analisis unsur intrinsik dalam kumpulan puisi...
TRANSCRIPT
ANALISIS UNSUR INTRINSIK DALAM KUMPULAN PUISI
TIRANI DAN BENTENG KARYA TAUFIQ ISMAIL
Oleh : SYAIFUL ANWAR
NIM 809018300082
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul Analisis Unsur Intrinsik Dalam Kumpulan PuisiTirani dan Benteng Karya Taufiq Ismail disusun oleh SYAIFUL Afl"WARNomor Induk Mahasiswa S090183JT00821diajukan kepada Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakanlulus dalam Ujian Munaqasah padatanggal 8 Juli 2012 di hadapan dewan penguji.Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarj.ana Sl (S.Pd) dalam ProgramPendidikan Guru Madrasah Ibtidaivah Dual Mode System.
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)Tanda Tangan
Iakarta, S Juli20I2
Tanggal
NrP. 19761 t07200701r013
Penguji I
r-\\-- t )%("6'-''*o*
//rs. E. Kusnadi
ff iozorrs6slolool
Jakafia,8 Juli 2012
Jakarta,8 juli20l2
8 Juli 2012
MP: 19526052019813 1001
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Analisis Unsur Intrinsik dalam Kumpulan Puisi 6 Tirani danB enteng " Karya Taufiqlsmail
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah SatuSyarat untukMemperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd )
Oleh
Syaiful Anwar
NrM 8090r$00082
PGMI-DUAL MODE SYSTEM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAII
JAKARTA
2012
NIP 19701 2152009122001
Nama
NIM
Jurusan
Alamat
LEMBAR PER]TYATAAhI KARYA ILMIAII
Syaiful Anwar
809018300082 ',.- .
PGMI Dual Mode System
Jl. Kiara VI Rt. 08/05 No.7B
Kel. Jembatan Lima Kec. Tambora
MEI\IYATAKAI\ DENGAN SE SUNGGUIINYA
Bahwa skripsi ini berjudul Analisis Unsur Intrinsik Dalam KumpulanPuisi Tirani dan Benteng Karya Taufiq Ismail adalah benar hasil karya sendiridi bawah bimbingan dosen:
1. Nama Pembimbing I : Dra. Hindun, M.PdNIP : 197012152009122001
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan sayasiap menerima segala konsekuensi apabila terbulcti bahwa skripsi ini bukan hasilkarya sendiri.
Jakarta, Juli20l2
Yang menyatakan^/lETTRAITEMPELat^taENilrcwD^rcil
,ry',,1 -
6se7AABF137o8/tt\r{-q4allg-r_u-_5,u_P"t4I!6www
ii
ABSTRAK
ANALISIS UNSUR INTRINSIK KUMPULAN PUISI TIRANI DAN
BENTENG KARYA TAUFIQ ISMAIL
Kata kunci : Analisis Unsur Intrinsik Puisi Tirani dan Benteng
Berdasarkan masalah mengenai unsur intrinsik puisi Tirani dan Benteng
maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang bagaimana
menganalisis unsur intrinsik kumpulan puisi Tirani dan Benteng. Untuk mendapat
memahami karya sastra khususnya puisi diperlukan adanya kemampuan tentang
penguasaan unsur-unsur yang membangun puisi. Dalam memahami suatu karya
sastra khususnya puisi tidak hanya cukup dengan melakukan apresiasi terhadap
puisi tersebut, tetapi mengetahui unsur-unsur yang membangun puisi mengingat
betapa besarnya manfaat dan peranan puisi dalam kehidupan sehari-hari, maka
penelitian berupa apresiasi langsung dari sebuah karya sastra (puisi) yaitu dari
unsur intrinsik dari puisi tersebut harus digalakkan dan digiatkan. Maka peneliti
tertarik untuk mengadakan apresiasi langsung dari karya sastra (puisi) dari unsur
puisi tersebut.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif,
penelitian yang membahas masala-masalah atau fakta-fakta yang ada. Untuk
mendapatkan data-data yang diperlukan penulis melakukan penelitian yang
bersifat kajian pustaka, dengan langkah-langkah menelaah buku-buku yang ada
dalam perpustakaan, yang ada hubungannya dengan judul penelitian yang
dilakukan setelah data-data terkumpul kemudian dianalisis lalu di deskrpsikan.
Berdasarkan teori yang digunakan peneliti adalah kualitatif, yang akan
berkembang dalam proses penelitian dan diorientasikan kepada deskripsi dan
iii
pemahaman terhadap fenomena puisi, sehingga diperoleh temuan-temuan secara
langsung yang melibatkan sebagai instrument.
Berdasarkan hasil penelitian Puisi Tirani dan Benteng, peneliti
mengemukakan dalam penelitiannya yaitu dalam puisi Tirani ada 18 Puisi dan
Puisi Benteng ada 24 Puisi namun peneliti hanya sebagian puisi yang diteliti
Tirani menjadi 9 Puisi, dan Benteng 12 Puisi.
Kesimpulan yang diambil dari peneliti dalam kumpulan puisi Tirani dan
Benteng untuk menganalisis unsur intrinsik adalah Diksi, Gaya Bahasa, Aliterasi,
Asonasi, Ritme, Rima.
iv
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillah, segala puji serta syukur saya limpahkan kepada Allah Swt.
Atas rahmat dan hidayah-Nya, serta segala nikmat yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Saw beserta istri, keluarga, sahabat dan umatnya yang
selalu mengikuti risalah serta ajarannya Saw.
Skripsi sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan S1,
(Strata Satu), dipandang sebagai salah satu proses pendidikan dalam hal
kemampuan meneliti puisi atau obyek yang dipandang bermanfaat dari aspek
keilmuan dan penerapannya kelak, pada proses skripsi juga merupakan salah satu
hal yang mendorong dan melatih penulis untuk berpikir secara kritis dalam bidang
unsur intrinsik dalam kumpulan puisi, yang selama ini penulis dalami, dengan
dukungan teoretis yang telah penulis dapatkan selama waktu pekuliahan yang
akhirnya penulis rasakan sangat bermanfaat.
Dalam penulisan skripsi ini terkadang penulis mendapat hambatan yang
memang menjadi bagian dari sebuah perjuangan untuk mencapai sebuah tujuan.
Namun penulis menyadari bahwa ini merupakan proses yang harus dijalani. Oleh
karena itu, banyak pihak yang terlibat memberikan bantuan dalam menyelesaikan
skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua, Bapak/Ibu tercinta yaitu Achmad Baung dan Arsawati
yang telah melahirkan saya, merawat, dan mendidik saya dengan kasih
sayangnya sehingga menjadi seperti sekarang. Terima kasih kami ucapkan
atas bantuan, pengorbanan, dan kerja keras kalian. Tanpa do’a dan usaha
kalian anakmu bukanlah apa-apa.
v
2. Dra. Hindun, M.Pd selaku dosen pembimbing yang senantiasa
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan masukan yang sangat
berarti untuk mentelesaikan skripsi ini.
3. Istri dan anak-anak saya yang selalu memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Kementrian Agama yang telah memberikan beasiswa kepada saya yang
Alhamdulillah tanpa bantuannya kami tidak akan menyelesaikan studi
kami yang akan mendapatkan gelar Sarjana.
5. Bapak/Ibu Dosen yang selalu memberikan pengetahuan kepada saya
hingga pada akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman yang selalu membantu saya supaya menyelesaikan skripsi
ini.
7. Saudara-saudara saya yang selalu memberikan semangat kepada saya
untuk menyelesaikan skripsi ini.
Semoga mereka selalu mendapat rahmat Allah Swt. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh kerena itu saran dan kritik yang membangun penulis
harapkan untuk membuat perubahan yang lebih baik. Walaupun masih
jauh dari kata yang sempurna penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat
baik bagi penulis, maupun bagi pihak-pihak lain.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Jakarta, Juli 2012
Penulis
vi
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………... i
ABSTRAK………………………………………………………………..... ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………… iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………. 1
B. Identifikasi Masalah……………………………………………………… 4
C. Pembatasan Masalah……………………………………………………... 4
D. Rumusan Masalah………………………………………………………... 4
E. Tujuan Penelitian.………………………………………………………… 5
F. Manfaat Penelitian………………………………………………………... 5
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Pengertian Analisis……………………………………………………...... 8
B. Pengertian Unsur Intrinsik……………………………………………....... 9
C. Pengertian Puisi…………………………………………………………… 12
D. Jenis-jenis Puisi………………………………………………………..….. 26
E. Metode dalam Puisi……………………………………………………….. 28
F. Tujuan Pengajaran Puisi………………………………………………....... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Disain Penelitian…………………………………………………………... 34
B. Populasi dan Sampel………………………………………………………. 35
C. Variabel dan Indikator…………………………………………………….. 37
D. Instrumen Penelitian………………………………………………………. 37
E. Alat Pengumpulan Data…………………………………………………… 38
F. Teknik Analisis Data……………………………………………………..... 39
vii
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis dan Pembahasan Puisi Kelompok Tirani…………………………. 40
B. Analisis dan Pembahasan Puisi Kelompok Benteng………………………. 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………………………………………… 74
B. Saran……………………………………………………………………….. 74
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia merupakan salah satu dari hasil kebudayaan. Bahasa
Indonesia tidak terlepas dari kesusastraan. karena bahasa Indonesia merupakan
wujud dari kesusastraan atau karya sastra itu sendiri. Oleh karena itu, bahasa
Indonesia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesusastraan atau
karya sastra.
Kesusastraan mempunyai peranan dan manfaat yang besar dalam
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kesusastraan merupakan
salah satu dari hasil budaya manusia yang perlu mendapatkan perhatian dari
kita semua. Kesusastraan merupakan refleksi dari kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Realita yang terjadi
di tengah masyarakat tersebut kemudian dituangkan oleh pengarang atau
penyair berdasarkan pada imajinasi dalam bentuk karya sastra. Dengan
demikian karya sastra dapat memberikan solusi atau alternatif pemecahan
masalah yang terjadi di masyarakat. Dengan membaca karya sastra
tersebut, pembaca akan mendapatkan manfaat dari karya sastra tersebut. Sangat sulit
untuk membedakan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh
masyarakat.
Puisi sebagai karya seni sastra yang dapat dikaji bermacam-macam
aspeknya. Puisi juga dapat dikaji dari struktur dan unsur-unsurnya,
mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-
macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan.
Puisi dapat pula dikaji jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat
bahwa ada beragam-ragam puisi. Begitu juga, puisi dapat dikaji dari sudut
kesejarahannya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari waktu kewaktu
puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang. Sepanjang zaman puisi selalu
mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini mengingat hakikatnya
sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan
2
pembaharuan. Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan
perubahan konsep estetiknya.
“Karya sastra adalah fenomena unik. Ia juga fenomena organik di
dalamnya penuhnya serangkaian makna dan fungsi makna dan fungsi ini
sering kabur dan tak jelas. Oleh karena, karya sastra memang syarat
dengan imajinasi itulah sebabnya, peneliti sastra memiliki tugas untuk
mengungkap kekaburan itu menjadi jelas. Peneliti sastra akan
mengungkap elemen-elemen dasar pembentuk sastra dan menafsirkan
sesuai paradigma dan atau teori yang digunakan, Tugas demikian, akan
menjadi bagus apabila peneliti memulai kerjanya atas dasar masalah.
Tanpa masalah yang jelas dari karya sastra yang dihadapi, tentu kerja
penelitian juga akan kabur. manakala penelitian kabur dan karya satra
itu sendiri sebagai fenomena yang kabur, tentu hasilnya tidak akan
optimal. Itulah sebabnya kepekaan peneliti sastra untuk mengangkat
sebuah persoalan menjadi penting.”1
Tujuan karya sastra yaitu untuk membantu manusia menyingkap rahasia
keadaannya, untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka
jalan kebenaran. Adapun yang membedakan antara karya sastra dengan seni
lainnya adalah dari segi bahasa.
Sastra merupakan institusi sosial yang memakai bahasa sebagai
mediumnya. Teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan matra
bersifat sosial karena merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra
menyajikan kehidupan dan kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan
sosial, walaupun karya sastra juga "meniru" alam dan dunia subjektif
manusia.
Penyair merupakan warga masyarakat yang memiliki status khusus.
Penyair mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat dan mempunyai masa,
walaupun hanya secara teoretis. Sastra sering memiliki kaitan dengan institusi
sosial tertentu. Sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak
sepenuhnya bersifat pribadi. Jadi, permasalahan studi sastra menyiratkan atau
merupakan masalah sosial; masalah tradisi, konvensi, norma, jenis sastra, symbol,
dan mitos.
1Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: CAPS, cet. ke-1, 2011),
hlm. 7.
3
Salah satu bentuk dari karya sastra adalah puisi. Puisi merupakan salah
bentuk karya sastra yang paling tua. Banyak karya sastra di dunia ini yang ditulis
dalam bentuk puisi. Di dalam puisi tersebut penyair sering menuangkan ide dan
gagasannya tentang peristiwa atau kejadian yang terjadi di tengah kehidupan
masyarakat. Dengan demikian puisi mempunyai hubungan yang erat dengan
kehidupan dalam masyarakat.
Puisi merupakan rangkaian kata-kata yang perlu dan enak dibaca, yang di
dalamnya terkandung makna, tema dan sebagainya. Pengetahuan dan pengalaman
tentang unsur dari bentuk dan isi yang membangun puisi tersebut sangat
diperlukan untuk meningkatkan perkembangan puisi. Bentuk dan isi puisi
mempunyai perkembangan yang berbeda antara masa sekarang dengan masa
sebelumnya. Hal tersebut disebabkan perbedaan latar belakang sosial, filsafat,
agama, pandangan hidup dan juga latar belakang pemikiran, ilmu pengetahuan
dan teknologi dari masa atau saat puisi tersebut diciptakan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat
memahami karya sastra khususnya puisi diperlukan adanya kemampuan tentang
penguasaan tentang unsur-unsur yang membangun puisi tersebut dan unsur yang
berhubungan dengan puisi tersebut. Selama ini penelitian yang banyak dilakukan
oleh para mahasiswa dalam menyelesaikan studinya dalam bentuk mengapresiasi
karya sastra. Adapun penelitian yang langsung meneliti unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri masih jarang dilakukan. Padahal dalam
memahami suatu karya sastra khususnya puisi tidak hanya cukup dengan
melakukan apresiasi terhadap puisi tersebut tetapi juga mengetahui unsur-unsur
yang membangun puisi tersebut.
Mengingat betapa besarnya manfaat dan peranan karya sastra khususnya
puisi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, maka penelitian berupa apresiasi
langsung dari sebuah karya sastra (puisi), yaitu dari unsur instrinsik dari puisi
tersebut perlu digalakkan dan digiatkan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
tertarik untuk mengadakan apresiasi langsung dari karya sastra (puisi) dari unsur
instrinsik puisi tersebut. Adapun judul penelitian tersebut adalah: Analisis Unsur
Intrinsik dalam Kumpulan Puisi Tirani dan Benteng Karya Taufiq Ismail.
4
B. Identifikasi Masalah
“Identifikasi masalah memuat faktor-faktor penyebab terjadinya suatu
masalah. Identifikasi menjelaskan hal-hal dominan apa yang menjadi
penyebab terjadinya suatu masalah. Penelitian pada dasarnya bertujuan
untuk mengungkapkan keterkaitan antara fenomena. Sekali fenomena terjadi
dan kita selidiki maka pasti ada fenomena lain yang terkait atau menjadi
penyebabnya. Dengan demikian jika terjadi suatu masalah maka pasti ada
penyebabnya. Tentu saja masalah yang menjadi tema atau fokus penelitian
penyebabnya tidak tunggal tetapi terdiri dari beberapa faktor yang terkait."2
Berdasarkan uraian dan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
identifikasi masalah merupakan salah satu elemen dalam suatu penelitian. dengan
demikian identifikasi masalah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan penelitian, seperti juga halnya dengan elemen penelitian
lainnya. Ketajaman atau ketepatan seorang penelitian dalam mengidentifikasi
masaalah sangat memegang peranan yang penting. Berdasarkan hal tersebut, maka
dalam identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: Analisis unsur intrinsik
dalam kumpulan puisi “Tirani dan Benteng” karya Taufiq Ismail.
C. Pembatasan Masalah
Memuat penjelasan dan argumentasi mengenai berbagai faktor atau variabel
yang berkaitan dengan masalah peneliti yang tidak mungkin semua dapat diteliti
dalam kurung waktu tertentu. Oleh karena itu, menetapkan atau membatasi
variabel atau faktor yang akan dijadikan fokus kajian. Pembatasan masalah dalam
suatu penelitian juga akan lebih memudahkan peneliti dalam melakukan
penyelidikan. Selain itu juga akan lebih menghemat tenaga, waktu dan biaya yang
diperlukan dalam menyelesaikan penyelidikan atau penelitian tersebut.
penyelidikan atau penelitian tersebut.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah
skripsi ini sebagai berikut. Bagaimana menganalisis unsur intrinsik dalam
kumpulan puisi “Tirani dan Benteng” karya Taufiq Ismail.
2Mahmudah, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), hlm. 44.
5
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk member jawaban atas permasalahan penelitian
yang telah dibuat dalam bentuk rumusan masalah. Tujuan penelitian
dinyatakan dalam kalimat yang sifatnya menggali atau mendalami unsur
intrinsik puisi. Kata-kata yang dapat digunakan antara lain: untuk
mempelajari, mengeksplorasi, mengkaji, menemukan, atau mengungkapkan.
Untuk mengetahui Analisis Unsur Intrinsik Dalam Kumpulan Puisi
Tirani dan Benteng Karya Taufiq Ismail yaitu:
1. Diksi
2. Gaya Bahasa
3. Aliterasi
4. Asonasi
5. Ritme
6. Rima
F. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian harus mempunyai berorientasi kepada manfaat atau
kegunaan yang hendak diinginkan berdasarkan hasil penelitian tersebut.
Manfaat atau kegunaan dari hasil suatu penelitian diharapkan tidak hanya
bermanfaat bagi peneliti itu sendiri, tetapi juga kepada lembaga tempat kajian
atau organisasi profesi dan ilmu pengetahuan.
Manfaat penelitian mencakup dua dimensi, yaitu keilmuan dan praktis.
