al-misbah 018 surah al-kahf

15
Surah al-Kahf Surah ini terdiri atas 110 ayat. Surah ini dinamakan AL-KAHF yang berarti "Gua". Surah ini juga dinamakan dengan ASHHÂBUL /CAHFartinya "Penghuni-penghuniGua", diambil dari kisah surah ini pada ayat 9 sampai 26.

Upload: aburizal3634

Post on 02-Jul-2015

1.053 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Tafsir Al-Misbah Surah Al-Kahfi

TRANSCRIPT

Page 1: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

Surah al-Kahf

Surah ini terdiri atas 110 ayat. Surah ini dinamakan AL-KAHF yang berarti "Gua". Surah ini juga dinamakan dengan ASHHÂBUL /CAHFartinya "Penghuni-penghuniGua", diambil dari kisah surah ini pada ayat 9 sampai 26.

Page 2: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

Surah al-Kahf

Surah ini dinamai surah al-Kahf yang secara harfiah berarti gua. Nama tersebut

diambil dari kisah sekelompok pemuda yang menyingkir dari gangguan

penguasa zamannya, lalu tertidur di dalam gua selama tiga ratus tahun lebih.

Nama tersebut dikenal sejak masa Rasul saw., bahkan beliau sendiri

menamainya demikian. Beliau bersabda: "Siapa yang menghafal sepuluh ayat

dari awal surah al-Kahf maka dia terpelihara dari fitnah ad-Dajjâl" (HR.

Muslim dan Abu Dâûd melalui Abu ad-Dardâ'). Sahabat-sahabat Nabi saw.

pun menunjuk kumpulan ayat surah ini dengan nama surah al-Kahf. Riwayat

lain menamainya dengan surah Ashhâb al-Kahf.

Surah ini merupakan wahyu al-Qur'an yang ke-68 yang turun sesudah

surah al-Ghâsyiyah dan sebelum surah asy-Syûrâ. Ayat-ayatnya terdiri atas

110 ayat yang, menurut mayoritas ulama, kesemuanya turun sekaligus

sebelum Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah. Memang, ada sebagian

ulama yang mengecualikan beberapa ayat, yakni dari ayat pertama hingga

ayat kedelapan. Ada juga yang mengecualikan ayat 28 dan 29; pendapat lain

menyatakan ayat 107 sampai dengan 110. Pengecualian-pengecualian itu

dinilai oleh banyak ulama bukan pada tempatnya.

Ada keistimewaan tersendiri yang ditemukan ulama pada penempatan

surah ini, yaitu ia adalah pertengahan al-Qur'an, yakni akhir dari juz XV dan

awal juz XVI. Pada awal surahnya, terdapat juga pertengahan dari huruf-

223

Page 3: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

224 Surah al-Kahf [18]

huruf al-Qur'an yaitu huruf ( _i ) ta pada firman-Nya: ( ,_f>U\~Aj ) wal

yatalaththaf(ayzt 19). Ada juga yang menyatakan bahwa pertengahan huruf-

huruf a l -Qur 'an adalah huruf ( _J ) nun pada f i rman-Nya:

( S£j c^r JLÛ3 ) laqadji'ta syai'an nukran (ayat 74).

Thabâthaba i berpendapat bahwa surah ini mengandung ajakan menuju

kepercayaan yang haq dan beramal saleh melalui pemberitaan yang

menggembirakan dan peringatan, sebagaimana terbaca pada awal ayat-ayat

surah dan akhirnya.

Sayyid Quthub menggarisbawahi bahwa "kisah" adalah unsur yang

terpokok pada surah ini. Pada awalnya terdapat kisah Ashhâb al-Kahf,

sesudahnya disebutkan kisah dua pemilik kebun, selanjutnya terdapat isyarat

tentang kisah Adam as. dan iblis. Pada pertengahan surah, diuraikan kisah

Nabi Musa as. dengan seorang hamba Allah yang saleh, dan pada akhirnya

adalah kisah Dzulqarnain. Sebagian besar dari sisa ayat-ayatnya adalah

komentar menyangkut kisah-kisah itu, di samping beberapa ayat yang

menggambarkan peristiwa Kiamat. Benang merah dan tema utama yang

menghubungkan kisah-kisah surah ini adalah pelurusan akidah tauhid dan

kepercayaan yang benar. Pelurusan akidah itu, menurut Sayyid Quthub seperti

jugaThabâthabâ'i, diisyaratkan oleh awal ayat surah ini dan akhirnya.

