adat pergaulan melayu

Upload: imelkirim

Post on 05-Jul-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    1/21

    1

     ADAT-ISTIADAT DALAM PERGAULAN ORANG MELAYU

    Oleh : Wan Ghalib

    Orang Melayu mengaku identitas kepribadiannya yang utama adalah

    adat istiadat Melayu, dan agama Islam.Dengan demikian, seseorang

     yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu,

     berbahasa Melayu, dan beragama Islam.Dari tiga ciri utama

    kepribadian orang Melayu tersebut, yang menjadi pondasi pokok adalah

    agama Islam, karena agama Islam menjadi sumber adat-istiadat

    Melayu.Oleh karena itu, adat-istiadat Melayu Riau bersendikan syarak

    dan syarak bersendikan kitabullah. Dalam bahasa Melayu berbagai

    ungkapan, pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainyamenyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang Melayu.

    1. Pendahuluan

    Orang Melayu menetapkan identitasnya dengan tiga ciri pokok, yaitu

     berbahasa Melayu, beradat-istiadat Melayu, dan beragama Islam.

    Dalam makalah ini, penulis akan mengemukakan beberapa hal pokok

     yang berkaitan dengan adat istiadat Melayu Riau.

    Seperti diketahui bersama, segala hal yang bersangkutan dengan adat-

    istiadat Melayu belum banyak ditulis atau dicatat dengan jelas.Sejak

    dulu segala ketentuan adat-istiadat disampaikan dari satu generasi ke

    generasi berikutnya secara lisan.Saat ini ketentuan adat yang

    disampaikan hanya terbatas pada adat sopan-santun saja.Untuk dapat

    memahami adat-istiadat yang berlaku dalam pergaulan, perlu diketahui

    sumbernya terlebih dahulu, yaitu adat yang disebut “adat yang sebenar

    adat”. Sebelumnya, akan dibahas pengertian adat.

    Buku yang membahas tentang adat sangat banyak, baik yang ditulis

    oleh ahli Indonesia sendiri maupun ahli asing. Kata adat juga

    tercantum dalam kamus-kamus Indonesia (baca: Melayu) dan

    ensiklopedi-ensiklopedi. Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa semua

     buku itu belum dapat menjelaskan adat secara tuntas dan

    fundamental.

    2. Pengertian “Adat” Secara Umum

    Banyak orang keliru mengartikan adat, terutama generasi muda. Adat

    diartikan sama dengan kebiasaan lama dan kuno. Kalau mendengar

    kata adat, maka yang terbayang dalam khayalan adalah orang tua

     berpakaian daerah, upacara perkawinan, atau upacara-upacara

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    2/21

    2

    lainnya. Oleh karena itu, jangan heran jika media massa pun sering

    keliru, sehingga pakaian daerah disebut pakaian adat atau rumah yang

     berbentuk khas daerah disebut rumah adat. Tegasnya, apa yang

     berbentuk tradisional dianggap adat.

    Dalam Ensiklopedi Umum, kata “adat” diartikan sebagai:

     Aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh

    dari usaha orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia

    sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah-laku

    anggota masyarakatnya. Di Indonesia, aturan-aturan tentang segi

    kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan

    disebut hukum adat (Yayasan Kanisius, 1973).

    Pengertian adat di sini sangat terbatas, karena hanya berupa aturan-

    aturan tentang beberapa segi kehidupan. Hal ini berbeda dengan

    pendapat Prof. Dr. J. Prins yang mengatakan, “De adat overheerste tot

     voor kort alle terrein van het leven juist wat de plichtenleer idealiter

     beoogt te doen” (Prins, 1954). Pendapat Prins ini lebih mendekati

    pengertian yang sebenarnya, karena ia mengatakan bahwa adat

    meliputi semua segi kehidupan dan hanya untuk jangka waktu yangsingkat.

    Ensiklopedi Indonesia memberikan uraian yang lebih panjang, tetapi

    sulit untuk diambil kesimpulan.Kata adat berasal dari bahasa Arab urf

    dan Islam telah memberikan corak khusus dalam ketentuan-ketentuan

    adat dalam lingkungan pemeluk agama Islam.

    Pengertian adat di Riau sendiri adalah ketentuan-ketentuan yangmengatur tingkah-laku dan hubungan antara anggota masyarakat

    dalam segala segi kehidupan.Oleh karena itu, adat merupakan hukum

    tidak tertulis dan sekaligus sebagai sumber hukum.Sebelum hukum

    Barat masuk ke Indonesia, adat adalah satu-satunya hukum rakyat

     yang kemudian disempurnakan dengan hukum Islam, sehingga disebut

    “adat bersendikan syarak”. Menyatunya adat Melayu dengan hukum

    syarak diperkirakan terjadi setelah Islam masuk ke Malaka pada akhir

    abad ke-14, sebagaimana diungkapkan Tonel (1920):

     Adat Melayu pada mulanya berpangkal pada adat-istiadat Melayu yang

    digunakan dalam negeri Tumasik, Bintan, dan Malaka.Pada zaman

    Malaka, adat itu menjadi Islam karena rajanya pun telah memeluk

    Islam.

