bab 2 cemas

42
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan 2.1.1. Pengertian kecemasan Kecemasan adalah respon psikologik terhadap yang mengandung komponen fisiologis dan psikologis. Perasaan takut atau tidak tentang yang sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang terancam baik fisik atau psikologis (Stuart dan Sudden, 2000). Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan dan memperhatikan adanya bahaya yang mengancam dan menunjukkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman tersebut (Kaplan & Saddock, 2010). 2.1.2 Etiologi kecemasan Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya gangguan kecemasan, yaitu : teori psikoanalitik, teori tingkah laku, teori eksistensi, dan teori biologi (Kaplan & Saddock,2010). 6

Upload: hueykoko-beautycare

Post on 24-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

bab 2 cemas

TRANSCRIPT

Page 1: bab 2 cemas

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecemasan

2.1.1. Pengertian kecemasan

Kecemasan adalah respon psikologik terhadap yang mengandung

komponen fisiologis dan psikologis. Perasaan takut atau tidak tentang yang

sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang terancam

baik fisik atau psikologis (Stuart dan Sudden, 2000).

Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan dan

memperhatikan adanya bahaya yang mengancam dan menunjukkan

seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman tersebut (Kaplan

& Saddock, 2010).

2.1.2 Etiologi kecemasan

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya

gangguan kecemasan, yaitu : teori psikoanalitik, teori tingkah laku, teori

eksistensi, dan teori biologi (Kaplan & Saddock,2010).

1. Teori psikoanalitik

Sigmunde Freud menyatakan bahwa kecemasan merupakan sebagai

sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif

terhadap tekanan dalam diri, misal dengan menggunakan mekanisme

represi bila berhasil maka terjadi pemulihan keseimbangan psikologis

tanpa adanya gejala anxietas. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu

pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain misalnya

konvensi, regresi, ini menimbulkan gejala anxietas.

6

Page 2: bab 2 cemas

7

2. Teori tingkah laku

Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon

yang dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh : seorang

dapat belajar untuk memiliki respon kecemasan internal dengan meniru

respon kecemasan orang tuanya.

3. Teori eksistensi

Konsep dan teori ini adalah bahwa seseorang menjadi menyadari

adanya kemampuan yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih

mengganggu dari pada penerapan tentang kenyataan kehilangan / kematian

seseorang yang tindakan dapat dihindari. Kecemasan adalah respon

seseorang terhadap kehampaan ekstensi tersebut.

Teori eksistensi tentang kecemasan memberikan model untuk

gangguan kecemasan umum, dimana tidak terdapat stimulus yang dapat di

identifikasi secara spesifik untuk perasaan kecemasan yang kronis.

4. Teori biologis

Teori biologis tentang kecemasan telah dikembangkan dari

penelitian praklinis dengan model kecemasan pada binatang dan

berkembangnya pengetahuan tentang neurologis dasar dan kerja obat

psikoterapiutik.

Teori biologis ini berhubungan dengan:

Neurotransmiter: tiga neurotrnasmiter utama yang berhubungan dengan

kecemasan berdasarkan penelitian pada binatang dan respon terhadap

terapi obat yaitu: neuroepinefrin, serotonin, dan gamma-aminobutyric acid.

Secara patofisiologis, kecemasan diperkirakan berhubungan dengan

Page 3: bab 2 cemas

8

peningkatan availibilatas norepinefrin dan penurunan serotonin di dalam

otak (Idrus, 2006).

Norepinefrin disekresi oleh ujung neuron-neuron yang badan sel

atau somanya terletak dalam batang otak dan hipotalamus. Secara khas,

neuron-neuron penyekresi norepinefrin yang terletak dalam lokus seruleus

dalam pons akan mengirimkan serabut-serabut saraf ke daerah yang luas di

dalam otak dan akan membantu seluruh aktivitas dan perasaan, seperti

peningkatan kewaspadaan. Lokus seruleus adalah area kecil yang terletak

bilateral dan disebelah posterior pada sambungan pons dan mesensefalon.

Norepinefrin umumnya merangsang otak untuk melakukan peningkatan

aktivitas. Namun, norepinefrin memiliki efek inhibisi pada beberapa area

otak akibat adanya reseptor-reseptor inhibitor pada sinaps neuronal

tertentu. Sistem ini berperan penting dalam menyebabkan mimpi, jadi

menghasilkan tipe tidur yang disebut tidur rapid eye movement (tidur

REM).

Serotonin disekresi oleh nukleus yang berasal dari rafe nuklei

batang otak yang terletak di separuh bagian bawah pons dan medula.

Nuklei ini merupakan suatu lembaran tipis neuron khusus yang terletak

pada garis tengah. Serabut saraf dari nuklei menyebar setempat di fomasio

retikuler batang otak dan juga ke atas menuju talamus, hipotalamus,

sebagian besar daerah sistem limbik dan bahkan ke neokorteks serebri.

