bab 9. undang-undang

25
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 226 SESI/ PERKULIAHAN KE : 15 TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja 2. Mampu menjelaskan isi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Keselamatan Kerja 3. Menjelaskan tentang Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-1951 4. Mampu menjelaskan pasal-pasal dari Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947- 1951 Pokok Bahasan : Perundang-undangan dalam Keselamatan Kerja Dekskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-1951 . Pokok bahasan adalah mencakup tentang penjelasan dan isi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, serta penjelasan dan pasal-pasal dari Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-1951. I. Sumber bacaan: 1. Suma’mur, P.K. 1997. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT. Inti Idayu Press dan Yayasan Masagung. 2. Lisa Moran dan Tina Masciangioli, 2010, Keselamatan dan keamanan Laboratorium Kimia, The National Academic Press, Washington, DC. II. Pertanyaan Kunci: 1. Jelaskan Undang-undang yang mengatur tentang Keselamatan Kerja! 2. Jelaskan isi Undang-undang yang mengatur tentang Keselamatan Kerja! 3. Jelaskan pasal-pasal yang mengatur tentang Undang-undang Kecelakan tahun 1947-1951! III. Tugas kelompok Diskusikan tentang undang-undang dan aplikasikan dalam pelaksanaan K3 dalam dunia kampus dan industri

Upload: ilham-syaputra

Post on 08-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pnup k3

TRANSCRIPT

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 226

    SESI/ PERKULIAHAN KE : 15

    TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu :

    1. Menjelaskan tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan

    Kerja

    2. Mampu menjelaskan isi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Keselamatan Kerja

    3. Menjelaskan tentang Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-1951

    4. Mampu menjelaskan pasal-pasal dari Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-

    1951

    5.

    6.

    Pokok Bahasan : Perundang-undangan dalam Keselamatan Kerja

    Dekskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari tentang Undang-Undang

    Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Kecelakaan

    tahun 1947-1951 . Pokok bahasan adalah mencakup tentang penjelasan dan isi dari

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, serta penjelasan

    dan pasal-pasal dari Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-1951.

    I. Sumber bacaan:

    1. Sumamur, P.K. 1997. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT.

    Inti Idayu Press dan Yayasan Masagung.

    2. Lisa Moran dan Tina Masciangioli, 2010, Keselamatan dan keamanan Laboratorium

    Kimia, The National Academic Press, Washington, DC.

    II. Pertanyaan Kunci:

    1. Jelaskan Undang-undang yang mengatur tentang Keselamatan Kerja!

    2. Jelaskan isi Undang-undang yang mengatur tentang Keselamatan Kerja!

    3. Jelaskan pasal-pasal yang mengatur tentang Undang-undang Kecelakan tahun

    1947-1951!

    III. Tugas kelompok

    Diskusikan tentang undang-undang dan aplikasikan dalam pelaksanaan K3 dalam

    dunia kampus dan industri

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 227

    BAB IX

    PERUNDANG-UNDANGAN DALAM KESELAMATAN KERJA

    Undang-undang Dasar 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas

    pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan baru

    memenuhi kelayakan bagi kemanusiaan, apabila keselamatan tenaga kerja sebagai

    pelaksananya adalah terjamin. Kematian, cacat, cedera, penyakit, dan lain-lain

    sebagai akibat kecelakaan dalam melakukan pekerjaan bertentangan dengan dasar

    kemanusiaan. Maka dari itu, atas dasar landasan UUD 1945 lahir undang-undang

    dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya dalam keselamatan kerja.

    Dalam Undang-Undang no.14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan

    Pokok Mengenai Tenaga Kerja secara tegas ditegaskan, bahwa tiap tenaga kerja

    berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya (pasal 9) dan Pemerintah

    membina norma-norma keselamatan kerja (pasal 10, ayat a). Sedangkan dalam

    hubungan jaminan dan bantuan sosial, secara umum dinyatakan dalam undang-

    undang no.14 tahun 1969 tersebut bahwa Pemerintah mengatur penyelenggaraan

    pertanggungan sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya.

    Pertanggungan dan bantuan social ini meliputi juga kecelakaan dan penyakit

    akibat kerja, sekalipun dalam penjelasan undang-undang dimaksud hanya

    diperinci antara lain sakit, meninggal dunia dan cacat.

    Melihat sasarannya, terdapat dua kelompok perundang-undangan dalam

    keselamatan kerja, yaitu:

    1. Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pencegahan kecelakaan

    akibat kerja. Kelompok ini terdiri dari Undang-undang no. 1 tahun 1970

    tentang Keselamatan Kerja dan peraturan-peraturan lain yang diturunkan atau

    dapat dikaitkan dengannya. Selain itu keselamatan kerja dan pencegahan

    kecelakaan terdapat dalam undang-undang lain, seperti misalnya Undang-

    undang Kerja (1948-1951).

