a naskah akademik rancangan undang-undang tentang pemerintahan daerah

259
0 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 2011

Upload: basri-ar

Post on 02-Jun-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 1/259

0

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERIREPUBLIK INDONESIA

2011

Page 2: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 2/259

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desentralisasi adalah istilah dengan konotasi yang luas. Setiap

penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat dapat tercakup dari

pengertian tersebut. Konsep desentralisasi selalu berkaitan dengan

kewenangan untuk mengatur dan mengurus kekuasaan yangmenjadi domain Pemerintah Pusat yang diserahkan ke daerah.

Dalam konteks Indonesia, desentralisasi selalu dikaitkan

pembentukan daerah otonom atau pemerintahan daerah dan

penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada

pemerintahan daerah sehingga pemerintahan daerah mempunyai

kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

tersebut. Tiada satupun pemerintah dari suatu Negara dengan wilayah

yang luas dapat melaksanakan kebijaksanaan dan program-

programnya secara efektip dan efisien melalui sistem sentralisasi

(Bowman & Hampton, 1983). Dari pandangan ini kita dapat melihat

urgensi dari kebutuhan akan pelimpahan ataupun penyerahan

sebagian kewenangan Pemerintah Pusat baik dalam konotasi politis

maupun administratif kepada organisasi atau unit diluarPemerintah Pusat itu sendiri. Apakah pelimpahan ini akan lebih

menitik beratkan pada pilihan devolusi, dekonsentrasi, delegasi

ataupun bahkan privatisasi, hal tersebut tergantung dari para

pengambil keputusan politik di negara yang bersangkutan. Di

banyak negara di dunia keempat bentuk tersebut diterapkan oleh

Pemerintah Pusat, walaupun salah satu bentuk mungkin

Page 3: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 3/259

2

mendapatkan prioritas dibandingkan bentuk-bentuk lainnya

(Rondinelli & Cheema, 1983).Secara teoritik terdapat elemen-elemen dasar yang bersifat

generik dalam institusi pemerintahan daerah. Agar pemerintah

daerah mampu melaksanakan otonominya secara optimal yaitu

sebagai instrumen menciptakan proses demokratisasi dan

instrumen menciptakan kesejahteraan di tingkat lokal, maka kita

harus memahami secara filosofis elemen-elemen dasar yang

membentuk pemerintahan daerah sebagai suatu entitaspemerintahan. Sedikitnya ada 7 elemen dasar yang membangun

entitas pemerintahan daerah yaitu:

(1) Urusan Pemerintahan

Elemen dasar pertama dari pemerintahan daerah adalah

"urusan pemerintahan" yaitu kewenangan daerah untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan

ke daerah. Desentralisasi pada hakekatnya membagi urusan

pemerintahan antar tingkatan pemerintahan; pusat

mengerjakan apa dan daerah mengerjakan apa.

(2) Kelembagaan

Elemen dasar yang kedua dari pemerintahan daerah adalah

kelembagaan daerah. Kewenangan daerah tidak mungkin dapat

dilaksanakan kalau tidak diakomodasikan dalam kelembagaandaerah. Untuk konteks Indonesia, ada dua kelembagaan penting

yang membentuk pemerintahan daerah yaitu: kelembagaan

untuk pejabat politik yaitu kelembagaan kepala daerah dan

DPRD; dan kelembagaan untuk pejabat karir yang terdiri dari

perangkat daerah (dinas, badan, kantor, sekretariat, kecamatan,

kelurahan dll).

Page 4: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 4/259

3

(3) Personil

Elemen dasar yang ketiga yang membentuk pemerintahandaerah adalah adanya personil yang menggerakkan

kelembagaan daerah untuk menjalankan urusan pemerintahan

yang menjadi domain daerah. Personil daerah (PNS Daerah)

tersebut yang pada gilirannya menjalankan kebijakan publik

strategis yang dihasilkan oleh pejabat politik (DPRD dan kepala

daerah) untuk menghasilkan barang dan jasa ( goods and

services ) sebagai hasil akhir ( end product ) dari pemerintahandaerah.

(4) Keuangan Daerah

Elemen dasar yang keempat yang membentuk pemerintahan

daerah adalah keuangan daerah. Keuangan daerah adalah

sebagai konsekuensi dari adanya urusan pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah. Hal tersebut sesuai dengan prinsip

"money follows function ". Daerah harus diberikan sumber-

sumber keuangan baik yang bersumber pada pajak dan

retribusi daerah (desentralisasi fiskal) maupun bersumber dari

dana perimbangan (subsidi dan bagi hasil) yang diberikan ke

daerah. Adanya sumber keuangan yang memadai akan

memungkinkan daerah untuk melaksanakan urusan

pemerintahan yang diserahkan kepada daerah.

(5) Perwakilan Daerah

Elemen dasar yang kelima yang membentuk pemerintahan

daerah adalah perwakilan daerah. Secara filosofis, rakyat yang

mempunyai otonomi daerah tersebut. Namun secara praktis

adalah tidak mungkin masyarakat untuk memerintah bersama.

Untuk itu maka dilakukan pemilihan wakil-wakil rakyat untuk

menjalankan mandat rakyat dan mendapatkan legitimasi untuk

Page 5: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 5/259

4

bertindak untuk dan atas nama rakyat daerah. Dalam sistem

pemerintahan di Indonesia, ada dua jenis institusi yangmewakili rakyat. Pertama yaitu DPRD yang dipilih melalui

pemilihan umum untuk menjalankan fungsi legislatif daerah.

Kedua adalah kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan

kepala daerah yang dilakukan secara langsung oleh rakyat

daerah yang bersangkutan untuk menjalankan fungsi eksekutif

daerah. Dengan demikian kepala daerah dan DPRD adalah

pejabat yang dipilih oleh rakyat melalui proses pemilihan, yang

mendapat mandat untuk mengatur dan mengurus rakyat dalam

koridor kewenangan yang dimiliki daerah yang bersangkutan.

Dalam elemen perwakilan tersebut mengandung berbagai

dimensi didalamnya yang bersinggungan dengan hak-hak dan

kewajiban masyarakat. Termasuk dalam dimensi tersebut

adalah bagaimana hubungan DPRD dengan kepala daerah;

bagaimana hubungan keduanya dengan masyarakat yangmemberikan mandat kepada mereka dalam upaya artikulasi dan

agregasi kepentingan masyarakat; pengakomodasian pluralisme

lokal kedalam kebijakan-kebijakan daerah; penguatan civil

society dan isu-isu lainnya yang terkait dengan proses

demokratisasi di tingkat lokal.

