bab 1 2 3 4 5

76
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan serta perkembangan suatu negara telah memberikan dampak yang signifikan pada masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia. Dampak tersebut nyatanya kini telah mengubah pola struktur masyarakat dari agraris menjadi industri, dari gaya hidup desa ke gaya hidup masyarakat perkotaan. Pola makan pun berubah dari yang alami menjadi yang cepat saji, akibat dari perubahan pola tersebut adalah terjadinya pergeseran penyakit dari kecenderungan penyakit infeksi ke degeneratif yaitu kardiovaskuler dan stroke (Widyanto &Triwibowo, 2013:127). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata- mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non

Upload: ronianasoka

Post on 04-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kti BAB 1 2 3 4 5.docx

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 2 3 4 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan serta perkembangan suatu negara telah memberikan dampak

yang signifikan pada masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia. Dampak tersebut

nyatanya kini telah mengubah pola struktur masyarakat dari agraris menjadi

industri, dari gaya hidup desa ke gaya hidup masyarakat perkotaan. Pola makan

pun berubah dari yang alami menjadi yang cepat saji, akibat dari perubahan pola

tersebut adalah terjadinya pergeseran penyakit dari kecenderungan penyakit

infeksi ke degeneratif yaitu kardiovaskuler dan stroke (Widyanto &Triwibowo,

2013:127).

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif

cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh

gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer et all, 2000 di kutip

dalam Widyanto &Triwibowo, 2013:128).

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga, baik di Indonesia

maupun di mancanegara. Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak

pada kelompok usia dewasa yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini

salah satunya dipicu oleh rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi

berbagai faktor risiko yang dapat menimbulkan stroke. Dalam skala global

berdasarkan data Word Health Organisation (WHO), diseluruh dunia

diperkirakan 5,5 juta orang meninggal akibat stroke dan diperkirakan pada tahun

Page 2: BAB 1 2 3 4 5

2

2020 penyakit jantung dan stroke menjadi penyebab utama kematian di

dunia(Widyanto & Triwibowo, 2013:128).

Angka kejadian stroke di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun

2013. Hasil Riskesdas 2013 angka kejadian stroke berdasarkan diagnosa tenaga

kesehatan mencapai 7,0% dan berdasarkan diagnosa dokter/gejala yaitu 12,1%.

Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2007. Hasil Riskesdas

2007 angka kejadian stroke berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan yaitu 6,0%

dan berdasarkan diagnosa dokter/gejala yaitu 8,3% .Prevalensi tertinggi angka

kejadian stroke pada tahun 2013 terdapat di provinsi Sulawesi Utara 10,8% ,

sedangkan untuk daerah Lampung memiliki presentasi 5,4%.

(Laporan Riskesdas, 2007:156 ; Laporan Riskesdas, 2013:199).

Sekitar 90% pasien yang terserang stroke tiba-tiba mengalami kelemahan

atau kelumpuhan bagian sisi tubuh. Masalah-masalah yang timbul pada pasien

stroke menurut Mulyatsih (2010:1) adalah kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh,

tonus otot yang abnormal, menurunnya atau hilangnya rasa (sensibilitas),

gangguan lapang pandang, pasien melalaikan sisi yang lumpuh, gangguan

persepsi, status mental yang terganggu, masalah-masalah emosional, dan masalah

komunikasi. Gangguan mobilisasi atau imobilisasi mengacu pada

ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas. Beberapa klien

mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang mobilisasi-

imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan

berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas (Potter dan Perry, 2006:82).

Perubahan atau gangguan-gangguan tersebut dapat mempengaruhi struktur fisik

maupun mental (psikologi pasien stroke).

Page 3: BAB 1 2 3 4 5

3

Menurut Dr. Rudd dkk (2010:131), 25% pasien yang terkena stroke

mengalami depresi. Depresi disebabkan oleh rusaknya satu bagian otak yang

mengatur perasaan. Penyebab lain dari depresi adalahperasaan gagal dikarenakan

pasien stroke umumnya kehilangan banyak kemandiriannya, seperti kehilangan

pekerjaan, kedudukannya, bahkan rasa hormat dan penghargaan dari teman-

temannya.

Menurut Dr. Rudd dkk (2010:19), sekitar 50% sampai 60% dari kasus

pasien stroke dapat kembali ke keadaan normal atau hampir normal. Pemulihan

akan terjadi bertahap sebagai suatu bentuk adaptasi terhadap peradangan dan akan

membuat sel-sel otak kembali bekerja. Lamanya pulih tergantung dari tingkat

keparahan stroke, beberapa orang akan pulih sempurna pada hari pertama atau

kedua, sementara yang lain harus berjuang berbulan-bulan dan dilanjutkan dengan

usaha perbaikan hingga 2 tahun setelah terkena serangan stroke.

Penderita stroke yang mengalami kelemahan atau kelumpuhan

membutuhkan program rehabilitasi. Program rehabilitasi adalah bentuk pelayanan

kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik, psikososial, educational-

vocational yang bertujuan mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin

dan mencegah serangan berulang. Salah satu bentuk rehabilitas awal adalah

mobilisasi. Menurut Lingga (2013:136) latihan mobilisasi merupakan salah satu

bentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk

mencegah terjadinya kecacatan pada penderita stroke. Rehabilitasi dini yang

diberikan yakni berupa latihan Range Of Motion (ROM), baik pasif (latihan

dengan dibantu perawat) dan aktif (latihan yang dilakukan sendiri).

Page 4: BAB 1 2 3 4 5

4

Kozier et all, (2010:588) mengemukakan bahwa latihan pada penderita

stroke dilakukan beberapa kali dalam sehari untuk mencegah komplikasi,

mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot, mencegah perburukan kapsul

sendi, ankilosis, kontraktur, dan mempertahankan fleksibilitas sendi. Latihan

mobilisasi dilakukan setiap hari sebanyak 2x latihan dan setiap latihan dilakukan

sebanyak 3x. Apabila latihan mobilisasi ini rutin dilakukan maka penderita stroke

memiliki kesempatan untuk mengalami penyembuhan dengan baik.

Latihan ini adalah salah satu bentuk intervensi fundamental perawat dalam

upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada penderita stroke,

sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan penderita pada keluarga,

meningkatkan harga diri dan mekanisme koping penderita. Perawat mempunyai

peran yang sangat luas yang dapat mempengaruhi penatalaksanaan klien stroke di

unit perawatan dengan melakukan rehabilitasi tersebut. Menurut survei yang

ditanyakan pada perawat di Ruang Bougenfil ada sekitar 30%-40% penderita

stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka

waktu 6 jam atau kurang dari 6 jam.

Menurut hasil penelitian Agus Pahrianto 2013 yang berjudul Gambaran

Pelaksanaan Mobilisasi Pada Pasien Stroke Oleh Perawat di RSUD Prof. Dr. H.

Aloei Saboe Kota Gorontalo didapatkan dari 32 responden, yang mendapatkan

pemberian mobilisasi dengan baik sesuai SOP yaitu sebesar 7 pasien (21,9%) dan

yang mendapatkan pemberian mobilisasi kurang baik sesuai dengan SOP sebesar

25 pasien (78,1%). Hal ini menujukan bahwa pelaksanaan mobilisasi yang

diberikan oleh perawat masih sangat kurang, dilihat dari jenis, frekuensi, serta

durasi yang kurang baik.

Page 5: BAB 1 2 3 4 5

5

Berdasarkan data survei dari Rekam Medik, di Ruang Bougenvil RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung diperoleh data bahwa jumlah penderita

penyakit stroke yang dirawat selama 1 tahun terakhir (Januari-Juni 2014)

berjumlah 271 orang dan (Juli-Desember 2014) berjumlah 369 orang.

Berdasarkan pre survei yang dilakukan peneliti di Ruang Bougenvil RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek provinsi Lampung perawat mengatakan ada protokol tentang

mobilisasi pada pasien stroke dan dari 12 pasien penderita stroke yang di rawat di

ruang Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek hanya 2 diantaranya yang tidak

mengalami gangguan mobilisasi dengan penurunan tonus otot.

