analisa usaha tanaman kentang

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah Negara agraris yang sebagaian besar penduduknya terdiri dari dari petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting. Sektor pertanian sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk terutama bagi mereka yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu hal penting yang harus diperhatikan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang harus seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui peningkatan pengelolaan usahatani secara intensif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat meningkatkan produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat. Secara garis besar, besarnya pendapatan usahatani diperhitungkan dari pengurangan besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usahatani tersebut. Penerimaan suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya usahatani, jenis dan harga komoditi usahatani yang diusahakan, sedang besarnya biaya suatu usahatani akan dipengaruhi oleh topografi, struktur 1

Upload: warnet-raha

Post on 17-Feb-2017

35 views

Category:

Devices & Hardware


2 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah Negara agraris yang sebagaian besar penduduknya terdiri dari

dari petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting. Sektor

pertanian sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk terutama bagi

mereka yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Selain itu sektor

pertanian, salah satu  hal penting yang harus diperhatikan sebagai penyedia

pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang harus seimbang dengan laju

pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui peningkatan pengelolaan usahatani

secara intensif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara pengusahaan suatu

usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat meningkatkan produktifitas serta dapat

meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat.

Secara garis besar, besarnya pendapatan usahatani diperhitungkan dari

pengurangan besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usahatani tersebut.

Penerimaan suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya

usahatani, jenis dan harga komoditi usahatani yang diusahakan, sedang besarnya

biaya suatu usahatani akan dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan

varietas komoditi yang diusahakan, teknis budidaya serta tingkat teknologi yang

digunakan.

Kentang merupakan komoditi yang dapat diperhitungkan oleh para petani.

Usahatani kentang berperan dalam pembangunan nasional Indonesia, walaupun

dalam skala usaha rumah tangga persatuan luas lahan yang kecil. Dalam

kenyataannya  di pasar, petani hanya diposisikan sebagai price taker yang tidak

dapat mengendalikan harga di pasar. Oleh karena itu yang dapat dilakukan oleh

petani kentang adalah bagaimana mengefisienkan usahataninya semaksimal

mungkin. Untuk itulah analisis pendapatan merupakan cara yang tepat untuk

mengetahui hasil usahatani kentang. Karena faktor produksi sebagian sudah

dilakukan oleh rumah tangga petani sendiri, maka digolongkan sebagai biaya yang

tidak riil dikeluarkan. Hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan

1

usahatani kentang adalah menyangkut biaya-biaya yang berbeda-beda antara

usahatani kentang satu dengan usahatani kentang yang lainya sebagai karakteristik

varietas.

Dalm praktikum Ilmu Usahatani ini, penulis berusaha untuk membandingkan

analisis pendapatan antara petani kentang varietas Grenn dan petani kentang

varietas Mareta di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna.

Dari perbandingan tersebut maka diharapkan penulis dapat menentukan kentang

varietas mana yang sebaiknya diusahakan oleh petani kentang di wilayah tersebut.

 

1.2    Maksud Dan Tujuan     

1.2.1 Maksud

Praktikum Ilmu Usahatani ini dilaksanakan dengan maksud untuk melatih

mahasiswa dapat memperhitungkan besarnya biaya dan pendapatan dari

usahatani.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah;

1. Mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usahatani kentang

varietas Green.dan  varietas Mareta

2. Menganalisa efisiensi dan kemanfaatan dari suatu usahatani kentang

varietas Green.dan varietas Mareta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1. Budidaya Tanaman

Kentang merupakan komoditi yang dapat diperhitungkan oleh para petani.

Kentang (Solanum Tuberosum) adalah tanaman sayuran umbi semusim yang

berbentuk perdu, yang berasal dari daerah subtropika. Batangnya bersegi empat,

tetapi tidak begitu kuat, dan mudah roboh ke tanah bila tertiup angin ataupun

tertimpa hujan lebat. Umbinya berbentuk bulat, lonjong, dan berkulit tipis serta

banyak mata pada bagian ujungnya. Ras umbinya enak terutama setelah direbus

dan dijadikan makanan. Umbi kentang mengandung vitamin A, B dan C yang

merupakan  sumber karbohidrat dan banyak mengandung unsur-unsur yang

diperlukan oleh tubuh (Warsito, 1989).

Kentang termasuk ke dalam famili Solanaceae. Varietasnya banyak sekali,

diantaranya adalah :  Solanum Adigenum L, dan Solanum Demissum L. Varietas

ini tahan terhadap penyakit layu. Kentang yang banyak ditanam orang pada garis

besarnya mempunyai 3 golongan yaitu;

1. Kentang kuning

2. Kentang putih

3. Kentang merah

Ketiganya masih digolongkan dalam golongan yang lebih spesifik

(Afriatini, 1985).

Kentang tidak hanya membutuhkan makan yang banyak tetapi juga membutuhkan

air yang banyak pula tetapi bukan berearti tanah menjadi becek. Kebutuhan air

kentang dicukupi dengan cara penyiramannya. Penyiraman ini hanya dilakukan

bila tanah kelihatan kering. Atau untuk tepatnya dilakukan pengukuran

kelembaban tanahnya, bila kelembabannya kurang dari yang diperlukan maka

diperlukan penyiraman (Nurulhuda, 1987).

Kentang mengandung racun solanin dalam umbinya, hal ini disebabkan

karena tidak dilakukannya pembumbunan dalam merawatnya. Pembumbunan

3

adalah mempertinggi permukaan tanah sehingga menutupi umbinya (Marsono,

1989).

Kentang banyak sekali kegunaannya yaitu dimasak berbagai masakan,

tepung, pergedel, keripik, dan dapat digunakan sebagai pengganti nasi. Daging

umbi kentang dapat dipergunakan untuk menghaluskan kulit dan menyembuhkan

kulit mata yang bengkak. Bagi penderita Diabetes Melitus diharuskan makan

kentang sebagai pengganti nasi (Soewito, 1989).

