anatomi traumatologi

31
TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter. 11 II.2 ANATOMI Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing- masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang bawah merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebrae lumbalis V. Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio hypochondrium kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan regio iliaca kiri. 9 Gambar 1. Pembagian regio abdomen Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran dengan menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri

Upload: ahadinarahma

Post on 28-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anatomi

TRANSCRIPT

Page 1: Anatomi Traumatologi

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga

peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi.

Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat

mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul

abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa

perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan

masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang

bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul

abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan

pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera

adalah pankreas dan ureter. 11

II.2 ANATOMI

Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan

pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan

regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan

antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang

subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang

bawah merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini

terletak setinggi corpus vertebrae lumbalis V.

Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio hypochondrium kanan, regio

epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio

umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan

regio iliaca kiri. 9

Gambar 1. Pembagian regio abdomen

Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran dengan menggunakan satu garis

vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran

kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah. 9

Gambar 2 . Pembagian abdomen menjadi empat kuadran

Page 2: Anatomi Traumatologi

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur ini

melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding

perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis;

lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus

abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus, dan m. tranversus abdominis; dan akhirnya lapisan

preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan

fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. 9

Gambar 3. Otot-otot abdomen

Tabel 1. Otot-otot dinding anterior dan lateral abdomen

Nama otot Origo Insertio Persarafan Kerja

M. obliqus externus abdominis 8 costa bagian bawah Processus Xiphoideus, linea alba, crista pubica,

tuberculum pubikum, dan crista iliaca.

6 N. Thoracalis bagian bawah, N. Iliohypogastricus dan N. Ilioinguinalis. Melindungi isi abdomen, menekan isi

abdomen, membantu fleksio dan rotasio tubuh. Membantu ekspirasi kuat, miksi, defekasi, partus dan refleks

muntah.

M. obliqus internus abdominis Fascia lumbalis, ⅔ lateral ligamentum inguinale.

3costa bagian bawah, processus xiphoideus, linea alba dan symphisis pubis.

Persarafan sama dengan m. Obliqus externus abdominis.

Cara Kerja sama dengan m. Obliqus externus abdominis.

M. transversus abdominis 6 rawan costa bagian bawah, fascia lumbalis, crista iliaca, ⅓ lateral ligamentum

inguinale.

processus xiphoideus, linea alba dan symphisis pubis. Persarafan sama dengan m. Obliqus externus

abdominis.

Menekan isi abdomen

M. rectus abdominis Symphisis pubis dan crista pubica Rawan costa 5, 6, 7 dan processus xiphoideus

6 N thoracalis bagian bawah. Menekan isi abdomen dan fleksio columna vertebralis; otot pembentuk

ekspirasi.

M. pyramidalis Permukaan anterior pubis Linea alba N. thoracalis 12

Meregangkan linea alba

Tabel 2. Otot-otot dinding posterior abdomen

Nama otot Origo Insertio Persarafan Kerja

M. psoas Processus transversus, corpus dan discus intervertebralis vertebra thoracica 12 dan vertebra

Page 3: Anatomi Traumatologi

lumbalis.

Bersama m. Iliacus ke trochanter minor femur. Flexus lumbalis Fleksio paha pada tubuh, bila paha difiksasi,

otot mengfleksio tubuh pada paha seperti dari posisis berbaring ke posisi duduk.

M. quadratus lumborum Ligamentum iliolumbalis, crista iliaca, ujung processus transversus vertebrae

lumbalis bagian bawah.

Costa 12 Plexus lumbalis Fiksasi costa 12 selama inspirasi, menekan costa 12 selama ekspirasi kuat.

M. iliacus

Fossa iliaca Bersama m. Psoas ke trochanter minor femur. N. femoralis Sama dengan kerja m. Psoas

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal

dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan

a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica

inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa

menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI

s/d XII dan n.lumbalis I.9

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat

untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding

abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum

viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga

organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan

saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-nama khusus. 9

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas, pangkalnya melekat

pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua

lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya

yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda

peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum

majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan

kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama

omentum minus yang terentang antara lambung dan liver.2

Organ dalam rongga abdomen dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Organ Intraperitoneal

Gambar 4. Intraperitoneal stuctures

1. Hati

Page 4: Anatomi Traumatologi

Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1) pembentukan dan sekresi empedu

yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2) berperan pada aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda

asing lain yang masuk dalam darah dari lumen usus.