Menurut pengalaman peneliti pada saat praktik di ruang Bougenvil RSUD

Dr. H. Abdul Moeloek terdapat banyak pasien stroke yang mengalami masa

pemulihan yang sangat lama dan banyak yang tidak mengalami perubahan

terutama pada penurunan tonus otot bahkan ada pasien yang hingga mengalami

dukubitus, berbeda dengan dibandingkan di ruang Unit Stroke RSPAD Gatot

Soebroto, menurut pengalaman peneliti saat praktik di ruang Unit Stroke RSPAD

Gatot Soebroto, terdapat pasien yang mengalami masa pemulihan yang cepat dan

terlihat setiap hari pasien di latih untuk pemulihan ototnya dengan latihan ROM

oleh perawat. Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti gambaran

pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat di ruang Bougenvil

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

Page 6: BAB 1 2 3 4 5

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian di atas rumusan masalah penelitian ini adalah

“Bagaimana gambaran pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat di

Ruang Bougenvil, Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun

2015 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Diketahui gambaran pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke di Ruang

Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

2. Tujuan khusus

a. Diketahui karakteristik responden (umur, jenis kelamin, jenis stroke,

skala kelumpuhan) di Ruang Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung

b. Diketahui pelaksanaan mobilisasi oleh perawat dalam katagori baik.

c. Diketahui pelaksanaan mobilisasi oleh perawat dalam katagori

kurang baik.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi RS. Abdul Moeloek

Sebagai bahan evaluasi dalam memberikan pelayanan keperawatan

dalam hal pelaksanaan mobilisasi terhadap pasien stroke.

2. Manfaat Bagi Pendidikan DIII Keperawatan

Merupakan bahan referensi dan pengembangan ilmu pengetahuan

mengenai pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke.

Page 7: BAB 1 2 3 4 5

7

3. Manfaat Bagi Peneliti

Merupakan proses pembelajaran bagi penulis, dalam rangka aplikasi ilmu

pengetahuan yang pernah diterima selama dalam masa perkuliahan dan

sebagai tugas akhir program pendidikan DIII Keperawatan. Hasil

penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup

Lingkup materi peneliti yaitu gambaran pelaksanaan mobilisasi pada pasien

stroke oleh perawat. Lokasi penelitian di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015. Penelitian ini menggunakan

desain deskriptif. Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Mei-30 Mei 2015. Jumlah

sampel yang bersedia menjadi responden sejumlah 36 orang.

Page 8: BAB 1 2 3 4 5

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke

1. Definisi stroke

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif

cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh

gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer et al, 2000 di kutip

dalam Widyanto & Triwibowo, 2011:128).

Stroke atau gangguan peredaran darah otak merupakan penyakit neurologis

yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Ada banyak

sekali terminologi dan definisi stroke, salah satunya : stroke adalah suatu sindrom

klinis yang ditandai oleh serangan akut / mendadak yang mengakibatkan

kelumpuhan salah satu sisi badan secara persisten, gangguan bicara, dan proses

berpikir daya ingat. Menurut World Health Organition (WHO) 1988, stroke

adalah tanda-tanda klinis mengenai gangguan fungsi serebral secara fokal ataupun

global, yang berkembang dengan cepat, dengan gejala yang berlangsung selama

24 jam ataupun lebih, atau mengarah ke kematian tanpa penyebab yang kelihatan,

selain tanda-tanda yang berkenaan dengan aliran darah di otak. Namun dalam

bahasa yang lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa stroke adalah suatu serangan

mendadak yang terjadi di otak yang melibatkan pembuluh darah di otak

(tersumbat atau pecah), dan akhirnya bermanifestasi dalam beragam gejala (mulai

dari kelumpuhan, bicara pelo, dan gangguan menelan) (Sofwan, 2010:1).

Page 9: BAB 1 2 3 4 5

9

2. Penyebab Stroke

Beberapa penyebab stroke menurut Muttaqin, (2008:128-129) :

a. Trombosis Serebral

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan

oedema dan kongesti di sekitarnya. Penurunan aktivitas simpatis dan

penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.

b. Hemoragi

Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke

dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran

dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan

membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,

edema dan mungkin herniasi otak.

c. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum :

1) Hipertensi yang parah

2) Henti jantung-paru

3) Curah jantung tururn akibat aritmia

d. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat :

1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid.

2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

Page 10: BAB 1 2 3 4 5

10

3. Faktor Risiko Stroke

Beberapa faktor-faktor risiko terkena stroke menurut Mulyatsih & Ahmad,

2010:2 :

a. Faktor risiko yang paling sering ditemukan adalah hipertensi.

Keadaan hipertensi yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya

penebalan dinding pembuluh darah. Penebalan ini dapat menyumbat

atau merusak dinding pembuluh darah yang kemudian dapat pecah.

b. Penderita kencing manis dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol.

Pada penderita ini sering terjadi stroke jenis iskemik atau infark karena

sumbatan umumnya pada pembuluh darah kecil.

c. Usia tua

Makin tua umur seseorang makin besar risiko untuk mendapatkan

stroke. Oleh karena itu digolongkan juga sebagai penyakit degeneratif.

Selain itu jenis kelamin laki-laki lebih sering terkenal stroke

dibandingkan dengan perempuan, tetapi pada perempuan yang telah

mengalami menapouse risiko terkena stroke sama dengan laki-laki.

d. Obesitas

Penambahan berat badan yang berlebihan dapat memperbesar risiko

terkena stroke.

e. Penyakit jantung

Terutama yang memberikan gejala gangguan irama jantung merupakan

faktor risiko untuk kejadian stroke.

Page 11: BAB 1 2 3 4 5

11

f. Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok telah terbukti antara lain dapat mengganggu

kemampuan darah untuk mengikat oksigen dan merusak keenturan sel

darah merah. Kebiasaan ini akan menambah risiko untuk menderita

stroke.

g. Kebiasaan makan makanan yang mengandung kolesterol tinggi

Makanan yang mengandung kolesterol tinggi misalnya makanan yang

banyak mengandung lemak hewani atau minyak goreng tertentu akan

mempercepat proses kerusakan dinding pembuluh darah.

4. Klasifikasi Stroke

a. Stroke Iskemik atau Penyumbatan

Stroke iskemik disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh

darah yang menuju ke otak. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh dua hal.

Yang pertama adalah karena adanya penebalan pada dinding pembuluh

darah (atheroschlerosis) dan bekuan darah bercampur lemak yang menempel

pada dinding pembuluh darah, yang dikenal dengan istilah thrombus. Yang

kedua adalah akibat tersumbatnya pembuluh darah otak oleh emboli, yaitu

bekuan darah di jantung ini biasanya terjadi pada pasien yang terpasang

katup jantung buatan, setelah serangan miokard infark akut, atau pasien

dengan gangguan irama jantung berupa febrilasi atrial, yaitu irama jantung

yang tidak teratur yang berasal dari serambi jantung (Mulyatsih & Ahmad,

2010:5).

Page 12: BAB 1 2 3 4 5

12

Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun

tidur, dan di pagi hari. Umumnya pada penderita stroke iskemik

kesadarannya baik (Muttaqin, 2008:130).

b. Stroke Hemoragi (perdarahan)

Sekitar 70% stroke perdarahan disebabkan oleh pecahnya pembuluh

darah ke otak oleh karena tekanan darah tinggi atau hipertensi. Sisanya

disebabkan oleh rupture atau pecahnya aneurysma, yaitu pembuluh darah

yang bertekstur tipis dan mengembang, atau bisa juga karena rupture pada

arterovenomalformation (AVM), yaitu suatu bentuk yang tidak sempurna

dari pembuluh darah arteri dan vena. Kedua jenis penyebab stroke

perdarahan, yaitu Aneurysma dan AV merupakan kelainan anatomis

pembuluh darah yang terbawa sejak lahir (Mulyatsih & Ahmad, 2010:6).

