bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kereta Api (KA) kini menjadi transportasi alternatif sektor darat
yang banyak diminati oleh masyarakat. Kereta api diyakini menjadi suatu
pilihan yang tepat bagi masyarakat untuk dapat menempuh perjalanan
tanpa hambatan. Padatnya kendaraan bermotor di perkotaaan yang kian
menciptakan kemacetan, menjadikan suatu alasan utama bagi masyarakat
untuk beralih transportasi menggunakan jasa kereta api. Kereta api
memiliki karakteristik dan keunggulan lebih dibanding dengan moda
transportasi lain seperti bus dan angkutan umum lainnya. Dimana kereta
api memiliki karakteristik serta keunggulan khusus, terutama dalam
kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara
masal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, memiliki
tingkat pencemaran yang rendah, dan yang terpenting adalah kecepatannya
dalam menempuh waktu perjalanan. Tak heran apabila kereta api menjadi
transportasi darat yang sangat diminati para pengguna jasa untuk dapat
dengan cepat sampai tujuan.
Kini, ketika Indonesia dihadapkan pada ledakan penduduk,
mobilitas orang dan barang yang luar biasa tinggi, serta BBM yang mahal,
perlahan-lahan kesadaran akan pentingnya kereta api sebagai angkutan
masal kembali mengemuka. Sayangnya kesadaran itu muncul ketika
2
sistem perkerataapian secara keseluruhan sudah telanjur mengidap
berbagai permasalahan kronis. Kualitas pelayanan publik kereta api
Indonesia masih di nilai buruk atau tidak maksimal dalam melayani, baik
pelayanan secara administrasi, teknis, fasilitas, dan juga keamanan. Dari
segi administrasi, penumpang banyak sekali dikecewakan dengan harga
karcis atau tiket yang melambung dan sering berubah-ubah.
Kereta api bermasalah mulai dari sarana dan prasarana,
manajemen, pelayanan, keselamatan, hingga hal-hal kecil seperti kondisi
stasiun dan kereta. Penumpang atau pengguna jasa sama sekali tidak
merasakan kenyamanan dan keamanan, ketepatan waktu, keselamatan pun
dipertaruhkan.
Masalah ketepatan jadwal perjalanan kereta api penumpang juga
masih diwarnai dengan kelambatan, karena persilangan dan penyusulan,
tunggu rangkaian, tingginya tingkat gangguan lokomotif dan kereta,
adanya pembatasan kecepatan (Taspat) tetap dan perawatan jalan rel yang
melebihi toleransi yang diberikan, sehingga kereta api harus berjalan
perlahan dan berpengaruh terhadap total waktu tempuhnya. Hal tersebut
tentu membuat para penumpang mengeluh karena harus menghabiskan
waktu lebih lama di dalam kereta.
Keluhan-keluhan masyarakat terhadap pelayanan kereta api dalam
keadaan biasa maupun yang luar biasa (hari libur dan saat menjelang hari
raya) menjadi cerminan kualitas pelayanan publik yang belum maksimal
dari penyedia jasa transportasi kereta api. Keberadaan pedagang asongan,
3
pengamen dan pengemis di dalam kereta kelas ekonomi maupun di dalam
areal stasiun juga mendapat sorotan negatif para pengguna jasa. Selain
menganggu kenyamanan, keberadaan mereka tersebut juga dinilai para
pengguna jasa dapat menimbulkan kerawanan tindak kriminal. Kenyataan
ini harus menjadi bahan evaluasi bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero)
untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang mengakomodasi
kebutuhan transportasi masyarakat dari waktu ke waktu.
Salah satu bentuk pelayanan publik PT Kereta Api Indonesia
(Persero) dalam menyelenggarakan jasa angkutan penumpang adalah
Kereta Api Tawang Alun kelas Ekonomi AC. Kereta api yang dioperasikan
PT KAI (Persero) Daerah Operasi 9 Jember ini beroperasi setiap hari
untuk melayani perjalanan dari stasiun Banyuwangi Baru menuju stasiun
Malang ataupun sebaliknya. Berangkat dari stasiun Banyuwangi Baru
pukul 05.15 pagi dan tiba di stasiun Malang pukul 13.05. Kereta Api
Tawang Alun berangkat kembali dari stasiun Malang pukul 14.45 dan tiba
di stasiun Banyuwangi Baru pukul 22.27.
Salah satu pelayanan yang dapat dirasakan oleh para pengguna jasa
Kereta Api Tawang Alun adalah sistem online untuk perolehan tiket selain
sistem konvensional (pembelian di loket stasiun) yang masih tetap berlaku.
Dampak dari peberlakuan sistem online tersebut yakni pemberlakuan
sistem satu nomor satu kursi atau one seat one passanger. Artinya, setiap
penumpang Kereta Api Tawang Alun dipastikan duduk di kursi yang telah
dipesan sebelumya tanpa ada penumpang yang harus berdiri. Sistem online
4
tersebut juga praktis memutus mata rantai para calo tiket beroperasi.
Selain itu, para asongan juga sudah tidak lagi berjualan di dalam
rangkaian kereta maupun di dalam stasiun. Hal tersebut tentu semakin
membuat para penumpang merasa nyaman. Pemasangan AC (Air
Conditioner) di seluruh rangkaian kereta serta mensiagakan satu petugas
keamanan (Security) dalam setiap gerbong kereta juga menambah mutu
layanan yang diterima para pengguna jasa. Yang terbaru, pihak menejemen
juga telah memasang steker listrik dibawah setiap meja kursi penumpang.
Dengan tujuan para penumpang tidak lagi bingung untuk mengecas baterai
handphone ataupun gadget lainnya. Selain fasilitas penunjang pelayanan
tersebut, saat ini para penumpang KA Tawang Alun juga diberikan
kenyamanan lebih untuk menggunakan toilet yang setiap saat selalu bersih
dan wangi.
Walaupun begitu masih banyak hal yang menurut masyarakat
sebagai pengguna jasa pelayanan KA Tawang Alun yang harus diperbaiki.
Fasilitas yang perlu diperbarui, toilet yang masih kotor dan bau,
keberadaan Restorasi yang belum memenuhi kebutuhan para pengguna
jasa, serta sistem pelayanan tiket yang masih menyisakan masalah.
Walaupun sudah menggunakan sistem pelayanan online, perolehan tiket
kereta api termasuk tiket KA Tawang Alun masih belum memuaskan
masyarakat sebagai pengguna jasa. Karena memang masih minimnya
jumlah tiket yang diberikan kepada masyarakat. Ini dapat dilihat dari fakta
di lapangan. Masih banyak penumpang KA Tawang Alun yang balik arah
5
setelah sampai di loket stasiun karena kehabisan tiket. Hal ini juga
dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sistem
perolehan tiket secara online karena minimnya sosialisasi dari PT KAI
(Persero).