A l -B iqâ ' i berpendapat bahwa tema u tama surah ini adalah

menggambarkan betapa al-Qur'an adalah satu kitab yang sangat agung karena

al-Qur'an mencegah manusia mempersekutukan Allah. Mempersekutukan

Allah bertentangan dengan keesaan-Nya yang telah terbukti dengan jelas pada

uraian surah yang lalu, yang dimulai dengan ( ûbi—o ) subhâna, yakni

menyucikan-Nya dari segala kekurangan dan sekutu. Surah ini juga

menceritakan secara haq dan benar berita sekelompok manusia yang telah

dianugerahi keutamaan pada masanya, sebagaimana diuraikan oleh surah al-

Isrâ' yang menyatakan bahwa Allah memberi keutamaan siapa yang

dikehendaki-Nya dan melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Hal yang

paling menunjukkan tema tersebut adalah \asskAhl al-Kahf(^erv^mm Gua)

karena berita tentang mereka demikian rahasia sebab kepergian mereka

meninggalkan masyarakat kaumnya didorong oleh keengganan mengakui

Page 4: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

Surah al-Kahf [18] 225

syirik dan keadaan mereka membuktikan, setelah tertidur sedemikian lama, bahwa memang Yang MahaKuasa itu adalah Maha Esa. Demikian al-Biqâ'i.

Apa yang dikemukakan oleh para ulama, sebagaimana terbaca di atas, dapat disimpulkan dengan menyatakan bahwa surah ini bertemakan uraian tentang akidah yang benar melalui pemaparan kisah-kisah yang menyentuh.

Page 5: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

KELOMPOK 1

AYAT 1-8

227

Page 6: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

228 Surah al-Kahf [18]

Page 7: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

Kelompok I Ayat 1 Surah al-Kahf [18] 229

AYAT 1 -r-.- = . i

"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitâb dan tidak membuat padanya kebengkokan. "

Pada akhir surah al-Isrâ', Rasul saw. diperintahkan agar memuji Allah dan menyucikan-Nya dari segala kekurangan. Beliau diperintahkan demikian karena beliau adalah makhluk yang paling mengetahui tentang makna kesempurnaan dan penyucian Allah. Nah, surah ini dimulai dengan menyampaikan tentang kewajaran Allah swt. menyandang pujian atas segala kesempurnaan-Nya serta kesucian-Nya dari segala macam kekurangan, sambil mengingatkan tentang keharusan memuji-Nya sesuai dengan apa yang digariskan oleh agama dalam kitab suci al-Qur'an. Demikian al-Biqâ'i menghubungkan awal surah ini dengan akhir surah yang lalu. Secara singkat, dapat juga dikatakan bahwa perintah memuji Allah itu yang mengakhiri surah yang lalu, antara lain disebabkan Dia telah menurunkan kitab suci yang sangat sempurna, sebagaimana dijelaskan di sini. Nabi Muhammad saw. hendaknya memuji Allah karena kepada beliaulah kitab sempurna itu diturunkan, dan umatnya pun hendaknya memuji-Nya karena kitab tersebut membawa petunjuk kebahagiaan dan berita gembira kepada orang-orang beriman.

Ayat ini menyatakan: Segala puji hanya tertuju bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya, yakni Nabi Muhammad saw., al-Kitâb, yaitu al-Qur'an, dan tidak membuat padanya sedikit kebengkokan pun.