Manfaat keilmuan terkait dengan dimensi pembenaran, yakni bahwa bahwa teori
struktur yang menekankan studi sastra secara otonom terlepas dari faktor ekstrinsik
dan intrinsik tetap masih relevan masih dipergunakan sebagai pendekatan atau
perspektif yang signifikan untuk menganalisis dan member penilaian terhadap karya
sastra. Lewat analisis yang dipandu oleh teori atau konsep. Selain itu manfaat
pembenaran terkait dengan persyaratan penguasaan literary competence, yaitu
kemampuan menguasai kaidah-kaidah penciptaan karya sastra, bagi peneliti yang
menerapkan pendekatan structural. Tanpa literary competence tidak akan pernah
ada penelitian sastra, apalagi memberikan penilaian. Benar tidaknya suatu
penelitian puisi dari perspektif structural berhubungan dengan literary competence
6
sebagai persyaratan utama.”3
Hal di atas sesuai dengan pendapat ahli berikut yang mengatakan
sebagai berikut:
"Sebenarnya penjelasan tentang kegunaan hasil penelitian ini tidak mutlak harus
ada. Rumusan tentang kegunaan hasil penelitian adalah kelanjutan dari tujuan
penelitian. Apabila peneliti telah selesai mengadakan penelitian dan memperoleh
hasil, ia diharapkan dapat menyumbangkan hasil itu kepada Negara, atau
khususnya kepada bidang yang sedang diteliti. Pembicaraan tentang kegunaan
hasil penelitian ini menjadi penting setelah beberapa peneliti tidak dapat
mengadakan sebenarnya hasil bapa yang diharapkan, dan sejauh mana
sumbangannya terhadap kemajuan ilmu pengetahuan."4.
Berdasarkan pendapat di atas, maka manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah:
1. Dapat memperkaya khasanah perkembangan ilmu kesusastraan
khususnya hasil karya sastra yang berbentuk puisi;
2. Dapat meningkatkan kecintaan masyarakat akan karya sastra
Indonesia khususnya puisi;
3. Dapat memberikan bahan acuan kepada guru bidang studi bahasa
dan sastra Indonesia tentang apresiasi puisi;
4. Dapat memperkaya wawasan atau pengetahuan penulis tentang karya
puisi yang dihasilkan oleh penyair bangsa sendiri;
3Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi,( Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar, cet. ke-1, 2010), hlm. 92
4Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet. ke-14 2010),
hlm. 99
7
7
BAB II
LANDASAN TEORETIS
Dalam melakukan analisis atau penelitian tentang suatu karya sastra, salah
satu yang dapat dilakukan peneliti adalah menggunakan berbagai buku
tentang karya sastra atau kesusastraan yang terdapat di dalam perpustakaan. Hal
ini sesuai dengan pendapat ahli yang mengatakan.
"Seorang ahli ilmu pengetahuan tidak hanya bertujuan menemukan fakta,
tetapi menemukan prnsip-prinsip yang terletak dibalik fakta prinsip utama
yang dicari ialah dalil, yakni generalisasi atau kesimpulan yang berlaku
umum. Dengan dalil ini ahli tersebut melanjutkan penyelidikanya untuk
meramalkan rangkaian peristiwa berikutnya. Tentu saja diperlukan
sejumlah data untuk dipakai sebagai pertimbangan penyimpulan sebuah
dalil."1
Adapun pendapat ahli mengatakan bahwa : “Perkataan kesusastraan itu
berasal dari bahasa sansekerta susastra. Su berarti baik atau bagus, sastra berarti :
buku, tulisan atau huruf. Jadi kesusastraan adalah himpunan buku-buku yang
mempunyai bahasa yang indah serta isi yang baik pula. Dalam kesusastraan
khusus, karangan itu harus meliputi :
Bahasa yang terpelihara baik.
Isinya yang baik, indah, yaitu yang benar-benar menggambarkan
kebenarandalam hehidupan manusia.
Cara menyajikannya menarik, sehingga berkesan dihati pembaca.”2
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa mempalajari
buku-buku yang berhubungan dengan karya sastra di perpustakaan akan sangat
membantu peneliti dalam membuat tinjauan pustaka. Dengan begitu keberhasilan
penelitian akan sangat ditentukan oleh kemampuan penulis dalam membuat tinjauan
pustaka.
1Winarno Surakmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, dan Dasar Metode Teknik, (Bandung :
Tarsito, cet. ke-7, 1985), hlm. 63.
2Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia, (Bandung : CV. Djatnika, cet. ke-1, 1983), hlm.
7.
8
8
A. Pengertian Analisis
Kata analisis berasal dari bahasa Yunani yaitu analyein yang berarti
menyelesaikan, menguraikan, adapun menurut Derrida:
“Analisis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penelitian, sebab kegiatan
menguraikan ini, yaitu memisah-misahkan sesuatu menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil didalam suatu entitas dengan cara mengidentifikasi, membanding-
bandingkan, menemukan hubungan berdasarkan parameter tertentu adalah suatu
upaya menguji atau membuktikan kebenaran.”3
“Krikitik dan kajian sastra memiliki hubungan sangat erat karena keduanya
merupakan tanggapan terhadap karya sastra. Pengkajian (sastra) adalah kegiatan
mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam karya sastra dengan
bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu kegiatan mempelajari dlam
pemahaman awalnya adalah menganalisis. Inti dari kegiatan mengkaji adalah
menganalisis. Sementara itu, kritik dalam pemahaman awalnya adalah penilaian
atau pertimbangan baik atau buruk sesuatu hasil kesusastraan dengan memberikan
alas an-alasan mengenai isi dan bentuk hasil kesusastraan.”4
Adapun pendapat lain ,menegaskan istilah bahasa sastra adalah :
“Bahasa sastra dan uraian falsafah bersifat simbolik, puitik, dan konseptual.
Dalam bahasa sastra pasangan rasa dan kesadaran menghasilkan objek
estetikyang terikat pada dirinya.
Bahasa sastra berpeluang menerbitkan pengalaman fiksional dan pada
hakikatnya lebih kuat dalam menggambarkan ekspresi kehidupan.”5
Kebenaran di dalam ilmu pengetahuan termasuk ilmu sastra, baru dapat diakui
kalau ada bukti atau tanda-tanda kebenaran. Bukti itu adalah adanya kesesuaian antara
pengetahuan dengan objeknya. Kebenaran itu disebut objektivitas. Akan tetapi, sebab
suatu objek, katakanlah sebuah puisi, memiliki beragam fenomena, dengan sendirinya
kebenaran menghadapi kesulitan untuk menjangkau seluruh aspek atau fenomena.
Kegiatan untuk menguak kebenaran itu dilakukan dengan cara melakukan analisis, yaitu
memilah-memilih, atau membuat segmentasi sebuah puisi. Dengan kata lain sebuah puisi
yang untuk dipotong-potong kedalam segmen atau bagian yang kecil-kecil berdasarkan
3Siswantoro, Metodologi Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, ( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, cet. ke-1, 2010 ), hlm. 10.
4Sumiyadi, Pengkajian Puisi Analisis Romantik, Fenomenologis, Stilistik, dan semiotik,
(Bandung: Pusat Studi Literasi, cet. ke-1, 2005), hlm. 1.
5M. Rafiek, Teori Sastra Kajian Teori dan Praktik , (Malang: PT. Refika Aditama, cet. ke-1,
2010), hlm. 13.
9
9
unsur-unsur intrinsiknya dalam perspektif strukturalisme. Selain memotong-motong,
kegiatan analisis juga memberi tafsir terhadap segmen-segmen puisi tersebut atas dasar
fungsi dan hubungan antar segmen atau unsur-unsur instrinsik tersebut untuk sampai
kepada efek. Adapun “Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk
mengetahui keadaan sebenarnya atau penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya,
pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenaranya.”6
B. Pengertian Unsur Intrinsik
Unsur-unsur intrinsik adalah khas puisi, yang mencakup: diksi, gaya bahasa,
pencitraan, nada suara, ritme, rima, bentuk puisi, aliterasi, asonasi, konsonansi, hubungan
makna dan bunyi. Abram mengatakan bahwa:
“masih ada lagi studi lain yaitu studi objektif, yang pada dasarnya memandang
karya sastra adalah karya yang mencukupi diri sendiri, terbebaskan dari faktor-
faktor eksternal sebagai rujukan. Karya sastra dibangun dari bagian-bagiannya
dan relasi internalnya, sehingga member penilaian terhadap karya sastra adalah
berdasar kriteria intrinsiknya sebagai unsur-unsur pembentukan struktur.”7
Secara singkat kompetensi sastra dapat dipahami sebagai pengetahuan
tentang konvensi sastra, yang dalam konteks ini adalah puisi, yang telah
disepakati oleh masyarakat sastra. Konvensi itu antara lain meliputi fungsi yang
tergantung pada jenis-jenis puisi, unsur-unsur internal dan hukum rasional antara
unsur-unsur internal tersebut sehingga makna atau nilai sebuah unsur tergantung
pada unsur lain. Dengan pengetahuan sastra yang demikian itu analisis tersebut
mampu memberi makna, serta mampu memberi tafsir sebuah karya atau lebih.
Dengan sifat puisi yang demikian itu sudah barang tentu unsur intrinsik yang
membentuknya pun berbeda dengan unsur intrinsik yang berbentuk karya sastra
prosa. Unsur intrinsik tersebut adalah tema, amanat, musikalitas, korespondensi,
diksi, simbolisasi, tipografi, dan gaya bahasa.
6Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pendidikan Dasar, (Jakarta: PT. Indah Jaya
Adipratama, cet, edisi April, 2011 ), hlm. 27.
7Siswantoro, Metodologi Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, cet. ke-1, 2010), hlm. 64.
10
10
a) Tema
“Tema adalah pokok persoalan atau pokok pikiran yang mendasari
terbentuknya sebuah puisi. Pokok persoalan itulah yang hendak disampaikan
kepada pembaca. Pokok persoalan ini bisa bermacam-macam bisa masalah
ketuhanan, cinta, keadaan, kebencian, rindu, keadilan, kemanusiaan dan
lain-lain. Tidaklah mudah untuk mengetahui tema sebuah puisi, karena tema
puisi terselubung dalam kata-kata perlambangan. Berbeda dengan tema
karangan prosa yang serba terurai. Itulah sebabnya untuk dapat menangkap
tema suatu puisi paling tidak kita harus tahu tentang diksi, makna konotasi,
dan perlambangan atau simbolisasi.”8
b) Amanat
“Amanat adalah sesuatu yang hendak disampaikan oleh penyair kepada
pembaca lewat puisinya. Bedanya dengan tema, kalau tema adalah persoalan
yang dikemukakan sedangkan amanat adalah sesuatu yang disampaikan
lewat persoalan itu. Dengan pengertian diatas jelas bahwa amanat biasanya
berada dibalik tema atau tersirat dibalik rangkaian kata puisi itu. Oleh karena
itu tafsiran terhadap amanat ini bisa bermacam-macam, sangat subjektif.
Namun kesubjektivan itu dapat diperkecil dengan mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan pribadi penyairnya.”9
Dengen pengertian di atas jelas bahwa amanat biasanya berada dibalik tema
atau tersirat dibalik rangkaian kata puisi itu. Oleh karena itu, tafsiran terhadap
amanat ini bisa bermacam-macam, sangat subjektif.
c) Simbolisasi
“Pengertian simbolisasi atau perlambangan dalam puisi tidak mengacu pada
gambar atau benda yang menggantikan pengertian tertentu akan tetapi
mengacu pada kata atau lambang kebahasaan lain yang digunakan untuk
menggantikan suatu pengertian atau hal lain. Simbolisasi diperlukan oleh
penyair untuk lebih mengkonkretkan hal-hal yang akan disampaikan. Kata-
kata penjelas dirasakanya kurang mewakili sesuatu yang akan
diungkapkannya, karena itu ia mempergunakan lambang-lambang. Menurut
Herman J. Waluyo: “macam-macam lambang ditentukan oleh keadaan atau
peristiwa apa yang digunakan oleh penyair untuk menggantikan keadaan
atau peristiwa itu. Ada lambang warna, lambang benda, lambang bunyi,
lambang suasana dan sebagainya.”10
8Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Erlangga, cet. ke-6, 1989),
hlm. 99.
9 Ibid. hlm. 101.
10
Ibid. hlm. 103.
11
11
d) Musikalitas
“Yang dimaksud dengan musikalitas adalah hal-hal yang berbubungan
dengan pengucapan bunyi. Unsur musikalitas sangat penting dalam puisi.
Tanpa memperhatikan unsur ini efek puitisnya akan berkurang, bahkan
mungkin sekali puisi itu menjadi hambar. Unsur ini meliputi rima dan bunyi.
Rima adalah persamaan bunyi yang terdapat pada kata-kata dalam puisi.
Sedangkan bunyi disini dimaksudkan adalah bunyi bahasa yang terdapat
dalam kata-kata pada puis.”11
e) Korespondensi
“Korespondensi adalah perhubungan yang terdapat dalam puisi.
Perhubungan tersebut bisa bermacam-macam, meliputi perhubungan antara
kata dengan kata, frase dengan frase, kalimat dengan kalimat, bait dengan
bait, atau campuran diantara unsur-unsur tersebut. Untuk dapat memahami
sebuah puisi secara lebih baik dengan pengertian yang benar kita dapat
mengabaikan unsur ini. Karangan bentuk puisi merupakan karangan yang
pekat dan padu hubungan antar katanya. Itulah sebabnya mengetahui
hubungan tersebut menjadi sangat penting.”12
f) Diksi
“Diksi menurut Kamus Istilah Sastra kata diksi berarti pemilihan kata untuk
mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan
kata yang bermakna tepat dan selaras, yang penggunaannya cocok dengan
pokok pembicaraan, peristiwa, dan khalayak pembaca atau pendengar. Dari
keterangan itu jelas bahwa diksi adalah ketetapan pemilihan dan penggunaan
kata. Tentu saja itu bisa bersifat lisan maupun tulisan. Dalam puisi, diksi
memegang peranan yang sangat penting.”13
g) Tipografi
Tipografi disebut juga ukuran bentuk. Dalam sebuah puisi diartikan sebagai
tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata, dan bunyi untuk menghasilkan suatu
bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan suasana.
h) Gaya bahasa
Gaya bahasa termasuk unsur intrinsik yang cukup penting dalam puisi.
Boleh dikatakan hampir tak ada puisi yang hadir tanpa sebuah gaya sastra.
11Ibid. hlm. 105.
12
Ibid. hlm. 109.
13
Ibid. hlm. 112.
12
12
Dengan gaya bahasa gagasan yang terungkap akan terasa lebih konkret dan penuh.
Dengan gaya bahasa, puisi akan lebih hidup. Gaya bahasa yang biasa
dipergunakan dalam puisi antara lain personifikasi, metafora, simile, asosiasi, dan
perulangan. Untuk itu uraian gaya bahasa akan didasarkan menurut Prof.Dr.H.G.
Tarigan:
“Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Karena gaya bahasa berkaitan erat dengan bahasa maka dengan sendirinya
segala unsur kebahasaan akan terkait di dalamnya. Unsur kebahasaan itu
antara lain pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat. Selain itu gaya bahasa
juga menyangkut warna pribadi penutur. Itulah sebabnya gaya bahasa juga
bersifat individual.”14
“Menurut Gorys Keraf gaya bahasa adalah penggunaan bahasa pada
hakikatnya kegiatan berbahasa juga. Kegiatan bahasa ini ada yang baik ada yang
kurang baik. Demikian juga penggunaan gaya bahasa. Sebuah gaya bahasa
dikatakan baik bila mengandung tiga dasar yakni: kejujuran, sopan santun, dan
menarik.”15
Jadi, unsur intrinsik yang akan penulis uraikan dalam definisi ini yaitu :
Diksi
Gaya bahasa
Aliterasi
Asonasi
Ritme
Rima
C. Pengertian Puisi
Kata puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan.
Tetapi arti yang semula ini lama kelamaan semakin dipersempit ruang lingkupnya
menjadi “hasil seni sastra” yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat yang
tertentu dengan mengunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.
Dalam bahasa Inggris kata puisi adalah poetry yang erat berhubungan dengan kata
14Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Erlangga, cet. ke-
6, 1989), hlm.114.
15
Ibid. hlm. 114.
13
13
poet dan kata poem. Adapun mengenai kata poet ini Vencil C.Coulter memberi
penjelasan sebagai berikut:
“kata poet berasal dari kata yunani yang berarti membuat; mencipta.
Dalam bahasa inggris kata poet ini lama sekali disebut maker. Dalam
bahasa Yunani sendiri kata poet berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat
suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpengelihatan tajam,
orang suci; yang sekaligus merupakan seorang filusuf, negarawan, guru,
orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.”16
Selanjutnya pendapat pengarang terkenal Edgar Allan Poe membatasi:
“Puisi kata sebagai kreasi keindahan yang berirama (the rhythmical
creation of beauty). Ukuran satu-satunya ialah rasa dengan intelek ataupun
dengan kesadaran, puisi itu hanyalah memiliki hubungan-hubungan
sekunder saja. Kalau tidaklah bersifat insindental, maka puisi itu tidaklah
mempunyai hubungan apa-apapun baik dengan kewajiban maupun dengan
kebenaran.”17
Beberapa pendapat yang mengatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari
pengalaman manusia, antara lain pendapat Watts-Dutton dan Lascelles
Abercrombie. Adalah:
“Puisi adalah ekspresi yang kongkrit dan yang bersifat artistik dari pikiran
manusia dalam bahasa emosional dan berirama”, kata Watts-Dunton,
sedangkan Lescelles Abercrombie mengatakan bahwa “Puisi adalah
ekspresi dari pengalaman yang bersifat imajinatif, yang hanya bernilai
serta berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan
yang diutarakan dengan bahasa, yang memanfaatkan setiap rencana
dengan matang dan tepat guna.”18
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa: “puisi sebagai salah satu sebuah
karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat
dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah
struktur yang tersusun dari bermacam macam unsur dan sarana-sarana
kepuitisan. Dapat pula puisi di kaji jenis-jenis atau ragam-ragamnya,
mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi. Begitu juga, puisi dapat dikaji
dari sudut kesejarahannya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari
waktu kewaktu puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang. Sepanjang
zaman puisi selalu mengalami perubahan, perkembangan. Hal ini
16Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa Bandung, cet, ke-
10, 1993), hlm. 4.
17
Ibid. hlm. 4.
18
Ibid. hlm. 7.
14
14
mengingat hakikatnya sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan
antara konvensi dan pembaharuan.”19
a) Beberapa Batasan Puisi
“Slamet Muljana menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk kesusastraan
yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya. Pengulangan
kata itu menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas. Batasan yang diberikan
Slamet Muljana tersebut berkaitan dengan struktur fisiknya saja. James
Reeves juga memberikan batasan yang berhubungan dengan struktur fisik
dengan menyatakan bahwa puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan
penuh daya pikat. Bahasa puisi menurut Coleridge adalah bahasa pilihan,
yakni bahasa yang benar-benar diseleksi penentuannya secara ketat oleh
penyair. Karena bahasanya harus bahasa pilihan, maka gagasan yang harus
dicetuskan harus diseleksi dan dipilih yang terbagus pula. Clive Sansom
memberikan batasan puisi sebagai bentuk pengucapan bahasa yang ritmis,
yang mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat imajinatif dan
emosional.”20
“Jika pengertian itu ditinjau dari segi bentuk batin puisi maka Herbert
Spencer menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan
yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan.
