bab 2 tinjauan pustaka 2.1.gagal jantung kronis 2.1.1...
TRANSCRIPT
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Gagal Jantung Kronis
2.1.1. Definisi dan Epidemiologi
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian secara
global. Pada tahun 2008, diperkirakan 17,3 juta penduduk dunia meninggal akibat
penyakit kardiovaskular. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular
terjadi di negara pendapatan rendah dan menengah (WHO,2013). Menurut Centre
for Disease Control (CDC) sekitar 5,7 juta penduduk di Amerika Serikat memiliki
penyakit gagal jantung. Penyakit gagal jantung merupakan penyebab utama dari
55.000 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat (CDC, 2012).
Di Indonesia, penyakit Sistem Sirkulasi Darah (SSD) menurut
International Classification of Disease (ICD-10) yaitu penyakit jantung dan
pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai penyebab utama
kematian umum pada tahun 2000 dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 2001sebesar 26,3% kematian (Delima et al, 2009).
Definisi gagal jantung menurut Buku Ajar Penyakit Dalam adalah suatu
kondisi patofisiologi, di mana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang
sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk
menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena
tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel ( Ghanie, 2009).
Universitas Sumatera Utara
5
2.1.2. Etiologi
Seperti terlihat pada Tabel 2.1, kondisi apapun yang mengarah ke sebuah
perubahan dalam struktur atau fungsi ventrikel kiri dapat mempengaruhi pasien
untuk mengembangkan gagal jantung. Meskipun etiologi pada pasien gagal
jantung dengan ejeksi fraksi sehat berbeda dari orang-orang dengan ejeksi fraksi
yang menurun, ada tumpang tindih antara etiologi dari dua kondisi ini.
Di negara-negara industri, penyakit jantung koroner telah menjadi
penyebab dominan pada pria dan wanita dan berperan untuk 60-75% kasus gagal
jantung. Hipertensi memberikan kontribusi terhadap perkembangan gagal
jantung pada 75% pasien, termasuk kebanyakan pasien dengan penyakit jantung
koroner , penyakit jantung koroner dan hipertensi berinteraksi untuk
meningkatkan risiko gagal jantung, seperti halnya diabetes mellitus.
Tabel 2.1. Etiologi gagal jantung.
Etiologi Deskripsi
Penyakit jantung koroner Banyak manifestasi.
Hipertensi Sering berhubungan dengan hipertropi ventrikel
kiri dan gangguan fraksi ejeksi.
Kardiomiopati Bersifat genetik atau non genetic (temasuk
miokardistis)/
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive
(RCM), arrhythmogenic right ventricular
(ARVC).
Obat-obatan Beta-Bloker, kalsium antagonis, antiaritmia,
agen sitotoksik.
Racun Alkohol ,penghobatan, kokain, merkuri, kobalt,
arsen.
Endokrin Diabetes mellitus, hipo/hipertiroid, Cushing
syndrome, kekurangan adrenal , kelebihan
hormon pertumbuhan,
Phaeochromocytoma.
Nutrisi Kekurangan tiamin, selenium, karnitin. Obesitas,
cachexia.
Infiltrat Sarkoidosis, amiloidosis, haemokromatosis,
penyakit jaringan ikat.
Lainnya Chagas’ disease, infeksi HIV , kardiomiopati
peripartum , stadium akhir gagal ginjal.
(Dickstein, 2008).
Universitas Sumatera Utara
6
2.1.3. Patofisiologi
Penyakit jantung iskemik dan hipertensi merupakan dua penyebab yang
paling penting dari gagal jantung di dunia Barat. Penyebab umum lainnya adalah
diabetes mellitus, penyakit jantung katup (stenosis aorta dan khususnya
regurgitasi mitral) dan kardiomiopati. Infeksi dan gangguan gizi masih menjadi
penyebab paling sering di negara berkembang. Usia lanjut dan jenis kelamin laki-
laki juga menjadi faktor risiko.
