analisis hukum tentang kekuatan pembuktian akta …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni...

70
ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Oleh HELNI SAPA NIM. 10500109034 FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: nguyenhanh

Post on 26-Jul-2019

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTADIBAWAH TANGAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH)

Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

Oleh

HELNI SAPA

NIM. 10500109034

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2013

Page 2: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kerendahan hati dan kesadaran, penyusun yang bertanda tangan di bawah

ini menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusun sendiri. Jika dikemudian

hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian

atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata, 2013

Penyusun,

Helni Sapa

NIM: 10500109034

Page 3: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Tentang Kekuatan Pembuktian Akta

Dibawah Tangan” yang disusun oleh saudari HELNI SAPA, NIM: 10500109034,

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar,

telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari

Selasa, 27 Agustus 2013 M dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Ilmu Hukum (dengan

beberapa perbaikan).

Samata, 27 Agustus 2013

DEWAN PENGUJI:

Ketua : Prof. Dr. H. Ali Parman, MA. (…………………………..)

Sekretaris : Dra. Sohra, M,Ag. (…………………………..)

Munaqisy I : Dr. Hamsir, S,H., M.Hum. (…………………………..)

Munaqisy II : Istiqamah, S.H., M.H. (…………………………..)

Pembimbing I : Erlina, S.H.,M.H. (…………………………..)

Pembimbing II : Zulhas’ari Mustafa, S.Ag., M.Ag. (…………………………..)

Diketahui oleh:

Dekan Fakultas syariah dan HukumUIN Alauddin Makassar,

Prof. Dr. H. Ali Parman, MA.NIP. 19570414 198603 1 003

Page 4: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat

Rahmat dan Karunia-Nya sehinggah penulis selalu bersemagat dan kuat dalam menyelesaikan

tugas akhir ini dengan judul Analisis Hukum Tentang Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah

Tangan. Tak lupa pula Shalawat dan salam akan selalu tercurahkan atas junjungan Nabi besar

kita Muhammad SAW serta keluarganya, sahabat-sabatnya dan orang-orang yang mengikuti

jejak beliau.

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam

penyajiannya, namun sebagai manusia biasa, bahwa penyusunan skripsi ini tak luput dari

kekurangan. Untuk itu mohon kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak.

Adapun maksud dari penulisan skripsi ini yaitu untuk memenuhi salah satu syarat yang

telah ditentukan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Dalam penulisan ini penulis mendasarkan

pada ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama ini, khususnya dalam pendidikan di

Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, bimbingan dan pengarahan, baik

secara spiritual maupun moril. Oleh karenanya, atas bantuan yang telah diberikan, pada

kesempatan ini saya ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Yth. Bapak Rektor UIN Alauddin Makassar, Dekan Fakultas Syariah, Pembantu Dekan,

bapak dan ibu dosen jurusan Ilmu Hukum, dan Segenap pegawai Fakultas yang telah

memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Yth. Ibu Erlina, S.H.,M.H, selaku Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum sebagai

Pembimbing I yang telah memberikan banyak kontribusi ilmu dan berbagai masukan-

masukan yang membangun terkait judul yang diangkat. Dan Yth. Bapak Zulhas’ariMustafa, S.Ag.,M.Ag., juga sebagai Dosen Syariah Dan Hukum sekaligus selaku

pembimbing II yang telah memberikan banyak pengetahuan terkait metode penulisan

dalam skripsi ini.

3. Yth. Ketua Jurusan Ilmu Hukum Bapak Dr. Hamsir, S.H.,M.Hum, Sekertaris Jurusan

Ilmu Hukum Ibu Istiqamah,S.H.,M.H., serta Staf Jurusan Ilmu Hukum, yang telah

Page 5: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

v

membantu dan memberikan petunjuk terkait yang berkaitan pengurusan akademik

sehingga penulis lancar dalam menyelesaikan semua mata kuliah dan penulisan karya

ilmiyah ini.

4. Yth. Bapak Pudjo Hunggul, S.H.,M.H., selaku hakim serta staf Pengadilan Negeri

Makassar, yang selalu menyempatkan waktu selama penelitian berlangsung.

5. Yth. Ibu Andi Musdalifah Zainal, S.H., M.H., selaku notaris di kota Makassar yang telah

menyempatkan waktunya disela-sela jadwalnya yang padat.

6. Kedua Orangtua yang sangat saya sayangi dan hormati Bapak Kadir Sapa dan Ibu

Nurlamis yang telah memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, memberikan segala

yang saya butuhkan, serta doa yang selalu mereka panjatkan agar anak-anaknya menjadi

orang yang berguna kelak.

7. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan banyak dukungan kepada saya.

8. Teman-teman terkasih Ilmu Hukum 2009, terima kasih banyak atas kebersamaannya

selama ini.

9. Serta terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-

persatu yang selama ini membantu dan mendukung sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan.

Dalam penulisan skripsi ini tidaklah mungkin menjadi sempurna karena keterbatasan dan

kekurangan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Namun penulis berharap semoga tugas akhir ini

bisa bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum, dan dapat dipakai sebagai masukan bagi

pemerintah dalam hal sumbangsi pemikiran terhadap lembaga pendidikan yang terkait.

Amin yaa Robbal Aalamin . . .

Wassalamu alaikum Wr.Wb.

Penulis

Helni Sapa

Page 6: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI............................................................ iii

KATA PENGANTAR......................................................................................... iv

DAFTAR ISI........................................................................................................ vi

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 1

A. Latar Belakang……………………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………….. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………….. 8

D. Sistematika Penulisan……………………………………………… 9

E. Definisi Operasional ………………………………………………. 10

BAB II KAJIAN TEORITIS ……………………………………………...... 12

A. Landasan Teori……………………………………………………. 12

1. Pengertian…………………………………………………….. 12

a. Pembuktian……………………………………………….. 12

b. Alat bukti…………………………………..……………... 13

2. Prinsip Hukum Pembuktian…………………………………. 16

3. Fungsi Akta…………………………………………………. 28

4. Macam-macam Akta……………………………………….. 29

5. Kekuatan Pembuktian Akta………………………………... 31

B. Karangka Pikir………………………………………………...... 35

Page 7: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

vii

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….. 36

A. Jenis penelitian………………………………………………….... 36

B. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………….. 37

C. Populasi dan Sampel……………………………………………... 37

D. Jenis Dan Sumber Data…………………………………….......... 38

E. Teknik Pengumpula Data………………………………………… 39

F. Teknik Analisi Data…………………………………………….... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Dikaitkan Dengan

Kewenangan Legalisasi Dan Waarmerking Notaris Dalam

…………………………………………………………………. 48

2. Akta Dibawah Tangan Yang Telah Memperoleh Legalisasi dan

Waarmerking Dari Notaris Dapat Dibatalkan Oleh Hakim…… 54

BAB V PENUTUP …………………………………………………………. 58

A. Kesimpulan…………………………………………………….. 58

B. Saran…………………………………………………………… 58

DAFTAR PUSTAKA………………………….............................................. .... 60

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 8: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

viii

ABSTRAK

Nama Penyusun : Helni Sapa

NIM : 10500109034

Jurusan : Ilmu Hukum

Judul : “Analisis Hukum Tentang Kekuatan Pembuktian AktaDibawah Tangan”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana kekuatanpembuktian akta dibawah tangan dikaitkan dengan kewenangan notaris dalamlegalisasi dan waarmerking dan untuk mengetahui apakah akta dibawah tanganyang telah memperoleh legalisasi dan waarmerking dapat dibatalkan oleh hakim.

Penelitian dilakasanakan di kota Makassar, Sulawesi Sealatan yaitu padainstansi Pengadilan Negeri Makassar serta kantor Notaris & Pejabat PembuatAkta Tanah Andi Musdalifah Zainal, S.H., M.Kn., dimana penulis mengambildata yang diperoleh secara langsung, baik berupa wawancara langsung terhadapnarasumber di lapangan serta berupa data lainya yang diperoleh denganmengamati dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang diberikan oleh pihak yangterkait yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan pada dasarnya kekuatan pembuktian aktadibawah tangan dikaitkan dengan kewenangan notaris dalam legalisasi danwaarmerking yakni kekuatan pembuktiannya tidak dapat dipersamakan denganakta otentik, sebab akta otentik merupakan akta yang dibuat oleh dan ataudihadapan pejabat notaris, bukan yang dilegalisasi atau diwaarmerking olehnotaris. Namun dibandingkan dengan akta dibawah tangan pada umumnya, akta dibawah tangan yang telah dilegalisasi ataupun diwaarmerking jelas memilikikelebihan. Namun jika dibandingkan dengan akta dibawah tangan yang tidakmendapatkan legalisasi maupun waarmerking, maka kekuatan pembuktian yangtelah dilegalisasi ataupun diwaarmerking oleh pejabat notaris lebih memilikikekuatan pembuktian. Fungsi dari legalisasi notaris atas akta dibawah tanganialah untuk menjamin kepastian tanggal dan tanda tangan para pihak, dan isi aktatersebut dijelaskan oleh notaris, sehingga penandatangan tidak dapat menyangkalisi akta yang ditandatanganinya tersebut, dan penandatangan benar-benar adalahorang yang namanya tertulis dalam keterangan akta tersebut. Namun demikianakta dibawah tangan yang telah memperoleh legalisas dan waarmerking dapatdibatalkan oleh hakim, ketika apabila dimintakan dan dituntut pembatalannya olehpihak yang bersangkutan. Dalam hal ini akta tersebut ada cacat didalamnya. Cacatdari segi substansinya, misalnya terdapat penipuan berdasarkan pasal 1321

Page 9: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

ix

KUHPerdata. Meskipun tugas hakim dalam hal pembuktian hanya membagibeban membuktikan, tetapi secara ex officio hakim tidak dapat membatalkansuatu akta kalau tidak dimintakan pembatalan, karena hakim tidak bolehmemutuskan yang tidak diminta, diantaranya suatu akta dapat dibatalkan jikatidak memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif suatu perjanjian dan/atau tidakmemenuhi syarat dan tata cara untuk itu menurut Undang-undang Jabatan Notaris.Dalam hal akta dibawah tangan tersebut, maka hakim dapat membatalkan akta ituapabila dimintakan dan terdapat bukti lawan.

Page 10: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan terhadap hak asasi manusia harus dijamin oleh negara,

dimana setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum

dan pemerintah. Hal ini merupakan konsekuensi prinsip kedaulatan rakyat serta

prinsip negara hukum. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut,

antara lain bahwa dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti

yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek

hukum dalam masyarakat. Akan tetapi dalam pelaksanaan hak dan kewajiban

seringkali menimbulkan pelanggaran. Akibat dari pelanggaran hak dan kewajiban

tersebut akan menimbulkan peristiwa hukum.

Saat ini kejahatan tidak hanya terjadi pada kasus-kasus pembunuhan,

perampokan dan pemerkosaan saja. Namun kejahatan lainnya terjadi terhadap

harta benda yang dilakukan dengan cara-cara penipuan, pemalsuan, penggelapan,

penyelundupan dan sejenisnya yang tentunya melibatkan manusia sebagai pelaku

dan dokumen-dokumen atau surat-surat sebagai sarana atau cara yang

dipergunakan dalam melakukan suatu kejahatan.

