anti jerawat 05530001

111
EKSTRAKSI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA TANIN PADA DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) (Kajian Variasi Pelarut) SKRIPSI Oleh : MASITHAH KHAIRUL UMMAH NIM: 05530001 JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010

Upload: maria-finit

Post on 25-Nov-2015

139 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • EKSTRAKSI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA TANIN PADA DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

    (Kajian Variasi Pelarut)

    SKRIPSI

    Oleh : MASITHAH KHAIRUL UMMAH

    NIM: 05530001

    JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

    2010

  • EKTRAKSI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA TANIN PADA DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

    (Kajian Variasi Pelarut)

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

    Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

    Oleh: Masithah Khairul Ummah

    NIM: 05530001

    JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

    2010

  • PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

    Nama : Masithah Khairul Ummah

    NIM : 0553001 Jurusan : Kimia

    Fakultas : Sains dan Teknologi Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

    pengambilalihan data, tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

    Apabila di kemudian hari terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai paraturan yang berlaku.

    Malang, 26 Januari 2010 Yang membuat pernyataan

    Masithah Khairul Ummah NIM. 05530001

  • EKSTRAKSI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA TANIN PADA DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

    (Kajian Variasi Pelarut)

    SKRIPSI

    Oleh: Masithah Khairul Ummah

    NIM: 05530001

    Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu

    Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

    Tanggal 2010

    Susunan Dewan Penguji : Tanda Tangan

    1. Penguji Utama : Rini Nafsiati Astuti, M.Pd NIP. 19750531 200312 2 003

    ( ................................. )

    2. Ketua Penguji : Eny Yulianti, M.Si NIP. 19760611 200501 2 006

    ( ................................. )

    3. Sekr. Penguji : Elok Kamilah Hayati, M.Si NIP. 19790620 200604 2 002

    ( ................................. )

    4. Anggota Penguji : Anton Prasetyo, M.Si NIP. 19770925 200604 1 003

    ( ................................. )

    Mengetahui dan Mengesahkan Ketua Jurusan Kimia

    Diana Candra Dewi, M.Si NIP. 19770720 200312 2 001

  • PERSEMBAHAN

    Alhamdulillaahirabbil'aalamiin

    Dengan senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,

    ku persembahkan buah karya ini untuk:

    Ayah dan Ibunda tercinta, Maswar, S.Pd dan Mastutik engkaulah guru pertama dalam

    hidupku yang telah mengasuhku dan banyak memberikan kasih sayang dengan jutaan kasih

    sesejuk embun pagi dan sesuci doa di malam hari, ananda haturkan terima kasih atas

    semuanya.

    Adikku tersayang Nasrul Haq Al-masbi terima kasih atas dukungan dan doa nya, sehingga

    kakak bisa terus berpacu dan termotivasi untuk mewujudkan cita-cita,belajarlah yang rajin

    Teruslah menjadi kebanggaan orang tua dan teruntuk Pendamping hidupku KELAK calon

    suamiku, imam dan ayah bagi putra-putriku.........

  • KATA PENGANTAR

    0000 !!!! $$ $$#### uu uu qqqq 9999 $$ $$#### mmmm 9999 $$ $$####

    Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan kemudahan yang selalu diberikan kepada hamba-Nya, sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dengan Variasi Pelarut sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains.

    Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama

    kepada: 1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Malang beserta stafnya,

    terima kasih atas fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN Malang. 2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc selaku Dekan Fakultas Sains

    dan Teknologi UIN Malang. 3. Diana Candra Dewi, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan

    Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 4. Elok Kamilah Hayati, M.Si Akyunul Jannah, S.Si, MP, Anton Prasetyo M.Si

    selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

    5. Rini Nafsiati Astuti selaku penguji utama dan Eny Yulianti, M.Si selaku ketua penguji

    6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah banyak memberikan ilmunya.

    7. Moh. Taufik, S.Si , M Kholid Al-Ayubi, Zulkarnain, S.Si selaku Laboran

    Kimia UIN Maliki Malang.

    8. Bapak dan ibuku yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan telah

    mengasuh, membesarkan dan membiayai baik materil maupun spirituil serta

  • mengalirkan doa-doanya untuk kebahagiaan putri tercintanya baik di dunia maupun di akhirat

    9. Adikku tersayang dan Seseorang yang istimewa dihati yang telah banyak dan selalu memberikan bantuan, dukungan, semangat dan doanya.

    10. Sheva, Erna, Lalu, Afifa dan Keluarga besar Simpang Gajayana 611 J yang telah memberikan bantuan, semangat dan keceriaan setiap waktu.

    11. Teman-temanku chemistry 05 (Aisy, Lailis, Warda, Halim, U_mi, Nur RA, Fajar, Ieza, Naily, Asri, Helmi) yang telah memberikan arahan, bantuan serta ilmunya dalam penelitian.

    12. Kakak-kakak dan adik-adik keluarga besar kimia terus semangat dan lanjutkan perjuangan.

    13. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis demi terselesainya skripsi

    ini.

    Akhir kata dengan jujur penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi lebih sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya dan semoga penulisan skripsi ini mendapatkan ridho dari Allah

    SWT. Amiin.

    Malang, Januari 2010

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ........................................................................ i DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

    DAFTAR TABEL ............................................................................. vi

    DAFTAR GAMBAR.........................................................................vii

    DAFTAR LAMPIRAN......................................................................vii

    ABSTRAK ........................................................................................ ix

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 6 1.3 Tujuan........................................................................................... 6 1.4 Batasan Masalah ........................................................................... 6 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 8 2.1 Tanaman Belimbing Wuluh Perspektif Islam ................................ 9 2.2 Sejarah Penggunaan Tumbuhan Sebagai Obat .............................. 11 2.3 Tanaman Belimbing Wuluh Perspektif Ilmu Pengetahuan ............ 14

    2.3.1 Kandungan Kimia Daun Belimbing Wuluh ............................... 16 2.3.2 Manfaat Belimbing Wuluh ........................................................ 17 2.4 Senyawa Metabolit Primer dan Sekunder .................................... 17 2.5 Senyawa Tanin............................................................................. 18 2.6 Pemisahan Senyawa Tanin ........................................................... 21 2.6.1 Ekstraksi Senyawa Tanin .......................................................... 21 2.6.1.1 Ekstraksi Tanin dengan Metode Maserasi............................... 23 2.6.2 Identifikasi Senyawa Tanin ....................................................... 25 2.6.2.1 Uji Fitokimia.......................................................................... 25 2.6.2.2 Identifikasi dengan Kromatografi ........................................... 26 2.6.3 Penentuan Kadar Tanin ............................................................. 27

  • 2.6.3.1 Penentuan Kadar Tanin dengan Metode Lowenthah-Procter... 27 2.6.3.2 Penentuan Kadar Tanin dengan Metode Spektrofometer........ 28 2.6.3.3 Penentuan Kadar Tanin dengan Metode Stiansy Test.............. 29 2.7 Antibakteri................................................................................... 30

    2.7.1 Tanin Sebagai Antibakteri ......................................................... 33 2.7.2 Mekanisme Penghambatan Antibakteri ..................................... 37

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 39 3.1 Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 39 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 39 3.2.1 Alat ........................................................................................... 39 3.2.2 Bahan........................................................................................ 39 3.3 Rancangan Penelitian ................................................................... 40 3.4 Tahapan Penelitian....................................................................... 40

    3.5 Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 41 3.5.1 Preparasi Sampel....................................................................... 41 3.5.2 Ekstraksi Tanin dengan Metode Maserasi.................................. 41 3.5.3 Uji Tanin................................................................................... 41 3.5.4 Uji Kadar Tanin Metode Lowenthal-Procter.............................. 42 3.5.5 Uji Antibakteri .......................................................................... 43 3.5.5.1 Sterilisasi Alat........................................................................ 43 3.5.5.2 Pembuatan Media................................................................... 43 3.5.5.3 Peremajaan Biakan Murni ...................................................... 44 3.5.5.4 Pembuatan Biakan Aktif......................................................... 44 3.5.5.5 Uji Antibakteri ....................................................................... 44 3.6 Analisis Data................................................................................ 45

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 46 4.1 Preparasi Sampel Daun Belimbing Wuluh.................................... 46 4.2 Ekstraksi Senyawa Tanin ............................................................. 47 4.3 Uji Fitokimia Senyawa Tanin....................................................... 50

  • 4.3.1 Uji Fitokimia Senyawa Tanin dengan Menggunakan FeCl3 ...........51 4.3.2 Uji Fitokimia Senyawa Tanin dengan Menggunakan Larutan Gelatin ...................................................................................... 52 4.3.3 Uji Fitokimia Senyawa Tanin dengan Menggunakan Formalin : HCl .......................................................................... 54 4.4 Uji Kuantitatif Senyawa Tanin dengan Metode Lowenthal-procter 56 4.5 Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin Berdasarkan Pelarut Terbaik ........................................................................................ 59 4.7 Hasil Penelitian tentang Pemanfaatan Tanin dalam Daun Belimbing

    Wuluh dalam Prespektif Islam........................................................67

    BAB V KESIMPULAN DAN SARA ................................................ 70 5.1 Kesimpulan.................................................................................. 70 5.2 Saran............................................................................................ 70

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 71 LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................. 76

  • DAFTAR TABEL

    2.1 Tetapan dielektrikum pelarut ....................................................25 2.2 Nilai Rf dari Beberapa ekstrak daun jambu biji........................27 2.3 Perbedaan susunan dinding sel bakteri Gram positif dan negatif.33

    2.4 Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin ........................................36 4.1 Warna filtrat dari masing-masing pelarut..................................48 4.2 Warna fase air dari masing-masing Pelarut ...............................49 4.3 Hasil uji fitokimia ekstrak tanin menggunakan FeCl3 ...............52 4.4 Hasil uji fitokimia ekstrak tanin menggunakan larutan gelatin ..54 4.5 Hasil uji fitokimia ekstrak tanin menggunakan Formalin : HCl.55 4.6 Hasil uji kuantitatif senyawa tanin dengan metode Lowenthal

    Procter .....................................................................................58 4.7 Data zona hambat senyawa tanin ekstrak daun belimbing wuluh

    sebagai antibakteri S. aureus ....................................................62 4.8 Data zona hambat senyawa tanin ekstrak daun belimbing wuluh

    sebagai antibakteri E. coli...................................................... 62

  • DAFTAR GAMBAR

    2.1 Daun Muda Belimbing Wuluh.....................................................15 2.2 Struktur Senyawa Tanin ..............................................................18

    4.1 Reaksi dugaan antra gugus fenol pada tanin dengan FeCl3...........51 4.2 Reaksi dugaaan antara gugus fenol pada tanin dengan gugus protein pada gelatin ....................................................................53 4.3 Reaksi dugaaan terjadinya ikatan hidrogen gugus fenol pada tanin

    dengan protein.............................................................................64