Selin itu, serabut-serabut ini juga menyebar ke bawah menuju medula

spinalis, dan berakhir di radiks posterior tempat serabut ini menghambat

sinyal-sinyal yang masuk termasuk nyeri. Bila hewan diberi obat yang

Page 4: bab 2 cemas

9

bekerja sebagai penghambat dari pembentukan serotonin, hewan tersebut

seringkali tidak dapat tidur selama beberapa hari. Oleh karena itu serotonin

dianggap sebagai zat transmiter yang dihubungkan dengan timbulnya

keadaan tidur. Serotonin bekerja sebagai bahan penghambat jaras rasa

sakit dalam medula spinalis, dan kerjanya sebagai penghambat di daerah

sistem saraf yang lebih tinggi diduga untuk membantu pengaturan

kehendak seseorang, bahkan juga dapat menyebabkan tidur. Bila pusat

tidur tidak diaktifkan, nuklei pengaktifasi retikuler di mesensefalon dan

pons bagian atas akan terbebas dari inhibisi, yang memungkinkan nuklei

retrikuler ini menjadi aktif secara spontan. Keadaan ini selanjutnya akan

merangsang korteks serebri dan sistem saraf perifer, yang keduanya

kemudian mengirimkan sinyal umpan balik positif kembali ke nuklei

retikuler yang sama agar sistem ini tetap aktif.

Kemudian, sesudah otak tetap aktif selama beberapa jam, neuron-

neuron itu sendiri dalam sistem aktivasi mungkin menjadi letih.

Akibatnya, siklus umpan balik positif di anatar nuklei retikuler

mesensefalon dan koters akan memudar dan pengaruh rangsangan tidur

dari pusat tidur akan mengambil alih. Dari peralihan keadaan otak yang

tetap aktif menjadi keadaan tidur juaga dapat menjelaskan timbulnya

keadaan insomnia.

Dopamin disekresi oleh neuron-neuron yang berasal dari substansia

nigra. Neuron-neuron ini terutama berakhir pada regio striata ganglia

basalis. Area ini terletak di sebelah anterior pada mesensefalon superior,

dan neuron-neuron tertama mengirimkan ujung-ujung saraf ke nukleus

Page 5: bab 2 cemas

10

kaudatus dan putamen serebrum, tempat nukleus kaudatus dan putamen

tersebut menyekresi dopamin. Dopamin diduga bekerja sebagai transmiter

inhibitor di ganglia basalis, tetapi pada beberapa area otak yang lain

kemungkinan malah mengeksitasi. Pada kerusakan neuron dopaminergik

di substansia nigra akan menyebabka keadaan tremor, rigiditas, gangguan

tidur, dan sebagainya (Guyton, 1997).

Kecemasan sendiri dapat berdampak pada gangguan tidur, hal ini

dikarenakan orang yang cemas akan membawa rasa cemasnya tersebeut

ketempat tidur sehingga ia susah untuk dapat tertidur. Hal ini juga

diperkuat dengan pernyataan dari Prayitno (2004), bahwa adanya

kecemasan menyebabkan kesulitan memulai tidur, masuk tidur

memerlukan waktu yang lebih dari 60 menit, timbulnya mimpi

menakutkan dan mengalami kesukaran bangun di pagi hari dan merasa

kurang segar.

Stres dan kecemasan merupakan bagian kehidupan manusia sehari-

hari. Stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik

tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Response Fight or flight

(respon tahap awal) tubuh kita bila bereaksi terhadap stres akan

mengaktifkan sistem saraf simpatis dan hormon tubuh kita seperti

ketokolamin, epinefrin, norepinefrin, glukokortikid, kortisol dan kortison.

Sistem hipotalamus-puititary-adrenal axis (HPA axis) merupakan bagian

penting dalam sistem neuroendokrin yang berhubungan dengan terjadinya

stress, hormon adrenal berasal dari medula adrenal sedangkan

kortikosteroid dihasilkan oleh korteks adrenal. Stres kerja dalam

Page 6: bab 2 cemas

11

hubungannya dengan kecemasan melalui dua jalur penting, yaitu jalur

HPA axis (hiptalamus-putitary-adrenal axis) dan SAM axis (sympatho-

adrenal-medullary axis). Pada jalur HPA, hipotalamus akan

memerintahkan kelenjar puititari untuk merilis hormon

adrenocorticitropine hormone (ACTH) sehingga kadar hormon ACTH

dalam tubuh akan naik. ACTH akan merangsang adrenal kortek, sehingga

adrenal korteks adrenal akan mensekresi kelompok hormon yaitu

kortikosteroid yang terdari dari salah satu nya adalah glukokortikoid

(Dusek 2009).

Glukokortikoid utama adalah kortisol. Fungsi kortisol pada

kecemasan sangat berperan karena dapat menimbulkan keluhan gangguan

fisik dan kecemasan akan menyebabkan peningkatan ACTH (Guyton,

1997).

