengenai apakah laporan keuangan perusahaan tempat

    responden bekerja telah diaudit.

    Variabel lainnya dalam penelitian ini adalah etika bisnis dan etika profesi.

    Perbedaan persepsi akuntan, mahasiswa serta karyawan bagian akuntasi terhadap etika

    bisnis dan etika profesi diukur pada bagian kedua dari kuesioner berisi pernyataan

    mengenai persepsi responden mengenai kasus-kasus praktek etika bisnis serta pernyataan

    mengenai persepsi responden mengenai delapan prinsip kode etik IAI.

    3.5 Pengujian Instrumen

    Sebelum data diolah untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian

    instrumen dengan uji validitas dan reliabilitas untuk melihat apakah data yang diperoleh

    dari responden dapat menggambarkan secara tepat konsep yang diuji.

    3.5.1 Uji Validitas

    31

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    32/49

    Validitas menunjukkan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk

    mengungkapkan sesuatu yang menjadi objek pengukuran yang dilakukan dengan

    instrumen penelitian tersebut. Jika suatu item pernyataan dinyatakan tidak valid, maka

    item pernyataan itu tidak dapat digunakan dalam uji-uji selanjutnya.

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis factor yaitu

    analisis struktur hubungan (korelasi) diantara sejumlah variabel yang menentukan suatu

    set dimensi yang disebut faktor, yang terdapat pada program komputer SPSS 14,0

    version. Hasil uji korelasi tersebut dikatakan valid jika apabila item-item yang terdapat

    dalam analisis factor yang disebut dengan factor loading lebih besar dari 0,4 (>0,4).

    Dan sebaliknya jikafactor loadingkurang dari 0,4 berarti item tersebit tidak valid

    3.5.2 Uji Reliabilitas

    Uji reliabilitas dilakukan terhadap pernyataan-pernyataan yang sudah valid untuk

    mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran

    ulang pada kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama.

    Pengujian reliabilitas dianalisis dengan menggunakan teknik dari Cronbach yaitu

    Cronbachs Alpha yang terdapat pada program computerSPSS 14.0 version. Instrumen

    dianggap reliabel apabila Cronbachs Alpha diatas 0,5 (nunally, 1987)

    3.6Uji Asumsi Klasik

    Uji Normalitas

    Sebelum melakukan pengujian hipotesis maka dilakukan uji asumsi normal untuk

    mengetahui apakah variabel yang dibandingkan rata-ratanya telah terdistribusi normal.

    32

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    33/49

    Teknik pengujian normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Sample

    Kolmogorov-Smirnov Testyang terdapat pada pogram komputer SPSS 14,00 version.

    Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan pada tingkat signifikansi asym.sig (2-

    tailed). Nilai asym.sig (2-tailed) dari uji normalitas ini haruslah 0,05 baru dikatakan

    data telah terdistribusi secara normal, karena jika nilai signifikansinya lebih kecil dari

    0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal.

    Jika data berdistribusi tidak normal maka digunakan metode trimming. Salah satu

    penyebab yang menjadikan data tidak berdistribusi normal adalah karena terdapat

    beberapa item data yang bersifat outliers, yaitu yang mempunyai nilai di luar batas

    normal dibandingkan dengan data lain dalam suatu sampel. Untuk itu digunakan metode

    trimming, yaitu membuang data yang bersifat outliers tersebut (Nugroho: 2005).

    3.7 Teknik Pengujian Hipotesis

    Pengujian hipotesis pada penelitian persepsi responden yang dipandang dari segi

    gender terhadap etika bisnis dan etika profesi digunakan alat uji statistikpaired-Samples

    Test. Pengujian hipotesis ini dimasudkan untuk membandingkan beda 2 rata-rata persepsi

    terhadap etika bisnis dan etika profesi dari masing-masing kelompok.

    Dasar pengambilan keputusannya adalah jika probabilitas lebih besar dari 0,05

    maka Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok sampel.

    Sebaliknya jika probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima, artinya terdapat

    perbedaan signifikan antara kelompok sampel.

    33

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    34/49

    BAB IV

    ANALISA HASIL PENELITIAN

    Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang hasil dari analisis yang telah

    dilakukan oleh penulis sendiri yaitu persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi, dan

    karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan

    etika profesi. Disini penulis juga akan menjelaskan mengenai proses yang dilakukan

    penulis dalam pengumpulan data serta beberapa analisis pendahuluan seperti uji

    reliabilitas dan validitas instrumen. Dalam pengujian statistik deskriptif dan hasil analisis

    data yang digunakan untuk menguji hipotesis dari penelitian ini juga akan dijelaskan pada

    bagian akhir dari bab ini.