Hati bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio hypochondrium kanan, meluas sampai regio epigastrium.

Permukaan atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah diaphragma. Permukaan postero-

inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan visera yang berdekatan, permukaan ini berhubungan

dengan pars abdominalis oesophagus, lambung, duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan, kelenjar

suprarenalis, dan kandung empedu.

Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang dipisahkan oleh perlekatan peritonium

ligamentum falciforme. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya

kandung empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum

venosum. Porta hepatis atau hilus hati ditemukan pada permukaan postero-inferior dengan bagian atas

ujung bebas omentum majus melekat pada pinggirnya. Hati dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk

lobulus hati. Pada ruang antara lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang arteri

hepatica, vena porta, dan saluran empedu (segitiga portal). 9

2. Limpa

Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya berbentuk oval, dan berwarna

kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri, dengan sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X

dan kutub bawahnya berjalan ke depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada

pemeriksaan fisik. Batas anterior limpa adalah lambung, cauda pankreas, flexura coli sinistra. Batas

posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru kiri, costa IX, X, dan XI kiri.

9

3. Lambung

Merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi utama: (1) menyimpan

makanan dengan kapasitas ± 1500 ml pada orang dewasa; (2) mencampur makanan dengan getah lambung

untuk membentuk kimus yang setengah padat, dan (3) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus

sehingga pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat berlangsung.

Lambung terletak pada bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri sampai regio epigastrium dan

regio umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak di bawah iga-iga bagian bawah. Batas anterior lambung

adalah dinding anterior abdomen, arcus costa kiri, pleura dan paru kiri, diaphragma, dan lobus kiri hati.

Sedangkan batas posterior lambung adalah bursa omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri,

bagian atas ginjal kiri, arteri lienalis, pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum. Secara kasar

lambung berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum, dua

Page 5: Anatomi Traumatologi

curvatura yang disebut curvatura mayor dan minor, serta dua permukaan anterior dan posterior. Lambung

dibagi menjadi fundus, corpus dan antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol ke atas terletak di

sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi gas. Sedangkan corpus adalah badan dari lambung.

Antrum merupakan bagian bawah dari lambung yang berbentuk seperti tabung. Dinding ototnya membentuk

sphincter pyloricum, yang berfungsi mengatur kecepatan pengeluaran isi lambung ke duodenum.

Membran mukosa lambung tebal dan memiliki banyak pembuluh darah yang terdiri dari banyak lipatan atau

rugae. Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut sirkular dan serabut oblik. Serabut

longitudinal terletak paling superficial dan paling banyak sepanjang curvatura, serabut sirkular yang lebih

dalam mengelilingi fundus lambung,dan menebal pada pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum.

Sedangkan serabut oblik membentuk lapisan otot yang paling dalam, mengelilingi fundus berjalan sepanjang

anterior dan posterior. 9

4. Kandung empedu (Vesica Fellia)

Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada permukaan viseral hati. Secara umum

dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol

dibawah pinggir inferior hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung

rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dana arahnya keatas, belakang

dan kiri. Sedangkan collum dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk

bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus. Batas anterior

vesica fellia pada dinding anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua duodenum. Batas posterior pada

colon tranversum dan bagian pertama dan kedua duodenum.

Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas ± 50 ml. Vesica Fellia mempunyai

kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini, maka mukosanya mempunyai lipatan-

lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke

duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali

dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum . lemak menyebabkan pengeluaran hormon

kolesistokinin dari mukosa duodenum; hormon kemudian masuk ke dalam darah menyebabkan kandung

empedu berkontraksi. Pada saat yang sama otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus

dan ampula relaksasi sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-

garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu

pencernaan serta absorbsi lemak. 9

5. Usus halus

Usus halus merupakan bagian pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi 3 bagian : duodenum,

jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorpsi hasil-hasil pencernaan.

• Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm, melengkung sekitar caput pankreas, dan

Page 6: Anatomi Traumatologi

menghubungkan lambung dengan jejunum. Di dalam duodenum terdapat muara saluran empedu dan

saluran pankreas. Sebagian duodenum diliputi peritonium, dan sisanya terletak retroperitonial. Duodenum

terletak pada regio epigastrium dan regio umbilikalis. Dibagi menjadi 4 bagian :

1. Bagian pertama duodenum.

Panjangnya 5 cm, mulai pada pylorus dan berjalan keatas dan ke belakang pada sisi kanan vertebra lumbalis

pertama. Bagian ini terletak pada bidang transpilorica. Batas anterior pada lobus quadratus hati dan

kandung empedu. Batas posterior pada bursa omentalis ( 2,5 cm pertama), arteri gastroduodenalis, ductus

choledochus dan vena porta, serta vena cava inferior. Batas superior pada foramen epiploicum Winslow dan

batas inferior pada caput pankreas.

2. Bagian kedua duodenum

Panjangnya 8 cm, berjalan ke bawah di depan hilus ginjal kanan di sebelah vertebra lumbalis kedua dan

ketiga. Batas anterior pada fundus kandung empedu dan lobus kanan hati, colon tranversum, dan lekukan-

lekukan usus halus. Batas posterior pada hilus ginjal kanan dan ureter kanan. Batas lateral pada colon

ascenden, flexura coli dextra, dan lobus kanan hati. Batas medial pada caput pancreas.

3. Bagian ketiga duodenum

Panjangnya 8 cm, berjalan horisontal ke kiri pada bidang subcostalis, mengikuti pinggir bawah caput

pankreas. Batas anterior pada pangkal mesenterium usus halus, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas

posterior pada ureter kanan, muskulus psoas kanan, vena cava inferior, dan aorta. Batas superior pada

caput pankreas, dan batas inferior pada lekukan-lekukan jejunum.

4. Bagian keempat duodenum

Panjangnya 5 cm, berjalan ke atas dan kiri, kemudian memutar ke depan pada perbatasan duodenum dan

jejunum. Terdapat ligamentum Treitz yang menahan junctura duodeno-jejunalis. Batas anterior pada

permulaan pangkal mesenterium dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada pinggir kiri aorta dan

pinggir medial muskulus psoas kiri. 9

• Jejunum dan Ileum panjangnya ± 6 m, dua perlima bagian atas merupakan jejunum. Jejunum mulai pada

junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Dalam keadaan hidup, jejunum dan

ileum dibedakan dengan gambaran berikut :

1. Lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga peritonium di bawah sisi kiri mesocolon tranversum,

ileum terletak pada bagian bawah rongga peritonium dan dalam pelvis.

2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal, dan lebih merah dari ileum.

3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan kiri aorta, sedangkan

mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.

4. Pembuluh darah mesenterium membentuk satu atau dua arkade dengan cabang-cabang yang panjang

dan jarang, sedangkan ileum menerima banyak pembuluh darah pendek, berasal dari tiga atau lebih arkade.

5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkal, sedangkan pada mesenterium ileum

Page 7: Anatomi Traumatologi

lemak disimpan di seluruh bagian.

6. Kelompokan jaringan limfoid ( agmen Peyer ) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah sepanjang

pinggir antimesentrik. 9

6. Usus besar

Usus besar dibagi dalam caecum, appendix vermiformis, colon ascenden, colon tranversum, colon

descenden, dan colon sigmoideum, rectum dan anus. Fungsi utama usus besar adalah absorpsi air dan

elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicernakan sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.

• Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang ± 6 cm, dan diliputi oleh peritonium. Batas anterior pada

lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan.

Batas posterior pada m. psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus femoralis lateralis. Batas medial

pada appendix vermiformis.

• Appendix vermiformis panjangnya 8 – 13 cm, terletak pada regio iliaca kanan. Ujung appendix dapat

ditemukan pada tempat berikut : (1) tergantung dalam pelvis berhadapan dengan dinding kanan pelvis; (2)

melekuk di belakang caecum pada fossa retrocaecalis; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral

caecum; (4) di depan atau di belakang bagian terminal ileum.

• Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang ± 13 cm. Berjalan ke atas dari caecum

sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di mana colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk

flexura coli dextra, dan dilanjutkan sebagai colon tranversum. Peritonium menutupi pinggir dan permukaan

depan colon ascenden dan menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior pada

lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada m. Iliacus,

crista iliaca, m. Quadratus lumborum, origo m. Tranversus abdominis, dan kutub bawah ginjal kanan.

