akad pengalihan utang berdasarkan fatwa dewan...

106
AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN) MUI DAN RESOLUSI MAJELIS PENASIHAT SYARIAH (MPS) MALAYSIA THESIS Oleh Qumi Andziri NIM. 21140433000002 MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1439 H

Upload: ngoanh

Post on 29-Apr-2019

262 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

AKAD PENGALIHAN UTANG

BERDASARKAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN) MUI

DAN RESOLUSI MAJELIS PENASIHAT SYARIAH (MPS) MALAYSIA

THESIS

Oleh

Qumi Andziri

NIM. 21140433000002

MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/ 1439 H

Page 2: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia
Page 3: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia
Page 4: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia
Page 5: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

ii

PERBANDINGAN AKAD PENGALIHAN UTANG

BERDASARKAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN)

MUI DAN RESOLUSI MAJELIS PENASIHAT SYARIAH (MPS)

MALAYSIA

Qumi Andziri

Magister Hukum Ekonomi Syariah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Email: [email protected]

Penelitian thesis ini bertujuan untuk memberikan analisis pebandingan hukum

pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia. Pengalihan Utang

timbul dikarenakan kebutuhan masyarakat akan pembiayaan syariah. Fatwa DSN-MUI

nomor 31/VI/2002 tentang pengalihan Utang. dan Resolusi MPS Malaysia No. 88

Tentang Penstrukturan Semula Utang. Kedua ketentuan tersebut memberikan payung

hukum bagi lembaga keuangan syariah dalam melakukan transaksi pengalihan Utang.

Pendekatan masalah yang digunakan antara lain: Pendekatan Perundang-undangan

(Statute Approach) dengan menelaah regulasi ketentuan terkait pemindahan Utang

pada fatwa tersebut dan pendekatakan konseptual (Conceptual Approach) yakni dengan

mengkaji pandangan/konsep para ahli yang berkenaan dengan konsep Utang dan

pengalihan Utang.

Pengalihan Utang merupakan sarana bagi nasabah konvensinal yang ingin

mengalihkan Utangnya ke bank syariah, tentu menjadi penting untuk diteliti agar dapat

memberikan gambaran dan memudahkan masyarakat dalam melakukan transaski

pengalihan Utang. Dengan adanya fatwa terkait pengalihan Utang, masyarakat

memiliki pedoman kepatuhan hukum syariah dan diharapkan dapat menambah

portofolio perbankan Syariah.

Kata Kunci : Pengalihan Utang, Fatwa DSN MUI, Fatwa MPS Malaysia

Page 6: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

iii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT atas segala

Rahmat dan Karunianya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan tesis yang berjudul: Perbandingan Akad Pengalihan Utang

Berdasarkan Fatwa DSN MUI dan Resolusi MPS Malaysia.

Tesis ditulis dalam rangka memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh

gelar Magister (S.2) di UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Penulis menyadari bahwa

tesis dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh

karena itu penulis berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun

tidak langsung memberikan kontribusi dalam menyelesaikan Tesis ini. Selanjutnya

ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Ag Sebagai ketua prodi Magister Hukum Ekonomi

Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan izin dan

kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada prodi Magister

Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar. MA. Sebagai Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga merupakan pembimbing

Tesis penulis yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama

penyusunan tesis ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program

Magister Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Terimakasih juag penulis sampaikan kepada para guru besar dan dosen

Program Magister Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah memberikan bimbingan dan bekal ilmu sehingga penulis dapat

menyelesaikan sidang tesis di Program Magister Hukum Ekonomi Syariah UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Seluruh staf administrasi serta petugas perpustakaan pada baik perpustakaan

umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun perpustaakn Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, yang secara langsung atau tidak langsung

telah memberi bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis.

Page 7: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

iv

6. Teristimewa untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan

doa, dan motivasi. Selama hidupnya Jasa beliau tak akan hilang sampai akhir

hayat.

7. Suami tercinta yang telah memberikan dorongan setulus hati dalam

menyelesaikan studi Program Magister Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh rekan-rekan MHES yang telah saling mendukung untuk melalui

perjuangan bersama-sama, serta junior dan senior MHES, yang telah

memberikan sumbangan pemikiran dan motivasi sehingga penulisan tesis dapat

diselesaikan.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya bidang Syariah dan Hukum baik di Perguruan Tinggi serta bermanfaat

bagi para pembaca. Amin yaa rabbal alamin.

Jakarta, 24 Juli 2018

Penulis

Qumi Andziri

NIM. 21140433000002

Page 8: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

v

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL .................................................................................................. i

LEMBAR JUDUL .................................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iv

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................... v

PEDOMAN TRABSLITERASI .............................................................................. vi

ABSTRAK ................................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. x

DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Permasalahan ........................................................................................... 6

1. Identifikasi Masalah ............................................................................... 6

2. Batasan Masalah ........................................................................................ 6

3. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian, ....................................................................................... 6

E. Signifikansi Penelitian, ................................................................................ 7

F. Riview Studi Terdahulu................................................................................ 8

G. Metodologi Penelitian .................................................................................. 10

1. Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian .......................................... 10

2. Sumber Data ............................................................................................. 11

3. Teknik Pengumpulan Sumber Data .......................................................... 12

4. Teknik Analisis Data ................................................................................ 12

5. Teknik Penulisan ....................................................................................... 13

H. Sistematika Penulisan ................................................................................ 13

BAB II KONSEP UTANG DAN AKAD DALAM HUKUM EKONOMI SYARIAH

...................................................................................................................... 15

A. Utang Dalam Hukum Ekonomi Syariah ...................................................... 15

Page 9: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

vi

1. Pengertian Utang Piutang ......................................................................... 15

2. Dasar Hukum Utang Piutang .................................................................... 18

3. Rukun dan Syarat Utang Piutang ............................................................. 23

4. Pembayaran dan Tanggung Jawab Peminjam .......................................... 25

5. Faktor Terjadinya Utang Piutang ............................................................. 27

6. Tata Krama berutang ................................................................................ 28

B. Pengalihan Utang ....................................................................................... 31

1. Pengertian ............................................................................................... 31

2. Landasan Hukum ..................................................................................... 34

3. Rukun Hiwalah ........................................................................................ 36

4. Jenis-jenis Hiwalah .................................................................................. 37

5. Berakhirnya Hiwalah ............................................................................... 38

6. Aplikasi Hiwalah dalam Perbankan ........................................................ 39

BAB III METODOLOGI FATWA DSN MUI DAN MPS MALAYSIA ........... 41

A. Gambaran Umum Dewan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI ...... 41

1. Profil Dewan Fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia ....................... 41

2. Kedududkan dan Tugas DSN MUI dan MPS Malaysia……………45

B. Tahapan dan Proses Pemberian Fatwa dan Format Fatwa DSN MUI

dan MPS Malaysia ............................................................................ 50

C. Prosedur Pemberian Fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia ................ 55

BAB. IV FATWA TENTANG PENGALIHAN UTANG MENURUT DEWAN

SYARIAH NASIONAL MUI DAN MPS MALAYSIA ..................... 61

A. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Tentang Pengalihan Utang

1. Pengalihan Utang dalam Perbankan ........................................... 61

2. Konsep Pengalihan Utang (Take Over) dalam Fatwa DSN ....... 63

3. Kedudukan Fatwa DSN dalam Hukum Positif Indonesia .......... 63

3. Fatwa DSN Tentang Pengalihan Utang ..................................... 66

a. Fatwa DSN tentang Pengalihan Utang Bank Konvensional

ke Bank Syariah .................................................................... 66

b. Fatwa DSN tentang Pengalihan Utang lainnya ..................... 67

B. Fatwa MPS tentang Pengalihan Utang

Page 10: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

vii

1. Kedudukan Fatwa MPS dalam Hukum Positif Malaysia ........... 69

2. Resolusi MPS Tentang Pengalihan Utang ................................. 73

a. Resolusi MPS tentang Pengalihan Utang Bank Konvensional

ke Bank Syariah .................................................................. 75

b. Resolusi MPS tentang Pengalihan Utang lainnya ................. 75

C. Analisis Perbandingan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN

MUI dan MPS Malaysia dan faktor-faktor yang

menyebabkannya...........................................................................76

1. Dasar Persamaan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI

dan MPS Malaysia…………………………………….…..…77

2. Dasar Perbedaan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI

dan MPS Malaysia……….…………………..............………78

3. Faktor yang menyebabkan Perbedaan Fatwa Pengalihan Utang

Menurut DSN MUI dan MPS Malaysia……………….….....80

4. Perbandingan fatwa pengalihan Utang menurut DSN MUI dan

MPS Malaysia………………………………………………81

BAB. V PENUTUP ................................................................................................... 86

A. Kesimpulan……………………………………………...…………86

B. Implikasi………………………………………………...…………86

c. Saran……………………………………………………...…………87

Page 11: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara, antara lain

versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementian Agama dan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina. Untuk memudahkan penerapan

alih aksara dalam penulisan tugas akhir, pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak

mengikuti ketentuan salah satu versi di atas, melainkan dengan mengkombinasikan dan

memodifikasi beberapa ciri hurufnya. Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta ini disusun dengan logika yang sama.

Huruf Huruf Keterangan

Arab Latin

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j Je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis dibawah ط

Page 12: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

ix

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ن

w We و

h Ha ـھ

Apostrof ` ء

y Ye ي

Page 13: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

x

DAFTAR ISTILAH

BIMB : Bank Islam Malaysia Berhad

BNM : Bank Negara Malaysia

BUS : Bank Umum Syariah

DSN : Dewan Syariah Nasional

GIA :Government Investment Act

GII : Government Investment Issues (surat berharga (sekuritas) yang dikeluarkan oleh

pemerintah berdasarkan pada prinsip Syariah)

IBA : Islamic Banking Act

IFSA : Islamic Financial Services Asset

IKI : Institusi Keuangan Islam

MPS : Majelis Penasihat Syariah

MUI : Majelis Ulama Indonesia

NSAC : National Sharia Advisory Council

PMA : Peraturan Menteri Agama

PP : Peraturan Presiden

QS : al-Quran Surah

RI : Republik Indonesia

RM : Ringgit Malaysia

UUS : Unit Usaha Syariah

Page 14: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembiayaan pengalihan utang secara umum, merupakan satu jenis pembiayaan

yang banyak dipraktikkan perbankan syariah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan

masyarakat akan pembiayaan Pengalihan Utang senantiasa ada dan berkembang

sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan kegiatan bisnis.1 Model pembiayaan

Pengalihan Utang itu sendiri merupakan bentuk aplikasi dari prinsip hukum Islam

yang memberikan kemudahan dalam praktek kehidupan sehari-hari.2 Pengalihan

Utang juga merupakan fasilitas yang disediakan oleh bank Syariah guna

memberikan wadah bagi nasabah untuk hijrah dan memperbaiki utangnya di bank

konvensional menuju pembiayaan dengan skema Syariah.

Menurut Karnaen A. Perwataarmaatmadja dalam memberikan fasilitas

pemindahan utang, akad yang digunakan Bank syariah adalah akad hiwālah,

maupun qord.3 Dalam praktek perbankan, pengalihan utang disebut juga take

over4 yang secara tekstual berarti pengambilalihan atau akuisisi.

5 Hukum perdata

perjanjian pengalihan hak dan kewajiban dapat ditemukan pengaturannya dalam

pasal 16 Kitab undang-undang perdata perihal hak tanggungan.6 Ketentuan

tersebut menunjukkan secara tegas dan jelas, bahwa hak tanggungan dapat beralih

atau berpindah tangan, dengan terjadinya perjanjian pengalihan pembaruan utang.

Hiwālah/pengalihan utang juga disebutkan dalam buku Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah pada pasal 318 sampai pasal 321. Pada pasal tersebut, disebutkan

ketentuan-ketentuan mengenai Hiwālah/pengalihan utang.

1

www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi diunduh pada tanggal 10 Oktober

2016 2 Diantara hukum tersebut adalah 1). Meniadakan Kesulitan dan tidak memberatkan

(„Adamul haraj) 2). Menyedikitkan Beban 3). Memperhatikan kemaslahatan manusia. 3 Karnaen A. Perwataarmaatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah Teori, praktik dan

Peranannya, (Jakarta: Celestial publishing, 2007), cet 1, h. 81 4 Dalam istilah hukum, Pengalihan Utang adalah serupa dengan pengambilalihan utang atau

lembaga pelepasan utang, atau penggantian kreditur atau penggantian debitur dan dikenal dengan

lembaga novasi. R. setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta : Putra Barain, 2005, h.117.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Kekayaan (Hak Tanggungan), (Jakarta : Kencana

Prenada Media Group), 2006, h. 227. 5 Damos O.Y. Sihombing, Kamus Lengkap Ekonomi, edisi-2, (Jakarta : Erlangga, 1994), h.

637. 6 Yang menyatakan “Beralihnya hak tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari

tanggal pencatatan”

Page 15: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

2

Salah satu bentuk aktiva produktif bank adalah pembiayaan.7

Produk

pembiayaan utama yang mendominasi portofolio pembiayaan bank syariah dari

segi tujuan pembiayaan, adalah pembiayaan modal kerja,8 pembiayaan investasi,

dan pembiayaan aneka barang property/pembiayaan konsumtif.9 Peluang terhadap

pengembangan produk dalam pembiayaan dapat terus dilakukan melihat besarnya

minat masyarakat terhadap pengajuan pembiayaan di bank syariah. Berdasarkan

data Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2016, total pembiayaan yang

disalurkan Bank Syariah untuk modal kerja sebesar 87,362 Milyar atau setara

dengan 35,23% dari total keseluruhan pembiayaan yang mencapai 248,007 Milyar.10

Apabila dilihat dari tingkat rata-rata margin, pembiayaan modal kerja berada

pada tingkat margin tertinggi diantara pembiayaan sektor lainnya.11

Hal ini

berdasarkan asumsi bahwa modal kerja merupakan kegiatan produktif yang

memungkinkan nasabah untuk mendapatkan lebih banyak income dari pada

pembiayaan konsumtif yang bersifat pasif.

Pengalihan utang dibahas dalam fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No.

31/DSN-MUI/VI/2002. Bahwa yang dimaksud dengan pengalihan utang adalah

pemindahan utang nasabah dari bank/lembaga keuangan konvensional ke

bank/lembaga keuangan syariah12

dengan ketentuan akad. Dalam ketentuan akad

ini terdapat empat alternatif, adapun keempat alternatif tersebut dengan skema

akad sebagai berikut :13

7 Pengertian aktiva produktif menurut Mahmoedin adalah “Semua penanaman dana dalam

rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.

Aktiva produktif bank syariah selain pembiayaan terdiri atas giro pada bank lain, penempatan pada

bank lain, surat berharga, penyertaan, dan transaksi rekening administratif. Lihat Mahmoedin, Kredit

Bermasalah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004), h. 18 8 Pembiayaan modal kerja syariah adalah suatu pembiayaan jangka pendek yang diberikan

kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip

syariah. Fasilitas dari PMK itu sendiri dapat diberikan kepada seluruh sektor/subsektor ekonomi yang

dinilai prospek, tidak bertentangan dengan syariat islam dan tidak dilarang oleh ketentuan

perundang-undangan yang berlaku serta yang dilakukan jenuh oleh Bank Indonesia. lihat Muhammad

Syafi‟i Antono, Bank Syariah dari Teori Ke Prakti, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 23 9 Karnaen A. Perwataarmaatmadja dan hendri Tanjung, Bank Syariah Teori, praktik dan

Peranannya, ( Jakarta: Celestial publishing, 2007), h. 80 10

Komposisi pembiayaan berada pada investasi sebesar 60,04 Milyar atau 24 % dan

pembiayaan konsumtif sebesar 100,60 Milyar atau sebesar 40 %dari total pembiayan bank syaria tahun

2016. lihat Data SPS Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) Desember 2016. 11

Tinggkat margin pembiayaan modal kerja kisaran 15.44 %, investasi 12.12 % , dan

konsumsi 11.60%. Data SPS Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) Desember 2016 12

Fatwa DSN nomor : 19/DSN-MUI/VI/2001 tentang al-qardh dan Fatwa DSN nomor :

04/DSN-MUI/IV/2000 13

Fatwa DSN nomor : 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan utang.

Page 16: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

3

Alternatif I : LKS memberikan qardh kepada nasabah. Nasabah melunasi kredit

(utang)-nya; asset milik nasabah secara penuh (Al-Milku Tammah).

Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, nasabah

melunasi qardh-nya kepada LKS. LKS menjual secara murābahah

kepada nasabah, dan nasabah melakukan pembayaran secara

cicilan.

Alternatif II : LKS membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin LKK, terjadilah

kepemilikan bersama LKS dan nasabah. Bagian asset yang dibeli oleh

LKS senilai dengan utang (sisa cicilan) nasabah kepada LKK. LKS

menjual secara murābahah asset yang menjadi miliknya tersebut

kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.

Alternatif III : Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset,

nasabah dapat melakukan akad Ijārah dengan LKS. Apabila

diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah

dengan Qardh. Akad Ijārah tidak boleh dipersyaratkan dengan (harus

terpisah dari) pemberian talangan. Besar imbalan jasa Ijārah tidak

boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada

nasabah.

Alternatif IV : LKS memberikan qardh kepada nasabah, agar nasabah melunasi

kredit (utang)-nya; dan dengan demikian, asset yang dibeli dengan

kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh. Nasabah menjual

aset kepada LKS, dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi

qardh-nya kepada LKS. LKS menyewakan asset yang telah menjadi

miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad al-Ijārah

al-Muntahiyah bi al-Tamlik.

Fatwa DSN MUI no 31 diatas merupakan pilihan hukum yang dapat

digunakan bank syariah dan LKS sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik

masing-masing lembaga keuangan. Adapun kasus hukum yang terjadi pada praktek

Pengalihan Utang di masyarakat berbagai bentuk, diantaranya adalah kasus yang

terjadi dikarenakan kesalahan pada objek akad, cacat akad secara hukum,14

dan

14

Salah satu contohnya adalah kasus antara Bank Syariah X dengan nasabah dalam

keputusan MA pada tingkat kasasi dengan Putusan No. 292 K/AG/2008, bahwa ternyata

tidak pernah ada objek akad seperti barang/asset yang dijual oleh Bank

Syariah X kepada nasabah. Inilah yang menyebabkan akad murābahah pada Pengalihan

Utang di Bank Syariah X dan ER cacat hukum karena tidak memenuhi Rukun dan

Page 17: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

4

juga terdapat kasus berkaitan dengan para pihak, yang menjadi penyebab

timbulnya kerusakan dan sengketa pembiayaan Pengalihan Utang, juga

permasalahan terkait akad Pengalihan Utang yang belum lengkap.15

Keberadaan Fatwa dalam tatanan hukum berfungsi untuk mendinamiskan

hukum Islam dalam merespon persoalan yang muncul, termasuk permasalahan

ekonomi modern, sesuai dengan dimensi ruang dan waktu yang melingkupinya.16

Fatwa dijadikan pedoman oleh otoritas keuangan dan lembaga keuangan syariah

(LKS) dalam kegiatan ekonomi syariah. Fatwa dijadikan standar untuk memastikan

kesyariahan produk dan operasional keuangan syariah.17

Bahkan menurut Gamal,

fatwa menjadi satu-satunya sarana menentukan keabsahan transaksi keuangan.18

Pembahasan keterkaitan sebuah fatwa dengan akad dan prakteknya di Bank

syariah merupakan hal yang sangat fundamental dalam kajian hukum mu‟amalah,

masalah transaksi atau akad menempati posisi sentral, karena ia merupakan cara

paling penting yang digunakan untuk memperoleh suatu maksud, terutama yang

berkenan dengan harta atau manfaat sesuatu secara sah.19

Pengalihan hutang didasarkan pada kebutuhan nasabah untuk melunasi

hutang dan menggantinya dengan akad baru. Kata qard itu sendiri bermakna

memberikan harta kepada siapa yang akan menggunakannya dan akan

mengembalikan gantinya.20

Dalam pembiayaan yang melibatkan akad qard

didalamnya, ijma ulama sepakat untuk menekankan pelarangan pengambilan

manfaat dari akad tersebut. Dinyatakan dalam fatwa NO.19/DSN-MUI/IV/2001

bahwa pada Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima

Syarat pembiayaan.

15 PT Rolika Caterindo di PLTU 3 Teluk Naga, Banten, HM Rudy Jundani melaporkan Bank

XX syariah terkait tidak diterbitkan verifikasi perjanjian kontrak kerja No

002/DE11-6031/DE-RLK/IX/07 ke Bareskrim Polri. Bareskrim menerima laporan tersebut dengan No

LP/139/XII/2015 tertanggal 15 Desember 2015. Adapun, kasus hambatan-hambatan dalam proses

pengalihan kredit dari bank lain ke Bank Syariah terjadi apabila pihak bank lain

mempersulit pelunasan nasabah, sehingga sertifikat yang dijadikan sebagai jaminan tersebut

tidak bisa keluar di hari yang sama, serta apabila debitor tidak sanggup mengangsur

sisa angsuran yang telah ditentukan. 16

Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah (Jakarta: Logos, 1995),

hal 19 17

Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah,

(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI) 2013, h. 1 18

Mahmood A. Gamal, Mabahith fi Ahkam al-Fatwa, (Beirut: Daar Ibn Hazm, 1995) hal. 31;

Yusuf Al- Qordhawi, al-Fatwa Bayn al-Indibat wa al-Tasayyub, terj As‟ad Yasin, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1997) h. 5 19

Amin, Ma‟ruf, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: eLSAS, 2008), cet ke-1,h 283 20

Abdul Aziz Mabruk dkk, Fiqih Muyassar, diterjemahkan Izzudin Karimi dalam judul

Panduan Praktis Fiqih dan Hukum Islam, (Jakarta, Darul Haq, 2015), h 365

Page 18: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

5

pada waktu yang telah disepakati bersama. Hal ini berdasarkan Kaidah fiqh:

"Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang, muqridh)

adalah riba.” Pada fatwa DSN sendiri akad qard diberlakukan pada beberapa fatwa

sebagai sarana atau kelengkapan terhadap transaksi lain, seperti produk Rahn,

produk Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, produk Syariah

Charge Card, produk Pengalihan Utang, produk Kartu Kredit Syariah, produk

Anjak Piutang Syariah, dan lain-lain.

Resolusi MPS juga dengan tegas melarang penambahan dan pengambilan

manfaat dalam akad qard, sebagaimana disebutkan dalam Resolusi No. 54 tentang

Manfaat Kontraktual dalam Akad Qard, menyatakan bahwa MPS membolehkan

penggunaan akad qard dengan ketentuan bahwa berdasarkan keputusan MPS pada

pertemuan ke-167 tanggal 30 Maret 2016 telah memutuskan bahawa pemberian

atau promosi manfaat secara kontraktual yang dikaitkan dengan kontrak qard atau

jumlah hutang qard, dan diberikan secara eksklusif kepada pemberi qard adalah

tidak dibenarkan.21

Malaysia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa

dengan pemeluk agama yang beragam, terdiri dari Muslim 58%, Hindu 8%,

Kristen 24% dan lainnya 10%. Namun demikian, agama resmi negara adalah

Islam. Indonesia memiliki jumlah muslim yang lebih banyak dari pada Malaysia

yaitu 87 %, namun secara persentase perkembangan Perbankan Indonesia jauh

tertinggal dibanding Malaysia. Perbankan Islam Malaysia hingga saat ini telah

mencapai 23% dari total perbankan nasional. Berbanding dengan share perbankan

Syariah Indonesia sebesar 5,3% dari total perbankan nasional.

Maka dianggap penting untuk menelitit perbandingan hukum Pengalihan

Hutang yang berlaku di Negara Indonesia lewat fatwa DSN, dengan hukum yang

diberlakukan di negara Malaysia lewat resolusi MPS. Sebagai perbandingan dan

kajian agar dapat dilihat sejauh apa efektivitas pemberlakuan hukurm tersebut

dalam pengembangan perbankan syariah. Ketentuan hukum bank syariah yang

akan diulas adalah ketentuan yang berlaku di Malaysia, lewat lembaga fatwa

Majelis Penasihat Syariah (MPS) yang diputuskan oleh Bank Negara Malaysia

berdasarkan peruntukan seksi 51 Akta 701 dan merupakan pihak kuasa tertinggi

21

Resolusi No. 54 tentang Manfaat Kontraktual dalam Akad Qard, diunduh dari situs

www.sacbnm.go.id, diakses pada tanggal 9 Juli 2018

Page 19: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

6

dalam menentukan hukum syariah yang berkaitan dengan keuangan Islam.22

Dari permasalahan-permasalahan di atas untuk itu penulis tertarik untuk

mengkaji persoalan tersebut dalam bentuk thesis yang berjudul : “Akad

Pengalihan Utang Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI

dan Resolusi Majelis Penasihat Syariah (MPS) Malaysia”

B. Permasalahan

Terkait dengan latar belakang masalah di atas, permasalahan utama yang

akan dikaji dalam penelitian ini adalah, bagaimana perbandingan fatwa Pengalihan

Utang di bank syariah Indonesia dan Malaysia. Untuk membatasi permasalahan

agar terarah, maka penulis merumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai

berikut:

1. Batasan Masalah

Agar penelitian ini mencapai pada sasaran yang di inginkan dengan benar dan

tepat maka penulis membatasi pembahasan terhadap analisis Fatwa Dewan Syari‟ah

Nasional No : 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang pengalihan utang dan Resolusi MPS

Malaysia No. 88 Tentang Penstrukturan Semula Hutang

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalah yang dapat

dirumuskan adalah sebagai berikut: Bagaimanakah Fatwa Pengalihan Utang

Menurut DSN MUI dan MPS Malaysia dan Prakteknya dalam Perbankan

Syariah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mengetahui bagaimana Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI dan MPS

Malaysia dan Prakteknya dalam Perbankan Syariah

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dalam

22

Mohammad Azam Hussain, Rusni Hassan dan Aznan Hassan, Resolusi Syariah oleh Majlis

Penasihat Shariah Bank Negara Malaysia: Tinjauan Perspektif Undang-undang (Malaysia: Jurnal

Kanun, 2013), h. 222

Page 20: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

7

hal-hal sebagai berikut:

1) Penyempurnaan pada kajian sebelumnya.