    4.1 Demografi Responden

    Populasi dari penelitian ini adalah akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan

    bagian akuntansi di wilayah Padang. Sebelumnya proses pengumpulan data telah

    34

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    35/49

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    36/49

    dilakukan periksa ulang ternyata dari 135 kuesioner yang dikembalikan 14 diantaranya

    tidak dapat diolah karena ketidaklengkapan pengisian kuesioner.

    Selanjutnya terdapat 121 kuesioner yang diolah dengan hasil data demografi

    responden sebagai berikut:

    Tabel 4.1.2

    Data Demografi Responden

    Gambaran Data Responden Penelitian

    Keterangan akuntan kary.bag mahasiswa total persentase

    akuntansi akuntansi (%)

    A. Jenis Kelamin

    1. laki-laki 18 23 22 63 52

    2. perempuan 12 20 26 58 48

    Total 30 43 48 121 100

    B. Pengalaman Kerja

    - yunior :

    1. 1 - 5 tahun 15 21 36 49

    - senior :

    2. 6 -10 tahun 12 12 24 33

    3.11-15 tahun - 4 4 6

    4.15 tahun keatas 3 6 9 12

    Total 30 43 73 100

    C. Semester- yunior :

    1. semester 2 7 7 15

    2. semester 4 13 13 27

    - senior :

    3. semester 6 12 12 25

    4. semester 8 16 16 33

    Total 48 48 100

    36

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    37/49

    D. Laporan Keuangan

    1. sudah diaudit 36 36 72

    2. belum diaudit 7 7 28

    Sumber: Hasil Tabulasi Data Survey

    Dilihat dari tabel 4.1.2 di atas menunjukkan bahwa demografi responden pada

    penelitian ini responden pria sebanyak 63 orang dan responden wanita sebanyak 58

    orang. Dilihat dari pengalaman kerja dimana 36 orang telah bekerja selama 1 sampai 5

    tahun (junior), sedangkan untuk senior 24 orang telah berpengalaman antara 6 sampai 10

    tahun, 4 orang yang telah berpengalaman antara 11 sampai 15 tahun dan 9 orang yang

    berpengalaman lebih dari 15 tahun.

    Pada responden mahasiswa dapat dilihat mahasiswa junior pada semester 2

    hanya 7 orang, sedang mahasiswa junior yang kuliah pada semester 4 sebanyak 13 orang,

    untuk mahasiswa senior 12 orang masih kuliah pada semester 6 dan 16 orang yang

    sedang kuliah pada semester 8. Dilihat dari laporan keuangan perusahaan dimana 36

    perusahaan laporan keuangannya telah diaudit dan 7 perusahaan yang laporan

    keuangannya belum diaudit.

    4.2 Deskriptif Statistik

    Deskriptif stasistik bertujuan untuk melihat gambaran umum dari data yang

    digunakan dalam penelitian ini. Dimana deskriptif statistikdapat dilihat berapa rata-rata,

    standar deviasi, kisaran aktual dan kisaran teoritis yang digunakan dalam penelitian.

    Hasil deskriptif statistikdapat dilihat dalam tabel 4.3.1 dibawah ini:

    Tabel 4.2.1

    Deskriptif Statistik

    Varibel Kisaran

    Aktual

    Kisaran

    Teoritis

    Mean Standar

    Deviasi

    37

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    38/49

    Etika Bisnis Akuntan

    Etika Profesi AkuntanEtika Bisnis Karyawan

    Etika Profesi Karyawan

    Etika Bisnis Mahasiswa

    Etika Profesi Mahasiswa

    33 91

    66 9525 71

    66 95

    30 79

    66 95

    25 125

    19 9525 125

    19 95

    25 125

    19 95

    53,80

    77,6046,86

    80,00

    49,73

    76,08

    10,736

    8,6259,760

    8,555

    10,065

    7,613Sumber: Hasil Pengolahan Data

    Dari tabel 4.3.1 di atas terlihat bahwa variabel etika bisnis untuk akuntan

    memiliki cut off sebesar 53,80 dengan standar deviasi sebesar 10,736. Variabel ini

    memiliki nilai kisaran aktual antara 33 sampai 91 dengan kisaran teoritis antara 25

    sampai 125. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden akuntan untuk etika bisnis

    cukup rendah, karena cenderung menjawab tidak setuju dan sebagian lagi jawabannya

    netral yang ditunjukkan oleh skala linkert dua (2) dan tiga (3).