Stroke hemoragi biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau

saat aktif, namun bisa juga terjadi saat beristirahat. Kesadaran penderita

stroke ini umumnya menurun (Muttaqin, 2008:129).

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala serangan stroke bervariasi, tergantung pada lokasi dan

besarnya kerusakan sel otak akibat kurangnya suplai oksigen. Sekitar 90% pasien

yang terserang stroke tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo

badan. Tanda dan gejala lainnya adalah tiba-tiba kehilangan rasa peka, bicara

cedal atau pelo, mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai, gangguan

daya ingat, nyeri kepala hebat, vertigo, dan bisa sampai menurunnya kesadaran

(Mulyatsih & Ahmad, 2010:7).

Page 13: BAB 1 2 3 4 5

13

Menurut Dr. Anthony Rudd, (2010:203) hampir semua stroke menyebabkan

masalah yang datang dari salah satu sisi tubuh. Gejala yang paling umum adalah

kelemahan di lengan, kaki atau keduanya, dapat berupa rasa kebas atau rasa geli.

Hilangnya penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata, baik yang kanan

maupun kiri, dapat menandakan terjadinya stroke. Terjadinya gangguan pada

masalah bahasa, misalnya ketidakmampuan untuk memahami perkataan orang

lain katakan atau kesulitan dalam merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat,

kesulitan dalam mengoordinasikan lengan, kegoyahan saat berjalan, tiba-tiba

mengalami penglihatan ganda. Tanda-tanda tersebut dapat datang dengan cepat

dalam beberapa menit, meskipun tanda-tanda tersebut dapat datang dan pergi

selama periode dalam beberapa jam sebelum akhirnya menetap.

6. Masalah Yang Timbul Pada Pasien Stroke

Masalah-masalah yang timbul pada pasien stroke menurut Lingga,

(2013:71-81) :

a. Kelumpuhan

Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke.

Stroke umumnya ditandai dengan cacat pada salah satu sisi tubuh

(hemiplegia), jika dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebabkan

anggota tubuh tersebut menjadi tidak bertenaga atau dalam bahasa medis

disebut hemiparesis. Kelumpuhan dapat terjadi diberbagai bagian tubuh,

mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah, dan tenggorokan.

Skala kelumpuhan akibat stroke menurut Neil F. Gorden :

Page 14: BAB 1 2 3 4 5

14

1) Skala 1

Pasien masih mampu melakukan hal-hal ringan yang sebelumnya

mampu dilakukannya.

2) Skala 2

Pasien tidak mampu melakukan semua pekerjaan seperti semula,

namun tanpa bantuan orang lain masih bisa berusaha

melakukannya sendiri,

3) Skala 3

Pasien memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan pekerjaan

tertentu, namun masih dapat berjalan tanpa dibantu orang lain

meskipun harus menggunakan tongkat.

4) Skala 4

Pasien tidak dapat berjalan lagi tanpa di papah oleh orang lain.

Mereka juga memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan

pekerjaan yang sebelumnya dilakukan sendiri, misalnya mandi, ke

toilet, menyisir rambut.

5) Skala 5

Pasien tidak lagi dapat melakukan aktivitas fisik apapun. Semua

aktivitas dan kebutuhan hidupnya bergantungan bantuan orang lain

serta memerlakukan perhatian seseorang yang merawatnya.

b. Gangguan berkomunikasi

Gangguan komunikasi yang dialami setiap pasien berbeda-beda ada

yang sulit berbicara, sulit menangkap pembicaraan orang lain, dapat

berbicara tetapi kacau atau sulit diartikan, tidak dapat membaca dan

Page 15: BAB 1 2 3 4 5

15

munulis, atau bahkan tidak dapat lagi mengenali bahasa isyarat yang

dilakukan oleh orang lain untuknya.

Beberapa istilah yang terkain dalam gangguan berkomunikasi :

1) Dysarthia

Gangguan komunikasi ini disebabkan oleh otot lidah, tenggorokan

dan otot di sekitar muka melemah sehingga menyebabkan kesulitan

untuk berbicara.

2) Afasia anomik

Disebabkan kerusakan ringan pada otak yang menyebabkan pasien

lupa nama orang atau benda tertentu yang sebelumnya telah

dikenalnya.

3) Afasia ekspresif

Pasien yang mengalami afasia ekspresif masih dapat

menyampaikan pikirannya tetapi sulit mengutarakannya dalam

bentuk kata-kata.

4) Afasia represif

Kesulitan untuk mengerti bahasa lisan atau tulisan yang

disampaikan oleh orang lain. Kata-kata yang diucapkan tidak

mengandung arti.

5) Afasia global

Afasia global menyebabkan pasien tidak lagi mengerti bahasa yang

semula dipahaminya dan tidak lagi mampu menyampaikan buah

pikirannya kepada orang lain.

Page 16: BAB 1 2 3 4 5

16

c. Perubahan mental

Tubuhnya yang lemah, nyeri di sekujur tubuh yang sering dirasakannya,

kelumpuhan, sulit berkomunikasi, serta beragam dampak stroke lain yang

dialaminya menyebabkan pasien akhirnya mengalami stres, depresi, mudah

tersinggung, mudah marah, dan sedih.

d. Gangguan emosi

Trauma pasca stroke menyebabkan pasien mengalami gangguan emosi

dan perubahan kepribadian. Kondisi seperti ini menyebabkan pasien mudah

tersinggung, cenderung marah tanpa sebab yang jelas, lesu, apatis, dan

minder.

e. Depresi

Kebanyakan pasien berubah menjadi individu yang murung dan selalu

tampak sedih sepanjang hari, tidak tertarik pada kegiatan yang biasanya

disukai, kehilangan nafsu makan, tidak dapat berkonsentrasi, sulit

mengingat, dan tidak sanggup membuat sesuatu keputusan. Ada pula pasien

yang sering menangis tanpa sebab yang jelas, minder karena merasa

bergantung pada orang lain, dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri

karena merasa putus asa dengan kondisi tubuhnya yang tidak berdaya.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan keperawatan klien stroke fase akut menurut Widyanto

dan Triwibowo (2013:139) :

1) Mempertahankan jalan nafas, dengan pemberian oksigen dan

mengatur posisi klien.

2) Membersihkan lendir

Page 17: BAB 1 2 3 4 5

17

3) Monitoring fungsi nafas, cek analisa gas darah, observasi gerakan

dada.

4) Mengkaji tanda vital secara periodik sesuai kondisi klien.

5) Mengkaji status neurologik secara periodik : glasgow coma scale

(GCS), pupil, fungsi motorik dan sensorik, fungsi saraf cranial, dan

reflek.

6) Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit.

7) Melakukan pencegahan kejang jika perlu.

8) Mengkaji kemampuan menelan klien.

b. Penatalaksanaan keperawatan klien stroke fase pasca akut

1) Melakukan perawatan kebersihan badan secara rutin.

2) Monitor tanda vital, status neurologis, dan fungsi kognisi secara

teratur.

3) Melibatkan klien dalam perawatan diri sesuai kemampuan klien.

4) Melakukan Range Of Motion (ROM) pasif atau aktif, 3 sampai 4

kali sehari.

5) Melakukan perawatan kulit setiap 4 jam, perhatikan adanya

kemerahan atau iritasi.

6) Merubah posisi setiap 2 jam, ganjal bantal pada lengan atau tungkai

lemah.

7) Meninggikan bagian tempat tidur 30 derajat.

8) Memperhatikan bersihan jalan nafas, bila klien sadar anjurkan

untuk latihan batuk efektif.

9) Monitoring fungsi bowel, keseimbangan cairan.

Page 18: BAB 1 2 3 4 5

18

10) Melakukan bladder training atau fisioterapi dada sesuai indikasi.