Mekanisme yang mendasari disfungsi ventrikel adalah kematian atau
disfungsi miosit jantung dan volume yang overload. Akibat kontraktilitas
miokard menurun, stroke volume menurun dan end diastole volume dan tekanan
meningkat. Hal ini, menurut hukum Frank-Starling, akan mengembalikan
kontraktilitas miokard dan output jantung. Jika berkelanjutan dalam jangka
panjang, volume ini akan meningkat mengarah ke sesuatu yang disebut
remodeling jantung. Hal ini melibatkan hipertrofi miokard, pembesaran bilik,
peningkatan stres dinding ventrikel, dan peningkatan kebutuhan oksigen.
peningkatan kekakuan ventrikel juga terjadi karena peningkatan deposisi kolagen
dalam hati, yang merusak proses pengisian dan memperburuk keadaan.
Penurunan curah jantung menyebabkan aktivasi system simpatis dan
menstimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS). Pada awalnya hal ini
akan mengembalikan output jantung. Namun, senyawa yang dihasilkan dari
cedera di jantung menyebabkan peningkatan yang menyebabkan pengeluaran
energi jantung menjadi tidak efisien dan perfusi miokard berkurang, khususnya di
region subendocardial. Kombinasi remodeling jantung dan yang siklus
neurohumoral yang buruk membuat miokardium rentan terhadap iskemia dan
sirkulasi yang bergantung pada tonus simpatis(Kotze, 2008).
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.4. Diagnosa
2.1.4.1.Gejala Klinis
Gejala utama dari gagal jantung adalah kelelahan dan sesak napas.
Meskipun kelelahan secara tradisional dianggap berasal dari output jantung yang
rendah pada gagal jantung, diperkirakan bahwa ada kemungkinan kelainan
tulang-otot dan komorbiditas non-kardiak lainnya (misalnya, anemia) juga
berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap awal gagal jantung, dyspnea diamati
hanya saat beraktivitas, namun, sebagai penyakit berlangsung, dyspnea terjadi
dengan aktivitas kurang berat, dan akhirnya dapat terjadi bahkan pada saat
istirahat. Asal dyspnea pada gagal jantung dapa bersifat multifaktorial.
Mekanisme paling penting adalah kongesti paru dengan akumulasi cairan
interstitial atau intra-alveolar. Faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap
dyspnea saat aktivitas termasuk penurunan kepatuhan paru, peningkatan resistensi
saluran napas, otot pernapasan dan / atau kelelahan diafragma, dan anemia.
Ortopnea, yang didefinisikan sebagai dispnea yang terjadi pada posisi
berbaring. Gejala ini hasil dari redistribusi cairan dari sirkulasi splannikus dan
ekstremitas bawah ke sirkulasi pusat selama berbaring, dengan peningkatan
resultan tekanan kapiler paru. Batuk malam hari adalah manifestasi sering proses
ini dan gejala yang sering diabaikan gagal jantung. Ortopnea umumnya lega
dengan duduk tegak atau tidur dengan bantal tambahan. Meskipun ortopnea
adalah gejala yang relatif spesifik gagal jantung, gejala ini juga bisa terjadi pada
pasien dengan obesitas abdominal atau asites dan pada pasien dengan penyakit
paru.
Dispnea paroksismal nokturnal, istilah ini mengacu pada episode akut
sesak nafas yang hebat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan
membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien beristirahat.
Gejala ini mungkin disertai dengan batuk atau mengi, kemungkinan karena
peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran napas,
bersama dengan edema paru interstitial yang menyebabkan peningkatan
resistensi saluran napas. Sedangkan ortopnea dapat dihilangkan dengan duduk
tegak di sisi tempat tidur dengan kaki dalam posisi tergantung, pasien dengan
Universitas Sumatera Utara
8
gajala ini sering memiliki batuk yang bersifat menetap dan mengi bahkan setelah
mereka telah mengambil posisi tegak. Asma jantung berkaitan erat dengan
dispnea paroksismal nokturnal, ditandai dengan mengi sekunder untuk
bronkospasme, dan harus dibedakan dari asma primer sebagai penyebab paru
mengi.
Respirasi Cheyne-Stokes, juga disebut sebagai respirasi periodik atau
siklus respirasi, respirasi Cheyne-Stokes umum dalam lanjutan gagal jantung dan
biasanya berhubungan dengan output jantung yang rendah. Respirasi Cheyne-
Stokes disebabkan oleh sensitivitas berkurang dari pusat pernapasan untuk PCO2
arteri. Ada fase apnea, di mana arteri PO2 terjun dan arteri PCO2 naik.
Perubahan-perubahan dalam kandungan gas darah arteri merangsang pusat
pernapasan tertekan, sehingga hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti pada
gilirannya dengan kekambuhan apnea. Respirasi Cheyne-Stokes dapat dirasakan
oleh pasien atau keluarga pasien sebagai dyspnea parah atau sebagai penghentian
sementara pernapasan.
Pasien dengan gagal jantung juga dapat disertai dengan gejala
gastrointestinal. Anoreksia, mual, dan cepat kenyang berhubungan dengan nyeri
perut dan kepenuhan sering keluhan dan mungkin berhubungan dengan edema
dinding usus besar dan / atau hati sesak. Kemacetan pada hati dan peregangan
kapsul yang dapat menyebabkan nyeri kanan atas kuadran. Gejala serebral, seperti
kebingungan, disorientasi, dan tidur dan gangguan mood, dapat diamati pada
pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan
arteriosclerosis otak dan mengurangi perfusi serebral. Nokturia adalah umum di
gagal jantung dan dapat menyebabkan insomnia.
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.4.2.Pemeriksaan Fisik
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui
penyebab dari gagal jantung sekaligus mengetahui tingkat keparahan dari gejala-
gejalanya, menambah informasi tentang profil hemodinamis dan respon terapi dan
menetukan prognosis yang penting untuk tujuan tambahan pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik
Pada penderita gagal jantung yang ringan dan sedang-berat, penderita
terlihat dengan keadaan tidak ada gangguan pada saat istirahat, kecuali adanya
perasaan tidak nyaman pada saat berbaring untuk beberapa menit. Pada gagal
jantung berat penderita harus duduk tegak, dan mungkin tidak bisa menyelesaikan
kata-kata karena pemendekan nafas. Tekanan darah sistolik mungkin normal atau
tinggi pada awal gagal jantung, tetapi secara umum menurun pada gagal jantung
lanjutan karena adanya disfungsi ventikel kiri lanjutan. Denyut nadi berkurang
merefleksikan adanya penguranan pada strok volume. Vasokonstriksi perifer
menyebabkan akral dingin, sianosis pada bibir dan kuku.
Kemudian pada pemeriksaan vena jugularis untuk memprediksi tekanan
atrium kanan. Pada gagal jantung tahap awal tekanan vena jugularis mungkin
normal pada saat istirahat tetapi menjadi abnormal secara bertahap.
Pada penderita gagal jantung ada di temukannya krepitasi paru hasil dari
transudasi dari cairan ruang intravaskular ke alveoulus. Pada pasien edema paru,
krepitasi mungkin terdengar luas sepanjang kedua lapangan paru dan di tambah
dengan adanya mengi. Krepitasi jarang terjadi pada gagal jantung kronis bahkan
ketika tekanan pengisian ventikel kiri mengaami peningkatan, karena adanya
peningkatan drainase limfatik cairan alveolus. Efusi pleura akibat dari
peningkatan tekanan kapiler pleura dan menghasilkan transudasi cairan ke dalam
rongga pleura. Meskipun efusi pleura sering bilateral pada gagal jantung.
Pada pemeriksaan jantung, meskipun penting, seringkali tidak
memberikan informasi yang berguna tentang keparahan gagal jantung. Pada
beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) yang terdengar dan teraba di puncak.
Pasien dengan pembesaran atau hipertrofi ventrikel kanan mungkin memiliki kiri
impuls parasternal berkelanjutan dan berkepanjangan memperluas seluruh sistol.
Universitas Sumatera Utara
10
Sebuah S3 ini paling sering ada pada pasien dengan volume overload yang
memiliki takikardia dan takipnea, dan sering menandakan kompromi
hemodinamik parah. Bunyi jantung IV (S4) bukan merupakan indikator spesifik
gagal jantung tetapi biasanya hadir pada pasien dengan disfungsi diastolik. Mitral
murmur dan trikuspid regurgitasi sering hadir pada pasien dengan gagal jantung
lanjutan.
Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan gagal jantung.
ketika ada, pembesaran hati sering teraba lunak dan dapat berdenyut selama
sistole jika regurgitasi trikuspid ada. Asites, tanda akhir, terjadi sebagai akibat dari
meningkatnya tekanan di dalam vena hepatika. Jaundice, juga merupakan temuan
akhir gagal jantung, hasil dari gangguan fungsi hati hepatoseluler hipoksia, dan
berhubungan dengan ketinggian dari kedua bilirubin langsung dan tidak langsung.
Edema perifer merupakan manifestasi kardinal gagal jantung, namun
tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang telah diobati secara
memadai dengan diuretik. Edema perifer biasanya simetris dan bergantung pada
gagal jantung dan terjadi terutama di pergelangan kaki dan daerah pretibial pada
pasien rawat jalan. Pada pasien terbaring di tempat tidur, edema dapat ditemukan
di daerah sacral (edema presacral) dan skrotum(L.Mann, 2008).
Universitas Sumatera Utara
11
Tabel 2.2. Framingham Kriteria untuk Gagal Jantung Kronis.
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensi vena pada leher
Ronkhi basah
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena
jugularis
Refluks Hepatojugular
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnoe d’ effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3
dari normal
Takikardia
Mayor atau minor
Penurunan BB≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
Diagnosis gagal jantung di tegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor (Panggabean, 2009).
2.1.4.3.Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada setiap pasien yang di
duga gagal jantung . Perubahan elektrokardiografi yang umum juga terlihat pada
pasien yang diduga memiliki gagal jantung. Abnormal EKG memiliki sedikit nilai
prediktif untuk menentukan gagal jantung.
Foto toraks merupakan komponen penting dari pemeriksaan diagnostik
gagal jantung. Pemeriksaan ini memungkinkan penilaian kongesti paru dandapat
menunjukkan penyebab paru atau toraks dyspnoea. Pemeriksaan dada x-ray juga
berguna untuk mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, dan akumulasi cairan
pleura, dan biasa menunjukkan adanya penyakit paru atau infeksi yang
menyebabkan atau memberikan kontribusi untuk dyspnoea.
Universitas Sumatera Utara
12
Pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk merujuk kepada semua USG
jantung, teknik pencitraan, termasuk gelombang berdenyut dan berkesinambungan
Doppler, Doppler warna dan gambar jaringan Doppler . Konfirmasi dengan
echocardiography dari diagnosis gagal jantungdan / atau disfungsi jantung adalah
wajib dan harus dilakukan tak lama setelah dicurigai diagnosis gagal jantung.
Echocardiography tersedia secara luas, cepat, non-invasif, dan aman, dan
menyediakan luas informasi tentang anatomi jantung (volume, geometri, massa),
gerakan dinding, dan fungsi katup. Studi ini memberikan informasi penting
pada etiologi gagal jantung. Secara umum diagnosis gagal jantung harus
mencakup ekokardiogram (Dickstein, 2008).
2.1.4.4.Klasifikasi
Dokter biasanya mengklasifikasikan gagal jantung berdasarkan tingkat
keparahan gejala yang timbul. Tabel 1 dan 2 menggambarkan sistem klasifikasi
yang paling sering digunakan, the New York Heart Association (NYHA)
Functional Classification.
Tabel 2.3. The New York Heart Association (NYHA) Functional Classification.
Kelas Gejala dan Aktivitas Fisik
Kelas 1 Tidak ada gejala pada setiap tingkat tenaga dan tidak ada
pembatasan dalam aktifitas fisik biasa
Kelas 2 Gejala ringan dan keterbatasan sedikit selama kegiatan rutin.
Nyaman saat istirahat
Kelas 3 Akibat gejala terlihat keterbatasan, bahkan selama aktivitas
minimal. Nyaman saat istirahat
Kelas 4 Keterbatasan aktivitas. Gejala timbul bahkan sementara pada saat
istirahat (duduk dikursi atau menonton TV)
(Dickstein, 2008)
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.5. Komplikasi
Jantung Cachexia. Jika pasien dengan gagal jantung yang dimulai dengan
kelebihan berat badan kelebihan berat badan, kondisi mereka cenderung lebih
parah. Setelah gagal jantung berkembang, indikator penting dari kondisi
memburuk adalah terjadinya jantung cachexia.
Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah.
Hal ini dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal (yang pada
gilirannya dapat menyebabkan penumpukan cairan). Penurunan fungsi ginjal
adalah umum pada pasien dengan gagal jantung, baik sebagai komplikasi gagal
jantung dan sebagai komplikasi penyakit lainnya yang berhubungan dengan
gagal jantung (seperti diabetes). Studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan
gagal jantung, gangguan fungsi ginjal meningkatkan risiko komplikasi jantung
termasuk rawat inap dan kematian.
Aritmia (irama Irregular Hati). Atrial fibrilasi adalah irama detakan cepat
jantung di ruang atas jantung. Ini adalah penyebab utama stroke dan sangat
berbahaya pada orang dengan penyakit gagal jantung. Ventrikular takikardia dan
fibrilasi ventrikular adalah aritmia serius yang dapat terjadi pada pasien ketika
fungsi jantung terganggu secara signifikan.
Depresi.munculnya depresi menunjukkan prospek yang buruk untuk
jantung. Studi menunjukkan bahwa depresi dapat memiliki efek buruk pada
biologis sistem kekebalan tubuh dan saraf, pembekuan darah, tekanan darah,
pembuluh darah, dan irama jantung. Orang yang depresi mungkin gagal untuk
mengikuti instruksi pengobatab dan mungkin tidak merawat diri mereka sendiri.
Angina dan Serangan Jantung. Sementara penyakit arteri koroner
merupakan penyebab utama gagal jantung, pasien dengan gagal jantung beresiko
untuk angina dan serangan jantung (UMM, 2009)..
Sirosis jantung atau kongesti hepar meliputi spektrum dari perubahan
struktur hepar yang terjadi didalam keadaan gagal jantung sebelah kanan. Secara
klinis, tanda dan gejala dari gagal jantung kronis mendominasi kelainan ini. Tidak
seperti sirosis hati yang disebabkan penggunaan alcohol jangka panjang dan virus
hepatitis, effek dari sirosis jantung secara garis besar prognosisnya belum jelas.
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.6. Tatalaksana
2.1.6.1.Non-Farmakologi
Meskipun pekerjaan fisik yang berat tidak dianjurkan pada HF, latihan
rutin sederhana telah terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung dengan
NYHA kelas I-III . Untuk pasien euvolemic, olahraga isotonik rutin seperti
berjalan atau naik sepeda ergometer stasioner. Beberapa uji coba latihan telah
membawa hasil yang menggembirakan dengan gejala berkurang, kapasitas latihan
meningkat, dan peningkatan kualitas dan durasi kehidupan. Manfaat dari
penurunan berat badan dengan pembatasan asupan kalori belum jelas.
Pembatasan diet natrium (2-3 gram sehari) dianjurkan pada semua pasien
dengan gagal jantung atau penurunan ejeksi fraksi. Pembatasan lebih lanjut (<2 g
sehari) dapat dipertimbangkan dalam moderat untuk gagal jantung berat.
Restriksi cairan umumnya tidak perlu kecuali pasien mengalami hiponatremia
(<130 meq / L), yang mungkin berkembang karena aktivasi sistem renin-
angiotensin, sekresi berlebihan hormon antidiuretik, atau kehilangan garam dalam
kelebihan air dari penggunaan diuretik. Pembatasan cairan (<2 L / hari) harus
dipertimbangkan pada pasien hyponatremic atau bagi mereka yang retensi cairan
sulit dikendalikan meskipun dosis tinggi diuretik dan pembatasan natrium.
Suplementasi kalori direkomendasikan untuk pasien dengan gagal jantung
lanjutan dan penurunan berat badan yang tidak disengaja atau pengecilan otot
(cachexia jantung), namun, anabolic steroid tidak dianjurkan untuk pasien karena
potensi masalah dengan retensi volume. Penggunaan suplemen makanan harus
dihindari dalam pengelolaan gejala gagal jantung karena kurangnya manfaat
terbukti dan potensi interaksi yang signifikan (merugikan) dengan terbukti terapi
gagal jantung(Lmann,2008).
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.6.2.Farmakologi
Ada bukti kuat bahwa Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (ACE
inhibitor) sebaiknya digunakan pada pasien bergejala dan tanpa gejala. ACE
inhibitor mengganggu sistem renin-angiotensin dengan menghambat enzim yang
bertanggung jawab untuk konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Namun,
karena ACE inhibitor juga menghambat kininase II, mereka dapat menyebabkan
upregulation bradikinin, yang selanjutnya dapat meningkatkan efek
menguntungkan dari penurunan angiotensin. ACE inhibitors menstabilkan
remodeling ventrikel kiri, memperbaiki gejala, mengurangi rawat inap, dan
memperpanjang hidup.
Angiotensin Receptor Blockers ARB. Obat ini ditoleransi dengan baik
pada pasien yang tidak toleran terhadap ACE inhibitor karena batuk, ruam kulit,
dan angioedema. ARB harus digunakan pada pasien bergejala dan tanpa gejala
dengan fraksi ejeksi <40% yang ACE-toleran untuk alasan lain selain
hiperkalemia atau insufisiensi ginjal. Meskipun inhibitor ACE dan ARB
menghambat sistem renin-angiotensin, mereka melakukannya dengan mekanisme
yang berbeda. Sedangkan inhibitor ACE memblokir enzim yang bertanggung
jawab untuk mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir
efek angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe 1. Beberapa uji klinis telah
menunjukkan manfaat terapeutik untuk penambahan ARB ke ACE inhibitor pada
pasien dengan gagal jantung kronis.
Terapi beta blocker merupakan kemajuan besar dalam pengobatan pasien
dengan depresi ejeksi fraksi. Obat ini mengganggu efek berbahaya dari aktivasi
yang berkelanjutan dari sistem saraf adrenergik oleh kompetitif antagonis satu
atau lebih reseptor adrenergik . Ketika diberikan bersamaan dengan ACE
inhibitor, beta blocker membalikkan proses renovasi ventrikel kiri, memperbaiki
gejala pasien, mencegah opname, dan memperpanjang hidup. Oleh karena itu beta
blocker diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung simptomatik atau
asimptomatik dan depresi ejeksi fraksi <40%.
Universitas Sumatera Utara
16
Meski tergolong diuretik hemat kalium, obat yang memblokir efek
aldosteron (spironolactone atau eplerenone) memiliki efek menguntungkan yang
independen terhadap dampak dari agen pada keseimbangan natrium. Pemberian
antagonis aldosteron direkomendasikan untuk pasien dengan NYHA kelas IV
atau kelas III (kelas IV sebelumnya) gagal jantung yang memiliki depresi ejeksi
fraksi (<35%) dan yang menerima terapi standar, termasuk diuretik, ACE
inhibitor, dan beta blocker. Dosis aldosteron antagonis harus ditingkatkan sampai
dosis yang digunakan adalah sama dengan yang yang telah terbukti efektif dalam
uji klinis (Lmann, 2008) .
2.1.7. Pemeriksaan Hematologi
Hitung darah lengkap atau pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)
berguna untuk memberikan informasi penting tentang jenis dan jumlah sel dalam
darah, sel darah putih, dan trombosit. Pemeriksaan darah lengkap juga membantu
seorang dokter untuk memeriksa gejala, seperti kelemahan, kelelahan, atau
memar, yang mungkin anda miliki. Pemeriksaan darah lengkap juga membantu
untuk mendiagnosa suatu penyakit, seperti anemia, infeksi, dan gangguan lainnya.
Pemeriksaan darah lengkap biasanya terdiri dari:
1. Sel darah putih ( leukosit).
Sel darah putih melindungi tubuh terhadap infeksi. Jika infeksi terjadi, sel
darah putih menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, atau organisme
lain yang menyebabkan itu. Sel darah putih yang lebih besar dari sel darah
merah namun jumlahnya lebih sedikit. Ketika seseorang memiliki infeksi
bakteri, jumlah sel darah putih meningkat sangat cepat. Jumlah sel darah
putih kadang-kadang digunakan untuk menemukan infeksi atau untuk
melihat bagaimana tubuh yang berhadapan dengan pengobatan kanker.