Kata ( ±<J-\ ) al-hamd telah diuraikan maknanya secara panjang lebar ketika menafsirkan ayat kedua surah al-Fâtihah. Di sana, antara lain penulis kemukakan bahwa kata al-hamd terdiri dari dua huruf, alif dasi lâm (baca al) bersama dengan kata hamd. Dua huruf yang menghiasi kata hamd itu oleh para pakar bahasa dinamai Al (dif-lâm) al-Istighrâq yang berarti tercakupnya segala sesuatu, dalam konteks ayat ini adalah pujian untuk Allah semata. Itu sebabnya kata "al-hamdu lillâh" sering kali diterjemahkan dengan "Segala puji bagi Allah".

Page 8: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

230 ' Surah al-Kahf [18] Kelompok I Ayat 1

Hamd atau. pujian adalah ucapan yang ditujukan kepada yang dipuji atas

sikap atau perbuatannya yang baik, walau ia tidak memberi sesuatu kepada si

pemuji. Di sini bedanya dengan kata ( £j> ) syukr/syukuryzng pada dasarnya

digunakan untuk mengakui dengan tulus dan dengan penuh hormat

pemberian yang dianugerahkan oleh siapa yang disyukuri itu. Kesyukuran

itu bermula dalam hati yang kemudian melahirkan ucapan dan perbuatan.

Seseorang layak mendapat pujian ketika perbuatannya memiliki 3 unsur

utama, yaitu: 1) Indah dan baik; 2) Dilakukan secara sadar; dan 3) Tidak

terpaksa/dipaksa. Kata "al-Hamdu", yang pada ayat ini ditujukan kepada Allah

swt., menunjukkan segala perbuatan-Nya telah memenuhi ketiga unsur yang

disebutkan di atas.

Pada kata ( <& JU^- t ) al-hamdu lillâh/segala puji bagi Allah, huruf ( _! )

lamlbagi yang menyertai kata ( Â\ ) Allah mengandung makna pengkhususan

bagi-Nya. Ini berarti bahwa segala pujian hanya wajar dipersembahkan kepada

Allah swt. Dia dipuji antara lain karena Dia telah menurunkan al-Kitâb yang

sifatnya sangat sempurna, tidak mengandung sedikit kebengkokan atau

kekurangan.

Ada empat surah al-Qur'an—selain surah al-Fâtihah—yang ayatnya

dimulai dengan al-hamdu lillâh. Awal QS. al-Kahf ini adalah salah satunya.

Di sini, anugerah yang menuntut lahirnya pujian itu adalah nikmat-nikmat

pemeliharaan Allah yang dianugerahkan-Nya secara aktual dalam kehidupan

dunia, yang puncaknya adalah kitab suci al-Qur'an. Tiga surah lainnya adalah

QS. al-An'âm [6] : 1 yang mengisyaratkan nikmat wujud di dunia dan segala

potensi yang dianugerahkan Allah swt. di langit dan di bumi serta yang dapat

diperoleh melalui gelap dan terang.

Selanjutnya, QS. Saba' [34]: 1 yang mengisyaratkan nikmat-nikmat Allah

di akhirat kelak, yakni kehidupan baru, di mana manusia yang taat memeroleh

kenikmatan abadi. Selanjutnya, QS. Fâthir [35]: 1, ayat ini adalah isyarat

tentang nikmat-nikmat abadi yang akan dianugerahkan Allah kelak ketika

mengalami hidup baru di akhirat.

Setiap perincian nikmat yang dicakup oleh masing-masing ayat pada

awal empat surah di atas adalah perincian dari keseluruhan nikmat Allah,

Page 9: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

Kelompok I Ayat 2-5 Surah al-Kahf [18] 231

dan kandungan keempatnya dicakup oleh al-hamdu lilkih pada surah al-

Fâtihah itu.

Kata ( x& ) 'abdtelah dijelaskan pada awal QS. al-Isrâ',1 9 demikian juga

pada ayat 5 QS. al-Fâtihah. 2 0 Rujuklah ke sana jika Anda berminat.

Kata ( brjp ) 'iw a]ani bengkok menyifati sesuatu yang immaterial.