• Colon tranversum panjangnya ± 38 cm dan berjalan menyilang abdomen, menduduki regio umbilikalis dan

hipogastrikum. Batas anterior pada omentum majus dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada

bagian kedua duodenum, caput pankreas, dan lekukan-lekukan jejunum dan ileum.

• Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang ± 25 cm. Berjalan ke bawah dari flexura

coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan

dinding anterior abdomen. Batas posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m.

Quadratus lumborum, crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri. 9

b. Organ Retroperitoneal

1. Ginjal

Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh dan mempertahankan

keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi mengekskresi sebagian besar zat sampah

metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior

abdomen, sebagian besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri,

Page 8: Anatomi Traumatologi

dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar.

Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal. Di luar capsula fibrosa terdapat

jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis mengelilingi lemak perirenal dan meliputi ginjal

dan kelenjar suprarenalis. Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di lateral melanjutkan

diri sebagai fascia tranversus. Di belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut lemak

pararenal.

Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua duodenum, flexura coli dextra.

Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus

lumborum, dan m. Tranversus abdominis.

Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa, lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan

lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI,

XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis. 9

2. Ureter

Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang ureter oleh kontraksi peristaltik

selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus. Panjang ureter ± 25 cm dan memiliki tiga penyempitan :

(1) di mana piala ginjal berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter menjadi kaku ketika melewati pinggir

pelvis;(3) waktu ureter menembus dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal

ke bawah di belakang peritonium parietal pada m. Psoas, memisahkannya dari ujung processus tranversus

vertebra lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di depan articulatio

sacroiliaca, kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio ischiospinalis dan

memutar menuju angulus lateral vesica urinaria.

Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av. Colica dextra, av. Iliocolica,

av. Testicularis atau ovarica dextra, dan pangkal mesenterium usus halus. Batas posterior pada m. Psoas

dextra.

Batas anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra, dan av.

Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas sinistra. 9

3. Pankreas

Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak pada dinding posterior

abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer menghasilkan sekret yang mengandung enzim

yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans,

menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat.

Pankreas menyilang bidang transpilorica.

Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki seperti cakram, terletak pada bagian

cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av. Mesenterica superior dan dinamakan

Page 9: Anatomi Traumatologi

processus uncinatus; (2) collum pancreas merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput

dengan corpus pankreas. Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal arteri mesenterica superior dari

aorta; (3) corpus berjalan ke atas dan kiri menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan menuju ke ligamentum

lienorenalis dan berhubungan dengan hilus limpa.

Batas anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan mesocolon tranversum, bursa

omentalis, dan lambung. Sedangkan batas posterior pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena

porta, vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteri mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer

suprarenalis kiri, ginjal kiri, dan hilus limpa. 9

II.3 PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-

organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.

Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan

dengan 3 mekanisme, yaitu :

Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi

tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh

darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal

dan mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta

dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada

cervicothoracic junction.

Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atau tulang

toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal) terancam.

Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-

tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga. 10

II.4 KLASIFIKASI

Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :

1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan

2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis

Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

a. Organ Intraperitoneal

Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus

halus, dan colon sigmoid.

• Ruptur Hati

Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ

Page 10: Anatomi Traumatologi

yang sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma

tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik

sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan

tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2 jam post trauma).

Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan

atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan

adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi

untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal

menandakan adanya trauma pada saluran empedu. 3

Gambar 5. Ruptur hati

• Ruptur Limpa

Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa

merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat

di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita

untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi

dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai

jenis dari sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen.

Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah.

Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan

kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera setelah terjadi trauma pada

abdomen.

Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur

limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit

serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi

pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans

muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan

gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur

limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada

limpa dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa. Walaupun

manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat berakibat mudahnya infeksi masuk

dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap

pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif terhadap terjadinya infeksi. 6

• Ruptur Usus Halus

Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul menciderai usus dua

belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan

Page 11: Anatomi Traumatologi

dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala

peritonitis secara umum pada jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya

bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya

udara bebas dalam pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus

dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan

ditemukannya udara dalam retroperitoneal. 6

b. Organ Retroperitoneal

Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini

sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi,

dan intravenous pyelogram.

