abstrak -...
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Bagus Setyawan, Aditya. 2015. Representasi Kebudayaan Jepang dalam Film
Lost In Translation. Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jember.
Pembimbing: Suyono,S.H.,M.I.Kom.
KataKunci: Semiotika, Representasi, Komunikasi Antarbudaya, Kebudayaan
Skripsi ini mengkaji Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana kebudayaan Jepang dipresentasikan melalui makna denotasi, konotasi
dan mitos yang muncul. Analisis Semiotika yang digunakan, diadaptasi dari
model Analisis Roland Barthes. Data penelitian ini diperoleh dari film Lost In
Translation. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima adegan dalam
film ini yang secara khusus merepresentasikan Kebudayaan Jepang. Untuk
kemudian, dari adegan-adegan tersebut teridentifikasi mitos kebudayaan Jepang
sebagai berikut ; Masyarakat Jepang menjaga dan melestarikan kebudayaannya di
tengah kemajuan negara Jepang sehingga menjadikannya karakter yang kuat bagi masyarakat Jepang. Melalui analisis tanda-tanda berupa aspek visual dan aspek
audio, penelitian ini menyimpulkan bahwa film Lost In Translation,
menggambarkan bahwa film ini menghormati beberapa kebudayaan kuno Jepang
hal ini ditunjukkan dari tradisi kuno yang digambarkan.
.
ABSTRACT
Bagus Setyawan, Aditya. 2015. Japan Culture Representative in Film Lost In
Translation, Thesis. Department of Communication Science, Faculty of
Social and Political Science. Advisor: Suyono, S.H., M.I.Kom.
Key words: Semiotics, Representative, Intercultural Communication, Culture
This thesis examines The research that aims to find out how the culture of
Japan was presented through the meaning and conotation, denoted myths that
appear. Analysis of Semiotics that is used, adapted from Roland Barthes analysis
model. The data is retrieved from the film Lost In Translation. The result of this
research show that there are five scenes in this film that specifically represent the
culture of Japan. Then, from the scenes of cultural myths identified Japan as
follows; Japanese people are keeping and preserving the culture in the
development progress of Japan. So that makes a strong character for the Japanese
people. Through the analysis of signs in the form of visual and audio aspect, this
study concluded that the film Lost In Translation, illustrates that this film respect
some of the ancient culture of Japan in which it is shown by the ancient tradition
that is described.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paradigma yang dikemukakan oleh Harold Laswell dalam karyanya, The
Structure and Function of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa
cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai
berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?.
Paradigma Laswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagi
jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yakni: Komunikator, Pesan, Media,
Komunikan, Efek. Berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media
yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2011:10).
Film adalah salah satu media dalam komunikasi massa. Sebagai media
massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan
membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat berbentuk fiksi
atau non fiksi. Lewat film, informasi dapat dikonsumsi dengan lebih mendalam
karena film adalah media audio visual. Media ini banyak digemari banyak orang
karena dapat dijadikan sebagai hiburan dan penyalur hobi
(https://husnun.wordpress.com). Media massa dalam cakupan pengertian
komunikasi massa itu adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film. Jadi
media massa modern merupakan produk teknologi modern yang selalu
berkembang menuju kesempurnaan (Effendy, 2011:20).
Secara umum film disampaikan lewat film fiksi dan film non fiksi. Film
fiksi adalah film yang berbentuk narasi atau suatu cerita khayalan bentuknya film
cerita pendek dan film cerita panjang, sementara film non fiksi adalah film yang
bercerita tentang kenyataan yang terjadi di masyarakat bentuknya berupa film
dokumenter. Dalam film fiksi dapat digolongkan menjadi beberapa genre film
seperti komedi, horor, romantis, thriller, dan lain-lain. Ada juga beberapa film
yang menggabungkan dua genre sekaligus seperti genre komedi romantis.
Media khususnya Film, baik fiksi atau dokumenter, bukanlah cerminan
dari realita, tapi sekadar representasi dari kenyataan-kenyataan. "Kenyataan"
dalam film adalah "kenyataan" yang dipersepsi, diserap ditafsirkan, dimaknai,
dipilih, dipilah, dibongkar, di(de)konstruksi oleh sutradara dan tim kreatifnya
(dengan berbagai latar belakang budaya, pendidikan, dan lain-lain) dari banyak
realita yang ada berdasarkan tujuan-tujuan tertentu dari mereka.
Cerita di dalam film adalah konstruksi pembuatnya (yang memilih realita-
realita tertentu untuk dimasukkan ke dalam karyanya), dan penonton pun
memproduksi makna. Proses itu terjadi dalam sebuah sistem bahasa (dalam hal
ini: bahasa film). Maka, di dalam dunia fiksi seperti film atau, “realita” selalu
“rekayasa” berupa konstruksi-konstruksi, termasuk di dalam aliran realisme atau
dokumenter sekali pun. Film dokumenter, misalnya, siapa yang dipilih untuk
diwawancara atau bagaimana meletakkan kamera saja sudah merupakan pilihan
dari kenyataan versi pembuatnya. Di sisi lain, penonton juga punya otoritas penuh
untuk menafsirkan sebuah teks fiksi, dan tak harus sesuai dengan pesan atau
tujuan pembuatnya (http://ekkyij.blogspot.com).
Melalui film sebenarnya kita banyak belajar tentang budaya. Baik itu
budaya masyarakat di mana kita hidup di dalamnya, atau bahkan budaya yang
sama sekali asing buat kita. Dan kita menjadi mengetahui bahwa budaya
masyarakat di masing-masing tempat berbeda, terutama melalui film. Film untuk
itu dipahami sebagai representasi budaya. Film digunakan sebagai cerminan untuk
mengaca atau untuk melihat bagaimana budaya bekerja atau hidup di dalam suatu
masyarakat (https://husnun.wordpress.com).
Negara Jepang adalah salah satu negara maju di kawasan Asia. Semula
Jepang merupakan negara tertutup dari pengaruh asing. Sejak tahun 1854, saat
perpindahan kekuasaan dari kaum Shogun kepada Mikado (kaisar), Jepang mulai
berkembang. Shogun adalah orang-orang yang diberi kekuasaan mutlak oleh raja
untuk memerintah suatu daerah. Raja pada waktu itu hanya mementingkan agama,
hidup dalam biara dan dianggap sebagai dewa.
Jepang mulai maju pesat setelah adanya pengaruh dari barat. Kemenangan
Jepang atas Rusia tahun 1904-1905 menambah kepercayaan orang-orang Jepang
akan kemampuan dirinya. Pada permulaan Perang Dunia 2, Jepang mengalami
kemenangan perang yang gemilang. Hampir seluruh negara di Asia dapat
dikuasai, termasuk Indonesia, Malaysia dan Filipina. Namun akhirnya Jepang
menyerah kepada Sekutu setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh
Amerika Serikat.
