analisis daya saing dan strategi industri … daya saing... · working paper analisis daya saing...

100
WORKING PAPER ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI NASIONAL DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PERDAGANGAN BEBAS Masagus M. Ridhwan Gunawan Wicaksono Linda Nurliana Pakasa Bary Fenty Tri Suryani Redianto Satyanugroho September, 2015 WP/3/2015 Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.

Upload: nguyenthuy

Post on 19-Jul-2018

264 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

WORKING PAPER

ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI NASIONAL DI ERA MASYARAKAT

EKONOMI ASEAN DAN PERDAGANGAN BEBAS

Masagus M. Ridhwan

Gunawan Wicaksono

Linda Nurliana

Pakasa Bary

Fenty Tri Suryani

Redianto Satyanugroho

September, 2015

WP/3/2015

Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan

bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank

Indonesia.

Page 2: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI NASIONAL DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN

PERDAGANGAN BEBAS

Masagus M. Ridhwan, Gunawan Wicaksono, Linda Nurliana, Pakasa Bary, Fenty Tri Suryani, Redianto Satyanugroho1

Abstrak

Penelitian ini mengkaji kinerja perdagangan internasional Indonesia dan daya saing termasuk faktor pendukung yang berkontribusi terhadap kinerja perdagangan tersebut. Dari hasil analisis yang dilakukan, daya saing produk manufaktur domestik, khususnya yang berbasis teknologi menengah dan tinggi, relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara peers di ASEAN (Singapura, Malaysia dan Thailand) dan extra ASEAN khususnya Tiongkok. Sementara daya saing produk yang berbasis teknologi rendah hingga saat ini masih cukup baik meskipun ke depan akan semakin berkompetisi ketat dengan Vietnam khususnya. Struktur ekspor industri nasional juga masih sangat berorientasi resource based dengan nilai tambah rendah. Hasil studi ini juga mengidentifikasi sejumlah faktor yang menyebabkan lemahnya daya saing dimaksud terutama berkaitan erat dengan faktor kapabilitas domestik khususnya masalah skill set dan ketenagakerjaan, logistik, kebijakan, dan institusi domestik yang kurang kondusif serta kurangnya dukungan akses pasar. Untuk itu, strategi nasional perlu diarahkan untuk membangun industri yang berdaya saing tinggi. Hal itu dapat dicapai melalui peningkatan (upgrading) dan deepening industri, penciptaan nilai tambah domestik, serta

pewujudan Indonesia sebagai basis produksi (hub) yang berorientasi ekspor. Dengan demikian, rekomendasi strategi kebijakan (dengan semangat reformasi) yang perlu dilakukan meliputi aspek industri, investasi, dan perdagangan yang bertumpu pada tujuh aspek, yaitu i) faktor institusi dan leadership, ii) skema insentif trade and investment, iii) faktor sumber daya manusia (SDM) dan ketenagakerjaan, iv) infrastruktur, v) efisiensi teknis dan business services, vi) akses pembiayaan, serta vii) akses pasar.

Key word : ASEAN Economic Community, International Trade,

Industrial Policy

JEL Classification : O2, O57, L52

1 Adalah Peneliti Ekonomi di Grup Riset Ekonomi (GRE), Departemen Kebijakan Ekonomi

dan Moneter (DKEM), Bank Indonesia. Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan

penulis dan tidak merefleksikan pandangan DKEM atau Bank Indonesia. Penulis

menyampaikan penghargaan kepada Bpk. Solikin M. Juhro, Bpk. Yoga Affandi, Bpk. Reza Anglingkusumo, Ibu Titik Anas dan semua pihak yang memberikan bantuan/ dukungan

hingga dapat tersusunnya hasil studi ini.

Page 3: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara formal akan diimplementasikan

pada akhir tahun 2015 meskipun prosesnya telah dimulai sejak ditandatanganinya

The ASEAN Framework Agreement on Economic Cooperation oleh para pemimpin

ASEAN pada tahun 1992 (Kemenko, 2015). Dengan demikian, perdagangan bebas

sejatinya telah mulai diterapkan secara bertahap dan progresif oleh negara anggota

ASEAN melalui regional trade agreement (RTA) berbentuk ASEAN Free Trade Area

(AFTA). Berbeda dengan AFTA, MEA lebih bersifat komprehensif yang mencakup

empat pilar dengan tujuan untuk mentransformasi ASEAN menjadi pasar tunggal

dengan basis produksi yang terintegrasi, dalam suatu kawasan ekonomi yang

berdaya saing, dengan tingkat pembangunan ekonomi yang semakin merata, dan

terhubung dengan jaringan produksi global. Komitmen negara–negara ASEAN di

MEA tidak hanya terdiri atas liberalisasi, tetapi juga meliputi reformasi ekonomi,

fasilitasi, dan harmonisasi regulasi. Secara substansial penerapan MEA sebenarnya

sebagian besar telah tercapai, misalnya, melalui penghapusan tarif, fasilitasi

perdagangan, agenda integrasi pasar jasa, fasilitasi investasi, simplifikasi dan

harmonisasi framework kebijakan pasar modal, fasilitas tenaga kerja terampil, dan

lainnya. MEA 2015 bukanlah tujuan akhir, melainkan merupakan suatu langkah

penting bagi perkembangan perekonomian ASEAN yang semakin terintegrasi.

Bagi Indonesia implementasi MEA merupakan salah satu langkah strategis

yang dapat diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka mengambil manfaat

yang sebesar–besarnya dari globalisasi ekonomi. Aspirasi multilateral, terutama

yang berkaitan dengan integrasi ekonomi kawasan, seperti MEA dan lainnya, selain

memberikan kesempatan/peluang pasar yang lebih luas, juga mengandung

sejumlah tantangan/permasalahan yang kompleks.

Dalam hal ini, pemberlakuan MEA selain meningkatkan perdagangan intra

regional ASEAN, juga akan meningkatkan persaingan untuk mendapatkan

investasi, produksi, dan perdagangan di kawasan. Dengan perdagangan yang akan

semakin meningkat, surplus atau defisit perdagangan yang terjadi bagi suatu negara

cenderung akan semakin dinamis dan multidimensi. Dalam konteks hubungan

dagang internasional itu tentu akan sangat relevan dengan tugas Bank Indonesia

dalam rangka stabilitas makroekonomi domestik, khususnya inflasi dan nilai tukar.

Page 4: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Defisit transaksi berjalan Indonesia yang telah terjadi sejak akhir tahun 2011

hingga periode berjalan sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor

domestik: masalah struktural pada industri dan perdagangan, dan faktor eksternal:

shock global. Struktur ekspor Indonesia saat ini didominasi oleh industri

pengolahan berbasis sumber daya alam (SDA) yang kinerjanya bergantung pada

harga komoditas. Berakhirnya commodity super cycle dan perlambatan ekonomi

dunia menyebabkan turunnya harga komoditas yang berdampak negatif terhadap

ekspor Indonesia.

Gambar 1. Alur Pikir Permasalahan dan Strategi

Selain itu, pangsa industri Indonesia semakin menurun pada 1–2 dekade

terakhir dan secara bersamaan rata–rata pertumbuhan ekonomi menjadi lebih

rendah jika dibandingkan dengan tahun 1980-an. Saat ini industri pengolahan

Indonesia sendiri umumnya didominasi oleh industri yang berorientasi domestik

dengan tingkat kandungan impor yang tinggi. Salah satu penyebabnya adalah

lemahnya kebijakan investasi dan kurangnya koneksi pada pasar global.

Indonesia sendiri mempunyai potensi yang jauh melebihi kinerja saat ini.

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah, mengalami bonus

demografi, dan mempunyai letak geografis yang strategis. Selain itu, Indonesia juga

dapat mengoptimalkan momentum the rise of Asia untuk ikut mengembangkan

ekonominya.

Dalam mengatasi berbagai permasalahan di atas dan untuk mengoptimalkan

potensi Indonesia, transformasi ekonomi perlu dilakukan melalui peningkatan daya

Page 5: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

saing industri di pasar global. Industri menjadi sentral dalam transformasi karena

industri merupakan lokomotif pertumbuhan menuju negara maju. Penyerapan

banyak tenaga kerja dapat menciptakan nilai tambah dalam perekonomian yang

pada akhirnya dapat menjadi sumber devisa secara fundamental.

Studi terkait MEA telah banyak dilakukan sebelumnya, baik dilakukan Bank

Indonesia maupun eksternal. Penelitian sebelumnya oleh Nugroho dan Yanfitri

(2011) yang menganalisis dampak liberalisasi di sektor barang, jasa, modal, dan

investasi menyimpulkan bahwa daya saing Indonesia lemah sehingga terdapat

kemungkinan Indonesia menjadi pihak yang dirugikan dari MEA. Salah satu studi

ERIA menyebutkan bahwa MEA akan memberikan manfaat bagi semua anggota

meskipun besarnya tidak sama. Indonesia tetap tumbuh, tetapi lebih rendah jika

dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Survei yang dilakukan oleh BCG

(2014) menunjukkan bahwa perusahaan Indonesia cenderung memandang

pemberlakuan MEA sebagai ancaman, sedangkan perusahaan di Malaysia dan

Singapura lebih optimis dan memandang MEA sebagai peluang. Laporan AT&K

(2013) menyebutkan perusahaan lokal yang hanya berfokus pada pasar domestik

adalah perusahaan yang paling rentan terhadap MEA. Temuan tersebut

mengindikasikan bahwa perusahaan atau industri Indonesia cenderung

berorientasi domestik dan berdaya saing rendah di pasar global.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk

melihat secara mendalam daya saing Indonesia dan kemudian merumuskan strategi

kebijakan nasional untuk meningkatkan daya saing Indonesia. Secara khusus

kebijakan ekonomi dan perdagangan yang telah diambil harus senantiasa ditinjau

ulang dan dipertajam agar Indonesia sebagai anggota terbesar di ASEAN dapat

menarik manfaat dari MEA. Pendekatan yang digunakan pada tahap awal adalah

analisis daya saing (trade competitiveness diagnostics) yang mengukur kinerja

perdagangan internasional Indonesia dibandingkan peer countries–nya, dalam hal

ini dengan negara ASEAN lainnya. Aktivitas perdagangan merupakan lensa yang

berguna untuk mengukur daya saing. Pasar ekspor umumnya memiliki tingkat

persaingan yang tinggi sehingga negara yang memiliki daya saing tinggi di ekspor,

umumnya juga lebih unggul pada faktor domestik. Hal itu sejalan dengan hubungan

timbal balik antara perdagangan dan produktivitas. Pelaku usaha yang produktif

menjadi eksportir dan akan semakin produktif dengan adanya permintaan dari

pasar ekspor. Lebih lanjut, Reis dan Farole (2012) menyatakan bahwa hambatan

utama negara berkembang untuk bersaing dalam perdagangan internasional

umumnya bersifat behind the border, yaitu faktor internal dalam suatu negara

Page 6: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

seperti logistik, bea cukai, pembiayaan, kondisi faktor produksi, dan kurangnya

kompetisi.

Studi mengenai perdagangan tidak akan terlepas dari studi mengenai industri

dan investasi mengingat eratnya hubungan ketiga hal ini dalam menentukan daya

saing suatu negara, terlebih dalam pola perdagangan global value chain (GVC) saat

ini. Studi tersebut selanjutnya akan menjadi masukan dalam merumuskan

kebijakan industri, perdagangan, dan investasi sebagai strategi nasional dalam

menyambut MEA 2015–2025.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: (a) menganalisis daya saing industri nasional

pada era perdagangan bebas dunia (termasuk MEA, dll), dan (b) menyusun strategi

industri nasional yang berdaya saing tinggi.

Selain dapat memberikan kontribusi pada literatur terkait yang ada

sebelumnya, kontribusi penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan (a)

asesment pada kinerja dan daya saing ekspor Indonesia secara komprehensif dan

menyeluruh (upstream ke downstream); serta (b) perumusan strategi nasional yang

khususnya berkaitan dengan peningkatan daya saing industri.

1.3 Batasan Penulisan

Penelitian ini mencakup analisis dan perumusan rekomendasi strategi

nasional terkait daya saing pada sektor industri manufaktur. Cakupan penelitian

tidak termasuk pada sektor jasa, seperti keuangan dan tenaga kerja, lalu lintas

modal, dan pilar keempat MEA berkaitan dengan integrasi pada ekonomi global.

1.4 Organisasi Penulisan

Penulisan kajian ini akan dibagi ke dalam lima bab yang dimulai dengan Bab

1 mengenai pendahuluan dan tujuan dari penelitian ini, kemudian dilanjutkan

dengan Bab 2 yang berisi studi literatur yang pernah dilakukan. Pada Bab 3

diuraikan metode dan data yang digunakan dalam riset ini. Hasil empiris, analisis,

dan rekomendasi kebijakan yang berupa strategi nasional yang dapat ditempuh

untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam upaya menjadikan Indonesia

sebagai basis produksi dan investasi, terutama di kawasan ASEAN, akan diuraikan

Page 7: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

pada Bab 4. Kajian ini ditutup pada Bab 5 yang berupa simpulan dan rekomendasi

penelitian lebih lanjut.

Page 8: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

II. STUDI LITERATUR

BAB II – STUDI LITERAT

2.1 Sekilas tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Declaration of ASEAN Concord II pada Oktober 2003 untuk pertama kalinya

memperkenalkan konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic

Community) atau MEA yang merupakan perwujudan pasar tunggal bagi negara–

negara anggota ASEAN. Selain itu, pembentukan MEA diharapkan mendorong

terwujudnya kesatuan basis produksi ASEAN yang didukung oleh aliran bebas

barang, jasa, tenaga kerja, dan modal (investasi). MEA diharapkan menjadi kawasan

ekonomi yang berdaya saing tinggi, kawasan dengan pembangunan yang merata,

dan terintegrasi dengan ekonomi global. Pasar tunggal ASEAN dapat menjadi

peluang bagi perekonomian Indonesia, dan negara-negara ASEAN lainnya, untuk

mendorong aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan

kesejahteraan hidup bangsa Indonesia.

Gambar 2. Pilar MEA

Dalam Cetak Biru MEA 2015 terdapat empat tujuan pilar utama MEA yang

ingin dicapai dan memiliki keterkaitan erat satu sama lain. Pertama, pembentukan

pasar tunggal dan basis produksi. Tujuan ini akan menciptakan terjadinya aliran

bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja, serta aliran modal yang lebih bebas

antarnegara di kawasan. Sebagai tahap awal disepakati dua belas sektor kerja

prioritas yang mewakili lebih dari 50% perdagangan intra-ASEAN, yaitu (1)

pengolahan agro, (2) industri berbasis karet, (3) industri berbasis kayu, (4)

Page 9: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

penerbangan, (5) otomotif, (6) elektronik, (7) teknologi komunikasi informasi, (8)

perikanan, (9) kesehatan, (10) logistik, (11) tekstil, serta (12) pariwisata. Indonesia

menjadi negara koordinator untuk sektor otomotif dan industri berbasis kayu.

Tercapainya tujuan tersebut akan mentransformasikan berbagai keragaman

karakteristik di kawasan menjadi peluang bisnis yang dapat menjadikan ASEAN

lebih dinamis dan kuat dalam global supply chain. Terbentuknya pasar tunggal akan

memfasilitasi terbangunnya jejaring produksi di dalam kawasan dan meningkatkan

kapasitas ASEAN sebagai pusat produksi global atau bagian dari global supply

chain.Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap negara anggota ASEAN dituntut

untuk meliberalisasi atau membuka pasar domestiknya.

Kedua, kawasan ekonomi yang kompetitif. Tujuan itu merupakan prakondisi

yang dibutuhkan untuk mendukung pencapaian pasar tunggal dan basis produksi

internasional. Pencapaian tujuan kedua itu dilakukan melalui kerja sama di

berbagai bidang yang meliputi (i) pengembangan infrastruktur, seperti transformasi,

informasi, energi, pertambangan, dan keuangan; (ii) kebijakan persaingan; (iii)

pelindungan konsumen; (iv) hak kekayaan intelektual; (v) perpajakan; dan (vi) e–

commerce.

Ketiga, pembangunan ekonomi yang merata. Kawasan ASEAN memiliki

tahapan pembangunan ekonomi yang berbeda sehingga berdampak pada kesiapan

dan kecepatan dari negara anggota masing–masing untuk melakukan liberalisasi.

ASEAN harus dapat menjamin manfaat integrasi ekonomi kawasan yang dapat

dirasakan seluruh anggota dan masyarakat ASEAN. Hal tersebut dilakukan melalui

pengembangan UMKM dan kerja sama serta bantuan teknis dalam rangka

mengurangi kesenjangan pembangunan di antara negara–negara anggota, terutama

antara negara ASEAN-5 dan Brunei, Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam.

Keempat, terintegrasinya perekonomian global. Dengan tercapainya ketiga tujuan

di atas diharapkan pasar ASEAN semakin menarik bagi penanaman modal asing

dan industri ASEAN dapat semakin kompetitif di global supply chain. Dalam upaya

pencapaian tujuan itu, dilakukan pendekatan yang koheren dalam hubungan

ekonomi eksternal ASEAN dengan mitra dagang seperti ASEAN+1 (ASEAN+Tiongkok,

ASEAN+India, ASEAN+Jepang) atau ASEAN++ (ASEAN+3, EAS) untuk memastikan

sentralitas dari ASEAN dan memperluas partisipasi ASEAN dalam global supply

chain.

Implementasi cetak biru MEA 2015 secara substansial telah tercapai.

Pencapaian scorecard MEA per 30 Juni 2015 mencapai 91,1% dan ditargetkan akan

Page 10: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

mencapai 95% pada akhir tahun 2015. Untuk scorecard MEA Indonesia sendiri telah

mencapai 92,7%. Tingginya pencapaian scorecard MEA baik ASEAN dan Indonesia

mencerminkan bahwa ASEAN dan Indonesia secara konsisten telah memenuhi

komitmennya.

Dalam perjalanannya pada Cebu Declaration Januari 2007 pemimpin ASEAN

menyepakati untuk mempercepat pembentukan MEA menjadi efektif per 1 Januari

2016 untuk sektor–sektor strategis tertentu. Batas waktu implementasi pasar

tunggal ASEAN makin dekat sehingga perlu dilakukan asesment pencapaian

komitmen-komitmen yang telah disepakati dalam pembentukan MEA. Hasil

pengukuran gap analysis yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia secara umum

menunjukkan bahwa upaya untuk mewujudkan aliran bebas perdagangan barang,

jasa, investasi, tenaga kerja terampil, serta aliran modal yang lebih bebas telah

menunjukkan kemajuan yang cukup tinggi. Di antara pencapaian liberalisasi

tersebut adalah penurunan tarif impor hingga 0%, pemenuhan komitmen

liberalisasi foreign equity participation (FEP) untuk beberapa subsektor jasa,

penghapusan restriksi investasi dan pengembangan sistem informasi investasi,

penandatanganan mutual recognition agreement (MRA), dan liberalisasi aliran modal.

2.2 Penelitian Sebelumnya

Sejumlah studi yang terkait dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),

khususnya yang mendalami pemetaan pasar barang, jasa, tenaga kerja, modal, dan

investasi di kawasan ASEAN-5 serta melakukan gap analysis terhadap pencapaian

proses liberalisasi yang mengacu pada cetak biru MEA dan pencapaian key

deliverables ASEAN secara keseluruhan, dapat diringkas pada Tabel 1.

Tabel 1. Studi Literatur

Page 11: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Penelitian Ringkasan Studi

Reis dan Farole (2012) –

“Trade competitiveness

diagnostic toolkit”

Framework analisis perdagangan internasional dengan

dua pendekatan:

1. Trade outcomes analysis: menganalisis kinerja

perdagangan dalam dimensi intensive, extensive,

quality, dan sustainability

2. Competitivenss diagnostics: menganalisis kinerja

faktor yang memengaruhi daya saing perdagangan –

akses pasar, macro–incentive framework, factor

conditions, trade promotion infrastructure

Reis dan Wrinkler (2012) –

“Export Competitiveness in

Indonesia’s Manufacturing

Sector”

Menganalisis kinerja ekspor dan determinan industri

manufaktur untuk sektor apparel, furnitur kayu, dan

komponen otomotif.

Indonesia memiliki peluang kedua untuk

mengembangkan industri manufaktur tradisional yang

menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini didorong

ketersediaan tenaga kerja dengan tingkat upah yang

lebih rendah dibandingkan Tiongkok, ukuran pasar

domestik, serta keterbukaan Indonesia di pasar dunia.

Policy actions yang harus diambil:

Jangka pendek: mengeksploitasi gap upah dengan

Tiongkok

Jangka menengah: memanfaatkan pasar domestik

dan potensi masuk ke Global Value Chain

Jangka panjang: persiapan saat keunggulan dari sisi

biaya tidak lagi berlaku

Dengan prioritas reformasi di: i) transportasi dan

logistik, ii) akses pembiayaan, iii) rigiditas pasar

tenaga kerja dan training, iv) inovasi, v) standar, vi)

collective actions, vii) transparansi dan predictability,

viii) SEZ.

Munandar, et al (2007) –

“Integrasi Ekonomi Regional,

Mobilitas Faktor Produksi

Serta Peran Otoritas Moneter”

Aplikasi pendekatan equal share relationship dengan

menggunakan database makroekonomi negara ASEAN

untuk mengetahui dampak kebijakan moneter terhadap

investasi.

Tabel 1. (lanjutan)

Page 12: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Penelitian Ringkasan Studi

Nugroho dan Yanfitri (2011) –

“Potensi Dampak

Pembentukan Pasar Tunggal

ASEAN terhadap

Perekonomian Indonesia”

Analisis kualitatif melakukan pemetaan kondisi pasar

barang, jasa, tenaga kerja, investasi di ASEAN dan

mengidentifikasi beberapa potensi dampak positif dan

negatif pasar tunggal terhadap perekonomian Indonesia.

Hasil Kajian lintas Satker

(2011) – “Masyarakat Ekonomi

ASEAN 2015: Proses

Harmonisasi di Tengah

Persaingan”

Analisis kualitatif dan kuantitatif mengenai dampak

implementasi integrasi ASEAN serta tantangan bagi

daya saing dan stabilitas makro Indonesia.

Anas, Narjoko, dan

Aswicahyono (2015) –

“Mapping of Indonesia

Potential on Trading

Manufacture Products: A

Regional Perspective”

Pemetaan daya saing dan potensi ekspor Indonesia

secara regional (daerah), khususnya sektor manufaktur,

antara lain dengan Regional Comparative Productivity

Advantage (RCPA). Selain itu, dilakukan FGD untuk

mengetahui penyebab performa ekspor dibawah

potensinya.

Page 13: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

III. METODOLOGI DAN DATA

III–METODOLOGI DAN DATA

3.1 Analisis Daya Saing

Analisis daya saing (TCD) sebagian besar merujuk pada Trade

Competitiveness Diagnostic (Reis dan Farole, 2012) yang merupakan pendekatan

yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai posisi, performa, dan

kapabilitas sebuah negara pada pasar ekspor, serta faktor yang memengaruhi daya

saingnya. Aktivitas perdagangan merupakan lensa yang berguna untuk mengukur

daya saing. Pasar ekspor umumnya memiliki tingkat persaingan yang tinggi

sehingga negara yang berdaya saing tinggi pada ekspor umumnya juga lebih unggul

pada faktor domestiknya. Hal itu sejalan dengan hubungan timbal balik antara

perdagangan dan produktivitas. Pelaku usaha yang produktif menjadi eksportir dan

akan semakin produktif dengan adanya permintaan dari pasar ekspor.

Di era liberalisasi untuk mengukur kinerja suatu perekonomian, kinerja

ekspor menjadi lebih penting daripada sebelumnya.. Ekspor tetap relevan sebagai

sumber utama penghasilan devisa, sarana untuk mencapai skala ekonomi dan

spesialisasi produksi, serta untuk mengakses teknologi baru. Secara tidak langsung

ekspor juga merupakan indikator efisiensi sektor industri saat menghadapi

kompetisi lebih ketat (akibat liberalisasi) dan lebih intensif (akibat penurunan biaya

transportasi). Sepanjang industri tetap menjadi mesin pertumbuhan, perubahan

struktural, serta pertumbuhan teknologi dan modernisasi, ekspor manufaktur yang

bertumbuh menjadi tanda bahwa mesin tersebut bekerja.

Analisis daya saing yang dilakukan terdiri atas dua komponen yang

umumnya dilakukan secara berurutan, yaitu sebagai berikut.

1. Analisis kinerja perdagangan (trade outcomes analysis) adalah kerangka untuk

memperoleh gambaran detail atas kinerja ekspor secara historis. Analisis itu

dilakukan melalui berbagai macam pendekatan serta pengolahan data sekunder.

2. Diagnostik daya saing (competitiveness diagnostics) adalah diagnostik yang

bertujuan untuk menganalisis daya saing, termasuk faktor–faktor yang

berkontribusi terhadap kinerja ekspor seperti pada tahap 1. Diagnostik

dilakukan dengan pendekatan kuantitatif (analisis data sekunder) dan kualitatif

melalui survei dan wawancara (FGD), seperti wawancara dengan perumus

kebijakan, pelaku usaha, akademisi, ahli perdagangan, dan lainnya.

