bab 1 makalah agama

45
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, ada pelbagai macam permasalahan moral yang muncul dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satunya ialah masalah eutanasia. Tindakan eutanasia mendapat penentangan dari pelbagai pihak, yang menilai bahwa tindakan eutanasia merupakan perbuatan yang merusak moral hidup manusia. Manusia tidak lagi menghargai hidupnya yang merupakan pemberian Allah yang luhur. Manusia berupaya untuk melampaui kodratnya dengan merampas kedaulatan Allah sebagai penguasa kehidupan setiap ciptaan-Nya. Euthanasia atau suntik mati oleh dokter terhadap seorang pasien yang sudah tidak memiliki kemampuan mengobati penyakitnya saat ini masih merupakan perbuatan pidana berupa menghilangkan nyawa orang lain. Untuk menempuh euthanasia, selain masih ada persoalan hukum yang melarang hal itu, juga masih ada persoalan etika dan moral. Masih berlakukah sumpah etik dokter, yang berasal dari sumpah Bapak IlmuKedokteran Yunani, Hippokrates (400 SM), “tak akan kulakukan, walaupun atas permintaan, untuk Makalah Agama Kristen Protestan / Penyakit Kronis 1

Upload: rugas-pribawa

Post on 15-Jan-2016

248 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rugas

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 Makalah Agama

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, ada pelbagai macam permasalahan moral yang muncul dalam

kehidupan kita sehari-hari. Salah satunya ialah masalah eutanasia. Tindakan eutanasia

mendapat penentangan dari pelbagai pihak, yang menilai bahwa tindakan eutanasia

merupakan perbuatan yang merusak moral hidup manusia. Manusia tidak lagi

menghargai hidupnya yang merupakan pemberian Allah yang luhur. Manusia

berupaya untuk melampaui kodratnya dengan merampas kedaulatan Allah sebagai

penguasa kehidupan setiap ciptaan-Nya.

Euthanasia atau suntik mati oleh dokter terhadap seorang pasien yang sudah

tidak memiliki kemampuan mengobati penyakitnya saat ini masih merupakan

perbuatan pidana berupa menghilangkan nyawa orang lain. Untuk menempuh

euthanasia, selain masih ada persoalan hukum yang melarang hal itu, juga masih ada

persoalan etika dan moral. Masih berlakukah sumpah etik dokter, yang berasal dari

sumpah Bapak IlmuKedokteran Yunani, Hippokrates (400 SM), “tak akan kulakukan,

walaupun atas permintaan, untuk memberikan racun yang mematikan, ataupun

sekedar saran untuk menggunakannya?”

Eutanasia merupakan salah satu permasalahan yang sering diperdebatkan akhir-

akhir ini. Ada golongan yang berupaya untuk menolak tindakan eutanasia, ada pula

golongan yang terus berupaya untuk melegalkan tindakan eutanasia. Upaya legalisasi

eutanasia di dasarkan pada suatu paradigma yang melihat bahwa manusia selain

mempunyai hak untuk hidup, mereka juga mempunyai hak untuk mati “The right to

die”.

Praktek-praktek eutanasia yang dilakukan akhir-akhir ini mengindikasikan suatu

fakta bahwa terjadi kemerosotan moral dalam dunia saat ini. Teknologi canggih yang

1

Page 2: Bab 1 Makalah Agama

terus berkembang dalam dunia dewasa ini seakan-akan telah menjadi tuan atas

manusia. Teknologi tidak lagi dipandang sebagai sarana untuk menunjang kualitas

hidup manusia, tetapi sebaliknya manusia dipandang sebagai “objek” dari

kemuktahiran teknologi-teknologi.

Ajaran moral kristiani dengan tegas menolak segala bentuk eutanasia yang

dilakukan secara sadar, sengaja, dan langsung dengan alasan dan tujuan apapun.

Tindakan eutanasia yang demikian dipandang sebagai tindakan yang melawan hidup

dan dalam hal ini dianggap sebagai suatu pembunuhan. Tindakan eutanasia

merupakan tindakan yang melawan keluhuran hidup manusia yang diberikan oleh

Allah sebagai anugerah yang begitu besar. Secara singkat dapat dikatakan bahwa

tindakan eutanasia membantu orang. Tetapi juga membunuh orang secara sengaja.

Gereja dengan keras menolak tindakan eutanasia yang dilakukan secara aktif.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengajak pembaca untuk

mengetahui apa itu EUTANASIA dan mengkaji persoalan yang ada di masyarakat

tentang pro dan kontra dari EUTANASIA atau suntik mati yang kerap membawa

dilaema pada seorang dokter serta bagaimana pandangan gereja dan umat Kristen

tentang suntik mati ini.

1.3 Pemicu

Seorang gadis berumur 17 tahun mengalami penyakit kronis yaitu; kanker otak.

Di usianya yang sangat muda ini, dia merasa penyakit tersebut mulai mempengaruhi

fungsi otak dan sering membuat kepalanya merasa sakit yang luar biasa. Bukan hanya

itu, biaya yang terlampau tinggi membuat gadis ini tidak mendapatkan penanganan

medis dengan baik. Oleh karena itu, gadis ini meminta kepada Dokter untuk

melakukan Euthanasia. Sebagai Dokter; apa keputusan yang tepat untuk pasien ini

dan bagaimana pandangan secara Hukum maupun Kristen?

2

Page 3: Bab 1 Makalah Agama

1.4 Kata Kunci

Gadis berumur 17 tahun

Kanker Otak

Mempengaruhi fungsi otak

Kepala merasa sakit yang luar biasa

Biaya terlampau tinggi

Penanganan medis

Euthanasia

1.5 Identifikasi Masalah

Apa keputusan yang tepat bagi seorang Dokter untuk menangani Pasien yang

meminta dilakukannya Euthanasia ?

Apakah Euthanasia merupakan tindakan yang melanggar hukum?

Bagaimana pandangan Kristen terhadap Euthanasia ?

3

Page 4: Bab 1 Makalah Agama

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1 Kanker Otak

2.1.1 Pengertian

Otak adalah pusat kehidupan. Segala aktivitas kehidupan, hingga yang sekecil-

kecilnya, hanya bisa terjadi melalui mekanisme yang diatur oleh otak. Dalam waktu

yang bersamaan otak harus menjalankan beribu-ribu aktivitas sekaligus. Saat tiba-tiba

mendengar suara klakson dari belakang maka secepat kilat otak menyuruh kaki

meloncat ke tepi, menyuruh leher menoleh ke belakang, menyuruh mata membelalak,

menyuruh otot-otot menegang untuk mengatasi situasi darurat, menyuruh jantung

memompa darah lebih kencang, menyuruh hidung tetap bernapas, dan masih banyak

lagi yang harus diaturnya.

Semua ini dapat dilaksanakan bersamaan karena diatur oleh bagian otak yang

berbeda-beda, otak memiliki banyak bagian yang memiliki fungsi yang berbeda-beda.