Gambar 6. Retroperitoneal stuctures.

• Ruptur Ginjal

Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi

trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke XI – XII atau adanya tendensi pada flank. Jika

terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara

ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi

di abdomen dan flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada mikroscopic

hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.

Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat dilakukan dengan

pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan karena adanya

alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan

memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak

gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi

pada ginjal dapat menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada memar

ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan non operatif.

Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya ekstravasasi. 2

• Ruptur Pankreas

Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan eksplorasi pada

pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya

pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat

kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat

kematian yang tinggi.

Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen. Pasien dapat

Page 12: Anatomi Traumatologi

memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke

punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala

iritasi peritonial.

Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut. Pemeriksaan CT

scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP

( Endoscopic Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.

Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat keparahan

trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan

tindakan yang wajib dilakukan. 8

• Ruptur Ureter 

Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan. Trauma sering kali

tak dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera

ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma. 2

Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi

yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 – 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal

sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic

junction. Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri yang

hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya

perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena

seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan

gejala yang jelas.

Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan prognosis

penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi

ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma.

II.5 KOMPLIKASI RUPTUR ORGAN

Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya ruptur pada organ.

Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga

peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum,

kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang

menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID

(Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). 4

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari

organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus

Page 13: Anatomi Traumatologi

abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur

apendiks, sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk

tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan

laparotomi eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan

berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. 4

Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis antara lain:5

1. Nyeri perut seperti ditusuk

2. Perut yang tegang (distended)

3. Demam (>380C)

4. Produksi urin berkurang

5. Mual dan muntah

6. Haus

7. Cairan di dalam rongga abdomen

8. Tidak bisa buang air besar atau kentut

9. Tanda-tanda syok

Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis peritonitis didapatkan dari

hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan

secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau

tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum

viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi

(peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia

intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal. Mual dan muntah

biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena gesekan organ patologi

atau iritasi peritoneal sekunder.11

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan

temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia

disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena

mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi

yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan

produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.11

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan ketidaknyamanan bagi

pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang

akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan

kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan

oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau

Page 14: Anatomi Traumatologi

distended.11

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen, auskultasi

dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah

terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau

menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus

ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar

normal.11

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif. Bagian anterior

dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari

abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri

dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi

yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan

dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.11

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut

menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari

gerakan atau tekanan setempat.

Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas

juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien

dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara

bebas tadi.11

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan

pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general

peritonitis.11

II.6 PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Riwayat trauma

sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor meliputi :kejadian

apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan

perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit.

Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda

penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan

diagnosis.11

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan

sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan,

syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.11

Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik meliputi inspeksi,

Page 15: Anatomi Traumatologi

auskultasi, palpasi, dan perkusi.

• Pada inspeksi, perlu diperhatikan :

Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya kemungkinan kerusakan

organ di bawahnya.

Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja yang dapat

mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilicus (Cullen Sign)

merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam beberapa jam sampai

hari.

Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan adanya

pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.

Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka kemungkinan

adanya peritonitis.

• Pada auskultasi, perlu diperhatikan :

Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus selalu menurun,

bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.

Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma diafragma.

• Pada palpasi, perlu diperhatikan :

Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut abdomen akibat

peritonitis.

Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ yang mengalami

trauma atau adanya peritonitis.

• Pada perkusi, perlu diperhatikan :

Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang berarti

terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.

Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.

Adanya “Shifting dullness” menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut, berarti kemungkinan

besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.

Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat fraktur pelvis, dan tinja

harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan status

neurology pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada trauma salurah kemih.

Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan tambahan

keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama bila jumlah perdarahan masih

sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit ditentukan. Caranya dapat dilakukan dengan :

buli- buli dikosongkan, kemudian penderita dimiringkan ke sisi kiri.

Disinfeksi kulit dengan yodium dan alcohol.

Digunakan jarum yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no. 18 – 20.

Page 16: Anatomi Traumatologi

Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu diaspirasi.

Dianggap positif bila diperoleh darah minimal sebanyak 0.5 cc

II.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium:

• Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita dilakukan tes kehamilan).

• Nilai elektrolit serum, tingkat kreatinin, dan glukosa.

• Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus. Tingkat elevasi

dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran penyebab non traumatic (alcohol, narkotik,

obat-obat yang lain). Amylase atau lipase mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi

sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia meningkatkan sugesti

trauma intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan pembedahan.

• Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum dilakukan maka diberikan

profilaksis.

Pemeriksaan dengan foto:

Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai kestabilan hemodinamik.

Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus ditegakkan untuk

mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL atau FAST scan. Pemeriksaan

radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat pemeriksaan fisik dilakukan.

• Radiografi

Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur hemidiafragma atau

pneumoperitonium.

Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.

Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma.

Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari perforasi

duodenal.

• Ultrasonografi

Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan positif jika cairan

ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.

Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan

hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti lokasi

trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.

Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi tersebut adalah

perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial digunakan lubang subcosta atau

transtoraksis. Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya hemoperikardium

yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan

Page 17: Anatomi Traumatologi

gambar bagian dari liver, diafragma, dan ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan

ruang pleura kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan pada ruang

pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan vesika urinaria sebagai lubang

sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak sebagai area tidak

ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi cairan pada cavum Douglas,

posterior dari uterus.

Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan untuk menentukan

sebab dan luasnya kerusakan.

Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi, pemeriksaan

abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.

Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan diagnosis yang

meragukan untuk penanganan dokter.

• Computed Tomography (CT) Scan

CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan abdomen dapat

menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra dan pelvis dan kerusakan pada

cavum toraks.

Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar dapat

membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan organ dengan teliti.

Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma diafragma, pancreas,

dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan memerlukan kontras oral atau intravena, yang

menyebabkan reaksi yang merugikan.

Prosedur Diagnostik :

• Diagnostic peritoneal lavage

DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang, (2) dengan

trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang mengarah pada trauma abdomen,

(4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien dengan potensial trauma intra-

abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu lama untuk prosedur yang lain

Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi. Kontraindikasi relatif meliputi

kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang multipel, dan kehamilan.

Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open, semiopen dan

closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan melewati linea alba. Peritoneum

dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode semiopen hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan

kateter melalui perkutaneus melalui peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed memerlukan

kateter untuk dipasang di dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum.

Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10 mL darah

sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL, lebih dari 500 WBC/mL,

Page 18: Anatomi Traumatologi

peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah dibutuhkan dalam peritoneum

untuk menghasilkan DPL positif secara mikroskopik.

DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas 98-100% dan

spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas tinggi, interpretasi cepat, dan segera.

Positif palsu dapat terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur pelvis. Sebelum dilakukan

DPL, vesica urinaria dan lambung harus di dekompresi.

Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan FAST, CT scan),

peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak stabil yang hasil FAST negative atau

tidak jelas. 10

II.8 PENATALAKSANAAN

Terapi Medis

Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan latihan menilai

dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian

diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko

mengalami kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat

trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur

intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya pada

primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma tumpul

abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang efektif dengan

mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur. 10

Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale.

Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih, kering, hangat.

Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam pemeriksaan fisik.

Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen

Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik pasien yang saat

ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada trauma

tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selektif menjadi

standar perawatan. Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat

pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan.

Terapi Pembedahan

Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis, perdarahan atau

syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan adanya hemoperitonium setelah

pemeriksaan FAST dan DPL.

Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi pilihan. Saat

abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuan darah, membalut

Page 19: Anatomi Traumatologi

semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah

kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen

dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.

Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Jangan memeriksa

hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan

kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien

dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan

laparotomy dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan.

Follow-Up :

Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan fisik. Peningkatan

temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan

tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan intra-abdomen. Perkembangan

peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang mengindikasikan untuk intervensi bedah.

sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/10/trauma-abdomen_29.html#ixzz31WMDokcV 

Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

Fraktur Nasal

Penyebab trauma nasal ada 4 yaitu:

Mendapat serangan misal dipukul. injury karena olah raga kecelakaan (personal accident). kecelakaan lalu lintas.