Thabâthabâ'i berpendapat bahwa bila huruf {—£>) 'ain pada kata itu Av-fathah-

kan sehingga berbunyi ( £j£ ) 'awaj, maknanya adalah sesuatu yang

bengkoknya terlihat dengan mudah, dan bila à\-kasrah-ka.n seperti bunyi ayat

ini ( ) 'iwaj, ia adalah kebengkokan yang sulit terlihat dan memerlukan

pemikiran yang dalam untuk mengetahuinya. Jika pendapat ini diterima, itu

berarti jangankan kebengkokan yang jelas, yang sulit ditemukan pun tidak

terdapat dalam al-Qur'an. Dalam arti, walau dibahas dan diteliti untuk dicari

kesalahannya, pasti tidak akan ditemukan.

Ada juga yang memahami kata 'iwajan dalam arti tidak lurus lagi tidak

sempurna. Dengan demikian, dinafikannya kebengkokan bagi al-Qur'an berarti

segala sesuatu yang berkaitan dengan kitab suci itu lurus dan sempurna bukan

hanya pada redaksi atau makna-maknanya, tetapi juga tujuan dan cara

turunnya serta siapa yang membawa turun (malaikat Jibril as.) dan yang

menerimanya (Nabi Muhammad saw.). Pemahaman ini demikian karena

redaksi ayat di atas menyatakan ( Urj* «d J*£ ^ ) lamyaj'allahu 'ituajan/tidak

membuat padanya kebengkokan bukannya menyatakan ( ^ J P <d J*£ £ ) lam

yaj'alfihi 'iwajan/tidak membuat di dalamnya kebengkokan.

AYAT 2-5

"Sebagai bimbingan yang lurus untuk memperingatkan siksa yang sangatpedih

dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang mukmin yang

mengerjakan yang saleh bahwa bagi mereka ganjaran yang baik; mereka kekal

di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan untuk memperingatkan orang-orang

Rujuk halaman 12.

Baca volume 1 mulai halaman 58.

Page 10: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

232 Surah al-Kahf [18] Kelompok I Ayat 2-5

yang berkata: 'Allah mengambil seorang anak. ' Mereka sekali-kali tidak mempunyai sedikit pengetahuan pun tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan kecuali dusta. "

Ketidakbengkokan kitab suci al-Qur'an dikukuhkan lagi dengan firman-Nya, sebagai bimbingan yang lurus dan sempurna, yang mengatasi dan menjadi tolok ukur kebenaran semua kitab-kitab suci sebelumnya dengan tujuan untuk memperingatkan siapa pun tentang adanya siksa yang sangat pedih dari sisi Allah yang tidak terjangkau atau dapat dilukiskan dengan kata-kata betapa pedihnya dan kitab suci itu juga memberi berita gembira kepada orang-orang mukmin yang mantap imannya dan yang selalu mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa bagi mereka ganjaran yang besar lagi baik yaitu surga dan segala kenikmatannya; mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan kitab suci juga diturunkan untuk memperingatkan orang-orangyang berkata: "Allah mengambil seorang anak" seperti kepercayaan sementara kaum musyrikin bahwa malaikat adalah anak Allah atau kepercayaan sementara orang Yahudi dan Nasrani. Mereka sekali-kali tidak mempunyai sedikit pengetahuan pun tentang hal apa yang mereka ucapkan itu, begitu pula nenek moyang mereka. Dengan demikian, tidaklah beralasan jika mereka percaya atau mengikuti kepercayaan nenek moyang. Alangkah jeleknya kata-kata yangterus-menerus keluar dari mulut mereka, yakni mereka tidak hanya simpan dalam benak tetapi dengan bangga mengucapkannya; mereka tidak mengatakan sesuatu pun kecuali dusta yang besar belaka.

Kata ( U>3 ) qayyiman terambil dari kata ( fté ) qâma yang biasa diterjemahkan berdiri. Dari sini kemudian kata tersebut juga berarti lurus karena yang berdiri sama dengan tegak lurus.