Dalam hubungannya dengan kejahatan tersebut, maka kita harus

melakukan pembuktian di pengadilan. Karena bertujuan untuk membuktikan bahwa

telah terjadinya suatu peristiwa atau hubungan hukum tertentu yang dijadikan dasar untuk

mengajukan gugatan ke pengadilan. Melalui tahap pembuktian inilah hakim akan

Page 11: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

2

memperoleh dasar-dasar atau alasaan-alasan untuk menjatuhkan putusan dalam

menyelesaikan suatu perkara yangn diajukan kepadanya.

Pembuktian merupakan inti pemeriksaan suatu perkara di pengadilan.

Perihal bagaimana pembuktian sangat tergantung pada alat bukti yang digunakan,

semuanya berdasarkan hukum acara persidangan masing-masing perkara.

Demikian pula halnya dalam persidangan perkara perdata, mengenai apa saja alat

bukti yang sah dan bagaimana cara pembuktiannya, telah diatur dalam hukum

acara perdata.

Dalam perkara perdata, yang dicari adalah kebenaran formal. Oleh karena

itu, hakim yang terikat hanya kepada alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Dengan demikian, hakim dalam pemeriksaan perkara perdata bersifat pasif,

tergantung dari para pihak yang bersengketa. Akan tetapi, dalam rangka mencari

kebenaran materiil atas apa yang diajukan oleh para pihak, hakim perdata pun

bersifat aktif.

Menurut Goodhart, setiap hakim akan mengulas fakta-fakta suatu perkara

yang dapat dibuktikan. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, hakim mengulas

argumen hukum untuk sampai pada suatu kesimpulan dalam rangka memutus

suatu perkara. Fakta-fakta yang terpenting dalam suatu perkara tersebut

digabungkan dengan argumen-argumen hukum menjadi suatu pertimbangan

sebagai prinsip hukum yang bersifat mengikat.1

Pembuktian dalam perkara perdata, khususnya di Indonesia tidaklah

terlepas dari buku Keempat KUHPerdata yang mengatur mengenai pembuktian

1 Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum; Common Law, Civil Law dan SocialistLaw (Nusa Media, Jakarta, 2010), h.352.

Page 12: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

3

dan daluwarsa. Pembuktian dalam buku Keempat KUHPerdata adalah aspek

materiil dari hukum acara perdata, sedangkan pembuktian dalam RIB dan RDS

mengatur aspek formil dari hukum acara perdata.

Pembuktian adalah tahap terpenting dalam penyelesaian perkara di

pengadilan, karena bertujuan untuk membuktikan bahwa telah terjadinya suatu

peristiwa atau hubungan hukum tertentu yang dijadikan dasar untuk mengajukan

gugatan ke pengadilan. Melalui tahap pembuktian inilah hakim akan memperoleh

dasar-dasar atau alasaan-alasan untuk menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan

suatu perkara yang diajukan kepadanya.

Resiko dalam pembuktian tidak boleh berat sebelah, hakim harus adil dan

menentukan beban pembuktian itu dengan memperhatikan keadaan konkrit.

Memberi beban bukti kepada salah satu pihak dalam proses dapat dianggap sedikit

banyak (menabur) rugi pada pihak yang dibebani wajib bukti, karena dalam hal

yang bersangkutan tidak berhasil dengan pembuktiannya ia akan dikalahkan

(resiko pembuktian).

Acara pembuktian dilakukan baik oleh pihak penggugat maupun tergugat

dalam persidangan untuk membuktikan adanya kejadian-kejadian atau peristiwa-

peristiwa, juga untuk membuktikan adanya suatu hak. Proses pembuktian ini

merupakan suatu susunan kesatuan untuk mencapai suatu tujuan, yaitu

membuktikan kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak, baik itu

peristiwa, kejadian maupun hak. Jadi yang harus membuktikan atau mengajukan

Page 13: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

4

alat bukti adalah Penggugat dan atau Tergugat, sedangkan yang menyatakan suatu

gugatan terbukti atau tidak adalah hakim.

Dalam Hukum Acara Perdata, alat bukti sah atau yang diakui oleh hukum

salah satunya adalah alat bukti tulisan. Pembuktian dengan tulisan dilakukan

dengan tulisan-tulisan otentik maupun tulisan-tulisan dibawah tangan. Tulisan-

tulisan otentik berupa akta otentik yang dibuat dalam bentuk yang sudah

ditentukan oleh undang-undang, dibuat dihadapan pejabat-pejabat (pegawai

umum) yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat.2 Akta

otentik tidak saja dapat dibuat oleh Notaris, karena undang-undang menentukan

kewenangan ini diberikan juga kepada pejabat lain selain notaris yang juga

berwenang membuat akta otentik antara lain Pejabat PembuatAkta Tanah (PPAT),

Pejabat Lelang dan Pegawai Kantor Catatan Sipil.

Pemberian wewenang kepada pejabat atau instansi lain, seperti Kantor

Catatan Sipil, tidak berarti memberikan kualifikasi sebagai Pejabat Umum tapi

hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum saja ketika membuat akta-akta

yang ditentukan oleh aturan hukum dan kedudukan mereka tetap dalam

jabatannya seperti semula sebagai pejabat negara. Misalnya akta-akta yang dibuat

oleh Kantor Catatan Sipil juga termasuk akta otentik. Kepala Kantor Catatan Sipil

yang membuat dan menandatanganinya tetap berkedudukan sebagai Pegawai

Negeri.

2 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia; Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun2004 Tentang Jabatan Notaris, (Refika Aditama, Bandung, 2009) h.120

Page 14: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

5

Tulisan-tulisan dibawah tangan atau disebut juga akta dibawah tangan

dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara

atau tidak dihadapan Pejabat Umum yang berwenang. Baik akta otentik maupun

akta dibawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti.

Baik akta otentik maupun akta dibawah tangan dibuat dengan tujuan untuk

dipergunakan sebagai alat bukti dan keduanya harus memenuhi rumusan

mengenai sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 BW, dan secara materiil

mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 BW) sebagai suatu perjanjian

yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda).

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan

hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang

membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa

atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai

notaris harus mempunyai tugas untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan

tersebut, masyarakat yang merasa telah dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas

jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada notaris.

Selain dari akta otentik yang dibuat oleh notaris, terdapat akta lain yang

disebut sebagai akta dibawah tangan, yaitu akta yang sengaja dibuat oleh para

pihak untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat pembuat akta. Dengan

kata lain, akta dibawah tangan atau onderhands acte adalah akta yang dibuat tanpa

Page 15: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

6

perantaraan seseorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani sendiri

oleh pihak yang mengadakan perjanjian.3

Tugas dan pekerjaan notaris sebagai pejabat umum tidak terbatas pada

membuat akta otentik tetapi juga ditugaskan melakukan pendaftaran dan

mengesahkan surat-surat dibawah tangan, memberikan nasehat hukum dan

penjelasan undang-undang kepada para pihak yang bersangkutan, membuat akta

pendirian dan akta perubahan Perseroan Terbatas dan sebagainya.

Dalam hal apabila para pihak yang menandatangani surat perjanjian

tersebut mengakui dan tidak menyangkal tanda tangannya, tidak menyangkal isi

dan apa yang tertulis dalam surat perjanjian itu, maka akta dibawah tangan

tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik.

Pasal 1875 KUH Perdata menyatakan bahwa :

“Suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapatulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undangdianggap sudah diakui, memberikan terhadap orang-orang yangmenandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yangmendapat hak dari mereka,bukti yang sempurna seperti suatu aktaotentik”.

Dan demikian pula berlakulah ketentuan Pasal 1871 untuk tulisan itu yang

dalam ayat (2) berbunyi :

“Jika apa yang termuat disitu sebagai sebagai suatu penuturan belaka tidakada hubungannya langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapatberguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan”.

3 R. Soeroso., Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan AplikasiHukum (Jakarta, Sinar Grafika, 2010), h.8.

Page 16: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

7

Diawal telah disinggung mengenai tugas dan pekerjaan notaris tidak

terbatas membuat akta otentik tetapi juga ditugaskan melakukan pendaftaran dan

pengesahan surat-surat dibawah tangan yang biasa di sebut Legalisasi dan

Waarmerking, dan membuat copy dari surat dibawah tangan atau di sebut juga

Coppie Colatione serta mengesahkan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya.

Hal tersebut secara tegas juga

diatur Firman Allah s.w.t dalam QS. Al-A’Raf/159 :

Terjemahnya :

“Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk(kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak Itulah mereka menjalankankeadilan.”

Maksudnya dari ayat di atas ialah mereka memberi petunjuk dan menuntun

manusia dengan berpedoman kepada petunjuk dan tuntunan yang datang dari

Allah s.w.t. dan juga dalam hal mengadili perkara-perkara, mereka selalu mencari

keadilan dengan berpedoman pada petunjuk dan tuntunan Allah.

Tulisan ini mencoba untuk melihat sejauh mana kekuatan pembuktian akta

di bawah tangan dikaitkan dengan kewenangan notaris dalam legalisasi dan

waamerking berdasarkan Undang-undang tentang Jabatan Notaris.

Oleh karena itu penulis mengangkat topik dengan judul “Analisis Hukum

Tentang Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan”

B. Rumusan Masalah

Page 17: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

8

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka yang menjadi

masalah pokok dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kekuatan pembuktian akta dibawah tangan dikaitkan dengan

kewenangan notaris dalam Legalisasi dan Waarmerking ?

2. Apakah akta dibawah tangan yang telah memperoleh Legalisasi dan

Waarmerking dari Notaris dapat dibatalkan oleh hakim?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sebagaimana diketahui bahwa suatu karya ilmiah mempunyai tujuan

dan kegunaan yang hendak dicapai oleh penulisnya, demikian halnya dengan

penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian akta dibawah tangan dikaitkan

dengan kewenangan notaris dalam Legalisasi dan Waarmerking

2. Untuk mengetahui apakah akta dibawah tangan yang telah memperoleh

Legalisasi dan Waarmerking dari Notaris dibatalkan oleh hakim.

Adapun Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Alauddin Makassar , hasil

penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan perbendaharaan

perpustakaan yang diharapkan berguna bagi mahasiswa dan mereka yang

ingin mengetahui dan meneliti lebih jauh tentang masalah ini.

2. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam

perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Pembuktian

Dalam Acara Perdata pada khususnya yang berkaitan dengan masalah

Page 18: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

9

yang dibahas dalam penelitian dan penelitian ini.

D. Sistematika Penulisan

Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan

yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis

menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum

ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang

dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil

penelitian ini. Sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar

belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan

dan defenisi operasional.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini berisi tentang landasan teori

tentang pengertian pembuktian, alat bukti, Fungsi akta, macam-macam akta,

kekuatan pembuktian akta, kerangka pikir dan bagan kerangka pikir.

BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini berisi jenis penelitian,

lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik

pengumpulan dan analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini

penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan

sebelumnya : Pertama, Bagaimanakah kekuatan pembuktian akta dibawah tangan

dikaitkan dengan kewenangan notaris dalam legalisasi dan waarmerking di sidang

Pengadilan Negeri Makassar. Kedua, Apakah akta di bawah tangan yang telah

Page 19: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

10

memperoleh Legalisasi dan Waarmerking dari Notaris dapat dibatalkan oleh

hakim.

