attanwir · mahasiswa ekonomi syariah stai attanwir bojonegoro ... tulisan ini akan memfokuskan...

113

Upload: phamkhanh

Post on 27-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Attanwir Jurnal Kajian Keislaman dan Pendidikan

SUSUNAN PENGURUS

Penanggung Jawab

Hanafi

Mitra Bestari

Abdul Muhid (UIN Sunan Ampel Surabaya)

Zainal Habib (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

Nizarul Alim (Universitas Trunojoyo Madura)

Heli Ihsan (UPI Bandung)

Redaktur

Siti Choirotul Ula

Riza Multazam Luthfy

Penyunting

Moh. Muhajir

Redaktur Pelaksana

Nur Idam Laksono

Sekretariat

Abd. Hafid

Alamat Redaksi

Jl. Raya Talun No. 220 Sumberrejo Bojonegoro 62191

Email

[email protected]

“Attanwir” merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan enam bulan sekali oleh STAI Attanwir

Bojonegoro. Dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi dan karya ilmiah antar staf

pengajar, mahasiswa, alumni dan pembaca yang berminat serta masyarakat pada umumnya.

PENGANTAR REDAKSI

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi dzat yang selalu memberikan segala bentuk nikmat-Nya, sehingga

atas izin-Nya, Jurnal Attanwir bisa terbit.

Jurnal Attanwir merupakan akumulasi tulisan dari beberapa penelitian yang

dilakukan oleh para akademisi. Sebagai wujud komitmen terhadap ilmu pengetahuan,

Jurnal Attanwir mencoba memberikan kontribusi ilmiah dengan menerbitkan tulisan-

tulisan para dosen baik di Bojonegoro maupun wilayah lainnya. Dengan demikian,

hal ini akan membuka wawasan serta memberikan motivasi dan inspirasi bagi setiap

pembaca, baik kalangan mahasiswa, dosen, maupun umum.

Tentu masih dijumpai beberapa kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu,

saran dan kritik sangat ditunggu demi perbaikan dalam penerbitan di masa yang akan

datang.

Demikian, semoga Jurnal Attanwir dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Redaksi

DAFTAR ISI

Perbandingan Manajemen Reksadana Syariah dan Konvensional

dengan Pendekatan DFD (Data Flow Diagram)

Aris Zulianto; STAI Attanwir Bojonegoro

1

Instrumen Keuangan Syariah yang Mencerminkan Keadilan

Eryul Mufidah; STAI Attanwir Bojonegoro

13

Pengaruh Pembiayaan Murabahah terhadap Usaha Mikro Menengah

Anggota BMT Fanshob Karya Bojonegoro

M. Ali Nur Huda; STAI Attanwir Bojonegoro

26

Deskripsi Tingkat Kecerdasan Ketahanmalangan (Adversity Quotient)

Mahasiswa Ekonomi Syariah STAI Attanwir Bojonegoro

Mifta Hulaikah; STAI Attanwir Bojonegoro

40

Pengaruh Pembiayaan Musyarakah terhadap Usaha Mikro

Anggota BMT Kemitraan Bojonegoro

Mundhori; STAI Attanwir Bojonegoro

46

Model Optimalisasi LKM Syariah dalam Meminimalisir Risiko Non Performing

Financing (NPF) pada Nasabah Produk Pembiayaan di Lingkungan Pesantren

Nurul Fitriandari; STAI Attanwir Bojonegoro

59

Urgensi Badan Hukum terhadap Perkembangan Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Riza Multazam Luthfy; STAI Attanwir Bojonegoro

75

Pengaruh Pengetahuan Konsumen tentang Sistem Syariah terhadap

Keputusan Menjadi Anggota BMT Nusya Balen

Sugito; STAI Attanwir Bojonegoro

94

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

1 | P a g e

Perbandingan Manajemen Reksadana Syariah dan Konvensional

dengan Pendekatan DFD (Data Flow Diagram)

Aris Zulianto

Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah

Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro

Abstrak

Tujuan dari penulisan ini untuk mengkaji dan mengalisis perbedaan manajemen

reksadana konvensional dan syariah dengan pendekatan DFD (Data Flow Diagram).

Membandingkan jumlah reksadana konvensional dan syariah dan juga nilai aktiva

bersih (NAB) keduanya. Reksadana syariah dari sisi jumlah sangat rendah

dibandingkan dengan reksadana konvensional per 31 Desember 2015 jumlah

reksadana syariah 86 jauh di bawah reksadana konvensional yang berjumlah 951.

Dari sisi manajemen yang membedakan antara reksadana konvensional dan syariah

adalah jenis portofolionya, perjanjian transaksinya, serta struktur organisasinya.

Kata Kunci: Reksadana, DFD (Data Flow Diagram)

A. Pendahuluan

Industri jasa keuangan syariah di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga

rumah besar, yaitu Perbankan Syariah, Pasar Modal Syariah, dan Industri

Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah. Tantangan industri jasa keuangan pada

masa sekarang adalah mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

dimana pola ini mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan cara membentuk

sistem perdagangan bebas atau free trade antara negara-negara anggota ASEAN.

Indonesia sebagai negara angota ASEAN mau tidak mau harus mengikuti pola

ini termasuk pada sektor industri jasa keuangan.

Sebagai bagian dari industri pasar modal secara keseluruhan, pasar modal

syariah di Indonesia selama 5 (lima) tahun terakhir telah tumbuh secara positif.1

Reksadana syariah adalah merupakan salah satu instrumen pasar modal syariah

menjadi penyumbang pertembuhan tersebut.

1 Otoritas Jasa Keuangan, 2015, “Membangun Sinergi untuk Pasar Modal Syariah yang Tumbuh,

Stabil, dan Berkelanjutan”, Roadmap Pasar Modal Syariah 2015-2019 (Jakarta: Direktorat Pasar

Modal Syariah OJK), hlm. 8.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

2 | P a g e

Faktor penting yang dapat mendorong perkembangan pasar modal

syariah khususnya pada reksadana syariah adalah promosi dan edukasi pasar

modal syariah. Masih kecilnya pangsa pasar industri jasa keuangan syariah

khususnya pasar modal syariah terutama di sektor reksadana dikarenakan masih

rendahnya jumlah investor yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman pelaku

dan masyarakat. Untuk meningkatkan pemahaman pelaku dan masyarakat atas

pasar modal syariah diperlukan program promosi dan edukasi yang lebih efektif,

masif, dan berkesinambungan.

Faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan pasar

modal syariah adalah terjalinnya koordinasi dengan pihak terkait untuk

menciptakan sinergi kebijakan yang dapat mendukung pengembangan pasar

modal syariah secara optimal. misalnya pada kasus penerbitan surat berharga

syariah negara (SBSN) ritel atau lebih dikenal dengan sukuk negara ritel yang

tidak bisa dimanfaatkan oleh manajer investasi sebagai salah satu intrumen

penyaluran reksadana.

Faktor yang tidak kalah penting adalah market share produk syariah di

pasar modal yang masih relatif kecil, maka diperlukan strategi pengembangan

yang terencana untuk mewujudkan pasar modal syariah yang memberikan

kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, berkeadilan, dan melindungi

kepentingan masyarakat. Beberapa hal yang memerlukan pengembangan lebih

lanjut adalah aspek regulasi, produk, sumber daya manusia, serta teknologi

informasi.

Jika inStrumen pasar modal konvensional berkisar pada instrumen

saham, reksadana, dan obligasi, maka apa yang harusnya ada pada instrumen

pasar modal syariah? Cukup dengan menambahkan “syariah” di belakang

instrumen konvensional tersebut seperti saham syariah, reksadana syariah dan

obligasi syariah? kalau demikian meminjam istilah yang dipakai oleh Ari

Kamayanti2 dengan istilah “mengkerudungi” pasar modal.

Basis syariah tentunya tidak bisa disamakan dengan konvensional, karena

keduanya memiliki tujuan dan point of view (cara pandang) yang berbeda. Jika

2 Penulis Artikel “Melucuti “Kerudung” Manajemen Keuangan Syariah (Pembelajaran Berbasis

Kesadaran Kritis-Islami)”, Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Brawijaya).

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

3 | P a g e

syariah menggunakan hati, sementara konvensional mendasarkan pada kekuatan

rasional (akal). Di samping itu, jika syariah bertujuan untuk kemaslahatan umat,

sementara konvensional untuk egoisme lembaga/kelompok/personal.

Tulisan ini akan memfokuskan pembahasan penjelasan tentang

perbandingan yang reksadana konvensional dan reksadana syariah dilihat dari

sudut jumlah, nilai aktiva bersih, sistem menajemen reksadana dengan

pendekatan DFD (data flow diagram) dan skema transaksi.

B. Landasan Teoritis dan Pembahasan

Menurut Heri Sudarsono reksadana berasal dari kata “reksa” yang berarti

jaga atau pelihara dan kata “dana” berarti uang. Di luar negeri dikenal dengan

istilah mutual fund atau unit trust. Sehingga reksadana dapat diartikan sebagai

kumpulan uang yang dipelihara.3 Sedangkan dari sisi istilah menurut ketentuan

umum pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

(UUPM), reksadana adalah adalah wadah yang dipergunakan untuk

menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan

dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.

Dilihat dari kaca mata Dewan Syariah Nasional (DSN) Masjlis Ulama

Indonesia di dalam fatwa-fatwanya yang berkaitan tentang reksadana atau padar

modal syariah, reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut

ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal

sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi

sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil

shahib al-mal dengan pengguna investasi.

Reksadana syariah menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tertulis

dalam salinan peraturan No. 19/POJK.04/2015 tentang penerbitan dan

persyaratan reksadana syariah mendefinisikan reksadana syariah adalah

Reksadana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal

dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan

Prinsip Syariah di Pasar Modal.

3 Heri Sudarsono, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:

Ekonesia), hlm. 211.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

4 | P a g e

Dalam reksadana konvensional berisi akad muamalah yang dibolehkan

dalam Islam, yaitu jual beli dan bagi hasil (Mudlarabah/Musharakah), dan di

sana terdapat banyak maslahat, seperti memajukan perekonomian, saling

memberi keuntungan di antara para pelakunya meminimalkan resiko dalam

pasar modal dan sebagainya. Namun di dalamnya juga ada hal-hal bertentangan

dengan syariah, baik dalam segi akad, operasi, investasi, transaksi dan

pembagian keuntungannya.4

Pembeda reksadana syariah dan reksadana konvensional adalah

reksadana syariah memiliki kebijaksanaan investasi yang berbasis instrumen

investasi pada portfolio efek perusahan yang diklasifikasikan menjadi 2 (dua)

kriteria yaitu: 1) kriteria kegiatan usaha tidak boleh bertentangan dengan prinsip

syariah, misalnya kegiatan usaha yang mengandung unsur perjudian, lembaga

keuagan berbasis bunga, memproduksi dan atau menditribusikan serta

memperdagangkan barang atau jasa yang haram atau mudarat. 2) kriteria rasio

keuangan yang terdiri atas rasio utang terhadap aset perusahaan tidak boleh lebih

dari 45%, dan rasio pendapatan non halal terhadap total pendapatan perusahaan

tidak boleh lebih dari 10%.5

Yang menjadi persamaan reksadana syariah dan reksadana konvensional

adalah pada bentuk badan hukumnya sesui dengan apa yang tertera pada UUPM

Pasal 18 nomor 1 bahwa reksadana dapat berbentuk perseroan terbatas dan

kontrak investasi kolektif. Reksadana berbentuk perseroan terbatas merupakan

badan hukum tersendiri yang berarti beroperasi sebagai perseroan terbatas

dengan kegiatan semata-mata hanya reksadana.6 Sedangkan reksadana berbentuk

kontrak investasi kolektif (KIK) adalah kontrak antara manajer investasi dan

bank kustodian yang mengikat pemegang unit penyertaan di mana manajer

investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan

bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif.7

4 Majlis Ulama Indonesia, 1997, Himpunan Fatwa MUI Kesimpulan dan Rumusan Lokakarya Majelis

Ulama Indonesia tentang Reksadana Syariah: “Peluang dan Tantangannya di Indonesia” (Jakarta:

MUI), hlm. 342. 5 Fatwa DNS-MUI Nomor 40 tahun 2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip

syariah di bidang pasar modal. 6 Ahmad Rodoni, 2008, Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim), hlm. 156. 7 Ibid., hlm. 158.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

5 | P a g e

Dari kedua sisi baik perbedaan maupun persamaan kita bisa

mengkomparasi, akan tetapi dalam mengkomparasi itu harus melihat unsur

waktu, jumlah, nilai dan kinerja reksadana, kalau tanpa melihat unsur itu maka

kita akan jatuh pada hipotesis yang salah, di mana tidak bisa dipungkiri bahwa

lahirnya reksadana konvensional lebih dulu dibandingkan dengan reksadana

syariah, kalau kita memakai analogi kehidupan manusia maka orang yang

berumur tua tentu akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan anak muda

apalagi dibandingkan jengan anak yang baru belajar berjalan tentu perbandingan

itu tidak seimbang. Maka bisa jadi unsur waktu (usia) itu yang akan

mempengaruhi jumlah, nilai dan kinerja reksadana syariah.

Data perbandingan jumlah reksadana syariah dan konvensional pada data

statistik yang dikeluarkan oleh OJK pada tanggal 1 Februari 2011 menunjuk

lahirnya reksadana syariah pada tahun 2003 dengan jumlah reksadana pada saat

itu adalah 4 (empat) reksadana syariah dengan nilai aktiva bersih sebesar 66,94

miliar, di tahun yang sama jika kita lihat reksadana konvensional maka kita

dapati jumlah yang jauh diatasnya yaitu 186, dengan nilai aktiva bersih sebesar

69.447, 00 miliar. Pada data statistik pasar modal 31 Desember 2002, jumlah

reksadana konvensional pada tahun 1996 adalah 25, dengan nilai aktiva bersih

Rp. 2.782.322,5,-. Kalau kita lihat data statistik tahun 11 Desember 2015

reksadana berjumlah 86 dengan nilai aktiva bersih Rp. 10.770,74 Miliar,

sedangkan untuk reksadana konvensional berjumlah 951 dengan nilai aktiva

bersihnya Rp. 251.146,53 miliar. Maka dari perbandingan data itu baik jumlah

maupun besaran nialai aktiva bersih tidak sebanding, menurut penulis faktor

utama ketidaksebandingan itu karena reksadana konvensional muncul lebih dulu

daripada reksadana syariah.

Jenis produk reksadana berdasarkan portofilionya terdiri dari8 : 1)

Reksadana pasar uang (Money Market Fund). Jenis reksadana ini hanya

melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari 1

(satu) tahun. Tujuan reksadana ini adalah untuk menjaga likuiditas dan

pemeliharaan modal. 2) Reksadana pendapatan tetap (Fixed Income Fund).

Reksadana ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya

8 Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 216-217.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

6 | P a g e

Reksa Dana

Syariah

Instrumen Pasar

Uang Syariah

Instrumen Pasar

Modal Syariah

Saham Syariah

Obligasi Syariah

(sukuk)

Waran Syariah

Deposito Syariah

EBA Syariah

Money Market

Fund

Fixed Income

Fund

Equity Fund

Discretionary

Fund

dalam bentuk efek bersifat utang. Reksadani ini memiliki resiko yang relatif

lebih besar dari reksadana pasar uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan

tingkat pengembalian yang lebih besar dari pada reksadana pasar uang. 3)

Reksadana saham (Equity Fund). Jenis reksadana yang melakukan investasi

sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek yang bersifat

ekuitas. Karena investasinya dilakukan dalam bentuk saham maka risikonya

lebih tinggi dari dua jenis reksadana sebelumnya dan tentunya tingkat

pengembaliannya juga lebih besar. 4) Reksadana campuran (Discretionary

Fund). Reksadana ini melakukan investasinya dalam efek yang bersifat utang

dan efek yang bersifat saham.

Berikut ini komposisi efek reksadana per 29 April 2016 yang bersumber

dari website aria bapepam.9

9 Aria Bapepam, “Komposisi Efek Reksadana” dalam

http://aria.bapepam.go.id/reksadana/statistik.asp?page=komposisi-efek (12 Mei 2016).

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

7 | P a g e

Sistem ManjemenReksa Dana

Investor

Manajer Investasi

State/Corporate

Bank KustodianAgen Penjual

Penyertaan Modal Efek

Jasa Penitipan

/Penyimpanan

/Pembayaran

Jasa Penjualan&

Pembelian

OJK

PengawasanManajemen

Investasi

Profit/Fee

Laporan

Modal

Profit/Fee

Profit/Fee

Deviden/

Capital Gain/LossProfit/loss

NAB

Bukti Penyertaan Modal

Laporan

Prospektus

Pasar Uang & Pasar Modal

Portofolio

Efek

Deviden/Profit

Modal

Prospektus

Laporan NAB

DPS

Perizinan

Sharia Compliance

DSN

Fatwa

Laporan

Laporan

Harga UP

Bukti Penyertaan

Menurut Pressman Roger S. Data Flow Diagram atau disingkat DFD

merupakan suatu penggambaran model yang memungkinkan profesional sistem

untuk menggambarkan sistem sebagai suatu susunan proses yang dihubungkan

satu sama lain dengan alur data, baik secara manual maupun terkomputerisasi.10

Terdapat tiga level dalam DFD yaitu diagram kontek (level 0), diagram level 1

dan diagram rinci.11

Penulis membuat diagram sistem manajemen reksadana dengan

menggunakan konsep DFD (data flow diagram) yang dipahami dari membaca

tugas dan fungsi lembaga-lembaga yang terkait di dalam reksadana yang

terdapat di Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang OJK dan klasifikasi

Badan Pengawas Pasar Modal, serta mekanisme reksadana yang terdapat di

peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) tentang penerbitan dan persyaratan

reksadana syariah (Nomor 19 /POJK.04/2015), POJK tentang Penerapan Prinsip

Syariah di Pasar Modal (Nomor 15/POJK.04/2015). sedangkan untuk akad-akad

yang digunakan pada transaksi reksadana dipahami dari fatwa-fatwa yang

dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Diagram Kontek Sistem Manajemen Reksadana.

10 Pressman Roger S., 2002, Rekayasa Perangkat Lunak Buku 1 (Yogyakarta: Andi Publisher), hlm.

64. 11 Yogianto, 1999, Analisis dan Desain Sistem Informasi Pendekatan Terstruktur (Yogyakarta: Andi

Publisher), hlm. 197.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

8 | P a g e

Kelompok

InvestorReksa Dana

Pasar Modal

Pasar Uang

Penyertaan

Investasi

Pemerintah/Perusahaan/

Rumah Tangga

Modal

Kredit

Investasi

Kelompok

InvestorReksa Dana

Pasar Modal

Pasar Uang

hasil

penyertaan

Bunga

Pemerintah/Perusahaan/

Rumah Tangga

Bunga/Deviden

Bunga

Bunga/Deviden/

Capital Gain

Dari digram kontek di atas diketahui pelaku/user atau dalam istilah DFD

(Data Flow Diagram) lebih dikenal dengan terminator yang disimbolkan dengan

bentuk kotak, penulis mengelompokkan menjadi 3 lapisan (layer) yaitu di

tingkat paling atas atau layer 1 adalah OJK, DSN dan DPS yang berfungsi

sebagai regulator, fungsi pengawasan, dan fungsi pembinaan. Layer 2 terdiri dari

pelaku utama reksadana terdiri dari manajer investasi, investor, agen penjuan

dan kustodian. Layer 3 terdiri dari pasar uang, pasar modal dan pengguna modal

baik itu korporasi, pemerintah dan rumah tangga (personal).

Dari terminator yang terdapat di digaram kontek tersebut yang menjadi

pembeda antara sistem reksadana konvensional dan syariah adalah pada

terminator DPS dan DSN di mana konvensional tidak memakai mekanisme ini.

Jika memahami sistem reksadana memakai pendekatan DFD maka bisa

kita ketahui perbedaan reksadana konvensional dan syariah melihat mekanisme

aliran penyertaan atau dana (modal) dan return (pengembalian) sajikan pada

diagram level 1 di bawah ini:

Aliran Penyertaan (modal) Reksadana Konvensional

Aliran Return (Pengembalian) Reksadana Konvensional

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

9 | P a g e

Kelompok

Investor

Reksa Dana

Syariah

Pasar Modal

Syariah

Pasar Uang

Syariah

Penyertaan

Investasi

Pemerintah/Perusahaan/

Rumah Tangga

Modal

Pembiayaan

Investasi

Kelompok

Investor

Reksa Dana

Syariah

Pasar Modal

Syariah

Pasar Uang

Syariah

hasil

penyertaan

Bagi Hasil

Pemerintah/Perusahaan/

Rumah Tangga

Deviden/Bagi

Hasil/Margin/Ujroh

Bagi

Hasil/Margin/

Ujroh

Deviden/Capital

Gain/Bagi

Hasil/Margin/Ujroh

Investor Manajer InvestasiWakalah

Pemerintah/Perusahaan/Ru

mah Tangga

Pasar Uang

Syariah

Mud

}a>rab

ah

Bank Kustodian

Pasar Modal

Syariah

Mud}a>rabah/Mura>bah}ah/

Musha>rakah/Ija>rah

Mud}a>rabah

/Mura>b

ah}

ah/Ija

>rah

Agen Penjual

Wakalah/Wadi>'ah

Mur

a>bah

}ah

Mura>bah}ah/Ija>rah

Mud}a>rabah/M

ura>bah}ah/Ija>rah

Mura>bah{ah

Aliran Penyertaan (modal) Reksadana Syariah

Aliran Return (Pengembalian) Reksadana Syariah

Pada sisi ini (akad) kedua reksadana ini tidak bisa diperbandingkan

karena reksadana syariah mengatur mekanisme akad sedangkan konvensional

tidak, dimana akad syariah adalah perjanjian atau kontrak tertulis antara para

pihak yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal.12 Berikut ini skema akad

pada reksadana syariah:

12 Salinan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan

Persyaratan efek syariah.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

10 | P a g e

InvestorAgen Penjual

(Bank)

Formulir,

Lampiran & UangManajer Investasi

Bank KustodianFormulir &

Lampiran

Uang

Surat Konfirmasi

Bukti Penyetoran

Konfirmasi

InvestorManajer Investasi

Bank KustodianFormulir &

Lampiran

Uang

Surat Konfirmasi&Bukti Penyetoran

Konfirmasi

Di tinjau dari Cara kerja reksadana terbagi menjadi dua kategori umum:13

reksadana tertutup dan reksadana terbuka. Reksadana Tertutup menjual unit

penyertaan dengan jumlah tertentu hanya pada saat penawaran umum perdana.

Saat investor ingin menarik investasinya, ia harus menjual unit penyertaan yang

dimiliki melalui bursa efek, seperti saham pada umumnya. Harga dari reksadana

tertutup ini ditentukan oleh pasar, sehingga dapat diperdagangkan di bawah

ataupun di atas NAB. Harga pasar ditentukan oleh penawaran dan permintaan di

bursa efek, sedangkan NAB diperoleh dari nilai seluruh aset dikurangi beban

dan dibagi oleh jumlah unit penyertaan yang beredar.

Reksadana terbuka menyediakan unit penyertaan untuk pembelian dan

penarikan secara berkelanjutan. Unit penyertaan ini dijual oleh agen penjual,

yang dapat merupakan perusahaan itu sendiri, maupun perantara perdagangan,

bank, atau agen asuransi.

Cara bertransaksi pada reksadana terdiri dari dua jenis yaitu pembelian

unit penyertaan dan penjualan unit penyertaan. Berikut ini penjelasan alur

transaksi di baik melalui agen penjual maupun melalui manajer investasi

langsung.14

Skema Pembelian UP Melalui Agen Penjual

Skema Pembelian UP Melalui Manajer Investasi

13 Rodoni, Op.cit, hlm. 159. 14 Panin Asset Management, “Cara Bertraksaksi” dalam http://www.panin-

am.co.id/CaraBertransaksi.aspx (12 Mei 2016)

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

11 | P a g e

InvestorAgen Penjual

(Bank)Formulir Manajer

InvestasiBank KustodianRedemtion Batch Redemtion Batch

UangUang

InvestorManajer Investasi

Bank KustodianFormulir

Uang

Formulir

Skema Penjualan UP Melalui Agen Penjual

Skema Penjualan UP Melalui Manajer Investasi

Dalam skema pembelian maupun penjualan di atas baik reksadana

konvensional maupun reksadana syariah konsepnya sama, yang menjadi

pembeda adalah pada portofolio efek, dimana konvensional tidak membedakan

antara efek syariah dengan non syariah, tidak membedakan bunga dengan bagi

hasil, dan tidak membedakan kontrak dengan akad.

C. Kesimpulan

Pembeda antara reksadana konvensional dan syariah dengan pendekatan

DFD dari sisi user/terminator bahwa di konvensional tidak ada terminator DSN

dan DPS, Reksadana syariah dari sisi jumlah sangat rendah dibandingkan

dengan reksadana konvensional per 31 Desember 2015 jumlah reksadana syariah

86 jauh di bawah reksadana konvensional yang berjumlah 951. Dari sisi

pengguna modal perusahaan yang mengeluarkan efek syariah dilihat dari modal

dari unsur hutang lebih sehat dibandingkan dengan perusahaan yang

menerbitkan efek umum.

Yang menjadi hambatan penulis dalam penulisan ini, penulis memahamai

sistem manajemen reksadana hanya dari buku-buku, artikel-artikel, jurnal-jurnal

yang bertebaran di internet, menurut hemat penulis, penulis hanya memahami

dari sisi luar atau dari sisi kulitnya, untuk mengerti lebih dalam seharusnya

masuk ke dalam sistem itu, dengan melakukan pengamatan langsung misal di

perusahaan manajer investasi, atau datang ke agen penjuan dan bahkan datang

ke bursa efek.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

12 | P a g e

Daftar Pustaka

Ahmad Rodoni. 2008. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.