Padahal pemenuhan harapan dan keinginan pengguna jasa oleh
pihak perusahaan dalam memberikan pelayanan yang lebih menjadi sangat
penting untuk dapat menciptakan dan mempertahankan nilai atau citra
perusahaan. Selain itu, pemenuhan keinginan dan harapan tersebut juga
dapat menumbuhkan sikap mencintai dan loyalitas para pengguna jasa
terhadap setiap produk layanan yang ditawarkan perusahaan.
Jika pelayanan yang diberikan oleh PT KAI (Persero) dalam hal ini
Kereta Api Tawang Alun telah dapat melayani masyarakat hingga
memberikan kepuasan sesuai dengan apa yang diharapkan, disaat itulah
pelayanan yang diberikan bisa dikatakan memuaskan.
Dari uraian latar belakang permasalahan yang peneliti sajikan
tersebut di atas, maka peneliti ingin mengambil judul penelitian: Persepsi
Pengguna Jasa Terhadap Pelayanan Kereta Penumpang PT Kereta Api
Indonesia (Persero). (Studi pada Pengguna Jasa Kereta Api Tawang Alun
Daerah Operasi 9 Jember).
6
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah
yang peneliti dapat kemukakan adalah: Bagaimana persepsi pengguna jasa
terhadap pelayanan kereta penumpang Kereta Api Tawang Alun PT Kereta
Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 9 Jember?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Pada prinsipnya, tujuan dari penelitian ini adalah peneliti dapat
mengemukakan jawaban atas masalah yang telah dirumuskan yakni untuk
mengetahui persepsi pengguna jasa terhadap pelayanan kereta penumpang
Kereta Api Tawang Alun PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah
Operasi 9 Jember.
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca umumnya
sebagai literatur yang mampu memperluas wawasan mengenai persepsi
pengguna jasa terhadap pelayanan kereta penumpang Kereta Api Tawang
Alun PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 9 Jember.
Sementara bagi masyarakat (pengguna jasa kereta api), penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan seputar
pelayanan pada kereta penumpang PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Disamping bermanfaat bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero)
Daerah Operasi 9 Jember sebagai masukan dalam mengevaluasi
7
kebijakan-kebijakan dalam pelayanan demi peningkatan mutu pelayanan
prima, juga penelitian ini merupakan konsep atau pemikiran yang dapat
digunakan sebagai pedoman bagi pengembangan studi Ilmu Komunikasi
khususnya konsentrasi Public Relations.
1.5. TINJAUAN PUSTAKA
1.5.1. Persepsi
A. Pengertian Persepsi
Menurut Liliweri (2011: 153) pertama, persepsi adalah proses
menjadi sadar terhadap beberapa stimulus yang ada di sekitar kita; kedua,
(1) persepsi merupakan proses neurologis ketika sensoris stimulus
diterima, diketahui, dan diakui sebagai makna yang sederhana; (2) istilah
yang biasa dipakai untuk menjelaskan kontrol sensoris terhadap sesuatu
yang kompleks seperti perilaku yang diinferensi dari perilaku lain; dan (3)
suatu peristiwa internal yang bersifat hipotesis yang mempunyai sifat yang
tidak menentu, namun yang dikendalikan oleh sebagian besar rangsangan
dari luar (kadang-kadang dipengaruhi oleh seperti kebiasaan dan
dorongan). Persepsi ini penting untuk mengontrol kebenaran suatu
perilaku.
Sementara Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses
bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan
masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan
yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat bahwa
8
persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap
lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek,
penerimaan stimulus (Input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran
terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi
perilaku dan pembentukan sikap.
Menurut Fred Luthans (1992) mengatakan proses persepsi dapat
didefinisikan sebagai interaksi yang rumit dalam penyeleksian,
pengorganisasian, dan penafsiran stimulus. Sedangkan menurut Milton
(1981) mengatakan persepsi adalah proses seleksi, organisasi dan
interpretasi stimulus yang berasal dari lingkungan. Sementara J. Cohen
(dalam Riswandi, 2009) mengatakan perseps adalah interpretasi bermakna
atas sensasi sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah
pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana.
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa persepsi
adalah suatu proses dimana berbagai stimuli dipilih, diorganisir, dan
diinterpretasi menjadi informasi yang bermakna.
B. Tahap-tahap Persepsi
Menurut Walgito (dalam Hamka, 2002) menyatakan bahwa terjadinya
persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut:
1. Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses
kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu
stimulus oleh alat indera manusia.
9
2. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis,
merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor
(alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
3. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses
psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang
stimulus yang diterima reseptor.
4. Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi
yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
C. Jenis-jenis Persepsi
a) Persepsi Diri
Persepsi diri individu (self-perception) merupakan cara seseorang
menerima diri sendiri. Persepsi diri berbasis pada self-esteem (apa yang
dikagumi)- sejauh mana objek yang dipersepsi itu bernilai bagi dia,
misalnya apa yang dia yakini sebagai sesuatu yang akan memberikan
perasaan aman atau mungkin tidak nyaman. Konsep diri atau self-concept
itu dibentuk oleh bagaimana individu berpikir tentang orang lain dan
menerimanya, bagaimana individu diterima dalam suatu kelompok
tertentu, juga ibentuk berdasarkan pengalaman masa lalu, atau yang
berbasis pada self-efficacy (asas manfaat) dari informasi yang dia terima.
b) Persepsi Lingkungan
Persepsi lingkungan dibentuk berdasarkan konteks di mana informasi itu
diterima. Contoh, jika seorang anak muncul tiba-tiba di depan pintu dan
10
membuat orang tuanya kaget, maka sang ayah akan bilang: “Saya tidak
suka kamu membuat ayah kaget”. Ungkapan sang ayah itu
menggambarkan persepsi ayah terhadap anaknya sesuai dengan konteks
saat itu. Bayangkan pula jika Anda bertemu dengan seseorang yang Anda
sangat cintai lalu anda bilang: “Saya benci kamu”. Dua contoh ini
menunjukkan bahwa persepsi terhadap kata-kata yang diucapkan sang
ayah dan anda telah mengalami perubahan makna. Ini berarti bahwa
lingkungan di sekeliling kita dapat membentuk penyaring mental bagi
persepsi manusia terhadap informasi.
c) Persepsi yang Dipelajari
Pesepsi yang dipelajari merupakan persepsi yang terbentuk karena
individu mempelajari suatu dari lingkungan sekitar, misalnya dari
kebudayaan dan kebiasaan teman-teman atau orang tua. Persepsi yang
dipelajari (learned perceptions) berbentuk pikiran, ide atau gagasan dan
keyakinan yang kita pelajari dari orang lain. Jadi reaksi setiap individu
berbasis pada persepsi yang dia pelajari, perhatikan bagaimana anak-anak
mengikuti perangai dan kepribadian orang tua mereka.