BAB V PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban

permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

E. Defenisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan penafsiran pembaca terhadap

variabel-variabel atau kata-kata dan istilah-istilah teknis yang terkandung dalam

judul skripsi ini maka penulis menjelaskan beberapa istilah dalam judul ini

sebagai variabel:

“Analisis” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelidikan

terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.4

” Hukum” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peraturan atau

adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh Penguasa atau

Pemerintah.5

“Kekuatan Pembuktian” Menurut Kamus Hukum adalah Didasarkan atas

benar tidaknya ada pernyataan oleh yang bertanda tangan di bawah akta itu.

4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: BalaiPustaka, 2001) h.43

5 Departemen Pendidikan Nasaional, ibid , h.410

Page 20: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

11

kekuatan ini memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak

menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta.6

“Akta Dibawah Tangan” Menurut Kamus Hukum adalah Akta yang

sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang

pejabat.7

6 Soesila Prajogo, Kamus Hukum ( Jakarta : Wacana Intelektual,2009), h.577 Soesilo Prajogo, ibid, h.7

Page 21: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian

a. Pembuktian

Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan pembuktian adalah meyakinkan

hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu

persengketaan.9 Riduan Syahrani mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim

yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa

yang dikemukakan.10 Sedangkan Hasbie As Shiddieqie mengatakan, pembuktian

itu adalah segala yang dapat menampakkan kebenaran, baik ia merupakan saksi

atau sesuatu yang lain.11 Dalam proses perkara perdata, hakim (majelis) yang

memeriksa perkara memerlukan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak Penggugat

yang menuntut hak dan kepentingan hukumnya maupun dari pihak yang

menyangkal/membantah dari tergugat yang juga berusaha mempertahankan dan

membuktikan hak dan kepentingannya. Para pihak yang masing-masing ingin

mengajukan bukti-bukti untuk dirinya itu hanya mungkin dilakukan dengan cara

pembuktian.

Sedangkan maksud dari “Membuktikan” dari pihak Penggugat maupun

9 R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Pradnya Paramitha, Jakarta, 2004), h. 8310 Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, (Citra Aditya Bakti,

Jakarta, 2004), h. 8311 Hasbie As Shiddieqie, Filsafah Hukum Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1970), h.139

Page 22: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

13

Tergugat itu berarti, memberikan fakta-fakta sebanyak-banyaknya dari para pihak

tersebut guna keyakinan dan memberikan kesimpulan kepada hakim atas

kebenaran dalil-dalil tuntutannya sebagaimana dalam gugatan penggugat dan

sebaliknya kebenaran dari dalil-dalil sangkalan/bantahannya dari tergugat.

Membuktikan berarti berkaitan dengan penyajian atau pengajuan fakta-fakta

/fakta hukum dengan alat-alat bukti sah,baik dari penggugat maupun dari tergugat.

Di dalam soal pembuktian menurut sistem HIR/RBg, Hakim akan terikat

pada ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasalnya, ialah terikat pada Pasal 163

HIR/283 RBg yang sebenarnya beraspek kebenaran formil, lain halnya dalam

perkara pidana, bahwa yang dicari adalah kebenaran materil.

Masalah pembuktian dalam hukum acara perdata apabila dikaitkan dengan

persoalan kepada siapa pihak yang harus membuktikan suatu hal atau peristiwa

dalam suatu proses perkara nampaknya mudah, padahal tidak demikian, hal

tersebut amat rumit.12

b. Alat Bukti

Alat bukti dapat didefinisikan sebagai hal yang dapat digunakan untuk

membuktikan perihal kebenaran suatu peristiwa di pengadilan. Mengenai apa saja

yang termasuk alat bukti, masing-masing hukum acara suatu peradilan akan

mengaturnya secara rinci.13

Berdasarkan KUHPerdata Pasal 1866 disebutkan alat-alat bukti terdiri atas :

1) Bukti Tertulis

12 R. Soeparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi (Bandung : Mandar Maju,2005), h.111

13 Eddy O.S. Hiariej, Teori & Hukum Pembuktian (Jakarta: Erlangga, 2012), h.52

Page 23: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

14

Bukti tertulis merupakan bukti yang sangat krusial dalam pemeriksaan

perkara perdata di pengadilan. Hal ini sebagaimana telah diutarakan

sebelumnya bahwa bukti tertulis atau bukti dengan surat dengan sengaja

dibuat untuk kepentingan pembuktian di kemudian hari bilamana terjadi

sengketa. Secara garis besar, bukti tertulis terdiri atas dua macam, yaitu akta

dan tulisan atau surat-surat lain.14

Akta adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani dibuat oleh

seseorang atau lebih puhak-pihak dengan maksud dapat digunakan sebagai alat

bukti dalam proses hukum. Ini berarti akta adalah surat yang diberi tanda tangan,

yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau

perikatan, yang dibuat sejak semula dangan sengaja untuk pembuktian. Jadi,

untuk dapat digolongkan dalam pengertian akta, maka surat harus ditandatangani.

Keharusan ditandatanganinya surat untuk dapat disebut akta ternyata dari pasal

1869 BW.15 A. Pitlo mengartikan akta itu sebagai berikut: “surat-surat yang

ditandatangani dibuat untuk dipakai sebagai alat bukti, dan untuk dipergunakan

oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.16 Menurut Sudikno

Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tandatangan, yang memuat

peristiwa-peristiwa, yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat

sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.17

Selain akta, bukti tulisan meliputi semua tulisan sebagai surat-surat,

register, surat-surat urusan rumah tangga, dan lain-lain. Tulisan-tulisan atau surat-

14 H. Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.70-71

15R. Soeroso, op.cit, h.616 M. Isa Arif, Pembuktian dan Daluwarsa, (Jakarta: Intermasa, 1978), h. 5217R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1980), h. 29

Page 24: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

15

surat tersebut pada dasarnya merupakan suatu bukti terhadap siapa yang

membuatnya. Kekuatan pembuktian surat-surat atau tulisan tersebut adalah

sebagai alat bukti bebas. Artinya, hakim tidak harus menerima atau mempercayai

surat-surat atau tulisan-tulisan tersebut, kecuali diperkuat oleh alat bukti lainnya.

Dengan demikian, surat-surat atau tulisan-tulisan selain akta mempunyai kekuatan

sebagai bukti atau untuk dapat dipercayai dan diterima oleh hakim sebagai bukti

corroborating evidence.

2) Bukti Saksi

Menjadi saksi dalam persidangan di pengadilan merupakan kewajiban

setiap warga negara. Saksi yang dimaksudkan disini adalah saksi fakta.

Dalam konteks perkara perdata, jika bukti tulisan kurang cukup, pembuktian

selanjutnya dengan menggunakan saksi yang dapat membenarkan atau

menguatkan dalil-dalil yang diajukan di muka sidang. Ada saksi yang

dihadirkan di pengadilan yang secara kebetulan melihat, mendengar, atau

mengalami sendiri suatu peristiwa, namun ada juga saksi yang dihadirkan

yang dengan sengaja diminta untuk menyaksikan suatu peristiwa hukum pada

saat peristiwa itu dilakukan di masa lampau. 18

3) Persangkaan

Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang diambil

berdasarkan undang-undang atau berdaasarkan pemikiran hakim dari suatu

peristiwa. Dengan demikian, terdapat dua macam persangkaan, yaitu

18 Eddy O.S. Hiariej, op.cit, h. 85

Page 25: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

16

persangkaan menurut undang-undang yang dikenal dengan istilah presumtio

juris dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang atau

persangkaan berdasarkan fakta yang disebut sebagai presumtio factie.19

4) Pengakuan

Mengenai pengakuan yang dikemukakan oleh salah satu pihak, ada

yang dilakukan di depan persidangan ataupun di luar ruang sidang

pengadilan. Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisah sehingga merugikan

pihak yang memberikan pengakuan. Akan tetapi, hakim secara leluasa dapat

memisah pengakuan tersebut jika si berutang dalam melakukan pengakuan

untuk membebaskan dirinya telah mengajukan hal-hal yang ternyata palsu.20

5) Sumpah

Sumpah dibagi menjadi dua,yaitu sumpah promisoir dan sumpah

confirmatoir. Sumpah promisoir adalah sumpah yang diucapkan oleh

seseorang ketika menduduki suatu jabatan atau ketika akan bersaksi di

pengadilan. Sumpah confirmatoir adalah sumpah sebagai alat bukti.21

2. Prinsip Hukum Pembuktian

Prinsip-prinsip dalam hukum pembuktian adalah landasan penerapan

pembuktian. Semua pihak, termasuk hakim harus berpegang pada patokan yang

digariskan prinsip dimaksud.

a. Pembuktian Mencari dan Mewujudkan Kebenaran Formil

19 Eddy O.S. Hiariej, ibid, h. 8720 Eddy O.S. Hiariej, op.cit, h. 9021 Eddy O.S. Hiariej, ibid, h. 91

Page 26: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

17

Sistem pembuktian yang dianut hukum acara perdata, tidak bersifat

stelsel negatif menurut undang-undang ( negatief wettelijk stelsel ). Dalam proses

peradilan perdata, kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim cukup kebenaran

formil ( formeel waarheid ). Pada dasarnya tidak dilarang pengadilan perdata

mencari dan menemukan kebenaran materiil. Akan tetapi bila kebenaran materiil

tidak ditemukan, hakim dibenarkan hukum mengambil putusan berdasarkan

kebenaran formil.22

Dalam rangka mencari kebenaran formil, perlu diperhatikan beberapa

prinsip sebagai pegangan bagi hakim maupun bagi para pihak yang berperkara.

1) Tugas dan Peran Hakim Bersifat Pasif

Hakim hanya terbatas menerima dan memeriksa sepanjang

mengenai hal-hal yang diajukan penggugat dan tergugat. Oleh karena itu,

fungsi dan peran hakim dalam proses perkara perdata hanya terbatas pada

mencari dan menemukan kebenaran formil, dimana kebenaran tersebut

diwujudkan sesuai dengan dasar alasan dan fakta-fakta yang diajukan

oleh para pihak selama proses persidangan berlangsung. Sehubungan

dengan sifat pasif tersebut, apabila hakim yakin bahwa apa yang digugat

dan diminta penggugat adalah benar, tetapi penggugat tidak mampu

mengajukan bukti tentang kebenaran yang diyakininya, maka hakim harus

menyingkirkan keyakinan itu dengan menolak kebenaran dalil gugatan,

karena tidak didukung dengan bukti dalam persidangan.

22 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinara Grafika, 2005), h.498

Page 27: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

18

Makna pasif bukan hanya sekedar menerima dan memeriksa apa-

apa yang diajukan para pihak, tetapi tetap berperan dan berwenang

menilai kebenaran fakta yang diajukan ke persidangan, dengan ketentuan:

a) Hakim tidak dibenarkan mengambil prakarsa aktif meminta para pihak

mengajukan atau menambah pembuktian yang diperlukan. Semuanya itu

menjadi hak dan kewajiban para pihak. Cukup atau tidak alat bukti yang

diajukan terserah sepenuhnya kepada kehendak para pihak. Hakim tidak

dibenarkan membantu pihak manapun untuk melakukan sesuatu, kecuali

sepanjang hal yang ditentukan undang-undang. Misalnya berdasarkan

Pasal 165 RBg/139 HIR, salah satu pihak dapat meminta bantuan kepada

hakim untuk memanggil dan menghadirkan seorang saksi melalui pejabat

yang berwenang agar saksi tersebut menghadap pada hari sidang yang

telah ditentukan, apabila saksi yang bersangkutan relevan akan tetapi

pihak tersebut tidak dapat menghadirkan sendiri saksi tersebut secara

sukarela.

b) Menerima setiap pengakuan yang diajukan para pihak di persidangan,

untuk selanjutnya dinilai kebenarannya oleh hakim.

c) Pemeriksaan dan putusan hakim, terbatas pada tuntutan yang diajukan

penggugat dalam gugatan. Hakim tidak bolehmelanggar asas ultra vires

atau ultra petita partitum yang digariskan Pasal 189RBg/178 HIR ayat (3)

yang menyatakan hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang

tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada yang digugat.