2) Dapat memperluas wawasan dan sekaligus memperoleh pengetahuan empirik

mengenai akad pada fasilitas pengalihan utang di Bank Syariah.

3) Memberikan sumbangan terhadap pengembangan teori dalam cabang ilmu

hukum ekonomi syariah. Diharapkan dapat diaplikasikan oleh peneliti

berikutnya dalam kajian tentang Islam di berbagai bidang lainnya

2. Manfaat Praktis

Dalam kehidupan empiris penelitian ini diharapkan akan memberikan

sumbangan yang berguna bagi:

1) Penentu kebijakan: sebagai bahan dalam upaya penyusunan kebijakan

program sosialisasi hukum ekonomi syariah, guna meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam mengaplikasikan ekonomi dalam bermuamalah berdasar

pada hukum Islam.

2) Praktisi bisnis/lembaga-lembaga ekonomi syariah: sebagai informasi teoritis

untuk lebih memahami masyarakat yang menjadi target pasar secara

individualistik, yang selanjutnya dapat dipakai dalam menyusun strategi

pengembangan investasi maupun bisnis berbasis syariah berdasar pada

pendekatan keimanan.

3) Para ulama dan juru dakwah: sebagai masukan untuk memahami persepsi

tentang hukum ekonomi syariah dan kaitannya dengan perilaku ekonomi,

kemudian menjadikannya sebagai umpan balik dalam menyusun materi

dakwah khususnya tentang hukum ekonomi syariah sehingga syariat Islam

menjadi jalan hidup bagi setiap Muslim dalam berperilaku ekonomi.

4) Para Akademisi: Mahasiswa, Dosen dan Peneliti sebagai tambahan

pengetahuan, bahan pemikiran, masukan dan ide untuk penelitian lanjutan,

baik secara empiris maupun pengembangan teori lebih lanjut.

E. Signifikansi Penelitian

Penulis mempunyai alasan mendasar bahwa penelitian ini penting untuk

dilakukan, yaitu sebagai berikut:

1. Segi Akademis

Penelitian ini untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya

mengenai akad pada fasilitas pengalihan utang di Bank Syariah khususnya

Page 21: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

8

yang berkaitan dengan langkah-langkah hukum dalam akad pada fasilitas

pengalihan utang di Bank Syariah.

2. Segi Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan secara praktis bermanfaat pada tiga hal,

yaitu: (1) menjadi bahan pertimbangan dan masukan terhadap kebijakan yang

akan diambil oleh pihak yang berwenang mengenai akad pada fasilitas

pengalihan utang di Bank Syariah; (2) Memberikan pemahaman terhadap

masyarakat mengenai akad pada fasilitas pengalihan utang di Bank Syariah

sehingga dapat bermanfaat secara optimal; (3) Menambah referensi dan

pengetahuan tentang akad pada fasilitas pengalihan utang di Bank Syariah

berdasarkan Fatwa DSN MUI.

3. Segi Teoritis

Studi ini diharapkan akan memberikan kontribusi bagi perbankan syariah

yang sudah dijalankan di Indonesia.

F. Tinjauan Pustaka Terdahulu

Untuk menghindari penelitian objek yang sama atau pengulangan terhadap

suatu penelitian yang sama, maka dilakukan tinjauan pustaka terhadap karya ilmiah

yang berkaitan dengan Pengalihan Utang di Bank Syariah. Sejumlah sarjana sudah

mengkaji masalah Pengalihan Utang bank, antara lain thesis ananda Meiliza

Puspita,23

Joseph Christianto,24

Nanik Rosyidah25

, Muhammad Afri

23

Nanda Meiliza Puspita, “Analisa Akad Pengalihan Utang di Perbankan Syariah

berdasarkan Fatwa DSN MUI”.( Thesis S2 Program Pascasarjana UI tahun 2009) membahas secara

umum akad Pengalihan Utang dan penggunaannya di Bank Syariah. Pada pembahasannya, Nanda

menitik beratkan apada Pengalihan Utang yang banyak dilakukan di masyarakat yaitu Pengalihan

Utang KPR dari bank Konvensional ke bank syariah. 24 Joseph Christianto, “Mekanisme Peralihan Kredit (Take over) Pada PT Bank Mayapada

Internasional Tbk Mayapada Mitra Usaha Unit Gemolong”. (Thesis S2 Universitas Diponegoro).

Membahas mengenai Mekanisme Peralihan Kredit (take over) yang terjadi pada PT Bank Mayapada

Internasional Tbk. Mayapada Mitra Usaha Unit Gemolong. Peralihan kredit (take over) merupakan

salah satu cara yang dilakukan perbankan untuk mendapatkan nasabah dengan track record perkreditan

yang baik. Pengalihan Utang pembiayaan yang dibahas pada thesis ini adalah Pengalihan Utang yang

dilakukan antar bank konvensional. Pada pembahasan saya yang akan dibahas adalah akad Pengalihan

Utang di bank syariah, dengan karakteristik yang sangat berbeda maka akan menghasilkan kesimpulan

dan analisis yang berbeda pula. 25

Nanik Rosyidah, “Perspektif hukum Islam terhadap pengalihan utang kepada pihak ketiga”.

(Thesis S2 Universitas Islam Negeri Yogyakarta). Adapun objek penulisannya menitikberatkan pada

sistem pelaksanaan anjak piutang (Factoring) dalam perspektif hukum Islam. Dalam penelitian ini

yang jadi titik pembahasan saya adalah pengalihan utang yang berbentuk pengalihan utang / kerjasama

modal kerja dari bank konvensional ke bank syariah dan bukan pengalihan utang yang berupa anjak

piutang.

Page 22: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

9

Ramadansyah Noor,26

Aditya Prawira,27

dan yang terkait dengan hawalah dan

hawalah bil ujroh yang merupakan bentuk lain dari Pengalihan Utang yaitu

penelitian Linnida Handayani Panggabean,28

dan Ahmad Khoirudin, LC .29

Juga

terdapat jurnal yang membehas tentang asas kebebasan berkontrak yakni karya

Rahmani Timorita Yulianti30

Dari beberapa kajian diatas, bahwa belum ada kajian secara spesifik mengenai

Pengalihan Utang, padahal Pengalihan Utang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Menurut Agustianto Mingka,31

Pengalihan Utang yang ada selama ini hanyalah

Pengalihan Utang atas kredit bank konvensional yang memiliki aset. Padahal

dalam banyak kasus, Pengalihan Utang juga terjadi terhadap modal kerja, rekening

koran, underlying asset yang sudah tidak ada lagi, kredit multijasa, hingga kartu

kredit konvensional.32

Sejumlah sarjana sudah mengkaji masalah Perbandingan Fatwa DSN dan

Resolusi MPS Malaysia, diantaranya adalah Muhammad Maksum,33

Ascarya,34

26

Muhammad Afri Ramadansyah Noor, “Perjanjian Pengalihan Utang Kredit Pemilikan

Rumah Oleh Bank Jatim Syariah”, (thesis S2 Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas

Airlangga), Membahas tentang Pengalihan Utang KPR Rumah dari Bank Konvensional ke Bank

Jatim Syariah, hal ini disebabkan suku bunga yang anuitas, sehingga untuk mendapatkan cicilan

yang flat nasabah mengalihkan KPR nya ke bank Syariah. Sehingga akibat hukumnya adalah

kredit pemilikan rumah tersebut harus sesuai dengan prinsip syariah. 27

Aditya Prawira, “Checklist Konsideran Penentuan Bentuk Akad Sebagai Pelengkap Fatwa

DSN MUI Tentang Pengalihan Utang Pada PT. Bank BNI Syariah”(Thesis S2 Universitas

Muhammadiah Jakarta tahun 2016) Penulis memaparkan secara umum penggunaan akad Pengalihan

Utang di bank BNI syariah. 28

Linnida Handayani Panggabean, Praktik pembiayaan Hawalah pada Bank Muamalat

Indonesia Kantor Cabang Yogyakarta , (Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. 2008) menjelaskan tentang peralihan utang menggunakan akad hawalah di Bank

Muamalat KC Yogyakarta. 29

Ahmad Khoirudin, LC, “Analisis Fikih Terhadap Pengambilan Ujrah/Fee Dalam Fatwa DSN NO: 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang Hawalah Bil Ujrah". (Masters thesis, (2016) Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa dalil-dalil, arah dan metode perumusan hukum (wajh

al-istidlal ) DSN dalam menetapkan fatwa yang melegalkan pengambilan ujrah hawalah atas dasar

kesediaan dan komitmen untuk membayarkan utang muhil adalah invalid. Dan di dalam penelitian

ini, ditawarkan dua solusi untuk menyelamatkan produk dan jasa perbankan yang menggunakan

akad hawalah bil ujrah dari keharaman. Perbedaan dengan kajian saya adalah, pengalihan utang

atau Pengalihan Utang yang saya teliti adalah Pengalihan Utang berdasarkan pada pilihan akad

pada fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No. 31/DSN-MUI/VI/2002. 30

Rahmani Timorita Yulianti, Asas-Asas Perjanjian , (Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, No. 1),

Juli 2008 31

Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia 32

Diakses di http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi pada tanggal 12

November 2016 33

Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah,

(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2013) Pada penelitian ini peneliti mengkaji

dan membandingkan akad-akad dasar dan pengembangan akad yang dilakukan oleh DSN MUI, MPS

Malaysia dan DPFS Kuwait dan beberapa negara di Timur Tengah sebagai perbandingan penggunaan

akad di negara-negara tersebut.

Page 23: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

10

dan Zulqarnain.35

Terjadinya ketimpangan di masyarakat akibat kebutuhan

(demand) pembiayaan Pengalihan Utang dibandingkan dengan kemampuan

(supply) bank dalam mengcover kebutuhan tersebut merupakan sebuah masalah

yang layak untuk diteliti. Bank pada dasarnya merupakan lembaga keuangan yang

menginginkan keuntungan dalam aktivitas pembiayaan yang dilakukannya.

Penulis juga akan mengulas kendala yang mengakibatkan Pengalihan Utang

belum banyak digunakan dalam praktek di masyarakat. Penulis sangat tertarik

untuk meneliti bagaimana praktek Pengalihan Utang yang dilakukan oleh

perbankan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pengalihan modal kerja

dari bank konvensional ke bank syariah.

Selain itu, penulis juga akan membandingkan hukum Pengalihan Utang bank

syariah Indonesia berdasarkan fatwa DSN MUI dengan hukum Pengalihan Utang

bank syariah Malaysia berdasarkan fatwa Majelis Penasihat Syariah (Sharia

Advisor Council Bank Negara Malaysia).

G. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode penelitian

kualitatif empiris. Secara umum, kajian dalam penelitian tesis ini tergolong

penelitian hukum (legal research) dengan desain kualitatif deskriptif

(descriptive research). Sebagai bagian dari tradisi kualitatif, penelitian ini

menggunakan pendekatan legal normative, yang dilakukan untuk menelaah

semua peraturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani terkait

DSN MUI No : 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Utang dan Resolusi

MPS Malaysia.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa pendekatan penelitian yang

akan digunakan dalam penyusunan tesis ini, diantaranya: Pendekatan

34

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, (Jakarta,

Rajawali Press, 2011) Pada buku tersebut penulis menjelaskan kaidah-kaidah umum dan hukum dalam

transaksi Ekonomi Islam baik di Indonesia, Malaysia, Pakistan, dan Sudan. Juga dijelaskan beberapa

akad yang spesifik digunakan dalam negara-negara tersebut. 35

Zulqarnain, Analisis Perbandingan Keputusan Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama

Indonesia dan Majelis Penasihat Syariah, Suruhanjaya Sekuriti Malaysia Berkaitan Isu-isu Pasar

Modal Islam, (Doktoral Falsafah, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya Kuala Lumpur, 2016 )

yang pada kesimpulan menyatakan bahwa secara keseluruhan baik di Indonesia maupun Malaysia telah

menetapkan bahwa dasar penetapan hukum atau rujukan utama keputusan adalah kepada al-Quran,

as-Sunnah ijma‟, dan pendapat sarjana Islam lama ataupun modern yang di dapatkan kesimpulannya

melalui metode istinbat al-hukm.

Page 24: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

11

Perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Konseptual

(Conceptual Approach). Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach),

dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani terkait dengan pengalihan

utang.36

Sedangkan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), mengkaji

pandangan/konsep para ahli yang berkenaan dengan akad pengalihan utang.37

Dengan demikian, penelitian hukum sangat diperlukan dalam penelitian ini,

karena penelitian hukum merupakan suatu proses ilmiah untuk mencari

pemecahan atas isu hukum yang muncul dengan tujuan untuk memberikan

preskrepsi mengenai apa yang seyogianya atas isu hukum yang muncul tersebut.

Beberapa penulis lain memberikan pengertian bahwa penelitian hukum adalah

suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu yang dihadapi.38

2. Sumber Data

Dalam penelitian hukum sebagaimana diungkap Peter Mahmud Marzuki,

untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan peskripsi mengenai

apa yang seyogianya, maka diperlukan sumber-sumber penelitian. Oleh

karenanya sumber yang akan digunakan adalah sumber hukum dan sumber non

hukum,39

yaitu dengan menganalisa DSN MUI No : 31/DSN-MUI/VI/2002

Tentang Pengalihan Utang dan Resolusi MPS Malaysia, maka sebagai sumber

penelitian dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber data primer

Sumber data primer diperoleh dari dua sumber yaitu study dokumen

dan in-depth interview. Study dokumen berupa: DSN MUI No :

31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Utang dan Resolusi MPS

Malaysia.

Sedangkan in-depth interview berupa hasil wawancara penulis

dengan pihak-pihak terkait dengan kajian tesis ini.

b. Sumber data sekunder

Sebagai sumber data sekunder dalam penelitian ini yang terutama

36

Della Edwinar, Status Hukum Dana Talangan Haji Bagi Calon Jamaah Haji, (Malang :

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014), h. 5. Lihat juga, Sumitro, Metode Penelitian Ilmu

Hukum, (Bandung: Mandar, 2008), h. 86. 37

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 177-180. 38

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 57-69. 39

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 181-184.

Page 25: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

12

adalah sumber data tertulis, yaitu berupa tulisan orang lain terkait akad

pengalihan utang, serta data-data yang sudah diolah dan dipublikasikan baik

dalam bentuk buku-buku termasuk skripsi, tesis, disertasi serta jurnal ilmiah

terkait dengan topik penelitian yaitu tentang akad pengalihan utang,

khususnya dalam kajian hukum ekonomi syariah.

3. Teknik Pengumpulan Sumber Data

Teknik pengumpulan sumber data diperoleh melalui dua sumber, yaitu

DSN MUI No : 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Utang dan

Resolusi MPS Malaysia. Kedua, in-depth interview dilakukan kepada pihak

terkait dengan topik penelitian. Selain itu penulis juga melakukan library

research dengan mencari data-data, literatur-literatur dan referensi yang

berkaitan dengan judul tesis serta pembahasannya.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan deskriptif-kualitatif. Data primer

berupa study dokumen dan hasil wawancara dari informan terpilih kemudian

ditranskrip dan dikategorisasi berdasarkan tema. Kemudian data-data sekunder

diolah berdasarkan kronologi dan hirarki.

Dalam menganalisis dan menelaah tentang pelaksanaan akad

pengalihan utang, maka penelitian ini menggunakan analisis melalui

pendekatan kasus (Case Approach)40

dan pendekatan sejarah (Historical

Approach).41

Pendekatan kasus (Case Approach) bertujuan untuk mengetahui

pelaksanaan akad pengalihan utang di perbankan syariah. Kasus-kasus tersebut

bermakna empirik, namun dalam suatu penelitian normatif, hal ini dapat

dipelajari untuk memperoleh suatu gambaran terhadap dampak dimensi

penormaan suatu aturan hukum dalam praktiknya. Hasil analisisnya digunakan

untuk bahan masukan dalam menjelaskan fenomena berdasarkan DSN MUI

No : 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Utang dan Resolusi MPS

Malaysia. Sedangkan pendekatan sejarah (Historical Approach) digunakan

untuk meneliti adanya dinamika perkembangan dalam pelaksanaan akad

40

Dengan menganalisa perubahan mekanisme setoran BPIH, karena PMA merupakan

regulasi yang dikeluarkan oleh Kemenag sehingga pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan

kasus yang terjadi. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 158-166. 41

Pendekatan historis/sejarah merupakan pendekatan yang meneliti sejarah suatu peristiwa

hukum yang terjadi, dengan tujuan untuk memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang

melandasi aturan hukum dari pembentukan regulasi BPKH. Peter Mahmud, Penelitian Hukum, h.

166-172.

Page 26: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

13

pengalihan utang.

Semua bahan dan data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis

menggunakan pendekatan hukum normatif dan data dalam penelitian ini

disajikan secara deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan fakta yang ada

kemudian dilakukan analisis berdasarkan Undang-Undang dan teori yang

terkait. Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas pada tahap dan

interpretasi tentang arti data itu sendiri.42

Sedangkan analisis data dalam

pengumpulan data ini menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu dengan

menginterpretasikan, menguraikan, menjabarkan, dan menyusun data secara

sistematis logis sesuai dengan tujuan pengumpulan data.43

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah

berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.”

H. Sistematika Penelitian

Tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab yang akan dijelaskan secara umum

sistematika penulisan dalam penelitian tesis. Adapun gambaran dari sistematika

penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I berisi latar belakang masalah yang berkaitan dengan hukum pengalihan

utang bank syariah Indonesia berdasarkan fatwa DSN MUI dengan hukum

Pengalihan Utang bank syariah Malaysia berdasarkan fatwa Majelis Penasihat

Syariah (Sharia Advisor Council Bank Negara Malaysia), sehingga diperlukan

suatu penelitian yang kemudian dirumuskan permasalahannya. Dari identifikasi,

pembatasan dan perumusan masalah tersebut, maka dapat diuraikan tujuan dan

manfaat suatu penelitian. Penggunaan kerangka teori dan tinjauan pustaka

terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini sebagai pembanding dalam

penelitian. Sistematika penulisan juga diuraikan untuk menghantar perumusan

penulisan tesis ini.

Selanjutnya pada Bab II menjelaskan tentang kerangka teori, yang nantinya

digunakan untuk menganalisa hasil dari penelitian, yaitu menjelaskan tentang

42

Soejono dan Abdurrahman, Metode Pengumpulan data Hukum , (Jakarta: Rineka Tercipta,

2003), hlm. 22. 43

Sunaryati Hartono, Pengumpulan data Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke XX,

(Bandung: Alumni, 1994), h. 152.

Page 27: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

14

pengertian tentang konsep hutang dalam Hukum Ekonomi Syariah, dalil-dalil,

rukun, syarat dan ketentuannya. Pengalihan hutang dalam Hukum Ekonomi

Syariah dan berdasarkan pendapat ulama.

Bab III mengkaji Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional tentang pengalihan utang,

dalam penelitian ini akan membahas kedudukan Fatwa DSN dalam Hukum Positif

Indonesia. Fatwa DSN Tentang Pengalihan Utang . Fatwa DSN tentang

Pengalihan Utang Bank Konvensional ke Bank Syariah dan Fatwa DSN tentang

Pengalihan Utang lainnya. Selain itu penelitian ini akan membahas Fatwa MPS

tentang Pengalihan Utang antara lain Kedudukan Fatwa MPS dalam Hukum Positif

Malaysia. Resolusi MPS Tentang Pengalihan Utang dan Resolusi MPS tentang

Pengalihan Utang Bank Konvensional ke Bank Syariah dan Resolusi MPS tentang

Pengalihan Utang lainnya

Selanjutnya dalam Bab IV menganalisis perbandingan fatwa pengalihan utang

menurut DSN MUI dan MPS Malaysia dan faktor-faktor yang menyebabkannya.

Pembahasan dalam bab ini antara lain Faktor Pembanding, yaitu Dasar Persamaan

Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI dan MPS Malaysia. Dasar Perbedaan

Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI dan MPS Malaysia. Faktor yang

menyebabkan Perbedaan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI dan MPS

Malaysia. Kemudian Kesimpulan Perbandingan Fatwa Pengalihan Utang Menurut

DSN MUI dan MPS Malaysia, Penilaian terhadap masing-masing sistem yang

digunakan dan Kecenderungan-kecenderungan yang umum pada perkembangan

hukum Indonesia dan Malaysia

Bab V merupakan bab penutup. Menjelaskan tentang uraian kesimpulan dari

hasil penelitian ini. Serta memberikan penjelasan agar penelitian ini dapat

dikembangkan lebih lanjut, serta dilengkapi dengan implikasi dan saran.

Page 28: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

15

BAB II

KONSEP UTANG DAN AKAD DALAM

HUKUM EKONOMI SYARIAH

A. Utang Dalam Hukum Ekonomi Syariah

Akad dari utang piutang adalah akad yang bercorak ta’awun (pertolongan)

kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Utang piutang disarankan

agar mempertimbangkan antara manfaat dan mudharat serta pemberian

penangguhan waktu bagi peminjam agar dapat membayar utangnya atau jika

tetap tidak bisa membayarkan utangnya maka lebih baik utang tersebut

direlakan untuk tidak dibayarkan oleh peminjam. Dalam praktik di perbankan

syariah, hutang digunakan sebagai akad pelengkap. Berikut ketentuan dan

konsep hutang.

1. Pengertian Utang Piutang

Utang piutang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu uang yang

dipinjamkan dari orang lain.1

Sedangkan piutang mempunyai arti uang yang

dipinjamkan (dapat ditagih dari orang lain).2

Pengertian utang piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam yang

dijumpai dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal

1754 yang berbunyi: “pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan

mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah

barang-barang tertentu dan habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa

yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam

keadaan yang sama pula.3

Utang piutang secara Etimologi dalam bahasa arab adalah ( العاريه )

diambil dari kata )عار) yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian

1 Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2003), h.1136

2 Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2003), h.760.

3R.Subekti Dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta:

Pradnya Paramita, 1992), h. 451.

Page 29: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

16

pendapat, ‘ariyah berasal dari kata (عاور الت ) yang sama artinya dengan

)التناول اوالتناوب( saling menukar atau mengganti, yakni dalam tradisi pinjam

meminjam.4

Secara terminologi syara‟, ulama fiqh berbeda pendapat dalam

mendefinisikannya5, antara lain:

a. Menurut Hanafiyah. Utang piutang adalah memiliki manfaat secara

cuma-cuma.

b. Menurut Malikiyah. Utang piutang adalah memiliki manfaat dalam

waktu tertentu dengan tanpa imbalan.

c. Menurut Syafi‟iyah. Utang piutang adalah kebolehan mengambil manfaat

dari seseorang yang membebaskannya, apa yang mungkin untuk

dimanfaatkan serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan

kepada pemiliknya.

d. Menurut Hanabilah. Utang piutang adalah kebolehan mengambil manfaat

suatu zat barang tanpa imbalan dari peminjam atau yang lainnya.

e. Menurut Al-Mawardi. Utang piutang adalah memberikan manfaat-

manfaat.

Ahli fiqh berpendapat bahwa ‘Ariyah adalah memberikan izin kepada

orang lain untuk mengambil manfaat dari suatu benda yang boleh diambil

manfaatnya dengan tetapnya benda tersebut setelah diambil manfaatnya.

Sehingga orang yang memanfaatkannya dapat mengembalikannya kepada

pemiliknya.6

‘Ariyah dapat disimpulkan perikatan atau perjanjian antara kedua belah

pihak, di mana pihak pertama menyediakan harta atau memberikan harta

dalam arti meminjamkan kepada pihak kedua sebagai peminjam uang atau

orang yang menerima harta yang dapat ditagih atau diminta kembali harta

tersebut, dengan kata lain memijamkan harta kepada orang lain yang

4 Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, Juz II, h.263.

5 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h.91-92.

6 Shaleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h.493.

Page 30: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

17

membutuhkan dana cepat tanpa mengharapkan imbalan.7

Pengertian utang

piutang yang lain ialah memberikan sesuatu (uang atau barang) kepada

seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu.8

Secara konteks hutang piutang selain menggunakan „Ariyah juga

menggunakan kata qard. Kata qard bermakna memberikan harta kepada

siapa yang akan menggunakannya dan akan mengembalikan gantinya.9

Syarat-syarat dan sebagian hukum yang berkaitan dengan qard

1. Seorang muslim tidak boleh memberikan pinjaman hutang kepada

sudaranya dengan syarat agar dia juga memberinya pinjaman hutang

sesudah itu manakala dia sudah mengembalikan hutangnya, karena

pemberi pinjaman ini mensyaratkan keuntungan.

2. Hendaknya pemberi hutang adalah orang yang bertindak (dan berwenang

pada hartanya), dewasa, berakal, dan tindakannya lurus.

3. Pemberi hutang tidak boleh mensyaratkan pembayaran lebih dari uang

yang dipinjamkannya, karena ia termasuk riba.

4. Bila yang berhutang (debitur) membayar kepada pemilik piutang

(kreditur) dengan yang lebih baik daripada yang dia pinjam atau

memberikan tambahan tanpa persyaratan atau tujuaan, maka hal ini sah,

dan merupakan pemberian sukarela.

5. Status pemberi hutang adalah orang yang memiliki harta yang dia

hutangkan, dan dia tidak boleh menghutangkan harta yang tidak

dimilikinya.