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Skema Kerja ...................................................................76 Lampiran 2. Perhitungan, Pembuatan Reagen dan Larutan ..................81 Lampiran 3. Perhitungan Kekuatan Cakram........................................81

    Lampiran 4. Ukuran Daerah dan Interpretasinya untuk Kemoterapeutik yang sering Digunakan .................................................... 84

    Lampiran 5. Perhitungan Kadar Tanin Metode Lowenthal Procter ......85 Lampiran 6. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh

    dengan Pelarut Terbaik .....................................................87 Lampiran 7. Uji Statistik......................................................................89 Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian....................................................93

  • ABSTRAK

    Ummah, M.K. 2010. Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L) KajianVariasi Pelarut. Pembimbing :Elok Kamilah Hayati, M.Si . Pembimbing Pendamping : Anton Prasetyo, M.Si

    Kata Kunci : Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L), Tanin, Antibakteri

    Penggunaan antibakteri sintetik atau pengawet sintetik pada makanan seperti penambahan formalin jika dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan penyakit, adanya fenomena di atas mendorong manusia untuk mencari solusi yang terbaik bagi kesehatan. Solusi yang dilakukan adalah mencari alternatif pengganti antibakteri sintetis dengan menggunakan antibakteri alami yang dapat diperoleh dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan bahan alam sebagai antibakteri alami. Penelitian ini ingin mengetahui bahwa senyawa tanin yang diduga terdapat dalam daun belimbing wuluh dapat menghambat bakteri S. aureus dan E. coli.

    Penelitian ini meliputi ekstraksi yang dilakukan dengan metode maserasi menggunakan 4 jenis pelarut yang berbeda yaitu air hangat, metanol, etanol, dan Aseton:air (7:3). Penentuan pelarut terbaik hasil ekstraksi adalah dengan menggunakan metode Lowenthal-Procter Uji efektifitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri S. aureus dan E. coli menggunakan metode difusi cakram dengan konsentrasi ekstrak 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, dan 400 mg/mL. Hasil penelitiaan menunjukkan bahwa berdasarkan uji fitokimia daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin. Pelarut terbaik yang dapat mengekstrak tanin dengan kadar tertinggi adalah Aseton:air (7:3). Hasil perhitungan zona hambat ekstrak tanin dari pelarut terbaik terhadap bakteri S. aureus pada konsentrasi 50 mg/ml:6,1 mm, 100 mg/ml:6,3mm, 150 mg/ml:7,1mm, 200 mg/ml:10,67 mm, 250 mg/ml:11,6 mm, 300 mg/ml:13,5 mm, 350 mg/ml:14,16 mm, dan 400 mg/ml:15,1 mm. Nilai zona hambat untuk E. coli pada konsentrasi 50 mg/ml:7,4 mm, 100 mg/ml:9,7 mm, 150 mg/ml:11,2 mm, 200 mg/ml:12,6 mm, 250 mg/ml:13 mm, 300 mg/ml:13,9 mm, 350 mg/ml:14,2, dan 400 mg/ml:15,27 mm. Konsentrasi terbaik untuk kedua bakteri adalah 400 mg/ml, dan berdasarkan hasil zona hambat yang terbentuk bahwa senyawa tanin bersifat resisiten terhadap kedua bakteri uji.

  • ABSTRACT

    Ummah, M.K. 2010 The Extraction and Antibacterial Activity Examination of Tannin compound at Averrhoa bilimbi L. Leaves (Solvent Variation Study)

    Key words: Averrhoa bilimbi . L leaves, Tannin, Antibacterial

    The usage of synthetic antibacterial or preservative synthetic food likes formaline addition, if it is consumed continually, it will cause diseases, the phenomenon above make the people it finding the best solution for health. The solution done is finding the substitution alternative of synthetic antibacterial by using of antibacterial of plant. This research intents to utilize the natural material as the natural antibacterial. The objective of this research is to know that tannin compound which is probably available in averrhoa bilimbi L leaves constrain bacteria S. aureus and E. coli .

    This research cover the extraction done by maceration method using different 4 dissolving types which are water, methanol, ethanol, and aceton :water (7:3 ). The best dissolving determination of the extraction result is by using of Lowenthal Procter method. The antibacterial activity test is done to bacteria S. aureus and E. coli using the disk diffusion method by concentration extract 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, and 400 mg / mL. The result of experiment based on the fitokimia test of averrhoa bilimbi L leaves contain of tannin compound. The best dissolving that can extract tannin by extract aceton :water (7:3 ) as highest concentration. The result showed that all concentration of averrhoa bilimbi L extract with acetone : water (7:3) influenced the zone of inhibition. The Zone of inhibition result constrain the tannin extract of the best dissolving to bacteria S. aureus on concentration 50 mg / ml:6,1 mm, 100 mg / ml:6,3mm, 150 mg / ml:7,1mm, 200 mg / ml:10,67 mm, 250 mg / ml:11,6 mm, 300 mg / ml:13,5 mm, 350 mg / ml:14,16 mm, and 400 mg / ml:15,1 mm. Zone of inhibition constrains to E. coli on concentration 50 mg / ml:7,4 mm, 100 mg / ml:9,7 mm, 150 mg / ml:11,2 mm, 200 mg / ml:12,6 mm, 250 mg / ml:13 mm, 300 mg / ml:13,9 mm, 350 mg / ml:14,2, and 400 mg / ml:15,27 mm. The best concentration for both bacteria is 400 mg / ml, and bases on zone of inhibition result that was formed can be stated that tannin compound gets resistance to bacteria S. aureus and E. coli

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin

    memperjelas peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan

    baku obat. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit

    primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, yang bukan

    merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih

    sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisma. Kandungan senyawa

    metabolit sekunder telah terbukti bekerja sebagai derivat antikanker, antibakteri

    dan antioksidan, antara lain adalah golongan alkaloid, tanin, golongan polifenol

    dan turunanya.

    Indonesia yang beriklim tropis memiliki aneka ragam tumbuhan, dan

    beberapa tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional. Senyawa

    metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan selain sebagai obat tradisional

    juga dapat digunakan sebagai antibakteri dan pengawet alami. Penggunaan

    antibakteri sintetik atau pengawet sintetik pada makanan seperti penambahan

    formalin jika dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan penyakit.

    Adanya fenomena di atas mendorong manusia untuk mencari solusi yang terbaik

    bagi kesehatan. Solusi yang dilakukan adalah mencari alternatif pengganti

    antibakteri sintetis dengan menggunakan antibakteri alami yang dapat diperoleh

    dari tanaman.

  • Keanekaragaman tumbuhan yang dimiliki Indonesia merupakan salah satu

    nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita, sehingga kita patut bersyukur dan

    memanfaatkanya dengan baik, didalam firmannya Allah telah menjelaskan dalam

    surat Al-anam ayat 99

    u % !$# ttr& z !$y 9 $# [!$ t $ o_tzr' s / |N$t7t e . & x $ o _tzr' s #Zyz l $ {6ym $Y6 2#u tI zu 9$# $y = s # u % u #y ;M y_u i

    5>$ o r& t G 9$#u t$ 9$# u $Y6 oK uxu >7t tF 3 (# $# 4 n< ) y rO !#s) tyO r& tu 4 ) 39 s ;MtU 5 s)j9 t

    Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.

    Ayat diatas menjelaskan bagaimana buah diciptakan dan berkembang pada fase

    yang berbeda-beda sehingga sampai pada fase kematangan secara sempurna, dan

    berbagai unsur yang beraneka ragam didalamnya yang salah satunya dapat kita

    manfaatkan sebagai obat tradisional dan senyawa antibakteri, dalam Q.S Asyuara

    ayat 7 Allah berfirman:

    s9 ur& (#tt n

  • Shihab (2002) menjelaskan bahwa Allah menembuhkan dari berbagai

    macam tumbuhan yang baik, yaitu subur dan bermanfaat seperti halnya daun

    belimbing wuluh yang dapat digunakan sebagai peneurun panas, serta antibakteri

    karena memliki kandungan senyawa tanin. Ayat diatas juga menjelaskan

    bahwasanya Allah menciptakan berbagai jenis tumbuhan dibumi ini, dan semua

    itu tiada yang sia-sia, oleh sebab itu manusia yang telah dibekali akal oleh Allah

    mempunyai kewajiban untuk memikirkan, mengkaji serta meneliti apa-apa yang

    telah Allah berikan untuk kita. Banyak hasil penelitian yang menyebutkan potensi

    suatu tanaman dalam mengobati penyakit tertentu ataupun sebagai antibakteri dan

    salah satu bahan alam yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional adalah

    belimbing wuluh (Averhoa bilimbi L).

    Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) merupakan salah satu jenis

    tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini banyak

    dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik,

    gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat, diare sampai tekanan

    darah tinggi (Wijayakusuma, 2006) bagian tanaman yang sering digunakan

    sebagai obat adalah buah dan daunnya.

    Kandungan senyawa aktif dalam daun belimbing wuluh adalah tanin,

    sulfur, asam format, dan flavonoid (Wijayakusuma, 2006). Senyawa metabolit

    sekunder pada tumbuhan misalkan flavonoid, tanin dan saponin berdasarkan

    beberapa hasil penelitian diduga mempunyai kemampuan untuk menghambat

    pertumbuhan bakteri, di dalam daun belimbing wuluh mengandung senyawa

    metabolit sekunder yaitu flavonoid dan tanin sehingga dapat diduga senyawa aktif

  • tersebut dapat digunakan sebagai antibakteri. Penggunaan daun belimbing wuluh

    sebagai antibakteri misalnya sebagai pengawet alami sangat efisien karena

    jumlahnya melimpah, tanaman ini juga sangat mudah didapatkan .

    Tanin dapat digunakan sebagai antibakteri karena mempunyai gugus fenol,

    sehingga tanin mempunyai sifat-sifat seperti alkohol yaitu bersifat antiseptik yang

    dapat digunakan sebagai komponen antimikroba. Abiyasa (2008) menyebutkan

    kemampuan senyawa tanin yang terkandung dalam rebusan daun jambu biji dapat

    menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (E. coli) dan Staphylococcus

    aureus (S. aureus). Konsentrasi ekstrak 2% pada daun jambu biji 2% dapat

    menghambat pertumbuhan S. aureus, sedangkan pada konsentrasi ekstrak 10%

    dapat menghambat pertumbuhan E. coli dan hasil penelitian Min (2008)

    menunjukkan bahwa ekstrak tanin pada tanaman Sericea lespedeza dapat

    menghambat bakteri S. aureus dan E. coli pada konsentrasi minimum 50 mg/ml.