Sedangkan Samuel Johnson menyatakan bahwa puisi adalah peluapan yang
sepontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal pada emosi yang
berpadu kembali dalam kedamaian. Sementara itu P.B. Shelley menyatakan
bahwa puisi merupakan rekaman dari saat-saat yang paling baik dan paling
menyenangkan. Selanjutnya Thomas Carlyle menyatakan bahwa puisi
merupakan ungkapan pikiran yang bersifat musikal. Dan T.S. Eliot
menambahkan bahwa yang di ungkapkan dalam puisi adalah kebenaran.”21
Kedua pengertian yang diuraikan di atas berkenaan dengan bentuk fisik puisi
dan bentuk batin puisi. Bentuk fisik dan bentuk batin lazim disebut pula dengan
bahasa dan isi atau tema dan struktur atau bentuk dan isi. Marjorie Boulton
menyebut kedua unsur pembentuk puisi itu dengan bentuk fisik (physical form)
dan bentuk mental (mental form). Bentuk fisik dan bentuk mental itu bersatu padu
menyatu raga. Namun demikian keduanya dapat dianalisis karena bentuk fisik dan
19Rachmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, ( Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
cet. ke-1, 1987), hlm. 3.
20
J. Herman Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Bandung : Erlangga, cet. ke-1, 1987),
hlm. 23.
21
Ibid, hlm. 23.
15
15
bentuk batin itu juga didukung oleh unsur-unsur yang secara fungsional
membentuk puisi.
Jika dihubungkan dengan makna yang harus dikemukakan oleh penyair,
Mattew Arnold menyatakan bahwa puisi hendaknya mengemukakan kritik
terhadap kehidupan. McNaire menyatakan bahwa kritik itu merupakan reaksi
penyair terhadap dunia. Ekspresi imajinasi penyair itu baru bernilai sastra jika
penyair mampu mengungkapkannya dalam bentuk bahasa yang cermat dan tepat.
Ini berarti bahwa pilihan kata-kata ungkapan, bunyi, dan irama harus benar-benar
mendapat perhatian penyair.
Didalam puisi harus terjelmakan perasaan dan cita rasa penyair. Sedangkan
auden menyatakan bahwa yang diungkapkan penyair adalah perasaan yang kacau.
Pengalaman yang diungkapkan penyair disamping bersifat emosional juga harus
bersifat imajinatif.
Selanjutnya, dinyatakan pula bahwa “seorang seniman dapat menghasilkan
kretivitas jika sedang dalam “passion” yang berarti suasana jiwa yang luar biasa.
Pengalaman jiwa dalam “passion” betul-betul disertai emosi yang mendalam yang
menghasilkan semangat luar biasa dan mampu menghasilkan “ego integritas.”22
dengan “passion” puisi mampu mempengaruhi siapapun yang membacanya.
“passion” itu terjadi diatas tingkat kreativitas penyair, yakni pada saat seseorang
mengalami kedalaman emosi luar biasa melebihi “mood”. Tingkat perkembangan
psikologis seseorang berada pada tingkat psikedelik dan iluminasi. Seluruh
kesadaran penyair tertumpah pada kedalaman emosi yang ingin disampaikan itu.
Ada pula pendapat lain yang menyatakan bahwa: “menelaah puisi,
hendaknya diperhatikan tiga aspek utama, yakni: (1) aspek struktur luar karya
puisi (externe strukturrelation); (2) aspek struktur batin (interne strukturrelation);
(3) aspek dunia sekunder yang kompleks dan bersusun-susun.”23 S. Effendi
menyatakan bahwa dalam puisi terdapat bentuk permukaan yang berupa
larik,bait,dan pertalian makna larik dan bait. Kemudian penyair berusaha
mengkonkretkan pengertian-pengertian dan konsep-konsep abstrak dengan
22Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Bandung: Erlangga, cet. ke-5, 1987), hlm.
24.
23
Ibid. hlm. 24.
16
16
menggunakan pengimajian pengiasan, dan pelambangan. Dalam mengungkapkan
pengalaman jiwanya,bertitik tolak pada “mood” atau “atmosfer” yang dijelmakan
oleh lingkungan fisik dan psikologis dalam puisi. Dalam memilih kata-kata,
diadakan perulangan bunyi yang mengakibatkan adanya kemerduan atau eufoni.
Jalinan kata-kata harus mampu memadukan kemanisan bunyi dengan makna.
Adapun menurut I.A Richards menyebutkan adanya hakekat puisi untuk
mengganti bentuk batin atau isi puisi dan metode puisi untuk mengganti bentuk
fisik puisi. Diperinci pula bentuk batin yang meliputi perasaan (feeling), tema
(sense), nada (tode),, dan amanat (intention). Sedangkan bentuk fisik atau metode
puisi terdiri atas diksi (diction) kata konkret (the concrete word), majas atau
bahasa figurative (figurative language) dan bunyi yang menghasilkan rima dan
ritma (rhyme and rhytm).
Dari batasan kedua tokoh tersebut, dapat dijelaskan bahwa unsur bahasa
yang diperbagus dan diperindah itu dapat diterangkan melalui kata konkret dan
majas (bahasa figurative). Secara terperinci majas dan kata konkret itu dijelaskan
oleh Effend menjadi: pengimajian, pelambangan, dan pengiasan. Uraian di atas
bermaksud menjelaskan bahwa bahasa yang digunakan dalam puisi adalah bahasa
konotatif yang “multiinterpretable”. Makna yang dilukiskan dalam puisi dapat
makna lugas, namun lebih banyak makna kias melalui lambang dan kiasan.
Makna itu diperinci lagi menjadi tema dan amanat yang didasarkan atas perasaan
dan nada (suasana batin) penyairnya. Tema berhubungan dengan arti karya satra,
sedangkan amanat berhubungan dengan makna karya. Tema bersifat lugas,
obyektif, dan khusus, sedangkan amanat bersifat kias, subyektif, dan umum.
Untuk memberikan pengertian puisi secara memuaskan cukup sulit. Namun
beberapa pengertian yang tidak dapat dirangkum dalam satu kalimat dapat
dipaparkan di sini. Beberapa pengertian di atas jika didata dapat disebutkan
sebagai berikut :
“Dalam puisi terjadi pengkonsentrasian atau pemadatan segala unsur
kekuatan bahasa;
Dalam penyusunannya, unsur-unsur bahasa itu dirapikan, diperbagus,
diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi;
17
17
Puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan penyair yang berdasarkan
mood atau pengalaman jiwa dan bersifat imajinatif;
Bahasa yang dipergunakan bersifat konotatif; hal ini ditandai dengan kata
konkret lewat pengimajian, pelambangan, dan pengiasan, atau dengan kata
lain dengan kata konkret dan bahsa figurative.bentuk fisik dan bentuk
batin puisi merupakan kesatuan yang bulat dan utuh menyatu raga tidak
dapat dipisahkan dan merupakan kesatuan yang padu. Bentuk fisik dan
bentuk batin itu dapat ditelaah unsur-unsurnya hanya dalam kaitannya
dengan keseluruhan. Unsur-unsur itu hanyalah berarti dalam totalitasnya
dengan keseluruhannya.”24
Adapun pendapat Suzanne Said and Monique Trede Translated by Trista
Selous and others dengan karangannya yang berjudul A Short History Of Greek
Literature mengemukakan puisi hesoid adalah:
The poetry of Hesiod. Hesiod
“Apart from the so-called `Homeric' poetry heroic narratives and the hymns
that introduced them - the other important poet of the period was Hesiod. The
Ancients always coupled and contrasted the two names. The Contest of Homer
and Hesiod (Certamen Homeri et Hesiodi), which has come down to us, opposed
the two poets, each reciting the finest passages from his work, and, in the fifth
century BC, the historian Herodotus considered them to be the founders of Greek
theology (11, 53). Hesiod's poetry uses the same m rre and language as that of
Homer; yet, despite these formal similarities, it is the differences between the two
poetic worlds that are most striking. Not for Hesiod the pleasure of relating
heroic adventures; instead he codifies traditions, both mythological and
agricuitural, describing the world of the farmers of Boeotia rather than that of
Ionia or the aristocratic courts. Nor is he an anonymous poet simply echoing the
words of the god. In the two works which have come down to us, Theogony and
Works and Days, he talks about himself.
24J. Herman Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Bandung : Erlangga, cet. ke-1, 1987),
hlm. 25.
18
18
At the start of the Theogony Hesiod tells how, when he was grazing his
lambs below Helicon, he received the rhapsodic staff and was consecrated as a
poet by the Muses. In Works and Days he relates his quarrel with his brother
Perses, refers to his father, who left the Aeolian city of Cyme for Ascra, a village
in Boeotia, where he worked hard to cultivate the poor soil, and mentions the
prize that he himself won for his song in Chalcis at Amphidamas' funeral games
(this event, which historians tend to place in the last third of the eighth century sc,
gives an approximate date for the poet's most active period). Hesiod is present in
his work, seemingly confident in the belief that his poems will be transmitted to
posterity under his name and in the form he has given them. This suggests that
their texts were fixed in writing.
Hesiod was the first author to introduce his work in this way, bringing a new
tone to poetry. Yet in other ways his work is surprising for its archaism. This is
particularly true of the Theogony. PuisiHesiod.”25
Dari tulisan di atas dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah:
Terlepas dari apa yang disebut puisi Homer kisah heroik dan himne yang
memperkenalkan mereka penyair penting pada zaman itu Hesiod. The Ancients
selalu ditambah dan kontras dua nama. Kontes dari Homer dan Hesiod (Certamen
Homeri et Hesiodi), yang telah sampai kepada kita, menentang dua penyair,
masing-masing membacakan ayat-ayat terbaik dari karyanya, dan, pada abad
kelima SM, Herodotus sejarawan menganggap mereka sebagai pendiri teologi
Yunani (11, 53). Puisi Hesiod yang menggunakan RRE m yang sama dan bahasa
seperti yang dilakukan Homer, namun, meskipun kesamaan formal, itu adalah
perbedaan antara dua dunia puitis yang paling mencolok. Bukan untuk Hesiod
kenikmatan berhubungan petualangan heroik, melainkan ia codifies tradisi, baik
mitologi dan agricuitural, menggambarkan dunia petani Boeotia bukan dari Ionia
atau pengadilan aristokrat. Juga tidak ia sebuah anony penyair MoU hanya
menggemakan kata-kata dewa. Dalam dua karya yang telah sampai kepada kita,
Theogony dan Pekerjaan sehari-hari, ia Berbicara tentang dirinya sendiri.
25Suzanne said, and Monique, A short History of greek Literature, (London: Routledge, cet.
ke-3, 1999), hlm. 15-16.
19
19
Pada awal dari Hesiod Theogony menceritakan bagaimana, ketika dia
merumput domba-nya di bawah Helicon, ia menerima staf kagum dan ditahbiskan
sebagai penyair oleh Muses. Dalam Pekerjaan dan Hari-hari ia berkaitan
pertengkaran dengan Perses saudaranya, mengacu pada ayahnya, yang
meninggalkan kota Aeolian dari Cyme untuk Ascra, sebuah desa di Boeotia, di
mana ia bekerja keras untuk mengolah tanah yang buruk, dan menyebutkan
hadiah yang dia sendiri menang untuk lagu di Chalcis di game pemakaman
Amphidamas '(ini acara, yang sejarawan cenderung untuk menempatkan pada
sepertiga terakhir abad kedelapan, memberikan tanggal perkiraan untuk periode
penyair yang paling aktif). Hesiod hadir dalam karyanya, tampaknya confi penyok
dengan keyakinan bahwa puisi-puisinya akan ditularkan ke anak cucu di bawah
nama dan dalam bentuk yang telah dia berikan kepada mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa teks-teks mereka yang tetap secara tertulis.
Hesiod adalah penulis pertama yang memperkenalkan karyanya di pedoman
ini, membawa nada baru untuk puisi. Namun dengan cara lain karyanya adalah
mengejutkan bagi arkaismenya. Hal ini terutama berlaku dari theogony.
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa: “pembagian kesusastraan
menurut zamannya memperlihatkan pula bentuk-bentuk tertentu puisi tiap zaman
itu.”26 Jadi puisi pun menurut zamannya dapat kita bedakan atas:
1. Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi peningggalan sastra melayu. Ada yang asli dan ada
pula berasal dari puisi-puisi asing yaitu Arab, Parsi, dan India. Puisi baru ialah
bentuk puisi Indonesia, dipengaruhi puisi Barat, puisi baru banyak dipengaruhi
oleh puisi Belanda terutama angkatan 80-nya (De Tachtigers). Sedangkan puisi
modern (mulai dari angkatan ’45) dipengaruhi oleh puisi dunia (Inggris, Prancis,
Rusia, Italia, Spanyol, dan lain-lain) perbedaan utama puisi tiga zaman ini terletak
pada sifat keterikatan dan kebebasan dalam mencipta.”27
Adapun menurut Herman J. Waluyo puisi lama kita mengenal gurindam,
pantun, syair, dan talibun. Yaitu:
26J.S.Badudu, Sari Kesusastraan Indonesia, ( Bandung: Pustaka Prima, cet. ke-40, 1986 ),
hlm. 5.
27
Ibid, hlm. 5.
20
20
Gurindam
Gurindam adalah jenis puisi lama yang terdiri atas dua baris, semuanya
merupakan isi dan menunjukan hubungan sebab akibat.
Pantun
Pantun adalah jenis puisi lama yang terdiri atas empat baris, memiliki rima,
dengan baris pertama dan kedua merupakan sampiran dan baris ketiga dan
keempat merupakan isi.
Syair
Syair adalah puisi lama yang terdiri atas empat baris perbait, memiliki rima.
Semua baris merupakan isi dan biasanya tidak selesai dalam satu bait karena
digunakan untuk bercerita.”28
2. Puisi Baru
Puisi baru adalah puisi yang mengalami perkembangan yang sangat pesat
sekali. Perubahan-perubahan yang terjadi sangat bertentangan dengan puisi lama
jika dilihat dari motif dan dasarnya. Tentunya dalam puisi baru memancarkan
kehidupan masyarakat yang baru, baru dalam corak hidupnya, baru dalam
pandangan dan baru pula kriteria-kriteria puisinya. Karya dalam puisi baru bukan
hanya merupakan karya dalam permainan bahasa saja, melainkan dalam puisi-
puisi baru terlihat adanya konsentrasi yang penuh dan teliti dari penyairnya.
Adapun menurut J.S. Badudu “Puisi baru di Indonesia lahir dalam tahu dua
puluhan. Sebenarnya bukan angkatan pujangga baru yang memulai melahirkan
bentuk-bentuk puisi baru, melainkan beberapa pengarang yang lebih tua dari pada
mereka yang biasanya disebut juga angkatan pra-pujangga baru.”29
3. Puisi Modern
Puisi Indonesia modern bermula sejak zaman pendudukan jepang.
Dipelopori oleh Chairil anwar almarhum. Puisi baru pujangga baru, juga dengan
bentuk sonetanya tidak lagi menarik angkatan muda yang kemudian dinamakan
angkatan ’45 itu. Bagi mereka puisi baru masih belum bebas seratus persen.
28Herman J. Waluyo, Apresiasi Puisi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. ke-
revisi, 2002), hlm. 46-49-50.
29
J.S.Badudu, Sari Kesusastraan Indonesia, ( Bandung: Pustaka Prima, cet. ke-40, 1986 ),
hlm. 21.
21
21
Bentuk haruslah sesuai dengan irama jiwa dan gerak sukma yang hendak
dicetuskan. Pencipta tidak boleh terikat dan terkungkung oleh ketentuan-ketentuan
yang sudah disediakan lebih dahulu.
Selain pembagian menurut bentuk, puisi pun dibeda-bedakan menurut
isinya, misalnya:
“Puisi yang melukiskan keindahan alam,
Puisi yang membayangkan kasih sayang kepada kekasih;
Puisi yang berisi semangat cinta tanah air;
Puisi yang menerima pujaan kepada Zat Yang Maha Tinggi atau kepada
seseorang yang berjasa.”30
Selain itu puisi barat membeda-bedakan beberapa jenis puisi yang
dinamakan: balada, romance, elegy, ode, himne, epigram, satire.
Balada ialah puisi yang berisi kisah. Cerita; boleh berbentuk epik, boleh
juga lirik.
Romance ialah puisi yang berisi luapan perasaan kasih sayang terhadap
kekasih.
Elegi ialah sajak bersedih-sedih, suara sukma yang meratap-ratap batin
yang Merintih.
Ode ialah sajak yang berisi pujian dan sanjungan terhadap seseorang yang
besar
jasanya dalam masyarakat, seorang yang dianggap pahlawan bangsa
karena darma baktinya kepada nusa dan bangsa.
Himne ialah sajak pujaan kepada Tuhan atau sajak keagamaan.
Epigram ialah sajak yang berisi ajaran hidup, semangat perjuangan.
Satire ialah sajak yang berisi kritik atau sindiran yang pedas atas
kepincangan-kepincangan yang terlihat dalam masyarakat.
Puisi adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair
memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya
seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat hubungannya,
dan sebagainya. Sesuai dengan pendapat ahli mengatakan :
30Ibid, hlm. 30.
22
22
"Slamet Mulyana memberi batasan puisi dengan menggunakan pendekatan
psikolinguistik, karena puisi merupakan karya seni yang tidak saja
berhubungan dengan masalah jiwa. Dengan pendekatan itu Slamet
Mulyana menyimpulkan bahwa puisi adalah sintesis dari berbagai
peristiwa bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan berbagai
proses jiwa yang mencari hakikat pengalamanya, tersusun dengan sistem
korespondensi dalam salah satu bentuk."31
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk
membuat batasan tentang puisi bukanlah suatu pekerjaan yang gampang dan amat
sukar. Hal tersebut dikarenakan batasan tersebut harus diungkapkan dalam
kalimat yang efektif, efesien dan harus singkat sehingga mudah dipahami dan
dimengerti oleh pembaca. Namun demikian, berikut ini akan dikemukakan
beberapa pendapat ahli mengenai batasan puisi antara lain: "puisi merupakan
kekaguman yang bersatu dengan pikiran atau dengan kata lain emosi pikiran
bersatu dengan cara nyata dalam situasi yang imajinatif sifatnya.Sedangkan
pendapat lain mengenai batasan puisi mengatakan sebagai
berikut:
"Sebuah karya puisi merupakan pancaran kehidupan sosial, gejala aspek
yang ditimbulkan oleh adanya interaksi baik secara langsung maupun tidak
langsung, secara sadar maupun tidak sadar dalam suatu masa atau periode
tertentu. Sehingga pancaran itu tadi berlangsung untuk sepanjang masa
selama nilai pancaran itu berlaku, setama nilai estetis dari sebuah karya
puisi itu berlaku dalam masyarakat."32
“Adapun yang jelas dalam pengertian puisi sekarang bahwa ketradisian itu
hilang, dalam arti sebuah karya puisi tidak hanya berlaku bagi suatu daerah
tertentu melainkan berlaku universal bagi bangsa ataupun bagi setiap umat
dimuka bumi ini. Dengan demikian setiap persoalan penyair adalah merupakan
sample dari persoalan umat manusia."33
Apabila kita lihat dari berbagai pendapat di atas mengenai batasan puisi
mempunyai pernbedaan, antara lain pendapat Jalil dan Situmorang lebih mengacu
atau berdasarkan kepada bentuk bathin dari sebuah puisi. Hal tersebut dikarenakan
31M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya Padang, cet. ke-10, 1988), hlm.
93.