Page 14: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Hasil dari dua analisis tersebut akan dielaborasi lebih lanjut untuk

perumusan rekomendasi kebijakan dan perumusan strategi nasional. Gambar

berikut mengilustrasikan kerangka kerja dari analisis daya saing (TCD).

Sumber: Reis and Farole (2012)

Gambar 3. Framework Analisis Daya Saing

3.1.1 Analisis Kinerja Perdagangan

Analisis kinerja perdagangan (trade outcome analysis) memberikan penilaian

kuantitatif dan kualitatif dari performa perdagangan dengan menggunakan

dekomposisi pertumbuhan perdagangan internasional. Pertumbuhan ekspor dapat

terjadi karena empat dimensi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. Dimensi

Pertumbuhan Ekspor

Sumber: Reis and Farole (2012)

Gambar 4. Dimensi Pertumbuhan Ekspor

Dalam melakukan analisis kinerja perdagangan, terdapat empat faktor

utama, yaitu sebagai berikut.

Page 15: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

1. Intensive Margin

Pertumbuhan ekspor dalam dimensi ini tercipta dengan menjual produk

yang sama pada pasar yang sama. Peningkatan intensive margin dapat tercipta

melalui spesialisasi, baik pada antarproduk (across) maupun dalam produk

(within). Dimensi ini secara umum mengevaluasi tingkat, pertumbuhan, dan

pangsa pasar ekspor yang terjadi saat ini (existing). Hasil analisis intensive

margin dapat menunjukkan posisi perdagangan Indonesia dibandingkan dengan

negara–negara peers–nya jika dilihat berdasarkan nilai atau volume ekspornya.

Ada beberapa indikator yang dianalisis seperti rasio nilai perdagangan terhadap

PDB, revealed comparative advantage (RCA) sektoral, trade intensity index, trade

complementary index.

2. Extensive Margin

Untuk negara berkembang, dimensi ini kritikal untuk mendorong ekspor

dan penciptaan lapangan kerja. Extensive margin berarti menjual produk baru

atau menjual produk yang ada saat ini (existing) ke pasar yang baru. Struktur

ekspor yang semakin terdiversifikasi akan mengurangi kerentanan akan

demand shocks dan pergerakan harga di luar negeri. Diversifikasi ekspor juga

penting sebagai indikasi arah pertumbuhan pada masa mendatang. Export

diversification melihat konsentrasi dan variasi produk dan pasar dari ekspor

suatu negara, tingkat kesesuaian portofolio ekspor suatu negara dengan produk

dan pasar dunia yang berkembang, dan evolusi pasar dari ekspor spesifik

(sukses atau tidak).

3. Quality Margin

Dimensi ini mengevaluasi produk-produk ekspor berdasarkan kualitas

dan kecanggihannya. Produk yang mengandung nilai tambah lebih tinggi dari

sisi orisinalitas (ingenuity), skill, dan teknologi akan memiliki harga yang lebih

tinggi di pasar. Dengan demikian peningkatan (upgrading) kualitas produk

menjadi sumber yang pasti bagi pertumbuhan ekspor dan ekonomi. Dimensi ini

diukur dengan menganalisis teknologi, pendapatan, factor contents dari ekspor

untuk menentukan tingkat kecanggihan dan nilai produk, serta product space

untuk mengidentifikasi sektor tempat suatu negara memiliki atau kehilangan

keunggulan.

4. Sustainability Margin

Agar ekspor baru dapat bertahan dan memberikan pertumbuhan jangka

panjang, diperlukan daya tahan sebagian besar perusahaan yang dapat

Page 16: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

memanfaatkan kesempatan dan mengatasi hambatan pada tahun-tahun awal.

Sustainability margin of new exporter mengevaluasi survival rate dari barang-

barang yang diekspor, baik barang baru maupun barang yang sudah lama

diekspor. Selain itu, pada tahap ini dilihat juga pertumbuhan dan survival rate

dari hubungan ekspor, intensitas faktor ekspor, dan perbandingan tingkat

endowment nasional. Bentuk partisipasi perusahaan dan survival pada sektor

ekspor membantu mengidentifikasi faktor utama (biaya entry, faktor, teknologi,

dan efisiensi) yang menjadi hambatan utama terhadap daya saing.

Analisis kinerja perdagangan dilakukan dengan 4 tahapan, yaitu sebagai

berikut.

a. Pemilihan peer countries bertujuan sebagai benchmark dari kinerja negara yang

diukur. Umumnya peer countries meliputi kombinasi antara negara tetangga,

negara dengan ukuran, pertumbuhan ekonomi, struktur yang sama, dan negara

kompetitor.

b. Pengumpulan dan kompilasi data, baik cross section maupun time series.

c. Analisis dan interpretasi.

d. Identifikasi tantangan utama pada daya saing.

3.1.2 Diagnostik Daya Saing

Dalam melakukan diagnostik daya saing, terdapat beberapa aspek yang

dianalisa, yaitu sebagai berikut.

1. Akses Pasar

Akses pasar merupakan sebuah konsep yang membahas kebijakan

perdagangan yang dapat memfasilitasi atau membatasi eksportir untuk masuk

dan menjaga daya saingnya di pasar. Dalam market access dilihat faktor–faktor

yang menghambat penjualan barang ekspor, seperti hambatan tarif dan

hambatan nontarif. Gambar 5 mengilustrasikan cakupan dari analisa market

access.

Page 17: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: Reis and Farole (2012)

Gambar 5. Cakupan Akses Pasar

2. Faktor Sisi Suplai

Faktor ini mencakup banyak hal, termasuk tata kelola dan macrofiscal,

kebijakan perdagangan dan domestik yang membentuk kerangka insentif bagi

pelaku usaha, serta faktor masukan (input) yang menentukan daya saing dari

sisi produksi.

3. Dukungan Promosi Perdagangan

Dukungan promosi perdagangan meliputi serangkaian intervensi oleh

pemerintah unuk mengatasi kegagalan pasar (market failures, seperti

coordination challenges, dan asymmetric information) dan kegagalan pemerintah

yang membatasi partisipasi dan kinerja ekspor seperti promosi ekspor, special

economic zones (SEZ), serta badan koordinasi industri dan standarisasi.

Masing–masing dimensi tersebut membentuk kinerja ekspor melalui

pengaruhnya terhadap perusahaan melalui jalur sebagai berikut:

a. biaya tetap (fixed cost), risiko produksi, dan export entry;

b. biaya faktor dan transaksi yang menentukan daya saing produksi dari tingkat

pabrik; dan

c. tingkat teknologi dan efisiensi dari sektor atau perusahaan.

3.1.3 Forum Diskusi Terpumpun (Focus Group Discussion (FGD))

Focus group discussion merupakan bagian penting dalam analisis TCD karena

menjadi sarana yang menghubungkan hasil benchmark data/kuantitatif yang telah

Page 18: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

dilakukan dengan kondisi faktual yang terjadi. Secara garis besar FGD dilakukan

terhadap tiga kelompok, yaitu pelaku usaha, perumus kebijakan (pemerintah), dan

ahli dengan perincian sebagaimana tertera pada lampiran (Error! Reference source not

found.).

Selain kegiatan diskusi, juga terdapat kegiatan expert panel dalam

perumusan rekomendasi strategi nasional yang melibatkan kementerian terkait

(Kemendag, Kemenperin, dan Kemenko), panel ahli dan akademisi, serta kalangan

pengusaha (Apindo).

3.2 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berfrekuensi tahunan dari periode

tahun 2000 hingga 2014, tergantung ketersediaan data. Tabel di bawah ini

menunjukkan data–data yang digunakan secara umum serta sumber datanya.

Mengingat jenis data yang digunakan sangat beragam, detil penggunaan data akan

dijelaskan lebih lanjut pada bagian analisis.

Tabel 2. Data

Variabel Sumber Data

Ekspor (per komoditas HS/SITC, per negara), Impor

(per komoditas HS/SITC, per negara, revealed

comparative advantage, konten teknologi ekspor,

product sophistication, tariff, non tariff barriers, dan

lain–lain.

World Integrated Trade

Solution (WITS), World

Bank.

Populasi, PDB, Suku bunga pinjaman riil, akses

pembiayaan, bandwidth internet, konsumsi listrik,

logistik, dan lain–lain

World Development

Indicators (WDI), World

Bank.

Lisensi teknologi, pelatihan formal, sertifikasi kualitas

internasional, dan lain–lain.

Enterprise Surveys,

World Bank.

Kemudahan berusaha, doing business index, waktu

untuk ekspor/impor, dan lain–lain.

Doing Business, World

Bank.

Global competitiveness World Economic Forum

Page 19: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

IV. HASIL DAN ANALISIS

BAB IV – HASIL DAN ANALIS

4.1 Pemetaan Daya Saing Indonesia

Analisis daya saing yang dilakukan mengindikasikan adanya banyak

tantangan atas kinerja ekspor dan daya saing Indonesia. Dari hasil analisis kinerja

perdagangan, tantangan utama Indonesia adalah dari aspek intensive margin serta

quality margin. Jika dilihat diagnostik daya saingnya, tantangan pada ekspor

tersebut terjadi karena kurangnya market access, incentive framework, factors

condition, serta trade promotion facilititation.

4.1.1. Analisis Kinerja Perdagangan

Dari hasil analisis kinerja perdagangan (Tabel 3), kinerja ekspor Indonesia

terlihat tertinggal jika dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand dan masuk

dalam klasifikasi negara low middle income country yang cenderung bersifat resource

based dan rendah nilai tambah. Vietnam terlihat mengalami peningkatan kinerja

ekspor secara tajam dalam dua dekade terakhir. Secara umum Indonesia memiliki

permasalahan dan terlihat mengalami penurunan kinerja pada keempat dimensi

ekspornya dengan isu utama pada intensive dan quality margin. Kelemahan ekspor

Indonesia mengindikasikan bahwa industri Indonesia cenderung semakin inward

oriented yang didukung dengan temuan analisis keterkaitan nilai tambah.

Tabel 3. Ringkasan Hasil Analisis Kinerja Perdagangan

Permasalahan Utama Ekspor Keterangan

Intensive Margin ↓↓ Keterbukaan perdagangan Indonesia turun

dibandingkan awal tahun 2000, dengan

pertumbuhan ekspor sebagian besar produk dan

pasar yang lebih rendah dari perdagangan dunia.

Extensive Margin ↓ Kinerja Indonesia secara umum hanya lebih baik

dari Filipina. Jumlah kematian produk Indonesia

tertinggi dengan produk yang bertahan umumnya

berbasis SDA atau primary products.

Page 20: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Tabel 3. (lanjutan)

Permasalahan Utama Ekspor Keterangan

Quality Margin ↓↓ Indonesia tertinggal pada ekspor produk high tech

dan sedikit unggul pada primary products. Selain

itu, bila dibandingkan selama 10–20 tahun terakhir,

terdapat indikasi pergeseran produk ekspor Indonesia

dari low dan hightech menjadi medtech dan resource–

based.

Sustainability Margin ↓ Durasi ekspor Indonesia hanya lebih baik dari Filipina

Keterangan:

↓ : sedikit tertinggal dibandingkan peers

↓↓ : tertinggal dibandingkan peers

4.1.1.1 Intensive Margin

Intensive margin diukur dengan melakukan asesmen terhadap tingkat,

pertumbuhan, dan pangsa pasar yang mencerminkan struktur dan daya saing dari

basket ekspor yang telah ada. Berdasarkan data neraca perdagangan pada periode

tahun 2009–2013, secara rata-rata Indonesia masih mencatat surplus meskipun

dengan tingkat yang lebih rendah jika dibandingkan dengan periode tahun 2004–

2008. Beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam memiliki tingkat

ekspor yang cukup tinggi hingga mencapai lebih dari 50% dari PDB-nya. Meskipun

demikian, impor yang tinggi turut membebani kinerja neraca perdagangan negara–

negara tersebut. Namun, Malaysia mampu mencatat surplus neraca perdagangan

hingga 15% dari PDB sepanjang tahun 2009–2013.

Gambar 6 menunjukkan tingkat keterbukaan perdagangan suatu negara

relatif terhadap tingkat PDB per kapitanya. Indikator ini mengindikasikan seberapa

penting ekspor dan impor barang dan jasa dalam sebuah perekonomian atau

seberapa terintegrasi suatu perekonomian dengan dunia jika dibandingkan dengan

peers-nya. Tingkat keterbukaan Indonesia pada tahun 2009–2013 dibandingkan

tahun 2004–2008 menurun dari 60% ke 50%. Angka itu lebih rendah dibandingkan

peers seperti Vietnam (150%) dan Filipina (65%) yang juga mengalami tren

peningkatan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya (Vietnam dan India).

Page 21: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: WDI, WITS Worldbank, diolah

Gambar 6. Openness to Trade

Indikator lainnya adalah ekspor/kapita yang mengukur keberadaan suatu

ekonomi di pasar internasional. Negara yang memiliki nilai ekspor/kapita yang

tinggi mengindikasikan pendapatan ekspor dolar yang tinggi dari basis produksi

domestik yang terdiversifikasi dengan baik dan tidak berbasis SDA. Ekspor per

kapita Indonesia (Gambar 7) sesuai dengan karakteristik lower middle income, yang

jauh lebih rendah dari upper middle-high seperti Malaysia dan Singapura. Jika

dilihat dari indikator lainnya, yaitu share of merchandise trade (non oil and gas),

rasio Indonesia bahkan lebih rendah dibandingkan lower middle income countries

(Gambar 8).

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Gambar 7. Ekspor per Kapita Gambar 8. Share of Merchandise Trade

Page 22: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Pertumbuhan ekspor dapat disebabkan oleh perubahan pada harga (export

value), volume ekspor (export volume), atau keduanya. Export value index merupakan

nilai ekspor (c.i.f) yang dikonversi ke dolar AS dan dinyatakan dalam persentase dari

rata-rata tahun dasar. Export volume index merupakan rasio antara export value

index dan unit value index-nya. Indikator ini (Gambar 9) merefleksikan indeks

perdagangan berdasarkan nilai dan volume perdagangan. Selama periode tahun

2009–2012, Tiongkok dan Vietnam menunjukkan pertumbuhan ekspor yang cukup

tinggi berdasarkan nilai dan volume ekspornya. Meskipun berdasarkan export

volume index, Indonesia berada pada posisi terakhir, tetapi nilai barang ekspor

Indonesia relatif moderat.

Jika dilihat dari pasar tujuan ekspornya, pasar ekspor Indonesia

terkonsentrasi ke Tiongkok dan Jepang dengan pangsa 20% dan 18% dari total

ekspor. Malaysia, Thailand, dan Filipina juga menjadikan Tiongkok sebagai negara

tujuan ekspor utamanya dengan indeks intensitas perdagangan yang lebih tinggi

dibandingkan Indonesia.

Indikator trade intensity index (Gambar 10) menunjukkan tingkat intensitas

ekspor dari suatu negara ke negara mitra dagangnya. Indeks itu digunakan untuk

melihat apakah sebuah negara mengekspor lebih banyak ke mitra dagangnya

dibandingkan dengan ekspor dunia ke negara tersebut. Trade intensity index

menggunakan logika yang sama dengan RCA, tetapi untuk pasar bukan produk.

Jika trade intensity index > 100, hal itu mengindikasikan bahwa hubungan dagang

antara negara–𝑖 dan 𝑗 lebih intensif jika dibandingkan dengan rata–rata dunia (𝑤)

dengan negara-𝑗. Indonesia memiliki intensitas perdagangan yang tinggi ke Jepang

dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika. Pola itu relatif sama dengan

negara berkembang lainnya, kecuali Vietnam yang memiliki trade intensity yang

tinggi ke USA.

Page 23: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Gambar 9. Export Value Index vs. Export Volume Index

Gambar 10. Trade Intensity Index to Japan

Trade complementarity index digunakan untuk melihat apakah profil ekspor

suatu negara sesuai dengan profil impor mitra dagangnya atau justru bersifat

komplementer. Nilai indeks yang tinggi mengindikasikan kedua negara

mendapatkan keuntungan dari hubungan perdagangannya. Berdasarkan trade

complementarity index Indonesia sepanjang periode tahun 2009–2012, semua

negara peers rata–rata memilki besaran indeks yang sama. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa kebutuhan impor Indonesia dipenuhi dari profil–profil

ekspor dari negara–negara tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa Indonesia

merupakan pasar ekspor bagi negara peers–nya. Sementara itu, trade

complementarity index Malaysia menunjukkan nilai yang rendah dengan Indonesia

dan Jerman, artinya produk ekspor Malaysia tidak sesuai dengan kebutuhan impor

Indonesia dan Jerman.

Indikator lainnya adalah orientasi pertumbuhan yang dapat dilihat dari

Orientasi Pertumbuhan Produk dan Pasar. Orientasi Pertumbuhan Produk

mengevaluasi potensi pertumbuhan ekspor dengan membandingkan compounded

annual growth rate (CAGR) dari produk ekspor utama suatu negara terhadap

pertumbuhan perdagangan dunia untuk produk tersebut. Negara dengan

pertumbuhan ekspor lebih tinggi daripada pertumbuhan dunia berarti mengalami

peningkatan pangsa di pasar dunia. Negara yang ekspor utamanya di sektor yang

memiliki pertumbuhan tinggi memiliki posisi yang baik untuk pertumbuhan ke

depan. Sementara itu, pertumbuhan di bawah pertumbuhan dunia

mengindikasikan adanya barrier yang menghambat pertumbuhan.

Page 24: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Gambar 11. Pertumbuhan Produk Ekspor Indonesia

Gambar 12. Pertumbuhan Produk Ekspor Vietnam

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Gambar 13. Pertumbuhan Pasar

Ekspor Indonesia

Gambar 14. Pertumbuhan Pasar

Ekspor Vietnam

Gambar 11 memperlihatkan ekspor produk Indonesia yang umumnya

tumbuh lebih rendah dari perdagangan dunia (di bawah garis 45 derajat). Produk

Indonesia yang memiliki pangsa yang besar umumnya bersifatnya komoditas,

seperti mineral fuels. Untuk beberapa produk manufaktur, Indonesia meningkatkan

pangsanya dalam perdagangan dunia, tetapi porsinya masih kecil pada basket

ekspor Indonesia. Hal itu berbeda dengan Vietnam (Gambar 12) yang mengalami

peningkatan pasar untuk hampir semua produk unggulannya. Pertumbuhan ekspor

manufakturnya lebih besar dari pertumbuhan dunia dan merupakan produk

dominan pada basket ekspornya.

Orientasi Pertumbuhan Pasar mengevaluasi potensi pertumbuhan pasar

ekspor suatu negara dengan membandingkan CAGR dari ekspor ke suatu pasar

relatif terhadap pertumbuhan impor pasar tersebut dari rest of the world (ROW).

Gambar 13 memperlihatkan pertumbuhan ekspor Indonesia ke mitra dagangnya

lebih rendah dari pertumbuhan impor mitra dagang dari ROW. Pasar dimana

Indonesia meningkatkan pangsanya adalah Tiongkok dan India. Sementara Vietnam

Page 25: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

(Gambar 14) justru meningkatkan pangsanya di hampir seluruh mitra dagangnya

dengan pangsa ekspor terbesar ke USA.

4.1.1.2 Extensive Margin

Extensive margin mengukur diversifikasi ekspor dari dua dimensi, yaitu

menjual produk baru atau menjual produk existing ke pasar yang baru. Ukuran

yang digunakan adalah konsentrasi dan variasi produk dan pasar dari ekspor suatu

negara, tingkat kesesuaian portofolio ekspor suatu negara dengan produk dan pasar

dunia yang berkembang, dan evolusi pasar dari ekspor spesifik (sukses atau tidak).

Dari sisi extensive margin, kinerja Indonesia relatif moderat dibandingkan

dengan peers meskipun dari beberapa ukuran, Indonesia tertinggal. Indikator

pertama menghitung jumlah mitra dagang dan produk yang diekspor suatu negara,

yang dihitung pada 6-digit HS level2. Dalam satu dekade (Lampiran–Gambar 49)

Indonesia mengalami peningkatan moderat dalam jumlah produknya sebesar 83,

sedangkan Vietnam bertambah signifikan sebesar 1024. Selain itu, hanya sebagian

kecil ekspor Indonesia yang ditujukan ke high income countries jika dibandingkan

dengan negara lain (Lampiran–Gambar 50).

Indikator lainnya adalah jangkauan ekspor. Pertumbuhan ekonomi

umumnya disertai dengan adanya produk baru dan kematangan ekonomi ditandai

dengan kemampuan negara tersebut untuk memelihara hubungan dagang.

Indikator jangkauan ekspor menginformasikan kelahiran, survival, dan kematian

produk serta nilai dan jumlah pasarnya. Tingkat kematian yang tinggi pada beragam

sektor mengindikasikan volatilitas ekonomi; sedangkan jika terkonsentrasi pada

beberapa industri, tingkat kematian itu mengindikasikan evolusi produksi domestik.

Gambar 15 memperlihatkan Error! Reference source not found.produk Indonesia

yang mencapai lebih dari 10 tujuan ekspor, pada tahun 2010 sebanyak 1.961

produk, kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi 2.099 produk. Jumlah itu

sekitar 50%–53% dari total 3.906 produk yang survive pada kurun waktu tahun

2010–2013. Angka tersebut memperlihatkan perbedaan yang jauh jika

dibandingkan dengan Tiongkok (Lampiran-Gambar 51), yaitu produk yang

mencapai lebih dari 10 pasar adalah sebanyak 4.123 (2010) dan meningkat menjadi

4.133 (2013) yaitu sekitar 87–88% dari total 4.687 produk yang survive. Selain itu,

tingkat kematian produk Indonesia cukup tinggi dibandingkan peers (Tabel 4)

2 Mitra dagang dihitung apabila telah terjadi ekspor minimal satu barang dengan nilai

minimum 10,000 USD dan jumlah produk dihitung apabila setidaknya dikirim ke satu

negara dengan nilai setidaknya 10,000 USD.

Page 26: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

dengan surviving product bernilai tinggi adalah natural resources–based goods (Tabel

5).

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Gambar 15. Jangkauan Ekspor Indonesia Tahun 2010–2013

Tabel 4. Perbandingan ASEAN

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Tabel 5. Top Surviving Product

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Indikator lainnya adalah Hummels-Klenov untuk produk dan pasar. Indikator

ini terdiri atas intensive margin (IM) dan extensive margin (EM). IM produk mengukur

apakah suatu negara big player pada produk yang diekspornya (pangsa suatu

negara pada produk yang diekspornya di perdagangan dunia) dan EM mengukur

seberapa penting barang yang diekspornya secara global (ekspor ragam portofolio

relatif terhadap semua ekspor dunia). Untuk Hummels-Klenov pasar, IM

mengindikasikan apakah suatu negara big player pada pasar ekspornya dan EM

mengukur seberapa penting pasar ekspornya secara global. Dalam satu dekade

Suriviving

Product

Product

Death

New

Product

Indonesia 3906 311 308

Malaysia 4168 241 247

Thailand 4455 132 217

Filipina 1990 403 887

Vietnam 3242 285 487

Cina 4687 99 59

India 4655 137 128

2010-2013 Top Surviving ProductPalm oil, other than crude

Coal other than anthracite & bituminous

Natural gas, liquefied

Natural gas, in gaseous state

Lignite

Paper & paperboard

Carbon paper

Original sculptures & statuary

Seats with wooden frames

Women's/girls' dresses

By Number

of Market

By Value

Page 27: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

(Gambar 16 dan Gambar 17) Indonesia mengalami peningkatan moderat dan hanya

lebih baik dari Filipina dalam meningkatkan pangsanya di produk dan pasar ekspor-

nya. Vietnam terlihat signifikan meningkatkan prduk dan pasar yang bernilai secara

global (EM) dan Tiongkok terlihat paling berhasil meningkatkan perannya pada

produk dan pasar ekspornya (IM).

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Gambar 16. Hummels Klenov dari Segi Produk

Sumber: WITS Worldbank, diolah

Gambar 17. Hummels Klenov dari Segi Pasar

4.1.1.3 Quality Margin

Quality margin mengukur kinerja ekspor dari sisi kualitas, yang antara lain

dilakukan melalui analisis komponen teknologi, tingkat kecanggihan (product

sophistication), product space, serta relative quality. Klasifikasi produk ekspor

menurut komponen teknologi dimungkinkan menggunakan SITC 3 digit

berdasarkan Hatzichronoglou (1997) dan Lall (2000). Analisis product sophistication

Page 28: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

(EXPY)3 merujuk pada Hausmann, Hwang, and Rodrik (2007). Lebih lanjut, product

space merujuk pada Hidalgo et al. (2007) yang memetakan koneksi antarproduk

berkeunggulan komparatif pada suatu negara.

Komponen teknologi dan kecanggihan yang rendah pada produk ekspor

Indonesia membuat margin kualitas produk ekspor Indonesia sangat terbatas,

khususnya jika dibandingkan dengan negara–negara peers. Indonesia tertinggal

pada ekspor produk high tech dan sedikit unggul pada primary products. Selain itu,

apabila dibandingkan selama 10–20 tahun terakhir, terdapat indikasi pergeseran

produk ekspor Indonesia dari low dan high tech menjadi med tech dan resource-

based. Sementara itu, Tiongkok beralih dari low tech menjadi high tech.