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    3/21

    3

    Ketentuan-ketentuan hukum syarak telah dianggap sebagai adat yang

    dipatuhi oleh anggota masyarakat, sehingga sukar untuk membedakan

    ketentuan-ketentuan yang berasal dari adat murni dan ketentuan-

    ketentuan yang berasal dari hukum syarak.

    3. Adat Dalam Masyarakat Melayu Riau

     Adat yang berlaku dalam masyarakat Melayu di Riau bersumber dari

    Malaka dan Johor, karena dahulu Malaka, Johor, dan Riau merupakan

    Kerajaan Melayu dan adatnya berpunca dari istana, seperti disebutkan

     Tonel (1920) dalam bagian lain seperti berikut:

    Maka segala adat-istiadat Melayu itu pun sah menurut syarak Islamdan syariat Islam. Adat-istiadat itulah yang turun-temurun berkembang

    sampai ke negeri Johor, negeri Riau, negeri Indragiri, negeri Siak, negeri

    Pelalawan, dan sekalian negeri orang Melayu adanya. Segala adat yang

    tidak bersendikan syariat Islam salah dan tidak boleh dipakai lagi.Sejak

    itu, adat-istiadat Melayu disebut adat bersendi syarak yang berpegang

    kepada kitab Allah dan sunah Nabi.

    Dalam bagian lain juga dikatakan: Adapun negeri Indragiri setelah Raja Narasinga masuk Islam sebab

    dimenantukan oleh Sultan Mahmudsyah, Sultan Malaka, maka raja itu

    pun dirajakan di Indragiri. Mulanya ia ditolak oleh orang Indragiri,

    namun karena kedatangan orang Talang di sana yang mengangkatnya

    sebagai raja, maka mufakatlah mereka membuat perjanjian. Perjanjian

    itu menyatakan bahwa orang Talang mengaku sebagai rakyat

    Indragiri.Raja pun memberi tahu mereka tentang adat Melayu, sehingga

    mereka mufakat untuk memakai adat itu kala mereka hidup di dalamnegeri Indragiri.Di dalam kampungnya, mereka tetap memakai adat

    mereka.Dengan demikian asal mula adat di negeri Siak dan negeri

    Pelalawan itu adalah dari Johor jua.Apabila Raja Kecik menjadikan

    dirinya raja di negeri Siak yang disebut Buantan, maka adat itulah yang

    dipakainya, yang kemudian diwariskan ke semua anak cucunya, dan

    daerah taklukannya (Tonel, 1920).

     Walaupun kutipan-kutipan di atas diambil dari naskah tulisan tangan yang belum diterbitkan, tetapi keterangan tersebut dapat dipercaya,

    karena kenyataan yang dijumpai memang demikian.

     Adat Melayu di Riau dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu adat

    sebenar adat, adat yang diadatkan, dan adat yang teradat.

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    4/21

    4

    a. Adat Sebenar Adat

     Yang dimaksud dengan “adat sebenar adat” adalah prinsip adat Melayu

     yang tidak dapat diubah-ubah.Prinsip tersebut tersimpul dalam “adat

     bersendikan syarak”.Ketentuan-ketentuan adat yang bertentangandengan hukum syarak tidak boleh dipakai lagi dan hukum syaraklah

     yang dominan. Dalam ungkapan dinyatakan:

     Adat berwaris kepada Nabi

     Adat berkhalifah kepada Adam

     Adat berinduk ke ulama

     Adat bersurat dalam kertas

     Adat tersirat dalam sunah Adat dikungkung kitabullah

    Itulah adat yang tahan banding

    Itulah adat yang tahan asak

     Adat terconteng di lawang

     Adat tak lekang oleh panas

     Adat tak lapuk oleh hujan

     Adat dianjak layu diumbut mati Adat ditanam tumbuh dikubur hidup

    Kalau tinggi dipanjatnya

    Bila rendah dijalarnya

    Riaknya sampai ke tebing

    Umbutnya sampai ke pangkal

    Resamnya sampai ke laut luas

    Sampai ke pulau karam-karaman

    Sampai ke tebing lembak-lembakan

    Sampai ke arus yang berdengung

    Kalau tali boleh diseret

    Kalau rupa boleh dilihat

    Kalau rasa boleh dimakan

    Itulah adat sebenar adat

     Adat turun dari syarak

    Dilihat dengan hukum syariat

    Itulah pusaka turun-temurun

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    5/21

    5

     Warisan yang tak putus oleh cencang

     Yang menjadi galang lembaga

     Yang menjadi ico dengan pakaian

     Yang digenggam di peselimut

     Adat yang keras tidak tertarik

     Adat lunak tidak tersudu

    Dibuntal singkat, direntang panjang

    Kalau kendur berdenting-denting

    Kalau tegang berjela-jela

    Itulah adat sebenar adat

    Dari ungkapan di atas jelas terlihat betapa bersebatinya adat Melayu

    dengan ajaran Islam. Dasar adat Melayu menghendaki sunah Nabi dan

     Al Quran sebagai sandarannya.Prinsip itu tidak dapat diubah, tidak

    dapat dibuang, apalagi dihilangkan, itulah yang disebut “adat sebenar

    adat”.

     b. Adat yang Diadatkan

    “Adat yang diadatkan” adalah adat yang dibuat oleh penguasa padasuatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak diubah

    oleh penguasa berikutnya.Adat ini dapat berubah-ubah sesuai dengan

    situasi dan perkembangan zaman, sehingga dapat disamakan dengan

    peraturan pelaksanaan dari suatu ketentuan adat. Perubahan terjadi

    karena menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan

    perkembangan pandangan pihak penguasa, seperti kata pepatah

    “Sekali air bah, sekali tepian beralih”. Dalam ungkapan disebutkan:

     Adat yang diadatkan

     Adat yang turun dari raja

     Adat yang datang dari datuk

     Adat yang cucur dari penghulu

     Adat yang dibuat kemudian

    Putus mufakat adat berubah

    Bulat kata adat bergantiSepanjang hari ia lekang

    Beralih musim ia layu

    Bertuhan angin ia melayang

    Bersalin baju ia tercampak

     Adat yang dapat dibuat-buat

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    6/21

    6

    (Nyanyian Panjang dan Bilang Undang)

    Panuti H. M. Sujiman (1983) menyebutkan syarat dan sifat manusia

     yang baik dan ideal berdasarkan pandangan adat Melayu adalah

    sebagai berikut:

     Adapun syarat menjadi raja sekurang-kurangnya memenuhi empat

    perkara, pertama tua hati betul, kedua bermuka manis, ketiga berlidah

    fasih, dan keempat bertangan murah. Demikian syarat bagi semua

    raja.Hukum terdiri atas empat perkara juga, pertama hukum yang adil,

    kedua hukum mengasihani, ketiga hukum kekerasan, dan keempat

     berani.

    Selanjutnya petuah-petuah yang diajarkan oleh Raja Ali Haji dalam

    Gurindam Dua Belas juga memberikan bimbingan bagi anggota

    masyarakat Melayu tentang seharusnya orang Melayu bersikap dan

     bertingkah-laku sesuai dengan yang diinginkan oleh adat

    Melayu.Gurindam Dua Belas memuat dua belas pasal. Sebagai

    gambaran, berikut kutipan pasalnya :

    Pasal lima Jika hendak mengenal orang yang berbangsa

    Lihat kepada budi dan bahasa

     Jika hendak mengenal orang yang berbahagia

    sangat memeliharakan yang sia-sia

     Jika hendak mengenal orang yang mulia

    Lihat kepada kelakuan dia

     Jika hendak mengenal orang berilmu bertanya dan belajar tidaklah jemu

     Jika hendak mengenal orang yang berakal

    di dalam dunia mengambil bekal

     Jika hendak mengenal orang yang baik perangai

    Lihat kepada ketika bercampur dengan orang ramai

    Pasal dua belas

    Raja bermufakat dengan menteriseperti kebun berpagar duri

    Betul hati kepada raja

    tanda jadi sembarang kerja

    Hukum adil kepada rakyat

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    7/21

    7

    tanda raja beroleh inayat

    Kasihkan orang yang berilmu

    tanda rahmat atas dirimu

    Hormat akan orang pandai

    tanda mengenal kasa dan cindai

    Selanjutnya para penguasa (raja) mengatur hak dan kewajiban para

    kawula menurut tingkat sosial mereka. Hak-hak istimewa raja dan para

    pembesar diatur dan diwujudkan dalam bentuk rumah, bentuk dan

     warna pakaian, kedudukan dalam upacara-upacara, dan larangan bagi

    rakyat biasa untuk memakai atau mempergunakan jenis yang sama.