32
Dianie Abdul Jalil, Teori dan Periodisasi Puisi Indonesia, (Jakarta : Pustaka Taraby, cet.
ke- 1, 1983), hlm. 11.
33
Ibid. hlm. 13.
23
23
yang lebih ditonjolkan dari kedua pendapat di atas adalah isi dari puisi tersebut.
Sedangkan pendapat Effendy lebih menyangkut kepada bentuk puisi. Di dalam
batasan tersebut hanya menyoroti tentang bentuk fisik di mana batasan ini hanya
menyoroti dari sudut bah-asa yang digunakan oleh sipenyair.
Untuk mendapatkan batasan yang lebih tentang batasan puisi tersebut, maka
berikut ini dikutip pendapat ahli yang mengatakan, Puisi adalah karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun
dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian
struktur fisik dan struktur bathin.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksudkan dengan puisi adalah puisi adalah sebuah karya sastra yang
mengungkapkan ide, perasaan dan pikiran seorang penyair atau pengalaman
jiwanya yang bersifat imajinatif. Puisi merupakan pancaran kehidupan sosial yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
”Untuk memperoleh gambaran bagi kita betapa sulitnya memperoleh kata
sepakat untuk membatasi kata puisi itu disebabkan oleh perbedaan
pandangan serta konsepsi, maka ada baiknya terapkan lagi beberapa
pendapat: Samuel Johnson berpendapat bahwa “puisi adalah peluapan
spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya; dia bercakal-cakal dari
emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian”dan bagi Byron “puisi
merupakan lava imajinasi, yang letusanya mencegah gempa bumi”
sedangkan bagi Percy Byssche Shelley “puisi adalah rekaman dari saat-
saat yang paling baik dan paling menyenangkan dari pikiran-pikiran yang
paling baik dan paling menyenangkan.” 34
2. Hakikat puisi
“Struktur fisik puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang
hendak disampaikan penyair. I.A Richard menyebutkan makna atau struktur batin
itu dengan istilah hakikat puisi."35 Ada empat unsur hakikat puisi. Yakni: tema
(sense), perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca
34Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa Bandung, cet. ke-
10, 1993), hlm. 5.
35
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung : Fkks-Ikip, cet. ke-
1, 1985 ), hlm. 5.
24
24
(tone), dan amanat (intention). Keempat unsur itu menyatu dalam ujud
penyampaian bahasa penyair. Dari empat unsur di atas akan diuraikan yakni:
a) Tema (sense)
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan
oleh pemyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak
dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Jika
desakan yang kuat itu berupa hubungan antara penyair dengan Tuhan, maka
puisinya bertema ketuhanan. Jika desakan yang kuat berupa rasa belaskasih atau
kemanusiaan, maka puisi bertema kemanusiaan. Jika yang kuat adalah dorongan
untuk memprotes ketidakadilan, maka tema puisinya adalah protes atau kritik
sosial. Perasaan cinta atau patah hati yang kuat juga dapat melahirkan tema cinta
atau tema kedudukan hati karena cinta. Dengan latar belakang pengetahuan yang
sama, penafsir-penafsir puisi akan memberikan taesiran tema yang sama bagi
sebuah puisi, karena tema puisi bersifat lugas, obyektif, dan khusus. Tema puisi
harus dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang
terimajinasikan.
b) Perasaan (feeling)
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan
harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama,
penyair yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya, sehingga
hasil puisi yang diciptakan berbeda pula. Dalam menghadapi tema keadilan social
atau kemanusiaan, penyair banyak menampilkan kehidupan pengemis atau orang
gelandangan.
c) Nada (tone)
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca,
apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau
bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair
kepada pembaca ini disebut nada puisi. Sering kali puisi bernada santai karena
penyair bersikap santai kepada pembaca. Hal ini dapat dijumpai dalam puisi-puisi
mbeling. Jika nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, maka suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
25
25
yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Jiika kita bicara tentang sikap
penyair, maka kita berbicara tentang nada; jika kita bicara tentang sikap suasana
jiwa pembaca yang timbul setelah membaca puisi, maka kita berbicara tentang
suasana. Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi
menimbulkan suasana terhadap membacanya. Nada duka yang diciptakan penyair
dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca. Nada kritik yang diberikan penyair
dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembaca. Nada religius
dapat menimbulkan suasana khusyus. Begitu seterusnya. Berikut ini dikutip puisi
dengan nada menyindir yang bersifat sinis. Namun nada sinis itu bersifat filosofis
juga karena merenungkan hakikat hidup kita. Pembaca harus merenungkan makna
puisi ini, agar mampu menghayati pesan yang hendak disampaikan subagio
satrowardojo.
d) Amanat (pesan)
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapt ditelaah setelah kita
memahami tema,rasa, dan nada puisi itu. Tujuan/amanat merupakan hal yang
mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-
kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Amanat yang
hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran
penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang
diberikan.banyak penyair yang tidak menyadari apa amanat puisi yang ditulisnya.
Mereka yang berada dalam situasi demikian biasanya merasa bahwa menulis puisi
merupakan kebutuhan untuk berekspresi atau kebutuhan untuk berkomunikasi
atau kebutuhan untuk aktualisasi diri. Bagaimanapun juga, karena penyair adalah
manusia yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan manusia biasa dalam hal
menghayati kehidupan, maka karyanya pasti mengandung amanat yang berguna
bagi manusia dan kemanusiaan.
Sesuai dengan tema yang dikemukakan, ada puisi dengan tema ketuhanan,
pendidikan, kebangsaan (patriotic), kedaulatan rakyat dan keadilan sosial, maka
dapat disebutkan secara garis besar bahwa rasa puisi yang mengandung amanat
yang sesuai dengan tema yang dikehendaki namun kemudian kita harus bertanya:
dengan tema itu penyair mau apa? Bertujuan apa? Bermaksud bagaimana? Maka
26
26
dalam meremuskan amanat itu, tema harus dilengkapi dengan perasaan dan nada
yang dikemukakan penyair. Jadi, tema ketuhanan yang sama mungkin
mengandung amanat yang berbeda karena penyair mempunyai perasaan, nada dan
suasana hati yang berbeda pula.
D. Jenis-Jenis Puisi
Puisi dapat dibedakan atas beberapa macam. Macam-macam puisi itu dapat
dibagi menurut isi, bentuk, dan ketersuratan serta ketersiratan makna puisi.
Berdasarkan isi secara garis besar puisi dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu (1)
puisi, (2) puisi naratif, dan (3) puisi dramatis.
Puisi Liris, adalah puisi yang berisi curahan perasaan pribadi dan yang
diutamakan ialah lukisan perasaan. Pelukisan perasaan sebagai akibat
adanya kontak antara si pembuat puisi dengan alam sekitar, dengan
manusia lain baik sebagai indivindu maupun sebagai kelompok, dan
dengan pencipta.
Puisi Naratif, puisi dramatis puisi yang menjelaskan atau menceritakan
sesuatu.dengan lebih intens, lebih kuat dalam gaya pengungkapan atau
penceritaan. Dalam puisi dramatis ada kesan pergolakan jiwa.
Puisi Dramatis, adalah puisi yang memenuhi persyaratan drama. Kualitas
dramatis diperoleh dengan menggunakan dialog, monolog, diksi yang
kuat, ataupun dengan menekankan pertikaian emosional atau situasi
tegang. Berbeda dengan puisi liris atau puisi naratif, puisi dramatis
mengungkapkan atau menceritakan sesuatu dengan lebih intens, lebih kuat
dalam gaya pengungkapan atau penceritaan.”36
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis
puisi tersebut dapat dibagi atas tiga golongan besar, yaitu: Puisi liris, puisi naratif,
dan puisi dramatis.
Ditinjau dari segi periodisasi kelahiran puisi kita mengenal adanya istilah
puisi lama dan puisi baru atau sering pula dibedakan atas puisi tradisional dan
puisi modern. Dalam puisi tradisional kita jumpai pula berbagai bentuk syair,
36Ibrahim, Buku Materi pokok Kesusastraan PINA 2234/2 SKS/Modul 4-6, (Jakarta:
Universitas Terbuka, Depdikbud, cet, ke-1, 1986), hlm. 4.46,4.48,4.49.
27
27
pantun, gurindam, pribahasa, sonata, dan lain-lain. Ditinjau dari segi gaya
penulisan, dapat membagi puisi atas dua jenis:
a) Puisi diaphaan (polos)
Puisi diaphaan adalah puisi yang menyatakan suatu maksud dengan sedikit
sekali memakai lambing-lambang atau symbol-simbol. Kata-kata yang digunakan
adalah kata-kata yang denotative, yaitu kata-kata yang masih mendukung arti
yang dikenal secara umum dalam pemakaiannya sehari-hari. Dengan demikian
puisi tersebut disampaikan secara polos tanpa lambing-lambang; karenanya puisi
tersebut tidak banyak menggunakan atau meminta asosiasi mental dalam
memahaminya. Dengan kata lain, puisi tersebut dapat ditangkap makna atau
maksudnya dengan mudah. Pada umumnya puisi tradisional dapat digolongkan ke
dalam jenis puisi diaphaan ini. Sunggupun demikian puisi modern pun masih
banyak yang dapat digolongkan ke dalam jenis ini. Dalam arti bahwa puisi
tersebut tidak terlalu ditangkap maksudnya. Pada umumnya puisi yang
digolongkan ke dalam jenis ini adalah puisi-puisi yang bersifat naratif, yang
bersifat membeberkan atau bercerita tentang sesuatu.
b) Puisi Prismatik (membias).
Puisi ini menyatakan sesuatu maksud atau pengertian dengan menggunakan
lambing-lambang, dengan kiasan-kiasan, dan dengan kalimat yang tidak langsung
menyatakan maksud. Kata-kata yang dipakai pada umumnya adalah kata-kata
yang konotatif.
Puisi bila ditinjau dari bentuk mentalnya dapat pula dibagi atas jenis utama,
yaitu epic, lirik, dramatik, atau naratif. Yakni:
Epik adalah salah satu jenis puisi yang panjang. Ia menceritakan suatu
peristiwa atau kejadian yang pada umumnya menyangkut tokoh-tokoh
yang gagah perkasa, pemberani dalam membela kebenaran. Pada
umumnya epik menyuguhkan sebagian besar tentang konflik fisik atau
spiritual
Epik naratif adalah puisi yang menggambarkan tentang kepahlawanan atau
tentang penderitaan hidup yang disampaikan secara indah tetapi karakter
pelakunya sederhana dan puisinya tidak panjang sebagaimana epik.
28
28
Lirik ialah puisi yang sangat pendek yang mengepresikan emosi. Lirik ini
diartikan juga sebagai puisi yang dinyanyikan, karena itu ia disusun dalam
susunan yang sederhana dan mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula.
Pada umumnya puisi yang pendek dapat digolongkan kedalam jenis ini.
c) Puisi Dramatik
Yaitu puisi yang berbentuk dialog. Ia biasanya dibaca oleh lebih dari satu
orang agar lebih dapat dihayati atau ditangkap pesanya secara baik.
“Menurut majorie Boulton membagi anatomi puisi atas dua bagian, yaitu
bentuk fisik dan bentuk mental. Namun Boulton mengaku bahwa adalah
tidak mungkin untuk membedakan bentuk fisik dengan bentuk mental
secara komplit karena kedua bentun berinterrelasi satu dengan yang lain.
Oleh sebab itu bila kita harus membicarakan bentuk fisik dan bentuk
mental sebuah puisi maka dalam pembicaraan tidak dapat dilihat pertalian
satu sama lain.”37
E. Metode dalam Puisi
Untuk menghasilkan puisi yang baik atau berhasil memikat pembacanya
haruslah mempunyai persyaratan-persyaratan. Salah satunya adalah tentang
metode puisi. Adapun metode puisi adalah sebagai berikut:
Diksi atau Pilihan Kata
Imajinasi atau Imagery
Kata-Kata Konkrit
Gaya Bahasa
Ritme dan Irama
Untuk lebih jelasnya tentang kelima metode puisi tersebut, berikut ini akan
dibahas satu per satu sebagai berikut:
a) Diksi atau Pilihan Kata
Diksi atau pilihan kata adalah pilihan kata yang dilakukan oleh seorang
penyair di dalam proses penciptaan sebuah puisi. Kata-kata yang digunakan oleh
seorang penyair di dalam menciptakan sebuah puisi tersebut harus benar-benar
dilakukan secara cermat dan teliti. Hal tersebut perlu dilakukan karena erat
hubungannya dengan keberhasilan penyair dalam mengungkapkan perasaan dan
37M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya Padang, cet. ke-10, 1988), hlm.
107.
29
29
pikirannya dalam bentuk puisi dapat dipahami dan dimengerti oleh pembacanya.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat ahli yang mengatakan sebagai berikut:
"Diksi (diction) adalah pilihan kata yang dipergunakan oleh penyair dengan
cermat dan teliti, bagaimana memilih kata-kata yang benarbenar mengandung arti
yang sesuai dengan maksud puisinya, baik dalam makna denotatifnya maupun
dalam artinya konotatif.”38
Berdasarkan uraian dan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kemampuan seorang penyair dalam memilih kata-kata yang tepat akan sangat
menentukan keberhasilan proses pembuatan puisi yang dilakukannya tersebut.
b) Imajinasi atau Imagery
Dalam menyampaikan pengalaman, perasaan atau pikirannya dan dapat
menarik perhatian pembacanya, maka salah satu cara penyair melakukannya
adalah dengan pemilihan dan penggunaan kata-kata yang tepat. Hal tersebut
dilakukan untuk dapat memperjelas daya bayang para pembaca atau menjelma
dalam gambaran yang nyata. Dalam menciptakan sebuah puisi, seorang penyair
berusaha agar puisinya tersebut dapat dirasakan, dialami atau bahkan dilihat oleh
pembaca. Dengan kata lain imajinasi merupakan daya bayang yang dipergunakan
oleh penyair untuk menggugah perasaan dan pikiran pembacanya.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat ahli yang mengatakan sebagai
berikut:"Pilihan kata serta penggunaan kata-kata yang tepat itu dapat memperkuat,
serta memperjelas daya bayang pikiran, namun dapat pula mendorong imajinasi
kita memperjelas gambaran yang nyata."39
c) Kata-Kata Konkrit
Untuk dapat menarik perhatian ataupun untuk meningkatkan daya imajinasi
pembaca, maka seorang penyair harus dapat menggunakan kata-kata yang konkrit.
Semakin tepat seorang penyair dalam memilih kata-kata yang konkrit, maka
semakin baik pula dia menjelmakan puisinya tersebut kepada pembaca.
38Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Fkks, Ikip, cet. Ke-
1, 1985), hlm. 29.
39
Ibid. hlm. 30.
30
30
Uraian tersebut di atas sesuai dengan pendapat ahli yang mengatakan
sebagai berikut:
"Salah satu cara untuk membangkitkan daya bayang atau imajinasi para
penikmat sesuatu sajak adalah dengan mempergunakan katakata yang
tepat. Kata-kata yang konkrit, yang dapat menyarankan suatu pengertian
secara menyeluruh. Semakin tepat seorang penyair menempatkan kata-
kata yang penuh asosiasi dalam karyanya, maka semakin baik pulalah dia
menjelmakan imajinasi, sehingga para penikmat, bahwa mereka benar-
benar melihat, mendengar, merasakan, pendeknya mengalami segala
sesuatu yang dialami sang penyair."40
Berdasarkan uraian dan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
seorang penyair dalam menciptakan sebuah puisi harus dapat melakukan
pemilihan kata-kata yang konkrit. Karena dengan kata-kata yang konkrit tersebut
akan dapat menjelmakan imajinasi para pembacanya.
d) Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan salah satu cara penyair dalam menggunakan bahasa
untuk melukiskan pikiran dan perasaanya, sehingga puisinya tersebut dapat
membangkitkan imajinasi dan menarik perhatian pembacanya. Dengan kata lain
berbagai gaya bahasa yang digunakan oleh seorang penyair di dalam memperjelas
maksud dan makna yang terkandung di dalam puisinya tersebut.
Untuk lebih jelas tentang pemakaian gaya bahasa tersebut, berikut ini
dikutip pendapat ahli yang mengatakan sebagai berikut:
"Gaya bahasa majas (Figurative Language) adalah merupakan bahasa kiasan atau
gaya bahasa. Setiap orang tentu ingin mengeluarkan pikiran dan pendapat dengan
sejelas-jelasnya kepada orang lain, kadang-kadang dengan kata-kata belumlah
begitu jelas untuk menerangkan sesuatu, oleh karena itu dipergunakanlah
persamaan, perbandingan, serta kata-kata kiasan lainnya."41
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa : “gaya atau khususnya gaya bahasa
dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin
stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian
menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan
40Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung : Fkks-Ikip, cet. ke-1,
1985),hlm. 31-32.
41
Ibid. hlm. 32.
31
31
tadi. Kelak pada waktu penekanan dititik beratkan pada keahlian untuk menulis
indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis
atau mempergukan kata-kata secara indah.”42 Adapun pendapat lain mengatakan
tentang gaya bahasa yaitu:“Gaya bahasa adalah susunan perkataan yang timbul
dari pengarang atau pembicara, baik disengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan kesan tertentu. Cara melahirkan perasaan dan pikiran itu
memberikan gaya kepada bahasa pengarang. Pada umumnya kepada gaya itulah
bergantung tercapai atau tidaknya maksud yang ingin di ungkapkan.”43
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
adalah cara pengarang dalam mempergunakan bahasa dalam menyampaikan
perasaan dan pikirannya. Dalam menyampaikan perasaan dan pikirannya tersebut,
kadang-kadang dengan kata-kata belumlah begitu jelas bagi pembaca dalam
menerangkan sesuatu, sehingga digunakanlah kata-kata persamaan, perbandingan
ataupun kata-kata kiasan lainnya.
e) Ritme dan Irama
Irama adalah tinggi atau rendah, cepat atau lambatnya sebuah puisi tersebut
dibaca dengan bersuara. Sedangkan ritme adalah persamaan bunyi yang kita
temukan pada akhir baris atau di awal setiap bait puisi dan pada katakata tertentu
pada setiap baris puisi. Ritme dan irama mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan keempat hakekat puisi yang telah dibahas di atas, sehingga apabila terjadi
perubahan pada ritme dan irama dalam sebuah puisi akan menimbulkan pula
perubahan pada keempat hakekat puisi tersebut. Untuk lebih jelas tentang ritme
dan irama tersebut, berikut ini dikutip pendapat ahli yang mengatakan sebagai
berikut: "Dengan demikian jumlah bahwa kita barulah dapat mengetahui kaki
sanjak yang terdapat pada setiap lirik atau bait sebuah puisi, setelah kita
mendengar atau pembaca puisi tersebut. bahkan kadang-kadang untuk menangkap
isi sebuah puisi kita harus membacanya secara nyaring dan indah berulang-ulang
42Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. ke-10,
1999), hlm. 112.
43
F.X. Mudjihardja, Sari-Sari kesusastraan Indonesia, (Jakarta: PT. Galaxy Puspa mega, cet.
ke- 1, 1988), hlm. 89.