6. Termasuk riba adalah transaksi yang digunakan bank-bank zaman ini

(bank konvensional), berupa akad pemberian kredit kepada nasabah dan

menentukan bunga atas pinjaman tersebut.10

7 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Perdana Media

Group, 2007), h.48. 8

Chairuman Pasaribu Dan Suharwadi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,

(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h.136. 9 Abdul Aziz Mabruk dkk, Fiqih Muyassar, diterjemahkan Izzudin Karimi dalam judul

Panduan Praktis Fiqih dan Hukum Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2015), h 365 10

Abdul Aziz Mabruk dkk, Fiqih Muyassar, h 366

Page 31: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

18

Berdasarkan definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa piutang

adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan pengembalian yang

sama. Sedangkan utang adalah menerima sesuatu (uang atau barang) dari

seseorang dengan perjanjian dia akan membayar atau mengembalikan utang

tersebut dalam jumlah yang sama

Dalam kerangka Islam, pemberian hutang (lending) hanya bermakna

tindakan kebajikan. Tidak ada imbalan apaun yang boleh diharapkan dari

memberi hutang. Hal ini berarti bahwa orang yang memiliki uang dan ingin

mendapatkan uang lebih banyak dari uangnya itu, tidak dapat mewujudkan

keinginan itu hanya dengan cara menghutangkan uangnya.11

2. Dasar Hukum Utang Piutang

a. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an adalah dasar hukum yang menduduki peringkat pertama

dalam menentukan hukum-hukum yang berlaku dalam kehidupan

beragama. Adapaun dasar hukum utang piutang yang disyariatkan dalam

Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an adalah firman Allah Q.S Al-

Maidah ayat 2:

وى بر وٱلتق على ٱل وت عاونوا

Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa”12

Maksud dari ayat ini adalah bertolong-menolonglah kamu yang

menyenangkan hati orang banyak dan meridhakan Allah. Jika seorang

manusia dapat melakukan yang demikian itu, maka sempurnalah

kebahagiaannya.

Transaksi utang piutang terdapat dalam nilai luhur dan cita-cita

sosial yang sangat tinggi yaitu tolong menolong dalam kebaikan. Dengan

demikian pada dasarnya pemberian utang pada seseorang harus didasari

11

M. Fahim Khan, Essay in Islamic Economics, diterjemahkan oleh Suherman Rosyidi,

(Jakarta, Rajawali Press, 2014), hal. 142 12

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bogor : Syaamil Qur‟an, 2007),

h.85.

Page 32: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

19

niat tulus sebagai usaha untuk menolong sesama dalam kebaikan. Ayat

ini berarti juga bahwa pemberian utang harus didasarkan pada

pengambilan manfaat dari suatu pekerjaan dianjurkan oleh agama atau

tidak ada larangannya dalam melakukannya.13

Sebagaimana firman Allah

dalam surat Al-Qasas ayat 77, yang artinya:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah

kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan

bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.14

Berdasarkan nash tersebut maka jelas bahwa manusia diberi

kesempatan yang seluas-luasnya untuk berusaha dalam segala aspek

kehidupan, sepanjang menyangkut manusia baik mengenai urusan dunia

yaitu dalam hal utang piutang atau pun lainnya, selama tidak

bertentangan dengan syari‟at Islam.

Tujuan dan hikmah dibolehkannya utang piutang adalah memberi

kemudahan bagi umat manusia dalam pergaulan hidup, karena umat

manusia itu ada yang berkecukupan dan ada yang kekurangan.

Keuntungan dalam memberi utang terdapat dalam surat Al-Hadid ayat

11, yaitu:

Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman

yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan)

pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala

yang banyak.15

Dalam konteks qard, hutang memiliki penjelasan yang sangat rici

dalam al-Qur‟an, qard penjelasan mengenai hutang dimulai dengan

pengharaman riba pada QS. al-Baqarah: 27516

, lalu dilanjutkan QS. al-

13

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), h.222. 14

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bogor: Syaamil Qur‟an, 2007),

h.315 15

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bogor : Syaamil Qur‟an, 2007),

h.430 16

Sayyid Quthb, Tafsir fi Dhilalil Quran, vol. 1 (Jakarta, Gema Insani Press, 2006)cet ke-

5, hal. 379

Page 33: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

20

Baqarah: 276 yang menyatakan janji Allah akan memusnahkan riba dan

menyuburkan sedekah, sebagai gambaran bahwa tidak ada seorangpun di

antara masyarakat yang berbisnis dengan riba yang hidupnya berkah,

makmur, bahagia, dan aman. Hal ini merupakan rahmat Allah agar

manusia tidak hidup dalam sistem yang kotor.17

Pada Ayat sesudahnya,

Allah menyatakan perang terhadap masyarakat yang masih bergelut

dalam bisnis riba (QS. al-Baqarah: 278-279), dan dilanjutkan dengan

penjelasan mengenai keringanan penundaan pembayaran yang

disarankan untuk diberikan penghutang kepada yang menghutang (QS.

al-Baqarah: 280).18

Lalu, diakhiri dengan tata aturan mengenai masalah

utang piutang dan jual-beli terkait penulisan dan persaksian. (QS. al-

Baqarah: 282)19

yang berikutnya akan dijelaskan secara rinci dibawah.

Juga ayat sesudahnya (QS. al-Baqarah: 283) membolehkan pemberian

jaminan dalam hal hutang piutang yang dilakukan dalam perjalanan.

Orang yang berhutang adalah memegang anmanat berupa utang, dan

yang berpiutang memegang amanat berupa jaminan. Kedua-duanya

diseru untuk menunaikan amanat masing-masing atas nama takwa

kepada Allah.20

b. Al-Hadist

Menurut ahli usul fiqh,21

Al-Hadits22

merupakan rahmat dari Allah

kepada umatnya sehingga hukum Islam tetap elastis dan dinamis sesuai

dengan perkembangan zaman. Hadits yang menerangkan tentang utang

piutang adalah: sabda Rasululah saw:

23

17 Sayyid Quthb, Tafsir fi Dhilalil Quran, hal. 383

18 Sayyid Quthb, Tafsir fi Dhilalil Quran, hal. 388

19 Sayyid Quthb, Tafsir fi Dhilalil Quran, hal. 391

20 Sayyid Quthb, Tafsir fi Dhilalil Quran, hal. 395

21 M.M. Azami, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2000), h.13-14. 22

Hadits adalah sabda Nabi Muhammad saw yang bukan berasal dari Al-Qur‟an,

pekerjaan, atau ketetapannya. 23

Imam Muslim, Shahih Muslim Juz III, (Indonesia: Maktabat Dahlan, T,Th), h.1223.

Page 34: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

21

Artinya: “dari Abu Rafi‟a ra. Bahwasannya Nabi saw pernah

meminjam seekor unta muda dari seseorang. Ternyata beliau

menerima seekor unta untuk zakat. Kemudian Nabi saw

menyuruh Abu Rafi‟i berkata, “aku tidak menemukan kecuali

yang baik dan pilihan yang sudah berumur empat tahun.”maka

Rasulullah saw bersabda: “berikanlah kepadanya, karena

sebaik-baik manusia ialah yang paling baik melunasi utang.”

(HR. Muslim no.880).

Dalam hadits tersebut, dijelaskan bahwa setiap utang harus dibayar

sesuai dengan nilai yang dipinjam sebelumnya. Melebihkan bayaran dari

sejumlah pinjaman diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan

kemauan dari yang berutang semata. Utang piutang harus disertakan dengan

niat yang baik dari peminjam maupun dari yang meminjamkan, seperti

sabda Rasulullah SAW berikut ini:

Artinya: Abdul Aziz bin Abdillah Al Awaisi: meriwayatkan kepada kami

Sulaiman bin Bilal dari Sauri bin Zaid, dari Abi Ghois, dari Abu

Hurairah RA, dari Nabi SAW beliau bersabda ”barangsiapa yang

mengambil harta seseorang dengan maksud membayarnya, Allah

akan membayarkannya. Dan barangsiapa yang mengambil dan

bermaksud melenyapkannya, maka Allah akan melenyapkannya”.

(HR. Bukhari no.2387).24

24

Muhammad Ali Baidhawi, Shahih Bukhori, (Beirut-Lebanon:Dar Al Kutub Al Ilmiyah,

2004), h.430

Page 35: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

22

c. Ijma‟

Ijma25

ulama sepakat dan tidak ada pertentangan mengenai

kebolehan utang piutang, kesepakatan ini didasarkan pada tabiat manusia

yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Oleh

karena itu, utang piutang sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di

dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap

kebutuhan umatnya.

Meskipun demikian, utang piutang juga mengikuti hukum taklifi,

yang terkadang dihukumi boleh, makruh, wajib, dan terkadang haram.

Hukum dari pemberian utang yang awalnya hanya dibolehkan yang bisa

menjadi suatu hal yang diwajibkan jika diberikan kepada orang yang

sangat membutuhkan.

Hukumnya haram jika meminjamkan uang untuk maksiat atau

perbuatan makruh, mislanya untuk membeli narkoba atau yang lainnya.

Dan hukumnya boleh jika untuk menambah modal usahanya karena

berambisi mendapatkan keuntungan besar. Haram bagi pemberi utang

mensyaratkan tambahan pada waktu akan dikembalikannya utang. Tetapi

berbeda jika kelebihan itu adalah kehendak yang ikhlas dari orang yang

berutang sebagai balas jasa yang diterimanya, maka yang demikian

bukan riba dan dibolehkan serta menjadi kebaikan bagi si pemberi utang.

Karena ini terhitung sebagai al-husnul al-qada’ (membayar utang dengan

baik).26

Berdasarkan beberapa uraian yang menjadi dasar hukum utang

piutang di atas baik dari firman Allah dan Hadits Nabi Muhammad Saw,

utang piutang merupakan salah satu bentuk akad yang disyari‟atkan

hukum Islam dengan melonggarkan kesempitan hidupnya, merupakan

perbuatan yang terpuji dan mendapatkan pahala dari Allah. Secara

otomatis utang piutang merupakan tindakan yang disunnahkan menurut

25

Ijma Dalam istilah teknis hukum atau istilah syar‟i terdapat perbedaan rumusan.

Perbedaan itu terletak pada segi siapa yang melakukan kesepakatan itu. 26

Muhammad Syafe‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema

Insani, 2001), h.132.

Page 36: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

23

hukum Islam, jika dilakukan sesuai dengan batasan-batasan yang

diperbolehkan syara‟.

3. Rukun dan Syarat Utang Piutang

a. Rukun Utang Piutang

Syarkhul Islam Abi Zakaria al-Ansari sebagaimana dikutip oleh

Muhammad Syafe‟i Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank

Syari’ah dari Teori ke Praktek memberi penjelasan bahwa rukun utang

piutang itu sama dengan jual beli27

, yaitu:

1) Yang berutang dan yang berpiutang

2) Barang yang diutangkan

3) Bentuk persetujuan antara kedua belah pihak.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun utang piutang („ariyah)

hanyalah ijab dari yang meminjamkan barang, sedangkan qabul bukan

merupakan rukun „ariyah. Menurut ulama Syafi‟iyah, dalam ‘ariyah

disyaratkan adanya lafazh sighat akad yakni ucapan ijab dan qabul dari

peminjam dan yang meminjamkan barang pada waktu transaksi sebab

memanfaatkan milik barang bergantung pada adanya izin. Sedangkan

Drs. Chairuman Pasaribu berpendapat bahwa rukun utang piutang ada 4

macam28

, yaitu:

1) Orang yang memberi utang

2) Orang yang berutang

3) Barang yang diutangkan (objek)

4) Ucapan Ijab dan Qabul (Lafadz)

Dengan demikian utang piutang dianggap telah terjadi apabila

sudah terpenuhi rukun dan syarat dari utang piutang itu.

Secara umum, jumhur ulama fiqih menyatakan bahwa rukun ‘ariyah

ada empat yaitu:

1) Mu’ir (peminjam)

27

Muhammad Syafe‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, h.173. 28

Chairuman Pasaribu Dan Suharwadi K. Lubis, h.136.

Page 37: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

24

Syarat-syarat bagi mu‟ir adalah: a)Baligh, b)Berakal, c) Orang

tersebut tidak dimahjur

2) Musta’ir (yang meminjamkan)

Syarat-syarat bagi mu‟ir adalah: a)Baligh, b)Berakal, c) Orang

tersebut tidak dimahjur

3) Mu’ar (barang yang dipinjamkan)

Syarat-syarat bagi benda yang diutangkan:

a) Materi yang dipinjam dapat dimanfaatkan, maka tidak sah

‘ariyah yang materinya tidak dapat digunakan.

b) Pemanfaatan itu diperbolehkan, maka batal ‘ariyah yang

pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh syara‟ seperti

meminjam benda-benda najis.

4) Sighat (yakni sesuatu yang menunjukan kebolehan untuk

mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan).

Kalimat mengutangkan (lafazh), seperti orang berkata “saya

utangkan benda ini kepada kamu” dan yang menerima berkata

“saya mengaku berutang kepada kamu (sebutkan benda yang

dipinjam)”.

b. Syarat Utang Piutang

Dr. H. Nasrun Haroen MA dalam bukunya Fiqh Muamalah29

menyebutkan bahwa syarat dalam akad „ariyah adalah sebagai berikut:

1) Mu’ir berakal sehat

Orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak dapat

meminjamkan barang. Orang yang tidak berakal tidak dapat dipercayai

memegang amanah, sedangkan „ariyah ini pada dasarnya amanah yang

harus dipelihara oleh orang yang memanfaatkannya.

2). Pemegangan barang oleh peminjam

29

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.240.

Page 38: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

25

‘Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah

memegang barang adalah peminjam, seperti halnya dalam hibah.

Adapum syarat barang yang akan dipinjamkan adalah:

a) Barang tersebut halal atau milik sendiri

b) Barang yang dipinjamkan memiliki manfaat

c) Barang yang akan dipinjamkan bukanlah barang rusak

3). Barang (musta’ar) dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya, jika

musta‟ar tidak dapat dimanfaatkan maka akad menjadi tidak sah.

a) ‘ariyah tidak sah apabila materinya tidak dapat digunakan,

seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak

dapat digunakan untuk menyimpan padi

b) ‘ariyah batal apabila pengambilan manfaat materinya dibatalkan

oleh syara’, seperti meminjam benda-benda najis.

c) Manfaat barang yang dipinjamkan itu termasuk manfaat yang

mubah (dibolehkan syara‟).

4. Pembayaran dan Tanggung Jawab Peminjam

a. Pembayaran

Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti

peminjam memiliki utang kepada yang memberikan pinjaman

(musta‟ir). Setiap utang wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang

tidak mau membayar utang, bahkan melalaikan pembayara hutang juga

termasuk aniaya. Rasulullah Saw bersabda30

Artinya: Abu Yaman meriwayatkan: Syu‟aib meriwayatkan dari Zuhri,

dan Ismail meriwayatkan. Dia berkata: saudara laki-laki ku telah

30

Muhammad Ali Baidhawi, Shahih Bukhori, (Beirut-Lebanon:Dar Al Kutub Al Ilmiyah,

2004), h.432

Page 39: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

26

menceritakan kepadaku, dari Sulaiman, dari Muhammad bin Ibnu

Atiq, dan Ibnu Syihab dari Urwah, sesungguhnya Aisyah RA.,

bahwa Rasulullah SAW selalu berdoa dalam sholat beliau,

“Wahai Allah” sesungguhnya saya berlindung kepadamu dari

dosa dan utang. Seseorang berkata kepada beliau, “alangkah

banyaknya engkau berlindung dari utang, wahai Rasulullah?”

beliau bersabda, “sesungguhnya seseorang apabila utang dan

berkata, maka ia berdusta, dan apabila berjanji, maka ia

mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397).

Pembayaran utang adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh

peminjam (mu‟ir). Dalam hal ini tentunya mu‟ir harus benar-benar

mempunyai niat baik serta keyakinan untuk menunaikan pembayaran

atas utang tersebut. Berikut adalah firma Allah tentang pembayaran

utang: QS Al-Muzammil ayat 20:

Yang artinya: … dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah,

maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan

dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah

pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa

saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh

(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan

yang paling besar pahalanya...31

b. Tanggung Jawab Peminjam

Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman,

kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya, baik

karena pemakaian yang berlebihan maupun karena yang lainnya.

Peminjam juga mempunyai tanggung jawab untuk menunaikan

utangnya sesuai dengan perjanjian pada awal terjadinya utang piutang.

Peminjam (mu‟ir) mempunyai tanggung jawab untuk menunaikan

perjanjian utang piutang seperti pada ayat Al-Qur‟an berikut ini. QS.

Al-Isra‟ ayat 34:

د إنا عه فىا بٲل هۥ وأو لغ أشدا سن حتاى يب يتيم إلا بٲلاتي هي أح ربىا مال ٱل ول تق

د كان مس عه ولا ٱل

31

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bogor : Syaamil Qur‟an, 2007),

h.459.

Page 40: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

27

Artinya: Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali

dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa,

dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta

pertanggungjawabannya.32

5. Faktor Terjadinya Utang Piutang

Pemberian hutang dapat dilakukan baik untuk tujuan komersial

maupun konsumsi. Dalam dua tujuan itu, ketentuan tetap sama saja,

yakni tidak ada return bagi hutang. Pada dasarnya, ada dua jenis

kebutuhan finansial yang mungkin mendorong orang untuk berhutang,

yakni:33

1. Kepentingan mendesak, yang jika ditunda dapat menyebabkan

bencana atau kerugian.

2. Kepentingan tidak mendesak yang dapat ditunda.

Islam tidak mendukung hutang untuk kebutuhan jenis kedua.

Perekonomian Islam tidak saja mendukung pemberian hutang untuk

tujuan yang mendesak melainkan juga mendorong lembaga-lembaga

keuangan dikembangkan untuk melayaninya. Memberi hutang untuk

orang yang terdesak seperti itu dipahalai tujuh ratus kali lipat di akhirat.

Oleh karena itu semua jenis pemberian hutang telah dilarang

menghasilkan pendapatan apapunjuga, maka lembaga pemberi hutang

untuk keperluan mendesak itupun tidak boleh membentuk lembaga

komersial. Itu semua menyebabkan sistem finansial komersial di dalam

perekonomian Islam akan memiliki peranan yang amat minim dalam

pemberian hutang. Setiap pemberian hutang yang terjadi di dalam

perekonomian Islam pastilah terjadi karena tujuan non-komersial untuk

motif non-ekonomi.34

Ada 3 penyebab utama terjadinya utang piutang

yaitu:

32 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bogor : Syaamil Qur‟an, 2007),

h.227. 33

M. Fahim Khan, Essay in Islamic Economics, hal. 142 34

M. Fahim Khan, Essay in Islamic Economics, hal. 143

Page 41: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

28

a. Under Earning

Ini terjadi karena penghasilan terlalu kecil dibandingkan

kebutuhan sehari-hari.

b. Over Spending

Boros merupakan gaya hidup seseorang di mana mereka yang

memiliki penghasilan yang cukup tapi pengeluarannya pun cukup

besar. Penghasilannya mungkin akan menutupi kebutuhan hidupnya,

tapi mereka bisa mengontrol keinginan pribadinya yang begitu besar.

c. Un-Expected

Biasanya terjadi karena kecelakaan dan sesuatu yang diduga-

duga. Seperti halnya tertipu orang, terkena musibah dan lain-lain

sehingga mereka terpaksa berutang karena harus menanggung

kerugian tersebut.35

Sedangkan menurut H.A Khumedi Ja‟far dalam bukunya Hukum

Perdata Islam di Indonesia dijelaskan bahwa faktor yang mendorong

seseorang berutang36

, antara lain:

a. Keadaan ekonomi yang memaksa (darurat) atau tuntunan kebutuhan

ekonomi

b. Kebiasaan berutang sehingga jika utangnya sudah lunas

menimbulkan perasaan ingin berutang lagi

c. Karena kalah judi sehingga ia berutang untuk membayar

kekalahannya

d. Ingin menikmati kemewahan yang tidak (belum) bisa dicapainya

e. Untuk dipuji orang lain sehingga berutang demi memenuhi yang

diinginkannya (gengsi).

6. Tatakrama Berutang

Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam ‘ariyah tentang

nilai dan sopan santun yang terkait di dalamnya37

, ialah:

35

Https://Iid.Facebook.Com/Kilaubintangbanksaudara/Posts/576421909078771, Tanggal

23 Juni 2018. 36

Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandar Lampung: IAIN Raden

Intan Lampung, 2015), h.172.

Page 42: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

29

a. Sesuai dengan QS Al-Baqarah: 282, utang piutang supaya dikuatkan

dengan tulisan dari pihak berutang dengan disaksikan dua orang

saksi laki-laki atau dengan seorang saksi laki-laki dengan dua orang

saksi perempuan. Tulisan tersebut dibuat di atas kertas bersegel atau

bermaterai.

b. Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar adanya kebutuhan yang

mendesak disertai niat dalam hati akan membayarnya

/mengembalikannya.

c. Pihak berpiutang hendaknya berniat memberikan pertolongan

kepada pihak berutang.

d. Pihak yang berutang bila sudah mampu membayar pinjaman

hendaknya dipercepat pembayaran utangnya. Lalai dalam

pembayaran pinjaman berarti berbuat zalim.

Sedangkan solusi Islam untuk orang yang tidak mampu membayar

utang38

adalah sebagai berikut:

a. Mengambil utang pokoknya saja (kapital). Mengambil utang pokok

tidak akan mendzalimi orang yang berutang dengan mengambil laba

dari utang pokok.

b. Menambah penangguhan waktu pembayaran utang, seperti

dijelaskan dalam firman Allah SWT QS. Al-Baqarah:280 yang

artinya “Dan jika orang yang berutang itu dalam kesukaran maka

berilah penangguhan sampai dia lapang”.

c. Membebaskan utang apabila penghutang dalam kebangkrutan dan

tidak memiliki kemampuan sama sekali dalam melunasi hutang

Salah satu alasan terhapusnya perikatan menurut Hukum Perdata

adalah sebab: (1. karena pembayaran. Suatu perikatan hapus karena

pembayaran yaitu pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara

sukarela oleh yang berkepentingan, yang berkepentingan bisa si yang

37

Hendi Suhendi, Op. Cit., h.98. 38

Arif Munandar Riswanto, Buku Pintar Islam, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010),

h.98.

Page 43: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

30

berutang sendiri atau seorang penanggung (borg) dan bisa pula pihak

ketiga yang bertindak atas nama debitur melakukan pelunasan utang atau

bertindak atas nama kreditur (si berpiutang). Dalam hal adanya pihak

ketiga yang menggantikan kedudukan si berpiutang maka dikenal

lembaga “subrogatie” (Pasal 1400 s/d 1403 BW), maksudnya ialah telah

terbayar lunas utang oleh pihak ketiga sebagai penagih pengganti

sepanjang si berpiutang masih hidup.39

(2. Dan juga pembaharuan utang

(novasi); novasi adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang

menghapuskan suatu perikatan lama, sambil meletakan suatu perikatan

baru. Menurut BW (pasal 1413) ada tiga macam novasi :40

1. Bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk

kepentingan kreditur yang menggatikan utang lama, yang dihapuskan

karenanya;

2. Bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama,

yang oleh kreditur dibebaskan dari perikatannya;

3. Bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru

ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama yang terhadapnya debitur

dibebaskan dari perikatannya.

Berdasarkan Pasal 1413 KUH Perdata, novasi atau pembaharuan

utang ada tiga (3) jenis yaitu novasi obyektif, novasi subjektif aktif, dan

novasi subjektif pasif. Novasi subyektif pasif atau disebut juga alih

debitur yaitu penggantian debitur lama oleh debitur baru. Debitur lama

sebagai pihak yang berutang atas inisiatif debitur sendiri atau inisiatif

dari krediturnya dapat mengalihkan utang debitur lama kepada pihak lain

sebagai debitur baru. Dengan penggantian debitur lama kepada debitur

baru berarti membebaskan debitur lama dari kewajiban membayar

utangnya kepada kreditur.

39

Kama Rusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2007),h 101 40

Kama Rusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata, h 102

Page 44: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

31

Subrogasi terjadi karena pembayaran yang dilakukan oleh pihak

ketiga kepada kreditor (si berpiutang) baik secara langsung maupun tidak

langsung yaitu melalui debitor (si berutang) yang meminjam uang dari

pihak ketiga. Pembayaran adalah setiap pemenuhan prestasi secara

sukarela dan mengakibatkan hapusnya perikatan antara kreditor dan

debitor. Selanjutnya pihak ketiga ini menggantikan kedudukan kreditor

lama, sebagai kreditor yang baru terhadap debitor.41

Jadi pada dasarnya

pengalihan utang merupakan novasi dengan didahului oleh subrogasi.

Utang dilunasi oleh Bank Syariah kepada Bank Konvensional, lalu terjadi

pembaharuan utang (novasi). Pengalihan utang adalah merupakan salah

satu bentuk novasi, namun terkait dengan kepatuhan syariah di Lembaga

Keuangan Syariah maka ketentuan yang menjadi fokus pada penelitian

kali ini adalah Fatwa DSN MUI dan Fatwa MPS.

Dalam aturan syariah, Pengalihan Utang pembiayaan diatur dalam

dua Fatwa DSN : 1.Fatwa No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan

utang. Berdasarkan fatwa tersebut pengalihan utang adalah pemindahan

utang nasabah dari bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga

keuangan syariah. 2. Fatwa No 90/DSN-MUI/2014 tentang Pengalihan

Pembiayaan antar Lembaga Keuangan Syariah. Latar Belakang / Faktor

Terjadinya Pengalihan Utang Syariah adalah : a). Ingin Top Up

(Sweeteners) b). Tambahan Pembiayaan c). Adanya hubungan emosional

dengan Pihak Bank d). Alasan/factor Religius / Spiritualitas.