(6) Pelayanan Publik

Elemen dasar yang keenam yang membentuk pemerintahan

daerah adalah "pelayanan publik". Hasil akhir dari

pemerintahan daerah adalah tersedianya " goods and services "

yang dibutuhkan masyarakat. Secara lebih detail goods and

services tersebut dapat dibagi dalam dua klasifikasi sesuai

dengan hasil akhir ( end products ) yang dihasilkan pemerintahan

daerah. Pertama, pemerintahan daerah menghasilkan public

Page 6: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 6/259

5

goods yaitu barang-barang ( goods ) untuk kepentingan

masyarakat lokal seperti jalan, jembatan, irigasi, gedungsekolah, pasar, terminal, rumah sakit dan sebagainya yang

sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kedua, pemerintahan

daerah menghasilkan pelayanan yang bersifat pengaturan

publik ( public regulations ) seperti menerbitkan Akte Kelahiran,

Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Izin Mendirikan

Bangunan, dan sebagainya. Pada dasarnya pengaturan publik

dimaksudkan untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban

(law and order ) dalam masyarakat.

Isu yang paling dominan dalam konteks pelayanan publik

tersebut adalah bagaimana kualitas dan kuantitas pelayanan

publik yang dihasilkan pemerintahan daerah dalam rangka

mensejahterakan masyarakat lokal. Prinsip-prinsip standar

pelayanan minimal dan pengembangan pelayanan prima ( better,

cheaper, faster and simpler ) serta akuntabilitas akan menjadiisu utama dalam pelayanan publik tersebut.

(7) Pengawasan

Elemen dasar ketujuh yang membentuk pemerintahan daerah

adalah "pengawasan”. Argumen dari pengawasan adalah adanya

kecenderungan penyalah-gunaan kekuasaan sebagaimanaadagium dari Lord Acton yang menyatakan bahwa " power tends

to corrupt and absolute power will corrupt absolutely ". Untuk

mencegah hal tersebut maka elemen pengawasan mempunyai

posisi strategis untuk menghasilkan pemerintahan yang bersih.

Berbagai isu pengawasan akan menjadi agenda penting seperti

sinergi lembaga pengawasan internal, efektifitas pengawasan

Page 7: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 7/259

6

eksternal, pengawasan sosial, pengawasan legislatif dan juga

pengawasan melekat ( built in control ).Ketujuh elemen dasar diatas merupakan elemen "generik"

yang membentuk pemerintahan daerah. Penataan terhadap sistem

pemerintahan sedikitnya harus menata ketujuh elemen dasar

tersebut. Penataan harus bersifat sistemik dan tidak bisa partial.

Dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pendekatan

sistemik ini juga yang akan mendasari strategi perubahannya.

Dalam konteks Indonesia, untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan rakyat dan memperkuat integrasi nasional, para

pendiri bangsa sejak awal sebagaimana dinyatakan dalam

konstitusi yaitu Undang Undang Dasar 1945 mencita-citakan

Indonesia sebagai negara kesatuan yang desentralistis dan

demokratis. Para pendiri bangsa ( the founding fathers ) menyadari

bahwa variabilitas yang tinggi antar daerah, dan kondisi geografis

yang terdiri dari beribu-ribu pulau, adalah tidak realistik kalau

negara Indonesia dikelola secara sentralistis. Desentralisasi

menjadi pilihan selain karena keinginan mewujudkan

pemerintahan yang responsif terhadap dinamika yang terjadi di

daerah, juga karena pemerintahan yang desentralistis lebih

kondusif bagi percepatan pengembangan demokrasi di Indonesia.

Dengan menyerahkan sebagian urusan pemerintahan ke daerah,

maka rakyat di daerah akan menjadi semakin mudah terlibat

dalam penyelenggaraan pemerintahan. Mereka juga akan dapat

lebih mudah mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintahan

daerah.

Namun, dalam perjalanan sejarah pemerintahan di

Indonesia, pelaksanaan desentralisasi mengalami pasang-surut

sesuai dengan dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi

Page 8: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 8/259

7

di masa itu. Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia mengalami

perkembangan yang berarti sejak dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang menganut otonomi luas.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut membatasi

urusan pemerintahan di tingkat pusat dan provinsi melalui

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 dan mengalihkan

sisanya kepada kabupaten/ kota melalui mekanisme pengakuan.

Mekanisme pembagian urusan pemerintahan tersebut

mengikuti konsep urusan sisa ( residual functions ) yang diserahkanke tingkat kabupaten/kota sedangkan urusan pemerintahan di

tingkat pusat dan di tingkat provinsi ditentukan secara jelas dan

specifik yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25

Tahun 2000. Mengingat scope urusan sisa yang diserahkan ke

kabupaten/kota sangat luas, maka menimbulkan kesan bahwa di

kabupaten/kota mengacu kepada prinsip otonomi luas atau

general competence sedangkan otonomi terbatasnya ( ultra vires )ada di tingkat provinsi. Undang-Undang ini juga menjadikan

DPRD sebagai lembaga parlemen daerah yang memiliki

kewenangan yang luas termasuk melakukan pemilihan dan

pemakzulan kepala daerah ketika Laporan Pertanggungjawaban

(LPJ) Kepala Daerah kepada kepala daerah dua kali ditolak secara

berurutan. Namun LPJ Kepala Daerah mungkin akan diterima

apabila dalam waktu sebulan terjadi perbaikan kinerja. Inimerupakan pengaturan yang sulit diterima nalar. Bagaimana

kinerja kepala daerah dalam setahun dapat diperbaiki dalam

sebulan. Dalam praktek, celah ini dijadikan alat tawar menawar

antara pihak eksekutif daerah dengan pihak DPRD.

Pada awal otonomi daerah di era reformasi, pelaksanaan

desentralisasi yang dilakukan secara radikal dengan mengalihkan

urusan yang seluas-luasnya ke daerah ternyata menimbulkan

Page 9: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 9/259

8

berbagai masalah, seperti ketidakjelasan pembagian urusan antar

susunan pemerintahan, dan tidak jelasnya hubungan interelasidan interdepensi antar tingkatan dan dan susunan pemerintahan

khususnya antara pemerintahan daerah dengan Pemerintah Pusat

dan antara pemerintahan daerah provinsi dengan pemerintahan

daerah kabupaten/kota. Penempatan DPRD sebagai parlemen

daerah dengan kewenangan untuk memilih dan memakzulkan

kepala daerah menghasilkan destabilisasi pemerintahan daerah.