32
32
dengan memperhatikan apakah iramanya tepat atau tidak. Dan bertambah
yakinlah kita betapa erat hubungan antara puisi dengan seni suara."44
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat
mengetahui kaki sanjak yang terdapat dalam setiap lirik atau bait dalam sebuah
puisi, maka kita harus mendengar atau membaca puisi tersebut secara berulang-
ulang.
F. Tujuan Pengajaran Puisi
Salah satu materi pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah tentang
pengajaran puisi. Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia tersebut telah
dilaksanakan dari tingkat sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi.
Adapun tujuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia tersebut adalah agar siswa
dapat mampu menghargai dan menikmati karya sastra tersebut sesuai dengan
kemampuan dan penalaran siswa.
Adapun pengajaran puisi merupakan salah satu dari bagian dari pengajaran
bahasa dan sastra Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka membicarakan tujuan
pengajaran apresiasi sastra berarti juga membicarakan tentang tujuan apresiasi
puisi. Karena puisi merupakan salah satu dari hasil karya sastra.
Untuk lebih jelasnya tentang tujuan pengajaran apresiasi sastra atau puisi
tersebut, berikut ini dikutip pendapat ahli yang mengatakan sebagai berikut:
Menanamkan apresiasi seni pada anak.
Membangkitkan kegemaran kepada anak didik.
Memberikan dorongan dan memupuk bakat anak didik yang berbakat
menjadi deklamator atau pemain sandiwara.
Membuka jalan bimbingan kepada anak didik, yang berbakat untuk
mampu menyusun sajak, cerita pendek, drama dan lain-lain.
Menunjukkan bahwa dalam karya sastra banyak hal-hal yang sejalan
dengan Pancasila, keutuhan, perihal-perihal kemanusiaan dan seterusnya.
44 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung : Fkks-Ikip, cet. ke-1,
1985), hlm. 32.
33
33
Membangkitkan bahwa sastra adalah suatu sarana untuk merumuskan
kebudayan kepada generasi mendatang.
Membantu pengajaran bahasa terutama kemampuan berbahasa dan tata
bahasa Statistika, karena sastra-sastra menyajikan pemakaian bahasa
dalam berbagai situasi.
Memberikan bahan untuk pendidikan moral.
Menyiapkan anak didik untuk menempuh ujian akhir.
Menyiapkan anak didik bagi profesi, misalnya: bagi sekolah pendidikan
guru.
Menyiapkan anak didik mengerjakan tes ke perguruan tinggi.
Karena tujuan pengajaran puisi merupakan bagian dari pengajaran sastra,
maka pendapat ahli di atas juga berlaku sebagai tujuan dari pengajaran puisi.
Dengan adanya pengajaran puisi, maka akan dapat meningkatkan atau menambah
pengetahuan siswa, menghargai karya sastra, membina watak dan pengetahuan
pembentukan kepribadian para siswa.
Untuk mendapat hasil pengajaran sastra tersebut di atas, maka peranan guru
bidang studi bahasa dan sastra Indonesia dalam hal ini sangat menentukan. Untuk
dapat memberikan kenyamanan bagi para siswa dalam pengajaran puisi, guru
harus dapat menciptakan suasana belajar yang dapat memberikan dorongan
kepada siswa untuk dapat menerima pengajaran puisi. Untuk dapat memberikan
pengajaran sastra atau puisi yang baik, Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa untuk dapat melakukan pengajaran sastra atau puisi yang baik
kepada siswa, maka seorang guru bidang studi bahasa dan sastra Indonesia harus
mengenal sastra itu sendiri, menguasai sastra dengan baik, memahami hakekat
dan tujuan pengajaran sastra, mampu mengapresiasikan sastra, dan menguasai
metode pengajaran sastra dengan baik.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Disain Penelitian
Yang dimaksud dengan disain penelitian adalah semua proses yang
diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu penelitian. Adapun
jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain penelitian
deskriptif. Maksud dari disain penelitian deskriptif adalah penelitian yang
membahas masalah-masalah atau fakta-fakta yang ada pada masa sekarang.
Adapun untuk mendapatkan data-data yang diperlukan tersebut,
penulis melakukan penelitian yang bersifat kajian pustaka, dengan langkah-
langkah menelaah buku-buku yang ada di dalam perpustakaan yang ada
hubungannya dengan judul penelitian yang dilakukan. Setelah data-data tersebut
terkumpul kemudian dianalisis lalu dideskripsikan sesuai dengan batasan
masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun menurut Moh. Nazir, Ph.D
desain penelitian yaitu: Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan
dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertiannya yang lebih
sempit, desain penelitian hanya mengenai pengumpulan dan analisis data saja.
Dalam pengertian yang lebih luas, desain penelitian mencakup proses-proses
berikut:
Identifikasi dan pemilihan masalah penelitian.
Pemilihan kerangka konseptual untuk masalah penelitian serta hubungan-
hubungan dengan penelitian sebelumnya.
Memformulasikan masalah penelitian termasuk membuat spesifikasi dari
tujuan, luas jangkau (scope), dan hipotesis untuk diuji.
Membangun penyelidikan atau percobaan
Memilih serta memberi definisi terhadap pengukuran variabel-variabel.
Memilih prosedur dan teknik sampling yang digunakan.
35
Menyusun alat serta teknik untuk mengumpulkan data.
Membuat coding, serta mengadakan editing dan prosesing data.
Menganalisis data serta pemilihan prosedur penelitian,
Pelaporan hasil penelitian.
Yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah strategis umum yang
di anut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab
persoalan yang dihadapi ini adalah rencana pemecahan bagi persoalan yang
sedang diselidiki. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif penelitian yang membahas masalah-masalah atau fakta-fakta
yang ada sekarang. Dalam hal ini Nawawi menjelaskan metode deskriptif sebagai
berikut: “Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau
objek penelitian (novel,drama,cerita pendek,puisi) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya.”1
Dengan metode deskriptif, seorang peneliti sastra dituntut mengungkap
fakta-fakta yang tampak atau data dengan cara member deskriptif. Fakta atau data
merupakan sumber informasi yang menjadi basis analisis. Tetapi data harus
diambil berdasar parameter yang jelas,misalnya parameter struktur. Untuk sampai
kepengambilan data yang akurat, dia harus melakukan pengamatan yang cermat
dengan bekal penguasaan konsep struktur secara baik.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah suatu himpunan dengan sifat-sifat yang ditentukan oleh
peneliti sedemikian rupa sehingga setiap individu,variabel, data dapat dinyatakan
dengan tepat apakah individu tersebut menjadi anggota atau tidak. Dengan kata
lain populasi adalah himpunan semua individu yang dapat memberikan data dan
informasi untuk suatu penelitian."2
Adapun menurut pendapat ahli yaitu prof.Dr. Suharsimi Arikunto populasi
1Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur puisi,( Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar, cet. ke-1, 2010 ), hlm. 56.
2Mahmudah, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan
(Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah, 2011), hlm. 53.
36
adalah: “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi
populasi atau studi sensus.”3
Berdasarkan uraian dan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa populasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian.
Berdasarkan pada populasi tersebutlah data-data yang diperlukan dapat
diperoleh. Populasi adalah keseluruhan subjek yang menjadi objek dalam suatu
penelitian.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh teks data dalam Kumpulan
puisi “Tirani dan Benteng” karya Taufiq Ismail.
2. Sampel
Yang dimaksudkan dengan sampel dalam penelitian adalah perwakilan
dari populasi yang ada. Sampel yang dipilih merupakan perwakilan yang
dapat dipandang representatif untuk mewakili populasi tersebut. Pemilihan
sampel dilakukan karena populasi yang dihadapi cukup banyak.
Untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas tentang sampel, maka
berikut ini dikutip pendapat ahli yang mengatakan sebagai berikut:
"Karena tidak mungkin penyelidikan berlangsung menyelidiki segenap
populasi, padahal tujuan penyelidikan adalah menemukan generalisasi
yang berlaku secara umum, maka sering kali penyelidikan terpaksa
menggunakan sebagian saja dari populasi yaitu sebuah sampel yang dapat
dipandang representatif terhadap populasi"4
Adapun menurut Siswantoro dalam pengertian sampel adalah: “Karakter
penelitian sastra yang kasuistik, artinya memfokuskan kajian pada karya
individual, tidak menggunakan populasi. Dengan kata lain penelitian hanya
menggunakan sampel. Istilah lain dari sampel adalah sumber data.”5
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sampel
3Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik ,(Jakarta: PT . Rineka
Cipta, cet. ke-13, 2006), hlm. 130.
4Winarno Surakmad, Pengantar Penelitian, dan Dasar Metode Penelitian,( Bandung : Tarsito,
cet.ke-1, 1982), hlm. 93.
5Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar, cet. ke-1, 2010), hlm. 56.
37
merupakan perwakilan dari populasi. Sampel tersebut dipilih sebagai
perwakilan yang representatif dari populasi. Adapun sampel dalam penelitian
ini adalah data-data teks puisi "Karya Taufiq Ismail” yang meliputi:
1. Diksi
2. Gaya Bahasa
3. Aliterasi
4. Asonasi
5. Ritme
6. Rima
C. Variabel dan Indikator
* Variabel
Variabel di dalam suatu penelitian memegang peranan yang cukup
penting. Dengan demikian penentuan variabel harus dilakukan secara tepat
dan relevan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian tersebut. Adapun
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks puisi "Karya
Taufiq Ismail”
* Indikator
Yang dimaksud dengan indikator adalah sifat-sifat khusus yang dimiliki
oleh variabel. Adapun indikator dalam penelitian ini adalah data-data dari teks
puisi karya Taufik Ismail yang meliputi:
1. Diksi
2. Gaya bahasa
3. Aliterasi
4. Asonasi
5. Ritme
6. Rima
D. Instrumen Penelitian
Instrumen berarti alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data.
Selama ini yang dikenal umum dalah test, interview, observasi, atau angket.
Tetapi didalam penelitian sastra instrumennya adalah peneliti itu sendiri. Posisi
sebagai instrumen terkait dengan ciri penelitian sastra yang berorientasi kepada
38
teks, bukan kepada sekelompok individu yang menerima perlakuan tertentu.
Data diperoleh secara alamiah dari teks berdasar parameter atau Kriteria
tertentu, umpamanya Kriteria element struktur seperti gaya bahasa, rima,
pencitraan, asonasi, aliterasi, tema, rasa, nada, tujuan, dan lain sebagainya.
Kenyataan pengambilan data yang demikian, tidaklah mungkin menggunakan
tes, observasi, atau interviu. Ini berarti kualitas atau tidaknya data yang
diperoleh tergantung semata-mata kepada peneliti selaku instrumen.”6
Berhasil atau tidaknya suatu penelitian sangat tergantung kepada
kemampuan peneliti di dalam menentukan instrumen penelitian. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa instrumen sangat penting dalam penelitian.
Karena Dari instrumen penelitian tersebutlah data-data diperoleh. Instrumen dalam
penelitian ini dan yang menjadi objek adalah data-data teks puisi "Karya Taufiq
Ismail” Berdasarkan data-data dari teks puisi tersebut kemudian dianalisis secara
langsung.
E. Alat Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data-data tentang kumpulan puisi karya Taufiq
Ismail, teknik yang digunakan adalah teknik studi pustaka. Maksud dari studi
pustaka adalah seluruh data yang diperoleh melalui pengamatan, pemahaman,
analisis terhadap puisi-puisi yang ada dalam perpustakaan.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Mengumpulkan puisi-puisi dari karya Taufiq Ismail yang terkenal.
Menyeleksi puisi-puisi karya Taufiq Ismail.
Menetapkan kumpulan puisi karya Taufiq Ismail sebagai objek
penelitian.
Membaca, menelaah, memahami dan menganalisis puisi karya Taufiq
Ismail berdasarkan unsur intrinsiknya.
Mendeskripsikan atau menguraikan secara deskripsi unsur intrinsik
6Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, ( Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar, cet. ke-1, 2010 ), hlm. 73.
39
kumpulan puisi karya Taufiq Ismail.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan salah satu dari kerja penelitian yang
memegang peranan yang penting terhadap keberhasilan penelitian. Oleh sebab
itu, seorang penulis atau peneliti harus memilih teknik analisis data yang
tepat dan akurat, agar hasil penelitian sesuai dengan yang diharapkan. Adapun
teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif. Maksudnya adalah teks puisi-puisi Taufiq Ismail,
dianalisis berdasarkan unsur intrinsiknya. Kemudian dideskripsikan sesuai
dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Teknik analisis
data tersebut dapat dilakukan dengan mempergunakan studi pustaka.
Kegiatan pengumpulan data merupakan bagian penting dari proses
penelitian. Begitu sentral peran pengumpulan data sehingga kualitas penelitian
bergantung padanya. Di dalam aktivitas ini peneliti akan mencurahkan energi
seluruh kemampuan, terutama penguasaan teori atau konsep struktur, untuk
mengambil data yang dibutuhkan sesuai dengan parameter struktur. Keakuratan
perolehan data bergantung sepenuhnya pada peneliti, karena itu proses
pengambilan data tidak berlangsung sekali jadi, malah akan terjadi peruses
pengulangan dimana peneliti akan bergerak mundur dan maju dalm usaha
memperoleh tingkat akurasi data yang semakin baik. Perlu kiranya kita
merenungkan pendapat Miles dan Huberman menyoal dengan pengumpulan
data: “Selama analisis dalam rentang waktu pengumpulan data, peneliti bergerak
maju mundur diantara menelaah data yang telah diperoleh dan menelaah
kembali data tersebut agar diperoleh data baru yang lebih berkualitas.”7
Cara operasional mengumpulkan data disebut data reduction atau data
selection. Tindakan mereduksi data tak memfokuskan diri pada data yang
dibutuhkan sesuai dengan kriteria atau parameter yang telah ditentukan. Yang
benar adalah data diseleksi secara ketat berdasar kriteria tertentu.
7Ibid. hlm. 74.
40
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Taufiq Ismail di lahirkan di Bukit tinggi pada Tanggal 25 Juni 1935 dan ia
dibesarkan di Pekalongan. Taufiq Ismail tumbuh dalam keluarga Guru dan
Wartawan yang suka membaca, dia bercita-cita jadi sastrawan sudah sejak kecil.
Dengan pilihan sendiri dia menjadi Dokter hewan dan ahli peternakan. Taufiq
Ismail masuk kuliah di FKHP – UI, Bogor 1957, karena Taufiq Ismail ingin
memiliki sebuah perusahaan peternakan guna menafkahi cita-citanya sebagai
kesusastraan, dan ia tamat kuliah pada Tahun 1963, tapi dia tidak berhasil punya
usaha ternak.
Taufiq Ismail semasa menjadi mahasiswa dia aktif sebagai ketua senat
mahasiswa PKHP-UI ( 1960 – 1961 ), Wakil ketua Dewan Mahasiswa UI ( 1960
– 1962 ). Diapun pernah menjadi Guru SMA, Asisten Dosen IPB, Kolumnis,
Wartawan, dan Taufiq Ismail ikut mendirikan majalah Sastra Horison ( 1966 )
serta mendirikan Dewan Kesenian Jakarta ( 1968 ) dan memegang berbagai posisi
disana ( 1968 – 1977 ) dan ia bekerja sebagai manager hubungan luar PT.
Unilever Indonesia ( 1978 – 1990 ).
A. Analisis dan Pembahasan Puisi Kelompok Tirani
Puisi merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks
yang terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Berikut ini analisis puisi
kelompok Tirani yakni:
1. Puisi berjudul “Merdeka Utara”
Dua buah panser Saladin
Dengan roda-roda berat
Rintangan-rintangan jalan
Selebihnya kesenyapan
Dua buah tingkungan yang bisu
Seseorang memegang bren
Langit pagi yang biru
Menjadi ungu, menjadi ungu
41
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Dalam analisis diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya
diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba
menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif atau makna
sebenarnya, maupun konotatif atau makna kiasan sehingga kata-kata
yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya.
Dalam paragraf pertama, penyair Taufiq Ismail menggambarkan
kondisi tahun 1966 pada jalan-jalan di Jakarta yang seharusnya
dipenuhi dengan kegiatan bisnis, karena Jakarta sebagai ibu kota
negara, tetapi diisi dengan panser saladin. Panser dihiasi dengan roda
besi yang merintangi jalan, tetapi sayang Jakarta yang seharusnya
ramai dengan berbagai kegiatan kota tetapi sunyi.
Pada paragraf kedua, penyair masih memilih padanan kata yang
mengambarkan kondisi revolusi tahun 1966, karena jalan sepi, dihiasi
dengan langit biru yang tidak biru tetapi berubah menjadi ungu.
Perubahan ini disebabkan karena Jakarta tidak diisi dengan pagi cerah,
tetapi tidak ceriah, kondisi tidak ceriah ini digambarkan dengan ungu.
Gaya bahasa secara keseluruhan baik paragraf pertama maupun kedua
adalah gaya bahasa personifikasi. Gaya bahasa ini dipilih sebagai
illustrasi kota Jakarta di tahun 1966 setelah tahun 1965 yang penuh
dengan revolusi. Personifikasi kendaraan diganti dengan panser, dan
tikungan berat bisu sebagai ilustrasi Jakarta yang belum pulih dari
perebutan kekuasaan. Kondisi ini juga dipertegas “langit pagi yang
biru” berubah “menjadi ungu, menjadi ungu”. Lambang ungu adalah
lambang yang tidak kondusif suasana kota.
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa aliterasi dan asonasi adalah untuk mempermudah dalam
penghapalan, sehingga dapat dihayati. Pada paragraf pertama
kemudahan ini terlihat kota Jakarta dengan hiruk pikuk kendaraan
tetapi diganti dengan panser dengan roda berat, yang berada di jalan-
jalan utama Jakrta, kondisi membuat sepi dan tidak kondusif. Begitu
42
pula paragraf kedua “dua buah tingkungan yang bisu” dan “langit pagi
yang biru” memberikan gambar Jakarta belum kembali ke jati dirinya
sebagai kota metropolitan atau ibu kota negara. Kondisi yang mudah
dingat “langit pagi yang biru” sebagai lambang keadaan kondisi, tetapi
akibat dari peristiwa 30 September 1965, tiba-tiba berubah menjadi
ungu. Kondisi ini sebagai lambang kota Jakarta yang sama dengan
pedesaan.
c. Ritme dan Rima
Ritme atau irama dalam puisi Merdeka Utara karya Taufiq Ismail
memiliki ritme dinamis yaitu tekanan keras pada kata panser, roda-
roda berat , dan lembut pada “selebihnya kesenyapan dan langit pagi
yang biru menjadi ungu, menjadi ungu.
Sedangkan rima pada para paragraf pertama dan kedua memiliki
persamaan bunyi berat menekan, yang membawa suasana kesedihan
secara sempurna dan sejajar dengan persamaan bunyi yang berbentuk
sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang
mengandung kesejajaran maksud kondisi Merdeka Utara, sehingga si
pembaca bisa mengetahui kondisi mengecam setelah tahun 1965.