Produk ekspor Indonesia memiliki tingkat kecanggihan yang rendah jika

dibandingkan dengan peer countries. Tingkat kecanggihan produk ekspor di

Indonesia mengalami tren penurunan walaupun PDB per kapita secara konsisten

meningkat. Padahal, menurut Felipe (2010), pada umumnya kenaikan EXPY 10%

meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.5%.

Sumber: WDI, WITS World Bank, diolah Sumber: WDI, WITS World Bank, diolah

Gambar 18. Perkembangan dan Pangsa Ekspor berdasarkan Komponen

Teknologi

EXPY diukur dari proporsi ekspor atas PRODY masing–masing produk dan PRODY

merupakan tingkat kecanggihan suatu produk yang diukur dari pendapatan per kapita

negara (pada PPP) pengekspor utama produk tersebut di dunia.

Page 29: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: WDI, WITS World Bank, diolah

Gambar 19. Tingkat Kecanggihan Produk Ekspor dan PDB Per Kapita

Melalui analisis product space4, terdapat indikasi bahwa product space

Indonesia semakin menjauh dari core-nya. Indonesia mengalami penurunan jumlah

produk berkeunggulan komparatif pada dense forest (mesin, elektronik, garmen,

tekstil, dan furnitur) yang banyak “diserap” oleh Tiongkok. Keunggulan komparatif

hilang pada elektronik, mesin, dan furnitur yang merupakan tendensi keunggulan

komparatif pada upper-middle countries. Hal itu menunjukkan risiko (lower) middle

income trap. Menurut Hidalgo et al (2007) daya saing rendah pada klaster industri

dengan proximity tinggi (dense forest) akan menyulitkan transisi ke income group

yang lebih tinggi. Sementara itu, Tiongkok mengalami kenaikan keunggulan

komparatif pada mesin dan elektronik yang kemudian mengindikasikan bahwa

Tiongkok juga “menyerap” keunggulan komparatif pada Jepang.

4Konsep product space mengacu pada Hidalgo et. al. (2007) yang dipetakan dengan product space explorer (http://www.chidalgo.com/productspace/data.htm) dan Cytoscape

(www.cytoscape.org). Data RCA dihitung menggunakan data ekspor UN Comtrade dari World

Integrated Trade Solution, World Bank.

Page 30: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: Perhitungan peneliti dengan Cytoscape dan Product Space Explorer, sumber data ekspor dari WITS.

Gambar 20. Product Space Indonesia Tahun 2000 dan 2013

Tabel 6. Perubahan Product Space pada Beberapa Negara Lain

Negara Perubahan Product Space (2013 vs 2000)

Indonesia Garmen, mesin, dan elektronik turun

Jepang Mesin dan Elektronik turun

Thailand Penurunan garmen dan tekstil, namun machinery naik

Malaysia Penurunan furniture

Tiongkok Machinery dan Electronics naik

Sumber: Perhitungan peneliti dengan Cytoscape dan Product Space Explorer, sumber data

ekspor dari WITS.

Beberapa produk terindikasi masih berkualitas baik dibandingkan peers.

Produk dengan kualitas yang kompetitif sekaligus bernilai tinggi adalah alat berat.

Pada komoditas penyumbang nilai ekspor tertinggi, relative quality5 dari produk

Indonesia yang tertinggi (dibandingkan peers) adalah copper, natural rubber, tin,

gold, dan chemical wood pulp. Pada komoditas dengan unit price tertinggi, relative

5 Mengikuti Reis dan Farole (2012), relative quality diproksikan dari rasio unit price suatu

produk terhadap unit price peers pada percentile 90. Asumsinya adalah saat suplai

kompetitif, harga yang tinggi umumnya terkait dengan kualitas = diferensiasi produk yang

lebih tinggi. Kategori produk menggunakan HS 6 digit.

Page 31: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

quality dari produk Indonesia yang tertinggi (dibandingkan peers) adalah crane

lorries, lifting machinery, dan tower cranes.

Lebih lanjut, pada gambar dibawah, dapat diketahui produk ekspor dengan

pangsa pasar tinggi, tetapi kualitas rendah, yaitu natural gas dan nickel. Copper

mempunyai pangsa pasar tinggi dengan kualitas tinggi. Selain itu, produk yang

mempunyai pangsa pasar rendah, tetapi kualitas tinggi adalah crane lorries dan

lifting machinery. Lebih lanjut, antara tahun 2010 ke 2013 terdapat peningkatan

pangsa pasar dan kualitas pada crane lorries, pesawat, dan natural gas. Sementara

itu, terdapat penurunan pangsa pasar pada tower crane.

Sumber: Perhitungan peneliti; sumber data ekspor dari WITS.

Gambar 21. Posisi Pangsa Pasar dan Relative Quality Produk Ekspor

4.1.1.4 Sustainability Margin

Kemampuan untuk mempertahankan hubungan perdagangan merupakan

suatu ukuran perekonomian yang berkembang dengan baik (well developed

economy). Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengevaluasi durasi dan

ketahanan hubungan produk-partner serta menjelaskan faktor–faktor yang

memengaruhi product birth dan extinction.

Export Duration yang mengukur tingkat kelangsungan hidup selama periode

tahun dari hubungan produk baru-pasar dengan nilai minimal USD10.000. Selama

rentang waktu 10 tahun (tahun 2003–2013), pangsa kelangsungan hidup hubungan

produk baru-pasar yang bertahan di Indonesia adalah sebesar 61,2% dengan jumlah

hubungan ekspor sebesar 326. Export duration ini hanya lebih baik dibandingkan

Page 32: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Filipina dan Malaysia, tetapi lebih rendah dibandingkan Vietnam, Thailand,

Tiongkok, dan India (Gambar 22).

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 22. Durasi Ekspor

Perubahan pada arus ekspor dapat terjadi sepanjang dua margin yang

berbeda, yaitu intensif dan ekstensif. Intensive margin meliputi perubahan pada arus

perdagangan saat ini (existing) yang dapat dibagi lagi menjadi peningkatan,

penurunan, dan kepunahan (extinction). Extensive margin meliputi penambahan

arus perdagangan baru yang mungkin terjadi karena pengenalan produk baru

(introduction of a new product), masuk ke pasar baru (entry into new market), atau

diversifikasi produk dengan mitra dagang saat ini. Indikator decomposition of export

growth along margins of trade mendekomposisi semua pertumbuhan perdagangan

menjadi salah satu dari tujuh kategori eksklusif sesuai dengan margin tersebut.

Suatu negara yang sudah mengekspor ke berbagai pasar dan telah sangat

terdiversifikasi portofolio ekspornya mungkin memiliki potensi terbatas untuk

ekspansi pada extensive margin. Bahkan, untuk negara–negara berkembang,

extensive margin umumnya menyumbang tidak lebih dari 20% pertumbuhan ekspor

(Brenton dan Newfarmer, 2009). Sementara itu, bagi eksportir yang telah mature,

pertumbuhan umumnya terjadi pada intensive margin.

Dari Error! Reference source not found. (Lampiran) dapat dilihat keenam negara

menghadapi tantangan persaingan yang kompetitif dalam produk dan pasar

tradisional dengan kerugian terjadi dalam intensive margin, termasuk punahnya

hubungan produk–pasar. Dalam EM kinerja ekspor negara–negara tersebut tidak

menunjukkan pertumbuhan yang berarti, hanya sebagian kecil peningkatan pada

penjualan produk yang ada ke pasar baru. Indonesia relatif lebih baik dari Filipina

dan Malaysia dari sisi IM (IM tumbuh 108,73% dan turun 9,15%). Namun, dapat

Page 33: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

dilihat bahwa pertumbuhan Tiongkok relatif lebih baik karena IM tumbuh 105,04%

dan penurunan ekspor sebesar 4,97%. Dari dimensi EM, Vietnam tumbuh 2,73%,

lebih tinggi dibandingkan Indonesia sebesar 0,96%.

Indonesia Vietnam

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 23. Dekomposisi Pertumbuhan Ekspor tahun 2003–2013

Indikator export suspension and factor endowments mengidentifikasi aliran

perdagangan yang bernilai paling sedikit 10.000 dolar AS yang menghilang sejak

tahun awal. Indikator itu dipilih untuk membandingkan faktor intensitas produk

tersebut terhadap faktor pendukung tertentu milik negara tersebut. Harapannya

adalah kematian produk lebih mungkin terjadi jika faktor intensitas suatu produk

berada jauh dari faktor pendukungnya. Jika titik faktor pendukung suatu negara

diwakili oleh perpotongan antara rata–rata intensitas modal manusia dan fisik,

dapat dilihat seberapa jauh atau seberapa dekat faktor intensitas ekspor dari titik

rata–rata faktor pendukungnya. Dari Gambar 24 terlihat bahwa ekspor Indonesia

pada tahun 2013 tidak begitu selaras dengan faktor pendukungnya. Hal itu

ditunjukkan jarak antara faktor intensitas ekspor dengan titik perpotongan faktor

pendukungnya yang cukup jauh. Berbeda halnya dengan Thailand, mayoritas

ekspor besarnya berada relatif lebih dekat dengan faktor pendukungnya. Hal itu

dapat mengindikasikan kelangsungan ekspor produk–produk di Thailand akan lebih

bertahan lama.

0 0 0.96 0 -0.53-9.15

108.73

0.96

99.05

-10

10

30

50

70

90

110

-10

10

30

50

70

90

110

Cre

atio

n o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

mar

kets

Intr

od

uct

ion

of

old

pro

du

cts

in n

ew

mar

kets

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in o

ld m

arke

ts

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in n

ew

mar

kets

Ext

inct

ion

of

exp

ort

s o

fo

ld p

rod

uct

s in

old

mar

kets

Fall

of

old

pro

du

cts

in o

ldm

arke

ts

Incr

eas

e o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

mar

kets

0 0 2.73 0 -0.09 -0.47

97.83

2.73

97.27

-10

10

30

50

70

90

-10

10

30

50

70

90

Cre

atio

n o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

ma

rke

ts

Intr

od

uct

ion

of

old

pro

du

cts

in n

ew

ma

rke

ts

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in o

ld m

ark

ets

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in n

ew

ma

rke

ts

Ext

inct

ion

of

exp

ort

s o

fo

ld p

rod

uct

s in

old

ma

rke

ts

Fall

of

old

pro

du

cts

in o

ldm

ark

ets

Incr

eas

e o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

ma

rke

ts

Intensive Margin

Extensive Margin

Page 34: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 24. Export Relative to Endowment – Indonesia 2013

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 25. Export Relative to Endowment – Thailand 2013

4.1.2 Diagnostik Daya Saing

Indonesia memiliki permasalahan pada keempat dimensi daya saing dengan

isu terutama pada tenaga kerja (skill set), logistik, kebijakan, dan institusi domestik

yang tidak kondusif serta kurangnya dukungan market access dari sisi free trade

agreement (FTA) dan non-tariff measures (NTMs). Hal itu juga ditemukan dari hasil

FGD dengan pelaku usaha, faktor utama yang disebutkan adalah ketidakpastian

hukum.

Page 35: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Tabel 7. Ringkasan Diagnostik Daya Saing

Tantangan Utama Ekspor Indonesia

Keterangan

Akses Pasar ↓↓ Didominasi oleh non-tariff measures dari negara

maju. FTA Indonesia relatif tertinggal dibandingkan

negara kawasan.

Incentive Framework ↓↓ Kebijakan FDI Indonesia paling tertinggal

dibandingkan peers. Dari sisi kebijakan dan institusi

domestik, kemudahan berusaha Indonesia terendah

di ASEAN dan menurun dalam 10 tahun terakhir.

Factors Condition ↓↓ Tenaga kerja khususnya pada skill set, kondisi

logistik merupakan hambatan utama.

Trade and Invesment

Facilitation

↓ Kendala utama dalam promosi ekspor dan investasi

Indonesia adalah di bidang standar dan sertifikasi

yang belum memenuhi standar internasional dengan

promosi investasi dan ekspor yang tergolong lemah.

Keterangan:

↓ : Sedikit tertinggal dibandingkan peers

↓↓ : Tertinggal dibandingkan peers

4.1.2.1 Akses Pasar

Hambatan terbesar dari segi akses pasar didominasi oleh non-tariff measures

yang banyak diterapkan oleh negara-negara maju yang merupakan tujuan ekspor.

Rendahnya tarif bea masuk di negara-negara maju seharusnya menjadi peluang

bagi peningkatan ekspor Indonesia. Namun, proteksi dari segi non-tariff measures,

seperti sanitary and phytosanitary (SBS) dan technical barriers (TBT) yang berlaku

di beberapa negara maju dapat menjadi hambatan bagi eksportir dalam melakukan

penetrasi pasar.

Page 36: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 26. Tarif Impor di Beberapa Negara

Rata–rata tarif bea masuk untuk barang impor yang diterapkan oleh

Indonesia berkisar antara 5%–10%. Negara–negara maju tujuan ekspor, seperti USA

dan Jepang menerapkan tarif bea masuk barang impor <5%. Amerika, Jepang,

Tiongkok, Korea, India, dan Eropa memberlakukan tarif bea masuk yang tinggi

untuk produk–produk pertanian, berkisar antara 5%–35%. Di Indonesia, tarif bea

masuk untuk produk pertanian relatif sama dengan produk–produk non-pertanian.

Beberapa negara di kawasan, seperti Thailand dan Vietnam memberlakukan tarif

bea masuk yang lebih tinggi untuk produk pertanian. Bilateral trade arrangement

antara Indonesia dan beberapa negara tujuan ekspor menyebabkan produk–produk

Indonesia bisa mendapatkan tarif bea masuk yang lebih rendah. Jika dibandingkan

dengan negara–negara kawasan, tarif bea masuk yang berlaku di Indonesia dan

Filipina tergolong paling rendah, terutama untuk produk–produk impor dari negara–

negara Asia Tenggara. Eropa memberlakukan non-tariff measures yang cukup tinggi,

terutama dalam bentuk TBT dan SPS. Oleh karena itu, respon yang krusial adalah

membentuk trade agreement dengan Eropa untuk mengeliminasi non-tariff

measures tersebut.

Page 37: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Tabel 8. Daftar Non–Tariff Measures di Beberapa Negara

Sumber: WITS World Bank, diolah

Indonesia relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara peers dalam

menjajaki dan ikut serta dalam regional trade agreements (RTA) dengan negara–

negara di luar ASEAN. Misalnya, Indonesia tidak mempunyai RTA dengan Eropa

atau AS, padahal negara–negara di kawasan tersebut mempunyai produk yang

bersifat komplementer dengan Indonesia. Sebagai salah satu implikasi, berdasarkan

hasil FGD dengan pelaku usaha, beberapa perusahaan asing lebih memilih

melakukan ekspansi ke Vietnam daripada ke Indonesia karena negara Vietnam

mempunyai keunggulan dalam hal akses pasar. Indonesia juga akan berisiko

terkena dampak negatif trade diversion atas RTA yang tidak diikuti.

4.1.2.2 Incentive Framework

Incentive framework merupakan salah satu determinan daya saing dari sisi

suplai, yaitu kerangka insentif yang dihadapi pelaku usaha. Terdapat dua hal yang

dikupas, yaitu kebijakan perdagangan dan investasi serta kebijakan dan institusi

domestik. Dari sisi kebijakan perdagangan dan investasi, kebijakan FDI Indonesia

paling rendah dibandingkan peers (Gambar 27) karena hanya sektor pertambangan,

minyak dan gas, serta listrik dan perbankan yang keterbukaan terhadap investasi

asing lebih tinggi daripada rata–rata. Sementara itu, dari sisi kebijakan dan institusi

domestik, kemudahan berusaha Indonesia terendah di ASEAN dan jika

dibandingkan dengan peers-nya menurun dalam 10 tahun terakhir (Gambar 28)

Page 38: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

meskipun terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2014 (peringkat 120). Beberapa

aspek jauh lebih rendah dari peers seperti starting a business, registering property,

enforcing contracts, dan paying taxes (Gambar 29).

Sumber: Doing Business, diolah

Sumber: Doing Business, diolah

Gambar 27. Ease of Establishment Index

Gambar 28. Ease of Doing Business

Sumber: Doing Business, diolah

Gambar 29. Kemudahan Berusaha di Indonesia

4.1.2.3 Factor Conditions

Kondisi tenaga kerja, logistik, serta beberapa faktor lain yang kurang baik

menjadi hambatan keunggulan Indonesia dibandingkan dengan negara peers

lainnya.

Untuk kondisi tenaga kerja, terdapat biaya yang tinggi. Upah minimum

terlalu tinggi (apabila mempertimbangkan produktivitas), jika dibandingkan dengan

Page 39: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

kondisi negara maju. Upah minimum yang terlalu tinggi menyebabkan PHK serta

pemindahan pabrik ke provinsi dengan UMR lebih rendah. Biaya pemecatan juga

sangat tinggi dibandingkan peers, yaitu sekitar 50 kali gaji mingguan. Selain itu,

terdapat beberapa implicit cost seperti banyaknya labor union yang menyulitkan

proses negosiasi, banyaknya demonstrasi, serta meningkatnya risiko operasional.

Dari sisi skill, terdapat permasalahan yang lebih serius. World Bank (2014)

menyatakan bahwa (1) terdapat skill mismatch, 50% lulusan SMA/setara dan 15%

lulusan universitas bekerja di unskilled position; (2) 70% pengusaha manufaktur

mengatakan ‘sangat sulit’ untuk mengisi skilled positions; (3) hanya 5% pekerja yang

memperoleh on-the-job training formal. Lebih lanjut, hasil FGD mengindikasikan

bahwa Indonesia membutuhkan medium dan high skilled workers pada tahun 2020.

MEA menyebabkan Indonesia akan mengalami shortage skilled labor.

Sumber: World Development Indicators, diolah

Sumber: Global Competitiveness Index, WEF

Gambar 30. Upah Minimum dan

Produktivitas

Gambar 31. Biaya Pemecatan

Kondisi logistik memprihatinkan dan sangat menghambat perkembangan

daya saing. Walaupun data WDI menunjukkan bahwa Logistic Performance Index

dan kondisi infrastruktur Indonesia sedikit meningkat, kondisinya masih lebih

rendah dibandingkan peers. Skor international shipments turun dan menempati

peringkat terbawah. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk ekspor-impor

relatif lama dibandingkan negara peers, yang antara lain karena adanya hambatan

akses di darat dan proses bongkar muat di pelabuhan.

Beberapa masalah lain yang diketahui adalah (1) kecepatan, bandwidth,dan

harga internet broadband tidak kompetitif; (2) kurangnya sertifikasi internasional

dan compliance atas produk ekspor dan proses industri; (3) kurangnya penggunaan

lisensi teknologi; (4) listrik yang bermasalah; serta (5) regulasi tidak tepat sasaran.

Page 40: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Sumber: Doing Business, World Bank

Sumber: World Bank

Gambar 32. Upah Minimum dan

Produktivitas

Gambar 33. Logistic Performance Index

Sumber: Ookla Net Index

Sumber: Enterprise Surveys, World Bank

Gambar 34. Biaya Bulanan Internet Gambar 35. Persentase Perusahaan dengan Lisensi

Teknologi Asing

4.1.2.4 Trade Promotion Infrastructure

Infrastruktur promosi perdagangan meliputi berbagai intervensi Pemerintah

untuk mengatasi kegagalan pasar (tantangan koordinasi dan informasi asimetrik)

dan kegagalan Pemerintah yang membatasi partisipasi dan kinerja ekspor, termasuk

promosi ekspor tradisional dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), lembaga

koordinasi industri, standar dan sertifikasi, serta inovasi.

Kendala utama dalam promosi ekspor dan investasi Indonesia adalah di

bidang standar dan sertifikasi. Meskipun banyak hal yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan hal tersebut dari perspektif kelembagaan, masalah yang timbul lebih

banyak dari rendahnya tingkat kecanggihan industri/perusahaan Indonesia, yang

pada gilirannya terkait dengan salah satu tantangan daya saing fundamental, yaitu

inovasi.

a. Standar dan Sertifikasi

Page 41: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Tantangan utama untuk meningkatkan daya saing kualitas produk

ekspor Indonesia adalah mampu memberikan standar internasional

(bahkan mempunyai sertifikasi untuk membuktikannya).

Berdasarkan data pada Sumber: WDI, diolah

Gambar 36, hanya 3% perusahaan Indonesia yang memiliki sertifikasi

berkualitas internasional, jauh tertinggal dengan negara kawasan lainnya.

Kebanyakan standar teknis penting diberlakukan oleh pembeli internasional

atau mitra dagang agar para eksportir memenuhi standar tersebut sehingga

dapat berlanjut dengan pemberian kontrak. Sebagian besar perusahaan industri

Indonesia sudah memenuhi standar nasional, tetapi belum dapat memenuhi

standar internasional. Kendala utamanya adalah masalah besarnya biaya

sertifikasi standar internasional dan implikasinya terhadap daya saing.

Sertifikasi ternyata meningkatkan biaya produksi, sementara biaya tersebut

sukar untuk ditransmisikan ke konsumen.

Selain itu, masih lemahnya infrastruktur standardisasi Indonesia juga

menjadi penyebab kurang kompetitifnya produk ekspor Indonesia. Banyak

laboratorium penguji di Indonesia tidak mendapat pengakuan internasional

sehingga memengaruhi proses sertifikasi dan pemenuhan standar yang

dibutuhkan oleh pembeli internasional. Daya saing eksportir Indonesia juga

ditentukan oleh rezim standar nasional. Rezim standar nasional yang lemah

ditambah dengan kurangnya monitoring dan penegakan peraturan berkontribusi

pada terjadinya kompetisi kualitas rendah pada pasar domestik.

Sumber: WDI, diolah

Gambar 36. Internationally–Recognized Quality Certification

b. Inovasi

Industri di Indonesia perlu terus meningkatkan kualitas produk dan daya

tambah agar dapat mempertahankan daya saing dalam jangka panjang. Untuk

Page 42: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

mencapai hal tersebut bergantung pada kapasitas inovasi dari sektor industri

masing–masing. Sumber: WDI, diolah

Gambar 37 dan Sumber: World Economic Forum GCI, diolah

Gambar 38 menunjukkan kesenjangan (gap) yang terjadi pada kapasitas

inovasi Indonesia, baik pada tingkat nasional maupun perusahaan. Alokasi

anggaran untuk riset dan penelitian di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan

dengan negara ASEAN lainnya. Kebanyakan industri di Indonesia masih

mengandalkan pembeli internasional untuk memberikan persyaratan spesifikasi

desain dan teknik sehingga hanya memproduksi sesuai dengan spesifikasi. Hal

itu membatasi kemampuan potensial sektor industri untuk dapat menciptakan

inovasi dan bergabung pada Global Production Networks (GPN). Bahkan, proses

replikasi produk pun tidak selamanya berhasil dilakukan oleh industri di

Indonesia karena persyaratan presisi yang begitu ketat dan rendahnya toleransi

yang diperbolehkan. Kurangnya perhatian terhadap kualitas dan desain

berhubungan erat dengan rendahnya tingkat kecanggihan suatu perusahaan.

Banyak perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1980-an merasa telah

nyaman dan tidak merasa perlu mengambil risiko untuk mendorong inovasi

desain industri. Walaupun demikian, berdasarkan informasi dari pelaku usaha,

hanya sedikit industri yang mulai melakukan inovasi dengan mendesain

beberapa produk untuk pasar domestik dan juga mulai bergabung dalam Global

Value Chain (GVC).

Sumber: WDI, diolah

Gambar 37. Pengeluaran R&D (%

PDB)

Sumber: World Economic Forum GCI, diolah

Gambar 38. Kualitas dari

Lembaga Riset

Pada tingkat perusahaan, investasi pada riset dan pengembangan masih

tergolong rendah. Institusi atau lembaga untuk mendukung pengembangan

3.7

5.2

4.4

5.1

3.4

4.1

3.2

4.34.0

4.3

5.2

3.63.9

3.3

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

China India Indonesia Malaysia Philippines Thailand Vietnam

2006-2007

2014-2015

Page 43: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

keahlian teknis ataupun desain pada sektor–sektor industri masih tetap lemah.

Industri tekstil menjadi salah satu industri yang memiliki sekolah tinggi khusus

teknologi tekstil di Bandung (setara D4), selain terdapat institusi swasta yang

fokus pada pengembangan industri adibusana. Tahun 2015 ini Kementerian

Perindustrian meresmikan pendirian Akademi Komunitas Industri Tekstil dan

Produk Tekstil (TPT) di Solo Techno Park sebagai bentuk jawaban dari

peningkatan kebutuhan tenaga kerja di sektor tersebut. Akademi Komunitas

Industri TPT ini merupakan pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi

sehingga dilengkapi sarana dan prasarana pendidikan berupa laboratorium,

workshop, dan teaching factory. Selain itu, akademi tersebut juga dilengkapi

dengan Lembaga Sertifikasi Profesi dan Tempat Uji Kompetensi. Harapannya

akademi industri TPT ini akan mulai beroperasi pada tahun akademik 2015.

Sementara itu, di sektor ICT (information-communication technology) baru

terdapat satu Pusat Pendidikan Khusus Elektronika dan Telematika di Surabaya.