Konflik yang terjadi antar kepala daerah dan DPRD cenderung

meluas di banyak daerah dan mengganggu kelancaran jalannya

pemerintahan daerah. Semua hal di atas mendorong Pemerintah

Pusat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

untuk menata kembali pelaksanaan desentralisasi sehingga

percepatan pembangunan daerah dapat dilakukan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mencoba

memperjelas pembagian urusan pemerintahan dan tetap dalamkoridor otonomi luas ( general competence ) yang ada di tingkat

daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 sebagai turunan dari Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 mencoba melakukan pembagian

urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, pemerintahan

daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Ada

31 urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah dalamkonsep otonomi daerah yang seluas-luasnya sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD 1945.

Ada tiga kriteria yang dipakai sebagai pedoman dalam

pembagian urusan pemerintahan tersebut. Kriteria tersebut

adalah kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Mengacu

kepada ketiga kriteria tersebut, pembagian urusan pemerintahan

menjadi sebagai berikut:

Page 10: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 10/259

9

1. Pemerintah Pusat; mempunyai kewenangan untuk membuat

pengaturan dalam bentuk Norma, Standar, Prosedur danKriteria (NSPK) yang dijadikan acuan bagi pemerintahan

daerah provinsi, kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut;

berwenang melakukan monitoring, evaluasi dan supervisi

terhadap pemerintahan daerah, dan berwenang untuk

melakukan urusan pemerintahan yang berskala nasional

(lintas provinsi) atau internasional (lintas negara).

2. Pemerintahan daerah provinsi mempunyai kewenangan untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berskala

provinsi (lintas kabupaten/kota) berdasarkan NSPK yang

ditetapkan Pemerintah Pusat.

3. Pemerintahan daerah kabupaten/kota berwenang untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berskala

kabupaten/kota berdasarkan NSPK yang ditetapkan

Pemerintah Pusat.

Selain itu Pemerintah Pusat diwajibkan menyelesaikan

penetapan NSPK tersebut dalam waktu dua tahun dan apabila

dalam waktu dua tahun Pemerintah Pusat belum juga

menetapkan NSPK untuk dijadikan acuan bagi pemerintahan

daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang

diserahkan ke daerah, maka pemerintahan daerah dapat

menetapkan peraturan daerah (perda) untuk melaksanakan

urusan yang menjadi kewenangannya. Fungsi lainnya dari NSPK

adalah mengatur hubungan antar tingkatan dan susunan

pemerintahan yaitu antara pusat dan daerah dan antar

pemerintahan daerah dalam pelaksanaan suatu urusan

Page 11: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 11/259

10

pemerintahan sehingga urusan pemerintahan tersebut dapat

terselenggara secara sistemik dan sinergik.Urusan pemerintahan diklasifikasikan kedalam dua kategori

yaitu ”urusan wajib” yang terkait dengan pelayanan dasar dan

urusan pilihan yang terkait dengan pengembangan sektor

unggulan yang potensial tumbuh dan berkembang di daerah

tersebut. Pendekatan tersebut ditujukan untuk mendorong

pemerintahan daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang

benar-benar sesuai dengan karakter daerah dan kebutuhanmasyarakat daerah tersebut untuk mendukung terciptanya

kesejahteraan masyarakat daerah.

Ada 31 urusan pemerintahan yang di desentralisasikan ke

daerah provinsi dan kabupaten/kota. Urusan pemerintahan

tersebut yaitu:

1) Sosial2) Lingkungan Hidup3) Perdagangan4) Kelautan dan Perikanan5) Kehutanan6) Pendidikan dan Kebudayaan7) Kesehatan8) Usaha Kecil dan Menengah9) Tenaga Kerja dan Transmigrasi10) Pertanian dan Perkebunan11) Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

12) Perhubungan13) Penanaman Modal14) Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 15) Kependudukan16) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak17) Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera18) Perindustrian19) Pekerjaan Umum20) Penataan Ruang21) Pemuda dan Olah Raga22) Komunikasi dan Informasi23) Perumahan

Page 12: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 12/259

11

24) Arsip25) Pertanahan26) Kesatuan Bangsa dan Politik27) Statistik28) Pemerintahan Umum29) Pemberdayaan Masyarakat Desa30) Kepegawaian31) Perpustakaan

Kalau Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memakai

prinsip ”residual function” untuk kabupaten/kota yaitu semua

urusan pemerintahan yang tidak secara eksplisit dinyatakandalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 sebagai

kewenangan Pemerintah Pusat dan provinsi akan menjadi

kewenangan kabupaten/kota. Dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 pembagian urusan pemerintahan mempergunakan

prinsip ”concurrence function” artinya diterapkannya prinsip

konkurensi dari setiap urusan pemerintahan. Apa yang dikerjakan

di Pemerintah Pusat, menjadi juga kewenangan provinsi dankewenangan kabupaten/kota, hanya skalanya yang berbeda.

Kalau Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan yang berskala

nasional atau lintas provinsi, maka provinsi akan mempunyai

kewenangan dengan skala provinsi atau lintas kabupaten/kota

sedangkan kabupaten/kota mempunyai kewenangan skala

kabupaten/kota atas 31 urusan pemerintahan yang di

desentralisasikan. Pembagian urusan pemerintahan antaraPemerintah Pusat, pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kabupaten/kota dituangkan dalam matriks

pembagian urusan yang dipayungi dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007. Pemerintah Pusat kemudian menetapkan

Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang dijadikan

pedoman atau acuan bagi pemerintahan daerah provinsi dan

Page 13: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 13/259

12

kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangannya.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga mengubah

kedudukan DPRD dan pola hubungan antara DPRD dengan kepala

daerah. Kepala daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD tetapi dipilih

langsung oleh rakyat sebagaimana para anggota DPRD. Kepala

daerah karena itu memiliki basis legitimasi yang kuat dan tidak

lagi tergantung pada DPRD. Dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 kedudukan DPRD dikembalikan sebagai unsurpenyelenggara pemerintahan daerah. DPRD yang sebelumnya

memiliki kewenangan untuk melakukan pemakzulan terhadap

kepala daerah apabila Laporan Pertanggung Jawabannya (LPJ)

ditolak oleh DPRD, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

mereka memiliki kedudukan yang setara dan menjadi mitra dari

kepala daerah. Karena kepala daerah dipilih oleh rakyat, maka

kepala daerah menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) dan bukan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ)

kepada DPRD.

Walaupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah

berhasil menyelesaikan beberapa masalah dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah, namun ternyata dalam pelaksanaannya

muncul beberapa masalah baru yang perlu memperoleh perhatian

Pemerintah Pusat dan semua pemangku kepentingan.

Ketidakjelasan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 sering menimbulkan intepretasi yang berbeda dari

berbagai kelompok kepentingan dan menjadi salah satu sumber

konflik antar susunan pemerintahan dan aparatnya. Misalnya,

dalam pembagian urusan, ketidakjelasan pembagian urusan antar

susunan pemerintahan masih merupakan masalah yang secara

persisten dihadapi oleh Indonesia dalam pelaksanaan

Page 14: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 14/259

13

desentralisasi. Konflik dan tumpang tindih kewenangan antar

susunan pemerintahan dan antar daerah tetap terjadi danmemerlukan pengaturan yang lebih jelas dan efektif. Urusan

pemerintahan yang berbasis ekologis. Khususnya yang terkait

dengan urusan kehutanan dan kelautan masih tetap sulit untuk

dibagi antar tingkatan pemerintahan karena batas wilayah

administrasi pemerintahan sering kurang sesuai dengan

externalitas yang ditimbulkan dari urusan pemerintahan yang

berbasis ekologis.

Otonomi luas yang diwujudkan dalam bentuk 31 urusan

yang diserahkan ke daerah sering menimbulkan masalah dalam

pembiayaannya. Urusan yang sangat banyak ditambah dengan

sumber pendanaan yang terbatas, telah menyebabkan banyak

daerah mengalami kesulitan dalam pembiayaan urusan tersebut.

Keadaan tersebut diperparah dengan adanya kecenderungan

daerah untuk membuat struktur organisasi yang gemuk akibattekanan birokrasi akan tambahan jabatan akan memicu

meningkatnya kebutuhan akan pegawai yang pada gilirannya akan

menyebabkan bengkaknya biaya aparatur atau overhead cost .

Otonomi luas dalam bentuk banyaknya urusan pemerintahan

yang diserahkan ke daerah dapat menjadi justifikasi bagi daerah

untuk menambah struktur organisasi perangkat daerah. Kondisi

tersebut diperparah dengan adanya perintah dari peraturanperundang-undangan atau kementerian dan lembaga pemerintah

non kementerian (LPNK) yang mewajibkan daerah untuk

membentuk suatu organisasi untuk mewadahi suatu urusan yang

tidak ada relevansi atau urgensinya di daerah tersebut.

Meningkatnya overhead cost akan mengurangi alokasi

anggaran untuk pelayanan publik sebagai dasar untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Munculnya

Page 15: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 15/259

14

gejala patronasi dan kooptasi birokrasi secara politis akan

memberikan tekanan bagi elit politik lokal untuk mengembangkanstruktur organisasi. Pemberian otonomi luas akan menjadi alasan

utama bagi daerah untuk mengembangkan organisasi untuk

mewadahi urusan pemerintahan tersebut, walaupun secara

empirik banyak dari urusan tersebut tidak sesuai dengan prioritas

untuk mensejahterakan rakyat. Otonomi daerah yang luas belum

disikapi sebagai ”open menu” bagi elit daerah. Pengertian open

menu mengarah pada kondisi dimana daerah tidak harus

memprioritaskan urusan-urusan pemerintahan yang relevansinya

kurang kuat terkait dengan upaya daerah mensejahterakan

masyarakatnya.

Seyogyanya mereka memprioritaskan urusan-urusan

pemerintahan yang sesuai dengan urusan wajib yang terkait

prioritas pelayanan dasar dan urusan pilihan yang menjadi

prioritas untuk dikembangkan sesuai dengan unggulan daerah.Otonomi luas bukan berarti semua urusan harus dilembagakan

tapi fungsinya tetap menjadi domain kewenangan daerah namun

tidak harus dilembagakan tersendiri karena akan memicu

bengkaknya overhead cost . Diperlukan pemikiran untuk

menerapkan kelembagaan yang ” right sizing ” yang bercirikan

ramping struktur namun kaya fungsi.

Disamping itu, dinamika pelaksanaan desentralisasi selama

dekade terakhir ini juga menunjukan perlu adanya penambahan

pengaturan baru tentang pelayanan publik dan partisipasi

masyarakat. Pengaturan tentang pelayanan publik sangat penting

dalam undang-undang pemerintahan daerah karena tidak adanya

pengaturan tentang pelayanan publik sering membuat daerah

kurang peduli dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

Sedangkan, salah satu pertimbangan utama dari pelaksanaan

Page 16: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 16/259

15

desentralisasi agar daerah dapat menyelenggarakan pelayanan

publik yang berkualitas, sesuai dengan kebutuhan warganya, dandapat dijangkau oleh warganya dengan mudah. Pengaturan

tentang penyelenggaraan pelayanan publik perlu dimasukan

dalam undang-undang pemerintahan daerah agar daerah memiliki

pedoman dan standar yang jelas dalam menyelenggarakan

pelayanan yang berkualitas.

Pengaturan yang sama juga dilakukan mengenai partisipasi

masyarakat. Partisipasi masyarakat menjadi salah satu kuncisukses dari penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah.

Salah satu tujuan dari desentralisasi adalah agar masyarakat dan

pemangku kepentingan dapat lebih mudah berpartisipasi dalam

proses kebijakan di daerah. Namun, karena pengaturan tentang

partisipasi masyarakat tidak ada dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 banyak daerah yang masih mengabaikan perlunya

mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proseskebijakan di daerah. Amat jarang daerah yang mengakui bahwa

partisipasi adalah hak dari setiap warga yang harus dilindungi

oleh negara. Penambahan pengaturan tentang partisipasi yang

mengatur hak-hak warga untuk terlibat dalam proses kebijakan

dan kewajiban daerah untuk memberi ruang kepada warganya

untuk terlibat dalam proses kebijakan amat penting untuk

menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan daerah benar-benar mengabdi pada kepentingan warga.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas maka revisi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diperlukan. Revisi

dilakukan disamping untuk melakukan perubahan terhadap

pengaturan yang ada agar lebih mampu menjawab berbagai

masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, juga untuk

melengkapi berbagai kekurangan yang ada dalam Undang-Undang

Page 17: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 17/259

16

Nomor 32 Tahun 2004. Dengan adanya revisi terhadap Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka diharapkan penyelenggaraandesentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia benar-benar dapat

mendorong kemajuan daerah dan meningkatkan kemakmuran

bagi warga di daerah. Dengan demikian, desentralisasi diharapkan

juga dapat menjadi perangkat kebijakan untuk memperkuat

integrasi nasional dan memperkokoh keberadaan NKRI.