B. Pengalihan Utang

1. Pengertian

Di antara bentuk muamalah yang diatur dalam ajaran Islam adalah

masalah (pengalihan utang), atau dalam istilah syariah dinamakan dengan

al-hiwalah. Pengalihan utang ini telah dibenarkan oleh syariat dan telah

dipraktikan sejak zaman nabi Muhammad SAW sampai sekarang.

41

Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi,Novasi, dan Cessie, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2005), h.1.

Page 45: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

32

Al-hiwalah secara bahasa artinya al-Intiqal (pindah), diucapkan, Hāla

„anil „ahdi, (berpindah, berpaling, berbalik dari janji), Sedangkan secara

istilah, definisi al-Hiwalah menurut ulama Hanafiyyah adalah memindah

(al-Naqlu) penuntutan atau penagihan dari tanggungan pihak yang berutang

(al-Madin) kepada tanggungan pihak al-Multazim (yang harus membayar

utang, dalam hal ini adalah al-Muhal „alaihi). Berbeda dengan al-Kafalah

yang artinya adalah al-Dham-mu (menggabungkan tanggungan) di dalam

penuntutan atau penagihan, bukan al-Naqlu (memindah). Maka oleh karena

itu, dengan adanya al-hiwalah, menurut kesepakatan ulama, pihak yang

berutang (dalam hal ini maksudnya adalah al-Muhil) tidak di tagih lagi.42

Kata hawalah atau terkadang dibaca hiwalah, dibentuk dari kata tahwiil

(pemindahan) atau ha’ul (berpindah). dikatakan haala anil ‘ahd, yakni

berpindah dari perjanjian. Adapun maknanya menurut ahli fiqih adalah,

pemindahan hutang dari tanggung jawab seseorang kepada tanggung jawab

orang lain.43

Para ulama berbeda pendapat apakah ia tergolong jual-beli

(barter) utang dengan utang yang diberi rukhsah (keringanan) sehingga

dikecualikan dari cakupan larangan jual-beli utang dengan utang.

Lalu, apakah utang yang ada berarti juga ikut berpindah (dari pihak al-

Muhil kepada pihak al-Muhal „alaih)? Dalam masalah ini, para imam

madzhab Hanafi berbeda pendapat, namun yang shahih adalah bahwa utang

yang ada juga ikut berpindah. Maka oleh karena itu, pengarang kitab, “al-

„Inayah,” mendefinisikan al-hiwalah seperti berikut, “al-hiwalah menurut

istilah ulama fiqh adalah mengalihkan (al-Tahwil) utang dari tanggungan

pihak ashil (dalam hal ini adalah al-Muhil) ke tanggungan pihak al-Muhal

„alaihi sebagai bentuk al-Tawatstsuq (penguatan, penjaminan).

Sementara itu, selain ulama Hanafiyyah mendefinisikan al-hiwalah

seperti berikut, “ Sebuah akad yang menghendaki pemindahan suatu utang

42

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie al-

Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 84-85 43

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari,Jilid 13 terj. Amiruddin (Jakarta, Pustaka Azzam,

2010), hal. 116

Page 46: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

33

dari tanggungan ke tanggungan yang lain.”44

Menurut Zainul Arifin hiwalah adalah akad pemindahan utang/piutang

suatu pihak kepada pihak lain. Dengan demikian di dalamnya terdapat tiga

pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi

utang (muhal atau da’in), dan pihak yang menerima pemindahan (muhal

‘alaih).45

Dua ulama fikih Mazhab Hanafi mengemukakan definisi hiwalah yang

berbeda: Ibnu Abidin mengatakan bahwa hiwalah ialah pemindahan

kewajiban membayar utang dari orang yang berutang (Al-Muhil) kepada

orang yang berutang lainnya (Al-Muhal „alaih); sedangkan Kamal bin

Hummam (790 H/1387 M-861H/1458 M) mengatakan bahwa hiwalah ialah

pengalihan kewajiban membayar utang dari beban pihak pertama kepada

pihak yang berutang kepadanya atas dasar saling mempercayai. Menurut

Mazhab Maliki, Hambali, Dan Syafi‟i, hiwalah ialah pemindahan atau

pengalihan hak untuk menuntut pembayaran utang dari satu pihak ke pihak

lain. Perbedaan di antara definisi-definisi tersebut di atas, terletak pada

kenyataan bahwa Mazhab Hanafi menekankan pada segi kewajiban

membayar utang, sedangkan ketiga mazhab lainnya menekankan pada segi

hak menerima pembayaran utang.

Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga

pengambilalihan utang (schuldoverneming), lembaga pelepasan utang atau

penjualan utang (debt sale), atau lembaga penggantian kreditor atau

penggantian debitor. Dalam hukum perdata, dikenal lembaga yang disebut

subrogasi dan novasi, yaitu lembaga hukum yang memungkinkan terjadinya

penggantian kreditor atau debitor.46

Beberapa prinsip dari hiwalah yaitu :

1. Tolong-menolong

2. Tidak boleh menimbulkan riba

44

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie al-

Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 84-85 45

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2009), h.153 46

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum

Perbankan Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007), h. 93-94

Page 47: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

34

3. Tidak digunakan untuk transaksi objek yang haramatau maksiat.

2. Landasan Hukum

Hiwalah ini disyari‟atkan oleh Islam dan dibolehkan olehnya karena

adanya masalahat, butuhnya manusia kepadanya serta adanya kemudahan

dalam bermuamalah. Dalam hiwalah juga terdapat bukti sayang kepada

sesama, mempermudah muamalah mereka, memaafkan, membantu

memenuhi kebutuhan mereka, membayarkan utangnya dan menenangkan

hati mereka.

Di bawah ini akan dipaparkan landasan syari‟ah dan landasan hukum

positif tentang hukum hiwalah :

1) Landasan Syariah

Landasan syariah atas hiwalah dapat dijumpai dalam al-Qur‟an,

Hadis dan Ijmak. Landasan syariah hiwalah dalam al-Qur‟an Surat Al-

Baqarah [2]: 282

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah

tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah

kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di

antara kamu menuliskannya dengan benar.”5(Q.S. Al-

Baqarah [2]: 282).

Surat Al-Baqarah ayat 282 diatas menerangkan bahwa dalam

utang-piutang atau transaksi yang tidak kontan hendaklah dituliskan

sehingga ketika ada perselisihan dapat dibuktikan. Dalam kegiatan ini

pula diwajibkan untuk ada dua orang saksi yang adil dan tidak

merugikan pihak manapun, saksi ini adalah orang yang menyaksikan

proses utang-piutang secara langsung dari awal.

Dalam prinsip muamalah pun menganjurkan agar saling percaya

dan menjaga kepercayaan semua pihak. Untuk menghilangkan keraguan

maka hendaklah diadakan perjanjian secara tertulis atau jaminan.

Landasan syariah atas hiwalah dalam Hadis yang diriwayatkan oleh

Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW

bersabda:

Page 48: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

35

Artinya : “Menunda pembayaran bagi orang mampu adalah suatu

kezaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan

(dihiwalahkan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah

hiwalah itu.”

Pada hadis ini tampak bahwa Rasulullah memberitahukan kepada

orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang menghiwalahkan

kepada orang yang kaya atau mampu, hendaklah ia menerima hiwalah

tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang menghiwalahkan

(Muhal „alaih). Dengan demikan, haknya dapat terpenuhi.

Perintah menerima pengalihan penagihan utang menurut sebagian

ulama adalah wajib, namun jumhur ulama berpendapat bahwa

hukumnya sunat. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa hiwalah

itu tidak sejalan dengan qias, karena hal itu sama saja jual beli utang

dengan utang, sedangkan jual beli utang dengan utang itu terlarang.

Pendapat ini dibantah oleh Ibnul Qayyim, ia menjelaskan bahwa

hiwalah itu sejalan dengan qias, karena termasuk jenis pemenuhan hak,

bukan termasuk jenis jual beli. Ibnul Qayyim mengatakan, “Kalaupun

itu jual beli utang dengan utang, namun syara‟ tidak melarangnya,

bahkan ka‟idah-ka‟idah syara‟ menghendaki harus boleh…dst.”

Kemudian dalam Ijma‟ telah tercapai kesepakatan ulama tentang

kebolehan hiwalah ini. Hal ini sejalan dengan kaidah dasar di bidang

muamalah, bahwa semua bentuk muamalah di perbolehkan kecuali ada

dalil yang tegas melarangnya. Selain itu ulama sepakat membolehkan

hiwalah. Hiwalah dibolehkan pada utang yang tidak berbentuk

barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab

itu, harus pada uang atau kewajiban finansial.47

2) Landasan Hukum Positif

Hiwalah sebagai salah satu produk perbankan syariah di bidang

jasa telah mendapatkan dasar hukum dalam Undang-Undang Nomor 10

47

M. Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah, (Jakarta: Sema insani, 2001), h. 126-127

Page 49: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

36

Tahun 1998 tentang perubahan atas dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang perbankan. Dengan di undangkannya Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, hiwalah

mendapatkan dasar hukum yang lebih kokoh. Dalam pasal 19 Undang-

Undang perbankan syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha Bank

Umum Syariah antara lain meliputi melakukan pengambilalihan utang

berdasarkan akad hiwalah atau akad lain yang tidak bertentangan

dengan Prinsip Syariah.

Produk jasa perbankan syariah berdasarkan akad hiwalah secara

teknis mendasarkan pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) yaitu PBI

NO. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam

Penghimpunan Kegiatan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan

Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI NO.

10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan Pemenuhan

Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud, antara lain dilakukan melalui

kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad

Kafalah, Hiwalah, dan Sharf.48

3. Rukun Hiwalah

Menurut madzhab Hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan

yang melakukan hiwalah) dari muhil (pihak pertama) dan qabul

(pernyataan menerima hiwalah) dari muhal (pihak kedua) kepada

muhal „alaih (pihak ketiga).

Menurut madzhab Maliki, Syafi‟i dan Hambali, rukun hiwalah ada

6 yaitu :

1. Muhil (orang yang berutang kepada pihak yang haknya

dipindahkan),

2. Muhal (orang yang menerima pemindahan hak, pemberi pinjaman,

yaitu pemilik piutang yang wajib dibayar oleh pihak yang

memindahkan utang),

3. Muhal „alaih (penerima akad pemindahan utang),

48

Anshori, Perbankan..., h. 154-155

Page 50: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

37

4. Piutang milik muhāl yang wajib dilunasi oleh muhīl (objek hukum

akad pemindahan utang),

5. Piutang milik muhil yang wajib dilunasi oleh muhal „alaih, dan

6. Shighat (ijab dan qabul).49

4. Jenis-jenis Hiwalah

Madzhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian.

Ditinjau dari segi objek akad, maka hiwalah dapat dibagi dua, apabila

yang dipindahkan itu merupakan hak menuntut utang, maka

pemindahan itu disebut hiwalah al-haqq ( pemindahan hak). Sedangkan

jika yang dipindahkan itu berkewajiban untuk membayar utang, maka

pemindahan itu disebut hiwalah ad-dain (pemindahan utang).

Ditinjau dari sisi lain, hiwalah terbagi dua pula, yaitu :

1) Hiwalah Al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) yaitu pemindahan

sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak

kedua. Contoh : Jika A berpiutang kepada B sebesar satu juta rupiah.

Sedangkan B berpiutang kepada C juga sebesar satu juta rupiah. B

kemudian memindahkan atau mengalihkan haknya untuk menuntut

piutangnya yang terdapat pada C kepada A, sebagai ganti

pembayaran utang B kepada A. Dengan demikian, hiwalah al-

muqayyadah, pada satu sisi merupakan hiwalah al-haqq, karena B

mengalihkan hak menuntut piutangnya dari C kepada A. Sedangkan

pada posisi lain, sekaligus merupakan hiwalah ad-dain, karena B

mengalihkan kewajibannya membayar utang kepada A menjadi

kewajiban C kepada A.

2) Hiwalah Al-Mutlaqah (pemindahan mutlak) yaitu pemindahan utang

yang tidak ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak

pertama kepada pihak kedua. Contoh : Jika A berutang kepada B

sebesar satu juta rupiah. C berutang kepada A juga sebesar satu juta

rupiah. A mengalihkan utangnya kepada C, sehingga C berkewajiban

49

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i 2, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,

(Jakarta: Almahira, 2010), h. 150-151

Page 51: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

38

membayar utang A kepada B, tanpa menyebutkan bahwa

pemindahan utang tersebut sebagai ganti dari pembayaran utang C

kepada A. Dengan demikian hiwalah al-mutlaqah hanya

mengandung hiwalah ad-dain, karena yang dipindahkan hanya utang

A terhadap B menjadi utang C terhadap B.50

Gambar 1. Skema Proses Hiwalah51

Skema hiwalah di atas dapat di jelaskan bahwa A (muhal) sebagai

pihak pertama yang memberi utang kepada B (muhil), sedangkan pihak

kedua B (Muhil) yang berutang kepada A (muhal) dan yang mengajukan

pengalihan utang, kemudian pihak ketiga yaitu C (muhal’alaih) yang

menerima pengalihan utang. Dan utang itu sendiri disebut al-Muhal bih.

5. Berakhirnya Hiwalah

1) Apabila kontrak hiwalah telah terjadi, maka tanggungan muhil

menjadi gugur.

2) Jika muhal’alaih bangkrut (pailit) atau meninggal dunia, maka

menurut pendapat Jumhur Ulama, muhal tidak boleh lagi kembali

menagih Utang itu kepada muhīl. Menurut Imam Maliki jika muhil

“menipu” muhal, di mana ia menghiwalahkan kepada orang yang

tidak memiliki apa-apa (fakir), maka muhal boleh kembali lagi

menagih utang kepada muhil.

50

Sjahdeini, Perbankan... h. 95-96 51

Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008),

h. 108

Page 52: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

39

3) Jika Muhāl alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal.

Ini berarti akad hiwalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua

pihak.

4) Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hiwalah

karena pewarisan merupakan salah satu sebab kepemilikan. Jika

akad ini hiwalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad hiwalah

itu menurut madzhab Hanafi.

5) Jika Muhal menghibahkan atau menyedekahkan harta hiwalah

kepada Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut.

6) Jika Muhal menghapus bukan kewajiban membayar utang kepada

Muhal Alaih.52

6. Aplikasi Hiwalah Dalam Perbankan

Kontrak hiwalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal

berikut:

1) Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki

piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank,

bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari

pihak ketiga itu.

2) Post-dated check,di mana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa

membayarkan dulu piutang tersebut.

3) Bill discounting, secara prinsip, bill discounting serupa dengan

hiwalah. Hanya saja, dalam bill discounting, nasabah harus

membayar fee, sedangkan fee tidak didapati dalam kontrak

hiwalah.53

Salah satu contoh dari aplikasi modern hiwalah atau take over

(pengalihan utang) dalam perbankan yaitu adanya sistem Anjungan

Tunai Mandiri yang biasa kita kenal dengan sebutan ATM dan sistem

yang lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan ketentuan nash al-Quran

52

Mugni Sulaeman, http: //hiwalah20baca/makalah-hiwalah.html, diakses 10 April 2018. 53

Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2001), h. 127.

Page 53: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

40

dan Hadits Nabi Muhammad Saw, utang piutang merupakan salah satu

bentuk akad yang disyari‟atkan hukum, hal ini merupakan perbuatan

yang terpuji dan mendapatkan pahala dari Allah. Hutang piutang

merupakan tindakan yang disunnahkan menurut hukum Islam, jika

dilakukan sesuai dengan batasan-batasan yang diperbolehkan syara‟.

Page 54: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

41

BAB III

METODOLOGI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN) MUI DAN

MAJELIS PENASIHAT SYARIAH (MPS) MALAYSIA

A. Gambaran Umum Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

(DSN-MUI) dan MPS Malaysia

1. Profil Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Fatwa muncul selain didasarkan nushush syar‟iyyah juga didasarkan

atas refleksi dari kondisi sosial yang melingkupinya.1 Sedemikian besar

pengaruh kondisi sosial terhadap lahirnya sebuah fatwa, sehingga dapat

dikatakan, relevansi sebauh fatwa sangat bergantung pada kondisi sosial

yang melingkupinya. Prinsip ini sangat relevan untuk dijadikan alat bantu

memahami lahirnya fatwa kontemporer yang mungkin berbeda dari yang

termaktub dalam buku-buku fikih.

Sejalan dengan perkembangannya lembaga keuangan syariah di tanah

air, maka berkembang pulalah jumlah Dewan Pengawas Syariah (DPS)

yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Oleh karena

itu, MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah air,

menganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional

dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank

maupun asuransi syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan Dewan

Syariah Nasional (DSN).2

Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan

hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang

sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama

Indonesia dipimpin oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan

Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional

1 Ibn Qayyim al-jawziyyah, I‟lam al-Muwaqqi‟in Rabbal‟Alamin (Beirut; Dar al-fikr. T.

th.) ditahqiq oleh „Abd al-Rahman al-wakil, vol III, hlm 4 2 Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah Konsep Dan Sistem

Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 543

Page 55: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

42

dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan

sekretaris serta beberapa anggota.3

DSN sebagai sebuah lembaga yang dibentuk oleh MUI secara struktural

berada di bawah MUI. Sementara kelembagaan DSN sendiri belum secara

tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 1 angka 9

PBI No. 6/24/PBI/2004, disebutkan bahwa: “DSN adalah dewan yang

dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki

kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan

usaha bank dengan Prinsip Syariah”.4

DSN diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran

Islam dalam kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional

akan berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan

masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan.

2. Profil Majelis Penasihat Syariah (MPS) Malaysia

MPS didirikan pada 1 Mei 1997 dan diletakkan di bawah Bank

Negara Malaysia (BNM). Pada awal pendiriannya, MPS mempunyai tiga

peran objektif. Pertama, MPS berperanan sebagai badan tertinggi untuk

menasihati BNM berkaitan dengan perihal perbankan Islam dan

perniagaan takaful di Malaysia. Kedua, MPS berperanan untuk

menyelaraskan isu syariah dalam urusan perbankan dan keuangan Islam.

Ketiga, MPS berperanan untuk menganalisis dan menilai aspek syariah

berkaitan dengan model atau produk baru yang dikemukakan oleh institusi

perbankan dan keuangan Islam.

Majelis Penasihat Syariah (MPS) Malaysia merupakan salah satu

badan yang berotoritas dalam membuat regulasi dan fatwa ekonomi

syariah di Malaysia selain Majlis Fatwa Kebangsaan, Majlis Fatwa negeri-

negeri dan Majlis Penasihat Syariah Suruhanjaya Sekuriti. Sesuai

3 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema

Insani, 2003), h. 32 4 Widyaningsih, SH., MH., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Prenada

Media, cet. 1, 2005), h. 100

Page 56: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

43

ketentuan perundangundangan, badan ini ditunjuk sebagai otoritas utama

dalam kasus kasus berkaitan keuangan Islam di Malaysia.5

Berbeda dengan keputusan Majlis Fatwa Kebangsaan dan Majlis

Fatwa negeri-negeri yang menggunakan istilah fatwa bagi keputusan yang

dikeluarkan, MPS BNM dan MPS Suruhanjaya Sekuriti menggunakan

istilah resolusi. MPS dianggotai oleh pakar-pakar ekonomi yang ahli di

bidang syariah serta berpengetahuan dan berpengalaman luas mengenai

sistem perbankan, transaksi keuangan, ekonomi, undangundangn dan

implementasi prinsip-prinsip syariah.

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam pengembangan

perbankan syariah di Malaysia adalah menciptakan sistem keuangan dan

perbankan Islam yang menyeluruh yang beroperasi sejajar dengan sistem

perbankan konvensional. Untuk menciptakan sistem perbankan yang

kokoh diperlukan tiga elemen penting, yaitu:6

1) jumlah pemain yang banyak;

2) keragaman instrumen yang luas; dan

3) pasar uang Islam.

Strategi pengembangan yang dipilih adalah pengembangan secara

komprehensif, bertahap, dan pragmatis, yang diawali dengan tahapan

untuk menciptakan enabling environment dengan mempersiapkan berbagai

insfratruktur keuangannya khususnya legal framework. Tahap berikutnya

adalah meningkatkan volume dan menciptakan pasar bagi lembaga

keuangan syariah sehingga lembaga keuangan syariah dapat berkompetisi.

Tahap ketiga adalah menciptakan harmonisasi dan konvergensi dengan

pasar keuangan syariah internasional sehingga lembaga keuangan syariah

Malaysia dapat bersaing diarena internasional. Tahap pertama

5 Malaysia, Akta Bank Negara Malaysia 2009 , Bagian 7 Bab 1 Seksyen

51-58. 6 Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.

89

Page 57: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

44

pengembangan dimulai dengan dikeluarkannya Undang-undang Perbankan

Islam (Islamic Banking Act atau IBA) pada tujuh April 1983.7

Dengan diundangkannya IBA, Bank Negara Malaysia (BNM) diberi

wewenang untuk mengatur dan mengawasi bank Islam, seperti juga dalam

hal bank konvensional. Bank Islam pertama adalah Bank Islam Malaysia

Berhad (BIMB) yang mulai beroperasi pada satu Juli 1983 dengan total

aset RM 369,8 juta atau setara Rp.1,035 triliun (RM 1 =Rp.2.800). Pada

tahun 1983 juga dikeluarkan Undang-undang Investasi Pemerintah

(Government Investment Act atau GIA) yang memberikan kewenangan

kepada pemerintah untuk menerbitkan Surat Investasi Pemerintah

(Government Investment Issues atau GII) yang merupakan surat berharga

(sekuritas) yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan pada prinsip

Syariah. GII merupakan bentuk instrumen keuangan syariah yang

diperlukan untuk manajemen kebutuhan likuiditas bank syariah.

Sejalan dengan keinginan untuk memperkuat perkembangan sistem

perbankan syariah di Malaysia, pada tanggal 1 Mei 1997 Bank Negara

Malaysia mendirikan the National Sharia Advisory Council (NSAC) on

Islam Banking and Takaful atau dalam bahasa Melayu disebut sebagai

Majelis Penasihat Syariah (MPS). Komitmen pemerintah Malaysia dalam

memajukan sistem perbankan Islam dapat dilihat dari rencana terus

menerus yang tidak henti-hentinya dilaksanakan sampai saat ini.

Sebagaimana tertuang dalam Financial Sector Master Plan 2001-2010,

pada tahun 2010 industri perbankan Islam dan takaful diharapkan akan

mempunyai fitur-fitur sebagai berikut:8

1). Membangun 20% pangsa pasar perbankan dan asuransi dengan

kontribusi efektif untuk perekonomian Malaysia di sektor keuangan.

2). Diwakili oleh sejumlah institusi perbankan Islam dan operatortakaful

yang bermodal kuat yang menawarkan produk-produk dan jasa-jasa

keuangan Islam yang komprehensif dan menyeluruh.

7 Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, h. 99

8 Haron, dkk, Islamic Fianance and Banking System; Philosophies, Principles & Practices,

hal. 77

Page 58: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

45

3). Didukung oleh ketentuan syariah dan kerangka ketentuan syariah

yang komprehensif dan kondusif.

4). Didukung oleh lembaga khusus dalam sistem yudisial yang

menangani masalah-masalah hukum yang berhubungan dengan

perbankan Islam dan takaful.

5). Didukung oleh orang-orang ahli dan berkemampuan tinggi dalam

jumlah yang memadai dan tim-tim terpadu yang terdiri atas ahli-ahli

terkait.

6). Menjadikan Malaysia sebagai pusat keuangan Islam secara regional.

Bersamaan dengan liberalisasi industri perbankan Islam dan

rekomendasi-rekomendasi yang tertuang dalam Financial Sector Master

Plan yang bertujuan untuk terus memperkuat struktur kelembagaan

perbankandalam sistem perbankan Islam, pada tahun 2005 Bank Negara

Malaysia menyetujui dibentuknya unit usaha syariah (Islamic subsidiary

structure) dalam struktur kelembagaan perbankan Islam untuk mengganti

struktur kelambagaan Islamic window. Dengan demikian, tujuh kelompok

perbankan domestik diizinkan mengubah Islamic window mereka menjadi

unit usaha syariah di dalam kelompok perbankan mereka.9

2. Kedudukan dan Tugas Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dan MPS

Malaysia

Pihak yang berwenang mengeluarkan fatwa dalam masalah lembaga

keuangan syariah di Indonesia adalah Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia (DSN-MUI). Lembaga ini diberi tugas dan wewenang

yang sangat besar dalam pengembangan lembaga keuangan syariah,

termasuk dalam mengawasi dan mengeluarkan fatwa, terutama fatwa

produk keuangan syariah. DSN-MUI semenjak lahirnya sampai sekarang

9 Haron, dkk, Islamic Fianance and Banking System; Philosophies, Principles & Practices,

hal. 78

Page 59: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

46

telah mengeluarkan sebanyak 120 fatwa (tahun 2018).10

Point penting terkait Kedudukan, Status dan Anggota DSN MUI: a).

Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departemen

Keuangan, Bank Indonesia dan lain-lain dalam menyusun

peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah. b). Anggota Dewan

Syariah Nasional terdiri dari para ulama, praktisi dan para pakar dalam

bidang yang terkait dengan mu‟amalah syariah. c). Anggota Dewan

Syariah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh Majelis Ulama Indonesia

dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus Majelis

Ulama Indonesia pusat 5 tahun.11

Dewan Syariah Nasional bertugas :

1) Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan

perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.

2) Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan keuangan.