2. Puisi Berjudul “Jalan Segera”
Di sinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan
Ketiga pawai bergerak
Di dalam panas matahari
Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini
Dihembuskan ke punggung
Anak-anaknya sendiri
43
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Dalam analisis diksi pemilihan kata dalam puisi Jalan Segera karya
Taufiq Ismail terlihat pemilihan kata sederhana dengan makna kata
yang membentuk kalimat bermakna harus dikerjakan segera. Sifat
segera karena situasi dan kondisi politik di tahun 1966 merupakan
perubahan politik arti orde lama ke order baru. Perubahan ini banyak
ditandai penembakan satu pihak ke pihak lain yang diselangi dengan
pawai dari demontrasi mahasiswa yang terus mewarnai langit Jakarta.
Gaya bahasa yang dipakai adalah menerapkan gaya bahasa
perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal
dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti
bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, dan lain
sebagainya. Perbandingan dapat dilihat pada paragraph pertama yakni:
Di sinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan
Bait di atas di bandingkan dengan
Ketika pawai bergerak
Di dalam panas matahari
Sepenggal kalimat puisi di atas antara bait 1 dan 2, merupakan
perbandingan antara penembakan, pengecut dengan keberanian yang
digambarkan dengan pawai bergerak di dalam terik matahari.
b. Aliterasi dan Asonasi
Puisi Jalan Segera merupakan puisi pendek yang mudah dimengerti
dan yang menggambarkan situasi dan kondisi di tahun 1966 yang
sangat menginginkan perubahan dan pembubaran PKI oleh gerakan
mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan korban peluru dari anaknya
sendiri, dan terbukti pada kalimat, “Di sinilah penembakan,
kepengecutan, Dilakukan” dan “Ditembus ke punggung anak-anaknya
sendiri” Kalimat seperti ini memang begitulah keadaan tahun 1966 di
Jakarta, masyarakat penuh tanda tanya, berkenaan dengan gerakan
yang anti PKI sangat tinggi, serta PKI yang dulu berani, namun takut,
44
dan takut. Ketakukan ini wajar, karena sudah kalah politik.
Pemandangan ini jauh berbeda ketika menjelang G30S PKI seperti apa
yang digambarkan dalam film G30S PKI. Film ini terlepas benar atau
tidaknya, namun begitulah keadaan yang sebenarnya. Kalimat mudah
dan sederhana, adalah refleksi tahun 1966 yang penuh perubahan
cepat.
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi Jalan Segera karya Taufiq Ismail adalah dengan
ritme dinamis dengan tekanan keras pada kata teretntu namun lembut
pada kalimat “ketika pawai bergerak, dalam panas matahari” Nada
tinggi terletak pada kalimat, “Ditembusnya ke punggung anak-anaknya
sendiri”
Sebaliknya, rima dalam puisi “Jalan Segera” terdapat rima terbuka
pada kalimat, “Ketika pawai bergerak, dalam panas matahari” namun
juga pada kalimat ini terkandung rima alterasi dan asonansi.
3. Puisi Berjudul “Salemba”
Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak peralahan
Menuju pemakanan
Siang ini
Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani
a. Analisis Diksi dan Gaya Bahasa
Taufiq Ismail dalam puisinya berjudul Salemba menggambarkan
gugurnya Arief Rahman Hakim yang gugur dalam gerakan mahasiswa
di tahun 1966. Kata ini menggambarkan Almamater UI dengan
kalimat, “Alma Mater janganlah bersedih” Kesedihan ini karena
gugurnya Arief Rahman Hakim yang gagah berani telah tersungkur ke
bumi seperti yang digambarkan dalam bait ke dua
Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani
45
Gaya bahasa yang diterapkan adalah gaya bahasa metafora sebagai
bentuk kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa
mempergunakan kata-kata pembanding. Tanpa pembanding ini dapat
dilihat pada bait pertama.
Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak peralahan
Menuju pemakanan
Siang ini
Bait di atas merupakan gaya bahasa berbicara apa adanya berkenaan
dengan arakan para mahasiswa bergerak perlahan menju ke
pemakaman di siang ini.
b. Aliterasi dan Asonasi
Taufiq Ismail dalam puisi Salemba untuk menggambarkan iring-
iringan pemakamanan Arief Rahman Hakim ditulis dalam puisi yang
bersifat dekleratif dengan kalimat sederhana dan apa adanya. Kalimat
ini akan memberikan kemudahan bagi pembaca berkenaan dengan saat
pemakaman Arief Rahman Hakim yang gugur pada tahun 1966.
Pemakaman yang penuh hikmah karena almamater UI mengibaratkan
Arief Rahman Hakim untuk tidak bersedih dan “anak yang berani
telah tersungkur ke bumi ketika melawan tirani”
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi “Salemba” memiliki ritme tekanan lembut dengan
nada tekanan tinggi namun suara rendah dan tempo rendah, Kondisi ini
dapat memberikan suasana khidmat karena kesedihan yang mengiringi
anak yang berani saat melawan tirani kekuasaan pemerintah orde lama
di tahun 1966.
Sebaliknya, rima dalam puisi “Salemba” terdapat rima terbuka pada
Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani
Namun juga pada kalimat ini terkandung rima aliterasi dan asonasi.
46
4. Puisi Berjudul “Dari Catatan Seorang Demonstran”
Inilah peperangan
Tanpa Jenderal, tanpa senapan
Pada hari-hari yang mendung
Bahkan tanpa harapan
Di sinilah keberanian diuji
Kebenaran dicoba dihancurkan
Pada hari-hari berkabung
Di depan menghadang ribuan lawan
a. Analisis Diksi dan Gaya Bahasa
Puisi karya Taufiq Ismail berjudul “Dari Catatan Seorang
Demonstran” disusun dalam kata-kata yang bermakna konotatif yang
menggambarkan peperangan demontrasi mahasiswa dengan tujuan anti
pemerintahan orde lama yang disusupi oleh PKI. Perjuangan ini
merupakan perlawanan sipil yang tidak ada jenderal dan tanpa senapan
yang bahkan tanpa harapan hal ini digambarkan
Inilah peperangan
Tanpa Jenderal, tanpa senapan
Pada hari-hari yang mendung
Bahkan tanpa harapan
Sebaliknya gaya bahasa yang diterapkan oleh penyair adalah
perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal
dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti
bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana dengan
menggunakan gaya personifikasi. Demonstrasi diibaratkan sebagai,
“Inilah peperangan” Demonstran yang berani diibaratkan dengan Di
sinilah keberanian diuji.
b. Aliterasi dan Asonasi
Kombinasi Aliterasi dan Asonasi dalam Puisi Dari Catatan Seorang
Demonstran yang mudah dan enak didengar sekaligus mudah dihapal
untuk dihayati. Kemudahan ini dapat dilihat pada kalimat
Inilah peperangan
Tanpa Jenderal, tanpa senapan
Pada hari-hari yang mendung
Bahkan tanpa harapan
47
Dan
Di sinilah keberanian diuji
Kebenaran dicoba dihancurkan
Pada hari-hari berkabung
Di depan menghadang ribuan lawan
Dua hal di atas tersusun mudah direfleksikan kondisi demonstrasi
tahun 1966 yang berjuang tanpa senjata dihadapan ribuan lawan yang
menghadang.
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi “Dari Catatan Seorang Demonstran” karya Taufiq
Ismail bersifat dinamis dengan tekanan lembut pada kalimat, “inilah
peperangan” namun tekanan keras “tanpa jenderal, tanpa senapan”
Namun kalimat “Di sinilah keberanian diuji” dengan tekanan lembut.
Namun kalimat
Kebenaran dicoba dihancurkan
Pada hari-hari berkabung
Di depan menghadang ribuan lawan
Ketiga kalimat di atas diberikan tekanan keras. Pengerasan tekanan ini
untuk menunjukkan pengujian kebenaran dalam menghadapi lawan.
Namun puisi ini menerapkan Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi
yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata
sebunyi).
5. Puisi Berjudul “Geometri”
Dari titik ini
Sedang kita tarik garis lurus
Ke titik berikutnya
Segala komponen
Telah jelas. Dalam soal
Yang sederhana
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Taufiq Ismail dalam puisi berjudul “Geometri” menulis dengan
pemilihan kata secermat mungkin dengan pokok atau tema puisi yakni
Geometri. Geometri merupakan refleksi perjuangan mahasiswa di
48
tahun 1966 untuk melawan tirani. Satu gerakan dihubungan dengan
gerakan lain untuk membentuk bangun kubus yang saling terhubungan
dan tidak mudah untuk diputuskan. Gambaran garis lurus ini
digambarkan dalam “sedang kita tarik garis lurus” untuk menunjukkan
hubungan satu gerakan dengan gerakan lainnya dan berguna
pemecahan soal dalam bentuk perjuangan amanat penderitaan rakyat
yang salah satunya bubarkan PKI dan turunkan harga.
Gaya bahasa yang diterapkan adalah perbandingan (simile), yaitu
bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan
mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak,
seperti, semisal, umpama, laksana. Dan gaya personifikasi.
b. Aliterasi dan Asonasi
Kombinasi Aliterasi dan Asonasi dalam puisi Geometri tersusun dan
diilustrasikan dalam kalimat mudah dan sederhana sehingga pembaca
puisi terdengar indah dan mudah dihapalkan. kombinasi aliterasi
(pengulangan konsonan) dan asonansi (pengulangan vokal). Konsonan
“ni dan rus” dan vokal “e” dalam “nen” dan “a” dalam “na” dapat
menghidupkan refleksi gerakan yang saling berhubungan satu dengan
lain di tahun 1966.
c. Analisis Ritme dan Rima
Ritme dalam pusisi Geometri karya Taufiq Ismail dibuat dalam irama
tetap dengan bunyi tinggi pada kalimat, “sedang kita tarik garis lurus,
ke titik berikut” Namun bunyi rendah pada”
Segala komponen
Telah jelas. Dalam soal
Yang sederhana
Gambaran ini tinggi rendah adalah untuk menggambarkan kondisi
perjuangan mahasiswa yang saling bergendangan tangan dengan
perjuangan murni tanpa disertai dengan perbuatan anarkis.
Puisi ini tersusun dengan rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama. Keterbukaan
ini untuk menggambarkan transparansi perjuangan suci mahasiswa.
49
6. Puisi Berjudul “Aviasi”
Sebuah heli melayang-layang
Pada siang yang panas
Di langit ibu kota
Berjuta mata memandang
Tengadah ke atas
Tak lagi bertanya-tanya
Setiap kita jumpa di jalan
Sejak jam lima tadi padi
Tak yang yang bimbang lagi
Telah kita lumpuhkan urat nadi
Sepi dan tegang di jalanan
a. Analisis Diksi dan Gaya Bahasa
Taufiq Ismail dalam puisinya berjudul, “aviasi” disusun dalam
serangkaian kata atau kalimat yang bersifat konotatif. Sifat ini
mengandung arti Aviasi atau penerbangan. Kondisi ini
menggambarkan situasi tahun 1966 yang mengelilingkan kota Jakarta.
Setiap orang memperhatikan operasi keamanan yang dilakukan oleh
pihak keamanan. Gambaran sepi yang menegangkan itu telah
melumpuhkan kehidupan kota Jakarta sebagai ibu kota negara.
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi dalam puisi Aviasi disusun dalam
susunan pengulangan konsonan “ang” dalam layang dan “nas” dalam
panas. Kemudian pengulangan vokal “i” dalam padi, lagi dan nadi.
Pengulangan baik konsonan maupun vokal dapat enak didengar untuk
dihafalkan. Kemudahan bisa mempermudah dan menjadi daya tarik
serta keinginan tahuan orang untuk membaca puisi. Namun demikian
bukan hanya sekedar membaca tetapi ingin mengetahui kondisi tahun
1966 melalui puisi.
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi Aviasi yang ditulis Taufiq Ismail dilakukan dalam
irama tinggi dan rendah. Ritme tinggi pada Bait Pertama, sedangkan
bait kedua dan ketiga berada dalam tempo lambat sehingga kejadian
50
yang berkaitan dengan kehidupan tahun 1966 dapat terdengar dengan
jelas, kemudian pembaca puisi dan orang yang mendengarkan dapat
mengetahui apa yang dilakukan oleh pihak keamanan melalui udara.
7. Puisi Berjudul “Mimbar”
Dari mimbar ini telah dibicarakan
Pikiran-pikiran dunia
Suara-suara kebebasan
Tanpa ketakutan
Dari mimbar ini diputar lagi
Sejarah kemanusiaan
Pengembangan teknologi
Tanpa ketakutan
Di kampus ini
Telah dipahatkan
Kemerdekaan
Segala dispot dan tiran
Tidak bisa merobohkan
Mimbar kami
a. Analisis Diksi dan Gaya Bahasa
Dalam analisa diksi pada puisi berjudul Mimbar karya Taufiq Ismail
bahwa susunan kata yang dipilih penyiar memiliki makna konotatif.,
Gambaran makna ini dapat memperjelaskan bagaimana kebebasan
mimbar di kampus UI tahun 1966. Semua orang bebas berbicara, Ini
merupakan pertanda demokrasi yang hidup di mana selama ini
terbelenggu dengan demokrasi terpimpin. Kata kemerdekaan bersuara,
berserikat dan berkumpulkan merupakan bagian yang penting dalam
mimbar.
Gaya bahasa dalam puisi Mimbar ini adalah perbandingan (simile),
yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan
mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak,
seperti, semisal, umpama, laksana. Perbandingan tersebut dapat
mempertegas maksud dari puisi ini.
51
b. Aliterasi dan Asonasi
Suguhan karya Taufiq Ismail dalam puisi berjudul mimbar dipermanis
dalam susunan kata dan kalimat yang mudah didengar dan dicerna oleh
pembaca. Konsonan kan pada kata dibicarakan, dipahatkan dan
merobohkan, kemudian vokal a pada kata dunia. Konsonan dan vokal
ini bisa memperindah kata atau kalimat. Sehingga gaya bahasa
Aliterasi dan Asonasi menjadi ukuran untuk mempermanis sekaligus
mudah dihafalkan.
c. Ritme dan Rima
Ritme yang digunakan adalah adalah dinamis di mana kata konsonan
digunakan ritme tinggi dan pada vokal digunakan ritme rendah.
Pengucapan dalam pengucapan sedang sampai lambat sehingga pesan
dalam puisi ini bisa disampaikan.
Rima digunakan rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat
pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi). Rima ini
dilakukan dengan Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat
pada baris puisi secara horisontal, Kondisi ini dapat mempertegas
maksud dan tujuan puisi.
8. Puisi Berjudul “Arithmetik Sederhana”
Selama ini kita selalu
Ragu-ragu
Dan berata:
Dua tambah dua
Mudah-mudahan sama dengan empat
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Analisis diksi dalam puisi “Aritmetik Sederhana” disusun dalam
susunan kalimat sederhana hanya lima kalimat. Di mana isi dan
substansinya sangat sederhana sekali. Makna konotatif merupakan
pernyataan yang bersifat dekleratif yang menyatakan bahwa substansi
dua tambah dua bukan mudah-mudah empat tetapi pasti empat. Namun
yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana implementasi dua tambah
52
dua adalah empat sehingga tidak ada keraguan bahwa dua tambah dua
adalah empat.
Gaya bahasa yang dipergunakan dalam aritmetik sederhana adalah
Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan
atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya
dalam kalimat berturut-turut.
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi dalam puisi Arithmetik sederhana
ini sangat mudah karena hanya ada pengulangan vokal u dan a pada
kata selalu, ragu, berkata, dan dua. Vokal ini adalah mudah dicernah
sehingga si pembaca atau pendengar masih disugguhan dengan bait
terakhir:
Dan berata:
Dua tambah dua
Mudah-mudahan sama dengan empat
Kata mudah-mudahan sama dengan empat membuat pendengar ragu
apakah benar ada jawaban lain selain dari empat jika dua tambah dua
sama dengan empat. Keraguan dapat memberikan kesimpulan bahwa
sesuatu bisa terus berubah, tergantung pada situasi dan kondisi. Karena
di dunia ini tidak ada yang bersifat statis tetapi dinamis.
9. Puisi Berjudul “Depan Sekretariat Negara”
Setelah korban diusung
Tergesa-gesa
Ke luar jalanan
Kami semua menyanyi
Gugur Bunga
Perlahan-lahan
Di puncak Gayatri
Menunduklah bendera
Di belakang segumpal awan
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Karya Taufiq Ismail dalam puisi berjudul, “Depan Sekretariat Negara”
disusun dalam susunan kata dan kalimat dengan gaya konotatif namun
53
bersifat dekleratif. Kedua hal ini, Taufiq Ismail ingin menyampaikan
peristiwa tahun 1966 di Depan Sekretariat Negara telah jatuh korban
akibat dari demonstrasi mahasiswa yang menuntut tri tuntutan rakyat
yang salah satunya dari tuntutan rakyat itu adalah turunkan harga.
Korban yang jatuh itu diusung oleh rekan-rekan mahasiswa ke luar
jalanan dan bernyanyi “gugur bunga” secara perlahan-lahan. Dengan
cara yang demikian ini, peristiwa di depan sekretariat negara
digambarkan dalam kalimat
Di puncak Gayatri
Menunduklah bendera
Di belakang segumpal awan
Penyair menggambarkan penghormatan kepada korban bagaikan
puncak gayatri, dengan menunduklah bendera di belakang segumpal
awan.
b. Aliterasi dan Asonasi
Aliterasi merupakan pengulangan konsonan yang ada dalam puisi.
Pengulangan konsonan pada puisi Depan Sekretariat Negara adalah sa
pada tergesa-gesa, nan pada jalanan, nyi pada menyanyi, han pada
lahan, ni pada ini, nya pada baretnya, han pada tertahan. Pengulangan
konsonan an menunjukkan kata yang dapat menghidupkan dan
memudahkan untuk menghafal puisi. Konsonan ini juga berfungsi
menyalami kondisi pengusungan korban di depan sekretariat negara.
Dengan pengusungan ini memberikan kesan bahwa pendengar atau
pembaca puisi dibawa untuk menyelami substansi puisi tersebut. Pada
asonansi adalah pengulangan vokal terdapat pada vokal “i” pada
“menyanyi”, “ini” dan “gayatri” Pengulangan tiga vokal dapat
memudahkan untuk membaca dan menghayati. Gaya bahasa Aliterasi
dan Asonasi adalah untuk mempermanis dan memudahkan dalam
menghayati isi dan substansi suatu puisi.
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi Depan Sekretariat Negara bersfiat dinamis yang
dihiasi dengan nada tinggi pada
54
Setelah korban diusung
Tergesa-gesa
Ke luar jalanan
Nada tinggi ini berfungsi memberikan tekanan bahwa telah terjadi
korban atas demonstrasi damai, karena aparat keamanan melakukan
upaya represif dalam menangani demontrasi damai. Penekanan ini
dapat menjadi perhatian bahwa tindakan represif tidak boleh
menggunakan peluru tajam tetapi harus menggunakn peluru karet atau
bahan lain yang tidak mematikan.