    Variabel etika profesi memiliki cut off sebesar 77,60 dengan standar deviasi

    sebesar 8,625, variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara 66 sampai 95 dengan

    kisaran teoritis antara 19 sampai 95. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden

    akuntan untuk etika profesi sangat tinggi, karena cenderung menjawab sangat setuju dan

    setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert lima (5) dan empat (4).

    Sedangkan variabel etika bisnis pada karyawan bagian akuntansi memiliki cut off

    sebesar 46,86 dengan standar deviasi sebesar 9,760. Variabel ini memiliki nilai kisaran

    aktual antara 25 sampai 71 dengan kisaran teoritis antara 25 sampai 125. Hal ini

    menunjukkan bahwa jawaban responden karyawan bagian akuntansi untuk etika bisnis

    sangat rendah, karena responden umumnya menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju

    yang ditunjukkan oleh skala linkert satu (1) dan dua (2).

    Pada variabel etika profesi karyawan bagian akuntansi memiliki cut offsebesar

    80,00 dengan standar deviasi sebesar 8,555. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual

    38

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    39/49

    antara 66 sampai 95 dengan kisaran teoritis antara 19 sampai 95. Hal ini menunjukkan

    bahwa jawaban responden karyawan bagian akuntansi untuk etika profesi sangat tinggi,

    karena cenderung menjawab sangat setuju dan setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert

    lima (5) dan empat (4).

    Variabel etika bisnis pada mahasiswa akuntansi memiliki cut offsebesar 49,73

    dengan standar deviasi sebesar 10,065. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara

    30 sampai 79 dengan kisaran teoritis antara 25 sampai 125. Hal ini menunjukkan bahwa

    jawaban responden mahasiswa akuntansi untuk etika bisnis sangat rendah, karena

    responden umumnya menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju yang ditunjukkan

    oleh skala linkert satu (1) dan dua (2).

    Untuk variabel etika profesi pada mahasiswa akuntansi memiliki cut offsebesar

    76,08 dengan standar deviasi sebesar 7,613. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual

    antara 66 sampai 95 dengan kisaran teoritis antara 18 sampai 90. Hal ini menunjukkan

    bahwa jawaban responden mahasiswa akuntansi untuk etika profesi sangat tinggi, karena

    cenderung menjawab sangat setuju dan setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert lima

    (5) dan empat (4).

    4.3 Pengujian Instrumen

    Pada pengujian instrumen dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan uji

    reliabilitas. Uji validitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana instrumen yang

    digunakan benar-benar dapat mengukur variabel yang akan diteliti. Untuk uji validitas

    dalam penelitian ini digunakan analisis faktor yaitu analisis struktur hubungan (korelasi)

    39

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    40/49

    diantaranya sejumlah variabel yang menentukan suatu set dimensi yang disebut faktor.

    Menurut Chia (1995) item-item yang terdapat dalam analisis faktor dengan factor

    loadinglebih dari 0,4 menunjukkan bahwa item pertanyaan tersebut valid dan sebaliknya

    jika faktorloadingkurang dari 0,4 berarti item tersebut tidak valid.

    Uji reliabilitas dimaksudkan untuk instrumen yang digunakan benar-benar bebas

    dari kesalahan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan hasil yang konsisten. Instrumen

    yang reliabel (handal) akan dapat dipakai dengan aman karena akan akurat, dapat bekerja

    dengan baik pada waktu yang berbeda pula. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dengan

    menggunakan Cronbachs Alpha, instrumen dianggap reliabel apabila Cronbachs Alpha

    di atas 0,5 (Nunally, 1978). Hasil pengujian validitas dan reliabilitas untuk variabel etika

    bisnis dan etika profesi pada akuntan, karyawan bagian akuntansi dan mahasiswa

    akuntansi dapat dilihat dalam tabel 4.2.1 berikut ini :