Balai Diklat Industri (BDI) di Surabaya yang dikelola oleh Kementerian

Perindustrian juga menyediakan pendidikan dan pelatihan di bidang elektronika

dan garmen. Pada masa yang akan datang Kementerian Perindustrian bekerja

sama dengan universitas di Banten akan mendirikan Akademi Komunitas

Petrokimia Banten. Pendirian akademi tersebut merupakan sebuah jawaban atas

tantangan industri petrokimia terhadap kualitas sumber daya lokal yang

berbasis kompetensi sehingga akhirnya dapat meningkatkan daya saing industri

petrokimia nasional.

Masih minimnya sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan bagi

sektor industri disebabkan oleh masih kurangnya perhatian dari pemerintah

untuk inovasi dan juga masih minimnya inisiasi dari tingkat industri itu sendiri.

Namun, Pemerintah sudah terlihat mulai lebih agresif dan berinisiatif dalam

membangun pusat-pusat pelatihan dan pendidikan terlihat dari

ditandatanganinya beberapa nota kesepahaman pembangunan akademi atau

pusat inovasi di berbagai daerah.

c. Promosi Ekspor dan Investasi

Indonesia telah menginvestasikan sumber daya yang cukup besar untuk

menarik dan mengoordinasikan investasi ke Indonesia. Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM) telah ditunjuk menjadi agen promosi investasi (IPA)

pada tingkat pusat sejak tahun 1970-an. BKPM merupakan institusi yang

mempunyai hubungan yang cukup kuat dengan sektor swasta dan pemerintah

Page 44: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

karena dapat melapor langsung ke Presiden dan posisi ketua institusinya sejajar

dengan menteri. Selain itu, juga terdapat agen promosi investasi pada tingkat

regional, khususnya pada sektor dan daerah tertentu. Berdasarkan Laporan

Global Investment Promotion Benchmarking (2009) yang mengukur kinerja

pelayanan dan online marketing investasi, Malaysia memiliki kinerja yang terbaik

disusul oleh Filipina dan Thailand, sedangkan kinerja Indonesia masih tergolong

tertinggal (Tabel 9).

Tabel 9. IPI Performance Score

Sumber: GIPB 2009 Summary Report (World Bank)

Sama halnya dengan promosi investasi, promosi ekspor juga sudah

mendapat perhatian khusus Pemerintah, yaitu melalui Direktorat Jenderal

Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) di bawah Kementerian Perdagangan.

DJPEN secara rutin menghadiri pameran perdagangan, forum–forum

internasional untuk mempromosikan sektor industri unggulan Indonesia, dan

juga berdialog dengan kementerian perdagangan negara lain. Dalam hal

pembiayaan perdagangan atau ekspor, kehadiran Lembaga Pembiayaan Ekspor

Indonesia atau Indonesia Eximbank membantu dalam penyediaan modal kerja,

jaminan, dan asuransi bagi eksportir.

Terkait FDI, penelitian menunjukkan bahwa saat ini Indonesia cenderung

lebih protektif dengan hambatan nontarif dan hambatan investasi yang lebih

tinggi dibandingkan peers (Patunru dan Rahardja, 2015). Hambatan tersebut

perlu dihilangkan, khususnya pada FDI yang berorientasi ekspor.

Page 45: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

d. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

KEK merupakan kawasan yang dipersiapkan dan yang memiliki

keunggulan geoekonomi dan geostrategis serta berfungsi untuk menampung

kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai

ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di dalam KEK perlu dibangun

fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Pada setiap KEK disediakan

lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai

pelaku usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada

dalam KEK.

Jumlah KEK Indonesia relatif setara dengan negara peers meskipun jika

dibandingkan dengan luas wilayah, jumlah itu masih relatif kecil. Selain itu,

pengembangan kawasan ekonomi/industri di Indonesia masih terbatas. Hal itu

disebabkan, antara lain, oleh beberapa faktor berikut.

(1) Dukungan infrastruktur yang masih terbatas (energi, konektivitas, dll.).

Beberapa KEK yang didirikan berada jauh dari infrastruktur pendukungnya

seperti pelabuhan. Seyogianya, pendirian KEK dilakukan beserta dengan

pendirian infrastruktur pendukung.

(2) Kurangnya fungsi pemantauan (monitoring) dan pengelolaan yang efektif

akan manajemen kawasan serta relatif minimnya promosi zona ekonomi

tersebut.

Sumber: Economic Zones in The ASEAN (UNIDO)

Gambar 39. Gambaran Kawasan Ekonomi Khusus di Kawasan

Page 46: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

4.1.3. Focus Group Discussion (FGD)

Kegiatan FGD merupakan sarana untuk mengonfirmasi hasil benchmark

data/kuantitatif (desk analysis) dengan kondisi yang terjadi sebenarnya di

lapangan. Dari hasil FGD terungkap tiga hal utama yang menjadi perhatian para

pelaku usaha, yakni terkait regulasi, kemampuan sumber daya manusia, dan

koordinasi. Berikut ini merupakan beberapa hambatan yang disarikan berdasarkan

hasil FGD.

a. Kejelasan aturan main dan kepastian hukum

Regulasi yang mendukung pengembangan sektor industri dan

perdagangan di Indonesia masih dirasakan kurang optimal dan cenderung tidak

jelas implementasinya. Regulasi yang ada banyak yang tumpang tindih antara

satu sektor dan sektor lainnya. Khusus terkait kebijakan mengenai tarif tenaga

listrik (TTL) dan upah tenaga kerja, pelaku usaha mengharapkan bahwa ada

penetapan mekanisme yang terencana terkait penetapan tarif dan upah tersebut.

b. Keterbatasan jumlah free trade agreement (FTA) yang dilakukan Indonesia, baik

multilateran maupun bilateral

Pelaku usaha mengharapkan adanya penambahan jumlah trade

agreement dengan negara maju tujuan ekspor untuk mendorong perluasan akses

pasar Indonesia dan upaya tergabung dalam global supply chain. Selain itu,

dalam FGD juga terungkap bahwa trade agreement yang sudah terjadi

mengalami hambatan dalam implementasinya (menemui jalan buntu).

Keterhambatan implementasi tersebut disebabkan oleh kurang detilnya pihak

Indonesia menjelaskan poin-poin yang dibutuhkan dalam trade agreement

tersebut. Hal itu disinyalir akibat dari kurangnya koordinasi antara pihak yang

melakukan trade agreement dan perwakilan pelaku usaha dalam memetakan

kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh pelaku usaha sebagai subjek yang

melakukan proses produksi ataupun perdagangan. Selain itu, pemanfaatan

butir-butir kesepakatan dalam FTA juga masih sangat terbatas sehingga

dibutuhkan lebih banyak upaya memperkenalkan dan mempermudah

pemanfaatan butir–butir kesepakatan FTA tersebut.

c. Kemampuan sumber daya manusia (SDM)

Secara teknis kemampuan SDM Indonesia masih kurang bersaing dengan

negara lain. Keunggulan upah buruh yang murah di Indonesia pada masa

lampau sudah tidak terlalu dapat diandalkan lagi apalagi sejalan dengan niat

Indonesia untuk menyasar peningkatan ekspor pada industri med-tech dan hi-

Page 47: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

tech. Indonesia harus melakukan peningkatan keahlian (skill) pekerjanya sesuai

dengan kebutuhan industri. Selain itu, ketentuan tenaga kerja asing yang akan

bekerja di Indonesia juga seyogianya disusun lebih selektif dengan

mempertimbangkan kebutuhan industri dan ketersediaan tenaga kerja

domestik.

d. Aturan perpajakan

Aturan perpajakan Indonesia merupakan salah satu hambatan yang

cukup besar perannya dalam sektor industri dan perdagangan di Indonesia.

Salah satunya adalah PPN berganda dan restitusi pajak yang memerlukan waktu

lama sebagai keluhan utama pelaku usaha di lapangan.

e. Koordinasi Pemerintah Pusat (Pempus), Pemerintah Daerah (Pemda), maypun

dengan pelaku usaha

Kendala birokrasi dan koordinasi, baik antarkementerian maupun

pempus dan pemda, terutama dengan pelaku usaha masih menjadi kendala yang

signfikan dalam mewujudkan industri yang berdaya saing tinggi. Proses

keberhasilan pengembangan sektor industri bergantung pada perencanaan dan

pengembangan sektor-sektor industri yang dicanangkan oleh pemerintah,

termasuk infrastruktur yang diarahkan untuk mendukung penanganan dan

perkembangan sektor industri tersebut.

4.1.4. Analisis Keterkaitan Nilai Tambah

Analisa keterkaitan nilai tambah6 menggunakan pengkinian data terhadap

Asian I/O 2005 dengan menggunakan data tahun 2013 untuk melihat posisi

industri Indonesia di rantai nilai global. Hal itu terkait perubahan pola perdagangan

dunia dari semula berdasarkan trade in goods menjadi trade in task. Secara umum,

hasil analisis dekomposisi perdagangan (

Analisis Triangular Trade dan Rantai Nilai di Asia dengan Fokus pada Indonesia sebagai

Masukan dalam Penyusunan Strategi Nasional Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi

ASEAN oleh Rakhman dkk. (2015).

Page 48: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

) menunjukkan bahwa tiga negara yang paling kompetitif dalam ASEAN-5, terkait

rantai nilai global, adalah Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Ukuran kompetitif tersebut diperoleh berdasarkan analisis daya saing

internal dan eksternal. Analisis daya saing internal menunjukkan bahwa Malaysia

dan Singapura memiliki kapabilitas ekspor yang tertinggi dalam memproses foreign

value added atau memiliki produktivitas impor yang tinggi (kemampuan

mengekspor setelah mengimpor tinggi). Sementara itu, analisis daya saing eksternal

menunjukkan bahwa Malaysia, Thailand, dan Singapura tercatat sebagai negara

dengan skala ekspor terbesar. Perbandingan hasil antara tahun 2005, 2009, dan

2013 menunjukkan bahwa daya saing antarnegara tidak mengalami perubahan

yang signifikan.

Dari sisi investasi, (Error! Reference source not found.) dapat dilihat bentuk FDI

yang berbeda antarnegara ASEAN. Di Thailand FDI mendorong ekspor; di Indonesia

FDI mendorong penyerapan tenaga kerja dan memasok permintaan domestik; di

Vietnam FDI mendorong investasi modal, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja; dan

di Malaysia FDI berdampak pada ekspor dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih

terampil (sektor skill-intensive). Hal itu menguatkan temuan analisis kinerja

perdagangan bahwa Indonesia belum menjadi lokasi pilihan untuk menjadi industri

yang berorientasi ekspor, tetapi cenderung menjadi pasar yang ditandai dengan daya

saing internal yang lemah dan tipe investasi yang masuk yang lebih bertujuan

memasok permintaan domestik.

Sumber: Rakhman et al (2015)

Gambar 40. Daya Saing Internal dan Eksternal Negara ASEAN5

Page 49: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Tabel 10. Perbandingan Dampak FDI Negara ASEAN

ASEAN–5 Productivity Ratios

FDI Value/Foreign Affiliates

Export Value/Foreign Affiliates

Employment/Foreign Affiliates

Indonesia USD4.85 USD69.39 809.40

Vietnam USD10.80 USD107.81 896.36

Malaysia USD3.48 USD122.25 388.96

Thailand USD6.10 USD204.24 709.25

Sumber: ITC database

4.2 Pelajaran dari Negara Lain

“The right model for industrial policy is not that of an autonomous government

applying Pigovian taxes or subsidies (i.e. lump sum taxes or subsidies), but of

strategic collaboration between the private sector and the government with the aim

of uncovering where the most significant obstacles to restructuring lie and what type

of interventions aremost likely to remove them” (Dani Rodrik, Harvard University,

Industrial Policy in the Twenty First Century).

Dari studi yang dilakukan terhadap transformasi perekonomian beberapa

peer countries, dapat ditarik beberapa benang merah. Model pertumbuhan yang

diadopsi untuk keluar dari lower income country umumnya merupakan

pertumbuhan yang didorong industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Untuk

melakukan hal itu, struktur endowment perlu ditingkatkan melalui akumulasi

modal dan peningkatan tenaga kerja. Strategi yang dilakukan berfokus dengan

menjadikan negaranya sebagai basis produksi industri yang efisien dan sebagai

tempat berproduksi ekspor. Pertumbuhan itu dimotori oleh perusahaan swasta

dengan peran pemerintah untuk memfasilitasi kegiatan usaha dan menyediakan

kompetisi yang efektif tanpa menciptakan birokrasi dan mengganggu pasar. Untuk

mencapai hal tersebut, reformasi yang dilakukan berpusat pada keterbukaan

terhadap perdagangan dan investasi, reformasi institusi untuk menciptakan kondisi

yang kondusif bagi investasi dan bisnis, serta reformasi industrial upgrading

bertahap sesuai dengan struktur endowment.

Sebagai gambaran, strategi industri yang telah dilakukan Tiongkok dan

beberapa negara lainnya, seperti Singapura, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan

Vietnam dibahas dalam penelitian ini. Namun, dalam bab ini hanya dijelaskan

Page 50: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

2

strategi industri Tiongkok sementara negara-negara lainnya dijelaskan pada

lampiran.

4.2.1 Tiongkok

Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, Tiongkok berhasil bertransformasi

dari perekonomian tertutup berbasis sumber daya alam dan agrikultur menjadi

negara dengan PDB riil terbesar di dunia pada tahun 2014 (PDB PPP) yang berbasis

manufaktur dan berorientasi ekspor. Reformasi di Tiongkok meliputi tiga aspek,

yaitu transformasi struktural, liberalisasi ekonomi, dan transisi institusi. Reformasi

yang dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk mendorong partisipasi sektor

swasta (private sector-led growth).

Strategi reformasi Tiongkok berlangsung secara bertahap dimulai dari isu

sederhana yang bersifat mikro hingga ke isu kompleks yang bersifat makro. Strategi

tersebut terdiri atas (1) reformasi gradual yang berorientasi pasar, (2) keterbukaan

pada perdagangan dan investasi, dan (3) strategi industri yang bersifat comparative

advantage following (CAF). CAF adalah reformasi yang mengikuti alur learning and

innovation untuk mengeksplorasi comparative advantage.

Gambar 41. Reformasi Tiongkok

Proses reformasi dan keterbukaan terjadi secara bersamaan, saling terkait

dan menguatkan. Strategi pengembangan industri CAF pada dasarnya menegaskan

bahwa suatu negara tidak dapat tumbuh di luar tahapan pertumbuhannya (struktur

endowment yang dimilikinya) atau melakukan ekspor yang sektornya tidak memiliki

comparative advantage.

Page 51: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

3

1. Strategi Industri Tiongkok

Untuk meningkatkan industrinya, strategi Tiongkok adalah meningkatkan

endowment structure. Terdapat dua endowment yaitu modal dan tenaga kerja. Modal

(capital) harus terakumulasi lebih cepat dari pertumbuhan tenaga kerja dan SDA.

Akumulasi modal dapat diperoleh melalui investasi asing dalam bentuk FDI. FDI

tidak hanya membawa akses pasar terkait produk dan pesanan, tetapi juga

memungkinkan terjadi transfer teknologi yang mendorong peningkatan struktur

tenaga kerja. Seiring pertumbuhan struktur endowment tersebut, struktur

industri/teknologi juga akan meningkat melalui proses belajar dan akumulasi

pengetahuan. Secara khusus relokasi tenaga kerja dan pertumbuhan human capital

akan tercipta pada sektor ketika harga telah terliberalisasi dan terdapat comparative

advantage. Secara bertahap industrial upgrading Tiongkok berlangsung seperti

paparan berikut.

a. 1986: Transformasi Tiongkok dari eksportir berbasis SDA menjadi eksportir

manufaktur labor intensive yang sesuai dengan comparative advantage Tiongkok

pada waktu itu, yaitu saat ekspor TPT melampaui ekspor minyak mentah.

b. 1995: Transformasi Tiongkok dari eksportir industri labor intensive menjadi

nontraditional labor intensive, yaitu saat ekspor mesin dan elektronik

melampaui TPT.

c. 2001: Transformasi Tiongkok menjadi eksportir produk baru yang memiliki

kecanggihan tinggi (high tech) yang didorong saat Tiongkok masuk sebagai

anggota WTO.

2. Reformasi institusi yang bertujuan untuk menyediakan kondisi ketika sektor

swasta dapat berproses dengan cepat dengan mengurangi dominasi dan kontrol

pemerintah. Hal itu dilakukan melalui manajemen mikro seperti mengganti

pertanian sifat kolektif menjadi sistem berbasis rumah tangga (household-

responsibility system), melakukan privatisasi terhadap SOE, dan melonggarkan

mekanisme alokasi sumber melalui non–state enterprises-TVE, serta membuat

kebijakan yang bersifat makro seperti merelaksasi kontrol pemerintah dalam

sistem harga komoditas dengan dual track price system, meliberalisasi harga,

dan melakukan relaksasi pada sistem nilai tukar.

3. Kebijakan investasi yang bertujuan mendorong investasi asing masuk untuk

membawa Tiongkok masuk ke pasar internasional, membangun SDM, serta

melakukan transfer ilmu pengetahuan. Strategi yang ditempuh adalah (1)

Page 52: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

4

menyediakan kondisi bagi investor sehingga menjadikan Tiongkok sebagai basis

produksi ekspornya, (2) mendorong pengusaha lokal untuk melakukan joint

venture dengan investor asing dan melakukan ekspor, serta (3) menjadikan

Tiongkok sebagai bagian dari global supply chain dan pusat manufaktur. Untuk

mencapai strategi tersebut, program yang dilakukan adalah (a) menyelaraskan

regulasi untuk trade promotion dan preferential treatment untuk menarik FDI,

(b) memberikan otonomi dan tax assignment system pada pemerintah daerah

sehingga mendorong pemda untuk mereformasi daerahnya agar lebih terbuka

pada perdagangan dan investasi, (c) menyediakan insentif untuk FDI, ekspansi

ekspor, dan pertumbuhan sektor swasta, serta (d) memprioritaskan investasi

pada high-tech firms, managerial know-how, dan talent.

4. Kebijakan peningkatan human capital untuk mendorong pertumbuhan

endowment melalui learning and capital accumulation. Akumulasi kapital

dilakukan dengan kebijakan investasi di atas, sedangkan pertumbuhan human

capital dilakukan dengan berinvestasi pada sektor kesehatan dan pendidikan

(training, pertukaran pelajar, work-study training program, magang/vocational

training di negara lain) serta menyediakan kondisi learning process untuk sektor

swasta dengan melakukan liberalisasi harga dan mendorong relokasi tenaga

kerja dan human capital dari sektor publik ke swasta dan ekspor.

4.3 Strategi Kebijakan Nasional

Berdasarkan hasil analisis daya saing yang dilakukan, kurang optimalnya

kinerja perdagangan Indonesia berasal dari adanya berbagai permasalahan pada

faktor enablers (antara lain, SDM dan ketenagakerjaan), akses pasar, logistik dan

infrastruktur, serta kurangnya skema insentif. Untuk menjawab berbagai tantangan

tersebut, dilakukan formulasi strategi dengan menggunakan kerangka pikir seperti

pada Gambar 42. Untuk mencapai sasaran akhir yang berupa kesejahteraan sosial

dan stabilitas makroekonomi, diperlukan peningkatan daya saing ekonomi melalui

upgrading dan deepening industri, penciptaan nilai tambah, serta berorientasi

ekspor. Industri yang dimaksud adalah seluruh industri secara umum, baik yang

berbasis SDA, padat karya, teknologi menengah ataupun teknologi tinggi. Untuk itu,

diperlukan strategi kebijakan industri nasional yang mencakup tujuh elemen dasar,

yaitu (1) institusi dan leadership; (2) skema insentif perdagangan dan investasi; (3)

SDM dan ketenagakerjaan; (4) infrastruktur; (5) efisiensi teknis dan business

services; (6) akses pembiayaan; serta (7) akses pasar.

Page 53: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

5

Gambar 42. Kerangka Strategi Kebijakan Industri Nasional

4.3.1 Institusi dan Leadership

Aspek institusi dan leadership menjadi aspek sentral yang akan

memengaruhi efektivitas implementasi strategi secara umum karena

kemampuannya dalam memengaruhi implementasi strategi pada kategori lain.

a. Koordinasi (antarsektor, pusat-daerah)

Diperlukan penguatan fungsi koordinasi antarsektor dan antardaerah yang

mencakup kelembagaan, sinkronisasi KPI (key performance indicators) institusi,

dan organisasi yang sejalan dengan pembangunan industri berdaya saing. Selain

itu, juga diperlukan sinergi perencanaan dan pengendalian kebijakan, regulasi,

anggaran, dan pengembangan wilayah (RTRW).

b. Trust dan collective actions

Beberapa hal yang perlu dilakukan ialah (1) penyamaan visi dan persepsi

segenap elemen dalam mendukung pembangunan nasional; (2) karakter

leadership yang membangun kepercayaan publik serta mendorong kinerja aparat

yang akuntabel dan kredibel; serta(3) penegakan hukum yang adil dan konsisten.

c. Efektivitas manajemen pemerintahan dan tata kelola

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas

manajemen pemerintahan dan tata kelola, antara lain (1) penyederhanaan

birokrasi (debirokratisasi); (2) penempatan pejabat yang lebih berdasarkan pada

kompetensi; (3) manajemen pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan

Page 54: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

6

publik yang bersih dan tata kelola; (4) membangun mekanisme umpan balik

masyarakat; (5) kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam

perumusan kebijakan publik dan kerja sama pembangunan (a.l. kerja sama

antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur); serta (6)

pelayanan publik yang mendukung industri (call center, resource sharing, dan

konsultasi publik).

4.3.2 Skema Insentif Trade and Investment

a. Promosi Ekspor

Untuk memperbaiki promosi ekspor, diperlukan revitalisasi peran

Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) sebagai marketer yang dikelola secara

profesional. Selain itu, diperlukan promosi dagang yang lebih intensif dan

permanen, antara lain dengan pembukaan outlet di ruang publik.

b. Fasilitasi Investasi

Selain penguatan koordinasi institusi (BKPM dan BKPMD), peningkatan

fasilitasi investasi juga dapat dilakukan dengan integrasi pelayanan terpadu satu

pintu (PTSP) pusat dan daerah sehingga terdapat standar yang sama dalam

pelayanan perizinan.

c. Kawasan industri

Dalam pembangunan kawasan industri, terdapat dua hal yang patut

diperhatikan, yaitu (1) pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa

berorientasi pada bisnis dan pemerataan (KEK); (2) penyediaan lahan oleh

pemerintah untuk pengembangan kawasan industri (Kawasan Berikat

Nusantara/KBN) yang terintegrasi dengan dukungan konektivitas dan

infrastruktur.

d. Insentif fiskal

Beberapa insentif fiskal dapat dilakukan untuk mendorong perdagangan

dan investasi, antara lain berupa (1) penerapan insentif perpajakan bagi industri

berorientasi ekspor; (2) penghilangan hambatan kebijakan perpajakan yg

memperberat industri; dan (3) penyelesaian restitusi pajak yang lebih cepat dan

efisien.

e. Lingkungan makroekonomi yang kondusif

Page 55: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

7

Diperlukan upaya pengendalian inflasi secara lebih intensif dan

menyeluruh. Selain itu, kestabilan nilai tukar rupiah perlu dijaga dengan bauran

kebijakan.