Aria Bapepam. “Komposisi Efek Reksadana” dalam

http://aria.bapepam.go.id/reksadana/statistik.asp?page=komposisi-efek.

12 Mei 2016.

Ascarya. 2006. Akad dan Produk Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa

Negara. Jakarta: Bank Indonesia.

Eko P. Pratomo. 2009. Berwisata ke Dunia Reksadana. Jakarta: GM.

Ludwig Von Mises. 2011. Liberalism: In the Classical Tradition. Terj. Lela E.

Madjiah. Menemukan Kembali Liberalisme. Jakarta: Freedom Institute.

Majlis Ulama Indonesia. 1997. Himpunan Fatwa MUI Kesimpulan dan Rumusan

Lokakarya Majelis Ulama Indonesia tentang Reksadana Syariah:

“Peluang dan Tantangannya di Indonesia”. Jakarta: MUI.

Otoritas Jasa Keuangan. 2015. “Membangun Sinergi untuk Pasar Modal Syariah

yang Tumbuh, Stabil, dan Berkelanjutan”, Roadmap Pasar Modal

Syariah 2015-2019. Jakarta: Direktorat Pasar Modal Syariah OJK.

Panin Asset Management, “Cara Bertraksaksi” dalam http://www.panin-

am.co.id/CaraBertransaksi.aspx. 12 Mei 2016.

Pressman Roger S. 2002. Rekayasa Perangkat Lunak Buku 1. Yogyakarta: Andi

Publisher.

Yogianto. 1999. Analisis dan Desain Sistem Informasi Pendekatan Terstruktur.

Yogyakarta: Andi Publisher.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

13 | P a g e

Instrumen Keuangan Syariah yang Mencerminkan Keadilan

Eryul Mufidah

Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah

Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi instrument

keuangan syariah terhadap penciptaan keadilan. Instrumen keuangan syariah akan

berkaitan erat dengan etika Islam yang ada dalam muamalah ekonomi

didalamnya. Oleh karena itu keduanya tidak akan dapat dipisahkan. Penelitian ini

berusaha menyajikan review teori dari bebeberapa hasil penelitian terdahulu

sehingga diharapkan akan memberikan kontribusi dalam memahami apa yang

dimaksud dengan bisnis syari’ah beserta instrumennya. Hasil dari review teori

tersebut dapat disimpulkan bahwa bisnis syari’ah berlandaskan pada sumber Al-

Qur’an dan Al-Hadist serta memiliki azas mashlahat tanpa meninggalkan

kemanfaatan umat, dengan kata lain sebisa mungkin bisnis yang dijalankan akan

memberikan kontribusi kesejahteraan kepada pelaku sekaligus lingkungan,

karena pada dasarnya semua diniatkan sebagai wujud ibadah dan menciptakan

prinsip keadilan dalam amaliyah ekonomi.

Kata Kunci: Instrumen Keuangan Syariah, Perbankan Syariah, dan Keadilan.

A. Pendahuluan

Bisnis menurut Islam adalah suatu yang dihalalkan bahkan sangat

dianjurkan oleh Islam. Bisnis bahkan dilakukan oleh Nabi dan Sahabat

Rasulullah di zaman dahulu. Sangat banyak sekali sahabat-sahabat Nabi yang

merupakan para pembisnis dan dari hartanya tersebut dapat memberikan manfaat

yang sangat besar bagi perkembangan Islam.

Islam memperbolehkan bisnis asalkan bukan hal-hal yang mengarah

kepada riba, judi, penyediaan produk atau layanan yang mengandung barang-

barang haram. Untuk itu di balik bisnis menurut Islam yang dihalalkan ini tentu

saja ada etika dan manfaat yang dapat diperoleh. Berikut adalah penjelasan

mengenai Etika dan Manfaat dari Bisnis menurut Islam. Islam pun

mengharapkan agar bisnis yang dilakukan oleh seorang muslim tidak hanya

memiliki keuntungan untuk diri sendiri melainkan juga dapat memberikan

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

14 | P a g e

manfaat yang banyak kepada banyak orang. Hal ini sesuai dengan prinsip Islam

yang rahmatan lil alamin.

Orientasi dari bisnis Islam bukan hanya sekedar menguntungkan satu

orang saja apalagi pihak yang memiliki bisnis melainkan kepada orang-orang

lain yang juga terlibat dalam bisnis baik secara langsung atau tidak. Tentu saja

bisnis Islam harus sesuai dengan prinsip dalam Transaksi Ekonomi dalam Islam,

Ekonomi Dalam Islam, dan Hukum Ekonomi Syariah Menurut Islam.

Selain itu, untuk dapat menjalankan bisnis sesuai orientasi Islam, juga

harus mengetahui tentang macam-macam riba, hak dan kewajiban dalam Islam,

fiqih muamalah jual beli, dan jual beli kredit dalam Islam agar orientasi bisnis

halal tetap terjaga. Oleh karena itu, dalam proses bisnis Islam diperlukan

Menurut Al-Suhaibani dan Naifar (2013) pegawasan maupun aturan akan

memberikan dampak positif dalam melakukan penegelolaan yang baik dalam

sebuah pasar keuangan yang berbasis syariah sehingga akan membantu dalam

proses risk-sharing atau risk-shifting khususnya pada pasar keuangan yang

sedang berkembang (emerging market) serta menghadapi sebuah krisis.15

Hal ini pula disampaikan dalam Al-Quran, bahwa:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di

antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan)

harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta

benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS

Al Baqarah : 188)

Ayat di atas menekankan bahwa penindasan berarti membuat seorang

menjadi lemah dan tidak berdaya. Bisnis yang dilakukan tentu saja tidak boleh

membuat seseorang menjadi tertindas. Bisnis yang dilakukan haruslah dapat

memberikan manfaat yang besar bukan malah menjadikan orang semakin miskin

dan lemah atau berdampak buruk kepada sekitar kita. Islam mengajarkan

manusia harus dapat memberikan rahmat bagi semesta alam, bukan justru

merusaknya atau membuatnya menjadi lemah. Oleh karena itu, instrument

15 Al-Suhaibani. M, and N. Naifar, 2014, “Islamic Corporate Governance: Risk- Sharing and

Islamic Preferred Shares”, Journal of Business Ethics 124, hlm. 625.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

15 | P a g e

keuangan syariah yang berkembang dalam praktik bisnis Islam harus memenuhi

prinsip keadilan yang jauh dari unsur penindasan.

B. Pembahasan

B.1. Instrumen Keuangan Syariah

Aktivitas ekonomi dalam sistem ekonomi manapun dapat dilihat sebagai

kontrak (akad) antara pelaku-pelaku ekonomi. Instrumen keuangan juga

merupakan akad, di mana syarat dan kondisinya akan menentukan risiko dan

profil keuntungan instrumen tersebut. Konsep, isi dan aplikasi seluruh struktur

inti Hukum Ilahi dalam Islam bersifat kontraktual. Sebuah kontrak dianggap legal

dan berkekuatan hukum oleh syari’ah jika pasal kontrak tersebut bebas dari

semua yang dilarang atau diharamkan.

Sistem ekonomi Islam memiliki serangkaian kontrak inti, yang berfungsi

sebagai landasan bagi pendesainan instrumen keuangan yang lebih rumit dan

kompleks. Tidak ada klasifikasi kontrak baku dalam sistem hukum Islam, akan

tetapi dari sudut pandangan bisnis dan komersial, seseorang dapat

mengelompokkan kontrak tertentu sesuai dengan fungsi dan tujuannya dalam

ekonomi dan sistem keuangan. Kontrak yang berhubungan dengan transaksi

komersial dan bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori besar

yaitu:16

1. Kontrak Transaksional

Kontrak transaksional berhubungan dengan sektor transaksi ekonomi

riil yang memfasilitasi pertukaran, penjualan, dan perdagangan komoditas

dan jasa. Inti kontrak transaksional didasarkan pada aktivitas perdagangan

atau pertukaran. Pertukaran dapat berbasis on the spot atau berjangka

(deffered) dan dapat berupa pertukaran komoditas dengan komoditas, jual beli

barang dengan harga tertentu, atau jual beli dengan utang. Berbagai kontrak

ini menciptakan aset, yang bisa menjadi basis peluang pendanaan dan

16 M.U. Chapra, 1992, “Islam and The Economic Challenge”, (Herndon VA: International of

Islamic Thought), hlm. 36-38.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

16 | P a g e

investasi. Karena itu pertukaran ini membentuk inti sistem ekonomi dan

keuangan yang lebih luas.

Islam sangat menganjurkan berdagang dan memberikan prioritas

kepada aktivitas perdagangan dibandingkan bentuk bisnis lain. Perdagangan

yang dimaksud bukan hanya memperdagangkan aset fisik tetapi juga

memperdagangkan hak untuk menggunakan aset fisik. Karena itu kontrak

dasarnya adalah kontrak pertukaran, penjualan aset atau penjualan hak untuk

menggunakan aset. Kontrak pertukaran dan penjualan menimbulkan

pengalihan kepemilikan, sedangkan kontrak penggunaan aset hanya

mengalihkan hak untuk menggunakan barang dari satu pihak ke pihak lain.

2. Kontrak Pembiayaan

Kontrak pembiayaan (financing contract) menawarkan jalan untuk

menciptakan dan memperluas kredit, memfasilitasi pembiayaan kontrak

transaksional, dan memberikan saluran untuk pembentukan kapital dan

mobilisasi sumber daya antara investor dan pengusaha. Ciri utama kontrak

pembiayaan adalah tidak adanya kontrak utang. Kontrak pembiayaan

dimaksudkan untuk pendanaan kontrak transaksional dalam bentuk trade

finance (pembiayaan perdagangan) atau asset-backed securities (sekuritas

berbasis aset), atau menyediakan modal melalui equity partnership (kemitraan

dalam modal) yang dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk seperti

kemitraan, penyetaraan kepemilikan atau kemitraan lainnya.

3. Kontrak Intermediasi

Kontrak intermediasi adalah kontrak yang memfasilitasi pelaksanaan

kontrak transaksional dan finansial yang efisien dan transparan. Kontrak ini

memberikan kepada agen ekonomi seperangkat alat untuk intermediasi

keuangan sekaligus menawarkan jasa profesional (fee based) untuk aktifitas

ekonomi. Kontrak intermediassi mencakup mudharabah (kontrak dengan

perwalian), musyarakah (penyertaan modal), kafalah (penjaminan), amanah

(kepercayaan), takaful (asuransi), wakalah (agensi), jo’ala (jasa profesional).

Dalam kontrak mudharabah, agen ekonomi dengan modal (pemilik

modal) dapat menjalin kemitraan dengan agen akonomi lain yang memiliki

keterampilan dengan perjanjian bagi hasil. Walaupun kerugian ditanggung

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

17 | P a g e

pemilik modal, mudharib dapat bertanggung jawab atas kerugian yang

disebabkan oleh perbuatan tidak pantas atau pengacuhan pada pihaknya.

Kontrak mudharabah dan musyarakah merupakan hal penting dalam

penciptaan kredit dan modal, namun kontrak lain seperti wakalah, jo’ala, dan

rahn memainkan peran penting dalam memberikan jasa ekonomi penting yang

bisa ditawarkan oleh intermediator finansial konvensional.

4. Kontrak Kesejahteraan Sosial

Kontrak kesejahteraan sosial ialah kontrak antara individu dan

masyarakat untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi mereka

yang kurang mampu. Walaupun fasilitas kontrak kesejahteraan adalah di luar

cakupan intermediasi, namun intermediasi dapat menawarkan layanan

masyarakat dengan menginstusionalisasikan kontrak kesejahteraan sosial.

B.2. Instrumen Keuangan Syari’ah Primer

Berdasarkan teori akad sebagaimana dijelaskan, dapat diformulasikan

kontrak-kontrak keuangan yang kemudian dikenal dengan instrumen keuangan

syari’ah.17

1. Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal

(pemilik dana) dan mudharib (pengelola) dengan nisbah bagi hasil menurut

kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian

ditanggung oleh pemilik dana, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau

kesalahan oleh pengelola dana. Seperti penyelewengan, kecurangan dan

penyalahgunaan dana.

Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu Mudharabah Muthlaqah

(investasi tidak terikat) dan Mudharabah Muqayyah (investasi terikat).

Mudharabah Muthlaqaah adalah mudharabah dimana pemilik dana

memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam mengelola

investasinya. Mudharabah Muqayyah adalah mudharabah di mana pemilik

17 Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, 2005, “Perbankan Syariah”, Cetakan 2 (Jakarta: Penerbit

Serambi), hlm. 116-118.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

18 | P a g e

dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan

obyek investasi.

2. Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang

mencampurkan modalnya untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam

musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk

membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru.

Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil

yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank.

Pembiayaan Musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara

kas, atau aktiva non kas, termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi dan

hak paten. Laba musyarakah dibagi di antara para mitra dan bank secara

proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik kas maupun aktiva

lainnya) atau sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh semua mitra.

Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang

disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya).

3. Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual maupun

pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan maupun tanpa

pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian

barang setelah ada pemesanan dari nasabah.

Murabahah berdasarkan pesanannya dapat bersifat mengikat atau tidak

mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah

pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila

aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual)

dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum

diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban

penjual (bank) dan penjual akan mengurangi nilai akad. Sedangkan harga

yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli

harus diberitahukan.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

19 | P a g e

4. Alam dan Salam Paralel

Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan

penangguhan pengiriman oleh muslam alaihi (penjual) dan pelunasannya

dilakukan segera oleh pembelian sebelum barang pesanan tersebut diterima

sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

5. Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik

Kata ijarah diderivasi dari bentuk fi’il: ajara - ya’juru - ajran”.

Ajran semakna dengan kata al-awadh yang mempunyai arti ganti atau upah,

dan dapat juga berarti sewa. Dengan kata lain ijarah adalah akad sewa

menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk

mendapatkan imbalan atas obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan

imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah muntahiyah bittamlik

adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk

mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi

perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad

sewa.

6. Wadiah

Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan

setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki, bank

bertanggung jawab atas pengembalian titipan. Wadiah dibagi atas wadiah

yad- mudhamanah dan wadiah yad-amanah. Wadiah yad-mudhamanah adalah

titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan

oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh

keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima penitipan. Sedangkan

dalam prinsip wadiah yad-amanah, penerima titipan tidak boleh

memanfaatkan barang titipan tersebut samai diambil kembali oleh penitip.

7. Qardh dan Qardh Hasan

Pinjaman qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

peminjam dan pihak yang meminjamkan kewajiban peminjam melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu. Qardh hasan adalah pinjaman tanpa

jaminan yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

20 | P a g e

selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama

pada akhir periode yang disepakati.

8. Sharf

Sharf adalah transaksi jual beli dengan komoditi berupa alat

pembayaran (nuqud), atau mata uang (suatu valuta dengan valuta lainnya).

Transaksi valuta asing pada Bank Syariah (di luar jual beli banknotes) hanya

dapat dilakukan dengan tujuan lindung nilai (hedging) dan dibenarkan untuk

tujuan spekulatif. Selisih penjabaran aktiva dan kewajiban valuta asing dalam

rupiah (revaluasi) diakui sebagai pendapatan atau beban.

9. Wakalah

Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi

kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan

suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa. Akad wakalah tersebut dapat

digunakan antara lain dalam pengiriman transfer, penagihan utang baik

melalui kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.

10. Kafalah

Kafalah adalah kemestian seseorang yang diperbolehkan mengelola

hartanya sendiri untuk menunaikan suatu hak yang diwajibkan kepada

seseorang atau kemestian menghadirkannya ke hadapan hakim (pengadilan).

Pengertian kafalah al-khafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan),

hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan). Menurut Sayyit Sabiq, yang

dimaksud dengan al-khafalah adalah proses penggabungam tanggungan kafil

menjadi beban ashil dalam tuntunan dengan benda (materi) yang sama, baik

utang, barang, maupun pekerjan. Kafalah adalah akad pemberian pinjaman

yang diberikan oleh kafil (penerima jaminan) dan pinjaman tertanggung

jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima

jaminan.

11. Hiwalah

Hiwalah adalah pemindahan pengalihan hak dan kewajiban baik

dalam bentuk pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa pemindahan/

pengalihan dana dari satu orang ke orang lain atau satu pihak ke pihak lain.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

21 | P a g e

B.3. Instrumen Keuangan Syari’ah Sekunder

Instrumen keuangan syari’ah sekunder banyak diaplikasikan pada

lembaga keuangan dalam bentuk pasar modal. Instrumen keuangan sekunder

merupakan instrumen turunan dari instrumen keuangan primer. Ada berbagai

macam instrumen pasar modal, menurut Obaidullah instrumen penting yang

dapat diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut hukum Islam, di

antaranya adalah sebagai berikut:18

1. Dana Mudharabah (Mudharabah Fund)

Dana Mudharabah merupakan instrumen keuangan bagi investor

untuk pembiayaan bersama proyek besar berdasarkan prinsip bagi hasil.

Instrumen ini diperbolehkan menurut hukum Islam.

2. Saham Biasa Perusahaan (Common Stock)

Saham biasa yang diterbitkan oleh perusahaan yang didirikan untuk

kegiatan bisnis yang sesuai dengan Islam diperbolehkan.

3. Obligasi Muqaradah

Obligasi ini diterbitkan untuk pembiayaan proyek yang menghasilkan

uang atau proyek yang terpisah dari kegiatan umum perusahaan.

4. Obligasi Bagi Hasil (Profit Sharing Bond)

Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas bisnisnya

sesuai dengan syariah Islam dan berdasarkan prinsip bagi hasil jenis ini

diperbolehkan.

5. Saham Preferen (Preferred Stock)

Saham ini memiliki hak-hak istimewa seperti deviden tetap dan

prioritas dalam likuidasi. Karena ada unsur pendapatan tetap (seperti bunga),

maka dilarang menurut hukum Islam.

B.4. Instrumen Keuangan Syari’ah terhadap Prinsip Keadilan

Di samping adanya instrumen-instrumen keuangan utama, maka

perkembangan ke depan perlu pemikiran lebih jauh adanya instrumen-instrumen

18 S. N. Garas and Chris Pierce, 2010, "Shari'a Supervision of Islamic Financial Institutions",

Journal of Financial Regulation and Compliance, Vol. 18 Iss 4, hlm. 394.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

22 | P a g e

keuangan lainnya sebagai bahan kajian dalam hukum Islam, salah satunya

instrument untuk aktivitas investasi. Investasi pada saham sudah seharusnya

menjadi preferensi bagi para investor muslim, yaitu untuk menggantikan investasi

pada interest yielding bonds atau sertifikat deposito, walupun jika kemudian

dinyatakan oleh fikih klasik bahwa ekuiti tidak bisa dipersamakan dengan

instrumen keuangan Islami, seperti kontrak mudharabah atau musyarakah. Ekuiti

dapat dijual kapan saja pada pasar sekunder tanpa memerlukan persetujuan dari

perusahaan yang mengeluarkan saham. Sementara mudharabah dan musyarakah

ditetapkan berdasarkan persetujuan shahibul mal (investor) dan perusahaan

sebagai mudharib.

Derivatives merupakan salah satu bentuk rekayasa keuangan dalam

mendesain strategi dan solusi inovatif untuk menjamin risiko. Hal yang banyak

digunakan di antaranya adalah forward/future dan options. Forward adalah

kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset di masa depan dengan harga yang

ditetapkan untuk disepakati. Sedangkan option adalah hak dan bukan kewajiban

untuk membeli atau menjualunderlying asset dengan harga dan waktu penyerahan

yang disepakati.

Menurut Vogel dan Hayes (1998) mengklasifikasikan instrumen-

instrumen derivatif sebagai questionable dalam syari’ah Islam. Belum ada

konsensus di kalangan ulama mengenai hal ini. Kebanyakan ulama berpendapat

melarang derivatif dengan dasar di dalamnya ada unsur gharar. Sementara yang

lain berpendapat bahwa derivatif justru dimanfaatkan untuk menangkal gharar

sebagai bentuk manajemen risiko.19

Ditemukan atau tidak konsensus mengenai instrumen kauangan derivatif

ini, semuanya adalah dirujukan pada kebutuhan manajemen risiko. Yaitu semua

itu dilakukan untuk hedging, yaitu menutup risiko dari fluktuasi harga, dan bukan

untuk spekulasi ataupun arbritase.

Instrumen keuangan dalam kasus ini secara tidak langsung berhubungan

dengan risiko yang melekat dalam instrumen tersebut. Dengan kata lain risiko

19 M. Mamduh Hanafi dan M. Hanafi Syafiq, 2012, “Perbandingan Kinerja Syariah dan

Konvensional: Studi Pada Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks LQ45”, Jurnal Ekonomi dan

Bisnis Islam, Vol.7 (1), hlm. 20.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

23 | P a g e

disini diartikan dalam risiko kredit yang dapat dikatakan sebagai sebuah eksposur

terjadinya kerugian kredit atau instrument kredit lainnya (Gastineau and Kritzman

1999)20. Jenis pembiayaan yang berbeda digunakan oleh Bank syariah dalam

kegiatan sruktur pembiayaannya. Dalam proses pembiayaan hutang bank syariah

hanya fokus pada instrumen pendanaan dalam lingkup bagi hasil dan berbagi

kerugian (Sharing-Profit dan Loss-Sharing) atau disebut juga sebagai instrumen

Non-Profit and Loss Sharing (PLS). Dalam kasus risiko kredit ketika mudharib

atau agen melakukan kejahatan dalam melakukan pelanggaran bersama dalam

sebuah proyek yang dikerjakan bersama- sama sistem PLS diharapakan dapat

menjadi variabel pengendali. Sedangkan dalam pengertian lain, menurut Astrom

(2013) dalam artikelnya mengatakan bahwa pendanaan dengan Sistem PLS akan

memiliki potensi adanya kerugian dalam menjalankan usaha atau bisnis akibat

dari kelalaian agen (mudharib) ataupun partner.21

Perkembangan etika Islam tak terpisahkan dari sumber hukum utama, fiqh

baik muamalah maupun ushul fiqh yang seyogyanya akan memberikan

kesimbangan amaliyah bisnis syari’ah dalam mewujudkan kesejahteraan

berlandaskan iman serta kejujuran dalam menghasilkan kebaikan bersama

(kemaslahatan).

Hasil penelitian Lewis dan Algaoud (2005) menerangkan bahwa Investasi

Etis dalam perbankan syariah dihadapkan dengan tambahan atas modal yang

ditanamkan. Hal ini akan memberikan tambahan Usury (Riba), tentu jika melihat

Quadran tersebut bisa dipastikan kegiatan ini menghilangkan instrumen fiqh yang

tentu bersumber pada Qur’an dan Hadist22. Lain dengan Chapra (1992) bahwa

dalam menjalankan amaliyah ekonomi serta bisnis diperlukan pedoman syari’ah

agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan materi dan kebutuhan spiritual.23

Dengan demikian, instrumen keuangan syariah yang dapat tetap konsisten

menjalankan nilai-nilai syariah Islam dalam pengoperasiannya, maka dapat

20 Ibid. hlm. 22. 21 Naqvi. S. N. H. 1981, Ethics and Economics an Islamic Synthesis (Leicester: The Islamics

Foundation), hlm. 7. 22 Lewis, Mervvyn dan Algaoud, Latifa. Op. cit. hlm. 11. 23 Chapra, M.U. Op. cit. hlm. 28.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

24 | P a g e

berpeluang untuk memenuhi prinsip keadilan bagi masyarakat atau publik sesuai

dengan prosentase keterlibatan masing-masing pada instansi keuangan syariah.

C. Penutup

Pada dasarnya bisnis syariah harus mengacu pada landasan utama yaitu

Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dalam melaksanakan amaliyah dan bermuamalah

bisnis syariah senantiasa mengikuti perkembangan fiqh muamalah serta sekiranya

memahami ushul fiqh didalamnya. Etika Islam memilki peranan yang sangat

penting, karena secara etis kegiatan bisnis syari’ah harus memiliki tujuan untuk

kemaslahatan ekonomi baik untuk Islam maupun untuk seluruh lapisan mayarakat

ekonomi pada umumnya. Dengan demikian apa yang diharapkan seperti yang

termaktub dalam Al-Qur’an dan Al- Hadist dapat terwujud.

Hal ini tentu akan berjalan dengan baik apabila antara iman, kejujuran

tidak begitu saja ditinggalkan, serta tidak saling lalai dalam menjalankan bisnis

syariah. Karena bisnis syariah haruslah senantiasa etis dengan menempatkan niat

dalam menjalankan etika Islam dalam kegiatan bisnis semata-mata untuk

menolong antara sesama untuk mencapai kemakmuran ekonomi serta meraih

pahala untuk akherat. Sehingga, terciptalah keseimbangan antara kebutuhan

bisnis dengan kebutuhan akhirat.

Keberadaan lembaga yang benar-benar menjunjung tinggi bisnis syariah

sangatlah penting untuk dapat memberikan produk-produk syariah yang benar-

benar sesuai dengan Al Quran dan Al Hadist. Peraturan-peraturan juga harus

dibuat sesuai dengan pedoman yang benar agar tidak terjadi penyimpangan

terselubung dalam bisnis syariah yang dijalankan baik pada produk yang dijual

ataupun cara penjualan dan pembelian. Etika dan moral dari pebisnis syariah

perlu ditingkatkan dengan perlahan-lahan, dengan cara memberikan pelatihan dan

sosialisasi dari pihak yang berkepentingan.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

25 | P a g e

Daftar Pustaka

Al-Qur’an

Arba’in Nawawi

Andy Fathur Rahman. 2010. “Analisis Faktor yang Menyebabkan Terjadinya

Moral Hazard Nasabah Pembiayaan Mudharabah”, Tesis, tidak

dipublikasikan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

F. Shahari Zakaria Md dan R. Hazli, Rahman, S. 2015, "Investigation of The

Expected Loss of Sharia Credit Instruments in Global Islamic Banks",

International Journal of Managerial Finance, Vol.11 Iss 4.