    Tanin merupakan senyawa yang dapat mengikat dan mengendapkan

    protein berlebih dalam tubuh. Pada bidang pengobatan tanin digunakan sebagai

    obat diare, hemostatik (menghentikan pendarahan), dan wasir (Naim, 2004).

    Siswantoro (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tanin yang terdapat

    dalam tanaman dapat digunakan untuk membunuh bakteri baik pada

    Streptococcus pyogenes maupun Pasteurella multocida secara in vitro. Tanin

    merupakan zat kimia yang terdapat dalam tanaman yang memiliki kemampuan

    menghambat sintesis dinding sel bakteri dan sintesis protein sel kuman gram

    positif maupun gram negatif.

  • Efektivitas antibakteri senyawa tanin yang terdapat dalam tumbuhan

    misalnya daun jambu biji salah satunya dipengaruhi oleh konsentrasi tanin.

    Semakin tinggi kadar tanin aktivitas antibakteri akan meningkat. Berdasarkan

    hasil penelitiaan Zulaekah (2005) menunjukkan bahwa semakin tinggi

    konsentrasi tanin pada ekstrak daun teh yang digunakan pada pembuatan telur

    asinan menghasilkan telur asin rebus dengan jumlah total bakteri paling sedikit.

    Hasil penelitian Faharani (2008) menunjukkan bahwa ekstrak air daun

    belimbing wuluh memliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap S. aereus pada

    konsenrasi 40%, sedangkan pada E. coli hasil ekstrak tidak menunjukkan aktivitas

    penghambat pada konsentrasi 40% dan senyawa aktif yang diduga memiliki

    aktivitas antibakteri adalah flavonoid, tanin dan saponin, dan belum ada penelitian

    tentang apakah senyawa tanin pada daun belimbing wuluh dapat digunakan

    sebagai antibakteri. Daun belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah daun yang masih muda karena dimungkinkan senyawa tanin banyak

    terdapat dalam daun muda. Menurut Harborne (1987) daun muda lebih rentang

    dari hama daripada daun tua karena kandungan senyawa tanin pada daun muda

    lebih banyak dari pada daun tua, hal ini dikarenakan pada daun tua sebagian telah

    mengalami oksidasi sehingga dalam penelitian ini digunakan daun belimbing

    wuluh yang masih muda.

    Pada penelitian ini akan ditekankan untuk mengetahui potensi senyawa

    tanin yang terdapat dalam daun belimbing wuluh yang diduga mempunyai

    kemampuan sebagai antibakteri. Pemisahan senyawa tanin salah satunya

    dipengaruhi oleh pelarut, sehingga dalam penelitiaan ini digunakan variasi pelarut

  • dan pelarut yang digunakan adalah pelarut yang bersifat polar kerena tanin

    merupkan senyawa polar. Pemilihan metode aktivitas tanin yang diekstrak dengan

    pelarut yang berbeda adalah untuk mengetahui pelarut yang dapat mengekstrak

    tanin dengan kadar tertinggi yang selanjutnya diuji aktivitas antibakterinya

    terhadap S. aureus dan E. coli.

    1.1 Rumusan Masalah

    1. Pelarut apa yang terbaik untuk memperoleh ekstrak dengan kadar tanin

    tertinggi pada daun belimbing wuluh ?

    2. Berapa nilai konsentrasi penghambatan optimum senyawa tanin sebagai

    senyawa antibakteri dengan pelarut terbaik ?

    1.2 Tujuan

    1. Mengetahui pelarut terbaik untuk memperoleh ekstrak tanin dengan kadar

    tertinggi pada daun belimbing wuluh.

    2. Mengetahui nilai konsentrasi optimum penghambatannya sebagai senyawa

    antibakteri dengan pelarut terpilih.

    1.4 Batasan Masalah

    1. Daun belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah daun

    yang masih muda yang diperoleh dari daerah paiton probolinggo

  • 2. Uji antibakteri dilakukan secara in vitro terhadap bakteri S. aureus dan E. coli

    yang diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UIN Maulana Malik Ibrahim

    Malang.

    3. Penentuan kadar tanin dengan menggunakan metode Lowenthal-Procter.

    1.5 Manfaat Penelitiaan

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada

    masyarakat yang petama adalah memberikan informasi tentang pemisahan

    senyawa tanin dengan ekstraksi maserasi dan pelarut yang digunakan untuk

    menghasilkan ekstrak tanin dengan kadar tertinggi. Manfaat yang kedua adalah

    mengenai pemanfaatan senyawa tanin pada daun belimbing wuluh sebagai

    antibakteri sehingga dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan dan

    pengawet alami.

  • BAB II

    TINJAUN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Belimbing Wuluh dalam Perspektif Islam

    Banyak jenis tumbuhan yang mampu tumbuh di bumi dengan adanya air

    hujan, yang tergolong dalam tumbuhan tingkat rendah yaitu tumbuhan yang tidak

    jelas bagian akar, batang dan daunnya. Golongan selanjutnya lebih mengalami

    perkembangan adalah tumbuhan tingkat tinggi yaitu tumbuhan yang bisa

    dibedakan secara jelas bagian daun, batang dan akarnya (Savitri, 2008). Hal ini

    telah dijelaskan dalam firman Allah dalam QS Thaha : 53

    % !$# y y_ 3s9 u F{$# #Y t y7 n= yu 3s9 $p W7 tt r&u z !$ y 9$# [ !$ t $ o _tz r's / %[` u r& i ;N$t7 4L x

    Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.

    Tanaman belimbing wuluh merupakan tumbuhan yang dengan nyata

    memperlihatkan differensiasi dalam tiga bagian pokok yaitu: akar, batang dan

    daun. Bagian tanaman ini yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah bagian

    daun, buah, akar dan batangnya, tercantum dalam QS. As-Syuara : 7

    s9 ur& (#tt n

  • Tumbuhan yang baik dalam hal ini adalah tumbuhan yang bermanfaat bagi

    makhluk hidup, termasuk tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengobatan.

    Tumbuhan yang bermacam-macam jenisnya dapat digunakan sebagai obat

    berbagai penyakit, dan hal ini merupakan anugerah Allah swt yang harus

    dipelajari dan harus dimanfaatkan seperti disebutkan dalam dalam QS. Al-

    Qashash : 57

    (# 9$s% u ) 6K 3y ;$# y7 y t # y tG !$u r& 4 s9 ur& j3y 9 $ tym $ Y#u #t

  • Tumbuhan mengandung banyak vitamin dan mineral serta unsur-unsur

    alami lainnya yang memungkinkan bagi tubuh untuk menyerapnya. Tumbuhan

    juga mengandung sejumlah unsur non-mineral atau semi-mineral, misalnya

    oksigen, sulfat (garam asam belerang), yodium, nitrogen, arsenic (racun

    pembunuh serangga), fosfor, selenium, karbon, di samping sejumlah bahan

    mineral penting lain seperti kalsium, sodium, magnesium, besi dan cobalt

    (Rahman, 2000).

    Daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin, saponin dan flavonoid

    yang dapat digunakan sebagai antibakteri, penurun panas dan obat batuk. Al-

    Quran banyak menyebutkan tentang tumbuh-tumbuhan untuk dimanfaatkan oleh

    manusia. Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. Al-An'am ayat 141:

    u u % !$# r' tr& ;M y_ ;Mx uxu ;Mxt 9$#u t9$#u $ > =tF & # 2& G 9$#u $ 9 $#u $\ : t tF ux u 77t tF 4 (# =2 y rO !#s) tyO r& (# ?#u u ) ym u t $| ym ( u (# @ 4 ) =t 9$#

    "Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa dan tidak sama. Makanlah dari buahnya bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya; dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan" (Q.S. Al-Anam:141).

    2.2 Sejarah Penggunaan Tumbuhan Sebagai Obat

    Pengobatan dari Nabi SAW memang berbeda dengan ilmu medis para

    dokter pada umumnya. Pengobatan Nabi bersifat pasti dan absolut serta bernilai

    kedokteran Ilahi, berasal dari wahyu dari lentera kenabian serta kesempurnaan

  • intelegensi. Rasulullah SAW pernah menyebutkan bahwa tumbuhan herbal baik

    untuk digunakan sebagai obat . Tumbuhan herbal merupakan tumbuhan obat yang

    memang sangat berguna untuk membuang lemak dan racun-racun dalam tubuh

    manusia. Produk tumbuhan herbal banyak digunakan oleh kedokteran untuk

    mengurangi lemak berlebih penyebab obesitas dan menyembuhkan berbagai

    penyakit (Barazing, 2007).

    Beberapa tumbuhan herba yang sering digunakan oleh Rasulullah SAW

    untuk menyembuhkan beberapa penyakit antara lain madu, jintan hitam, air

    mawar, cuka buah, kurma, delima, bawang putih dan berbagai jenis makanan

    lainnya.

    a) Ajwa (Kurma Ajwa)

    Kurma adalah buah, makanan, obat, minuman sekaligus gula-gula. Kurma

    dapat menguatkan lever, melunakkan buang air besar, menyembuhkan radang

    tenggorokan, dan menambah stamina bila dicampur dengan kayu cemara, dalam

    Shahih Al-Bukhari dan Muslim diriwayatkan hadist Saad bin Abi Waqqash, dari

    Nabi SAW bersabda :

    , .

    Barang siapa mengkonsumsi tujuh butir kurma ajwa pada pagi hari, maka pada hari itu ia tidak akan terkena racun ataupun sihir.

    Sunan An-Nasai dan Ibnu Majah dari hadist Jabir dan Abu Said, bahwa

    Nabi SAW bersabda :

    "#$%$ , %'( ) . +, ,"- %'( %%.

  • Kurma ajwa itu berasal dari surga. Ia adalah obat dari racun, seperti jamur truffle, airnya adalah obat penyakit mata.

    Hadist di atas menjelaskan bahwa kurma ajwa al-madinah dikenal sebagai

    kurma hijaz terbaik secara mutlak. Bentuknya amat baik, padat, agak keras dan

    kuat, namun termasuk kurma yang paling lezat, paling harum dan paling empuk.

    Kurma ajwa berkasiat untuk menolak racun dan sihir (Al-Jauziyah, I.Q., 2007).

    b) Habbatus Sauda (Jinten Hitam) Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari hadist Abu

    Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasullulah SAW bersabda :

    ,- # 01 , 2 %'( %14 64 ,% .

    hendaknya kalian mengkonsumsi jinten hitam. Karena jinten hitam mengandung obat untuk segala penyakit, kecuali as-saam.