 

2.2. Landasan Teori

Usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang

ditujukan kepada produksi pertanian. Petani sebagai pengelola usahatani termasuk

pembiayaannya adalah seseorang yang membutuhkan dan berperan dalam

perencanaan bisnis yang meliputi penyediaan dan pengalokasian dana,

menciptakan dana melalui pengendalian sumber-sumber serta mengelolanya

dalam kegiatan produksi seefektif mungkin. Dengan demikian petani tidak boleh

salah langkah dalam tindakannya untuk mencapai tujuan produksi tersebut

(Hernanto,1988).

Usahatani dapat dikatakan berhasil minimal harus dapat menghasilkan

cukup pendapatan untuk membayar biaya semua alat yang diperlukan, bunga

modal, upah tenaga kerja petani dan keluarganya yang digunakan untuk usahatani

secara layak dan dapat mempertahankan keadaan usahatani sedikitnya berada

dalam keadaan semula (Hadisaputro, 1973).

Ketika membicarakan laba, kebanyakan orang mengaitkannya dengan

uang sisa dari pendapatan, setelah dikurangi semua biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh pendapatan itu. Laba besarnya mengacu pada surplus atau kelebihan

pendapatan atas biaya (keuntungan netto dari suatu proses produksi). Menurut

kami, laba adalah perbedaan antara pendapatan kotor (Gross Income) dan biaya

operasi (Operating Cost). Biaya operasi adalah jumlah semua biaya tidak tetap

ditambah biaya tetap untuk operasi (bukan biaya tetap total). Dengan kata lain,

laba adalah marjin kotor total kurang biaya tetap untuk operasi (Makeham, et al,

1999).

4

Imbalan usahatani berasal dari empat sumber utama :

1)      Pendapatan usahatani, yaitu pendapatan uang berasal dari kegiatan usahatani

dan peternakan setiap tahun. Ada lima sumber umum dalam kategori pendapatan

usahatani :

1. Penjualan produk tanaman, ternak dan hasil-hasil ternak (susu, kompos)

2. Produk-produk usahatani yang dikonsumsi oleh keluarga tani

3. Sisa hasil usaha (SHU) dari koperasi, kelompok tani dimana petani yang

bersangkutan menjadi anggota

4. Pendapatan non uang tunai yang berasal dari perubahan inventaris (stok

ekstra yang ada pada akhir tahun jual beli)

2)      Penerimaan keluarga, dari luar usahatani misalnya : penjualan kerajinan   

tangan, laba karena berdagang kecil-kecilan

3)      Penjualan barang modal dan mesin-mesin, yakni penjualan lahan, mesin

atau modal lainnya yang bukan merupakan produk normal dalam tahun operasi

usahatani, penjualan semacam itu tidak dipandang sebagai bagian dari pendapatan

tahunan usahatani

4)      Uang pinjaman

(Makeham, et al, 1999).

Dalam pengaturan faktor-faktor produksi yang dalam keadaan minimal, petani

harus memahami sungguh kaitan atau relasi antara faktor-faktor minimal satu

sama lain. Faktor-faktor dari usahatani keluarga yang berada dalam keadaan

minimal ialah : tanah dan modal. Kaitan-kaitan yang kita maksud adalah :

1)      Peningkatan modal per tenaga kerja atau peningkatan intensitas modal akan

mempengaruhi pengelolaan usaha tani keluarga secara demikian :

1. Luas tanah garapan akan bertambah, tetapi luas tanah garapan per kesatuan

modal akan menurun, hal itu disebabkan karena perluasan tanah garapan

jalannya lebih lamban dari jalannya kenaikan intensitas modal

2. Hasil kerja per tenaga akan naik, tetapi kenaikannya lebih lambat daripada

keniakan intensitas modal

5

2)      Modal per tenaga kerja atau intensitas menurun akan mendatangkan luas

tanah garapan menurun, menurunnya luas tanah garapan lebih lambat daripada

menurunnya intensitas modal

3)      Jumlah tenaga kerja bertambah atau intensitas kerja naik akan

mendatangkan :

1. Menurunnya intensitas modal (modal per tenaga kerja)

2. Luas total dari tanah garapan akan naik, kenaikan luas tanah jalannya tak

sejajar dengan kenaikan intensitas kerja, sebaliknya luas tanah per tenaga

kerja menurun

3. Produksi total akan naik, tetapi produksi per tenaga kerja akan menurun,

pun konsumsi per tenaga kerja akan menurun

4. Daya penampungan tanah terhadap tenaga kerja tidak dipengaruhi

4)      Modal dan tenaga kerja bertambah akan mendatangkan hasil total naik dan

luas tanah garapan per tenaga kerja naik

5)      Pengurangan atas alat-alat produksi akan mendatangkan :

1. Produksi per tenaga kerja akan menurun

2. Kapasitas kerja akan menurun

3. Konsumsi akan menurun karena produksi per tenaga kerja menurun

(Tohir, 1991).

Efisiensi usahatani memberikan batas layak dan tidaknya suatu usahatani

dilaksanakan. Perhitungan efisiensinya menggunakan biaya dalam usahatani

dianalisis melalui imbangan antara penerimaan total dengan biaya total yang

disebut Return and Cost Ratio (R/C ratio). Pada metode ini mengandung arti

bahwa tingkat efisiensi usahatani diukur atas dasar keuntungan (Hernanto, 1988).

Efisiensi perlu diperhitungkan karena pendapatan usahatani yang tinggi tidak

selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi pula, selanjutnya untuk mengetahui

manfaat dari suatu teknologi atau keragaman usahatani yang satu terhadap yang

lain dapat dilakukan dengan analisis B/C ratio.