Kenaikan adrenalin dan kortisol yang lebih besar dari pada

peningkatan noradrenalin menunjukkan bahwa stres mental lebih besar

dari pada stres fisik. Sekresi adrenalin dipengaruhi aktivitas mental:

menyenangkan dan tidak menyenangkan, kortisol terutama distimuli oleh

kuatnya stres emosional negatif misalnya takut, cemas (Alihagen, 2005).

Jalur kedua adalah SAM axis, dimana yang dirangsang oleh stres

disini bukan hipotalamus namun medula adrenal yang secara fungsional

berkaitan dengan sistem saraf simpatis, akan meningkatkan sekresi

hormon-hormon serotonin, epinefrin, norepinefrin disekresikan oleh

serabut-serabut yang disebut serabut adrenergik suatu istilah yang berasal

dari kata adrenalin (Guyton, 1997).

Page 7: bab 2 cemas

12

2.1.3. Gejala

Gejala umum kecemasan dianataranya:

a. Gejala psikotik: tegangan, khwatir, panik, perasaaan tidak nyaman,

takut mati, takut “gila”, takut kehilangan kontrol dan sebagainya.

b. Gejala fisik: gemetar, berkeringant, jantung berdebar, kepala terasa

ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, diare, gelisah,

rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain.

(Depatemen Kesehatan RI, 2006)

Page 8: bab 2 cemas

13

Tabel 2.1 Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan

Sistem tubuh Respon

Kardiovaskuler Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa

mau pingsan atau jatuh pingsan, tekanan darah menurun,

denyut nadi menurun, rasa terbakar pada jantung

Pernafasan Nafas cepat, pendek, dangkal, tekanan pada dada, sensasi

tercekik, terengah-engah, pembengkakan pada tenggorokan

Neuromuskuler Refleksi meningkat, reaksi terkejut, insomnia, mata

berkedip-kedip, tremor, rigiditas, gerakan yang janggal,

gelisah, wajah tegang, kelemahan umum

Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makanan rasa tidak

nyaman pada abdomen, mual, diare

Traktus urinarius Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih, wajah

kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan, seluruh

tubuh), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat

Page 9: bab 2 cemas

14

Tabel 2.2 Respon Perilaku, Kognitif, Dan Afektif

Sistem tubuh Respon

Perilaku Gelisah, gugup, tremor, ketegangan fisik, bicara cepat,

kurang koordinasi, cenderung mendapat cidera,

menarik diri dari hubungan interpersonal,

menghindari, menghalangi, melarikan diri dari

masalah

Kognitif Perhatian terganggu, hambatan berfikir, konsentrasi

buruk, pelupa, salah dalam memeberikan penilaian

preokupasi, bidang persepsi menurun, kreativitas dan

produktivitas menurun, bingung, sangat waspada,

keasadaran diri meningkat, kehilangan obyektivitas,

takut kehilangan kontrol, cedera atau kematian

Afektif Mudah, terganggu, tidak sabar, gelisah, alarm, teror,

gugup

2.2. Tingkat kecemasan

1. Tingkat ringan

a) Berhubungan dengan ketegangan hidup sehari-hari

b) Menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsi

c) Dapat memotipasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan kretifitas

2. Tingkat sedang

a) Memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain

Page 10: bab 2 cemas

15

b) Mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan

sesuatu yang lebih rendah

3. Tingkat berat

a). Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang

b). Cenderung memusatkan pada sesuatu yang spesifik dan tidak dapat

berpikir yang lain

c). Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan

d). Memerlukan banyak pengarahan

(Stuart & Sudden, 2000)

Respon adatif Respon maladatif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1 Rentangan Respon Kecemasan

Klasifikasi lain menurut (Hawari, 2001):

Klasifikasi kecemasan menurut Hamilton Anxiety Rate Scale (HARS).

Dengan menggunakan kriteria skoring skala HARS, kecemasan dikelompokkan

sebagai berikut :

1. Kecemasan ringan (dengan skala) : < 17

2. Kecemasan sedang (dengan skala) : 18 – 24

3. Kecemasan berat (dengan skala) : 25 – 30

Page 11: bab 2 cemas

16

2.2.1 Unsur – unsur yang menetukan kadar kecemasan

1. Unsur keturunan

Beberapa sikap hati ditentukan oleh unsur genetika atau keturunan

seseorang lebih sensitif dikarenakan orangtuanya bertempramen

Sanguin – melankolik

2. Unsur sosiologis

Keadaan sosial potensial untuk membentuk kecemasan seseorang

perasaan aman dan puas dalam kehidupan sosial (social life)

menentukan besar kecilnya kadar kecemasan seseorang

3. Unsur fisiologis

Kondisi kesehatan tubuh menentukan kadar kecemasan. Seseorang yang

kurang sehat atau sakit – sakitan akan rentan terhadap perasaan cemas

yang berkepanjangan. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang

kerapkali cemas akan terganggu kesehatan.