Jepang menjadi porak poranda kembali. Keadaan ekonominya merosot
tajam. Baru mulai tahun 1950 Jepang membangun kembali negaranya. Berkat
sifat disiplin yang tinggi dan kerja keras yang tak mengenal lelah, maka Jepang
tumbuh kembali dan menjadi salah satu negara industri yang sangat maju.
Sekarang Jepang merupakan negara dengan standar hidup tertinggi di Asia,
bahkan termasuk salah satu yang tertinggi di dunia (http://www.sejarah-
negara.com).
Budaya merupakan suatu identitas bangsa, ciri khas suatu bangsa, karakter
bangsa ataupun sebagai tanda dimana negara tersebut mempunyai sejarah
perjalanan hidup dari awal sebuah negara itu bisa terbentuk. Budaya juga
merupakan sebuah simbol kebanggaan bagi suatu masyarakat tertentu bahkan
menjadi penentu dari maju tidaknya suatu negara.
Kemajuan negara Jepang disebabkan karena para pemerintah dan tokoh-
tokoh penting dari negara tersebut selalu memberi pengajaran terhadap
masyarakatnya agar menghargai dan mau melestarikan budayanya, dan terbukti
Jepang merupakan negara yang kebudayaannya terkenal mendunia, bahkan
terkenalnya Jepang di dunia disebabkan karena budayanya dikenal oleh
masyarakat hampir diseluruh dunia.
Kebudayaan Jepang memiliki keunikan dan nilai estetis yang tinggi
sehingga mampu menarik perhatian ribuan pasang mata di dunia untuk bisa
dengan langsung menyaksikannya, sehingga menyebabkan para pecintanya
berdatangan ke negara tersebut (http://sosbud.kompasiana.com).
Hollywood adalah nama sebuah industri film di Amerika yang begitu
terkenal di dunia. Film-film yang diproduksi oleh Hollywood tersebar luas ke
berbagai negara, sehingga mengesankan bahwa Hollywood menguasai perfilman
dunia. Hollywood dalam memproduksi filmnya tidak hanya di Amerika tapi juga
di luar negaranya seperti di Asia. Di Asia, beberapa negara yang dijadikan setting
dalam film Hollywood seperti India, Thailand, dan Jepang. Salah satu film
produksi Hollywood yang bersetting di negara Asia adalah film Lost in
Translation yang bersetting negara Jepang.
Film Lost In Translation merupakan film panjang kedua dari Sofia
Coppola dan bersetting negara Jepang. Dalam film ini bercerita tentang dua orang
yang sedang mengalami krisis dalam hidupnya, berada di Tokyo sebuah tempat
yang membuat mereka menjadi merasa asing di sana. Asing di sini maksudnya,
mereka mengalami perbedaan budaya. Selama di Tokyo mereka melihat dan
terlibat di dalam sebuah budaya yang baru mereka alami.
Film Lost In Translation menggambarkan beberapa kebudayaan Jepang
dan suasana lingkungan di Jepang. Melalui kedua tokoh utama di dalam film ini
penonton akan dibawa melalui sudut pandang mereka untuk ikut bertemu dan
berinteraksi dengan budaya Jepang. Sudut pandang pembuat film ditampilkan
melalui kedua tokoh utama dalam film. Beberapa budaya Jepang yang menurut
sudut pandang pembuat film ada yang mempesona dan ada juga yang terlihat
aneh.
Film ini ditayangkan perdana serentak di Amerika Serikat pada tanggal 3
Oktober 2003. Film Lost In Translation bergenre komedi romantis yang
menampilkan kisah cinta yang tidak biasa yaitu hubungan antara seorang laki-laki
dan perempuan yang terpaut umur jauh. Film ini dibuat terinspirasi berdasarkan
pengalaman langsung penulis dan sutradara film ini yaitu Sofia Coppola yang
menghabiskan waktu di Jepang pada awal dan pertengahan dua puluhan umurnya.
Dia pergi ke Jepang sekitar enam sampai tujuh kali selama beberapa tahun. Ketika
menghabiskan waktu di sana di hotel Park Hyatt, Tokyo, dia ingin melakukan
sesuatu dengan setting Tokyo. Dia juga menyukai gagasan, di hotel anda terus
bertemu dengan orang yang sama. Disini ada semacam persahabatan meskipun
Anda tidak mengenal mereka atau bahkan berbicara dengan mereka. Dan menjadi
orang asing di Jepang dengan hal-hal yang terpikirkan tentang menjadi orang
asing yang menyimpang dan berlebihan dan juga rasa lelah selama perjalanan,
lalu merenungkan hidup anda di tengah malam, juga ada sesuatu yang lucu
tentang terjebak dalam situasi yang anda benar-benar tidak ingin berada disitu
(http://www.focusfeatures.com).
Film Lost In Translation dapat dijadikan media informasi dan pengetahuan
oleh masyarakat Indonesia terutama generasi muda Indonesia saat ini, tentang
betapa pentingnya kebudayaan terhadap kemajuan sebuah negara. Generasi muda
sekarang ini lebih banyak terpengaruh budaya dari luar negeri dan kurang peduli
dengan kebudayaannya sendiri. Rasa bangga dan kepedulian melestarikan budaya
kurang tertanam di generasi muda Indonesia saat ini. Minat mereka untuk
memperlajarinya kurang. Mereka lebih tertarik belajar kebudayaan asing. Salah
satu faktor penyebabnya adalah kurangnya informasi kekayaan yang dimiliki
Bangsa Indonesia. Padahal Indonesia memiliki tujuh warisan budaya, tiga di
antaranya warisan budaya dunia (http://nasional.kompas.com).
Masyarakat Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh kebudayaan–
kebudayaan luar yang dapat melupakan serta menghilangkan kebudayaan
Indonesia sendiri. Lagu–lagu asing sudah lebih sering terdengar daripada lagu
daerah Indonesia begitu juga dari segi berpakaian, masyarakat Indonesia sudah
mulai terpengaruh terhadap gaya berpakaian orang barat dan melupakan adat–
istiadatnya sendiri. Sangat disayangkan apabila peristiwa ini terus berlanjut maka
keaslian dari bangsa Indonesia akan hilang, baik karena dilupakan atau diklaim
oleh bangsa lain karena ditinggalkan.
Perkembangan kecintaan pada budaya sendiri pada masa kini sudah mulai
pudar. Para generasi mudah lebih menyukai budaya–budaya asing seperti k-pop
dari negara korea, gaya berpakaian ala Korea dengan bahan chiffon, serta yang
lainnya. Pertunjukan-pertunjukan kebudayaan juga kalah saing dengan konser–
konser penyanyi luar negeri yang membawa budaya negerinya.