Secara garis besar otak terbagi atas tiga bagian, yaitu otak besar (cerebrum), otak

kecil (cerebellum), dan batang otak (brain stem). Masing-masing bagian terbagi lagi

menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, lebih kecil lagi, dan lebih kecil lagi. Seperti

bagian-bagian tubuh lain, otak bisa terkena tumor maupun kanker. Bedanya, jika pada

bagian tubuh lain tumor jinak kadang tidak mengganggu dan tidak berbahaya, di otak

tumor jinak pun bisa sangat menggangu dan membahayakan nyawa.

Banyaknya bagian otak yang memiliki fungsi pengaturan tubuh yang berbeda-

beda membuat tumor dan kanker otak memiliki gejala yang sangat variatif. Gejala

yang muncul sangat tergantung di bagian otak mana tumor tersebut muncul.

4

Page 5: Bab 1 Makalah Agama

2.1.2 Gejala

Gejala Serebral Umum

Dapat berupa perubahan mental yang ringan (psikomotor asthenia), yang dapat

dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil,

pelupa, perlambatan aktivitas mental dan social, kehilangan inisiatif dan spontanitas,

mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat

dijumpai pada 2/3 kasus. Gejala umum tumor dan kanker otak adalah sebagai

berikut :

Nyeri Kepala

Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal

tumor otak adalah nyeri kepala. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik

sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada

saat bangun tidur pagi serta pada keadaan di mana terjadi peninggian tekanan tinggi

intracranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor

otak.

Muntah

Terdapat pada 30% kasus dan umumnya menyertai nyeri kepala. Lebih sering

dijumpai pada tumor di fossa nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa

posterior, umumnya muntah bersifat proyektil dan tidak disertai dengan mual.

Kejang

Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus,

dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan

kejang adalah tumor otak.

5

Page 6: Bab 1 Makalah Agama

Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak, bila :

Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

Mengalami post iktal paralisis

Mengalami status epilepsi

Resisten terhadap obat-obat epilepsi

Bangkitan disertai dengan gejala tekanan tinggi intracranial lain.

Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di konteks, 50% pasien dengan

astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma. Untuk

memastikan gejala diatas perlu dilakukan pemeriksaan langsung oleh dokter spesialis

(bedah) syaraf dan pemeriksaan lanjutan seperti CT scan, MRI, angiogram,

myelogram, spinal tap, serta biopsi.

2.1.3 Penyebab

Penyebab kanker otak dibagi menjadi dua faktor yaitu dari dalam otak (intrinsik)

dan faktor dari luar otak (ekstrinsik). Kanker ini memang tidak berdiri sendiri, kadang

multifaktorial, yaitu banyak penyebabnya.

Faktor pencetus kanker otak dari dalam adalah sebagai berikut :

1. Genetik : keturunan. Apabila ada garis keturunan yang menderita kanker otak

maka hati-hati untuk tetap menjaga kesehatan.

2. Riwayat trauma atau benturan : benturan di kepala walaupun cidera kepala

ringan tetap waspada, perubahan jaringan yang terbentur bisa juga menjadi

penyebab tumbuhnya jaringan abnormal di otak.

Faktor pencetus kanker otak dari luar adalah sebagai berikut :

1. Pola hidup (life style) : pola hidup yang tidak sehat bisa juga menjadi

penyebab kanker secara umum, seperti merokok, makanan kurang sehat dan

lain-lain.

6

Page 7: Bab 1 Makalah Agama

2. Karsinogenik : bahan karsinogenik secara umum juga menjadi penyebab

kanker, seperti minyak goreng yang dipakai berulang-ulang, bahan kimia yang

terhirup, atau tercampur pada makanan.

3. Radiasi : radiasi bahan-bahan kimia bisa juga memicu tumbuhnya sel kanker.

2.1.4 Pengobatan

Sejumlah teknik operasi dapat dilakukan untuk menyembuhkan penyakit

tersebut. Yakni, operasi dengan bedah microsurgery atau endoscopic surgery,

radiotherapy : sinar X maupun sinar gamma, atau gamma knife, chemotherapy, dan

immunotherapy

2.1.5 Pencegahan

Kanker otak adalah penyakit berbahaya yang sangat mematikan. Selain

mematikan, pengobatannya pun menelan biaya yang sangat besar. Untuk menghindari

penyakit tersebut, berikut ini sejumlah langkah-langkah untuk mencegah penyakit

ini :

1. Jangan biarkan stress berat menyerang terus-menerus, sempatkan waktu

beristirahat, dan lakukan refresing yang dapat mengurangi dan menghilangkan

stres.

2. Batasi radiasi langsung yang terlalu berlebihan pada tubuh, llebih baik

gunakan handsfree bila menggunakan telepon seluler dalam waktu lama.

3. Terapkan pola makan sehat dengan gizi yang seimbang, misalnya

memperbanyak konsumsi buah-buahan, sayur, dan biji-bijian. Ditambah

membatasi diri mengonsumsi lemak.

4. Kurangi konsumsi makanan yang diasap, dibakar dan diawetkan dengan nitrit,

maupun zat-zat kimiawi buatan lainnya.

5. Sudah saatnya menghentikan konsumsi alkohol dan rokok.

6. Lakukan pemerisaan kesehatan secara teratur, apalagi kalau mempunyai

riwayat keluarga penderita kanker otak.

7

Page 8: Bab 1 Makalah Agama

7. Jangan mengonsumsi obat-obatan tertentu sebelum mendapat resep rujukan

dokter. Kesalahan penggunaan obat dapat merangsang perkembangan sel

kanker.

8. Lakukan olah raga secara teratur dan pada porsi yang cukup.

9. Mulai sekarang biasakan mengaplikasikan gaya hidup sehat.

2.2 EUTHANASIA

2.2.1 PENGERTIAN

Dewasa ini eutanasia telah menjadi sebuah permasalahan moral yang sering kali

dibicarakan. Sebelum kita melakukan suatu tindakan atas keputusan moral

menyangkut permasalahan eutanasia ini, ada baiknya terlebih dahulu memahami titik

permasalahan yang ada. Oleh karena itu pada bagian ini kita akan mencoba

membahas dan memperdalam pengertian mengenai eutanasia itu sendiri.

Apa Itu Eutanasia?

Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, yakni kata “EU” dan “THANATOS”.

“Eu” berarti secara baik dan “Thanatos” berarti mati. Jadi, eutanasia berarti mati

secara baik atau kematian tanpa penderitaan. Namun, akhir-akhir ini orang sering

tidak lagi memikirkan arti asli dari eutanasia itu. Orang menganggap eutanasia dalam

arti yang lebih sempit yakni membunuh karena kasihan yang terutama dilihat sebagai

suatu intervensi kedokteran untuk mengurangi rasa sakit dari penyakit atau

pergumulan dengan sakit dan untuk tidak memperpanjang penderitaan anak-anak

yang cacat kelahiran, orang sakit yang tidak tersembuhkan dan orang sakit serius

yang dianggap tanpa tindakan itu orang akan mengalami penderitaan yang berat itu

selama beberapa tahun dan akan membebani pihak keluarga dan masyarakat.