    Tabel 4.3.1

    Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

    Variabel Cronbach

    s

    Alpha

    KMO-

    MSA

    Factor

    Loading

    Keterangan

    Etika Bisnis Akuntan

    Etika Profesi Akuntan

    Etika Bisnis Karyawan

    Etika Profesi Karyawan

    Etika Bisnis Mahasiswa

    Etika Profesi Mahasiswa

    0,924

    0,890

    0,908

    0,913

    0,938

    0,884

    0,635

    0,623

    0,741

    0,535

    0,809

    0,769

    0,437 0,873

    0,464 0,861

    0,475 0,762

    0,481 0,877

    0,526 0,849

    0,475 0,799

    Valid dan Reliabel

    Valid dan Reliabel

    Valid dan Reliabel

    Valid dan Reliabel

    Valid dan Reliabel

    Valid dan ReliabelSumber : Hasil Pengolahan Data

    Dari tabel 4.2.1 diatas terlihat bahwa hasil pengujian data menunjukkan bahwa

    koefisien Cronbachs Alpha dari etika bisnis dan etika profesi pada akuntan, karyawan

    bagian akuntan serta mahasiswa akuntansi adalah sebesar 0,924, 0,890, 0,908, 0,913,

    40

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    41/49

    0,938 dan 0,844. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen untuk kedua variabel tersebut

    cukup handal (reliabel) karena memiliki nilai Cronbachs Alpha diatas 0,5 (>0,5).

    Selanjutnya jika dilihat nilai Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling

    Adequency (KMO MSA) dari variabel etika bisnis dan etika profesi yang ada pada

    akuntan, karyawan bagian akuntan serta mahasiswa akuntansi yang berada diatas 0,5

    yaitu secara berturut-turut adalah sebesar 0,635, 0,623, 0,741, 0,535, 0,809 dan 0,769.

    Hal ini memberikan arti bahwa item-item dari variabel tersebut valid untuk diuji.

    Hasil dari factor loadinguntuk variabel etika bisnis untuk akuntan yang diukur

    dengan 25 item pertanyaan menunjukan bahwa 19 item yang valid dengan factor loading

    berkisar antara 0,437 0,873. Sembilan belas (19) item untuk mengukur etika profesi

    untuk akuntan dan yang valid hanya 15 item pertanyaan dengan factor loadingberkisar

    antara 0,464 0,861, variabel etika bisnis untuk karyawan bagian akuntansi diukur

    dengan 25 item pertanyaan ternyata 18 item yang valid dengan factor loadingberkisar

    antara 0,475 0,762, untuk variabel etika profesi karyawan bagian akuntansi yang diukur

    dengan 19 item pertanyaan yang dinyatakan valid hanya 17 item dengan factor loading

    berkisar antara 0,484 0,877, untuk variabel etika bisnis mahasiswa akuntansi diukur

    dengan 25 item pertanyaan dan yang dinyatakan valid hanya 17 dengan factor loading

    berkisar antara 0,526 0,849 dan untuk variabel etika profesi mahasiswa akuntansi

    diukur dengan 19 item pertanyaan dan yang dinyatakan valid hanya 16 item dengan

    factor loading0,475 0,799.

    4.4 Pengujian Asumsi Klasik

    4.4.1 Uji Normalitas

    41

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    42/49

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    43/49

    Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang dikemukakan dalam bab

    sebelumnya, untuk menganalisa data dipergunakan UjiPaired Sample t-Test,perhitungan

    dengan menggunakan komputer progran SPSS versi 14,0 diperoleh hasil sebagai berikut :

    4.5.1 Hasil Uji Hipotesis 1

    Tabel 4.5.1

    Hasil Uji Beda Etika Bisnis

    Paired Samples Test

    2.133 14.267 3.684 -5.768 10.034 .579 14 .572

    3.524 14.851 3.241 -3.236 10.284 1.087 20 .290

    4.850 14.651 3.276 -2.007 11.707 1.480 19 .155

    Etika Bisnis Akuntan

    Senior - Etika Bisnis

    Akuntan Junior

    Pair

    1

    Etika Bisnis Karyawan

    Akuntansi Senior - Etika

    Bisnis Karyawan

    Akuntansi Junior

    Pair

    2

    Etika Bisnis Mahasiswa

    Akuntansi Senior - Etika

    Bisnis Mahasiswa

    Akuntansi Junior

    Pair

    3

    Mean Std . Devia tion

    Std. Error

    Mean Lower Upper

    95% Confidence

    Interval of the

    Difference

    Paired Differences

    t df Sig. (2-tailed)

    Sumber : Hasil Pengolahan Data

    Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 4.5.1 diatas, diperoleh untuk

    etika bisnis akuntan senior dengan akuntan junior nilai signifikan 0,572, dimana lebih

    besar dari alpha (0,572 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak

    terdapat perbedaan persepsi etika bisnis yang signifikan antara senior dengan junior pada

    akuntan.