Dari 4 causa diatas, yang paling sering karena mendapat serangan misalnya dipukul dan kebanyakan pada remaja. Jenis olah raga yang dapat menyebabkan injury nasal misalnya sepak bola, khususnya ketika dua pemain berebut bola diatas kepala; olah raga yang menggunakan raket misalnya ketika squash, raket dapat mengayun ke belakang atau depan dan dapat memukul hidung atau karate; petinju.Trauma nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi menyebabkan fraktur wajah.Terdapat beberapa jenis fraktur nasal antara lain (Robinstein,2000) :

Page 20: Anatomi Traumatologi

Fraktur lateral adalah kasus yang paling sering terjadi, dimana hanya terjadi pada salah satu sisi saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah.

Fraktur bilateral merupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi selain fraktur lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya tulang nasal dengan tulang maksilaris.

Fraktur direct frontal yaitu fraktur os nasal dan os frontal sehingga menyebabkan desakan dan pelebaran pada dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan terganggu suaranya.

Fraktur comminuted adalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen. Fraktur ini akan menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.

4. PATOFISIOLOGI

Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya tulang. Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris.Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal. Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista maksilaris.Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III.5 Jenis fraktur nasal adalah (1) fraktur nasal sederhana. (2) fraktur pada prosessus frontalis maksila. (3) fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi (4) fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer. (5) fraktur kominunitiva pada vomer dan (6) fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir dari hidung.

5. Tanda dan gejala

Page 21: Anatomi Traumatologi

Bentuk hidung berubah Epiktasis/keluar darah dari hidung Krepitasi yaitu teraba tulang yang pecah Hidung serta daerah sekitarnya bengkak

6. Komplikasi

Deviasi hidung (Keadaan dimana terjadi peralihan pada septum nasal, tulang nasal atau keduanya).

Bleeding (perdarahan hidung) Hematoma septi ( penggumpalan darah dibagian septum). Septum hematom ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang

subperikondrial. Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang hilang.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Foto nasal Radiografi nasal Pemeriksaan hidung bagian dalam Sinar X untuk menilai ductus nasolakrimalis

8. Penatalaksanaan

Operatif Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.

Tindakan yang dilakukan pada deviasi septum biasanya dengan septoplasty. Selain itu seiring dengan perkembangan bedah plastic untuk komestika, maka dapat dilakukan rhinoplasty.

Rhinoplasty adalah operasi plastic pada hidung. Ada 2 macam : Augmentasi rhinoplasty : penambahan pada hidung. Yang harus diperhatikan tidak

boleh menambahkan injeksi silicon. Yang boleh digunakan adalah bahan dari luar,

Page 22: Anatomi Traumatologi

misalnya silicon padat maupun bahan dari dalam tubuh sendiri misal tulang rawan, flap kulit/dermatograft.

Reduksi rhinoplasty : pengurangan pada hidung. Tempat terjadinya bleeding seharusnya diidentifikasi dan jika dari sphenopalatine

maka eksplorasi septal dikeluarkan dan ketika arteri dibebaskan dari segmen fraktur biasanya dihentikan dengan packing (balutan). Jika arteri ethmoidal masih terjadi bleeding setelah fraktur ethmoidal maka dilakukan ¡¥clip¡¦ dengan ethmoid eksternal yang sesuai.

Drainase segera setelah ditemukan disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase

Fraktur Maksila

Klasifikasi fraktur maksilofasial yang keempat adalah fraktur maksila, yang mana

fraktur ini terbagi atas tiga jenis fraktur, yakni ; fraktur Le Fort I, Le Fort II, Le Fort

III. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, insidensi dari fraktur maksila ini

masing-masing sebesar 9,2% dan 29,85%.3,19

2.3.4.1 Fraktur Le Fort I

Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan tunggal atau bergabung

dengan fraktur – fraktur Le Fort II dan III.

Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis fraktur transverses rahang

atas melalui lubang piriform di atas alveolar ridge, di atas lantai sinus maksilaris, dan

meluas ke posterior yang melibatkan pterygoid plate. Fraktur ini memungkinkan

maksila dan palatum durum bergerak secara terpisah dari bagian atas wajah sebagai

sebuah blok yang terpisah tunggal. Fraktur Le Fort I ini sering disebut sebagai fraktur

transmaksilari.12-15

Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort I dilakukan dalam dua pemeriksaan

yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan

Page 23: Anatomi Traumatologi

dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya

edema pada bibir atas dan ekimosis. Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya

lengkung rahang atas. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara

visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya open bite anterior.

Sedangkan secara palpasi terdapat rasa nyeri.

12-14

Selanjutnya pemeriksaan fraktur Le Fort I dilakukan dengan foto rontgen dengan

proyeksi wajah anterolateral.

2.3.4.2 Fraktur Le Fort II

Fraktur Le Fort II lebih jarang terjadi, dan mungkin secara klinis mirip dengan

fraktur hidung. Bila fraktur horizontal biasanya berkaitan dengan tipisnya dinding

sinus, fraktur piramidal melibatkan sutura-sutura. Sutura zigomatimaksilaris dan

nasofrontalis merupakan sutura yang sering terkena.

Seperti pada fraktur Le Fort I, bergeraknya lengkung rahang atas, bias

merupakan suatu keluhan atau ditemukan saat pemeriksaan. Derajat gerakan sering

Universitas Sumatera Utaratidak lebih besar dibanding fraktur Le Fort I, seperti juga gangguan oklusinya tidak

separah pada Le Fort I.12-15

Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort II dilakukan dalam dua pemeriksaan

yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan

dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat pupil

cenderung sama tinggi, ekimosis, dan edema periorbital. Sedangkan secara palpasi

terdapat tulang hidung bergerak bersama dengan wajah tengah, mati rasa pada daerah

Page 24: Anatomi Traumatologi

kulit yang dipersarafi oleh nervus infraorbitalis. Pada pemeriksaan intra oral,

pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat

adanya gangguan oklusi tetapi tidak separah jika dibandingkan dengan fraktur Le Fort

I. Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya lengkung rahang atas. 12-14

Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen

proyeksi wajah anterolateral, foto wajah polos dan CT scan

2.3.4.3 Fraktur Le Fort III

Fraktur craniofacial disjunction, merupakan cedera yang parah. Bagian tengah

wajah benar-benar terpisah dari tempat perlekatannya yakni basis kranii.

Fraktur ini biasanya disertai dengan cedera kranioserebral, yang mana bagian

yang terkena trauma dan besarnya tekanan dari trauma yang bisa mengakibatkan

pemisahan tersebut, cukup kuat untuk mengakibatkan trauma intrakranial. 12-15

Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort III dilakukan secara ekstra oral. Pada

pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi. Secara visualisasi

dapat terlihat pembengkakan pada daerah kelopak mata, ekimosis periorbital bilateral.

Usaha untuk melakukan tes mobilitas pada maksila akan mengakibatkan pergeseran

seluruh bagian atas wajah.14

Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen

proyeksi wajah anterolateral, foto wajah polos dan CT scan

Prioritas Pertolongan Pertama

ABCDE : Evaluasi dan Stabilisasi :

Airway : bebaskan jalan nafas, oksigenasi

Breathing : suara/gerak/frekuensi pernafasan

Page 25: Anatomi Traumatologi

Circulation : tekanan darah, perfusi, atasi sumber perdarahan

Disability : tingkat kesadaran (GCS) dan lateralisasi (anisokor dan hemiparese)

Minimalisasi cedera otak sekunder

◦ Berikan O2

◦ Pertahankan tekanan darah ( sistolik>90 mmHg)

Trauma ureter yang berasal dari luar tubuh misalnya akibat KLL, luka tusuk atau luka tembak jarang terdapat karena ureter berbentuk tabung kecil yang terlindung di bagian posterior abdomen.

Pada penelitian jumlah trauma ureter hanya berkisar 2-4% dari trauma urologi akibat trauma externa.

Selain itu ureter bisa trauma akibat operasi di rongga pelvis atau retroperitoneal, operasi endourologi maupun laparoskopi.

Operasi terbuka yang menyebabkan trauma ureter yang paling banyak

histerektomi (54%),

kolorektal (14%),

rongga pelvis (8%)

pembuluh darah abdomen (6%).

Operasi endourologi yang dapat menyebabkan trauma ureter yaitu URS

RPG

PCN

Operasi laparoskopi terutama laparoskopi ginekologi dapat juga menyebakan trauma ureter.

Trauma ureter bisa terjadi akibat:

- ureter terikat,

- robek akibat tergunting/tertusuk,

- terpotong,

- terjepit klem,

Page 26: Anatomi Traumatologi

- tertarik oleh jaringan fibrotik,

- terjahit ataupun

- nekrose akibat kauterisasi untuk menghentikan perdarahan