    2. Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pemberian kompensasi

    terhadap kecelakaan yang sudah terjadi. Kelompok ini terdiri dari Undang-

    undang Kecelakaan (1947-1957) dan peraturan-peraturan yang diturunkannya.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 228

    9.1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

    Undang-undang no. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja diundangkan

    pada tahun 1970 dan mengganti Veiligheids Reglement Stbl. No. 406 yang

    berlaku sejak tahun 1910. Maka ada baiknya diketahui latar belakang penggantian

    VR tersebut dengan undang-undang Keselamatan Kerja sebagaimana

    dikemukakan dalam penjelasan umum undang-undang tersebut. VR, yang berlaku

    mulai 1910 dan semenjak itu mengalami perubahan mengenai soal-soal yang tidak

    begitu berat, ternyata dalam banyak hal sudah terbelakang dan perlu diperbaiki

    sesuai dengan perkembangan peraturan perlindungan industrialisasi di Indonesia

    dewasa ini dan seterusnya. Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan

    sebagainya yang serba pelik banyak dipakai, bahan-bahan teknis baru banyak

    diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas di

    mana-mana. Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan

    modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan

    intensitas kerja operasional tenaga kerja dan para pekerja. Hal-hal ini memerlukan

    pengerahan tenaga kerja secara intensif pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang

    perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan, dan lain-lain merupakan

    akibat daripadanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang

    mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat dan sebagainya yang

    serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan keterampilan dan latihan

    kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa

    merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka

    dapatlah dipahami perlu adanya pengetahuan keselamtan kerja dan kesehatan

    kerja yang maju dan tepat. Peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang

    bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan

    produksi dan produktivitas kerja.

    Penjelasan umum Undang-undang Keselamatan Kerja, bahwa pengawas

    berdasarkan VR seluruhnya bersifat represif. Dalam Undang-undang Keselamatan

    Kerja, terjadi perubahan prinsipil dengan mengubah sifat tersebut menjadi lebih

    diarahkan pada sifat preventif. Dalam praktek dan pengalaman, dirasakan perlu

    adanya pengaturan yang baik sebelum perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 229

    bengkel-bengkel didirikan, karena amatlah sukar untuk mengubah atau merombak

    kembali apa yang telah di bangun dan terpasang didalamnya guna memenuhi

    syarat-syarat keselamatan kerja yang bersangkutan. Selain itu, undang-undang ini

    merupakan pembaharuan penting dari yang lama mengenai isi, bentuk dan

    sistematikanya. pembaharuan dan perluasannya adalah sebagai berikut:

    1. Perluasan ruang lingkkup

    2. Perubahan pengawasan represif

    3. Perumusan teknis yang lebih tegas

    4. Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan pelaksanaan pengawsan

    5. Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi pimpinan

    perusahaan dan tenaga kerja

    6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitia Pembina Keselamatan Kerja dan

    Kesehatan kerja

    7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan

    Materi yang diatur dalam Undang-undang Keselamatan Kerja meliputi:

    1. Peristilahan

    Istilah-istilah yang dipakai dalan Undang-undang Keselamatan Kerja dan

    pengertiannya meliputi (pasal 1):

    a. Tempat kerja, ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

    atau tetap, yang menjadi tempat tenaga kerja bekerja atau yang sering

    dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber atau

    sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal-pasal Undang-

    undang Keselamatan Kerja. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan,

    lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau

    yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut (ayat 1).

    b. Pengurus, ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu

    tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri (ayat 2).

    c. Pengusaha ialah:

    1) Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri

    dan untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 230

    2) Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu

    usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat

    kerja.

    3) Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan

    hukum termaksud pada 1) dan 2), jikalau yang diwakili berkedudukan di

    luar negeri (ayat 3).

    d. Direktur, ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja (sekarang

    Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) untuk melaksanakan Undang-undang

    Keselamatan Kerja (ayat 4).

    e. Pegawai pengawas, ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen

    Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan

    Transmigrasi (ayat 5).

    f. Ahli keselamatan kerja, ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar

    Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri

    Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang

    Keselamatan Kerja (ayat 6).

    2. Ruang lingkup

    Ruang lingkup Undang-undang Keselamatan Kerja meliputi (pasal 2):

    a. Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala

    tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air,

    maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik

    Indonesia (ayat 1).

    b. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tersebut di atas berlaku dalam tempat kerja,

    yang merupakan tempat-tempat:

    1) Dibuat, dicoba, atau dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat,

    perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan

    kecelakaan, kebakaran atau peledakan.

    2) Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau

    disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,

    menggigit atau beracun, menimbulkan infeksi dan bersuhu tinggi.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 231

    3) Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

    pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan

    pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau

    dilakukan pekerjaan persiapan.

    4) Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan

    hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan

    dan lapangan kesehatan.

    5) Dilakukan usaha pertambangan, dan pengolahan emas, perak, logam atau

    biji logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik

    dipermukaan atau di dalam bumi, maupun didasar perairan.

    6) Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan,

    melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara.

    7) Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dog,

    stasiun atau gudang.

    8) Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau

    perairan.

    9) Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau

    rendah.

    10) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,

    kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau

    terpelanting.

    11) Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang.

    12) Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap,

    gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.

    13) Dilakukan pembuanagan atau pemusnahan sampah atau limbah.

    14) Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televise

    atau telepon.

    15) Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset

    (penelitian) yang menggunakan alat teknis.

    16) Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau

    disalurkan listrik, gas, minyak atau air.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 232

    17) Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi

    lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik (ayat 2)

    c. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-

    ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan

    keselamatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu

    dan dapat di ubah perincian tersebut dalam ayat 2 (ayat 3).