3) Mengeluarkan fatwa atas produk-produk/jasa keuangan syariah

4) Mengawasi penetapan fatwa yang telah dikeluarkan.12

Wewenang Dewan Syariah Nasional :

1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di

masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan

hukum pihak terkait.

2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan

yang dikeluarkan oleh instansi berwenang, seperti Depkeu dan BI.

3) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-

nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu

lembaga keuangan syariah.

4) Mengundang para ahli menjelaskan suatu masalah yang diperlukan

dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas

moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri.

10

Aidil Novia, Kontribusi Fiqh Legal Maxim dalam Fatwa-Fatwa Ekonomi Syariah Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI),(Jurnal Tsaqafah, vol 12, No. 1, 2016),

hal. 81 11

Muhammad Syakir Sula, Op-Cit., h. 543 12

Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2006), h. 231

Page 60: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

47

5) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk

Menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan

Dewan Syariah Nasional.

6) Mengusulkan kepada instansi berwenang untuk mengambil tindakan

apabila peringatan tidak diindahkan.13

Selama ini fatwa diaukui sebagai salah satu sumber pembuatan

peraturan perundang-undangan. Penelitian Wahididdin Adams dan Muhtar

Ali membuktikan tesis ini. Adams melihat adanya transformasi fatwa

dalam peraturan perundang-undangan.14

Fatwa DSN tidak hanya sekedar

sebagai bahan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan,

melainkan juga sebagai produk hukum yang mengikat bagi LKS. Fatwa

berfungsi sebagai hukum bisa karena proses legislasi, seperti dalam

temuan penelitian Wahiduddin, tetapi juga karena faktor-faktor lain karena

ternyata tidak semua fatwa DSN telah dilegislasi tetapi telah digunakan

oleh LKS.15

Fungsi Dewan Syariah Nasional :16

1. Mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.

Dengan ini Dewan Syariah Nasional diharapkan mempunyai peran

secara produktif dalam menanggapi perkembangan ekonomi

khususnya ekonomi syariah yang semakin kompleks.

2. Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan

oleh lembaga keuangan syariah.

3. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai

dengan syari'at Islam. Dalam hal ini lembaga yang diawasi adalah

perbankan syariah, asuransi, reksadana, modal ventura dan

sebagainya.

13

Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, h. 239-240 14

Wahididdin Adams, „‟Pola penyerapan fatwa majelis ulama Indonesia MUI dalam

peraturan perundang-undangan 1975-1977 (disertasi UIN Jakarta) 15

Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur

Tengah, hal. 16 16

Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek , (Jakarta: Gema

Insani, 2001), h. 32

Page 61: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

48

Dasar penetapan fatwa yang dilakukan DSN-MUI yaitu sebagai

berikut :

1. Setiap keputusan fatwa harus mempunyai dasar atas kitabullah dan

sunnah Rasul yang mu‟tabarrah, tidak bertentangan dengan

kemaslahatan umat, ijma‟ qiyas yang mu‟tabar, dan didasarkan pada

dalil-dalil hukum yang lain, seperti istihsan, maslahah mursalah, dan

sadz adzri‟ah.17

2. Aktifitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu

lembaga yang disamakan : “komisi fatwa”. Sebelum pengambilan

keputusan fatwa hendaknya ditinjau dari pendapat-pendapat para

madzhab terdahulu, baik yang berhubungan dengan dalil-dalil hukum

maupun yang berhubungan dengan dalil yang dipergunakan oleh

pihak yang berbeda pendapat.

3. Mengenai masalah yang telah jelas hukumnya (qath‟y) hendaknya

komisi menyampaikan sebagaimana adanya dan fatwa gugur setelah

diketahui nashnya dari al-Qur'an dan sunnah. Jika tidak ditemukan

pendapat hokum dan kalangan madzhab penetapan fatwa didasarkan

pada hasil ijtihad.

4. Pandangan tenaga ahli dalam bidang masalah yang akan diambil

keputusan fatwanya dipertimbangkan. Pendapat fatwa harus

senantiasa mempertimbangkan kemaslahatan umat.

Dengan demikian, dalam penetapan fatwa, DSN-MUI berdasarkan

pada prosedur penetapan fatwa yang telah ditetapkan. Penetapan fatwa

tentang asuransi DSN-MUI mengacu pada prosedur penetapan fatwa di

atas. Hal ini semata-mata untuk menjaga bahwa fatwa yang dikeluarkan

DSN-MUI secara jelas dapat diketahui sumber atau dalil-dalil yang

digunakan serta melalui kaidah-kaidah baku dalam mengeluarkan fatwa.

17

Rachmat Syafe‟i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.49

Page 62: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

49

Kedudukan dan Tugas MPS Malaysia

Kepatuhan terhadap persyaratan Syariah adalah syarat untuk

memastikan keabsahan produk dan layanan keuangan Islam. Dalam hal

ini, Bank Negara Malaysia telah mulai mengembangkan kebijakan

pengaturan berbasis kontrak Syariah untuk meningkatkan kepatuhan dari

hulu ke hilir dengan Ketentuan Syariah. Inisiatif ini bertujuan untuk

memperkuat kepatuhan syariah yang komprehensif dan untuk

memastikan integritas dan kontinuitas lembaga keuangan Islam.

Undang-undang Layanan Keuangan Islam (Islamic Services Act)

(IFSA) memberi Bank kekuatan untuk menerbitkan Standar Syariah

berdasarkan fitur-fitur khusus dari masing-masing kontrak Syariah.

Regulasi berbasis syariah diperlukan karena transaksi keuangan Islam

perlu dilaksanakan berdasarkan kekhususan berbagai kontrak keuangan,

dengan masing-masing kontrak memiliki profil bagi hasil dan risiko

unik.18

Mandat untuk Mengeluarkan Standar Syariah

a. Bagian 29 (1) dari IFSA: Bank dapat, sesuai dengan saran atau putusan

Dewan Penasihat Syariah, menetapkan standar Syariah. Penting dalam

hal melakukan bisnis, atau kegiatan oleh institusi yang mengharuskan

adanya kepastian hukum Islam oleh Dewan Penasihat Syariah; dan

untuk memberikan pengaruh terhadap saran atau putusan Dewan

Penasihat Syariah.

b. Bagian 57. (1) dari IFSA: Bank dapat menetapkan standar tentang hal-

hal penting untuk dipromosikan—posisi keuangan yang sehat dari

suatu institusi; atau integrity, profesionalisme dan keahlian dalam

menjalankan bisnis, urusan dan kegiatan suatu institusi.

c. Bagian 135 (1) dari IFSA: Bank dapat menetapkan standar perilaku

bisnis kepada penyedia layanan keuangan untuk tujuan memastikan

18

www.sacbnm.org/?page_id=3314

Page 63: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

50

bahwa penyedia jasa keuangan adil, bertanggung jawab dan

profesional ketika berhadapan dengan konsumen keuangan.19

Kehadiran SAC dalam sistem perbankan Islam adalah hal yang

dianggap wajib. Untuk mewujudkan fungsi utama di atas, SAC harus

memiliki dua komponen utama, yaitu

i. Komite Fatwa, dimana komponen pertama ini bertanggung jawab

untuk mengeluarkan pandangan ke bank berdasarkan ketentuan Islam

dan mengeluarkan fatwa tentang itu.

ii. Komite Implementasi dan Pemantauan, yang akan memastikan fatwa

yang ditentukan oleh komite fatwa sepenuhnya dilaksanakan, akan

memantau setiap perkembangan dan reaksi yang akan dibahas oleh

Komite Penelitian dan Fatwa secara berkala.20

B. Tahapan dan Proses Pemberian Fatwa dan Format Fatwa DSN-MUI dan

Resolusi MPS Malaysia

Terdapat 4 (empat) solusi Fikih yang dijadikan landasan dalam

menetapkan fatwa DSN-MUI; yaitu al-Taysîr al-Manhaji, Tafriq al-Halal „An

al-Haram, I‟adah al-Nadhar, dan Tahqiq al-Manath.21

Al-Taysîr al-Manhaji dapat diartikan memilih pendapat yang ringan

namun tetap sesuai aturan. Meskipun mengambil pendapat yang lebih

meringankan (at-taisir) namun tetap dalam koridor manhaj yang ada. Artinya,

fatwa DSN-MUI akan memberikan jalan keluar dengan memberikan solusi

terbaik selama tidak bertentangan dengan syariah. Namun demikian,

penggunaan metode tersebut tidak boleh dilakukan secara berlebihan (al-

mubalaghah fi al-taysir). Hal itu tidak dibenarkan karena menimbulkan sikap

meremehkan (al-tasâhul).

19

www.sacbnm.org/?page_id=3316 20

Ahmad Faizol Ismail, Fungsi Majlis Penasihat Syariah Dalam Amalan Perbankan Islam

Di Malaysia : Kajian Terhadap Bank Muamalat Malaysia Berhad Dan RHB Islamic Bank Berhad,

(Disertasi, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaysia, Kuala Lumpur, 2010), 4

21 KH. Ma‟ruf Amin, “ORASI ILMIAH, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqiyah) Sebagai

Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia”, Kementerian Agama UIN Maulana Malik

Ibrahim, Mei 2017, hal. 7

Page 64: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

51

Metode Al-Taysîr al-Manhaji dimaksudkan agar menghindarkan fatwa

disahkan tanpa mengikuti pedoman. Tidak jarang suatu masalah dijawab

dengan fatwa yang meringankan namun hanya mempertimbangkan aspek

kemaslahatannya saja dan tidak mengindahkan aspek kesesuaian

metodologisnya (al-manhaj).

Dalam pandangan, hal itu tidak boleh dilakukan karena berpotensi

terperosok pada mencari-cari hal-hal yang ringan saja (tatabbu‟ al-rukhash)

yang dilarang dalam syariah Islamiyah. Prinsip dasar penerapan kaidah al-

Taysir al-Manhaji dalam fatwa DSN-MUI adalah “menggunakan pendapat

yang lebih rajih dan lebih maslahat jika memungkinkan; jika tidak, maka yang

digunakan adalah pendapat yang lebih maslahat (saja)”

االخذ بأرجح ألقىال والصلح أى أهكي،واالفاالصلح

Langkah operasionalnya adalah mencari solusi Fikih yang secara dalil

lebih kuat dan sekaligus lebih membawa kemaslahatan. Namun apabila hal itu

tidak bisa (atau sulit) dilakukan, maka yang didahulukan adalah pertimbangan

kemaslahatan, sedangkan kekuatan dalil (aqwa dalilan) dijadikan

pertimbangan setelahnya. Contohnya adalah penerapan kaidah penetapan

hukum ekonomi syariah yang selama ini dikenal ada dua pandangan, yakni

pandangan substantif yang menjadikan tujuan/hasil akhir dan isi (al-maqashid

wa al-ma‟ani) sebagai kaidah dalam menentukan hukum; dan pandangan legal-

formal yang mengunakan kata / kalimat dan bentuk (al-alfazh wa al-mabani)

لوعاي ال باأللفاظ والوبايا العبزة في العقىد بالوقاصد وا

Dan yang kedua menggunakan kaidah “patokan (untuk menentukan

keabsahan) akad adalah kata-kata dan susunannya, bukan tujuan dan

maknanya”

العبزة في العقىد لأللفاظ والوباي ال بالوقاصدوالوعاي

Contoh untuk pengadopsian pandangan pertama adalah fatwa tentang

akad wad‟iah (digunakan untuk kegiatan penghimpunan dana berupa tabungan

dan giro); akad wadi‟ah adalah bentuk formalnya (al-alfazh wa al-mabani)

sedangkan substansinya (al-maqashid wa al-ma‟ani) merupakan akad qardh;

karena akad wadi‟ah yang terdapat izin dari pemilik untuk menggunakan

Page 65: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

52

barang titipan oleh penerima titipan, dan barang titipan dapat diganti oleh

barang lain (yang senilai/serupa/ mitsaliyat) sejatinya merupakan akad qardh.

Sedangkan contoh penerapan pandangan kedua dalam fatwa DSN-MUI

adalah fatwa terkait mengikatnya (mulzim) saling berjanji (al-muwa`adah) dan

hubungannya dengan mulzimnya perjanjian (al-`aqd) sebagaimana dalam

fatwa DSN-MUI Nomor 93/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung

Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islami/Islamic Hedging).

Fatwa tersebut menyatakan bahwa lindung nilai secara syariah boleh

dilakukan dengan syarat dilakukan atas dasar kebutuhan nyata (tidak untuk

untung-untungan/spekulasi/gharar) dan dilakukan melalui mekanisme forward

agreement (saling berjanji) untuk melakukan pertukaran mata uang di masa

yang akan datang.

Kaidah berikutnya adalah terkait dengan pemisahan antara harta halal dan

non-halal (at-tafriq baina al-halal wal haram). Umumnya, orang memahami

bahwa percampuran antara yang halal dan yang haram, maka dimenangkan

yang haram, sesuai kaidah “apabila bercampur antara yang halal dan yang

haram, maka percampuran tersebut dihukumi haram” (idza ijtama‟ al-halal

wa al-haram ghuliba al-haram).22

Dalam pandangan DSN-MUI kaidah tersebut tidak cocok diterapkan di

bidang ekonomi. Kaidah tersebut lebih cocok digunakan dalam bidang pangan,

khususnya yang cair. Halal-haram dalam bidang pangan terkait dengan

bahannya („ain), sehingga jika terjadi percampuran maka akan terjadi

persinggungan dan persenyawaan yang sulit dipisahkan. Dalam kondisi seperti

itu maka tepat menggunakan kaidah “apabila bercampur antara yang halal dan

yang haram, maka percampuran tersebut dihukumi haram” (idza ijtama‟ al-

halal wa al-haram ghuliba al-haram).

Sedangkan apabila pemisahan antara yang halal dari yang haram dapat

dilakukan, misalnya dalam kasus percampuran antara harta yang halal dan

yang tidak halal, maka kaidah (idza ijtama‟ alhalal wa al-haram ghuliba al-

22

KH. Ma‟ruf Amin, “ORASI ILMIAH, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqiyah) Sebagai

Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia”, h.10

Page 66: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

53

haram) ini tidak cocok diterapkan, dan yang lebih tepat adalah menggunakan

kaidah pemisahan yang halal dari yang haram (tafriq baina al-halal „ani al-

haram). Dasar kaidah ini dapat dirujuk dari keterangan para ulama. Ibnu

Shalah menyatakan sebagaimana dinukil oleh as-Suyuthi dalam kitab Al-Asbah

wa al-Nadzair.23

لى اختلط دراهن حالل قدرتهن حزام ولن تتويز فطزيقه

أى يعزل قدرالحزام ويتصف الباقي، والذي عزله أى علن صا

.حبه سلوه إليه وإالتصدق به عه

“Jika uang yang halal tercampur dengan uang yang haram dan tidak dapat

dibedakan, maka jalan keluarnya adalah memisahkan bagian yang haram

serta menggunakan sisanya. Sedangkan bagian haram yang dikeluarkan,

jika ia tahu pemliknya maka ia harus menyerahkannya atau bila tidak maka

harus disedekahkan.”

Senada dengan hal tersebut Ibnu Taimiyyah dalam kitab Fatawa Ibn

Taimiyyah menyatakan:

هي اختلط بوا له الحالل والحزام أخزج قدرالحزام والباق حالل له

Jika seorang hartanya tercampur antara unsur yang halal dan yang haram

maka unsur haram harus dikeluarkan nominalnya, dan sisanya halal

baginya.

Teori tafriq al-halal „an al-haram digunakan di fatwa DSN-MUI dengan

pertimbangan bahwa dalam konteks Indonesia kegiatan ekonomi Syariah

belum bisa dilepaskan sepenuhnya dari sistem ekonomi konvensional yang

ribawi. Setidaknya institusi ekonomi Syariah berhubungan dengan institusi

ekonomi konvensional yang ribawi dari aspek permodalan, pengembangan

produk, maupun keuntungan yang diperoleh.24

23 KH. Ma‟ruf Amin, “ORASI ILMIAH, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqiyah) Sebagai

Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia”, h.10 24 KH. Ma‟ruf Amin, “ORASI ILMIAH, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqiyah) Sebagai

Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia”, h.11

Page 67: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

54

Contohnya, Pendirian bank syariah atau unit usaha syariah (UUS) oleh

Bank Konvensioanl; teori tafriq al-halal min alharam merupakan jawaban

atas komentar banyak pihak tentang berdirinya bank-bank syariah, terutama

UUS yang dibentuk atau didirikan oleh bank-bank konvesional. Di antara

umat Islam ada yang meragukan kehalalan produk Unit Usaha Syariah

karena modal pembentukan berasal dari bank konvensional yang termasuk

perusahaan ribawi. Teori tafriq al-halal min al-haram diaplikasikan dengan

cara mengidentifikasi seluruh uang yang menjadi milik bank konvensional

sehingga diketahui mana yang merupakan bunga dan mana yang merupakan

modal atau pendapatan yang diperoleh dari jasa-jasa yang tidak didasarkan

pada bunga. Pendapatan bank yang berasal dari bunga disisihkan terlebih

dahulu, maka sisanya dapat atau boleh dijadikan modal pendirian bank

syariah atau UUS karena diyakini halal.25

Kaidah berikutnya dalam upaya penerapan solusi Fikih

adalah i‘adah al-nazhar(telaah ulang). Telaah ulang terhadap pendapat

ulama terdahulu bisa dilakukan dalam hal pendapat ulama terdahulu

dianggap tidak cocok lagi untuk dipedomani karena faktor sulit

diimplementasikan (ta„assur, ta‟adzdzur aw shu‟ubah al-amal). Telaah

ulang salah satu caranya dilakukan dengan menguji kembali pendapat

yang mu‟tamad dengan mempertimbangkan pendapat hukum yang selama

ini dipandang lemah (marjuh bahkan mahjur), karena adanya „illah hukum

yang baru dan/atau pendapat tersebut lebih membawa kemaslahatan;

kemudian pendapat tersebut dijadikan pedoman (mu‟tamad) dalam

menetapkan hukum.

Teori ini merupakan jalan tengah atau moderat di antara pemikiran

pakar hukum ekonomi syariah yang terlalu longgar (mutasahil) dalam

menerapkan prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah, sehingga ekonomi

Islam terjebak pada labeling. Sebaliknya dengan teori ini pengembangan

ekonomi Islam tidak terlalu ketat dan terikat dalam kaidah-kaidah dan

25 KH. Ma‟ruf Amin, “ORASI ILMIAH, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqiyah) Sebagai

Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia”, h.12

Page 68: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

55

pemikiran fiqh klasik yang mungkin sulit diaplikasikan kembali pada era

sekarang (mutasaddid). Dasar teori ini adalah kaidah: “Hukum itu

berjalan sesuai dengan illah-nya, ada dan tidak adanya (illah) (al-

hukm yaduru ma„a „illatihi wujud[an] wa „adam[an]).

Contoh penerapannya adalah fatwa terkait posisi wakil dalam akad

sewa-menyewa; wakil boleh menyewa benda yang dipercayakan kepadanya

untuk disewakan. Pendapat ini dijadikan pegangan oleh DSN-MUI

meskipun bertentangan dengan pendapat mayoritas ulama setelah

melakukan telaah ulang (i„adah al-nazhar) terhadap „illah hukum yang

dikemukan Jumhur ulama.

Sedangkan tahqiq al-manath (Analisa Penentuan Alasan

Hukum/‟Illat) adalah analisa untuk mengetahui adanya alasan hukum („illah)

lain dalam satu kasus, selain illat yang diketahui sebelumnya, baik

melalui nash, ijma, ataupun istinbath.

Contoh penerapannya adalah Fatwa DSN-MUI No.

77/DSNMUI/V/2010 tentang Murabahah Emas. Fungsi emas dalam sejarah

Islam adalah sebagai alat tukar/uang. Oleh karena itu, jika emas akan

diperjualbelikan maka harus dilakukan secara tunai untuk menghindarkan

terjadinya riba nasa‟ (riba karena pertukaran barang ribawi sejenis yang

dilakukan tidak secara tunai). Semua hal yang disebutkan di atas dilakukan

karena ada kaedah bahwa hukum asal dalam ekonomi syariah adalah boleh,

kecuali terdapat dalil yang mengharamkannya (al-ashl fi al-mu‟amalat al-

ibahah hatta yadull al-dalil „ala al-tahrim). Sehingga membuka lebar pintu

untuk melakukan terobosan dan inovasi-inovasi dalam perumusan hukum

Islam terkait ekonomi syariah.26

C. Prosedur Pemberian Fatwa DSN dan Resolusi MPS

1. Prosedur Pemberian Fatwa DSN MUI

26

KH. Ma‟ruf Amin, “ORASI ILMIAH, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqiyah) Sebagai

Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia”, h. 12

Page 69: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

56

Ada banyak tahapan yang perlu dilalui sebelum sebuah fatwa

ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa itu bisa dibuat

karena amanah perundang-undangan, bisa pula atas permintaan masyarakat

atau untuk menjawab suatu masalah yang ramai diperbincangkan di

masyarakat.27

Berdasarkan Peraturan Organisasi MUI tentang Pedoman Penetapan

Fatwa MUI ada 8 tahapan secara garis besar yang harus dilalui.

Pertama, sebelum fatwa ditetapkan, MUI melakukan kajian

komprehensif guna memperoleh deskripsi utuh tentang masalah yang

sedang dipantau. Tahapan ini disebut tashawwur al-masalah. Selain kajian,

tim juga membuat rumusan masalah, termasuk dampak sosial keagamaan

yang ditimbulkan dan titik kritis dari beragam aspek hukum (syariah) yang

berhubungan dengan masalah.

Kedua, menelusuri kembali dan menelaah pandangan fuqaha (ahli

fikih) mujtahid masa lalu, pendapat para imam mazhab dan ulama yang

mu‟tabar, telaah atas fatwa terkait, dan mencari pandangan-pandangan para

ahli fikih terkait masalah yang akan difatwakan.

Ketiga, menugaskan anggota Komisi Fatwa atau ahli yang memiliki

kompetensi di bidang masalah yang akan difatwakan untuk membuat

makalah atau analisis. Jika yang dibahas sangat penting, pembahasan bisa

melibatkan beberapa Komisi lain.

Keempat, jika telah jelas hukum dan dalil-dalilnya (ma‟lum min al

din bi al-dlarurah),maka Komisi Fatwa akan menetapkan fatwa dengan

menyampaikan hukum sebagaimana apa adanya. Adakalanya masalah yang

ditanyakan sudah jelas jawabannya dalam syariah.

Kelima, mendiskusikan dan mencari titik temu jika ternyata ada

perbedaan pendapat (masail khilafiyah) di kalangan ulama mazhab. Hasil

titik temu pendapat akan sangat menentukan. Ada metode tertentu yang bisa

ditempuh untuk mencapai titik temu, atau jika tidak tercapai titik temu.

27

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5895d234d1736/simak-yuk8-tahap-proses-

penetapan-fatwa-di-mui . Di akses pada 22 Mei 2018

Page 70: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

57

Penetapan fatwa yang didasarkan pada hasil usaha pencapaian titik temu di

antara pendapat dapat melalui metode al-jam‟u wa al-taufiq. Sedangkan jika

tidak tercapai titik temu, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih

melalui metode muqaranah (perbandingan) dengan menggunakan kaidah-

kaidah ushul fiqih muqaran.28

Keenam, ijtihad kolektif di antara para anggota Komisi Fatwa jika

ternyata tidak ditemukan pendapat hukum di kalangan mazhab atau ulama

yang mu‟tabar. Metode penetapan pendapat itu lazim

disebut bayani dan ta‟lili (qiyasi, istihsaniy, ilhaqiy, dan sad al-dzaraa‟i),

serta metode penetapan hukum (manhaj) yang dipedomani para ulama

mazhab.

Ketujuh, dalam masalah yang terdapat perbedaan di kalangan peserta

rapat, dan tidak tercapai titik temu, maka penetapan fatwa disampaikan

tentang adanya perbedaan pendapat tersebut disertai dengan penjelasan

argumen masing-masing, disertai penjelasan dalam hal pengalamannya,

sebaiknya mengambil yang paling hati-hati (ihtiyath) serta sedapat mungkin

keluar dari perbedaan pendapat (al-khuuruj min al-khilaaf).29

Kedelapan, penetapan fatwa senantiasa memperhatikan otoritas

pengaturan hukum oleh syariat serta mempertimbangkan kemaslahatan

umum serta tujuan penetapan hukum (maqashid al-syariah).