1.2 Maksud dan Tujuan

Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dilakukan dengan

tujuan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dari Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 terkait dengan konsep kebijakan

desentralisasi dalam negara kesatuan, ketidakjelasan pengaturan

dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan

hubungan antara pemerintah dengan warga dan kelompok

madani. Praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah diIndonesia menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum

sepenuhnya menjamin terwujudnya NKRI yang desentralistis dan

mampu menjamin adanya hubungan yang harmonis dan sinergik

antar tingkatan dan susunan pemerintahan. Dalam pembagian

urusan misalnya, konsep negara kesatuan yang desentralistis

belum sepenuhnya tergambar dalam pengaturan dan norma-

norma yang ada sehingga seringkali masih dijumpaiketidakharmonisan hubungan antar kementrian dan lembaga

dengan daerah, antar provinsi dan kabupaten/kota, dan antar

daerah.

Ketidakjelasan pengaturan sering membuat kerjasama

antara Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dan antar

daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah belum dapat

dilakukan secara optimal. Disamping itu tidak jelasnya hubungan

Page 18: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 18/259

17

antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah telah

menyebabkan sulitnya menciptakan sinergi antara pembangunanpusat dengan daerah dan antara provinsi dengan kabupaten/kota

dalam wilayah provinsi tersebut. Akibatnya adalah sulitnya

pencapaian target-terget nasional yang telah ditetapkan

Pemerintah Pusat karena masing-masing tingkatan pemerintahan

mempunyai target dan prioritasnya sendiri-sendiri. Pada gilirannya

penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam konstruksi Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 sering belum mampu mempercepat

perbaikan kesejahteraan rakyat di daerah yang akibat lanjutannya

adalah rendahnya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara

nasional.

Disamping memperjelas konsep desentralisasi dalam

kerangka NKRI, revisi juga dilakukan untuk memperjelas berbagai

aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah yang selama ini

belum diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Misalnya, dalam pembentukan daerah otonom baru.

Pengaturan yang ada selama ini dinilai belum jelas dan memadai

sehingga pembentukan daerah otonom baru cenderung dilakukan

secara masif dan lebih didorong oleh pertimbangan kepentingan

elit dan sempit dari berbagai kelompok kepentingan yang ada di

daerah. Berbagai pengaturan tentang kawasan perkotaan,

kawasan khusus, daerah perbatasan, pengelolaan aset dansumber daya di daerah selama ini dinilai belum jelas sehingga

cenderung tidak efektif dan tidak mampu menjawab dinamika

daerah yang sangat cepat dan kompleks.

Revisi juga dilakukan untuk menambahkan beberapa

pengaturan baru yang selama ini belum tercakup dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004, namun sangat penting untuk

mempercepat keberhasilan desentralisasi mewujudkan

Page 19: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 19/259

18

pemerintahan daerah yang bersih, demokratis, dan mampu

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa pengaturan terkaitdengan hubungan antara pemerintah daerah dengan warganya

seperti pengaturan tentang hak-hak warga untuk berpartisipasi

dalam proses kebijakan di daerah, kewajiban daerah untuk

menjamin hak-hak warga berpartisipasi, dan hak-hak warga

menyampaikan keluhan serta mekanisme penyelesaian sengketa

antara warga dan penyelenggara pelayanan publik belum diatur

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Sedangkan

berbagai hal tersebut sangat strategis dalam menjamin

terwujudnya pemerintahan daerah yang bersih, responsif, dan

akuntabel.

Disamping itu terdapat juga kebutuhan untuk mendorong

inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kemajuan

suatu bangsa sangat ditentukan oleh sejauhmana kreativitas

bangsa yang bersangkutan untuk selalu mencari alternatif dalampeningkatan kualitas hidupnya. Demikian juga halnya dengan

penyelenggaraan pemerintahan daerah, kemajuan yang dicapai

akan sangat dipengaruhi oleh terobosan-terobosan pemikiran yang

harus dilakukan pemerintahan daerah khususnya dalam

penyediaan pelayanan publik. Pemerintahan daerah harus

didorong untuk memanfaatkan kearifan lokal ( local wisdom ) yang

ada untuk meningkatkan kinerjanya melalui peningkatankreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Untuk itu diperlukan payung hukum untuk mendorong

dan melindungi pemerintahan daerah yang telah melakukan

kegiatan-kegiatan inovatif tanpa dihantui oleh tuntutan hukum.

Jangan sampai kegiatan yang inovatif bermuara pada

kriminalisasi. Untuk itu diperlukan adanya kriteria yang jelas

untuk menentukan bahwa suatu kegiatan masuk dalam rumpun

Page 20: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 20/259

19

inovasi. Tapi sebaliknya juga jangan penyalahgunaan kekuasaan

berlindung dibalik kegiatan yang inovatif.Sisi lain yang memerlukan payung hukum adalah tindakan

hukum terhadap pejabat daerah. Adanya ketakutan yang

berlebihan terhadap dampak hukum yang terjadi telah

menyebabkan aparat pemerintahan daerah enggan untuk

melakukan kegiatan-kegiatan yang dianggap potensial

menyebabkan masalah hukum di kemudian hari. Timbullah

budaya kerja mencari selamat. Akibatnya penyerapan anggaranmenjadi terkendala dan banyak menimbulkan sisa diakhir tahun

anggaran. Pada satu sisi pelayanan publik belum optimal namun

pada sisi lain anggaran yang ada belum termanfaatkan secara

optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut harus ada payung

hukum yang mengatur kejelasan atas suatu kesalahan dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Apakah kesalahan

tersebut masuk dalam ranah administratif ( non yustisia ) atauranah pidana ( pro yustisia ). Kalau setiap kesalahan dipaksakan

masuk ke ranah pro yustisia , akan menyebabkan keengganan

pejabat daerah dalam mengurus kegiatan-kegiatan yang

berimplikasi hukum padahal kegiatan tersebut sangat diperlukan

masyarakat karena terkait pelayanan publik. Suatu kesalahan

dalam penyelenggaraan pemerintahan seyogyanya diperiksa dulu

oleh aparat pengawas internal pemerintah yang dalam hal inidilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan

(BPKP). Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPKP akan

menentukan apakah kesalahan tersebut masuk dalam ranah

administrasi atau ranah pidana. Kalau ada indikasi pidana maka

sifatnya akan menjadi pro yustisia dan menjadi tugas serta

kewenangan aparat penegak hukum untuk menindak lanjutinya.