G. Rice. 1999. “Islamic Ethics and Implications for Business”. Journal of

Business Ethics, 18, 4.

G.L. Gastineau and M.P. Kritzman. 1999. Dictionary of Financial Risk

Management, 3rd ed., Wiley, Hoboken, NJ.

Khaled A. Hussein. 2004. “Ethical Investment: Empirical Evidence From FTSE

Islamic Index”. Islamic Economic Studies, Vol. 12, No. 1.

M. Al-Suhaibani and N. Naifar. 2014, “Islamic Corporate Governance: Risk-

Sharing and Islamic Preferred Shares”, Journal of Business Ethics 124.

M. Mamduh Hanafi dan M. Hanafi Syafiq. 2012. “Perbandingan Kinerja Syariah

dan Konvensional: Studi Pada Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks

LQ45”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.7 (1).

M.U. Chapra. 1992, “Islam and The Economic Challenge” (Herndon VA:

International of Islamic Thought).

Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud. 2005. Perbankan Syariah. Cetakan 2.

Jakarta: Penerbit Serambi.

Naqvi. S. N. H. 1981. Ethics and Economics An Islamic Synthesis (Leicester: The

Islamics Foundation).

S. N. Garas and Chris Pierce. 2010. “Shari'a Supervision of Islamic Financial

Institutions”. Journal of Financial Regulation and Compliance, Vol. 18 Iss

4.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

26 | P a g e

Pengaruh Pembiayaan Murabahah terhadap Perkembangan Usaha

Mikro Menengah Anggota BMT Fanshob Karya Bojonegoro

M. Ali Nur Huda

Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah

Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat pembiayaan murabahah terhadap

perkembangan usaha kecil menengah anggota di BMT Fanshob Karya

Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif,

adapun data yang diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh

melalui kuesioner pada anggota BMT, sedangkan data sekunder diperoleh dari

literatur, internet dan data kepustakaan lainnya. Data yang diperoleh dianalisis

dengan metode analisis regresi linier.

Dalam melakukan pengujian hipotesis, pelaksanaan langkahnya adalah

melakukan perhitungan uji t. Berdasarkan hasil uji t rxy = 1,004 dengan

probabilitas (p) = 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pembiayaan

murabahah dengan perkembangan usaha kecil menengah anggota di BMT

Fanshob Karya Bojonegoro. Besarnya pengaruh pembiayaan murabahah pada

BMT Fanshob Karya Bojonegoro terhadap perkembangan usaha kecil (R2)

adalah 98,60%. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan tersebut sangat tinggi

pengaruhnya terhadap perkembangan usaha kecil menengah, sedangkan sisanya

sebesar 1,40% dipengaruhi oleh faktor lain.

Kata Kunci: Pembiayaan Murabahah, Perkembangan Usaha, dan Usaha Mikro

Menengah.

A. Pendahuluan

Pada saat ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang

perekonomian dan perdagangan, dimana salah satu sumber peningkatan ekonomi

di Indonesia saat ini adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM). Saat

Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997-1998, banyak perusahaan

yang tumbang, khususnya perusahaan besar di sektor perbankan, properti dan

pabrikan yang berbahan baku impor.

Namun banyak pengusaha kecil menengah yang mampu berdiri kokoh di

tengah krisis yang melanda Indonesia dan mampu bertahan. Pengusaha ini

mampu bertahan karena memproduksi barang dan jasa dengan bahan baku dalam

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

27 | P a g e

negeri dan berorientasi ekspor serta bertenaga kerja yang efisien dan biaya tetap

yang kecil. Usaha Mikro sering disebut dengan UMKM, merupakan salah satu

pelaku usaha yang memiliki peran penting namun kadang dianggap terlupakan

dalam kebijakan di Indonesia. Peran usaha mikro juga tidak hanya sekedar

pendukung dalam kontribusi ekonomi nasional. Hal ini ditandai dengan

kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor,

penyedia lapangan kerja terbesar, pemain penting dalam pengembangan kegiatan

ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, pencipta pasar baru dan sumber

inovasi, serta sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan

ekspor.

Keuntungan menjadi pengusaha adalah memiliki kesabaran mencapai

tujuan, menunjukkan potensi secara penuh, mendapat laba yang maksimal,

kebebasan melakukan perubahan, menciptakan lapangan kerja, dan mendapat

pengakuan dari masyarakat.24 Namun masalah yang sering terjadi bagi

masyarakat kecil dalam membangun usaha sendiri adalah modal. Padahal dalam

usaha modal merupakan salah satu elemen penting dalam mendukung

peningkatan produksi terlebih lagi pada sektor usaha kecil. Salah satu solusi bagi

masyarakat kecil untuk keluar dari masalah tersebut yaitu dengan pinjaman.

Banyak lembaga keuangan konvensional yang menyediakan jasa pinjaman modal

untuk berbagai kalangan, akan tetapi hal ini terkadang semakin menambah beban

pengusaha mikro menengah.

Pinjaman modal pada lembaga keuangan konvensional terkadang pula

kandas dikarenakan beberapa pengusaha kecil yang tidak mampu memenuhi

prasyarat untuk diberi pinjaman. Disamping itu ditengah-tengah kehidupan

masyarakat yang hidup serba berkecukupan muncul kehawatiran akan timbulnya

pengikisan akidah dan lemahnya ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu peran BMT (Baitul Maal Wattamwil) agar mampu lebih

aktif dalam memperbaiki kondisi tersebut, serta mewujudkan masyarakat adil dan

sejahtera. BMT pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat dan tidak semata-mata hanya bisnis yang mencari keuntungan

24 B. Alma., 2010, Pengantar Bisnis (Bandung: Alfabeta), hlm. 14.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

28 | P a g e

sebanyak-banyaknya. Kegiatan BMT adalah mengembangkan usaha-usaha

produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi

pengusaha kecil mikro dan menengah, antara lain dengan mendorong kegiatan

menabung dan fasilitasi pembiayaan guna menunjang usaha ekonominya. BMT

sebagai lembaga yang berasaskan Islam, maka dalam menghimpun maupun

penyaluran dana menggunakan pripsip syariah (prinsip bagi hasil).25

Sebagaimana firman Allah dalam Qs. An-Nisa : 29, bahwa: “Hai orang-

orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan

jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama

suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Atas dasar ayat tersebut, Kopsyah BMT Fanshob Karya mengeluarkan

produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti halnya produk

pinjaman pembiayaan meliputi murabahah, mudharabah, ijarah, musyarakah, dan

pembiayaan qardul hasan. Pembiayaan murabahah merupakan pola kerja sama

ekonomi yang cukup mendominasi pada BMT Fanshob Karya, sehingga

pembiayaan murabahah begitu popular di Kopsyah BMT Fanshob Karya.

Dari pernyataan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih

jauh tentang perkembangan usaha yang dilakukan oleh masyarakat Bojonegoro.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh pembiayaan

murabahah terhadap perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Kopsyah

BMT Fanshob Karya Bojonegoro. Sehingga dengan adanya pembiayaan

murabahah ini dapat menjadikan salah satu jalan bagi para pedagang kecil untuk

meningkatkan perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah anggota

murabahah di Kopsyah BMT Fanshob Karya Bojonegoro, melalui Kopsyah BMT

Fanshob Karya dalam produk-produk pembiayaan murabahah dalam kontek

praktiknya, hal tersebut yang membuat penulis mengangkat judul : “Pengaruh

25 Muhammad, 2008, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang & Ancaman

(Yogyakarta: Ekonesia), hlm. 32.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

29 | P a g e

Pembiayaan Murabahah terhadap Perkembangan Usaha Mikro Menengah

Anggota BMT Fanshob Karya Bojonegoro”.

B. Tinjauan Pustaka

B.1. Pembiayaan

Sejak zaman dahulu, pemberi pinjaman tidak pernah lagi menaruh

kepercayaan penuh kepada peminjam hanya berdasarkan lisan, untuk itu harus ada

tanggungan yang jelas yang dapat meringankan beban pemberi pinjaman apabila

peminjam gagal memenuhi tanggung jawabnya. Islam tidak memandang hina ide

ini dan telah menetapkan prinsip yang luas terhadap pandangan ini.26 Berdasarkan

terminologi syara’ ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendifinisikannya:27

1. Menurut syarkasyi dan ulama Maliki:

“Pemilikan atas manfaat (suatu benda) tanpa pengganti.”

2. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah:

“Pembolehan (untuk pengambilan) manfaat tanpa mengganti.”

Akad ini berbeda dengan hibah, karena ariyah dimaksudkan untuk

mengambil manfaat dari suatu benda, sedangkan hibah mengambil benda tersebut.

Pengertian pertama memberikan makna kepemilikan sehingga peminjam

dibolehkan untuk meminjam orang lain. Adapun pengertian kedua memberikan

makna kebolehan, sehingga peminjam tidak boleh meminjamkan kembali barang

pinjaman kepada orang lain. Sedangkan, aktivitas penyaluran dana kepada

nasabah, secara garis besar terdapat empat kelompok prinsip oprasional syariah,

yaitu prinsip jual beli (bai’), sewa-menyewa (ijarah), bagi hasil (syirkah), dan

pembiayaan lainnnya.28

Prinsip jual beli (bai’) meliputi murabahah, salam, istisna’. Prinsip

murabahah umumnya ditempatkan dalam pembiayaan pengadaan barang

investasi, murabahah sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan barang

26 Muslehuddin M, 2004, Sistem Perbankan dalam Islam (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 87. 27 R. Syafei, 2001, Fiqh Muamalah (Bandung: Setia), hlm. 139. 28 Hasan A, 2009, Manajemen Bisnis Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 40.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

30 | P a g e

secara mendesak, tetapi kekurangan dana. Ia kemudian meminta kepada bank agar

membiayai pembeliannya dan bersedia menebusnya saat barang diterima.

Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang muncul karena bank

tidak memiliki barang yang diinginkan oleh pembeli, sehingga bank harus

melakukan transaksi pembelian atas barang yang diinginkan kepada pihak yang

disebut supplier. Dengan demikian, dalam pembiayaan ini bank bertindak selaku

penjual di satu sisi, dan di sisi lain bertindak sebagai pembeli. Kemudian bank

akan menjual lagi kepada pembeli dengan harga yang telah disesuaiakan yaitu

harga beli bank dan margin keuntungan yang telah disepakati. Pembiayaan

murabahah merupakan salah satu dari konsep pembiayaan yang berdasarkan jual

beli yang bersifat amanah.29

B.2. Bai’ Al-Murabahah

Suatu transaksi dalam lembaga keuangan dinamakan dengan murabahah

apabila pembiayaan yang diberika kepada nasabah dalam rangka pemenuhan

kebutuhan produksi (inventory).30 Murabahah adalah akad jual beli suatu barang

dimana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri atas harga pokok barang dan

tingkat keuntungan tertentu atas barang, dimana harga jual tersebut disetujui

pembeli. Atau dengan singkat, jual beli murabahah adalah jual beli barang pada

harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.31

Murabahah dimulai dengan jual beli barang pada harga asal dengan

tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak bank dan nasabah. Dalam

murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembali,

kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu.32 Murabahah adalah

transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga peroleh dan keuntungan

(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal yang membedakan

murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjualan secara jelas

29 N. Huda dan Heykal M, 2010, Lembaga Keuangan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup), hlm. 15. 30 Lubis K. S, 2000, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika), hlm. 53. 31 L. Hakim, 2012, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Surabaya: Erlangga), hlm. 116. 32 Sudarsono, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Diskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:

Ekonesia), hlm. 47.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

31 | P a g e

memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa

besar keuntungan yang diinginkan. Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar

menawar atas besaran margin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh

kesepakatan.33

B.3. Usaha Mikro Kecil Menengah

Usaha mikro kecil menengah merupakan kegiatan usaha yang dapat

memperluas lapangan pekerjaan, serta memberikan pelayanan ekonomi secara

luas kepada masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan

peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta

berperan mewujudkan stabilitas nasional.

Bisnis kecil adalah suatu usaha yang dimiliki dan dikelola seorang bebas,

dan bisnis kecil ini tidak mendominasi pasar. Bisnis kecil ini bukan merupakan

bagian atau cabang dari perusahaan lain, yang menjalankan bisnis ini adalah

pemilik sendiri, bekerja bebas sesuai dengan kesanggupan.34

Bisnis yang diperbolehkan dalam Islam adalah bisnis yang menghasilkan

pendapatan yang halal dan berkah, contoh usaha kecil:35

1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja

2. Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya

3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubel, kayu dan rotan,

industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan kerajinan tangan

4. Peternakan ayam, itik, dan perikanan

5. Koperasi berskala kecil.

Selain itu, usaha mikro kecil menengah adalah salah satu pilar utama

ekonomi nasional yang medapatkan kesempatan utama, dukungan, perlindungan

serta pengembangan yang secara luas sebagai wujud pihak yang tegas kepada

kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa harus mengabaikan peranan usaha besar

dan badan usaha milik pemerintah. Ragam pengertian umum usaha mikro, kecil

dan menengah sendiri, terdapat banyak versi, bergantung pada beberapa lembaga

33 Wasilah N. S., 2009, Akuntasi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat), hlm. 160. 34 B. Alma. Op.cit. hlm. 96. 35 Hasan A. Op. cit. hlm. 196

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

32 | P a g e

dalam mendefinisikan UMKM dengan pengertian yang berbeda walaupun masih

bisa ditelusuri konsistensinya.36

C. Metode Penelitian

C.1. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian lapangan dengan pendekatan kuantitatif, yaitu metode ini disebut

sebagai motode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode

ini sebagai metode ilmiah karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu

kongkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini disebut

metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis

menggunakan statistik.37 Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau

nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan dalam penelitian ini untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Adapun variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu:38

1. Variabel Independen/Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembiayaan murabahah.

2. Variabel Dependen/Terikat

Yaitu perkembangan usaha mikro menengah.

C.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.39 Adapun yang menjadi populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah anggota pembiayaan murabahah BMT

Fanshob karya di Kauman Bojonegoro yang berjumlah 170 anggota. Sampel

adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut.40 Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subyeknya kurang dari 100,

36 Yustika E. A., 2005, Perekonomian Islam (Malang: Bayumesdia Buplishing), hlm. 43. 37 Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta), hlm. 7. 38 Ibid. hlm. 38. 39 Ibid. hlm. 80. 40 Ibid. hlm. 81.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

33 | P a g e

lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Tetapi, jika jumlah subyeknya besar, dapat diambil antara10-15% atau 20-25%

atau lebih.41 Dalam hal ini, karena dalam penelitian ini jumlah populasinya lebih

dari 100 atau lebih tepatnya sebesar 170 anggota, maka sampel yang diambil

adalah sebesar 1% dari keseluruhan dari populasi yang ada dengan teknik random

sampling, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 25% dari 170 anggota

adalah 43 anggota.

C.3. Prosedur Pengumpulan Data

41 Suharsimi Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT Rineka

Cipta), hlm. 134.

Menarik kesimpulan

Persiapan penelitian

Membuat surat izin penelitian

untuk Manager BMT Fanshob

Bojonegoro

Membuat jadwal penelitian

Mempersiapkan

instrumen alat

pengumpulan data

Menentukan

variabel yang

akan diteliti

Menganalisis uji

instrumen sebagai

alat ukur variabel

Menyusun dan mengadakan

instrumen untuk disampaikan

kepada responden

Mempersiapkan instrumen dan alat

pengumpulan data untuk kuesioner

yang akan diisi oleh anggota

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

34 | P a g e

D. Hasil dan Analisis

D.1. Analisis Korelasi

Analisis korelasi berguna untuk menentukan suatu besaran yang

menyatakan bagaimana kuatnya hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya.

Tabel 1. Hasil SPSS Uji Korelasi Produk Moment

Correlations

Y X

Y Pearson Correlation 1 .993**

Sig. (2-tailed) .000

N 43 43

X Pearson Correlation .993** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 43 43

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari tampilan output SPSS correlation pada variabel independen (X) dan

variabel dependen (Y), Hasil korelasi parsial didapat nilai r hitung sebesar 0,993.

Nilai korelasi ini tergolong tinggi karena >0,05 dan memiliki nilai positif sehingga

dapat dikatakan ada hubungan positif dan signifikan antara pembiayaan

murabahah dengan perkembangan usaha kecil menengah. Maka disimpulkan

bahwa pembiayaan murabahah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap perkembangan usaha kecil menengah. Berdasarkan Tabel 1 di atas

menunjukkan hasil korelasi variabel X dan variabel Y, nilai yang diperoleh

sebesar 0,993, berarti terdapat hubungan yang sangat tinggi antara variabel

pembiayaan murabahah (X) terhadap perkembangan usaha kecil menengah (Y).

D.2. Koefesien Determinasi

Dari tampilan output SPSS Model Summary besarnya Adjusted R Square

adalah 0,986, hal ini berarti perkembangan usaha kecil dapat dipengaruhi oleh

pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya adalah sebesar 98,60%.

sedangkan sisanya (100% - 98,6% = 1,40%) mungkin dipengaruhi oleh faktor

lain. Standar Error of Estimate (SEE) sebesar 46276. Makin kecil nilai SEE akan

membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

35 | P a g e

Tabel 2. Hasil SPSS Koefesien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .993a .986 .986 .46276

a. Predictors: (Constant), X

b. Dependent Variable: Y

D.3. Uji Hipotesis

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan membandingkan nilai t

hitung dan t tabel. Jika t hitung > t tabel, berarti terdapat pengaruh yang positif

dan signifikan, dan sebaliknya jika t hitung < t tabel maka tidak terdapat pengaruh

yang positif dan signifikan.

Tabel 3. Hasil SPSS Uji t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -.123 .862 -.143 .887

X 1.004 .019 .993 53.909 .000

a. Dependent Variable: Y

Hipotesis:

H0 = pembiayaan murabahah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap

perkembangan usaha kecil menengah.

Ha = pembiayaan murabahah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

perkembangan usaha kecil menengah.

Berdasarkan hasil analisis uji korelasi Product moment antara pembiayaan

murabahah dengan perkembangan usaha kecil menengah anggota diperoleh hasil

rxy = 1,004 dengan probabilitas (p) = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh yang positif dan signifikan antara pembiayaan murabahah dengan

perkembangan usaha kecil menengah anggota di BMT Fanshob Karya

Bojonegoro. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

36 | P a g e

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perkembangan usaha kecil

menengah.

D.4. Pengaruh Perjanjian Pembiayaan terhadap Tingkat Kepuasan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sampel sebanyak 43

responden, jumlah tersebut diambil dari 25% jumlah populasi yaitu 170

responden, mayoritas responden adalah pengusaha kecil yang berada di wilayah

Bojonegoro. Penilitian ini sudah dilakukan dan dilaksanakan dengan hasil uji

yang dapat disimpulkan bahwa antara variable X yaitu pembiayaan murabahah

dengan variable Y yaitu perkembangan usaha kecil menengah mempunyai

pengaruh yang positif dan signifikan.

Berdasarkan hasil dari penelitian kemudian diadakan analisis yang

merupakan pengolahan lebih lanjut dari hasil uji hipotesis. Dalam analisis ini akan

dibuat semacam interpretasi dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus

regresi yang telah diproses antara variabel X dan Y. Dalam pelaksanaan

langkahnya adalah melakukan perhitungan uji-t, apakah terletak didaerah

penerimaan H0 atau penolakan H0. Berdasarkan hasil uji-t diperoleh hasil rxy =

1.004 dengan probabilitas (p) = 0,05. Hal ini merupakan bukti terjadinya

penerimaan Ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perkembangan usaha kecil

menengah.

Besarnya pengaruh pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya di

Bojonegoro terhadap perkembangan usaha kecil (R2) adalah 0,986 atau 98,60%..

Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan tersebut sangat tinggi pengaruhnya

terhadap perkembangan usaha kecil menengah, sedangkan sisanya sebesar 1,40%

dipengaruhi oleh faktor lain selain pembiayaan murabahaha dari BMT Fanshob

Karya di Bojonegoro.

Hal ini didukung dari hasil penelitian terdahulu oleh Luluk Chorida, yang

berjudul: “pengaruh jumlah dana pihak ketiga, inflasi, dan tingkat margin

terhadap alokasi pembiayaan usaha kecil dan menengah”, hasil uji t= -1,034

dengan tingkat signifikansi 0,309 (tidak signifikan > 5%). Yang artinya variabel

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

37 | P a g e

margin pembiayaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi

pembiayaan UKM.

Pembiayaan murabahah memiliki peranan membantu para pelaku usaha

kecil dalam hal penambahan modal usaha dan mempertahankan kelangsungan

hidup usaha. Selain itu pembiayaan murabahah juga berfungsi untuk mengalihkan

ketergantungan mereka terhadap pinjaman yang berasal dari lembaga keuangan

konvensional yang berbasis bunga.

Pernyataan ini didapatkan oleh penulis saat melakukan penelitian kepada

anggota yang mendapatkan pembiayaan murabahah BMT Fanshob Karya di

Bojonegoro. Beliau merupakan salah satu diantara para pelaku usaha kecil

anggota yang bekerja sebagai pedagang konveksi di Bojonegoro, beliau

mengharapkan agar BMT Fanshob Karya Bojonegoro bisa terus memberikan

pembiayaan murabahah sebagai program untuk membantu para pedagang kecil

dalam mengembangkan usaha.

Proses pengajuan pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya

Bojonegoro memang mudah dan cepat, tetapi pembiayaan ini hanya bisa

membantu untuk menambah modal dalam jangka waktu sementara saja,

sedangkan untuk menjadikan usaha lebih berkembang sebaiknya para pemilik

usaha kecil perlu meningkatkan kualitas produksi barang dan terus melakukan

inovasi, agar jumlah pembeli bisa meningkat setiap harinya. Beliau mengharapkan

agar prestasi BMT Fanshob Karya Bojonegoro yang sudah ada lebih ditingkatkan.

Menurut analisa penulis, usaha yang dimiliki para pelaku usaha kecil dapat

berkembang apabila mereka mampu meningkatkan promosi penjualan dan

meningkatkan kualitas produk dengan harga yang terjangkau. Selain itu mereka

juga membutuhkan pinjaman dalam jumlah besar dari lembaga keuangan untuk

tambahan modal, agar dapat membantu mereka dalam meningkatkan jumlah

produksi usahanya.

E. Penutup

Pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya Bojonegoro memiliki

peran membantu para pelaku usaha kecil menengah dalam hal penambahan modal

usaha, mempertahankan kelangsungan hidup usaha dan mengalihkan

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

38 | P a g e

ketergantungan mereka dari lembaga keuangan konvensional yang berbasis

bunga.

Dalam hal menjadikan usaha kecil menengah pada BMT Fanshob Karya

Bojonegoro lebih berkembang, para pemilik usaha kecil meningkatkan kualitas

produksi barang dan terus melakukan inovasi, agar jumlah pembeli bisa

meningkat setiap harinya, serta dapat mempertahankan kelangsungan hidup para

anggota BMT Fanshob Karya Bojonegoro.

Pembiayaan murabahah pada BMT Fanshob Karya Bojonegoro memiliki

pengaruh yang sangat tinggi terhadap perkembangan usaha kecil menengah, hal

ini dibuktikan dengan hasil pengujian koefisien regresi, diperoleh hasil rxy =

1,004 dengan probabilitas (p) = 0,05 dengan kriteria uji apabila nilai t hitung > t

tabel, berarti terdapat pengaruh yang positif dan signifikan, maka H0 ditolak dan

Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut memiliki pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap perkembangan UMKM anggota. Dan berdasarkan

hasil analisis regresi diperoleh besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar

98,60%. Besarnya koefisien determinasi menunjukkan bahwa pembiayaan

murabahah pada BMT Fanshob Karya Bojonegoro memiliki konstribusi hanya

sebesar 98,60% terhadap perkembangan usaha kecil menengah, sedangkan

sisanya 1,40% mungkin dipengaruhi oleh faktor lain.

Peneliti memberikan saran sebagai kritik kontruktif yang dilihat di

lapangan, adapun saran–saran yang dapat penulis berikan antara lain :

1. Para pelaku usaha kecil hendaknya dapat mengalokasikan keuntungan untuk

mengembangkan usaha dan lebih kreatif lagi dalam mencari tambahan modal

usahanya.

2. Kapada pegawai BMT Fanshob Karya Bojonegoro diharapkan untuk lebih

meningkatkan kinerjanya dan lebih memprioritaskan pembiayaan untuk

pengembangan usaha kecil.

3. Hasil penelitian ini sekiranya dapat dijadikan acuan bagi penelitian lain untuk

mengembangkan maupun mengoreksi dan melakukan perbaikan seperlunya.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

39 | P a g e

Daftar Pustaka

B. Alma. 2010. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Hasan A. 2009. Manajemen Bisnis Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lubis K. S. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

L. Hakim. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Surabaya: Erlangga.

Muhammad. 2008. Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang &

Ancaman. Yogyakarta: Ekonesia.

Muslehuddin M. 2004. Sistem Perbankan dalam Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

N. Huda dan Heykal M. 2010. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta: Kencana

Prenada Media Grup.

R. Syafei. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Setia.

Sudarsono. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Diskripsi dan Ilustrasi.