2. Prosedur Pemberian Fatwa MPS Malaysia

Menurut aturan di Malaysia, MPS diberikan mandat untuk menentukan

standar Syariah bagi bisnis perbankan Islam, takaful, keuangan Islam,

pembangunan keuangan Islam atau bisnis lain berdasarkan ketentuan prinsip

syariah yang berada dibawah otoritas serta pengawasan Bank Negara

Malaysia. MPS sebagai badan rujukan dan penasihat Bank Negara Malaysia

yang berhubungan dengan perkara Syariah juga bertanggungjawab untuk

28

Asrorun Ni‟am Sholeh, “Pedoman dan Prosedur Penetapan fatwa”, sekretaris Komisi

Fatwa MUI, (Jakarta: DSN MUI) 29

Asrorun Ni‟am Sholeh, “Pedoman dan Prosedur Penetapan fatwa”, sekretaris Komisi

Fatwa MUI

Page 71: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

58

mengesahkan semua produk perbankan Islam dan takaful bagi memastikan

produk-produk tersebut mematuhi prinsip Syariah. Selain itu, MPS juga

berperan sebagai penasihat Bank Negara Malaysia yang berhubungan

dengan isu-isu berkaitan dengan manajemen bisnis atau manajemen

keuangan Islam Bank Negara Malaysia dan badan-badan berkaitan yang

lain.30

Berdasarkan peruntukan Akta Bank Negara Malaysia 2009, peranan

dan fungsi MPS telah diperkukuh statusnya sebagai badan berotoritas

tertinggi dalam menentukan hal-hal Syariah berhubung dengan perbankan

Islam, takaful dan keuangan Islam. Keputusan MPS bukan sahaja berlaku

bagi institusi keuangan Islam, malah juga terhadap mahkamah dan badan

arbitrase yang perlu merujuk kepada keputusan MPS bagi setiap prosesi

beracara yang berkaitan dengan bisnis dan keuangan Islam, serta harus

memperakui bahawa keputusan MPS adalah mengikat.31

Meskipun bidang muamalat menuntut MPS agar tidak terikat kepada

mazhab tertentu, namun tidak boleh dicampur sebarangan, tanpa disiplin

yang jelas. MPS juga perlu memiliki manhaj yang menjadikannya sumber

rujukan yang fleksibel, tidak berfungsi dalam dimensi pemikiran tertentu

saja, sedangkan masih berwujud pada sebuah doktrin yang perlu

dipertimbangkan bersama.32

Kebanyakan pengkaji mengenai perbankan Islam bersetuju bahawa

perbankan Islam mestilah mematuhi dua kriteria asas, iaitu ia dilaksanakan

tanpa melanggar hukum Syariah dan ia juga hendaklah membantu ke arah

mencapai objektif sosioekonomi masyarakat Islam.33

Kebanyakan pengkaji mengenai perbankan Islam bersetuju bahawa

perbankan Islam mestilah mematuhi dua kriteria asas, iaitu ia dilaksanakan

30

Mohd Izzat dan Ruzian Markom, “Peranan dan Kedudukan MPS untuk Memperkasakan

Sistem Keuangan Islam di Malaysia”, (Jurnal Pengurusan UKM No 38, 2013) ,h. 127. 31

Muhammad Hafiz Bin Badarulzaman, Akta Bank Negara 2009:Implikasi Sebelum dan

Selepas Pindaan terhadap Majlis Penasihat Syariah, Jurnal Muamalat,Bil. 7, 2014, hlm. 168. 32

Ahmad Faizol Ismail, Fungsi Majlis Penasihat Syariah Dalam Amalan Perbankan Islam Di

Malaysia : Kajian Terhadap Bank Muamalat Malaysia Berhad Dan RHB Islamic Bank Berhad,

(Disertasi, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaysia, Kuala Lumpur, 2010), 88 33

Ziauddin Ahmad, “Islamic Banking at Crossroad”, dalam Abdulhassan M.Sadeq, et al

(eds.) Development & Finance in Islam. (Petaling Jaya: International Islamic University Press,

1991), h. 157-158.

Page 72: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

59

tanpa melanggar hukum Syariah dan ia juga hendaklah membantu ke arah

mencapai objektif sosioekonomi masyarakat Islam.34

Oleh karena itu, ahli

MPS mestilah seseorang yang pakar dalam tiga cabang ilmu, yaitu fiqh

muamalat, usul fiqh dan al-qawaid alfiqhiyyah. Ketiga-tiga ilmu ini menjadi

sandaran MPS dalam mengeluarkan fatwa. Menurut ketentuan BNM/GPS1,

setiap resolusi yang dibuat oleh MPS, mestilah mempunyai ketentuan yang

jelas, bersandarkan kepada ketiga-tiga cabang ilmu tadi.35

Sesuai manual rujukan institusi keuangan kepada MPS, metode atau

pendekatan yang diguna pakai oleh MPS-BNM dalam penetapan fatwa atau

resolusinya adalah dengan merujuk kepada sumber utama dan sumber

kedua. Sumber utama ialah dari al-Quran dan Sunnah. Sumber kedua

(sekunder) ialah ijtihad yang terdiri daripada ijma‟, qiyās, maslahah,

istihsān, istishāb, sadd dzari`ah, `urf, siyāsah al-syar`iyyah, ta‟wil, istiqra‟

dan talfiq.36

Dalam implementasinya, MPS-BNM turut mendukung

pendekatan maqāsid al-syari‟ah dan memelihara kemurniannya.

Pendekatan ini diaplikasikan dalam setiap keputusan yang dikeluarkan oleh

MPS. Keputusan-keputusan ini perlu melalui proses perbincangan yang

mendalam, proses konsultasi yang teliti dan dilakukan secara sistematis

sesuai ketentuan dalam standar prosedur manajemen Syariah di Malaysia.37

Standar Syariah dikeluarkan untuk memberikan referensi Syariah,

menguraikan persyaratan operasional dan menetapkan persyaratan untuk

kepatuhan Syariah yang komprehensif, perbankan Islam yang baik dan

praktik takaful dan menjaga pelanggan. Berikut tahapan Pembentukan

Resolusi MPS hingga aplikasi di perbankan:Gambar 2

34

Ziauddin Ahmad (1991), “Islamic Banking at Crossroad”, dalam Abdulhassan M.Sadeq, et

al (eds.) Development & Finance in Islam, h. 157-158. 35 Ahmad Faizol Ismail, Fungsi Majlis Penasihat Syariah Dalam Amalan Perbankan Islam

Di Malaysia : Kajian Terhadap Bank Muamalat Malaysia Berhad Dan RHB Islamic Bank Berhad,

(Disertasi, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaysia, Kuala Lumpur, 2010), 107 36

Suhaimi Mohd Yusof dan Ahmad Hazim Alias, Pendekatan Membuat Keputusan Syariah

dalam Kewangan Islam, Jurnal Muamalat, Bil. 1, 2008, hlm. 52-53. 37

BNM, Manual Rujukan Institusi Keuangan Islam kepada Majlis Penasihat

Syariah(Malaysia: BNM, 2010),hlm. 4-6.

Page 73: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

60

Metodologi penetapan fatwa DSN MUI dan resolusi MPS Malaysia

telah memenuhi aspek kepatuhan hukum. Hal ini dapat dilihat dari dasar

penetapan hukum yang digunakan keduanya berlandaskan Nash, Ijma, dan

metode disepakati ulama dalam istimbath hukum. Pada aplikasinya

pengalihan hutang pada fatwa DSN MUI menggunakan fatwa nomor

31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan. Dan Resolusi MPS Malaysia No.

88 Tentang Penstrukturan Semula Hutang.

Page 74: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

61

BAB IV

FATWA PENGALIHAN UTANG MENURUT DSN MUI

DAN MPS MALAYSIA

A. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Tentang Pengalihan Utang

1. Pengalihan Utang Dalam Perbankan

Pengalihan Utang dalam perbankan sering disebut dengan Take over,

menurut kamus bahasa Inggris-Indonesia bermakna mengambil alih.1 Take over

adalah pengambialihan atau dalam ruang lingkup perusahaan adalah perubahan

kepentingan dalam pengendalian suatu perseroan.2 Pengalihan Utang (take

over) merupakan salah satu bentuk pelayanan bank syariah dalam membantu

masyarakat rnengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan menjadi

transaksi yang sesuai dengan syariah berdasarkan permintaan nasabah.3 Dalam

hal ini, bank syariah mengambil alih Utang nasabah di bank konvensional

dengan cara memberikan jasa hiwalah atau menggunakan qard yang

disesuaikan dengan ada tidaknya unsur bunga dalam Utang nasabah kepada

bank konvensional.

Dari beberapa pendapat umum di atas mengenai take over, dapat sedikit

tergambarkan take over yang dilakukan dalam lingkup dunia usaha (bisnis).

Dalam penelitian kali ini, take over yang dimaksud peneliti adalah take over

dalam lingkup perbankan, atau disebut juga dengan pengalihan Utang. Dalam

dunia perbankan syariah istilah pengalihan Utang (take over) telah dibahas

dalam Surat Edaran Bank Indonesia dan Fatwa DSN MUI Nomor 31 tahun 2002

tentang pengalihan Utang.

Peralihan kredit (take over) merupakan istilah yang dipakai dalam dunia

perbankan, dalam hal pihak ketiga memberi kredit kepada debitur yang

bertujuan untuk melunasi Utang atau kredit debitur kepada kreditur awal dan

memberikan kredit baru kepada debitur sehingga kedudukan pihak ketiga ini

menggantikan kedudukan debitur awal. Peristiwa pengalihan Utang ini identik

dengan peristiwa subrogasi. Sesuai pasal 1400 KUH Perdata, yang menyatakan

1 John M Echols dan Hasan Sadily. Kamus Inggris Indonesia (Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama, 1990) h. 578. 2 Ahmad Antoni K. Muda, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Gitamedia press, 2003), h.

331. 3 Ahmad Antoni K Muda. Kamus LengkapEkonomi , h. 331

Page 75: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

62

bahwa subrogasi adalah perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak ketiga

yang membayar kepada kreditur, dapat terjadi karena persetujuan atau karena

undang-undang. Peristiwa yang terjadi pada peralihan kredit memenuhi

unsur-unsur yang terdapat dalam subrogasi. Subrogasi terjadi karena

pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada kreditur baik secara

langsung maupun secara tidak langsung yaitu melalui debitur yang meminjam

uang dari pihak ketiga.

Dalam pembiayaan berdasarkan take over, bank syariah

mengklasifikasikan Utang kepada bank konvensional menjadi dua macam, yaitu

Utang pokok plus bunga dan Utang pokok saja. Dalam menangani Utang

nasabah berbentuk Utang pokok plus bunga, bank syariah memberikan jasa

qard (pinjaman uang). Karena alokasi pengguanaan qard tidak terbatas,

termasuk untuk menalangi Utang yang berbasis bunga maka dalam penalangan

Utang ini menggunakan akad qardh. Sedangkan yang berbentuk Utang pokok

saja, bank syariah memberikan jasa hiwalah (alih Utang piutang) karena

hiwalah tidak bisa untuk menalangi Utang yang berbasis bunga. Dengan

demikian dalam memberikan pembiayaan, bank syariah dapat

mengklasifikasikan pembiayaan yang diajukan nasabah ke dalam dua kategori,

yakni pembiayaan take over atau nontake over.

Dalam proses take over, bank syariah bertindak sebagai pihak yang akan

melakukan take over terhadap kredit yang dimiliki calon nasabahnya di bank

konvensional. Bertidak sebagai wakil dari calon nasabahnya untuk melunasi sisa

kredit yang terdapat di bank asal, mengambil bukti lunas, surat asli agunan,

perizinan, polis asuransi, sehingga barang (yang dikreditkan) menjadi milik

nasabah secara utuh.4 Selanjutnya, untuk melunasi Utang nasabah kepada bank

syariah, maka nasabah tersebut menjual kembali (barang yang dikreditkan)

tersebut kepada bank syariah, kemudian bank syariah akan menjual rumah

tersebut lagi kepada nasabah dengan pilihan kombinasi akad yang tertera dalam

fatwa DSN-MUI/VI/2002 nomor 31 tentang pengalihan Utang seperti qardh dan

murabahah, syirkah al-milk dan murabahah, qardh dan ijarah serta qardh dan

ijarah muntahiyah bittamlik.

4 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2006) h. 248.

Page 76: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

63

Apabila diperhatiakan, take over di sini dapat digolongkan sebagai akad

hiwalah muthlaqah, yaitu seseorang memindahkan Utangnya kepada pihak lain,

tanpa mengaitkannya pada Utang muhal „alaih padanya. Hiwalah jenis ini,

tidak semua ahli fiqh membolehkannya sebagai mana penjelasan sebelumnya.

Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan

masyarakat adalah take over. Di sini bank berusaha untuk memfasilitasi

masyarakat yang ingin memindahkan transaksi Utang nya yang telah berjalan

beralih ke transakasi Utang yang sesuai syariah. take over bertujuan untuk

membatu mengalihkan transaksi non syariah menjadi transaksi yang sesuai

syariah.

2. Konsep Pengalihan Utang (Take Over) dalam Fatwa DSN-MUI

Terkait dengan salah satu produk jasa di bank syariah yaitu pengalihan

Utang (take over), DSN MUI telah mengeluarkan fatwa tentang transaksi

pengalihan Utang (Take over) yang diatur dalam Fatwa DSN MUI nomor 31

tahun 2002 tentang pengalihan Utang.

Ketentuan umum dalam fatwa nomor 31 tahun 2002, yang dimaksud

dengan pengalihan Utang adalah pemindahan Utang nasabah dari bank

konvensional beralih ke bank syariah. Dalam ketentuan umum ini dikenal juga

al-qardh adalah akad pinjaman dari LKS (Lembaga Keuangan Syariah) kepada

nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok

pinjaman yang diterimanya kepada LKS pada waktunya dan dengan cara

pengembalian yang telah disepakati.

Yang dimaksud nasabah adalah calon nasabah LKS yang mempunyai kredit

(Utang) kepada Lembaga Keuangan Konvensional (LKK) untuk pembelian aset,

yang ingin mengalihkan Utangnya ke LKS. Aset adalah aset nasabah yang

dibelinya melalui kredit (Utang) kepada LKK dan belum lunas pembayaran

kreditnya.5

3. Kedudukan Fatwa DSN dalam Hukum Positif Indonesia

Berdasarkan sumber hukum yang berlaku dalam sistem hukum nasional,

yakni dalam sistem hukum nasional secara formal terdapat lima sumber hukum,

5 M. Ichwan Sam dkk. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Dewan Syariah NAsional

MUI) h. 180.

Page 77: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

64

yaitu: undang-undang, kebiasaan, putusan hakim (yurisprudensi), traktat, serta

doktrin (pendapat pakar pakar/ahli hukum). Sumber hukum positif dalam sistem

hukum nasional dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, sebagaimana

telah disebutkan dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang peraturan

perundang-undangan, tidak menyebutkan fatwa sebagai bagian dari dasar

hukum di negara ini, sehingga fatwa tidak dapat dijadikan sebagai landasan

hukum.

Sehubungan dengan kedudukan fatwa, maka dapat dipersamakan dengan

doktrin, dan kekuatan dari fatwa tidak mutlak dan tidak mengikat sebagaimana

berlaku pada ketentuan undang-undang ataupun putusan hakim yang sifatnya

mengikat, sehingga fatwa tersebut tidak harus diikuti baik oleh pribadi,

lembaga, maupun kelompok masyarakat, karena jelas fatwa tidak mempunyai

daya ikat yang mutlak. Hal ini juga berlaku pada doktrin, doktrin tidak memiliki

daya ikat. Berlakunya sebuah doktrin tergantung pada kewibawaan dari doktrin

tersebut, manakala doktrin tersebut sesuai dengan nilai-nilai dan keyakinan

yang ada dalam masyarakat, maka masyarakat akan melaksanakan isi doktrin

dan begitu juga sebaliknya, jika doktrin tidak sesuai dengan nilai-nilai serta

keyakinan masyarakat, maka masyarakat akan cenderung meninggalkan

pelaksanaan doktrin tersebut. Doktrin baru akan berlaku mengikat apabila telah

diatur dalam peraturan perundang-undangan, seperti contoh doktrin Pancasila.6

Selama ini fatwa diaukui sebagai salah satu sumber pembuatan peraturan

perundang-undangan. Penelitian Wahididdin Adams dan Muhtar Ali

membuktikan tesis ini. Adams melihat adanya transformasi fatwa dalam

peraturan perundang-undangan.7 Fatwa DSN tidak hanya sekedar sebagai

bahan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, melainkan juga

sebagai produk hukum yang mengikat bagi LKS. Fatwa berfungsi sebagai

hukum bisa karena proses legislasi, seperti dalam temuan penelitian Wahiduddin,

tetapi juga karena faktor-faktor lain karena ternyata tidak semua fatwa DSN

telah dilegislasi tetapi telah digunakan oleh LKS.8

6 Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesi, .(Jakarta: Sinar Grafika, 2001),

hal. 64 7 Wahididdin Adams, „‟Pola penyerapan fatwa majelis ulama Indonesia MUI dalam peraturan

perundang-undangan 1975-1977 (disertasi UIN Jakarta) 8 Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah,

hal. 16

Page 78: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

65

Dewan syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin

ke-Islaman keuangan di seluruh dunia. Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh

Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majlis Ulama Indonesia

(MUI) untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas

Lembaga Keuangan Syariah (LKS). DSN MUI mulai ada pada tahun 1998 dan

dikukuhkan oleh SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/ II/ 1999 tanggal

10 Februari 1999.9

Dalam pembahasan perbankan syariah, kegiatan usaha bank umum syariah

menurut UU No. 21 tahun 2008 pasal 19 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1)

diantaranya adalah:10

1) Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad

musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

2) Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad

istisna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

3) Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qard, atau akad lain yang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah.

4) Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak

kepada nasabah berdasarkan akad iajarah dan atau sewa beli dalam bentuk

ijarah muntahiyah bittamlik atau akad lainnya yang tidak bertentangan

dengan prinsip syariah.

5) Melakukan pengambilalihan Utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain

yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

6) Melakukan kegiatan yang lazim digunakan di bidang perbankan dan di

bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di tengah kondisi perekonomian global yang masih

dalam tahap pemulihan, kondisi perbankan syariah (BUS, UUS, dan

BPRS), sejalan dengan perbankan nasional, terjaga dengan baik

dan menunjukkan perkembangan yang positif. Seluruh indikator

kinerja perbankan syariah semakin membaik yang meliputi pertumbuhan

aset, dana pihak ketiga, dan pembiayaan. Pertumbuhan yang cukup tinggi ini

9 M. Ichwan Sam dkk.Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Dewan Syariah NAsional

MUI), (Jakarta : Erlangga, 2014) hal. 4 10

Adrian Sutedi, Perbankan syariah tinjauan dan beberapa segi hukum, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009), cet 1,h. 56

Page 79: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

66

dipengaruhi juga oleh adanya konversi BPD Aceh menjadi Bank Aceh Syariah

pada bulan September 2016, sehingga pada akhir tahun 2017, share

aset perbankan syariah mencapai sebesar 5,33% dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar 4,67%. Perkembangan BUS dan UUS merupakan

kontributor utama industri perbankan syariah nasional (±97,5% aset perbankan

syariah nasional).

4. Fatwa DSN Tentang Pengalihan Utang

Dalam ekonomi Islam take over disebut hiwalah/ pengalihan/ pemindahan

Utang. Dalam praktek perbankan syariah, perkembangan konsep

hiwalah diterjemahkan sebagai take over pembiayaan. (Irma Devita

Purnamasari & Suswinarno, 2011:122). Salah satu jasa layanan bank syariah

kepada masyarakat adalah membantu untuk mengalihkan/memindahkan

transaksi non syariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan

prinsip syariah dalam paktik perbankan disebut dengan istilah take over dengan

cara memberikan jasa hiwalah atau dapat juga meggunakan qardh.

Pembiayaan take over di bank syariah merupakan proses perpindahan

kredit nasabah di bank konvensional menjadi pembiayaan dengan prinsip

berdasarkan syariah. Bank syariah sebagai pihak yang melakukan take over

terhadap kredit yang dimiliki calon nasabahnya di bank konvensional sehingga

kredit di bank tersebut lunas dan kewajiban nasabah pindah ke bank syariah

berdasarkan salah satu pilihan akad alternatif yang diberikan oleh DSN MUI.

a. Fatwa DSN tentang Pengalihan Utang Bank Konvensional ke Bank Syariah

Fatwa No 31/DSN-MUI/2002 tentang Pengalihan Utang

Dalam fatwa No 31/DSN-MUI/2002 DSN MUI memberikan pilihan

kepada bank untuk menggunakan beberapa pilihan alternatif pembiayaan:

Alternatif I : LKS memberikan qardh kepada nasabah. Nasabah melunasi

kredit (Utang)-nya; asset milik nasabah secara penuh (Al-Milku

Tammah). Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS,

nasabah melunasi qardh-nya kepada LKS. LKS menjual secara

murābahah kepada nasabah, dan nasabah melakukan pembayaran

secara cicilan.

Alternatif II : LKS membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin LKK,

Page 80: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

67

terjadilah kepemilikan bersama LKS dan nasabah. Bagian asset

yang dibeli oleh LKS senilai dengan Utang (sisa cicilan) nasabah

kepada LKK. LKS menjual secara murābahah asset yang menjadi

miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara

cicilan.

Alternatif III : Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas

aset, nasabah dapat melakukan akad Ijārah dengan LKS. Apabila

diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah

dengan Qardh. Akad Ijārah tidak boleh dipersyaratkan dengan

(harus terpisah dari) pemberian talangan. Besar imbalan jasa Ijārah

tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS

kepada nasabah.

Alternatif IV : LKS memberikan qardh kepada nasabah, agar nasabah

melunasi kredit (Utang)-nya; dan dengan demikian, asset yang

dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.

Nasabah menjual aset kepada LKS, dan dengan hasil penjualan itu

nasabah melunasi qardh-nya kepada LKS. LKS menyewakan asset

yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad

al-Ijārah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.

b. Fatwa DSN tentang Pengalihan Utang lainnya

Fatwa No 90/DSN-MUI/2014 tentang Pengalihan Pembiayaan antar

Lembaga Keuangan Syariah.

Fatwa DSN MUI Nomor 90/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pengalihan

Pembiayaan Murabahah Antar Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

menyebutkan bahwa “Apabila pengalihan Utang pembiayaan murabahah

menggunakan akad hawalah, berlaku substansi fatwa

DSN-MUI No.12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah dan Fatwa No.

58/DSN- MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah”.

Utang pembiayaan murabahah adalah Utang nasabah yang timbul dari

pembiayaan LKS kepada nasabah dengan akad murabahah; Pengalihan

Utang pembiayaan murabahah atas inisiatif nasabah adalah pengalihan Utang

pembiayaan murabahah yang diajukan oleh nasabah dari satu LKS ke LKS

Page 81: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

68

lain;

Piutang pembiayaan murabahah adalah piUtang LKS yang timbul

karena pembiayaan kepada nasabah dengan akad murabahah; Pengalihan

Utang pembiayaan murabahah atas inisiatif nasabah boleh dilakukan dengan

menggunakan akad Hawalah bi al-ujrah, MMQ atau IMBT dan tidak boleh

menggunakan akad murabahah karena termasuk bai' al- 'inah; dan Pengalihan

piUtang pembiayaan murabahah atas inisiatif LKS yang dilakukan dengan

cara : 1. Menjual piUtang dengan tsaman berupa barang, dibolehkan; dan 2.

Menjual piUtang dengan tsaman berupa uang, diharamkan karena termasuk

bai' al-dain al-mu 'ojjal li ghair al-madin bi tsaman hall. Dewan Syariah

Nasional - Majelis Ulama Indonesia Pengalihan Pembiayaan

1) Fatwa No 12/DSN-MUI/2000 tentang Hawalah dan Fatwa No

58/DSN-MUI/2007 tentang Hawalah bil ujroh yang berisi ketentuan

umum dalam hawalah:

a) Rukun Hawalah adalah Muhil, yakni orang yang berUtang dan

sekaligus berpiUtang, muhal atau muhtal, yakni orang berpiUtang

kepada muhil, muhal „alaih, yakni orang yang berUtang kepada muhil

dan wajib membayar Utang kepada muhtal, muhtal bih, yakni Utang

muhil kepada muhtal, dan sighat (ijab-qabul).

b) Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

menggunakan cara-cara komunikasi modern.

d) Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan

muhal „alaih.

e) Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan

dalam akad secara tegas.

f) Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang

terlibat hanyalah muhtal dan muhal „alaih; dan hak penagihan muhal

berpindah kepada muhal „alaih.

Acuan lain adalah Fatwa DSN-MUI Nomor

58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah, yang berisi:

1) Hawalah bil Ujroh hanya berlaku pada hawalah muthalqah (hawalah

Page 82: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

69

Muthlaqah adalah hawalah di mana muhil adalah orang berUtang

tetapi tidak berUtang kepada muhal „alaih).

2) Dalam hawalah muthlaqah, muhal „alaih boleh menerima ujrah/fee

atas kesediaan dan komitmennya untuk membayar Utang muhil.

3) Besarnya fee tersebut harus ditetapkan pada saat akad secara jelas,

tetap dan pasti sesuai kesepakatan para pihak.

4) Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh para

pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan

kontrak (akad).

5) Akad dituangkan secara tertulis, melalui

korespondensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

6) Hawalah harus dilakukan atas dasar kerelaan dari para pihak yang

terkait

7) Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan

dalam akad secara tegas.

8) Jika transaksi hawalah telah dilakukan, hak penagihan muhal

berpindah kepada muhal „alaih.

9) LKS yang melakukan akad Hawalah bil Ujrah boleh

memberikan sebagian fee hawalah kepada shahibul mal.

B. Fatwa MPS tentang Pengalihan Utang

1. Kedudukan Fatwa MPS dalam Hukum Positif Malaysia

MPS didirikan oleh BNM berdasarkan peruntukan seksyen 51 Akta 701 dan

merupakan pihak berkuasa tertinggi dalam menentukan hukum syara‟ yang

berkaitan dengan bisnis keuangan Islam. Dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawab mereka, MPS bedasarkan oleh Akta 701 untuk menentukan

tatacaranya yang tersendiri.11

Anggota MPS dilantik oleh pemerintah atas

nasihat Menteri setelah kesepakatan dilakukan dengan BNM. Anggota yang

dilantik merupakan individu yang dianggap layak dalam bidang syariah atau yang

mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam syariah dan dalam perbankan,

keuangan, undang-undang atau bidang-bidang lain yang berkaitan dengan

keuangan Islam. Demikian juga Akta 701 membolehkan anggota MPS dilantik

11

Akta Bank Negara Malaysia 2009 (Akta 701), seksyen 51

Page 83: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

70

berasalkan dari kalangan hakim Mahkamah Tinggi, Mahkamah Banding,

Mahkamah Federasi atau hakim Mahkamah Banding Syariah. MPS juga berhak

untuk diberikan bayaran, sarana dan tunjangan sebagaimana ditentukan oleh

Lembaga Penasihat BNM daripada dana BNM.12

Peranan MPS secara ringkasnya berdasarkan peruntukan dalam seksyen 52

Akta 701 yang meliputi:

a. MPS berkuasa untuk menentukan hukum syarak mengenai apa-apa

perkara keuangan dan mengeluarkan keputusan apabila dirujuk

kepadanya.

b. MPS berperanan untuk menasihati BNM dalam perkara syariah yang

berhubungan dengan perniagaan keuangan Islam, aktiviti atau transaksi

oleh BNM.

c. MPS berfungsi untuk memberikan nasihat kepada mana-mana institusi

keuangan Islam atau mana-mana orang lain sebagaimana yang

dikehendaki oleh mana-mana undang-undang bertulis.

d. MPS berkuasa untuk melaksanakan apa-apa fungsi lain sebagaimana yang

diputuskan oleh BNM.