    3. Syarat-syarat Keselamatan Kerja

    Syarat-syarat keselamatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4 Undang-

    undang keselamatan Kerja, yang berbunyi:

    a. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja

    untuk:

    1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

    2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

    3) Mencegah dan mengurangi peledakan.

    4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

    kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

    5) Memberi pertolongan pada kecelakaan.

    6) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

    7) Mencegah dan mengendalikan timbul dan menyebar luasnya suhu,

    kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar

    dan radiasi, suara dan getaran.

    8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik

    maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.

    9) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

    10) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

    11) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

    12) Memelihara kesehatan dan ketertiban.

    13) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara

    dan proses kerjanya.

    14) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman

    atau barang.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 233

    15) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

    16) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

    bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi (pasal 3, ayat 1).

    b. Dengan peraturan perundangan dapat diubah perincian seperti tersebut dalam

    pasal 3 ayat 1 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan

    teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari (pasal 3 ayat 2).

    c. dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja

    dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,

    pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,

    barang, produk dan teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat

    menimbulkan bahaya kecelakaan (pasal 4, ayat 1).

    d. syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu

    kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang

    mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan perlengkapan

    alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau

    pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk

    teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu

    sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum

    (pasal 4, ayat 2).

    e. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam

    pasal 4 ayat 1 dan 2 dan dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang

    berkewajiban memenuhi dan menaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

    4. Pengawasan

    Pengawasan Undang-undang Keselamatan Kerja diatur dalam pasal 5, 6, 7

    dan 8 sebagai berikut:

    a. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini,

    sedangkan para pegawai pangawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan

    menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya undang-undang ini dan

    membantu pelaksanaannya.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 234

    b. Wewenang dan kewajiban Direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan

    kerja dalam melaksanakan undang-undang ini diatur dengan peraturan

    perundangan (pasal 5, ayat 2).

    c. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan Direktur dapat mengajukan

    permohonan banding kepada Panitia Banding (pasal 6, ayat 2).

    d. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia

    Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (sekarang

    Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) (pasal 6, ayat 2).

    e. Keputusan Panitia Banding tidak dapat disbanding lagi (pasal 6, ayat 3).

    f. Untuk pengawasan berdasarkan undang-undang ini pengusaha harus

    membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan

    peraturan perundang

    g. Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan

    kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan

    dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya (pasal

    8, ayat 1).

    h. Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah

    pimpinanya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan

    dibenarkan oleh Direktur (pasal 8, ayat 2).

    i. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan

    perundangan (pasal 8, ayat 3).

    5. Pembinaan

    Mengenai pembinaan, diatur oleh Undang-undang no. 1 tahun 1970 hal-

    hal sebagai berikut :

    a. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja

    baru tentang:

    1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang timbul dalam tempat kerja.

    2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam

    tempat kerjanya.

    3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

    4) Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 235

    b. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah

    ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di

    atas.

    c. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja

    yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan

    pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,

    pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

    d. Pengurus diwajibkan memenuhi dan menaati semua syarat-syarat dan

    ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang

    dijalankannya (pasal 9).

    6. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    Pasal 10 Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur Panitia

    Keselamatan dan Kesehatan Kerja:

    a. Menteri Tenaga Kerja (sekarang Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi)

    berwenang membentuk Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasin

    efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat

    kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang

    keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka melancarkan usaha

    berproduksi (pasal 10, ayat 1).

    b. Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan

    lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (sekarang Menteri Tenaga

    Kerja dan Koperasi (pasal 1, ayat 2).

    7. Pelaporan Kecelakaan

    Menurut Undang-undang Keselamatan Kerja, kecelakaan yang terjadi

    harus dilaporkan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

    a. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat

    kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga

    Kerja (sekarang Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) (pasal 11, ayat 1).

    b. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud

    dalam ayat 1 diatur dengan peraturan perundangan.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 236

    8. Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja

    Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur kewajiban dan hak tenaga

    kerja. Pasal 12 Undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut: Dengan

    peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:

    a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai, pengawas dan

    atau ahli keselamatan kerja.

    b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

    c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja

    yang diwajibkan.

    d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan

    kesehatan kerja yang diwajibkan.

    e. Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan yang syarat keselamatan dan

    kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan

    olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas

    dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan (pasal 12).

    9. Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja

    Tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja, pasal 13 Undang-undang

    Keselamatan Kerja menyatakan, bahwa barang siapa akan memasuki sesuatu

    tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan

    memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan.

    10. Kewajiban Pengurus

    Adapun kewajiban pengurus diatur dalam pasal 14, menyatakan, bahwa

    pengurus diwajibkan :

    a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua

    syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan

    semua peraturan pelaksanaanya yang berlaku bagi tempat kerja yang

    bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah di lihat dan terbaca dan

    menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

    b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan

    kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 237

    tempat yang mudah di lihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas

    atau ahli keselamatan kerja.

    c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang

    diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan

    menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,

    disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan menurut petunjuk pegawai

    pengawas atau ahli keselamtan kerja.

    11. Ketentuan-ketentuan Penutup

    Sebagaimana ketentuan-ketentuan penutup Undang-undang Keselamatan

    Kerja terdapat pengaturan-pengaturan mengenai ancaman hukum, tempat-tempat

    kerja yang telah ada, peraturan peralatan, sebagainya. pengaturan-pengaturan

    demikian adalah:

    a. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut

    dengan peraturan perundangan (pasal 15, ayat 1).

    b. peraturan perundangan tersebut pada pasal 15 ayat 1 dapat memberikan

    ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukum kurangan

    selama-selamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.

