alterasi hidrotermal
DESCRIPTION
Alterasi HidrotermalTRANSCRIPT
ALTERASI
HIDROTERMAL
1.1 Tinjauan Umum
White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi
dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan
hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah suatu cairan panas yang berasal dari kulit
bumi yang bergerak ke atas dengan membawa komponen- komponen pembentuk
mineral bijih (Bateman dan Jensen, 1981). Larutan hidrotermal pada suatu sistem
dapat berasal dari air magmatik, air meteorik, connate atau air yang berisi mineral
yang dihasilkan selama proses metamorfisme yang menjadi panas di dalam bumi dan
menjadi larutan hidrotermal. Ketika terjadi kontak batuan dengan larutan hidrotermal,
maka terjadi perubahan mineralogi dan perubahan kimia antara batuan dan larutan, di
luar kesetimbangan kimia dan kemudian larutan akan mencoba kembali membentuk
kesetimbangan.
Menurut Browne (1991), perubahan terjadi akibat lingkungan baru. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada batuan tergantung pada beberapa hal, yaitu:
• temperatur,
• sifat kimia larutan hidrotermal,
• konsentrasi larutan hidrotermal,
• komposisi batuan samping,
• durasi aktivitas hidrotermal,
• permeabilitas.
Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan
mineral tertentu tergantung dari temperatur dan pH fluida dan disebut sebagai
himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986), sehingga dengan munculnya mineral
alterasi tertentu akan menunjukkan komposisi pH larutan dan temperatur fluida
(Reyes, 1990 dalam Corbett dan Leach, 1996). Kingston Morrison (1995)
menjabarkan mineral-mineral hidrotermal yang menjadi penunjuk temperature
pembentukan mineral yang terbentuk dari alterasi batuan pada kondisi pH asam-
netral (Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Mineral alterasi penunjuk temperatur (Kingston Morrison,
1995).
Mineral-mineral alterasi yang dihasilkan dari proses ubahan hidrotermal
terjadi melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga,
pori, retakan membentuk urat; penggantian pada mineral primer batuan guna
mencapai kesetimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari
mineral primer batuan; dan pelamparan akibat arus turbulen dari zona didih (Browne,
1991)
Suatu daerah yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral
alterasi disebut sebagai zona alterasi (Guilbert dan Park, 1986). Tabel 1.2
memperlihatkan zona alterasi yang ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan
tipe mineralisasinya berdasarkan hubungan antara temperatur dan pH larutan yang
dibuat oleh Corbett dan Leach (1996).
Tabel 1.2. Himpunan mineral alterasi dalam sistem hidrotermal berdasarkan
temperatur dan pH larutan hidrotermal (Corbett dan Leach,
1996).
Lowell dan Guilbert (1970) membagi zona alterasi menjadi 5 bagian (Gambar
3.1) berdasarkan keterdapatan mineral alterasi akibat pengaruh, penurunan
temperatur, variasi pH larutan hidortermal, dan pengaruh air meteorik. Zona alterasi
tersebut yaitu:
1. Potasik : zona ini dicirikan dengan kehadiran biotit sekunder dan k-
feldspar sekunder, serta magnetit, serisit, anhidrit, dan sedikit mineral
sulfida (kalkopirit, bornit, pirit, dan molibdenit) yang berada di dalam
veinlets dan tersebar dalam zona K-silikat. Zona potasik terbentuk
pada saat awal terbentuk tubuh intrusi porfiri.
2. Filik : zona ini dicirikan dengan rangkaian mineral serisit, kuarsa, dan
pirit. Mineral bijih yang dijumpai terdiri dari kalkopirit, molibdenit,
kasiterit, native gold (Au). Zona ini mengandung banyak pirit paling
banyak, sehingga sering disebut zona pirit. Zona ini terbentuk akibat
hadirnya influks air yang memiliki temperatur yang lebih rendah dan pH
yang lebih asam.
3. Argilik : zona ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit
dan monmorilonit. Kehadiran zona ini diakibatkan karena makin
intensifnya influks air meteorik yang memiliki temperatur yang lebih
rendah dan nilai pH yang lebih rendah.
4. Propilitik : zona ini memiliki penyebaran yang luas dan sangat sedikit
yang berhubungan langsung dengan mineralisasi, dicirikan dengan
kehadiran klorit, kalsit, epidot, dan pirit. Pada zona propilitik ini
penurunan temperatur memegang peranan dominan dalam kondisi pH
netral sampai alkali.
Gambar 1.1. Model alterasi endapan porfiri tembaga (Lowell dan Guilbert, 1970).
1.2 Sistem Porfiri Cu-Au
Sistem porfiri adalah sistem endapan hipotermal yang terjadi dalam bentuk
stockwork atau tersebar acak, dan secara dekat berhubungan dengan intrusi porfiri
dan mineralisasinya berhubungan dengan alterasi potasik yang seringkali mengalami
overprinted (Corbett and Leach, 1996).
Silitoe (1972, dalam Sulutov, 1974) menjabarkan genesa Cu-Au porfiri
dihubungkan dengan model tektonik lempeng. Dikatakan bahwa endapan Cu-Au
adalah hasil dari aktivitas penunjaman antara lempeng samudera dengan lempeng
samudera membentuk busur kepulauan. Magma bersifat kalk-alkalin atau alkalin.
Sistem porfiri Cu-Au di Batu Hijau termasuk dalam late oceanic arc (Gambar
3.2), hal ini ditunjukkan dengan batuan volkanik yang terbentuk pada Tersier Awal,
bersifat low-K, dan berasosiasi dengan intrusi intermediet yang bersifat kalk-alkalin
(Meldrum, dkk., 1994 dalam Ali 1997).
Gambar 1.2. Skema tatanan tektonik pada batuan potassik (CAP :
Continental Arc, PAP : Post Collisional Arc, WIP : Within Plate
Setting, MORB : Mid Oceanic Ridge Basalt, OIB :
Oceanic Island Basalt) (Mitchell dan Garson, 1981).