    Dengan demikian tercipta ketentuan-ketentuan yang berisi suruhan

    dan pantangan.Di samping itu juga tercipta kelas-kelas dalammasyarakat yang pada umumnya terdiri dari raja dan anak raja-raja,

    orang baik-baik, dan orang kebanyakan. Stratifikasi sosial dalam

    masyarakat Melayu itu telah menciptakan hak dan kewajiban yang

     berbeda bagi tiap-tiap tingkatan, sebagaimana kutipan berikut:

    Pasal menyatakan, adat Raja-raja Melayu yang tidak boleh dipakai oleh

    orang luar yaitu, rumah yang bersayap layang atau jamban dan pagar

    kampung yang di atasnya tertutup; rumah beranak keluang dan rumah yang tengahnya berpintu sama; geta yang bersulur bayung lima, tilam

     berulas kuning, dan memakai bantal yang bersibar kuning; tikar

     berhuma kuning dan baju pandakpun, yaitu baju lepas kuning; tilam

    pandak dan tudung hidangan kuning; sapu tangan tuala kuning;

    memakai kain yang tipis berbayang-bayang; tidak boleh memakai

    payung di depan istana raja dan tidak boleh berhasut pada majelis balai

    raja; tiada boleh membuang sapu tangan kepala di hadapan raja; tidak

     boleh duduk bertelekan di hadapan raja; tiada boleh melintangkankeris ketika menghadap raja; tidak boleh memakai hulu keris panjang

     yang tutupnya berkunam; tidak boleh membawa senjata yang tidak

     bersarung ke hadapan raja besar; di hadapan raja jangan banyak

    tertawa-tawa dan berkipas-kipas; jangan menyangkutkan kain, baju,

    atau sapu tangan di atas bahu di hadapan raja; tatkala duduk pada

    majelis, jangan menentang kepada raja; jika raja menyorongkan sesuatu

    (makanan atau piala minuman), hendaknya segera disambut dan

    diletakkan ke bawah, kemudian disembah kewah duli seraya dudukundur pada tempat kita sambil memberi hormat. Baru kita minum atau

    makan.Sebenarnya tidak seperti itu adabnya, melainkan makanlah

    dengan laku yang sederhana.Jika menerima pakaian dari baginda

    sendiri atau dibawa oleh pegawainya, hendaknya pakailah pakaian itu

    di hadapan majelis baginda, serta memberi hormat kepada raja. Jika

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    8/21

    8

    tidak kita pakai pun boleh, akan tetapi menurut Melayu disebut kurang

    adab (Sujiman, 1983).

    Contoh lain penulis kutip dari kitab Babul Qawaa‘id (1901) dari

    Kerajaan Siak Sri Indrapura:

    Pasal empat

    Kuasa melarang orang yang hendak menghadap Sri Paduka Sultan

     jikalau orang itu naik sahaja tidak memberi tahu kepada Penghulu

    Balai waktu Sri Paduka Sultan bersemayam.

    Pasal lima

    Kuasa melarang dengan keras kepada sekalian orang besar- besar,datuk-datuk, pegawai-pegawai, jurutulisjurutulis yang bekerja datang

    ke balai tiada memakai baju kot, seluar pentalon, sepatu, dan kupiah.

    Pasal tujuh

     Jikalau hamba rakyat atau siapa juga tiada dikecualikan orangnya

    hendak menghadap atau datang ke balai tiada boleh berkain gumbang

    seperti yang tersebut dalam “Ingat Jabatan” bahagian yang kesebelas

    pada pasal lima, maka jika berkain gumbang kuasa Penghulu Balaimenghalaunya dikecuali jikalau orang terkejut di tengah jalan karena

    hendak meminta pertolongan kepada polisi apa-apa kesusahannya.

    Ungkapan-ungkapan yang dikemukakan di atas adalah “adat yang

    diadatkan”.Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa adat mengalami

    perubahan dan perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman.Seorang

    tokoh ideal di zaman Malaka ialah orang yang telah memenuhi empat

    sifat dan empat syarat. Empat sifat dan empat syarat itu di zamanKerajaan Riau telah disempurnakan oleh Raja Ali Haji dengan

    Gurindam Dua Belas yang terdiri dari dua belas pasal dan tiap-tiap

    pasal menggambarkan beberapa sifat baik dan tidak baik. Ukuran

    sopan-santun pada zaman Kerajaan Malaka telah berkembang pada

    zaman Kerajaan Siak Sri Indrapura yang menetapkan bahwa semua

    pejabat kerajaan diharuskan berpakaian sesuai perkembangan zaman,

     yaitu baju kot dan seluar pantalon.

    Dalam perjalanan sejarah adat-istiadat Melayu, “adat yang diadatkan”

    mengalami berbagai perubahan dan variasi.Hampir dapat dipastikan

     bahwa adat ini merupakan adat yang paling banyak ragamnya, sesuai

    dengan wilayah tumbuh dan berkembangnya.“Adat yang diadatkan”

     yang terdapat di daerah Riau beragam, karena di daerah Riau pernah

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    9/21

    9

    terdapat kerajaan-kerajaan yang tersebar dari kepulauan sampai ke

    hulu-hulu sungai. Setiap kerajaan tentu mempunyai corak dan

     variasinya yang disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang sejarah,

    serta pengaruh yang masuk ke sana.