Terlupakannya kebudayaan Indonesia dimulai dari kualitas pendidikan
yang dimiliki. Generasi muda sekarang lebih menikmati dan mencintai
kebudayaan asing karena merasa hal tersebut adalah tuntutan globalisasi.
Mencintai kebudayaan Indonesia yang telah dipertahankan sejak nenek moyang
dianggap tidak mengikuti perkembangan jaman (kolot).
Pergeseran kecintaan kebudayaan dimulai dari kurangnya makna yang
didapat dari budaya tersebut. Generasi muda tidak terlalu tertarik untuk
mempelajari kebudayaannya sendiri disebabkan oleh tuntutan jaman dan biaya
yang akan dikeluarkan (http://www.fokal.info).
Jepang adalah negara yang maju dan modern, namun diantara itu mereka
masih memelihara dan menghormati kebudayaan warisan para leluhurnya,
sehingga ini menjadikan masyarakat Jepang mempunyai karakter yang kuat untuk
membuat negaranya menjadi maju dan modern seperti sekarang ini. Kecintaan
terhadap seni dan budaya memang sudah ditanamkan sejak dini oleh orang
Jepang. Mulai dari taman kanak-kanak dan sekolah dasar (SD), para guru sudah
mengajak murid-murid untuk aktif dalam kegiatan seni dan budaya. Bukan hanya
budaya bangsanya saja, mereka juga memperkenalkan budaya bangsa lain kepada
anak didiknya (http://sosbud.kompasiana.com).
Seperti di dalam film Lost In Translation kebudayaan Jepang digambarkan
pada sebuah budaya yang juga merupakan tradisi lama atau tradisional masih
dijaga dan dilestarikan di tengah-tengah kemodernan negara Jepang saat ini. Hal
ini menjadikan karakter bangsa Jepang menjadi kuat. Dengan karakter yang kuat
ini bangsa Jepang dikenal mempunyai beragam kebudayaan yang menarik dan
juga unik. Meskipun arus budaya dari negara lain masuk, mereka dapat
memadukannya dengan karakter bangsanya sehingga kebudayaannya terus
berkembang.
Kebudayaan Indonesia harus dilestarikan oleh generasi muda Indonesia
saat ini. Banyak manfaat yang akan kita dapatkan apabila kebudayaan Indonesia
tetap terjaga dan tidak sampai diklaim negara lain. Dengan kebudayaan yang
dimiliki oleh Indonesia berpotensi menyumbang devisa yang sangat besar dan
keharmonisan setiap lapisan masyarakat akan terjaga. Indonesia juga akan lebih
dikenal oleh negara–negara luar dengan banyaknya kebudayaan yang terkandung
didalamnya. Merupakan sebuah kebanggaan bagi masyarakat Indonesia apabila
kebudayaan Indonesia dikenal oleh bangsa asing dan banyak dipertontonkan
dimana–mana (http://www.fokal.info).
Melalui film Lost In Translation kita bisa mengetahui kebudayaan Jepang
terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jepang yang digambarkan dalam
film. Dengan informasi dan pengetahuan dari film ini generasi muda Indonesia
dapat menumbuhkan rasa untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan Indonesia
sehingga menjadikan bangsa Indonesia mempunyai karakter yang kuat untuk
kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Film umumnya dibentuk dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk
berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek
yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara: kata
yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi
gambar-gambar) dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam
film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang
menggambarkan sesuatu (Sobur, 2009:128).
Film Lost In Translation dibangun dengan berbagai tanda-tanda yang di
dalamnya terdapat tanda-tanda yang menggambarkan hal-hal yang bersifat
kebudayaan Jepang yang ditampilkan melalui beberapa adegan. Tanda-tanda
tersebut bekerja sama sedemikian rupa untuk mencapai efek yang diharapkan dan
menggambarkan Representasi Kebudayaan Jepang melalui tanda-tanda pada
gambar dan suara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
Bagaimana representasi kebudayaan Jepang dalam film Lost In
Translation?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mendeskripsikan representasi kebudayaan Jepang dalam film Lost
In Translation
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, yaitu sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk menambah
referensi dan informasi. Sementara bagi peneliti lain, penelitian ini dapat
digunakan sebagai perbandingan dan kajian ilmu komunikasi yang memfokuskan
kajian pada representasi kebudayaan Jepang dalam film Lost In Translation.
2. Secara Praktis
Temuan dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi
mengenai representasi kebudayaan Jepang dalam film “Lost In Translation”,
yaitu :
1. Kepada Pemerintah Indonesia yakni ikut membantu melestarikan budaya yang
ada di Indonesia seperti halnya Pemerintah Jepang mempertahankan budaya
yang ada di Jepang.
2. Kepada masyarakat yakni agar masyarakat Indonesia ikut melestarikan budaya
yang ada di Indonesia seperti halnya masyarakat Jepang mempertahankan
budaya yang ada di Jepang.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan oleh penulis untuk penyusunan skripsi
ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode deskriptif
bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu
secara faktual dan cermat. (Isaac dan Michael dalam Rakhmad, 1991 : 22).
Metode penelitian kualitatif yang berlandaskan fenomenologi menuntut
adanya pendekatan holistik, karena mendudukkan objek penelitian dalam suatu
kontruks ganda, melihat objeknya dalam suatu konteks natural, bukan parsial.
Selanjutnya pendekatan fenomenologi menuntut bersatunya objek peneliti dengan
subjek pendukung objek penelitian. Keterlibatan subjek penelitian di lapangan
menghayatinya menjadi salah satu ciri utama penelitian dengan pendekatan
fenomenologi (Muhadjir, 1970 : 7).
3.2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi 2 (dua) sumber data, yaitu data
primer dan data sekunder :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian
melalui cara pengamatan langsung terhadap obyek penelitian yaitu dengan
menyaksikan secara langsung film Lost In Translation.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang berasal dari sumber-sumber lain yang
sekiranya dapat mendukung penelitian. Data tersebut diperoleh dari sumber-
sumber lain yang sudah dikumpulkan dari berbagai pihak, yaitu dari buku-buku
dan literatur-literatur yang membahas tentang kebudayaan serta menunjang
penelitian. Selanjutnya penelitian akan menganalisis teks film baik teks audio
maupun teks visualnya.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data dikumpulkan melalui dua cara, yaitu :
1. Data Primer dengan teknik pengumpulan data dokumentasi, yaitu dengan
cara memutar video film Lost In Translation. Selanjutnya, pengumpulan data
dilakukan dengan menyaksikan film tersebut secara keseluruhan, kemudian
dilakukan pemilihan scene per scene yang di dapat untuk digunakan menganalisis
denotasi, konotasi, dan mitos.