4. Unsur teologis

Kadar iman seseorang menentukan kadar kecemasan, semakin tinggi

imannya semakin rendah kecemasannya

2.2.2 Prognosis

1. Prognosis pada umumnya tergantung pada awal dan lama

terjadinya kecemasan

2. Kepribadian sebelumnya (bila relatif stabil maka prognosisnya

baik)

3. Permulaannya (bila akut maka prognosa lebih baik)

4. Bila faktor pencetus mudah diatas maka prognosa baik

Page 12: bab 2 cemas

17

2.2.3 Diagnosa banding

Depresi beragitas (agitated depressiaon): pada depresi, dunia luar

dirasakan hampa, diri sendiri dirasakan tidak mempunyai arti apa-apa dan

hari depan suram, tidak ada harapan. Pada gangguan kecemasan dunia luar

dirasakan mengancam, dunia luar dirasakan mengancam, diri sendiri

dinilai tidak mampu dan masa depan tak menentu.

Permulaan skizofrenia: kecemasan mungkin merupakan gejala

penting skizofrenia yang baru dimulai, perlu dicari gejala-gejala lain

mengenai skizofrenia seperti otisme, gangguan proses berpikir dan

penyerapan, ambivalensia yang berat dalam hubungan antar manusia atau

pola hidup skizoid sebelumnya.

Permukaan sindroma otak organik: permulaan anterosklerosa otak

yang pelan-pelan sekali dapat mengakibatkan kecemasan karena kegagalan

tugas, frustasi dan ancaman terhadap rasa aman mengenai hari depan.

Ganggua sistemik yang lain: pada lambung dapat menyerupai

gejala-gejala ulkus lambung, pada jantung mengingatkan pada takikardi

paroximal atau penyakit koroner dengan angina, pada pernapasan dapat

menyerupai asthma bronchiale (Maramis, 2010).

2.3. Tidur

2.3.1. Definisi

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bahwa sadar dimana

seseorang dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik

atau dengan lainnya. Tidur harus dibedakan dengan koma yang

merupakan keadaan bawah sadar dimana orang tersebut tidak dapat

Page 13: bab 2 cemas

18

dibangunkan seperti halnya tidur (Guyton, 1997). Berdasarkan teori

restroactive, tidur merupakan waktu restorasi dan tumbuh bagi badan dan

otak. Didapatkan juga bahwa hormon pertumbuhan (growth hormone)

terutama dilepas waktu tidur, terutama saat tidur yang dalam.

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi

terletak pada substansia ventrikulo medulla oblongata yang disebut

sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan

sinkronisasi atau desinkronisasi terdapat pada bagian rostal medulla

oblongata disebut sebagai pusat penggagah atau aurosal stage (Japardi,

2002).

2.3.2. Fase tidur

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4

stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase

NREM dan REM terjadi secara bergantian anatara 4-7 kali siklus

semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12

jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun

dan kira – kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa (Japardi, 2002).

a. NREM (Non R0apid Eye Movement)

Disebut juga sebagai fase tidur singkat (fase tidur – S). Merupakan

keadaan tidur dengan gerakan mata tidak cepat. Sebagian besar fungsi

fisiologis jelas menurun. Dalam keadaan tidur NREM terjadi perubahan

fisiologis tubuh, dianataranya respirasi lebih teratur, kecepatan denyut

jantung lebih lambat 5 – 10 denyut permenit dibawah tingkat terjaga

penuh dan sangat teratur, tekanan darah cenderung rendah dengan sedikit

Page 14: bab 2 cemas

19

variasi dari menit ke menit, resting membrane potensial dari otot menjadi

rendah sehingga terjadi penurunan tonus otot (kaplan, 2010). Fase NREM

terdiri dari dari 1 – 4 stadium. Kedalaman tidur NREM yang terdalam (3-

4) umunya terjadi pada tengah malam. Kadang-kadang mimpi terjadi

pada fase NERM dalam. Bila dibangunkan pada fase tidur dalam ini

maka akan terjadi disorientasi dan disorganisasi proses berpikir (Kaplan

& Saddock, 2010).

Fase NERM dibagi dalam 4 stadium:

Stadium I

Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini

tidak didapatkan aktivitas bola mata yang cepat, tonus otot berkurang dan

tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya

berlangsung 3 – 5 menit dan mudah sekali di bangunkan. Gambaran EEG

biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha, dan kadang

gelombang theta denga amplitudo yang rendah.

Pada stadium ini terjadi penurunan respon terhadap rangsang dan

ketajaman intelektual. Stadium ini terdapat pada keadaan mengantuk atau

tidur ringan.

Stadium II

Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot

masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran

EEG terdiri dari gelombang theta simetris.