Di Inggris orang lebih suka menggunakan kata “mercy killing” untuk istilah

eutanasia. Maksudnya sama, yakni tindakan mengakhiri hidup manusia agar lepas

dari penderitaan. Kata “killing” digunakan sebagai pembeda arti dari kata “murder”

8

Page 9: Bab 1 Makalah Agama

yang juga berarti pembunuhan. Kata “murder” digunakan untuk menunjuk pada

pembunuhan yang dimaksudkan sebagai tindakan yang tergolong dalam kriminalitas

(unlawfully), sedangkan kata “to kill” digunakan untuk maksud dan tujuan tertentu

yang lebih manusiawi.

Dalam simposium dokter di Universitas Diponegoro, Dr. Indra Wijaya

memperhalus pengertian eutanasia dengan mengatakan bahwa eutanasia merupakan

upaya pencapaian kematian karena kasihan atau membiarkan seseorang mati karena

kasihan kalau dia hidup dalam penderitaan. Di sini dapat dilihat bahwa Dr. Indra

Wijaya mau melihat kematian orang tersebut bukan karena pembunuhan atau

percobaan pembunuhan, melainkan kematian dilihat sebagai rasa belas kasihan

terhadap penderita atau pasien. Ia melihat kematian bukan sebagai suatu tujuan yang

jahat, tetapi sebagai sarana untuk mengurangi penderitaan seseorang.

Eutanasia terkadang dapat pula diartikan sebagai tindakan bunuh diri (suicide).

Jika tindakan eutanasia ini dilakukan sebagai tindakan eutanasia aktif atau sebagai

tindakan eutanasia yang dilakukan atas kemauan pasien sendiri, maka tindakan

eutanasia semacam ini dapat dikatakan sebagai tindakan bunuh diri. Namun, di pihak

lain ada golongan yang bersikeras bahwa tindakan eutanasia bukanlah sebuah

tindakan bunuh diri. Hal ini masih menjadi perdebatan etis yang menarik.

Pendapat Tentang Euthanasia

Masyarakat umum menganggap euthanasia sama dengan suicide. Euthanasia

(good death/easy death atau mercy killing) berasal dari bahasa Yunani, Eu = baik dan

thanatos = mati, disebut juga “kematian yang baik atau bahagia “ atau pembunuhan

karena kasihan. Terdapat sejumlah rumusan pengertian tentang euthanasia, antara lain

sebagai berikut :

1. Plato : euthanasia adalah mati dengan tenang dan baik.

2. Gezondheidsraad ( Belanda ) : euthanasia adalah perbuatan yang dengan

sengaja memperpendek hidup ataupun dengan sengaja tidak berbuat untuk

9

Page 10: Bab 1 Makalah Agama

memperpanjang hidup demi kepentingan pasien oleh seorang dokter atau

bawahannya yang bertanggung jawab padanya.

3. Van Hattum : euthanasia adalah sikap mempercepat proses kematian pada

penderita – penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dengan

melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan medis, dengan maksud untuk

membantu korban menghindarkan diri dari penderitaan dalam menghadapi

kematiannya dan untuk membantu keluarganya menghindarkan diri melihat

penderitaan korban dalam menghadapi saat kematiannya.

4. Kode Etik Kedokteran Indonesia, merumuskan euthanasia dalam tiga arti :

(1) berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa

penderitaan, untuk yang beriman dengan nama Allah di bibir;

(2) waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan

memberinya obat penenang;

(3) mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas

permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

5. Oxford English Dictionary, merumuskan euthanasia sebagai sebuah kematian

yang lembut dan nyaman; dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang

penuh dengan penderitaan dan tak tersembuhkan.

Komite ad hoc terpaksa dibentuk di Harvard Medical School tahun 1969 dan

menghasilkan rekomendasi mengenai boleh / tidaknya mengakhiri hidup pasien

penderita brain death, yaitu bila memenuhi unsur – unsur :

1. Unreceptivity and unrespondesiveness (kehilangan daya tanggap/reaksi);

2. No spontaneous movements or breathing (tanpa gerak spontan dan nafas);

3. No reflexes (tanpa refleks);

4. a flat electroencephalogram / EEG (kerusakan otak).

Sebuah penelitian menunjukkan di Amerika Serikat pendapat masyarakat 60%,

(sementara di Cina 89 %) setuju dilakukannya euthanasia. Jawaban setuju di kalangan

10

Page 11: Bab 1 Makalah Agama

responden di Amerika Serikat itu setidaknya dilandasi tujuh alasan berbeda untuk

mendukung pembunuhan atas dasar belas kasihan (euthanasia), yaitu :

1. Tesis filosofis bahwa setiap pribadi rasional mempunyai hak yang tak dapat

dialihkan dan tak dapat dikurangi untuk membunuh dirinya;

2. Anggapan mengenai kepemilikan – anggapan bahwa kehidupan seseorang

merupakan miliknya sendiri;

3. Fakta materiil, sejumlah penyakit dirasa membuat rasa amat menderita;

4. Keputusan yang mengakibatkan sejumlah kehidupan, kendatipun bukan

karena sakit, tidak mempunyai arti;

5. Pendapat bahwa ketergantungan pada perhatian orang – orang lain itu

merendahkan dan tidak pantas;

6. Gagasan bahwa teknik medis modern memaksa kita untuk menerima

pembunuhan belas kasih dalam banyak kasus;

7. Teori filosofis mengenai tindakan dan kelalaian.

Argumentasi pro, yaitu argumentasi yang dikemukakan oleh orang-orang yang

berusaha untuk melegalkan tindakan eutanasia dengan berpegang pada pandangan the

right to die. Berikut argumentasi yang mereka kemukakan:

1. Eutanasia dilakukan demi kemanusiaan. Orang yang menderita sakit yang

begitu parah dan hidupnya hanya tergantung pada alat serta tidak mempunyai

harapan untuk sembuh dapat dibenarkan untuk melakukan tindakan eutanasia.

Apakah benar orang yang dalam kondisi semacam itu dibiarkan hidup?

manusia mempunyai otonominya sendiri untuk menentukan nasibnya.

Tindakan eutanasia merupakan sebuah pilihan pribadi yang perlu juga untuk

dihormati. Pemikiran seperti ini datang dari para pemikir aliran utilitarian,

seperti JS. Mill. Mill berpendapat bahwa ada hak universal untuk mati atau

hidup sebagaimana dikehendaki orang, asalkan hal ini tidak merugikan orang

lain.

2. Memperhatikan keadaan pasien. Pasien yang dalam keadaan menderita dan

sudah siap untuk mati lebih baik ia dibantu untuk mati daripada ia mengalami

11

Page 12: Bab 1 Makalah Agama

penderitaan yang berkepanjangan. Ketakutan akan rasa sakit yang berlebihan

mendorong orang untuk membenarkan tindakan eutanasia. Membiarkan orang

bergulat dengan rasa sakit yang tidak mengenakkan dan membiarkan orang

dalam ketidakpastian hidup dan siksaan yang amat berat. Di samping itu,

orang tidak akan tahan melihat anak-anak yang lahir cacat yang sangat

mengerikan dan membiarkan mereka menderita seperti itu terus. Dengan

membiarkan mereka mengalami penderitaan seperti itu, berarti membiarkan

mereka mengalami penderitaan yang begitu berat.