Page 28: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

19

2) Putusan Berdasarkan Pembuktian Fakta

Hakim tidak dibenarkan mengambil putusan tanpa pembuktian.

Ditolak atau dikabulkannya gugatan harus berdasarkan pembuktian yang

bersumber dari fakta-fakta yang diajukan para pihak. Pembuktian hanya

dapat ditegakkan berdasarkan dukungan fakta-fakta. Pembuktian tidak

dapat ditegakkan tanpa ada fakta-fakta yang mendukungnya.

a) Fakta yang dinilai dan diperhitungkan terbatas yang diajukan dalam

persidangan.

Para pihak diberi hak dan kesempatan menyampaikan bahan atau alat

bukti, kemudian bahan atau alat bukti tersebut diserahkan kepada hakim.

Bahan atau alat bukti yang dinilai membuktikan kebenaran yang didalilkan

pihak manapun hanya fakta langsung dengan perkara yang disengketakan.

Apabila bahan atau alat bukti yang disampaikan di persidangan tidak

mampu membenarkan fakta yang berkaitan dengan perkara yang

disengketakan maka tidak bernilai sebagai alat bukti.

b) Fakta yang terungkap diluar persidangan.

Di atas telah dijelaskan bahwa hanya fakta-fakta yang diajukan di

persidangan yang dapat dinilai dan diperhitungkan untuk menentukan

kebenaran dalam mengambil putusan. Artinya, fakta yang dapat dinilai

dan diperhitungkan hanya yang disampaikan oleh para pihak kepada

hakim dalam persidangan. Hakim tidak dibenarkan menilai dan

memperhitungkan fakta-fakta yang tidak diajukan pihak yang berperkara.

Misalnya, fakta yang ditemukan hakim dari surat kabar atau majalah

Page 29: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

20

adalah fakta yang diperoleh hakim dari sumber luar, bukan dalam

persidangan maka tidak dapat dijadikan fakta untuk membuktikan

kebenaran yang didalilkan oleh salah satu pihak. Walaupun sedemikian

banyak fakta yang diperoleh dari berbagai sumber, selama fakta tersebut

bukan diajukan dan diperoleh dalam persidangan maka fakta tersebut tidak

dapat dinilai dalam mengambil putusan. Meskipun banyak orang yang

memberitahukan dan menunjukkan fakta kepada hakim tentang kebenaran

perkara yang disengketakan, fakta tersebut harus ditolak dan disingkirkan

dalam mencari kebenaran atas perkara dimaksud. Fakta yang demikian

disebut out of court, oleh karena itu tidakdapat dijadikan dasar mencari

dan menemukan kebenaran.

c) Hanya fakta berdasar kenyataan yang bernilai pembuktian.

Selain fakta harus diajukan dan ditemukan dalam proses

persidangan, fakta yang bernilai sebagai pembuktian, hanya terbatas pada

fakta yang konkrit dan relevan yakni jelas dan nyata membuktikan suatu

keadaan atau peristiwa yang berkaitan langsung dengan perkara yang

disengketakan. Dengan kata lain, alat bukti yang dapat diajukan hanyalah

yang mengandung fakta-fakta konkrit dan relevan atau bersifat prima

facie, yaitu membuktikan suatu keadaan atau peristiwa yang langsung

berkaitan erat dengan perkara yang sedang diperiksa. Sedangkan fakta

yang abstrak dalam hukum pembuktian dikategorikan sebagai hal yang

semu, oleh karena itu tidak bernilai sebagai alat bukti untuk membuktikan

sesuatu kebenaran.

Page 30: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

21

b. Pengakuan Mengakhiri Pemeriksaan Perkara

Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara sudah berakhir apabila salah satu

pihak memberikan pengakuan yang bersifat menyeluruh terhadap materi pokok

perkara. Apabila tergugat mengakui secara murni dan bulat atas materi pokok

yang didalilkan penggugat, dianggap perkara yang disengketakan telah selesai,

karena dengan pengakuan itu telah dipastikan dan diselesaikan hubungan hukum

yang terjadi antara para pihak. Begitu juga sebaliknya, kalau penggugat

membenarkan dan mengakui dalil bantahan yang diajukan tergugat, berarti sudah

dapat dipastikan dan dibuktikan gugatan yang diajukan penggugat sama sekali

tidak benar. Apalagi jika didekati dari ajaran pasif, meskipun hakim mengetahui

dan yakin pengakuan itu bohong atau berlawanan dengan kebenaran, hakim harus

menerima pengakuan itu sebagai fakta dan kebenaran. Oleh karena itu, hakim

harus mengakhiri pemeriksaan karena dengan pengakuan tersebut materi pokok

perkara dianggap telah selesai secara tuntas.

Akan tetapi, agar penerapan pengakuan mengakhiri perkara tidak keliru,

perlu dijelaskan lebih lanjut beberapa hal antaralain sebagai berikut :

1) Pengakuan yang diberikan tanpa syarat. Pengakuan yang berbobot

mengakhiri perkara, apabila :

a) Pengakuan diberikan secara tegas

Pengakuan yang diucapkan atau diutarakan secara tegas baik dengan

lisan atau tulisan di depan persidangan.

b) Pengakuan yang diberikan murni dan bulat

Page 31: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

22

Pengakuan tersebut bersifat murni dan bulat serta menyeluruh

terhadap materi pokok perkara, dengan demikian pengakuan yang

diberikan harus tanpa syarat atau tanpa kualifikasi dan langsung

mengenai materi pokok perkara. Apabila pengakuan yang diberikan

bersyarat, apalagi tidak ditujukan terhadap pokok perkara, maka

pengakuan tersebut tidak dapat dijadikan dasar mengakhiri

pemeriksaan perkara.

2) Tidak menyangkal dengan cara berdiam diri.

Apabila tergugat tidak mengajukan sangkalan tetapi mengambil sikap

berdiam diri peristiwa itu tidak dapat ditafsirkan menjadi fakta atau bukti

pengakuan tanpa syarat, oleh karena itu sikap tergugat tersebut tidak dapat

dikonstruksi sebagai pengakuan murni dan bulat karena kategori

pengakuan yang demikian harus dinyatakan secara tegas barulah sah

dijadikan pengakuan yang murni tanpa syarat, sedangkan dalam keadaan

diam tidak pasti dengan jelas apa saja yang diakui sehingga belum tuntas

penyelesaian mengenai pokok perkara oleh karena itu, tidak sah

menjadikannya dasar mengakhiri perkara.

3) Menyangkal tanpa alasan yang cukup.

Dalam hal ini ada diajukan sangkalan atau bantahan tetapi tidak

didukung dengan dasar alasan ( opposition without basic reason )dapat

dikonstruksi dan dianggap sebagai pengakuan yang murni dan bulat tanpa

syarat sehingga membebaskan pihak lawan untuk membuktikan fakta-

Page 32: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

23

fakta materi pokok perkara dengan demikian proses pemeriksaan perkara

dapat diakhiri.

Akan tetapi perkembangan praktik memperlihatkan kecenderungan

yang lebih bersifat lentur, yang memberikan hak kepada pihak yang

berdiam diri atau kepada yang mengajukan sangkalan tanpa alasan (

opposition without basic reason )untuk mengubah sikap diam atau

sangkalan itu dalam proses persidangan selanjutnya, dan hal itu

merupakan hak sehingga hakim wajib memberi kesempatan kepada yang

bersangkutanuntuk mengubah dan memperbaikinya.

Lain halnya pengakuan yang diberikan secara tegas di persidangan.

Pengakuan tersebut langsung bersifat mengikat ( binding )kepada para

pihak, oleh karena itu tidak dapat dicabut kembali ( onherroeppelijk )dan

juga tidak dapat diubah atau diperbaiki lagi sesuai dengan ketentuan Pasal

1926 KUHPerdata.

c. Fakta-fakta yang Tidak Perlu Dibuktikan

Tidak semua fakta harus dibuktikan. Fokus pembuktian ditujukan pada

kejadian atau peristiwa hubungan hukum yang menjadi pokok persengketaan

sesuai dengan yang didalilkan dalam fundamentum petendigugatan pada satu segi

dan apa yang disangkal pihak lawan pada sisi lain.Sehubungan dengan itu, akan

diuraikan hal-hal yang tidak perlu dibuktikan dalam pemeriksaan perkara perdata.

1) Hukum positif tidak perlu dibuktikan

Hal ini bertitik tolak dari doktrin curia novit jusatau jus curia novit,

yakni pengadilan atau hakim dianggap mengetahui segala hukum positif.

Page 33: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

24

Bahkan bukan hanya hukum positif tetapi meliputi semua hukum. Pihak

yang berperkara tidak perlu menyebut hukum mana yang dilanggar dan

hukum mana yang harus diterapkan, karena hal itu dianggap sudah

diketahui hakim. Namun yang perlu diingat sehubungan dengan

permasalahanini adalah sebagai berikut :

a) Hakim harus melaksanakan hukum yang sesuai dengan kasus yang

disengketakan, dan hukum yang harus diterapkan, tidak boleh

sedikitpun bertentangan dengan hukum positif maupun dengan hukum

objektif yang berlaku.

b) Hakim diwajibkan mencari dan menemukan hukum yang persis

berlaku untuk diterapkan dalam perkara yang bersangkutan baik dari

kumpulan perundang-undangan, berita negara, yurisprudensi atau

komentar hukum.

c) Para pihak yang berperkara tidak dapat dituntut untuk membuktikan

kepada hakim tentang adanya peraturan perundang-undangan

maupun yurisprudensi yang berlaku terhadap perkara yang

disengketakan. Bahkan mengenai hukum kebiasaan pun tidak dapat

dituntut pembuktiannya kepada para pihak yang berperkara.

2) Fakta yang diketahui umum tidak dibuktikan

Mengenai fakta yang diketahui umum tidak dibuktikan, dalam hukum

acara perdata tidak diatur secara tegas, tetapi hal ini telah diterima secara

luas sebagai suatu doktrin hukum pembuktian yang dikenal dengan notoir

feiten atau fakta notoir. Adapun pengertian fakta yang diketahui umum

Page 34: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

25

yaitu setiap peristiwa atau keadaan yang dianggap harus diketahui oleh

orang yang berpendidikan atau beradab yang mengikuti perkembangan

jaman, mereka dianggap harus mengetahui kejadian atau keadaan tersebut

tanpa melakukan penelitian atau pemeriksaan yang seksama dan

mendalam dan hal tersebut diketahui secara pasti berdasarkan pengalaman

umum dalam kehidupan masyarakat, bahwa kejadian atau keadaan itu

memang demikian, untuk dipergunakan sebagai dasar hukum

membenarkan sesuatu tindakan kemasyarakatan yang serius dalam bentuk

putusan hakim.23 Misalnya, merupakan fakta notoir bahwa pada hari

minggu semua kantor pemerintah tutup, dan bahwa harga tanah di kota

lebih mahal daripada harga tanah di desa. Sehubungan dengan hal yang

telah diuraikan di atas, fakta yang diketahui hakim secara pribadi tidak

termasuk fakta yang diketahui umum. Oleh karena itu, fakta yang

diketahui hakim secara pribadi tidak dapat berdiri sendiri sebagai bukti

tetapi harus didukung lagi oleh alat bukti lain untuk mencapai batas

minimal pembuktian.