4.3.3 SDM dan Ketenagakerjaan

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan kepada pemerintah terkait

tenaga keraja antara lain adalah sebagai berikut.

a. Penyempurnaan sistem pendidikan nasional (link and match)

Beberapa upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan sistem pendidikan,

antara lain ialah (i) melakukan kebjakan pro dan insentif yang tinggi untuk

menjadi tenaga terampil (tamatan nonuniversitas), misalnya dengan gratis biaya

pendidikan D1, D2, D3 di bidang teknik; (ii) membangun paradigma positif

terhadap tenaga kerja terampil; (iii) mengarahkan talent pooling mulai dari

SMA/sederajat; (iv) mendorong hubungan universitas-industri dengan adopsi

kurikulum yang aplikatif dengan kebutuhan industri, termasuk magang; (v)

menyediakan beasiswa pascasarjana untuk pengembangan studi terkait industri

strategis (prioritas); (vi) meningkatkan kualitas pengajar dan laboratorium dan

fasilitas riset sesuai dengan kebutuhan pengembangan industri daerah; serta

(vii) mempermudah izin utk pendirian universitas asing yang berkualitas

internasional, khususnya pada science, technology, math, and health (STEM–H).

b. Ketrampilan dan produktivitas pekerja

Keterampilan dan produktivitas pekerja dapat ditingkatkan, antara lain,

melalui (1) revitalisasi balai pelatihan tenaga kerja (mencakup kurikulum,

pengajar, dan fasilitas); (2) industri dipersyaratkan untuk mengalokasikan

anggaran bagi pelatihan karyawan; (3) peningkatan peran aktif industri/swasta

dalam mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan siap kerja melalui

program apprentice; (4) standardisasi kompetensi kerja nasional Indonesia untuk

industri dan jasa pendukung (transportasi, logistik, dan lain-lain); serta (5)

upaya mendorong karyawan meningkatkan kemampuan bahasa Inggris aktif.

c. Kebijakan ketenagakerjaan

Kebijakan yang dapat dilakukan, antara lain adalah (1) pemberian insentif

bagi industri yang mengalokasikan anggaran untuk peningkatan keahlian tenaga

kerja; (2) pendirian serikat buruh harus mendapat izin formal dari pemerintah

pusat dan daerah; dan (3) regulasi khusus yang mempermudah pengadaan

tenaga kerja asing (TKA) di bidang industri dengan jangka waktu tertentu

Page 56: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

8

4.3.4 Infrastruktur

Tingginya biaya logistik yang diperkirakan mencapai 24% PDB (ALFI, 2015)

dan rendahnya Logistics Performance Index Indonesia di ASEAN-5 memengaruhi

lemahnya daya saing Indonesia. Dari perspektif Global Value Chain, besarnya biaya

logistik di Indonesia mengakibatkan Indonesia kurang efisien untuk dipilih sebagai

lokasi offshoring dan hub dalam produksi global. Oleh karena itu, Indonesia

cenderung dipilih hanya sebagai pasar untuk produk akhir. Hal ini perlu ditangani

melalui berbagai kebijakan mikro untuk memperbaiki kinerja logistik dan fasilitasi

perdagangan. Reformasi infrastruktur menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki

kinerja logistik.

a. Konektivitas (jalan, logistik, pelabuhan, dan customs)

Perbaikan konektivitas dapat ditempuh, antara lain, dengan (1)

pengalihan logistik dari jalan darat ke kereta dan angkutan laut (short sea

shipping) dengan menambah jumlah stasiun dan pelabuhan; (2) peningkatan

akses jalan dari kawasan industri ke pelabuhan untuk mempercepat waktu

tempuh dan menurunkan biaya transportasi; (3) pembangunan infrastruktur

(antara lain trans Java highway, perbaikan jalan, aerocity, logistics center,

fasilitas kargo udara, pengembangan kawasan pelabuhan, dan broadband);

serta (4) sistem informasi antarpenyedia logistik yang terintegrasi.

b. Energi dan utilitas

Untuk mendukung industri, diperlukan (1) kebijakan energi yang

mendukung peningkatan daya saing industri; dan (2) dukungan utilitas yang

sustainable.

c. Kebijakan fiskal bidang logistik

Kebijakan fiskal bidang logistik mencakupi (1) insentif perpajakan bagi

penyedia jasa logistik domestik yang mendukung industri ekspor; dan (2)

peningkatan moda transportasi logistik (kereta api dan kapal laut).

d. Regulasi pendukung

Regulasi pendukung terutama meliputi (1) penguatan status hukum

transportasi dan logistik dari Perpres No. 26 Tahun 2012 tentang Sislognas

menjadi UU Logistik. Dengan status dan kedudukan hukum setingkat UU,

regulasi yang mengatur aktivitas logistik akan mengarah pada sinkronisasi dan

harmonisasi hukum. Dengan demikian, stakeholder terkait akan memiliki acuan

pada saat menyusun peraturan-perundangan di bawahnya, baik di tingkat

pusat maupun daerah. Pembentukan UU Logistik akan membuat aktivitas

Page 57: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

9

bisnis logistik melalui berbagai kelembagaan akan lebih memperoleh kepastian

hukum; (2) koordinasi antarsektor dalam pemeriksaan barang impor; dan (3)

Penerapan cash less payment untuk pengurusan customs clearance.

4.3.5 Efisiensi Teknis dan Business Services

a. Technological improvement

Untuk mengembangkan teknologi, hal yang perlu dilakukan ialah (1)

revitalisasi mesin yang digunakan oleh industri; (2) adopsi/modifikasi dan

penciptaan teknologi baru yang difasilitasi oleh pemerintah.

b. R&D dan inovasi

Untuk mendorong terciptanya proses research and development (RD) dan

inovasi, perlu dilakukan, antara lain (1) pendirian fasilitas RD oleh pemerintah

untuk dapat digunakan publik; (2) pemerintah (kemenristek) menyediakan

sistem informasi riset yang terintegrasi dari seluruh instansi (termasuk

universitas dan swasta); (3) insentif bagi instansi untuk pemanfaatan dan

pengembangan hasil riset oleh user (industri); (4) insentif fiskal bagi perusahaan

dengan alokasi anggaran research and development tinggi; serta (5) dorongan

bagi kalangan usaha dan industri untuk pengembangan networking untuk

inovasi dan adopsi teknologi.

c. Business services

Di sisi lain untuk peningkatan efisiensi teknis, perlu dikeluarkan

kebijakan untuk mendorong/memberikan insentif bagi peningkatan business

service provider (a.l. supply chain, marketing, dan accounting, dan lain–lain).

d. Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

Aspek terkait HAKI tidak terlepas dari pencapaian efisiensi teknis. Untuk

itu, kebijakan yang ada perlu mempermudah perolehan atas hak cipta/ paten

serta dalam tatanan implementasi secara umum perlu dilakukan penegakan

hukum yang tegas atas pelanggaran HAKI.

4.3.6 Akses Pembiayaan

a. Akses pembiayaan dan financial inclusion

Peningkatan akses pembiayaan dapat dilakukan, antara lain, melalui (1)

penguatan lembaga pembiayaan ekspor; (2) penyediaan skema pembiayaan

khusus untuk industri yang berorientasi ekspor; dan (3) peningkatan akses

pembiayaan bagi industri daerah yang strategis.

Page 58: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

10

b. Modal ventura

Terkait modal ventura, perlu dibangun awareness (social responsibility)

bagi industri besar yang sukses untuk mengembangkan industri pemula, antara

lain, melalui pembiayaan ekuitas. Selain itu, kebijakan hendaknya mengurangi

hambatan masuknya modal ventura asing untuk meningkatkan alternatif

pendanaan.

c. Sumber pembiayaan jangka panjang

Sebagai sumber pembiayaan jangka panjang, industri perlu didorong

untuk masuk ke pasar modal dan obligasi.

4.3.7 Akses Pasar

a. Keikutsertaan pada trade agreement (TA) harus dilakukan secara strategis

1) Perlunya grand strategy dan positioning Indonesia terhadap TA

Kerja sama perdagangan (TA) berguna untuk memfasilitasi

perusahaan agar lebih kompetitif di pasar yang lebih besar, menarik FDI,

dan mendorong industrial upgrading (Laksono dan Situmorang, 2014). TA

juga dapat menjadi sarana untuk mengeliminasi tarif dan relaksasi non-tariff

measures. Hal itu akan menyebabkan harga input lebih murah (bahan

mentah dan capital goods) dan pengembangan akses pasar untuk ekspor

Indonesia lebih mudah.

Jika dibandingkan dengan negara di kawasan ASEAN, kerja sama

perdagangan Indonesia relatif tertinggal, baik dalam regional trading (Error!

Reference source not found.) maupun bilateral trading (Tabel 11). FTA Indonesia

sebagian besar dilakukan dalam regional trading system ASEAN dengan

bilateral FTA hanya dengan Jepang dan Pakistan (berbentuk PTA). Dalam

mega block trading, Indonesia sedang melakukan negosiasi regional

comprehensive economic partnership (RCEP) yang juga diikuti negara ASEAN

lainnya.

Tabel 11. Trade Agreement Negara ASEAN

Mitra Indonesia Filipina Thailand Malaysia Vietnam

ASEAN AFTA, ACFTA–Tiongkok, AKFTA–Korea, AJCEP– Jepang, AIFTA– India, AANZFTA– Australia New Zeland, dan RECP (dalam proses yang terdiri dari 10 ASEAN member states, Australia, Tiongkok,

India, Jepang, Korea, dan New Zealand)

7 Uni Eropa menerapkan tarif yang lebih besar untuk barang jadi dibandingkan dengan bahan mentah yang berimplikasi mengurangi insentif untuk melakukan industrial upgrading.

Page 59: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

11

Mitra Indonesia Filipina Thailand Malaysia Vietnam

Jepang √ √ √ √ √

Pakistan √ √

Australia Konsultasi √ √

Chile JSG** √ √ √

India Akan negosiasi

New Zealand

√ √

Turki JSG √

Tabel 11. (lanjutan)

Mitra Indonesia Filipina Thailand Malaysia Vietnam

Korea Perundingan berhenti

Eropa Wacana √ √ √ Peru √

Tiongkok √ Tunisia,

Mesir JSG

TPP √ √ √

*) Tidak tersedia informasi **) Joint Study Group

Gambar 43. Kerjasama Perdagangan Mega Block Trading

Page 60: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

12

2) Kolaborasi strategis antara pemerintah dan pengusaha dalam proses FTA

Agar FTA dapat memberikan manfaat yang optimal, penyusunan FTA

harus dilakukan bersama dengan pengusaha. Hasil FGD dengan pelaku

usaha mengonfirmasi bahwa dukungan akses pasar Indonesia belum cukup

memadai, terutama pada beberapa negara besar tujuan ekspor (contoh

Eropa dan Amerika Serikat) khususnya bagi sektor yg cost sensitive seperti

TPT, cocoa dan lainnya. Untuk pasar Eropa saat ini produk tekstil Indonesia

masih menikmati skema generalised scheme of preferences (GSP8) walaupun

akan segera berakhir pada tahun 2017. Tanpa GSP harga produk Indonesia

akan lebih tinggi 10%–30%.

Selain dari sisi tarif, FTA juga dapat menjadi media untuk

pengurangan dan streamlining non-tariff barriers (NTB) yang dihadapi

produk ekspor Indonesia. Produk ekspor Indonesia, baik dalam pertanian

maupun manufaktur menghadapi NTB yg “berat” di pasar. Laksono dan

Situmorang (2014) menyebutkan bahwa NTB yang dihadapi bersifat ketat,

inkonsisten, tidak transparan, dan cenderung tidak terstandardisasi.

Contoh NTB di pasar Eropa adalah pada rotan (legalitas), palm oil

(standardisasi, lingkungan hidup), dan tembakau. Sektor makanan dan

minuman juga menghadapi tantangan terkait metode higienis dan sanitasi

dalam menembus pasar ekspor global serta standardisasi di pasar ASEAN

(GAPMMI, 2015). FTA dapat menjadi salah satu media untuk mencapai

kesepakatan dengan pasar terkait standar, sertifikasi, testing, dan

transparansi informasi, selain peningkatan kapasitas industri Indonesia.

3) Melakukan diseminasi manfaat FTA terhadap pengusaha

Pemanfaatan fasilitas FTA oleh pengusaha juga masih rendah. Sesuai

dengan kajian DInt (2015), meskipun tarif ATIGA sudah rendah (terutama

utk ASEAN6), utilisasinya masih rendah. Hal itu dapat disebabkan oleh

rendahnya pemahaman atas FTA dan rendahnya margin preference dan

prosedur utilisasi tarif ATIGA yang kompleks (costly).

b. Sertifikasi/Standardisasi

8 Dengan Amerika Serikat, Indonesia memiliki GSP untuk beberapa produk manufaktur,

perhiasan, karpet, produk pertanian, kimia, dan produk plastik serta karet.

Page 61: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

13

Penetapan standar nasional yang sesuai dengan standar internasional

serta penguatan infrastruktur standardisasi Indonesia, antara lain, berupa

laboratorium uji berstandar internasional.

c. Sistem informasi/repository

Pembangunan dan updating sistem informasi mengenai FTA yang

lengkap, transparan, dan dapat diakses dengan mudah.

d. Perluasan pasar dan sistem

Perluasan pasar ekspor nonkonvensional serta mendorong eksportir

untuk mengoptimalisasi sistem pengiriman barang dari free on board (FOB) ke

cost, insurance, and freight (CIF).

Sementara itu, terkait strategi substitusi impor dan bagaimana paket

kebijakan industri saat ini terkait strategi di atas karena tidak terlalu terkait dengan

pembahasan dalam riset ini, secara khusus dapat dilihat pada lampiran.

Menurut jangka waktu (timing) penerapan, strategi nasional dapat dibagi

menjadi jangka pendek, jangka menengah, serta jangka panjang. Detil atas hal ini

dijelaskan lebih lanjut pada Gambar 44.

Page 62: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

14

Gambar 44. Timeline Penerapan Strategi Nasional

JANGKA PENDEK

Faktor Institusi dan Leadership

Debirokratisasi, Penempatan sesuai kompetensi, Manajemen pemerintahan serta mekanisme umpan balik

SDM dan ketenagakerjaan

Gratis pendidikan D1/D2/D3 (teknik), talent pool–ing mulai dari SMA, Insentif training

untuk industri, Merger serikat buruh, Regulasi khusus TKA

Skema insentif trade & investment

Revitalisasi peran ITPC (Indonesia Trade Promotion Center), insentif perpajakan untuk

industri ekspor, Menghilangkan hambatan perpajakan, restitusi pajak yang efisien

Infrastruktur

Kebijakan energi yang mendukung, Insentif perpajakan, Sinkronisasi peraturan logistik, cash less customs

Akses pembiayaan

Penguatan lembaga pembiayaan & skema pembiayaan khusus untuk industri ekspor,

Bantuan teknis akses KUR, modal ventura asing

Akses pasar

Diseminasi manfaat FTA

JANGKA MENENGAH

Faktor Institusi dan Leadership Penyamaan visi/persepsi, leadership, Penegakan hukum, Sinergi (antar sektor, antar

daerah, perencanaan–pengendalian, Kemitraan dengan swasta & masyarakat SDM dan ketenagakerjaan

Kurikulum beasiswa, pengajar & fasilitas riset–sains aplikatif untuk industri, izin utk universitas asing, Alokasi anggaran training, Standarisasi kompetensi kerja

Skema insentif trade & investment

Promosi dagang intensif dan permanen, Integrasi institusi (BKPM–BKPMD, PTSP Pusat–

daerah, lahan yg terintegrasi dengan infrastruktur, Integrasi daerah hulu–hilir, Bauran kebijakan untuk stabilitas makro

Infrastruktur Akses jalan kawasan industri, Sistem informasi logistik, utilitas yang sustainable,

Koordinasi dalam barang impor

Technical efficiency Revitalisasi mesin, fasilitas R&D untuk publik, sistem informasi riset, Insentif fiskal untuk R&D, pengembangan networking, insentif pendirian business service provider,

Mempermudah hak cipta /paten, Penegakan hukum

Akses pembiayaan Social responsibility bagi industri besar untuk industri pemula, industri untuk masuk

ke pasar modal dan obligasi

Akses pasar Grand strategy FTA, Kolaborasi pemerintah–pengusaha, standar nasional=internasional,

infrastruktur standarisasi

JANGKA PANJANG

Infrastruktur

Pengalihan logistik ke kereta dan angkutan laut, Pembangunan infrastruktur,

Peningkatan moda transportasi logistik Akses pasar

Perluasan pasar ekspor, Optimalisasi eksportir untuk CIF (cost, insurance & freight)

Page 63: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

15

V. SIMPULAN

BAB V – KESIAN DAN SARAN

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Hasil analisis kinerja perdagangan menunjukkan bahwa ekspor Indonesia

memiliki permasalahan dalam keempat dimensinya (extensive, intensive, quality

dan sustanaibility). Ekspor Indonesia cenderung mengalami kemunduran dari

seluruh aspek, terutama dari sisi kualitas yang saat ini berbasis pada resource

based dengan nilai tambah yang rendah serta intensitasyang semakin menurun.

Jika dibandingkan dengan negara kawasan, kinerja ekspor Indonesia tertinggal

dari Malaysia dan Thailand. Sementara itu, Vietnam mencapai peningkatan

kinerja yang signifikan dalam satu dekade terakhir.

2. Diagnostik daya saing mengidentifikasi permasalahan melemahnya daya saing

Indonesia yang terutama bersumber dari tenaga kerja (skill set), tidak

kondusifnya lingkungan bisnis, dan rumitnya birokrasi terkait kebijakan dan

institusi domestik, biaya produksi dan logistik yang tinggi, serta lemahnya market

access (nonitariff measures dan FTA).

3. Hasil FGD mengonfirmasikan temuan dari Competitiveness Diagnostics yang

menjadi perhatian utama dunia usaha adalah regulasi dan kebijakan pemerintah,

kemampuan SDM, infrastruktur dan logistik, serta koordinasi dan aksi kolektif.

4. Berdasarkan permasalahan pada kinerja ekspor Indonesia, diindikasikan industri

Indonesia yang cenderung bersifat domestik (inward looking). Hal itu sejalan

dengan temuan analisis triangular trade (analisis keterkaitan nilai tambah/value

added linkages). Tiga negara yang paling kompetitif di antara ASEAN-5 dalam

rantai nilai global adalah Thailand, Malaysia, dan Singapura. Malaysia dan

Singapura memiliki kapabilitas ekspor yang tertinggi dalam memproses foreign

value added (FVA), atau memiliki produktivitas impor yang tinggi (kemampuan

mengekspor setelah mengimpor tinggi). Kemampuan Indonesia terlibat dalam

salah satu aktvitas di rantai nilai global akan lebih banyak ditentukan oleh

kemampuan daya saing Indonesia untuk menjadi location of choice pada berbagai

tahapan produksi. Analisis FDI menunjukkan bahwa FDI di Indonesia bersifat

mendorong penyerapan tenaga kerja dan memasok permintaan domestik.

5. Studi terhadap strategi negara lain dalam mengembangkan industrinya

menunjukkan model pertumbuhan yang diadopsi saat bertransformasi dari lower

Page 64: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

16

income country ke middle income country umumnya menggunakan strategi

pertumbuhan dengan tulang punggungnya adalah industri manufaktur

berorientasi ekspor. Kebijakan industri yang dilakukan adalah kebijakan yang

meningkatkan struktur endowment melalui akumulasi modal via investasi asing,

dan peningkatan human capital. Strategi yang ditempuh difokuskan pada

menjadikan negaranya sebagai basis produksi industri yang efisien yang

berorientasi ekspor. Pertumbuhan ekonomi dimotori oleh perusahaan swasta

dengan peran pemerintah sebagai fasilitator bagi kegiatan usaha dan penyediaan

kompetisi yang efektif tanpa menciptakan birokrasi berlebih dan seminimal

mungkin mengganggu mekanisme pasar. Untuk mencapai hal tersebut, strategi

yang ditempuh pada umumnya adalah melalui keterbukaan terhadap

perdagangan dan investasi, reformasi institusi untuk menciptakan kondisi yang

kondusif bagi investasi dan bisnis serta melakukan industrial upgrading bertahap

sesuai dengan endowment structure yang dimilikinya.

Berdasarkan hasil studi tersebut dapat direkomendasikan untuk agenda

penelitian terkait ke depan, yaitu sebagai berikut.

1. Penelitian analisis daya saing dan ketersediaan services pendukung manufaktur

(antara lain: jasa logistik, ICT services, dll).

2. Dengan lingkungan geografis kepulauan dan perbedaan gap pertumbuhan antar

daerah yang relatif tinggi, diperlukan penelitian terkait kebijakan industri yang

juga melihat aspek spasial dan local competitive advantage yang dimiliki berbagai

daerah di Indonesia.

3. Dengan mayoritas pola kehidupan masyarakatnya adalah agraris, diperlukan

penelitian terkait kebijakan pengembangan industri yang dikaitkan dengan

upaya mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan bagi beberapa komoditas

strategis tertentu. Membangun linkages industri bagi komoditas–komoditas

srategis tersebut akan membuka peluang yang lebih besar bagi tumbuhnya

agroindustri yang memanfaatkan komoditas dimaksud.

Page 65: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

17

DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Sondang, 2014. ASEAN Economic Community 2015: Kesiapan Nasional

dalam Liberalisasi Perdagangan Barang dan Jasa dalam AEC 2015.

Anglingkusumo, R., Anugrah, D. F., Fridayanti, Y. dan Hendharto, H. S. (2014).

Perubahan Struktural dalam Perekonomian Global dan Dampaknya pada

Perekonomian Indonesia melalui Jalur Perdagangan. Working Paper No.

LHP/4/DKEM/2014, Bank Indonesia.

Bank Indonesia, 2014. Progress, Challenges, And Opportunities of the AEC 2015:

Indonesia’s Perspective. Presented on Indonesian Scholars International

Convention 2014 , Oxford, 25–26 October 2014.

Bosch, Peter et al, 2012. The Future of Manufacturing Opportunities to drive

economic growth A World Economic Forum Report in collaboration with

Deloitte Touche Tohmatsu Limited.

Cahyadi, G., Kursten, B., Weiss, M., Yang, G., “Singapore’s Economic

Transformation”, Global Urban Development Singapore Metropolitan Economic

Strategy Report, June 2004.

Chin, Vincent, Michael Meyer, Evelyn Tan, and Bernd Waltermann, 2014. Winning

in ASEAN How Companies Are Preparing for Economic Integration. Part of the

Winning with Growth series #bcgGrowth.

Civil Service College (CSS), “Trade Facilitation & Internationalisation”, March 2015,

Singapore.

Das, Sanchita Basu et al, 2013. The ASEAN Economic Community a Work in

Progress: Asian Development Bank.

Deloitte, 2014. The ABC of AEC to 2015 and beyond. Deloitte.

Departemen Perdagangan, 2011. Menuju ASEAN Economic Community 2015.

Farole, T. And Winkler, D., “Export Competitiveness in Indonesia’s Manufacturing

Sector”, The World Economic Forum, 2012.

Goh, A.L., “Towards an Innovation–Driven Economy through Industrial Policy–

Making: An Evolutionary Analysis of Singapore”, The Innovation Journal: The

Public Sector Innovation Journal, Volume 10(3), article 34, 2011.

Hatzichronoglou, T. (1997), “Revision of the High Technology Sector and Product

Classification”, OECD Science, Technology and Industry Working Papers,

1997/02, OECD Publishing.

Hausmann, R., J. Hwang, and D. Rodrik. 2007. “What You Export Matters.” Journal

of Economic Growth, Vol. 12, No. 1, pp. 1–25.

Page 66: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

18

Hidalgo, C. A., Klinger, B., Barabasi, A. L., dan Hausmann, R. (2007). “The Product

Space Conditions the Development of Nations”, Science, Vol. 317 no. 5837 pp.

482–487.

Hosono, Akio (2013), “Industrial Strategy and Economic Transformation: Lessons of

Five Outstanding Cases”, Working paper prepared for JICA/IPD Africa Task

Force Meeting

Jin, N.K., “Singapore as a Financial Center: New Developments, Challenges, and

Prospect” in Financial Deregulation and Integration in East Asia, NBER–EASE,

Ed. by Ito, T. And Krueger, A.O., University of Chicago Press, January 1996,

http://www.nber.org/chapters/c8569

JWT, 2013. ASEAN Consumer Report.

Keliat, Makmur et. Al, 2013. Pemetaan Pekerja Terampil Indonesia dan Liberalisasi

Jasa ASEAN. ASEAN Study Center UI dan Kementerian Luar Negeri RI.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2015. Dampak ASEAN Economic

Community (AEC) terhadap Perekonomian & Perumusan Strategi Nasional

dalam Persiapan Menghadapi AEC.

Kohpaiboon, A. and N. Yamashita (2011), ‘FTAs and the Supply Chain in the Thai

Automotive Industry’, in Findlay, C. (ed.), ASEAN+1 FTAs and Global Value

Chains in East Asia. ERIA Research Project Report 2010–29, Jakarta: ERIA.

pp.321–362.

Lall, Sanjaya (2000), “The Technological Structure and Performance of Developing

Country Manufactured Exports, 1985–1998”. QEH Working Paper Series,

QEHWPS44.

Laksono, Riandy dan Rosa Situmorang, 2014. In Facing the Indonesia–European

Union Comprehensive Economic Partnership Agreement: Perspective from

Indonesia’s Business Sector. APINDO Policy Series Vol. P.001/DPN–EUKAJ–

I/2014.

Lin, Justin Yifu and Yan Wang, 2008. Tiongkok’s Integration with the World

Development as a Process of Learning and Industrial Upgrading. The World

Bank WPS4799.

Lin, J.Y. and Treichel, V., “Making Industrial Policy Work for Development” in

Transforming Economies: Making Industrial Policy Work for Growth, Jobs and

Development, edited by Xirinachs, J.M, Nubler, I. and Wright R.K., International

Labour Organization, Mei 2014.

Menon, S.V., “Governance, Leadership and Economic Growth in Singapore”, MPRA,

ICFAI Business School, Ahmedabad, August 2007.

Milberg, W., Jiang, X. And Gereffi, G., “Industrial Policy in the Era of Vertically

Specialized Industrialization” in Transforming Economies: Making Industrial

Policy Work for Growth, Jobs and Development, edited by Xirinachs, J.M,

Nubler, I. and Wright R.K., International Labour Organization, Mei 2014.

National Economic Advisory Council, 2010. New Economic Model for Malaysia.

Page 67: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

19

Neng, W.W., “Pursuing Prosperity, Making a Living: Singapore’s Economic

Institutions and the Pursuit of Economic Development”, Civil Service College,

2015.

Nubler, I., “A Theory of Capabilities for Productive Transformation: Learning to Catch

Up”, in Transforming Economies: Making Industrial Policy Work for Growth,

Jobs and Development, edited by Xirinachs, J.M, Nubler, I. and Wright R.K.,

International Labour Organization, Mei 2014.

Nugroho, M. Noor dan Yanfitri, 2011. Potensi Dampak Pembentukan Pasar Tunggal

ASEAN terhadap Perekonomian Indonesia: OP

OECD, 2013. OECD Investment Policy Reviews: Malaysia 2013.