(Soeharjo, et al, 1977).

6

BAB III

METODE PENGUMPULAN DATA

3.1. Metode Pengambilan Sampel

3.1.1.      Metode Pengambilan Sampel Wilayah

Lokasi yang menjadi sampel penelitian dipilih secara Purposive

(sengaja)yaituKelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna dengan

pertimbangan bahwa desa ini merupakan wilayah dataran tinggi yang sebagian

besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani yang membudidayakan

sayuran, terutama tanaman kentang.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan dua teknik sampel.

Pertama teknik Purposive Sampling, yaitu teknik sampling yang didasarkan pada

pertimbangan dan kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian, yaitu petani

kentang. Teknik yang kedua Proporsional Sampling, yaitu pengambilan sampel

berdasarkan pembagian varietas. Jumlah petani yang diambil sebagai sampel

sebanyak 20 petani yang terdiri dari 10 petani kentang varietas Grenn dan 10

petani kentang varietas Mareta,

3.1.2.      Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data pada praktikum Ilmu

Usahatani ini adalah metode wawancara dengan menggunakan alat bantu

kuesioner yang disesuaikan dengan kebutuhan data dan informasi yang

diperlukan. Data yang diperlukan adalah data primer tentang karakteristik petani,

biaya serta penerimaan usahatani yang diperoleh secara langsung dari petani.

3.2.   Metode Analisis

3.2.1.      Metode Deskriptif Analisis

Metode ini berusaha memberi arti terhadap data dengan menggambarkannya

sesuai keadaan teraktual.  Data tersebut disusun, dianalisis, dijelaskan kemudian

diambil kesimpulannya.

3.2.2.      Tabulasi Data

Tabulasi data dimaksudkan sebagai pengelompokkan data-data berdasarkan

kriteria tertentu, sehingga data yang dikumpulkan menjadi tidak rancu.

7

3.2.3.      Persentase dan Rata-rata

Metode yang dilakukan dengan menghitung persentase dari setiap data yang telah

dihitung rata-ratanya dari 20 orang responden yang terbagi dalam dua kelompok,

yaitu petani kentang varietas Grenn dan petani petani kentang varietas Mareta.

3.2.4.      Pendapatan

Perhitungan pendapatan diperoleh dari penerimaan usahatani dikurangi dengan

biaya yang dikeluarkan.

3.2.5.      Analisis R/C

Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui efisiensi usahatani yang diperoleh

dari perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani.

3.2.6.      Analisis B/C

Analisis B/C digunakan untuk membandingkan kemanfaatan dua varietas yang

diusahakan dari suatu usahatani yang diperoleh dari perhitungan selisih

penerimaan antara dua varietas dibagi dengan selisih biaya.

 

8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

4.1 Karakteristik Sampel

Desa yang dipilih untuk pelaksanaan praktikum Ilmu Usahatani kali ini,

mengambil obyek di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna.

Di desa ini sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang

membudidayakan tanaman sayuran seperti kol, cabe, wortel, kentang, tomat, labu

siyam dan lain-lain. Untuk budidaya tanaman kentang, petani memanfaatkan

waktu saat musim peralihan yaitu pada bulan Maret sampai Juni, karena di  bulan

itu merupakan masa peralihan musim hujan ke musim kemarau. Hal ini

disebabkan karena budidaya tanaman kentang membutuhkan udara/suhu yang

lembab, namun tidak terlalu banyak membutuhkan air. Untuk itu, petani biasanya

hanya membudidayakan tanaman kentang satu musim tanam dalam satu tahun

dimana satu musim tanam membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan. Di luar

bulan itu petani memanfaatkan lahannya untuk ditanami komoditas lain sesuai

dengan kondisi iklim dan cuaca. Petani di Kelurahan Wapunto ini tidak

mengeluarkan biaya untuk pengairan karena memang letak wilayahnya di kaki

gunung sehingga memungkinkan petani langsung mengairi lahan pertaniannya

dari sumber atau dari aliran sungai yang ada. Kondisi lahan pertanian di daerah ini

sebagian besar tanahnya berupa lereng, sehingga petani menggunakan sistem

sengkedan dan terasering untuk mencegah adanya erosi saat musim hujan.

Tabel 4.1.1. Karakteristik Petani Komoditas Kentang Varietas Grenn dan Varietas

Mareta di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna Tahun

2004.

No Uraian Varietas Grenn Varietas Mareta

1.

2.

3.

Umur (th)

Pendidikan (th)

Pengalaman mengusahakan (th)

55

9

24

52

6

19

9

4.

5.

6.

7.

8.

Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga yang

aktif di usahatani

Luas lahan (Ha)

Status kepemilikan

Investasi yang dimiliki

5

3

0.45

Pemilik penggarap

Sabit, cangkul, dan

semprotan

5

2

0.41

Pemilik penggarap

Sabit, cangkul, dan

semprotan

Sumber : Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.1.1. dapat diketahui bahwa kondisi petani kentang varietas Grenn di

Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna ini rata-rata berusia 55

tahun yang memiliki pendidikan sampai tingkat SMP atau 9 tahun sedangkan

pada petani varietas Mareta rata-rata berusia 52 tahun dan sebagian besar

mengenyam pendidikan hanya sampai SD atau 6 tahun. Pengalaman petani dalam

mengusahakan kentang varietas Grenn rata-rata selama 24 tahun sedangkan pada

varietas Mareta rata-rata selama 19 tahun. Pada umumnya mereka hanya belajar

dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang-orang terdahulu dan sedikit

pelajaran yang diperoleh dari penyuluhan-penyuluhan yang diberikan di daerah

tersebut. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani kentang

varietas Grenn dan varietas Mareta rata-rata lima orang yang terdiri dari suami,

istri, anak dan terkadang ada orang tua yang ikut tinggal bersama petani tersebut

sedangkan yang aktif di usahatani hanya tiga orang untuk petani varietas Grenn

dan dua orang untuk petani variets Mareta. Petani di Kelurahan Wapuntosemua

memiliki lahan pertanian sendiri yang luas lahannya bervariasi. Petani varietas

Grenn rata-rata memiliki luas lahan sekitar 0,45 hektar sedangkan  petani varietas