2. Data Sekunder adalah dengan kepustakaan yang ada, baik berupa buku
teks, majalah, jurnal, newsletter, website, maupun bahan tertulis lainnya yang
berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada guna menunjang kelanjutan data.
3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. Tahap Pemilihan Adegan
Dalam penelitian mengenai representasi kebudayaan Jepang ini, peneliti
melihat film Lost In Translation yang diteliti sebagai sebuah teks yang terdiri dari
gambar dan suara. Sebagai tahap awal penelitian, peneliti akan melakukan
pengamatan terhadap film tersebut.
Adegan-adegan dalam film Lost In Translation ini kemudian diseleksi
berdasarkan tanda-tanda yang terdapat di dalamnya. Setelah itu, peneliti akan
memilih adegan-adegan yang sesuai dengan unit analisis. Jadi dalam penelitian
ini, adegan-adegan yang dipilih adalah adegan-adegan yang memuat tanda-tanda
yang menggambarkan representasi kebudayaan Jepang di dalamnya.
3.4.2. Tahap Analisis
Setelah dipilih adegan-adegan yang memuat tanda-tanda dominan,
peneliti menganalisis adegan-adegan tersebut sehingga melahirkan representasi
kebudayaan Jepang dalam film Lost In Translation. Jadi, pada tahap ini peneliti
menggunakan metode semiotika untuk menganalisis adegan-adegan yang telah
dipilih sebelumnya. Analisis difokuskan pada proses identifikasi dari sistem
penandaan pada setiap adegan.
Film Lost In Translation ini dianalisis dengan memaknai dua tahap
penandaan (two order of signification) Barthes. Dalam dua tahap penandaan ini,
Barthes menjelaskan makna denotasi dan konotasi. Makna denotasi merupakan
makna yang dapat langsung dilihat ketika mengamati suatu tanda. Sedangkan
makna konotasi adalah makna implisit. Bila dikaitkan dengan penelitian ini, maka
dalam menganalisis film Lost In Translation terlebih dahulu akan dilihat penanda
dan petanda yang membentuk makna denotatif.
Dalam proses signifikasi ini, pertama-tama peneliti menentukan penanda
dan petanda untuk mencari makna denotasi. Makna denotasi ini termasuk ke
dalam penandaan dalam tahap pertama. Kemudian, makna denotasi yang telah
dihasilkan tersebut menjadi penanda konotatif. Sama halnya dengan pada proses
pembentukan makna denotatif, penanda konotatif juga menghasilkan petanda,
yaitu petanda konotatif. Penanda dan petanda konotatif ini memunculkan makna
konotatif.
Peneliti juga meneliti makna konotatif yang beroperasi pada tahap kedua
pada sistem dua tahap penandaan Barthes. Sehingga diketahui mitos yang muncul
mengenai kebudayaan Jepang dalam teks yang diteliti. Setelah diketahui mitos
apa saja yang muncul dari teks tersebut.
Peneliti juga meneliti makna konotatif yang beroperasi pada tahap kedua
pada sistem dua tahap penandaan Barthes. Sehingga diketahui mitos yang muncul
mengenai kebudayaan Jepang dalam teks yang diteliti.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Kebudayaan Jepang
Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negara-
negara lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan
kebudayaan. Jepang telah mengembangkan budayanya yang unik sambil
mengintegrasikan masukan-masukan dari luar itu. Gaya hidup orang Jepang
dewasa ini merupakan perpaduan budaya tradisional di bawah pengaruh Asia dan
budaya modern Barat (http://www.id.emb-japan.go.jp).
Kebudayaan Jepang dewasa ini sangat beragam. Para remaja putri yang
mempelajari kebudayaan tradisional Jepang seperti upacara minum teh (chadou)
dan merangkai bunga (kadou) sekalipun senang pergi menonton pertandingan
olah raga. Begitu pula di kota – kota, bukanlah pemandangan yang mengherankan
manakala terlihat kuil – kuil kuno tegak berdampingan dengan gedung – gedung
pencakar langit. Inilah kebudayaan Jepang dewasa ini sebagai gabungan yang
mengagumkan antara Kebudayaan lama dan kuno, antara Timur dan Barat.
Seiring dengan kemajuan media informasi, informasi dengan mudah
mengalir masuk dan hal – hal baru pun dengan cepat tersebar luas di Jepang.
Namun kebudayaan tradisional seperti festival tradisional dan gaya hidup yang
sudah berurat berakar di setiap daerah masih tetap melekat sebagai ciri khas
daerah, sepeti halnya dialek daerah. Demikian pula dengan industrinya. Jepang
yang dulu dikenal sebagai Negara agraris, hanya dengan melalui proses
industrialisasi cepat selama 1 abad, kini telah menjelma sebagai salah satu Negara
industri maju di dunia. Berbagai penelitian dalam berbagai bidang, mulai dari
rekayasaa elektronik sampai manajemen internasional dan sebagainya, bisa
dilakukan di berbagai Universitas(http://www.jasso.or.id).
Beberapa Kebudayaan Jepang yang terdiri dari Kebudayaan Tradisional
dan Kebudayaan Modern yaitu :
1. Kebudayaan Tradisional
a. Kabuki adalah sebuah bentuk teater klasik yang mengalami evolusi pada awal
abad ke-17. Ciri khasnya berupa irama kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh
para aktor, kostum yang super-mewah, make-up yang mencolok (kumadori), serta
penggunaan peralatan mekanis untuk mencapai efek-efek khusus di panggung.
Make-up menonjolkan sifat dan suasana hati tokoh yang dibawakan aktor.
Kebanyakan lakon mengambil tema masa abad pertengahan atau zaman Edo, dan
semua aktor, sekalipun yang memainkan peranan sebagai wanita, adalah pria.
b. Bunraku, yang menjadi populer sekitar akhir abad ke-16, merupakan jenis
teater boneka yang dimainkan dengan iringan nyanyian bercerita dan musik yang
dimainkan dengan shamisen (alat musik petik berdawai tiga). Bunraku dikenal
sebagai salah satu bentuk teater boneka yang paling halus di dunia.
c. Seni merangkai bunga Jepang (ikebana), yang mengalami evolusi di Jepang
selama tujuh abad, berasal dari sajian bunga Budhis di masa awalnya. Seni ini
berbeda dengan penggunaan bunga yang murni bersifat dekoratif saja, karena
setiap unsur dari sebuah karya ikebana dipilih secara sangat cermat termasuk
bahan tanaman, wadah di mana ranting dan bunga akan ditempatkan, serta
keterkaitan ranting-ranting dengan wadahnya dan ruang di sekitarnya.