3. memperhatikan keadaan sosial. Bagi orang yang sudah tidak produktif dan

hanya menghabiskan biaya. Orang yang dalam kondisi ini lebih baik mati

daripada hanya menjadi beban hidup bagi orang lain hidupnya sendiri tidak

menentu dan manusiawi.

Menanggapi pelbagai argumentasi di atas, golongan yang kontra terhadap

tindakan eutanasia memberikan argumentasi tersendiri yaitu:

1. Hidup manusia merupakan anugerah Allah yang luhur dan ini perlu dihormati

dengan sungguh-sungguh. Hidup manusia adalah suci dan perlu terus

diperjuangkan walaupun menghadapi kesulitan yang amat berat. Orang juga

menghormati otonomi dari profesi petugas medis yang dengan segala

kemampuannya mengupayakan penyembuhan pasien dan menjadi

perpanjangan tangan Allah, Sang Penguasa kehidupan.

2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan membantu orang agar

hidup secara baik dan manusiawi. Kemajuan IPTEK diharapkan untuk

membantu pasien dalam meringankan penderitaan yang ada. Oleh karena itu,

salah kalau penderitaan pasien yang ditolong dengan alat-alat medis ini

dianggap sebagai tindakan yang tidak manusiawi. Kemajuan IPTEK ini

membutuhkan biaya yang mahal, namun orang tidak boleh begitu saja

melakukan tindakan eutanasia dengan alasan biaya yang mahal. Dalam

banyak kasus, ada pihak-pihak yang mau membantu kelancaran perawatan

dan upaya penyembuhan.

12

Page 13: Bab 1 Makalah Agama

3. adas perasaan kasihan untuk berpisah dengan orang yang dicintai karena

berharap bahwa dia masih dapat hidup bersama dalam keluarga. Perasaan ini

tidak boleh diabaikan dan dimatikan. Manusia adalah makhluk sosial yang

memperhatikan sesama. Apakah dengan “otonomi” itu tidak melakukan

pelanggaran dalam hidup bersama? Orang juga mempunyai kepedulian

terhadap hidup ini dan hidup perlu diupayakan dalam kebersamaan dengan

yang lain. Pandangan kaum utilitarian terlalu menyempitkan kehidupan

manusia sebagai makhluk sosial. Mereka terlalu egois.

4. Hidup manusia dilindungi oleh undang-undang dan perlu diupayakan dalam

kebersamaan. Orang tidak boleh dengan seenaknya menghabisi nyawa

seseorang walaupun orang itu sendiri yang memintanya, karena hidup itu

milik bersama, maksudnya dipertahankan dalam kebersamaan hidup.

Dengan sakit orang dapat semakin mengalami kasih Allah. orang dapat

menghayati bahwa penderitaan yang sekarang ini dialami sama seperti penderitaan

Kristus di salib (pandangan Kristiani)

2.2.2 Sejarah

a. Sejarah umum

Eutanasia bukanlah merupakan suatu hal yang baru, karena eutanasia sudah di

kenal sejak zaman Yunani Kuno atau klasik. Pada zaman Yunani-Romawi,

penekanan terletak pada kehendak kematian seseorang yang mau melepaskan diri dari

penderitaan, terutama mereka yang mengalami penyakit yang parah (seperti

pemahaman modern saat ini). Hal ini ditempuh agar tidak membebani orang lain.

Hanya saja letak perbedaan antara zaman modern ini dan pada masa itu, yakni adanya

tradisi kurban yang memungkinkan dilakukannya tindakan eutanasia yang dapat

dilakukan atas kehendak pribadi.

13

Page 14: Bab 1 Makalah Agama

Tidak semua pemikir pada masa Yunani kuno setuju dengan tindakan eutanasia

aktif dan atas kehendak pribadi ini. Ia melihat bahwa hidup manusia mempunyai nilai

keabadian. Jadi, eutanasia merupakan tindakan yang tidak menanggapi hidup

manusia. Sementara itu, Plato melawan tindakan bunuh diri, namun bersimpati

terhadap tindakan eutanasia pada kasus penderitaan yang berat. Ia menolak ide bahwa

hak untuk memelihara hidup ditempakan pada kebaikan itu sendiri, pada kasus

penderitaan orang yang berat. Aristoteles berlainan pandangan dengan gurunya. Ia

menolak eutanasia dengan alasan bahwa hidup manusia itu bernilai luhur.

Selain dari dunia filsafat, dunia medis Yunani pun mempunyai perhatian yang

sangat besar terhadap pembelaan hidup manusia. Seorang yang sangat berpengaruh

dalam dunia medis yakni Hippokrates mempunyai usaha yang gigih dalam

memberikan pelayanan kesehatan bagi manusia. Salah satu yang paling berpengaruh

yaitu ia mengangkat sumpah yang saat itu masih menjadi sumpah jabatan para dokter

yang dikenal dengan sumpah dokter.

Pada abad pertengahan juga ada upaya untuk membela kehidupan manusia. Salah

satu tokoh yang mempunyai perhatian terhadap masalah eutanasia ini adalah Thomas

More dari Inggris. Dan juga pada masa pencerahan, David Hume dalam bukunya On

Suicide menolak tindakan eutanasia.

Pada tahun 1920, adas sebuah buku yang sangat populer dengan judul The

Permission to Destroy Life Unworthy of Life. Buku ini ditulis oleh seorang psikiatri

dari Universitas Freinburg yang bernama Alfred Hoche, M.D. dan seorang profesor

hukum dari Universitas Leipzig yang bernama Karl Binding. Mereka berpendapat

bahwa tindakan membantu orang yang mengalami kematian merupakan masalah

etika tingkat tinggi yang membutuhkan pertimbangan yang tepat, yang pada dasarnya

merupakan suatu solusi belas kasihan atas masalah penderitaan.

Permasalahan eutanasia juga mendapat tanggapan yang keras dan luar biasa

ketika Nazi Jerman menerapkannya bagi orang Yahudi pada masa Perang Dunia II.

14

Page 15: Bab 1 Makalah Agama

Banyak orang mengecam tindaskan Hitler itu. Tanggapan paling keras dilontarkan

oleh Gereja Katolik. Pada tahun 1943, Paus Pius XII mengeluarkan ensiklik “Mystici

Corporis”, sebagai tanggapan atas pembantaian tersebut.

b.   Tinjauan dari Sejarah Gereja

Sudah sejak awal Gereja sangat prihatin terhadap martabat hidup manusia. Salah

seorang tokohnya adalah Pastor Hermas (antara 140-155), ia melawan tindakan

bunuh diri karena hal itu berarti melawan kehidupan yang diberikan oleh Allah

sendiri. pandangan ini juga berkembang dalam pemikiran St. Yustinus Martir yang

mendasarkan pemikirannya pada ajaran Kitab Suci bahwa manusia itu milik Allah

secara utuh.

Santo Agustinus menolak secara tegas tindakan bunuh diri. Tindakan bunuh diri

berarti melawan cinta Allah yang telah mencurahkan cinta-Nya kepada manusia

dengan memberi hidup. Hidup manusia itu sangat bernilai karena merupakan

pemberian Allah. Allah menciptakan manusia secitra dengan-Nya. Karena itu, hidup

perlu dijunjung tinggi.