Tabel 2.4. Kadar normal leukosit.
Kategori Kadar
Pria dan wanita yang tidak hamil 5,000-10,000 WBCs/(mm3)
Universitas Sumatera Utara
17
2. Hemoglobin
Molekul hemoglobin berada didalam sel darah merah. Hemoglobin
membawa oksigen dan memberikan sel darah warna merah. Tes
hemoglobin mengukur jumlah hemoglobin dalam darah dan merupakan
ukuran sebagai fungsi dari kemampuan darah untuk membawa oksigen ke
seluruh tubuh.
Tabel 2.5. Kadar normal hemoglobin.
Kategori Kadar
Pria 14-17.4 g/dl
Wanita 12-16 g/dL
Anak 9.5-20.5 g/dL
Bayi 14.5-24.5 g/dL
Tabel 2.5
3. Trombosit (platelet)
Platelets (trombosit) adalah tipe terkecil dari sel darah. Mereka bertugas
dalam pembekuan darah. Bila pendarahan terjadi, trombosit bertambah,
mengumpul dan membentuk sebuah plak lengket yang membantu
menghentikan pendarahan. Jika ada terlalu sedikit trombosit, perdarahan
yang tidak terkontrol mungkin menjadi masalah. Jika ada terlalu banyak
trombosit, ada kemungkinan gumpalan darah terbentuk di pembuluh
darah. Juga, trombosit mungkin terlibat dalam pengerasan arteri
(aterosklerosis).
Tabel 2.6. Kadar normal trombosit.
Kategori Kadar
Dewasa 140,000-400,000 platelet/mm3
Anak 150,000-450,000 platelet/ mm 3
(WebMd, 2010)
Universitas Sumatera Utara
18
2.1.8. Gambaran Hematologi pada Penderita Gagal Jantung
Anemia sering terjadi pada penderita gagal jantung dengan insidensi
dengan rentang antara 4%-55% tergantung dari populasi. Berdasarkan
beberapa studi epidemiologi memperhatikan peran anemia sebagai penanda
prognostik, menghubungkannya dengan hasil yang lebih buruk meliputi;
malnutrisi, peningkatan rawat inap, gagal jantung refrakter dan kematian.
(Sandhu et al, 2010). Kemudian patofisiologi anemia bersifat multifaktorial
dan bergubungan dengan berbagai faktor meliputi; hemodilusi, kehilagan besi
dari obat-obat anti-platelet, aktivasi dari kaskade inflamasi, gangguan hormon
eritopoetin yang berhubungan dengan insufisiensi ginjal. (Sandhu et al, 2010).
Mehta pertama kali melaporkan peningkatan agregasis platelet pada
penderita gagal jantung pada tahun 1979. Jumlah platelet cenderung menurun
pada penderita gagal jantung. Keadaan ini merefleksikan bahwa terjadinya
peningkatan aktivasi platelet dan konsumsi platelet. Namun peningkatan
volume trombosit rata-rata yang dapat meningkatkan pergantian platelet
adalah temuan yang tidak pasti (Chung, 2006).
Peningkatan konsentrasi leukosit pada darah adalah klasikal marker
untuk kronik inflamasi sistemik. Peningkatan kadar leukosit juga memiliki
hubungan dengan insidensi miokard infark dan stroke dan memperburuk
prognosis pada penderita dengan penyakit jantung koroner. Hal ini juga telah
memperlihatkan adanya hubungan kadar leukosit dengan peningkatan
insidensi hipertensi. Namun, hal ini belum jelas mengenai kadar konsentrasi
leukosit yang tinggi dengan insidensi gagal jantung (AHA, 2009).
Menurut Engstrom pada tahun 2009 mengatakan bahwa telah
dilakukannya studi yang menggunakan populasi cohort menemukan adanya
peningkatan kadar leukosit pada penderita gagal jantung pada usia menengah
yang di hubungkan dengan penderita gagal jantung yang di rawat inap jangka
panjang (Engstrom, 2009)
Universitas Sumatera Utara