a. pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda...

16
A. Pendahuluan Secara istilah fiqih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak (Sudarsono, 2007). Zakat merupkan legitimasi Allah yang tercantum dalam al-Qur’an. Kata zakat sendiri dalam bentuk ma’rifah disebut 30 kali, yang mana 27 kali di antaranya disebutkan dalam satu ayat bersama shalat. Berdasarkan kesejarahan, zakat diwajibkan pada tahun ke-9 hijriah, sedangkan shadaqoh fitrah pada tahun ke-2 hijriah. Akan tetapi ahli hadits memandang bahwa zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke- 9 H, ketika Maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya (Sudarsono, 2007; mengutip Abdul Hasan). Sebelum diwajibkan, zakat merupakan sumbangan sukarela yang belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukumnya. Peraturan itu kemudian hadir seiring dengan kokohnya dasar islam, dan semakin banyaknya orang masuk islam. Peraturan yang disusun tersebut meliputi system pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenakan zakat, batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin, zakat merupakan sumber pendapatan utama Negara islam. Zakat dimasukkan sebagai perisai utama kebijakan fiscal dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Pelaksanaan pemungutan zakat di masa pemerintahan Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menjadi bukti arti pentingnya zakat bagi pembangunan Negara. Namun, dengan catatan bahwa pengumpulan zakat tersebut harus dilakukan secara optimal. Di Indonesia sendiri, usaha untuk mengoptimalkan konsep zakat telah lama dilakukan. Akan tetapi, seiring dengan hal tersebut masih

Upload: others

Post on 16-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

A. Pendahuluan

Secara istilah fiqih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang

diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak

(Sudarsono, 2007). Zakat merupkan legitimasi Allah yang tercantum

dalam al-Qur’an. Kata zakat sendiri dalam bentuk ma’rifah disebut 30

kali, yang mana 27 kali di antaranya disebutkan dalam satu ayat

bersama shalat.

Berdasarkan kesejarahan, zakat diwajibkan pada tahun ke-9

hijriah, sedangkan shadaqoh fitrah pada tahun ke-2 hijriah. Akan tetapi

ahli hadits memandang bahwa zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-

9 H, ketika Maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah

hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya (Sudarsono, 2007;

mengutip Abdul Hasan).

Sebelum diwajibkan, zakat merupakan sumbangan sukarela yang

belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukumnya. Peraturan itu

kemudian hadir seiring dengan kokohnya dasar islam, dan semakin

banyaknya orang masuk islam. Peraturan yang disusun tersebut meliputi

system pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenakan zakat,

batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang

berbeda-beda (Sudarsono, 2007).

Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan

khulafaurrasyidin, zakat merupakan sumber pendapatan utama Negara

islam. Zakat dimasukkan sebagai perisai utama kebijakan fiscal dalam

rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum.

Pelaksanaan pemungutan zakat di masa pemerintahan Rasulullah

dan Khulafaurrasyidin menjadi bukti arti pentingnya zakat bagi

pembangunan Negara. Namun, dengan catatan bahwa pengumpulan

zakat tersebut harus dilakukan secara optimal.

Di Indonesia sendiri, usaha untuk mengoptimalkan konsep zakat

telah lama dilakukan. Akan tetapi, seiring dengan hal tersebut masih

Page 2: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

banyak masyarakat, baik dari kalangan muslim, pemerintah, yang

menolak urgensi dalam melegalisasikan peraturan zakat tersebut

(Sudarsono, 2007).

B. Lembaga Zakat

Dalam khazanah hukum Islam, yang bertugas mengambil dan

yang menjemput zakat adalah para petugas zakat (amil). Menurut Imam

Qurthubi, amil adalah orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh

imam/pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung, dan

mencatat atas harta zakat yang diambil dari para muzakki untuk

kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya (Karim,2009).

Pada masa Rasulullah SAW yang diangkat menjadi amil zakat

adalah Baginda Umar bin Khattab ra. Rasulullah SAW juga pernah

mempekerjakan seorang pemuda dari Suku Asad, yang bernama Ibnu

Lutaibah untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim. Beliau juga pernah

mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat. Selain

Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW juga pernah mengutus Muadz bin

Jabal ke Yaman, yang di samping bertugas sebagai da’i (mendakwahkan

Islam secara umum), juga mempunyai tugas khusus menjadi amil zakat.

Ketika Umar menjadi khalifah, beliau mengangkat Ibnus Sa'dy Al-

Maliki sebagai pengumpul zakat. Hal ini diriwayatkan oleh Busr bin

Sa'ied dari Ibnus Sa'dy Al-Maliki, yang berkata, ''Umar pernah

mengangkat aku untuk mengurus zakat (amil). Ketika usai pekerjaanku

dan aku laporkan kepadanya, maka dia kemudian mengirimi aku upah.

Maka aku katakan, 'Sungguh, aku melakukan tugas ini karena Allah.'

Maka Umar berkata, 'Ambillah apa yang telah diberikan kepadamu. Aku

dulu juga pernah menjadi amil Rasulullah SAW, dan beliau memberi

upah untuk tugas itu. Ketika aku katakan kepada beliau seperti yang kau

katakan tadi, maka Rasulullah SAW berkata, bila engkau diberi sesuatu

yang tak kau pinta, maka makanlah dan sedekahkanlah.'” (HR Al-Bukhari

dan Muslim), (Karim,2009).

Page 3: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

Di Indonesia sejarah kelahiran amil zakat telah digagas sejak 13

abad silam. Sejak cahaya Islam terbit dan menerangi nusantara, sejak

itulah semangat masyarakat untuk mengenal, memahami dan

mengamalkan Islam muncul. Namun pada perjalanannya praktek

pengelolaan zakat tersebut masih bersifat alamiah dan sederhana.

Pada tanggal 24September 1968, sebelas ulama tingkat nasional

menyarankan kepada presiden Soeharto untuk membentuk badan

pengelolaan zakat tersebut. Pada acara Isra' Mi'raj di Istana Negara, 26

Oktober 1968, Presiden menegaskan kesediaannya menjadi amil tingkat

nasional. Seruan tersebut disusul dengan dikeluarkannya surat perintah

Presiden No. 07/POIN/10/1968 tanggal 31 Oktober 1968. Isinya,

mengamanatkan kepada Mayjen Alamsyah Ratu Prawiranegara, Kol. Inf.

Drs. Azwar Hamid dan Kol. Inf. Ali Afandi untuk membantu Presiden

dalam proses administrasi dan tata usaha penerimaan zakat secara

nasional. Seruan Presiden ini ditindaklanjuti oleh Gubernur DKI Jakarta

dengan mendirikan Bazis DKI. Juga Bazis- Bazis daerah oleh kepala

daerah masing-masing. Selanjutnya, untuk lebih menguatkan dan

mengembangkan keberadaan lembaga pengelola zakat, akhirnya

dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 16 tahun 1989 tentang

Pembinaan Zakat dan Infak/Sedekah. Selanjutnya dikukuhkan dengan

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor

29 Tahun 1991. (mengutip Karim, 2009).

Perkembangan selanjutnya, setelah jatuhnya rezim Soeharto, dan

dimulainya era pemerintahan Habibie, dengan didukung oleh masyarakat

maka Habibie memerintahkan untuk membuat undang-undang

pengelolaan zakat. Sebagai hasil dari perintah itu lahirlah Undang-

Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dan sejak itulah

legalitas lembaga amil zakat diakui undang-undang.

Pada BAB III pasal 6 dan 7 menyatakan bahwa lembaga

pengelola zakat di Indonesia terdiri atas dua kelompok institusi, yaitu

Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Yang mana

Page 4: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

BAZ merupakan badan yang dibentuk pemerintah sedangkan LAZ

dibentuk oleh masyarakat.

1. Badan Amil Zakat

Badan Amil Zakat adalah badan tertinggi pengelola zakat yang terdiri

atas dewan pertimbangan, komisi pengawas dan badan pelaksana.

Ketiga unsure tersebut masing-masing memiliki fungsi, yaitu: (1) dewan

pertimbangan berfungsi untuk memberikan pertimbangan, fatwa, saran

dan rekomendasi kepada badan pengelola dan komisi pengawas dalam

pengelolaan Badan Amil Zakat yang meluputi aspek syariah dan aspek

manajerial.

Adapun (2) komisi pengawa merupakan pengawas internal lembaga

atas operasional kegiatan yang dilaksanakan badan pelaksana.

Sedangkan (3) badan pelaksana berfungsi sebagai pelaksana

pengelolaan zakat.

2. Lembaga Amil Zakat

Lembaga zakat sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang

zakat merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat. Lembaga-

lembaga ini merupakan bentukan baik dalam lingkup regional maupun

nasional. Banyak lembaga amil zakat yang dibentuk oleh organisasi

politik, lembaga takmir masjid, pesantren, media massa, bank dan

lembaga keuangan kemasyarakatan. Tiap lembaga zakat memiliki

struktur organisasi yang berbeda-beda.

C. Kajian Ulama Fiqh Tentang Lembaga Amil Zakat

Pada prinsipnya zakat adalah kewajiban yang unik jika

dibandingkan dengan shadaqoh dan infak serta wakaf. Keunikan itu tidak

hanya tercermin dari nilai persentasenya atau pun ukuran wajib

zakatnya. Akan tetapi, yang berhak menerima zakat pun adalah orang

atau golongan tertentu.

Page 5: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

Di dalam Al-Qur’an surat at- Taubah ayat 60 secara jelas

merupakan dalil yang menentukan para penerima zakat. Dalam ayat

tersebut terdapat delapan golongan yang menjadi wajib sasaran zakat.

Golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah: (1) fakir, (2)

miskin, (3) pengurus-pengurus zakat, (4) muallaf, (5) budak, (6) orang

yang berutang, (7) fisabilillah, (8) musafir. Kedelapan golongan inilah

yang merupakan sasaran lembaga amil zakat untuk menyalurkan dana

zakat yang dikumpulnya.

Pada perkembangan masa sekarang, di setiap Negara paling

tidak hanya ada empat kelompok penerima wajib zakat, yaitu: fakir,

miskin, orang yang berutang, dan orang yang sedang dalam perjalanan.

Kajian seputar pandangan para ulama tentang sasaran orang

yang berhak menerima zakat ini ditunjukkan oleh table di bawah ini

(disarikan dari Zuhayly, 2000).

Tabel 1

Kajian Fiqh Seputar Zakat

Keterangan Mazhab Syafi’i Mazhab Hanafi Mazhab Maliki Mazhab

Hambali

Sasaran pembagian zakat

kepada kelompok yang

delapan

Zakat fitrah boleh

untuk satu orang

fakir atau miskin

Membolehkan

hanya kepada satu

kelompok atau

orang saja di

antara delapan

kelompok

Sama dengan

Hanafi

Hanya satu

kelompok

Selain kelompok delapan Tidak boleh Tidak boleh Tidak boleh Tidak boleh

Besar Zakat yang

diberikan kepada

penerimanya.

Boleh diberikan

kepada fakir dan

miskin sebesar

keperluan untuk

memenuhi

hajatnya.

Tidak

mengehendaki

jika satu orang

diberi sebesar satu

nishab zakat, akan

tetapi di bawah itu

boleh.

Boleh saja

diberikan

sebesar satu

nishab.

Sama dengan

Syafi’i.

Mewakilkan orang lain Boleh dengan Boleh dengan Boleh dengan Boleh dengan

Page 6: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

untuk membagikan zakat syarat ada niat

dari orang yang

mewakilkan.

syarat ada niat

dari orang yang

mewakilkan.

syarat ada niat

dari orang yang

mewakilkan.

syarat ada niat

dari orang

yang

mewakilkan.

Hal-hal di atas merupakan permasalahan fiqh yang terjadi pada

penyaluran zakat oleh lembaga amil zakat. Akan tetapi, permasalahan

kontemporer yang menjadi sorotan belakangan ini adalah penyaluran

zakat dalam bentuk zakat produktif.

Sepanjang penelusuran kami, permasalahan ini belum kami

temukan kajian dari keempat ulama mazhab fiqh yang tersebut dalam

table di atas. Baik itu yang berupa melarang maupun yang

membolehkan. Akan tetapi, beberapa pendapat menyebutkan bahwa

pemberian modal kepada perorangan/kelompok dalam bentuk zakat

produktif, amil (lembaga amil zakat) harus mempertimbangkan dengan

matang kriteria orang tersebut. hal-hal yang mampu dianalisa seperti

kemampuan orang yang mengolah dana yang diberikan sehingga pada

suatu saat nanti ia tidak lagi bergantung pada zakat, dan apabila dikelola

dengan pengawasan amil zakat, maka hal ini boleh-boleh saja. Karena

pada akhirnya nanti tujuan yang diharapkan adalah menjadikan mustahik

menjadi muzakki baru yang dapat mengalirkan dana zakat yang baru

(Hasan, 2003).

D. Eksistensi Dan Prospek Lembaga Amil Zakat

1. Eksistensi Lembaga Amil Zakat

Secara ekplisit seperti yang dikemukakan pada bahasan

sebelumnya, bahwa zakat merupakan perintah Allah yang tertera di

dalam Al-Qur’an, yang keberadaannya tidak dapat disangkal atau pun

dipertanyakan. Perintah itu jelas mengumandangkan bahwa setiap

muslim yang sudah terkena nishab zakat wajib mengeluarkannya

sebagai wujud pembersihan harta atas rezeki yang dilimpahkan

kepadanya. Namun, meski perintah ini sudah merupakan kewajiban

Page 7: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

mutlak, akantetapi tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar zakat

masih sangat minim. Untuk itulah al-Qur’an tidak melarang dan bahkan

lebih memberikan peluang agar pengumpulan zakat dilakukan melalui

sebuah lembaga yang diatur oleh pemerintah.

Indonesia sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia

juga telah menerapkan pengumpulan dan pengelolaan dana zakat

secara melembaga maupun dalam bentuk badan organisasi. Hal ini

tercantum dalam Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat, Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa

lembaga pengelolaan zakat di Indonesia terdiri atas dua kelompok

institusi, yaitu Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat (Sudarsono,

2007).

Lahirnya undang-undang ini memberikan angin segar terhadap

tumbuhnya LAZ-LAZ yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan

oleh pemerintah. Sejak keluarnya undang-undang tersebut, di Indoneisa

terdapat 18 LAZ nasional yang mendapat pengukuhan Menteri Agama.

LAZ itu, yakni (1) Dompet Dhuafa, (2) Yayasan Amanah Takaful, (3) Pos

Keadilan Peduli Ummat (PKPU), (4) Yayasan Baitul Maal Muamalat, (5)

Yayasan Dana Sosial Al Falah, (6) Yayasan Baitul Maal Hidayatullah, (7)

LAZ Persatuan Islam (PERSIS), (8) Yayasan Baitul Maal Ummat Islam

(BAMUIS) PT BNI (persero) tbk, (9) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera

Mitra Umat, (10) LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (11) LAZ

Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia, (12) LAZIS

Muhammadiyah, (13) LAZ Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), (14) LAZ

Yayasan Dopet Sosial Ummul Quro (DSUQ), (15) LAZ Baituzzakah

Pertamina (BAZMA), (16) LAZ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid

(DPUDT), (17) LAZ Nahdlatul Ulama (NU), dan (18) LAZ Ikatan

Persaudaraan Haji (IPHI).

Melihat tumbuh dan berkembangnya LAZ ini memang turut

memberikan rasa bangga dan gembira bagi bangsa ini. Karena selain

LAZ yang tersebut di atas, masih banyak terdapat LAZ-LAZ lain yg

Page 8: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

dibentuk oleh masyarakat baik di kota maupun di daerah yang menurut

Forum Zakat jumlahnya mencapai 500 lembaga (mengutip dari Hamid

yang diambil dari Republika, 5/2/2007).

Hadirnya lembaga zakat yang bak jamur di musim hujan ini

memberikan indikasi bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam

membayar zakat semakin tinggi. Di lain pihak masyarakat mulai

menerima dan percaya akan adanya lembaga pengumpul dan pengelola

zakat dan mulai meninggalkan tradisi lama membayar zakat dari

tetangga ke tetangga.

Menurut Adi Warman Karim peristiwa menjamurnya LAZ-LAZ di

Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Keunikan itu tercermin dalam

berbagai hal, seperti:

a) Semangat menyadarkan umat

Hadirnya lembaga amil zakat memiliki tujuan untuk menjadi

penggerak dalam penyadaran umat akan pentingnya berzakat.

Bukan tanpa alasan karena potensi zakat yang besar pada

kenyataannya belum terhimpun secara optimal. Di lain pihak

para wajib zakat masih belum memiliki kesadaran akan

pentingnya membayar zakat.

Indonesia bukan negara Islam yang menerapkan hukum

memerangi bagi mereka yang membangkang untuk membayar

zakat. Maka jika negara tidak berkenan menjadi otoriter untuk

pengumpulan zakat, tugas da’i dan amil zakat selaku pihak

yang lebih memahami tentang pentingnya berzakat harus

menjadi motor untuk penyadaran ini.

b) Semangat melayani secara professional

Lembaga zakat yang muncul akhir-akhir ini memang

merupakan sebuah keuntungan tersendiri bagi para muzakki. Hal

ini dikarenakan para muzakki dapat menyalurkan zakatnya

melalui lembaga tersebut sehingga tersalur pada orang yang tepat

menerimanya. Semangat melayani secara profesional ini

Page 9: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

tergambar dari kepuasan muzakki atas pelayanan yang diberikan

beberapa amil zakat. Dengan transparansi pelaporan dan

penyaluran yang tepat sasaran, serta program-program unik

dalam pemberdayaan masyarakat membuat muzakki merasa

puas dan semakin gemar untuk berzakat. Akan tetapi, semangat

profesionalisme crew zakat itu masih didominasi oleh LAZ – LAZ

besar, seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat Indonesia, DPU-DT,

YDSF, Al Azhar, dan LAZ besar lainnya.

c) Semangat berinovasi untuk membantu mustahik

Setiap LAZ-LAZ besar, saat ini banyak memiliki program-

program unik dalam memikat hati muzakki. Program unik inilah

yang membuat muzakki luluh hatinya menyerahkan dananya

kepada LAZ itu. Ambillah contoh Dompet Dhuafa dengan Warung

Ukhuwah-nya, DPU-DT dengan Misykat-nya, Rumah Zakat

Indonesia dengan Super Qurban-nya, dan program unik lain dari

LAZ-LAZ yang tidak kalah inovatifnya. Hal itu semuanya berujung

pada semangat LAZ dalam memberdayakan umat.

Inovasi inilah yang perlu dicatat sebagai keunikan

tersendiri, karena tidak semua LAZ di negara-negara lain bisa

berkreasi sedemikian rupa seperti halnya terjadi di Indonesia.

Mungkin seandainya pemerintah turut campur tangan terhadap

seluruh pengelolaan zakat, infak dan sedekah (ZIS), mungkin

inovasi dan kreasi produk ZIS dari LAZ kita tidak seinovatif dan

sekreatif saat ini.

d) Semangat Memberdayakan Masyarakat

Hadirnya lembaga zakat di berbagai daerah, di masjid-

masjid, dan bahkan lembaga pemerintah/swasta memberikan

gambaran bahwa nilai sosial masyarakat negara ini masih

terpelihara dengan baik. Artinya bahwa masyarakat kita masih

menjunjung tinggi arti pentingnya kepedulian untuk sesama.

Page 10: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

Pemaparan Karim di atas tentang eksistensi LAZ di Indonesia

saat ini memang memberikan gambaran cita-cita mulia dari lembaga

zakat itu sendiri. Akan tetapi, suatu hal yang patut dipertanyakan adalah,

apakah cita-cita mulia ini sudah tercapai dan terwujud?

Pertanyaan itu timbul didasari atas peristiwa yang sangat

fenomenal yaitu tragedi penyaluran zakat di daerah Pasuruan 15

Desember 2008 silam yang sampai menelan korban jiwa. Kejadian ini

memberikan dugaan dan pandangan dari berbagai kalangan. Sebagian

pendapat mengemukakan bahwa peristiwa itu mencerminkan betapa

tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia. Beberapa pendapat

menyalahkan ketidak siapan aparat dalam mengamankan pembagian

zakat. Sedangkan pendapat lainnya adalah bahwa kurangnya

kepercayaan masyarakat terhadap amil zakat.

Dalam konteks pengelolaan zakat peristiwa di atas memberikan

gambaran bahwa kinerja amil zakat belum optimal baik dalam menggali

potensinya yang besar maupun dalam mengurangi kesenjangan

ekonomi dalam masyarakat. Karena bagaimanapun keberadaan amil

zakat di Indonesia masih tergolong muda dan masih mencari bentuk

format pengelolaan yang lebih baik dari segi yuridis, formal maupun

organisasi zakat itu sendiri (www.bazizdki.go.id).