Page 15: bab 2 cemas

20

Stadium III

Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG

terdapat lebih banyak gelombang delta simetirs antara 25 – 50 %.

Stadium IV

Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran

EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50%. Fase tidur NERM,

ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu

akan masuk ke fase REM (Japardi, 2002).

b. REM (Rapid Eye Movement)

Disebut juga fase tidur disinkronisasi (fase - D) atau nama lainnya

fase tidur paradoksial. Fase ini ditandai dengan gerakan mata yang cepat.

Tidur REM (Rapid Eye Movement ) berbeda secara kualitatif yang

ditandai oleh tingkat aktivitas otak dan fisiologis yang aktif, hampir mirip

dengan keadaan terjaga.

Fase tidur REM meliputi 15 – 25% dari siklus tidur yang biasanya

terjadi lebih sering pada dini hari menjelang pagi. Perubahan fisiologis

yang terjadi pada fase ini berupa pernapasan tidak teratur sehingga

timbul vasokonstriksi pembuluh darah peningkatan denyut nadi dan

tekanan darah sistemik, ereksi penis pada laki-laki walaupun tonus

dibagian lain dalan kondisi relaksasi yang dalam. Pada fase ini dipastikan

terjadi mimpi yang dalam (Kaplan & Saddock, 2010).

Page 16: bab 2 cemas

21

2.4. Insomnia

2.4.1. Definisi

Insomnia merupakan keluhan seseorang karena tidak mampu

mempertahankan tidur baik itu kesulitan unutk memulai tidur, kesulitan

untuk memulai tidur setelah terbangun di tengah malam, maupun tidak

dapat tidur kembali setelah bangun lebih awal (Allen, 2004).

Insomnia adalah kesuliatan untuk memulai tidur atau

mempertahankan tidur. Gangguan ini merupakn keluhan tidur yang

paling lazim ditemukan dan dapat bersifat sementara atau menetap

(Kaplan & Saddock, 2010).

2.4.2. Etiologi

Ada beberapa yang menunjukkan bahwa faktor etiologi dari

insomnia sering majemuk dan merupakan kombinasi dari beberapa

faktor. Jarang ditemukan hanya satu faktor saja yang menyebabkan

insomnia. Faktor penyebab insomnia anatara lain:

1. Faktor Biologi dan Fisik

Timbulnya gejala insomnia dipengaruhi oleh sistem

neurotransmiter terutama serotonin, norepinefrin, melatonin dan

dopamin. Pada keadaan terjadinya insomnia maka akan terjadi penurunan

dari kadar serotonin, melatonin dan peningkatan hormon norepinefrin

(adrenalin) dan kadar hormon dopamin.

Pada keadaan jaga atau bangun dan tidur sangat dipengaruhi oleh

sistem ARAS (Ascending Raticulery Activity System) dimana sistem ini

sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter sperti sistem

Page 17: bab 2 cemas

22

serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik. Pada sistem

serotninergik, hasil dari serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil

metabolisme asam amino tryptopan yang merupakan prekursor dari

serotonin. Dengan bertambahnya jumlah triptopan, maka jumlah

serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan

mengantuk/tidur. Bila serotonin dari triptopan terhambat

pembentukannya, maka akan terjadi defisiensi yang dapat menimbulkan

keadaan tidak bisa tidur/jaga, hal ini juga dipengaruhi adanya sekresi

melatonin dari pemecahan serotonin. Menurut beberapa penilitian, sistem

serotonergik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang

mana terdapat hubungan aktifitas serotonin di nukleus raphe dorsalis

dengan tidur REM.

Pada sistem Adrenergik, neuron-neuron yang terbanyak

mengandung norepinefrin terletak di badan sel nukleus ceruleous di

batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus ceruleous akan

merangsang otak untuk melakukan peningkatan aktifitas dan sangat

mempengaruhi penurunan atau hilangnya tidur REM. Pada sistem

kolinergik membuktikan dengan pemberian prostigmin intra vena dapat

mempengaruhi episode tidru REM. Stimulasi jalur kholinergik ini,

mengakibatkan gambaran EEG seperti keadaan jaga. Gangguan aktifitas

kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat

pada orang yang mengalami kecemasan sehingga terjadi pemendekan

latensi tidur REM (Japardi, 2002).

Page 18: bab 2 cemas

23

Selain itu reeadapat pula hormon yang berperan besar dalam

membantu kualitas tidur, mengatasi penyimpangan-penyimpangan,

depresi dan sistem kekebalan tubuh, yaitu hormon melatonin. Penelitian

menunjukkan bahwa hormon ini membantu orang tidur lebih nyenyak,

mengurangi jumlah bangun mendadak di malam hari serta meningkatkan

kualitas tidur. Hormon melatonin sebagian besar dibuat oleh kelenjar

pineal dan produksinya ditentukan oleh jumlah cahaya yang diterima.

