bab 2 tinjauan pustaka -...

29
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelor 2.1.1 Taksonomi dan Gambaran Umum Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Dilleniidae Ordo : Capparales Famili : Moringaceae Genus : Moringa Species : Moringa oleifera Lam. (Hsu et al, 2006) Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat dipergunakan sebagai obat-obatan, dan antioksidan (Shahid dan Bhanger, 2004; Ravindra et al, 2005). Daun kelor memiliki senyawa aktif

Upload: ngomien

Post on 08-Apr-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelor

2.1.1 Taksonomi dan Gambaran Umum

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Species : Moringa oleifera Lam.

(Hsu et al, 2006)

Gambar 2.1 Daun Kelor

Kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman asli Indonesia yang

dapat dipergunakan sebagai obat-obatan, dan antioksidan (Shahid dan

Bhanger, 2004; Ravindra et al, 2005). Daun kelor memiliki senyawa aktif

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

6

yang dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba, diantaranya adalah saponin,

tanin, flavanoid, alkaloid, dan terpenoid yang didapat dari proses ekstraksi

(Bukar, Uba, dan Oyeyi, 2010; Kasolo et al, 2010; Khodijah, 2010). Ketika

dilakukan uji antimikroba secara in vitro pada P. aeruginosa dari ekstrak

daunnya, didapatkan KHM 20 mg/ml dan KBM 40 mg/ml (Abalaka et al,

2012).

2.1.2 Morfologi

Moringaceae terdiri dari satu marga dengan beberapa jenis yaitu M.

oleifera, M. arabica, M. pterygosperma, M. peregrine. Pohon dengan daun

majemuk menyirip ganda 2-3 posisinya tersebar, tanpa daun penumpu, atau

daun penumpu telah mengalami metamorphosis sebagai kelenjar-kelenjar

pada pangkal tangkai daun. Bunga banci, zigomorf, tersusun dalam malai

yang terdapat dalam ketiak daun, dasar bangun mangkuk, kelopak terdiri

atas lima daun kelopak, mahkotapun terdiri atas lima daun mahkota, lima

benang sari. Bakal buah, bakal biji banyak, buahnya buah kendaga yang

mebuka dengan tiga katup dengan panjang sekitar dengan panjang sekitar

30 cm, biji besar, bersayap, tanpa endosperm, lembaga lurus. Dari segi

anatomi mempunyai sifat yang khas yaitu terdapat sel-sel mirosin dan

buluh-buluh gom dalam kulit batang dan cabang. Dalam musim-musim

tertentu dapat menggugurkan daunnya (meranggas). Daun sebesar ujung

jari berbentuk bulat telur, tersusun majemuk dan gugur di musim kemarau,

tinggi pohon mencapai 5-12 m, bagian ujung membentuk payung, batang

lurus (diameter 10-30 cm) menggarpu, berbunga sepanjang tahun berwarna

putih/krem, buah berwarna hijau muda, tipis dan lunak. Tumbuh subur

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

7

mulai dataran rendah sampai ketinggian 700 m diatas permukaan laut

(Roloff et al, 2009).

2.1.3 Daun Kelor dan Kandungannya

Daun kelor merupakan salah satu bagian dari tanaman kelor yang

telah banyak diteliti kandungan gizi dan kegunaannya. Daun kelor sangat

kaya akan nutrisi, diantaranya kalsium, besi, protein, vitamin A, vitamin B

dan vitamin C (Misra dan Misra, 2014; Oluduro, 2012). Daun kelor

mengandung zat besi lebih tinggi daripada sayuran lainnya yaitu sebesar

17,2 mg/100 g (Yameogo et al, 2011). Kandungan nilai gizi daun kelor

segar dan kering disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Nilai Gizi Daun Kelor Segar dan Kering

Komponen Gizi Daun Segar Daun Kering

Kadar Air (%) 94,01 4,09

Protein (%) 22,7 28,44

Lemak (%) 4,65 2,74

Kadar Abu – 7,95

Karbohidrat (%) 51,66 57,01

Serat (%) 7,92 12,63

Kalsium (mg) 350 – 550 1600 – 2200

Energi (kcal/100mg) – 307,30

Sumber : Melo et al, 2013; Shiriki et al, 2015; Nweze dan Nwafor, 2014;

Tekle et al, 2015.

Daun kelor juga mengandung berbagai macam asam amino, antara

lain asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin,

valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein

dan methionin (Simbolan et al, 2007). Kandungan asam amino daun kelor

disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kandungan Asam Amino 100 g Daun Kelor

Kandungan Asam

Amino Daun Segar Daun Kering

Arginine 406,6 mg 1.325 mg Histidine 149,8 mg 613 mg Isoleusine 299,6 mg 825 mg

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

8

Kandungan Asam

Amino Daun Segar Daun Kering

Leusine 492,2 mg 1.950 mg Lysine 342,4 mg 1.325 mg Methionine 117,7 mg 350 mg Phenylalanine 310,3 mg 1.388 mg Threonine 107 mg 1.188 mg Tryptophan 374,5 mg 425 mg Valine mg 1.063 mg

Sumber : Melo et al, 2013; Shiriki et al, 2015; Nweze dan Nwafeo, 2014;

Tekle et al, 2015.