3) Fakta yang tidak dibantah, tidak perlu dibuktikan

Sesuai dengan prinsip pembuktian, yang wajib dibuktikan ialah hal

atau fakta yang disangkal atau dibantah oleh pihak lawan. Bertitik tolak

dari prinsip ini maka fakta yang tidak disangkal oleh pihak lawan tidak

perlu dibuktikan karena secara logis sesuatu fakta yang tidak dibantah

23M. Yahya Harahap, op cit, h.510

Page 35: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

26

dianggap telah terbukti kebenarannya. Tidak menyangkal atau membantah

dianggap mengakui dalil dan fakta yang diajukan.

4) Fakta yang ditemukan selama proses persidangan tidak perlu dibuktikan

Fakta atau peristiwa yang diketahui,dialami, dilihat atau didengar

hakim selama proses pemeriksaan persidangan berlangsung, tidak perlu

dibuktikan. Karena fakta atau peristiwa itu memang demikian adanya

sehingga telah merupakan kebenaran yang tidak perlu lagi dibuktikan

sebab hakim sendiri mengetahui bagaimana yang sebenarnya. Misalnya,

tergugat tidak datang menghadiri sidang yang telah ditentukan, penggugat

tidak perlu membuktikan fakta tersebut sebab hakim sendiri

mengetahuinya dan bahkan hal tersebut telah dicatat pula dalam berita

acara. Atau misalnya apabila penggugat ataupun tergugat menyatakan

pengakuan secara tegas di persidangan, peristiwa itu tidak perlu dibuktikan

karena hakim mengetahui dan mendengar sendiri hal tersebut. Atau ketika

tergugat menolak ataupun tidak mampu menunjukkan surat, dokumen asli

maupun fotocopy alat bukti yang diajukannya, hal ini merupakan fakta

yang tidak perlu dibuktikan, karena hakim sendiri melihat dan mengetahui

sendiri hal tersebut melalui persidangan, bahkan hal tersebut tercatat

dalam berita acara sidang.

d. Bukti Lawan ( Tegenbewijs )

Salah satu prinsip dalam hukum pembuktian yaitu memberi hak kepada

pihak lawan mengajukan bukti lawan. Pasal 1918 KUHPerdata menyatakan :

“ Suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, denganmana seorang telah dijatuhkan hukuman karena suatu kejahatan maupun

Page 36: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

27

pelanggaran, di dalam suatu perkara perdata dapat diterima sebagai suatubukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikansebaliknya. “

Dengan kata lain, Pasal 1918 KUHPerdata ini memberi hak kepadapihak lawan

untuk mengajukan pembuktian sebaliknya terhadap pembuktian yang melekat

pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pembuktian

sebaliknya itulah yang dimaksud dengan bukti lawan atau tegenbewijs.

Dalam teori maupun praktek, bukti lawan selalu dikaitkan dengan pihak

tergugat. Oleh karena itu, bukti lawan selalu diartikan sebagai bukti penyangkal

(contra-enquete )yang diajukan dan disampaikan oleh tergugat di persidangan

untuk melumpuhkan pembuktian yang dikemukakan pihak lawan. Adapun tujuan

utama pengajuan bukti lawan selain untuk membantah dan melumpuhkan

kebenaran pihak lawan, juga dimaksudkan untuk meruntuhkan penilaian hakim

atas kebenaran pembuktian yang diajukan pihak lawan tersebut. Terdapat dua

prinsip pokok yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan bukti

lawan. Prinsip yang pertama, semua alat bukti yang diajukan pihak lain, dalam hal

ini penggugat, dapat dibantah atau dilumpuhkan dengan bukti lawan. A. Pitlo

menyatakan bahwa bukti lawan dapat dikemukakan juga dalam hal bukti yang

diberikan mempunyai daya pembuktian wajib. Semua bukti dapat disangkal

ataupun dilemahkan. Beliau juga menambahkan bahwa bukti lawan adalah bukti

yang sama mutunya dan sama kadarnya dengan bukti. Alat yang dipakai untuk

memberikan bukti lawan adalah sama dengan alat yang dipakai untuk

memberikan bukti, dan daya alat-alat itu sama kuatnya. Prinsip yang kedua, tidak

semua alat bukti dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan. Hal ini tergantung pada

Page 37: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

28

ketentuan undang-undang. Apabila undang-undang menentukan nilai kekuatan

pembuktian yang melekat pada alat bukti itu bersifat menentukan ( beslissende

bewijs kracht )atau memaksa ( dwingende bewijs kracht )maka alat bukti tersebut

tidakdapat dibantah maupun dilumpuhkan dengan bukti lawan. Misalnya alat

bukti sumpah pemutus ( beslissende eed ) yang disebut dalam Pasal 1929

KUHPerdata dan Pasal 182 RBg/155 HIR. Dengan begitu, bukti lawan hanya

dapat diajukan terhadap alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan bebas (

vrijbewijs kracht ), seperti alat bukti saksi maupun alat bukti yang mempunyai

nilai kekuatan sempurna ( volledig bewijskracht )seperti akta otentik atau akta di

bawah tangan.

Suatu hal yang perlu diperhatikan, pada dasarnya pengajuan bukti lawan

harus berdasarkan asas proporsional. Artinya bahwa bukti lawan yang diajukan

tidak boleh lebih rendah nilainyadari bukti yang hendak dilumpuhkan.

Sehubungan dengan hal itu pula, dianggap beralasan menentukan syarat ataupun

kadar bukti lawan yang dapat diajukanuntuk melumpuhkan bukti yang diajukan

pihak lawan yaitu :

1) mutu dan kadar kekuatan pembuktiannya paling tidak sama dengan bukti

yang dilawan,

2) alat bukti lawan yang diajukan sama jenis dengan alat bukti yang dilawan,

3) kesempurnaan dan nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya sama

kuatnya.

Akan tetapi, persyaratan itu tidak mutlak apabila peraturan perundang-undangan

menentukan lain maka syarat tersebut dapat disingkirkan.

Page 38: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

29

3. Fungsi Akta

Di dalam hukum, akta mempunyai bermacam-macam fungsi.

Adapun fungsi akta antara lain sebagai berikut :

a. Sebagai syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan hukum.

Suatu akta yang dimaksudkan dengan mempunyai fungsi sebagai syarat untuk

menyatakan adanya suatu perbuatan hukum adalah bahwa dengan tidak adanya

atau tidak dibuatnya akta, maka berarti perbuatan hukum itu tidak terjadi. Dalam

hal ini dapat diambilkan sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal 1681, 1682,

1683 (tentang cara menghibahkan), 1945 KUH Perdata (tentang sumpah di muka

hakim)untuk akta otentik. Sedangkan untuk akta dibawah tangan seperti halnya

dalam pasal-pasal 1610 (tentang pemborongan kerja), 1767 (tentang

meminjamkan uang dengan bunga), 1851 KUH Perdata (tentang perdamaian).

b. Sebagai alat pembuktian

Fungsi suatu akta sebagai alat pembuktian dimaksudkan dengan tidak

adanya atau tidak dibuatnya akta, maka berarti perbuatan hukum tersebut tidak

dapat terbukti adanya.

4. Macam-macam Akta

Pasal 1867 KUH Perdata yang berbunyi:

“pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan (akta) autentik maupundengan tulisan-tulisan (akta) di bawah tangan”.

Dari bunyi pasal tersebut, maka akta dapat dibedakan atas:

a. Akta Otentik

Page 39: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

30

Mengenai akta otentik diatur dalam pasal 165 HIR, yang bersamaan

bunyinya dengan pasal 285 Rbg, yang berbunyi: “Akta otentik adalah suatu akta

yang dibuat oleh dan atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu,

merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dari para ahli warisnya dan

mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan

bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya

diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada akta itu.24

Pasal 165 HIR dan pasal 285 Rbg memuat pengertian dan kekuatan

pembuktian akta otentik sekaligus. Pengertian akta autentik dijumpai pula dalam

pasal 1868 KUH Perdata, yang berbunyi: “suatu akta autentik adalah suatu akta

yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di

hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat akta itu dibuat.

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris yang berkedudukan

sebagai akta otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-

undang Jabatan Notaris.

b. Akta Dibawah Tangan

Telah disebut bahwa akta dapat dibedakan dalam akta dibawah tangan

dan akta otentik, maka akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk

pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat.

Berbeda dengan akta otentik merupakan alat bukti sempurna. Undang-

undang menentukan bahwa akta dibawah tangan juga dapat merupakan alat bukti

yang lengkap sepanjang tanda tangan di dalam akta tersebut diakui keasliannya.

24 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1996), h.42

Page 40: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

31

Namun, apabila tanda tangan atau tulisannya dipungkiri, maka proses

pemeriksaan keaslian harus diselesaikan terlebih dahulu.

Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum juga menjadi akta

dibawah tangan, jika pejabat itu tidak berwenang untuk membuat akta itu jika

terdapat cacat dalam bentuk akta itu, sebagaimana disebut dalam pasal 1869 KUH

Perdata :

“Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya dalampegawai termaksud di atas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya,tidak dapat diberlakukan sebagai akta otentik, namun demikianmempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan.”

Dari ketentuan pasal 1878 KUH Perdata terdapat kekhususan akta

dibawah tangan, yaitu akta harus seluruhnya ditulis dengan tangan sipenanda

tangan sendiri, atau setidak-tidaknya, selain tanda tangan, yang harus ditulis

dengan tangannya sipenanda tangan adalah suatu penyebutan yang memuat

jumlah atau besarnya barang yang terhutang. Dengan kekhususan ini

dimaksudkan bahwa apabila ketentuannya tidak dipenuhi, maka akta tersebut

hanya sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. Permulaan

pembuktian tulisan menurut pasal 1902 KUH Perdata yaitu segala akta tertulis,

yang berasal dari orang terhadap siapa tuntutan dimajukan atau dari orang yang

diwakili olehnya, dan yang memberikan persangkaan tentang benarnya peristiwa-

peristiwa yang dimajukan oleh seorang. Jadi, dalam halnya adanya kekhususan

(pengecualian) dari akta dibawah tangan tersebut, maka untuk menjadi bukti yang

lengkap harus ditambah dengan alat-alat pembuktian lainnya. Akan tetapi

Page 41: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

32

mengenai penggunaan bukti pada akhirnya akan terletak pada kebijaksanaan

hakim.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perbedaan yang pokok antara

akta otentik dengan akta dibawah tangan adalah cara pembuatan/terjadinya akta

tersebut. Apabila akta otentik cara pembuatan/terjadinya akta tersebut dilakukan

oleh dan atau dihadapan pegawai umum, maka untuk akta dibawah tangan cara

pembuatan/terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pegawai umum,

tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja.