Mareta hanya 0,41 hektar. Sebagian besar kepemilikan lahan ini diperoleh secara

turun temurun dari orang tua mereka. Selain itu, ada juga yang memiliki lahan

dari hasil membeli. Untuk investasi yang dimiliki oleh semua petani adalah

cangkul, sabit dan semprotan yang semuanya digunakan oleh semua petani untuk

proses pengolahan usahatani. Petani di Kelurahan Wapuntotidak menggunakan

traktor, hal ini karena traktor dirasa tidak diperlukan karena kondisi tanah yang

sudah gembur yang cukup diolah dengan cangkul, selain itu menurut petani

dengan adanya traktor akan menambah biaya usahatani.

10

 4.2 Budidaya Tanaman Oleh Petani Sampel

Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh keterangan sebagai berikut, yaitu

petani kentang yang ada di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten

Muna terbagi kedalam dua kelompok yaitu petani yang mengusahakan kentang

varietas Grenn dan varietas Mareta. Pengelolaan tanaman kentang mengalami

tahap-tahap tertentu secara berurutan, antara lain:

1.  Persiapan lahan

Lahan biasanya sudah digunakan untuk budidaya tanaman sebelumnya sehingga

kondisi lahan masih gembur dan hanya memerlukan sedikit air untuk

memudahkan dalam pencangkulan. Dalam persiapan lahan, petani di Tejosari ini

tidak menggunakan traktor karena kondisi tanah yang sudah gembur sehingga

adanya traktor dirasa tidak perlu. Pada persiapan lahan biasanya petani memakai

tenaga kerja keluarga.

2.  Pencangkulan

Lahan yang sudah mengandung air dicangkul dan diberi pupuk kandang sebanyak

5 ton untuk 1000 m2 tanah. Tanah dicangkul sedalam 50 cm, hal ini dimaksudkan

agar kentang yang ditanam dalam tanah nantinya dapat menyerap unsur hara lebih

banyak karena kentang merupakan tanaman umbi. Tenaga kerja yang dipakai

untuk mencangkul tanah yaitu tenaga petani dengan sistem borongan.

3.  Penggilian.

Lahan yang sudah dicangkul kemudian dibuat bedengan memanjang yang

tingginya kurang lebih 20 cm dan lebarnya 20 cm. Hal ini dimaksudkan agar air

yang mengalir tidak langsung mengenai bibit kentang. Karena apabila air

mengenai kentang maka akan terjadi kebusukan sebelum kentang bisa dipanen.

Tenaga kerja yang dipakai adalah tenaga petani dengan sistem borongan.

4.  Penanaman.

Bibit kentang yang sudah disiapkan, ditanam/ditimbun dalam tanah bedengan

sedalam 15 – 20 cm, dengan jarak antara bibit satu dengan yang lainnya 30 cm,

setelah itu di sekitar bibit yang ditanam diberi tongkat. Hal ini dimaksudkan agar

nanti pada saat batang mulai tumbuh dapat didukung oleh tongkat tersebut untuk

11

bisa tetap berdiri tegak. Tenaga kerja yang dipakai sebanyak 15 – 20 orang tenaga

kerja wanita.

5.  Pemeliharaan

Pemeliharaan kentang baik varietas Grenn maupun varietas Mareta meliputi

kegiatan menyiangi, memupuk dan menyemprot. Menyiangi yaitu mencabuti

rumput dan ilalang yang tumbuh disekitar tanaman kentang yang keberadaannya

dapat menghambat pertumbuhan kentang itu sendiri. Petani memupuk tanaman

kentang dengan komposisi pupuk yang sudah ditakar, biasanya terdiri dari KCL,

ZA, TSP dan Urea sebanyak kurang lebih 950 kg untuk lahan seluas 1 hektar.

Sedangkan pestisida yang biasa dipakai petani kentang di Kelurahan

Wapuntoadalah Matador, Ditane, Antracol, Dusrban dan Cosin. Penggunaannya

harus sesuai takaran, misalnya untuk 1 hektar diberi 4 liter Matador, 4 kg Ditan

dan 4 kg Antrakol yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Matador untuk

mengobati hama tikus dan wereng, Antracol dan Ditane berguna agar daun

tanaman menjadi tebal sehingga tanaman kebal tergadap penyakit, sedangkan

Dusrban berfungsi agar tanaman kentang tidak cepat membusuk. Tenaga kerja

yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar.

6.  Panen.

Tanaman kentang sudah dapat dipanen saat kentang berumur 80-90 hari atau tiga

bulan. Untuk pemanenan, tenaga kerja yang dipakai adalah tenaga kerja sambatan

sehingga petani tidak memiliki tanggungan untuk memberi upah pada mereka,

namun hanya memberi makan dan jajanan.

7.  Pasca panen.

Saat pasca panen, petani kentang biasanya mengeluarkan biaya transportasi

pengangkutan kentang dari sawah ke rumah dan biaya untuk pembelian kantong

plastik. Setelah itu biasanya petani langsung menjual pada pedagang pengumpul

dari luar kota yang langsung datang ke rumah petani tersebut, sehinga biaya

transportasi sudah menjadi tanggungan pedagang.