Yogyakarta: Ekonesia.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Wasilah N. S. 2009. Akuntasi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Yustika E. A. 2005. Perekonomian Islam. Malang: Bayumesdia Buplishing.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

40 | P a g e

Deskripsi Tingkat Kecerdasan Ketahanmalangan (Adversity Quotient)

Mahasiswa Ekonomi Syariah STAI Attanwir Bojonegoro

Mifta Hulaikah

Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah

Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro

Abstrak

Jenis kecerdasan manusia telah berkembang hingga pada kecerdasan menghadapi

kesulitan atau ketahanmalangan yang disebut Adversity Quotient (AQ). AQ

menjawab pertanyaan mengapa ada anak dengan IQ tinggi namun masih

mengalami kegagalan. AQ dapat membuat peserta didik mempunyai daya tahan

untuk menyelesaikan sebuah tantangan, kesulitan, problem dan mengubahnya

menjadi sebuah peluang. Sehingga strategi dan lingkungan pendidikan harus

mendukung peningkatan AQ tersebut. Mahasiswa Ekonomi Syariah STAI

ATTANWIR mempunyai karakter yang berbeda, dimana mayoritas mahasiswa

selain kuliah juga bekerja. Hal ini membuat mereka harus memiliki AQ tinggi

agar dapat menyeimbangkan dan mensukseskan keduanya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa memiliki tingkat AQ sedang. Tipe AQ

sedang disebut dengan camper, yaitu cenderung menyukai zona nyaman,

menghindari resiko, dan tidak menyukai perubahan.

Kata Kunci: Adversity Quotient, Mahasiswa

A. Pendahuluan

Intelegensi adalah aktivitas mental yang berkaitan dengan kemampuan

seseorang untuk beradaptasi kepada kehidupan dunia nyata 42. Adversity Quotient

(AQ) atau kecerdasan dalam menghadapi kesulitan adalah salah satu jenis

kecerdasan selain Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan

Spiritual Quotient (SQ). Berkembangnya AQ didasari oleh sebuah fenomena yaitu

“mengapa beberapa individu bertahan dan terus berjuang keras dalam situasi

sulit sementara individu lain yang memiliki IQ dan EQ yang baik masih gagal

dan menyerah?”43. Dalam lingkungan pendidikan, AQ dapat membuat peserta

didik mempunyai daya tahan untuk menyelesaikan sebuah tantangan, kesulitan,

42 Robert J Stenberg, 1985, Beyond IQ: a Triarchic Theory of Intelligence (UK: Cambridge

University Press. 43 S Phoolka & N Kaur, 2012, Adversity Quotient: a New Paradigm To Explore, International

Journal of Contemporary Business Studies, 3 (4), hlm. 68-79.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

41 | P a g e

problem dan mengubahnya menjadi sebuah peluang44. Seseorang yang

mempunyai kemampuan untuk mengatasi kemalangan atau kesulitan maka akan

mudah untuk memecahkan berbagai permasalahan yang ada.45

Ada tiga jenis tingkatan AQ, yaitu rendah (Quiter), sedang (Camper) dan

tinggi (Climber). Semakin tinggi tingkat AQ, akan semakin bervariasi cara-cara

yang digunakan dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi, baik dalam

akademik, pribadi, sosial dan karir. Mengetahui sejauh mana tingkat AQ

seseorang menjadi penting agar dunia pendidikan, perguruan tinggi khususnya

dapat menyiapkan lulusan untuk dapat bersaing di masyarakat. tidak hanya

mencetak generasi militant yang mempunyai nilai akademik tinggi, namun tidak

memiliki resilience yang sama. Mahasiswa Ekonomi Syariah STAI ATTANWIR,

mempunyai latar belakang yang unik, yaitu sebagian besar mahasiswa telah

bekerja, sehingga tuntutan mereka menjadi berlipat, antara tuntutan akademik dan

tuntutan ekonomi bahkan karir. Dengan kondisi seperti ini, mendeskripsikan

tingkat AQ mahasiswa menjadi penting, agar pendidikan yang diselenggarakan

oleh kampus dapat memperbaiki tingkat AQ mahasiswa. Seseorang yang

menggunakan AQ dengan baik, dengan mudah melewati tantangan kecil maupun

besar yang menghadangnya setiap hari 46

B. Kajian Pustaka

B.1 Dimensi Adversity Quotient

Adversity Quotient adalah jenis kecerdasan yang mengukur empat

dimensi, yaitu Control, Origin Ownership, Reach, Endurance. Control berkaitan

dengan tingkat pengendalian individu akan pengaruh yang berasal dari diri sendiri

maupun dari luar, sehingga tidak mudah terpengaruh dan optimis akan keputusan

yang diambil. Semakin rendah AQ maka semakin rendah kendali yang dirasakan.

Origin & Ownership erkaitan dengan pengakuan atas sebab terjadinya masalah

44 Paul G Stoltz, 2000, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang (Turning Obstacles Into

Opportunities) (Jakarta: PT. Grasindo). 45 Usha Parvathy & Praseeda M, 2014, “Relationship between Adversity Quotient and Academic

Problems among Student Teachers”, Journal Of Humanities and Social Science. Vol. 19 (11), hlm.

23-26. 46 D.B. Solis & E. R Lopez, 2015, “Stress Level and Adversity Quetient among single Working

Mother”, Asia Pasifc Journal of Multidiciplinary Research, 3 (5), hlm. 72-79.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

42 | P a g e

dan kepemilikan rasa bersalah. Berkaitan dengan seberapa besar individu

menyalahkan diri sendiri atas masalah yang terjadi. Seorang yang mempunyai

aspek origin dan ownership yang tinggi akan menyadari kesalahan, menyadari

bahwa terdapat permasalahan, dan belajar untuk menerima kesalahan serta

berupaya untuk mengatasinya. Reach menunjukkan seberapa jauh jangkauan atas

masalah atau kesulitan dapat mempengaruhi aspek kehidupan yang lain. Seorang

yang mempunyai aspek Reach rendah akan menganggap ataupun mengakibatkan

kesulitan yang dihadapi berpengaruh pada seluruh aspek kehidupannya yang lain.

Endurance jangka waktu ketahanan diri untuk menghadapi permasalahan.

Seorang individu yang mempunyai Endurance tinggi akan lebih efektif dalam

mengelola kesulitan sehingga membutuhkan waktu yang singkat untuk kembali

bangkit, tidak terlarut-larut dalam permasalahan.

B.2 Tingkatan Adversity Quotient

Climber adalah individu atau peserta didik yang mencari dan menerima

tantangan. Tidak peduli seberapa sulit materi, tugas, dan proyek yang diberikan,

mereka tetap menunjukan prestasi yang baik. Camper merupakan individu yang

menyukai posisi yang nyaman. Peserta didik yang tergolong di tipe ini biasanya

memiliki kemampuan untuk menerima tekanan dan beban belajar, namun

seringkali mereka tidak menyelesaikan tugas dan beban belajarnya dengan baik.

Camper merupakan individu yang menyukai posisi yang nyaman. Peserta didik

yang tergolong di tipe ini biasanya memiliki kemampuan untuk menerima tekanan

dan beban belajar, namun seringkali mereka tidak menyelesaikan tugas dan beban

belajarnya dengan baik.

C. Analisis dan Hasil

Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu

menggambarkan sejauh mana tingkat AQ mahasiswa jurusan Ekonomi Syariah,

STAI ATTANWIR Bojonegoro., pada semester genap. Populasi sekaligus sampel

yang diambil sejumlah 123 orang mahasiswa, dengan rincian sebagai berikut:

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

43 | P a g e

Tabel 1 Sampel Penelitian

No Keterangan Jumlah

1

2

3

4

Mahasiswa semester 2

Mahasiswa semester 4

Mahasiswa semester 6

Mahasiswa semester 8

34 orang

19 orang

34 orang

36 orang

Total 123 orang

Pengukuran tingkat AQ mahasiswa dilakukan dengan menggunakan

kuisioner. Kuisioner diadaptasi dari Stoltz (1997), dan disesuaikan dengan sasaran

target mahasiswa atau pelajar. Kuisioner ini disebut dengan Student Adversity

Quotient Profile (SAQP), berisikan 20 pertanyaan yang kesemuanya merupakan

pertanyaan dalam kondisi negative, karena AQ adalah tanggapan terhadap situasi

negative. Skala likert dengan lima rentang jawaban digunakan. Skor yang didapat

kemudian dikalikan dua untuk mendapatkan skor total tingkat AQ mahasiswa.

Berikut batasan skor untuk masing-masing tingkatan:

Tabel 2 Klasifikasi Skor

Skor:

0 - 59

95 – 134

166 – 200

Tingkatan:

AQ rendah

AQ sedang

AQ tinggi

Sedangkan untuk skor yang berada di antara skor tersebut, disesuaikan

dengan garis kontinum, karena pada dasarnya tingkatan AQ adalah berjenjang,

semakin tinggi skor, semakin tinggi tingkat AQ. Berdasarkan hasil penelitian,

dinyatakan bahwa tingkat AQ mahasiswa Ekonomi Syariah, STAI ATTANWIR,

berada dalam posisi sedang. Berikut tabel hasil penelitian.

Tabel 3 Frekuensi Skor AQ

Frequency Percent Percent Cumulative

Percent

Skor 116 1 .8 .8 .8

118 3 2.4 2.4 3.3

120 9 7.3 7.3 10.6

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

44 | P a g e

122 14 11.4 11.4 22.0

124 15 12.2 12.2 34.1

126 18 14.6 14.6 48.8

128 33 26.8 26.8 75.6

130 15 12.2 12.2 87.8

132 9 7.3 7.3 95.1

134 3 2.4 2.4 97.6

136 2 1.6 1.6 99.2

138 1 .8 .8 100.0

Total 123 100.0 100.0

Skor maksimum yang dihasilkan adalah 138, namun skor ini belum

sampai pada rentang skor AQ tinggi. Skor dengan frekuensi terbanyak adalah 128

yaitu sebanyak 33 mahasiswa atau 26,8%. Jika disesuaikan dengan rentang skor

AQ pada tabel 1, maka keseluruhan tingkat AQ mahasisiswa Ekonomi Syariah

STAI ATTANWIR berada pada posisi sedang atau camper. Karakteristik camper

adalah dari segi kognitif, cenderung motivasinya kenyamanan, terlambat

menyadari bahwa yang dilakukannya justru menghambat kinerja, dari segi afektif

merasa puas dengan keadaan, merasa cukup dengan keadaan, takut kehilangan

kenyamanan, sedangkan dari segi behavior tidak mau mengambil resiko,

menghindari perubahan, tidak banyak memiliki pengalaman mengesankan

D. Penutup

Kesimpulan yang dapat dihasilkan adalah tingkat Adversity Quotient

mahasiswa Ekonomi Syariah STAI ATTANWIR adalah dalam golongan sedang

atau camper. Golongan ini cenderung merasa nyaman dan menghindari resiko.

Lembaga pendidikan harus berupaya keras untuk menyelenggrakan strategi

pendidikan yang dapat meningkatkan AQ mahasiswa, karena pada dasarnya

kemampuan AQ tidak dapat menurun namun dapat ditingkatkan.

Daftar Pustaka

D.B. Solis & E. R. Lopez. 2015. “Stress Level and Adversity Quetient among

single Working Mother”. Asia Pasifc Journal of Multidiciplinary Research,

3 (5).

Paul G Stoltz. 2000. Mengubah Hambatan Menjadi Peluang (Turning Obstacles Into Opportunities). Jakarta: PT. Grasindo.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

45 | P a g e

Robert J Stenberg. 1985. Beyond IQ: a Triarchic Theory of Intelligence. UK:

Cambridge University Press.

S Phoolka & N. Kaur. 2012. Adversity Quotient: a New Paradigm to Explore.

International Journa Of Contemporary Business Studies, 3 (4).

Usha Parvathy & Praseeda M. 2014. “Relationship between Adversity Quotient

and Academic Problems among Student Teachers.” Journal Of Humanities

And Social Science. Vol. 19 (11).

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

46 | P a g e

Pengaruh Pembiayaan Musyarakah terhadap Usaha Mikro

Anggota BMT Kemitraan Bojonegoro

Mundhori

Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah

Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

pembiayaan musyarakah terhadap usaha mikro anggota BMT Kemitraan

Bojonegoro. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif

kuantitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Cara penggumpulan

data dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan dokumentasi.

Alat uji yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, analisis regresi linier

dan uji t (uji hipotesis). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa

pembiayaan musyarakah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap usaha mikro anggota BMT Kemitraan Bojonegoro dan memiliki

keeratan yang kuat dengan nilai korelasi sebesar 0,629 atau 6,29%. Alat analisis

untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows.

Kata Kunci: Pembiayaan Musyarakah dan Usaha Mikro.

A. Pendahuluan

Pada tahun 1991, untuk pertama kali berdirinya perbankan berlabel syar’i di

Indonesia yaitu Bank Muamalat yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia

(MUI) dan perintah serta dukungan dari ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim

Indonesia) dan beberapa pengusaha muslim.

Setelah berdirinya Bank Muamalat, timbul banyak peluang untuk

mendirikan lembaga keuangan yang berprinsip syariah. Karena operasionalisasi

Bank Muamalat belum bisa menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah,

kondisi seperti ini memunculkan inisiatif untuk mendirikan bank dan Lembaga

Keuangan Mikro (LKM) seperti Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang bertujuan untuk memperluas

jaringan dalam rangka mempermudah akses masyarakat terhadap LKMS.

Dengan keberadaan LKMS, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang

tidak tersentuh oleh bank (unbankable), karena tidak adanya jaminan (agunan),

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

47 | P a g e

kecilnya kapasitas usaha, lemahnya manajemen dari usaha jenis UMKM,

diharapkan dapat terlayani oleh adanya KJKS. Dengan berdirinya KJKS, dapat

menjadi langkah solutif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat kelas

menengah ke bawah, yang sampai saat ini cukup memberi andil yang signifikan

dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Sebuah program spektakuler bagi penguatan Lembaga Keuangan Mikro

Syariah (LKMS) adalah Dana Bergulir Syariah (DBS) yang dikoordinatori oleh

Kementrian Negara Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Bank syariah.

Keabsahan program ini didasarkan atas peraturan Menteri Negara Koperasi dan

UKM RI Nomor 10/Per/M.KUKM/VI/2006 tentang Petunjuk Teknis Program

Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) pola syariah.

Dalam Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro

(P3KUM) pola syariah, mempunyai tujuan untuk memberdayakan pengusaha

mikro melalui kegiatan usaha berbasis syariah serta memperkuat peran dan posisi

Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah

(KJKS/UJKS/BMT) sebagai instrumen pemberdayaan usaha mikro. Pelaksanaan

usaha ini telah dimulai sejak tahun 2003 pada 26 KSP/USP Koperasi Syariah dan

pada tahun 2004 kepada 100 KSP/USP Koperasi Syariah, dibandingkan pada

tahun 2005 mencapai 300 KJKS/USP yang tersebar di 70 Kabupaten dan 26

Provinsi. (Amalia, 2009: 300-301)

Salah satu produk BMT/KJKS untuk membantu masyarakat menengah ke

bawah yang mengalami kesulitan dalam memperoleh modal usaha yaitu melalui

pembiayaan musyarakah. Pembiayaan musyarakah adalah kerja sama antara dua

pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung

bersama sesuai kesepakatan. (Sudarsono, 2008: 74). Sasaran utama dari BMT

adalah melakukan pembiayaan dalam sektor kecil, hal itu sejalan dengan usaha

pemerintah untuk mengupayakan pengentasan kemiskinan.

Produk yang ditawarkan oleh BMT Kemitraan dalam upaya meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat guna pengembangan usaha, salah

satunya adalah melalui pembiayaan musyarakah. Karena modal merupakan unsur

yang sangat penting dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

48 | P a g e

pengusaha atau pedagang golongan ekonomi lemah. Untuk mengetahui pengaruh

pembiayaan musyarakah yang diberikan oleh BMT Kemitraan Bojonegoro kepada

pengusaha mikro, penulis tertarik melakukan penelitian yang dituangkan dalam

skripsi dengan judul: “Pengaruh Pembiayaan Musyarakah terhadap Usaha Mikro

Anggota BMT Kemitraan Bojonegoro”.

B. Kajian Pustaka

B.1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana

kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah.47

Menurut Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, pembiyaan adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan atau bagi hasil.48

Istilah pembiayaan sebenarnya sudah identik dengan pinjaman berbasis

syariah untuk membedakan dengan konvensional yang menggunakan istilah

kredit, dan kedua istilah tersebut memiliki filosofi makna yang berbeda.

Pembiayaan berorientasi pada pinjaman untuk pembelian barang dan usaha

sedangkan kredit adalah pinjaman uang. Penekanan pembiayaan adalah pada

kebutuhan barang dan usaha sehingga berkembangnya uang karena hasil usaha

atau jual beli barang (sektor riil). Berbeda dengan kredit yang menekankan pada

uang sehingga pertambahannya uang karena uang itu sendiri.

a) Dasar Hukum Pembiayaan

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Muzammil: 20

واخرون يضربون فى األرض يـــبتغون من فضل الله

”Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia

Allah (Al-muzammil:20)”.

47 Ismail, 2011, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm. 105. 48 Kasmir, 2011, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada),

hlm. 96.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

49 | P a g e

a. Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah

صلى الله عليه وسلم قال : ثالث فيهن ال عن صهيب رضي الله عنه أن النبي ة : بر

ن شهيب(البيع إلى اجل والمقارضة وخلط البر باالشعير للبيت ال للبيع )رواه ابن ماجه ع

“Dari shuhaib R.A bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: ada tiga perkara

yang didalamnya terdapat keberkahan, yaitu: jual beli secara tangguh,

muqaradhah/mudharabah, dan mencampur gandum dengan jagung untuk

makanan dirumah dan bukan untuk dijual.

b. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani

ان سي دنا العباس ب ا فع ن عبد المطل ب إذ روى ابن عباس رضى الله عنهما انه قال :

يا وال يست رى به المال مضاربة اشترط على صاحبه أن ال يسلك به بحرا وال ينزل به وا

بد رطبة فإن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول الله لم فجره صلى الله عليه وس ابة ذات

“Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib

jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan

agar dananya tidak dibawa mengarungi laut, menuruti lembah yang berbahaya,

atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan

bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut

kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR. Thabrani)

B.2. Pengertian Musyarakah

Menurut Taqiyuddin, “Musyarakah (syirkah) menurut bahasa berarti al-

ikhtilath (اإلختالط) yang artinya campur atau percampuran, yang dimaksud

percampuran di sini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang

lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan”.49

Secara istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih

untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana

(atau amal/expetise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan

ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.50

49 Hendi Suhendi, 2010, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo), hlm. 125. 50 Muhammad Syafii Antonio, 2001, Perbankan Syariah; dari Teori ke Praktik (Jakarta: Insan

Cendekia), hlm. 10.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

50 | P a g e

Dalam PSAK 106 paragraf 04 dijelaskan bahwa,“ musyarakah adalah akad

kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-

masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan

dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi

dana”.

Kontrak musyarakah adalah kontrak dengan variasi berbeda untuk situasi

yang berbeda. Kontrak kemitraan ini adalah kontrak pra islam dan diterima luas

serta dibenarkan oleh Rosulullah SAW. Musyarakah adalah paduan shirakah

(kemitraan) dengan mudharabah, mengkombinasikan investasi dan manajemen.

Menurut Adiwarman Karim, “transaksi musyarakah dilandasi adanya

keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang

mereka miliki secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik

yang berwujud maupun tidak berwujud”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa musyarakah merupakan akad kerjasama antara

dua pihak atau lebih pada suatu usaha tertentu untuk meningkatkan nilai aset yang

mereka miliki, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau

memadukan seluruh sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak

berwujud dengan kesepakatan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama.

Pengembalian hasil usaha tergantung pada nisbah bagi hasil yang disepakati

nasabah dan bank. Semakin tinggi kinerja usaha nasabah, semakin tinggi pula bagi

hasil untuk masing-masing pihak.

Dalam syirkah, dua orang atau lebih mitra menyumbang untuk memberikan

modal guna menjalankan usaha atau melakukan investasi untuk suatu usaha. Hasil

usaha atas mitra usaha dalam syirkah akan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah

disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat”.51

1. Dasar Hukum Musyarakah

1. Dasar Hukum musyarakah adalah sebagaimana firman Allah SWT dalam

surat An-nisa’: 12 dan dari surat Shaad: 24

....فهم شراءفى الثلث...ج

“maka mereka berserikat pada sepertiga...”. (an-nisa’: 12)

51 Ismail, 2011, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm. 176.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

51 | P a g e

ثيرمن الخلطءليبغي بعضهم على بعض االالذين امنو لحت وان اوعملواالص

“dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu

sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain kecuali orang

yang beriman dan mengerjakan amal shaleh”. (shaad: 24)

2. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud

ه ابي هريرة رفعه قال ان الل ه يقول انا ثالث الشريكين مالم يخن احدهماصاحب عن

“dari Abu Hurairah, Rosulullah SAW bersabda, sesungguhnya Allah

Azza wa Jalla berfirman, “Aku pihak ketiga dari dua orang yang

berserikat selama salah satunya tidak menghiyanati yang lainnya”. (HR.

Abu Dawud)

نت شريكي فى الجاهلية فكنت خير شريك التداريني والتماريني

“Dulu pada zaman jahiliyah engkau menjadi mitraku. Engkau mitra

yang paling baik, engkau tidak mengkhianatiku dan tidak membantahku.”

(HR. Abu Dawud, an-Nasa’i dan al- Hamim dan dia menshahihkannya)

3. Ijma’ ulama yang dikemukakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-

Mughni, telah berkata, “kaum muslimin telah berkonsensus terhadap

legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan

pendapat dalam beberapa elemen darinya”. Berdasarkan uraian di atas,

secara tegas dapat dikatakan bahwa kegiatan syirkah dalam usaha

diperbolehkan dalam islam, karena dasar hukumnya telah jelas dan tegas.

4. Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang musyarakah yang

isinya adalah sebagai berikut:

1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),

dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan

tujuan kontrak (akad);

b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak; dan

c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

dengan menggunakan cara-cara komukasi modern;

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

52 | P a g e

2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan

hal-hal berikut:

a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan

perwakilan;

b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap

mitra melaksanakan kerja sebagai wakil;

c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam

proses bisnis normal;

d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk

mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi

wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan

memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian

dan kesalahan yang disengaja;

e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau

menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

3. Objek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian)

a) Modal:

1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang

nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti

barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk

aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati

oleh para mitra;

2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, dan

menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah

kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan ; dan

3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada

jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan,

LKS dapat meminta jaminan.

b) Kerja

1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar

pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja

bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

53 | P a g e

kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh

menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya; dan

2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama

pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing

dalam organisasi kerja harus dikerjakan dalam kontrak.

c) Keuntungan

1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk

menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi

keuntungan atau penghentian musyarakah.

2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional

atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang

ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra;

3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan

melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan

kepadanya.

4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas

dalam akad.

d) Kerugian

Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional

menurut saham masing-masing dalam modal.

e) Biaya operasional dan persengketaan

Biaya operasional dibebankan pada modal bersama; dan Jika

salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan

melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah. (www.bapepam.go.id)

C. Hasil dan Pembahasan

Hasil perhitungan uji validitas sebagaiman tabel-tabel di atas menunjukkan

bahwa semua harga rhitung > rtabel pada nilai signifikasi 5%. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa semua item dalam angket penelitian ini valid, sehingga dapat

digunakan sebagai instrumen penelitian.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

54 | P a g e

Hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas angket X sebesar 0,739

dan angket Y sebesar 0,843. Berdasarkan nilai koefisien realibilitas tersebut dapat

disimpulkan bahwa semua angket dalam penelitian ini dinyatakan reliabel atau

konsisten, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

Dari hasil perhitungan didapat kesimpulan bahwa pembiayaan musyarakah

(X) memiliki hubungan yang siginifikan dengan usaha mikro (Y). Hasil uji t

(Tabel Coefficients) diperoleh nilai thitung sebesar 4,792. Sedangkan statistik

tabel (ttabel) diperoleh dari Tabel t sebesar 1,684 artinya thitung > ttabel (4,792 >

1,684). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel bebas pembiayaan

musyarakah (X) secara parsial memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap

usaha mikro (Y). Hasil uji t ini sejalan dengan sig 0.000 yang jauh lebih kecil dari

alpha 0.05 sehingga disimpulkan bahwa variabel X memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel Y.

Tujuan BMT Kemitraan Bojonegoro adalah untuk meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan masyarakat melalui pembiayaan guna pengembangan usaha,

salah satunya yaitu melalui pembiayaan dengan akad musyarakah. Adapun

aplikasi pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengawali pengajuan pembiayaan musyarakah, anggota wajib

mempunyai rekening tabungan/simpanan sebagai syarat utama.

2) Setelah itu, anggota baru dapat melakukan pengajuan pembiayaan musyarakah

pada BMT Kemitraan Bojonegoro sesuai ketentuan yang berlaku (syarat

pengajuan pembiayaan).

3) Nisbah bagi hasil yang diberikan kepada anggota pembiayaan yaitu sebesar

2% dari keseluruhan bagi hasil yang diprediksikan. Adapun cara untuk

menentukannya yaitu diketahui terlebih dahulu modal dan keuntungan

anggota sebelum diberikan pinjaman/pembiayaan. Kemudian pihak BMT

Kemitraan Bojonegoro memprediksi jika modal tersebut ditambah, maka akan

diperoleh nominalnya. Dan yang dibagi hasilkan adalah keuntungan yang

diperoleh anggota setelah mengajukan pembiayaan musyarakah.