Page 21: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 21/259

20

Adanya revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini

diharapkan dapat memberi kesempatan untuk membangunkerangka hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

menyeluruh, visioner, dan efektif merespon berbagai masalah yang

sekarang dan mungkin terjadi di masa mendatang di dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.

1.3 Metodologi

Revisi undang-undang ini dirancang sedemikian rupa agar bersifat problem-based , partisipatif, dan berbasis pada pemikiran yang

secara akademik dan politik dapat diterima. Bersifat problem-

based karena inisiatif dan dasar untuk melakukan revisi adalah

masalah yang dihadapi baik oleh Pemerintah Pusat, daerah, para

penyelenggara pemerintahan daerah, dan para pemangku

kepentingan lainya terkait dengan penyelenggarakan

pemerintahan daerah. Berbagai masalah yang dihadapi olehpenyelenggara pemerintahan daerah dan pemangku kepentingan

setelah dikaji secara akademik ternyata bersumber dari

ketidakjelasan pengaturan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 dan ketidakharmonisan antara Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 dengan peraturan perundangan lainnya. Berbagai

masalah yang dihadapi oleh banyak pemangku kepentingan ini

menjadi dasar dan mendorong upaya untuk merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Dorongan untuk melakukan revisi juga muncul dari

masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah yang mekanisme pengelolaannya belum diatur dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Misalnya, mengenai

penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah daerah.

Pelayanan publik adalah hal yang sangat strategis dan menjadi isu

Page 22: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 22/259

21

yang sangat penting karena terkait secara langsung dengan

kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 untuk mengakomodasi kebutuhan

adanya pengaturan yang diperlukan untuk menjawab tantangan

yang sekarang dan dimasa mendatang dihadapi oleh pemerintah

daerah. Dengan demikian, diharapkan undang-undang yang

dihasilkan nanti benar-benar mampu menjawab berbagai masalah

yang sekarang dihadapi ataupun tantangan yang mungkin terjadi

di masa mendatang dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Metode partisipatori digunakan dalam keseluruhan proses

revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Didalam

menentukan agenda revisi, yaitu menentukan hal apa dari

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang perlu direvisi, Tim

Revisi melakukan serangkaian Focus Group Discussion (FGD) di

berbagai daerah dengan multi-stakeholders , diantaranya di

Mataram, Semarang, Pangkalpinang, Bali dan lain-lainnya. Tim juga melakukan uji publik dengan kalangan kementerian dan

lembaga pemerintah non kementerian, asosiasi pemerintahan

daerah seperti Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia

(APKASI), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI),

Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI). Termasuk

uji publik dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan

akademisi dan pemerhati otonomi daerah. Tim Revisi telahmemperoleh berbagai masukan dari berbagai kalangan dan

masukan-masukan tersebut sepanjang bermanfaat serta layak

dipertimbangkan telah dipergunakan Tim Revisi untuk

menyempurnakan konsep yang secara terus menerus dibangun

dan disempurnakan. Dengan melibatkan multi-stakeholders di

berbagai daerah diharapkan agenda revisi dapat mencakup

Page 23: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 23/259

22

masalah dan kebutuhan yang dirasakan oleh banyak pihak yang

mewakili kepentingan yang berbeda-beda.Proses revisi juga dilakukan secara terbuka dan partisipatif

dimana Tim Revisi yang terdiri dari pakar berbagai bidang

keilmuan yang relevan dengan penyelenggaraan pemerintahan

daerah bersama-sama dengan tim dari berbagai komponen di

Kementerian Dalam Negeri mendiskusikan berbagai masalah yang

terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan

merumuskan norma yang diperlukan untuk menyelesaikanmasalah tersebut. Dalam membahas berbagai isu, perdebatan

yang intens dilakukan bukan hanya dengan tim pakar, pejabat

dari berbagai unsur dari Kementerian Dalam Negeri, tetapi juga

berbagai pihak diluar tim, seperti: pakar dari universitas dan

lembaga lainnya, unsur-unsur dari kementrian dan lembaga

Pemerintah Pusat lainnya, wakil dari asosiasi, perwakilan dari

berbagai LSM, dan pemangku kepentingan lainnya. Denganmelibatkan proses yang terbuka dan partisipatif diharapkan

pemikiran yang berkembang dalam revisi menggambarkan

pemikiran yang terkini, relevan, dan efektif untuk menjawab

masalah dan tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan

otonomi daerah.

Dengan konsultasi publik yang luas dengan berbagai pihak

dan pemangku kepentingan diharapkan dapat mendorong terjadi

perdebatan yang terbuka tentang berbagai aspek penyelenggaraan

pemerintahan yang selama ini menjadi perhatian masyarakat luas.

Kementerian Dalam Negeri akan menjadikan masukan dan

pemikiran yang berkembang dalam konsultasi publik menjadi

informasi dan bahan yang penting untuk menjadikan undang-

undang pemerintahan daerah hasil revisi benar-benar menjadi

milik masyarakat dan semua pemangku kepentingan.

Page 24: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 24/259

23

Revisi juga dilakukan dengan mengkombinasikan

pendekatan keilmuan dan politik. Pendekatan keilmuan dilakukanuntuk mencari solusi yang tepat terhadap berbagai masalah yang

terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan

melibatkan para pakar dari berbagai universitas dan lembaga

penelitian yang berbeda diharapkan revisi dapat menghasilkan

pengaturan baru yang secara akademik kuat dan secara politik

sesuai. Pengaturan baru tentunya harus memiliki landasan

konsepsual yang kuat didukung oleh hasil riset dan pengalaman

internasional yang memadai. Untuk itu maka para pakar diminta

melakukan kajian tentang berbagai isu yang dianggap penting dan

menuliskan hasilnya sehingga dapat menjadi bahan untuk

pembuatan naskah akademik dan masukan yang penting dalam

revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Namun, pengaturan

yang secara akademik sound harus juga dapat diimplementasikan

dengan mudah, sederhana, dan efektif. Karena itu, pemikiran dari

para pakar dan anggota Tim Revisi dikonsultasikan dengan para

pihak yang berkepentingan sehingga pengaturan yang diusulkan

bukan hanya tepat secara konsepsual, tetapi juga secara politik

sesuai, dan diterima dimata berbagai pemangku kepentingan.

1.4 Struktur Penulisan

Naskah akademik ini terdiri dari 5 Bab yaitu:Bab I Pendahuluan

Menjelaskan tentang pendahuluan yang mencakup latar

belakang, tujuan dari revisi, metodologi, dan struktur

penulisan.