Produksi hormon ini dapat dipacu oleh gelap dan hening serta dihambat

oleh sinar yang terang maupun medan elektromagnetik. Selama tidur

malam, tingkat melatonin dalam tubuh naik, mencapai puncak antara jam

11 malam dan jam 2 pagi, dan kemudian turun secara dramatis saat hari

menjelang fajar. Penelitian juga menunjukkan bahwa melatonin juga

memberikan pengaruh psikologis positif terhadap mood seseorang.

Beberapa gejala yang dapat timbul berkaitan dengan perubahan

metabolisme hormon melatonin, antara lain, sukar tidur (insomnia),

gangguan pada irama sirkardian, jet lag, serta berbagai gejala laian

seperti depresi (Pengayoman, 2008).

Proses tidur dan bangun saling berhubungan dan diatur oleh sistem

bangun (arousal system) dan sistem tidur (hynagogic system) yang

terdapat dalam otak. Kedua sistem bangun dan tidur bersama-sama

bekerja untuk mencapai keseimbangan yang wajar. Namun, pada

beberapa individu terdapat predisposisi, yaitu adanya sistem bangun yang

lebih peka atau sistem hypnagogik yang kurang sempurna, sehingga ada

kecenderungan untuk bangun pada rangsangan yang sedikit saja, seperti

Page 19: bab 2 cemas

24

pada insomnia kronik. Insomnia kronik ditandai dengan hiperaktivitas

sistem hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA axis). Terdapat peningkatan

Adrenocorticotropic hormon (ACTH) dan sekresi kortisol pada insomnia

kronik. Hiperaktivitas HPA axis dapat meningkatkan risiko gangguan

psikiatrik misalnya gangguan tidur dan kecemasan.

Disamping ini, terdapat juga kondisi – kondisi fisik yang mengatur

tidur antara lain :

a). Rasa nyeri yang hebat dan terus menerus

Seperti pada penyakit neuritis post-herpes, tumor pada organ

dalam, luka atau infeksi post operasi, dan sebagainya dapat

mencetuskan keadaan gangguan tidur pada seseorang.

b) Kelelahan fisik

Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan lebih

kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan fisik adalah keadaan

berkurangnya kemampuan fisik dan mental yang dapat mempengaruhi

keadaan otot tubuh, viscera atau sistem saraf pusat sebagai akibat dari

penggunaan berlebih pada fisik, mental atau emosional yang juga

dapat mengurangi hampir seluruh kemampuan fisik termasuk

kekuatan, kecepatan, koordinasi, dan pengambilan keputusan atau

keseimbangan.

c) Ganguuan fisik

Perubahan kondisi yang pada awalnya merasa dalam keadaan

sehat, lebih kuat dari sebelumnya kemudian tiba-tiba atau sudah lama

merasa terjadi gangguan fisik seperti merasakan nyeri yang sangat

Page 20: bab 2 cemas

25

hebat dan terus-menerus, batuk dan flu yang tidak berhenti, demam,

dan sebagainya yang dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor

seperti faktor kekebalan tubuh yang lemah, kerja yang berlebihan,

tidak melakukan kegiatan pola hidup sehat, jarang berolahraga, dan

sebagainya (Musadik, 2004).

d). Apnoe sewaktu tidur

Yaitu kondisi dimana sewaktu tidur sesorang mendadak

berhenti bernapas. Bisa disebabkan karena adanya obstruksi atau

sumbatan jalan nafas. Dapat diperberat dengan adanya kegemukan

yang berlebihan atau kelainan – kelainan endokrin seperti hipertiroid

dan akromegali.

e). Mioklonus noctural

Diatandai dengan adanya kontraksi-kontraksi otot mendadak,

berulang yang biasanya terjadi pada kaki atau lengan. Lama kontraksi

ini tidak melibihi 10 detik dan dapat berulang-ulang beberapa puluh

kali selama beberapa menit sampai beberapa jam. Kontraksi-kontraksi

ini hanya terjadi selama tidur. Bila sewaktu jaga terjadi kontraksi

sejenis juga, maka perlu dipikirkan adanya gangguan lain. Dalam

keadaan ini pun penderita tidak dapat mencapai fase tidur yang dalam

karena sering terbangun.

2). Faktor diet

Salah satu penyebab insomnia adalah malnutrisi. Dalam

keadaan malnutrisi, zat – zat penting dalam tubuh tidak dalam

Page 21: bab 2 cemas

26

keadaan keseimbangan yang optimal, sehingga dapat mempengaruhi

metabolisme neurotransmiter dalam otak.

3). Faktor gangguan psikis berat lain

Dalam kategori ini dapat dimasukkan problem psikologik yang

menjadi dasar timbulnya insomnia. Seperti penderita kecemasan

biasanya sukar masuk tidur, sedangkan mereka yang menderita

depresi seringkali terbangun ditengah malam dan tidak dapat tidur

lagi, atau bangun terlalu pagi dengan perasaan tidak segar. Disamping

itu beberapa gangguan jiwa yang serius dapat pula menyebabkan

terjadi gangguan tidur, seperti gangguan kepribadian dan skizofrenia.