     Jika “adat yang diadatkan” di seluruh wilayah Provinsi Riau dibahas

    secara mendalam, akan dijumpai perbedaan dan persamaan antara

    kerajaan-kerajaan tersebut. Akan tetapi, perbedaannya hanya terbatas

    dalam masalah “tingkat adat” saja, sedangkan “adat sebenar adat” tetap

    sama. Demikian pula dengan ketentuan-ketentuan dalam upacara,

    seperti dalam upacara nikah kawin, upacara yang menyangkut daur

    hidup, dan sebagainya.

    c. Adat yang Teradat

     Adat ini merupakan konsensus bersama yang dirasakan baik, sebagai

    pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan dalam menghadapi

    setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh

    masyarakat.Konsensus itu dijadikan pegangan bersama, sehingga

    merupakan kebiasaan turun-temurun.Oleh karena itu, “adat yang

    teradat” ini pun dapat berubah sesuai dengan nilai-nilai baru yang

     berkembang.Tingkat adat nilai-nilai baru yang berkembang inikemudian disebut sebagai tradisi. Dalam ungkapan disebutkan:

     Adat yang teradat

    Datang tidak bercerita

    Pergi tidak berkabar

     Adat disarung tidak berjahit

     Adat berkelindan tidak bersimpul Adat berjarum tidak berbenang

     Yang terbawa burung lalu

     Yang tumbuh tidak ditanam

     Yang kembang tidak berkuntum

     Yang bertunas tidak berpucuk

     Adat yang datang kemudian Yang diseret jalan panjang

     Yang betenggek di sampan lalu

     Yang berlabuh tidak bersauh

     Yang berakar berurat tunggang

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    10/21

    10

    Itulah adat sementara

     Adat yang dapat dialih-alih

     Adat yang dapat ditukar salin

    Pelanggaran terhadap adat ini sanksinya tidak seberat kedua tingkatadat yang disebutkan di atas.Jika terjadi pelanggaran, maka orang yang

    melanggar hanya ditegur atau dinasihati oleh pemangku adat atau

    orang-orang yang dituakan dalam masyarakat.Namun, si pelanggar

    tetap dianggap sebagai orang yang kurang adab atau tidak tahu

    adat.Ketentuan adat ini biasanya tidak tertulis, sehingga

    pengukuhannya dilestarikan dalam ungkapan yang disebut “pepatah

    adat” atau “undang adat”.Apabila terjadi kasus, maka diadakan

    musyawarah.Dalam musyawarah digunakan “ungkapan adat” yangdisebut “bilang undang”. Hal ini dijelaskan dalam ungkapan berikut:

    Rumah ada adatnya

     Tepian ada bahasanya

     Tebing ditingkat dengan undang

    Negeri dihuni dengan lembaga

    Kampung dikungkung dengan adat

    Kayu besar berkayu kecil

    Kayu kecil beranak laras

    Laut seperintah raja

    Rantau seperintah datuk

    Luhak seperintah penghulu

    Ulayat seperintah batin Anak rumah tangga rumah

    Berselaras tangga turun

    Bertelaga tangga naik

    Pusaka banyak pusaka

    Pusaka di atas tumbuh

    Hilang adat karena dibuat

    Hilang lembaga karena diikat

    Selanjutnya “bilang undang” itu mempunyai sifat-sifat petunjuk, seperti

     yang tersirat dalam ungkapan berikut:

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    11/21

    11

    Hukum sipalu palu ular

    Ular dipalu tidak mati

    Kayu pemalu tidak patahRumput dipalu tidak layu

     Tanah terpalu tidak lembang

    Hukum jatuh benar terletak

    Gelak berderai timbal balik

    Undang menarik rambut dalam tepung

    Rambut ditarik tidak putus Tepung tertarik tidak berserak

    Minta wasiat kepada yang tua

    Minta petuah kepada yang alim

    Minta akal kepada yang cerdik

    Minta daulat kepada raja

    Minta suara kepada enggang

    Minta kuat kepada gajah

     Yang hesat diampelas

     Yang berbongkol ditarah

     Yang keruh dijernihkan

     Yang kusut diuraikan

    Dari uraian dapat disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan adat yang

    lebih dikenal sebagai hukum tidak tertulis telah diwariskan dalam

     bentuk undang-undang, ungkapan, atau pepatah-petitih.