    Pada etika bisnis karyawan bagian akuntansi senior dengan karyawan bagian

    akuntansi junior nilai signifikan 0,290, dimana lebih besar dari alpha (0,290 > 0,05).

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika bisnis

    yang signifikan antara senior dengan junior pada karyawan bagian akuntansi.

    43

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    44/49

    Pada etika bisnis mahasiswa akuntansi senior dengan mahasiswa akuntansi junior

    nilai signifikan 0,155, dimana lebih besar dari alpha (0,155 > 0,05). Dengan demikian

    dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika bisnis yang signifikan

    antara senior dengan junior pada mahasiswa akuntansi.

    Sehingga pada penelitian ini hipotesa pertama (H1) yang diajukan dapat ditolak,

    berarti tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada

    akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis.

    Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo (1999)

    yang mengadakan penelitian tentang pengaruh gender terhadap etika bisnis antara

    akuntan dan mahasiswa akuntansi. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tidak

    ada perbedaan yang signifikan baik dari akuntan maupun mahasiswa akuntansi. Hasil

    penelitiannya diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini

    (2003) menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dan gender terhadap etika

    bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada

    perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika

    bisnis.

    4.5.2 Hasil Uji Hipotesis 2

    Tabel 4.5.2

    Hasil Uji Beda Etika Profesi

    44

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    45/49

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    46/49

    Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini

    (2003) menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dan gender terhadap etika

    bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada

    perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika

    profesi akuntan. Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan

    yang signifikan untuk etika profesi akuntan. Hasil temuannya diperkuat oleh hasil

    penelitian yang dilakukan oleh sri suranta (2006) yang menguji perbedaan persepsi antara

    akuntan, mahasiswa dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap

    etika bisnis dan etika profesi akuntan. Hasil penelitian sri sunrata ini yaitu tidak terdapat

    perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan

    karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan

    bagian akuntansi terhadap etika bisnis dan tidak terdapat perbedaan persepsi yang

    signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan

    mahasiswi akuntansi terhadap etika profesi, namun pada karyawan bagian akuntansi

    hasil penelitian ini berbeda dengan sri suranta (2006) yaitu terdapat perbedaan persepsi

    yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian

    akuntansi wanita terhadap etika profesi. Sedangkan pada penelitian ini tidak terdapat

    perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi senior dengan

    karyawan bagian akuntansi yunior terhadap etika profesi.

    46

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    47/49

    BAB V

    KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

    Kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan dan saran dari penelitian ini peneliti

    sajikan dalam bab berikut guna untuk bahan acuan dan pertimbangan bagi penelitian

    yang akan datang.

    5.1. Kesimpulan

    Penelitian ini dilakukan untuk melihat persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi,

    dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis

    dan etika profesi. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah semua akuntan,

    mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi yang ada di daerah Sumatera Barat

    tepatnya di wilayah Padang. Dimana dalam penelitian ini digunakan uji validitas dan

    reabilitas untuk pengujian instrumen, untuk pengujian data digunakan uji normalitas serta

    untuk pengujian hipotesis digunakan uji beda. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan

    alat analisis paired sample testyang di uji menggunakan program SPSS versi 14,0 dapat

    disimpulkan bahwa :

    47

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    48/49

  • 8/14/2019 BAB I-V Perbaikan 8

    49/49

    5.3 Saran

    Saran yang peneliti berikan untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya adalah

    sebagai berikut :

    1. Agar dapat menggunakan sampel yang lebih banyak atau yang lebih luas

    cangkupannya seperti memperluas area survei atau mencoba di luar wilayah Padang.

    2. Sebaiknya membedakan kelompok responden akuntan atau bahkan menambah

    kelompok akuntan yang dijadikan sampel (akuntan manajemen, akuntan pemerintah).

    3. Menambah variabel lain dalam melihat perbedaan persepsi terhadap etika bisnis dan

    etika profesi misalnya faktor jenis industri.