 

12

4.3 Analisis Hasil    

Tabel 4.3.1. Besarnya Biaya yang Dikeluarkan oleh Petani Dalam Usahatani

Kentang Varietas Grenn Tahun 2004 (Rp)

No Uraian Per Luas Usahatani Per Hektar

Nilai (Rp) % Nilai %

1

 

 

 

 

 

2

3

4

Saprodi

1. Bibit

2. Pupuk (kandang,

urea dll)

3. Pestisida

Tenaga kerja

Pengairan

Pajak /sewa tanah

261.000,00

1.302.900,00

150.900,00

412.420,00

                      

5.500,00

12,23

61,09

    7,08

19,34

–      

0,26

        678.660,00

2.949.908,40

       401.704,00

962.361,10

12.137,50

13,56

58,94

     8,03

   19,23

     –         

0,24

  Total biaya 2.132.720,00 100 5.004.771,00 100

Sumber : Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.3.1 dapat diketahui bahwa alokasi pengeluaran terbesar pada Saprodi

khususnya pupuk yaitu sebesar Rp 1.302.900,00 atau sebesar   61,1 % dari seluruh

total pengeluaran per luas usahatani. Jika dikonversikan dalam luas per hektar

maka akan didapat alokasi biaya sebesar     Rp 2.949.908,40 atau sebesar 58,94 %.

Alokasi biaya yang dikeluarkan untuk bibit sebesar Rp 261.000,00 atau 12,23 %

untuk tiap luas usahatani dan sebesar Rp 678.600,00 per hektarnya. Bibit yang

digunakan ada dua macam yaitu bibit yang umbinya berukuran kecil dan bibit

yang umbinya berukuran besar. Harga bibit kedua ukuran tersebut sama yaitu Rp

600,-/kg, yang membedakan hanyalah jumlahnya umbinya. Biaya yang

dikeluarkan untuk pestisida sebesar Rp 150.900,00 atau 7,08% dari total biaya per

luas usahatani dan sebesar Rp 401.704,00 atau 8,03 % per hektarnya. Biaya untuk

tenaga kerja luar sebesar Rp 412.420,00 atau 19,34 % dari total biaya per luas

usahatani dan jika dikonversikan ke dalam Ha akan diperoleh hasil sebesar  Rp

962.361,10 atau 19,23 %. Pengairan  pada lahan pertanian yaitu langsung dari

aliran sungai yang ada di sekitarnya, selain itu juga menggantungkan air hujan,

13

sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk pengairan. Pajak tanah yang

harus ditanggung petani adalah Rp 5.500,00 per luas usahatani atau     Rp

12.137,00 per hektar lahan pertanian untuk satu kali musim tanam atau tiga bulan.

Petani kentang di Tejosari semua memiliki lahan sendiri sehingga tidak terkena

biaya sewa lahan. Total biaya yang dikeluarkan untuk komoditas kentang varietas

Grenn sebesar Rp 2.132.720,00.

Tabel 4.3.2. Besarnya Biaya yang Dikeluarkan oleh Petani Dalam Usahatani

Kentang Varietas Mareta Tahun 2004 (Rp)

No Uraian Per Luas Usahatani Per Hektar

Nilai (Rp) % Nilai %

1

 

 

 

 

2

3

4

Saprodi

1. Bibit

2. Pupuk

(kandang, urea

dll)

3. Pestisida

Tenaga kerja

Pengairan

Pajak /sewa tanah

160.000,00

787.050,00

174.800,00

379.100,00

5.125,00

10,62

52,26

  11,61

   25,17

           –

     0,34

          376.666,70

     1.905.200,00

       440.033,40

       925.733,30

                  –

       12.500,00

10,29

52,06

12,02

25,29

0,34

  Total biaya 1.506.075,00  100 3.660.133,4,00   100

Sumber : Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.3.2. dapat disimpulkan bahwa alokasi pengeluaran terbesar pada

saprodi terutama pada pupuk yaitu sebesar Rp 787.050,00 atau 52,26 % dari total

biaya per luas usahatani dan sebesar Rp 1.905.200,00 atau 52,06 % per hektar.

Pupuk yang digunakan sama dengan pada varietas Grenn yaitu pupuk organik

(pupuk kandang) dan pupuk anorganik (urea, KCL, ZA, dan TSP). Biaya  yang

dikeluarkan untuk pestisida sebesar Rp 174.800,00 atau 11,61 % per luas

usahatani dan Rp 440.033,40 atau 12,02 % untuk luas perhektar. Biaya untuk bibit

sebesar Rp 160.000,00 atau 10,62 % perluas usahatani dan sebesar Rp 376.667,70

atau 10,29 % per hektarnya. Biaya untuk tenaga kerja luar sebesar Rp 379.100,00

atau 25,17 % dan jika dikonversikan dalam luasan perhektar maka biaya untuk

14

tenaga kerja sebesar Rp 925.733,30 atau 25,29 %. Sama halnya pada kentang

varietas Grenn pada varietas Mareta ini biaya pengairan uga tidak ada, karena air

diperoleh dari sungai dan air hujan. Sedangkan biaya untuk pajak tanah sebesar

Rp 5.125,00 atau 0,34 % per luas usahatani. Total biaya yang dikeluarkan untuk

varietas Mareta lebih kecil dibanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk

varietas Grenn, yaitu sebesar Rp 1.506.075,00.

Tabel 4.3.3. Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Kentang

Varietas Grenn di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna.

No Uraian Per Luas Usahatani Per Hektar

1.

2.

3.

4.

Produksi (Kg)

Penerimaan (Rp)

Total Biaya (Rp)

Pendapatan (Rp)

                     4.390,00

            15.365.000,00

              2.132.720,00

            13.232.330,00

           9.777,30

             32.599.564,20

               5.004.771,00

             27.594.843,00

Sumber : Analisis Data Primer

 

Dari Tabel 4.3.3. diketahui bahwa produksi rata-rata komoditas kentang varietas

Grenn sebesar 4.390 kg per luas usahatani atau sebesar 9.777,3 kg per hektarnya.