4) Jika dalam proses pembiayaan tersebut terjadi kerugian (usaha tidak

berkembang) pada usaha anggota, berdasarkan atas kesepakatan antara kedua

belah pihak maka anggota hanya mengembalikan pokok pinjamannya saja.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

55 | P a g e

Berdasarkan hasil analisis SPSS menunjukkan koefisien korelasi penyaluran

pembiayaan musyarakah terhadap usaha mikro (pXY) adalah sebesar 0,629. Nilai

ttabel diperoleh dari tabel t sebesar 1,684. Karena thitung > ttabel (4,792 >

1,684) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sementara diperoleh nilai signifikansi

sebesar 0,00, maka sig 0,00 < 0.05 yang berarti menerima Ha. Artinya

pembiayaan musyarakah secara parsial berpengaruh positif dan signifikan

terhadap usaha mikro.

Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Widanengsih (2011) yang

berjudul “Pengaruh Penerapan Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah dan

Murabahah Terhadap Tingkat Rentabilitas (Penelitian pada Bank Syariah Mandiri

KCP Kuningan)”, berdasarkan hasil analisis data bahwa pembiayaan mudharabah,

musyarakah dan murabahah secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas Bank Syariah Mandiri KCP

Kuningan. Sedangkan berdasarkan analisis data secara parsial diperoleh bahwa

pembiayaan mudharabah (X1) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap tingkat rentabilitas Bank Syariah Mandiri KCP Kuningan. Pembiayaan

musyarakah (X2) mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap

tingkat rentabilitas Bank Syariah Mandiri KCP Kuningan. Secara parsial

pembiayaan murabahah (X3) mempunyai pengaruh yang positif dan tidak

signifikan terhadap tingkat rentabilitas Bank Syariah Mandiri KCP Kuningan.

Hasil analisis yang dilakukan oleh Yesi Oktriani (2012) dengan judul

“Pengaruh pembiayaan musyarakah, mudharabah dan murabahah terhadap

profitabilitas (studi kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk)”. Pembiayaan

musyarakah secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas,

pembiayaan mudharabah secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap

profitabilitas sedangkan pembiayaan murabahah secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap profitabilitas. Pembiayaan musyarakah, mudharabah, dan

murabahah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cholidah Hanum (2013) dangan judul

“Pengaruh Pembiayaan Musyarakah Terhadap Laba Pada PT. Bank Muamalat

Indonesia Tbk. Tahun 2003-2012”. Berdasarkan hasil analisis data bahwa

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

56 | P a g e

pembiayaan musyarakah berpengaruh positif terhadap perubahan laba pada PT

Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

D. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Aplikasi pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengawali pengajuan pembiayaan musyarakah, anggota wajib

mempunyai rekening tabungan/simpanan sebagai syarat utama.

b. Setelah itu, anggota baru dapat melakukan pengajuan pembiayaan

musyarakah pada BMT Kemitraan Bojonegoro sesuai ketentuan yang

berlaku (syarat pengajuan pembiayaan).

c. Nisbah bagi hasil yang diberikan kepada anggota pembiayaan yaitu

sebesar 2% dari keseluruhan bagi hasil yang diprediksikan. Adapun

cara untuk menentukannya yaitu diketahui terlebih dahulu modal dan

keuntungan anggota sebelum diberikan pinjaman/pembiayaan.

Kemudian pihak BMT Kemitraan Bojonegoro memprediksi jika modal

tersebut ditambah, maka akan diperoleh nominalnya. Dan yang dibagi

hasilkan adalah keuntungan yang diperoleh anggota setelah

mengajukan pembiayaan musyarakah.

d. Jika dalam proses pembiayaan tersebut terjadi kerugian (usaha tidak

berkembang) pada usaha anggota, berdasarkan atas kesepakatan antara

kedua belah pihak maka anggota hanya mengembalikan pokok

pinjamannya saja.

2. Dari hasil perhitungan koefisien regresi linier, menunjukkan bahwa

besarnya pengaruh variabel bebas (pembiayaan musyarakah) terhadap

perubahan usaha mikro aggota BMT Kemitraan Bojonegoro bernilai

positif dan signifikan dan memiliki keeratan yang kuat dengan nilai

korelasi sebesar 0,629 atau 6,29% atau dapat dikatakan semakin tinggi

pembiayaan musyarakah yang dilakukan maka akan semakin tinggi pula

peningkatan usaha mikro anggota BMT Kemitraan baik dari tingkat

pendapatan, laba/keuntungan maupun omzet.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

57 | P a g e

Daftar Pustaka

Adiwarman Karim. 2009. Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:

Raja Grafindo.

Ahmad Muhammad Al-‘Assai & Fathi Ahmad Abdul Karim. 1999. Sistem,

Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Ari Sofwan. 2012. Peranan Kredit Usaha Rakyat terhadap Pengembangan UMK

di Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat (Studi Kasus Bank BRI Unit

Kecamatan Gebang). USU Medan.

Cholidah Hanum. 2013. Pengaruh Pembiayaan Musyarakah terhadap Laba pada

PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk. Tahun 2003-2012. Sekolah Tinggi

Ilmu Ekonomi Indonesia.

Euis Amalia. 2009. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan peran

LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Fitri Virdiany. 2012. Pengaruh Kualitas Layanan dan Promosi terhadap

Preferensi Anggota dalam Pengajuan Pembiayaan Mudharabah di

KJKS BMT- MMU Cabang Sidogiri Pasuruan. Fakultas Syariah Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya.

Hendi Suhendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo.

Heri Sudarsono. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan

Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.

Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kasmir. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Lukman Hakim. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga.

Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadits Ekonomi Syariah. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Moh Nasir. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mohammad Nizarul Alim. 2009. Pembiayaan Syariah untuk Usaha Mikro dan

Kecil. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Muhammad Syafii Antonio. 2001. Perbankan Syariah; dari Teori ke Praktik.

Jakarta: Insan Cendekia.

Nurul Huda dan Moh Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam; Tinjauan Teoritis

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

58 | P a g e

dan Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Praveda Ascarintya. 2011. Analisis Pengaruh Pelayanan terhadap Kepuasan

Nasabah (studi pada nasabah debitur PT. BPR Satria Pertiwi

Semarang). Fakultas Ekonomi Universits Diponegoro Semarang.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R & D.

Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Widanengsih. 2011. Pengaruh Penerapan Pembiayaan Mudharabah,

Musyarakah Dan Murabahah Terhadap Tingkat Rentabilitas (Penelitian

Pada Bank Syariah Mandiri KCP Kuningan). Fakultas Syariah Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nur Jati Cirebon.

Yesi Oktriani. 2012. Pengaruh Pembiayaan Musyarakah, Mudharabah,

Murabahah terhadap Profitabilitas (Studi Kasus pada PT. Bank

Muamalat Indonesia, Tbk.). Universitas Siliwangi.

Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor. 2008. Pengantar Keuangan Islam: Teori &

Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

59 | P a g e

Model Optimalisasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam

Meminimalisir Risiko Non Performing Financing (NPF) pada

Nasabah Produk Pembiayaan di Lingkungan Pesantren

Nurul Fitriandari

Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah

Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro

Abstrak

Keberadaan lembaga keuangan syariah dapat mendorong peran pemerintah

dalam mensukseskan pembangunan di bidang ekonomi kerakyatan, khususnya

melalui aspek keuangan. Adapun dukungan aktif dari pemerintah dengan

gencar mendirikan sekaligus meresmikan pendirian LKM (Lembaga Keuangan

Mikro) Syariah yang ter-include dalam program inklusi keuangan OJK. Dalam

program ini, pemerintah juga mengikutsertakan tokoh panutan seperti ulama

pengasuh pesantren untuk meningkatkan akses keuangan kepada masyarakat

kecil. LKM Syariah menggunakan tolak ukur pembagian profit sharing untuk

menunjang kesejahteraan masyarakat khususnya di pesantren dan sekitarnya.

Sementara, pada umumnya standar perolehan profit sharing LKM Syariah

setiap periode usahanya mengalami fluktuatif yang cenderung tidak menentu,

bahkan memunculkan resiko kredit macet (Non Performing Financing). Oleh

karena itu, diperlukan penelitian untuk merancang model optimalisasi kinerja

keuangan pada LKM Syariah di lingkungan pesantren melalui standar profit

sharing yang diberlakukannya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan skema profit sharing

sebagai standar penilaian kinerja keuangan pada LKM Syariah. Penelitian

dilakukan dengan studi kepustakaan mendalam terkait standar pengukuran

kinerja keuangan untuk meminimalkan rasio NPF (Non Performing Financing)

berdasarkan fakta-fakta aktual dalam perkembangan LKM Syariah. Hasil

penelitian membuktikan bahwa model optimalisasi kinerja keuangan pada

LKM Syariah berdasarkan perhitungan profit sharing dengan perolehan laba

usaha yang paling akhir, yakni apabila pihak dari pemodal mengalami kerugian

maka peminjam juga akan ikut terlibat di dalamnya. Terlibat dalam hal ini

yakni ikut bertanggung jawab dalam pengambilan resiko oleh kedua belah

pihak. Serta, demi menjaga keberlangsungan lembaga, LKM Syariah tetap

berfokus pada pemberdayaan masyarakat di lingkungan pesantren dengan

karakteristik lembaga adanya adalah pendampingan dan pendekatan kelompok.

Kata Kunci: Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Non Performing Financing

A. Pendahuluan

Perekonomian di Indonesia saat ini mengalami kemajuan luar biasa hampir

mencakup di keseluruhan sektor, baik sektor manufaktur, jasa, maupun keuangan.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

60 | P a g e

Para pelaku ekonomi di Negara ini sudah selayaknya perlu mendukung

perkembangan perekonomian dengan menciptakan suatu lembaga perorangan

maupun organisasi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan

berkembang bersama dalam masyarakat. Saat ini Indonesia telah memasuki era

globalisasi, dimana berbagai kecanggihan teknologi dan transparansi informasi

mendorong terciptanya pertumbuhan dunia usaha secara pesat. Oleh karena itu,

setiap badan usaha perlu termotivasi untuk mampu merumuskan formulasi strategi

perkembangan usaha yang tepat guna dan tepat sasaran demi menumbuhkan

kompetensi keunggulan bersaing secara prima.

Kehadiran bank yang berdasarkan syariah di Indonesia masih relatif baru,

yaitu baru pada awal tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan

masyarakat Muslim terbesar di dunia. Prakarsa untuk mendirikan Bank Syariah di

Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 18 – 20 Agustus

1990. Namun, diskusi tentang Bank Syariah sebagai basis ekonomi Islam sudah

mulai dilakukan pada awal tahun 1980.52

Dalam perkembangannya, mulai berdiri beragam jenis lembaga keuangan

syariah lainnya di Indonesia setelah menilik animo positif dari masyarakat awam

terhadap produk-produk keuangan syariah, salah satunya yakni mendorong

pendirian Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKM Syariah). Berdasarkan siaran

pers Otoritas Jasa Keuangan (OJK), edisi tanggal 20 Oktober 2017 menyatakan

bahwa OJK mengeluarkan izin beroperasinya 10 (sepuluh) LKM Syariah yang

diharapkan mampu memberdayakan serta meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, khususnya di lingkungan pesantren dan sekitarnya. Pendirian LKM

Syariah ini juga bagian dari program inklusi keuangan OJK yang

mengikutsertakan tokoh panutan seperti ulama pengasuh pesantren, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan akses keuangan kepada masyarakat kecil.

Pendirian LKM Syariah merupakan salah satu upaya untuk mengatasi

ketimpangan dan kemiskinan di masyarakat yang sejalan dengan program

pemerintah saat ini.

52 Kasmir, 2014, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi (Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada), hlm. 33.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

61 | P a g e

Pembangunan LKM Syariah perlu diarahkan secara dinamis, sejalan dengan

geliat perkembangan lingkungan maupun teknologi. Dalam hal ini, peran dari

pemerintah diperlukan untuk mendorong fungsi positif lembaga mikro dalam

perekonomian nasional berkaitan dengan regulasi dan legalisasi lembaga demi

menjaga keberlangsungannya. Khususnya mengawasi tingkat risiko lembaga

keuangan terhadap kemungkinan melesetnya perolehan laba dari kredit yang

disalurkan. Karena, hampir semua bank maupun lembaga keuangan masih

mengandalkan penghasilan utamanya dari jumlah penyaluran kreditnya (spread

based), disamping dari penghasilan atas fee based yang berupa biaya-biaya dari

jasa-jasa bank lainnya yang dibebankan ke nasabah.53

Keberhasilan lembaga keuangan dalam mencapai garis-garis besar tujuan

usaha yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dijadikan acuan dalam

mendeskripsikan pencapaian prestasi manajemen. Penilaian prestasi tersebut dapat

dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan keputusan berdasarkan kinerja yang

ditunjukkan, baik oleh pihak internal maupun eksternal lembaga keuangan.

Definisi kinerja (performance) dalam kamus istilah akuntansi adalah kuantifikasi

dari keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode tertentu. Kinerja

memberikan suatu petunjuk yang tepat berhubungan dengan kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini, kinerja keuangan dapat

menggambarkan hasil ekonomi yang berhasil diraih oleh perusahaan pada periode

tertentu melalui aktivitas-aktivitas usahanya, baik mencakup aktivitas

penghimpunan dana maupun penyaluran dana.

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat

sejauh mana suatu entitas telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan

pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.54 Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan gambaran akan keberhasilan

ataupun kegagalan dari aktivitas manajemen keuangan pada sebuah perusahaan

dengan berlandaskan pada aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan

benar.

53 Kasmir, loc. cit. 54 Irham Fahmi, 2011, Pengantar Manajemen Keuangan (Yogyakarta: Buku Beta), hlm. 15.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

62 | P a g e

Dua aspek yang sering digunakan dalam penilaian kinerja adalah tingkat

efektivitas dan efisiensi. Efektivitas kerap dikaitkan dengan pendeskripsian

hubungan output terhadap tujuan tertentu, sedangkan efisiensi menggambarkan

hubungan antara input dan output. Peter Drucker membedakan definisi antara

efisien dan efektif, dimana “Efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar

(doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan

benar (doing things right)”.55 Dengan kata lain, efektivitas merupakan

kemampuan untuk memilih tujuan maupun peralatan yang tepat untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan efisiensi merupakan

kemampuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar.

Pengukuran kinerja perusahaan dapat dilaksanakan dengan menganalisa

dan mengevaluasi laporan keuangan. Pada dasarnya, informasi posisi maupun

kinerja keuangan di masa lalu dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi

posisi keuangan dan kinerja di masa depan. Sedangkan penilaian kinerja pada

LKM Syariah ditunjukkan dengan perolehan bagi hasil (profit sharing) lembaga.

Dasar perhitungan bagi hasil merupakan hasil pembagian dari laba/rugi usaha

yang paling akhir.56 Perolehan bagi hasil pada LKM Syariah cenderung fluktuatif

dan tidak stabil dikarenakan adanya risiko pembiayaan yang tampak dalam

perhitungan Non Performing Financing (NPF) Ratio.

Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998,

menyatakan bahwa pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.57

Dalam praktiknya, pembiayaan yang disalurkan oleh LKM Syariah memiliki

degree of risk di masa depan yang notabene penuh dengan kondisi ketidakpastian.

Dengan kata lain, setiap pembiayaan yang didanai pasti memiliki risiko tidak

tertagih alias macet.

55 Atmosoeprapto Kisdarto, 2010, Menuju SDM Berdaya: Dengan Kepemimpinan Efektif dan

Manajemen Efisien (Jakarta: PT Elex Media Komputindo), hlm. 97. 56 Ismail, 2011, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana), hlm. 61. 57 Kasmir, 2012, Analisis Laporan Keuangan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada), hlm. 25.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

63 | P a g e

Dalam hal ini, pihak LKM Syariah harus mempertimbangkan faktor risiko

yang harus ditanggung apabila terjadi sesuatu. Oleh karena itu diperlukan suatu

penelitian untuk menguji kinerja keuangan berdasarkan profit sharing yang dapat

meminimalisir rasio NPF lembaga. Dengan harapan semakin berkualitas

pengelolaan perolehan profit sharing lembaga, maka dapat tercapai pula upaya

optimalisasi kinerja keuangan lembaga.

B. Tinjauan Pustaka

B.1. Kinerja (Performance)

Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement“,

yaitu kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam

pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian

kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk

mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah

dilaksanakan pada periode waktu tertentu.58

Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kinerja

diartikan sebagai “sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan

kerja (tentang peralatan)”. Berdasarkan pengertian tersebut kinerja keuangan

didefinisikan sebagai prestasi manajemen, dalam hal ini manajemen keuangan

dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan dan

meningkatkan nilai perusahaan.59

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,

misi dan visi, organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

Sedangkan pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses

penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan

sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam

menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa. Dalam hal ini,

dimaksudkan untuk mengukur seberapa baik barang dan jasa yang diserahkan

58 Mamduh Hanafi dan Abdul Halim, 2005, Analisis Laporan Keuangan Edisi Keempat

(Yogyakarta: UPP AMP YKPN), hlm. 17. 59 KBBI, 2016, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Online) Available at:

http://kbbi.web.id/pusat, (Diakses 21 Juni 2016).

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

64 | P a g e

kepada pelanggan, sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan, hasil kegiatan

dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, serta efektivitas tindakan dalam

mencapai tujuan tersebut.60

B.2. Kinerja Keuangan (Financing Performance)

Kinerja keuangan adalah alat untuk menilai prestasi dan kondisi keuangan

suatu perusahaan, dimana seorang analisis keuangan memerlukan ukuran

tertentu.61

Dalam hal ini, ukuran yang seringkali digunakan adalah rasio atau indeks

yang menunjukkan hubungan antara dua atau lebih data keuangan. Sedangkan

analisis dan penafsiran berbagai rasio tersebut dapat dimanfaatkan untuk

menumbuhkan pemahaman yang lebih baik terhadap prestasi dan kondisi

keuangan, dibandingkan analisis atau penafsiran yang hanya mengemukakan

deskripsi singkat data laporan keuangan semata.

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat

sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-

aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Dengan kata lain, kinerja

perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu

perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat

diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang

mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.62

Sedangkan pengukuran kinerja keuangan merupakan aktivitas analisis data

serta pengendalian bagi perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan

untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing

dengan perusahaan lain. Bagi investor, informasi mengenai kinerja perusahaan

dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi

pada perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Selain itu, pengukuran juga

60 Mohamad Mahsun, 2006, Pengukuran Kinerja Setor Publik (Yogyakarta: Penerbit BPFE), hlm.

103. 61 Suad Husnan, 2014, Manajemen Keuangan (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka), hlm. 46. 62 Irham Fahmi. Op. cit. hlm. 30.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

65 | P a g e

dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau

masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik.63

B.3. Bagi Hasil (Profit Sharing)

Bagi hasil menurut termonologi asing dikenal dengan profit sharing.

Menurut kamus ekonomi, profit sharing berarti pembagian laba. Namun secara

istilah profit sharing merupakan distribusi beberapa bagian laba pada para

pegawai dari suatu perusahaan.64 Pembagian laba dalam perusahaan, sehingga

dijadikan sebagai perhitungan nisbah. Dalam pegadaian syariah tidak

diperkenankan untuk mengaplikasikan profit sharing.65

Dalam hal ini, nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan

berdasarkan pada perkiraan keuntungan yang diperoleh nasabah dibagi dengan

referensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO. Perkiraan

tingkat keuntungan bisnis atau proyek yang dibiayai dihitung dengan

mempertimbangkan, sebagai berikut.66

1. Perkiraan penjualan

a. Volume penjualan setiap transaksi atau volume penjualan setiap bulan

b. Sales turn-over atau frekuensi penjualan setiap bulan

c. Fluktuasi harga penjualan

d. Rentang harga penjualan yang dapat dinegosiasikan

e. Marjin keuntungan setiap transaksi

2. Lama cash to cash cycle

a. Lama proses barang

b. Lama persediaan

c. Lama piutang

3. Perkiraan biaya-biaya langsung

Biaya-biaya langsung adalah biaya yang langsung berkaitan dengan

63 Munawir S, 2008, Analisa Laporan Keuangan (Yogyakarta: Liberty), hlm. 8. 64 Muhammad, 2002, Manajemen Bank Syari’ah: Edisi kedua (Yogyakarta: UPP AMP YKPN),

hlm. 111. 65 Zubair Hasan, 2010, “Profit Sharing Ratios in Mudaraba Contracts Revisited”, The

International Journal of Banking and Finance, Vol. 7. Number 1, hlm. 227. 66 Ismail, 2011, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana), hlm. 73.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

66 | P a g e

kegiatan penjualan seperti biaya pengangkutan, biaya pengemasan, dan biaya-

biaya lain yang lazim dikategorikan dalam dalam cost of sold (COGS).

Berdasarkan pada COGS dengan kata lain yaitu harga pokok barang yang

dijual (harga pokok penjualan). Harga pokok pada penjualan atas penjualan

barang yang diberlakukan yaitu berdasarkan konsistensi pada perusahaan.

4. Perkiraan biaya-biaya tidak langsung

Biaya-biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak langsung berkaitan

dengan kegiatan penjualan, seperti biaya sewa kantor, biaya gaji karyawan,

dan biaya-biaya lain yang lazim dikategorikan dalam overhead cost (OHC).

OHC dalam bahasa yang umum yaitu dijadikan sebagai biaya yang berlebihan.

Dari biaya yang berlebih, pada sebuah perusahaan yang dikeluarkan sebagai

dana operasional serta beban-beban yang tak terduga pada perusahaan.

Berdasarkan kelebihan biaya pada operasional yang dikeluarkan sangat

perlu untuk diperhatikan terutama dalam lembaga keuangan. Pada Lembaga

Keuangan salah satunya yaitu Pegadaian Syariah dalam pengelolaan keuangan

juga diperlukan untuk diperhatikan. Terlebih dalam pengeluaran yang tak

terduga dapat menjadikan penurunan tingkat operasional pada perusahaan.

5. Delayed factor

Delayed factor adalah tambahan waktu yang ditambahkan pada cash

to cash cycle untuk mengantisipasi timbulnya keterlambatan pembayaran dari

nasabah kepada bank. Dari Cash to cash cycle yang di dalamnya menjelaskan

mengenai siklus kas pada lembaga keuangan. Dari siklus yang dilampaui pada

lembaga keuangan terutama pada lembaga keuangan Islam. Siklus tersebut

dijadikan sebagai pengantisipasian dalam mengatur keuangan yang ada dalam

perusahaan.

C. Hasil dan Analisis

C.1. Non Performing Financing dalam Produk Pembiayaan Islami

Dalam Islam, hubungan pinjam meminjam tidak dilarang, bahkan

dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan, yang pada gilirannya

berakibat kepada hungan persaudaraan (Q.S. Al-Baqarah: 282). Dalam perbankan

syariah kata “pinjam meminjam” kurang tepat digunakan disebabkan dua hal.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

67 | P a g e

Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan financial dalam

Islam. Masih banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman seperti

jual beli, bagi hasil, sewa dan sebagainya. Kedua dalam Islam pinjam meminjam

adalah akad sosial bukan akad komersial.

Kitab suci Al Qur’an memberikan pedoman mengenai berbagai macam

aspek dalam pinjaman dan utang dalam surat Al-Baqarah ayat 282. Dimana

bagian pertama ayat itu membahas transaksi yang melibatkan pembayaran di

masa yang akan datang, sementara bagian kedua memberikan bimbingan

mengenai transaksi dimana pembayaran dan penyerahannya dilakukan seketika.

Untuk transaksi kredit, Al Qur’an merekomendasikan saksi mata dan

dokumentasi, sementara untuk transaksi yang dilakukan pada saat itu juga.67

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok LKM Syariah, yaitu

memberikan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak

yang merupakan defisit unit. Pada Bank Umum Syariah menurut sifat

penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:68

1. Pembiayaan Produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan unutk memenuhi

kebutuhan produksi.

2. Pembiayaan Konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi.

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank

mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya LKM Syariah pun harus

memperhatikan asas-asas pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat.

Untuk mengurangi resiko tersebut, analisis kredit diberikan untuk meyakinkan

bank bahwa debitur benar-benar dapat dipercaya. Prinsip kehati-hatian ini

diperlukan sebagai langkah preventif untuk mencegah kemungkinan tingginya

rasio Non Performing Financing (NPF). Jaminan pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur

untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor

penting yang harus diperhatikan oleh LKM Syariah.

67 Heru Sutojo, 2009, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan (Jakarta: Salemba Empat), hlm. 14. 68 Safii Antonio Muhammad, 2001, Bank Syariah: dari Teori Ke Praktek (Jakarta: Gema Insani),

hlm. 8.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

68 | P a g e

Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit LKM

Syariah harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,

modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Dalam hal ini, diperlukan

peran serta sosok yang disegani dalam suatu lingkungan pesantren untuk

mendukung proses penilaian terhadap para calon nasabah produk pembiayaan.

The Anticipated Income Theory menyatakan dengan future income seorang

debitur yang semakin baik maka akan menjamin kelancaran pembayaran secara

tepat waktu dan terkendali.69

LKM syariah harus melaksanakan prinsip kehati-hatian, yang merupakan

pedoman pengelolaan lembaga keuangan yang wajib dianut guna mewujudkan

lembaga yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia dalam merancang

pokok-pokok ketentuan dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah, maka LKM Syariah melakukan beberapa hal di bawah ini untuk

menjaga kualitas produk pembiayaannya dari risiko NPF yang membengkak.

1. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam

bentuk perjanjian tertulis.

2. Lembaga harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama

terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usahadari nasabah

debitur.

3. Kewajiban lembaga untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

4. Kewajiban lembaga untuk memberikan informasi yang jelas mengenai

prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaaan berdasarkan prinsip

syariah.

5. Larangan lembaga untuk memberikan kredit atau pembiayaaan berdasarkan

prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur dan

fihak-fihak terafiliasi.