11) Menyesuaikan teknik komunikasi dengan kemampuan klien yaitu

bicara pelan dengan suara normal, jadilah pendengar yang baik,

serta menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan.

12) Mengobservasi adanya komplikasi.

B. Mobilisasi

1. Definisi

Menurut Mubarak dan Chayatin, (2008:220), mobilisasi adalah kemampuan

seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehat.

Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk

bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Hidayat &

Uliyah, 2012:56).

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan

bebas, dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak

dengan bebas. Beberapa klien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di

antara rentang mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi

imobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas (Potter dan

Perry, 2006:82).

Page 19: BAB 1 2 3 4 5

19

2. Jenis-jenis mobilisasi

Menurut Hidayat dan Uliyah, (2012:56-57) :

a. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

secarapenuh, bebas tanpa pembatasan jelas yang dapat mempertahankan

untuk berinteraksi sosial dan menjalankan peran sehari-harinya.

b. Mobilisasi sebagian

Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

dengan batasan jelas, tidak mampu bergerak secara bebas, hal tersebut dapat

dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuh

seseorang. Mobilisasi sebagian ini ada dua jenis, yaitu :

1) Mobilisasi sebagian temporer

Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan bersifat sementara, hal tersebut dapat

disebabkan adanya trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,

sebagai contoh : adanya dislokasi sendi dan tulang.

2) Mobilisasi sebagian permanen

Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan bersifat menetap, hal tersebut disebabkan

karenanya rusaknya sistem saraf yang reversibel sebagai contoh

terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegia karena injuri tulang

belakang, dan pada poliomielitis karena terganggunya sistem saraf

sensorik dan motorik.

Page 20: BAB 1 2 3 4 5

20

Tabel 1Derajat kekuatan otot

SkalaProsentase

Kekuatan NormalKarekteristik

0 0 Paralisis sempurna1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau

di lihat2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan

topangan3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan

melawan tahanan minimal5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal

melawan gravitasi dan melewati tahanan penuh(Sumber : Hidayah & Uliyah, 2012:120)

3. Tujuan mobilisasi

Menurut Hidayat dan Uliyah, (2012:59) tujuan mobilisasi adalah :

a. Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan

b. Memperbaiki tonus otot

c. Meningkatkan mobilisasi sendi

d. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

e. Mengurangi kehilangan tulang

4. Range Of Motion (ROM)

Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan

ini membutuhkan tindakan keperawatan. Salah satu tindakan keperawatan pada

gangguan mobilisasi adalah latihan ROM (Hidayat & Uliyah, 2012:56).

ROM adalah pergerakan maksimal yang mungkin dilakukan oleh sendi.

Rentang pergerakan sendi bervariasi dari individu ke individu lain dan ditentukan

oleh susunan genetik, pola perkembangan, ada atau tidaknya penyakit dan jumlah

aktivitas fisisk yang normalnya dilakukan seseorang (Kozier dkk, 2010:588).

Page 21: BAB 1 2 3 4 5

21

Latihan ROM merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau batasan

gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan

ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal.

Tabel 2Tipe pergerakan sendi

Pergerakan KerjaFleksi Menurunkan sudut sendi (misal, menekuk siku)Ekstensi Meningkatkan sudut sendi (misal, meluruskan lengan dibagian siku)Hiperekstensi Ekstensi yang lebih jauh atau pelurusan sendi (misal, menekuk kepala

ke belakang)Abduksi Pergerakan tulang menjauhi garis tengah tubuhAduksi Pergerakan tulang menuju garis tengah tubuhRotasi Pergerakan tulang mengelilingi sumbu pusatnyaSirkumduksi Pergerakan bagian distal tulang membentuk sebuah lingkaran sementara

ujung praksimal tetapEversi Menggerakan telapak kaki ke arah luar dengan menggerakan sendi

pergelangan kakiInversi Menggerakan telapak kaki ke arah dalam dengan menggerakan sendi

pergelangan kakiPronasi Menggerakan tulang lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap

ke bawah saat diletakkan didepan tubuhSupinasi Menggerakan tulang lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap

ke atas saat diletakkan didepan tubuh(Sumber : Kozier et all, 2010:588)

5. Klasifikasi Range Of Motion (ROM)

Range Of Motion (ROM) di bagi menjadi 2, yaitu :

a. Range Of Motion (ROM) aktif

Latihan gerak sendi aktif adalah klien menggunakan ototnya sendiri

untuk melakukan gerakan (Lingga, 2013:136).

Menurut Kozier et all, (2010:588) latihan ROM aktif adalah latihan isotonik

yaitu klien menggerakan setiap sendi tubuh dengan serangkaian pergerakan

yang komplet, peregangan secara maksimal semua kelompok otot dalam

setiap bidang sendi. Latihan ini dapat mempertahankan atau meningkatkan

Page 22: BAB 1 2 3 4 5

22

kekuatan dan daya tahan otot, dan dapat memcegah perburukan kapsul

sendi, ankilosis, dan kontraktur.

b. Range Of Motion (ROM) pasif

Latihan gerak sendi pasif adalah perawat menggerakan anggota gerak

dan memerintahkan keikutsertaan klien agar terjadi gerakan penuh (Lingga,

2013:138). Menurut Kozier et all, (2010:589) latihan ROM pasif adalah

latihan dengan menggunakan orang lain untuk menggerakan sendi klien

melalui serangkaian pergerakan yang komplet dengan merengangkan semua

kelompok otot secara maksimal dalam setiap bidang di setiap sendi. Oleh

karena itu, latihan ROM dilakukan pada klien yang tidak mampu melakukan

pergerakan secara aktif.

6. Latihan Range Of Motion (ROM) pasif dan aktif

Menurut Hidayat dan Uliyah, (2012:122-126) latihan ROM dapat meliputi

fleksi dan ekstensi tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi lengan

bawah, fleksi bahu, abduksi dan adduksi bahu, rotasi bahu, fleksi dan ekstensi

jari-jari, infersi dan effersi kaki, fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan

ekstensi lutut, rotasi pangkal paha, abduksi dan adduksi pangkal paha.

Sikap dan posisi pasien harus diperhatikan, terutama anggota badan yang

lumpuh untuk mencegah terjadinya kecacatan dan juga untuk memberikan rasa

nyaman kepada pasien. Selain memperhatikan sikap dan posisi pasien, perawat

juga harus memberikan latihan fisik berupa ROM pasif dan aktif anggota gerak

atas dan bawah yang berguna untuk mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi

(Mulyatsih, 2010:6).

Page 23: BAB 1 2 3 4 5

23

a. Posisi pasien

Posisi pasien harus di rubah setiap 2-3 jam berupa terlentang, miring ke sisi

yang sehat dan miring ke sisi yang sakit (tidak lebih dari 20 menit).

b. Latihan Range Of Motion (ROM) pasif anggota gerak atas dan bawah

ROM pasif dilakukan oleh perawat diberikan pada pasien stroke yang

mengalami kecacatan /kelumpuhan (hemiplegia). Menurut Mulyatsih

(2010:7-9) bentuk latihan ROM pasif, yaitu :

1. Menekuk dan meluruskan sendi bahu

2. Menekuk dan meluruskan siku

3. Memutar pergelangan tangan

4. Menekuk dan meluruskan pergelangan tangan

5. Memutar ibu jari

6. Menekuk dan meluruskan jari-jari tangan

7. Menekuk dan meluruskan pangkal paha

8. Menekuk dan meluruskan lutut

9. Menggeser kaki menjauhi dan mendekati badan

10. Memutar pergelangan kaki

c. Latihan Range Of Motion (ROM) aktif anggota gerak atas dan bawah

Bila keadaan umum pasien telah stabil atau pada pasien stroke yang tidak

terlalu parah hanya menyebabkan anggota tubuh tersebut menjadi tidak

bertenaga atau dalam bahasa medis disebut hemiparesis, pasien di latih

perawat untuk melakukan latihan Range Of Motion (ROM) aktif anggota

gerak atas dan bawah sedini mungkin.

Page 24: BAB 1 2 3 4 5

24

C. Perawat

1. Definisi Peran Perawat

Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang

lain dalam hal ini perawat untuk memberikan asuhan keperawatan, melakukan

pembelaan pada klien, sebagai pendidik tenaga perawat dan masyarakat,

koordinator dalam pelayanan pasien, kolaborator dalam membina kerjasama

dengan profesi lain dan sejawat, konsultan pada tenaga kerja dan pasien,

pembaharu sistem, metodologi dan sikap (Peran Perawat, CHS, 1989 di kutip

dalam Wahit, 2006:1).

Peran perawat menurut Lokakarya Nasional, 1983 adalah: sebagai pelaksana

keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan, sebagai

pendidik dalam keperawatan, peneliti dan pengembang keperawatan. Kozier dan

Barabara, (1995:21) mendefinisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu

sistem.

Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan

bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang

pada situasi sosial tertentu. Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk

menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan

pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk

menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai

dengan kode etik profesional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri

terpisah demi untuk kejelasan (Wahit dkk, 2006: 3).

Page 25: BAB 1 2 3 4 5

25

2. Fungsi Perawat

a. Definisi Fungsi

Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan

perannya. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain

(Wahit dkk, 2006:11).

b. Fungsi Perawat Dalam Melaksanakan Perannya

Fungsi perawat dalam melaksanakan tugasnya menurut Wahit dkk,

2006:12 adalah :

1) Fungsi Independent

Yaitu fungsi dimana perawat melaksanakan perannya secara

mandiri, tidak tergantung pada orang lain atau tim kesehatan

lainnya.

2) Fungsi Dependent

Kegiatan ini dilakukan dan dilaksanakan oleh seorang perawat atas

instruksi dari tim kesehatan lainnya (dokter, ahli gizi, radiologi, dan

lainnya).

3) Fungsi Interdependent

Fungsi ini berupa kerja tim yang sifatnya saling ketergantugan baik

dalam keperawatan dan kesehatan.

c. Fungsi lainnya (Lokakarya Nasional Keperawatan, 1983 di kutip dalam

Wahit dkk, 2006:12) :

Page 26: BAB 1 2 3 4 5

26

1) Fungsi I

Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat

akan pelayanan keperawatan, serta sumber sumber yang tersedia

dan potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

2) Fungsi II

Merencanakan tindakan dan tujuan asuhan keperawatan sesuai

dengan keadaan pasien.

3) Fungsi III

Melaksanakan rencana keperawatan yang mencakup upaya

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan,

pemulihan, pemeliharaan kesehatan, dan termasuk pelayanan

pasien dalam keadaan terminal.

Kompetensi :

a) Menggunakan dan menerapkan konsep serta prinsip ilmu

perilaku, ilmu sosial budaya, dan ilmu biomedik dasar dalam

melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat.

b) Menerapkan keterampilan keperawatan untuk memenuhi

kebutuhan manusiawi pasien, diantaranya :

(1) Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual

(2) Kebutuhan nutrisi

(3) Kebutuhan eliminasi

(4) Kebutuhan oksigen dan karbondioksida

(5) Kebutuhan aktifitas dan istirahat

Page 27: BAB 1 2 3 4 5

27

(6) Kebutuhan keselamatan dan keamanan

c) Merawat pasien dengan gangguan fungsi :

(1) Gangguan sistem pernafasan

(2) Gangguan sistem kardiovaskuler

(3) Gangguan sistem persarafan

(4) Gangguang sistem pencernaan

(5) Gangguan bicara

(6) Gangguan sistem pendengaran

(7) Gangguan sistem reproduksi

(8) Gangguan sistem integumen

(9) Gangguan sistem perkemihan

(10)Gangguan sistem endokrin

(11)Gangguan sistem muskoloskeletal

d) Merawat pasien dengan masalah mental yang berhubungan

dengan penyesuaian dan adaptasi psikososial.

e) Merawat pasien yang memerlukan pelayanan kebidanan dan

penyakit kandungan.

f) Memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat dengan menggunakan sumber yang

ada secara optimal.

g) Berperan serta dalam merumuskan kebijakan, merencanakan

program, dan melaksanakan pelayanan kesehatan.

h) Merawat pasien usia lanjut.

i) Merawat pasien dengan keadaan atau penyakit terminal.

Page 28: BAB 1 2 3 4 5

28

j) Melaksanakan kegiatan keperawatan sesuai kewenangan dan

tanggung jawabnya serta etika profesi.

4) Fungsi IV

Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan

5) Fungsi V

Mendokumentasikan proses keperawatan

6) Fungsi VI

Mengidentifikasikan hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari dan

merencanakan studi khusus untuk meningkatkan pengetahuan

serta pengembangan keterampilan dalam praktik keperawatan.

7) Fungsi VII

Berpartisipasi dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada

pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.

8) Fungsi VIII

Bekerjasama dengan profesi lain yang terlibat dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok, dan

masyarakat.

9) Fungsi IX

Mengelola perawatan pasien dan berperan serta sebagai team

dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.

10) Fungsi X

Mengelola institusi pendidikan Keperawatan

Page 29: BAB 1 2 3 4 5

29

11) Fungsi XI

Berperan serta dalam merumuskan kebijaksanaan perencanaan

pelaksanaan perawatan kesehatan primer.

D. Penelitian Terkait

Menurut hasil penelitian Agus Pahrianto 2013 yang berjudul Gambaran

Pelaksanaan Mobilisasi Pada Pasien Stroke Oleh Perawat di RSUD Prof. Dr. H.

Aloei Saboe Kota Gorontalo didapatkan dari 32 responden, yang mendapatkan

pemberian mobilisasi dengan baik sesuai SOP yaitu sebesar 7 pasien (21,9%) dan

yang mendapatkan pemberian mobilisasi kurang baik sesuai dengan SOP sebesar

25 pasien (78,1%). Hal ini menujukan bahwa pelaksanaan mobilisasi yang

diberikan oleh perawat masih sangat kurang, dilihat dari jenis, frekuensi, serta

durasi yang kurang baik.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk

mengidentifikasikan variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) yang terkait

dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan

kerangka konsep penelitian (Natoatmodjo, 2010:83).

Pelaksanaan mobilisasi dilakukan pada kriteria pasien yang hemiplegia atau

hemiparesi seperti latihan fisik yaitu Range Of Motion (ROM) aktif dan pasif.

Page 30: BAB 1 2 3 4 5

30

Gambar 1Kerangka Teori

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk abstraksi yang

terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal yang khusus. Konsep merupakan

abstraksi, makan konsep tidak dapat langsung diamati atau di ukur. Konsep hanya

dapat diamati melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel.

Variabel adalah symbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan

konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2012: 100).

Masalah yang timbul pada pasien stroke :

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh

2. Tonus otot yang abnormal

3. Menurunnya atau hilangnya sensibilitas

4. Gangguan lapang pandang

5. Status mental yang terganggu

6. Masalah komunikasi

(Mulyatsih, 2010:1-4)

Gangguan mobilisasi

Peran Perawat Peran Keluarga

Latihan fisikRange Of Motion(ROM) :

1. Aktif

2. Pasif

Page 31: BAB 1 2 3 4 5

31

Dalam hal ini peneliti akan meneliti tentang gambaran pelaksanaan

mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat yang akan digambarkan dalam

kerangka kerja sebagai berikut :

Gambar 2Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep penelitian

tertentu (Notoatmodjo, 2012:103). Dalam penelitian ini penulis menggunakan

variabel tunggul atau univariat.

H. Definisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup atau membatasi pengertian varibel yang

diamati / teliti dari variabel tersebut perlu diberi batasan atau definisi operasional.

Definisi operasianal bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau

pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrument (alat ukur) (Notoatmodjo, 2012:111).