Santo Thomas Aquinas mendasarkan argumentasinya pada pemikiran filsafatnya.

Ia menggunakan pemikiran Aristoteles dan teologi Kristiani. Ia mengatakan bahwa

tindakan bunuh diri merupakan kekerasan terhadap cinta Allah sendiri dan juga

komunitas. Thomas juga melihat bahwa ada nilai universal dari karya cipta Allah.

Menurut Thomas, kasih Allah yang ditolak oleh manusia ini mendatangkan dosa,

yakni manusia jauh dari Allah dan tidak lagi hidup dalam kasih itu.

Pada masa renaisance ada juga argumentasi moral melawan eutanasia. Pandangan

itu disampaikan oleh seorang Yesuit bernama Juan Kardinal de Lugo. De Lugo

mendapat inspirasi janji keselamatan Allah diberikan kepada manusia. Oleh karena

itu, manusia mempuin8ai kewajiban untuk memelihara hidupnya, sebagai anugerah

yang luhur.

15

Page 16: Bab 1 Makalah Agama

Ajaran Gereja, yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII menganggapi “eugenic

euthanasia”, mengatakan hawa eutanasia merupakan tindakan kekerasan melawan

Allah. Hal ini karena melihat peristiwa Perang Dunia II dan kurban pembantaian yang

dilakukan oleh Hitler terhadap orang Yahudi. Paus Pius XII mendasarkan

pemikirannya pada cerita Kitab Suci mengenai Kain yang membunuh Habel adiknya

(Kej 4:10). Beliau sangat memperhatikan keluhuran tubuh manusia seperti Yesus

yang telah hadir di tengah dunia menjadi sama dengan manusia.

Konsili Vatikan II juga mempunyai keprihatinan besar terhadap masalah

eutanasia yang makin besar dewasa ini. Para Bapa Konsili menempatkan keprihatinan

itu dalam dokumen tentang tindakan pastoral menanggapi perkembangan dunia.

Pandangan konsili dikeluarkan oleh Kongregasi Suci Ajaran Iman untuk menanggapi

masalah eutanasia.

Sikap Gereja ini ditegaskan kembali dalam ensiklik Paus Yohanes Paulus II pada

tahun 1995 yang diberi nama “Evangelium Vitae”. Ajaran ini merupakan pandangan

baru dari Paus untuk membela kehidupan manusia yang mulai menolak secara tegas

tindakan eutanasia. Di sini Paus Yohanes Paulus II mengambil pendasaran teologi

dari Kitab Kejadian tentang Kain yang membunuh Habel.

2.2.3 Bentuk Euthanasia

Euthanasia itu sendiri ada tiga macam, yaitu:

a. Euthanasia pasif adalah apabila dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja

tidak lagi memberikan pengobatan demi memperpanjang kehidupan pasien, misalnya:

dengan mencabut alat-alat yang digunakan untuk mempertahankan hidup, keluarga

tidak lagi merawat pasien di RS. Hal ini terjadi untuk pasien yang benar-benar sudah

terminal, dalam arti tidak bisa disembuhkan lagi, dan segala upaya pengobatan sudah

tidak berguna pula. Belakangan tidak lagi dianggap sebagai euthanasia. Umumnya

16

Page 17: Bab 1 Makalah Agama

kalangan dokter dan agamawan setuju. Karena toh pasien meninggal karena penyakit

nya, bukan karena usaha-usaha yang dilakukan manusia.

b. Euthanasia tidak langsung terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya

melakukan tindakan medik tertentu yang bertujuan meringankan penderitaan pasien,

akan tetapi tindakan mediknya membawa risiko hidup pasien diperpendek secara

perlahan-lahan. Misalnya: seorang pasien penderita kanker ganas tak tersembuhkan

yang sangat menderita kesakitan diberi obat penghilang rasa sakit, namun obat

tersebut mengakibatkan hidup pasien diperpendek secara perlahan-lahan. Tindakan

ini tidak bertentangan dengan eksistensi manusia sebenarnya, karena dilakukan agar

pasien tidak berada dalam penderitaan yang terus-menerus dan tak tertahankan.

c. Euthanasia aktif terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya secara

sengaja melakukan suatu tindakan untuk memperpendek (mengakhiri) hidup pasien.

Euthanasia aktif ada dua; pertama, dokter yang mengambil tindakan mematikan

misalnya dengan suntik mati. Kedua, dokter hanya membantu pasien, misalnya

dengan memberi resep obat yang mematikan dalam dosis besar. Euthanasia ini

biasanya disebut “bunuh diri berbantuan” atau “bunuh diri yang dibantu dokter”

(tentu ini tidak berlaku bagi pasien yang untuk bergerak pun gak bisa). Dalam Alkitab

sebetulnya ada juga kasus euthanasia. Tapi tentu tidak dalam bentuk yang sekarang.

Dalam Ayub 2:9 dikisahkan ketika istri Ayub yang mungkin tidak tahan melihat

penderitaan suaminya, lalu menyuruh Ayub supaya mengutuk Tuhan sehingga bisa

mati sekalian.

BAB 3

17

Page 18: Bab 1 Makalah Agama

EUTANASIA DALAM PERSPEKTIF MORAL DAN IMAN KRISTIANI

3.1.   Eutanasia: Masalah Moral

Perlu ditegaskan lagi bahwa eutanasia bukan hanya sekedar masalah ekonomi,

hukum, dan sosial saja, namun lebih merupakan suatu masalah moral (khususnya

moral di bidang medis). Artinya, masalah eutanasia merupakan permasalahan yang

menyangkut penilaian moral yakni persoalan “’benar’ atau ‘salah’” dan “’boleh’ atau

‘tidak boleh”.

Eutanasia yang dilakukan secara sadar, sengaja dan langsung sesungguhnya

tidak dapat diterima. “Eutanasia, apapun motivasinya atau sasarannya, berarti

mengakhiri hidup orang cacat (handicap), orang sakit atau orang dalam proses mati

(sekarat). Secara moral tidak dapat diterima. Demikianlah tindakan atau kelalaian

yang dari sendirinya atau dimaksudkan untuk mendatangkan kematian untuk

menekan penderitaan, merupakan pembunuhan yang bertentangan dengan martabat

pribadi manusia dan ketaatan terhadap Allah yang hidup, Penciptanya. Kesesatan

penilaian yang bisa menimpa seseorang yang berkehendak baik, tidak mengubah

hakikat pembunuhan ini yang harus ditolak dan dilenyapkan”

Gereja Katolik menganggap eutanasia sebagai suatu tindakan yang tak

bermoral. Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Evangelium Vitae turut

mempertegas hal ini:

“Memperhatikan distingsi-distingsi itu, selaras dengan magisterium para

pendahulu kami, dan dalam persekutuan dengan para Uskup Gereja Katolik, kami

mengukuhkan, bahwa eutanasia itu pelanggaran berat hukum Allah, karena berarti

pembunuhan manusia yang disengaja dan dari sudut ‘moral’ tidak dapat diterima.