    4. Adat-Istiadat Dalam Pergaulan Orang Melayu Di Riau

    Bertolak dari dasar pemikiran diadakannya Seminar Kebudayaan

    Melayu ini, penulis mencoba mengemukakan pemikiran sebagai

    sumbangan dalam penyempurnaan tata-pergaulan nasional. Berikut

    satu alenia yang menjadi dasar pemikiran tersebut:

    Interaksi sosial antara sesama warga negara dalam masyarakatmajemuk itu menuntut kerangka rujukan (term of reference) maupun

    mekanisme pengendali yang mampu memberikan arah dan makna

    kehidupan bermasyarakat, yaitu kebudayaan yang dapat menjembatani

    pergaulan sesama warga negara secara efektif.

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    12/21

    12

     Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan

    orang Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan

    nasional sesama warga negara.Bahasa Melayu yang telah menjadi

     bahasa nasional Indonesia mengikutsertakan pepatah, ungkapan,

    peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya yang hidup dalammasyarakat Melayu menjadi milik nasional dan dipahami oleh semua

     warga negara Indonesia. Ajaran, tuntunan, dan falsafah yang diajarkan

    melalui pepatah, peribahasa, dan sebagainya itu telah membudaya di

    seluruh Indonesia, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi

    pepatah dan peribahasa yang berasal dari Melayu dan yang bukan dari

    Melayu.

    Dalam masyarakat Melayu di Riau, sikap dan tingkah-laku yang baiktelah diajarkan sejak dari buaian hingga dewasa.Sikap itu diajarkan

    secara lisan dan dikembangkan melalui tulisan-tulisan. Raja Ali Haji,

    pujangga besar Riau telah banyak meninggalkan ajaran-ajaran seperti

    Gurindam Dua Belas, Samaratul Muhimmah, dan manuskrip-

    manuskrip lainnya.

    Sopan-santun dalam pergaulan sesama masyarakat menyangkut

     beberapa hal, yaitu tingkah-laku, tutur-bahasa, kesopanan berpakaian,

    serta sikap menghadapi orang tua/orang sebaya, orang yang lebihmuda, para pembesar, dan sebagainya.Tingkah-laku yang terpuji adalah

     yang bersifat sederhana.Pola hidup sederhana yang dicanangkan oleh

    pemerintah Republik Indonesia sejalan dengan sifat ideal orang Melayu.

    Sebagaimana penggalan dalam kitab Adat Raja-raja Melayu:

    Syahdan maka lagi adalah yang dikehendaki oleh istiadat orang Melayu

    itu dan dibilang orang yang majelis yaitu apabila ada ia mengada ia atas

    sesuatu kelakuan melainkan dengan pertengahan jua adanya. Yaknidaripada segala kelakuan dan perbuatan dan pakaian dan perkataan

    dan makanan dan perjalanannya, sekalian itu tiada dengan berlebih-

    lebihan dan dengan kekurangan, melainkan sekaliannya itu diadakan

    dengan keadaan yang sederhana jua adanya.Maka orang itulah yang

    dibilang anak yang majelis. Tambahan pula dengan adab pandai ia

    menyimpan dirinya. Maka tambah-tambahlah landib atau sindib

    adanya, seperti kata hukuman, “Hendaklah kamu hukumkan

    kerongkongan kamu tatkala dalam majelis makan, dan hukumkanmatamu tatkala melihat perempuan, dan tegahkan lidahmu dan pada

     banyak perkataan yang siasia dan tulikan telingamu dan pada

    perkataan-perkataan yang keji-keji”. Maka apabila sampailah seseorang

    kepada segala syarat ini ia itulah orang yang majelis namanya (Sujiman,

    1983).

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    13/21

    13

    Kesederhanaan memang sudah menjadi sifat dasar orang Melayu

    sehingga terkadang karena “salah bawa” menjadi sangat

     berlebihan.Kesederhanaan ini membawa sifat ramah dan toleransi yang

    tinggi dalam pergaulan. Kesederhanaan ini digambarkan pula dalampepatah “Mandi di hilir-hilir, berkata di bawah-bawah, “Ibarat padi, kian

     berisi kian runduk” .

    Gotong-royong dan seia sekata sangat dianjurkan. Banyak pepatah dan

    ungkapan yang menjadi falsafah hidup orang Melayu bertahan sampai

    sekarang, seperti misalnya:

    Berat sama dipikulRingan sama dijinjing

    Ke bukit sama mendaki

    Ke lurah sama menurun

    Hati gajah sama dilapah

    Hati tungau sama dicecah

    Hidup jelang-menjelangSakit jenguk-menjenguk

    Lapang sama berlegar

    Sempit sama berhimpit

    Lebih beri-memberi

    Kalau berjalan beriringan

     Yang dulu jangan menunjang

     Yang tengah jangan membelok

     Yang di belakang jangan menumit

     Yang lupa diingatkan

     Yang bengkok diluruskan

     Yang tidur dijagakan

     Yang salah tegur-menegur

     Yang rendah angkat-mengangkat Yang tinggi junjung-menjunjung

     Yang tua memberi wasiat

     Yang alim memberi amanat

     Yang berani memberi kuat

     Yang berkuasa memberi daulat

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    14/21

    14

    Kuat lidi karena diikat

    Kuat hati karena mufakat

    Ungkapan-ungkapan yang menyangkut kebersamaan masih sangat banyak, karena masalah gotong royong dan kerukunan bersama

    merupakan masalah penting dalam pergaulan orang Melayu.