    Arti sabda Nabi SAW obat dari segala jenis penyakit, seperti firman

    Allah, menghacurkan segala sesuatu dengan perintah Rabb-nya yaitui segala

    sesuatu yang bisa hancur. Jinten hitam memang berkasiat mengobati segala

    penyakit panas. Syuwainiz berkasiat menghilangkan gas, mengatasi kebotakan,

    mengobati kusta, demam yang disertai batuk berdahak, mengeringkan lambung

    yang basah dan lembab, menghancurkan batu ginjal, memperlancar air seni, haid

    dan ASI bila diminum tiap hari, mengeluarkan cacing, dan membunuh bakteri dan

    lain-lain (Al-Jauziyah, I.Q., 2007).

    c) Rumman (Delima)

    Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 68:

  • $ u y 3 s w u $ u Di dalam keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima.

    Delima yang manis amat baik untuk lambung, mengobati sakit

    tenggorokan, batuk, dada dan paru-paru. Biji delima yang dicampur madu, amat

    berguna mengobati penyakit agnail dan koreng atau eksim basah, bahkan bisa

    menyembuhkan luka yang berdarah. Sebagian kalangan medis menyatakan,

    barang siapa mengkonsumsi tiga putik delima setiap tahun, ia akan selamat dari

    penyakit mata dalam satu tahun penuh. (Al-Jauziyah, I.Q., 2007).

    Banyak dari contoh-contoh tumbuhan yang sejak zaman nabi sudah

    dipakai untuk mengobati beberapa penyakit. Surat Al-Rad ayat 4, yang berbunyi:

    u F{$# s% N u yftG M y_u i 5=u r& y wu #u x u 5#u 4 s+ & !$ y / 7n u e x> u $p | t/ 4 n? t

  • Manfaat kurma sebagai penawar racun, menyuburkan kandungan dan lain-lain,

    sedangkan anggur manfaatnya adalah memudahkan buang air besar,

    menggemukkan badan dan bergizi (Farooqi, M.I.H., 2005).

    2.3 Tanaman Belimbing Wuluh dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan

    Belimbing wuluh pohonnya tergolong kecil, tinggi mencapai 10 m dengan

    batang tidak begitu besar, kasar berbenjol-benjol, dan mempunyai garis tengah

    hanya sekitar 30 cm. Percabangan sedikit, arahnya condong ke atas, cabang muda

    berambut halus seperti beludru berwarna coklat muda. Bentuk daun menyirip

    ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Bunga berukuran kecil dan berbentuk

    menyerupai bintang, warnanya ungu kemerahan. (Wijayakusuma, 2006).

    Gambar 2.1 Daun Belimbing Wuluh (Dok Pribadi, 2009

    Belimbing wuluh dapat tumbuh baik di tempat-tempat terbuka yang

    mempunyai ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukaan laut. Tanaman

    ini tumbuh baik di daerah tropis dan di Indonesia banyak dipelihara di pekarangan

    atau kadang tumbuh liar di ladang atau tepi hutan. Tumbuhan belimbing wuluh

  • menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau sering juga disebut

    berwarna putih (Thomas, 1992).

    Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam

    merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di seluruh daerah di Indonesia

    khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tanaman ini termasuk salah

    satu jenis tanaman tropis yang mempunyai kelebihan yaitu dapat berbuah

    sepanjang tahun (Amnur, 2008).

    Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah (Dasuki, 1991)

    Kingdom : Plantae (tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

    Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

    Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub-kelas : Rosidae

    Ordo : Geraniales

    Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)

    Genus : Averrhoa

    Spesies : Averrhoa bilimbi L

    2.3.1 Kandungan Kimia Daun Belimbing Wuluh

    batang belimbing wuluh mengandung senyawa saponin, tanin, glukosida,

    kalsium oksalat, sulfur, asam format. Daun belimbing wuluh mengandung tanin,

    sulfur, asam format, dan kalium sitrat Wijayakusuma (2006). Daun belimbing

  • mengandung tanin sedangkan batangnya mengandung alkaloid dan polifenol

    (Anonimouse, 2008).

    Penelitian Fahrani (2009) menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing

    wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Dalimartha (2000) menjelaskan

    bahwa di dalam daun belimbing wuluh selain tanin juga mengandung sulfur, asam

    format , kalsium oksalat dan kalium sitrat. Bahan aktif pada daun belimbing

    wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin ini juga

    digunakan sebagai astringent baik untuk saluran pencernaan maupun kulit dan

    juga dapat digunakan sebagai obat diare (Pansera, 2004). Daun belimbing wuluh

    juga mengandung senyawa peroksida yang dapat berpengaruh terhadap

    antipiretik, peroksida merupakan senyawa pengoksidasi dan kerjanya tergantung

    pada kemampuan pelepasan oksigen aktif dan reaksi ini mampu membunuh

    banyak mikroorganisme (Soekardjo, 1995).

    2.3.2 Manfaat Belimbing Wuluh

    Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon

    buah. Rasa buahnya asam digunakan sebagai sirup dan bahan penyedap masakan.

    Selain itu juga berguna untuk membersihkan noda pada kain, mengilapkan

    barang-barang yang terbuat dari kuningan dan sebagai obat tradisional

    (Wijayakusuma, 2006).

    Daun belimbing wuluh berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri

    dan pembunuh kuman serta dapat menurunkan kadar gula darah, bunganya juga

    dapat digunakan sebagai obat batuk dan perasan air buah sangat baik untuk

  • asupan vitamin C dan di samping itu perasan buah juga dapat dipakai untuk

    keramas sebagai penghilang antiketombe, atau digosokkan sebagai penghilang

    panu (Arland, 2006). Rasa asam dan sejuk pada buah belimbing wuluh dapat

    menghilangkan sakit, memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang, peluruh

    kencing (Wijayakusuma, 2006)

    2.4 Senyawa Metabolit Primer dan Sekunder

    Kimia bahan alam merupakan hasil perkembangan ilmu kimia organik

    yang mempelajari senyawa-senyawa kimia yang tergolong metabolit sekunder.

    Senyawa-senyawa tersebut banyak ditemukan pada sumber alam, baik berupa

    tumbuhan, hewan yang masih hidup maupun yang sudah mati. Senyawa-senyawa

    bahan alam ini digolongkan berdasarkan empat kriteria yang berbeda yaitu:

    struktur kimia, keaktifan fisiologis, taksonomi dan biogenesis (Harborne, 1987).

    Senyawa metabolit adalah senyawa yang digolongkan berdasarkan

    biogenesisnya, artinya berdasarkan sumber bahan baku dan jalur biosintesisnya.

    Terdapat 2 jenis metabolit yaitu metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer

    (polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat) merupakan penyusun utama

    makhluk hidup, sedangkan metabolit sekunder meski tidak sangat penting bagi

    eksistensi suatu makhluk hidup tetapi sering berperan menghadapi spesies-spesies

    lain, misalnya zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, feromon. Contoh dari

    senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid, saponin, triterpen dan tanin

    (Rustaman, 2000).

  • 2.5 Senyawa Tanin

    Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, tanin dapat bereaksi

    dengan protein membentuk polimer yang tidak larut dalam air. Tanin merupakan

    senyawa metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan yang terpisah dari

    protein dan enzim sitoplasma. Senyawa tanin tidak larut dalam pelarut non polar,

    seperti eter, kloroform dan benzena tetapi mudah larut dalam air, dioksan, aseton,

    dan alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat (Harborne, 1987).

    O

    OH

    OH

    Gambar 2.2 Struktur inti tanin (Harborne, 1987)

    Tanin adalah suatu nama deskriptif umum untuk satu kelompok subtansi

    fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari

    cairan, suatu sifat yang dikenal dengan astringent. Tanin terbentuk dari senyawa

    fenol yang berikatan atau bergabung dengan senyawa fenol-fenol yang lain

    sehingga membentuk polifenol dan pada akhirnya membentuk senyawa tanin

    (Pansera, 2004). Monomer tanin adalah digallic acid dan D-glukosa, ekstrak tanin

    terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat komplek dan biasanya

    bergabung dengan karbohidrat, dengan adanya gugus fenol maka tanin akan dapat

    berkondensasi dengan formaldehid (Linggawati, 2002).

  • Tanin merupakan himpunan polihidroksi fenol yang dapat dibedakan dari

    fenol-fenol lain karena kemampuannya untuk mengendapkan protein. Tanin

    mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor. Tumbuhan

    yang mengandung tanin banyak jenisnya diantaranya adalah daun teh, daun jambu

    biji, dan daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Bahan aktif pada daun

    belimbing wuluh yang dapat digunakan sebagai anti diare dan antipiretik salah

    satunya adalah tanin. Tanin pada saat ini sudah banyak diisolasi dari tanaman dan

    dapat dijumpai di pasaran berupa bubuk atau serbuk putih kekuningan, amorf,

    beraroma khas. Tanin atau asam tannat biasanya mengandung H2O 10 % (Pansera

    dkk, 2004). Senyawa tanin yang menimbulkan rasa sepat pada jambu biji dapat

    dimanfaatkan untuk memperlancar saluran pencernaan dan sirkulasi darah serta

    dapat menyerang virus (Savitri, 2008).

    Tanin merupakan salah satu tipe dari senyawa metabolit sekunder yang

    mempunyai karakteristik sebagai berikut (Giner, 2001):

    1. Merupakan senyawa oligomer dengan satuan struktur yang bermacam-

    macam dengan gugus fenol bebas

    2. Berat molekul antara 100 sampai 20.000

    3. Larut dalam air

    4. Mampu berikatan dengan protein dan terbentuk kompleks tanin-protein

    Tanin merupakan astringent yang mengikat dan mengendapkan protein

    berlebih dalam tubuh. Senyawa tanin dalam bidang pengobatan digunakan untuk

    mengobati diare, hemostatik (menghentikan pendarahan), dan wasir. Kemampuan

    sarang semut secara empiris untuk pengobatan, misalnya untuk pengobatan

  • ambeien (wasir) dan mimisan diduga kuat berkaitan dengan kandungan senyawa

    tanin yang terdapat dalam sarang semut (Subroto, 2008).

    Tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan yaitu tanin terkondensasi

    (tanin katekin) dan tanin terhidrolisiskan (tanin galat). Tanin terhidrolisis

    mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika di didihkan dalam asam

    klorida encer. Bagian alkohol dari ester ini biasanya berupa gula yaitu glukosa.

    Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna coklat

    kuning yang larut dalam air membentuk larutan koloid, tanin mudah diperoleh

    dalam bentuk kristal. Tanin terhidrolisis juga larut dalam pelarut organik yang

    polar tetapi tidak larut dalam pelarut organik non polar misalnya kloroform dan

    benzena (Robinson,1995).

    Tanin terhidrolisis merupakan molekul dengan poliol (umumnya dalam

    glukosa) sebagai pusatnya. Gugus hidroksi pada karbohidrat sebagian atau

    semuanya teresterifikasi dengan gugus karboksil pada asam gallat (gallotanin)

    atau asam gallat (ellagitanin), tanin terhidrolisis sedikit dalam tanaman (Giner-

    Chivez, 2001).

    Tanin terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan dan

    angiospermae terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi atau

    flavolan secara biosintesis terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal

    (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudiaan oligomer yang

    lebih tinggi. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah protoantosianidin karena

    bila direaksikan dengan asam panas beberapa ikatan karbon-karbon penghubung

    satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin (Harborne, 1984). Tanin

  • terkondensasi sangat reaktif terhadap formaldehid dan mampu membentuk produk

    kondensasi yang berguna untuk bahan perekat termosetting yang tahan air dan

    panas (Linggawati, 2002).

    2.6 Pemisahan Senyawa Tanin

    2.6.1 Ekstraksi Senyawa Tanin

    Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif dengan

    menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa dipengaruhi

    oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan, zat aktif serta

    kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan

    senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar

    (Guenter, 1997).

    Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada tekstur dan kandungan air

    bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang akan diisolasi.

    Prosedur untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan

    kering (buah, biji dan daun) ialah dengan ekstraksi sinambung serbuk bahan

    dengan menggunakan alat soxhlet dengan pelarut tertentu (Harborne, 1984).

    Tanin merupakan senyawa polar dengan gugus hidroksi, sehingga untuk

    mengekstraksinya diperlukan senyawa-senyawa polar seperti air, etanol dan

    aseton. Senyawa non polar yang tidak dapat melarutkannya adalah karbon

    tetraklorida dan dietil eter sehingga dapat digunakan untuk melarutkan pengotor

    dan diperoleh tanin yang lebih murni. Pengekstraksi tanin yang baik adalah

    campuran air dengan pelarut organik misalnya metanol , etanol dan aseton berair

  • (7:3) yang mengandung asam askorbat 0,1%. Penambahan asam askorbat dalam

    pelarut aseton adalah untuk meminimumkan oksidasi tanin selama ekstraksi. Hal

    ini disebabkan oksidator akan bereaksi terlebih dahulu dengan asam askorbat yang

    lebih mudah teroksidasi (Abdurrohman, 1998).

    Deny (2007) dalam penelitianya menjelaskan bahwa tanin dapat diekstrak

    dari bagian-bagian tumbuhan tertentu dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang

    umum adalah aseton, etanol, maupun metanol dan secara komersial tanin dapat

    diekstraksi dengan menggunakan pelarut air tetapi yang paling efektif untuk

    mengekstrak tanin dari kulit kayu dapat digunakan larutan air dengan etanol atau

    aseton dengan perbandingan 1:1.

    Cara tradisional untuk isolasi senyawa tanin tumbuhan adalah dengan

    menggunakan cara ekstraksi dengan air panas, penggaraman dengan natrium

    klorida, pengekstrasian kembali endapan dengan aseton, dan penghilangan lipid

    dari bahan yang larut dalam aseton dengan eter. Tanin dengan natrium klorida

    sedikit demi sedikit dapat terjadi pengendapan. Timbel atau seng asetat (10%)

    sering digunakan untuk mengendapkan tanin yang dapat dihilangkan dari endapan

    dengan cara penguraian memakai pereaksi hidrogen sulfida. Gelatin membentuk

    endapan juga dengan larutan tanin. Pengendapan dengan cara menambahkan

    larutan kalium asetat dalam alkohol kedalam larutan tanin dalam alkohol sering

    mempunyai nilai preparatif pada isolasi tanin (Robinson, 1995).

    Hagerman (1998) mengekstraksi tanin dari daun sorghum dengan metanol

    yang mengandung 10 mM asam askorbat, penambahan asam askorbat berfungsi

    sebagai antioksidan setiap ekstraksinya. Kemudiaan diekstrak dengan etil asetat

  • dan lapisan air (bawah) yang digunakan. Subiyakto dan Bambang (2003) untuk

    memperoleh ekstrak tanin dari kayu akasia, sampel diekstraksi dengan air panas

    (100C) selama 1 jam dengan perbandingan bahan dan pelarut 1 : 20. Larutan

    ekstrak diuapkan dengan menggunakan oven pada suhu 60C sehingga didapatkan

    ekstrak tanin. Di samping ekstraksi dengan air panas, dilakukan ekstraksi tanin

    dengan larutan NaOH 0,3% dengan prosedur yang sama.

    2.6.1.1 Ekstraksi Tanin dengan Metode Maserasi

    Maserasi merupakan metode ekstraksi dingin yaitu proses pengekstrakan

    simplisia dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

    ruangan, sehingga zat-zat yang terkandung di dalam simplisia relatif lebih aman

    jika dibandingkan dengan penggunaan ekstraksi panas (Cristina, 2008).

    Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan

    dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus

    dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga

    zat aktif akan larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

    di dalam sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Pelarut yang digunakan

    dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi

    ini, adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah

    diusahakan. Kerugian penggunaan metode ini adalah waktu pengerjaannya lama

    (Ahmad, 2006).

    Jaringan tumbuhan yang mengandung tanin dapat diekstrak dengan

    menggunakan metanol 50-80%. Ekstraksi dengan menggunakan metanol ini

  • hanya dapat mengekstrak tanin sebagian saja, karena bagian tanin yang lainnya

    akan terikat pada polimer lain di dalam sel (Harborne, 1984).

    Pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus mempertimbangkan banyak

    faktor. Pelarut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: murah dan mudah

    diperoleh, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,

    selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Ahmad, 2006). Pada penelitian

    ini digunakan beberapa pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu aquades,

    metanol, etanol dan aseton. Tingkat polaritas ini secara fisika dapat ditunjukkan

    dengan lebih pasti melalui pengukuran konstanta dielektrikum suatu bahan

    pelarut. Konstanta dielektrikum ini secara matematis ditunjukkan dalam rumus:

    D = 2'

    rfee

    (2.1)

    dimana D adalah Konstanta Dielektrikum, f gaya tolak menolak dua partikel

    bermuatan listrik e dan e, sedang r adalah jarak antara partikel e dan e. Semakin

    besar Konstanta Dielektrikum suatu bahan pelarut disebut semakin polar

    (Sudarmdji dkk, 2007). Tabel berikut ini menunjukkan titik didih dan angka

    konstanta dielektrikum pelarut.

    Tabel 2.1 Tetapan Dielektrikum Pelarut Pelarut Titik Didih oC Tetapan Dielektrikum (D)2 Berat Jenis (g/cm3)

    Air 100 80,37 1,00 Metanol 64,6 33,62 0,81 Etanol 78,5 24,30 0,791 Aseton 56,5 20,7 0,792

    Klorofom 61,2 4,81 1,489 Etil Asetat 77 6,02 0,9

    Sumber: Sudarmadji, 2003.

  • 2.6.2 Identifikasi Senyawa Tanin

    2.6.2.1 Uji Fitokimia

    Uji tanin yang paling dikenal adalah pengendapan gelatinnya. Larutan

    tanin ditambahkan kedalam larutan gelatin 0,5% yang volumenya sama. Semua

    tanin menimbulkan endapan sedikit atau banyak. Soebagio (2007) menguji tanin

    dari Ekstrak umbi bawang merah dengan melarutkan sedikit aquades kemudian

    dipanaskan di atas pemanas air lalu diteteskan dengan larutan gelatin 1% (1:1).

    Hasil positifnya yaitu terbentuknya endapan putih.

    Reaksi endapan lain untuk menguji adanya senyawa tanin adalah dengan

    amina atau ion logam. Seperti senyawa fenol lainnya dengan besi III klorida

    menghasilkan warna violet sampai biru (Robinson, 1995).

    Protoantosianidin dapat di deteksi langsung dalam jaringan tumbuhan

    hijau dengan mencelupkan kedalam HCl 2M mendidih selama setengah jam. Bila

    terbentuk warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol

    maka ini merupakan bukti adanya senyawa tersebut (Harborne,1987).

    Tanin terhidrolisis dan terkondensasi menunjukkan reaksi yang berbeda

    dalam larutan garam Fe III, tanin terkondensasi meghasilkan warna hijau

    kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis menghasilkan warna biru kehitaman.

    (Widowati, 2006).

    2.6.2.2 Identifikasi dengan Kromatografi

    KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada

    KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan

  • identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi yang sama

    (Rohman, 2007). Olivia, (2005) mengidentifikasi senyawa tanin dari kulit batang

    daun salam dilakukan dengan kromatografi kertas Whatman No.1 pengembang

    yang digunakan adalah n-butanol-asam asetat-air (4:1:5). Pola kromatogram

    menunjukkan 2 bercak berwarna merah muda dan jingga pada Rf 0,39 dan 0,53.

    Isolasi larutan merah tua dilakukan pada kromatografi kertas Whatman No.3 dan

    pengembang n-butanol-asam asetat-air (4:1:5). Isolat zat warna coklat dari kulit

    batang salam mengandung prodelfinidin (tanin terkondensasi) dan antosianidin.

    Yuliani (2003 ) dalam penelitiannya mengidentifikasi dan menganalisa

    ekstrak tanin dari daun jambu biji secara visual dan kromatografi lapis tipis.

    Untuk mengetahui karakteristik ekstrak, maka identifikasi dilakukan dengan cara

    pengamatan secara visual meliputi bentuk, warna, aroma dan rasa ekstrak, juga

    terhadap kadar airnya. Sedangkan analisa ekstrak secara KLT dilakukan menurut

    metode Harborne yang telah dimodifikasi, dengan meggunakan eluen toluen : etil

    asetat (3:1) dengan media silika gel 60 GF 254 dan untuk pendeteksi

    menggunakan ferri Sulfat, dari hasil pengamatan terhadap hasil KLT dari ekstrak

    jambu biji diketahui bahwa ketiga tipe daun jambu biji mempunyai jumlah bercak

    yang berbeda.

    Tabel 2.2 Nilai Rf dari beberapa ekstrak daun jambu biji Ekstrak dari ketiga daun

    jambu biji Jumlah bercak

    Nilai Rf

    1 9 bercak 0,23 0,94 2 9 bercak 0,13 0,94 3 5 bercak 0,16 0,59

  • Identifikasi senyawa tanin juga dapat dilakukan dengan menggunakan

    metode HPLC untuk deteksi tanin terkondensasi yaitu dengan menggunakan

    kolom Li Chrosorb RP-8 yang dielusi dengan campuran air-metanol (Harborne,

    1987), dalam penelitiaan Lidyawati (2007), hasil analisa kromatogram KCKT

    fraksi ekstrak metanol dari daun belimbing wuluh menunjukkan terdapatnya

    glikosida vanilat pada puncak 2, sedangkan puncak 5 yang dominan diduga

    sebagai senyawa tanin.

    2.6.3 Penentuan Kadar Tanin

    2.6.3.1 Penentuan Kadar Tanin dengan Metode Lowenthal-Procter

    Prinsip penentuan kadar tanin dengan metode Lowenthal-Procter

    berdasarkan jumlah gugus fenol pada tanin. Tanin termasuk golongan senyawa

    yang memiliki gugus fenol, sehingga jumlah gugus fenol ini diasumsikan

    mewakili jumlah tanin secara keseluruhan. Titrasi dengan larutan kalium

    permanganat, gugus fenol pada tanin akan teroksidasi. Jumlah gugus fenol

    berbanding lurus dengan jumlah kalium permanganat yang diperlukan untuk

    titrasi. Sebagai indikator redoks digunakan larutan indigokarmin dan warna yang

    dihasilkan adalah kuning emas. Penentuan kadar tanin dengan menggunakan

    persamaan berikut (Sudarmadji, 1997).

    Perhitungan : 1 ml KMnO4 0,1 N = 0,00416 g tanin

    Kadar tanin = (50 A 50 B) x 0,00416 x 100 %

    S

  • (A-B) : Banyaknya KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi (A merupakan

    senyawa tanin dan B merupakan senyawa non tanin)

    S : Berat sampel

    2.6.3.2 Penentuan Kadar Tanin dengan Spektrofotometer UV-Vis

    Penetapan kadar tanin dengan metode spektofotometri dilakukan oleh

    Price dan Butler untuk daun sorgum, metode ini didasarkan atas reaksi

    pembentukan warna yaitu reduksi ion ferri menjadi ion ferro oleh senyawa tanin

    dan polifenolik lainnya, diikuti oleh pembentukan kompleks ferrisianida dan ion

    fero. Warna yang terbentuk diukur absorbansinya dengan menggunakan

    spektrofotometer pada panjang gelombang 720 nm (Muhtady, 1999).

    Dianty (2008) menentukan kadar tanin pada daun dan kulit batang buah

    rambutan (Nephelium Lappaceum) menggunakan spektrofotometer UV-Vis

    dengan metode biru prusi pada sistem kompleks K3[Fe(CN)6]. Metode tersebut

    digunakan untuk analisis kualitatif dengan intensitas warna yang dibentuk oleh

    senyawa kompleks K3[Fe(CN)6], yaitu kuning, hijau dan biru. Prinsip penentuan

    kadar tanin secara kuantitatif adalah kurva standar konsentrasi fero dan asam galat

    pada panjang gelombang 690,0 nm, dalam analisis kuantitatif tanin digunakan

    variasi suhu, waktu pengocokan dan pelarut. Kadar tanin dalam larutan sampel

    dihitung dengan Ekuivalen Asam Galat (EAG).

    Sumartha (2000) mengukur kadar tanin pada buah salak dengan

    spektrofotometer yaitu pada air ditambahkan sodium tungstat, dan asam

    posfomolibdat dan asam posforat. Campuran di reflux selama 2 jam dan

  • dinginkan sampai 25oC dan larutkan sampai 1L dengan air. Air ditambahkan

    sodium karbonat anhidrous, dilarutkan pada suhu 70-80oC dan dinginkan satu

    malam. Larutan standart dibuat dengan melarutkan asam tanat dalam air.

    Persiapkan larutan baru untuk setiap determinasi (1 mL = 0.1 mg asam tanat).

    Larutan ditambahkan reagen Folin-Denis dan larutan Na2CO3 dan setelah 30

    menit diukur pada panjang gelombang 760 nm terhadap blank yang disesuaikan

    pada absorbansi 0.

    Penentuan kadar tanin yaitu dengan kalkulasi sebagai berikut:

    2.6.3.3 Penentuan Kadar Tanin dengan Metode Stiansy Test

    Metode kuantitatif untuk tanin salah satu nya adalah stiansy test. Reaksi

    yang terjadi didasarkan pada kereaktifan struktur flavonoid dari tanin

    terkondensasi terhadap formaldehid. Hasil reaksi ini akan membentuk endapan

    sehingga secara kuantitatif dapat diketahui adanya tanin terkondensasi (Giner,

    1997). Linggawati (2002) dalam penelitianya menentukan kadar tanin dengan

    metode stiansy test yaitu sebanyak 0,5 gram contoh tanin dilarutkan dalam 175

    ml aquades, ditambahkan 28,5 ml HCl 0,28 N dan 1 ml formaldehid 37%. Larutan

    diaduk selama 5 menit dan disimpan selama 5 jam. Endapan yang terbentuk

    dibilas dengan aquades, endapan dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam

    desikator kemudian ditimbang. Kadar tanin terkondensasi dihitung berdasarkan

    gravimetri.

    mg asam tanat x pelarutan x 100 mL sampel yang diukur x Berat sampel x 1000

    Tanin sebagai Asam tanat (%) =

  • 2.7 Antibakteri

    Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau

    mematikan bakteri. Antibakteri dalam definisi yang luas adalah suatu zat yang

    mencegah terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Antibiotik maupun

    antibakteri sama-sama menyerang bakteri, kedua istilah ini telah mengalami

    pergeseran makna selama bertahun-tahun sehingga memiliki arti yang berbeda.

    Antibakteri biasanya dijabarkan sebagai suatu zat yang digunakan untuk

    membersihkan permukaan dan menghilangkan bakteri yang berpotensi

    membahayakan (Volk and Wheeler, 1993).

    Bakteri yang digunakan untuk uji antibakteri dalam penelitiaan ini adalah

    S. aureus dan E. coli. S. aureus adalah bakteri gram positif dan E. coli adalah

    gram negatif, perbedaan dari kedua bakteri dapat dilihat pada tabel 2.3.

    Tabel 2.3 Perbedaan susunan dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif No Gram positf Gram negatif 1. Komponen terbesar terdiri dari

    mukopeptida Terdiri dari tiga lapisa : a. Lapisan dalam adalah

    mukopeptida b. Lapisan bagian luar terdiri dua

    lapisan yaitu lipopolisakarida dan lipoprotein

    2 Pada beberapa bakteri terdapat asam teikhoik

    Tidak ada asam teikhoik

    3 Mukopeptida mengalami lisis oleh lisozim

    Lisozim melunakkan dinding sel dan merusak lapisan lipida

    4 Dinding sel tebal 25-30 nm Dinding sel tipis 10-15 nm Sumber: Irianto (2006)

  • Antibakteri adalah jenis bahan tambahan yang digunakan dengan tujuan

    untuk mencegah kebusukan atau keracunan oleh mikroorganisme pada bahan

    pangan. Beberapa jenis senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri adalah

    sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam organik, asam lemak rantai medium

    dan esternya, sulfur dioksida dan sulfit, nitrit, senyawa kolagen dan surfaktan,

    dimetil karbonat dan metil askorbat. Antibakteri alami baik dari produk hewani,

    tanaman maupun mikroorganisme misalnya bakteriosin (Luthana, 2008).

    Zat antibakteri dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), baktei

    static (menghambat pertumbuhan bakteri), dan germisidal (menghambat

    germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikrobia dalam menghambat

    pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya : 1)

    konsentrasi zat pengawet, 2) jenis, jumlah ,umur, dan keadaan mikrobia, 3) suhu,

    4) waktu, dan 5) sifat-sifat kimia dan fisik makanan termasuk kadar air, pH, jenis

    dan jumlah komponen di dalamnya (Luthana, 2008).

    2.7.1 Pengujian Aktivitas Antibakteri

    Pengujian aktivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur seberapa besar

    potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi

    mikoorganisme (Dart, 1996). Senyawa antibakteri dapat bersifat menghambat

    pertumbuhan bakteri atau disebut bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh

    bakteri atau disebut bakterisidal (Ganiswarna, 1995).

    Metode pengujian aktivitas antibakteri secara garis besar terdiri dari dua

    macam yaitu metode difusi dan dilusi. Metode difusi yang sering digunakan salah

  • satunya adalah metode disc diffusion (test Kirby dan Bauer), pada metode ini

    piringan atau kertas cakram yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media

    Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar

    tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan

    miukroorganisme pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Diameter zona

    hambatan yang terbentuk diukur menggunakan penggaris dengan cara mengurangi

    diameter keseluruhan (cakram + zona hambatan) dengan diameter cakram (Volk

    and Wheeler, 1993).

    Proses pegujian aktivitas antibakteri harus mempertimbangkan banyak

    faktor agar hasil yang diperoleh lebih relevan. Faktor-faktor yang sangat

    mempengaruhi pada pengujian aktivitas antimikroba adalah sebagai berikut

    (Irianto, 2006):

    1. pH lingkugan

    Beberapa macam obat lebih aktif pada pH asam dan pada pH alkalis

    2. Komponen-komponen medium

    3. Stabilitas obat

    4. Takaran inokulum

    Umumnya semakin besar inokulum bakteri, maka kesensitifan organisme

    akan semakin rendah. Populasi bakteri yang besar dapat menghambat

    tumbuhnya bakteri lebih kurang cepat daripada populasi yang lebih kecil

    dan terjadinya mutan resisten lebih besar

    5. Lama inkubasi

  • Semakin lama waktu inkubasi semakin besar kemungkinan timbulnya

    mutan yang resisten.

    6. Aktivitas metabolisme mikroorganisme

    2.7.2 Tanin Sebagai Antibakteri

    Tanin diduga berperan sebagai antibakteri karena memiliki kemampuan

    membentuk senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen, jika

    terbentuk ikatan hidrogen antara tanin dengan protein kemungkinan protein akan

    terdenaturasi sehingga metabolisme bakteri menjadi terganggu (Makkar, 1991).

    Tanin merupakan growth inhibitor sehingga banyak mikroorganisme yang

    dapat dihambat pertumbuhannya oleh tanin. Buah-buahan yang telah matang

    umumnya lebih peka terhadap serangan mikroba daripada yang masih muda, hal

    ini kemungkinan disebabkan menurunnya kandungan tanin dalam buah tersebut.

    Enzim yang dikeluarkan oleh mikroba adalah protein dan protein akan mengendap

    oleh tanin sehingga enzim tersebut tidak akan aktif (Winarno, 1981).

    Tanaman diduga memproduksi tanin sebagai upaya pertahanan melawan

    jamur dan bakteri pathogenik serta melawan pemakannya seperti serangga dan

    herbivora. Tanin juga banyak digunakan dalam industri kulit untuk mencegah

    pembusukan, terdapat beberapa peneliti berpendapat mengenai mekanisme

    antimikroba senyawa tanin. Vargaz (2002) menyebutkan bahwa aktivitas

    antimikroba tanin kemungkinan berhubungan dengan penghambatan enzim

    antimikroba seperti celulase pektinase dan xylonase selain itu tanin juga dapat

    meracuni membran sel. Senyawa tanin dapat menghambat dan membunuh

  • pertumbuhan bakteri dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-

    enzim esensial dan destruksi atau inaktivasi fungsi dan materi genetik. Tanin

    berperan sebagai antibakteri karena dapat membentuk komplek dengan protein

    dan interaksi hidrofobik, jika terbentuk ikatan hidrogen antara tanin dengan

    protein enzim yang terdapat pada bakteri maka kemungkinan akan terdenaturasi

    sehingga metabolisme bakteri terganggu, selain itu dengan adanya tanin (asam

    tanat) maka akan terjadi penghambatan metabolisme sel, mengganggu sintesa

    dinding sel, dan protein dengan mengganggu aktivitas enzim.

    Tanin dapat dibentuk dengan kondensasi derivatif flavon yang

    ditransportasikan ke jaringan kayu dari tanaman. Tanin juga dapat dibentuk

    dengan polimerisasi unit quinon. Konsumsi minuman yang mengandung tanin,

    terutama teh hijau dan anggur merah dapat mengobati atau mencegah sejumlah

    penyakit. Banyak aktivitas fisiologik manusia, seperti stimulasi sel-sel fagositik,

    host-mediated tumor activity, dan sejumlah aktivitas anti-infektif telah ditetapkan

    untuk tanin. kemampuan molekul tanin adalah membentuk kompleks dengan

    protein melalui kekuatan non-spesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik

    sebagaimana pembentukan ikatan kovalen. Cara kerja aksi antimikroba tanin

    dapat terjadi karena berhubungan dengan kemampuannya untuk menginaktivasi

    adhesin mikroba, enzim, protein transport cell envelope (Naim, 2005).

    Tanin yang terdapat dalam daun teh dapat digunakan sebgai pengawet

    misalnya pengawet untuk telur asin, berdasarkan penelitian Zulaekah (2005).

    Hasil perhitungan jumlah total bakteri, menunjukkan bahwa semakin tinggi

    konsentrasi ekstrak daun teh yang digunakan pada pembuatan telur asinan

  • menghasilkan telur asin rebus dengan jumlah total bakteri paling sedikit. Ekstrak

    daun teh merupakan larutan yang mengandung tanin, sedang larutan tanin dari

    bahan nabati digunakan untuk menyamak kulit telur. Semakin tinggi konsentrasi

    ekstrak daun teh pada proses pembuatan telur asin rebus maka semakin tinggi pula

    kadar tanin yang berfungsi sebagai bahan penyamak kulit telur. Keadaan ini

    menyebabkan mikroorganisme yang ada diluar telur akan lebih sulit masuk dalam

    telur sehingga jumlahnya akan lebih sedikit. Schamderl (1970) menyebutkan

    bahwa tanin adalah suatu senyawa fenolaktif pada penyamakan kulit dan

    penyebab rasa sepat.

    Maryati (2009) dalam penelitianya menunjukkan bahwa kandungan kimia

    daun jambu biji berupa tanin dapat mengawetkan telur ayam ras. Tanin akan

    bereaksi dengan protein yang terdapat dalam kulit telur yang mempunyai sifat

    menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses penyamakan kulit berupa

    endapan berwarna coklat yang dapat menutup pori-pori kulit telur dan kulit telur

    tersebut menjadi impermeable (tidak dapat tembus) terhadap gas dan udara dan

    pengawetan telur ayam ras dengan memanfaatkan daun jambu (Psidium guajava

    L.) mempunyai biaya pengolahan yang murah dan mutu telur ayam ras bertahan

    selama kurang lebih satu bulan.

    Harborne (1987) mengatakan bahwa tanin yang terkandung dalam ekstrak

    akan mengganggu sel pada bakteri patogen dalam penyerapan protein oleh cairan

    sel, hal ini dapat terjadi karena tanin dapat menghambat proteolitik yang berperan

    menguraikan protein menjadi asam amino. Secara medis, tanin umum digunakan

    sebagai komponen antidiare, hemostatic dan antihermorrhoidal. Tanin juga

  • bersifat toksik bagi mikroba dalam tiga mekanisme yaitu penghambatan enzim

    dan substrat oleh mikroba, menganggu membran dan menghambat penggunaan

    ion logam oleh mikroba (Shahidi, 2007).

    Senyawa aktif dalam tanaman obat tertentu kemungkinan berupa tanin

    beberapa penelitian membuktikan bahwa tanin mempunyai aktifitas antibakteri

    dan antimikrobial seperti tercantum dalam tabel 2.4

    Tabel 2.3 Aktivitas antibakteri senyawa tanin Aktivitas anti microbial Hasil penelitian

    Asam tanat melawan Meulius Lacrymans dan jenis penicilium

    Menghambat pertumbuhan pada 10-20 gram/l

    Tanin terkondensasi melawan Botrytis Cinerea

    Menghambat

    Tanin

    Bakteriostatik/bakterisidal melawan S aerus dan streptococus pneumoniae,

    bacillus antracis Tanin yang dimurnikan melawan

    bakteri karsinogenik Streptococus mutan dan S sabrinus dihambat oleh tanin terkondensasi

    Masduki (1996) dalam Ajizah (2004) menyatakan bahwa tanin juga

    mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga

    tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin

    antara lain melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi

    atau inaktivasi fungsi materi genetic, karena tanin pada daun jambu biji cukup

    banyak, penghambatan pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium diduga juga

    disebabkan oleh mekanisme ini.

  • 2.7.3 Mekanisme Penghambatan Antibakteri

    Menurut Mc Kane dan Kendali (1986) struktur sel Staphylococus aereus

    adalah gram positif. Bakteri yang termasuk gram positif sangat sensitif terhadap

    antimikroba yang mempunyai target menghambat sintesis dinding sel. Sedangkan

    bakteri gram negatif lebih tahan terhadap antimikroba jenis ini. Pada bakteri gram

    positif dinding selnya tebal dan homogen (10-80 nm), komposisi kimianya terdiri

    dari peptidoglikan (utama), asam teikoat, polisakarida. Dinding sel bakteri gram

    negatif terdiri dari lapisan dalam 2-3 nm, lapisan luar 7-8 nm dengan komposisi

    kimia lipopolisakarida (utama), peptidoglikan, fosfolipid, lipoprotein dan protein.

    Antibakteri dapat bekerja menghambat atau membunuh sel bakteri dengan

    cara sebagi berikut :

    1. Mempengaruhi metabolisme sel mikroba Bakteri patogen memerlukan

    asam folat untuk kelangsungan hidupnya, bakteri patogen mensintesis

    asam folat dari amino benzoat (paba) untuk kebutuhan hidupnya, jika anti

    bakteri dapat bersaing dengan paba untuk ikut serta dalam pembentukan

    asam folat, maka akan terbentuk asam folat yang analog non fungsional

    (Ganiswarna 1995).

    2. Mengganggu sintesis dinding sel

    Dinding sel bakteri tersusun dari peptidoglikan yaitu suatu polimer

    mikopeptida (glikopeptida). Penghambatan pertumbuhan bakteri melalui

    mekanisme penghambatan sintesis dinding sel melibatkan gangguan pada

    sintesis peptidoglikan, padahal peptidoglikan merupakan komponen utama

    dinding sel bakteri gram positif.

  • 3. Mempengaruhi permeabilitas membran

    Senyawa antibakteri yang dapat berikatan dengan gugus fosfat pada

    fosfolipid membran sel bakteri dapat mengubah permeabilitas permukaan.

    Kerusakan membran sel ini dapat menyebabkan keluarnya berbagai

    komponen penting dari dalam sel antara lain protein asam nukleat,

    sehingga dapat mengganggu kelangsungan hidup sel bakteri.

    4. Menghambat sintesis protein

    5. Mengganggu sintesis asam nukleat

    6. Mengganggu aktifitas enzim

    Senyawa antibakteri yang berupa asam misalnya asam benzoat dapat

    menghambat beberapa enzim yang terlibat dalam siklus asam sitrat antara

    lain a-ketoglurat dan asam suksinat dehidrogenase

  • BAB III

    METODOLOGI

    3.1 Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai November 2009

    di Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Mikrobiologi UIN Maulana

    Malik Ibrahim Malang

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Alat yang digunakan untuk proses ekstraksi dan penentuan kadar tanin

    dalam penelitian ini adalah kertas saring, neraca analitik, seperangkat alat gelas,

    corong pisah, rotary evaporator dan buret.

    Alat yang digunakan untuk uji antibakteri adalah cawan petri, tabung

    reaksi, kertas, kapas, botol media, jarum ose, pinset, inkubator, kompor listrik,

    autoklaf, bunsen, pipet mikro dan penggaris.

    3.2.2 Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing wuluh

    yang masih muda. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitiaan ini

    adalah metanol p.a, aseton p.a, etanol p.a, kloroform p.a, etil asetat p.a, FeCl3 1

    %, formalin, HCl, larutan gelatin, indikator indigokarmin, KMnO4, Na-oksalat

    dan Asam askorbat.

    39

  • Bahan yang digunakan untuk uji antibakteri adalah nutrien agar, alkohol

    90%, kertas wathman, aquades steril, wrap serta biakan bakteri S. aureus dan E.

    coli yang diperoleh dari laboratorium mikrobilogi UIN Maulana Malik Ibrahim

    Malang.

    3.3 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental di laboratorium, sampel

    daun belimbing wuluh yang masih muda dikeringkan kemudian dihaluskan dan

    diekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan 4 variasi pelarut, yaitu air hangat,

    metanol, etanol, aseton : air (7:3). Masing-masing ekstrak diuji kuantitatif kadar

    tanin dengan metode Lowenthal-Protecter untuk mengetahui ekstrak terbaik yaitu

    pelarut yang dapat mengekstrak tanin dengan kadar tertinggi, ekstrak terbaik yang

    diperoleh diuji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

    Echercia coli dilakukan secara in vitro dengan variasi konsentrasi ekstrak tanin

    dari pelarut terpilih (50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400 mg/ml) menggunakan

    metode difusi cakram (test Kirby dan Bauer).

    3.4 Tahapan Penelitian

    1. Preparasi sampel

    2. Ekstraksi senyawa tanin dengan metode maserasi dengan variasi pelarut

    3. Uji kadar tanin hasil ekstraksi dengan metode Lowenthal-Procter

    4. Uji aktivitas antibakteri dari hasil ekstrak terbaik

    5. Analisis data

  • 3.5 Pelaksanaan Penelitian

    3.5. 1 Preparasi Sampel

    Sampel daun belimbing yang masih muda dicuci dengan air kemudiaaan

    dipotong kecil-kecil dan dikeringkan didalam oven pada suhu 60C selama 5 jam,

    selanjutnya didinginkan dan dihaluskan sampai menjadi bubuk.

    3.5.2 Ekstraksi Tanin dengan Metode Maserasi

    Sampel sebanyak 50 gram direndam menggunakan 400 ml pelarut metanol

    p.a dan ditambah 10 ml asam askorbat, didiamkan selama 2 x 24 jam dengan

    beberapakali pengocokan yang dibantu dengan menggunakan shaker, kemudiaan

    disaring, ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary

    evaporator, kemudiaan ekstrak pekat diekstraksi kembali dengan 25 ml kloroform

    menggunakan corong pisah sehingga terbentuk dua lapisan dan dilakukan

    pengulangan 4 kali. Lapisan bawah (kloroform) dipisahkan dan lapisan air

    diekstraksi dengan etil asetat 25 ml sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan etil

    asetat (atas) dipisahkan dan lapisan air (bawah) dan dipekatkan kembali dengan

    menggunakan rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak tanin (Nuraini, 2002).

    Perlakuan di atas diulang untuk pelarut air hangat (aquades yang dipanaskan pada

    suhu pemanasan 50 C), etanol p.a dan aseton : air (7:3).

    3.5.3 Uji Tanin

    Ekstrak daun belimbing wuluh dari masing-masing pelarut diambil

    sebanyak 3 ml dan dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi. Ekstrak pada tabung

  • pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1%. Jika larutan mengandung

    senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua. Pada

    tabung kedua ditambahkan dengan larutan gelatin jika terbentuk endapan putih

    senyawa positif mengandung tanin. Pada tabung ketiga digunakan untuk

    membedakan tanin katekol dan galat dengan cara menambahkan ekstrak dengan

    formadehid 3% : asam klorida (2:1) dan dipanaskan dalam air panas dengan suhu

    90C jika terbentuk endapan merah muda merupakan tanin katekol. Filtrat

    dipisahkan dengan disaring dan dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan

    FeCl3 1% adanya tanin galat ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta

    atau hitam. Uji tanin dilakukan pada setiap ekstrak yang diperoleh dalam setiap

    tahapan ekstraksi (Widowati, 2006).

    3.5.4 Uji Kadar Tanin Metode Lowenthal Procter (Sudarmadji, 1997)

    Sebanyak 1 gram ekstrak ditambah 100 ml aquades, kemudiaan diambil 50

    ml ditambah dengan 2 ml larutan indigokarmin kemudian dititrasi dengan larutan

    KMnO4 0,1 N sampai warna kuning emas (A ml). Selanjutnya diambil 50 ml

    ditambah berturut-turut 10 ml larutan gelatin, 20 ml larutan NaCl jenuh, 2 gram

    serbuk kaolin kemudian digojok kuat-kuat selama beberapa menit dan disaring .

    Filtrat dicampur dengan larutan indigokarmin sebanyak 2 ml dan selanjutnya

    titrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N (\ B ml). Standarisasi larutan KMnO4 dengan

    Na - Oksalat.

  • Perhitungan : 1 ml KMnO4 0,1 N = 0,00416 g tanin

    Kadar tanin = (50 A 50 B) x 0,00416 x 100 %

    Berat sampel

    (A-B) : Banyaknya KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi.

    A : Senyawa Tanin

    B : Senyawa Non Tanin

    3.5.5 Uji Antibakteri

    3.5.5.1 Sterilisasi Alat

    Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan, yaitu

    dengan cara semua alat dibungkus menggunakan kertas dan disterilkan dalam

    autoklaf pada 121oC dengan tekanan 15 psi (per square inci) selama 15 menit.

    Alat yang tidak tahan terhadap panas tinggi disterilkan dengan alkohol 90 %.

    3.5.5.2 Pembuatan Media Padat

    Pembuatan media dilakukan dengan cara 2 g nutrien agar dilarutkan dalam

    100 ml aquades. Suspensi yang dihasilkan dipanaskan sampai mendidih,

    kemudian dimasukkan dalam beberapa tabung reaksi masing-masing sebanyak 10

    ml dan 5 ml kemudian ditutup dengan kapas. Proses ini dilakukan di dekat nyala

    api. Tabung-tabung tersebut kemudian disterilkan dalam autoklaf pada 121 oC

    dengan tekanan 15 psi selama 15 menit kemudian tabung reaksi yang berisi 5 ml

    NA diletakkan dalam posisi miring sampai padat pada suhu ruang (Volk and

    Wheeler, 1993).

  • 3.5.5.3. Peremajaan Biakan Murni

    Biakan murni bakteri diremajakan pada media Nutrien Agar yang

    diletakkan dalam posisi miring dengan cara menggoreskan jarum ose yang

    mengandung bakteri S. aureus dan bakteri E. coli secara aseptis yaitu dengan

    mendekatkan mulut tabung pada nyala api saat menggoreskan jarum ose.

    Kemudian tabung reaksi ditutup kembali dengan kapas dan diinkubasi selama 48

    jam pada suhu 37 oC dalam inkubator.

    3.5.5.4 Pembuatan Biakan Aktif

    Satu ose hasil peremajaan biakan murni bakteri dibiakkan dalam 10 mL

    Nutrient Broth dihomogenkan dan diinkubasi selama 24 jam. Larutan ini

    berfungsi sebagai biakan aktif.

    3.5.5.5 Uji Antibakteri

    Media padat yang telah dipanaskan hingga mencair, didinginkan sampai

    suhu 40 oC, dan dituang dalam cawan petri steril yang telah ditambahkan 0,1

    mL larutan biakan aktif bakteri, dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat.

    Kertas cakram (diameter 5 mm) diresapkan dalam ekstrak dan kontrol. Proses

    peresapan dilakukan dengan cara meneteskan 20 L kontrol positif (penisilin dan

    streptomisin), kontrol negatif (pelarut) dan ekstrak tanin dari pelarut terbaik

    (Zakaria et al., 2007). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam.

    Pembacaan awal dapat dilakukan setelah 6-8 jam. Diameter zona hambatan yang

    terbentuk diukur menggunakan penggaris (Volk and Wheeler, 1993). Uji

  • antibakteri dilakukan dengan menggunakan ekstrak terbaik ekstrak tersebut diuji

    untuk mengetahui efektifitas senyawa antibakteri pada daun belimbing wuluh

    (kosentrasi ekstrak 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350 dan 400 mg/mL) dan zona

    hambatan diukur dengan cara mengurangi diameter keseluruhan (cakram + zona

    hambatan) dengan diameter cakram. Sehingga dapat diketahui nilai konsentrasi

    dari tanin yang dapat menghambat bakteri.

    Pada penelitian ini kontrol positif penisilin (konsentrasi 25 mg/mL)

    digunakan untuk bakteri S. aureus dan kontrol positif streptomisin (konsentrasi

    6,25 mg/mL) untuk bakteri E. coli (Soetan et al., 2006), dan kontrol negatif adalah

    pelarut yaitu dengan mresapakn 20l pelarut kedalam cakram.

    3.6 Analisis Data

    Analisis Data pada penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan

    data-data yang diperoleh dalam bentuk tabel untuk mengetahui nilai konsentrasi

    tanin dari masing-masing pelarut dan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari

    pelarut terpilih digunakan uji statistik dengan uji BNT 1 %.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Preparasi Sampel Daun Belimbing Wuluh

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing wuluh

    (Averrhoa bilimbi L.) yang masih muda dan telah dikeringkan. Pemilihan daun

    belimbing wuluh yang masih muda karena senyawa tanin yang terkandung lebih

    banyak, hal ini juga didukung oleh Harborne (1987) yang menyatakan daun

    muda lebih tahan terhadap hama daripada daun tua karena kandungan senyawa

    tanin pada daun muda lebih banyak daripada daun tua, dikarenakan tanin pada

    daun tua sebagian telah mengalami oksidasi sehingga dalam penelitian ini

    digunakan daun belimbing wuluh yang masih muda.

    Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam daun belimbing

    wuluh sehingga diharapkan proses ekstraksi berlangsung lebih cepat. Proses

    pengeringan juga dilakukan terkait dengan sifat daun belimbing wuluh yang

    mudah busuk, dan dengan pengeringan diharapkan daun belimbing wuluh akan

    lebih awet dan tahan terhadap mikroba. Proses pengeringan terhadap daun

    belimbing wuluh dilakukan dengan menimbang sebanyak 500 gram daun segar

    dan dicuci dengan air bersih. Daun belimbing wuluh yang telah bersih diiris tipis

    kemudian dioven selama 5 jam pada suhu 60oC. Daun belimbing wuluh yang

    telah kering dihaluskan untuk memperoleh sampel berupa serbuk. Proses ini

    bertujuan untuk memperluas permukaan sampel sehingga kontak antara sampel

    dan pelarut semakin mudah sehingga proses ekstraksi berlangsung lebih mudah.

    46

  • 4.2 Ekstraksi Senyawa Tanin

    Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen

    yang terdapat dalam suatu bahan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses

    ekstraksi senyawa tanin daun belimbing wuluh dalam penelitian ini menggunakan

    metode maserasi. Pemilihan metode maserasi pada penelitian ini dikarenakan

    senyawa tanin mudah teroksidasi pada suhu yang tinggi yaitu 98,89 - 101,67 oC

    (Risnasari, 2002) sehingga kurang tepat menggunakan metode soxhlet.

    Proses ekstraksi senyawa tanin dalam penelitian ini menggunakan variasi

    pelarut yaitu air hangat, etanol, metanol dan aseton : air (7:3). Pemilihan pelarut

    tersebut dikarenakan senyawa tanin merupakan senyawa yang bersifat polar.

    Struktur senyawa tanin memiliki gugus hidroksi lebih dari satu yang

    menyebabkan tanin cenderung bersifat polar, oleh karena itu pemilihan pelarut

    menggunakan pelarut polar untuk dapat mengekstraksi senyawa tanin. Robinson

    (2005) menyatakan semakin banyak gugus hidroksil suatu senyawa fenol

    memiliki tingkat kelarutan dalam air dan pelarut polar semakin besar.

    Sampel ditimbang masing-masing 50 g kemudian direndam dalam 400 mL

    pelarut yang mengandung asam askorbat 0,1 M selama 2 X 24 jam karena proses

    ekstraksi akan berlangsung optimal dengan tersedianya waktu kontak yang cukup

    antara pelarut dan sampel. Penambahan asam askorbat ke dalam masing-masing

    pelarut adalah sebagai antioksidan untuk mencegah adanya oksidasi senyawa

    tanin pada saat proses ekstraksi, sehingga apabila terjadi suatu proses oksidasi

    selama proses ekstraksi dimungkinkan yang teroksidasi adal