Ajaran itu didasarkan pada hukum kodrat dan sabda Allah yang termaktub, disalurkan

oleh Tradisi Gereja, dan diajarkan oleh magisterium biasa dan universal.”

3.2.   Dasar Etika Hidup

18

Page 19: Bab 1 Makalah Agama

Menurut Franz Bockle, sejak semula hidup manusia memerlukan suatu

konvensi dasar sebagai etika hidup bersama. Hendaknya orang menghargai dan

menjaga hidup sendiri dan orang lain. Semuanya itu hendaknya dijunjung tinggi

dalam kehidupan bersama.

Hidup manusia merupakan dasar nilai sekaligus sumber dan persyaratan yang

perlu bagi semua kegiatan manusia dan juga untuk setiap hidup bersama dalam

masyarakat.

Dalam dunia medis, Gereja melalui Piagam Pelayanan Kesehatan yang

dikeluarkan tahun 1955 berusaha untuk menjamin kesetiaan dari para pelayan

kesehatan di bidang etika: pilihan-pilihan dan prilaku yang menampilkan pengabdian

kepada kehidupan. Kesetiaan itu digariskan melalui tahap-tahap eksistensi

manusiawi.

3.3.   Pilihan yang Membingungkan

Ada pepatah yang mengatakan bahwa “hidup adalah sebuah pilihan”. Dalam

kehidupan bermasyarakat, kita sering diperhadapkan dengan pelbagai pilihan yang

menyulitkan. Pilihan-pilihan itu kerap kali memposisikan kita dalam situasi yang

sulit. Kita sering bingung dan bergejolak ketika kita harus mengambil sebuah

keputusan.

Permasalahan mengenai eutanasia menjadi salah satu kondisi konkret yang

membawa kita dalam situasi yang sulit dan serba membingungkan itu. Misalnya,

ketika seorang anggota keluarga kita dalam keadaan sakit parah, ditambah lagi

dengan kemungkinan untuk sembuh sudah tipis. Hidupnya tinggal menunggu waktu

saja. Pada saat seperti inilah pilihan yang membingungkan itu muncul dalam diri kita.

Relakah kita membiarkan orang yang kita cintai itu terus menderita? Ataukah kita

akan langsung mengakhiri hidupnya dengan tindakan eutanasia karena merasa

kasihan?

19

Page 20: Bab 1 Makalah Agama

Perlu diperhatikan bahwa setiap orang terikat untuk menjalani kehidupan

menurut rencana Allah. Hidup itu dipercayakan kepadanya sebagai nilai. Hendaknya

setiap orang terbuka terhadap kehendak-Nya, dengan menaruh pengharapan akan

kepenuhan hidup di surga.

Memang tak seorang pun suka akan penderitaan dan tak seorang pun mau

melihat penderitaan orang yang dikasihinya. Tetapi ingatlah bahwa setiap orang yang

telah dibaptis, ikut ambil bagian dalam sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus.

Penderitaan bukan untuk dihindari tetapi untuk diterima. Sakit dan penderitaan

dapat menghantar orang untuk turut merasa dekat dengan Allah. Orang akan semakin

mengimani kasih Allah yang besar yang mengaruniakan Putera-Nya yang tunggal

agar setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.

3.4.   Tindakan Eutanasia: Atas Dasar Etis Apa?

Bila orang mau mencari “alasan etis” untuk kemerosotan dalam kemanusiaan

yang terjadi secara berangsur-angsur ini, mudah untuk menelusurinya pada sastra

modern.

Untuk membenarkan pembunuhan karena kasihan (eutanasia), pangkalnya ialah

acuan kepada prinsip otonomi seperti yang diungkapkan dalam Manifesto on

Euthanasia pada tahun 1974 dan dipaksakan di beberapa negara oleh permintaan

“wasiat hidup”; dalam perspektif ini, moralitasnya dipusatkan pada hal bahwa para

penderita yang tahu bahwa mereka dapat memperlakukan hidup mereka semaunya,

juga mau melakukan semaunya dengan kematian mereka.

Pada waktu disetujuinya tindakan eutanasia oleh undang-undang Belanda,

menekankan pada permintaan si penderita. Tetapi dengan perkembangan yang ada,

keinginan subyek yang jelas tak diperhatikan lagi dan diabaikan dan kemauannya

diganti oleh orang lain (orang tua atau walinya) dengan pendapat dokter yang

menafsirkannya. Dokter harus menafsirkan rasa sakit dan sengsara pasien dan

20

Page 21: Bab 1 Makalah Agama

memastikan apakah kondisinya begitu parah sehingga dapat dilakukan tindakan

eutanasia atau tidak.

Bila demikian, bukan lagi otonomi dari pasien yang diajukan, melainkan

keputusan “dari luar” yang harus dianggap etis juga bila didesak oleh orang yang

mampu berpikir dewasa atas nama subyek yang tak mampu membuat evaluasi atau

permintaan: bila mengikutinya, kematian dengan sengaja dikenakan para “orang yang

diuntungkan”, sedangkan yang mati seperti “orang yang dibunuh”: lain sama sekali

dari otonomi cita rasa belas kasih.

Jenis kebebasan yang ada di sini adalah jenis kebebasan yang tersedia bagi

orang dewasa yang dianggap baik meskipun melaksanakannya atas mereka yang

tidak mempunyai otonomi sama sekali.

Lepas dari soal martabat rasa sakit orang sakit dan nilai solidaritas yang

ditimbulkan penderitaan orang yang tak bersalah, apakah rasa sakit dan penderitaan

harus ditangani dengan menggunakan kekerasan kematian prematur lewat tindakan

eutanasia?

3.5.   Mengapa Eutanasia Salah?

Praktek eutanasia adalah salah karena melanggar prinsip bahwa kehidupan itu

diberikan oleh Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyetujui “tangan yang

menumpahkan darah orang tidak bersalah” (Ams 6:16,17). Kehidupan berasal dari

Allah, oleh karena itu adalah keputusan dari Allah untuk memberi dan mengambilnya

kembali.

Tidak semua penderitaan itu buruk, meskipun kita tidak selalu mengerti

mengapa kita mengalami penderitaan. Meski demikian, beberapa hal yang baik bisa

berasal dari penderitan itu sendiri.

21

Page 22: Bab 1 Makalah Agama

Isu tentang eutanasia muncul sebagai akibat dari murahnya hidup manusia.

Eutanasia adalah akibat dari hilangnya rasa hormat pada hidup manusia. Moralitas

manusia yang bobrok menjadi penyebab ini semua. Kalau orang mengerti dan

menghormati kesucian dari hidup manusia, maka mereka tidak akan memutuskan

untuk mengakhirinya.

3.6.   Eutanasia Aktif dan Eutanasia Pasif

Pertanyaan yang sering kali muncul dalam topik pembahasan tentang eutanasia

yaitu mengenai: “bagaimana membedakan eutanasia aktif dan eutanasia pasif, serta

sejauh mana tindakan eutanasia “dapat dibenarkan” secara moral?”