6. Penyelesaian sengketa.

69 Irham Fahmi. Op. cit. hlm. 53.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

69 | P a g e

Dengan demikian, LKM syariah dapat membantu memenuhi seluruh

kebutuhan modal kerja para pemilik usaha mikro menengah dengan bukan

sekedar meminjamkan uang, melainkan sekaligus menjalin hubungan partnership

dengan nasabah. Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah

(trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu,

sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati.

C.2. Optimalisasi Program Pemberdayaan

LKM Syariah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui

pemberdayaan masyarakat di lingkungan pesantren. Karakteristik utama lembaga

ini adalah adanya pendampingan dan pendekatan kelompok, tidak menghimpun

dana dari masyarakat, sumber dana berasal dari para donator, dan menyalurkan

pembiayaan dengan imbal hasil rendah, setara 3%.

Para calon nasabah LKM Syariah akan mendapat pelatihan dasar terlebih

dahulu sebelum menerima pembiayaan. Calon nasabah juga akan diberikan

pendampingan secara berkala mengenai pengembangan usaha disertai dengan

pendidikan agama yang dilakukan setiap kali pertemuan kelompok. Sementara

sumber dana LKM Syariah berasal dari para donatur yang memiliki kepedulian

dalam program pemberdayaan masyarakat melalui program pendirian LKM

Syariah di pesantren. Selanjutnya, program pemberdayaan masyarakat melalui

LKM Syariah di lingkungan pesantren merupakan usulan dari Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) untuk menjadi program unggulan Komite Nasional Keuangan

Syariah (KNKS) yang diketuai oleh Presiden RI.70

Penilaian kesehatan terhadap produk-produk keuangan yang ditawarkan

LKM Syariah perlu dilakukan, khususnya produk pembiayaan. Penilaian

kesehatan ini dilakukan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.

9/I/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan

Lembaga Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, dengan tujuan agar dapat

70 Siaran Pers OJK. 2017. OJK Keluarkan Izin Sepuluh Lembaga Keuangan Mikro Syariah:

Presiden Jokowi Resmikan LKM Syariah di Pesantren Kempek Cirebon, SP

100/DHMS/OJK/X/2017, edisi tanggal 20 Oktober 2017.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

70 | P a g e

memberikan gambaran yang lebih tepat mengenai kondisi saat ini dan mendatang.

Dalam penilaian tingkat kesehatan, LKM Syariah telah memasukkan risiko yang

melekat pada aktivitas pembiayaannya (inherent risk), yang merupakan bagian

dari proses penilaian manajemen risiko.

LKM Syariah melakukan penilaian tingkat kesehatan keuangan pada

lembaga-lembaga mikro menengah yang menjadi nasabahnya secara triwulan,

meliputi faktor-faktor di bawah ini.

1. Permodalan (capital) yang dimiliki oleh nasabah;

2. Kualitas asset (asset quality) berdasarkan jumlah kekayaan nasabah, baik

secara tunai (liquid) hingga kekayaan dalam surat-surat berharga lainnya;

3. Kemapuan nasabah dalam menghasilkan rentabilitas (earning) usahanya;

4. Tingkat likuiditas (liquidity) nasabah dalam memenuhi segala kewajiban

jangka pendek;

5. Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk);

6. Tata cara nasabah dalam menciptakan keteraturan usahanya melalui kualitas

manajemen (management) lembaga.

Dengan kata lain, tata cara penilaian kesehatan ini dapat menghindarkan

LKM Syariah dari kemungkinan timbulnya NPF pada produk pembiayaan

lembaga-lembaga usaha mikro menengah. Jika keuangan lembaga sehat, maka

otomatis lembaga mampu memenuhi kewajiban atau ketentuan yang

dipersyaratkan oleh LKM Syariah.

C.3. Optimalisasi Kinerja Keuangan

Kondisi keuangan merupakan tolak ukur suatu unit syariah melakukan

pembagian profit sharing, khususnya kondisi laba/rugi dalam satu periode usaha

lembaga. Diperlukan permodal yang cukup matang untuk mengcover kebutuhan

lembaga saat berkembang atau melakukan kebijakan ekspansi usaha baru. Sumber

dana unit syariah saat ini masih mendapat suntikan dari perusahaan induk,

perbankan syariah, maupun leasing syariah. Dalam hal ini, pihak manajemen

LKM Syariah melakukan penyesuaian waktu perhitungan profit sharing yang

tepat, dimana diprediksi pada waktu perhitungan itu rata-rata perolehan hasil

usaha lembaga dapat terkumpul secara keseluruhan. Agar waktu perhitungan

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

71 | P a g e

menjadi serentak dan antar unit syariah lembaga saling keterkaitan, oleh karena itu

pembagian profit sharing juga membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkan

segala hal yang berkaitan perhitungan selain aset.

Upaya meningkatkan jumlah aset unit syariah dapat dilakukan beberapa

hal seperti meningkatkan ekspansi bisnis, selain ketergantungan dengan industri

syariah yang lainnya. Lembaga perlu mulai bersimpati kepada masyarakat luas

agar produk keuangan syariahnya dapat diterima dengan baik. Kebijakan edukatif

ini juga dibantu oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan mengadakan Pasar Rakyat

Syariah, serta adanya Gerakan Ekonomi Syariah melalui diadakan workshop

mengenai pemanfaatan produk dan jasa syariah sehingga cukup membantu

lembaga menjadi lebih dikenal masyarakat . Bahkan tidak menutup kemungkinan

akan menjadi sebuah potensi lembaga ke depan yang semakin besar.

Peningkatan aset LKM Syariah dapat juga dengan melakukan inovasi

produk dan jasa pada pelaku usaha kecil dan mikro yang terpelosok. Karena

lembaga keuangan konvensional belum banyak melirik peluang pelaku mikro

yang berada di luar area perkotaan. Namun, kelemahan untuk kebijakan mikro ini

bagi unit syariah adalah biaya yang cukup tinggi saat melakukan ekspansi ke

pelosok-pelosok daerah. Selain itu dibutuhkan pula kebutuhan sumber daya

manusia dan secara otomatis pasti menambah biaya operasional.

Pertumbuhan merupakan bagian penting kesuksesan dan ketahanan

perusahaan. Tanpa pertumbuhan, perusahaan akan mengalami kesulitan untuk

meningkatkan dedikasi terhadap tujuan dan menarik manajer-manajer berkualitas.

Sehingga dukungan dari manajemen dalam melakukan optimalisasi kinerja

keuangan itu sangat diperlukan, karena mamajemen dapat dikatakan sebagai

jantung dalam suatu perusahaan.71

Dengan demikian, dapat disimpulkan jika pencapaian aset 50% unit

syariah pada LKM Syariah pada umumnya memang membutuhkan waktu yang

cukup lama sehingga upaya-upaya yang diperkirakan dapat mengoptimalkan

kinerja keuangan harus terus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang

beserta evaluasi secara berkesinambungan. Pihak manajerial LKM Syariah harus

71 Heru Sutojo. Op. cit. hlm. 16.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

72 | P a g e

dapat bersaing secara kompetitif dengan produk-produk lembaga keuangan

konvensional, karena masyarakat Indonesia cenderung berpikir rasional belum

religius untuk memutuskan mengkonsumsi suatu produk. Dalam hal ini diperlukan

peran kuat dari tokoh-tokoh dalam lingkungan pesantren untuk memberikan

edukasi kepada masyarakat sekitar pesantren akan kebermanfaatan LKM Syariah

dibanding lembaga keuangan lainnya. Karena label ‘halal’ saja belum kuat untuk

membawa sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan mereka beralih ke

syariah. Berbeda dengan masyarakat di Malaysia, mereka lebih memilih segala

sesuatu yang berlabel syariah walaupun dengan harga yang tinggi.

D. Penutup

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan

bahwa pengelolaan profit sharing di LKM Syariah sangat diperlukan mengingat

perolehan profit sharing usaha yang cenderung fluktuatif dan unpredictable.

Adapun beberapa upaya yang dapat dilaksanakan untuk mengoptimalkan kinerja

keuangan unit usaha syariah ini yaitu dengan kegiatan ekspansi usaha baru,

memenuhi kebutuhan sumber perdanaan, meningkatkan jumlah asset unit usaha

syariah, pengenalan produk dan jasa perbankan secara luas, dan gencar melakukan

inovasi produk syariah. Dengan kata lain, LKM Syariah harus terus

mengupayakan terciptanya pertumbuhan dalam unit usahanya, setidaknya

minimal 50% lebih tinggi dibandingan unit usaha pusat. Tindakan ini merupakan

kunci untuk memaksimalkan kinerja keuangan lembaga, sekaligus meminimalkan

resiko kredit macet yang terdeskripsi dalam standar Non Performing Financing

(NPF) lembaga. Pengelolaan NPF secara optimal dapat meningkatkan kriteria

kelayakan investasi lembaga, hingga akhirnya dapat mendorong cash flow dari

keuangan LKM Syariah serta mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar

pesantren.

Pihak manajemen LKM Syariah perlu mengantisipasi kelemahan produk

simpanan maupun pembiayaannya, sehingga semakin banyak calon-calon

konsumen potensial yang tertarik untuk menggunakan produknya. Pihak

manajemen LKM Syariah hendaknya perlu melakukan kegiatan-kegiatan promosi

berbasis teknologi informasi modern sehingga jangkauan area pemasaran yang

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

73 | P a g e

dituju dapat dikembangkan secara lebih luas, serta tidak menutup kemungkinan

masyarakat di daerah pelosok dapat mengetahui dan menikmati produk maupun

jasa keuangan syariah yang ditawarkan.

Daftar Pustaka

Atmosoeprapto Kisdarto. 2010. Menuju SDM Berdaya: Dengan Kepemimpinan

Efektif dan Manajemen Efisien. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Fahmi, Irham. 2011. Pengantar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Buku Beta.

Heru Sutojo. 2009. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba

Empat.

Ismail. 2011. Perbankan Syariah Cet.1. Jakarta: Kencana.

Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Online) Available at:

http://kbbi.web.id/pusat, (Diakses 21 Juni 2016).

Mamduh Hanafi dan Abdul Halim. 2005. Analisis Laporan Keuangan Edisi

Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Mohamad Mahsun. 2006. Pengukuran Kinerja Setor Publik: Cetakan Pertama.

Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Muhammad Abdul Manan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta :

PT. Dana Bakhti Prima Yas.

Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syari’ah : edisi kedua. Yogyakarta : UPP

AMP YKPN.

S Munawir. 2008. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.

Safii Antonio Muhammad. 2001. Bank Syariah; Dari Teori Ke Praktek. Jakarta:

Gema Insani.

Siaran Pers OJK. 2017. OJK Keluarkan Izin Sepuluh Lembaga Keuangan Mikro Syariah: Presiden Jokowi Resmikan LKM Syariah di Pesantren Kempek

Cirebon, SP 100/DHMS/OJK/X/2017, edisi tanggal 20 Oktober 2017.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

74 | P a g e

Suad Husnan. 2014. Manajemen Keuangan. Tangerang Selatan: Universitas

Terbuka.

Zubair Hasan. 2010. Profit Sharing Ratios in Mudaraba Contracts Revisited”, The

International Journal of Banking and Finance, Vol. 7. Number 1.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

75 | P a g e

Urgensi Badan Hukum terhadap

Perkembangan Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Riza Multazam Luthfy

Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah

Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro

Abstrak

Berubahnya badan hukum provinsi menjadi badan hukum nasional menjadi salah

satu faktor meningkatnya omset BMT. Hal ini dialami oleh BMT Beringharjo dan

BMT UGT Sidogiri. Di sinilah urgensi badan hukum dalam peningkatan

kredibilitas dan kualitas BMT. Dengan menggunakan data sekunder berupa

sumber pustaka, penulisan makalah ini yang bersifat deskriptif ini menghasilkan

kesimpulan bahwa perubahan status badan hukum nasional BMT Beringharjo dan

BMT UGT Sidogiri yang menyebabkan perkembangan keduanya semakin pesat

dipengaruhi oleh dua faktor: (1) Perubahan status badan hukum nasional

menumbuhkan kepercayaan publik untuk menitipkan uangnya di BMT.

Legitimasi BMT sebagai badan hukum nasional tentu mengundang animo

masyarakat untuk menyimpan uangnya di lembaga keuangan tersebut. Hal ini

dikarenakan, pengakuan selaku badan hukum nasional sama saja dengan

pengakuan terhadap kualitasnya dalam taraf nasional. (2) Perubahan status badan

hukum nasional menjadikan ruang lingkup keduanya semakin luas. Beberapa

kantong cabang dapat dibuka di berbagai tempat. Dengan demikian, anggota atau

nasabah tidak hanya berasal dari orang-orang yang berada di dekat kantor pusat

BMT, akan tetapi juga mereka yang berada di dekat kantong cabang.

Kata Kunci: Badan Hukum, BMT.

A. Pendahuluan

Kembalinya geliat ekonomi syariah di dunia dimulai sejak berdirinya

Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975. Sebagai komitmennya dalam

pengukuhan sistem ekonomi syariah, IDB mendirikan institut riset dan pelatihan

bernama Islamic Research and Training Institute (IRTI). Lembaga ini berupaya

mengembangkan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam bidang

perbankan maupun keuangan secara umum.72

72 Muhammad Syafi'i Antonio, 2007, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Cetakan Kesebelas

(Jakarta: Gema Insani), hlm. 21.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

76 | P a g e

Adapun perkembangan ekonomi syariah di Indonesia ditandai dengan

berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Memasuki “usia

remaja”, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tampak dengan munculnya

sejumlah bank, perusahaan asuransi, emiten obligasi, reksa dana, lembaga bisnis,

pegadaian, baik menyeluruh ataupun parsial, mengeluarkan produk/layanan

dengan kesesuaian syariah yang disertifikasi oleh Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) dan kemudian didampingi serta

dikembangkan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau Tim Ahli DSN MUI.73

Bagi beberapa peneliti, pakar, dan akademisi, sistem ekonomi syariah cukup

menarik untuk dikaji karena dianggap mampu memecahkan masalah-masalah

yang melanda ekonomi dunia. Dalam beberapa segi, system ekonomi syariah

lebih unggul dibanding sistem ekonomi konvensional. Di negeri ini, kemampuan

ekonomi syariah dibuktikan dengan tetap kokohnya Bank Muamalat Indonesia

dan lembaga-lembaga keuangan yang berdasarkan pada syariat Islam saat

menghadapi krisis ekonomi pada 1997 sampai sekarang.

Salah satu yang menjadi sorotan publik yaitu keberadaan Baitul Mal

Wattamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan berbasis syariah yang akhir-akhir

ini banyak ditemukan di berbagai tempat. BMT menjadi alternatif bagi mereka

yang tidak memiliki banyak modal tetapi ingin mendapatkan kredit dengan

persyaratan yang mudah. Tidak seperti lembaga perbankan yang cukup berbelit

dalam melepas kredit, BMT memberi kemudahan untuk memberikan bantuan.74

Di Yogyakarta, di antara sekian BMT yang memperoleh perhatian banyak pihak

73 Muhammad Gunawan Yasni, 2007, Ekonomi Sufistik: Adil dan Membahagiakan (Bandung:

Mizan), hlm. 14. 74 Hal ini dikecualikan dengan fakta bahwa di beberapa tempat, terjadi kasus penipuan berkedok

BMT. Misalnya di Lampung dan Jawa Barat. Apa yang dilakukan oleh oknum yang tidak

bertanggung jawab menyebabkan Pemerintah Kabupaten Lampung Timur juga turut

bertanggungjawab mengembalikan uang masyarakat yang digelapkan oleh BMT Amanah Sentosa

Abadi. http://lampung.antaranews.com/berita/294162/dinas-koperasi-umkm-belum-tahu-status-

bmt-asa. Diakses pada tanggal 21 Maret 2017 pada jam 13: 12 WIB. Di Indramayu, PT CSI telah

menghimpun dana masyarakat tanpa mendapatkan penjaminan dari lembaga keuangan mana pun.

Dengan menjalankan aktivitasnya melalui Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

(KSPPS) BMT Madani Nusantara serta KSPPS BMT Sejahtera Mandiri, PT ini melakukan praktik

investasi ilegal lebih dari 1 triliun rupiah. Kompas 6 Desember 2016, hlm 15.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

77 | P a g e

adalah BMT Beringharjo yang mengalami perkembangan sangat pesat. Salah satu

faktor meningkatnya omset BMT Beringharjo yaitu berubahnya badan hukum

provinsi menjadi badan hukum nasional.

Mempunyai kemiripan dengan apa yang terjadi pada BMT Beringharjo,

BMT UGT Sidogiri juga mendulang kesuksesan serupa dengan beralihnya status

badan hukum nasional pada BMT tersebut. Di sinilah urgensi badan hukum dalam

peningkatan kredibilitas dan kualitas BMT di hadapan masyarakat. Badan hukum

bukan hanya sekadar formalitas, tetapi menjadi jaminan mengapa masyarakat

menaruh kepercayaan terhadap BMT.

B. Metodologi

Dalam penulisan makalah ini, penulis memfokuskan diri pada urgensi badan

hukum terhadap perkembangan BMT. Penulisan makalah ini menghimpun data

sekunder berupa sumber pustaka yang relevan. Penulisan makalah ini bersifat

deskriptif, karena berusaha menjabarkan pentingnya badan hukum bagi

keberlangsungan BMT dalam menghimpun dana dan melakukan pelayanan

terhadap masyarakat.

Sebab menggunakan sumber perpustakaan dalam memperoleh data serta

membatasi kegiatannya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan tanpa

memerlukan riset lapangan, maka kegiatan akademik ini tergolong pula ke dalam

penulisan makalah kepustakaan.

Pengolahan data yang sudah diperoleh untuk penulisan makalah ini

dilakukan secara kualitatif. Setelah dikelompokkan berdasarkan kualitasnya, data

dipelajari dengan jalan mengaitkannya dengan pendapat para pemikir. Langkah

ini dilakukan untuk untuk menemukan korelasinya satu sama lain. Setelah itu,

ditarik kesimpulan dengan metode induktif.

Kegiatan analisa yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan (inventarisasi) dan reduksi data. Ini dilakukan untuk

menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan

mengelompokkannya sehingga mudah untuk dipelajari.

b. Penyajian data. Dilakukan dengan cara menyusun data yang telah

diperoleh dan disajikan dalam bentuk tulisan.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

78 | P a g e

c. Penarikan kesimpulan. Merupakan suatu usaha penulis untuk

menyimpulkan apa yang ditulis, sehingga hasilnya bisa dibaca oleh

semua orang.

C. Kajian Pustaka

C.1. Pengertian BMT

Sebagai lembaga keuangan mikro, BMT memiliki beberapa persamaan

dengan koperasi yang merupakan lembaga keuangan dengan fungsi sosial dan

ekonomi. Orang-orang yang menjadi anggota koperasi adalah pemilik koperasi itu

sendiri. Perbedaannya, koperasi memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan

anggota melalui usaha bersama. Adapun BMT berusaha meningkatkan

kesejahteraan nasabah dengan melakukan pembiayaan dan pendampingan. BMT

diharapkan mampu memberikan pembiayaan dengan lebih adil terhadap

nasabahnya dengan prinsip bagi hasil.75

Lantaran berbadan hukum koperasi, BMT diatur dalam Undang-Undang

Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang

pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Di samping itu juga Kepmen

Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Beberapa

peraturan inilah yang hingga saat ini menjadi payung berdirinya BMT.76

Definisi Baitul Mal wat Tamwil (BMT) yaitu “lembaga keuangan nonbank

yang beroprasi berdasarkan syariat dengan prinsip bagi hasil, didirikan oleh dan

untuk masyarakat di suatu tempat atau daerah”. BMT mencakup dua bidang

kerja yaitu lembaga mal (baitul mal) dan lembaga tamwil (baitut tamwil). Baitul

mal dimaksudkan dalam rangka mengumpulkan zakat, infak, maupun sedekah,

serta menyalurkannya kepada pihak yang berhak dalam bentuk pemberian tunai

maupun pinjaman modal tanpa bagi hasi. Dalam bidang kerja ini, baitul mal

bersifat nirlaba (sosial). Sementara itu, pendirian baitut tamwil dimaksudkan

untuk menghimpun dana masyarakat yang mampu dalam bentuk simpanan,

saham, atau deposito, dan menyalurkannya sebagai modal usaha dengan adanya

75 M. Sulaeman Jajuli, 2015, Ekonomi Islam Umar bin Khattab (Yogyakarta: Deepublish), hlm.

256. 76 Ibid. hlm. 259.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

79 | P a g e

ketentuan bagi hasil antara pemodal, peminjam, dan pihak BMT. Kegiatan baitut

tamwil bersifat profit motif (mencari keuntungan).77

Adapun beberapa fungsi BMT yaitu sebagai berikut:78

1. Mengidentifikasi, mengorganisir, memobilisasi, mendorong, dan

mengembangkan kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha

anggota muamalat (Pokusma), serta daerah kerjanya.

2. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih

profesional dan Islami, sehingga semakin tangguh dalam menghadapi

tantangan global.

3. Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan anggota.

Sejarah BMT tidak terlepas dari keberadaan Bank Muamalat Indonesia

(BMI) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Awalnya, sepak terjang

pembentukan BMI selaku bank umum Islam pertama di Indonesia diikuti oleh

pendirian BPRS. Namun demikian, karena lembaga keuangan ini dianggap

kurang mencukupi dan belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan

bawah, maka lembaga simpan pinjam yang disebut BMT didirikan.79

Di Aceh, BMT banyak ditemukan di berbagai lokasi. Sumber yang

berhubungan dengan simpanan pihak ketiga di provinsi berjuluk Serambi

Makkah tersebut kerap dilakukan pada institusi keuangan non perbankan. Setiap

kabupaten/kota mempunyai koperasi simpan pinjam berbentuk BMT yang

membidik sektor pedagang non formal.80

Geliat perkembangan BMT antara lain disebabkan oleh kemudahan yang

ditawarkan olehnya. Guna memperoleh kredit agar pengusaha lemah bisa

memanfaatkan sumber pembiayaan, lembaga keuangan non bank memberikan

keringanan persyaratan. Apalagi, pola pembiayaan BMT dilakukan sesuai

dengan syariat agama Islam, sehingga menghilangkan unsur-unsur pembungaan

77 Budhy Munawar-Rahman, dkk, 2003, Berderma untuk Semua: Wacana dan Praktik Filantropi

Islam (Bandung: Teraju), hlm. 236. 78 Ibid., hlm. 238-239. 79 Zainul Arifin, 2009, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan Ketujuh (Jakarta: Azkia),

hlm. 8. 80 Fuadi, 2016, Zakat dalam Sistem Hukum Pemerintahan Aceh (Yogyakarta: Deepublish), hlm.

130.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

80 | P a g e

uang yang bersifat eksploitatif.81 Pada hakikatnya, sistem ekonomi Islam

melarang praktik riba serta akumulasi kekayaan pada pihak tertentu secara tidak

adil.82

Islam mendorong manusia untuk berusaha dengan keras mendapatkan

materi/harta dengan berbagai cara. Usaha ini dilakukan dengan tetap memegang

teguh rambu-rambu yang telah ditetapkan. Rambu-rambu yang di maksud antara

lain: mencari yang baik dan halal, menjauhi cara batil, tidak melampaui batas,

tidak menzalimi atau dizalimi, menghindarkan diri dari unsur riba, gharar

(ketidakjelasan dan manipulatif), maisir (perjudian dan intended speculation),

serta menjaga tanggung jawab sosial berupa zakat, infak, dan sedekah. Rambu-

rambu inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan perekonomian

konvensional dengan prinsip self interest (kepentingan pribadi) sebagai dasar

perumusan konsepnya.83

Dalam tinjauan teoritis, tingkah laku konsumen dalam memuaskan diri bisa

dijelaskan melalui dua teori nilai guna. Pertama, teori nilai guna konvensional

yang terdiri atas teori nilai guna kardinal (TNGK), teori nilai guna ordinal

(TNGO) dan teori preferensi yang diungkapkan (Revealed Preference). Kedua,

teori nilai guna syariah. Teori yang disebut terakhir ini adalah teori nilai guna

yang menerangkan nilai guna barang dalam cakupan ajaran dan prinsip-prinsip

syariah (petunjuk kebenaran hakiki agama-agama samawi).84

Dengan pemasukan yang diperoleh, setiap orang leluasa mendayagunakan

uangnya untuk mendapatkan barang-barang yang diinginkan agar kepuasannya

berada dalam tingkat maksimal. Meskipun demikian, perilaku konsumsi tentu

harus mempertimbangkan batas-batas yang ada supaya konsumsi tidak

merugikan diri dan orang lain serta melanggar ajaran agama atau kepercayaan

yang dianutnya.85

Pendayagunaan fungsi BMI, BPRS, BMT, dan lembaga pengelola zakat-

infak-sedekah (BAZIS) di masa mendatang harus senantiasa dilakukan secara

81 Sjafrizal, 2008, Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi (Padang: Baduose Media), hlm. 164. 82 Muhammad Syafi'i Antonio, Op.cit., hlm. 224-225. 83 Ibid., hlm. 11-12. 84 Iskandar Putong. 2005. Teori Ekonomi Mikro: Konvensional dan Syariah. Jakarta: Mitra

Wacana Media. Hlm. 143. 85 Ibid., hlm. 143.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

81 | P a g e

berencana dan profesional sesuai perkembangan kebutuhan umat. Bahkan, jika

ditelisik dari kondisi usahawan umat yang pada umumnya lemah dalam

permodalan, maka pengembangan peran BMI, BPRS, BMT, dan BAZIS

merupakan bagian integral dari upaya memperbaiki ekonomi umat. Oleh karena

itulah, diperlukan konsistensi usaha dalam memperkuat eksistensi BMI, BPRS,

serta BMT dalam kegiatan umat sehari-hari.86

C.2. Teori Badan Hukum

Salah satu pakar hukum dan ahli teori yang memberikan pengertian badan

hukum adalah Hans Kelsen. Definisi Hans Kelsen dalam General Theory of Law

and State (1961), badan hukum adalah: “Sekelompok orang yang oleh hukum

diperlakukan sebagai suatu kesatuan, yaitu sebagai suatu pribadi (person) yang

mempunyai hak dan kewajiban.”87

Adapun definisi badan hukum yang dikemukakan oleh Subekti (Chidir Ali,

1987: 18-19) yaitu: “Suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-

hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan

sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim”.88

Berdasarkan pandangan Subekti (Agus Budiarto, 2004: 29), badan hukum

sebagai subjek hukum mencakup hal-hal berikut:89

Perkumpulan orang (organisasi);

Bisa melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-

hubungan hukum (rectsbetrekking);

Memiliki harta kekayaan;

Mempunyai pengurus;

Mengantongi hak dan kewajiban;

Bisa menggugat atau digugat di pengadilan.