2. Kebudayaan Modern
a. Musik klasik masuk ke Jepang dari Barat. Penggemarnya cukup banyak dan
sejumlah konser diadakan di berbagai tempat di Jepang. Jepang telah melahirkan
banyak konduktor (seperti Ozawa Seiji), pianis, dan pemain biola dan mereka
melakukan pertunjukan di seluruh dunia.
b. Film anime (kartun) Jepang yang menjadi hiburan bagi anak-anak Jepang sejak
tahun 1960-an, kini diekspor ke seluruh dunia. Ada seri yang menjadi favorit
anak-anak seluruh dunia, seperti Astro Boy, Doraemon, Sailor Moon, Detective
Conan, dan Dragonball Z. Sementara itu, karya sutradara Miyazaki Hayao,
Spirited Away, memenangkan Oscar sebagai film cerita kartun terbaik pada tahun
2003(http://www.id.emb-japan.go.jp).
4.2. Gambaran dan Objek Penelitian
Film Lost In Translation merupakan film panjang kedua dari Sofia
Coppola dan bersetting negara Jepang. Dalam film ini bercerita tentang dua orang
yang sedang mengalami krisis dalam pernikahannya, berada di Tokyo sebuah
tempat yang membuat mereka menjadi merasa asing di sana. Asing di sini
maksudnya, mereka mengalami perbedaan budaya. Selama di Tokyo mereka
melihat dan terlibat di dalam sebuah budaya yang baru mereka alami.
Film Lost In Translation menggambarkan beberapa kebudayaan Jepang
dan suasana lingkungan di Jepang. Melalui kedua tokoh utama di dalam film ini
penonton akan dibawa melalui sudut pandang mereka untuk ikut bertemu dan
berinteraksi dengan budaya Jepang. Sudut pandang pembuat film ditampilkan
melalui kedua tokoh utama dalam film. Beberapa budaya Jepang yang menurut
sudut pandang pembuat film ada yang mempesona dan ada juga yang terlihat
aneh.
Film ini ditayangkan perdana serentak di Amerika Serikat pada tanggal 3
Oktober 2003. Film Lost In Translation bergenre komedi romantis yang
menampilkan kisah drama yang tidak biasa yaitu hubungan antara seorang laki-
laki dan perempuan yang terpaut umur yang jauh. Film ini dibuat terinspirasi
berdasarkan pengalaman langsung penulis dan sutradara film ini yaitu Sofia
Coppola yang menghabiskan waktu di Jepang pada awal dan pertengahan dua
puluhan umurnya. Dia pergi ke Jepang sekitar enam sampai tujuh kali selama
beberapa tahun. Ketika menghabiskan waktu di sana di hotel Park Hyatt, Tokyo,
dia ingin melakukan sesuatu dengan setting Tokyo. Dia juga menyukai gagasan,
di hotel anda terus bertemu dengan orang yang sama. Disini ada semacam
persahabatan meskipun Anda tidak mengenal mereka atau bahkan berbicara
dengan mereka. Dan menjadi orang asing di Jepang dengan hal-hal yang
terpikirkan tentang menjadi orang asing yang menyimpang dan berlebihan dan
juga rasa lelah selama perjalanan, lalu merenungkan hidup anda di tengah malam,
juga ada sesuatu yang lucu tentang terjebak dalam situasi yang anda benar-benar
tidak ingin berada disitu.
Inti cerita dari film ini memang adalah sebuah kisah drama seorang laki-
laki dan perempuan yang terpaut umur yang jauh mencoba menjalin hubungan,
tapi lewat karakterisasi yang kuat Sofia Coppola juga menggambarkan bagaimana
sebuah kota di Jepang dengan budaya yang sama sekali berbeda dengan orang
Amerika menjadikan kedua karakter utama dalam film menjadi orang yang
terasing. Kedekatan kedua karakter ini, karena merasa ada kesamaan tentang
masalah yang dialami satu sama lain ini keduanya kemudian menjadi dekat. Bob
selama di Jepang melakukan kegiatannya dengan produk Suntory Wiski, dan
Charlotte menghabiskan waktunya berjalan-jalan di Jepang karena sering
ditinggal suaminya yang sibuk bekerja sebagai fotografer selebritis. Selama Bob
bersama dengan produk Suntory Wiski ada tanda-tanda yang menunjukkan
kebudayaan Jepang yang digambarkan Sofia Coppola. Begitu juga selama
Charlotte berjalan-jalan ada tanda-tanda yang menunjukkan kebudayaan Jepang.
Gambar 4.1. Poster Film “Lost In Translation”
Sumber : http://en.wikipedia.org
Directed : Sofia Coppola
Written : Sofia Coppola
Executive Producer : Francis Ford Coppola
Fred Roos
Producer : Sofia Coppola
Ross Katz
Associate Produser : Mitch Glazer
Cast : Bill Murray
Scarlett Johansson
Giovanni Ribisi
Anna Faris
Fumihiro Hayashi
Director of Photography : Lance Acord
Editor : Sarah Flack
Costume Designer : Nancy Steiner
Production Designers : Anne Ross
K.K. Barret
Line Producer : Callum Grene
Music Producer : Brian Reitzell
Sound Designer : Richard Beggs
Production Company : Focus Feature
Tohokushinsha Film
American Zoetrope
Distributor : Focus Feature
Release Date : 3 Oktober 2003 (USA)
Run Time : 101 minute
Budget : $4,000,000
Award :
Won Academy Awards USA 2004 Best Writing,
Original Screenplay, Sofia Coppola
Won Golden Globe USA 2004 Best Motion
Picture - Comedy or Musical
Won Golden Globe USA 2004 Best Performance
by an Actor in a Motion Picture - Comedy or
Musical Bill Murray
Won Golden Globe USA 2004 Best Screenplay -
Motion Picture Sofia Coppola
(http://www.imdb.com)
4.3. Sinopsis
Bob Harris (Murray), seorang bintang film senior dari Amerika yang biasa
berperan di film action tiba di Tokyo untuk kegiatan dalam iklan “Suntory
wiski”, dengan upah $ 2 juta. Sementara itu seorang wanita muda, yang baru lulus
dari perguruan tinggi bernama Charlotte (Johansson), bersama suaminya John
(Ribisi) yang berprofesi sebagai fotografer selebritis yang sedang bertugas di
Tokyo, tinggal dalam hotel yang sama dengan Bob Harris.
Charlotte tidak yakin masa depan pernikahannya dengan John. Pada saat
yang sama, Bob Harris yang mengalami krisis dalam keluarganya, bertemu
dengan Charlotte di bar hotel bersama suaminya (John) dan teman-temannya.
Kemudian suatu hari mereka berkenalan sambil minum di bar. Pertemuan yang
singkat itu berlanjut pada pertemuan berikutnya antara Bob Harris dan Charlotte.