Page 25: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 25/259

24

Bab II Kerangka Konseptual, Kebijakan Desentralisasi Dalam

Negara KesatuanBerisi tentang kerangka konsepsual yang menjelaskan

konsep desentralisasi dan konstruksi desentralisasi dalam

negara kesatuan. Adanya konsep yang jelas tentang

desentralisasi dalam negara kesatuan diharapkan dapat

membantu para pembentuk undang-undang dan

pemangku kepentingan dalam menentukan arah dari revisi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Bab III Materi Muatan Undang-Undang Pemerintahan Daerah

Memuat materi dari revisi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004. Semua masalah strategis yang memerlukan

perubahan pengaturan dalam undang-undang

pemerintahan daerah dan keterkaitannya dengan

peraturan perundangan lainnya dijelaskan disini.

Disamping memuat masalah yang menuntut perubahan,

Bab ini juga mengidentifikasi masalah yang memerlukan

pengaturan baru dalam undang-undang hasil revisi, seperti

partisipasi masyarakat, pelayanan publik, dan inovasi

daerah.

Bab IV Dasar Pemikiran, Permasalahan, Analisis dan Usulan

PerubahanMenjelaskan tentang dasar pemikiran dari setiap topik dan

isu yang dibahas dalam revisi, permasalahan yang

berkembang dalam topik itu, analisis tentang penyebab

munculnya masalah, dan usulan perubahan. Bab ini

diharapkan dapat membantu para pihak memahami nilai-

nilai dan tujuan yang ingin diwujudkan dari setiap isu

kebijakan yang muncul, permasalahan yang berkembang

Page 26: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 26/259

25

dalam setiap isu, analisis tentang penyebab munculnya

masalah, dan usulan perubahan kebijakan untukmenjawab masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

Bab V Penutup

Page 27: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 27/259

26

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL: KEBIJAKAN DESENTRALISASIDALAM

NEGARA KESATUAN

2.1 Pasang Surut Otonomi Daerah di Indonesia

Deskripsi sistem pemerintahan daerah di Indonesia ditandai dengan

diberlakukannya berbagai perundang-undangan tentang

pemerintahan daerah. Setiap undang-undang yang diberlakukanakan menandai terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan

daerah dan ini sangat erat kaitannya dengan situasi politik nasional.

Pada dasarnya terdapat 8 (delapan) kali perubahan yang bersifat

pokok terhadap sistem pemerintahan daerah pasca kemerdekaan.

Setiap perubahan sistem tersebut dituangkan dalam Undang-

Undang tentang Pemerintahan Daerah yang memuat pengaturan

yang berbeda satu sama lainnya. Adapun sekuen perubahantersebut adalah sebagaimana terurai berikut ini:

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang ini dikeluarkan pada tanggal 23 Nopember

1945 dan merupakan undang-undang pemerintahan daerah

yang pertama setelah kemerdekaan. Undang-undang tersebut

didasarkan pada pasal 18 UUD 1945. Pada dasarnya

pengaturan-pengaturan yang dimuat dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1945 tersebut, meneruskan sistem yang

diwariskan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Sebuah Komite National Daerah didirikan pada setiap level

terkecuali di tingkat provinsi. Komite tersebut bertindak selaku

badan legislatif dan anggota-anggotanya diangkat oleh

Pemerintah Pusat. Komite tersebut memilih lima orang dari

Page 28: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 28/259

27

anggotanya untuk bertindak selaku badan eksekutif yang

dipimpin oleh kepala daerah untuk menjalankan rodapemerintahan daerah. Kepala daerah menjalankan dua fungsi

utama yaitu sebagai kepala daerah otonom dan sebagai wakil

Pemerintah Pusat di daerah yang bersangkutan.

Sistem ini mencerminkan kehendak Pemerintah Pusat untuk

menerapkan prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi dalam

sistem pemerintahan daerah, namun penekanan lebih diberikan

kepada prinsip dekonsentrasi. Hal tersebut terlihat daridualisme fungsi yang diberikan kepada figur kepala daerah.

Status kepala daerah adalah diangkat dan diambil dari

keanggotaan komite. Walaupun terdapat Komite Daerah, mereka

mempunyai kewenangan yang terbatas karena status mereka

yang diangkat oleh Pemerintah Pusat dan bukan dipilih.

(2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 dikeluarkan pada

tanggal 10 Juli 1948 yang dimaksudkan sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 yang dianggap sudah

tidak sesuai lagi dengan semangat kebebasan setelah

kemerdekaan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 hanya

mengatur mengenai daerah otonom dan sama sekali tidak

menyinggung daerah administratif.

Undang-undang tersebut hanya mengakui 3 tingkatan daerah

otonom yaitu; Provinsi, Kabupaten atau Kotamadya dan terakhir

Desa atau Kota Kecil. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan pemerintahan sehari-

hari dijalankan oleh Dewan Pemerintahan Daerah (DPD). Kepala

daerah bertindak selaku Ketua DPD. Kepala daerah diangkat

oleh Pemerintah Pusat dari calon-calon yang diusulkan oleh

Page 29: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 29/259

28

DPRD. DPD yang menjalankan urusan pemerintahan daerah

bertanggung jawab kepada DPRD baik secara kolektif maupunsendiri-sendiri. Kondisi tersebut merupakan cerminan dari

praktek demokrasi parlementer yang dianut pada masa tersebut.

Pada sisi lain kepala daerah tetap menjalankan dwifungsi;

sebagai Ketua DPD pada satu sisi dan sebagai wakil Pemerintah

Pusat di daerah pada sisi yang lain. Sebagai alat Pemerintah

Pusat, kepala daerah mengawasi DPRD dan DPD, sedangkan

sebagai Ketua DPD, kepala daerah bertindak selaku wakil dari

daerah yang bersangkutan.

Tidak seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1948 secara jelas menyatakan

urusan-urusan yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah

(otonomi materiil) seperti prinsip Ultra Vares yang diterapkan

pada pemerintah daerah di Inggris. Terdapat 15 jenis urusan

yang diserahkan kepada pemerintah daerah tanpa melihattingkatannya. Bahkan kota kecil sebagai pemerintah Daerah

Tingkat III mempunyai urusan yang sama dengan urusan

pemerintah daerah tingkat atasnya. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian otonomi mengesampingkan kemampuan riil dari

pemerintah daerah. Keinginan memberikan otonomi lebih

didasarkan kepada pertimbangan politis dibandingkan

pertimbangan efisiensi dan efektifitas.