Pelaksanaan mobilisasi

latihan fisik ROM oleh

perawat pada pasien stroke :

1. Baik

2. Kurang baik

Page 32: BAB 1 2 3 4 5

32

Tabel 3Definisi operasional

No. VariabelDefisi

operasionalCara ukur Alat ukur Hasil ukur

Skala ukur

1. Pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke.

Tindakan pemberian latihan fisik berupa Range Of Motion (ROM) pasif yang dilakukan oleh perawat kepada pasien stroke berdasarkan persepsi pasien.

Wawancara Kuesioner wawancara

0=kurang baik jika hasil prosentase ≤ 50%

1=baik jika hasil prosentase > 50%

Ordinal

Page 33: BAB 1 2 3 4 5

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Desain penelitian atau disebut juga rancangan penelitian ditetapkan dengan

tujuan agar penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Desain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan survey yaitu

suatu penelitian yang hanya menggambarkan suatu objek tertentu (Suyanto, 2011:

32). Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif untuk mengetahui

pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat di Ruang Bougenville

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

B. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010:115). Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien stroke

yang dirawat di Ruang Bougenville RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung 2015. Berdasarkan hasil pre survei 1 tahun terakhir penderita stroke di

ruang Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek provinsi Lampung, didapatkan

rata-rata perbulan penderita stroke ±52 orang.

2. Sampel

Sampel adalah penelitian yang hanya mengambil sebagian dari objek yang

di teliti dan di anggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010:115).

Pengambilan sampel harus sedemikian rupa sehingga dapat mewakili populasi.

Page 34: BAB 1 2 3 4 5

34

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental

sampling, yaitu pengambilan sampel secara accidental yakni mengambil sampel

dari responden atau kasus yang kebutulan ada pada saat itu (Notoatmodjo, 2010).

Sampel yang di ambil dalam penelitian pada tanggal 4 Mei-30 Mei 2015 sejumlah

36 responden dengan kriteria sampel :

a. Kesadaran composmentis

b. Penderita stroke yang mengalami gangguan mobilisasi dengan penurunan

tonus otot dan dapat berkomunikasi

c. Dirawat di Ruang Bougenville RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung

d. Bersedia menjadi responden

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 4 Mei-30 Mei 2015 di Ruang Bougenville

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

D. Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Alat pengumpulan data berupa kuesioner, formulir observasi,

atau yang lainnya (Notoatmodjo, 2010:131). Alat pengumpulan data yang

digunakan peneliti adalah lembar kuesioner yang berbentuk checklist dengan

pilihan selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Jumlah kuesioner 12

pertanyaan di isi oleh peneliti.

Page 35: BAB 1 2 3 4 5

35

2. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti mendapatkan surat izin pre survey pada tanggal 29 januari 2015 lalu

peneliti melakukan penelitian untuk mendapat data awal pada tanggal 3 Febuari

2015. Judul peneliti di terima oleh penguji dan penelitian dilanjutkan kembali

pada awal bulan April. Peneliti mendapatkan surat izin penelitian dari RSUDAM

pada tanggal 29 April 2015 dan peneliti memulai penelitian di ruang Bougenvil

pada tanggal 4 Mei 2015 didapatkan 36 responden. Data dikumpulkan dengan

cara wawancara ke pasien stroke dengan kriteria pasien sadar, mengalami

gangguan mobilisasi dengan penurunan tonus otot dan bisa berkomunikasi.

Sebelum responden di wawancara peneliti memberikan penjelasan tentang

penelitian dan melakukan persetujuan dengan memberikan inform consent yaitu

surat pernyataan bersedia menjadi responden. Responden diminta menjawab

dengan jujur apa yang ditanyakan oleh peneliti kemudian peneliti yang mengisi

lembar kuesioner wawancara tersebut. Peneliti melakukan wawancara dengan cara

mengaplikasikan sebuah gerakan, cara ini bisa bermanfaat untuk menambah

pengetahuan latihan gerak pada responden.

E. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian ini menurut Notoatmodjo (2010:203-204), adalah :

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden, dengan bentuk lembar persetujuan. Lembar persetujuan

diberikan sebelum penelitian kepada respoden yang akan diteliti. Lembar ini

dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian, sehingga sunjek

Page 36: BAB 1 2 3 4 5

36

mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti

tidak boleh memaksa dan harus tetap menghormati hak – hak subjek.

2. Anonimity

Anonimity digunakan untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode

pengganti nama responden.

3. Confidentiality

Informasi yang telah dikumpulkan dari responden akan dijamin

kerahasiaannya oleh penliti dan hanya akan digunakan untuk pengmbangan

ilmu.

4. Prinsip Keadilan

Subjek penelitian ini diperlakukan secara adil baik sebelum, selama

maupun sesudah keikutsertaannya dalam penelitian.

F. Pengolahan Data

Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah yang

penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian

masih mentah, belum memberikan informasi apa – apa dan belum siap untuk

disajikan (Notoatmodjo, 2010:176).

Menurut Notoatmodjo (2010:176-177), proses pengolahan data ini melalui

tahap – tahap sebagai berikut :

1. Editing

Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah kegiatan

untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.

Page 37: BAB 1 2 3 4 5

37

2. Coding

Setelah semua kuesioner di edit atau di sunting, selanjutnya dilakukan

peng“kodean” atau “coding” yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat berguna

dalam memasukkan data (data entry). Dalam penelitian ini jawaban selalu di beri

kode 4, sering=3, kadang-kadang=2, dan tidak pernah=1. Dikatakan selalu bila

dilakukan setiap hari, sering 5x dalam seminggu, kadang-kadang 3x dalam

seminggu dan tidak perna bila tidak dilakukan.

3. Processing

Setelah semua lembar hasil pengukuran terisi lengkap dan benar, langkah

selanjutnya adalah processing, yaitu jawaban – jawaban dari masing – masing

responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau “software” komputer.

4. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan – kemungkinan

adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel

dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan

distribusi dan presentase dari tiap variabel. Tujuan dari analisa ini adalah untuk

Page 38: BAB 1 2 3 4 5

38

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2010:182).

Distribusi frekuensi prosentase menggunakan rumus:

P =

∑ f

nx 100%

Keterangan:

P = persentase

F = jumlah skor yang sesuai jawaban responden

n = jumlah skor keseluruhan

Hasil prosentase dan pemberian skor penelitian untuk subvariabel

diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria:

1. Dilakukan dengan baik apabila hasil prosentasi > 50%

2. Tidak dilakukan dengan baik apabila hasil prosentasi ≤ 50%

Page 39: BAB 1 2 3 4 5

39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung adalah

institusi pemerintah yang bertujuan memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat luas dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang

optimal dan termasuk dalam rumah sakit tipe B. Rumah sakit ini didirikan sejak

tahun 1914 oleh perkebunan (Onderneming) Pemerintah Hindia Belanda untuk

merawat buruh perkebunan. Pada waktu itu bangunan rumah sakit semi permanen

dengan kapasitas tempat tidur 100.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Lampung No.

G/369/RSUD/HK/1996, Visi RSUDAM Provinsi Lampung adalah rumah sakit

profesional kebanggaan masyarakat Lampung, misinya adalah memberikan

pelayanan prima disegala bidang pelayanan rumah sakit, menyelenggarakan dan

mengembangkan pusat-pusat pelayanan unggulan, dan mewujudkan RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung sebagai rumah sakit pendidikan. Motto

RSUDAM Provinsi Lampung adalah ASRI (Aktif, Segera, Ramah dan Inovatif).