Bob di Jepang sendiri dalam melakukan kegiatannya untuk produk
Suntory Wiski. Bob sebagai orang Amerika hanya ditemani beberapa orang
Jepang dari manajemen Suntory Wiski. Charlotte yang sering ditinggal suaminya
yang sibuk bekerja, memilih menghabiskan waktu dengan berkeliling di Jepang.
Mengunjungi kuil, berkeliling hotel dan tidak sengaja ikut dalam kegiatan
Ikebana, melihat pernikahan tradisional Jepang dan lain sebagainya. Bob dan
Charlotte mempunyai perasaan yang sama yaitu kesendirian di negara yang asing
bagi mereka. Keduanya bertemu
4.4. Analisis Scene
4.4.1. Budaya merangkai bunga (ikebana)
Gambar 4.2. Budaya Ikebana (merangkai bunga)
4.4.1.1. Analisis Denotasi
Adegan ini memperlihatkan ketika Charlotte sedang berjalan-jalan di
dalam lingkungan hotel dia melihat sebuah ruangan yang di dalamnya ada
beberapa perempuan Jepang sedang merangkai bunga, lalu ia diajak oleh salah
satu perempuan untuk ikut dalam kegiatan merangkai bunga.
4.4.1.2. Analisis Konotasi
Konotasi yang ingin disampaikan oleh adegan ini adalah budaya orang
Jepang mengenai kesenian adalah Ikebana. Ikebana begitu populer di Jepang, di
Indonesia sendiri juga ada kegiatan merangkai bunga, di mana bahan yang
digunakan atau diolah adalah bunga-bunga hiasan untuk ucapan.
4.4.1.3. Analisis Mitos
Mitos di dalam adegan ini adalah, asal-usul Ikebana adalah tradisi
mempersembahkan bunga di kuil Buddha di Jepang. Ikebana berkembang
bersamaan dengan perkembangan agama Buddha di Jepang di abad ke-6.
Ada penelitian yang mengatakan Ikebana berasal dari tradisi animisme
orang zaman kuno yang menyusun kembali tanaman yang sudah dipetik dari alam
sesuai dengan keinginannya. Di zaman kuno, manusia merasakan keanehan yang
terdapat pada tanaman dan mengganggapnya sebagai suatu misteri. Berbeda
dengan binatang yang langsung mati setelah diburu, bunga atau bagian tanaman
yang sudah dipetik dari alam bila diperlakukan dengan benar tetap
mempertahankan kesegaran sama seperti sewaktu masih berada di alam. Manusia
yang senang melihat "keanehan" yang terjadi kemudian memasukkan bunga atau
bagian tanaman yang sudah dipotong ke dalam vas bunga. Manusia zaman kuno
lalu merasa puas karena menganggap dirinya sudah berhasil mengendalikan
peristiwa alam yang sebelumnya tidak bisa dikendalikan oleh manusia.
Ketakjuban manusia terhadap tumbuhan yang dianggap mempunyai
kekuatan aneh juga berkaitan dengan pemujaan tanaman yang selalu berdaun
hijau sepanjang tahun (evergreen). Manusia zaman dulu yang tinggal di negeri
empat musim percaya bahwa kekuatan misterius para dewa menyebabkan
tanaman selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan tidak merontokkan daunnya di
musim dingin. Pada zaman Heian seni merangkai bunga mulai disenangi
masyarakat Jepang dan kini berkembang hingga ke seluruh dunia.
3 macam aliran Ikebana:
a. Jyuka
Rangkaian Ikebana bersifat bebas dimana rangkaiannya berdasarkan
kreativitas serta imaginasi. Gaya ini berkembang setelah perang dunia ke dua.
b. Shoka
Rangkaian ikebana yang tidak terlalu formal tapi masih tradisional. Gaya
ini difokuskan pada bentuk asli tumbuhan.
c. Rikka
Ikebana gaya tradisional yang banyak dipergunakan untuk perayaan
keagamaan. Gaya ini menampilkan keindahan landscape tanaman. Gaya ini
berkembang sekitar awal abad 16 (http://id.wikipedia.org/wiki/Ikebana).
4.4.2. Pernikahan Tradisional adat Jepang dilangsungkan di kuil dengan
menggunakan pakaian sejenis kimono berwarna putih bagi perempuan dan
berwarna hitam bagi laki-laki
Gambar 4.3. Upacara pernikahan di negara Jepang
4.4.2.1. Analisis Denotasi
Adegan ini memperlihatkan ketika Charlotte berjalan masuk ke dalam
lingkungan sebuah kuil ia melihat ritual Upacara Pernikahan orang Jepang yang
dilaksanakan di kuil. Charlotte tampak tersenyum seperti ikut merasakan
kebahagiaan orang Jepang yang sedang melaksanakan ritual Upacara Pernikahan
tersebut.
4.4.2.2. Analisis Konotasi
Konotasi yang ingin disampaikan oleh adegan ini adalah orang Jepang
mempunyai ritual untuk pernikahan. Begitu juga pakaian yang digunakan juga
khusus dipakai untuk ritual pernikahan saja. Di Indonesia juga terdapat ritual
pernikahan seperti dalam pernikahan adat Jawa di mana salah satu ritualnya
adalah midodareni. Seperti halnya Jepang yang mempunyai ritual dalam
pernikahan tradisional, di Indonesia dalam adat Jawa juga terdapat ritual dalam
pernikahan salah satunya midodareni.
Midodareni adalah sebuah prosesi menjelang acara panggih dan akad
nikah. Midodareni sendiri berasal dari kata widodari yang dalam bahasa Jawa
bermakna bidadari. Mitos yang berkembang di kalangan masyarakat jawa sendiri
kenapa diadakannya acara prosesi Midodareni adalah karena konon pada malam
itu para bidadari dari khayangan turun ke bumi dan bertandang ke rumah calon
mempelai wanita guna ikut mempercantik dan menyempurnakan calon pengantin
wanita (http://arsipbudayanusantara.blogspot.nl.)
4.4.2.3. Analisis Mitos
Upacara Pernikahan di negeri sakura (Jepang) merupakan peristiwa
terpenting dalam sejarah kehidupan orang Jepang. Orang Jepang mempunyai
kesadaran untuk berkeluarga dan tetap taat pada adat istiadat warisan leluhurnya.
Tata cara pernikahan di negara Jepang terdiri dari dua jenis yaitu
pernikahan modern dan pernikahan tradisional. Pernikahan modern dilangsungkan
di gereja dengan sistem pernikahan agama Kristen. Pernikahan tradisional
dilangsungkan di kuil dengan sistem agama Buddha atau Shinto. Pernikahan
tradisional masih ada yang melakukannya, khususnya yang tinggal di pedesaan
yang masih memegang teguh adat istiadat warisan nenek moyangnya dan
dilakukan secara turun temurun. Waktu yang paling baik untuk pernikahan di
Jepang yaitu dilaksanakan pada musim semi dan musim gugur.