2. Prospek Lembaga Amil Zakat

Sebelum masuk pada pembahasan peospek lembaga amil zakat,

ada baiknya pembahasan akan prospek zakat bagi perekonomian

diungkapkan terlebih dahulu. Terkait dengan hal itu, zakat merupakan

instrument public yang mempengaruhi sisi demand ekonomi. Secara

teoritis, pendistribusian zakat akan mengakibatkan naiknya daya beli

masyarakat mustahik yang pada akhirnya akan meningkatkan kurva

permintaan melalui agregat demand (Sakti, 2007).

Akan tetapi, secara jangka pendek akan meningkat harga.

Namun, peningkatan harga itu otomatis akan meningkatan revenue

Page 11: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

produsen. Dan jika diasumsikan kenaikan harga ini diketahui semua

pelaku pasar, dengan demikian akan mengundang pelaku pasar

baru. Implikasinya harga akan terkoreksi. Turunnya harga ini tidak

serta-merta akan menurunkan kuantitas produksi keseimbangan.

Akan tetapi tetap meningkat. Inilah kemudian yang menunjukkan

bahwa zakat mendorong pertumbuhan ekonomi. Lebih lengkap

ditunjukkan oleh kurva di bawah ini (Sakti, 2007):

Sumber: Sakti, 2007

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa zakat berpotensi sebagai

pendorong laju pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, tentunya potensi

itu harus disertai dengan pengumpulan dana zakat yang optimal.

Maka di sinilah peran lembaga amil zakat dibutuhkan. Sebagai satu-

satunya lembaga pengelola yang disebutkan dalam al-Qur’an,

lembaga amil zakat memiliki prospek yang cerah untuk meningkatkan

kesejahteraa kaum dhuafa.

Seperti yang dituliskan Adiwarman Karim, prospek itu didorong

oleh fator-faktor sebagai berikut:

1. Potensi Penghimpunan Dana Zakat Yang Besar

0 Q1 Q2 Q3

P1/P3

P2

Q

D0

D1

S1

S0

P

1

2

Page 12: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

Berdasarkan rilisan dari hasil penelitian PIRAC (Public

Interest Research and Advocacy Centre), potensi dana zakat di

Indonesia yang populasinya 87% muslim, sangat besar hingga

mencapai 9,09 trilliun rupiah tahun 2007. Nilai ini meningkat pesat

dibandingkan tahun 2004 yang hanya berpotensi 4,45 trilliun

rupiah. Hasil yang berbeda dikemukakan oleh Alfath bahwa

potensi zakat Indonesia mencapai 20 trilliun rupiah per tahun.

Akan tetapi, yang baru tergali baru Rp 500 miliar per tahun

(Karim, 2009).

Terlepas dari berapapun nilainya, kedua hasil survei

tersebut memberikan gambaran bahwa potensi itu bukanlah

angka yang kecil.jika semua potensi itu dapat terkumpul dan

dikelola oleh lembaga amil zakat yang propesional dan amanah,

maka bukan mustahil tingkat kesejahteraan rakyat miskin dapat

diperbaiki.

2. Regulasi Yang Mulai Mendukung

Sejak bergulirnya era reformasi, regulasi zakat pun

menemukan momentumnya. Jika sebelumnya hanya bersifat

instruksi dan keputusan menteri, akhirnya Indonesia memiliki

payung hukum tentang zakat, di mana dengan keluarnya Undang-

Undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat pada

tanggal 23 September 1999.

3. Infrastruktur IT Yang Menunjang

Perkembangan teknologi di masa sekarang memberikan

efek yang luar biasa bagi setiap aktifitas kehidupan. Hadirnya

inovasi-inovasi teknologi baru yang memudahkan, seperti internet

dan lain sebagainya, memberikan kemudahan yang berarti. Jika

lembaga amil zakat mampu menerapkan teknologi ini, maka

profesionalsime dan kecekatan lembaga amil tersebut akan

semakin efektif.

4. Tingkat kesadaran yang semakin meningkat.

Page 13: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

Survei PIRAC melaporkan tingkat kesadaran muzakki

meningkat dari 49,8% di tahun 2004 menjadi 55% di tahun 2007.