d) Persepsi Fisik
Persepsi fisik dibentuk berdasarkan pada dunia yang serba terukur (the
tangible world), misalnya secara fisik kita mendengar dan melihat sesuatu
lalu diikuti dengan bagaimana kita memproses apa yang dilihat itu dalam
pikiran dan akal. Contoh, orang Amerika Serikat selalu merasa terganggu
11
dengan seseorang yang berdiri di sampingnya, hanya dalam budaya
Amerika Selatan tindakan ini merupakan hal yang biasa.
e) Persepsi Budaya
Persepsi budaya berbeda dengan persepsi lingkungan sebab persepsi
budaya mempunyai skala yang sangat luas dalam masyarakat, sedangkan
persepsi lingkungan menggambarkan skala yang sangat terbatas pada
sejumlah orang tertentu. Persepsi budaya sangat bervariasi dari satu desa
ke desa lain, dari satu kota ke kota lain, dan dari satu bangsa ke bangsa
lain. Sebagai contoh, seorang perempuan Asia Amerika sekurang-
kurangnya memiliki dua identitas (orang Asia dan Amerika) yang tidak
dapat dipisahkan karena akan dipersepsikan sama saja, hal ini
menunjukkan bahwa apa yang dipersepsikan kadang-kadang dapat
menimbulkan conflicting domain-specific terutama stereotip terhadapnya.
D. Hambatan Persepsi
Hambatan persepsi terutama terjadi dalam proses pembentukan persepsi,
yaitu:
1. Berdasarkan teori implicit personality, hambatan persepsi bersumber
dari;
a. kecenderungan individu untuk mengembangkan pribadi yang
terpisah, jadi individu mau tampil beda sehingga dia juga
mempersepsi sesuatu secara berbeda pula (contoh: perceraian itu
hal biasa, selingkuh bukan hal yang baru).
12
b. Individu menerima konfirmasi yang tidak tepat (contoh: ada yang
membayangkan bahwa teman bicaranya itu jujur sehingga dia
membiarkan uangnya berserakan di meja, ternyata kemudian
uangnya hilang).
2. Self-fulfilling prophecy, individu mempersepsi sesuatu karena
dipengaruhi oleh faktor tertentu yang tidak dia duga sebelumnya,
akibatnya individu tidak dapat meramalkan persepsinya sehingga dia
bertindak tidak sesuai dengan kebiasaan. Keadaan ini
akanmempengaruhi persepsi individu tehadap orang lain karena
individu mengalami distorsirealitas dan situasi (contoh 1b di atas).
3. Perceptual accentuation, hambatan persepsi karena individu berada
dalam situasi:
a. Dia mencari apa yang tidak ada (sia-sia atau percuma mencari
sinyal di suatu desa yang sangat jauh dari antena telkomsel)
b. Dia tidak melihat apa yang dia sedang cari (apa yang dia cari
memang tidak ada).
4. Primacy-recency, hambatan persepsi ini terjadi karena individu terlalu
terbuai dengan kesan pertama tentang objek yang dia persepsikan
(misalnya terlalu besar, terlalu buruk, dan tidak cantik).
5. Consistency, hambatan persepsi ini terjadi karena individu
mengharapkan segala sesuatu bersifat konsisten, namun dia hadapi
adalah situasi inkonsistensi antara apa yang dia pikirkan (kognitif) dan
perilaku (behavior) sehingga:
13
a. Dia mengabaikan atau membelokkan persepsi dan perilakunya.
b. Dia hanya melihat hal-hal yang positif saja.
6. Stereotyping, hambatan persepsi ini terjadi karena individu
dipengaruhi oleh stereotip (positif maupun negative) terhadap orang
lain yang kebetulan menjadi anggota suatu kelompok tertentu,
akibatnya persepsinya terhadap orang lain;
a. Mempunyai kualitas tertentu (terlalu baik atau buruk)
b. Dia mengabaikan keunikan karakteristik orang laindari kelompok
tertentu.
7. Attribution, hambatan persepsi terletak pada atribusi di mana individu
gagal membentk atau membangun atribusi dari objek yang dipersepsi,
misalnya gagal mencirikan atribut-atribut dari komunikan:
a. Consensus > compare to others, what people do and why:
b. Consistency > compare to similar situations: persepsi individu
tidak konsisten membandingkan perilakunya dengan perilaku
orang lain dalam situasi yang sama (mengapa Panara bisa lulus
cumlaude dan saya hanya lulus “cukup”, padahal kami berdua
indekos di temat kos yang sama?)
c. Distinctiveness > compare to different situations: individu tidak dapat
memisahkan perilakunya dengan perilaku orang lain terhadap objek
persepsi dalam situasi yang berbeda (bagaimana mungkin Panara bisa
lulus cumlaude padahal dia lebih miskin dari saya!).
14
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Dalam bukunya, Thoha (1993) berpendapat bahwa persepsi pada
umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap,
kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor
yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik
sosial maupun fisik.
Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu
memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat
mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja
untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-
faktor ini dari :
1. Pelaku persepsi (perceiver)
2. Objek atau yang dipersepsikan
3. Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan
Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin
atau gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang
berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai
hukum-hukum alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau
maksud seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu akan berusaha
mengembangkan penjelasan-penjelasan mengapa berperilaku dengan cara-
cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan penilaian individu terhadap
15
seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengadaian
yang diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003).
Sementara menurut Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan
bahwa persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor belajar,
motivasi, dan pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika proses persepsi
terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang bersifat yang bersifat
subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-masing
individu akan berbeda satu sama lain.
Dijelaskan Oskamp (dalam Hamka, 2002) membagi empat
karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat
dalam persepsi, yaitu:
a. Faktor-faktor ciri dari objek stimulus.
b. Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat.
c. Faktor-faktor pengaruh kelompok.
d. Faktor-faktor perbedaan latar belakang kultural.
Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural.
Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya
kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian,jenis
kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah
faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial
sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu.
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor
16
pemersepsi (perceiver), obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi
dilakukan.
F. Proses Persepsi
Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja, ada tahapan-tahapan
atau proses tertentu yang harus dilalui oleh seseorang untuk bisa
berpersepsi. Menurut Sunaryo (2004) persepsi melewati tiga proses, yaitu :
1. Proses fisik (kealaman) – objek ke stimulus ke reseptor atau
alat indera
2. Proses fisiologis – stimulus ke saraf sensorik ke otak
3. Proses psikologis – proses dalam otak sehingga individu
menyadari stimulus yang diterima
Sejalan dengan hal itu Bimo Walgito (2002) mengemukakan
proses-proses terjadinya persepsi: 1) Suatu obyek atau sasaran
menimbulkan stimulus, selanjutnya stimulus tersebut ditangkap oleh alat
indera. Proses ini berlangsung secara alami dan berkaitan dengan segi
fisik. Proses tersebut dinamakan proses kealaman, 2) Stimulus suatu obyek
yang diterima oleh alat indera, kemudian disalurkan ke otak melalui syaraf
sensoris. Proses pentransferan stimulus ke otak disebut proses psikologis,
yaitu berfungsinya alat indera secara normal, dan 3) Otak selanjutnya
memproses stimulus hingga individu menyadari obyek yang diterima oleh
alat inderanya. Proses ini juga disebut proses psikologis. Dalam hal ini
terjadilah adanya proses persepsi yaitu suatu proses di mana individu
17
mengetahui dan menyadari suatu obyek berdasarkan stimulus yang
mengenai alat inderanya.
Kemudian secara lebih detail Gibson (1990) berpendapat mengenai
proses terjadinya persepsi yaitu mencakup penerimaan stimulus (inputs),
pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus
yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku
dan membentuk sikap.
Dari beberapa pendapat di atas, maka proses terjadinya persepsi
dapat kita visualisasikan dalam bagan sebagai berikut.
Gambar 1.1. Bagan Proses Terjadinya Persepsi
18
G. Persepsi Konsumen
Persepsi konsumen adalah proses dimana seseorang mengorganisir
dan mengartikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberi arti
dalam lingkungan mereka (Robbins, 1998). Persepsi konsumen ini sangat
penting dipelajari karena perilaku konsumen karena perilaku konsumen
didasarkan oleh persepsi mereka tentang apa itu kenyataan dan bukan
kenyataan itu sendiri. Menurut Shiffman dan Kanuk (1997) persepsi akan
sesuatu berasal dari interaksi antara dua jenis faktor:
1. Faktor stimulus, yaitu karakteristik secara fisik seperti ukuran, berat,
warna atau bentuk. Tampilan suatu produk baik kemasan maupun
karakteristik akan mampu menciptakan suatu rangsangan pada indra
manusian, sehingga mampu menciptakan sesuatu persepsi mengenai
produk yang dilihatnya.
2. Faktor individu, yang termasuk proses didalamnya bukan hanya pada
panca indra akan tetapi juga pada proses pengalaman yang serupa dan
dorongan utama serta harapan dari individu itu sendiri.
Dalam persepsi seseorang juga melalui proses seleksi. Seleksi adalah
proses seseorang memilih dan menentukan marketing stimuli karena tiap
individu adalah unik dalam kebutuhan, keinginan dan pengalaman, sikap
dan karakter pribadi masing-masing orang. Menurut Shiffman dan Kanuk
(2000) dalam seleksi ada proses yang disebut selective perception concept.
Adapun selective selective perception concept, yaitu :
19
1. Selective Exposure
Konsumen secara efektif mencari pesan menemukan kesenangan atau
simpati mereka secara aktif menghindari kesakitan atau ancaman disisi
lainnya. Mereka secara efektif membuka diri mereka kepada iklan-
iklan yang menentramkan hati mereka mengenai kebijaksanaan
tentang kepuasaan pembeliannya.
2. Selective Attention
Konsumen mengadakan transaksi pemilihan yang bagus dengan tujuan
perhatian mereka berikan pada rangsangan komersial.Mereka
mempunyai kesadaran tinggi terhadap rangsangan yang sesuai dengan
minat dan kebutuhan mereka.Jadi konsumen mungkin untuk
mengingat iklan untuk produk yang dapat memuaskan kebutuhan
mereka dan mengabaikan yang tidak mereka butuhkan.
3. Perceptual Defense
Konsumen secara bawah sadar menyaring rangsangan yang mereka
temukan ancaman psikologikal, meskipun telah terdapat pembukaan.
Jadi ancaman atau sebaliknya rangsangan yang merusak mungkin lebih
sedikit diterima secara sadar daripada rangsangan netral pada level
pembukaan yang sama.
4. Perceptual Blocking
Konsumen melindungi diri mereka dari rangsangan-rangsangan yang
mereka anggap negatif dan mempunyai pengaruh buruk bagi diri
mereka.
20
1.5.2. Pelayanan
A. Pengertian Pelayanan
Pelayanan (Barata, 2004) adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan
yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain
atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha
melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu
menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Kep.MenPan No.
81/93 menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat / daerah, BUMN /
BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kotler dialih bahasakan oleh Hendra Teguh, juga mendefinisikan
pelayanan adalah kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak
pada pihak yang lain yang pada dasarnya tidak menghasilkan kepemilikan.
Moenir menyatakan, pelayanan merupakan proses pemenuhan kebuuhan
melalui akivitas orang lain secara langsung. Pengertian proses ini terbatas
dalam kegiaan manajemen dalam kegiatan manajemen untuk pencapaian
tujuan organisasi .
Menurut Kotler (2002: 83) definisi pelayanan adalah setiap tindakan
atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk
21
fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada
konsumen itu sendiri.
Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada
saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan
yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta
pembelian ulang yang lebih sering. Kata kualitas mengandung banyak
definisi dan makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara
berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki
beberapa kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya
terdapat pada elemen sebagai berikut:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan
pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.
Sementara menurut Munir (1991) pelayanan adalah aktivitas yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor
material melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka
memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya. Hal ini
menjelaskan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau
metode tertentu yang diberikan kepada orang lain dalam hal ini pelanggan
22
agar kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan
mereka.
B. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan yang
berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti citra kualitas pelayanan
bukanlah persepsi dari penyedia jasa tetapi dari para pelanggan. Para
pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmatai jasa suatu instansi,
sehingga merekalah yang seharusnya kualitas pelayanan. Persepsi
pelanggan terhadap kualitas jasa pelayanan merupakan penilaian
menyeluruh atas keunggulan jasa. Menurut Supranto (2001: 227),
“Kualitas pelayanan adalah suatu kegiatan yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu proses produksi dan juga tidak
dikaitkan dengan suatu produk fisik”.
Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa kualitas pelayanan adalah
berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta
ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan para pelanggan.
Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan. Jadi apabila jasa pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai
dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika jasa pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang
diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
23
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan adalah
sebagai berikut (Kotler, 1997: 24):
a) Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan karyawan dalam
memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan
yang telah dijanjikan; b) Assurance (jaminan) kesopanan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf; c) Tangible (berwujud) yaitu
kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada
pihak eksternal; d) Empathy (empati) yaitu meliputi kemudahan dalam
melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus
kepada kebutuhan pelanggan; e) Responsiveness (ketanggapan) yaitu
keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan
pelayanan dengan tanggap.
1.5.3. Pelayanan Publik
Menurut Widodo Joko (2001). Pelayanan Publik dapat diartikan
sebagai pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat
yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan
aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan. Sementara menurut
Ratminto (2005: 5), Pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan,
baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tangguang jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
24
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
63/Kep/M.PAN/7/2003 tanggal 10 Juli 2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pelayanan Publik adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara yang lain menyebutkan, Pelayanan Publik adalah
pemberian pelayanan (melayani) yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan dan
keperluan penerima pelayanan atau masyarakat maupun pelaksana
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mempunyai kepentingan
pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah di tetapkan.
A. Azas Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi
pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi azas-azas
pelayanan sebagai berikut (Ratminto, 2005: 19):
1. Transparansi: Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti.
25
2. Akuntabilitas: Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional: Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip
efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif: Mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan public dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan, dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan Hak: Tidak diskriminatif dalam arti tidak membeda-
bedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Pemberi dan penerima pelayanan
publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
B. Prinsip-prinsip Pelayanan Publik
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63 tahun 2003, dijelaskan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan
harus memenuhi beberapa prinsip yaitu:
1) Kesederhanaan, prosedur /tata cara pelayanan diselenggarakan secara
mudah, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan; 2) Kejelasan mencakup beberapa hal antara lain: a.
Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan umum, b. Unit kerja atau
pejabat yang berwenang dan bertangguang jawab dalam memberikan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam
26
pelaksanaan pelayanan publik, c. Rincian biaya pelayanan dan tata cara
pembayaran; 3) Kepastian waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; 4) Akurasi. Produk
pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah; 5) Rasa aman.
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum; 6) Tanggung jawab. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik
atau pejabat yang ditunjuk bertangguang jawab atas penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluahan atau persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik; 7) Kelengkapan sarana dan prasarana. Tersedianya
sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang
memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan
informatika; 8) Kemudahan akses. Tempat dan lokasi serta sarana
prasarana kerja yang memadai dan mudah dijangkau oleh masyarakat, dan
dapat memanfaatkan teknologi telematika; 9) Kedisiplinan, kesopanan dan
keramahan. Pemberi layanan harus bersikap disiplin, sopan, dan santun,
ramah serta memberikan pelayanan yang ikhlas; 10) Kenyamanan.
Lingkungan pelayanan harus tertib, disediakan ruang tunggu yang nyaman
, bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi dengan
fasilitas pendukung pelayanan, seperti parker, toilet, tempat ibadah, dan
lain-lain.
27
1.5.4. Pelayanan Prima
Pelayanan Prima merupakan salah satu bentuk usaha/kegiatan yang
diharapkan akan dapat memperbaiki capaian kinerja sebuah
instansi/lembaga menuju keadaan yang lebih baik dari keadaan
sebelumnya. Layanan prima merupakan terjemahan dari excellent service
yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau pelayanan sangat baik.
Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan
yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan
publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang
merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat. Sejalan dengan hal itu, pelayanan prima juga diharapkan
dapat memotivasi pemberi layanan lain melakukan tugasnya dengan rajin
dan kompeten.
Dalam perkembangan dunia jasa dewasa ini dikenal istilah
pelayanan prima (service excellence). Istilah pelayanan prima, yang
artinya adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan
terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dari
mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada perusahaan
(Barata, 2004).
Untuk mencapai suatu pelayanan yang prima pihak perusahaan
haruslah memiliki keterampilan tertentu, diantaranya berpenampilan baik
dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap selalu
siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena
28
masalah dibutuhkan, menguasai pekerjaannya baik tugas yang berkaitan
pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, mampu
berkomunikasi dengan baik, mampu mengerti dan memahami bahasa
isyarat (gesture) pelanggan serta memiliki kemampuan menangani
keluhan pelanggan secara professional.
Menurut Tjiptono (2008) pelayanan prima (service excellence)
terdiri dari 4 (empat) unsur pokok, antara lain:
1. Kecepatan
2. Ketepatan
3. Keramahan
4. Kenyamanan
A. Pengertian Manajemen Pelayanan Prima
Manajemen Pelayanan Prima adalah kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan serta mengendalikan proses pelayanan
dengan standar yang sangat baik untuk memuaskan pelanggan agar tujuan
perusahaan tercapai (Nina, 2010: 16).
Istilah yang digunakan dalam Manajemen Pelayanan Prima antara lain:
1. Pelanggan (customer): penerima layanan ata kata lain dari konsumen
(consumer)
2. Customer Service (CS): orang atau bagian yang berhadapan langsung
dengan pelanggan, selain teller dan security.
29
3. Penyedia jasa (provider): pemberi layanan baik penyediaan
barang/produk atau jasa-jasa.
4. Kepuasan (satisfaction): satisfaction (kepuasan) berasal dari bahasa
latin, yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan facere yang
berarti to do atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang bisa
memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu
yang dicari oleh pelanggan sampai pada tingkat cukup. Kepuasan
pelanggan berbeda-beda bergantung nilai suatu produk/objektivitasnya
maupun subjektivitasnya.
B. Tujuan dan Fungsi Pelayanan Prima
B.1. Tujuan Pelayanan Prima
Dalam bukunya, Nina (2010) tujuan pelayanan prima antara lain sebagai
berikut:
1. Untuk memberikan pelayanan yang bermutu tinggi kepada pelanggan.
2. Untuk menimbulkan keputusan dari pihak pelanggan agar segera
membeli barang/jasa yang ditawarkan pada saat itu juga.
3. Untuk menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap pelanggan
terhadap barang/jasa yang ditawarkan.
4. Untuk menghindari terjadinya tuntutan-tuntutan yang tidak perlu
dikemudian hari terhadap produsen.
5. Untuk menciptakan kepercayaan dan kepuasan kepada pelanggan.
30
6. Untuk menjaga agar pelanggan merasa diperhatikan segala
kebutuhannya.
7. Untuk mempertahankan pelanggan.
Dari tujuan pelayanan prima tersebut diatas sebab tujuan utama dari
pelayanan prima adalah untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
B.2. Fungsi Pelayanan Prima
Pelayanan prima berfungsi sebagai berikut, Nina (2010).
1. Melayani pelanggan dengan ramah, tepat, dan cepat.
2. Menciptakan suasana agar pelanggan merasa dipentingkan.
3. Menempatkan pelanggan sebagai mitra usaha.
4. Menciptakan pangsa pasar yang baik terhadap produk/jasa.
5. Memenangkan persaingan pasar.
6. Memuaskan pelanggan, agar mau berbisnis lagi dengan perusahaan.
7. Memberikan keuntungan pada perusahaan.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan
Masih dalam bukunya, Nina (2010) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi palayanan prima, yaitu:
Faktor Kesadaran. Faktor kesadaran berfokus pada perorangan yang
melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Faktor kesadaran yang mencakup
kesadaran pada kualifikasi pekerjaan, risiko yang dihadapi, konsumen
yang ditangani dan cakupan tugas penting akan mempengaruhi perilaku
seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Kesadaran merupakan
keadaan jiwa pada seseorang, sebagai titik temu dari berbagai
31
pertimbangan sehingga diperoleh satu keyakinan, ketenangan, ketetapan
hati, dan keseimbangan dalam jiwa yang bersangkutan. Proses tumbuhnya
kesadaran berbeda pada setiap orang, baik dalam hal kecepatan maupun
dalam kualitas. Hal ini bergantung pada kemampuan berpikir, penggunaan
perasaan, pertimbangan dan pengambilan keputusan setiap individu. Di
samping itu, aspek eksternal individu seperti aspek sosial, keluarga, dan
teman juga turut mempengaruhi. Pemahaman yang baik terhadap lingkup
tugas seseorang menimbulkan kesadaran pada dirinya yang berpengaruh
pada pengambilan keputusan untuk melakukan pelayanan dengan lebih
baik.
Faktor Aturan. Aturan biasanya memuat hal-hal yang mengikat dan
menjadi patokan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Aturan memuat
cara kerja normatif yang harus ditempuh suatu organisasi atau individu.
Aturan dibuat untuk mengatur organisasi. Karena setiap aturan pada
akhirnya akan berkaitan secara langsung ataupun tidak langsung kepada
orang, masalah manusia dan sifat kemanusiaan harus menjadi
pertimbangan utama dalam merumuskan aturan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa pertimbangan utama manusia
sebagai subyek aturan ditujukan kepada hal penting antara lain :
a. Kewenangan yaitu pembuat aturan haruslah memiliki kewenangan
untuk itu karena kewenangan erat hubungannya dengan suatu tindakan
atau perbuatan yang diambil, termasuk pembuatan aturan yang akan
mengikat berbagai pihak.
32
b. Pengetahuan dan pengalaman, yaitu pengetahuan dan pengalaman
yang luas dapat membuka wawasan jauh ke depan sehingga aturan
yang dibuat dapat menjangkau waktu yang cukup panjang.
c. Kemampuan bahasa, yaitu kemampuan bahasa tulis yang mampu
secara lengkap menerjemahkan secara lengkap kehendak pikiran.
d. Pemahaman pelaksana, yaitu petugas pelaksana yang kelak akan
terlibat langsung dengan aturan itu haruslah memahami lebih dulu
maksud dari aturan
e. Disiplin dalam pelaksanaan adalah suatu bentuk ketaatan pada aturan,
baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
Faktor Organisasi. Organisasi pelayanan pada dasarnya berbeda dengan
organisasi pada umumnya karena sasaran pelayanan ditujukan kepada
manusia yang mempunyai watak dan kehendak yang multikomplek. Oleh
karena itu organisasi pelayanan lebih banyak ditekankan kepada
pengaturan dan mekanisme kerja yang harus mampu menghasilkan
pelayanan yang memadai.
Dengan demikian, faktor organisasi yang dimaksud di sini adalah
mengorganisir fungsi pelayanan baik dalam struktur maupun
mekanismenya. Hal ini nantinya akan berperan dalam hal mutu dan
kelancaran pelayanan yang meliputi sistem, prosedur, dan metode yang
berfungsi sebagai tata cara atau tata kerja agar pelaksanaan pekerjaan
dapat berjalan dengan ancer dan berhasil dengan baik (Munir, 1992: 130)
33
Faktor Ketrampilan dan Kemampuan. Kualitas pelayanan sangat
dipengaruhi oleh kualitas kemampuan dan ketrampilan perorangan dalam
melayani pengguna. Kemampuan berhubungan dengan kondisi psikologis
seseorang dalam bekerja. Aspek mental, kepribadian, dan sikap
memberikan kontribusi besar pada kemampuan. Kemampuan
menunjukkan sikap optimis untuk dapat bertindak dalam segala hal.
Ketrampilan lebih berorentasi pada penguasaan suatu teknik praktis yang
sangat berhubungan dengan tingkat pekerjaan.
Ketrampilan dan kemampuan merupakan keadaan yang
menggambarkan kondisi seseorang dari sisi tinjau, baik skill maupun fisik
dapat melakukan atau pekerjaan sesuai dasar ketentuan yang
berlaku.Kompetensi petugas merupakan bagian dari fungsi manajemen
yang perlu ditingkatkan. Menurut Gibson (1983: 38) kemampuan
menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas pekerjaan.
Sementara itu, Encip Hamijoyo (1985: 43) menambahkan bahwa
kemampuan dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang terbatas
dengan cara-cara sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil setinggi-
tingginya dan sebaliknya, apabila kemampuan rendah, kemampuan untuk
membuat sarana dan prasarana menjadi kurang.
Faktor Sarana Pelayanan. Kualitas pelayanan yang tinggi harus
didukung oleh sarana pelayanan yang lengkap. Sarana berfungsi untuk
memudahkan pelayanan, memberikan kecepatan pelayanan yang lebih
34
tinggi, menciptakan keakuratan dan keandalan serta kejelasan informasi
yang seharusnya dicatat yang hasil akhir bermuara pada efesiensi dan
efektivitas pelayanan.
Menurut Somudiningrat (1996) ketersediaan prasarana pendukung yang
memadai akan memudahkan pelayanan. Yang dimaksud dengan sarana dan
prasarana kerja menurutnya adalah segala peralatan dan perlengkapan
yang diperuntukan dalam pelaksanaan kegiatan.
1.5.5. Pelayanan Prima PT Kereta Api Indonesia (Persero)
Di dalam buku company profile yang diterbitkan pada tahun 2011,
PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah merumuskan konsep pelayanan
prima perusahaan, yakni berbunyi: Kami insan PT. KERETA API
INDONESIA (PERSERO) akan memberikan pelayanan yang terbaik yang
sesuai dengan standar mutu yang memuaskan dan sesuai harapan atau
melebihi harapan pelanggan dengan memenuhi 6 A unsur pokok: Ability
(Kemampuan), Attitude (Sikap), Appearance (Penampilan), Attention
(Perhatian), Action (Tindakan), dan Accountability (Tanggung jawab).
1.5.6. Pengguna Jasa
Pengguna Jasa (1) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang
menggunakan jasa angkutan kereta api baik untuk angkutan orang maupun
barang. (Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 13 Tahun 1992 Tentang
Perkeretaapian). Pengguna Jasa (2) adalah setiap orang dan/atau badan
35
hukum yang menggunakan jasa angkutan, baik untuk angkutan orang
maupun barang. (Pasal 1 Angka 10 UU Nomor 14 Tahun 1992 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan). Pengguna Jasa (3) adalah orang
perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik
pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. (Pasal 1
Angka 3 UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi). Pengguna
Jasa (4) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan
jasa angkutan kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang.
(Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian).
Pengguna Jasa (5) adalah perseorangan atau badan hukum yang
menggunakan jasa Perusahaan AngkutanUmum. (Pasal 1 Angka 22 UU
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
Pengguna Jasa (6) adalah pihak yang menggunakan jasa Pihak Pelapor.
(Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang).
1.5.7. Hubungan Masyarakat (Humas)
A. Pengertian Hubungan Masyarakat
Humas merupakan sebuah institusi penting di sebuah kelembagaan
guna membentuk pencitraan, tim sosialisasi, penyebar informasi, penjalin
hubungan baik dan pelaksana kebijakan yang telah dibuat pada suatu
perusahaan atau lembaga pemerintahan. Humas juga sebagai jembatan
informasi bagi pemerintah guna mensosialisasikan kebijakan-kebijakan
36
yang telah dibuat kepada masyarakat. Seperti pada kutipan (Munandar,
2003) menerjemahkan definisi humas dari Franks Jefkins yaitu “Humas
adalah suatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana,
baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua
khalayaknya dalam mencapai tujuan – tujuan spesifik yang berlandaskan
pada saling pengertian. IPR (Institute of Public Relations) terbitan bulan
November 1987 (Frank Jefkins: hal 8) mengatakan “praktek humas atau
PR adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik
dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap
khalayaknya”. Humas oleh Frank Jefkins dinilai sebagai pusat informasi
dalam perusahaan dan menjadi tonggak terpenting dalam sistem
komunikasi dari sebuah instansi.
Sejalan dengan itu definisi yang dikembangkan oleh Rex F.
Harlow dalam Effendy (1986 :28) setelah mengumpulkan lebih dari 500
definisi dari berbagai sumber:
“Public Relations is a distinctive management function which
helps establish and maintain mutual lines of communication,
understanding, acceptance and cooperation between and organization and
its publi; involvesthe management of issues; help management keep
informed on an responsives to public opinion; defines and emphasizes the
responsibility of management to serve the public interest; helps
management keep abreast of and effectively utilize change, serving as an
early warning system to help anticipate trend; and uses research and
sound ethical communication techniques as its principal tool”.
37
“(Hubungan Masyarakat adalah fungsi manajemen yang khas
mendukung dan memelihara jalur bersama komunikasi bersama,
pengertian penerimaan, dan kerjasama antara organisasi dengan
khalayaknya; melibatkan manajemen dalam permasalahan atau persoalan;
membantu manajemen memperoleh penerangan mengenai dan tanggap
terhadap opini publik; menetapkan dan menegasakan tanggungjawab
manajemen dalam melayani kepentingan umum; menopang manajemen
dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif dalam
penerapannya sebagai sistem peringatan secara dini guna mengantisipasi
kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik-teknik
komunikasi yang sehat dan etis sebagai kegiatan manusia)”.
Artinya disini bahwa humas merupakan suatu panduan khas dari
pengetahuan, keterampilan, dan metode. Kegiatan humas pun
dilaksanakan oleh para praktisi yang melayani berbagai jenis organisasi
beserta publiknya seperti perusahaan, pemerintahan, para pelanggan dan
lain-lain. Para praktisi humas pun berupaya untuk melayani kepentingan
umum, sadar akan pengaruh opini publik terhadap pengambilan keputusan,
menyampaikan anjuran serta sebagai corong informasi dari pemerintah
kepada khalayak.
Berdasarkan para praktisi public relation yang terhimpun dalam
organisasi yang bernama “The International Public Relation” (IPRA)
bersepakat merumuskan definisi humas sebagai fungsi manajemen dari
sikap budi yang berencana dan berkesinambungan, yang dengan itu
38
organisasi dan lembaga bersifat umum dan pribadi berupaya membina
pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada kaitannya atau
mungkin ada hubungannya dengan jalan menilai pendapat umum diantara
mereka untuk mengkorelasikan sedapat mungkin, kebijaksanaan dan tata
cara mereka, dengan informasi yang berencana dan tersebar luas mencapai
kerjasama yang lebih produktif dan pemenuhan kepentingan bersama dan
lebih efisien (Effendy, 2002 :20).
Setelah memahami beberapa pengertian humas di atas, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa humas merupakan aktivitas
komunikasi yang berlangsung dua arah untuk publik internal, maupun
ekternal dengan menjadi jembatan penyebaran informasi. Humas sangat
berperan penting dalam membina hubungan baik perusahaan atau
pemerintah dengan khalayaknya.
Dengan melakukan aktivitas kehumasan tersebut, praktisi humas
atau petugas humas dapat memunculkan efek kognisi, afeksi dan
behavioral masyarakat terhadap program-program yang dilakukannya.
1.5.8. Pengertian Kereta Api
Kereta Api menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007
tentang perkeretaapian, definisi dari kereta api adalah kendaraan dengan
tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana
perkerataapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di atas jalan
39
rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Kereta api sendiri terdiri dari
lokomotif, kereta, dan gerbong.
Lokomotif merupakan kendaraan rel yang dilengkapi dengan mesin
penggerak dan pemindah kepada roda-roda dan khusus digunakan untuk
menarik kereta penumpang dan atau gerbong barang. Kereta merupakan
salah satu rangkaian dari kereta api yang berfungsi untuk mengangkut
penumpang. Sedangkan rangkaian yang unutk mengangkut barang atau
binatang disebut gerbong.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998
menyebutkan bahwa moda transportasi kereta api memiliki karakteristik
dan keunggulan khusus. Beberapa keunggulan dari kereta api adalah
kemampuannya dalam mengangkut baik penumpang maupun barang
secara massal, hemat energy, hemat dalam penggunaan ruang, memiliki
faktor keamanan yang tinggi, tingkat pencemaran yang rendah serta lebih
efisien untuk angkutan jarak jauh.
1.6. METODE PENELITIAN
1.6.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
deskriptif, yaitu melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu.
Rakhmat (2009:25).
Yang hendak di deskripsikan dalam penelitian ini adalah persepsi
pengguna jasa Kereta Api Tawang Alun tentang persepsi prosedur
40
perolehan tiket, persepsi tentang persyaratan perolehan tiket, persepsi
tentang harga tiket, persepsi tentang waktu layanan tempuh, persepsi
tentang sikap petugas atau kru, persepsi tentang fasilitas, persepsi tentang
Restorasi dan pedagang asongan.
Penelitian ini adalah salah satu bentuk riset evaluasi kehumasan.