Di Kelurahan Wapuntoini standar harga kentang varietas Grenn dari petani ke

pedagang pengumpul sebesar Rp 3.500,00 per kg, sehingga penerimaan yang

diperoleh sebesar Rp 15.365.000,00 per luas usahatani atau  Rp 32.599.564,20 per

hektarnya. Untuk biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 2.132.720,00 per luas

usahatani atau               Rp 5.004.771,00 per hektar, sehingga diketahui

pendapatan yang diperoleh petani sebesar Rp 13.232.330,00 per luas usahatani

atau Rp 27.594.843,00 per hektarnya.

Tabel 4.3.4. Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Kentang

Varietas Mareta di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna.

No Uraian Per Luas Usahatani Per Hektar

1.

2.

3.

Produksi (Kg)

Penerimaan (Rp)

Total Biaya (Rp)

                     3.740

            11.220.000

              1.506.075

                 9.121,95

27.550.000

3.660.133,3

15

4. Pendapatan (Rp)               9.713.925 23.889.866,7

Sumber : Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.3.4. dapat diketahui bahwa produksi kentang varietas Mareta sebesar

3.740 kg per luas usahatani atau 9.121,95 kg per hektar. Dan penerimaan yang

diperoleh sebesar Rp 11.220.000,00 per luas usahatani atau Rp 27.550.000,00 per

hektar. Penerimaan ini diperoleh berdasarkan perhitungan harga kentang varietas

Mareta yaitu Rp 3.000,00 per kg dikalikan dengan jumlah produksi kentang.

Untuk total biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaannya sebesar Rp

1.506.075,00 per luas usahatani atau                   Rp 3.660.133,30 per hektar.

Sedangkan pendapatan yang diperoleh petani kentang varietas Mareta yaitu

sebesar Rp 9.713.925,00 per luas usahatani atau Rp 23.889.866,70 per hektar.

Dari Tabel 4.3.3 dan Tabel 4.3.4 dapat dibandingkan bahwa jumlah produksi,

penerimaan, total biaya pada kentang varietas Grenn lebih besar daripada kentang

varietas Mareta. Perbedaan pendapatannya juga cukup besar dan berbeda nyata.

Hal ini disebabkan karena kualitas kentang varietas Grenn lebih baik yaitu

ukurannya lebih besar dan lebih tahan lama, sehingga harga jualnya juga lebih

besar dibanding dengan varietas Mareta. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan

petani kentang di Kelurahan Wapuntolebih memilih varietas Grenn daripada

varietas Mareta.

Tabel 4.3.5  Besarnya R/C Ratio dan Incremental B/C Ratio pada Usahatani

Kentang Tahun 2004 di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten

Muna

NoVarietas

Penerimaan

(Rp)Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) R/C Ratio

B/C

Ratio

1.

2.

Grenn

Mareta

32.599.564,20

27.550.000,00

5.004.771,00

3.660.133,30

27.594.843,00

23.889.866,70

     6,50

7,53

     3,75

Sumber : Analisis Data Primer

Perhitungan

1. R/C Ratio

a. Varietas Grenn

R/C Ratio =  Χ Penerimaan Usahatani per Ha

16

X Biaya Usahatani per Ha

=   Rp 32.599.0564,20

Rp   5.004.771,00

=   6,5

b. Varietas Mareta

R/C Ratio = Χ Penerimaan Usahatani per Ha

X Biaya Usahatani per Ha

= Rp 27.550.000,00

Rp   3.660.133,30

= 7,53

2. B/C Ratio (Incremental)

B/C Ratio =  Δ Penerimaan Usahatani per Ha

Δ Biaya Usahatani per Ha

= Rp 32.599.564,20 – Rp 27.550.000,00

Rp   5.004.770,00 –  Rp 3.660.133,30

= Rp 5.049.564,20

Rp 1.344.637,70

= 3,75

Dari Tabel 4.3.5 diketahui besarnya R/C ratio varietas Grenn yaitu 6,5 dengan

perhitungan rata-rata penerimaan per hektar dibagi dengan rata-rata biaya

usahatani per hektar. Sedangkan untuk varietas Mareta diperoleh nilai R/C ratio

sebesar 7,53, yang berarti nilai R/C ratio pada varietas Mareta lebih besar dari

varietas Grenn. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang varietas Mareta

mempunyai efisiensi lebih besar dibanding usahatani kentang varietas Grenn.

Nilai B/C ratio yaitu 3,75 yang diperoleh dari perhitungan selisih penerimaan

usahatani per hektar dibagi selisih biaya usahatani per hektar antara varietas

Grenn dengan varietas Mareta.

17

4.4 Pembahasan

Petani kentang varietas Grenn di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka,

Kabupaten Muna rata-rata berusia 55 tahun, sedangkan petani kentang varietas

Mareta rata-rata berusia 52 tahun, yang berarti masih dalam usia produktif. 

Pengalaman petani kentang varietas Grenn dalam usahatani, yaitu 24 tahun, lebih

lama dibandingkan pengalaman petani kentang varietas Mareta yakni 19 tahun. 

Hal ini dikarenakan petani responden untuk usahatani kentang varietas Mareta

kebanyakan memang baru dalam usahatani ini. Kepemilikan lahan petanian jika

dirata-rata adalah 0,45 hektar namun pada dasarnya bervariasi, mulai dari 0,1

hektar, 0,5 hektar sampai 1 hektar. Petani pemillik luas lahan 1 hektar adalah

petani yang juga menjadi pamong desa, sehingga lahan tersebut merupakan tanah

bengkok. Status kepemilikan lahan adalah pemilik penggarap, dimana lahan ini

diperoleh petani secara turun-temurun dari warisan orang tua dan ada sebagian

petani memiliki lahan dengan membeli. Investasi yang dimilki oleh semua petani

adalah cangkul, sabit dan semprotan yang digunakan dalam proses pengelolaan

usahatani kentang. Petani di Tejosari tidak menggunakan traktor untuk mengolah

lahan, disebabkan karena keadaan tanah di Kelurahan Wapunto sudah gembur dan

lembab sehingga keberadaan traktor dirasa tidak perlu, selain itu petani

beranggapan dengan menggunakan traktor maka biaya yang akan dikeluarkan

akan semakin besar.