Patunru, Arianto A. dan Sjamsu Rahardja (2015), Trade protectionism in Indonesia:

Bad times and bad policy. Lowy Institute for International Policy.

Rakhman, R. N., R. Khasananda, H. Werdaningtyas, G. Wicaksono, R.

Anglingkusumo (2015), Analisa Triangular Trade dan Rantai Nilai di Asia

dengan Fokus pada Indonesia sebagai Masukan dalam Penyusunan Strategi

Nasional Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Bank Indonesia.

Reis, José Guilherme dan Thomas Farole (2012), Trade competitiveness diagnostic

toolkit. Washington D.C.: The World Bank.

Robinson, J.A., “Industrial Policy and Development”, Harvard University,

Department of Government and IQSS, May 2009.

Rodrik, D., “Growth Strategies”, Harvard University, John F. Kennedy School of

Government, August 2004.

Warr, Peter (2011), Thailand’s Development Strategy and Growth Performance.

Working Paper No. 2011/02, UNU–WIDER.

World Economic Forum Report, “The Future of Manufacturing: Opportunities to

Drive Economic Growth”, in collaboration with Deloitte Touche Thmatsu Ltd.,

2012.

World Investment Report, 2012. Global Value Chains: Investment and Trade for

Development.

Yue, C.S., “Singapore Model of Industrial Policy – Past and Present”, Second LAEBA

Annual Meeting, Buenos Aires, Argentina, November 28–29, 2005.

Zhu, T., “Rethinking Import–substituting Industrialization: Development Strategies

and Institutions in Taiwan and Tiongkok”, Research Paper No.2006/76, UNU–

WIDER, July 2006.

Page 68: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

Box 1. Summary Paket Kebijakan Ekonomi Tahun 2015

Serangkaian paket kebijakan (I s.d. VIII) dikeluarkan sejak awal September

2015 dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

daya saing industri nasional dan perbaikan iklim investasi di dalam negeri. Paket–

paket kebijakan itu secara ringkas disajikan sebagai berikut.

1. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I dikeluarkan untuk mendorong kemudahan

investasi, efisiensi industri, kelancaran perdagangan dan logistik, serta

kepastian bahan baku dalam negeri

2. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dimaksudkan untuk meningkatkan investasi

berupa deregulasi dan debirokratisasi peraturan untuk mempermudah

investasi, baik PMDN maupun PMA. Langkah–langkah yang ditempuh lebih

konkrit agar dapat langsung diimplementasikan, antara lain layanan investasi 3

jam, pengurusan yang lebih cepat terhadap tax allowance dan tax holiday,

penghapusan PPN transportasi, insentif di kawasan pusat logistik berikat,

pengurangan pajak deposito, dan perampingan izin kehutanan.

3. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid III ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi melalui penurunan harga bahan bakar untuk peningkatan daya beli,

penurunan harga bahan bakar industri untuk peningkatan daya saing,

perluasan wirausaha penerima KUR, serta penyederhanaan izin pertanahan.

4. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV dimaksudkan untuk menjaga daya beli

masyarakat melalui formulasi upah buruh untuk peningkatan kesejahteraan

pekerja dan pemberian kredit modal kerja untuk UKM dalam rangka mendorong

ekspor serta perluasan kebijakan KUR.

5. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid V dimaksudkan untuk lebih mendorong

pertumbuhan ekonomi melalui pemberian insentif pajak untuk revaluasi aset,

penghapusan pajak berganda untuk real estate, properti dan infrastruktur, dan

deregulasi perbankan syariah.

6. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VI dilakukan melalui pemberian insentif berupa

tax allowance dan tax holiday untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),

kepastian izin bagi investor di bidang pengelolaan sumber daya air, serta

penyederhanaan izin obat dan bahan bakunya.

7. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VII yang memberikan keringanan untuk industri

padat karya, termasuk di dalamnya keringanan pengenaan PPh Pasal 21 bagi

Page 69: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

21

karyawan perusahaan s.d. penghasilan 50 juta rupiah per tahun yang lebih 50%

produknya dieskpor.

8. Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VIII yang pada saat penulisan laporan ini masih

baru berupa rencana yang akan diarahkan bagi peningkatan kualitas produk

menghadapi daya saing pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Secara umum apabila semua paket kebijakan itu dapat terlaksana dengan

baik segera dan sesuai dengan harapan, paket kebijakan tersebut akan sangat

bermanfaat dalam meningkatkan daya saing Indonesia dan memicu pertumbuhan

ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Namun, konteks paket kebijakan lebih

bersifat jangka pendek dan hulu (dalam rangkaian proses membuka usaha)

sehingga masih perlu dilengkapi dengan kebijakan lainnya yang bersifat jangka

panjang dan lebih bersifat hilir.

Paket kebijakan tersebut berpotensi untuk meningkatkan konsumsi,

memperbaiki iklim investasi, dan mendorong pengadaan infrastruktur. Peningkatan

konsumsi dapat tercapai melalui penurunan harga bahan bakar dan kebijakan

peningkatan kesejahteraan pekerja (penentuan upah minimum dan harga

rumah/rusunami untuk buruh). Peningkatan investasi dapat terjadi melalui

prosedur investasi yang semakin cepat, kepastian bahan baku industri, kemudahan

perizinan, insentif penempatan dana di dalam negeri, penurunan bunga KUR,

insentif revaluasi aset, insentif KEK, dan penyederhanaan impor bahan baku obat.

Infrastruktur sendiri dapat didorong melalui penghapusan PPN alat transportasi,

penghilangan pajak berganda dana investasi real estate, properti dan infrastruktur,

serta jaminan hukum bagi investor pengelola sumber daya air. Selain itu,

pembangunan kawasan logistik berikat diharapkan dapat mempermudah proses

distribusi barang, baik dari sisi input maupun output-nya. Namun, semua kebijakan

dimaksud tidak akan efektif apabila tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan

efisien. Untuk itu, dibutuhkan perangkat pelaksana yang tidak saja trampil, tetapi

juga punya integritas, bertanggung jawab dan berkinerja tinggi. Pengelolaan SDM

untuk memenuhi hal tersebut menjadi suatu keharusan di samping prinsip-prinsip

leadership yang berintegritas dan bertanggungjawab yang sangat diperlukan pada

semua lapisan birokrasi pemerintah.

Page 70: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

22

Gambar 45. Ringkasan Analisis Daya Saing Industri Indonesia

Gambar 45 menjelaskan secara ringkas Analsis Daya Saing Industri

Indonesia dalam riset ini. Berdasarkan hal itu, dapat dilihat bahwa paket kebijakan

telah menyentuh beberapa aspek yang memengaruhi daya saing (misalnya dari sisi

infrastruktur, insentif investasi pada industri yang padat modal dan bernilai

tambah, serta kebijakan pengupahan). Namun, masih banyak yang dapat dilakukan

khususnya untuk perspektif jangka panjang, seperti pengembangan SDM dan yang

bersifat hilir seperti masalah lahan untuk industri. Secara ringkas beberapa usulan

rekomendasi kebijakan antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pengembangan human capital,

2. Promosi ekspor/investasi, baik di dalam maupun di luar negeri.

3. Integrated KEK dengan infrastruktur pendukung seperti sumber energi dan

sarana dan prasarana transportasi dengan berbagai moda transportasi.

4. Regulasi ketenagakerjaan yang juga memungkinkan free entry dan free exit yang

lebih mudah.

5. Regulasi terkait tenaga kerja asing (TKA) dalam rangka investasi dan

peningkatan nilai tambah industri yang disesuaikan dengan kebutuhan dan

kondisi TK domestik.

6. Faktor leadership yang nyata dan bertanggung jawab serta memberikan contoh

yang mulia, jauh dari nilai-nilai tercela seperti korupsi, penggelapan, dan

ketidakefisienan.

Page 71: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

23

7. Penentuan strategi dalam rangka free trade agreement (FTA) yang akan

menguntungkan secara agregat bagi Indonesia dan berdampak positif bagi daya

saing Indonesia di pasar ekspor.

8. Sistem informasi yang lengkap dan mudah diakses baik oleh pengusaha,

birokrat, akademisi maupun masyarakat umum yang memuat informasi dan

persyaratan yang dibutuhkan untuk ekspor produk tertentu. Kenyataan bahwa

sebagian besar kesepakatan perdagangan intra-ASEAN dan FTA lainnya masih

belum banyak dimanfaatkan pengusaha Indonesia memberikan sinyal bahwa

informasi dan birokrasi bagi pemenuhan ketentuan ekspor itu masih rumit dan

memakan biaya. Selain sistem informasi harus terdapat kelembagaan yang

dapat memberikan bantuan, terutama bagi pengusaha kecil dan menengah yang

berusaha memanfaatkan peluang pasar akibat kesepakatan perdagangan yang

telah dibuat.

9. Terlepas dari semua itu, pelaksanaan semua insentif dan paket kebijakan

tersebut haruslah konsisten dan bukan hanya sebatas retorika sehingga akan

terdapat hasil nyata dari segala kemudahan yang semestinya diberikan melalui

berbagai paket kebijakan itu.

Page 72: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

24

Box 2. Retrospeksi Kebijakan Industri Substitusi Impor

Kebijakan substitusi impor (SI) adalah kebijakan perdagangan dan ekonomi

yang didasarkan pada premis bahwa negara berkembang harus berusaha untuk

menggantikan produk impor dengan produksi dalam negeri. Kebijakan ini memiliki

tiga prinsip utama, yaitu (1) kebijakan industri yang aktif untuk mempromosikan

industri dalam negeri untuk memproduksi produk pengganti yang strategis, yang

sering melibatkan investasi pemerintah pada infrastruktur dan sektor strategis,

serta pembentukan bank pembangunan untuk mendukung kegiatan tersebut; (2)

trade barriers yang bersifat protektif (yaitu, tarif dan kuota untuk melindungi

industri baru/infant industry) dan mengubah terms of trade dari pola ekspor utama

tradisional; dan (3) kebijakan moneter terkait nilai tukar dengan sistem multiple

exchange rate untuk mendukung import nonkompetitif terhadap barang antara dan

modal. Umumnya, tahap pertama SI bersifat "mudah" karena industri yang

diproteksi adalah non-durable goods dan kemudian ke tahapan "dewasa", yaitu

memperdalam SI, yaitu industri memproduksi nondurable consumer goods serta

barang antara dan modal.

Kebijakan SI telah dianalisis dalam sejumlah studi oleh OECD, World Bank

dan NBER (Reinert and Rajan, 2010). Analisis tersebut menunjukkan bahwa ada

biaya makroekonomi terkait kebijakan SI. Pertama, SI menyebabkan inefisiensi

dalam alokasi sumber daya. Kebijakan nilai tukar yang overvalued menyebabkan

bias terhadap ekspor dan mendukung sektor padat modal domestik sehingga

mengarah pada underutilized capital, penurunan produktivitas modal, dan

kegagalan investasi yang secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan

pengangguran. Kedua, SI umumnya menyebabkan impor naik lebih cepat dari yang

diharapkan karena permintaan barang modal dan barang antara untuk mendukung

industri baru; sebagai akibatnya, masalah neraca pembayaran justru makin

mendalam sehingga daripada mengurangi ketergantungan pada input impor (energi

dan teknologi), strategi SI justru semakin meningkatkan impor secara signifikan.

Ketiga, SI dinilai mendorong aktivitas mencari laba yang tidak produktif (directly

unproductive profit seeking) yang mengalihkan sumber daya dari kegiatan produktif

menjadi tidak produktif, tetapi menguntungkan. Yang selanjutnya akan mengurangi

investasi dan pertumbuhan produktivitas serta pertumbuhan jangka panjang.

Keempat, di negara–negara tempat pasar domestik relatif kecil, SI menciptakan

pasar yang kurang kompetitif, yang dalam beberapa kasus menyebabkan

menurunnya efisiensi, pertumbuhan produktivitas, dan inovasi.

Page 73: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

25

Pada era 1990-an dampak SI pada kinerja ekonomi dipertimbangkan kembali,

khususnya dalam konteks perekonomian Asia Timur yang bertumbuh pesat.

Pandangan ini berargumen bahwa SI akan mendahului kegiatan ekspor dan

merupakan prasyarat untuk export led growth. Argumen pandangan ini adalah tidak

mungkin suatu negara dapat mengekspor tanpa mengakumulasi kemampuan

teknologi pada fase SI yang mendahuluinya. Perbedaannya adalah pada tahap

“matang” dari kebijakan SI tersebut. Pada tahap ini negara Latin Amerika

melakukan pendalaman SI yang dibarengi dengan kebijakan moneter dan fiskal.

Sementara itu, negara Asia Timur, pada tahap “matang” karena tetap melakukan SI

dengan penekanan pada promosi ekspor serta mengaitkan insentif dengan kinerja

ekspor. Model campuran SI ini dinilai lebih berhasil jika dibandingkan dengan

pendalaman SI karena pemerintah (1) dapat melakukan disiplin terhadap sektor

swasta berdasarkan kinerja standar (target ekspor) sebagai ganti dari subsidi

terhadap sektor swasta; (2) menghindari ketidakseimbangan eksternal dengan

promosi ekspor dan menjaga nilai tukar yang kompetitif; dan (3) berhasil melakukan

desain proteksi dan promosi ekspor yang mendorong proses pembelajaran teknologi

dan akumulasi pengetahuan.

Sebagaimana sejumlah negara berkembang lain di Asia, Indonesia juga

menempuh jalur kebijakan industrialisasi dalam bentuk substitusi impor pada

tahap awal proses industrialisasinya. Namun, berbeda dengan Korea, kebijakan SI

di Indonesia tidak berhasil menciptakan struktur industri yang kompetitif.

Perbedaannya adalah kebijakan SI Korea--yang diterapkan secara selektif pada

industri tertentu--terintegrasi dengan kebijakan lainnya seperti perdagangan,

sumber daya manusia, dan teknologi. Sementara itu, kebijakan selektif di Indonesia

tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan komplementer dalam perdagangan, SDM,

dan teknologi (Kim, 2004).

Kebijakan SI diterapkan pemerintah pada tahun 70-an, terutama setelah oil

boom. Pada masa itu pemerintah menerapkan kebijakan industri SI yang dibiayai

dari devisa berlimpah dari minyak. Tujuan kebijakan tersebut adalah memproduksi

sendiri produk yang selama ini harus diimpor sehingga bisa menghemat devisa.

Dalam perspektif industri kebijakan tersebut bertujuan untuk membangun

kapasitas industri berat nasional berbasiskan proyek besar SDA. Kebijakan industri

itu diwarnai dengan proteksi yang tinggi serta pembangunan industri berat yang

justru bertentangan dengan keunggulan komparatif Indonesia, yaitu industri

berbasiskan tenaga kerja murah (Basri, 2001 sebagaimana Damayanthi, 2008).

Page 74: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

26

Beberapa industri yang didorong pada masa itu adalah baja, gas alam, kilang

minyak, dan aluminium melalui kredit lunak dari bank–bank BUMN.

Jatuhnya harga minyak di pasar dunia pada tahun 1982 dan 1986 serta

ambruknya nilai tukar dollar AS pasca–Plaza Accord menyebabkan pemerintah

harus mencari sumber pembiayaan dalam negeri yang lain (Kim, 2004). Pemerintah

kembali ke kebijakan pintu terbuka melalui liberalisasi perdagangan dan investasi

asing. Untuk memenuhi kebutuhan devisa, kebijakan industri yang ditempuh

adalah industrialisasi berorientasi ekspor. Fase ini ditandai dengan diluncurkannya

berbagai paket kebijakan deregulasi dalam rangka liberalisasi pasar, termasuk di

dalamnya deregulasi perizinan investasi dan deregulasi sektor perbankan dan

keuangan yang didukung oleh kebijakan devaluasi berkala nilai tukar rupiah untuk

menjaga daya saing.

Industri manufaktur padat karya Indonesia mengalami masa keemasan di era

ini dengan terjadinya relokasi industri dan investasi di sektor industri padat karya,

seperti pakaian jadi dan sepatu dari Korsel, Taiwan, Hongkong, dan Singapura.

Ekspor manufaktur yang menyumbang hingga 53 persen dari total ekspor (1993)

nasional mencatat pertumbuhan riel hampir 30 persen per tahun pada kurun 1980–

1993. Pertumbuhan GNP di periode tersebut tercatat berkisar pada tingkat 7%, tidak

terlalu jauh dari negara Asia timur lainnya.

Menurut Basri (2001), perubahan orientasi kebijakan ke arah pasar pada

masa itu terjadi karena pilihan yang pragmatis–rasional dan bukan karena alasan

yang bersifat ideologis.

Dalam era ‘70-an, ketika dana minyak tersedia dan peran kelompok nasionalis

menguat, pilihan kebijakan yang non–pasar dan proteksionis … memiliki harga yang

relatif ‘murah’ dibandingkan kebijakan pro–pasar … karena untuk memperoleh

dukungan politik, pemerintah akan mengakomodasi tekanan kelompok kepentingan

yang kuat pada waktu itu, sedangkan pada pertengahan 1980-an, ketika harga

minyak jatuh, … pilihan kebijakan yang non-pasar menjadi relatif lebih ‘mahal’….

Liberalisasi yang terjadi waktu itu bersifat parsial dan gradual. Masih banyak

proteksi industri dalam bentuk nontariff barriers dan beberapa sektor industri tetap

tertutup bagi asing dan diproteksi ketat. Kebijakan industrialisasi pada fase itu

berorientasi untuk melakukan lompatan teknologi. Pemerintah menetapkan

sepuluh industri sebagai industri strategis yang harus diproteksi yaitu industri

pesawat terbang, industri maritim, industri pembuatan kapal, sektor transportasi

Page 75: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

27

darat, industri telekomunikasi, sektor energi, industri rekayasa, industri mesin

pertanian, industri pertahanan, dan industri pendukung yang terkait.

Argumen waktu itu adalah Indonesia tidak bisa selamanya menggantungkan

diri pada industri padat karya untuk menopang pertumbuhan ekonomi tinggi dalam

jangka panjang. Untuk mempertahankan kesinambungan pertumbuhan,

diperlukan investasi pada teknologi canggih dan industri-industri bernilai tambah

tinggi. Sumber penerimaan negara dalam jumlah besar diarahkan pada industri-

industri yang mendapat proteksi dari pemerintah ini. Kebijakan proteksi dan subsidi

terhadap kelompok industri strategis itu tetap dipertahankan pada masa 1985-

1997, demikian pula kebijakan substitusi impor untuk industri–industri berat.

Proteksi ini dinilai tidak berhasil karena industri–industri yang diproteksi

secara ketat itu tidak menyumbang banyak pada pertumbuhan ekspor dan

pertumbuhan industri nasional. Hal itu berbeda dengan di Korea, industri berat di

Korea mampu menjadi sektor generatif yang ikut melahirkan berbagai industri lain

yang terkait dan menjadi motor bagi pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, industri padat karya yang banyak menyerap lapangan kerja,

yang justru tidak atau relatif tidak diproteksi justru menjadi penyumbang terbesar

pertumbuhan industri dan ekspor hingga awal 1990-an, seperti tekstil dan pakaian

jadi, sepatu, dan elektronik. Namun, karena problem struktural, munculnya pesaing

baru, dan kurangnya dukungan pemerintah, industri padat karya yang berorientasi

ekspor itu tidak mampu tumbuh secara optimal. Problem struktural yang

melingkupi industri padat karya nasional itu, antara lain, adalah sempitnya basis

produk dan basis pasar ekspor, tingginya kandungan impor, tidak adanya

pendalaman teknologi, lemahnya UKM sebagai industri pendukung, serta

rendahnya produktivitas (Kim, 2004).

Kim (2004) melihat problem struktural industri Indonesia sangat kompleks,

lintas sektor dan kait-mengait; melibatkan pula kebijakan perdagangan, teknologi,

sumber daya manusia, dan persaingan. Kesan yang ada selama ini, kebijakan pada

tiap–tiap sektor berjalan sendiri-sendiri. Padahal, untuk menyukseskan suatu

proses industrialisasi, perlu kebijakan lintas sektoral yang saling mendukung,

konsisten, dan koheren.

Kelemahan struktural industri Indonesia adalah hasil dari kegagalan

kebijakan pada masa lalu yang dapat dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu

sebagai berikut.

Page 76: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

28

1) Tidak adanya kebijakan industrialisasi yang konsisten dan terintegrasi dengan

kebijakan sektor lain (perdagangan, SDM, dan teknologi). Contohnya

pembangungan berbasis teknologi yang ambisius tidak didukung oleh kebijakan

teknologi pada tingkat industri yang harus dimotori oleh sektor swasta. Di Korea

setiap kebijakan industri selalu disertai dengan kebijakan SDM dan

pengembangan teknologi jangka panjang yang dikoordinasikan dalam framework

pembangunan berjangka 5 tahun.

2) Kegagalan strategi industri yang dimotori perusahaan pemerintah. Kelemahan

perusahaan pemerintah adalah adanya inefisien, korupsi, perilaku rent–seeking

yang selanjutnya menyebabkan proteksi industri dalam jangka panjang dan

merusak perkembangan sektor swasta.

3) Kegagalan dalam mendorong pengembangan sumber daya manusia (SDM),

kegiatan riset dan pengembangan (R&D) swasta. Mengingat kebijakan industri

pemerintah ditujukan pada 10 industri strategis, dukungan dana untuk

perusahaan pemerintah dan swasta di sektor lain lebih terbatas sehingga

menyebabkan menurunnya pembiayaan bagi pusat riset dan laboratorium

pengujian pendukung sektor swasta. Selain itu, tidak ada insentif fiskal untuk

mendorong kegiatan inovatif pada perusahaan swasta.

4) Kegagalan dalam mendorong pembangunan usaha kecil dan menengah (UKM).

Ekonomi pasar hanya dapat berkembang jika disertai dengan pertumbuhan

UMKM yang sehat. UMKM tidak hanya merupakan sumber penyedia lapangan

pekerjaan, tetapi juga sumber penting untuk inovasi dan kompetisi. UMKM di

Korea terhubung dengan industri manufaktur dalam sistem subkontrak yang

menandakan hubungan antar industri yang erat. Sementara itu, di Indonesia

sistem subkontrak antara UMKM dan industri besar belum berkembang. UMKM

umumnya hanya menyediakan permintaan konsumen akhir dan bukan

menyediakan input untuk perusahaan besar. Sebagai hasilnya, hubungan

antarindustri sangat lemah sehingga menghambat pertumbuhan industri supply

yang cost effective.

Sumber:

Kim, Chuk Kyo (2004). Industrial Development Strategy for Indonesia: Lessons

from Korean Experience. Policy Recommendation Paper for Korea

Development Institute (KDI) and Korea International Cooperation Agency

(KOICA).

Page 77: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

29

Reinert, Kenneth A. and Ramkishen S. Rajan, eds., 2010. The in Princeton

Encyclopedia of the World Economy. Princeton and Oxford: Princeton

University Press.

Damayanthi, Vivin Retno, 2008. Proses Industrialisasi Di Indonesia Dalam

Prespektif Ekonomi Politik. Journal of Indonesian Applied Economics Vol. 2

No.1 pp. 68–89.

Page 78: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

30

Box 3. Studi Kasus Strategi Kebijakan Sektoral

1. Industri TPT

Pakaian merupakan salah satu industri ekspor tertua dan terbesar serta yang

paling lazim. Industri tersebut merupakan batu loncatan untuk pembangunan

nasional dan sering kali berperan sebagai industri pemula bagi negara yang terlibat

dalam industrialiasi yang berorientasi ekspor karena biaya tetap yang rendah dan

penekanan pada manufaktur padat karya. Secara historis, ekspansi global industri

pakaian didorong oleh kebijakan perdagangan. Industri pakaian merupakan salah

satu industri yang paling dilindungi dari semua industri, mulai dari subsidi

pertanian pada bahan input (kapas, wol, dan rayon) serta sejarah panjang kuota

berdasarkan general agreement on tariff and trade dalam MFA dan perjanjian

penerusnya di bawah WTO, The Agreement on Textiles and Clothing (ATC).

Struktur dari rantai nilai pakaian (apparel value chain) dapat digambarkan

seperti smile curve yaitu aktivitas yang bernilai tambah tertinggi berada di tahap

praproduksi (R&D dan desain) dan pascaproduksi (pemasaran merk, logistik, dan

jasa) dari proses produksi. Produksi aktual dari pakaian, yaitu penciptaan pekerjaan

banyak terjadi, telah menjadi sangat kompetitif, terkonsentrasi, dan selalu terpapar

tekanan beban biaya. Tahap-tahap utama dari peningkatan ekonomi (economic

upgrading) dalam rantai nilai pakaian adalah sebagai berikut.

1. Assembly/Cut, Make and Trim (CMT)

Produsen pakaian memotong dan menjahit kain tenunan atau rajutan atau

merajut pakaian langsung dari benang.

2. Original Equipment Manufacturing (OEM)/Full Package/Free on Board (FOB)

Produsen pakaian bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan produksi

termasuk CMT dan finishing. Perusahaan harus memiliki kemampuan logistik

hulu, termasuk pengadaan (sourcing dan pembiayaan) bahan baku yang

diperlukan, barang, dan trim yang diperlukan untuk produksi.

3. Original Design Manufacturing (ODM)/Full Package With Design

Model bisnis yang berfokus pada penambahan kemampuan desain untuk

produksi pakaian.