Pakaian pernikahan di Jepang bagi wanita menggunakan Shiromuku
(kimono putih) dan Tsuno Kakushi (kerudung). Bagi laki-laki menggunakan
Hamaka Hitam.
Prosesi pernikahan tradisional di Jepang adalah sebagai berikut:
1. Mempelai diantar keluarga, teman, dan kerabat ke kuil.
2. Melaksanakan upacara pernikahan tradisional agama Shinto.
3. Keluarga berkumpul, kedua pengantin berdiri di tengah lalu diiringi dengan
lagu tradisional Kiyari.
4. Pendeta memimpin doa.
5. Pengantin pria membaca sumpah perkawinan kepada pengantin wanita.
6. Kedua pengantin minum anggur sebanyak tiga kali.
7. Dihadapan Dewa kedua pengantin mengucapkan janji nikah.
8. Disaksikan teman, keluarga, dan kerabat.
9. Resepsi (https://nurulsiinurul.wordpress.com).
Di dalam film ini diperlihatkan bahwa adegan ini adalah pernikahan
tradisional Jepang, dapat dilihat dari pernikahan yang dilaksanakan di kuil Shinto,
kemudian pakaian yang dipergunakan pengantin laki-laki menggunakan Hamaka
hitam sementara pengantin perempuan menggunakan Shiromuku (kimono putih)
dan Tsuno Kakushi (kerudung). Adegan ini juga memperlihatkan salah satu ritual
yang dilakukan ketika melaksanakan pernikahan tradisional Jepang yaitu
mempelai diantar keluarga, teman, dan kerabat ke kuil.
4.4.3. Budaya Ramalan Masa Depan (Omikuji)
Gambar 4.4. Budaya Omikuji
4.4.3.1. Analisis Denotasi
Adegan ini memperlihatkan ketika Charlotte berada di dalam lingkungan
kuil, lalu ia mengikatkan kertas yang ia bawa pada ranting pohon.
4.4.3.2. Analisis Konotasi
Konotasi yang ingin disampaikan oleh adegan ini omikuji merupakan
kepercayaan yang dilakukan orang Jepang terhadap ramalan masa depan pada
secarik kertas dan bila isi ramalan itu buruk akan dikaitkan di pohon, namun
kenyataannya tidak hanya di pohon saja terbukti di Enoshima, Jepang adalah
sebuah pulau kecil di Jepang yang terkenal sebagai salah satu tempat yang
romantis di Jepang dikarenakan tempat tersebut mempunyai sebuah lonceng yang
dapat dibunyikan sebagai tanda keabadian cinta mereka. Di samping lonceng
tersebut ada sekumpulam gembok cinta yang bertuliskan nama-nama pasangan
tersebut.
4.4.3.3. Analisis Mitos
Mitos di dalam adegan ini adalah Omikuji adalah kertas ramalan yang
menceritakan ramalan kita di masa yang akan datang, ramalan ini biasanya berupa
keberuntungan kita, karier kita di masa yang akan datang, keluarga kita, kesehatan
kita, waktu yang tepat untuk bepergian, dan sebagainya. Omikuji ini lebih banyak
dicari orang ketika awal tahun, karena mereka umumnya ingin mengetahui
bagaimana peruntungan mereka di tahun yang akan datang
(http://www.kompasiana.com).
4.4.4. Budaya disiplin waktu bagi masyarakat Jepang sangat dijunjung tinggi
Gambar 4.5. Budaya tepat waktu masyarakat Jepang
4.4.4.1. Analisis Denotasi
Adegan ini memperlihatkan beberapa orang dari manajemen Suntory Wiski
yang sedang menunggu Bob Harris di hotel. Salah seorang dari mereka menunggu
sambil berdiri melihat jam di tangannya. Kemudian Bob Harris datang dan segera
melakukan kegiatannya bersama manajemen Suntory Wiski.
4.4.4.2. Analisis Konotasi
Konotasi yang ingin disampaikan oleh adegan ini adalah budaya orang
Jepang yang berusaha untuk disiplin waktu dengan cara salah satunya bila berjanji
bertemu seseorang dia lebih baik datang lebih dahulu dan menunggu orang yang
ingin ditemuinya. Di Indonesia kalau berjanji dengan seseorang cenderung
mundur selama beberapa menit dari waktu yang ditentukan.
4.4.4.3. Analisis Mitos
Mitos yang ingin disampaikan oleh adegan ini adalah bangsa Jepang
dikenal sebagai bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitasnya tinggi. Berkat
budaya kerjanya itu maka mereka bisa menjadi bangsa yang tingkat ekonominya
sejajar dengan negara-negara maju di Eropa dan Amerika. Orang jepang terkenal
dengan etos kerjanya yang luar biasa. Etos kerja ini memiliki peranan penting atas
kebangkitan ekonomi jepang, terutama setelah kekalahan Jepang diperang dunia
kedua. Dulu orang Jepang bukanlah orang yang memiliki etos kerja yang tinggi.
Mereka tidak disiplin dan lebih senang bersantai dan menghabiskan waktunya
untuk bersenang-senang. Namun kekalahan Jepang pada perang dunia kedua
mengubah keadaan yang serba santai dimasa lalu. Ekonomi Jepang kacau balau,
pengangguran dimana-mana. Saat itu mereka tidak punya pilihan lain selain
bekerja dengan sangat keras agar bisa survive (http://www.abbalove.org).
4.4.5. Budaya membungkukkan badan
Gambar 4.6. Salah satu cara orang Jepang membungkukkan badan
4.4.5.1. Analisis Denotasi
Adegan ini memperlihatkan Bob Harris baru saja tiba di hotel kemudian
berjalan menuju ke kamarnya, saat berjalan itu dirinya disapa oleh beberapa orang
Jepang yang salah satunya dengan membungkukkan badan. Kemudian Bob Harris
membalas penghormatan orang Jepang kepada orang tersebut dengan cara
membungkukkan badan juga. Bob Harris tampak agak kaku saat membungkukkan
badan mengikuti budaya penghormatan seperti ini.
4.4.5.2. Analisis Konotasi
Konotasi yang ingin disampaikan oleh adegan ini membungkukkan badan
menjadi budaya dalam masyarakat Jepang. Membungkukkan badan menjadi hal
yang biasa dilakukan masyarakat Jepang. Di Indonesia juga ada budaya
membungkukkan badan dalam budaya Jawa yaitu menghargai orang yang di
sekitar kita.