Berdasarkan Perda Provinsi Lampung No. 8 Tahun 1995 tentang Organisasi

dan Tata Kerja RSUDAM Provinsi Lampung mempunyai tugas yaitu

melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksakana secara

serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan

Page 40: BAB 1 2 3 4 5

40

upaya rujukan. RSUDAM Provinsi Lampung juga mempunyai fungsi sebagai

berikut:

a. Melaksanakan upaya pelayanan medis

b. Melaksanakan upaya rehabilitasi medis

c. Melaksanakan usaha pencegahan akibat penyakit dan peningkatan serta

pemulihan kesehatan

d. Melaksanakan upaya perawatan

e. Melaksanakan upaya diklat

f. Melaksanakan sistem rujukan

g. Sebagai tempat penelitian

Ruang Bougenvil RSUDAM memiliki kapasitas 37 tempat tidur. Ruang

Bougenvil memiliki 12 ruangan yang terdiri dari satu ruang kepala ruangan, satu

ruang perawat, satu ruang kantor ketua SMF, satu ruang dokter muda, satu ruang

aula, enam ruang rawat inap, satu dapur dan satu gudang.

Ketenagaan di Ruang Bougenvil terdiri dari:

1. Tenaga Perawat

a. Sarjana Keperawatan : 2 orang

b. D III Keperawatan : 12 orang

2. Tenaga Pekarya : 5 orang

Metode keperawatan yang digunakan di ruang Bougenvil yaitu metode Tim.

Ruang Bougenvil memiliki banyak gambar dinding tentang kesehatan, salah

satunya ada tentang mobilisasi beserta latihan gerakannya. Pemberian mobilisasi

pada pasien stroke di Ruang Bougenvil hanya dilakukan pada pagi hari

selanjutnya perawat meminta keluarga yang membantu pasien melakukan latihan

Page 41: BAB 1 2 3 4 5

41

mobilisasi. Ruang Bougenvil juga memiliki prosedur tetap atau SOP setiap

tindakan, prosedur pada tindakan mobilisasi yaitu :

1. Mencuci tangan

2. Memberikan penjelasan kepada klien dan keluarganya tentang gerakan yang

akan dilaksanakan beserta tujuannya

3. Melatih gerak pasif, dengan mengangkat dan menekuk tangan secara

berulang-ulang pada masing-masing persendian, sesuai dengan rentang

gerak dari sendi yang bersangkutan

4. Melatih gerak aktif dengan menganjurkan kepada klien untuk melakukan

gerak persendiannya sesuai dengan rentang gerak dari sendi yang

bersangkutan

5. Mengobservasi respon klien, mencuci tangan

6. Mencatat dalam catatan keperawatan : tanggal, waktu, jenis gerakan,

lamanya latihan, hasil yang dicapai serta respon klien.

B. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di Ruang Bougenvil RSUDAM Provinsi Lampung dari

tanggal 4 Mei 2015 – 30 Mei 2015 dan didapatkan 36 orang pasien stroke yang

bersedia dijadikan sebagai responden.

1. Karakteristik responden penelitian

Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin,

jenis stroke, dan skala kelumpuhan. Peneliti mendistribusikan sebagai berikut :

a. Umur

Berikut adalah karakteristik responden berdasarkan umur :

Page 42: BAB 1 2 3 4 5

42

Tabel 4Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Umur Pada Pasien Stroke di Ruang Bougenvil

Mean Median Modus Minimum Maksimum59.06 59 48 40 81

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat diketahui rata-rata umur responden adalah

59 tahun, umur termuda yaitu 40 tahun dan yang tertua 81 tahun.

b. Jenis kelamin

Berikut adalah karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin :

Tabel 5Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pasien Stroke di Ruang Bougenvil

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)Laki-laki 16 44Perempuan 20 56Total 36 100

Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan sebanyak 20 orang (56%).

c. Jenis stroke

Berikut adalah karakteristik responden berdasarkan jenis stroke :

Tabel 6Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Jenis Stroke Pada Pasien Stroke di Ruang Bougenvil

Jenis stroke Frekuensi Persentase (%)Stroke hemoragik 13 36Stroke non hemoragik 23 64Total 36 100

Berdasarkan tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

dengan stroke non hemoragik berjumlah 23 orang dengan persentase 64%.

Page 43: BAB 1 2 3 4 5

43

d. Skala kelumpuhan

Berikut adalah karakteristik responden berdasarkan skala kelumpuhan :

Tabel 7Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Skala Kelumpuhan Pada Pasien Stroke di Ruang Bougenvil

SkalaKelumpuhan

Frekuensi Persentase (%)

1 0 02 5 143 12 334 10 285 9 25

Total 36 100

Berdasarkan tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

berjumlah 12 orang mengalami kelumpuhan skala 3 dengan persentase 33%.

2. Gambaran pelaksanaan mobilisasi oleh perawat

Tabel 8Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Mobilisasi

Pada Responden Oleh Perawat di Ruang Bougenvil

Katagori Frekuensi Persentase (%)Baik 15 42Kurang baik 21 58Total 36 100

Berdasarkan tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan mobilisasi

pada pasien stroke oleh perawat sebagian besar responden berjumlah 21

orang mendapatkan tindakan mobilisasi yang kurang baik dengan persentase

58%.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar pelaksanaan mobilisasi pada

responden oleh perawat masih kurang baik yaitu sejumlah 21 orang responden

Page 44: BAB 1 2 3 4 5

44

(58%). Menurut Kozier et all (2010:588) mengemukakan bahwa latihan pada

penderita stroke dilakukan beberapa kali dalam sehari untuk mencegah

komplikasi, mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot, mencegah

perburukan kapsul sendi, ankilosis, kontraktur, dan mempertahankan fleksibilitas

sendi. Latihan mobilisasi dilakukan setiap hari sebanyak 2x latihan dan setiap

latihan dilakukan sebanyak 3x. Apabila latihan mobilisasi ini rutin dilakukan

maka penderita stroke memiliki kesempatan untuk mengalami penyembuhan

dengan baik. Karakteristik rata-rata umur responden dari 36 orang adalah berumur

59 tahun, umur termuda yaitu berumur 40 tahun dan yang tertua berumur 81

tahun. Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin perempuan

(56%), dan berdasarkan jenis stroke yang di derita sebagian besar berdiagnosa

stroke non hemoragik (64%).

Sekitar 90% pasien yang terserang stroke tiba-tiba mengalami kelemahan

atau kelumpuhan bagian sisi tubuh (Mulyatsih, 2010:1). Berdasarkan tabel 7

distribusi frekuensi menurut skala kelumpuhan yang di derita pasien stroke yang

di teliti peneliti dari 36 responden diketahui bahwa tingkat kelumpuhan terbanyak

yaitu skala 3 yaitu pasien memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan

pekerjaan tertentu, namun masih dapat berjalan tanpa dibantu orang lain meskipun

harus menggunakan tongkat. Penderita stroke yang mengalami kelemahan atau

kelumpuhan membutuhkan program rehabilitasi. Program rehabilitasi adalah

bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik, psikososial,

educational-vocational yang bertujuan mencapai kemampuan fungsional

semaksimal mungkin dan mencegah serangan berulang. Menurut Lingga

(2013:136) latihan mobilisasi merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses

Page 45: BAB 1 2 3 4 5

45

rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada

penderita stroke. Rehabilitasi dini yang diberikan yakni berupa latihan ROM, baik

pasif (latihan dengan dibantu perawat) dan aktif (latihan yang dilakukan sendiri).