4. Original Brand Manufacturing (OBM)

Model bisnis yang berfokus pada merk dan penjualan produk merk sendiri.

Negara berkembang masuk ke segmen yang paling rendah dari rantai nilai

karena berbagai keuntungan, termasuk perjanjian perdagangan yang

menguntungkan, buruh kerja upah murah, dan faktor kedekatan dengan pasar.

Page 79: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

31

Untuk masuk ke tingkatan segmen rantai nilai yang lebih tinggi, berbagai faktor

lainnya perlu dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut di antaranya keberadaan

industri tekstil domestik atau regional; produsen tekstil dan pakaian yang besar di

suatu negara; komitmen yang kuat terhadap pertumbuhan industri dari pemerintah

dan sektor swasta dibutuhkan dalam hal peningkatan desain dan merk agar dapat

mengembangkan bakat yang dibutuhkan dan mendirikan merk nasional.

Meskipun industri pakaian global telah berkembang secara cepat sejak awal

tahun 1970-an dan telah disediakan lapangan kerja bagi puluhan juta pekerja di

beberapa negara kurang berkembang di dunia, industri tersebut telah mengalami

dua krisis besar dalam lima tahun terakhir. Krisis pertama adalah peraturan The

Multi Fibre Arrangement (MFA) yang menetapkan bahwa kuota dan tarif preferensial

pada pakaian dan barang tekstil yang diimpor oleh Amerika Serikat, Kanada, dan

banyak negara Eropa sejak awal tahun 1970-an dihapus oleh World Trade

Organization (WTO) dan digantikan dengan perjanjian WTO tentang tekstil dan

pakaian, yakni ATC (berlaku tahun 1995–2005). MFA/ATC membatasi ekspor ke

pasar konsumen utama dengan memberlakukan batasan per negara (kuota) akan

volume produk impor tertentu. Sistem itu dirancang untuk melindungi industri

domestik Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan membatasi impor dari pemasok

kompetitif seperti Tiongkok. Kekhawatiran negara berkembang kecil dan miskin

yang bergantung pada ekspor pakaian bahwa mereka akan terdorong keluar dari

sistem perdagangan global oleh persaingan kompetitor yang lebih besar seperti

Tiongkok, India, dan Bangladesh. Krisis yang kedua adalah ekonomi. Resesi global

yang terjadi baru-baru ini, yang dipicu oleh krisis perbankan di Amerika Serikat

pada tahun 2008, dan yang menyebar cepat ke sebagian besar negara industri dan

berkembang membawa dunia ke ambang krisis ekonomi yang paling parah sejak

The Great Depression tahun 1930-an. Penutupan pabrik dan PHK pekerja di negara-

negara industri berujung pada menurunnya permintaan konsumen yang

mengakibatkan berkurangnya order dan menyusutnya pasar untuk ekonomi

berorientasi ekspor di negara berkembang. Resesi tersebut berdampak cukup besar

pada industri pakaian dan menyebabkan penutupan pabrik, peningkatan tajam

pada angka pengangguran, serta tumbuhnya kekhawatiran akan munculnya

kerusuhan sosial akibat terlantarnya pekerja mencari pekerjaan baru.

Penghapusan kuota pada 1 Januari 2005 menandai akhir dari terbatasnya

akses ke pasar Eropa dan Amerika Utara. Pengecer dan pembeli lain bebas

mengakses ke sumber tekstil dan pakaian dengan jumlah tak terbatas dari negara

Page 80: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

32

mana saja, hanya tunduk pada sistem tarif dan transitional safeguards yang akan

berakhir pada akhir tahun 2008. Peluang itu dimanfaatkan dengan baik oleh

produsen pakaian biaya terendah terbesar, yakni Tiongkok, India, Bangladesh, dan

Vietnam. Hal tersebut terlihat dari meningkatnya pangsa impor pakaian dari negara-

negara tersebut di negara konsumen pakaian terbesar, yakni Amerika Serikat, Uni

Eropa, dan Jepang. Sementara itu, pangsa ekspor pakaian Indonesia hanya terlihat

meningkat di pasar Amerika Serikat. Namun, saat ini Tiongkok menghadapi

tantangan baru, yakni upah buruhnya yang semakin meningkat hingga 20% per

tahun sehingga dapat berdampak pada daya saing produk yang dihasilkannya. Hal

itu dilakukan melalui dua tren secara simultan, yaitu pergeseran produksi CMT ke

negara Asia yang biaya produksinya lebih rendah, dan meningkatkan tekanan

kompetitif pada industri Tiongkok agar peningkatan mutu terjadi secara cepat untuk

menjaga daya saing. Kondisi pergeseran produksi dari Tiongkok ini merupakan

peluang dan dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mencoba meningkatkan

pangsa pasarnya. Berbagai langkah dan strategi dapat ditempuh, yakni dengan cara

sebagai berikut.

1. Tingkatkan investasi pada pendidikan dan pelatihan (training)

Kesempatan untuk menjalani pendidikan dan training dapat membantu

mengatasi skill deficit yang dapat menghambat economic upgrading. Pendidikan

sebaiknya mencakup keahlian teknis maupun soft skills dalam area, seperti

manajemen, pengembangan produk, desain, dan riset pasar.

2. Menciptakan fungsi pemasaran (marketing) dan jejaring

Perusahaan dan pemerintah sebaiknya bekerja sama menciptakan organisasi

untuk memasarkan negara/kawasan dan menyelaraskan perusahaan dengan

organisasi internasional yang berhubungan dengan pengembangan standar,

industry advocacy, riset dan pengembangan, serta praktik terbaik.

3. Mempromosikan investasi langsung (FDI) atau joint ventures untuk

mengembangkan kemampuan vertikal (vertical capabilities)

Strategi ini sangat bagus, terutama bagi kawasan yang masih didominasi model

produksi perakitan atau CMT (cut, make, dan trim). Hal itu akan membantu

menciptakan backward linkages dan mengembangkan keahlian bukan di dalam

negara. Otoritas ekonomi harus menyediakan layanan satu pintu bagi investor

atau pemasok yang merencanakan untuk mendirikan perusahaan baru.

4. Investasi pada teknologi dan sistem produksi fleksibel

Page 81: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

33

Investasi diperlukan untuk meningkatkan kapasitas mesin produksi, logistik,

dan teknologi informasi yang memungkinkan pemasok menjadi lebih

terintegrasi pada jaringan pembeli.

5. Mengembangkan full package capabilities

Perusahaan harus bisa atau mempunyai aliansi dengan perusahaan yang dapat

menyediakan produk akhir dan jasa tambahan berkaitan dengan

pengembangan produk, desain, logistik, dan pengendalian kualitas.

6. Mengembangkan standar agar dapat memenuhi sertifikasi standar regional dan

internasional

7. Melakukan praktik produksi yang berkelanjutan

Perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan yang memilih untuk

bersaing pada kredensial lingkungan mereka di samping biaya, kualitas, dan

faktor tradisional lainnya.

8. Mendiversifikasi pembeli, produk, dan pasar akhir

Perusahaan harus melakukan diversifikasi menjadi berbagai lini produk, pasar

pengguna akhir, dan pasar geografis yang berbeda.

2. Industri Otomotif

Industri otomotif di Indonesia saat ini pada umumnya masih terkonsentrasi

pada kegiatan perakitan (assembly). Padahal, nilai tambah tertinggi tidak berasal

dari aktivitas itu. Sesuai dengan keniscayaan pada Global Value Chain (GVC), yaitu

bahwa suatu negara akan mengupayakan efisien dalam suatu aktivitas dalam rantai

produksi yang bernilai tambah tinggi. Sesuai dengan smile curve, aktivitas yang

bernilai tambah tinggi pada GVC adalah desain, research and development, serta

aktivitas penjualan yang berorientasi ekspor. Namun, Indonesia masih terkendala

pada aspek human capital dalam melakukan aktivitas tersebut. Saat dunia sudah

memiliki negara desainer otomotif yang efisien seperti Jepang dan Korea, Indonesia

sangat berat untuk mengembangkan merek dan desain otomotif sendiri. Terkait

dengan itu, langkah selanjutnya yang mungkin dilakukan Indonesia adalah

meningkatkan keunggulan komparatif pada parts dan components otomotif sehingga

secara keseluruhan produk otomotif, nilai tambah yang dihasilkan di Indonesia

akan menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan semula. Berdasarkan pendapat

Kohpaiboon dan Yamashita (2011), penentuan lokasi produksi dari komponen

otomotif terutama hanya didasarkan atas daya saing dari sisi biaya.

Terkait dengan hal tersebut, Indonesia dapat mencontoh Thailand untuk

mengembangkan industri ini. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian

Page 82: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

34

sebelumnya, beberapa hal krusial yang dilakukan oleh Thailand adalah (1) tidak

takut dalam memiliki tingkat integrasi yang tinggi dalam hal investasi dan

perdagangan; (2) mengembangkan infrastruktur secara terpusat, yang sangat

memberikan kenyamanan bagi investor, baik dari sisi regulasi, logistik, maupun

industri pendukung; (3) memastikan proses knowledge transfer dan learning by

doing berjalan secara maksimal; dan (4) memanfaatkan peran teknokrat dalam

pembangunan kawasan industri yang independen dari proses politik.

Sebagai tambahan yang perlu dikoreksi dari Thailand adalah aspek human

capital. Secara jangka pendek, diperlukan pembebasan tenaga kerja untuk skill

tertentu yang dibutuhkan sesuai dengan preferensi investor. Namun, investasi

untuk human capital dalam negeri harus segera dimulai. Beberapa hal yang dapat

mendukung, antara lain, adalah (1) diskusi intensif antara kementerian tenaga

kerja, investor, serta kementerian yang menaungi pendidikan menengah atas dan

tinggi untuk mengetahui jenis skill yang dibutuhkan dan upaya memfasilitasinya

dalam kurikulum; (2) memberikan kebebasan bagi universitas luar negeri membuka

cabangnya di Indonesia, khususnya untuk jurusan penting yang masih belum

mampu dipenuhi oleh universitas dalam negeri; dan (3) melonggarkan peraturan

pembatasan tenaga kerja asing untuk mekanisme pertukaran tenaga kerja

temporer. Hal itu untuk mendukung lancarnya proses learning tenaga kerja

Indonesia, khususnya untuk skill yang hanya dapat diperoleh di head office.

3. Industri Information and Communication Technology

Industri ICT di Indonesia memiliki potensi yang besar, Business monitoring

International (2015) memperkirakan industri ICT di Indonesia akan tumbuh rata-

rata 12,5% per tahunnya dengan kapitalisasi pasar mencapai 275 trilliun rupiah

pada 2019. Untuk penjualan perangkat lunak diperkirakan akan mencapai lebih

dari 50 trilliun rupiah, sedangkan pada 2019 penjualan perangkat keras berupa

komputer pribadi dan jasa layanan IT masing-masing akan mencapai 100 trilliun

rupiah dan 80 trilliun rupiah. Jika dibandingkan dengan negara–negara tetangga,

seperti Malaysia dan Singapura, porsi belanja IT per PDB Indonesia masih sangat

rendah, yaitu hanya sekitar 1,6%, sedangkan Malaysia dan Singapura masing-

masing sebesar 6,42% dan 6,37%.

Saat ini, Indonesia memiliki koneksi internet yang paling rendah jika

dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia–Pasifik. Permasalahan lain

yang dihadapi adalah kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan sehingga

Page 83: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

35

biaya pembangunan infrastruktur menjadi sangat mahal. Oleh karena itu,

pemerintah berusaha untuk menggenjot pertumbuhan industri ICT dengan

meningkatkan infrastruktur layanan internet dengan program Indonesia Broadband

Plan 2014–2019. Pemerintah menargetkan seluruh penduduk di kota besar memiliki

akses ke internet, sedangkan untuk wilayah perdesaan ditargetkan 52%

penduduknya terjamah dengan layanan internet.

Bagi para pelaku usaha di industri ICT, permasalahan yang kerap mereka

temui adalah permasalahan sumber daya manusia, perpajakan, dan persaingan

usaha. Menurut para pelaku usaha, sumber daya manusia Indonesia tidak memiliki

kesiapan kerja, khususnya para tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan

sarjana. Meskipun demikian, para tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan

SMK dirasa lebih cepat beradaptasi dengan dunia kerja sehingga pelaku usaha

membutuhkan waktu yang relatif singkat dan biaya investasi yang lebih sedikit

dalam mempersiapkan tenaga kerja tersebut untuk terjun langsung ke dalam dunia

kerja. Selain itu, permasalah double tax juga masih menjadi hambatan bagi pelaku

usaha industri ICT untuk berkembang. Pengeluaran mereka menjadi bertambah

seiring dengan pajak yang dikenakan dua kali. Iklim usaha industri ICT di Indonesia

saat ini juga dirasa sangat kompetitif mengingat banyak perusahaan asing yang ikut

bersaing dalam memperebutkan tender. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang

mendukung pertumbuhan industri ICT. Pertama, kegiatan magang bagi mahasiswa

perlu lebih digalakkan sehingga pengalaman kerja mereka dapat meningkat dan

mempermudah mereka dalam beradaptasi dengan dunia kerja. Selain itu, kebijakan

perpajakan perlu dikaji kembali guna menghindari double tax. Untuk menciptakan

iklim persaingan usaha yang lebih baik, diperlukan kebijakan yang

memprioritaskan perusahaan lokal dalam mengikuti tender yang dilakukan oleh

perusahaan BUMN.

Page 84: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

36

Box 4. Pelajaran Kebijakan Singapura, Korea Selatan, Thailand,

Malaysia, dan Vietnam

1. Singapura

Sejak mencapai pemerintahan sendiri pada 1959, Singapura menghadapi

berbagai ketidakpastian ekonomi dan gejolak perekonomian. Singapura memandang

penyediaan tenaga kerja dan perumahan yang layak merupakan dua masalah pokok

yang perlu segera dibenahi. Terkait penyediaan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi

yang tinggi dan sustainable merupakan satu-satunya jawaban. Dengan

pertumbuhan ekonomi yang tinggi, beberapa tujuan kebijakan yang lain akan dapat

dipenuhi dengan lebih mudah. Pada tahun 1960 GDP/capita hanya SGD1,310

sementara saat ini 2014 SGD71,318, meningkat lebih dari lima puluh kali lipat.

Penghasilan pekerja dengan 44 jam kerja/seminggu pada 1960 sebesar SGD120,

sedangkan pada tahun 2014 meningkat menjadi SGD3,770.

Sejak awal berdirinya, Singapura memiliki visi untuk menjadi bagian dari first

world economics dalam waktu 3–40 tahun. Kunci untuk mencapai itu disesuaikan

dengan keberadaan Singapura sebagai kota perdagangan tanpa sumber daya alam,

tetapi memanfaatkan economic dynamism, menawarkan high quality of life, serta

memiliki a strong national identity dan suatu konfigurasi kota global (global city).

Beberapa strategi utama yang dilakukan adalah (1) meningkatkan sumber

daya manusia; (2) mempromosikan kerja sama tim nasional (promoting national

teamwork); (3) berorientasi internasional; (4) menciptakan iklim kondusif untuk

inovasi; (5) mengembangkan klaster manufaktur dan jasa; (6) spearheading

economic redevelopment; (7) mempertahankan keunggulan daya saing internasional;

dan (8) mengurangi vulnerabilitas.

Pertumbuhan ekonomi Singapura tidak terlepas dari peran aktif EDB

(economic development board) yang bertugas mempersiapkan perkembangan

ekonomi untuk medium dan long term, yaitu menerapkan prinsip realignment,

redirecting, dan reorientation dilakukan secara fleksibel sesuai dengan

perkembangan zaman.

Tiga tahapan utama perkembangan ekonomi Singapura (CSS, 2015):

(1) 1950s–1970s: membangun ekonomi nasional;

(2) 1980s–1990s: refining strategies: deepening and diversifying engines of growth

(3) 1998–2000s: globalization and the challenges of sustainable, inclusive growth

Page 85: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

37

Mendiang Perdana Menteri Lee pada 2012 (Neng, 2015) mengungkapkan

“Without growth, we have no chance of improving our collective being… Slow growth

will mean that new investments will be fewer, good jobs will be scarcer, and

unemployment will be higher. Enterprising and talented Singaporeans will be lured

away by the opportunities and the incomes they can earn in other leading cities. Low–

income workers will be hardest hit, just as they were each time our economy slowed

down in the last decade. Over time, our confidence will be dented. Thoughtful

Americans have told me that a major challenge for the US after years of slow growth

has been a profound loss of optimism. The same is true for Japan, and will be true of

Singapore too if ever our economy stagnates.” Hal utama yang perlu dibenahi bagi

Lee adalah menciptakan economic viability yang ditopang oleh struktur administratif

yang bersih dan efisien untuk melaksanakan kebijakan ekonomi (Menon, 2007).

Strategi Industri Singapura dapat dijelaskan dalam prinsip sebagai berikut

(CSS, 2015).

(1) Melihat dengan keterbatasan yang ada, yaitu negara kecil tanpa sumber daya

alam, tetapi memiliki lokasi geografi yang strategis. Oleh karena itu, filosofi

pengembangan ekonominya harus berdasarkan free market system dan outward

orientation didukung oleh pemerintahan yang menyediakan kerangka legislatif,

lingkungan yang stabil dan kondusif untuk bisnis, corporate governance yang

baik, kebijakan yang memfasilitasi bisnis, investasi dalam infrastruktur dan

tenaga kerja, serta kebijakan bagi pengembangan pemerataan kesempatan hidup

layak.

(2) Strategi industri meliputi bebarapa fase (Cahyadi dll., 2004; Yue, 2005, Neng,

2015)

a. 1965–1978: proses industrialisasi melalui strategi berorientasi ekspor dengan

menarik investor asing dan mengembangkan industri manufaktur dan sektor

keuangan. Perbaikan iklim tenaga kerja dan investasi serta menasionalisasi

perusahaan karena sektor swasta tidak mampu menyediakan kapital yang

cukup dan keahlian yang cukup, seperti Singapore Airlines, Nepture Orient

Lines, Development Bank of Singapore, dan Sembawang Shipyard.

b. 1979–1985: memperbarui penekanan pada penngembangan tenaga kerja

melalui pendidkan dan pelatihan. Mendorong otomatisasi industri,

mekanisasi, dan komputerisasi. Memberi insentif untuk beralih ke teknologi

dengan nilai tambah yang lebih besar dan kebijakan yang mendorong

penanaman modal dalam industri padat modal dan keahlian.

Page 86: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

38

c. 1986–2000: memperdalam basis teknologi industri, mengembangkan klaster

industri, serta mempromosikan industri manufaktur dan jasa sebaai twin

pillars dari perekonomian Singapura. Regionalisasi atau mendorong

perusahaan-perusahaan di Singapura untuk melebarkan sayapnya ke

wilayah di sekitar Singapura, di antaranya memanfaatkan gold triangle: Riau–

Johor–Singapura.

d. 2000–sekarang: mengalihkan perhatian pada inovasi, pengetahuan, serta

riset dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan menjadi bagian

penting dari pengembangan perekonomian Singapura pada masa yang akan

datang (Goh, 2005). Untuk itu, pelindungan hak properti intelektual

diterapkan dan didukung penerapannya dengan law enforcement yang kuat.

Oleh karena itu, fokus pada teknologi informasi harus dilakukan termasuk

web–based commercial strategies dan e–government initiatives. Agar

kemampuan entrepreneurship berkembang, kemampuan ini terus didorong

dan termasuk dalam bagian penting dalam penelitian dan pengembangan.

Terakhir, potensi manusia semakin dikembangkan, termasuk di dalamnya

change management agar performa perusahaan semakin baik.

(3) Pada tahun 2010 ada tiga prioritas utama yang ingin dicapai, yaitu sebagai

berikut.

a. Mendorong keahlian dalam setiap pekerjaan agar tingkat upah yang lebih

tinggi dapat dipertahankan. Perusahaan didorong agar berinovasi,

memperbaiki efisiensi dan membuat pekerjaan lebih baik, serta

meningkatkan keahlian pekerja pada semua tingkat. Sedapat mungkin

dihindari ketergantungan kepada tenaga kerja asing.

b. Memperdalam kemampuan perusahaan untuk menangkap peluang di Asia.

Perusahaan perlu menumbuhkan ekosistem bisnis yang beragam, tetapi kuat

menahan goncangan, mengomersialisasi R&D sebagai sumber

competitiveness, dan mengembangkan fasilitas berdasarkan pasar untuk

melebarkan pembiayaan internasional bank.

c. Membuat Singapura sebagai suatu distinctive global city and endearing home.

Hal itu dicapai melalui pendalaman keahlian dalam berbagai bidang, menarik

sumber daya manusia berpotensi tinggi dari luar negeri, dan membuat

Singapura sebagai a distinctive global city.

(4) Strategi utama dalam satu dekade ke depan untuk mencapai tiga prioritas utama

tersebut adalah sebagai berikut.

a. Tumbuh melalui keahlian dan inovasi

Page 87: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

39

b. Menjadi Global–Asia Hub untuk industri manufaktur dan jasa

c. Ekosistem perusahaan yang beragam

d. Inovasi yang tajam

e. Smart energy economy

f. Meningkatkan produktivitas tanah

g. Global city, endearing home

Pada prinsipnya Singapura telah menerapkan apa yang diperlukan bagi

suatu transformasi produktif yang berhasil (Nubler, 2014), yang ditopang oleh

kebijakan industri yang baik (Lin and Treichel, 2014) dan dengan memanfaatkan

keberadaan GVC yang semakin besar dalam ekonomi global saat ini (Milberg, Jiang

dan Gereffi, 2014).

2. Korea Selatan

Hanya dalam jangka waktu kurang lebih 60 tahun, Korea Selatan (Korsel)

berhasil melakukan transisi dari perekonomian tidak berkembang, bahkan

merupakan salah satu negara termiskin pada 1960an, menjadi negara maju.

Keberhasilan tersebut dikenal dengan sebutan “The Korean Miracle” dan merupakan

perkembangan ekonomi yang paling berhasil selama abad ke-20. Gross National

Income (GNI) per kapita meningkat dari 85 dolar AS pada tahun 1961 menjadi lebih

dari 20.000 dolar AS pada tahun 2006. Korsel menjadi negara dengan perekonomian

terbesar ke-13 pada tahun 2014. Perkembangan ekonomi Korsel patut diperhatikan

karena merupakan pembangunan dengan ekuitas, pengentasan kemiskinan yang

tergolong cepat, dan tanpa peningkatan kesenjangan (inequality) selama proses

transisi. Elemen-elemen yang menjadikan Korsel pemain utama dalam ekonomi

global adalah bantuan dari komunitas internasional, pengabdian masyarakat Korsel

untuk bekerja, usaha konsisten dari Pemerintah untuk membuka

perekonomiannya, dan upaya perusahaan untuk berinovasi dan meningkatkan daya

saing di pasar internasional.

Page 88: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

40

Gambar 46. Transformasi Perekonomian Korea Selatan

Investasi pendidikan telah memainkan peran penting terhadap pertumbuhan

Korsel yang cepat dan berkelanjutan. Strategi pembangunan berfokus pada

pencapaian pertumbuhan produktivitas berkelanjutan dengan secara konsisten

meningkatkan nilai tambah dari output. Untuk mencapai hal itu, tenaga kerja yang

berpendidikan tinggi sangatlah diperlukan. Sejak berakhirnya perang Korea sampai

dengan tahun 1960-an, Korsel mengadaptasikan kebijakan substitusi impor untuk

pembangunan ekonominya. Tujuan utama perekonomian pada periode itu adalah

meningkatkan lapangan pekerjaan dan memperbaiki neraca pembayaran. Korsel

mulai mempromosikan industri substitusi ekspor dan impor dimulai dengan

subsistensi pertanian (beras) dan padat karya, sektor manufaktur ringan (tekstil dan

sepeda). Perekonomian Korsel kala itu banyak bergantung pada bantuan dana asing,

salah satunya bantuan dari Amerika Serikat yang menyediakan bahan baku untuk

industri three white pada tahun 1950 di Korea berupa gula, benang katun, dan

tepung gandum. Akumulasi modal dan investasi dalam pendidikan dasar selama

periode itu memungkinkan pergeseran bertahap ke atas rantai nilai tambah menuju

komoditas yang lebih canggih. Kunci pergeseran itu adalah penggunaan teknologi

yang diperoleh melalui lisensi asing dan diadaptasi untuk produksi dalam negeri.