Hal ini berarti dalam kurun waktu 3 tahun terjadi peningkatan

sebesar 5,2% kesadaran berzakat dalam masyarakat, jika 5,2%

itu dikalikan dengan populasi muzakki di Indonesia, maka terdapat

lebih dari 29 juta keluarga sejahtera yang akan menjadi warga

sadar zakat. Sedangkan saat ini, diperkirakan hanya ada sekitar

12 – 13 juta muzakki yang membayar zakat via LAZ, berarti masih

ada lebih dari separuh potensi zakat yang belum tergarap oleh

LAZ (Karim, 2009).

E. Kendala Dan Strategi Pengembangan Lembaga Amil Zakat

Meskipun begitu besar prospek yang dapat diambil dari

pengumpulan dana zakat oleh Lembaga Amil Zakat, namun dalam

kenyataannya masih sedikit dana zakat yang terkumpul. Hal ini

dikarenakan masih banyak kendala-kendala yang menghambat

pengumpulan dana zakat tersebut. Di samping itu strategi-strategi yang

harus dilakukan oleh lembaga amil zakat juga perlu ditingkatkan, agar

potensi zakat yang besar itu dapat terkumpul dan tersalurkan secara

optimal.

1. Kendala Atau Kelemahan Pengumpulan Dana Zakat

Ada tiga aspek yang menjadi kendala bagi LAZ- LAZ di Indonesia

dalam pengumpulan dana zakat, yaitu:

a. Aspek Sosiologis.

1) Rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat

tentang membayar zakat

2) Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap amil

zakat.

3) Masih menggunakan cara lama atau tradisional.

b. Aspek Manajemen Institusi Zakat

Page 14: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

1) Adanya dualisme institusi pengelolaan zakat (BAZ dan

LAZ).

2) Kelemahan dalam penerapan prinsip manajemen

organisasi.

3) Rendahnya penguasaan teknologi oleh institusi zakat.

c. Aspek Hukum (Yuridis)

1) Undang-undang tentang pengelolaan zakat no. 38 tahun

1999 berpotensi menghambat pengembangan zakat

mengingat substansinya tidak tegas dalam mengatur fungsi

regulator, pengawas dan operator.

2) Dalam undang-undang tersebut zakat hanya digunakan

sebagai pengurang laba/pendapatan kena pajak dari wajib

pajak.

2. Strategi Pengembangan Lembaga Amil Zakat

Untuk dapat menanggulangi kendala yang disebutkan di atas

maka strategi yang dapat dilakukan antara lain adalah (Sudarsono,

2007);

1) Perlunya pensosialisasian zakat bukan pada wilayah

keagamaan saja.

2) Memahamkan zakat tidak hanya sekedar pendekatan agama

tetapi juga ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

3) Pentingnya kordinasi antar sesama lembaga zakat sehingga

akan meningkatkan kinerja masing-masing yang pada

akhirnya memberikan pandangan baik bagi masyarakat,

sehingga kepercayaan masyarakat kembali timbul terhadap

lembaga zakat.

4) Revisi undang-undang zakat no.38 tahun 1999.

Page 15: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,

F. Penutup

Pemaparan di atas memberikan gambaran bagaimana zakat bisa

berpotensi sebagai solusi untuk mengatasai kesenjangan ekonomi yang

terjadi di negara Indonesia. Begitu besar potensi zakat yang bisa

digunakan sebagai penopang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

miskin yang selalu menjadi momok menakutkan bagi negara.

Akan tetapi, potensi yang besar itu pada saat sekarang masih

belum bisa dioptimalkan secara efektif dan efisien. Meskipun

pertumbuhan lembaga-lembaga zakat meningkat drastis, namun

perjalanannya masih membutuhkan pengkajian ulang atas program-

program yang direncanakan. Pembenahan terhadap organisasi lembaga

zakat masih sangat diperlukan, agar harapan potensi besar akan dana

zakat itu dapat terkumpul secara optimal sehingga disalurkan untuk

menanggulangi tingkat kesejahteraan kaum miskin di negara Indonesia.

Namun, terlepas dari itu semua uluran tangan pemerintah baik

dalam bentuk undang-undang yang baku sangat diperlukan guna

mewujudkan tujuan mulia ini. Sekalipun undang-undang zakat telah

dibentuk, namun masih dirasakan setengah hati dan perlu adanya revisi

yang lebih mempertajam posisi pentingnya dana zakat bagi negara.

Page 16: A. Pendahuluan · batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda (Sudarsono, 2007). Pada perkembangannya, masa kehidupan Rasulullah dan khulafaurrasyidin,