5. Kekuatan Pembuktian Akta

Seperti yang telah disinggung di atas bahwa fungsi akta yang paling

penting di dalam hukum adalah akta sebagai alat pembuktian, maka daya

pembuktian atau kekuatan pembuktian akta dapat dibedakan ke dalam tiga macam

yaitu :25

a. Kekuatan Pembuktian Lahir

Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian lahir ialah kekuatan

pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir dari akta itu, maksudnya bahwa

suatu surat yang kelihatannya seperti akta, harus diperlakukan sebagai akta,

sampai dibuktikan sebaliknya.

Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahir, sesuai dengan asas

“acta publica probant seseipsa”, yang berarti bahwa satu akta yang lahirnya

25 Teguh subekti, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, (Bandung, 2004), h.47.

Page 42: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

33

tampak sebagai akta otentik, serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka

akta itu harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Berbeda dengan akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat,

dimana tanda tangan pejabat itu merupakan jaminan otentisitas dari akta itu,

sehingga oleh karenanya mempunyai kekuatan pembuktian lahir, maka akta

dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir. Hal ini berarti

bahwa akta dibawah tangan baru berlaku sah, jika yang menandantanganinya

mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu, artinya jika tanda tangan telah

diakui kebenarannya oleh yang bersangkutan, barulah akta itu berlaku sebagai alat

bukti sempurna bagi para pihak yang bersangkutan (pasal 1875 KUH Perdata).

Orang terhadap siapa akta dibawah tangan itu digunakan, diwajibkan

membenarkan (mengakui) atau memungkiri tanda tangannya, sedang bagi ahli

warisnya cukup hanya menerangkan bahwa ia tidak kenal akan tanda tangan

tersebut.

b. Kekuatan Pembuktian Formal

Yang dimaksudkan dengan kekuatan pembuktian formal dari akta yaitu

suata kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya pernyataan

yang ditandatangani dalam akta,bahwa oleh penanda tangan akta diterangkan apa

yang tercantum di dalam akta.

Misalnya, antara A dan B yang melakukan jual beli,mengakui bahwa

tanda tangan yang tertera dalam akta itu benar, jadi pengakuan mengenai

pernyataan terjadinya peristiwa itu sendiri, bukan mengenai isi dari suatu

Page 43: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

34

pernyataan itu. Atau dalam hal ini menyangkut pernyataan, “benarkah bahwa ada

pernyataan para pihak yang menandatangani”?

Dengan demikian, berarti pembuktiannya bersumber atas kebiasaan

dalam masyarakat, bahwa orang yang menandatangani suatu surat itu untuk

menerangkan bahwa hal-hal yang tercantum diatas tanda tangan tersebut adalah

keterangannya.

c. Kekuatan Pembuktian Materil

Kekuatan pembuktian materil akta yaitu suatu kekuatan pembuktian

yang didasarkan atas benar atau tidaknya isi dari pernyataan yang ditandatangani

dalam akta, bahwa peristiwa hukum yang dinyatakan dalam akta itu benar telah

terjadi. Jadi,kepastian tentang materi akta.

Misalnya A dan B mengakui benar bahwa jual beli (peristiwa hukum) itu telah

terjadi.

Dengan demikian, berarti pembuktiannya bersumber pada keinginan

agar orang lain menganggap isi keterangan itu berlaku, sebagai benar dan

persetujuan untuk mengadakan bukti buat dirinya sendiri. Kekuatan pembuktian

materil, suatu akta hanya memberikan bukti terhadap si penanda tangan. Seperti

halnya suatu surat yang berlaku balik juga membuktikan terhadap dirinya sendiri

dari masing-maing si penanda tangan.

Page 44: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

35

B. Karangka Pikir

Akta dibawah tangan, yaitu akta yang sengaja dibuat oleh para pihak

untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat pembuat akta. Dengan kata

lain, akta dibawah tangan adalah akta yang dimaksudkan oleh para pihak sebagai

alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum.

Akta dibawah tangan jika tanda tangan di dalam akta itu tidak dipungkiri

keasliannya, serupa dengan dengan akta otentik, mempunyai kekuatan

pembuktian materil bagi yang menandatanganinya. Isi keterangan di dalam akta di

bawah tangan yang telah diakui keaslian tanda tangan atau diangap telah diakui

menurut undang-undang itu berlaku bagi para pihak sebagai akta otentik.

Akta dibawah tangan juga dapat disebut sebagai akta otentik melalui

pengesahan (legalisasi) dan pendaftaran (waarmerking) pada pejabat notaris. Hal

ini dimungkinkan oleh Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris yang mengatur tentang kewenangan notaris, yang salah satunya adalah

membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

Dengan demikian, kekuatan pembuktian akta dibawah tangan yang telah

didaftarkan tersebut akan sama dengan kekuatan pembuktian akta otentik.

Page 45: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan dengan fokus kajian

pendekatan yuridis-empiris, yang dimaksud dengan pendekatan yuridis, adalah

suatu cara yang digunakan dalam suatu penelitian yang mempergunakan asas-asas

serta peraturan perundang-undangan guna meninjau, melihat serta menganalisis

permasalahan, sedangkan metode pendekatan empiris merupakan kerangka

pembuktian atau pengujian untuk memastikan suatu kebenaran. Sehingga yang

dimaksud dengan Yuridis-Empiris, adalah suatu penelitian yang tidak hanya

menekankan pada kenyataan pelaksanaan hukum saja, tetapi juga menekankan

pada kenyataan hukum dalam praktek yang dijalankan oleh anggota masyarakat.

Pendekatan yuridis, digunakan antara lain untuk menganalisis berbagai

teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan, terkait dengan tinjauan

hukum terhadap kekuatan pembuktian akta dibawah tangan, dihubungkan dengan

wewenang Notaris dalam Pasal 15 ayat (2) UU No.30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, yaitu mengenai kewenangan notaris dalam membuat legalisasi

dan waarmerking suatu akta, maka dalam penelitian ini diinventarisasi terhadap

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan tersebut,

yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang Jabatan Notaris

Nomor.30 Tahun 2004. Sedangkan pendekatan empiris, digunakan untuk

menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam

kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek

kemasyarakatan mengenai semua perbuatan, perjanjian dan/atau kehendak dari

Page 46: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

37

para pihak untuk diperjanjikan dalam suatu, akta khususnya mengenai

kewenangan Notaris.

B. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kotamadya Makassar, yakni pada Kantor Ikatan

Notaris Indonesia Kota Makassar dan Pengadilan Negeri Makassar, pilihan lokasi

penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa institusi tersebut yang

melaksanakan pembuatan akta dan instansi penegak hukum yang berkaitan

dengan perkara pembuktian akta

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Notaris di Kota Makassar dan

Hakim Pengadilan Negeri Makassar, mengingat banyaknya jumlah populasi

dalam penelitian ini maka tidak semua populasi akan diteliti secara

keseluruhan, untuk itu akan diambil sampel dari populasi secara random

sampling.

Oleh karena populasi biasanya sangat besar dan luas, maka kerapkali

tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu, tetapi cukup diambil

sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel yang memberikan gambaran tentang

objek penelitian secara tepat dan benar.

Adapun mengenai jumlah sampel yang akan diambil adalah 5%,. Pada

prinsipnya tidak ada peraturan yang tetap secara mutlak menentukan berapa

persen untuk diambil dari populasi. Namun demikian ketentuan 5-10 % cukup

representatif untuk mewakili jumlah populasi.

Page 47: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

38

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan random sampling, yaitu

teknik yang biasa dipilih karena data populasi adalah , sehingga bentuk tersebut

cukup objektif..

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data primer, berupa data-data yang langsung didapatkan dalam penelitian

di lapangan, data yang diperoleh dari wawancara secara mendalam (deft

interview).

b. Data sekunder, data yang dipergunakan untuk melengkapi data primer,

Adapun data sekunder tersebut antara lain :

1. Merupakan bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat,

yaitu Peraturan Perundangan-undangan yang terkait dengan

Kenotariatan.

2. Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum

primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum primer yaitu :

Buku-buku ilmiah dan Makalah-makalah Hukum.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menunjang pembahasan ini, diperlukan data yang cukup sebagai

bahan analisis. Selanjutnya untuk menjaring data yang diperlukan, maka

digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Wawancara, yaitu penulis mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak

yang terkait langsung dengan masalah yang dibahas, dalam hal ini pihak

Page 48: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

39

Notaris di Kota Makassar dan Hakim Pengadilan Negeri Makassar.

b. Studi dokumentasi, yaitu penulis mengambil data dengan mengamati

dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang diberikan oleh pihak yang terkait

dalam hal ini pihak Notaris dan Pengadilan Negeri Makassar.

F. Teknik Analisis Data

Data yang sudah terkumpul baik data primer maupun data sekunder

selanjutnya dilakukan proses editing dan kemudian dianalisis, Analisis data

dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif

dipergunakan karena data yang diperoleh adalah data deskriptif yang sulit diukur

dengan angka-angka, yaitu apa yang telah dinyatakan secara lisan atau tertulis

juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh yang

terutama bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang diteliti.

Page 49: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Untuk melengkapi hasil penelitian penulisan skripsi hukum ini, maka

dalam bab ini penulis menyajikan data yang diperoleh selama masa penelitian di

Pengadilan Negeri Makassar dan Kantor Notaris yang berada di kota Makassar

berhubungan dengan Judul Skripsi Yang Diangkat adalah Analisis Hukum

Tentang Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan. Data yang disajikan dalam

bab ini membahas kepada permasalahan kemudian dianalisa, dengan maksud

untuk menemukan kebenaran sesuai dengan hukum yang berlaku saat ini.

Namun sebelum itu, terlebih dahalu kita melihat tinjauan umum dari

notaris itu sendiri.

Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan

dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga notaris

mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat yang dapat menggugat

secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut

dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini

merupakan bentuk akuntabilitas notaris kepada masyarakat.

Notaris adalah pejabat umum yangberwenang untuk membuatakta otentik

dankewenangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.26

26 Hadi Setia Tunggal,, Perundang-undangan Jabatan Notaris & PPAT, (Jakarta:Harvarindo, 2013), h. 36

Page 50: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

41

Notaris dengan segala fungsi dan kewenangannya dalam rangka pelayanan

di bidang hukum, dituntut untuk memiliki kecakapan teknis di bidangnya,

dedikasi tinggi, wawasan pengetahuan yang luas disertai integritas moral. Untuk

itu ditetapkan berbagai ketentuan mengenai syarat-syarat, kewajiban-kewajiban

dan larangan-larangan yangwajib dilaksanakan dan dipenuhi Notaris dalam

melaksanakan jabatannya.

Pasal 3 UUJN menyebutkan syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi

notaris adalah:

a. warga negara Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;

d. sehat jasmani dan rohani;

e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai

karyawan notaris dalamwaktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada

kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi

Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan

g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau

tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang

untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

Wewenang (atau sering pula ditulis dengan istilah kewenangan)

merupakan suatu tindakan hukum yang diaturdan diberikan kepada suatu jabatan

Page 51: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

42

berasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan

yang bersangkutan. Dengan demikian, setiap wewenang ada batasannya

sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya. Wewenang notaris terbatas sebagaimana peraturan perundang-

undangan yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Wewenang yang diperoleh

suatu jabatan mempunyai sumber asalnya. Dalam hukum administrasi wewenang

bisa diperoleh secara atribusi, delegasi, atau mandat.

Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada

suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan

hukum. Wewenang secara delegasi merupakan pemindahan/ pengalihan

wewenang yang ada berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan

hukum.Mandat sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan wewenang, tapi

karena yang berkompeten berhalangan.

Berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris ternyata notaris sebagai

pejabat umum memperoleh wewenang secara atribusi, karena wewenang tersebut

diciptakan dan diberikan oleh Undang-undang Jabatan Notaris sendiri. Jadi

wewenang yang diperoleh notaris bukan berasal dari lembaga lain, misalnya dari

Departemen Hukum dan HAM.

Kewenangan notaris tersebut dalam pasal 15 ayat (1) sampai dengan ayat

(3) Undang-undang Jabatan Notaris yang dapat dibagi menjadi:

1. Kewenangan Umum Notaris

Page 52: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

43

Salah satu kewenangan notaris yaitu membuat akta secara umum.Hal

ini disebut sebagai kewenangan umum notaris dengan batasan sepanjang:

a. Tidak dikecualikan terhadap pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-

undang

b. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta

otentik mengenai semua perbuatan,perjanjian, dan ketetapan yang

diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang

bersangkutan

c. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan

siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Menurut pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang notaris adalah membuat

akta,bukan membuat surat, seperti surat kuasa membebankan hak tanggungan

(SKMHT) atau membuat surat lain, seperti surat keterangan waris (SKW). Ada

beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi

wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:

a. Akta pengakuan anak luar kawin.

b. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik.

c. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi.

d. Akta protes wesel dan cek.

Page 53: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

44

e. Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT).

f. Membuat akta risalah lelang.

Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam

pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris dan kekuatan pembuktian dari akta

notaris, maka disimpulkan:

a. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/ tindakan para pihak

ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

b. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian

sempurna,sehingga tidak perlu dibuktikanatau ditambah dengan alat bukti

lainnya, jika ada orang/ pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta

tersebut tidak benar, maka orang/ pihak yang menilai atau menyatakan tidak

benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan

hukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan

dengan sifat publik dari jabatan notaris.

2. Kewenangan Khusus Notaris

Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk

melakukan tindakan hukum tertentu, seperti:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tanda tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

Page 54: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

45

khusus;

c. Member kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian bagimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan photo copy dengan surat aslinya;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. Membuat akta risalah lelang.

Mengenai kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN, yang

menyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:

a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris;

c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta

berdasarkan Minuta Akta;

d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang

ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan

Page 55: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

46

sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-undang menentukan lain;

f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak

dapat dimuat dalam 1 (satu) buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi

lebih dari 1 (satu) buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan

tahun pembuatannya padasampul setiap buku;

g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga;

h. Membuat daftar akta yang berkenaandengan wasiat menurut urutan

waktu pembuatan akta setiap bulan;

i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau

daftar nihil yang berkenaan denganwasiat ke Daftar Pusat Wasiat

Departemen yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang kenotariatan

dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan

berikutnya;

j. Mencatat dalam Repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada

setiap akhir bulan;

k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya ditulis nama, jabatan dan

tempat kedudukan yang bersangkutan;

Page 56: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

47

l. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani padasaat itu juga oleh

penghadap, saksi dan Notaris;

m. Menerima magang calon notaris.

Mengenai larangan bagi notaris dalam melaksanakan jabatannya diatur

dalam Pasal 17 UUJN, yang selengkapnya berbunyi: notaris dilarang:

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

Penjelasan :

Larangan dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memeberi kepastian

hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya

persaingan tidak sehat antar notaris dalam menjalankan jabatannya.

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja

berturut- turut tanpa alasan yang sah;

c. Merangkap sebagai pegawai negeri;

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

e. Merangkap jabatan sebagai advokat;

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik

negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha milik swasta;

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di lua wilayah

jabatan Notaris;

h. Menjadi Notaris Pengganti; atau

Penjelasan :

Page 57: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

48

Larangan menjadi “Notaris Pengganti” berlaku untuk notaris yang

belum menjalankan jabatannya, notaris yang sedang menjalani cuti dan

notaris yang yang dalam proses pindah wilayah jabatannya.

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,

kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan

martabat jabatan Notaris.

Penjelasan :

Mengenai larangan yang dimaksudkan untuk menjamin kepentingan

masyarakat yang memerlukan jasa notaris.

A. Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Dikaitkan Dengan

Kewenangan Notaris Dalam Legalisasi dan Waarmerking

Menurut Hukum Positif untuk membuktikan peristiwa-peristiwa di muka

persidangan dilakukan dengan menggunakan alat-alat bukti, dengan alat-alat bukti

yang diajukan itu memberikan dasar kepada hakim akan kebenaran peristiwa yang

didalilkan, Dalam Hukum Acara Perdata telah diatur alat-alat bukti yang

dipergunakan di persidangan dengan demikian hakim sangat terikat oleh alat-alat

bukti, sehingga dalam menjatuhkan putusannya hakim wajib memberikan

pertimbangan berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu alat bukti yang sangat

krusial dalam pemeriksaan perkara perdata di pengadilan adalah bukti tulisan.

bukti tulisan merupakan akta yang kuat sebagai alat bukti di Pengadilan dalam

menetapkan hak atau membantah suatu hak.Salah satu bukti tulisan yakni akta

Page 58: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

49

dibawah tangan.

Menurut hasil wawancara dengan notaris Andi Musdalifah Zainal

dikatakan bahwa :

“Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pihak tanpadidepan para pejabat umum”.27

Namun bagaimanapun juga, harus diakui bahwa akta di bawah tangan

tersebut ada kelebihannya jika dibandingkan dengan akta dibawah tangan

seumumnya yang sama sekali tidak ada campur tangan pejabat. Kelebihan itu

adalah:

1. Ada kepastian siapa yang menumbuhkan cap ibu jari di atas akta itu (cap

ibu jarinya dipersamakan dengan tanda tangan).

2. Ada kepastian mengenai tanggal pembuatan akta tersebut.

Tetapi kekuatan pembuktian akta dibawah tangan tidak sama dengan

kekuatan pembuktian akta otentik, terutama dalam kekuatan pembuktian lahiriah,

formil, maupun materil. Akta dibawah tangan baru memiliki kekuatan pembuktian

sebagaimana kekuatan pembuktian akta otentik apabila pengakuan dari para pihak

yang membenarkan tanda tangan mereka di dalam akta dimaksud.

Setelah dilakukan legalisasi maupun waarmerking, kekuatan pembuktian

akta di bawah tangan tidak juga dapat dipersamakan dengan akta otentik. Namun

jika dibandingkan dengan aktadi bawah tangan yang tidak mendapatkan legalisasi

27Andi Musdalifah Zainal, Notaris di kantor Notaris & Pejabat Pembuat Akta TanahAndi Musdalifah Zainal, S.H.,M.Kn, , Sulsel, wawancara oleh penulis di Makassar. 29 Juli 2013..

Page 59: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

50

maupun waarmerking, maka kekuatan pembuktian yang telah dilegalisasi ataupun

di waarmerking oleh pejabat notaris lebih memiliki kekuatan pembuktian.

Adapun prosedur atau mekanisme pelegalisasian dan waarmerking akta

dibawah tangan oleh notaris yakni :

1. Legalisasi

Prosedur pelegalisasian akta dibawah tangan yaitu para pihak membuat

akta dibawah tangan yang belum mencantumkan tanggal dan tanda

tangannya. Yang kemudian dihadapan notaris dicantumkan tanggal dan

tanda tangan para pihak untuk selanjutnya notaris mengesahkan tanda

tangan para pihak.

Adapun Bunyi Legalisasi sebagi berikut;

Yang bertanda tangan dibawah ini, Andi Musdalifah Zainal, Notaris di

Makassar, menerangkan dengan ini bahwa saya, telah menjelaskan isi dan

maksud surat tersebut diatas, kepada :

1. Tuan ………….., Pedagang.

2. Nyonya …………., Swasta

Kedua-duanya bertempat tinggal di ……………, yang saya notaris kenal,

sesudah mana mereka membubuhkan tanda tangan/cap jempol kirinya

diatas surat tersebut, di hadapa saya, Notaris.

Makassar,………………….

Cap jabatan ……………….

Nama notaris…………….

Page 60: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

51

2. Waarmerking

Sedangkan prosedur waarmerking akta dibawah tangan yaitu para pihak

datang ke kantor notaris dengan membawa akta dibawah tangan untuk

disahkan yang telah diketahui tanggalnya dan telah dibubuhi tanda tangan

para pihak. Yang kemudian notaries membukukan akta dibawah tangan

dengan mendaftar dalam buku khusus.

Adapun Bunyi Waarmerking ;

Ditandatangani dan didaftar dalam register tertentu, di bawah nomor

……. Oleh saya, Andi Musdalifah Zainal, Sarjana Hukum, Magister

Kenotariatan Notaris di Kota Makassar.

Palembang, ………………….

Cap jabatan

Nama notaris

Notaris wajib mencatat akta dibawah tangan yang telah dilegalisasi dan

diwaarmerking kedalam buku khusus secara terpisah.

Suatu surat akta yang dibuat dibawah tangan dan telah di Legalisasi,

mempunyai kepastian tanggal dan kepastian tanda tangan, kepastian tanda tangan

artinya pasti bahwa yang tanda tangan itu memang orangnya, bukan orang lain,

dikatakan demikian karena yang melegalisasi surat itu diisyaratkan harus

mengenal orang yang tanda tangan, mempunyai kepastian tanggal artinya

memang ditanggali pada saat itu, bukan ditanggali maju atau ditanggali mundur,

Waarmerking hanya mempunyai kepastian tanggal saja dan tidak ada kepastian

tanda tangan. Legalisasi, tanda tangannya dilakukan dihadapan yang melegalisasi

Page 61: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

52

sedang untuk waarmerking pada saat di waarmerking surat itu sudah ditanda

tangani oleh yang bersangkutan jadi yang memberikan waarmerking tidak

mengetahui dan karena itu tidak mengesahkan tentang tanda tangannya.

Dalam hal tidak ada sengketa, atau tidak disengketakan maka akta di

bawah tangan apabila di Legalisasi atau di Waarmerking tidak ada persoalan,

akan tetapi sengketa itu bisa muncul setiap saat, jika muncul sengketa sebagai

diuraikan di atas yang dilegalisasi mempunyai kepastian tanda tangan dan

kepastian tanggal sedangkan yang di waarmerking hanya mempunyai kepastian

tanggal saja. Di dalam perkara di Pengadilan semua alat bukti dinilai oleh hakim,

termasuk alat bukti berupa surat di bawah tangan khususnya yang dibubuhi

legalisasi dan waarmerking, namun untuk surat yang di legalisasi ataupun

waarmerking menjadi pertimbangan tersendiri bagi hakim karena hakim lebih

mempercayai karena surat tersebut di tanda tangani serta ditanggali di hadapan

pejabat yang berwenang untuk itu (Notaris) menurut aturan dan tata cara yang

ditentukan Undang-undang.