    100.000,- (seratus ribu rupiah) (pasal 15, ayat 2).

    c. tindak pidana tersebut adalah pelanggaran (pasal 15, ayat 3).

    d. pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada

    pada waktu undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di

    dalam satu tahun sesudah undang-undang ini mulai berlaku, untuk

    memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang

    ini (pasal 16).

    e. selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam

    undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang

    keselamatan kerja yang ada pada waktu undang-undang ini mulai berlaku,

    tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini

    (pasal 17).

    Dengan diundangkannya Undang-Undang no. 1 tahun 1970 tentang

    Keselamatan Kerja, maka segala perundang-undangan dalam keselamatan kerja

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 238

    yang telah ada sebelumnya perlu digarap transformasinya menjadi peraturan

    pelaksana, disamping perlunya peraturan pelaksana lain yang dikembangkan

    kemudian. Peraturan perundangan yang telah ada sebelumnya antara lain adalah:

    No Peraturan Penjelasan

    1. Ketetapan tambahan bagi V R

    Stbl. 8600 tahun 1910

    Berisi ketentuan-ketentuan khusus

    sehubungan dengan usaha pengamanan

    tercantum pada pasal 2 V R

    2. Peraturan khusus sebagai

    pelengkap V R tahun 1910

    Berisi syarat-syarat khusus yang

    ditetapkan oleh Kepala Inspeksi

    Keselamatan Kerja berdasarkan pasal 3

    V R

    3. Peraturan khusus AA

    Ketetapan K J P P No. 1/Bb/3/P,

    tgl. 1-10-1966

    Berisi syarat-syarat khusus bagi pasal 2

    sub 18 V R tentang Pertolongan

    Pertama pada Kecelakaan

    4. Peraturan khusus B (B B.

    Ketetapan C V No. S.67/1/9 tgl.

    12-12-1968).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi

    instalasi listrik di perusahaan-

    perusahaan. Dalam peraturan khusus

    ini, ditetapkan norma-norma Peraturan

    Umum Instalasi Listrik (P U I L) atau

    A V E (no. 2004). Norma-norma ini

    dikeluarkan tahun 1937 oleh Dewan

    Normalisasi di Indonesia. Di dalam P U

    I L dicantumkan pula, bahwa pada

    pemasangan baru atau perluasan

    hantaran-hantaran luar berlaku

    Peraturan-peraturan Pemasangan

    Hantaran Luar V A B (Voorschriften

    voor den Aanleg van Buiten leidingen).

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 239

    No Peraturan Penjelasan

    5. Peraturan khusus C (Ketentuan

    Direktur B O W No. 1 1966/stw

    tgl. 19-8-1910).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi pabrik

    gula pasir.

    6. Peraturan khusus D (D D)

    (Ketetapan C V No. S. 60/1/8 tgl.

    25-3-1931).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi bejana

    angin yang dipergunakan untuk

    menjalankan motor.

    7. Peraturan khusus EE Ketetapan

    K J P K K No. 4/Bb.3/P Tgl, 19-

    12-1960

    Berisi syarat-syarat khusus bagi

    perusahaan yang membuat atau

    mengolah bahan-bahan yang mudah

    menyala.

    8. Peraturan khusus F (FF)

    (Ketetapan C V No. S.60/4/23,

    tgl. 9-11-1931).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi

    perusahaan yang membuat dan

    memompa gas-gas.

    9. Peraturan khusus G (G G)

    (Ketetapan C V No. S.60/1/8, tgl

    7-2-1931).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi

    perusahaan yang menyelenggarakan

    bioskop.

    10. Peraturan khusus HH

    (Ketetapan KJPKK No.

    3/Bb.3/P/62, tgl. 10-12-1962).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi

    perusahaan yang mengolah atau

    mempergunakan putih timah kering.

    11. Peraturan khusus II (Ketetapan

    KJPKK No. 7/Bb.3/P, tgl. 10-12-

    1961).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi

    perusahaan khusus yang mempunyai

    instalasi atau las dengan gas karbit.

    12. Peraturan khusus K (KK)

    (Ketetapan C V No. S.65/2/9,

    tgl.23-1-1933).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi

    perusahaan yang membuat,

    menggunakan atau mengolah bahan

    yang dpat meledak.

    13. Peraturan khusus L (LL).

    (Ketetapan C V No. S.68/1/1, tgl.

    6-8-1936).

    Berisi syarat-syarat khusus bagi

    perusahaan yang mempergunakan

    tangki apung.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 240

    No Peraturan Penjelasan

    14. Peraturan khusus N Berisi syarat-syarat khusus bagi

    perusahaan yang membuat gelas.

    15. Undang-undang uap stbl. 225

    tahun 1930.

    Berisi ketentuan-ketentuan tentang

    pesawat uap.

    16. Undang-undang uap stbl. 339

    tahun 1930.

    Berisi peraturan pelaksanaan undang-

    undang uap tahun 1930 No. 225

    terutama syarat-syarat pemakaian

    pesawat uap.

    17. Undang-undang Putih Timah

    Kering stbl. 509 tahun 1931.