Dalam pembudidayaan kentang baik varietas Grenn maupu varietas Mareta

melalui beberapa tahap antara lain : persiapan lahan, pencangkulan, penggilian,

penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, panen dan pasca panen.

Pada tahap persiapan lahan, petani membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman

sebelumnya kemudian lahan dialiri air yang diambil dari sungai yang terdekat,

agar tanah menjadi lembab dan lebih gembur sehingga memudahkan dalam

pencangkulan. Selanjutnya petani mencangkul lahan sedalam 50 cm agar unsur

hara-unsur hara dan mikroba yang ada dalam tanah dapat tercampur, yang

nantinya akan dibutuhkan oleh tanaman kentang dalam pertumbuhannya.

Kemudian tanah diberi pupuk kandang agar kesuburan tanah tetap terjaga. Lahan

yang sudah dicangkul kemudian dibuat bedengan memanjang yang tingginya

18

kurang lebih 20 cm dan lebarnya 20 cm. Hal ini dimaksudkan agar air yang

mengalir tidak langsung mengenai bibit kentang. Karena apabila air mengenai

kentang maka akan terjadi kebusukan sebelum kentang bisa dipanen. Tahap

selanjutnya adalah penanaman bibit kentang yang sudah disiapkan, yaitu berupa

umbi yang sudah tumbuh batang dan daunnya, dan petani memperoleh bibit ini

dengan membeli. Bibit ditanam dengan kedalaman 20 cm pada bedengan yang

sudah dibuat dan jarak tanam antara bibit yang satu dengan lainnya kurang lebih

30 cm, kemudian tiap bibit diberi tongkat setinggi 30 cm dengan maksud untuk

mendukung pertumbuhan tanaman kentang agar tetap tegak berdiri. Petani

menyiangi tanaman tiga sampai lima kali dalam satu musim, hal ini dimaksudkan

agar pertumbuhan tanaman kentang tidak kalah dengan tumbuhan liar yang

merugikan. Supaya mendapatkan hasil yang optimal petani memberi pupuk

anorganik dan pestisida pada tanaman kentang. Pupuk anorganik yang biasa

digunakan petani di Tejosari adalah urea, KCL, TSP dan ZA, dengan kompisisi

dan takaran yang sudah disesuaikan. Pestisida yang digunakan adalah Matador,

Ditane, Antracol, Dursban dan cosin. Pestisida ini digunakan untuk mencegah

adanya hama dan penyakit pada tanaman kentang. Setelah tanaman kentang

berumur kurang lebih 80 – 90 hari maka tanaman tersebut sudah siap dipanen.

Pada pasca panen kentang dimasukkan dalam kantong plastik dan diangkut

kerumah yang selanjutnya dibersihkan dari sisa-sisa tanah yang menempel dengan

air. Kemudian petani menunggu pedagang pengumpul yang akan membeli

kentang tersebut yang datang dari berbagai daerah seperti Semarang, Surakarta,

Yogyakarta dan sebagainya. Jadi petani tidak perlu menjual kentangnya kepasar.

Pemeliharaan kentang baik varietas Grenn maupun varietas Mareta, keduanya

sama-sama membutuhkan sedikit air, namun membutuhkan udara yang lembab.

Untuk itu, petani membudidayakan kentang pada musim peralihan (musim hujan

ke musim kemarau) yaitu bulan Maret sampai bulan Juni sehingga dalam

pembudidayaannya petani tidak mengeluarkan biaya untuk pengairan.

Dalam pembudidayaannya terdapat perbedaan antara kentang varietas Grenn dan

varietas Mareta. Pada dasarnya kualitas kentang varietas Grenn lebih bagus

daripada varietas Mareta yaitu umbi kentang varietas Grenn lebih besar dan tahan

19

lama dari kebusukan, untuk itu petani kentang varietas Grenn benar-benar

memperhatikan dalam pemeliharaannya mulai dari penggunaan bibit, pemupukan,

pestisida sampai pasca panen, demi mendapatkan hasil yang lebih optimal,

sehingga nilai jualnya lebih besar dan penerimaan yang diperoleh petani pun lebih

besar. Sedangkan petani kentang varietas Mareta cenderung kurang

memperhatikan dalam pemeliharaannya.

Biaya yang dikeluarkan untuk usahatani kentang varietas Grenn lebih besar

dibandingkan dengan biaya usahatani varietas Mareta. Besarnya biaya usahatani

kentang varietas Grenn disebabkan oleh tingginya  biaya bibit yang digunakan

dan tingginya biaya pupuk. Seperti yang telah dijelaskan diatas, yaitu karena

keinginan petani memperoleh hasil yang lebih optimal pada kentang varietas

Grenn, untuk itu petani benar-benar memperhatikan dalam pemeliharaannya

sampai pada kebutuhan pupuk, dan petani rela mengeluarkan biaya yang lebih

besar. Biaya untuk tenaga kerja luar pada kedua usahatani hampir sama. Di

Kelurahan Wapuntorasa kekeluargaan dan kegotong-royongannya masih kuat,

sehingga pada beberapa kegiatan seperti pada persiapan lahan dan panen, tenaga

kerja yang digunakan adalah dengan sistem sambatan yang berarti tenaga kerja

tersebut tidak diberi upah hanya diberi makan dan jajanan.