Dan ritme rendah sampai sedang pada
Kami semua menyanyi
Gugur Bunga
Perlahan-lahan
Di puncak Gayatri
Menunduklah bendera
Di belakang segumpal awan
Pada ritme rendah sampai sedang memberikan perhatian substansi
bahwa korban yang meninggal dunia tidak sia-sia, tetapi sebagai
pahlawan yang gugur yang perlu penghormatan dengan menundukan
bendera sebagai tanda perhatian.
Rima dilakukan dalam bentuk Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi
yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris
yang berlainan. Dan Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada asonansi vokal tengah kata. Hal ini bisa memberikan arti
bahwa bunyi yang ditampilkan merupakan kata yang sama dengan
vokal yang yang sama pula.
B. Analisis dan Pembahasan Puisi Kelompok Benteng
Puisi merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks
yang terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Berikut ini analisis puisi
kelompok Benteng yakni:
1. Puisi Berjudul “06.30”
Di pusat Harmoni
Pada papan advertensi
55
(Arloji Castell)
Tertulis begini : “Dunia Kini
Membutuhkan Waktu Yang Tepat”
Di belakangnya langit pagi
Tembok sungai dan kawat berduri
Pengawalan berjaga. Di Istana
Arloji Castell
Berkata pada setiap yang lewat
“Dunia Kini
Membutuhkan Waktu Yang Tepat”
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Dalam puisi berjudul “06.30” karya Taufiq Ismail menggambarkan
situasi dan kondisi tahun 1966 di pagi hari, tepat di harmoni. Illustrasi
pagi hari di Jakarta yang penuh mencekam. Mencekam itu
digambarkan dalam
Di belakangnya langit pagi
Tembok sungai dan kawat berduri
Pengawalan berjaga. Di Istana
Tiga baris di atas, menggambarkan betapa mencekamnya istana yang
dijaga ketat baik dengan kawat berduri maupun pengawal. Tiga baris
menunjukkan kata yang bersifat konotatif dan deklaratif sehingga
semua orang tahu bahwa Istana Negara adalah lambang negara yang
harus dijaga ketat. Kata sederhana tiga baris di atas menjadi istana
terisolasi dengan penjaga dan pengawal, padahal istana itu adalah
istana rakyat yang harus menjadi milik rakyat. Jadi istana tidak perlu
dijaga berlebihan, padahal di dalam istana negara yang dipikirkan dan
dibahas adalah kepentingan rakyat. Ini jiwa demokrasi yang
digambarkan dalam sifat konotatif dan deklaratif.
b. Aliterasi dan Asonasi
Sifat Aliterasi dan Asonasi adalah sifat pemanis dan bius bagi pembaca
dan pendengar puisi. Pada puisi “06.30” merupakan puisi yang
menggambarkan suasana di pagi hari. Misalnya baris ketiga dan
keempat, aliterasi d, k, m, w y dan t (Dunia Kini Membutuhkan Waktu
Yang Tepat. Keteraturan konsonan sangat mengesankan. Sedangkan
56
asonansi i dan a pada bait kedua baris pertama (Di belakangnya langit
pagi). Dalam gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi menjadi pemanis
bunyi puisi sehingga terlihat nilai seni yang menggambarkan keadaan
jam 06.30 di Harnomi.
c. Ritme dan Rima
Analisis ritme adalah bunyi dari puisi itu sendiri. Bunyi dari puisi
06.30 dibuat ritme sangat tergantung pada ilustrasi yang akan
digambarkan oleh Taufiq Ismail. Pada bait pertama ritme yang dibuat
adalah tempo rendah sampai sedang. Hal ini dikarenakan penyair ingin
menggambarkan pukul 06.30 dengan jelas yang difokuskan pada
“Dunia kini Membutuhkan Waktu Yang Tepat” Namun ritme pada bait
kedua, diberikan nada tinggi sebagai bentuk perhatian. Karena bait
kedua ini merupakan substansi dari peristiwa pukul 06.30, pada tahun
1966. Dan sebaliknya bait ketiga kembali lagi ritme rendah sampai
sedang.
2. Puisi Berjudul “Bendera”
Mereka yang berpakaian hitam
Telah berhenti di depan sebuah rumah
Yang mengibarkan bendera duka
Dan masuk dengan paksa
Mereka yang berpakaian hitam
Telah menurunkan bendera itu
Di hadapan seorang ibu yang tua
“Tidak ada pahlawan meninggal dunia”
Mereka berpakaian hitam
Dengan hati yang kelam
Telah meninggalkan rumah itu
Tergesa – gesa
Kemudian ibu tua itu
Pelahan menaikan kembali
Bendera yang duka
Ke tiang yang duka
57
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Taufiq Ismail dalam puisi “Bendera” menyusun syairnya dengan kata-
kata bermakna konotatif yang menggambarkan kedukaan pahlawan
yang telah meninggal dunia. Namun pahlawan itu sendiri tidak ada
yang meninggal, karena itu ibu tua dengan perlahan menaikan kembali
bendera duka, ke tiang duka. Hal ini dapat memberikan peringatan
bagi generasi penerus bahwa keduakaan pahlawan tidak pernah mati
setelah jiwa meninggalkan jasad.
Gaya bahasa yang dipakai dalam puisi Bendera adalah perbandingan
(simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal
lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai,
sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, Perbandingan
pahlawan dengan jasa-jasa yang terus dikenang dan menjadi bekal.
Pembanding ini terlihat dari bait pertama sampai empat. Dengan
perbandingan tersebut dapat membuat nilai seni yang tinggi sehingga
puisi tersebut menjadi hidup untuk menggambarkan suasana tahun
1966.
b. Aliterasi dan Asonasi
Dalam alterasi bait pertama baris keempat d,m dan p (Dan masuk
dengan paksa). Kalimat ini menujukkan adanya keterpaksaan dalam
pengibaran bendera duka. Di sinilah nilai seni. Karena asonansi u dan a
pada bait ke empat baris pertama, (kemudian ibu tua itu) Pengulangan
“u’ menunjukkan peran ibu tua atas bendera duka dan ialah yang
masang kembali ke tiang duka. Peran ibu sangat penting dalam
kehidupan , dengan demikian yang berhak menaikan kembali adalah
ibu. Di sini penyair menomorsatukan ibu yang begitu tinggi nilai dan
kedudukan dalam kehidupan. Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi
dapat mempermanis alur cerita puisi Bendera sehingga ilustrasi Taufiq
Ismail mengenai bendera tua dapat terwakili dengn peran ibu dan
dikatakan “tidak ada pahlawan meninggal dunia”
58
c. Ritme dan Rima
Sifat puisi “Bendera” menggambarkan kedukaan. Gambaran duka
diberikan tekanan dinamis dengan nada rendah sampai sedang Dengan
ritme yang demikian ini puisi dari bait pertama sampai empat dapat
mendorong pembaca atau pendengar lebih mengerti tentang keadaan di
tahun 1966 tentang kedukaan.
Rima adalah Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak
menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d) seperti yang terlihat pada
bait kedua
Mereka yang berpakaian hitam
Telah menurunkan bendera itu
Di hadapan seorang ibu yang tua
“Tidak ada pahlawan meninggal dunia
Secara keseluruhan rima puisi termasuk Rima aliterasi, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang
sama atau baris yang berlainan dan rima asonansi, yaitu persamaan
bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
3. Puisi Berjudul “Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya
Berangkat Dewasa
Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan Kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kau agungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika ada kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan ilahi.
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Analisa diksi dalam puisi Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada
Anaknya Berangkat Dewasa karya Taufiq Ismail bermakna
konotatif. Makna ini menjelaskan dengan gamblang dan sederhana
mengenai jalan kehidupan. Dengan cara seperti ini pembaca atau
59
pengdengar puisi dapat mudah mengerti dan memahami serta
menghayati arti dari kehidupan.
Gaya bahasa dalam puisi ini adalah gaya bahasa perumpamaan epos
(epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang
dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat
berturut-turut. Bentuk perumpaan merupakan yang paling sering
diberikan sehingga ada perbandingan yang nyata. Perbandingan inilah
merupakan nilai seni.
b. Aliterasi dan Asonasi
Dalam gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi pada puisi di atas, dapat
terdengar indah dan mudah dihafal sehingga menjadi daya dorong
untuk membaca dan mengikuti apa yang digambarkan Taufiq Ismail
dalam menggambarkan kondisi sosial dan politik di tahun 1965.
Pemikiran yang berkembang di masa ini adalah pemikiran Nasakom.
Pemikiran yang mencampuradukan antara kepentingan agama dan anti
agama, karena penanaman keyakinan terhadap kebenaran harus
diberikan.
c. Ritme dan Rima
Dalam mendorong pembaca atau pendengar lebih tertarik, maka daya
dorong diberikan ritme, ritme dinamis dengan nada rendah sampai
sedang dan tempo sedang sehingga substansi masalah dapat bunyi dan
terdengar. Rima yang dipergunakan adalah Rima akhir, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi. Dan
Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama
pada akhir dua larik puisi (aa-bb) Dengan cara ini maka terdapat nilai
seni yang tinggi dan mudah dimengerti oleh pembaca dan pendengar.
4. Puisi Berjudul “Persetujuan”
Momentum telah dicapai. Kita
Dalam estafet amat panjang
Menyebar benih ini di bumi
Telah sama berteguh hati
60
Adikku Kappi, engkau sangat muda
Mari kita berpacu dengan sejarah
Dan engkau di muka
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Dalam puisi berjudul Persetujuan karya Taufiq Ismail disusun untuk
menyajikan estafet kepemimpinan nasional dari kakaknya Keppi
kepada adiknya. Estafet ini berjalan panjang. Oleh karena itu diawali
dengan momentum. Estafet ini difungsikan kepada kaum muda
mahasiswa UI untuk menggambarkan perjuangan mahasiswa UI yang
siap mengambil alih kepemimpinan orde lama. Susunan persetujuan
ini merupakan langkah perjuangan yang harus dilakukan dalam kurun
waktu panjang dengan tujuan membuat goresan sejarah yang panjang.
Susunan ini bersifat konotatif sehingga penjelasan adikku merupakan
mahasiswa di tahun 1966 yang berjuang untuk membebaskan dan
menciptakan iklim demokrasi.
Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa Metonimia, yaitu
kiasan pengganti nama. Nama pemimpin generasi berikutnya
diibaratkan dengan “Adikku Keppi, engkau sangat muda”
b. Aliterasi dan Asonasi
Dalam gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi tersusun sangat mudah dan
sederhana sehingga memungkinkan pembaca atau pendengar syair
puisi “Persetujuan” dapat cepat mengerti bahwa Taufiq Ismail telah
mengibaratkan mahasiswa UI yang melakukan demonstrasi sebagai
“Adikku Keppi, engkau sangat muda” sebagai pengganti pemimpin
lama dan didorong untuk berpacu dengan sejarah atau mencatat
sejarah.
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi berjudul Persetujuan dalam dua bait memiliki
tekanan dinamis disetai dengan nada rendah pada bait pertama dan
nada tinggi pada bait kedua. Pada bait pertama nada rendah
dimaksudkan untuk menunjukkan sikap biasa, namun bait kedua
61
adalah sikap luar biasa, karena di sini merupakan aspek estafet yang
dilakukan dengan kalimat, “Mari kita berpacu dengan sejarah”
Rima dalam bentuk rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat
pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
Dan Rima patah persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada
akhir larik-larik puisi (a-b-c-d) seperti “ta” pada “Kita”, “jang” pada
“panjang”, “mi” pada “bumi” dan “ti” pada “hati”, begitu pula pada
bait ke dua kata “da” pada muda, “rah” pada “sejarah” dan ka pada
“muka”
5. Puisi Berjudul “La Strada atau Jalan Terpanggang ini”
Kini anak-anak itu telah berpawai pula
Dipanggang panas matahari ibu kota
Setiap lewat depan kampus berpagar senjata
Mereka berteriak dengan suara tinggi
Hidup kakak-kakak kami”
Mereka telah direlakan ibu bapa
Warga negara biasa negeri ini
Yang melepas dengan dosa
Setiap pagi
Kaki-kaki kecil tak kenal lelah
Kami telah melangkahkan sejarah
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Pemilihan kata-kata pada bait pertama puisi La Strada atau Jalan
Terpanggang ini dengan kata-kata bermakna konotatif di mana penyair
menggambarkan anak Kappi (Kesatuan Aksi Perhimpunan Pelajar
Indonesia) yang turut dalam demonstrasi di tahun 1966 mengikuti
jejak kakak-kakaknya. Hubungan baris satu satu dengan lainnya saling
mempengaruhi sehingga ada kontasi yang bersaman.
Pada bait kedua juga memiliki makna konotasi termasuk bait ketiga.
Makna konotasi sengaja dibuat untuk memberikan makna gambaran
perjuangan tahun 1966 yang begitu mengecekam demontrasi tetapi
tidak anarkis. Sebaliknya tentara sebagai pengawal istana yang
62
bersifat represif. Namun adik-adik pelajar berani setiap lewat kampus
berpagar senjata dengan lantang berkata, Hidup kakak-kakak kami
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi berfungsi mempermudah dalam
pengucapan dan mudah dihafal. Kemudahan ini terlihat pada kalimat
bait pertama baris kedua, “Di panggang panas matahari ibu kota”
Demontrasi tahun 1966, adik pelajar bebas menyampaikan
pendapatnya di tengah panas matahari dan dibawah ancaman senjata.
Tetapi kalimat, “mereka telah direlakan ibu bapa” untuk ikut bersama
dengan kakak-kakaknya. Namun mereka telah membuat sejarah.
c. Ritme dan Rima
Analisis ritme dalam puisi “La Strada atau Jalan Terpanggang ini”
bersifat dinamis. Sifat dinamis sama seperti sifat dinamis anak-anak
yang berpawai atau berdemontrasi. Namun pada bait pertama diberikan
tekanan tinggi tetapi bait kedua tekanan sedang dan tekanan ketig
bernada rendah. Dengan demikian unsur dinamiasi dapat terlihat.
Bait pertama adalah Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi
yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb) yakni la, ta, gi,
dan mi, bait kedua pa, ni, oa, gi dan bait terakhir lah dan rah
Dalam puisi ini termasuk Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang
berlainan.
6. Puisi Berjudul “Yell”
Tiga truk terbuka
Lewat depan rumah
Mereka menyanyi gembira
“Buat apa sekolah”
Tas buku di tangan kiri
Dibakar matahari, tak bertopi
Mereka meriakkan Kebenaran
Yang telah lama dibungkamkan
63
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Pemilihan kata dalam puisi berjudul Yell adalah bermakna konotatif.
Pemilihan kata yang sederhana dan mudah dimengerti terlihat pada
bait pertama dalam baris ke lima, “Buat apa sekolah” dan bait kedua
baris pertama, “Tas buku di tangan kiri”
Kedua kalimat ini merupakan penghubung dengan Yell “Buat apa
sekolah” Pemilihan kata dalam kalimat ini menggambarkan suasana
tahun 1966 yang penuh dengan demonstrasi dan tidak ada sekolah
yang masuk semua turun ke jalan apakah itu demonstrasi atau pawai.
Dalam kondisi yang demikian ini, pantaslah digambarkan dengan
“buat apa sekolah” dan “tas buku di tangan kiri” Artinya sekolah dan
buku menjadi tidak penting lagi. Yang penting adalah ikut berjuang
menoreh sejarah dalam menuntut tiga tuntutan rakyat dua dari tiga
tuntutan itu adalah “bubarkan PKI” dan “turunkan harga”
Gaya bahasa yang diterapkan penyair adalah Perumpamaan epos (epic
simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan
cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat berturut-
turut.
b. Analisis Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi adalah untuk mempermanis
susunan kata dalam puisi Yell, Aliterasi dan asonasi susunan kata
dalam puisi mudah dimengerti dan diucapkan serta dihafal.
Kemudahan ini memberikan arti yang menunjukkan pada tema puisi
yakni Yell.
c. Ritme dan Rima
Ritme adalah bersifat dinamis. Sifat ini diberikan tekanan nada tinggi
pada bait pertama, dan nada rendah sampai sedang. Nada tinggi
dimaksudkan memberikan motivasi Yell untuk para demonstran atau
anak sekolah yang pawai. Sedangkan nada rendah sampai sedang
dimaksudkan memberikan dorongan penghayatan berkenaan dengan
kebenaran.
64
Rima dalam puisi Yell pada bait pertama adalah Rima rangkai/rima
rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik
(aaaa) dan bait kedua Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan
bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb).
7. Puisi Berjudul “Horison”
Kami tidak bisa dibubarkan
Apalagi dicoba dihalaukan
Dari gelanggan ini
Karena ke kemah kami
Sejarah sedang singgah
Dan mengulurkan tangannya yang ramah
Tidak ada lagi sekarang waktu
Untuk merenung panjang, untuk ragu-ragu
Karena jalan masih jauh
Karena arif telah gugur
Dan luka-luka dua puluh satu
a. Analisis Diksi dan Gaya Bahasa
Pemilihan kata yang cermat dan tepat dalam puisi berjudul Horison di
atas, penyair Taufiq Ismail ingin menggambarkan suasana demonstrasi
di tahun 1966. Demonstrasi penuh dengan tuntutan rakyat yang ingin
berubah dari belenggu pemerintahan order lama. Kalimat bait pertama
baris pertama, “Kami tidak bisa dibubarkan” Kata dari kalimat tersebut
mengandung arti bahwa kami adalah murni memperjuangkan aspirasi
rakyat yang tertindas, dan terbelenggu dengan kenaikan harga dan
politik yang tidak menentu.
Gaya bahasa yang digunakan penyair Taufiq Ismail adalah Metafora,
yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa
mempergunakan kata-kata pembanding. Pemilihan gaya bahasa
sebagai bentuk penegasan dan illustrasi Taufiq Ismail untuk
menggambarkan suasana tahun 1966 dengan gugurnya Arief Rahman
Hakim dan luka-luka dua puluh satu sebagai akibat tindakan represif
dari aparat keamanan.
65
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi dalam puisi “Horison” adalah
respon untuk berbuat dan berbuat serta berjuang hanya untuk
kepentingan rakyat. Karena itu, perjuangan seperti ini tidak dapat
dibubarkan, Unsur seni dari alterasi dan asonansi adalah gaya
penegasannya yang mendorong pembaca dan pendengar untuk
memikirkan dan menyelami mengenai kondisi di tahun 1966 sehingga
pembaca dan pendengar mengetahui ilustrasi tahun 1966.
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi Horison adalah dinamis dengan nada tekanan tinggi.
Nada ini mengilustrasikan kemarahan mahasiswa atas gugurnya rekan
mereka dan korban luka yang berjatuhan akibat dari sifat represif
aparat keamanan. Untuk bisa menyelami dan nilai seni tetap ada maka
tempo sedang sehingga setiap bait dan baris dari puisi bisa
menggentarkan hati pembaca dan pendengar.
Dalam puisi ini, diterapkan Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang
berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi
yang mengandung kesejajaran maksud. Hal ini dapat dilihat
Kami tidak bisa dibubarkan
Apalagi dicoba dihalaukan
Dari gelanggan ini
8. Puisi Berjudul “Rendez Vous ”
Sejarah telah singgah
Ke kemah kami
Ia menegur sangat ramah
Dan mengajar kami pergi
“Saya sudah mengetuk-ngetuk
Pintu yang lain”
Katanya
“Tapi amat heran
Mereka berkali-kali menolakku
Diambang pintu”
Kini kami beratus ribu
Mengiringkan langkah sejarah
66
Dalam langkah yang seru
Dan semakin cepat
Semakin cepat
Semakin dahsyat
Menderu-deru
Dalam angin berputar
Badai peluru
Tanpa bukit batu!
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Taufiq Ismail memilih kata dalam puisi Rendez Vous yang bersifat
konotatif. Sifat ini sangat kentara terlihat pada bait pertama dan kedua.
Namun pemilihan kata pada bait ke tiga lebih bersifat penegasan dari
bait pertama dan kedua. Penyair Taufiq Ismail seakan-akan ingin
memberikan gambaran tentang perjuangan mahasiswa di Jakarta tahun
1966 adalah “Mengiringkan langkah sejarah” Sejarah demonstrasi
yang penuh deru peluru, tekanan, dan intimidasi dari aparat keamanan
untuk membubarkan.
Gaya bahasa yang digunakan penyair Taufiq Ismail adalah Metafora,
yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa
mempergunakan kata-kata pembanding. Pemilihan gaya bahasa
sebagai bentuk penegasan dan illustrasi Taufiq Ismail untuk
menggambarkan suasana tahun 1966 dengan beratus ribu
mengiringkan langkah sejarah yang tercatat dalam deru peluru,
intimidasi.
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi dalam Puisi Rendez Vous
merupakan penyajian puisi dengan pengulangan konsonan dan vokal
disusun agar bisa enak didengar, mudah dipahami dan dihafal. Ketiga
hal ini merupakan pemikiran dasar yang tepat untuk pengulangan
konsonan dan vokal yang tidak menyusahkan sehingga alur bunyi
dapat berbunyi seperti semut beriringan.
67
c. Ritme dan Rima
Ritme dari suatu puisi sangat penting. Ritme ini sudah bisa terlihat
pada susunan puisi itu sendiri. Dalam puisi berjudul “Rendez Vous”
Ritme bersifat dinamis dengan tekanan tinggi. Tekanan tinggi ini
terlihat pada bait pertama:
Sejarah telah singgah
Ke kemah kami
Ia menegur sangat ramah
Dan mengajar kami pergi
Tempo dalam puisi adalah tempo sedang. Pemilihan tempo sedang
karena ada bahasa komunikatif pada bait kedua
Sejarah telah singgah
Ke kemah kami
Ia menegur sangat ramah
Dan mengajar kami pergi
Dalam puisi merupakan Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi
yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir. Karena dari awal
sampai akhir menunjukkan pengulangan bunyi yang tidak sempurna.
Disamping itu menunjukkan rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang
berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi
yang mengandung kesejajaran maksud.
9. Puisi Berjudul Malam Sabtu
Berjagalah terus
Segala kemungkinan bisa terjadi
Malam ini
Maukah kita dikutuk anak cucu
Menjelang akhir abad bini
Karena kita berserah diri?
Tidak. Tidak bisa
Tujuh korban telah jatuh, Dibunuh
Ada pula mayat adik-adik kita yang dicari
Dipaksa untuk tidak dimakamkan semestinya
Apakah kita akan bernafas panjang
Dan seperti biasa: sabar mengurut dada?
Tidak, Tidak Bisa
Dengarkan. Dengarkanlah di luar tu
68
Suara doa berjuta-juta
Rakyat yang resah dan menanti
Mereka telah menanti lama sekali
Menderita dalam nyeri
Mereka sedang berdoa malam ini
Dengar. Dengarkahlah hati-hati
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Pemilihan kata dalam puisi “Malam Sabtu” sangat sempurna untuk
menggambarkan tindakan represif aparat keamanan di tahun 1966.
Korban yang berjatuhan, dibiarkan dan lainnya dicari. Kondisi seperti
ini dapat dengan mudah dipahami, karena makna konotatif terlihat
kental pada bait ketiga dan keempat.
Tujuh korban telah jatuh, Dibunuh
Ada pula mayat adik-adik kita yang dicari
Dipaksa untuk tidak dimakamkan semestinya
Apakah kita akan bernafas panjang
Dan seperti biasa: sabar mengurut dada?
Tidak, Tidak Bisa
Dengarkan. Dengarkanlah di luar tu
Suara doa berjuta-juta
Rakyat yang resah dan menanti
Mereka telah menanti lama sekali
Menderita dalam nyeri
Mereka sedang berdoa malam ini
Dengar. Dengarkahlah hati-hati
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi sangat mudah dicerna dari bait
pertama sampai bait keempat. Pengulangan konsonan dan vokal yang
tersusun rapih untuk memperlembut bunyi pada kata fokus seperti
“Tujuh Korban telah jatuh. Dibunuh” dan “Rakyat yang resah dan
menanti” serta “Dengar. Dengarkanlah hati-hati”
Tiga hal ini enak didengar dan mudah dihafal karena bersifat
provokatif untuk mendorong dan memicu semangat para demontran
lainnya di tahun 1966 untuk terus berjuang dan berjuang.
69
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi “Malam Sabtu” bersifat dinamis yang lebih
didominasi dengan nada tinggi dalam tempo sedang. Hal ini adalah
untuk mendukung maksud dan makna dari kejadian malam sabtu,
yakni terdapat tujuh korban yang dibunuh dan di bait empat pada bari
kedua “suara doa berjuta-juta.”
Dalam puisi ini terdapat Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi
yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir yang tidak beraturan
dan termasuk dalam Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang
berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi
yang mengandung kesejajaran maksud dari kejadian Malam Sabtu.
10. Puisi Berjudul Memang Selalu Demikian, Hadi
Setiap perjuangan slalu melahirkan
Sejumlah penghianat dan para penjilat
Jangan kau gusar, Hadi
Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita
Pada kaumn yang bimbang menghadapi gelombang
Jangan kau kecewa, Hadi
Setiap perjuangan yang akan menang
Selalu mendatang pahlawan jadi-jadian
Dan para jagoan kesiangan
Memang demikian halnya, Hadi
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Dalam puisi berjudul Memang Selalu Demikian, Hadi disusun
bermakna konotatif. Makna ini saling berhubungan antara bait pertama
sampai terakhir. Makna konotatif sebagai penegas tentang maksud dan
tujuan puisi tersebut.
Gaya bahasa yang dipergunakan adalah Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan
yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri.
Bagian penting dari perjuangan yang melahirkan, “Sejumlah
penghianat dan para penjilat, Pada kaumn yang bimbang menghadapi
gelombang dan Selalu mendatang pahlawan jadi-jadian.
70
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi adalah untuk memdahkan pembaca
dan pendengar puisi berjudul Memang Selalu Demikian, Hadi dalam
pengulangan konsonan dan vokal terlihat begitu jelas sehingga
terdengar alunan yang merdu dan enak didengar serta mudah dihafal.
Ketiga hal ini merupakan syarat mutlak bagi penyair untuk bisa lebih
mengerti dalam menggambarkan keadaan tahun 1966 yang penuh
perubahan dan tekanan.
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi Memang Selalu Demikian, Hadi adalah bersifat
dinamis dengan tekanan nada sedang sampai tinggi. Dengan ritme
seperti ini dilakukan dalam tempo sedang. Sedang pokok masalah di
baris kedua di setiap bait dapat tersampaikan dengan jelas sebagai
bentuk pesan yang ingin disampaikan dalam Memang Selalu
Demikian, Hadi. Dalam puisi termasuk dalam rima sempurna, yaitu
persama bunyi pada suku-suku kata terakhir dan rima patah, yaitu
persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik
puisi (a-b-c-d).
11. Puisi Berjudul “Beberapa Urusan Kita”
Tentang nasib angkatan ini
Itu adalah urusan sejarah
Tapi tentang menegakan kebenaran
Itu urusan kita
Apakah cuaca akan cemas di atas
Hingga selalu kita bernaung mendung
Apakah jantung kita masih berdegup kencang
Dan barisan kita selalu bukit batu karang?
Berjagalah terus, Berjagalah!
Siang kita berlucut laras senapan
Malam bila kita terancam penyergapan
Berjagalah terus, Berjagalah!
Mungkin kita tak akan melihat hari nanti
Mingkin tidak kau. Tidak tahu Siapa bisa tahu
Tapi itu urusan Tuhan
71
Masalah kemenangan, ketentaman tanpa tiran
Tentang nasib angkatan ini
Itu urusan sejarah
Tetapi tentang menegakkan kebenaran
Itu urusan kita
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Dalam puisi berjudul Beberapa Urusan Kita disusun dengan makna
dekonotatif. Susunan ini karena ada beberapa kata yang tidak
berhubungn namun pada dasarnya berhubungan. Pemilihan kata “itu
urusan kita”, “Berjagalah terus, Berjagalah “,. “Masalah kemenangan,
ketentraman tanpa tiran” yang tidak saling berhubungan namun saling
memberikan makna.
Gaya bahasa dalam puisi ini dengan metafora, yaitu bahasa kiasan
yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan
kata-kata pembanding. Kata atau kalimat pembnding “itu urusan kita”,
“Berjagalah terus, Berjagalah “,. “Masalah kemenangan, ketentraman
tanpa tiran” yang menjadi inti pokok pesan puisi ini.
b. Analisis dan Pembahasan Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi dalam pengulangan konsonan dan
vokal memberikan kemudahan untuk mengerti makna baik yang
tersirat maupun tersurat dalam puisi ini. Makna itu terkandung dalam
“itu urusan kita”, “Berjagalah terus, Berjagalah “,. “Masalah
kemenangan, ketentraman tanpa tiran”
c. Ritme dan Rima
Ritme dalam puisi bersifat dinamis namun memiliki nada tinggi yang
berfungsi untuk memberikan perhatian kepada pendengar maupun
pembaca sehingga pesan yang ingin disampaikan itu dapat diterima.
Puisi ini masuk dalam rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada sebagian suku kata terakhir, dan rima patah, yaitu
persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik
puisi (a-b-c-d),
72
12. Puisi Berjudul “Refleksi Seorang Pejuang Tua”
Tentara rakyat telah melucuti kebatilan
Setelah mereka menyamak deru sejarah
Dalam regu perkasa mulailah melangkah
Karena perjuangan pada hari-hari ini
Adalah perjuangan dari kalbu yang murni
Belum pernah kesatuan terasa begini beratnya
Kecuali dua puluh tahun yang lalu
Mahasiswa telah meninggalkan ruang kuliahnya
Pelajar muda berlarian ke jalan-jalan raya
Mereka kembali menyeru-nyeru
Nama kau, Kemerdekaan
Seperti dua puluh tahun yng lalu
Sepiral sejarah telah mengantarkan kita
Pada titik ini
Tidak ada seorangpun tiran
Sanggup di tengah jalan mengangkat tangan
Dan berseru, Berhenti!
Tidak ada. Dan kalau pun ada
Tidak bisa
Karena perjuangan pada hari-hari ini
Adalah perjuangan dimulai dari sunyi
Belum pernah kesatuan terasa begitu eratnya
Kecuali dua puluh tahun yang lalu
a. Diksi dan Gaya Bahasa
Dalam puisi berjudul “Refleksi Seorang Pejuang Tua” disusun dalam
makna konotatif. Makna ini menunjukkan hubungan satu bait dengan
baik lain yang saling mempengaruhi. Pemilihan kata ril dan kiasa tidak
terlalu menonjol untuk menceritakan ketika perjuangan fisik, namun
perjuangan panjang adalah perjuangan kalbu.
Hal ini terlihat pada
Belum pernah kesatuan terasa begini beratnya
Kecuali dua puluh tahun yang lalu
Pemilihan kata dalam kalimat di atas merupakan perjuangan kalbu.
Karena itu Taufiq Ismail ingin menyampaikan perjuangan kalbu
73
merupakan inti dari perjuangan fisik yang dilakukan mahasiswa di
tahun 1966.
Gaya bahasa dalam puisi ini adalah gaya bahasa Metafora, yaitu
bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa
mempergunakan kata-kata pembanding. Perbandingan yang dimaksud
adalah perbandingan “kecuali perjuangan dua puluh tahun yang lalu”
dengan perjuangan di tahun 1966 yang membela untuk
memperjuangkan amanat penderitaan rakyat.
b. Aliterasi dan Asonasi
Gaya bahasa Aliterasi dan Asonasi dalam pengulangan konsonan dan
vokal disusun untuk memberikan kemudahan mengerti perjuangan di
masa lalu dengan perjuangan tahun 1966. Gambaran ini sangat penting
dengan pengulangan konsonan dan vokal agar dapat membaca mudah
dipahami dan dihafal.
c. Ritme dan Rima
Dalam ritme bersifat dinamis namun diberikan nada tinggi untuk
mempertegas perbandingan masa lalu (dua puluh tahun lalu) dengan
perjuangan mahasiswa di tahun 1966. Hal ini juga terlihat dalam
tempo rendah sampai sedang sehingga setiap pesan yang disampaikan
dapat mengenai sasaran untuk memberikan kesadaran berjuang
membela tuntutan rakyat.
Dalam puisi ini termasuk rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi
yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir dengan letaknya Rima
patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir
larik-larik puisi (a-b-c-d) khususnya di bagian akhir.
74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Menganalisis unsur intrinsik kumpulan puisi Tirani sebanyak 9 puisi.
2. Menganalisis unsur intrinsik kumpulan puisi Benteng sebanyak 12
puisi.
3. Menganalisis unsur intrinsik kumpulan puisi Tirani dan Benteng yaitu
Diksi, Gaya Bahasa, Aliterasi, Asonasi, Ritme, Rima.
B. Saran
Berdasarkan analisis dan kesimpulan tersebut diatas. Maka dapat diajukan
saran-saran sebagai berikut:
1. Pengajaran apresiasi sastra khususnya puisi, sebaiknya semakin di
tingkatkan kepada Siswa.
2. Perlu adanya sarana dan prasarana untuk menampung aspirasi Siswa
dan Masyarakat dalam berpuisi.
3. Perlu adanya sebuah buku pedoman bagi setiap guru bidang studi
Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Perlu adanya pelatihan-pelatihan puisi kepada Siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah, Intisari Sastra Indonesia, Bandung: CV Djatnika, 1983.
Alya, Qonita, Kamus Besar Indonesia Untuk Pendidikan Dasar, Jakarta: PT.
Indah Jaya Adipratama, 2011.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010.
Badudu, J. S. Sari Kesusastraan Indonesia, Bandung: Pustaka prima, 1986.
Endraswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: CAPS, 2011.
Furchan, Arief, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha
Nasional Surabaya-Indonesia, 1970.
Ibrahim, Buku Materi Pokok Kesusastraan PINA 2234 / 2 SKS Modul 4-6,
Jakarta: Universitas Terbuka, 1986.
Jalil, Abdul, Dianie, Teori dan Periodisasi Puisi Indonesia, Jakarta: Pustaka
Taraby, 1983.
Keraf, Gorys, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya Padang, 1988.
Mahmudah, dkk, Pedoman Penelitian Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Jakarta: UIN, 2011.
Monique, and Said Suzanne, A Short History Of Greek Literature, London:
Routledge, 1999.
Mudjihardja, FX, Sari-Sari Kesusastraan Indonesia, Jakarta: PT Galaxy Puspa
Mega, 1988.
Pradopo, Djoko, Rachmat, Pengkajian puisi, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1987.
Rafiek, M. Teori Sastra Kajian Teori dan Praktik, Malang: PT, Medika Aditama,
2010.
Siswantoro, Metodologi Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Pelajar, 2010.
Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, dan Dasar Metode
Teknik, Bandung: Tarsito, 1985.
Sumiyadi, Pengkajian Puisi Analisis Romantik, Fenomenologis, Stilistik, dan
Semiotik, Bandung: Pusat Studi Literasi, 2005.
Suroto, Teori dan bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1989.
Semi, M. Atar, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya padang, 1988.
Tarigan, Henry Guntur, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa
Bandung, 1993.
Waluyo, J, Herman, Teori dan Apresiasi Puisi, Bandung: Erlangga, 1987.
Waluyo, J, Herman, Apresiasi Puisi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.
LEII'IBAR UJt REFERENS}
No Judul Buku Pengarang Cetakan Tahun Nomor
Foot NoteHalamanSkripsi
TandaTangan
Pembimbinq
1 . MetodologiPenelitian Sastra
SuwardiEndraswara Ke-1 2011 1, 2, d?vI
2.PedomanPenulisan SkripsiFITK
Mahmudah,dkk
2011 2,3 4,35(
I
l-)
3.
PengantarPenelitian llmiahdan Dasar MetodeTeknik
WinarnoSurakhmad
Ke-7 1985 3 ,1 ,5 5,8,36,t
(
7
4.PengantrarPenelitian dalamPendidikan
AriefFurchan Ke-1 1970 4,1 5,35, Av
II)
5.
Metode penelitianSastra AnalisisStruktur Puisi Siswantoro Ke-1 2010 5,3,7,2,6,
7,86,9,10,35,36,38,39 d
\)
6.ProsedurPenelitian
SuharsimiArikunto Ke-
14 2010 6,4 6,36
\AI /
K\
7.lntisari Sastralndonesia
AbdullahAmbary Ke-1 1983 2 8
oK\tt'
\
8.
Pengkajian puisiAnalisis Romantik,Fenomenologis,Stilistik, danSemiotik
Sumiyadi Ke-1 2005 4, I
9. Teori Sastra KajianTeoridan Praktik M. Rafiek Ke-1 2010 5 I
, t /
M\
-l
10.Kamus bahasaIndonesia UntukPendidikan Dasar
Qonita Alya Edisi. April 2011 6 10 d
11.
TeoridanbimbinganApresiasiSastralndonesia
Suroto Ke{ 1989 8,9,10, 11 ,13
12. Prinsip-PrinsipDasar Sastra
HenryGunturTarigan
Ke-10 1993
11,12,13,29,30
33,34,35,
"..96,39
14,24,30,31,32
13. Pengkajian Puisi RachmatDjoko
PradopoKe-1 1987 14 14 4
14. TeoridanApresiasi Puisi
J. HermanWaluyo Ke-1 1987 15,16,17,
1 8 ,191 5 ,1 6 ,1 I 4
15. A Short history ofGreek Literature
SuzanneSaid andMonique
Ke-3 1999 20 19(
16. Sari Kesusastraanlndonesia
J.S.Badudu
Ke-40 1986 21,22,24, 20,21 JI
17. Apresiasi Puisi Herman J.Waluyo
Revisi 2002 23,25 21,22
t
(
\
18. Anatomi Sastra M. AtarSemi
Ke-10
1988 26,32, 23,29, q19.
TeoridanPeriodisasi Puisilndonesia
DianieAMulJali l
Ke-1 1985 27,28 23, q
Btdcrnatert FokokkeousaoSaanF|NA.2234UT
niksidan GayaBaham
Sari-SariKesusastraanlndonesia
] ' '