    Berisi ketentuan-ketentuan bahan putih

    timah kering.

    18. Penetapan pelanggaran terhadap

    penggunaan fosfor putih

    (persetujuan di Bern) stbl. 275

    tahun 1912.

    Berisi syarat-syarat pelarangan

    penggunaan bahan fosfor putih bagi

    perusahaan korek api.

    19. Penetapan pelanggaran bagi

    pembuatan, impor, pemilikan,

    pengangkutan dan penjualan

    korek api yang mengandung

    fosfor putih stbl. 755 tahun 1916.

    Berisi syarat-syarat tentang pelarangan

    bagi perusahaan yang membuat,

    mengimpor, mempunyai, mengangkut

    dan memperdagangkan korek api yang

    mengandung fosfor putih.

    20. Penetapan tentang petasan di

    Indonesia stbl. 143 tahun 1932.

    Berisi ketentuan-ketentuan tentang

    impor, pembuatan, pemilikan,

    menyalakan serta perdagangan petasan

    di Indonesia.

    21. Syarat-syarat bagi peraturan

    Undang-undang Petasa stbl. 10

    tahun 1933.

    Berisi syarat-syarat bagi perusahaan

    petasan sehubungan dengan penetapan

    petasan di Indonesia stbl. No. 143

    tahun 1932.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 241

    Peraturan perundangan tersebut telah sebagian besar mendapat penegasan

    kembali sebagai peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-undang Keselamatan

    Kerja. Adapun peraturan pelaksanaan Undang-undang Keselamatan Kerja yang

    lahir sesudah pengundangan undang-undang adalah sebagai berikut:

    1. Peraturan Menteri Tenaga

    Kerja tahun 1970 (Lembaran

    Negara No. 2).

    Berisi tentang pembentukan panitia

    Pembina keselamatan dan kesehatan kerja.

    No Peraturan Penjelasan

    22. Undang-undang penimbunan dan

    penyimpanan minyak tanah dan

    bahan-bahan yang dapat mudah

    menyala stbl. 199 tahun 1927.

    Berisi ketentuan-ketentuan tentang

    penimbunan dan penyimpanan.

    23. Peraturan penimbunan minyak

    tanah dan bahan-bahan cair stbl.

    200 tahun 1927.

    Berisi tentang pengaturan dan

    persyaratan penimbunan dan

    penyimpanan.

    24. Peraturan minyak tanah stbl. 144

    tahun 1928.

    Berisi pengaturan pelaksanaan syarat-

    syarat Undang-undang Pengangkutan

    Minyak Tanah stbl. 214 tahun 1927.

    25. Ketetapan tentang pemasangan

    dan pemakaian jaringan saluran

    listrik di Indonesia stbl. 190 tahun

    1890.

    Berisi ketentuan-ketentuan tentang

    syarat-syarat, pemasangan jaringan dan

    instalasi listrik untuk penerangan

    khusus di daerah luar Jawa dan

    Madura.

    26. Peraturan Menteri Tenaga Kerja

    tahun 1969 (Lembaran Negara

    No. 65).

    Berisi tentang penyelenggaraan

    kursus/latihan kader-kader keselamatan

    kerja.

    No Peraturan Penjelasan

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 242

    2. Peraturan Menteri Tenaga

    Kerja tahun 1970 (Lembaran

    Negara No. 3).

    Berisi tentang pemberitahuan panitia

    persiapan bagi penyelenggaraan

    pembentukan panitia Pembina

    keselamatan dan kesehatan kerja di

    perusahaan.

    3. Peraturan Menteri Tenaga

    Kerja tahun 1970 (Lembaran

    Negara No. 4).

    Peraturan pemungutan biaya pemeriksaan

    dan pengawasan keselamatan kerja di

    perusahaan. Berlaku 1-1-1971. Peraturan

    ini mengganti peraturan biaya stbl. 424

    dan 425 tahun 1940.

    Selain itu, banyak peraturan-peraturan tentang jalanan kereta api dan trem.

    Namun pengawasan keselamatan kerja hanya terbatas pada hal-hal yang ada

    sangkut pautnya dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

    Demikian pula, ada hubungan di antara Undang-undang Gangguan stbl.

    226 tahun 1926 dan Undang-undang Barang tahun 1961, Lembaran Negara No. 1

    dengan Undang-undang Keselamatan Kerja.

    9.2 Undang-Undang Kecelakaan (1947-1951)

    Undang-undang ini diundangkan pada tahun 1947 dan dinyatakan berlaku

    pada tahun 1951. Undang-undang kecelakaan menentukan penggantian kerugian

    kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja, dari itu nama

    Undang-undang Kecelakaan adalah kurang tepat.

    Di beberapa Negara digunakan penamaan Undang-undang Kompensasi

    Pekerja (Workmen Compensation Law). Undang-undang Kecelakaan perlu

    ditinjau kembali, apabila dilihat dari sudut besarnya kompensasi yang tidak

    mencukupi, dan sebagai penilaian hebat-tidaknya suatu cacat tidaklah cukup

    faktor-faktor anatomis dan faal saja, melainkan harus diperhatikan pula faktor-

    faktor psikologis, sosial dan ekonomis.