Pada awal tahun 1960-an, perekonomian Korea Selatan masih terjebak dalam

lingkaran kemiskinan. Untuk membebaskan diri dari jeratan kemiskinan,

Pemerintah Korsel mencanangkan Five–Year Economic Development Plan pada tahun

1962. Pada tahap awal pembangunan ekonomi, Pemerintah membantu

perkembangan industri impor subsitusi yang memproduksi barang antara dasar,

seperti semen dan pupuk. Setelah itu, Pemerintah mempromosikan industri ekspor

1960s 1970s 1980s 1990s 2000s

Development Stage

Industrial Policy

Science & Technology (S&T) Policy

Factor-Driven Investment-Driven Innovation-Driven

Support Export Development

Expand export-orient light industries

Promote Heavy & Chemical Industries

(HCI)

Expand technology-intensive industries

Shift from Industry Targettingto R&D Support

Promote high-technology innovation

Provide Information Infrastructure and R&D

Support

Transition to Knowledge-Based Economy

Promote New Engines of Growth and Upgrade R&D

Scientific Infrastructure Setting Government

Research Institutes (GRI)

Technical and Vocation Schools

R&D Promotion Act Daedeok Science

Town KAIST:highly

qualified personnel

Scientific Institution Building

MOST/KIST S&T Promotion Act Five-Year

Economic Plan incl.S&T

R&D and Private Research Lab

Promotion National R&D Plan

(NRDP) Private Sector

Initiatives in R&D Promotion of

Industrial R&D

Leading Role in Strategic Area

Informatization E-Government GRI Restructuring U-I-G Linkages Enhancing univ-

research capability Promoting co-op

research Policy coordination

<New Challenges> Universities’

Leading Role Efficient National

Innovation Systems (NIS)

Regional Innovations System (RIS) and Innovation Clusters

Sources of Competition

cheap labormanufacturing capability innovative capability

CATCH - UP INNOVATIONStrategy

Page 89: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

41

padat karya seperti tekstil dan plywood yang memiliki daya saing internasional

akibat dari biaya tenaga kerja murah dan mampu menyerap pengangguran maupun

pengangguran terselubung. Dalam rangka mendukung industri ekspor, langkah-

langkah mempromosikan ekspor secara luas diambil. Pinjaman dengan kebijakan

suku bunga rendah diberikan untuk membantu perusahaan-perusahaan ekspor

yang mengalami kesulitan keuangan. Berbagai bentuk perlakuan pajak diferensial

diberlakukan kepada industri ekspor, seperti pembebasan pajak dan rabat tarif

pajak. Pemerintah juga fokus pada mobilisasi yang efisien dan alokasi sumber daya

investasi. Beberapa bank khusus didirikan untuk membiayai sektor–sektor strategis

terbelakang seperti UMKM dan konstruksi perumahan. Bersamaan dengan hal

tersebut, untuk mendorong masuknya arus modal asing, The Foreign Capital

Inducement Act disahkan pada tahun 1966 dan bank asing diperbolehkan untuk

membuka cabang sejak tahun 1967. Proses industrialisasi ekonomi Korsel yang

cepat dibawah bimbingan Pemerintah selama tahun 1960-an menunjukkan kinerja

yang mengesankan. Selama proses industrialisasi berorientasi pada pertumbuhan,

sejumlah besar modal asing perlu didorong karena dana simpanan domestik tidak

mencukupi untuk membiayai permintaan investasi yang sangat besar. Oleh karena

itu, jumlah uang beredar meningkat dengan cepat untuk membiayai berbagai proyek

pemerintah.

Pertengahan tahun 1970-an implementasi kebijakan industri yang tepat guna

oleh Pemerintah berdampak pada pergeseran ke pengembangan industri berat

(contoh bahan kimia, besi dan baja, otomotif, serta pembangunan kapal). Seiring

dengan industrial targeting, berbagai kebijakan diberlakukan untuk lebih

meningkatkan kemampuan teknologi bersamaan dengan memperbaiki akses ke dan

kualitas dari pelatihan teknis dan kejuruan. Tujuan mendorong HCI adalah untuk

mendorong industri pertahanan, mengejar Jepang dalam industri HCI, merespons

peningkatan proteksionisme dalam industri ringan, serta mencapai impor subsitusi

pada barang kapital. Investasi dalam sektor–sektor baru didukung oleh insentif

pajak dan keuangan serta pemberian bantuan pada grup perusahaan besar

(Chaebol). Suksesnya transformasi industri berat dan kimia ke sektor ekspor baru

mengakibatkan Korsel mampu mempertahankan laju pertumbuhan yang kuat

sepanjang tahun 1970. Namun, dalam melaksanakan rencana pembangunan

ekonomi yang ambisius dengan dana tabungan domestik yang tidak mencukupi,

perekonomian diwarnai dengan kekurangan dana yang cukup besar. Kesenjangan

investasi-tabungan ini dijembatani dengan mendorong masuknya dana asing atau

dengan meningkatkan pasokan uang. Sebagai konsekuensinya, utang luar negeri

Page 90: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

42

terus menumpuk dan inflasi kronis tetap terjadi. Efek samping hal tersebut

menyebabkan pergeseran stance kebijakan pemerintah menuju strategi

pertumbuhan berorientasi stabilitas.

Awal tahun 1980-an, efek samping dari manajemen ekonomi berorientasi

pertumbuhan makin mencolok. Krisis minyak yang kedua dan kekacauan politik

dalam negeri memberikan dampak yang cukup berarti. Akibatnya, perekonomian

Korsel mengalami berbagai kesulitan selama tahun 1980 dan mencatat

pertumbuhan negatif pertama sejak Development Plan pertama kali dicanangkan

dan defisit transaksi neraca berjalan yang besar. Untuk mengatasi kesulitan itu,

Pemerintah melakukan langkah–langkah penyesuaian struktural untuk

meningkatkan efisiensi ekonomi. Pertama, Pemerintah menggeser prioritas

kebijakan ekonomi dari pertumbuhan ke stabilitas dan secara aktif mendorong

penyesuaian investasi berganda dan likuidasi perusahaan-perusahaan bermasalah.

Bersamaan dengan kebijakan itu, pergeseran ke ekonomi yang lebih terbuka dan

deregulasi dilakukan secara bertahap, sebagai bagian dari langkah menuju private–

initiative pada manajemen ekonomi. Sayangnya, upaya tersebut tidak begitu

membuahkan hasil karena situasi ekonomi politik yang rentan. Meskipun demikian,

kebijakan moneter dan fiskal yang ketat serta kestabilan baru harga minyak

internasional, berkontribusi pada pembangunan dasar perekonomian Korsel yang

stabil. Namun, pertumbuhan ekonomi yang terus tinggi menyebabkan

ketidakstabilan harga baru. Selain peningkatan inflasi, upah juga mengalami

peningkatan.

Korsel terus menekuni manufaktur bernilai tambah tinggi pada tahun 1990-

an dengan mempromosikan inovasi teknologi tinggi. Kenaikan upah buruh domestik

dan apresiasi mata uang Won telah mengakibatkan defisit neraca transaksi berjalan

yang cukup besar, yang memicu serangkaian reformasi, termasuk reformasi pasar

keuangan. Bersamaan dengan pendirian infrastruktur informasi yang modern dan

lebih mudah diakses, ekspansi kemampuan pengembangan riset tetap dilakukan di

industri Korsel, yang pada akhirnya menarik minat tenaga kerja terampil yang

dihasilkan dari ekspansi pemerintah akan sistem pendidikan tinggi. Pasca-

terjadinya krisis keuangan pada pertengahan tahun 1990-an, upaya kebijakan

dilakukan untuk mentransformasi perekonomian Korsel menjadi ekonomi berbasis

pengetahuan yang memunculkan berbagai inovasi serta meningkatkan

produktivitas secara keseluruhansehingga dapat mempertahankan pertumbuhan

ekonomi. Banyak faktor yang berperan dalam perubahan ekonomi Korsel yang

Page 91: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

43

cepat. Salah satu faktornya adalah pembangunan infrastruktur informasi dan

memanfaatkan potensi dari ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Thailand

Thailand berhasil menjadi “Detroit of Asia” dengan keunggulannya menjadi

pusat industri otomotif di ASEAN. Hal tersebut dicapai dari skill, teknologi, industri

pendukung, dan klaster melalui learning dan akumulasi kemampuan. Analisis

product space menunjukkan bahwa pada tahun 2013 yang dibandingkan dengan

tahun 2010, jumlah produk berkeunggulan komparatif untuk garmen di Thailand

berkurang.

Pencanangan untuk menjadi negara dengan keunggulan pada industri

otomotif sudah dilakukan sekurangnya sejak 3 dekade lalu. Pertumbuhan ekonomi

Thailand pada tahun 1980 hingga awal tahun 1990-an sangat tinggi. Hal itu

didorong oleh tingkat investasi yang sangat tinggi dengan 20% pertumbuhan jangka

panjang dikontribusikan oleh stok modal fisik (Warr, 2011). Terkait dengan hal itu,

Warr (2011) menjelaskan bahwa Thailand sejak beberapa dekade lalu tidak takut

untuk memiliki tingkat integrasi yang dalam pada sisi investasi dan perdagangan

dengan seluruh dunia.

Sumber: Perhitungan peneliti dengan Cytoscape dan Product Space

Explorer. Data ekspor dari WITS.

Gambar 47. Product Space Thailand tahun 2000 dan 2013

Page 92: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

44

Sumber: Hosono (2013)

Gambar 48. Perkembangan Industri Otomotif di Thailand

Secara khusus pengembangan infrastruktur The Eastern Seaboard berperan

besar dalam perkembangan industri otomotif (Hosono, 2013). Infrastruktur tersebut

berperan sebagai export hub dan pusat industri padat teknologi. Infrastruktur

tersebut menjadi tempat bagi 14 lahan industri, yang menyerap 360.000 tenaga

kerja, serta 1.300 pabrik, dimana yang 516 di antaranya terkait dengan produksi

otomotif. Industri parts dan components tumbuh karena adanya mekanisme learning

dengan memanfaatkan investasi yang sangat tinggi.

Menurut JICA/JIBC (2008) beberapa hal yang menjadi kunci kesuksesan

pembangunan industri otomotif di Thailand adalah(1) peran serta teknokrat yang

berkemampuan tinggi dan independen dari politik; (2) mekanisme check and balance

serta proses politik yang transparan; dan (3) orientasi pembangunan yang terpusat

di sentral sehingga efisien jika ditinjau dari aspek spasial.

Namun, terdapat risiko dari desain pembangunan industri seperti di

Thailand. Walaupun kesuksesan mengalihkan keunggulan komparatif secara

langsung pada machinery sesuai dengan profil keunggulan komparatif pada high–

income country, terdapat risiko pada tenaga kerja, khususnya jika terdapat bonus

demografi. Terkait dengan itu, ERIA (2013) menyatakan bahwa salah satu problem

di Thailand adalah adanya human capital bottleneck pada sektor manufaktur.

Page 93: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

45

4. Malaysia

Malaysia menerapkan strategi export–led development yang berhasil

membawanya bertransisi ke upper middle income country (GDP per kapita saat ini

USD10.800). Visi Malaysia pada tahun 2020 adalah menjadi high income countries

(GDP USD15.000/kapita) yang akan dicapai dengan menggerakkan perekonomian

naik ke high value chain dengan mempromosikan investasi di sektor high value

added dan jasa.

Strategi menjadi HIC dilakukan melalui program pemerintah yang disebut

Economic Transformation Programme dan berciri sebagai berikut.

a. Model pertumbuhan dimotori sektor swasta. Pemerintah memfasilitasi

lingkungan yang kondusif untuk tercapainya pertumbuhan sosial dan ekonomi

yang lebih kuat.

b. Pertumbuhan didorong dengan strategi dan reformasi yang market–friendly,

berpusat pada inovasi dan peningkatan nilai tambah, berfokus pada peningkatan

kualitas, standar dan produktivitas pada sektor keunggulan yang dimiliki

Malaysia.

c. Kebijakan utama berpusat pada liberalisasi pasar, meningkatkan kompetisi,

memberikan insentif untuk investasi, menghapuskan hambatan, dan

membiarkan sektor swasta “memimpin”.

Program yang dicanangkan Malaysia berpusat pada hal berikut.

1. Strategi industri dilakukan dengan menetapkan 12 National Key Economic Areas

(NKEAs) yang akan berkontribusi signifikan terhadap GNI9. Secara umum

strategi industri berpusat menjadikan industri berskala besar dan naik ke rantai

nilai yang lebih tinggi dengan menjadikan Malaysia sebagai hub produksi atau

jasa. Beberapa contoh strategi sektor tersebut adalah sebagaimana tampak pada

tabel di bawah.

9 i) minyak, gas, dan energi, ii) pendidikan, iii) pariwisata, iv) wholesale and retail, v)

electronics and electrical, vi) layanan kesehatan, vii) kelapa sawit, viii) communications content infrastructure, ix) agrikultur, x) business services, xi) greater Kuala Lumpur/Klang Valley dan

xi) jasa keuangan.

Page 94: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

46

Tabel 12. Strategi Industri Malaysia

No. Sektor Strategi

1. Electronics and electrical

Bertujuan untuk 1) merevitalisasi industri, 2) mempercepat pertumbuhan pendapatan dan 3) mempersiapkan industri dalam merespon shock eksternal seperti global demand. Terdiri dari 5

cluster yaitu1) jasa/desain manufaktur, 2) advanced assembly, 3)

industrial/integrated electronics, 4) advanced materials, dan 5) wafer technology. Tujuan dari cluster adalah menggiring industri menuju

aktivitas yang bernilai tambah tinggi seperti desain, rakitan, packaging dan penyediaan total solusi

2. Minyak, gas, dan

energi

Bertujuan untuk mentransfromasi Malaysia menjadi pusat perdagangan dan penyimpanan minyak di regional serta memastikan ketahanan energi untuk pasar domestik. Beberapa project adalah 1)

mendukung investasi di industri Oil & Gas Services and Equipment,

2) mendukung perusahaan lokal untuk mengekspor jasa dan

produknya, 3) mengurangi ketergantungan pada proyek lokal, dan 4)

menarik MnCs untuk mendirikan operasinya di Malaysia dengan

bermitra dengan perusahan lokal.

3. Kelapa sawit dan

karet

Strategi yang dilakukan adalah mendorong industri untuk bergerak di rantai nilai dengan memproduksi produk makanan dan kesehatan yang bersifat high end dan mendorong produktivitas lahan untuk

mencapai supply chain kelapa sawit yang lebih efisien.

4. Pendidikan Bertujuan untuk membangun pendidikan di Malaysia dan memanfaatkan posisi dan akses Malaysia untuk menjadi regional education hub. Tujuan ini dicapai dengan meningkatkan partisipasi

swasta, menarik universitas luar negeri yang berkualitas untuk membuka cabang di Malaysia dan membangun cluster pendidikan

baru.

5. Pertanian Bertujuan untuk mentransformasi pertanian yang berskala kecil

menjadi industri agribisnis yang berskala besar. Strateginya adalah

kapitalisasi, berfokus pada pasar premium, menyelaraskan tujuan

ketahanan pangan dengan peningkatan GNI dan berpartisipasi di rantai regional value chain.

6. Health Care Strategi pengembangan sektor dengan mengundang investasi swasta

dalam industri produk farmasi, peralatan kesehatan, riset klinis, jasa perawatan lansia serta mendorong kolaborasi penyedia jasa

kesehatan pemerintah dan swasta.

7. Financial Services

Tujuan untuk mengembangkan industri keuangan dimana

hambatan utama adalah kurangnya skala dalam beberapa segmen

di industri perbankan, keterbatasan investor, produk dan mata uang

di pasar modal.

2. Peningkatan Human Capital, khususnya di high skill labor dilakukan dengan

meningkatkan kapasitas TK domestik melalui pelatihan, pendidikan kejuruan,

program universitas atau menarik talent dari luar negeri dengan menyediakan

insentif dan mempermudah fasilitas dan ketentuan imigrasi.

3. Pembangunan infrastruktur secara forward looking melalui pembangunan

broadband untuk mendukung sektor komunikasi, elektronik, keuangan, retail,

bisnis dan edukasi serta mendukung peningkatan infrastruktur, seperti jalan,

pelabuhan, dan airport untuk mendukung bisnis dan pergerakan orang dan

barang.

Page 95: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

47

4. Perbaikan iklim usaha untuk mendukung program promote investment dengan

mendirikan lembaga PEMUDAH (unit khusus untuk memfasilitasi dunia usaha)

dan melakukan deregulasi untuk mengurangi biaya dan kerumitan serta

meningkatkan efisiensi kegiatan pemerintah untuk mendorong sektor swasta.

5. Vietnam

Pada tahun 1986 Vietnam menerapkan kebijakan Doi Moi (renovation) yang

bertujuan untuk mereformasi sistem ekonomi Vietnam yang sebelumya berbentuk

centrally–planned economy menjadi socialist–oriented market economy. Reformasi

tersebut dilakukan untuk mengintegrasikan Vietnam ke dalam perekonomian

global. Untuk mencapai visi tersebut, Vietnam memiliki strategi pembangunan per

sepuluh tahun (10-year socio-economic development strategy) yang kemudian

dipecah menjadi strategi pembangunan per lima tahun.

Vietnam memiliki visi untuk mempercepat proses industrialisasi dan

modernisasi serta membangun fondasi untuk menjadikan Vietnam sebagai negara

industri pada tahun 2020, sedangkan pada tahun 2025, Vietnam memiliki visi yang

jelas sehingga struktur sektor industri Vietnam telah terbentuk dengan baik. Sektor

industri akan menjadi sektor yang kompetitif, memiliki teknologi yang maju, dan

berpartisipasi dalam nilai rantai global serta secara fundamental memenuhi

persyaratan ekspor. Tenaga kerja Vietnam akan memiliki kualifikasi yang memenuhi

kebutuhan sistem produksi modern. Rasio ekspor industri terhadap total ekspor

mencapai 85%–88% dan nilai produk industri hi-tech mencapai 45% dari PDB.

Visi Vietnam pada 2035 adalah sektor industri Vietnam akan terbangun

dengan didominasi oleh industri spesialis yang berteknologi tinggi dan produknya

memenuhi standar internasional, berpartisipasi secara mendalam di rantai nilai

global, dan berkompetisi secara adil dalam integrasi internasional. Tenaga kerjanya

profesional, disiplin, berproduktivitas tinggi, serta aktif dalam riset, desain, dan

manufaktur. Rasio ekspor industri terhadap total ekspor mencapai 90% dan nilai

produk industri hi–tech mencapai 50% dari PDB.

Kebijakan Doi Moi yang diambil oleh Vietnam memberikan citra positif bagi

Vietnam dalam hubungan perdagangan internasional. Pada tahun 1994 Amerika

Serikat mencabut embargonya terhadap Vietnam. Selain itu, pada tahun 2001

terbentuk perjanjian perdagangan bilateral antara Vietnam dan Amerika Serikat.

Vietnam terus membuka diri ke pasar perdagangan internasional dengan bergabung

Page 96: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

48

menjadi anggota WTO pada tahun 2007. Vietnam juga telah menjadi anggota

perjanjian perdagangan negara-negara Asia Pasifik (TPP) pada tahun 2013. Penetrasi

Vietnam ke pasar internasional semakin dalam dengan rencana Vietnam untuk

membentuk free trade agreement antara Eropa dan Vietnam.

Perjanjian-perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh Vietnam dengan

negara-negara lain memberikan banyak keuntungan bagi Vietnam, bukan hanya

meningkatkan daya saing produk Vietnam dengan menurunnya tarif, melainkan

juga meningkatkan daya tarik Vietnam bagi investor asing, khususnya investor-

investor dalam rantai nilai global (GVC). Chaponniere and Cling (2009) menyatakan

bahwa foreign direct investment merupakan kunci keberhasilan dalam export–led

growth strategy Vietnam. Selain itu, Cushman and Wakefield (2015) juga

menyatakan bahwa pada tahun 2014 Vietnam menempati urutan pertama sebagai

negara yang paling cocok untuk berinvestasi dalam sektor manufaktur.

Dalam 25 tahun terakhir industri Vietnam terus bertransformasi. Pada tahun

1990-1995 pemerintah Vietnam fokus dalam menggenjot pertumbuhan industri

berat, seperti industri semen dan baja untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam

pembangunan usai perang. Selain itu, Vietnam juga fokus dalam membangun

industri manufaktur untuk memenuhi kebutuhan domestik, khususnya industri

makanan dan minuman. Vietnam juga mengedepankan industri-industri yang

berbasis pada sumber daya alam, seperti industri pertambangan dan industri migas.

Pada periode tahun 1996 hingga tahun 2000 Vietnam mulai bertransformasi ke

industri manufaktur yang berorientasi ekspor, seperti industri tekstil, apparel, alas

kaki, dan kertas. Setelah tahun 2001 Vietnam mulai fokus dalam menggenjot sektor

industri hi-tech.

Untuk menggenjot masuknya foreign direct investment, pemerintah Vietnam

menerapkan beberapa insentif bagi investor, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pajak penghasilan perusahaan yang rendah selama periode waktu tertentu.

2. Pengurangan atau penghapusan pajak penghasilan perusahaan.

3. Pengurangan atau penghapusan pajak impor untuk barang-barang impor

yang berupa aset tetap, bahan mentah, suplai, dan suku cadang.

4. Pengurangan atau penghapusan biaya sewa lahan.

Page 97: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

49

Sumber: WITS World Bank, diolah

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 49. Jumlah Produk dan Pasar

Gambar 50. Pangsa Ekspor ke Negara Maju (2013)

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 51. Jangkauan Ekspor Tiongkok 2010–2013

Page 98: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

50

Indonesia Malaysia

Thailand Vietnam

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 52. Dekomposisi Pertumbuhan Ekspor tahun 2003–2013

0 0 0.96 0 -0.53-9.15

108.73

0.96

99.05

-10

10

30

50

70

90

110

-10

10

30

50

70

90

110

Cre

atio

n o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

mar

kets

Intr

od

uct

ion

of

old

pro

du

cts

in n

ew

mar

kets

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in o

ld m

arke

ts

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in n

ew

mar

kets

Ext

inct

ion

of

exp

ort

s o

fo

ld p

rod

uct

s in

old

mar

kets

Fall

of

old

pro

du

cts

in o

ldm

arke

ts

Incr

eas

e o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

mar

kets

0 0 0.17 0 -0.3-20.01

120.14

0.17

99.83

-30

-10

10

30

50

70

90

110

130

-30

-10

10

30

50

70

90

110

130

Cre

atio

n o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

ma

rke

ts

Intr

od

uct

ion

of

old

pro

du

cts

in n

ew

ma

rke

ts

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in o

ld m

ark

ets

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in n

ew

ma

rke

ts

Ext

inct

ion

of

exp

ort

s o

fo

ld p

rod

uct

s in

old

ma

rke

ts

Fall

of

old

pro

du

cts

in o

ldm

ark

ets

Incr

eas

e o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

ma

rke

ts

Intensive Margin

0.01 0 1.01 0 -0.64-9.48

109.1

1.02

98.98

-10

10

30

50

70

90

110

-10

10

30

50

70

90

110

Cre

atio

n o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

mar

kets

Intr

od

uct

ion

of

old

pro

du

cts

in n

ew

mar

kets

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in o

ld m

arke

ts

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in n

ew

mar

kets

Ext

inct

ion

of

exp

ort

s o

fo

ld p

rod

uct

s in

old

mar

kets

Fall

of

old

pro

du

cts

in o

ldm

arke

ts

Incr

eas

e o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

mar

kets

Intensive Margin

Extensive Margin

0 0 2.73 0 -0.09 -0.47

97.83

2.73

97.27

-10

10

30

50

70

90

-10

10

30

50

70

90

Cre

atio

n o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

ma

rke

ts

Intr

od

uct

ion

of

old

pro

du

cts

in n

ew

ma

rke

ts

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in o

ld m

ark

ets

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in n

ew

ma

rke

ts

Ext

inct

ion

of

exp

ort

s o

fo

ld p

rod

uct

s in

old

ma

rke

ts

Fall

of

old

pro

du

cts

in o

ldm

ark

ets

Incr

eas

e o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

ma

rke

ts

Intensive Margin

Extensive Margin

0.02 0 5.21 0 -12.87 -69.04

176.67

5.23

94.76

-70

-20

30

80

130

180

-70

-20

30

80

130

180

Cre

atio

n o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

mar

kets

Intr

od

uct

ion

of

old

pro

du

cts

in n

ew

mar

kets

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in o

ld m

arke

ts

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in n

ew

mar

kets

Ext

inct

ion

of

exp

ort

s o

fo

ld p

rod

uct

s in

old

mar

kets

Fall

of

old

pro

du

cts

in o

ldm

arke

ts

Incr

eas

e o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

mar

kets

Intensive Margin

Extensive Margin

0 0 0.01 0 -0.08 -4.97

105.04

0.01

99.99

-10

10

30

50

70

90

110

-10

10

30

50

70

90

110

Cre

atio

n o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

ma

rke

ts

Intr

od

uct

ion

of

old

pro

du

cts

in n

ew

ma

rke

ts

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in o

ld m

ark

ets

Incr

eas

e o

f n

ew

pro

du

cts

in n

ew

ma

rke

ts

Ext

inct

ion

of

exp

ort

s o

fo

ld p

rod

uct

s in

old

ma

rke

ts

Fall

of

old

pro

du

cts

in o

ldm

ark

ets

Incr

eas

e o

f o

ld p

rod

uct

sin

old

ma

rke

ts

Intensive Margin

Extensive Margin

Page 99: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

51

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 53. Export Relative to Endowment – Malaysia 2013

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 54. Export Relative to Endowment – Philippines 2013

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 55. Export Relative to Endowment – Vietnam 2013

Page 100: ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI INDUSTRI … Daya Saing... · working paper analisis daya saing dan strategi industri nasional di era masyarakat ekonomi asean dan perdagangan bebas

52

Sumber: WITS World Bank, diolah

Gambar 56. Export Relative to Endowment – Tiongkok 2013