Telah di singgung diatas tentang kekuatan hukum legalisasi dan

waarmerking, legalisasi itu artinya mengesahkan sedangkan waarmerking artinya

menandai atau di tandai (gewaarmerkt) dan yang sering digunakan ialah istilah-

istilah, dibukukan, didaftarkan, dimasukan dalam buku register atau ada yang

masih menggunakan istilah asli tersebut yakni waarmerking,

Notaris bisa dihadirkan dipengadilan untuk dijadikan saksi pada proses

pembuktian dari akta dibawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dan

waarmerking notaris . kewenangan notaris hanya sekedar mengesahkan dan

Page 62: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

53

membukukan akta dibawah tangan selama tidak bertentangan dengan hukum.

Akta dibawah tangan yang telah memperoleh Legalisasi dan

Waarmerking,dari notaris membantu hakim dalam hal pembuktian, karena

dengan diakuinya tanda tangan tersebut, maka isi akta pun dianggap sebagai

kesepakatan para pihak, karena akta dibawah tangan kebenarannya terletak pada

tanda tangan para pihak dengan diakuinya tanda tangan oleh para pihak serta

terhadap pihak yang mengakui tanda tangannya pada surat itu berarti dia juga

mengakui isi surat yang berada di atas tanda tangannya tersebut maka akta

tersebut menjadi bukti yang sempurna.

Berdasarkan hal diatas, maka legalisasi ataupun waarmerking yang

dilakukan atas suatu akta yang notabene merupakan akta dibawah tangan, tetap

memerlukan adanya pengakuan dari para pihak tentang kebenaran dari akta

tersebut, walaupun telah melalui pencatatan ataupun pendaftaran oleh pejabat

umum. Dalam hal ini, yang dapat mengkualifikasikan kekuatan pembuktian akta

di bawah tangan yang telah dilegalisasi atau diwaarmerking ini adalah hakim.

Adapun kasus akta dibawah tangan yang masuk dikantor Notaris &

Pejabat Pembuat Akta Tanah dirinci dari tahun 2008-2012 yakni sebagai berikut :

No Tahun Dilegalisasi Diwaarmerking Total1 2008 11 4 152 2009 2 1 33 2010 6 - 64 2011 11 1 125 2012 17 1 18

Total 47 7 54Sumber Data: Kantor Notaris & Pejabat Pembuat Akta Tanah, 2013

Notaris Andi Musdalifah Zainal mengatakan bahwa sejauh ini belum ada

Page 63: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

54

kasus bahwa akta dibawah tangan tidak berlaku dikarenakan tidak sesuai atau

bertentangan dengan aturan yang ada. Hal ini dikarenakan akta dibawah tangan

yang dibuat oleh para pihak tersebut sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian

yakni pasal 1320 KUHPerdata.

B. Akta Dibawah Tangan Yang Telah Memperoleh Legalisasi dan

Waarmerking Dari Notaris Dapat Dibatalkan Oleh Hakim

Putusan hakim diperlukan dalam proses pembatalan, karena selama tidak

dimintakan pembatalan maka akta itu berlaku atau sah. Dalam hal batal demi

hukum, kalau tidak terjadi sengketa maka tidak perlu kebatalan itu diputus oleh

hakim tetapi kalau kemudian terjadi sengketa kebatalan itu perlu diputus oleh

hakim dan saat batal itu berlaku surut sejak perjanjian itu dibuat.

Kesalahan yang terjadi pada isi akta bisa terjadi apabila para pihak

memberikan keterangan yang pada saat pembuatan akta dianggap benar, tetapi

setelah itu kemudian ternyata tidak benar. Misalnya :

a. Yang bersangkutan memberikan bukti-bukti pemilikan atas objek

perjanjian yang kemudian hari ternyata palsu.

b. Yang bersangkutan mengaku sebagi warga negara Indonesia, kemudian

ternyata orang asing.

Berkaitan dengan kewenangan hakim dalam memutuskan batalnya suatu

akta (baik dalam melakukannya apabila diajukan padanya suatu akta sebagai alat

Page 64: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

55

bukti. Hakim tidak mungkin atas inisiatifnya sendiri memberikan putusan tanpa

adanya akta perjanjian sebagai alat bukti tertulis.

Tugas hakim dalam hal pembuktian dipersidangan adalah melihat dan

menimbang keaslian surat bukti yang diajukan oleh para pihak kemudian menilai

dapat tidaknya diterima suatu alat bukti dalam pembuktian. Hakim secara ex

officio pada prinsipnya tidak dapat membatalkan akta baik akta otentik maupun

akta di bawah tangan kalau tidak dimintakan pembatalan, karena hakim tidak

boleh memutuskan yang tidak diminta.

Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 189 ayat 3 RBg yang menyatakan:

“hakim dilarang akan menjatuhkan putusan atas perkara yang tiadadituntut atau akan meluluskan lebih dari pada yang dituntut. Hakim hanyadapat membatalkan akta yang telah diperbuat oleh notaris apabiladimintakan dan dituntut pembatalannya oleh pihak yang bersangkutan “

Menurut wawancara dengan hakim Pudjo Hunggul dikatakan bahwa :

“Hakim hanya membatalkan akta dibawah tangan yang telah diperbuatoleh notaris yang telah memperoleh legalisasi dan waarmerking apabiladimintakan dan dituntut pembatalannya oleh pihak yang bersangkutan.Dalam hal ini akta tersebut ada cacat didalamnya. Cacat dari segisubstansinya, yakni terdapat penipuan berdasrkan pasal 1321KUHPerdata“.28

Pada pokoknya, hal-hal demikian itu hakimlah yang menilai ada tidaknya

hal yang dilarang, ada dan tidaknya syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam

membuat akta. Apabila itu ada, maka hakim dapat menyatakan batal (nieting) atau

dapat dibatalkan (vernietingbaar).

28 Pudjo Hunggul, Hakim di Pengadilan Negeri Makassar, Sulsel, Wawancara olehpenulis di Makassar. 20 Juni 2013.

Page 65: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

56

Ketika terdapat perkara yang diajukan ke pengadilan nampak samar-samar

atau semu, maka disitulah kelihayan hakim untuk membongkar yang tersembunyi

diluar yang samar-samar atau semu itu, yang akhirnya hakim mempunyai

wewenang untuk memutuskan.

Begitupun dengan akta dibawah tangan yang disahkan atau dibukukan oleh

notaris yang berupa Legalisasi, Waarmerking bila dalam pembuatannya terdapat

kesalahan ataupun dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang ada maka terhadap

akta-akta dibawah tangan tersebut dapat dibatalkan oleh Hakim. Dalam hal akta

dibawah tangan yang diakui dimintakan pembatalan, maka hakim dapat

membatalkan akta tersebut apabila terdapat bukti lawan yang menguatkan

pembatalan itu. Suatu akta juga dapat menjadi batal demi hukum apabila tidak

dipenuhinya suatu syarat objektif suatu perjanjian, dan suatu akta dapat dibatalkan

dengan tidak dipenuhinya syarat subyektif suatu perjanjian. Selain itu dapat juga

pembatalan akta dibawah tangan mengenai kewenangan notaris pada pasal 15

ayat (2) Undang-undang Jabatan Notaris, jika tidak dipenuhinya syarat dan tata

cara yang diatur menurut ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris tentang

Legalisasi, Waarmerking.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah kita mengerti dan pahami, terhadap

akta yang dibuat oleh pejabat umum (Notaris) yang berupa akta otentik ataupun

akta yang dibuat oleh para pihak sendiri tanpa dibuat dihadapan pejabat umum

yang berupa akta dibawah tangan, bila dibuat tidak sesuai dengan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku, maka terhadap akta itu dapat dibatalkan

ataupun batal demi hukum.

Page 66: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

57

Namun pada pihak lawan tidak dapat mengajukan permohonan

pembatalan kepada hakim. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa

pembatalan merupakan perlindungan individu terhadap dirinya sendiri sedangkan

kebatalan merupakan perlindungan seseorang terhadap orang lain. Dalam hal

pembatalan kiranya memang diperlukan putusan hakim, karena selama tidak

dimintakan pembatalan perjanjian atau akta itu berlaku atau sah. Dalam hal batal

demi hukum, kalau tidak terjadi sengketa maka tidak perlu kebatalan itu diputus

oleh hakim, tetapi kalau kemudian terjadi sengketa maka perlu kebatalan itu

diputus oleh hakim dan saat batal itu berlaku surat terhitung sejak perjanjian itu

dibuat.

Page 67: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Akta dibawah tangan yang telah memperoleh legalisasi ataupun

waarmerking dari notaris kekuatan pembuktiannya tidak dapat

dipersamakan dengan akta otentik, sebab akta otentik merupaka akta

yang dibuat oleh pejabat notaris, bukan yang dilegalisasi atau

diwaarmerking oleh notaris. Namun dibandingkan dengan akta

dibawah tangan pada umumnya, akta di bawah tangan yang telah

dilegalisasi ataupun diwaarmerking mempunyai kekuatan pembuktian

yang lebih kuat.

2. Akta dibawah tangan yang telah memperoleh Legalisasi dan

Waarmerking dari Notaris dapat dibatalkan oleh hakim, ketika apabila

dimintakan dan dituntut pembatalannya oleh pihak yang bersangkutan.

Dalam hal ini akta tersebut mengandung cacat. Akan tetapi secara ex

officio hakim tidak dapat membatalkan suatu akta kalau tidak

dimintakan pembatalan, karena hakim bersifat pasif.

B. Saran

1. Perlu adanya suatu pengaturan tegas oleh peraturan perundang-

undangan tentang kedudukan dan kekuatan pembuktian akta dibawah

tangan yang telah dilegalisasi atau diwaamerking oleh notaris. Hal ini

mutlak diperlukan, sebab kekuatan pembuktiannya mengambang.

Page 68: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

59

2. Para pihak yang menghadap notaris hendaknya senantiasa membantu

notaris untuk mengutarakan hal yang sesungguhnya berdasarkan

dengan iktikad baik dan kejujuran, agar akta tersebut sempurna dan

sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga tidak merugikan

pihak manapun dan tidak menimbulkan masalah hukum dikemudian

hari.

Page 69: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

60

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Habib. Hukum Notaris Indonesia; Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2009.

Anshoruddin, H. Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam Dan Positif,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.

Arif, M. Isa. Pembuktiandan Daluwarsa, Intermasa, Jakarta, 1978.

As Shiddieqie, Hasbie. Filsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1970.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Karya Toha Putra,Semarang, 1416 H

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata, Sinar Garafika, Jakarta, 2005.

Hiariej, Eddy O.S. Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, 2012.

Notodisoerjo, R. Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan),Rajawali, Jakarta,1982.

Prajogo, Soesilo. Kamus Hukum,Wacana Intelektual, Jakarta, 2007.

Soeparmono, R. Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Mandar Maju, Bandung,2005.

Soeroso, R. Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan AplikasiHukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Syahrini, Riduan. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Citra Aditya, Bandung,2004.

Subekti, R. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980.

_________ , Hukum Pembuktian, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2008.

Subekti, Teguh. Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Bandung, 2004.

Tobing, G.H.S. Lumbun. Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1996.

Page 70: ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA …repositori.uin-alauddin.ac.id/7237/1/helni spa.pdfANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN Skripsi Diajukan

61

Tunggal, Hadi Setia. Peraturan Perundang-Undangan Jabatan Notaris & PPAT,Harvarindo, Jakarta, 2013.