    No Peraturan Penjelasan

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 243

    Di bawah ini dikutip pasal-pasal dari Undang-undang Kecelakaan yang

    patut diketahui:

    1. Di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, majikan berwajib

    membayar ganti kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan berhubung

    dengan hubungan kerja pada perusahaan itu, menurut yang ditetapkan dalam

    undang-undang ini (pasal 1, ayat 1).

    2. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja dipandang sebagai kecelakaan

    (pasal 1, ayat 2).

    3. Jikalau buruh meninggal dunia akibat kecelakaan yang demikian, maka

    kewajiban membayar kerugian itu berlaku terhadap keluarga yang

    ditinggalkan (pasal 1, ayat 3).

    4. jikalau hak atas perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan itu beralih

    kepada majikan lain, buruh dan keluarga buruh yang ditinggalkan tetap

    mempunyai hak seperti yang ditetapkan undang-undang yang harus dipenuhi

    oleh majikan (pasal 1, ayat 4).

    5. Yang diwajibkan memberi tunjangan yaitu perusahaan:

    a. yang menggunakan satu atau beberapa tenaga mesin.

    b. yang mempergunakan zat-zat padat, baik cair, maupun gas yang amat

    tinggi panasnya atau mudah terbakar atau menggigit, mudah meletus,

    mengandung racun, menimbulkan penyakit atau dengan cara yang lain

    berbahaya atau dapat merusak kesehatan.

    c. yang mempergunakan gas-gas yang telah dicairkan, dikempa atau yang

    jadi cair karena tekanan.

    d. Yang membangkitkan, mengubah, membagi-bagi, mengalirkan atau

    mengumpulkan tenaga listrik.

    e. yang mencari atau mengeluarkan barang galian dari tanah.

    f. Yang menjalankan pengangkutan orang atau barang.

    g. Yang menjalankan pekerjaan memuat dan membongkar barang-barang.

    h. Yang menjalankan pekerjaan mendirikan, mengubah, membetulkan atau

    membongkar bangunan-bangunan, baik dalam atau di atas tanah, maupun

    dalam air, membuat saluran-saluran dalam tanah dan jalan-jalan.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 244

    i. Yang mengusahakan hutan.

    j. Yang mengusahakan siaran radio.

    k. Yang mengusahakan pertanian.

    l. Yang mengusahakan perkebunan.

    m. Yang mengusahakan perikanan (pasal 2, ayat 1).

    6. Jikalau sesuatu macam perusahaan, belum termasuk dalam pasal 2, ayat 1

    ternyata berbahaya bagi buruhnya, maka dengan undang-undang macam

    perusahaan tersebut dapat diwajibkan memberi tunjangan (pasal 2, ayat 2).

    7. Yang dimaksudkan kata brurh dalam undang-undang ini ialah tiap-tiap orang

    yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan

    dengan mendapat uapah, kecuali hal-hal tersebut dalam pasal 6, ayat 3 (pasal

    6, ayat 1).

    8. Dalam undang-undang ini dianggap sebagai buruh:

    a. Magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang

    diwajibkan memberi tunjangan, juga dalam hal mereka tidak menerima

    upah.

    b. Mereka yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di perusahaan

    yang diwajibkan memberi tunjangan, kecuali jikalau mereka yang

    memborong itu sendiri menjalankan perusahaan yang diwajibkan memberi

    tunjangan.

    c. Mereka yang bekerja pada seorang yang memborong pekerjaan yang biasa

    dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan mereka itu

    dianggap bekerja di perusahaan majikan yang memborongkan pekerjaan

    itu, kecuali jikalau perusahaan majikan yang memborong itu sendiri suatu

    perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dalam mana pekerjaan

    yang diborong itu dikerjakan.

    d. Orang-orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan

    memberi tunjangan, akan tetapi mereka tidak berhak mendapat ganti

    kerugian karena kecelakaan selama mereka itu menjalankan hukumannya

    (pasal 6, ayat 2).

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 245

    9. Bukan buruh menurut undang-undang ini adalah:

    a. Pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja negeri atau dari badan-badan

    Pemerintah didirikan atas undang-undang Pemerintah, yang dilindungi

    oleh peraturan-peraturan pemerintah, jikalau mereka dapat kecelakaan.

    b. Buruh yang dilindungi undang-undang kecelakaan yang berlaku di luar

    Daerah Negara Republik Indonesia.

    c. Buruh yang bekerja dirumahnya sendiri, untuk perusahaan yang

    diwajibkan memberi tunjangan dan dalam menjalankan pekerjaan tidak

    mempergunakan gas-gas yang dicairkan, dikempa atau gas-gas dalam

    keadaan cair karena tekanan, zat-zat baik yang padat, maupun yang cair

    atau yang serupa yang derajat panasnya tinggi, mudah terbakar atau

    memakan barang-barang yang keras, misalnya air keras, mudah meletus,

    mengandung racun, menimbulkan penyakit atau karena cara lain

    berbahaya atau merusak kesehatan (pasal 6, ayat 3).

    10. Yang dimaksudkan dengan kata upah dalam undang-undang ini adalah:

    a. Tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti

    pekrjaan.

    b. Perumahan, makan, bahan makanan dan pakaian dengan percuma yang

    nilainya ditaksir menurut harga umum di tempat itu (pasal 7, ayat 1).

    11. Dengan atau berdasarkan atas P P untuk menjalankan undang-undang ini

    ditetapkan dokter-dokter penasehat pegawai-pegawai pengawas yang daerah

    jabatannya ditentukan pula (pasal 9).