4). Faktor penyalahgunaan zat stimulan / obat adiktif

Penderita insomnia biasanya sering berusaha untuk mengobati

dirinya sendiri menggunakan alkohol atau obat – obat penenang, yang

berakibat ketergantungan terhadap obat – obat tersebut. Alkohol dapat

menginduksi tidur tetapi seringkali menyebabkan terbangun di malam

hari. Sehingga pada pagi harinya sering terbangun dengan perasaan

kurang segar.

Ada pula oabt – obat tertentu yang dapat menyebabkan

insomnia, seperti amfetamin, kafein, nikotin, kokain, MAO inhibitors

seperti barbiturat, benzodiazepin, dan sebagainya.

5). Faktor lingkungan

Keadaan timbulnya suatu masalah yang tidak diinginkan atau

tidak disengaja misalnya bermaslah dengan kedua orang tua,

teman,orang lain, atau kehilngan barang atau benda yang dimiliki,

Page 22: bab 2 cemas

27

tempat tidur yang kurang nyaman, kamar tidur terlalu terang atau

terlalu berisik, iklim yang terlalu panas, dan sebagainya dapat

mempengaruhi aktivitas seseorang dalam kehidupannya sehari-

harinya sehingga memungkinkan untuk terjadinya gangguan tidur

pada orang yang memiliki keadaan lingkungan yang kurang nyaman.

6). Faktor pola hidup

Alkohol dan zat stimulan seperti nikotin dan kafein dapat

menyebabkan tidur singkat. Insomnia dapat terjadi karena penggunaan

bahan – bahan seperti kopi yang mengandung kafein atau tembakau

yang mengandung nikotin. Perokok biasanya sulit tidur dan tidur lebih

sedikit dari yang bukan perokok, demikian juga peminum kopi, karena

zat yang terdapat dalam keduanya akan mempengaruhi fase tidur

sesorang (Holbrook, 2000 dan Kaplan, 2010).

2.4.3. Klasifikasi Insomnia

2.4.3.1 Berdasarkan penyebabnya

a) insomnia primer

insomnia primer erat kaitannya dengan gangguan neurokimia

atau kelainan struktural meliputi jaringan neuronal yang mengatur

siklus tidur-bangun. Diagnosis insomnia primer ditegakkan bila tidak

berhubungan dengan gangguan mental organik, gangguan psikiatri

dan obat – obatan.

Page 23: bab 2 cemas

28

b) Insomnia sekunder

Gejala insomnia yang timbul dari penyakit medis primer,

gangguan mental (kecemasan, depresi, atau stres yang hebat),

pengguanaan obat – obatan dan gangguan tidur yang lain (Rowley,

2005).

2.4.3.2 Berdasarkan waktu terjadinya

a) Initial insomnia

Yaitu kesulitan untuk memulai tidur. Biasanya terdapat pada

pasien gangguan jiwa dengan kecemasan.

b) Middle insomnia

Ditandai dengan seringnya terbangun di tengah malam dan

kesulitan untuk tidur kembali. Biasanya terdapat pada pasien depresi.

c) Late insomnia (terminal insomnia)

Yaitu sering bangun terlalau pagi dan tidak dapat tidur kembali.

Biasanya diketemukan pada pasien depresi (Rowley, 2005).

2.4.3.3 Berdasarkan Lamanya

a) Transient insomnia / insomnia sekilas

Yaitu insomnia yang terjadi antara 2 sampai 3 hari dan dapat

disebabkan oleh faktor eksternal (jet lag, jam kerja dan kebisingan).

b) Short term insomnia

Yaitu insomnia yang terjadi selama beberapa minggu, tetapi

kurang dari 3 minggu dan sering dihubungkan dengan stress

situasional (duka cita, kehilangan orang yang dicintai, menghadapi

ujian atau wawancara pekerjaaan dan penyakit fisik).

Page 24: bab 2 cemas

29

c) Long term insomnia / insomnia kronik

Dapat diartikan sebagai insomnia jangka panjang yang terjadi

selama 3 minggu atau lebih (biasanya disebabkan gangguan psikiatri,

pengguna obat– obatan dan alkohol, dan juga penyakit kronis) (Allen,

2005).

2.4.3.4 Berdasarkan Berat – Ringannya

a) Mild Insomnia

Yaitu kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur,

tanpa atau sedikit mengalami penuruna kualitas hidup.

b) Moderate Insomnia

Yaitu kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur

beberapa malam. Penderita insomnia jenis ini akan mengalami

penurunan kualitas hidup yang relatif sedang.

c) Severe insomnia / insomnia berat

Yaitu kesulitan memulai dan mempertahankan tidur disepanjang

malam dan hampir di setiap hari. Biasanya diikuti dengan penurunan

berat kualitas hidup (Doghrmaji, 2006).