Menurut asumsi peneliti, perawat di Ruang Bougenvil hanya melakukan

latihan mobilisasi 1x dalam sehari dan hanya sebagian gerakan yang diberikan

kepada pasien. Dari hasil wawancara 36 responden skor gerakan tertinggi yang

diberikan oleh perawat adalah gerakan menekuk dan meluruskan siku lalu diikuti

dengan gerakan menekuk dan meluruskan lutut karena SOP di ruangan tidak

begitu jelas, hanya tertulis menekuk dan meluruskan siku, gerakan lain hanya

tertuliskan dibagian-bagian sendi yang bersangkutan sehingga terjadi kesalahan

persepsi yang membuat SOP ruangan tidak sesuai dengan SOP teori yang

seharusnya. Perawat juga melibatkan keluarga dalam melakukan latihan mobilisai

untuk mengajarkan keluarga cara latihan tersebut dan selanjutnya perawat hanya

menyarankan kepada keluarga untuk melatih pasien dengan gerakan yang telah

diberikan. Pada beberapa pasien yang mendapatkan pemberian latihan mobilisasi

yang baik sebagian besar berjenis kelamin perempuan, di lihat dari hasil ini

berhubungan dengan perawat di ruang bougenvil kebanyakan berjenis kelamin

perempuan jadi perawat lebih antusias melatih yang perempuan dibanding yang

laki-laki. Pasien yang menderita stroke non hemoragik cenderung lebih baik

pemberian mobilisasinya dibanding pasien yang hemoragik, di lihat dari hasil ini

berhubungan dengan fase penyembuhan pada stroke non hemoragik lebih cepat

jadi penanganan tingkat kelumpuhan dengan mobilisasi bisa cepat teratasi di

banding stroke hemoragik yang sudah parah karena pecahnya pembuluh darah ke

otak. Pemberian tindakan mobilisasi pada pasien yang menderita tingkat skala

Page 46: BAB 1 2 3 4 5

46

kelumpuhan 2 cenderung lebih baik di banding skala kelumpuhan 3,4 dan 5, di

lihat dari hasil ini berhubungan dengan tingkat ketergantungan. Pasien yang

mengalami skala kelumpuhan 2 masih mampu berusaha melakukan aktivitasnya

tanpa bantuan orang lain jadi fase penyembuhan pada skala 2 ini lebih cenderung

cepat karena pasien dengan skala kelumpuhan 2 sangat antusias dalam

keinginannya untuk sembuh dibanding pada pasien dengan skala kelumpuhan 5

banyak yang sudah putus asa, hal ini yang membuat perawat lebih senang melatih

mobilisasi pada pasien dengan skala kelumpuhan 2 karena antusiasnya pasien

melakukan latihan. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Agus (2013) yang berjudul Gambaran Pelaksanaan Mobilisasi

Pada Pasien Stroke Oleh Perawat di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo didapatkan dari 32 responden, yang mendapatkan pemberian mobilisasi

dengan baik sesuai SOP yaitu sebesar 7 pasien (21,9%) dan yang mendapatkan

pemberian mobilisasi kurang baik sesuai dengan SOP sebesar 25 pasien (78,1%).

Hal ini menujukan bahwa pelaksanaan mobilisasi yang diberikan oleh perawat

masih sangat kurang, dilihat dari jenis, frekuensi, serta durasi yang kurang baik,

namun di lihat dari hasil penelitian Agus (2013) pelaksanaan mobilisasi di Ruang

Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung masih lebih baik dari

RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berpendapat untuk diperbaharui

kembali SOP ruangan dan disesuaikan dengan standar rahabilitasi yang sudah

ditentukan atau sesuai dengan teori Mulyatsih yang kini digunakan sebagai

program rehabilitasi di unit stroke Rumah Sakit Gatot Subroto Jakarta dan lebih

ditingkatkan pelayanan kesehatannya dengan tidak membeda-bedakan

Page 47: BAB 1 2 3 4 5

47

karakteristik pasien misalnya usia, jenis kelamin, dan tingkat keparahan pasien

kemudian ditingkatkan juga pelayanan kesehatannya sesuai fungsi Rumah Sakit

yaitu salah satunya yang bersangkutan dengan mobilisasi adalah melaksanakan

upaya rehabilitasi medis. Latihan mobilisasi adalah salah satu bentuk intervensi

fundamental perawat dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen

pada penderita stroke, sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan

penderita pada keluarga, meningkatkan harga diri dan mekanisme koping

penderita. Perawat mempunyai peran yang sangat luas yang dapat mempengaruhi

penatalaksanaan klien stroke di unit perawatan dengan melakukan rehabilitasi

tersebut.

D. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah

1. SOP ruangan tidak sesuai dengan SOP teori

2. Jumlah perawat yang berdinas setiap sift berbeda, seperti pada pagi hari lebih

banyak di banding sore hari jadi pelaksanaan mobilisasi dilakukan hanya 1x

dalam sehari yang seharusnya dalam teori sehari 2x. Pada sore hari perawat

yang berdinas hanya 2 orang sedangkan jumlah pasien ±20 pasien, yang

menderita stroke setiap harinya bisa mencapai 15 orang, jadi pelaksanaan

mobilisasi pada sore hari jarang dilakukan.

3. Kriteria responden seharusnya ditambahkan dengan minimal 4 hari sudah di

rawat diruangan.

4. Faktor subjek misalnya ketidaksenangan pasien dengan perawat di ruangan

membuat jawaban wawancara yang diberikan oleh peneliti tidak jujur

sehingga mempengaruhi hasil penelitian.

Page 48: BAB 1 2 3 4 5

48

5. Jawaban responden dengan indikator sering, selalu dan kadang-kadang

memiliki interprestasi yang berbeda.

6. Terdapat pasien yang belum mendapatkan jadwal rehabilitasi.

Page 49: BAB 1 2 3 4 5

49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 4 Mei 2015-30 Mei 2015 dengan

jumlah responden yang bersedia 36 responden dapat disimpulkan bahwa :

1. Karakteristik responden berdasarkan umur diketahui rata-rata responden

adalah 59 tahun, umur termuda yaitu 40 tahun dan tertua 81 tahun,

berdasarkan jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin perempuan (56%),

berdasarkan jenis stroke yang di derita sebagian besar berdiagnosa stroke non

hemoragik (64%) dan berdasarkan dengan skala kelupuhan sebagian besar

mengalami kelumpuhan dengan skala 3 (33%).

2. Gambaran pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat di Ruang

Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung sebagian besar

pemberiaan mobilisasi oleh perawat masih kurang baik (58%).

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek

a. Diharapkan peran dan fungsi penyuluhan kesehatan terhadap

pasien stroke ditingkatkan lagi terutama pendidikan kesehatan

yang berkesinambungan tentang latihan mobilisasi, dapat berupa

brosur, leaflet, poster maupun media informasi lainnya dan

diperbaharui kembali SOP ruangan disesuaikan dengan standar

rahabilitasi yang sudah ditentukan atau sesuai dengan teori

Page 50: BAB 1 2 3 4 5

50

Mulyatsih yang kini digunakan sebagai program rehabilitasi di

unit stroke Rumah Sakit Gatot Subroto Jakarta

b. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat di Ruang Bougenvil

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek diharapkan lebih ditingkatkan

pelayanan kesehatannya dengan tidak membeda-bedakan

karakteristik pasien misalnya usia, jenis kelamin, dan tingkat

keparahan pasien dan ditingkatkan pelayanan kesehatannya sesuai

fungsi Rumah Sakit yaitu salah satunya yang bersangkutan

dengan mobilisasi adalah melaksanakan upaya rehabilitasi medis

karena latihan mobilisasi adalah salah satu bentuk intervensi

fundamental perawat dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi

cacat permanen pada penderita stroke, sehingga dapat

menurunkan tingkat ketergantungan penderita pada keluarga,

meningkatkan harga diri dan mekanisme koping penderita.

2. Bagi ilmu dan profesi keperawatan

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar dalam melakukan

penelitian selanjutnya khususnya di lingkup/bidang keperawatan, yang

hasilnya dapat menambah pengetahuan para pembaca.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini harusnya dilengkapi lagi dengan faktor-faktor lain

yang dapat mendukung pelaksaan mobilisasi agar dapat lebih

diketahui faktor mana yang paling berpengaruh dalam proses latihan

Page 51: BAB 1 2 3 4 5

51

mobilisasi. Penelitian juga seharusnya dilakukan dengan observasi dan

kriteria pasien yang jelas sehingga hasil penelitian lebih akurat.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penulis merekomendasikan penelitian lebih lanjut untuk

mengidentifikasi faktor lain yang mempengaruhi kurangnya

pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat seperti

hubungan pengetahuan, kebudayaan, pendidikan, dukungan kepala

ruangan mengenai pelaksanaan mobilisasi, selain itu dapat dilakukan

penelitian dengan judul yang sama tetapi dengan cara observasi.