86 Adi Sasono, dkk, 1998, Solusi Islam atas Problematika Umat: Ekonomi, Pendidikan, dan

Dakwah (Jakarta: Gema Insani), hlm. 75-76. 87 Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi) (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama), hlm. 36-37. 88 Neni Sri Imaniyati, Aspek-Aspek Hukum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam Perspektif

Hukum Ekonomi, Bandung: Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi,

dan Humaniora (LPPM UNISBA) Vol. 2, No.1, Tahun 2011, hlm. 131. 89 Ibid.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

82 | P a g e

Mengenai apa saja yang termasuk badan hukum merupakan cakupan

hukum positif. Dengan demikian, keberadaannya tergantung hukum yang

berlaku di masing-masing negara. Penentuan badan hukum atau bukan

merupakan pengakuan identitas atau kualitas tertentu menurut hukum positif

atau hukum yang diterapkan dalam suatu negara (Chidir Ali, 1987: 21). Hukum

positif Indonesia mengakui yayasan sebagai badan hukum. Yang bukan

merupakan badan hukum yaitu bentuk kemasyarakatan yang menjalin kerja

sama, misalnya perserikatan perdata (maatschap), firma, dan persekutuan

komanditer. Hal ini berbeda dengan ketentuan di luar negeri. Di Prancis,

misalnya, persekutuan perdata, firma, dan persekutuan komanditer diposisikan

selaku badan hukum (Sri Redjeki Hartono, 1987: 8).90

Karakteristik badan hukum yaitu sebagai berikut:91

1. Memiliki kekayaan tersendiri.

Kekayaan badan hukum harus terpisah dari kekayaan pendiri atau

pengurusnya. Segala kewajiban hukum dipenuhi dari kekayaan yang

dipunyai. Apabila kekayaan kurang cukup untuk memenuhi kewajibannya,

maka kekayaan pendiri atau pengurus tidak bisa dimanfaatkan untuk

menghindarkan dari kebangkrutan atau likuidasi. Meski memperoleh

pinjaman dari pendiri atau pengurus, atau jika BUMN menerima suntikan

dana dari negara, pinjaman atau suntikan dana tersebut dinilai sebagai

hutang badan hukum.

2. Pengesahan anggaran dasar dilakukan oleh menteri.

Anggaran dasar badan hukum harus disahkan secara resmi oleh menteri.

Anggaran badan hukum Perseroan Terbatas disahkan oleh Menteri

Kehakiman (Pasal 7 ayat (4) UU No. 1 Tahun 1995), Anggaran Dasar

badan hukum koperasi oleh Menteri Koperasi (Pasal 10 ayat (2) Undang-

undang No. 25 Tahun 1992), Anggaran Dasar perusahaan umum oleh

Menteri Keuangan (UU No. 19 Tahun 1960), sementara Anggaran Dasar

Persero oleh Menteri Keuangan (PP No. 12 Tahun 1969).

Adanya pengesahan anggaran dasar oleh menteri menjadi penegas bahwa

90 Ibid. 91 Ibid., hlm. 132.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

83 | P a g e

anggaran dasar badan hukum tidak berlawanan dengan undang-undang

serta sesuai dengan ketertiban umum dan norma kesusilaan. Tanggal

pengesahan menunjukkan bahwa badan yang bersangkutan memperoleh

status badan hukum sehingga mempunyai harta kekayaan yang terpisah

dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya.

3. Diwakili oleh pengurus.

Badan hukum adalah subjek hukum produk manusia berdasarkan hukum

yang berlaku. Supaya bisa berbuat menurut hukum, badan hukum dikelola

oleh pengurus yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Mereka inilah yang

berwenang mewakili badan hukum. Ini berarti, perbuatan pengurus

merepresentasikan perbuatan badan hukum, bukan perbuatan pribadinya.

Segala kewajiban yang muncul dari perbuatan pengurus menjadi kewajiban

badan hukum yang dibebankan pada harta kekayaan badan hukum. Begitu

pula dengan segala hak yang diperoleh dari perbuatan pengurus merupakan

hak badan hukum serta menjadi kekayaannya.

Eksistensi badan hukum dalam ketentuan hukum Islam di dalam nas tidak

diatur. Meskipun demikian, syariat (termasuk ketentuan tentang badan hukum)

yang berkembang dalam masyarakat berupaya mewujudkan kemaslahatan bagi

umat manusia. Mengenai hal ini, Hasbi Ash Shiddieqy, sebagaimana dikutip

Chairuman Pasaribu (1994: 15) mengemukakan, “kejadian-kejadian di dunia

terus menerus terjadi senantiasa tumbuh tak pernah berhenti sedangkan nas

syara’ sebagai telah ditandaskan oleh Al Amri kemudian ditandaskan pula oleh

Asy Syahrastani terbatas dan terhingga. Kalau demikian, tentulah syara’

memberikan kepada kita jalan-jalan mengetahui hukum yang menghasilkan

kemaslahatan bagi manusia.92

Dari pandangan Hasbi Ashiddieqy di atas tampak bahwa manusia diberi

peluang untuk berinisiatif dalam perkara-perakara yang belum diatur atau tidak

ada nashnya dalam syariah. Hal ini terutama terkait dengan hal-hal yang

membawa kemaslahatan bagi manusia.93

Salim HS (2003) menyebutkan bahwa terdapat sejumlah teori untuk

92 Ibid. 93 Ibid.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

84 | P a g e

memberikan pembenaran dan dasar hukum bahwa badan hukum merupakan

subjek hukum (pendukung/pembawa hak dan kewajiban di dalam hukum). Teori-

teori yang dimaksud adalah sebagai berikut:94

1. Teori Fiksi (Von Savigny)

Menurut alam, hanya manusia selaku subjek hukum. Akan tetapi, orang

kemudian menciptakan dalam bayangannya dengan bersikap seolah-olah

ada subjek hukum lainnya.

2. Teori Organ (Otto van Gierke)

Badan hukum bukan bersifat abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum

merupakan organisme riil sehingga menjadi kolektivitas dan terlepas dari

individu.

3. Teori Kekayaan Bersama (R. van Jiaring)

Menganggap badan hukum selaku kumpulan manusia. Jadi, apa yang

menjadi kepentingan badan hukum merupakan kepentingan seluruh

anggota. Badan hukum bukan abstraksi, bukan pula organisme. Pada

dasarnya, hak dan kewajiban badan hukum adalah hak dan kewajiban

anggota. Jadi, ini hanya konstruksi yuridis.

4. Teori Kekayaan Bertujuan (A. Britz)

Badan hukum merupakan kekayaan yang bukan kekayaan perseorangan

tetapi terikat dengan tujuan tertentu. Badan hukum memiliki pengurus

yang mengantongi hak atau boleh berkehendak.

5. Teori Kenyataan Yuridis (Mujers, Paul Schotten)

Badan hukum adalah suatu realita, konkret, riil, meskipun tidak bisa

diraba. Badan hukum bukan bersifat khayal, tetapi kenyataan yuridis.

Hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas

pada bidang hukum saja.

Badan hukum dibedakan menjadi dua bentuk, yakni:95

1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)

Yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau

94 Handri Raharjo, 2009, Hukum Perusahaan (Yogyakarta: Pustaka Yustisia), hlm. 19-20. 95 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, 2008, Hukum dalam Ekonomi, Edisi Kedua

(Jakarta: Grasindo), hlm. 9-10.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

85 | P a g e

menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara. Dengan

demikian, badan hukum ini merupakan badan-badan negara yang didirikan

oleh penguasa dengan berpedoman pada perundang-undangan yang

dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (pemerintah) atau badan

pengurus yang bertugas, seperti negara Republik Indonesia, pemerintah

daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia, serta perusahaan-perusahaan

negara.

2. Badan Hukum Privat (Privat Rechts Persoon)

Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata

yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.

Dengan demikian, badan hukum bentuk ini merupakan badan swasta yang

dibentuk oleh orang dengan tujuan mencari keuntungan sosial, pendidikan,

ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku secara

sah. Contohnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, serta badan amal.

D. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun

2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, setiap LKM yang menjalankan usaha

wajib mempunyai badan hukum. Lembaga tersebut dapat mengambil pilihan,

antara badan hukum Koperasi atau badan hukum Perseroan Terbatas (PT).

Ketatapan tersebut menunjukkan bahwa secara yuridis LKM yang berbadan

hukum Koperasi secara otomatis berada di bawah pengaturan 2 macam

perundang-undangan sekaligus, yaitu: Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992

tentang Perkoperasian beserta peraturan pelaksanaannya dan Undang Undang

Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro beserta peraturan

pelaksanaannya. LKM Syariah atau badan usaha Koperasi yang fokus

menjalankan usaha keuangan, terdiri atas Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit

Simpan Pinjam (USP), Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), serta Unit Jasa

Keuangan Syariah (UJKS). Secara umum, Koperasi diatur dengan Undang

Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. KSP dan USP dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan kegiatan

Simpan Pinjam oleh Koperasi. Adapun Koperasi/Unit Jasa Keuangan Syariah

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

86 | P a g e

dengan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor: 16

/Per/M.KUKM/IX/2015.96

Bila ditinjau secara mendalam, pengaturan terhadap LKM berbadan hukum

Koperasi sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013

tentang Lembaga Keuangan Mikro di atas sama saja dengan memaksakan semua

LKM Syariah menjalankan usaha layaknya lembaga perbankan (mikro) yang

bersifat prudent.97

Dalam prakteknya, sebagian BMT berbentuk badan usaha koperasi.

Sementara sebagian lainnya belum memiliki badan usaha yang jelas. BMT jenis

terakhir bisa juga dianggap bersifat pra-koperasi. Koperasi merupakan bentuk

badan usaha yang relatif lebih dekat bagi BMT, tetapi dalam kacamata Undang

Undang Perkoperasian, kegiatan menghimpun dana simpanan terbatas dari para

anggota (Pasal 44 UU. No. 25/ 1992). Pasal 44 ayat (1) U.U. No. 25 Tahun 1992

menerbitkan pengaturan: “Koperasi dapat menghimpun dana dan

menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk: (a)

Anggota Koperasi yang bersangkutan; (b) Koperasi lain dan/atau anggotanya.”98

Dengan terbitnya peraturan di atas, BMT mesti mensyaratkan keanggotaan

bagi nasabah yang akan dilayani, atau menggolongkan nasabah tersebut sebagai

calon anggota selama beberapa waktu. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa

tidak hanya sebagian calon nasabah menjadi enggan, tetapi juga memancing

problematika internal dalam BMT. Karena setiap anggota, baik anggota lama

maupun anggota baru yang kurang memahami visi BMT, mengantongi hak suara

yang sama. Sementara itu, jika BMT ingin menghimpun dana dari masyarakat

secara langsung, maka harus berganti status hukum menjadi bank atau lembaga

keuangan bukan bank, semisal modal ventura. Posisi inilah yang menyebabkan

BMT justru bakal kehilangan kelebihan utama selaku lembaga keuangan yang

96 Muhammad Muhtarom. Reformulasi Peraturan Hukum Lembaga Keuangan Mikro Syariah Di

Indonesia. Profetika, Jurnal Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Vol. 17, No. 1,

Juni 2016: 90-102. Hlm. 92. 97 Ibid., hlm. 93. 98 Ibid., hlm. 190-191.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

87 | P a g e

melayani usaha dengan skala mikro.99

Oleh karena itu, meski BMT berbadan hukum koperasi, namun pengaturan

tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan kegiatan usaha BMT, di mana

sebagian besar dananya berasal dari simpanan masyarakat berdasarkan prinsip

syariah. Sistem aktivitas menghimpun dana dari masyarakat itu menjadikan

posisi dan operasional BMT, baik BMT koperasi maupun pra-koperasi, masih

dinilai sebagai problematika yang menghadirkan kerancuan atau kekaburan batas

perbedaan antara operasional BMT selaku koperasi dengan BMT selaku bank.100

Meski sebagian besar BMT berbadan hukum koperasi, namun norma-

norma yang tercipta dan digunakan tidak hanya mengacu pada peraturan

perundang-undangan yang mengatur koperasi, akan tetapi juga berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang menerbitkan aturan tentang Perseroan

Terbatas, Perbankan, Persekutuan Firma serta Persekutuan Komanditer

(sebagaimana yang ditetapkan dalam KUHD).101

Badan hukum merupakan pendukung keberadaan hak dan kewajiban

sebagaimana manusia. Itulah mengapa, badan hukum bisa menjalin komunikasi

serta mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Dalam konteks ini, terdapat

asumsi bahwa semakin luas cakupan badan hukum, maka semakin besar daya

jangkau dan peluang untuk mengembangkan usaha. Ruang lingkup badan hukum

turut menentukan seberapa besar nasabah dan seberapa banyak profit yang

diperoleh. Cakupan badan hukum nasional barang tentu lebih luas daripada badan

hukum provinsi. Begitu pula sebaliknya, cakupan badan hukum provinsi lebih

sempit dibanding badan hukum nasional. Hal ini juga berlaku bagi BMT. Apabila

berstatus badan hukum nasional, maka suatu BMT berkesempatan besar untuk

meningkatkan pelayanannya bagi masyarakat. BMT jenis ini tidak lagi terkungkung

dalam daerah, akan tetapi mampu berkompetisi dalam tataran nasional.

Salah satu BMT yang telah memetik keuntungan dari perubahan status badan

hukum adalah BMT Beringharjo Yogyakarta. Dalam sejarahnya, BMT

99 Dadan Muttaqien, Urgensi Legalitas Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Program Pascasarjana

Fakultas Ilmu Agama Islam Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Edisi Khusus

Desember 2010, hlm. 191. 100 Ibid. 101 Neni Sri Imaniyati. Op.cit., hlm. 5-6.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

88 | P a g e

Beringharjo berdiri pada tanggal 31 Desember 2004 dengan nama resmi

Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wat-Tamwil (KJKS BMT)

Beringharjo. BMT Beringharjo mengantongi status badan hukum pada tanggal

17 Mei 1997 dengan nomor 157/BH/KWK-12/V/1997.102

BMT ini telah mengubah statusnya. Tepatnya pada tahun 2006, BMT

Beringharjo mengubah diri dari Badan Hukum Provinsi menjadi Badan Hukum

Nasional. Perubahan ini dilakukan dalam rangka menjangkau masyarakat di luar

Yogyakarta.103 Besar di wilayah Jogja dan sekitarnya, tak membuat BMT

Beringharjo berpuas diri. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya BMT

Beringharjo berusaha melebarkan sayapnya di luar Yogyakarta. Itulah mengapa,

pada tahun 2011, daerah yang menjadi bidikannya adalah Jawa Barat. Hal ini

berangkat dari fakta bahwa sejumlah kota di provinsi tersebut, khususnya di

pelosok atau pinggiran, masih membutuhkan kehadiran BMT.

Meski BMT Beringharjo sudah memiliki kantor cabang di Jawa Barat,

tepatnya di Bandung, namun kawasan kota-kota kabupaten Jawa Barat masih

cukup berpeluang untuk digarap. Oleh karena itu, pendirian kantor-kantor BMT

dilakukan setelah meninjau minimnya layanan jasa keuangan berbasis ekonomi

syariah di sana. Dalam sebuah kesempatan, Direktur BMT Beringharjo Mursida

Rambe mengatakan bahwa sejumlah daerah di luar Yogjakarta masih membuka

peluang sangat luas untuk menyuburkan lahan BMT. Keadaan ini memacunya

untuk berani melakukan spekulasi. Dengan demikian, ia begitu tertarik untuk

mengembangkan kantor cabang baru di luar Yogyakarta.104

Perubahan status badan hukum berpengaruh terhadap pemasukan yang

diterima. Selama tahun 2010, BMT Beringharjo mencatat pengembangan aset

cukup signifikan, yaitu 88,2 persen. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja

BMT Beringharjo juga semakin tumbuh. Hal ini dibuktikan dengan dana

simpanan yang berasal dari masyarakat mencapai Rp 48,3 miliar. Kontribusi

BMT tersebut dalam ekonomi mikro juga terus mengalami peningkatan. Bila

102 Khotibul Umam. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Wat-Tamwil (Studi Kasus di

Beringharjo, Yogyakarta), Yogyakarta: Jurnal Media Hukum UMY, Vol. 20 no.1 Juni 2013, hlm.

81. 103 Arti Ismuntoro, dkk. 2014, Quick Wins (Bandung: Mizan), hlm. 46. 104 Radar Jogja, 12 Juli 2011, hlm 12.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

89 | P a g e

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, outstanding pembiayaan berkembang

90 persen, yaitu Rp 35,7 miliar.

Perubahan status BMT Beringharjo dari badan hukum provinsi menjadi

badan hukum nasional menjadikannya semakin besar dan berkembang sangat

pesat. Tak heran jika pada tahun 2011, BMT Beringharjo sudah membuka 11

kantor cabang di berbagai tempat. Kantor-kantor cabang yang dimaksud yaitu 3

kantor cabang di Yogyakarta, 6 di Jawa Timur (Ponorogo, Madiun, Caruban,

Kediri, Ngawi, dan Nganjuk), 1 kantor cabang di Jawa Barat (Bandung), serta 1

kantor cabang di Jawa tengah (Semarang). Pada tahun ini juga jumlah karyawan

sebanyak 110 dan anggota yang berjumlah lebih kurang 30.000 (tiga puluh ribu)

orang, serta memiliki aset Rp. 62.000.000.000.

Perubahan status badan hukum nasional juga dilakukan oleh Koperasi

BMT UGT Sidogiri. Koperasi BMT Usaha Gabungan Terpadu Sidogiri disingkat

“BMT UGT Sidogiri” mulai beroperasi pada tanggal 5 Rabiul Awal 1421 H atau

6 Juni 2000 M. di Surabaya dan kemudian mendapatkan badan Hukum Koperasi

dari Kanwil Dinas Koperasi PK dan M Propinsi Jawa Timur dengan SK Nomor:

09/BH/KWK.13/VII/2000 tertanggal 22 Juli 2000.105

Pada tahun 2015, BMT UGT Sidogiri resmi menjadi koperasi primer yang

berbadan hukum nasional, di mana penyerahan status badan hukum nasionalnya

diberikan secara langsung oleh Drs. Setyo Heriyanto, MM Deputi Kelembagaan

Kementrian Koperasi dan UKM Republik Indonesia kepada H. Mahmud Ali

Zain selaku Ketua Pengurus Koperasi BMT UGT Sidogiri. Penyerahan tersebut

digelar pada acara seremonial RAT XIV Tahun Buku 2014 Koperasi BMT UGT

Sidogiri pada tanggal 21 Februari 2015 di GOR Kota Pasuruan.106

Berubahnya status badan hukum nasional pada BMT UGT Sidogiri

menjadikannya sejajar dengan koperasi nasional lainnya. Penyematan status

badan hukum nasional ini ternyata meningkatkan kinerja BMT UGT Sidogiri

sehingga mampu bersaing dengan koperasi berbadan hukum nasional lainnya

yang terlebih dahulu berkembang.

105 http://bmtugtsidogiri.co.id/berita-311.html. Diakses pada tanggal 28 Maret 2017 pada jam 15:

45 WIB. 106 Ibid.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

90 | P a g e

Tak heran jika BMT yang berkantor pusat di Pasuruan Jawa Timur tersebut

menjadi BMT dengan aset terbesar di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil RAT

tahun 2015, BMT UGT Sidogiri sanggup membukukan aset senilai Rp 1,8

triliun. Itulah mengapa, pada tahun berikutnya, BMT Sidogiri menetapkan target

aset Rp 2 Triliun. Kantor layanan BMT Sidogiri tersebar di 24 wilayah

Indonesia, baik di pulau Jawa, Sumatera, maupun Kalimantan. Jika dibandingkan

dengan 10 BPR beraset besar, maka aset BMT UGT Sidogiri hampir setara

bahkan melampaui aset BPR terbesar ke 5 yaitu BPR Palu Lokadana Utama

(Kota Palu) dengan jumlah Rp 1,67 triliun.107

Perubahan status badan hukum nasional BMT Beringharjo dan BMT UGT

Sidogiri yang menyebabkan perkembangan keduanya semakin pesat setidaknya

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, perubahan status badan hukum

nasional menumbuhkan kepercayaan publik untuk menitipkan uangnya di BMT.

Legitimasi BMT sebagai badan hukum nasional tentu mengundang animo

masyarakat untuk menyimpan uangnya di lembaga keuangan tersebut. Hal ini

dikarenakan, pengakuan selaku badan hukum nasional sama saja dengan

pengakuan terhadap kualitasnya dalam taraf nasional. Kedua, perubahan status

badan hukum nasional menjadikan ruang lingkup keduanya semakin luas.

Beberapa kantong cabang dapat dibuka di berbagai tempat. Dengan demikian,

anggota atau nasabah tidak hanya berasal dari orang-orang yang berada di dekat

kantor pusat BMT, akan tetapi juga mereka yang berada di dekat kantong

cabang.

E. Penutup

Keberadaan badan hukum bagi perkembangan BMT memiliki urgensi yang

sangat penting. Itulah mengapa, guna memantapkan eksistensinya banyak BMT

yang mendaftarkan diri sebagai badan hukum. Bagaimanapun, badan hukum

menjadi elemen penting yang mendukung hak dan kewajiban BMT. Dengan

menjadi badan hukum, BMT bisa menjalin komunikasi serta mengadakan

hubungan bisnis dengan pihak lain.

107 http://www.infosyariah.com/2016/10/aset-bmt-ini-lampaui-aset-bpr-terbesar.html. Diakses pada

tanggal 28 Maret 2017 pada jam 16: 12 WIB.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

91 | P a g e

Salah satu fenomena menarik terkait badan hukum yaitu maraknya

pergantian status BMT dari badan hukum provinsi ke badan hukum nasional. Di

samping memantapkan legitimasinya selaku lembaga keuangan mikro, perubahan

ini juga diyakini dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian,

peluang untuk menjaring nasabah dari berbagai kalangan masyarakat lebih besar.

Badan hukum seolah menjadi magnet bagi orang-orang yang ingin bergabung

dengan BMT. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pemasukan yang diterima juga

semakin meningkat.

Dalam konteks ini, terdapat asumsi bahwa semakin luas cakupan badan

hukum, maka semakin besar daya jangkau dan peluang untuk mengembangkan

usaha. Ruang lingkup badan hukum turut menentukan seberapa besar nasabah dan

seberapa banyak profit yang diperoleh. Apa yang dialami oleh BMT Beringharjo

dan BMT UGT Sidogiri bisa menjadi contoh kasus yang memadai.

Perubahan status badan hukum nasional BMT Beringharjo dan BMT UGT

Sidogiri yang menyebabkan perkembangan keduanya semakin pesat setidaknya

dipengaruhi oleh beberapa faktor.

1. Perubahan status badan hukum nasional menumbuhkan kepercayaan

publik untuk menitipkan uangnya di BMT. Legitimasi BMT sebagai

badan hukum nasional tentu mengundang animo masyarakat untuk

menyimpan uangnya di lembaga keuangan tersebut. Hal ini

dikarenakan, pengakuan selaku badan hukum nasional sama saja

dengan pengakuan terhadap kualitasnya dalam taraf nasional.

2. Perubahan status badan hukum nasional menjadikan ruang lingkup

keduanya semakin luas. Beberapa kantong cabang dapat dibuka di

berbagai tempat. Dengan demikian, anggota atau nasabah tidak hanya

berasal dari orang-orang yang berada di dekat kantor pusat BMT, akan

tetapi juga mereka yang berada di dekat kantong cabang.

Daftar Pustaka

Buku

Adi Sasono, dkk. 1998. Solusi Islam atas Problematika Umat: Ekonomi,

Pendidikan, dan Dakwah. Jakarta: Gema Insani.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

92 | P a g e

Arti Ismuntoro, dkk. 2014. Quick Wins. Bandung: Mizan.

Budhy Munawar Rahman, dkk. 2003. Berderma untuk Semua: Wacana dan

Praktik Filantropi Islam. Bandung: Teraju.

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong. 2008. Hukum dalam Ekonomi. Edisi

Kedua. Jakarta: Grasindo.

Fuadi. 2016. Zakat dalam Sistem Hukum Pemerintahan Aceh. Yogyakarta:

Deepublish.

Handri Raharjo. 2009. Hukum Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Iskandar Putong. 2005. Teori Ekonomi Mikro: Konvensional dan Syariah. Jakarta:

Mitra Wacana Media.

Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Muhammad Gunawan Yasni. 2007. Ekonomi Sufistik: Adil dan Membahagiakan.

Bandung: Mizan.

Muhammad Syafi'i Antonio. 2007. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Cetakan

Kesebelas. Jakarta: Gema Insani.

M. Sulaeman Jajuli. 2015. Ekonomi Islam Umar bin Khattab. Yogyakarta:

Deepublish.

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media.

Zainul Arifin. 2009. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Cetakan Ketujuh.

Jakarta: Azkia.