Kata ( |»3 ) qayyimllurus sengaja disebut lagi untuk menjadi penguat terhadap kata tidak bengkok. Pakar tafsir, az-Zamakhsyari, menulis bahwa penguatan tersebut diperlukan karena boleh jadi sesuatu terlihat tidak bengkok padahal hakikatnya bengkok. Demikian juga sebaliknya. Ulama lain memahami kata qayyim dalam arti memberi petunjuk yang sempurna menyangkut kebahagiaan umat manusia atau menjadi saksi kebenaran dan

Page 11: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

Kelompok I Ayat 6 Surah al-Kahf [18] 233

tolok ukur bagi kitab-kitab suci sebelumnya. Thabâthabâ'i menulis bahwa kata qayyim digunakan untuk menunjuk siapa/apa yang mengatur kemaslahatan dan memelihara sesuatu serta menjadi rujukan dalam setiap kebutuhan. Suatu kitab menjadi qayyim apabila kandungannya sempurna sesuai harapan. Dalam konteks ayat ini adalah kandungan al-Qur'an yang mengandung kepercayaan yang haq serta petunjuk tentang amal saleh yang mengantar menuju kebahagiaan, seperti firman-Nya dalam QS. al-Ahqâf [46] : 30 yang menjelaskan tentang al-Qur'an bahwa:

"Dia memimpin kepada kebenaran dan jalan yang lurus. " Ayat 3 di atas tidak menyebut sasaran peringatan. Ini berarti peringatannya

mencakup segala sesuatu yang dapat menerima peringatan, baik muslim maupun non-muslim, sedang ayat 4 menyebut salah satu sasaran yang paling pokok yaitu orang-orang yang mempersekutukan Allah yang percaya bahwa Allah mempunyai anak.

Kata ( (jrjiTU ) mâkitsîn terambil dari kata ( ) mukts yaitu kemantapan tinggal di satu tempat. Kelezatan, kenyamanan, dan kesesuaian yang mereka alami di surga diibaratkan sebagai satu tempat yang meliputi penghuni surga. Ini mereka alami ( \jul ) abadan, yakni dalam masa yang tidak berakhir. Dengan memahami kata mâkitsîn seperti di atas, tidak ada pengulangan akibat kedua kata itu.

AYAT 6

"Maka, (apakah) barangkali engkau akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini. "

Rasul saw. sangat berkeinginan agar semua manusia beriman. Apa yang dilukiskan di atas tentang kepercayaan kaum musyrikin sungguh menyedihkan hati beliau. Karena itu, ayat ini menggambarkan belas kasih atas perasaan

Page 12: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

234 Surah al-Kahf [18] Kelompok I Ayat 6

Rasul saw. itu dengan menyatakan: Maka, akibat ucapan dan perbuatan kaum

musyrikin itu apakah barangkali engkau akan membunuh dirimu sendiri

karena bersedih hati atas sikap mereka berpaling dari tuntunan-tuntunan yang

engkau sampaikan, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini,

yakni kepada al-Qur'an.

Kata ( I JLA ) hâdzâ digunakan di sini untuk menunjuk al-Qur'an sebagai

isyarat betapa dekat tuntunan-tuntunan kepada jati diri manusia sehingga

pastilah ada gangguan pada jiwa manusia yang enggan memercayainya.

Kata ( J jJ ) la alla sebagaimana kata ( ) 'asa digunakan untuk

menggambarkan harapan atau rasa kasih terhadap mitra bicara. Pada ayat

ini, rasa kasih itulah yang dimaksud. Ada juga yang memahami kata tersebut

di sini dalam arti larangan, dan bila demikian ayat ini menyatakan: Wahai

Nabi Muhammad, janganlah engkau membinasakan dirimu hingga mati

akibat rasa sedih sebab penolakan mereka terhadap ayat-ayat al-Qur'an. Makna

ini sejalan dengan firman-Nya:

"Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka" (QS.

Fâthir [35]: 8).

Kata ( £ ^ ) bâkhi' terambil dari kata ( ç& ) bakha' yang berarti

menyembelih. Kata ini terambil dari kata ( ) bukhâ 'yaitu satu urat yang

terdapat di bagian belakang leher binatang. Itulah batas akhir atau urat binatang

yang terakhir yang, jika ia dipotong, leher dapat terpisah dari badannya. Kata

ini digunakan di sini untuk menggambarkan kesedihan yang luar biasa

sehingga mengantar kepada kematian.

Kata ( |«-»jtfT ) âtsârihim terambil dari kata ( J\ ) atsaryang berarti bekas-

bekas kaki yang terlihat di pasir akibat perjalanan. Dengan berjalan, seseorang

meninggalkan tempat, tanpa berpaling ke belakang melihat bekas-bekas itu.

Kata ini juga berarti peninggalan yang tidak berharga yang sengaja diabaikan

oleh seorang musafir. Redaksi ini bermaksud berkata, "Boleh jadi engkau

membunuh dirimu sendiri karena keengganan mereka berpaling melihat

kepadamu, serupa dengan keengganan seseorang yang sedang berjalan ke depan

dan enggan berpaling melihat bekas-bekas kakinya di pasir." Makna ini

Page 13: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

Kelompok I Ayat 7-8 Surah al-Kahf [18] • 235

merupakan tamsil terhadap keadaan kaum musyrikin yang menolak tuntunan al-Qur'an, bahkan melecehkannya bagaikan barang-barang yang sengaja ditinggal.

Redaksi di atas bisa juga dipahami sebagai tamsil keadaan Rasul saw. yang sangat bersedih akibat penolakan kaumnya. Rasul saw. diibaratkan seorang yang terpaksa meninggalkan keluarga dan kampung halamannya. Beliau melihat mereka dan bersedih karena perpisahan itu. Nah, ayat ini membimbing beliau agar jangan bersedih karena yang ditinggal adalah âtsâr, yakni barang-barang yang tidak berharga lagi, yang memang semestinya ditinggal dengan sengaja, seperti sang musafir yang meninggalkan barang-barangnya yang remeh itu. Tentu saja, jika makna ini yang diterima, dapat pula dikatakan bahwa ayat ini turun setelah Rasul saw. berkali-kali mengajak kaumnya untuk beriman, namun mereka tetap menolak.

AYAT 7-8

"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalnya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. "

Setelah ayat yang lalu melarang Nabi Muhammad saw. terlalu bersedih atas penolakan kaum musyrikin, ayat ini menjelaskan bahwa menjadikan mereka beriman adalah di luar kemampuan Nabi Muhammad saw. karena Allah telah menciptakan setiap orang dengan potensi untuk berbuat baik atau jahat, dan menyediakan pula sarana ujian, sehingga masing-masing dipersilakan untuk memanfaatkan potensi dan petunjuk Allah tanpa pemaksaan dari siapa pun. Ayat ini melukiskan hal tersebut dengan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menjadikan segala apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, yakni bagi bumi, dan dipandang indah pula oleh penghuni-penghuninya agar Kami menguji mereka melalui apa yang terdapat di bumi dan yang menjadi hiasan itu sehingga Kami dapat mengetahui dalam

Page 14: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

236 Surah al-Kahf [18] Kelompok I Ayat 7-8

kenyataan, seperti apa yang telah Kami ketahui dalam ilmu Kami yang azali, siapakah di antara mereka yang terbaik amalnya, yakni yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan tuntunan kitab suci. Dan sesungguhnya Kami pada akhir perjalanan hidup manusia di dunia ini, demikian juga menjelang Kiamat nanti, benar-benar akan menjadikan pula apa yang di atasnya termasuk aneka hiasannya menjadi tanah rata lagi tanduswalau sebelum itu bumi hijau subur, penuh dengan berbagai bentuk keindahan hidup.

Kata ( I j y r ) juruzan berarti tidak bertumbuhan, baik karena tanahnya tandus maupun karena tumbuhannya punah oleh satu dan lain hal.