Kadang-kadang, batas antara eutanasia aktif dan eutanasia pasif kurang jelas

atau sulit untuk dibedakan. Tetapi kalau kita lebih teliti dalam melihat pengertian dari

keduanya, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa “eutanasia aktif mengakhiri

situasi penderitan seseorang dengan mengakhiri hidupnya, sedangkan eutanasia

pasif yaitu menunggu wafat terjadi (letting die)”

Menyangkut pertanyaan “sejauh mana tindakan eutanasia itu dapat

dibenarkan?”, kita harus mengerti akan pandangan umum yang menilai bahwa

tindakan eutanasia yang “dapat diterima” yakni tindakan eutanasia pasif (letting die).

Eutanasia pasif yaitu tindakan yang meniadakan pemberian obat-obatan dan tindakan

medis karena si pasien sudah berada dalam keadaan kasus luar biasa (extraordinaria).

Penyakit yang diderita pasien telah dipastikan tidak dapat disembuhkan lagi,

sementara biaya medisnya terlampau tinggi serta sulitnya memperoleh obat-obatan

dan tindakan medis yang memadai.

Kalau demikian, pertanyaan yang muncul berikutnya yaitu menyangkut

otonomi si pasien dalam menentukan kematiannya. Dalam hal ini orang harus melihat

kondisi psikologis dari si pasien. Seseorang tidak dapat seenaknya mengambil

tindakan eutanasia meskipun didasarkan atas permintaan pasien. prinsip yang harus

22

Page 23: Bab 1 Makalah Agama

dipegang yaitu kesadaran pasien dalam menentukan pilihannya. Walaupun itu

diungkapkan atau diminta oleh pasien sendiri, namun jika saat itu ia masih dalam

tahap marah,apakah ini dapat dikatakan sebagai tindakan sadar dan permintaan tulus

dari pasien? Hal inilah yang perlu dipertimbangkan dengan seksama.

3.7.   Cinta Kasih Mengalahkan Penderitaan

“Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga ia telah mengaruniakan

Putera-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak

binasa melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16)

Penderitaan bukanlah sesuatu yang menyenangkan yang ingin dialami setiap

orang, tetapi sebaliknya orang senantiasa menghindari penderitaan karena sangat

menyiksa. Salah satu faktor utama dari tindakan eutanasia adalah orang tidak tahan

melihat penderitaan orang lain (yang dikasihinya). Hal ini menimbulkan rasa belas

kasihan yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup

orang lain tanpa penderitaan.

Sebagai orang Kristiani, hendaknya mengambil teladan atas sikap Yesus yang

mau mengorbankan diri-Nya demi seluruh umat manusia. Cinta-Nya yang besar

kepada semua orang mengalahkan rasa sakit akibat dari penderitaan-Nya di kayu

salib, sebab: “tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang

memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13).

Sesungguhnya, penderitaan manusiawi kita telah mencapai puncaknya dalam

kesengsaraan Kristus, dan pada saat yang sama telah memasuki suatu dimensi yang

sama sekali baru dan suatu tataran baru: penderitaan telah dikaitkan dengan kasih,

dengan kasih yang menciptakan kebaikan karena hasil tertinggi dari penebusan dunia

berasal dari salib Kristus.

3.8.   Kematian Kristus dan Eutanasia

23

Page 24: Bab 1 Makalah Agama

Pertanyaan yang sering muncul dan dilontarkan dalam permasalahan eutanasia

terutama dari segi agama yaitu: “’apakah kematian Yesus bukan merupakan tindakan

eutanasia?’ kalau Yesus benar-benar mau memperjuangkan hidup, mengapa ia

sebaliknya pasrah menerima salib dan akhirnya wafat?”

Dikatakan dalam Kitab Suci khususnya dalam Injil Sinoptik bahwa Yesus

tampaknya mengetahui bahwa Ia akan menderita dan wafat (bdk. Mat 16:21-28,

17:22-23, 20:17-19 atau Mrk 8:31-9:1, 9:30-32, 10:32-34 atau Luk 9:22-27, 9:43-45,

18:31-34). Namun, mengapa Ia tidak menghindar, sebaliknya malah memasrahkan

diri dan menerima itu semua?

Sesungguhnya para penulis Injil mau mengatakan bahwa kedatangan Yesus ke

dunia demi karya penyelamatan dan bukan untuk menyerah apalagi bunuh diri.

Kedatangan Yesus ke dunia demi Karya Keselamatan dari Allah (bdk. Mat 16:21).

Teks Kitab Suci secara tegas mengatakan bahwa salib Yesus merupakan

konsekuensi dari perjuangan Yesus dalam membela kehidupan manusia. Yesus yang

memperjuangkan kehidupan orang-orang yang menderita itu, kini menerima

hukuman karena orang lain ingin menang sendiri dan tidak mau melihat karya kasih

Allah. Paulus mengatakan bahwa salib merupakan kebodohan bagi orang-orang yang

tidak percaya, namun merupakan tanda dari sebuah perjuangan untuk mengupayakan

suatu kehidupan (bdk. 1Kor 1:18-31).

Teks lain yang sering diperdebatkan adalah teks dari Injil Yohanes. Dalam Injil

Yohanes, dinyatakan bahwa Yesus mempunyai kemampuan dan kuasa untuk

melawan musuh-musuh-Nya. Kenyataannya, Ia mau menerima kematian tanpa

melawan. Di sini, Yohanes mau menyatakan bahwa Yesus mau menerima

penderitaan dan kematian-Nya itu, karena dengan jalan ini, Ia dapat menyatakan

kebenaran. Teologi yang tampak di sini yaitu teologi kurban. Yesus menjadi “Kurban

Perdamaian” antara Allah dan manusia.

24

Page 25: Bab 1 Makalah Agama

Salib merupakan puncak ketaatan Yesus kepada Bapa-Nya. Hal ini ditunjukkan

oleh para penulis Injil sinoptik (bdk. Luk 23:44-49 dan Mat 27:45-50 serta Mrk

15:33-37). Ketika di salib, Yesus tetap mempertahankan kesatuan dengan Allah Bapa.

Ia juga mampu menyelesaikan tugas yang diberikan Bapa kepada-Nya. Salib diterima

Yesus sebagai jalan untuk menyatakan cinta Allah secara total kepada manusia. Ia

menerima salib dalam ketaatan penuh terhadap Bapa. Makna salib itu dirumuskan

dalam 1 Kor 15:3-5 yang mengatakan bahwa Yesus mati di salib karena dosa manusia

dan Ia dibangkitkan pada hari ketika sesuai dengan isi Kitab Suci. Salib menjadi

puncak dari ‘pengosongan diri’ Yesus: “Ia merendahkan diri, menjadi taat sampai

mati, mati di salib” (Flp 2:8). Di sini Paulus mau memperlihatkan bahwa beriman

kepada Yesus berarti mengikuti Dia dan menerima salib, bukannya lari dari

kenyataan yang ada. Tindakan eutanasia merupakan tanda bahwa manusia lari dari

kenyataan dan menghindar dari penderitaan di salib.