Dalam akta tersebut juga ada menjelaskan mengenai kepatuhan bank

kepada keputusan yang dibuat oleh MPS dalam perkara 55 (1) “Bank dan

institusi keuangan Islam hendaklah merujuk kepad Majis Penasihat Syariah”

sebagaimana berikut : “Bank hendaklah merujuk kepada Majlis Penasihat

Syariah mengenai apa-apa perkara –

(a) yang berhubungan dengan perniagaan kewangan Islam; dan

(b) bagi maksud menjalankan fungsinya atau melakukan urusan atau hal

ehwalnya di bawah Akta ini atau mana-mana undangundang bertulis lain

mengikut Syariah, yang menghendaki penentuan hukum Syarak oleh Majlis

Penasihat Syariah .”13

Produk-produk pembiayaan yang ditawarkan perbankan syariah

Malaysia lebih bervariasi dibandingkan dengan produk-produk pembiayaan

yang ditawarkan bank syariah pada umumnya yang jumlahnya tidak kurang dari

33 jenis produk pembiayaan. Produk-produk pembiayaan ini sebagian besar

12

Bank Negara Malaysia, “Shariah Advisory Council of the Bank – Profile of current SAC

members (2010-2013)”. Carian pada 29 September 2013 di laman web http://www.bnm.gov.

my/index.php? ch=en_about&pg=en_thebank&ac=802 &lang=en. 13

Akta Bank Negara Malaysia 2009 (Akta 701).

Page 84: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

71

menggunakan akad BBA (BBA), disusul dengan akad Murabahah dan Bai‟

al-Inah.14

Bervariasinya produk pembiayaan yang ditawarkan perbankan syariah

Malaysia tidak terlepas dari dibolehkannya penggunaan akad Bai‟ al-Inah dan

Bai‟ al-Dayn oleh NSAC atau dewan syariah Malaysia. Dengan dibolehkannya

Bai‟ al-Inah menjadikan akad BBA yang mengandung unsur Bai‟ al-Inah

dibolehkan juga. Akad BBA merupakan akad yang cukup fleksibel untuk

diterapkan pada berbagai produk pembiayaan.15

Produk-produk pembiayaan dan akad yang digunakan di Malaysia dapat

dibaca pada tabel 1.

Tabel 1. Pembiayaan

Produk / Jasa Akad

Benevolent loan-i Qardh

Block discounting-i Bai' al-Dayn

Bridging finance-i Istishna / BBA

Bungalow lots financing-i BBA

Cash line facility-i Bai' al-Inah / BBA / Murabahah

Club membership financing-i BBA

Computer financing-i BBA

Contract financing-i Murabahah / BBA / Istisna

Education financing-i Murabahah / BBA / Bai' al-Inah

Equipment financing-i BBA

Factoring facility-i Bai' al-Dayn

Fixed asset financing-i BBA

Floor stocking financing-i Murabahah / BBA

14

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, h.

180 15

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, hlm.

181

Page 85: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

72

Hire purchase agency-i Wakalah

Hire purchase-i Ijarah Thumma Bai'

Home / house financing-i

BBA / Istisna / Variable Rate Ijarah /

Musyarakah

Mutanaqisah

Industrial hire purchase-i Ijarah Thumma Bai'

Land financing-i BBA

Leasing-i Ijarah

Pawn broking-i

Rahn (Qardh dan Wadiah Yad

Dhamanah

Personal financing-i BBA / Murabahah / Bai' al-Inah

Plant & machinery financing-i BBA / Istisna / Variable Rate Ijarah

Project financing-i BBA / Istisna / Ijarah

Property financing-i BBA / Istisna / Variable Rate Ijarah

Revolving credit facility-i

BBA / Murabahah / Hiwalah / Bai'

al-Inah

Share financing-i BBA / Bai' al-Inah

Shop house financing-i BBA / Istisna / Variable Rate Ijarah

Sundry financing-i BBA

Syndicated financing-i Istisna / BBA / Ijarah Thumma Bai'

Term financing-i BBA

Tour financing-i BBA

Umrah & visitation financing-i BBA

Working capital financing-i Murabahah / BBA

Sumber: Bank Negara Malaysia

(2006).

Terlihat bahwa pengembangan produk-produk pembiayaan yang

dilakukan oleh perbankan syariah Malaysia cukup inovatif mengikuti

Page 86: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

73

permintaan pasar. Hampir semua produk yang ditawarkan oleh bank

konvensional juga ditawarkan oleh bank syariah di Malaysia, seperti cash

line facility-i yang merupakan padanan dari fasilitas kredit rekening koran

dan revolving credit facility-i yang merupakan padanan dari kredit modal

kerja bergulir pada bank konvensional.16

Uniknya, berbagai produk pembiayaan yang ditawarkan tersebut

hampir tidak ada yang menggunakan akad bagi hasil yang secara konseptual

merupakan akad yang paling ideal dan cocok diterapkan untuk

produk-produk pembiayaan. Pembiayaan untuk modal kerja pun dilakukan

dengan menggunakan akad murabahah atau BBA.17

2. Resolusi MPS Tentang Pengalihan Utang

a. Resolusi MPS tentang Pengalihan Utang Bank Konvensional ke Bank

Syariah.

Dewan Penasihat Syariah (MPS) adalah badan penasehat untuk bank

Islam tentang hukum suatu produk yang ditawarkan kepada nasabah. Ia

memiliki fungsi tertentu yang terkait erat dengan hukum muamalat dalam

Islam. Fungsi ini mencakup dua aspek, yaitu aspek hukum atau fatwa, dan

aspek peninajauan aplikasi hukum di lapangan sebagai implementasi

hukum. Kedua aspek ditempatkan di bawah komite khusus, Komite

Penelitian dan Fatwa dan Komite Pemantau dan Pelaksana.

1. Resolusi No. 131 (Rescheduling) dalam Perjanjian Pembiayaan Islami

Salah satu fitur yang membedakan dokumentasi keuangan Islam

dari keuangan Konvensional adalah perlunya perjanjian atau kontrak baru

untuk disegel setiap waktu ada perubahan dalam syarat dan ketentuan

perjanjian karena keuangan Islam menekankan persetujuan dan

kenikmatan pihak-pihak yang mengadakan kontrak. Persyaratan ini

menjadi lebih jelas ketika melibatkan penjadwalan ulang dan

restrukturisasi pembiayaan tertentu, terutama pembiayaan melibatkan

perjanjian jual beli. Dalam kasus restrukturisasi pembiayaan berbasis jual

16

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, h.

195 17

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, h.

196

Page 87: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

74

beli, perjanjian jual beli yang asli perlulah dibubarkan (fasakh) sebelum

memasuki perjanjian jual beli baru.

Dalam prakteknya pinjaman konvensional, pihak kontraktor hanya

perlu mendaftar Perjanjian tambahan (perjanjian tambahan) harus

pinjaman diperlukan dijadwalkan atau direstrukturisasi. Perbedaan ini

menghasilkan pelanggan keuangan Islam dipaksa mengeluarkan biaya

tambahan karena harus membayar biaya hukum dan materai baru.

Dalam hal ini, MPS disebut sehubungan dengan proposal untuk

perjanjian Pembiayaan syariah yang terlibat dalam penjadwalan kembali

dan restrukturisasi termasuk sebuah paragraf baru yang menyatakan

bahwa itu adalah perjanjian rescheduling atau restrukturisasi dan harus

direferensi silang oleh perjanjian asli. Namun, pada kasus restrukturisasi,

muncul masalah perjanjian asal yang direferensikan silang telah

dibubarkan.

Keputusan :

SAC pada pertemuan 26 tertanggal 26 Juni 2002 telah memutuskan bahwa

proposal untuk melaksanakan perjanjian penjadwalan ulang dan

restrukturisasi pembiayaan Islam untuk menjadi referensi silang dengan

perjanjian asli untuk pengecualian bea materai diizinkan dalam kondisi

dibuat setelah perjanjian asli dibubarkan terlebih dahulu. Dalam kasus

restrukturisasi, MPS menerima referensi silang ke perjanjian asli yang

telah diakhiri atas dasar maslahah untuk menghindari pembayaran bea

materai dua kali.

Pada pertemuan ke-32 tertanggal 27 Februari 2003, MPS juga

memutuskan yang didasarkan pada kesepakatan bersama dari perjanjian,

titik pembiayaan kepada pelanggan dapat diperpanjang tanpa kembalinya

asalkan kedua belah pihak melakukan semua perjanjian yang disegel dan

juga harga yang dibebankan kepada pelanggan tidak melebihi harga

penjualan asli disegel.

Dalam pembiayaan semula (refinancing)secara Islam, beberapa

instrumen akad yang dapat dilakukan adalah Bay bithamani Ajil, ijarah,

Page 88: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

75

Bay al-Inah, Musyarakah Mutanaqishah dan lain sebagainya.18

2. Resolusi No. 88 Tentang Penstrukturan Semula Utang

Pada periode pembiayaan pelanggan IKI yang mengalami kesulitan

dalam membayar utang berdasarkan persyaratan pembayaran utang akan

berlaku untuk restrukturisasi utang. Dalam kondisi ini, kontrak dibuat

dengan cara pelanggan membuat kontrak pembiayaan baru dengan IKI

dan hasilnya digunakan untuk melunasi utang lama. Manfaat dari

restrukturisasi utang, pelanggan akan mendapatkan rincian dan jumlah

pembayaran angsuran yang lebih sesuai dengan kemampuan keuangan

pelanggan.

Keputusan:

MPS pada pertemuan ke-160 tanggal 30 Juni 2015 telah memutuskan

bahwa restrukturisasi utang dapat dilakukan dengan cara pelanggan

memasuki kontrak pembiayaan baru. Dana yang diperoleh dari

pembiayaan baru dapat digunakan untuk membayar kembali utang lama.

Namun, restrukturisasi utang hanya dapat dilakukan dengan pelanggan

yang berharga berdasarkan presentasi IKI.

b. Resolusi MPS tentang Pengalihan Utang lainnya

Resolusi No. 67 Tentang Penyelesaian Kontrak Jual dan Beli Tawarruq

Melalui Transfer Utang.

Dalam kontrak penjualan tawarruq, ada cadangan bagi pembeli (sebagai

Debitur) untuk melakukan transfer utang (Hawalah Al dayn) di mana

kewajiban utang pembeli akan ditransfer ke pihak ketiga:

A). Transfer utang ke pihak ketiga dengan kewajiban utang kepada

pembeli.

B). Transfer utang ke pihak ketiga yang tidak memiliki kewajiban utang

kepada pembeli.

Dalam kasus kedua, pihak-pihak yang melakukan perjanjian dapat

18

Mohamad Zaim bin Isamail, Analisis Kritikal Terhadap Pembiayaan Semula Perumahan

Secara Islam Melalui Kontrak Musharakah Mutanaqisah, ( Jurnal Prosiding Perkem VIII, JILID 2,

2013),hal. 911

Page 89: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

76

menyetujui untuk memberikan kepada pihak ketiga pelaksanaan piutang

(pembeli). Dalam hal ini, masalah utama yang disebut oleh SAC adalah

bahwa ada skema transfer utang dalam dua opsi di atas yang

mempengaruhi penyelesaian utang yang akan timbul dari jual tangguh

(tawarruq) atau tidak.

Keputusan:

MPS pada pertemuan ke-146 tanggal 29 April 2014 memutuskan bahwa

Hawalah Al dayn mempengaruhi penyelesaian utang dalam kontrak

penjualan yang ditangguhkan.

C. Analisis Perbandingan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI dan MPS

Malaysia dan faktor-faktor yang menyebabkannya.

Pada prinsipnya, hukum berbeda menurut temat dan waktu, akan tetapi tidak

ada hukum berlaku satu waktu, hanya terbatas, berlaku, dan berdiri sendiri untuk

satu bangsa atau satu negara. Demikian juga dalam sejarah hukum, ia berusaha

mencoba mengkaji hubungan historis dalam hukum suatu bangsa tertentu. Maka

dismping terdapat perbedaan anatar hukum yang berlaku pada bangsa

tertentupasti juga terdapat persamaannya.19

Perbandingan hukum, pada awalnya berasal dari sebuah tradisi yang

dilakukan oleh para pakar hukum untuk membanding-bandingkan sistem-sistem

hukum yang berlaku di masyarakat tertentu dengan sistem hukum yang berlaku di

masyarakat lain.20

Obyek kajian dan tujuan dari perbandingan hukum, maka

obyeknya adalah:

1. Menunjukan perbedaan dan persamaan yang ada di antara sistem hukum atau

bidang-bidang hukum yang dipelajari

2. Menjelaskan mengapa terjadi persamaan atau perbedaan yang demikian, dan

faktor-faktor yang menyebabkannya.

3. Memberikan penilaian terhadap masing-masing sistem yang digunakan.

4. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang bisa ditarik sebagai

kelanjutan dari hasil-hasil studi perbandingan yang dilakukan.

5. Merumuskan kecenderungan-kecenderungan yang umum pada perkembangan

19

Hasanuddin AF dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2003), hal. 108 20

Hasanuddin AF dkk, Pengantar Ilmu Hukum, hal. 109

Page 90: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

77

hukum, termasuk di dalamnya irama dan keteraturan yang dapat dilihat pada

perkembangan hukum tersebut.21

Perbandingan hukum dalam perspektif hukum Islam, dikenal dengan istilah

muqaranat al-madzahib (perbandingan madzhab). secara istilah adalah suatu

kegiatan ilmiah untuk mengadakan identifikasi terhadap persamaan dan

perbedaan antara dua pendapat ulama atau lebih di bidang pemikiran hukum, baik

dalam sistematika sumber-sumber hukumnya, maupun dalam sistem istimbath

ahkam. Hal ini dilakukan dengan cara memperbandingkan dalil-dalil dan

pertimbangan yang dijadikan dasar penetapan hukum oleh masing-masing

madzhab, dalil-dalil tersebut dianalisis, dicari kelemahan dan kekuatannya

masing-masing hingga diperoleh suatu kesimpulan.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi obyek dan ruang lingkup

pembahasan perbandingan madzhab adalah meliputi pembahaasn pangkal

timbulnya perbedaan pendapat serta latar belakang pemikiran ulama

masing-masing madzhab. Dengan kata lain, adalah pembahasan tentang latar

belakang pemikiran ulama, sistemaika sumber hukum yang dipegang oleh

masing-masing ulama madzhab di dalam hukum Islam.

1. Faktor Pembanding

a. Dasar Persamaan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI dan MPS

Malaysia.

Fatwa-fatwa DSN, dan MPS berupaya menyelaraskan produk LKS

dengan berbagai metode, diantaranya dengan melakukan pengembangan

akad, membuat syarat-syarat tambahan dan menggunakan model akad yang

diperselisihkan kalangan ulama. Di antara pengembangan akad, yang telah

disahkan oleh kedua lembaga fatwa tersebut adalah kombinasi akad (ijma

al-uqud). cotoh kombinasi akad adalah jual beli istisna paralel yang secara

jelas merangkum pengulangan akad adalm satu transaksi, akad ijarah

muntahiyah bittamlik yang mengkombinasikan akad ijarah dan jual beli atau

hibah.dan akad mudharabah mustharakah yang secara eksplisit merangkum

dua akad dalam satu trasaksi. Akad mudharabah dan musharakah dalam

21

Hasanuddin AF dkk, Pengantar Ilmu Hukum, hal. 110

Page 91: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

78

fatwa DSN digunakan dalam satu tahap saja (transaski).pengembangan akad

lainnya tampak pada fatwa produk-produk bank syariah yang melibatkan

banyak akad, seperti kartu kredit, anjak piutang, pengalihan utang, dan

produk lainnya.22

Selain melakukan kombinasi akad, fatwa -fatwa tersebut membenarkan

penggunaan akad-akad yang diperdebatkan di kalangan ulama dan membuat

syarat -syarat tambahan. Akad bay‟ al inah dan tawarruq adalah contoh

akad yang diperselisihkan keabsahannya.23

MPS Malaysia telah mengadopsi

dua akad tersebut, sedangkan DSN menggunakannya secara terbatas. 24

Ibnu Humam secara jelas menyatakan bahwa hukum daripenggabungan

akad adalah boleh selama tidak mengandung unsur yang diharamkan, seperti

riba. Kebolehan penggabunagan akad didasarkan pada hukum asal muamalah,

yaitu boleh selama tidak ada larangan. 25

b. Dasar Perbedaan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI dan MPS

Malaysia.

Permasalahan muamalah pada umumnya bersifat ta‟aqquli sebab

merupakan permasalahan yang terus berkembang sesuai dengan

perkembangan pola pikir manusia dalam mengatur hidupnya. Akan tetapi ada

juga beberapa hal pokok di dalamnya yang harus tetap diatur oleh syariat

untuk menjadi “rambu” yang harus tetap dipatuhi oleh manusia (ta‟abuddi),

agar kehidupan muamalah manusia tetap terjaga dan teratur.

Muhammad Salam Madkur dalam kitabnya, al-fiqh al-Islami,

menjelaskan pengertian akad sebagai:26

(Akad adalah) apa saja yang diikatkan

oleh seseorang atas suatu urusan yang harus ia kerjakan atau untuk tidak ia

kerjakan, karena adanya suatu kemestian (yang mengikat) atasnya.

Dari berbagai definisi mengenai akad dapat dipahami terdapat beberapa

unsur yang harus ada. Pertama, adanya pihak yang mengikatkan diri, atau

saling mengikatkan diri. Kedua adanya suatu perjanjian yang ingin ditaati dan

22

Abdullah ibn Muhammad Al-Imrani, al-uqud al-Maliyah al-Murakkabah: Dirasah Fiqhiyah

Ta‟siliyah (Riyad: Dar Kunuz Eshbeliya li an-Nashr wa al-Tawzi, 2006) Cet. Ke 1, hal 6 23

Resolusi nomor 69-73. Bank negara Malaysia, resolusi syariah 24

Abdullah ibn Muhammad Al-Imrani, al-uqud al-Maliyah al-Murakkabah, h 10 25

Abdullah ibn Muhammad Al-Imrani, al-Uqud al-Maliyah al-Murakkabah, hal 11 26

Muhammad Salam Madkur, al-fiqh al-Islami al-Madkhal wa al-Amwal wa al-Huquq wa

al-Maliyah wa al-Uqud, (t.tp.: Abdullah wa Hibatuh, 1995), h. 356

Page 92: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

79

mengikat. Ketiga, adanya objek perjanjian yang jelas bagi pihak yang

mengikatkan diri. Dalam unsur-unsur tersebut terdapar suatu konsekuensi,

yaitu melahirkan hak di satu sisi dan kewajiban pada sisi yang lainnya.27

Dalam konsep Pengalihan Utang objek akad yang sebelumnya diberikan

oleh bank konvensional telah digunakan oleh nasabah sebagai modal untuk

menjalankan usahanya atau sudah terpakai untuk membeli barang, modal kerja

tersebut bisa berupa barang dagang atau alat produksi, contohnya sepeti

mesin jahit, mesin foto copy, mesin packing,rumah, kendaraan. Barang dagang

ataupun alat produksi tersebut dapat berkurang atau bertambah nilainya

sehingga menjadikan objek akad belum jelas dan harus ditinjau ulang.

Yang dimaksud dengan obyek hukum ialah segala sesuatu yang berguna

bagi subyek hukum dan dapat menjadi hukum. Dalam bahasa hukum, obyek

hukum dapat juga disebut hak atau benda yang dapat dikuasai dan atau

dimiliki subyek hukum. Ada yang mengartikan hak sebagai izin atau

kekuasaan yang diberikan hukum. Ada juga yang yang mengidentikan hak

dengan wewenang.28

Objek hukum dalam Fatwa DSN MUI adalah utang

Nasabah, sedangkan dalam resolusi MPS objeknya adalah barang yang

menjadi objek pembiayaan terdahulu, dimana dilakukan refinancing

(pembiayaan ulang).

Untuk membedakan hak dan hukum, dalam bahasa Belanda digunakan

istilah subjekyif rech untuk hak, dan objectif rech untuk hakum atau peraturan

-peraturan yang menimbulkan hak bagi seseorang.29

secara hukum kita dapat

membedakan hak menjadi dua, yaitu hak mutlak dan hak nisbi. Yang termasuk

kategori hak mutlak dianaranya, hak asasi manusia , halk publikdan hak

keperdataan. Sedangkan yang termasuk kategori hak nisbi biasanya sebagian

besar terdapat dalam hukum perikatan yang timbul berdasrkan persetujuan dari

pihak yang bersangkutan. Contoh adalah hak yang didapatkan penjual untuk

menerima pembayaran dan hak yang didapakan pembeli untuk menerima

barang.

27

Rahmawati, Dinamika Akad dalam Transaksi Ekonomi Syariah, (Jurnal Al-Iqtishad: Vol

III, No 1, Januari 2011, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta bekerja sama dengan IAEI). h. 22 28

Hasanuddin AF dkk, Pengantar Imu Hukum, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003) h. 76 29

C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1979), h. , 120

Page 93: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

80

c. Faktor yang menyebabkan Perbedaan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN

MUI dan MPS Malaysia

Perbedaan konsep instrumen pengendalian moneter antar negara Islam dan

penggantian akad instrument pengendalian moneter di Indonesia, dari Dalam

praktek terdapat perbedaan-perbedaan dalam akad dan produk bank syariah,

selain memiliki persamaan secara prinsip dan umum. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perbedaan tersebut antara lain: 1). Sistem Ekonomi yang dianut

oleh suatu negara, 2). Aliran pemikiran atau mazhab yang dianut oleh negara

atau mayoritas penduduk muslimnya, 3). Kedudukan bank syariah dalam

undang-undang dan 4). Pendekatan pengembangan produk yang dipilih.30

Dari keempat faktor ini, dalam konteks Pengalihan Utang, perbedaan akad

dan produk sangat nyata karena masing-masing negara dan penduduknya

memiliki mazhab yang berbeda-beda. Negara-negara muslim di Asia Tenggara

seperti Indonesia dan Malaysia yang menganut mazhab Syafi‟i dapat berbeda

pendapat dengan negara negara muslim di Timur Tengah yang menganut

mazhab Hambali. Sebagai contoh ulama Timur Tengah berpendapat bahwa

utang sama dengan uang, sehingga aset keuangan syariah hanya bisa dijual

dengan harga yang sama untuk menghindari terjadinya transaksi riba al-fadl. 31

Sementara itu ulama di Malaysia berpendapat bahwa utang adalah sama dengan

harta (debt=property). Implikasinya adalah dalam penerapan akad dan produk

bank syariah berbeda-beda seperti dipaparkan pada contoh instrumen keuangan

di beberapa negara.

Ada beberapa penjelasan umum yang dapat diberikan berkenaan dengan

hukum-hukum Timur. Pertama, sistem-sistem ini secara tradisional memandang

hukum sebagai memainkan peran minor dalam artian bahwa ia hanya sekedar

sarana lainnya yang dapat digunakan untuk mempertahankan kedamaian dan

tatanan sosial. Kedua, hukum dan hukum dan cara lain yang dapat digunakna di

pengadilan secara tradisional dipandang sebagai jalan terakhir, apabila metode

mediasi, konsiliasi, persuasi, dan moderasi lainnya telah gagal. Banyak negara

Timur jauh mengadopsi undang-undang yang berada pada jalur

30

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Konsep dan Praktek di Beberapa Negara

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hlm. 131 31

Riba al-fadl adalah tukar menukar uang atau jual beli uang (bay al-nuqud bi al-nuqd) atau

makanan dengan makanan. Keharamannya berdasarkan sunnah dan ijma‟. lihat Sayyid Sabiq, Fiqh

Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), jilid ke-3,h. 178.

Page 94: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

81

Romano-Germanic. Tetapi beberapa dari negara-negara ini kemudian memilih

ideologi komunis.32

Penggunaan akad bay‟ al-‟inah (jual beli dalam satu kontrak dengan harga

yang berbeda) di Malaysia baik untuk operasi moneter maupun dalam

penerbitan sukuk (obligasi syariah) di pasar perana dibolehkan sementara di

negara-negara Timur Tengah dilarang.

d. Perbandingan Fatwa Pengalihan Utang Menurut DSN MUI dan MPS Malaysia

1. Perbandingan berdasarkan nilai dasar hukum yang digunakan dan

berdasarkan nilai ekonomi

a). Dasar dan Istimbath Hukum

Mengenai kebolehan pengalihan Utang telah disebutkan pada Bab dua

mengenai landasan hukum hiwalah, bahwa menurut hadis yang

diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah

SAW bersabda: Artinya : “Menunda pembayaran bagi orang mampu adalah

suatu kezaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihiwalahkan)

kepada orang yang mampu/kaya, terimalah hiwalah itu.” Praktik pengalihan

Utang telah ada dari masa nabi Muhammad, hanya saja terdapat beberapa

penambahan masalah pada transaksi modern yang berkaitan dengan

perbankan Islam. Dalil dari diperbolehkannya hawalah diatas telah disepakati

oleh para ulama. Karena itu, orang yang Utang-piutangnya dipindahkan

kepada orang kaya disunnahkan untuk menerimanya.33

Dasar hukum yang digunakan pada fatwa no 31 DSN secara umum

menggunakan QS. Al-Maidah ayat 1 dan 2 mengenai pemenuhan akad dan

perintah tolong menolong dalam kebaikan, menggunakan hadits perihal

kebolehan perjanjian dengan tetap berdasarkan syarat yang syari‟, dan kaidah

fiqih mengenai muamalah “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh

dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Menurut Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, para ulama ushul tidak

berbeda pendapat bahwa setiap lafadz yang umum seperti kaidah muamalat

diatas, menurut bahasa adalah dibuat untuk mencakup keseluruhan satuan

32

Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum:Comparatif Law in a Changing World,

Penerjemah Narulita Yusron, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 290

33

Imam Nawawi, Raudhatuth Thalibin Jilid 3, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), h. 769.