Penelitian lain menyatakan bahwa menunjukkan bahwa daun kelor

mengandung vitamin C setara vitamin C dalam 7 jeruk, vitamin A setara

vitamin A pada 4 wortel, kalsium setara dengan kalsium dalam 4 gelas

susu, potassium setara dengan yang terkandung dalam 3 pisang, dan protein

setara dengan protein dalam 2 yoghurt (Mahmood, 2011). Daun kelor juga

telah diketahui mengandung antioksidan tinggi dan antimikrobia (Das et

al, 2012). Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan asam askorbat,

flavonoid, phenolic, dan karotenoid (Anwar et al, 2007; Moyo et al, 2012).

Sumber lain mengatakan bahwa hasil fitokimia daun kelor kaya akan

tannin, steroid, terpenoid, flavonoid, saponin, polifenol, antarquinon, dan

alkaloid di mana semuanya merupakan antioksidan (Kasolo et al, 2010).

Antioksidan di dalam daun kelor mempunyai aktivitas menetralkan radikal

bebas sehingga mencegah kerusakan oksidatif pada sebagian besar

biomolekul dan menghasilkan proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara

signifikan (Sreelatha dan Padma, 2012). Senyawa bioaktif utama

fenoliknya merupakan quercetin, kaempferol, dan lain – lain. Quercetin

merupakan antioksidan kuat, dengan kekuatan 4 – 5 kali lebih tinggi

dibandingkan vitamin C dan vitamin E yang dikenal sebagai antioksidan

potensial (Sutrisno, 2011). Menurut Mboto et al (2009), saponin

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

9

merupakan zat yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga

terjadi hemolisis sel bakteri. Senyawa polifenol bekerja dengan

membentuk ikatan stabil dengan protein sehingga terjadi koagulasi

protoplasma bakteri (Kumar et al, 2012). Alkaloid merusak komponen

penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel

bakteri tidak utuh dan menyebabkan kematian bakteri (Esimone, 2006).

Demikian halnya yang dilakukan oleh flavonoid yang umumnya bersifat

antioksidan dan merupakan golongan terbesar fenol yang efektif

menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Zat tersebut bekerja

dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler

yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri, mendenaturasi protein

sel bakteri dan merusak membran sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi

(Bukar et al, 2010).

2.1.4 Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Bahan Aktif Daun Kelor

Antioksidan adalah senyawa atau sistem yang menghambat

autooksidasi dengan menghinhibisi pembentukan radikal bebas atau

mengganggu penyebarannya dengan satu (atau lebih) dari beberapa

mekanisme : menurunkan spesies yang menginisiasi peroksidasi, kelator

ion logam sehingga tidak menjadi spesies reaktif atau mendekomposisi

peroksida lipid, memadamkan •O2− sehingga menghambat pembentukan

peroksida, merusak rantai reaksi autooksidatif, dan mereduksi konsentrasi

O2 (Wanatabe et al, 2010). Senyawa antioksidan berupa flavonoids, asam

fenolik, karotenoid, dan tochoferol mampu menginhibisi Fe3+/AA

terinduksi oksidasi, menurunkan radikal bebas, dan berperan sebagai

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

10

reduktor (Ozsoy et al, 2009). Potensi penurun radikal bebas dari senyawa

polifenol alami tampak pada pola (jumlah dan lokasi) dari grup bebas −OH

pada kerangka flavonoid (Lupea et al, 2008). Pola substitusi cincin-B

merupakan penurun radikal bebas yang utama dan terpenting dari

kemampuan flavonol dalam menjalankan fungsi tersebut. Studi mengenai

kemampuan 4 substituen flavonol pada perbedaan titik-B (galangin,

kaempferol, quercetin, dan myricetin) untuk memadamkan fluoresens

intrinsik dari serum albumin sapi, menunjukkan hasil myricetin > quercetin

> kaempferol > galangin (Xiao et al, 2008). Flavonoid juga bisa

mengurangi penambahan logam transisi dari reaksi oksidasi dengan

mendonorkan H+ terhadap spesies oksidatif reaktif yang menyebabkan sifat

proksidatifnya sangat berkurang (Brewer, 2011).

Senyawa fenolik dan polifenol merupakan salah satu grup metabolit

sekunder yang paling luas dalam menunjukkan aktivitas antimikroba.

Subkelas dalam grup senyawa ini yang terpenting adalah fenol, asam

fenolik, quinone, flavonoids, flavonol, tannin, dan alkaloid. Fenol

merupakan kelas senywa kimia yang mengandung gugus fungsi hidroksil

(-OH) yang berikatan dengan grup fenolik aromatik. Letak dan jumlah dari

gugus hidroksil yang menjadi agen toksisitas relatif terhadap

mikroorganisme, dengan bukti berupa meningkatkan reaksi hiroksilasi

(Stefanovic et al, 2010). Flavonoid juga merupakan zat fenolik

terhidroksilasi dengan termasuk unit C6-C3 yang berhubungan dengan

cincin aromatic. Aktivitasnya berupa kemampuannya untuk membentuk

kompleks dengan ekstraseluler, melarutkan protein, dan membentuk

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

11

kompleks dengan dinding sel bakteris. Flavonoid lipofilik juga merusak

membran sel bakteri. Tanin, suatu grup dari fenolik plimerik, juga

ditemukan pada setiap bagian tanaman : batang, daun, buah, dan akar.

Aktivitas antimikrobanya berhubungan dengan kemampuannya untuk

menginaktifasi adesi mikroba, enzim, transport protein membran sel.

Alkaloid, salah satu senyawa bioaktif yang ditemukan sejak dahulu dari

tanaman, merupakan senyawa nitrogen heterosiklik. Zat ini berasal dari

asam amino, dan atom nitrogen menjadikannya memiliki sifat alkali.

Mekanisme antimikrobanya berupa kemampuannya untuk masuk dan

merusak fungsi DNA, menginhibisi enzim (esterase, DNA-, RNA-

polymerase), menginhibisi respirasi sel, dan melarutkan protein membran

sel sehingga mikroba menjadi lisis dan mati (Kovacevic, 2010).

2.1.5 Bunga Kelor dan Kandungannya

Bunga muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang,

kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas. Bunganya

berwarna putih kekuning-kuningan terkumpul dalam pucuk lembaga di

bagian ketiak dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Malai terkulai

10 – 15 cm, memiliki 5 kelopak yang mengelilingi 5 benang sari dan 5

staminodia. Bunga Kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau

semerbak. Bunga kelor memiliki nilai khasiat obat yang cukup tinggi

sebagai stimulan, afrodisiak, aborsi, cholagogue, digunakan untuk

menyembuhkan radang, penyakit otot, histeria, tumor, dan pembesaran

limpa, menurunkan kolesterol, fosfolipid serum, trigliserida, VLDL,

kolesterol LDL rasio fosfolipid dan indeks aterogenik; menurunkan profil

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

12

lipid hati, jantung dan aorta pada kelinci hiperkolesterol dan meningkatkan

ekskresi kolesterol dalam feses. Bunga mengandung sembilan asam amino,

sukrosa, D-glukosa, alkaloid, lilin, quercetin dan kaempferat; juga kaya

akan kalium dan kalsium. Bunga Kelor juga telah dilaporkan mengandung

beberapa flavonoid pigmen seperti alkaloid, kaempherol, rhamnetin,

isoquercitrin dan kaempferitrin (Siddhuraju dan Becker, 2003).

Ekstrak bunga Kelor banyak digunakan kaum perempuan di

Filipina sebagai tonik herbal untuk meningkatkan kesuburan. Cukup

dengan merebus sekitar lima sampai sepuluh bunga Kelor dan

mencampurnya dengan secangkir susu sapi segar. Bila suka, 1 sendok

madu bisa dicampurkan kedalamnya. Tonik Herbal Bunga Kelor ini dapat

menyembuhkan ketidaksuburan baik pria maupun perempuan (Krisnadi,

2015).

Bunga Kelor kaya akan kalium dan kalsium. Kebanyakan orang

tidak memiliki cukup asupan kalsium dalam makanannya yang

mengakibatkan insufisiensi kalsium. Sedangkan, kalium membantu

menetralisir keseimbangan cairan dan elektrolit dalam sel. Hal Ini

membantu mencegah tekanan darah tinggi, mempromosikan kontraksi

teratur, mengatur transfer nutrisi ke sel-sel yang berbeda dalam tubuh dan

menjaga keseimbangan air dalam jaringan tubuh dan sel. Semua itu sangat

berpengaruh terhadap tingkat kesuburan. Kelor mengandung kalium 15

kali lebih banyak dibanding pisang dan kalsium 17 kali lebih banyak

dibanding dibanding susu. Kelor mengandung hampir semua zat gizi

penting yang membantu meningkatkan kesuburan pria maupun wanita

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

13

(Krisnadi, 2015). Pada sumber lain disajikan kandungan bunga kelor dalam

tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Bunga Kelor

Komponen Nilai (/100g)

Kadar air (%) 93,02

Protein (%) 24,5

Lemak (%) 6,01

Serat (%) 5,07

Karbohidrat (%) 58,08

Mineral (%) 6,21

Sumber : Melo et al, 2013.

2.1.6 Buah dan Biji Kelor Beserta Kandungannya

. Buah kelor berbentuk panjang dan segitiga dengan panjang sekitar

20-60 cm, berwana hijau ketika masih muda dan berubah menjadi coklat

ketika tua (Tilong, 2012). Biji kelor berbentuk bulat, ketika muda berwarna

hijau terang dan berubah berwarna cokelat kehitaman ketika polong

matang dan kering dengan rata-rata berat biji berkisar 18 – 36 gram/100

biji. Buah kelor akan menghasilkan biji yang dapat dibuat tepung atau

minyak sebagai bahan baku pembuatan obat dan kosmetik bernilai tinggi.

Selain itu biji kelor dapat berfungsi sebagai koagulans dan penjernihan air

permukaan (air kolam, air sungai, air danau sampai ke air sungai).

Penelitian tentang ini sudah diawali sejak tahun 1980-an oleh Jurusan

Teknik Lingkungan ITB. Kemampuan memperbaiki kualitas air

disebabkan oleh kandungan protein yang cukup tinggi pada biji sehingga

mampu berperan sebagai koagulan terhadap partikel – partikel penyebab

kekeruhan air. Konsentrasi protein dari biji kelor (biji dalam kotiledon)

sebesar 147.280 ppm/gram (Khasanah dan Uswatun, 2008). Kandungan

kimia buah dan biji kelor disajikan pada Tabel 2.4.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

14

Tabel 2.4 Kandungan Nutrisi Buah dan Biji Kelor per 100 g Bahan

Komponen Buah Biji

Kadar Air (%) 90,86 3,11

Protein (g) 12,36 32,19

Lemak (g) 0,98 32,40

Serat (g) 22,57 15,87

Mineral (g) 13,40 5,58

Kalori (kcal/100g) 50,73 15,96

Sumber : Melo et al, 2013.

Selain bagian daun, biji kelor dapat dimanfaatkan sebagai sayuran.

Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan, biji kelor juga dapat diekstrak

sebagai minyak nabati. Minyak dari biji kelor terdiri dari 82% asam lemak

tak jenuh, 70% asam oleat. Profil asam lemak ini sama dengan seperti

minyak zaitun kecuali untuk asam linoleate. Saat ini belum banyak

dimanfaatkan minyak hasil ekstraksi dari biji kelor baik dalam industri

pengolahan dan belum banyak diperjual belikan di kalangan industri

ekstraksi minyak nabati. Akan tetapi sangat berpotensi tidak hanya dalam

bahan pangan, tetapi juga untuk kosmetik kebutuhan industri lainnya

(Aminah, Ramdhan, dan Yanis, 2015).

2.2 Pseudomonas aeruginosa

2.2.1 Taksonomi

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Pseudomonadales

Subordo : Pseudomonadinae

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Species : Pseudomonas aeruginosa

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

15

(Tolan, 2008)

Gambar 2.2 Pseudomonas aeruginosa

2.2.2 Kultur dan Karakteristik Pertumbuhan

P. aeruginosa adalah bakteri obligat aerob yang tumbuh baik pada

berbagai media, kadang – kadang juga menghasilkan bau yang mirip anggur

manis atau jagung tauco. Beberapa strain dapat menghemolisis darah. P.

aeruginosa membentuk koloni bulat yang halus dengan warna hijau

fluoresens. Kelompok ini sering memproduksi pigmen pyosianin yang

berwarna biru nonfluoresens, yang menyebar dalam agar. Pseudomonas lain

tidak memproduksi pyosianin. Berbagai strain dari P. aeruginosa juga

menghasilkan pigmen pyoverdin fluoresens, yang memberi warna kehijauan

pada agar. Beberapa strain menghasilkan pigmen merah gelap pyorubin atau

pigmen gelap pyomelanin (Brooks et al, 2014).

P. aeruginosa tumbuh baik pada suhu 37 – 42°C, kemampuannya

utnuk tumbuh pada suhu 42°C membantu kita untuk membedakannya

dengan kelompok Pseudomonas fluoresens lain. Bakteri ini bersifat

oxidase-positive, tidak memfermentasi karbohidrat, namun beberapa strain

mengoksidasi glukosa. Identifikasi biasanya didasarkan atas morfologi

koloni, kepositivan oksidase, munculnya warna pigmen, dan pertumbuhan

pada suhu 42°C. Perbedaan P. aeruginosa dari pseudomonas lain

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

16

didasarkan dari aktivitas biokimia yang memerlukan tes dengan substrat

yang cukup banyak (Brooks et al, 2014).

2.2.3 Patogenesis

P. aeruginosa bersifat opportunistik, invasif dan toksigenik.

Beberapa kasus kejadian penyakit yang disebabkan oleh bakteri P.

aeruginosa antara lain adalah infeksi saluran kemih, infeksi saluran

pernapasan, peradangan pada kulit, infeksi saluran pencernaan dan beberapa

kasus kejadian luka bakar (Hauser dan Sriram, 2005). Ketika menginfeksi

luka atau luka bakar pada kulit, bakteri ini menjulurkan pilinya untuk

melekat pada sel epitel inang. Setelah itu bakteri ini mengeluarkan protein

leukosidin yang dapat menghancurkan leukosit dari beberapa spesies,

termasuk manusia. Hal inilah yang memperlambat proses penyembuhan

luka ketika terjadi inflamasi (Brooks et al, 2014).

2.2.4 Epidemiologi Infeksi Nosokomial Akibat P. aeruginosa

P. aeruginosa terutama merupakan patogen nosocomial, dan metode

pengendalian infeksi bakteri ini serupa dengan metode pengendalian infeksi

nosocomial lainnya. Karena Pseudomonas tumbuh subur di lingkungan

lembab, perhatian khusus harus ditujukan pada bak cuci, bak air, pancuran

air, bak mandi air panas (hot tub), dan tempat – tempat basah lainnya. Untuk

tujuan epidemiologis, tipe galur dapat ditentukan dengan menggunakan

teknik molekuler (Brooks et al, 2014).

Novelni (2011) telah melakukan penelitian identifikasi dan uji

resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial pasien rawat inap yang

dipasang kateter foley pada bangsal SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP Dr. M.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

17

Djamil Padang. Hasil yang diperoleh dari sampel urin pasien terdapat 5

bakteri utama penyebab infeksi nosokomial, yaitu Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermidis, Eschericia coli, Klebsiella pneumonia, dan

Pseudomonas aeruginosa. Kemudian pada tahun 2016, penelitian di RSUP

Dr. M. Djamil Padang ini diulang dengan mengambil beberapa isolate

seluruh pasien rawat, bukan hanya pada bangsal SMF Ilmu Penyakit Saraf

saja. Penelitian tersebut juga melihat resistensi beberapa golongan antibiotik

untuk melihat apakah P. aeruginosa yang menginfeksi sudah berkembang

menjadi MDRPA (Multi Drug Resistance Pseudomonas aeruginosa).

Hasilnya didapatkan resistensi antibiotic golongan sefalosposrin,

fluoroquinolone, aminoglikosida dan karbapenem berkisar 34,17% (27

isolat) dengan persentase terbesar didapatkan dari pus yakni 52,63% (10 dari

19 isolat), urin 42,86% (3 dari 7 isolat), darah 33,33% (1 dari 3 isolat), swab

29,41% (5 dari 7 isolat), dan sputum 25,81% (8 dari 31 isolat) (Rustini,

Istiqamah, dan Armin, 2016).

Beberapa rumah sakit lain juga melakukan penelitian deskriptif

mengenai bakteri penyebab infeksi nosokomial. Pada agustus – oktober

2014 di Rumah Sakit Daerah Kota Jambi dilakukan penelitian deskriptif

infeksi nosokomial pada pasien pasca operasi. Hasil penelitian

menunjukkan 9 jenis bakteri yang terdapat pada sampel pus luka pasca

operasi pada 17 pasien. Bakteri – bakteri itu adalah Klebsiella pneumonia

(23,52%), Citrobacter freundii (17,64%), Pseudomonas aeruginosa

(11,76%), Proteus mirabilis (11,76%), Prividencia stuartii (11,76%),

Enterobacter gergoviae (5,88%), Enterobacter aerogenus (5,88%),

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

18

Staphylococcus sp. (5,88%), dan Streptococcus sp. (5,88%) (Sagita, Azizah,

dan Sari, 2015). Penelitian lain dilakukan di RSUP Dr. R. D. Kandou

Manado untuk melihat infeksi nosokomial pada ruang perawatan intensif

anak. Hasil yang didapatkan terdapat 2 bakteri utama penyebab infeksi

nosokomial, yaitu Staphylococcus sp. dan Pseudomonas sp. Pada bakteri

Pseudomonas sp. didapatkan 25% dari hasil identifikasi peralatan medis dan

3,33% dari hasil identifikasi dalam ruangan perawatan intensif anak

(Baharutan, Rares, dan Soeliongan, 2015). Di Surakarta juga dilakukan

penelitian mengenai angka dan pola kuman pada dinding, lantai, dan udara

ruang ICU (Intensive Care Unit) RSUD Dr. Moerwadi. Hasil yang

didapatkan berupa pertumbuhan kuman dinding sebesar 4,33%, lantai

15,18% dan udara 80,48%. Pola kuman yang ditemukan pada dinding dan

lantai adalah Acinetobacter baumanii, Staphylococcus sp. dan Bacillus sp.

Sedangkan pola kuman yang ditemukan pada sampel udara adalah

Morexella lacunata, Staphylococcus sp., Bacillus sp., Klebsiella

pneumonia, Pseudomonas aeruginosa dan Escherisia coli (Oktarini, 2013).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kuman P. aeruginosa

hingga saat ini masih termasuk dalam bakteri patogen penyebab infeksi

nosokomial yang penting karena hampir semua infeksi nosokomial

disebabkan oleh kuman ini.

2.2.5 Pengobatan P. aeruginosa

Kemampuan bakteri P. aeruginosa bertahan terhadap beberapa jenis

antibiotik melahirkan sebutannya sebagai MDRPA (Multi Drug Resistance

Pseudomonas aeruginosa). Hanya sedikit antibiotik yang efektif mengatasi

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

19

infeksi P. aeruginosa, diantaranya adalah fluoroquinolones, gentamicin,

sefalosporin, dan imipenem. Oleh karena itu, bakteri ini sampai sekarang

masih dianggap sebagai patogen yang sangat berbahaya dan mematikan

(Tolan, 2008).

2.2.6 Efek Samping Obat – Obat P. aeruginosa

Sefalosporin yang mengandung gugus metiltiotetrazol (misalnya

sefamandol, sefmetazol, sefotetan, sefoperazon) sering menyebabkan

hipoprotrombinemia dan kelainan perdarahan. Sedangkan pada imipenem,

efek samping yang sering muncul adalah mual, muntah, diare, ruam kulit,

dan reaksi pada tempat infus. Kadar imipenem yang berlebihan pada pasien

gagal ginjal dapat menimbulkan kejang (Chambers, 2010).

Obat – obat golongan aminoglikosida (misalnya gentamisin,

neomisin, amikasin, tobramisin) memiliki sifat nefrotoksik dan ototoksik.

Oleh karenanya sering dijumpai pasien yang menjadi tuli akibat sifat

ototoksiknya atau meninggal akibat sifat nefrotoksiknya. Beberapa obat

juga memiliki sifat vestibulotoksik yang bisa mengganggu keseimbangan

dari pasien. Pada dosis yang sangat tinggi, aminoglikosida data bersifat

mirip kurare dengan blockade neuromuscular yang menimbulkan paralisis

pernapasan (Chambers, 2010).

Obat – obatan golongan fluoroquinolon lebih ditoleransi dengan

baik. Efek yang paling sering muncul adalah mual, muntah, dan diare. Akan

tetapi, obat – obatan ini dikontraindikasikan pada anak di bawah 18 tahun

karena dapat melukai kartilago yang sedang tumbuh serta menyebabkan

artropati (Chambers, 2010).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

20

2.3 Vehikulum Topikal Pada Farmakologi Dermatologi Serta Penggunaannya

2.3.1 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan (Kemenkes RI, 2014).

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku

obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara

destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit

mungkin terkena panas. Namun, teknik lain yang juga sering digunakan

adalah metode maserasi (Kemenkes RI, 2014). Ekstraksi dapat

menggunakan etanol 95% sehingga bahan – bahan aktif yang bersifat polar

maupun nonpolar dapat larut (Kurniawati, Murwani, dan Winarso, 2012).

2.3.2 Gel

Gel, kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semipadat

terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau

molekul organic yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel

terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai

sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua

fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel

kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit).

Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat

jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan (Kemenkes RI, 2014).

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

21

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organic yang tersebar

serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya

ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal

dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya Karbomer) atau dari

gom alam (misalnya Tragakan). Sediaan tragakan disebut juga musilago.

Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat

digunakan sebagai fase pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat

dikombinasi dengan resin polietilena untuk membentuk dasar salep

berminyak (Kemenkes RI, 2014).

Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau

dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Kemenkes RI, 2014).

2.3.3 Krim (Cremores)

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau

lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat

yang mempunyai konsistensi relative cair diformulasi sebagai emulsi air

dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batas tersebut lebih

diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau

dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang

dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk

penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk

pemberian obat melalui vaginal yang biasa disebut sebagai Krim Vaginal

(Kemenkes RI, 2014).

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

22

2.3.4 Salep (Ointments)

Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian

topikal pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai

pembawa dibagi dalam 4 kelompok : dasar salep senyawa hidrokarbon,

dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut

dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak

antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen

berair dapat dicampurkan ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk

memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai

pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai

emolien, dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah

dalam waktu lama (Kemenkes RI, 2014).

Dasar salep serap dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok

pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air

membentuk emulsi air dalam minyak (Parafin hidrofilik dan Lanolin

anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang

dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanoli). Dasar

salep serap juga bermanfaat sebagai emolien (Kemenkes RI, 2014).

Dasar salep yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak

dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “Krim”. Dasar

ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci

dari kulit atau dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar

kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

23

dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari

dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap

cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik (Kemenkes RI, 2014).

Dasar salep larut dalam air disebut juga “dasar salep tak berlemak”

dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan

banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan

tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin

anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel” (Kemenkes

RI, 2014).

Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti

khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan

hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu

menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas

yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil

dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air,

meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang

mengandung air (Kemenkes RI, 2014).

2.3.5 Tingtur

Tingtur adalah larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat

dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia. Jumlah obat dalam tingtur yang

berbeda tidak selalu seragam tetapi bervariasi, sesuai dengan masing –

masing standar yang telah ditetapkan. Secara tradisional tingtur tumbuhan

berkhasiat obat menunjukkan aktivitas dari 10 g obat dalam tiap 100 ml

tingtur, potensi ditetapkan setelah dilakukan penetapam kadar. Sebagian

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

24

besar tingtur tumbuhan lain mengandung 20 g bahan tumbuhan dalam 100

ml tingtur (Anief, 2010).

Tingtur harus disimpan dalam wadah tertututp rapat, tidak tembus

cahaya, jauhkan dari cahaya matahari langsung dan panas yang berlebihan

(Kemenkes RI, 2014).

2.3.6 Penggunaan Masing – Masing Vehikulum

Kemampuan masing – masing vehikulum untuk menghambat

penguapan dari permukaan kulit berbeda – beda. Kekuatan paling rendah

dimiliki oleh tingtur dan paling kuat adalah salep. Umumnya inflamasi akut

yang disertai keluarnya cairan, vesikulasi, dan pembentukan krusta paling

tepat diobati dengan sediaan pengering seperti tingtur. Inflamasi kronik

yang disertai xerosis, pembentukan skuama, dan likenifikasi paling tepat

diobati dengan sediaan yang bersifat membasahi, seperti krim dan salep.

Tingtur dan gel baik untuk digunakan pada kulit kepala dan area berambut.

Krim pembersih teremulsifikasi dapat digunakan untuk area intertriginosa

tanpa menimbulkan maserasi (Robertson dan Maibach, 2010). Pada

praktiknya, banyak apoteker di apotek yang kesulitan membuat dua sediaan

ini karena harus mencari emulgator yang sesuai serta dalam takaran yang

tepat dan proses pembuatannya lebih sulit dibandingkan gel (Yanhendri

dan Yenni, 2012).

2.4 Penggunaan Bioplacenton Gel

Bioplacenton Gel adalah merek dagang sebuah obat yang mengandung

neomisin sulfat 0,5% dan ekstrak plasenta 10%. Obat ini merupakan obat

topikal berbentuk gel yang dikemas dalam tube. Ekstrak plasenta pada bahan

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

25

ini menstimulasi terjadinya regenerasi sel, sedangkan neomisin sulfat dapat

berperan sebagai antimikroba bakteriosid. Indikasi digunakannya adalah luka

bakar, ulkus kronis, luka yang lama sembuh dan terdapat granulasi, ulkus

decubitus, eksim pyoderma, impetigo, furunkulosis, dan infeksi kulit lainnya

(Dewi, 2010).

2.5 Anatomi dan Fisiologi Kulit

2.5.1 Anatomi Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar

tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit

beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg

dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai

0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit

tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian

medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,

telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal

dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan

lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal

dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan

jaringan ikat. (Eroschenko, 2008)

2.5.1.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri

dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,

Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai

tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

26

epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi

setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (Perdanakusuma,

2007):

1. Stratum Korneum : Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan

berganti.

2. Stratum Lusidum : Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit

tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3. Stratum Granulosum : Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang

intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang

dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan

histidin. Terdapat sel Langerhans.

4. Stratum Spinosum : Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan

tonofibril, dianggap filamen – filamen tersebut memegang peranan

penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek

abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan

mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum

basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel

Langerhans.

5. Stratum Basale : Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung

jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis

diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung

letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung

melanosit.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

27

2.5.1.2 Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering

dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong

epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya

bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis

memiliki 2 lapisan, yaitu (Eroschenko, 2008) :

1. Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang.

2. Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang

dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan

menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari

fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam

jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi

kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.

(Perdanakusuma, 2007)

Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga

mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar

sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya

derivat epidermis di dalam dermis. (Eroschenko, 2008)

2.5.1.3 Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri

dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan

kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya

berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

28

Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

(Eroschenko, 2008)

2.5.2 Fisiologi Kulit

Fisiologi kulit tergantung dari masing – masing lapisan pembentuk

kulit. Epidermis berfungsi sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis

vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi

(melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Dermis berfungsi

sebagai struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan

shearing forces dan respon inflamasi. Sedangkan subkutis berfungsi

melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk

tubuh dan mechanical shock absorber. (Perdanakusuma, 2007)

(Eroschenko, 2008)

Gambar 2.3 Anatomi dan Histologi Kulit

2.6 Konsep Tahapan Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk

memperbaiki kerusakan yang terjadi. Secara umum terdapat 3 tahapan atau

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

29

fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan

fase remodeling (Perdanakusuma, 2007) :

2.6.1 Fase Inflamasi

Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera

setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi

dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang

bersama jala fibrin membekukan darah. Komponen hemostasis ini akan

melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi EGF (Epidermal

Growth Factor), IGF (Insulin-like Growth Factor), PDGF (Platelet-

derived Growth Factor) dan TGF-β (Transforming Growth Factor beta)

yang berperan untuk terjadinya kemotaksis neutrofil, makrofag, mast sel,

sel endotelial dan fibroblas. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan

akumulasi leukosit PMN (Polymorphonuclear). Agregat trombosit akan

mengeluarkan mediator inflamasi TGF-β1 (Transforming Growth Factor

beta 1) yang juga dikeluarkan oleh makrofag. Adanya TGF-β1 akan

mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen (Perdanakusuma, 2007).

Selama proses inflamasi, banyak dihasilkan radikal bebas akibat reaksi

tersebut. Oleh karenanya peran sistem imun dalam mengendalikan jumlah

radikal bebas sangat penting. Gangguan sistem imun akan memperlama

fase ini sehingga luka menjadi sulit sembuh (Kumar, Abbas, dan Aster,

2013).

2.6.2 Fase Proliferasi

Fase ini disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah

proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

30

sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Broughton et al. (2006)

menyebutkan fase proliferasi dimulai segera setelah fase inflamasi yang

berlangsung 4 - 6 hari. Fase ini akan dimulai pada hari ke 3 bersamaan

dengan memudarnya fase inflamasi dan terus sampai pada hari ke 14,

didominasi dengan pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi (Reddy

et al, 2012). Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum

berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glysine, dan

proline yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan

mempertautkan tepi luka (Hasibuan, Soedjana, dan Bisono, 2007).

Pada fase ini, serat kolagen dibentuk dan dihancurkan kembali

untuk menyesuaikan dengan tegangan pada luka yang cenderung

mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,

menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini, kekuatan

regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses

remodeling, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul

dan antarmolekul menguat (Hasibuan, Soedjana, dan Bisono, 2007).

Pada fase proliferasi ini, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblast,

dan kolagen, serta pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis),

membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol

hakus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel

basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.

Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.

Proses migrasi hanya terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses

ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

31

permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses proliferasi

dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah

proses pematangan dalam fase remodeling (Hasibuan, Soedjana, dan

Bisono, 2007).

2.6.3 Fase Remodelling

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas

penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan yang sesuai

dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan ulang jaringan yang baru.

Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berakhir kalau

semua tanda radang sudah lenyap (Perdanakusuma, 2007). Tubuh berusaha

menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses

penyembuhan. Edema dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang,

kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap

dan sisanya mengerut sesuai dengan besarnya regangan. Selama proses ini

berlangsung, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, lentur, serta

mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka.

Pada fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira

80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3 – 6 bulan

setelah penyembuhan. Perupaan luka tulang (patah tulang) memerlukan

waktu 1 tahun atau lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara

histologis (Hasibuan, Soedjana, dan Bisono, 2007).

Apabila dirangkum, maka ketiga proses di atas dapat dirangkum dalam

gambar 3 di bawah ini.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

32

(Kumar, Abbas, dan Aster, 2013)

Gambar 2.4 Faal Penyembuhan Luka

Kemudian, berikut merupakan bentuk gambar grafik penyembuhan luka

berdasarkan hari, seperti pada gambar 4 di bawah ini.

(Kumar, Abbas, dan Aster, 2013)

Gambar 2.5 Grafik Faal Penyembuhan Luka

Namun demikian, penyembuhan luka dapat dihambat oleh berbagai

penyebab. Penyebab tersebut dapat berupa faktor yang berasal dari dalam tubuh

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41283/3/jiptummpp-gdl-farizkyjat-47035-3-bab2.pdf · Gambar 2.1 Daun Kelor Kelor (Moringa oleifera) ... tanaman, merupakan

33

(endogen) maupun di luar tubuh (eksogen). Faktor endogen terutama

dipengaruhi oleh koagulopati dan gangguan sistem imun. Semua gangguan

pembekuan darah akan menghambat penyembuhan luka karena hemostasis

merupakan titik tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan

menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan, dan

kontaminasi. Bila sistem daya tahan tubuh selular maupun humoral terganggu,

pembersihan kontaminan dan jaringan mati serta penahanan infeksi tidak

berjalan baik (Hasibuan, Soedjana, dan Bisono, 2007).

Penyebab eksogen meliputi radiasi sinar ionisasi yang akan

mengganggu proses mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.

Pemberian sitostatika (obat penekan reaksi imun) misalnya setelah transplantasi

organ, dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi penyembuhan luka.

Pengaruh setempat, seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan mati

seperti sequester dan nekrosis, sangat menghambat penyembuhan luka

(Hasibuan, Soedjana, dan Bisono, 2007).