BAB 4

PENUTUP

25

Page 26: Bab 1 Makalah Agama

3.1 Kesimpulan

Disini kami mengambil kesimpulan bahwa :

• Dokter harus menafsirkan rasa sakit dan sengsara pasien dan memastikan

apakah kondisinya begitu parah sehingga dapat dilakukan tindakan eutanasia

atau tidak.

• Sebagai seorang kristiani yang memiliki iman, seharusnya gadis ini

menyerahkan semua pergumulannya dalam doa, seperti ada tertulis : Filipi 4:6

“ Janganlah kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala

hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan

syukur.” Sebab siapakah kita manusia ini, kita hanya dapat berencana tapi

Tuhan lah yang melakukannya: Amsal 19:21 “Banyaklah rancangan di hati

manusia, tetapi keputusan TUHAN lah yang terlaksana.”

Pandangan Hukum di Indonesia

Hukum di Indonesia secara tegas menolak tindakan eutanasia. Hukum secara

tegas pula menindaki orang-orang yang terlibat langsung dalam tindakan

eutanasia, karena dinilai telah melakukan tindakan pembunuhan, dan untuk itu

diberikan sanksi yang berat. Secara hukum di Indonesia praktek euthanasia

(aktif) dilarang. KUHP Bab IX tentang “Kejahatan terhadap Nyawa”, pasal

344 berbunyi demikian: “Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas

permintaan orang itu yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati,

diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Lalu pasal 345:

“Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya

dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam

dengan pidana paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”

Sementara untuk euthanasia pasif dan tidak langsung,dokter harus bisa

membuktikan bahwa tindakan medik terhadap pasien sudah tidak ada gunanya

lagi (euthanasia pasif) atau membuktikan bahwa tindakan medik yang

26

Page 27: Bab 1 Makalah Agama

dilakukannya itu bertujuan untuk meringankan penderitaan pasien (euthanasia

tidak langsung).

Pro-Kontra Para Etikawan

Para etikawan tidak seragam dalam menyikapi soal euthanasia ini. Mereka

pro- kontra. Yang pro salah satu alasannya yang paling kerap dikemukakan

adalah, bahwa pasien terminal memiliki hak untuk mati. Menurut mereka, jika

pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya

segera diakhiri. Sebab bebe rapa hari yang tersisa dari hidup si pasien pasti

penuh penderitaan. Euthanasia hanya sekadar mempercepat kematiannya,

sehingga memungkinkan pasien mengalami “kematian yang baik” tanpa

penderitaan yang tidak perlu. Sedang mereka yang kontra mengemukakan

salah satu alasan, bahwa euthanaasia ini bisa disalahgunakan. Kalau ada

pengecualian terhadap larangan membunuh, bisa-bisa nanti cara ini dipakai

juga terhadap orang-orang cacat, misalnya, atau orang tua, atau orang-orang

yang dianggap “tidak berguna”. Ini juga salah satu yang kemudian dituduhkan

kepada Kevorkian, bahwa ia juga melakukan euthanasia terhadap pasien yang

depresi (yang secara medis masih bisa diobati).

Pandangan Iman Kristen

Iman Kristen, secara tegas menolak euthanasia aktif ini (entah suntik mati

atau bunuh diri berbantuan). Alasannya adalah bahwa Tuhanlah yang

memberikan kepada manu sia nafas kehidupan (Kej 2:7), maka Tuhan jugalah

yang berhak memanggilnya kembali. Hidup dan mati adalah hak prerogatif

Tuhan sebagai Sang Khalik. Alasan-alasan seperti rasa kasihan melihat

penderitaan pasien, alasan ekonomi, atau kere potan mengurus pasien, adalah

tidak bisa mengesampingkan hak prerogatif Allah tersebut. Euthanasia aktif

pada hakikatnya sama dengan membunuh (menghilangkan nyawa) pasien,

sekalipun dengan dalih yang argumentatif. Dan manusia sebenarnya adalah

mahluk yang unik. Beda dengan binatang; tidak ada keberatan untuk

mengakhiri “penderitaan” yang terjadi pada binatang. Tapi manusia tidak

27

Page 28: Bab 1 Makalah Agama

pantas diperlakukan dengan cara demikian. Manusia diberi anugerah oleh

Tuhan untuk melangsungkan kehidupannya, akan tetapi juga untuk menemui

kematiannya. Kita harus merawatnya baik-baik sampat saat terakhir. Tentang

kematian kita serah kan kepada Tuhan. Kedua, dalam penderitaan yang sangat

itulah kerap manusia menemukan sesuatu yang paling hakiki dalam hidupnya.

Bandingkan dengan pengalaman Ayub selepas ia melewati penderitaannya.

Ayub 42:5, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi

sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Di sini Ayub seolah hendak

mengatakan. Dulu ketika ia masih sukses, makmur, hidup bergelimang

kemewahan ia hanya tahu tentang Tuhan dari ajaran-ajaran dan nasihat-

nasihat orang lain. Tetapi sekarang setelah ia melewati berbagai penderitaan

itu, ia mengalami sendiri Allah.

3.2 Saran

Masalah eutanasia bukan masalah yang sederhana, melainkan masalah yang

rumit dan kompleks. Karena itu, setiap orang harus mendalami masalah ini

secara baik dan benar. Untuk itu, perlu ada keterlibatan dan kerja sama dari

pelbagai pihak yang bergerak dalam bidang medis dan riset, tokoh-tokoh

agama, politik, dan masyarakat luas. Pelbagai masukan dari pihak-pihak yang

terkait akan sangat membantu dalam proses pertimbangan dan dalam

menentukan sikap terhadap masalah eutanasia ini.

Masalah eutanasia merupakan masalah bersama. Sayangnya, saat ini masalah

eutanasia masih menjadi masalah yang ruang lingkup pembahasannya hanya

terbatas pada para petugas medis dan sebagian cendekiawan saja. Sehingga,

masalah eutanasia ini masih asing di telinga orang-orang awam. Untuk itu,

sosialisasi amat diperlukan. Harus ada penjelasan yang jelas dan lengkap bagi

seluruh masyarakat tentang masalah eutanasia ini. Di samping itu, setiap

orang hendaknya menyerukan seruan-seruan untuk membela hidup manusia.

Hidup manusia menjadi tanggung jawab bersama.

28

Page 29: Bab 1 Makalah Agama

Dari segi medis, para petugas kesehatan harus berupaya untuk mengamalkan

“Kode Etik Kedokteran” dan lebih meningkatkan profesionalitas kerja. Selain

itu, sistem pelayanan di seluruh rumah sakit, sebisanya mampu menjangkau

orang-orang yang miskin pula.

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: Bab 1 Makalah Agama

dr. Indrawati M. Bahaya Kanker Bagi Wanita & Pria. In : S Emerita M,

Editor. Cetakan Pertama. Jakarta : AV PUBLISHER; 2009. Hal. 181-189

http://www.sahabatsurgawi.net/bina%20iman/euthanasia.html

journal.unnes.ac.id/index.php/kemas/article/download/566/519

http://myshark79.wordpress.com/2010/05/15/eutanasia-dalam-perspektif-

moral-dan-iman-kristisani/

30