Page 95: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

82

yang ada di dalamnya. Tidak berarti bahwa lafadz itu ketika terdapat dalam

nash syara dapat menunjukan ketetapan hukum yang telah dinash bagi setiap

satuan yang ada di dalam lafadz itu, kecuali apabila terdapat dalil yang

mengkhususkan bagi satuan-satuan tersebut.34

Dapat ditarik kesimpulan,

bahwa pengalihan Utang dengan akad-akad yang menyertainya selama

disusun dengan ketentuan yang tidak memiliki larangan secara khusus maka

diperbolehkan menurut syara.

Pada resolusi MPS No. 88 MPS mengenai Refinancing disebutkan

pertimbangan putusannya berdasarkan perbedaan pendapat ulama mengenai

qalb dayn (membalik Utang) yang didasarkan pada ijtihad tanpa ada nash

Al-Quran dan Hadits yang secara terang-terangan melarang hal tersebut.

Syaikhu Islam Ibnu Taymiyah mengatakan “Jika jatuh tempo Utang sudah

tiba sedangkan orang yang berUtang sedang dalam kondisi kesulitan

membayar utangnya, maka tidak diperbolehkan membalik Utang, baik

dengan transaksi tertentu ataupun tanpa transaksi, dengan kesepakatan

seluruh kaum muslimin. Bahkan wajib memberi penangguhan kepadanya.

Jika orang yang berUtang dalam kondisi mampu membayar Utangnya, maka

dia berkewajiban untuk segera melunasi Utangnya. Jadi, tidak ada alasan

untuk membalik Utang, baik yang berUtang itu mampu melunasi Utangnya

ataupun dalam kondisi kesulitan.”35

Juga terdapat dalam Mathalib Ulin Nuha Syarh Ghayah al-Muntaha:

3/26 sebuah buku fiqih Hambali, “Dan membalikan Utang diharamkan

sampai batas waktu tertentu terhadap orang yang kesulitan membayar Utang,

dan ulama sepakat dalam hal ini”. Syekh As-Sa‟di mengatakan “Bentuk riba

yang paling parah adalah qalb dayn, baik dengan cara terang-terangan

maupun dengan trik”.

Namun pendapat ulama diatas tidak didasarkan dengan nash Al-Quran

dan Hadits, dan cenderung didasarkan pada kriteria ketidakmampuan

peminjam untuk membayar, padahal dalam kasus pengalihan Utang dari bank

konvensional ke bank syariah bisa jadi nasabah memiliki motivasi lain untuk

memindahkan Utangnya.

34

Abdul Wahhab Khallaf, Qowaidul Fiqhiyyah, Penerj. Noer Iskandar al-Barsany, (Jakarta,

Rajawali Press, 2002), h. 294 35

Ibnu Taymiyah, Majmu Fatawa, …..

Page 96: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

83

Resolusi MPS Malaysia juga memyebutkan kaidah fiqih mengenai

Muamalat, “Hukum asal muamalat adalah halal, kecuali terdapat dalil yang

mengharamkannya”

Fatwa DSN dan MPS sama-sama menggunakan dasar hukum yang

umum digunakan dalam transaksi muamalat, dan keduanya dapat diterima

selama tidak bertentangan dengan syara‟. Hanya saja jika dilihat dari

kelengkapan penyertaan dalil, fatwa DSN cenderung lebih lengkap dalam

menyertakan dalil, sebagai bentuk kehati-hatian dan pedoman dasar dalam

hukum ekonomi, sedangkan resolusi MPS hanya menyebutkan kaidah fiqih

tanpa menyebutkan nash al-quran dan hadits yang dianggap umum pada

setiap transaksi muamalat.

Adapun dalam merumuskan pengalihan Utang Fatwa DSN

menggunakan pilihan alternatif akad, dalam fatwa tersebut, 3 dari 4 alternatif

akad menggunakan akad qard sebagai dana pinjaman kepada nasabah untuk

melunasi Utangnya di bank Konvensional, lalu menggunakan akad lain

seperti jual-beli, murabahah, ijarah dan IMBT sebagai hilah dari pengambilan

keuntungan dari kontrak yang berbasis Utang sebagaimana disebutkan pada

bab kedua dan Resolusi MPS menggunakan Refinancing dengan akad yang

disesuaikan berdasarkan kebutuhan pembiayaan. Misalnya, pada situs resmi

Bank Islam Malaysia Berhad disebutkan bahwa refinancing rumah

menggunakan akad tawarruq.

Muhammad Maksum dalam disertasinya “Fatwa Dewan Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam Merespons Produk-Produk

Ekonomi Syariah Tahun 2000-2010: Studi Perbandingan dengan Fatwa

Majelis Penasihat Syariah Bank negara Malaysia”. Ia menyimpulkan fatwa

DSN-MUI merespons positif perkembangan produk ekonomi syariah dengan

mengesahkan sejumlah bentuk kombinasi akad, model inovasi pendapatan,

dan syarat tambahan seperti kombinasi akad mu‟âwadât-mu‟âwadât,

tabarru‟ât-mu‟âwadât, dan pergeseran akad tabarru‟ât menjadi mu‟âwadât.

Selain itu ditemukan bahwa ada beberapa fatwa DSNMUI yang bertolak

belakang dengan fatwa MPS. Dari tiga belas bentuk pengembangan akad,

DSN-MUI dan MPS berbeda pendapat pada tiga bentuk kombinasi akad,

yaitu: kombinasi qard-mu‟âwadât ijârah, asuransi syariah dengan akad tijârah

Page 97: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

84

(mudârabah) dan tabarru‟, dan akad bay‟al-‟înah.36

Fatwa DSN tentang pengalihan Utang dengan menggunakan akad

ijarah-qard mengatur pemisahan akad. Pada kombinasi akad tersebut bank

syariah mengurus pelunasan Utang nasabah di bank konvensional, dengan

menggunakan qard sebagai talangan dan bank mendapatkan upah sebagai

jasa dari pengurusan pelunasan yang besarnya tidak boleh berdasarkan

jumlah atau prosentase Utang.

Pada dasarnya, kedua fatwa baik DSN maupun MPS sama-sama

membenarkan imabalan dari nasabah peminjam kepada bank dalam bentuk

sumbangan yang tidak disyaratkan dalam akad.37

Pemisahan upah dari

pinjaman merupakan upaya keluar dari praktik riba yang diharamkan.38

b). Perbandingan Nilai Ekonomi Islam

Disebutkan pada pembahasan diatas bahwa fatwa DSN menggunakan

beberapa pilihan akad dengan akad tambahan yang menyertainya. Dari segi

ekonomi islam, dimana nilai yang dianut adalah:

1. Nilai dasar kepemilikan.

2. Nilai dasar keadilan;

3. Nilai dasar keseimbangan;

4. Nilai dasar kebebasan;

5. Dan nilai dasar kebersamaan.

Fatwa DSN no 31 menghargai kepemilikan dari nasabah dengan cara

mengupayakan second way melalui pemberian Utang, ataupun berserikat

dalam kepemilikan aset pada kontrak pengalihan Utang. Resolusi MPS juga

memberikan kontrak baru yang mana uang hasil dari kontrak baru tersebut

digunakan untuk melunasi Utang lama.

Fatwa DSN memberikan prinsip keadilan kepada nasabah dengan

merinci secara jelas akad yang digunakan sehingga nasabah merasa adil akan

pembiayaan baru yang didapatnya di Bank Syariah. Sedangkan resolusi MPS

tidak merinci secara jelas akad yang dipakai dalam kontrak dan memberikan

kebebasan kepada bank untuk menentukan bentuk akad yang sesuai dengan

36 Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah,

(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI) 2013, hal. 128-138 37

DSN dan BI, Himpunan Fatwa, J.I, 104. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah dalam

Kewangan Islam (Malaysia, Bank Negara Malaysia, 2010), hal 50 38

Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah, hal.

129

Page 98: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

85

karakter pembiayaan yang akan diberikan, hal ini dapat dianggap adil selama

nasabah mengetahui bentuk akad tersebut.

Nilai dasar keseimbangan, nasabah dan bank dalam kontrak pengalihan

Utang sama-sama mendapatkan keuntungan, nasabah dapat memperbaharui

kontraknya dari bank konvensional ke bank syariah. Bank dapat menambah

portofolio pembiayaan dengan pindahnya pembiayaan, sehingga terjadi

keseimbangan dalam hal keuntungan yang didapatkan oleh kedua belah

pihak. Hal tersebut juga terjadi dalam penerapan resolusi MPS.

Nilai dasar kebebasan tercermin dalam kebebasan bank dalam memilih

bentuk akad yang sudah dimodifikasi sedimikian rupa dalam fatwa DSN agar

dapat diterapkan dalam bisnis perbankan Syariah, tanpa menyampingkan

nilai-nilai syari‟. sepeti juga tercermin dalam resolusi MPS yang tidak

memberikan rincian detail model akad yang dipakai dalam pengalihan Utang,

agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan bank.

Dan nilai dasar kebersamaan akan terasa dengan adanya bantuan bank

dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah untuk melunasi Utang di

bank konvensional, terlebih lagi apabila alasan pemindahan Utang nasabah

adalah berdasarkan keinginan untuk mengikuti ketentuan syariah.

Berdasarkan pengamatan penulis, baik fatwa DSN atupun Resolusi MPS

mengenai pengalihan Utang, dianggap telah memenuhi kriteria prinsip dasar

Hukum ekonomi Islam. Hal ini dibuktikan dengan terpenuhinya aspek-aspek

diatas, dan pada pembiayaan bank syariah.

Page 99: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

86

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan

ketentuan nash al-Quran dan Hadits, utang piutang merupakan salah satu bentuk

akad yang disyari‟atkan, jika dilakukan sesuai dengan batasan-batasan yang

diperbolehkan syara‟. Hukum pengalihan utang yang berlaku di Indonesia lewat

fatwa DSN MUI dan pengalihan utang yang berlaku di Malaysia lewat resolusi MPS

Malaysia telah memenuhi aspek kepatuhan hukum. Pada aplikasinya fatwa DSN

MUI nomor 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan utang menggunakan akad

dengan bentuk qardh dan murabahah, syirkah al-milk dan murabahah, qardh dan

ijarah serta qardh dan ijarah muntahiyah bittamlik. Resolusi No. 88 Tentang

Penstrukturan Semula utang, berdasarkan pertemuan MPS ke-160 tanggal 30 Juni

2015 telah memutuskan bahwa restrukturisasi utang dapat dilakukan dengan cara

pelanggan memasuki kontrak pembiayaan baru.

Penelitian tidak mendapati cacat dalam perumusan akad pada ketentuan kedua

lembaga fatwa tersebut terkait pengalihan utang. Kesimpulan tersebut didapatkan

setelah meninjau kerangka ushul fiqih dan nilai ekonomi Syariah, dimana kedua

putusan tersebut menggunakan ijma dalam dasar hukumnya. Fatwa DSN cenderung

berhati-hati dalam menggunakan akad qard, sebagai bentuk pengindaran atas cacat

penggunaannya, DSN menggunakan beberapa akad lain yaitu murabahah, syirkah

al-milk ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik. Resolusi MPS menggunakan

bentuk refinancing (pembiayaan ulang) dalam pembiayaan pengalihan utang, dan

akad yang digunakan setelahnya adalah akad yang sesuai dengan kebutuhan

pembiayaan.

B. Implikasi

Penelitian terhadap pengalihan utang merupakan penelitian yang tidak terlalu

banyak dilakukan, namun penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat

Page 100: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

87

mengukur tingkat kepatuhan hukum yang terkandung dalam fatwa-fatwa yang

berkaitang dengan pengalihan utang. Penelitian ini pada dasarnya merupakan bagian

kecil dari penelitian dalam bidang perbandingan hukum, yang memberikan

gambaran umum mengenai ragam hukum yang digunakan dalam transaksi

perbankan Islam.Penelitian ini diharapkan mampu memberikan inspirasi dan jalan

untuk penelitian selanjutnya, seperti penelitian perbandingan hukum dan penelitian

pengalihan utang, karena masih banyak pengembangan akad yang dapat dilakukan

oleh lembaga fatwa dalam mendorong pertumbuhan perbankan syariah dan lembaga

keuangan syariah.

C. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian ini, yang menyatakan bahwa Hukum

pengalihan utang yang berlaku di Indonesia lewat fatwa DSN MUI dan pengalihan

utang yang berlaku di Malaysia lewat resolusi MPS Malaysia telah memenuhi aspek

kepatuhan hukum Ekonomi Syariah, peneliti mencoba memberikan beberapa saran

dan rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi Lembaga Fatwa DSN dan MPS

Lembaga Fatwa DSN dan MPS merupakan lembaga yang sangat

menentukan kehalalan sebuah produk bank syariah dan lembaga keuangan

syariah. Dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menentukan

kehalalan sebuah produk diharapakan kedua lembaga fatwa tersebut dapat

mendorong pertumbuhan lembaga keuangan syariah. Hal tersebut dapat

diaplikasikan dengan menghadirkan fatwa yang sesuai dengan perkembangan

produk perbankan dan kebutuhan masyarakat. Sehingga tidak terdapat

kekosongan hukum dalam operasi perbankan syariah. Dan bank syariah dapat

tumbuh dengan dukungan dari berbagai pihak.

2. Bagi Pemerintah

Pada penelitian ini, dimana peneliti membandingkan hukum syariah terkait

pengalihan utang, peneliti mendapati bahwa pemerintah Malaysia sangat

mendukung perkembangan Lembaga Keuangan Syariah. Hal ini dapat dilihat dari

Page 101: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

88

peningkatan market share perbankan syariah Malaysia yang hingga saat ini telah

mencapai 23% dari total perbankan nasional. Berbanding dengan share

perbankan Syariah Indonesia sebesar 5,3% dari total perbankan nasional.

Peneliti mengharap kepada pemerintah untuk terus mendukung secara aktif

dalam pengembangan bank syariah, hal ini tidak lain dari modal dasar yang telah

dimiliki masyarakat Indonesia berupa mayoritas penganut Islam dan kearifan

lokal yang sangat kentak dengan budaya-budaya Islam.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian ini, yang menyatakan bahwa

pengalihan utang tidak bertentangan dengan Undang-Undang maupun Fatwa

DSN-MUI dan MPS Malaysia, peneliti mencoba untuk memberikan beberapa

saran dan rekomendasi sebagai berikut:

1. Variabel yang digunakan untuk penelitian ini sangat sedikit, yaitu hanya

dua variabel, yaitu fatwa pengalihan utang menurut DSN MUI dan MPS

Malaysia dan Prakteknya dalam Perbankan Syariah, diharapkan pada

penelitian selanjutnya dapat menambah variabel lainnya yang berhubungan

dengan pengalihan utang. Selain itu, dapat mengembangkan data serta

variabel yang lebih luas dan lebih mendalam, sehingga mendapatkan hasil

penelitian yang maksimal dan akurat.

2. Variabel yang digunakan oleh peneliti masih terbatas dan pertanyaannya

masih kurang memadai, oleh sebab itu pada penelitian selanjutnya dapat

menambah dan memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam

penelitian ini..

3. Perlu juga dilakukan penelitian berkaitan dengan penggunaan fatwa

Majma„ al-Fiqh al-Islami sebagai dasar pertimbangan bagi fatwa-fatwa

ekonomi syariah di negara-negara muslim.

4. Fatwa perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi Islam seperti

keadilan, kesetaraan, dan kerja sama, dan merujuk fatwa-fatwa lembaga

lain, seperti Majma„ al-Fiqh al-Islami, dan sebagainya.

Page 102: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

89

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Baari,Jilid 13 terj. Amiruddin, Jakarta, Pustaka

Azzam, 2010

Al-Fauzan, Shaleh, Fiqh Sehari-Hari, Jakarta: Gema Insani, 2005

Al-Imrani, Abdullah ibn Muhammad, al-Uqud al-Maliyah al-Murakkabah, Dirasah

Fiqhiyah Ta‟siliyah Riyad: Dar Kunuz Eshbeliya li an-Nashr wa al-Tawzi,

2006, Cet. Ke 1

Al-Jawziyyah, Ibn Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in Rabbal’Alamin Beirut; Dar al-fikr. T.

th. ditahqiq oleh „Abd al-Rahman al-wakil, vol III

Amrin, Abdullah, Asuransi Syariah, Jakarta: Gramedia, 2006

Amin, Ma‟ruf, “ORASI ILMIAH, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqiyah) Sebagai

Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia”, Malang, Kementerian

Agama UIN Maulana Malik Ibrahim, 2017

Amin, Ma‟ruf, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta, eLSAS, 2008, cet ke-1

Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2009

Antonio, Muhammad Syafe‟i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema

Insani, 2001

Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008

Ash-Shiddiqy, Hasbi, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Semarang: Pustaka Rizki

Putra,1997

Asrorun Ni‟am Sholeh, “Pedoman dan Prosedur Penetapan fatwa”, sekretaris Komisi

Fatwa MUI

Asy-Syarbini, Muhammad , Mugni Al-Muhtaj, Juz II

Azami, M.M, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta: Pustaka Firdaus,

2000

Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Imam Syafi‟i 2, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk, Jakarta: Almahira, 2010

Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie

al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani, 2011

Baidhawi, Muhammad Ali, Shahih Bukhori, Beirut-Lebanon:Dar Al Kutub Al

Ilmiyah, 2004

Page 103: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

90

Chairuman Pasaribu Dan Suharwadi K. Lubis

De Cruz, Peter, Perbandingan Sistem Hukum: Comparatif Law in a Changing

World, Penerjemah Narulita Yusron, Bandung: Nusa Media, 2010

Dewi, Gemala, SH.,LL.M, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana

Perdana Media Group, 2007

Djamil, Fathurrahman , Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta: Logos,

1995

Gamal, Mahmood A. , Mabahith fi Ahkam al-Fatwa, Beirut: Daar Ibn Hazm, 1995

Yusuf Al- Qordhawi, al-Fatwa Bayn al-Indibat wa al-Tasayyub, terj As‟ad Yasin,

Jakarta: Gema Insani Press, 1997

Hartono, Sunaryati, Pengumpulan data Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke XX,

Bandung: Alumni, 1994

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007

Hasanuddin AF dkk, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, 2003, UIN Jakarta Press

Jafar, Khumedi, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Bandar Lampung: IAIN Raden

Intan Lampung, 2015

Kama Rusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2007

Kansil, C.S.T , Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta,

Balai Pustaka, 1979

Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006

Khallaf, Abdul Wahhab, Qowaidul Fiqhiyyah, Penerj. Noer Iskandar al-Barsany,

Jakarta, Rajawali Press, 2002

Mabruk , Abdul Aziz dkk, Fiqih Muyassar, diterjemahkan Izzudin Karimi dalam judul

Panduan Praktis Fiqih dan Hukum Islam, Jakarta, Darul Haq, 2015

Mahmoedin, Kredit Bermasalah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004

Maksum, Muhammad , Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur

Tengah, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2013

Muda, Ahmad Antoni K, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Gramedia Press, 2003

Madkur, Muhammad Salam, al-fiqh al-Islami al-Madkhal wa al-Amwal wa al-Huquq

wa al-Maliyah wa al-Uqud, t.tp.: Abdullah wa Hibatuh, 1995

Page 104: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

91

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Kekayaan (Hak Tanggungan),

Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006

Muslim, Imam, Shahih Muslim Juz III, Indonesia: Maktabat Dahlan, T,Th

Nawawi, Imam, Raudhatuth Thalibin Jilid 3, Jakarta: Pustaka Azzam, 2010

Pasaribu, Chairuman dan Suharwadi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,

Jakarta: Sinar Grafika, 1994

Perwataarmaatmadja, Karnaen A. dan Hendri Tanjung, Bank Syariah Teori, praktik

dan Peranannya, Celestial publishing, 2007

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011

Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003

Quthb, Sayyid, Tafsir fi Dhilalil Quran, vol. 1, Jakarta, Gema Insani Press, 2006, cet

ke-5

Riswanto, Arif Munandar, Buku Pintar Islam, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010

Rusdiana, Kama dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta, 2007,

UIN Jakarta Press

Sam , M. Ichwan dkk, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Dewan Syariah NAsional

MUI), Jakarta : Erlangga, 2014

Sihombing, Damos O.Y., Kamus Lengkap Ekonomi, edisi-2, Jakarta : Erlangga

Sjahdeini, Sutan Remy, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum

Perbankan Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007

Soejono dan Abdurrahman, Metode Pengumpulan data Hukum , Jakarta: Rineka

Tercipta, 2003

Subekti Dan Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya

Paramita, 1992

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Press, 2014

Sula, Muhammad Syakir, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah Konsep Dan Sistem

Operasional, Jakarta: Gema Insani, 2004

Sumitro, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: Mandar, 2008

Sutedi, Adrian, Perbankan syariah tinjauan dan beberapa segi hukum, Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009, cet 1

Syafe‟i, Rachmat, MA., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1999

Page 105: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

92

Syarifuddin, Amir , Garis-Garis Besar Fiqh, Bogor: Kencana, 2003

Widyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta : Prenada Media,

2005, cet. 1

Jurnal dan Karya tulis :

Adams, Wahididdin, Pola penyerapan fatwa majelis ulama Indonesia MUI dalam

peraturan perundang-undangan 1975-1977, disertasi UIN Jakarta

Christianto, Joseph , “Mekanisme Peralihan Kredit (Take over) Pada PT Bank

Mayapada Internasional Tbk Mayapada Mitra Usaha Unit Gemolong”,

Thesis S2 Universitas Diponegoro

Edwinar, Della , Status Hukum Dana Talangan Haji Bagi Calon Jamaah Haji, Kajian

Ilmiah: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014

Hussain, Mohammad Azam , Rusni Hassan dan Aznan Hassan, Resolusi Syariah oleh

Majlis Penasihat Shariah Bank Negara Malaysia: Tinjauan Perspektif

Undang-undang, Malaysia: Jurnal Kanun, 2013

Khoirudin, Ahmad , “Analisis Fikih Terhadap Pengambilan Ujrah/Fee Dalam Fatwa

DSN NO: 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang Hawalah Bil Ujrah". Masters thesis,

2016

Noor, Muhammad Afri Ramadansyah , “Perjanjian Pengalihan Utang Kredit

Pemilikan Rumah Oleh Bank Jatim Syariah”, Thesis S2 Magister

Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga

Prawira, Aditya , “Checklist Konsideran Penentuan Bentuk Akad Sebagai Pelengkap

Fatwa DSN MUI Tentang Pengalihan Utang Pada PT. Bank BNI Syariah”,

Thesis S2 Universitas Muhammadiah Jakarta tahun 2016)

Puspita, Nanda Meiliza , “Analisa Akad Pengalihan Utang di Perbankan Syariah

berdasarkan Fatwa DSN MUI”, Thesis S2 Program Pascasarjana UI tahun

2009)

Rahmawati, Dinamika Akad dalam Transaksi Ekonomi Syariah, Jurnal Al-Iqtishad:

Vol III, No 1, Januari 2011

Page 106: AKAD PENGALIHAN UTANG BERDASARKAN FATWA DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44008/1/QUMI... · pengalihan Utang berdasarkan fatwa DSN MUI dan MPS Malaysia

93

Rosyidah, Nanik , “Perspektif hukum Islam terhadap pengalihan utang kepada pihak

ketiga”, Thesis S2 Universitas Islam Negeri Yogyakarta.

Yulianti, Rahmani Timorita, Asas-Asas Perjanjian , Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, No.

1, Juli 2008

Zulqarnain, Analisis Perbandingan Keputusan Dewan Syariah Nasional, Majelis

Ulama Indonesia dan Majelis Penasihat Syariah, Suruhanjaya Sekuriti

Malaysia Berkaitan Isu-isu Pasar Modal Islam, Doktoral Falsafah, Akademi

Pengajian Islam Universiti Malaya Kuala Lumpur, 2016.

Undang-undang dan Peraturan:

Akta Bank Negara Malaysia 2009 (Akta 701), seksyen 51

Bank Negara Malaysia, “Shariah Advisory Council of the Bank –Profile of current

SAC members (2010-2013)”.

Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah dalam Kewangan Islam (Malaysia, Bank

Negara Malaysia, 2010)

DSN dan BI, Himpunan Fatwa, J.I, 104

Resolusi nomor 69-73. Bank negara Malaysia, resolusi syariah

Data SPS Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) Desember 2016

Website Online:

Iid.Facebook.Com/Kilaubintangbanksaudara/Posts/576421909078771, Tanggal 23

Juni 2018.

Mugni Sulaeman, http: //hiwalah20baca/makalah-hiwalah.html, diakses 10 April

2018.

www.hukumonline.com/berita/baca/lt5895d234d1736/simak-yuk8-tahap-proses-

penetapan-fatwa-di-mui

www.mui.or.id

www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi