antenatal bleeding prin

22
ANTENATAL BLEEDING Antenatal Bleeding terdiri dari : 1. Solusio Plasenta 2. Plasenta Previa 3. Perdarahan selama kehamilan pada trimester I, II, III SOLUSIO PLASENTA 1. Definisi - Solusio plasenta ialah lepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada dinding uterus sebelum janin lahir.

Upload: farida-agustiningrum

Post on 04-Aug-2015

26 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Antenatal Bleeding Prin

ANTENATAL BLEEDING

Antenatal Bleeding terdiri dari :

1. Solusio Plasenta

2. Plasenta Previa

3. Perdarahan selama kehamilan pada trimester I, II, III

SOLUSIO PLASENTA

1. Definisi

- Solusio plasenta ialah lepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang

normal pada dinding uterus sebelum janin lahir.

- Solusio plasenta ialah lepasnya plasenta pada implantasi nrmal sebelum

waktunya pada kehamilan di atas 28 minggu.

- Solusio plasenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi

normalnya dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin

lahir.

Page 2: Antenatal Bleeding Prin

- Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai

separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri

sebelum janin lahir . Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu

maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens.

- Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio

plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya

sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada

kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.

Klasifikasi:

a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan

plasenta (5):

1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.

2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.

3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3):

1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar

2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk

hematoma retroplacenter

3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan

solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu (2,7):

1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada

tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian

permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre

renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3

bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

Page 3: Antenatal Bleeding Prin

3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,

janin mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau

keseluruhan.

2. Epidemiologi

- Insidennya meningkat berkaitan dengan usia ibu lanjut, multiparitas, riwayat

syok maternal, nutrisi buruk, hipertensi, korioamnionitis, dekompresi

mendadak setelah ketuban pecah pada uterus yang overdistensi seperti

persalinan kembar dan polihidramnion, trauma abdomen, versi sefalik

eksternal, plasenta sirkumvalata, defisiensi asam folat, kompresi vena cava

inferior dan antikoagulan lupus. Pada pengguna rokok dan kokain nekrosis

desidual pada tepi plasenta.

- Rekurensi 5-17% setelah 1 episode pada kehamilan sebelumnya dan 25%

setelah 2 episode kehamilan sebelumnya.

- Dari hasil penelitian diperoleh 12709 kasus kebidanan termasuk 33 kasus

diantaranya adalah solusio plasenta (0,26%) dimana jumlah ibu yang

meninggal (6,9%). Jumlah bayi yang hidup setelah perawatan intensif

(51,72%%) lebih tinggi dari jumlah bayi yang meninggal (37,93%) dan dari

bayi yang hidup dengan keadaan baik (10,35%).

3. Patofisiologi

4. Faktor Resiko

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada

beberapa kondisi yang menjadi predisposisi :

1. Hipertensi kronis dan preeklamsia

2. Bertambahnya usia dan paritas ibu

3. Trauma

4. Merokok dan penggunaan kokain

5. Dekompresi uterus yang mendadak

6. Tekanan pada vena kava inferior karena pembesaran uterus.

7. Pernah mengalami solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya.

Page 4: Antenatal Bleeding Prin

8. Anomali uterus atau tumor uterus

9. Malnutrisi/defisiensi gizi.

Para ahli juga mengemukakan teori mengenai penyebab solusio plasenta :

“Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang

menuju ke ruangan interviller, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian

distalnya. Sebelum menjadi nekrosis, spasme hilang dan darah kembali ke dalam

intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah sedemikian rapuh sehingga

mudah pecah, kemudian terbentuk hematoma yang lambat laun melepaskan

plasenta dari rahim”. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut

hematoma retroplacenter .

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya solusio plasenta :

1. Faktor kardio-reno-vaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan

eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat

hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari

wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,

sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Disini terlihat solusio

plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu .

2. Faktor trauma

• Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

• Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang

banyak/bebas, versi luar atau pertolongan persalinan.

• Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3. Faktor paritas ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer

mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45

kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di

RSUPCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu

Page 5: Antenatal Bleeding Prin

dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas

ibu makin kurang baik keadaan endometrium .

4. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPCM dilaporkan bahwa terjadinya

peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur

ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi

frekuensi hipertensi menahun.

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan

solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang

mengandung leiomioma.

6. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan

peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas

terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat

terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif.

Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan

berkisar antara 13-35% .

7. Faktor kebiasaan merokok

Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio

plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per

hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis,

diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya .

Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio

plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya

kehamilan .

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat

solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada

Page 6: Antenatal Bleeding Prin

kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil

lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya .

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus

pada vena cava inferior, dan lain-lain.

5. Manifestasi Klinis

Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai

contoh, perdarahan eksternal bisa banyak sekali, meskipun pelepasan plasenta

belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga

terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya

dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta

dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih

besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih

tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga

pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.

a. Solusio plasenta ringan

Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat

pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi

perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut

terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang. Walaupun demikian, bagian-

bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi,

apakah menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu

tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah

perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman.

Page 7: Antenatal Bleeding Prin

b. Solusio plasenta sedang

Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum

duapertiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti

solusio plasenta ringan, tetapi bisa juga secara mendadak dengan gejala sakit perut

terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam.

Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya

mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh kedalam syok, demikian

pula janinnya jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding

uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin

sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.

Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal

tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Solusio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari sepertiga permukaannnya. Terjadi sangat tibatiba.

Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok, dan janinnya telah meninggal.

Uterusnya sangat tegang seperti papan, dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam

tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan perdarahan pervaginam

mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan- keadaan di atas besar

kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan

fungsi ginjal.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan pada Solusio Plasenta antara lain :

a. Pemeriksaan plasenta

Saat setelah bayi dan plasenta lahir, periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan

cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah

beku di belakang plasenta., yang disebut hematoma retroplacenter.

b. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) (20,21)

• Temuan yang beragam

• Terlihat daerah terlepasnya plasenta

Page 8: Antenatal Bleeding Prin

• Janin dan kandung kemih ibu

• Darah

• Tepian plasenta

7. Penatalaksanaan Medis

Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis,

yaitu:

a. Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan

(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan

tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. Bila ada

perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,

pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka

kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila

janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat

persalinan.

b. Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di

rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu

seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti

perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah

harus segera diberikan . Amniotomi akan merangsang persalinan dan

mengurangi tekanan intrauterin.

8. Askep

A. PENGKAJIAN

B. ANALISA DATA

Page 9: Antenatal Bleeding Prin

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan.

2. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau

janin

3. Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan I : Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma

jaringan.

Intervensi :

a. Bantu dengan penggunaan tekhnik pernafasan.

R/ mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan

mengontrol tingkat nyeri.

b. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. Berikan instruksi

bila perlu.

R/ relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut,

yang memperberat nyeri.

c. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, gosokan punggung, sandaran

bantal, pemebrian kompres sejuk, dll)

R/ meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kooping dan kontrol klien.

d. Kolaborasi memberikan sedatif sesuai dosis

R/ meningkatkan kenyamanan dengan memblok impuls nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan II : Ansietas berhubungan dengan ancaman yang

dirasakan pada klien atau janin

Intervensi :

a. Kaji status psikologis dan emosional

R/ adanya gangguan kemajuan normal dari persaliann dapat

memperberat perasaan ansietas dan kegagalan. Perasaan ini dapat

mengganggu kerja sama klien dan menghalangi proses induksi.

b. Anjurkan pengungkapan perasaan.

Page 10: Antenatal Bleeding Prin

R/ Klien mungkin takut atau tidak memahami dengan jelas kebutuhan

terhadap induksi persalinan. Rasa gagal karena tidak mampu

”melahirkan secara alamiah” dapat terjadi.

c. gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah yang

menandakan abnormalitas prosedur atau proses.

R/ Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa menuduh diri

sendiri.

d. Dengarkan keterangan klien yang dapat menandakan kehilangan harga

diri.

R/ Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi untuk membantu

proses persalinan adalah refleksi negatif pada kemampuan dirinya

sendiri.

e. Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses

pengambilan keputusan.

R/ Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun kebanyakan dari apa yang

sedang terjadi diluar kontrolnya.

f. Anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan

relaksasi.

R/ Membantu menurunkan ansietas dan bmemungkinkan klien

berpartisipasi secara aktif.

3. Diagnosa Keperawatan III : Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur

invasive.

Intervensi :

a. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.

R/ Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan

potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Risiko

korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, membuat ibu

dan janin pada berisiko. Adanya proses infeksi janin pada berisiko.

Adanya proses infeksi dapat meningkatkan risiko kontaminasi janin.

b. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya, peningkatan suhu, nadi,

jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).

Page 11: Antenatal Bleeding Prin

R/ Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat

mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat

mengubah penyembuhan luka.

c. Kolaborasi melakukan persiapan kulit praoperatif; scrub sesuai protokol.

R/ Menurunkan risiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan

risiko infeksi pascaoperasi.

d. Kolaborasi melakukan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.

R/ Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat

keterlibatan.

e. Kolaborasi dalam mencatat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht); catat

perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.

R/ Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat

bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.

f. Kolaborasi dalam memberikan antibiotik spektrum luas pada pra

operasi.

R/ Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya

proses infeksi, atau sebagai pengobatan pada infeksi yang teridetifikasi.

Page 12: Antenatal Bleeding Prin

PLASENTA PREVIA

1. Definisi

- Plasenta Previa adalah keadaan di mana jaringan plasenta tidak tertanam

dalam korpus uteri tetapi dekat pada ostium uteri internum.

Beberapa klasifikasi plasenta previa:

a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm

1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba

plasenta menutupi seluruh ostea.

2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian

pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :

i. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian

belakang.

ii. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian

depan.

iii. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea

yang ditutupi plasenta.

b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat :

1. Plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri.

2. Plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri.

3. Plasenta letak rendah, pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir

pembukaan Pada periksa dalam tak teraba.

c. Menurut Browne:

1. Tingkat I, Lateral plasenta previa :

Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun

tidak sampai ke pinggir pembukaan.

2. Tingkat II, Marginal plasenta previa:

Plasenta mencapai pinggir pembukaan (Ostea).

Page 13: Antenatal Bleeding Prin

2. Epidemiologi

3. Patofisiologi

4. Faktor Resiko

Menurut Sheiner (2001) etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui

secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan

plasenta previa, diantaranya:

a. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan

plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks.

b. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan

parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi).

c. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.

d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima

hasil konsepsi.

e. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.

f. Plasenta terbentuk secara tidak normal.

g. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara

daripada primipara.

h. Ibu merokok atau menggunakan kokain.

Page 14: Antenatal Bleeding Prin

i. Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih

besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di

bawah usia 20 tahun (Sheiner, 2001).

5. Manifestasi Klinis

• Perdarahan tanpa rasa nyeri mendekati akhir trimester II atau III

• Perdarahan berwarna merah segar.

• Uterus lembak, tonus normal.

• Pengeluaran darah yang diobservasi sebanding dengan tanda – tanda shock.

Hasil USG --- implantasi lasenta abnormal.

Diagnosis plasenta previa :

1) Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20

minggu dan berlangsung tanpa sebab.

2) Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka

kepala belum masuk pintu atas panggul.

3) Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.

4) USG untuk menentukan letak plasenta.

5) Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung

melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena

dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya

dilakukan diatas meja operasi.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Ultrasonografi

Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan

pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini

ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan

janinnya, dan tidak rasa nyeri (Wiknjosastro, 2007).

USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan

plasenta previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat

Page 15: Antenatal Bleeding Prin

mencapai 100% identifikasi plasenta previa. Transabdominal ultrasonografi

dengan keakuratan berkisar 95% (Johnson, 2003).

Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi

plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta

letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa, dilakukan pemeriksaan

inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain (Oyelese, 2006).

7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Plasenta Previa Menurut Scearce (2007)

1) Terapi ekspektatif (pasif)

Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat

tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis

dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik.

Syarat-syarat terapi ekspektatif:

i. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.

ii. Belum ada tanda-tanda in partu.

iii. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).

iv. Janin masih hidup.

2) Terapi aktif

Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan

banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas

janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa

i. Seksio sesarea

Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk

menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya

harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

Page 16: Antenatal Bleeding Prin

ii. Melahirkan pervaginam

Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan

tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

A. Amniotomi dan akselerasi

Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan

pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,

plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala

janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan

infus oksitosin

B. Versi Braxton Hicks

Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade

plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak

dilakukan pada janin yang masih hidup

C. Traksi dengan Cunam Willet

Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban

secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk

menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit

kepala. Tindakan ini

8. Askep