    Ungkapan-ungkapan itu antara lain tercermin dalam.

    a. Tutur-Kata

    Dalam bertutur dan berkata, banyak dijumpai nasihat, karena kata

    sangat berpengaruh bagi keselarasan pergaulan, “Bahasa menunjukkan bangsa”.Pengertian “bangsa” yang dimaksud di sini adalah “orang baik-

     baik” atau orang berderajat yang juga disebut “orang berbangsa”. Orang

     baik-baik tentu mengeluarkan kata-kata yang baik dan tekanan

    suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang yang menggunakan

    kata-kata kasar dan tidak senonoh, dia tentu orang yang “tidak

     berbangsa” atau derajatnya rendah.

    Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, oleh karena itu selalu disebut“budi bahasa”. Dengan demikian, ketinggian budi seseorang juga diukur

    dari kata-katanya, seperti ungkapan:

    Hidup sekandang sehalaman

    tidak boleh tengking-menengking

    tidak boleh tindih-menindih

    tidak boleh dendam kesumat

    Pantang membuka aib orang

    Pantang merobek baju di badan

    Pantang menepuk air di dulang

    Hilang budi karena bahasa

    Habis daulat karena kuasa

    Pedas lada hingga ke mulutPedas kata menjemput maut

    Bisa ular pada taringnya

    Bisa lebah pada sengatnya

    Bisa manusia pada mulutnya

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    15/21

    15

    Bisa racun boleh diobat

    Bisa mulut nyawa padannya

    Oleh karena kata dan ungkapan memegang peran penting dalam

    pergaulan, maka selalu diberikan tuntunan tentang kata dan ungkapanagar kerukunan tetap terpelihara. Tinggi rendah budi seseorang diukur

    dari cara berkata-kata. Seseorang yang mengeluarkan kata-kata yang

    salah akan menjadi aib baginya, seperti kata pepatah “Biar salah kain

    asal jangan salah cakap”.

     b. Sopan-Santun Berpakaian

    Dari pepatah “Biar salah kain asal jangan salah cakap” juga tercermin

     bahwa salah kain juga merupakan aib.Dalam masyarakat Melayu,kesempurnaan berpakaian menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya

     budaya seseorang. Makin tinggi kebudayaannya, akan semakin

    sempurna pakaiannya. Selain itu, sopan-santun berpakaian menurut

    Islam telah menyatu dengan adat.

    Orang yang sopan, pakaiannya akan sempurna, tidak bertelanjang

    dada, dan lututnya tidak terbuka, seperti dinyatakan dalam ungkapan:

    Elok sanggam menutup malu

    Sanggam dipakai helat jamu

    Elok dipakai berpatut-patut

    Letak tidak membuka aib

    Orang Melayu sejak dahulu sudah mengenal mode, terbukti dengan

    adanya berbagai jenis pakaian, baik pakaian pria maupun

     wanita.Demikian pula perhiasan sebagai pelengkap berpakaian. Melayumengenal penutup kepala bagi lakilaki yang disebut “tengkolok” atau

    “tanjak” dengan 42 jenis ikatan.

    Pakaian daerah atau pakaian tradisonal Melayu bermacam-macam dan

    cara memakainya pun disesuaikan dengan keperluan. Cara berpakaian

    untuk ke pasar, ke masjid, bertandang ke rumah orang, atau ke majelis

    perjamuan dan upacara ada etikanya sendiri-sendiri. Sebagai

    intermezo, penulis sajikan beberapa ungkapan mengenai pakaian(Effendy, 1985):

    Seluar panjang semata kaki

    Goyang bergoyang ditiup angina

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    16/21

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    17/21

    17

    ke balai dalam Babul Qawa‘id. Dari uraian tersebut dapat ditarik

    kesimpulan bahwa dalam pergaulan orang Melayu di Riau, kesopanan

     berpakaian tidak boleh diabaikan.

    c. Adab dalam Pergaulan

    Kerangka acuan adab dan sopan-santun dalam pergaulan adalah

    norma Islam yang sudah melembaga menjadi adat. Di dalamnya

    terdapat berbagai pantangan, larangan, dan hal-hal yang dianggap

    “sumbang”.Pelanggaran dalam hal ini menimbulkan aib besar dan si

    pelanggar dianggap tidak beradab.

     Terdapat beberapa sumbang, yaitu sumbang dipandang mata, sumbangsikap, dan sumbang kata yang pada umumnya disebut “tidak

     baik”.Karakter anggota masyarakat dibentuk oleh norma-norma ini.

    Dengan demikian tercipta pola sikap dalam pergaulan, seperti sikap

    terhadap orang tua, terhadap ibu bapak, terhadap penguasa atau

    pejabat, terhadap orang sebaya, terhadap orang yang lebih muda,

    antara pria dan wanita, bertamu ke rumah orang, dalam upacara, dan

    sebagainya. Banyak ungkapan yang kita jumpai di dalam masyarakat

    Melayu yang digunakan sebagai tuntunan, di antaranya sebagai berikut(Effendy, 1985):

    Guru kencing berdiri

    Murid kencing berlari

    Kalau menyengat kupiah imam

     Akan melintang kupiah makmum

    Berseloroh sama sebaya

    Berunding sama setara

    Bergelut di halaman

    Berunding di rumah

    Berbuat baik berpada-pada

    Berbuat jahat jangan sekali

     Yang patut dipatutkan

     Yang tua dituakan

     Yang berbangsa dibangsakan

     Yang berbahasa dibahasakan

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    18/21

    18

    Kalau lepas ke halaman orang

    Berkata dulu agak sepatah

    Memberi tahu orang di rumah

    Entah orang salah duduk

    Entah orang salah tegak

    Entah orang salah kain

    Kalau betina turun di tangga

    Surut selangkah kita dahulu

     Jangan bersinggung turun naik

    Kalau haus di kampung orang

    Haus boleh minta air

    Lapar boleh minta nasi

     Tapi terbatas hingga di pintu

    Sebelah kaki berjuntai

    Sebelah boleh di atas bendul

    Di mana bumi dipijak

    Di situ langit dijunjung

    Di mana air disauk

    Di situ ranting dipatah

    Karena begitu banyaknya ungkapan, maka tidak mungkin jika

    semuanya dikemukakan di sini.Yang jelas, dalam masyarakat Melayu

    Riau etika pergaulan sangat dipentingkan.

    5. Penutup

    Dengan kerangka rujukan “adat bersendikan syarak” adat-istiadat

    Melayu Riau tidak statis dan tidak menutup diri terhadap

    perkembangan zaman.Etika pergaulan orang Melayu Riau telah

    memberikan saham dalam pergaulan antarwarga Indonesia. Ajaran

    sopan-santun akhir-akhir ini telah diabaikan, sehingga kebiasaan iniperlu dipulihkan dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan

    sekarang, yakni dengan:

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    19/21

    19

    Menghidupkan dan menyebarluaskan ungkapan, pepatah, dan

    sebagainya yang mengandung adab sopan-santun melalui media cetak

    dan media massa.

    Menerjemahkan dan menyebarluaskan pepatah, ungkapan, danmanuskrip yang mengandung ajaran-ajaran.

    Menulis buku pelajaran yang mengajarkan adab sopan-santun dengan

    kerangka rujukan falsafah dan nilai yang terkandung dalam pepatah,

    ungkapan, pantun, dan sebagainya, mulai dari tingkat dasar.

    Daftar Pustaka

    Effendy, T. 1985. Kumpulan Ungkapan. Naskah yang belum diterbitkan,

    Pekanbaru.

    Hoeve, I. B. van. 1984. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru Van

    Hoeve.

    Kerajaan Siak. 1901. Babul Qawa‘id. Siak Sri Indrapura: Percetakan

    Kerajaan Siak Sri Indrapura.

    Prins, J. 1954. Adat en Islamietische Plichtenleer In Indonesia.

    Bandung: W. Van Hoeve s‘Gravenhage.

    Sujiman, P. H. M. 1983. Adat Raja-raja Melayu. Jakarta: Universitas

    Indonesia Press.

     Tonel, T. 1920. Adat-istiadat Melayu.Naskah tulisan tangan huruf

    Melayu Arab, Pelalawan.

     Yayasan Kanisius. 1973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Kanisius.

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    20/21

    20

     ADAT-ISTIADAT DALAM PERGAULAN ORANG MELAYU

    Oleh : Wan Ghalib

  • 8/16/2019 Adat Pergaulan Melayu

    21/21

    21

    Diperbanyak oleh : Panitia Musda I, Pelantikan & Penabalan Gelar Adat

      Lembaga Adat Melayu Riau Kabupaten Rokan Hilir

    Bagansiapiapi, 22 – 24 Maret 2016 M

      13 – 15 Jumadil Akhir 1437 H