    12. Ganti kerugian yang dimaksudkan dalam pasal 1 ialah:

    a. Biaya pengangkutan buruh yang mendapat kecelakaan ke rumahnya atau

    ke rumah sakit.

    b. Biaya pengobatan dan perawatan buruh yang mendapat kecelakaan,

    termasuk juga biaya pemberian obat-obat dan alat-alat pembalut sejak

    kecelakaan terjadi sampai berakhirnya keadaan sementara tidak mampu

    bekerja.

    c. Biaya untuk mengubur buruh yang meninggal dunia karena kecelakaan

    banyaknya Rp. 125,- (seratus dua puluh lima rupiah).

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 246

    d. uang tunjangan yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini (pasal 10).

    13. Majikan diwajibkan memberi uang tunjangan kepada buruh yang karena

    kecelakaan:

    a. Sementara tidak mampu bekerja

    Uang tunjangan karena ini besarnya sama dengan upah sehari untu tiap-

    tiap hari, terhitung mulai pada hari buruh tidak menerima upah lagi, baik

    penuh maupun sebagian dan dibayar paling lama 120 hari. jikalau sudah

    lewat 120 hari buruh itu belum mampu bekerja, maka uang tunjangan

    demikian itu dikurangi menjadi 50% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari

    dan dibayar selama buruh tidak mampu bekerja.

    b. Selama-lamanya tidak mampu bekerja sebagian

    Uang tunjangan karena ini ditetapkan sekian persen dari upah sehari untuk

    tiap-tiap hari, menurut daftar yang dilampirkan pada undang-undang ini

    dimulai setelah pembayaran uang tunjangan yang dimaksudkan dalam a

    berakhir dan dibayar selama buruh tidak mampu bekerja sebagian.

    c. Bercacat badan selama-lamanya yang tidak disebut dalam daftar yang

    dilampirkan pada undang-undang ini.

    Banyaknya persenan dari upah sehari itu ditetapkan oleh pegawai

    pengawas dengan persetujuan dokter-dokter penasehat dalam daerah

    kecelakaan itu terjadi. jika terjadi perselisihan paham dalam hal

    menetapkan besarnya persenan itu, maka menteri perburuan (sekarang

    Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) menentukannya dengan

    mengingat pertimbangannya Menteri Kesehatan tentang hal ini.

    d. Selama-lamanya tidak mampu bekerja sama sekali dan karena itu sekali-

    kali tidak dapat lagi mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan mendapat

    upah yang biasa dikerjakannya sebelum buruh itu dapat kecelakaan. Upah

    tunjangan karena ini besarnya 50% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari

    dan jumlah tersebut ditambah menjadi 70%, jikalau kecelakaan itu

    menyebabkan buruh terus-menerus memerlukan pertolongannya orang

    lain. Tunjangan ini dimulai setelah tunjangan yang dimaksudkan dalam a

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 247

    dari ayat ini berakhir dan dibayar selama buruh ini tidak mampu bekerja

    sama sekali (pasal 11, ayat 1).

    14. Jikalau buruh meninggal dunia karena kecelakaan, maka keluarga yang

    ditinggalkannya dapat uang tunjangan sebesar:

    a. 30 % dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi janda atau janda-janda yang

    nafkah hidupnya semua atau sebagian besar dicarikan oleh buruh itu.

    Begitu pula bagi janda laki-laki yang tidak mampu bekerja dan nafkah

    hidupnya semua atau sebagian besar ditanggung oleh buruh tadi. Dalam

    hal ini terdapat lebih dari seorang janda, maka uang tunjangan itu dibagi

    rata dan sam banyaknya antara mereka.

    b. 15 % dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi seorang anak sah atau

    disahkan, yang berumur di bawah 16 tahun dan belum kawin. Jikalau anak

    itu karena meninggalnya buruh menjadi yatim piatu, maka banyaknya

    tunjangan tadi ditambah menjadi 20% dari uppah sehari untuk tiap-tiap

    hari.

    c. Paling banyak 30% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi bapak dan

    ibu atau jikalau buruh itu tidak punya bapak dan ibu lagi, kepada kakek

    dan nenek yang nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagian besarnya

    dicarikan oleh buruh itu.

    d. Paling banyak 30% dari upah sehari untuk mertua laki-laki dan mertua

    perempuan yang nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagian besarnya

    dicarikan oleh buruh itu (pasal 12, ayat 1).

    15. Majikan tidak diwajibkan memberi tunjangan kepada buruh atau seorang

    keluarganya yang ditinggalkannya dal hal-hal seperti berikut:

    a. Jikalau kecelakaan yang menimpa buruh itu terjadinya disengaja olehnya.

    b. Jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan itu, dengan tidak ada alas an yang

    sah menolak dirinya diperiksa atau diobati oleh dokter yang berhak yang

    ditentukan oleh majikan.

    c. Jikalau buruh sebelumnya sembuh, menolak pertolongan tersebut pada b

    dengan tidak ada alas an yang sah.

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 248

    d. Jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan pergi ke tempat lain sehingga

    dokter yang berhak yang ditetapkan oleh majikan, tidak dapat memberi

    pertolongan yang dianggap perlu untuk mengembalikan kesehatannya

    buruh itu (pasal 15, ayat 2).