4.4.5.3. Analisis Mitos
Mitos yang ingin disampaikan oleh adegan ini adalah membungkuk (ojigi)
adalah sebuah keharusan. Tradisi yang sudah harus diajarkan kepada anak-anak
sejak balita. Bila seseorang semakin menghormati orang lain, maka semakin
dalam bungkukan seseorang tersebut. Semakin besar perasaan bersalah seseorang
kepada orang lain, semakin dalam pula bungkukan orang tersebut. Orang Jepang
dikenal paling sering meminta maaf.
Meminta maaf berarti mengakui kegagalan sendiri atau mengaku bersalah,
di Indonesia tampak enggan untuk meminta maaf sebelum terbukti siapa yang
melakukan kesalahan. Tapi di Jepang, kata "egoisme" tidak ada tempat untuk
berkembang. Di Jepang, meminta maaf dianggap sebagai kewajiban, meskipun
belum tentu seseorang bersalah. Permintaan maaf menunjukkan bahwa seseorang
rela bertanggung jawab dan menghindari menyalahkan orang lain.
Semakin tinggi jabatan seseorang, maka dia harus semakin berani meminta
maaf jika dia atau anak buahnya melakukan kesalahan. Banyak pejabat
pemerintahan, seperti walikota, gubernur, menteri dan perdana menteri sekalipun
yang membungkuk meminta maaf kepada publik dan akhirnya memilih
mengundurkan diri daripada malu dibicarakan orang hal ini merupakan sesuatu
yang amat sangat jarang kita lihat di Indonesia (http://www.jepang.net)
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Representasi kebudayaan Jepang dalam film Lost In Translation,
menggambarkan bahwa film ini menghormati beberapa kebudayaan kuno
Jepang hal ini ditunjukkan dari tradisi kuno yang digambarkan adalah:
1. Budaya merangkai bunga (“ikebana”) populer bagi masyarakat Jepang
2. Pernikahan Tradisional adat Jepang dilangsungkan di kuil dengan
menggunakan pakaian sejenis kimono berwarna putih bagi perempuan dan
berwarna hitam bagi laki-laki.
3. Omikuji salah satu kepercayaan masyarakat Jepang terhadap ramalan masa
depan.
4. Budaya disiplin waktu bagi masyarakat Jepang sangat dijunjung tinggi.
5. Budaya membungkukkan badan untuk menghormati orang lain.
5.1.2. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos
1. Makna Denotatif
Kebudayaan Jepang yang berupa tradisi kuno masih dijaga dan
dilestarikan oleh masyarakat Jepang tradisi ini adalah merangkai bunga,
Pernikahan tradisional, Budaya ramalan masa depan omikuji, disiplin waktu dan
budaya membungkukkan badan.
2. Makna Konotatif
Jepang adalah negara yang modern namun di sisi lain ternyata masyarakat
Jepang begitu kuat dalam menjaga dan melestarikan budaya mereka sendiri.
3. Makna Mitos
Jepang menjadi negara maju karena masyarakatnya percaya bahwa untuk
bisa membuat negaranya maju dengan cara menghargai dan melestarikan budaya,
sehingga sampai saat ini Jepang dikenal oleh masyarakat dunia memiliki budaya
yang unik dan beragam.
5.2. Saran
1. Kepada Pemerintah, disarankan agar Pemerintah Indonesia ikut membantu
melestarikan budaya yang ada di Indonesia seperti halnya Pemerintah Jepang
mempertahankan budaya yang ada di Jepang.
2. Kepada Masyarakat, disarankan agar masyarakat Indonesia ikut melestarikan
budaya yang ada di Indonesia seperti halnya masyarakat Jepang
mempertahankan budaya yang ada di Jepang.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Branston, Gill & Roy Stafford. The Media Student’s Book. New York, N.Y.:
Roudledge, 1996.
Effendy, Onong Uchjana. 2011. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung.
Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Eriyanto. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LkiS,
2001.
Fairclough, Norman. Media Discourse. London : Arnold, 1995.
Fiske, John. Television Culture. London: Rotledge, 1997.
Gillespie, Marie. Television, Ethnicity and Cultural Change. London &New Yok :
Routledge, 1995.
Leeuwen, T. Speech, Music, Sound. London: Macmillan, 1999.
O’Sullivan, Brian Dutton & Philip Rayner. Studying The Media: an Introduction,
London: Arnold, 1998.
Pilliang, Yasrat Amir, 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Syudies Atas
Matinya Makna. Bandung: Jalasutra.
Sihabudin, Ahmad. 2011. Komunikasi antarbudaya. Jakarta. Penerbit Bumi
Aksara
Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung. Penerbit PT Remaja
Rosdakarya.
Sturken, M. dan Lisa Cartwright. Practices of Looking, an Introduction to Visual
Culture. New York: Oxford University Press, 2001.
________. Introducing Social Semiotics. New York: Routledge, 2005.
________. Discourse And Practice. New York: Oxford University Press, 2008.
Sumber Internet:
http://ekkyij.blogspot.com/2014/03/film-kenyataan-dan-representasi.html
https://husnun.wordpress.com/2011/04/27/film-sebagai-bagian-dari-media-massa/
http://sosbud.kompasiana.com/2013/04/05/peranan-budaya-terhadap-kemajuan-
suatu-bangsa-jepang--548459.html
http://www.focusfeatures.com/article/lost_in_translation___interview_with_sofia
_coppola_and_ross_ka/print
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/26/17323361/generasi.muda.kurang.ped
uli.budaya.sendiri
http://www.fokal.info/fokal/2013/08/bangga-terhadap-budaya-bangsa-sendiri/
http://sosbud.kompasiana.com/2013/10/05/jepang-negara-modern-yang-
memelihara-budaya-tradisional-595956.html
http://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-budaya-dan-
kebudayaan.html
http://mbahkarno.blogspot.com/2013/09/unsur-unsur-kebudayaan-beserta.html
http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_09.html
http://www.jasso.or.id/pengenalan.php http://www.imdb.com/title/tt0335266/?ref_=rvi_tt
http://en.wikipedia.org/wiki/Lost_in_Translation_%28film%29
http://id.wikipedia.org/wiki/Ikebana
https://nurulsiinurul.wordpress.com/pernikahan-tradisional-jepang/
http://www.kompasiana.com/titinseptiana/omikuji-japanese-fortune-
paper_5500599c8133110a1afa760f
http://www.abbalove.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1210
:belajar-dari-disiplin-kerja-bangsa-jepang-&catid=101:work-a-
marketplace&Itemid=47
http://www.jepang.net/2011/10/budaya-orang-jepang-membungkuk.html
http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/teori-semiotik.html
http://arsipbudayanusantara.blogspot.nl/2013/05/malam-midodareni-prosesi-
menjelang-akad.html