bab 2 malingering

34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak 1 . Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur 1 . 13

Upload: easy-orient-dewantari

Post on 22-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Malingering, syaraf

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 malingering

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem

neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron

(LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik

yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti

motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis.

Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam

susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari

traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya

untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal

fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak 1.

Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-

saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan 

ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai

peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang

memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur 1.

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang

membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada

manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal,

5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang

punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan

tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus

vertebrae 2.

13

Page 2: Bab 2 malingering

Gambar 1. Tulang belakang

Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran

sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula

spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan

jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf

yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-

organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem

saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah

sistem saraf perifer 3,4.

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum

sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis

berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.

Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh

menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus

descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol

fungsi tubuh) 3,4.

Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai

hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis

dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri

vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior

dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis 5.

Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis

posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati

suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari

medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang

nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu 3,4,5:

14

Page 3: Bab 2 malingering

a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan

perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas

b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi

tubuh dan perut

c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah)

yang mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus dan genitalia.

Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan

L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung

membentuk cauda equina 3,4.

Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra

2.2 Definisi

2.2.1 Parese

Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap

atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan

terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih

kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena.

Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu 6:

15

Page 4: Bab 2 malingering

Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau

ekstremitas bawah.

Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.

Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu

ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.

Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.

2.2.2 Tetraparese

Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya

merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan

“quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang

disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan

hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan

kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan

tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang

belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan

sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan

diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada

keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan

ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena

penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida) 6,7.

Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan

dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih

dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi

penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,

penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi

kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih

dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu

benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan

tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas

tidaknyanya kerusakan 6,7.

2.3 Etiologi Tetraparese

Tabel 1. Penyebab umun dari tetraparesis 8:

16

Page 5: Bab 2 malingering

- Complete/incomplete transection of cord with fracture

Prolapsed disc

Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord syndrome

- Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)

- Transverse myelitis Acute myelitis

- Anterior spinal artery occlusion

- Spinal cord compression

- Haemorrhage into syringomyelic cavaty

- Poliomyelitis

2.4 Epidemiologi

Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula

spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National

Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru

cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi

paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,

dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor

merupakan penyebab utama cedera medula spinalis 9.

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet

berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini

penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di

Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena

cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2)

paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)

tetraparese komplet (18,5%) 9.

2.5 Klasifikasi Tetraparese

Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya 4:

a. Tetrapares spastik

Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor

neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau

hipertoni.

b. Tetraparese flaksid

17

Page 6: Bab 2 malingering

Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor

neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.

2.6 Patofisiologi Tetraparese

Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron

(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan

yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena

adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,

atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini

berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang

berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot 10,11,12.

Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,

thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari

servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada

keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah

ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya 11,12.

Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat

menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian

dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot

ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat

menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese

flacsid 4,11,12.

Gambar 3. Lesi pada Lower motor neuron (LMN).

2.6.1 Lesi di Mid- or upper cervical cord

18

Page 7: Bab 2 malingering

Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal

lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot

bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis

pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor

Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian

otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom

C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang

mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di

seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan

menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut

tetraparese spastik 1,5.

2.6.2 Lesi di Low cervical cord

Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja

memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap

lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang

berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi

kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi

bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor

Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor

Neuron (LMN) 1.

Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat

mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan

bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu

anterius, sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,

sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom

lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya

infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang

rusak didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN

adalah anggota gerak 1.

Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan

menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi

imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun

19

Page 8: Bab 2 malingering

yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami

kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada

umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian

proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot

kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan

pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri.

Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah

polineuropati 1.

Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau

selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi

herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat

melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat

menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal

lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim

kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini

kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa

enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui 1.

Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat

ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah

terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika

kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis

serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot

yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut

bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi

lemak 1.

Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.

kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai

berikut 14:

Tabel 2. Kategori kelompok otot per regio anggota gerak

Region Muscle Groups Myotomes

Upper cervical region Shoulder abduction, elbow flexion, elbow

extension

C5-C7

20

Page 9: Bab 2 malingering

Lower cervical region Wrist flexion, wrist extension, extension of

fingers, flexion of fingers, spreading of

fingers, abduction

of thumb, adduction of thumb, and

opposition of thumb

C8-Th1

Upper lumbosacral

region

Hip flexion, hip adduction, knee extension,

hip extension, hip abduction

L1-L3

Lower lumbosacral

region

Knee flexion, plantar flexion of foot,

flexion of toes, dorsiflexion of foot,

extension of toes

L4-S1

Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma

hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis

cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen

servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh

adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan

medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau

material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah

bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada

Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat

mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat

meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera 8,9,15.

Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih

prominen pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe

UMN). Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada

ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas

neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling

sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula

spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa

kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada

pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord

Injury Association/ AISA 8,9,15.

21

Page 10: Bab 2 malingering

Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal 9

Motorik

Otot (asal inervasi) Fungsi

M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku

M. extensor carpi radialis longus dan

brevis (C6)

Ekstensi pergelangan tangan

M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan

M. flexor digitorum superfisialis dan

profunda (C8)

Fleksi jari-jari tangan

M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan

M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul

M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut

M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi kaki

M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki

M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki

2.7 Tetraparese dengan Hemiparese bilateral

Tetraparese dengan hemiparese bilateral (bihemiparese) mempunyai arti

yang sama yaitu kelemahan pada keempat anggota gerak. Namun, pada

bihemiparese kelemahan/kelumpuhannya tidak terjadi langsung pada keempat

anggota gerak. Bihemiparese bersifat kerusakan pada upper motor neuron, yaitu

adanya infark di hemispere serebral bilateral dapat disebabkan karena dua lesi

iskemik didaerah kedua arteri serebri (anterior/media) atau di kedua kapsula

interna. Lesi pada arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada daerah

mesensefalon. Lesi ini dapat disebabkan oleh adanya arterosklerosis, emboli,

aneurisma, dan inflamasi 8,13,16,17.

Pada awal stroke terjadi hemiparese unilateral karena infark di hemisfer

serebral unilateral yang disebabkan adanya lesi pada arteri serebri

(anterior/media) atau di kapsula interna unilateral. Lama – kelamaan lesi ini juga

dapat ditemukan pada arteri serebri (anterior/media) atau kapsula interna yang

22

Page 11: Bab 2 malingering

lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri

basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral 16,17.

2.8 Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan

a. Penyakit infeksi

- Mielitis transversa

Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis rusak

sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui emboli septik, luka terbuka

ditulang belakang, penjalaran osteomielitis atau perluasan proses meningitis

piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalis mengalami

peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan dan disebabkan oleh

proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi. Adakalanya reaksi

imunologik timbul di medula spinalis setelah beberapa minggu sembuh dari

penyakit viral. Pada saat itu sarang-sarang reaksi imunopatologik yang berukuran

kecil tersebar secara difus sepanjang medula spinalis. Serabut-serabut asenden dan

desenden panjang dapat terputus oleh salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga

dapat menimbulkan kelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang tidak masif di

seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah tetraparese 1.

- Poliomielitis

Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula spinalis yang

mengenai substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal

atas maka dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah .

Pada umumnya kelompok motoneuron di segmen-segmen intumesensia servikal

dan lumbalis merupakan substrat tujuan viral. Tahap kelumpuhan bermula pada

akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan LMN adalah

ekstremitas 1.

b. Polineuropati

Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada

beberapa saraf perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa

menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa

bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun, bahan racun bisa

melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau mononeuropati (lebih

jarang), kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke

23

Page 12: Bab 2 malingering

dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn gizi dan

kelainan metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati.

Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh, penyakit

yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal

ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat. Polineuropati kronik

cenderung berkembang secara lambat (sampai beberapa bulan atau tahun) dan

biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan) 18.

Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat

hari pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke

lima terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke

sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul fagosit dan pada hari ketiga belas

proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan

untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala

utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari

dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu.

Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan

ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi

(penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada panas,

kelumpuhan otot biasanya bilateral dan simetris dengan tipe "lower motor neuron

dengan penyebaran kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari

ekstrimitas bawah yang menjalar ke ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending

yaitu mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke ekstrimitas bawah 18.

c. Sindrom Guillain Barre (SGB)

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut

dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga

saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis

utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron

dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka 19,20.

Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan

timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf

perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada

medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di

24

Page 13: Bab 2 malingering

negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-

tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis

(sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan,

namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang

diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda

proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering

dijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian

bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit

sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak 19,20.

Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat

atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel

infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula,

makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu

muncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental

dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau

tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena

kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut 19,20.

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe

lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari

kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota

gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak

dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.

Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.

Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian

distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian

proksimal 20.

Definisi

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan

tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri 3)

dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang

25

Page 14: Bab 2 malingering

sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,

otonom, maupun susunan saraf pusat. 7)

Etiologi

Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena

hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut

demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf

tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi

dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS

disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

(AIDP)1,2)

Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini

belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh

penyakit autoimun. 2,3)

Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan

oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus,

cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV.1,5,8) Selain virus, penyakit ini juga

didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni

pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella

dan , Mycobacterium Tuberculosa. 1,5,8,12) ; vaksinasi seperti BCG, tetanus,

varicella, dan hepatitis B ; penyakit sistemik seperti kanker, lymphoma, penyakit

kolagen dan sarcoidosis ; kehamilan terutama pada trimester ketiga ; pembedahan

dan anestesi epidural. 8,12) Infeksi virus ini biasanya terjadi 2 – 4 minggu sebelum

timbul GBS .10)

Patofisiologi

Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain

memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. 5) Antigen

tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses

pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. 4) Ada beberapa

teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri

mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya

26

Page 15: Bab 2 malingering

sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut

menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri

berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin 5)

bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. 6)

Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin

disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan

myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di

invasi oleh antigen tersebut. 5)

Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat

mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya

untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls

sensoris dari seluruh bagian tubuh. 6)

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insiden terjadinya GBS berkisar antara 0,4 – 2,0 per

100.000 penduduk. 7)

GBS merupakan a non sesasonal disesae dimana resiko terjadinya adalah

sama di seluruh dunia pada pada semua iklim. Perkecualiannya adalah di Cina ,

dimana predileksi GBS berhubungan dengan Campylobacter jejuni, cenderung

terjadi pada musim panas.

GBS dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras.

Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,6 – 1,9 per 100.000 penduduk.

Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. GBS merupakan

penyebab paralisa akut yang tersering di negara barat. 4,7)

Angka kematian berkisar antara 5 – 10 %. Penyebab kematian tersering

adalah gagal jantung dan gagal napas. Kesembuhan total terjadi pada +

penderita GBS. Antara 5 – 10 % sembuh dengan cacat yang permanen. 7)

Gejala klinis

GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,

parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat

ekstremitas yang bersifat asendens 1,3,8,11). Parestesia ini biasanya bersifat

27

Page 16: Bab 2 malingering

bilateral.1,2) Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama

sekali. 2,10)

Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan

menyebar secara progresif 8), dalam hitungan jam, hari maupun minggu, 7) ke

ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi

mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid.

Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial

diplegia. 8) Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan 12) dan

bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. 2,8) Anak anak

biasanya menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari

menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi

tetraplegia . 1)

Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan

dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan

sensasi getar. 8) Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan

disestesia pada extremitas distal. 11) Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai

kelemahan otot yang terjadi. 5) terutama pada anak anak. Rasa sakit ini biasanya

merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang dapat

menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis. 7,8)

Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan

kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi,

aritmia bahkan cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan

kelainan dalam berkeringat. 11) Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien

sedangkan aritmia terjadi pada 30 % dari pasien. 10)

Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa

disfagia, kesulitan dalam berbicara, 9) dan yang paling sering ( 50% ) adalah

bilateral facial palsy. 4)

Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah

kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan

menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan

penglihatan kabur (blurred visions). 3)

28

Page 17: Bab 2 malingering

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot

yang bersifat difus dan paralisis. 3) Refleks tendon akan menurun atau bahkan

menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan

pada otot otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan

kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak

ditemukan.9)

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar

protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oloeh

Guillain, 1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis.1,3,5,6.8) Pemeriksaan

cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil

apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau

kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel

yang kurang dari 10 / mm3 4,7,9) pada kultur LCs tidak ditemukan adanya virus

ataupun bakteri 1)

Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal,

kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu

kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. 10)

Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya

keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang

memanjang dan latensi distal yang memanjang 4,7,9,10) .Bila pemeriksaan dilakukan

pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari

beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.7)

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan

kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan

gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95%

kasus GBS. 7)

Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit .

Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada

stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy. 1)

29

Page 18: Bab 2 malingering

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and

Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS) 4)

Gejala utama

1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan

atau tanpa disertai ataxia

2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

Gejala tambahan

1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

2. Biasanya simetris

3. Adanya gejala sensoris yang ringan

4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral

5. Disfungsi saraf otonom

6. Tidak disertai demam

7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

Pemeriksaan LCS

1. Peningkatan protein

2. Sel MN < 10 /ul

Pemeriksaan elektrodiagnostik

1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

Gejala yang menyingkirkan diagnosis

1. Kelemahan yang sifatnya asimetri

2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten

3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul

4. Gejala sensoris yang nyata

Diagnosis banding

GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat

seperti myelopathy, dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya spinal

cord syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya

asimetris, dan disertai demam.4, 8, 11, 12 )

30

Page 19: Bab 2 malingering

GBS juga harus dibedakan dengan neuropati akut lainnya seperti

porphyria, diphteria, dan neuropati toxic yang disebabkan karena keracunan

thallium, arsen, dan plumbum 4, 11 )

Kelainan neuromuscular junction seperti botulism dan myasthenia gravis

juga harus dibedakan dengan GBS. Pada botulism terdapat keterlibatan otot otot

extraoccular dan terjadi konstipasi. Sedangkan pada myasthenia gravis terjadi

ophtalmoplegia. 4, 8 12 )

Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS, namun

kelumpuhan yang terjadi sifatnya paroxismal. Pemeriksaan CPK menunjukkan

peningkatan sedangkan LCS normal 4, 11)

Penatalaksanaan

Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda tanda vital. 1) Ventilator harus disiapkan disamping

pasien sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam

waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti

hipertensi dan vasoaktive juga harus disiapkan . 1,4)

Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa

diberikan medikamentosa. 1)

Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa

steroid. 1) Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak

memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya

penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun mempercepat

penyembuhan.4,12)

Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek

lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala.

Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg BB) dengan saline dan

albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik

berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE 1,4,12)

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto

31

Page 20: Bab 2 malingering

antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian

menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak

terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul

dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan

dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya

memberikan PE atau IVIg. 1,3, 4,7,12)

Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan

fleksibilitas otot setelah paralisa. 4,6,12)

Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah terjadinya

trombosis .11)

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau

cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi,

trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan

kontraktur pada sendi. 3)

Prognosis

95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya

sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural

tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien. 3,10)

Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang

disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. 2,3)

Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama

kali timbul . 3)

3 % pasien dengan GBS dapat mengalami relaps yang lebih ringan

beberapa tahun setelah onset pertama. PE dapat mengurangi kemungkinan

terjadinya relapsing inflammatory polyneuropathy. 12)

d) Miastenia Grafis

Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan otot

skelet menjadi lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karena

32

Page 21: Bab 2 malingering

sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik

neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada

neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan pada

otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai,

perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria 18,21.

e) Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang

progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan

penyakit motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorik

bagian atas (brain) dan saraf motorik bagian bawah (spinal cord) dengan

kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN).

Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapat

berakhir pada kematian 14,22,23.

Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu sel-sel

saraf yang mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu, kemampuan tubuh

untuk mengatur gerakan otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan.

Misalnya, memegang, menjentik, menggaruk, dan sebagainya. Namun penyakit

ini tidak mempengaruhi saraf sensoris (perasa) dan fungsi mental. Meskipun

penyebab pasti ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini menyatakan

neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan impuls atau sinyal

ke sel-sel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai penyebab matinya sel-

sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebas dan

kalsium kemungkinan juga ikut terlibat 22,23. 

Penyakit ALS mengakibatkan sistem neuromuscular tidak berfungsi

karena kedua saraf motorik penderita ALS telah rusak. Seiring berjalannya

waktu, penyakit ALS menyebabkan saraf–saraf motorik yang berada di otak dan

batang tubuh mengecil, dan pada akhirnya menghilang. Akibatnya, otot – otot

tubuh tidak lagi mendapat sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada dalam

tubuh kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otot–otot yang menjadi lebih kecil

dan melemah. Saraf-saraf di dalam sistem neuromuscular yang memberi nutrisi ke

33

Page 22: Bab 2 malingering

otot-otot tersebut terlokalisir, sehingga menyebabkan tumbuhnya jaringan yang

rusak mengantikan saraf–saraf yang normal 14,22,23.

34