Hasil produksi kentang varietas Grenn per hektarnya lebih besar daripada hasil

usahatani kentang varietas Mareta.  Selain itu nilai jual pada kentang varietas

Grenn lebih besar daripada varietas Mareta, sehingga penerimaan yang diperoleh

petani kentang varietas Grenn lebih besar pula.

Pendapatan usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani dengan biaya

yang dikeluarkan untuk usahatani. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani

kentang varietas Grenn lebih besar dari pada usahatani kentang varietas Mareta.

Hal ini karena jumlah produksi dan nilai jual kentang varietas Grenn lebih besar

daripada kentang varietas Mareta, sehingga mempengaruhi besarnya pendapatan.

Efisiensi usahatani kentang varietas Grenn dan varietas Mareta dapat dilihat dari

nilai R/C rasionya. R/C rasio menunjukkan penerimaan dari tiap rupiah yang

dikeluarkan untuk usahatani. Berdasarkan R/C rasionya, usahatani kentang

varietas Mareta lebih efisien dari kentang varietas Grenn, karena nilai R/C

20

rasionya lebih tinggi. Rendahnya efisiensi usahatani kentang varietas Grenn

disebabkan biaya usahatani yang tinggi.  Namun dalam prakteknya usahatani yang

lebih efisien tidak selalu memberikan keuntungan yang lebih besar. Kondisi ini

ditunjukkan dari sikap petani yang sebagian besar justru mengusahakan kentang

varietas Grenn, karena pada varietas ini memberikan keuntungan atau pendapatan

yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan tujuan awal dari usahatani yaitu

memperoleh pendapatan yang setinggi-tinginya. Nilai incremental B/C ratio yaitu

3,75 yang diperoleh dari selisih penerimaan usahatani per hektar dibagi selisih

biaya usahatani per hektar antara varietas Grenn dengan varietas Mareta. B/C ratio

yang nilainya > 1 ini menunjukkan bahwa penambahan biaya untuk kedua

varietas ini masih memberikan manfaat atau dengan kata lain penambahan

produksi untuk kedua varietas ini masih lebih besar daripada penambahan

biayanya.

 

 

 

 

21

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

 

5.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada petani kentang varietas Grenn dan

Varietas Mareta di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna ini

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Jumlah produksi yang dihasilkan dari usahatani kentang Varietas Grenn

sebanyak 9.777,3 kg per hektar, sedangkan jumlah produksi kentang

varietas Mareta sebanyak 9.121,95 kg per hektar

2. Penerimaan yang diperoleh dari usahatani kentang varietas Grenn sebesar

Rp 32.599.564,20 per hektar, sedangkan pada kentang varietas Mareta

sebesar Rp 27.550.000,00 per hektar

3. Total biaya yang dikeluarkan pada usahatani kentang varietas Grenn

sebesar Rp 5.004.770,00 per hektar sedangkan kentang varieras Mareta

Rp 3.660.133,30 per hektar

4. Pendapatan yang diterima pada usahatani kentang varietas Grenn sebesar

Rp 27.594.843,00 per hektar, sedangkan pada kentang varietas Mareta

sebesar Rp 23.889.866,70 per hektar

5. R/C ratio kentang varietas Grenn adalah 6,5 lebih kecil dibanding kentang

varietas Mareta sebesar 7,53. Hal ini berarti bahwa usahatani kentang

varietas Mareta mempunyai efisiensi yang lebih besar daripada usahatani

kentang varietas Grenn.

6. B/C ratio (incremental) dari kedua varietas adalah 3,75 yang berarti

nilainya > 1. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan biaya untuk kedua

varietas ini masih memberikan manfaat atau dengan kata lain penambahan

produksi untuk kedua varietas ini masih lebih besar daripada penambahan

biayanya.

 

22

5.2 Saran

Setelah melakukan praktikum pada petani kentang varietas Grenn dan varietas

Mareta ini praktikan mencoba untuk memberikan saran demi perbaikan dan

peningkatan pendapatan petani di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka,

Kabupaten Muna untuk selanjutnya, yaitu sebagai berikut :

1. Petani kentang di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten

Muna tetap mengembangkan kentang varietas Grenn, karena memberikan

pendapatan yang lebih besar

2. Petani kentang Varietas Grenn lebih menekan biaya pemeliharaan, agar

dalam pengusahaannya dapat lebih efisien, yaitu memperoleh penerimaan

yang besar namun biaya yang dikeluarkan sedikit, dengan cara

meminimalisir penggunaan pupuk anorganik

 

23

DAFTAR PUSTAKA

 

Afriatini, J J. 1985. Nama-nama Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hadisaputro, S. 1973. Biaya dan Pendapatan di Dalam Usahatani.

Departemen Ekonomi Pertanian UGM. Yogyakarta.

Hernanto, F. 1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mahekam, JP dan Malcolm, RL. 1999. Manajemen Usahatani Daerah

Tropis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Marsono, 1989. Pengaruh Pembumbunan Terhadap Hasil dan Kualitas

Umbi Kentang. Bina Cipta. Bandung.

Nurulhuda M. 1987. Tnjauan Suhu Sebagai Faktor Agriklimat yang

Berkaitan Dengan Pertumbuhan dan Produksi Kentang. Fakultas

Pertanian Universitas Soederman. Purwokerto.

Rahardi, F, dkk. 1999. Agrobisnis Tanaman Buah. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Soeharjo, D dan Patong. 1977. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani dan

Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.

Soewito, D. S. 1989. Manfaat dan Khasiat Flora. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Tohir, K. A. 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. PT Rineka

Cipta. Jakarta.

Warsito DP.1982. Sayuran Umbi. CV Bumi Restu. Jakarta.

24