    16. Sebagai alas an yang sah yang dimaksudkan dalam pasal 15, ayat 1b dan c

    ialah antara lain takut akan pembedahan yang menurut dokter penasehat

    termasuk pembedahan yang berbahaya (pasal 15, ayat 2).

    17. Majikan atau pengurus, jikalau pengurus ditetapkan, diwajibkan melaporkan

    kepada pegawai pengawas atau instansi yang ditunjuk oleh Menteri

    Perburuhan (sekarang Menteri Tenaga Kerja dan Transamigrasi) tiap-tiap

    kecelakaan yang menimpa seorang buruh dalam perusahaannya selekas-

    lekasnya, tidak lebih dari 2 x 24 jam (pasal 19, ayat 1).

    18. Disamping kewajiban yang ditentukan dalam pasal 19, ayat 1 tersebut di atas

    majikan atau pengurus jikalau pengurus ditetapkan, diwajibkan

    memberitahukan kecelakaan itu dengan surat tercacat kepada pegawai

    pengawas dalam waktu 2 x 24 jam (pasal 19, ayat 2).

    19. Buruh yang ditimpa kecelakaan, keluarganya, kawan-kawannya sekerja atau

    serikat sekerjanya boleh memberitahukan kecelakaan yang menimpa buruh itu

    kepada pegawai pengawas (pasal 19, ayat 3).

    20. Majikan atau pengurus perusahaan diwajibkan mengadakan daftar kecelakaan

    di perusahaan atau di bagian yang berdiri sendiri. Daftar ini harus dibuat

    menurut bentuk yang ditetapkan oleh Menteri Perburuhan (sekarang Menteri

    Tenaga Kerja dan Transamigrasi) (pasal 20, ayat 1).

    21. Dengan suatu peraturan perundangan, perusahaan-perusahaan yang

    diwajibkan membayar ganti kerugian berdasarkan undang-undang ini,

    diwajibkan dengan peraturan perundangan itu untuk membayar iuran guna

    mendirikan suatu fonds. Dalam hal-hal yang ditentukan dalam peraturan

    perundangan ini, ganti kerugian akan dibayar dari fonds tersebut (pasal 36,

    ayat 1).

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 249

    22. Daftar lampiran seperti yang dimaksudkan dalam pasal 11, ayat 1b:

    Kegiatan Tunjanagan

    Selama-lamanya tak mampu bekerja sebagian,

    karena kehilangan:

    Tunjangan berapa

    persen dari upah:

    - lengan kanan dari sendi bahu ke bawah 40

    - lengan kiri dari sendi bahu ke bawah 35

    - lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah 35

    - lengan kiri dari atau dari atas siku ke bawah 30

    - tangan kanan dari atau dari atas pergelangan ke

    bawah 30

    - tangan kiri dari atau dari atas pergelangan ke

    bawah 28

    - kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah 70

    - sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah 35

    - kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah 50

    - sebelah kaki dari mata kaki ke bawah 25

    - kedua belah mata 70

    - sebelah mata 30

    - pendengaran pada kedua belah telinga 40

    - pendengaran pada sebelah telinga 10

    - ibu jari tangan kanan 15

    - ibu jari tangan kiri 12

    - telunjuk tangan kanan 9

    - telunjuk tangan kiri 7

    - salah satu jari lain dari tangan kanan 4

    - salah satu jari lain dari tangan kiri 3

    - salah satu ibu jari kaki 3

    - salah satu jari kaki lain 2

  • BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 250

    Keterangan:

    1. Buat orang kidal, kalau kehilangan salah satu lengan tangan atau jari, maka

    keterangan kanan dan kiri yang tersebut dalam daftar di atas ini dipertukarkan

    letaknya.

    2. Dalam hal kehilangan beberapa anggota badan yang tersebut di atas ini, maka

    besarnya tunjangan ditetapkan dengan menjumlahkan banyak persen dari tiap-

    tiap anggota badan itu. jumlah tunjangan yang didapat tidak boleh lebih dari

    70% dari upah sehari.

    3. Anggota badan yang tidak dapat dipakai sama sekali karena lumpuh, dianggap

    sebagai hilang.

    9.3 Kesimpulan

    Undang-undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara atas pekerjaan dan

    penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Kematian, cacat, cedera, penyakit, dan

    lain-lain sebagai akibat kecelakaan dalam melakukan pekerjaan bertentangan

    dengan dasar kemanusiaan. Maka dari itu, atas dasar landasan UUD 1945 lahir

    undang-undang dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya dalam keselamatan

    kerja.

    Kelompok perundang-undangan dalam keselamatan kerja dibagi atas dua,

    yaitu : (1) Kelompok perundangan-undangan bersasaran pencegahan kecelakaan

    akibat kerja dan (2) Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pemberian

    kompensasi terhadap kecelakaan yang sudah terjadi.

    Peundangan disusun guna mengantisipasi kecelakaan dan akibat

    kecelakaan sehingga pelaku, masyarakat, industri dan korban akibat kecelakaan

    maupun kebakaran tetap dalam perlindungan dan mendapatkan santunan. Undang-

    undang juga disusun tentang peralatan dari alat pelindung sehingga setiap orang

    mengerti dan taat akan peraturan keselamat dan kesehatan kerja.