Riset evaluasi kehumasan memusatkan perhatian pada tiga level yakni
pada tataran kognitif, afektif dan konatif. Tataran kognitif yang dilihat
adalah sejauh mana audiens mendapat pengetahuan dari program-program
Humas (Public Relations); tataran afektif yang diukur adalah perubahan
sikap, pendapat serta persepsi secara frekuentif; dan terakhir tataran
konatif adalah perubahan perilaku, di sini peneliti bisa memperkirakan
sejauh mana dampak program-program itu telah terjadi.
1.6.2. Operasionalisasi Konsep Persepsi
Indikator Persepsi:
1) Persepsi prosedur perolehan tiket KA Tawang Alun;
2) Persepsi persyaratan perolehan tiket KA Tawang Alun;
3) Persepsi harga tiket KA Tawang Alun;
4) Persepsi waktu layanan tempuh KA Tawang Alun;
5) Persepsi sikap dan penampilan petugas atau kru KA Tawang Alun;
6) Persepsi fasilitas KA Tawang Alun;
7) Persepsi Restorasi dan pedagang asongan KA Tawang Alun;
41
1.6.3. Informan Penelitian
Informan penelitian ini adalah individu yang bisa memberikan
informasi tentang persepsi terhadap pelayanan Kereta Api Tawang Alun.
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan Sampling
Insidental. Teknik Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono,
2009:96). Informan dalam penelitian ini adalah pengguna jasa yang sedang
bersama-sama peneliti menempuh perjalanan dengan Kereta Api Tawang
Alun.
1.7. Waktu Dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2013 di wilayah kerja
PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 9 Jember.
1.8. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data:
1.8.1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
42
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan
atas pertanyaan tersebut (Moleong 2007: 124).
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan peneliti melalui tatap
muka dengan pengguna jasa yang bersedia menjadi informan penelitian.
Teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara terstruktur.
Wawancara terstruktur yang dilakukan adalah untuk mengetahui dengan
pasti apa saja informasi yang ingin digali dari informan sehingga daftar
pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. Selain peneliti telah
mempersiapkan draft wawancara sebagai panduan penelitian, peneliti
dalam teknik wawancara ini juga menggunakan alat bantu aplikasi
perekam suara Hand Phone, kamera photo, dan material lain yang dapat
membantu kelancaran wawancara.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang persepsi
pengguna jasa terhadap pelayanan kereta penumpang Kereta Api Tawang
Alun Daerah Operasi 9 Jember secara mendalam. Pihak yang
diwawancarai sebagai informan dalam penelitian ini adalah pengguna jasa
Kereta Api Tawang Alun yang sedang dalam perjalanan bersama-sama
peneliti menggunakan Kereta Api Tawang Alun..
1.8.2. Observasi
Peneliti disini melakukan pengamatan secara subyektif terhadap
perilaku para pengguna jasa terhadap segala aspek yang berkaitan dengan
pelayanan yang terjadi selama perjalanan Kereta Api Tawang Alun.
43
Peneliti melakukan observasi dengan turut serta menjadi
penumpang/pengguna jasa KA Tawang Alun yang tengah beroperasi atau
sedang melakukan perjalanan. Dalam kegiatan observasi ini peneliti
melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku,
obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam
mendukung penelitian yang dilakukan (Iskandar, 2009: 121).
1.8.3. Dokumentasi
Menurut Koentjoningrat (1996: 129) dokumentasi merupakan
teknik pengumpulan data dengan menelaah catatan-catatan atau dokumen
sebagai sumber data. Datanya bisa berupa laporan resmi berbagai lembaga
atau organisasi, bahkan juga dari perorangan. Tujuannya untuk
mendeskripsikan praktek-praktek atau kondisi-kondisi yang ada. Di dalam
melaksanakan metode ini, “peneliti menyelidiki benda-benda tertulis
seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, arsip,
catatan harian dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan dengan
mengumpulkan data-data dari berbagai referensi, baik berupa buku,
artikel, foto dan sebagainya yang berkaitan tentang Kereta Api Tawang
Alun dan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Teknik ini juga dipakai
untuk mendapat data sekunder yang terkait dengan jumlah pengguna jasa,
gambar photo seputar pelayanan di Kereta Api Tawang Alun.
44
1.9. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data
dilapangan dengan model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2007:
246-253), yang terdiri dari:
1. Data Reduction (reduksi data)
Data diperoleh dari lapangan cukup banyak jumlahnya, sehingga perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti berada di lapangan
(perjalanan KA Tawang Alun dan kantor Daop 9 Jember), maka
semakin banyak pula data yang diperoleh. Seperti data hasil
wawancara, artikel dari media internal PT KAI Persero, gambar photo,
dll. Maka diperlukan adanya pencatatan dan diperlukan segera adanya
analisis data dengan reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila
diperlukan.
2. Data Display (penyajian data)
Setelah peneliti mereduksi data, langkah selanjutnya yang ditempuh
adalah mendisplay data. Peneliti akan menyajikan data dengan uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Miles and Huberman, (dalam Sugiyono, 2008 : 249) menyatakan “the
most frequence from of display qualitative research data in the past
45
has been narrative text’. Yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat
naratif.
3. Conclusion Drawing/Verification
Langkah selanjutnya setelah mereduksi data dan penyajian data,
langkah yang ketiga dalam analisis data menurut Miles dan Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi bila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Teknik ini akan menjawab kesimpulan pelayanan Kereta Api Tawang
Alun melalui persepsi para pengguna jasa, yakni berkaitan dengan
prosedural, persyaratan, biaya, waktu tempuh, sikap petugas dalam
melayani pengguna jasa, fasilitas yang ada di dalam kereta, hingga
Restorasi dan pedagang asongan.
1.10. Teknik Keabsahan Data
Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data Triangulasi, yakni
teknik pemeriksaan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lainnya di
luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data yang
46
terkumpul, dalam hal ini persepsi yang diberikan dalam pelayanan Kereta
Api Tawang Alun. Teknik yang digunakan adalah:
1. Triangulasi Sumber
Yakni membandingkan apa yang dikatakan orang-orang sebagai
pengguna jasa Kereta Api Tawang Alun dengan apa yang
dikatakan sepanjang waktu pelayanan Kereta Api Tawang Alun
beroperasi.
2. Triangulasi Metode
Teknik ini terdapat dua strategi, yaitu:
a) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data
b) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data
dengan metode yang sama.
Berdasarkan strategi di atas, untuk menguji kredibilitas data
tentang persepsi pelayanan Kereta Api Tawang Alun ini, dilakukan dengan
cara mengecek persepsi antar pengguna jasa yang sama dengan metode
yang sama. Data yang diperoleh berasal dari wawancara, kemudian
diobservasi dari pemohon satu dengan yang lainnya, dan terakhir data-data
tersebut didokumentasikan sebagai validitas dan bukti data persepsi para
pengguna jasa tentang pelayanan Kereta Api Tawang Alun ini.