2.3.4.5 Berdasarkan Insomnia Rating Scale

a) Insomnia ringan (dengan skala) : 8 – 13

b) Insomnia sedang (dengan skala) : 13 – 18

c) Insomnia berat (dengan skala) : > 18

Page 25: bab 2 cemas

30

2.3.4.6 Faktor resiko insomnia

Adapun faktor beberapa insomnia adalah sebagai berikut :

1). Jenis kelamin

Secara keseluruahan, insomnia lebih sering terjadi pada

wanita dari pada laki – laki, meskipun laki – laki pernah

mengalaminya juga. Efisiensi tidur memburuk sama pada pria dan

wanita ketika mereka sudah tua. Perubahan hormon yang terjadi

selama menstruasi, kehamilan, dan menopause menyebabkan

perempuan lebih sering mengalami insomnia. Perempuan juga lebih

rentan menderita gangguan kecemasan dan depresi, yang

menyebabkan insomnia di bandingkan laki – laki.

2). Usia

Insomnia lebih sering terjadi pada lansia dari pada orang yang

lebih muda. Ketika seseorang bertambah tua, pola tidur berubah.

Lansia dan orang dewasa cenderung sering bangun di malam hari,

bangun lebih awal, dan melaporkan terbangun dengan perasaan tidak

segar. Orang tua lebih cenderung untuk memiliki kondisi medis yang

menyebabkan rasa askit atau penderita malam hari dari pada orang

yang lebih muda. Kondisi ini termasuk radang sendi, gangguan

pencernaan, sering buang air kecil, penyakit paru-paru, dan kondisi

jantung. Kondisi neurologis, seperti Parkinson ad Alzheimer juga

dapat mempengaruhi pola tidur.

3).Shift worker

Page 26: bab 2 cemas

31

Shift worker berada pada resiko cukup besar untuk insomnia.

Lebih dari separuh shif worker melaporkan satu atau lebih tanda

insomnia selam beberapa malam dalam seminggu. Pekerja di atas usia

50 tahun dan pergeseran mereka yang selalu berubah sangat rentan

terhadap insomnia. Pekerja shift malam beresiko untuk jatuh tertidur

saat bekerja paling tidak sekali seminggu, membuktikan bahwa jam

internal mereka tidak menyesuaikan diri untuk bekerja penuh. Mereka

juga memiliki resiko yang jauh lebih tinggi dari pada pekerja lain,

untuk kecelakaan mobil karena mengantuk dan masalah kesehatan.

4). Masalah kejiwaan dan keluhan fisik

Faktor resiko paling kuat untuk insomnia adalah masalah

kejiwaaan, khususnya depresi, dan keluhan fisik, seperti sakit kepala

dan sakit kronis, yang tidak dapat diidentifikasi penyebabnya (disebut

gejala somatik). Sekitar 90% dari oaring-orang dengan deprsi

mengalami insomnia.

Selain itu, insomnia dan depresi sering kali bertepatan dengan

gejala somatik,terutama nyeri kronis. Bahkan insomnia pada orang

yang mengalami sakit kronis akan memburuk (Rowley, 2005).

2.3.4.6 Dampak Insomnia

1) Gangguan fungsi mental

Insomnia dapat mempengaruhi konsentrasi, memori, dan dapat

mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan tugas – tugas

sehari – hari. Beberapa ahli melaporkan bahwa kurang tidur dapat

Page 27: bab 2 cemas

32

menggangu kemampuan otak memproses informasi dan pikiran

mereka.

2) Kecelakaan

Insomnia membahayakan keselamatan publik yaitu dapat

menimbulkan kecelakaan lalu lintas dan industri. Berbagai penilitian

telah menunjukkan bahwa kelelahan memainkan peran utama dalam

kecelakaan mobil dan kerja. Sebanyak 100.000 kecelakaan mobil dan

1.500 kematian akibat kecelakaan disebabkan oleh mengantuk akibat

insomnia pada malam hari.

3) Sters dan depresi

Perubahan sederhana dalam pola tidur – bangun dapat memiliki

efek yang signifikan pada suasana hati seseorang. Dalam beberapa

kasus, insomnia yang menetap dapat menimbulkan gangguan

emosional. Insomnia meningkatkan aktivitas hormon dan jalur

neurotransmiter di otak yang menyebabkan stres, dan perubahan

dalam pola tidur telah terbukti secara signifikan mempengaruhi

suasana hati atau mood berkelanjutan adalah gejala dari depresi.

4) Sakit kepala

Sakit kepala yang terjadi pada malam hari atau pagi hari bisa

berhubungan dengan insomnia.

5) Resiko penyakit

Insomnia dapat meningkatkan resiko penyakit diabetes,

hipertensi, dan penyakit jantung (Rowley, 2005)