Ayat ini menjelaskan hakikat kehidupan duniawi yaitu bahwa jiwa manusia pada mulanya adalah jiwa yang suci, luhur, dan tinggi, tidak cenderung kepada kehidupan duniawi yang rendah, tetapi Allah swt. telah menetapkan bahwa jiwa itu tidak dapat mencapai kesempurnaan dan kebahagiaannya yang abadi kecuali dengan akidah yang benar serta amal-amal saleh. Untuk itu, Allah swt. mengantarnya menuju akidah yang benar dan amal saleh serta menempatkannya di arena dan sarana penyucian jiwa yakni menempatkannya di dunia untuk waktu tertentu dengan jalan menjadikan jiwanya memiliki hubungan dan kecenderungan ke bumi melalui kenyamanan hidup, seperti harta, anak, dan kedudukan. Dengan demikian, apa yang ada di bumi terlihat indah dalam pandangan manusia, hiasan-hiasan duniawi disukainya, dan atas dasar itu pula jiwanya cenderung ke bumi dan merasa tenang kepadanya. Nah, apabila waktu yang ditentukan Allah untuk keberadaannya di bumi telah berakhir, yakni setelah rampung masa ujian dan masa penyucian jiwa, Allah swt. mencabut hubungan dan kecenderungan masing-masing manusia kepada bumi serta menghapus keindahan dan hiasan dunia dalam pandangannya. Ketika itulah dunia dilihatnya bagaikan tanah yang gersang tanpa tumbuhan dan keindahan dan dia pun dipanggil kembali menghadap Allah dalam keadaan sendiri sebagaimana dia datang ke bumi sendirian.

Demikian terjadi orang per orang dan generasi demi generasi. Bumi diperindah dalam pandangan mereka semua, lalu masing-masing dibiarkan bebas dengan pilihannya sendiri dalam rangka ujian, dan bila waktu ujian selesai—yakni tiba ajalnya—diputuslah hubungannya dengan dunia dan dia

Page 15: Al-Misbah 018 Surah Al-Kahf

Kelompok I Ayat 7-8 Surah al-Kahf [18] 237

dipindahkan dari arena amal ke arena ganjaran, dari arena ujian ke arena pengumuman dan penerimaan hasil ujian. Demikian lebih kurang Thabâthabâ'i. Dengan demikian, menurutnya, ayat ini bagaikan berkata kepada Nabi Muhammad saw.: "Janganlah engkau, wahai Nabi, bersedih apabila mereka berpaling dari ajakanmu serta tenggelam dalam kenikmatan duniawi karena hakikat kehidupan mereka itu merupakan bagian dari pengaturan Allah. Yang Mahakuasa itu menempatkan mereka di bumi dan menjadikannya indah sehingga hati mereka selalu cenderung kepadanya dalam rangka menguji mereka, tetapi nanti bila tiba masanya—yakni pada saat kematian mereka—apa yang terlihat indah itu tidak lagi akan menjadi demikian. Kalau kini ia bagaikan taman yang sangat indah dengan aneka ragam jenis dan warna kembang, kelak ia akan menjadi tanah gersang yang tidak bertumbuhan."

Atas dasar penjelasan di atas, Thabâthabâ'i memahami makna ayat 8 dalam arti terputusnya hubungan kecintaan manusia dengan kenyamanan hidup duniawi, yakni pada saat kematian. Pendapat ini dikemukakannya tanpa menutup kemungkinan memahaminya dalam arti bahwa Allah swt. akan mengembalikan keadaan bumi, yakni keindahannya, sebagaimana keadaannya semula, yaitu tanah yang tidak bertumbuhan, kelak menjelang Kiamat, sebagaimana pendapat mayoritas ulama.

Perlu digarisbawahi bahwa menjadikan bumi indah bukan saja untuk kepentingan pemuasan rasa manusia, tetapi juga sebagai pendorong aktivitasnya serta merupakan salah satu yang dapat mengantar nalar manusia meyakini wujud dan keesaan Allah.