Prosiding dan Jurnal

Dadan Muttaqien. Urgensi Legalitas Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Program

Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Magister Studi Islam Universitas

Islam Indonesia Edisi Khusus Desember 2010.

Khotibul Umam. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Wat-Tamwil

(Studi Kasus di Beringharjo, Yogyakarta). Yogyakarta: Jurnal Media

Hukum UMY, Vol. 20 no.1 Juni 2013.

Muhammad Muhtarom. Reformulasi Peraturan Hukum Lembaga Keuangan

Mikro Syariah Di Indonesia. Profetika, Jurnal Studi Islam Universitas

Muhammadiyah Surakarta, Vol. 17, No. 1, Juni 2016: 90-102.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

93 | P a g e

Neni Sri Imaniyati. Aspek-Aspek Hukum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam

Perspektif Hukum Ekonomi. Bandung: Prosiding Seminar Nasional

Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora (LPPM UNISBA)

Vol. 2, No.1, Tahun 2011.

Koran

Radar Jogja, 12 Juli 2011.

Kompas, 6 Desember 2016.

Internet

http://lampung.antaranews.com/berita/294162/dinas-koperasi-umkm-belum-tahu-

status-bmt-asa. Diakses pada tanggal 21 Maret 2017 pada jam 13: 12 WIB.

http://bmtugtsidogiri.co.id/berita-311.html. Diakses pada tanggal 28 Maret 2017

pada jam 15: 45 WIB

http://www.infosyariah.com/2016/10/aset-bmt-ini-lampaui-aset-bpr-terbesar.html.

Diakses pada tanggal 28 Maret 2017 pada jam 16: 12 WIB.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

94 | P a g e

Pengaruh Pengetahuan Konsumen tentang Sistem Syariah

terhadap Keputusan Menjadi Anggota BMT Nusya Balen

Sugito

Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah

Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro

Abstrak

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, adapun data yang

diperoleh melalui kuesioner dan wawancara pada menejer BMT, sedangkan data

skunder dari literatur, internet dan kepustakaan lainnya. Dalam penelitian ini

terdapat 39 sampel dari 193 anggota. Data yang diperoleh dianalisis dengan

metode analisis korelasi product moment. Menggunakan perangkat lunak SPSS

16.0 for Windouws.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variable strategi pemasaran (X)

berpengaruh signifikan terhadap minat menabung anggota.Koefesien determinasi

menunjukkan bahwa pengaruh variable independen (pengetahuan konsumen

tentang sistem syariah) terhadapvariabel dependen (keputusan menjadi anggota)

adalah sebesar 0,343 atau 34,3%, sedangkan sisanya 65,7% (100% - 0,343)

dipengaruhi oleh faktor lain. Sedangkan uji t bahwa nilai t sebesar 4,394

>1,895atau t hitung lebihbesar daripada t tabel, maka Ha diterima H0 ditolak,

artinya signifikan.

Kata Kunci: Pengetahuan Konsumen, Sistem Syariah, dan Keputusan Menjadi

Anggota

A. Pendahuluan

Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga

keuangan yang usaha pokonya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lau

lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroprasi sesuai dengan prinsip-

prinsip syariah. Dengan kata lain bank syariah adalah lembaga keuangan yang

usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas

pembayaran serta peredaran uang yang operasionalnya disesuaikan dengan prinsip

syariat Islam.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bank syariah dalam

menjalankan operasional dan produknya harus berlandaskan pada ketentuan Al-

Qur’an dan Hadist atau syariat Islam. Di sini dapat dilihat sesungguhnya bank

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

95 | P a g e

syariah bukan hanya mementingkan dunia semata melainkan juga akhirat, ini

tersirat dari operasional bank syariah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist.

Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI)

timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang menggunakan prinsip syariah.

Operasinalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah,

maka muncul usaha untuk mendirikan lembaga keuangan mikro, salah satunya

yaitu BMT. BMT merupakan lembaga keuangan swasta yang modal sepenuhnya

bersumber dari masyarakat. Lembaga ini tidak mendapat subsidi sedikitpun dari

pemerintah. Jadi keberadaananya setingkat dengan koperasi yang dalam

mengoperasikannnya berprinsip syariah.

Peran umum BMT adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang

berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip

syariat dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah

yang langsung bersentuhan dengan masyarakat kecil yang serba cukup ilmu

pengetahuan ataupun materi maka BMT mempunyai tugas penting dalam

mengemban misi keIslaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

Dalam perkembangannya BMT memberikan berbagai macam penawaran

produk jasa yang berlandaskan sistem syariah, yang secara umum antara

lain: Wadi’ah (Titipan), Musyarakah (Kerja Sama), Mudharabah (Bagi hasil),

Ijaroh (Sewa), Murabahah (Jual beli), Ujroh (Upah), Hiwalah (Talangan), Rahn

(Gadai).

Produk-produk jasa tersebut merupakan praktek-praktek muamalah

ekonomi yang memang harus di terapkan dalam kehidupan masyarakat, terutama

masyarakat yang beragama Islam. Tetapi dalam praktek kesehariannya,

masyarakat belum sepenuhnya memahami bahkan sama sekali tidak mengerti

tentang sistem ekonomi yang berlandaskan syariah yang di pakai BMT, mereka

masih berfaham bahwa BMT itu sama dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya

yang pada dasarnya bersistem konvensional yang menggunakan riba pada

prakteknya, hanya ditambahi dengan label syariah.

Saat ini sebagian besar masyarakat hanya melihat bahwa nilai tambah dari

BMT adalah lebih halal dan selamat, lebih menjanjikan untuk kebaikan akhirat,

dan juga lebih berorientasi pada menolong antar sesama dibandingkan dengan

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

96 | P a g e

Lembaga keuangan konvensional. Hal tersebut memang benar, namun BMT juga

memiliki keuntungan duniawi karena produk-produknya tidak kalah bersaing

dengan bank-bank konvensional dan bagi hasil yang ditawarkan juga tidak kalah

menguntungkan dibandingkan dengan bunga. Selain itu BMT memiliki tantangan

dari sisi pemahaman sebagian masyarakat yang masih rendah terhadap

operasional lembaga ini. Mereka secara sederhana beranggapan bahwa dengan

tidak dijalankannya sistem bunga, BMT tidak akan memperoleh pendapatan.

Konsekuensinya adalah BMT akan sulit untuk survive.

B. Kajian Teori

B.1. Pengetahuan Konsumen

Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu

knowledge. Dalam Encyclopedia of Phisolophy dijelaskan bahwa definisi

pengetahuan adalah kepercayaan yang benar.

Sedangkan secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi

tentang pengetahuan. Menurut Sidi Gazalba (1992: 4) pengetahuan adalah apa

yang diketahuai atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil

dari kenal, sadar, lnsaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik

atau isi pikiran.

Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah

proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya

sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui

(objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu

menyusun yang di ketahui pada dirinya sendiri yang di ketahui aktif.

Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen

mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang

terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan

fungsinya sebagia konsumen.108

Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan ciri khas

manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan

108 Mowen dan Minor, 2008, Perilaku Konsumen (Jakarta. Erlangga), hlm. 106.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

97 | P a g e

pengetahuannya secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan

namun pengetahuan ini hanya terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival).

Pengetahuan manusia mampu berkembang disebabkan dua hal utama

yakni pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan

informasi dan jalan fikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang

menyebabkan manusia mampu menegembangkan pengetahuannya dengan cepat

dan mantap adalah kemampuan berfikir mrnurut satu alur kerangka berfikir

tertentu.109 Jujun S. Suriasumantri (1998 : 40).

Menurut Engel et al, seperti yang dikutip oleh Muhammad Syafi’i Antonio

membagi pengetahuan konsumen kedalam tiga pengetahuan yaitu pengetahuan

produk, pengetahuan pembelian dan pengetahuan pemakaian.

1. Sistem Syariah

Islam di rancang sebagai rahmat untuk seluruh umat, untuk menjadikan

kehidupan lebih sejahtera dan lebih bernilai, tidak miskin juga tidak menderita.

“Dan, tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmad bagi

semesta alam. (Q.S. Al-Anbiya’: 107)

Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and

Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan

membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai

dengan syariah dalam sistem ekonominya.

Sistem syariah merupakan suatu sistem yang komperhensif, artinya

merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual ibadah ataupun sosial muamalah.

Sistem syariah juga bersifat universal artinya dapat di terapkan dari waktu dan

tempat sampai hari akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas pada bidang

muamalah. Selain mempunyai cakupan yang luas dan flexibel muamalah juga

tidak membeda bedakan antara muslim dan nonmuslim.

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi

kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan

muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi

Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam

109 Jujun S. Suriasumantri, 1998, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan), hlm. 40.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

98 | P a g e

guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh

alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa.

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-

prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an

dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum

Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya

sedikit tentang sistem ekonomi Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan

diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-

luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan

empat sifat, antara lain:

1. Kesatuan (unity)

2. Keseimbangan (equilibrium)

3. Kebebasan (free will)

4. Tanggung jawab (responsibility)

Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat

individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah

semata, dan manusia adalah kepercayaan-Nya di bumi. Di dalam menjalankan

kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi

bahasa berarti kelebihan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba

dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu

mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imraan: 130)

Salah satu solusi penerapan sistem syariah dalam kehidupan berekonomi

adalah penerapan sistem bagi hasil (profit sharing). Profit dalam kamus ekonomi

diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing diartikan "distribusi

beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu Perusahaan". Menurut Antonio

Syafi’i (2001: 90) bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam

perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul

maal) dan pengelola (Mudharib).

Secara umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat

dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al

muzara’ah, dan al musaqolah. Sungguhpun demikian prinsip yang paling banyak

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

99 | P a g e

dipakai adalah al musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al

musaqolah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan

pertanian untuk beberapa Bank Islam. Antonio Syafi’i (2011 : 90).

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian

atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut

diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara

kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah

merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan

syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih

dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil

antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi

dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya

unsur paksaan.

2. Baitul Mal Wa At-Tamwil (BMT)

a. Pengertian BMT

Baitul maal wattamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari

dua istilah yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah

kepada usaha usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti

zakat infaq dan sedekah. Adapun baitul tanwil sebagai usaha pengumpulan dan

penyaluran dana komersial. Usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari BMT, sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil

dengan berlandaskan Islam. Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk

memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank islam

atau BPR Islam. Prinsip oprasional BMT di dasarkan atas prinsip bagi hasil jual

beli, dan titipan.110

b. Fungsi Baitul Mal Wa At-Tamwil (BMT)

Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi sebagai berikut:

110 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2010, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan

Praktis (Jakarta: Kencana), hlm. 365.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

100 | P a g e

1. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan

mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota,

kelompok anggota muamalat (pokusma) dan daerah kerjanya.

2. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih

profesional dan Islami, sehingga semakin utuh dan tangguh dalam

menghadapi persaingan modal.

3. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan anggota.

4. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara agninya sebagai

shohibul maal dengan du’afa sebagai mudhorib, terutama untuk dana-dana

sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah, dll.

Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik dana

(shohibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna

dana (mudhorib) untuk pengembangan usaha produktif.

c. Akad dan Produk BMT

Dalam menjalankan usahanya, berbagai akad yang ada pada BMT mirip

dengan akad yang ada pada bank pembiaayan rakyat Islam. Adapun akad- akad

tersebut adalah pada sistem oprasional BMT, pemilik dana menanamkan uangnya

di BMT tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka

mendapatkan keuntungan bagi hasil. Produk penghimpunan dana lembaga

keuangan Islam adalah ( Himpunan Fatwa DSN-MUI):

1. Giro wadiah, adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. Dana

nasabah dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap saat nasabah berhak

mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan

dana giro oleh BMT. Besarnya bonus tidak di terapkan dimuka tetapi benar-

benar merupakan kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian nominalnya di

upayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif.( Fatwa DSN-MUI No.

01/ DSN-MUI/IV/2000)

2. Tabungan mudharabah, dana yang di simpan nasabah akan dikelola oleh BMT,

untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah

berdasarkan kesepakatan nasabah. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal dan

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

101 | P a g e

lembaga keuangan Islam bertindak sebagai mudharib. (Fatwa DSN-MUI No.

02/ DSN-MUI/IV/2000)

3. Deposito mudarabah, BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak

bertentangan dengan Islam dan mengembangkannya. BMT bebas mengelola

dana(mudarabah mutaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan

nasabah sebagai shahibul mal. Ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk

usaha tertentu. Nasabah memberi batasan penggunaan dana untuk jenis dan

tempat tertentu. Jenis ini di sebut mudharabah muqayyadah. (Fatwa DSN-MUI

No. 03/ DSN-MUI/IV/2000)

3. Keputusan Konsumen

a. Konsep Keputusan

Hampir semua penulis mendevinisikan keputusan sebagai suatu

pemilihan tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Kotler dan Keller (2007)

menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses psikologis

dasar yang memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen

secara aktual mengambil keputusan pembelian.

Bila ditinjau dari alternatif yang di cari sebetulnya dalam proses

pengambilan keputusan konsumen harus melakukan pemecahan masalah .

masalah itu timbul dari kebutuhan dan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan

itu dengan komsumsi produk atau jasa yang sesuai. Pemecahan masalah ini

memiliki tiga tingkatan :

a. Pemecahan masalah yang berdasarkan respon yang rutin.

b. Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit-belit (terbatas).

c. Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati hati dan

penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang insentif)

b. Analisa Pengambilan Keputusan Konsumen

Ada empat sudut pandang pengambilan keputusan konsumen.

1. Sudut pandang ekonomis

Pandangan ini melihat konsumen sbagai orang yang membuat keputusan

secara rasional. Ini berarti konsumen harus mengetahui semua altrnatif produk

yang tersedia dan harus mampu membuat peringkat dari setiap alternatif, di lihat

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

102 | P a g e

dari kegunaan dan kerugiannya. Menurut para ahli ilmu sosial model economic

man ini tidak realistis, alasan yang mereka kemukakan adalah :

a. Manusia memiliki keterbatasan kemampuan, kebiasaan, dan gerak.

b. Manusia di batasi oleh nilai-nilai dan tujuan.

c. Manusia di batasi dengan pengetahuan yang mereka miliki.

2. Sudut pandang pasif

Sudut pandang ini berlawanan dengan sudut pandang ekonomis sudut

pandang ini menilai konsumen pada dasrnya pasrah dengan kepentingnny sendiri

dan menerima secara pasif usaha-usaha promosi dari para pemasar.kelemahan

pandangan ini adalah bahwa pandangan ini tidak mempertimbangkan kenyataan

bahwa konsumen memainkan peranan penting dalam setiap pembelian yang

mereka lakukan, baik dalam proses mencari informasi tentang berbagai alternatif

produk maupun dalam menyeleksi prduk yang dianggap akan memberikan

kepuasan besar.

3. Sudut pandang kognitif

Pandangan ini konsumen merupakan pengolah informasi yang senantiasa

mencari dan mengevaluasi tentang produk. Pengolahan informasi akan selalu

berujung pada pembentukan pilihan.

4. Sudut pandang emosional

Pandangan ini menekankan emosi sebagai pendorong utama konsumen

membeli suatu produk. Favoritisme merupakan salah satu bukti bahwa seseorang

berusaha mendapatkan produk favoritnya apapun yang terjadi.

Jadi, perasaan manusia dan suasana hati sangat berperan dalam

pembelian yang emosional, tetapi jangan sampai terperangkap pada anggapan

bahwa emosional man itu tidak rasional. Mendapatkan produk yang membuat

perasaanya lebih baik merupakan keputusan yang rasional.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen

Terdapat lima faktor internal yang relevan terhadap proses pengambilan

keputusan konsumen:

1. Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia

untuk mencapai tujuan tertentu.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

103 | P a g e

2. Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap

stimulus atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan

pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.

3. Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian yang ada dalam

diri seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan suatu

hal.

4. Integritas (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan.

Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan

mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan

membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.

d. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

1. Pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali masalah atau

kebutuhan, yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan

internal misalnya dorongan memenuhi rasa lapar, haus dan seks yang mencapai

ambang batas tertentu. Sedangkan rangsangan eksternal misalnya seseorang

melewati toko kue dan melihat roti yang segar dan hangat sehingga terangsang

rasa laparnya

2. Pencarian informasi.

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk

mencari informasi yang lebih banyak. Sumber informasi konsumen yaitu:

a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga dan kenalan.

b. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan dan penjualan.

c. Sumber publik: media massa dan organisasi penilai konsumen.

d. Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan dan menggunakan produk.

3. Evaluasi alternatif.

Konsumen memiliki sikap beragam dalam memandang atribut yang

relevan dan penting menurut manfaat yang mereka cari. Kumpulan keyakinan atas

merek tertentu membentuk citra merek, yang disaring melalui dampak persepsi

selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif.

4. Keputusan pembelian.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

104 | P a g e

Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-

merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Faktor sikap orang lain dan situasi

yang tidak dapat diantisipasi yang dapat mengubah niat pembelian termasuk

faktor-faktor penghambat pembelian. Dalam melaksanakan niat pembelian,

konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: keputusan merek,

keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu dan keputusan metode

pembayaran.

5. Perilaku pasca pembelian.

Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca

pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian, yang tujuan utamanya adalah

agar konsumen melakukan pembelian ulang.

C. Hasil dan Pembahasan

C.1. Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas dilakukan dengan bantuan

komputer program SPSS versi 16.0 yang bertujuan mengetahui setiap butir

pertanyaan yang diajukan kepada responden valid atau tidak, dengan syarat butir

pertanyaan atau pernyataan dalam penelitian harus memiliki koefisien > 0,3 untuk

sampel sebanyak 39, (Sugiyono, 2009 : 402).

Tabel 4.5

Hasil Uji Validitas

NO r Hitung Syarat Keterangan

Pengetahuan konsumen tentang sistem syariah (X)

1 0, 703 >0,316 Valid

2 0,361 >0,316 Valid

3 0,600 >0,316 Valid

4 0,592 >0,316 Valid

5 0,680 >0,316 Valid

6 0,563 >0,316 Valid

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

105 | P a g e

7 0,377 >0,316 Valid

8 0,391 >0,316 Valid

9 0,537 >0,316 Valid

10 0,553 >0,316 Valid

Tabel 4.6

Hasil Uji Validitas

No r Hitung Syarat Keterangan

Keputusan menjadi anggota (Y)

1 0,443 >0,316 Valid

2 0,504 >0,316 Valid

3 0,574 >0,316 Valid

4 0,622 >0,316 Valid

5 0,542 >0,316 Valid

6 0,587 >0,316 Valid

7 0,586 >0,316 Valid

8 0,626 >0,316 Valid

9 0,635 >0,316 Valid

10 0,500 >0,316 Valid

Berdasarkan olahan data tersebut pada tabel 4.5 dan 4.6 pengujian validitas

dapat disimpulkan bahwa semua item pernyataan dikatakan valid dan layak untuk

mengukur data penelitian karena r hitung > 0,316.

C.2. Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Spearman

Brown dengan Rtabel 5% dengan N = 39 Responden yakni 0,361, jika hasil uji

Reabilitas < 0,361 maka tidak reliable, tapi jika > 0,361 maka dikatakan reliable.

hasil reliabitilas dari masing-masing variabel sebagai berikut:

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

106 | P a g e

Tabel 2..2 Hasil Uji Reliabilitas

No. Variabel t Hitung t Tabel Keterangan

1

Pengetahuan

konsumen tentang

sistem syariah (X)

0,713 > 0,600 Reliabel

2 Keputusan menjadi

anggota (Y) 0,665 > 0,600 Reliabel

Sebagaimana dapat dilihat pada tabel diatas semua variabel memiliki nilai

>0,361. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa seluruh variabel dikatakan

reliable. Artinya kuesioner pada penelitian ini memiliki sifat dapat dipercaya.

C.3. Uji Asumsi Klasik

Dalam suatu persamaan regresn harus bersifat BLUE (Best Linier

Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak

boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi

beberapa asumsi dasar (Klasik), yaitu Berdasarkan hasil Uji Asumsi Klasnk

dengan alat bantu komputer yang menggunakan Program SPSS. 16.0. diperoleh

hasilnya sebagai berikut: (1). Uji Nomlalltas merupakan suatu alat uji yang

digunakan untuk menguji apakah dari vanabel-vanabel yang digunakan dalam

model regresi mempunyai distribusi normal atau tidak. (2). U|i Autokorelasi

bertujuan untuk menentukan apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi

antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t- 1.

Ghozali M (2006 : 61) (3). Uji Multikolinieritas bertjuan untuk menguji apakah

dalam persamaan regresi ditemukan adanya korelasi antara vanabel bebas.Model

regresi yang baik seharus nya tidak terjadi korelasi dlantara variabel bebas. (4).

Pengujian heteroskedaktisitas menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varian dan residual (kesalahan pengganggu) satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan

lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda dlsebut

heteroskedaktisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau

tidak terjadi heteroskedaktisitas.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

107 | P a g e

C.4. Analisis Uji Parsial

Pengujian secara parsial yang digunakan untuk mengu|i signifikansi

pengaruh variabel Pengetahuan konsumen tentang sistem syariah terhadap

Keputusan menjadi anggota. Hal ini ditunjukkan oleh persamaan regresi linier

berganda sebagai benkut :

Y = 19.240+0.483

t ...... ' 4.394

Sig ' 0,000

Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel Pengetahuan konsumen

tentang sistem syariah secara parsial berpengaruh terhadap Keputusan menjadi

anggota. Kondisi ini indikasikan dengan perolehan tingkat signifikansi variabel

bebas yang digunakan model penelitian tersebut masih dibawah 5%.

Dari persamaan regresi di atas dapat diuraikan sebagai berikut (1).

Konstanta (a) merupakan Intersep garis regresi dengan Y jika X = 0, yang

menunjukkan bahwa besarnya variabel independen yang digunakan dalam model

penerimaan sebesar konstanta tersebut. Besarnya nilai konstanta (a) adalah 19,240

menunjukkan bahwa jika variabel bebas yang terdiri dari pengetahuan konsumen

tentang sistem syariah tidak ada perubahan = 0, maka Keputusan menjadi anggota

sebesar 19,240. (2). Koefisien Regresi: pengetahuan konsumen tentang sistem

syariah (b.) 0,483, menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara

Pengetahuan konsumen tentang sistem syariah secara parsial berpengaruh

terhadap Keputusan menjadi anggota.

D. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal,

sebagai berikut :

1. BMT Nusya Balen dalam oprasionalnya telah menerapkan sistem syariah,

dengan berbagai produk yang berlandaskan sistem syariah. Salah satunya

melalui produk tabungan mudharabah, dana yang di simpan nasabah akan

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

108 | P a g e

dikelola oleh BMT, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan

diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah. Nasabah

bertindak sebagai shahibul mal dan lembaga keuangan islam bertindak

sebagai mudharib. (Fatwa DSN-MUI No. 02/ DSN-MUI/IV/2000).

2. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis peroleh, pengetahua konsumen

tentang sistem syariah yang di terapkan oleh BMT Nusya Balen sudah cukup

baik, dengan pemahaman tentang produk dan akad yang ada pada BMT

Nusya Balen.

3. Besarnya koefesien determinasi menunjukkan bahwa pengaruh variabel

independen (pengetahuan konsumen tentang sistem syariah) terhadap variabel

dependen (keputusan menjadi anggota), dan hasilnya sebesar 0,343 atau

34,3%, sedangkan sisanya 65,7% (100% - 34,3%) dipengaruhi oleh faktor lain

diluar model ini. Berdasarkan uji t pada variabel, t hitung lebih besar dari t

tabel, Hal ini merupakan bukti terjadinya penolakan H0 dan penerimaan Ha.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menjadi anggota.

Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan dari penelitian ini adalah:

a. Meningkatkan pengetahuan para pegawai BMT Nusya Balen tentang sistem

syariah yang sesuai dengan hukum islam.

b. Meningkatkan promosi produk-produk terbaru yang di miliki. Sehingga

anggota tidak akan bosan dengan BMT tersebut.

c. Untuk lebih meningkatkan pengetahuan konsumen tentang sistem syariah,

maka pegawai BMT Nusya Balen harus meningkatkan promosinya dengan

mengedepankan mengenai keuntungan yang akan di peroleh konsumen

ketika menjadi anggota.

d. Hasil penelitian ini sekiranya dapat dijadikan acuan bagi penelitian lain

untuk mengembangkan maupun mengoreksi dan melakukan perbaikan

seperlunya.

Daftar Pustaka

Amsal Bakhtiar. 2011. Filsafat Ilmu, Jakarta; PT. Rajagrafindo Persada.

Jurnal Attanwir Vol. 5 No. 1 April 2016

109 | P a g e

Antonio Muhammad Syafi'i. 2001. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta;

Gema Insani Press.

Heri Sudarsono. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan

Ilistrasi. Yogyakarta: Ekonisia.

http://foreksunisma.blogspot.com/2012/02/fatwa-dsn-mui.html

Ismail. 2011. Perbankan Syariah, Jakarta; Kencana Prenada Media Group.

Jujun S. Suriasumantri. 1998. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan

Kasmir. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta; PT. Rajagrafindo

Persada.

Loren Bagus, 1996. Kamus Filsafat, Jakarta; Gramedia.

Mowen dan Minor. 2008. Perilaku Konsumen. Jakarta. Erlangga.

Nurul Huda dan Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan

Teoritis dan Praktis. Jakarta; Kencana.

Prasetijo Ristiani dan John J.O.I Ihalauw. 2007. Prilaku Konsumen. Yogyakarta;:

Andi.

S. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Sidi Gazalba.1992. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

Sugiyono. 2008. “Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. “Statistika untuk Penelitian”. Bandung : Alfabeta.

Sumardi Suryabrata. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.