Dalam realitas, kebanyakan daerah pada masa tersebut masih

dibawah kontrol Belanda yang ingin menjajah kembali

Indonesia. Belanda telah merubah daerah-daerah yang

didudukinya kembali menjadi negara-negara bagian dibawah

sistem federal. Sedangkan wilayah Republik Indonesia hanya

terbatas pada Jawa Tengah, sebagian Sumatra, dan Kalimantan.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 hanya berlaku pada

Page 30: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 30/259

29

wilayah Republik Indonesia, sedangkan daerah-daerah dibawah

sistem federal diatur sistem pemerintahan daerahnya menurutUndang-Undang Nomor 44 Tahun 1950.

(3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957

Apabila Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 lebih

menekankan pada aspek dekonsentrasi, dan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1948 pada aspek desentralisasi, maka Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1957 ditandai dengan penekanan yang

lebih jauh lagi kearah desentralisasi. Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1957 adalah produk dari sistem parlemen liberal hasil

dari pemilihan umum pertama tahun 1955. Partai-partai politik

di parlemen menuntut adanya pemerintah daerah yang lebih

demokratik. Keadaan tersebut telah menimbulkan keresahan di

kalangan Pamong Praja yang bertugas melaksanakan urusan-

urusan pemerintah pusat di daerah. Kelompok Pamong Praja

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1956 terdiri

dari Gubernur, Residen, Bupati, Wedana, dan Asisten Wedana

atau Camat (Suryaningrat, 1980).

Meskipun terdapat dorongan yang sangat kuat untuk

meluaskan otonomi daerah, pada kenyataannya kewenangan

yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah tetaplah terbatas.

Dari 15 urusan yang telah diserahkan ke daerah sama seperti

urusan yang dilimpahkan berdasarkan Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1948, sampai dengan tahun 1958 hanya baru 7

urusan yang sebenarnya diserahkan kepada Propinsi.

Penyebabnya adalah bahwa pelimpahan urusan harus

dilakukan dengan peraturan pemerintah dan prosedur tersebut

memakan waktu yang sangat lama.

Page 31: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 31/259

30

Sistem pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1957 adalah hampir sama dengan pengaturan dalamUndang-Undang Nomor 22 Tahun 1948. Pemerintah daerah

terdiri dari DPRD dan DPD. Anggota DPD dipilih dari DPRD dan

bertanggung jawab kepada DPRD. Kepala daerah bertindak

selaku Ketua DPD, namun kekuasaan tertinggi di daerah

terletak ditangan DPRD. DPRD membuat kebijakan daerah dan

DPD bertugas untuk melaksanakannya. Perbedaannya dengan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 terletak pada peranan

yang dijalankan oleh kepala daerah. Kepala daerah hanya

berperan selaku alat daerah dan tidak bertanggung jawab

kepada Pemerintah Pusat. Kepala daerah dan DPD baik secara

sendiri-sendiri maupun secara kolektif bertanggung jawab

kepada DPRD. Kepala daerah dipilih oleh DPRD, namun

sebelum diangkat ia harus mendapatkan pengesahan dari

Presiden untuk Daerah Tingkat I dan Menteri Dalam Negeri

untuk Daerah Tingkat II dan Daerah Tingkat III.

Keinginan untuk menciptakan pemerintahan yang demokratik

tidak diiringi dengan kedewasaan sosial dan politik. Dalam

kekacauan politik tersebut, kabinet dibawah Perdana Menteri

Juanda mengundurkan diri dan keadaan darurat pun

diumumkan. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno

mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya yaitu; mencabutberlakunya UUDS 1950, membubarkan kabinet, dan kembali

kepada UUD 1945. Pada saat tersebut dimulailah apa yang

disebut Demokrasi Terpimpin ( Guided Democracy ).

(4) Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959

Pada tanggal 16 Nopember 1959, sebagai tindak lanjut dari

Dekrit Presiden, Pemerintah Pusat mengeluarkan Penetapan

Page 32: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 32/259

31

Presiden 6 Tahun 1959 untuk mengatur pemerintahan daerah

agar sejalan dengan UUD 1945. Dalam Penpres tersebut diaturbahwa pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD.

Kepala daerah mengemban dua fungsi yaitu sebagai eksekutif

daerah dan wakil Pemerintah Pusat di daerah. Kepala daerah

juga bertindak selaku Ketua DPRD. Sebagai eksekutif daerah ia

bertanggung jawab kepada DPRD, namun tidak bisa dipecat oleh

DPRD. Sedangkan sebagai wakil Pemerintah Pusat dia

bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat. Kepala daerah

diusulkan oleh DPRD, tapi diangkat oleh Presiden untuk Daerah

Tingkat I, dan oleh Menteri Dalam Negeri untuk Kepala Daerah

Tingkat II. Sebagai eksekutif daerah kepala daerah dibantu oleh

Badan Pemerintah Harian (BPH) yang anggota-anggotanya

dipilih dari DPRD, namun harus bebas dari partai politik.

Penetapan Presiden 6 Tahun 1959 menandai beralihnya

kebijaksanaan pemerintahan daerah kearah prinisipdekonsentrasi. Kekuasaan daerah pada dasarnya terletak

ditangan kepala daerah, dan Pemerintah Pusat mempunyai

kontrol yang kuat terhadap kepala daerah yang umumnya

direkrut dari Pamong Praja . Meskipun DPRD mempunyai hak

untuk mengusulkan calon-calon kepala daerah, Presiden

ataupun Menteri Dalam Negeri mempunyai hak untuk

menolaknya dan mengangkat calon yang direstui. GolonganPamong Praja mendominasi jabatan bupati dan walikota. Pada

awal tahun 1960-an pada waktu semua jabatan kepala daerah

terisi, dari 238 kepala daerah, 150 orang atau 63% berasal dari

Pamong Praja (Legge, 1961).

Arus balik dari peranan Pamong Praja yang dominan tersebut

terjadi dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS Nomor

II/MPRS/1960 yang menyatakan pemberian otonomi yang

Page 33: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 33/259

32

seluas-luasnya kepada pemerintah daerah. Sebagai tindak

lanjutnya Pemerintah Pusat mengeluarkan PenetapanPemerintah Nomor 50 Tahun 1963 tentang Penyerahan Urusan-

Urusan Pusat yang sebelumnya dijalankan oleh Pamong Praja

kepada pemerintah daerah. Urusan-Urusan yang dijalankan

oleh Residen diserahkan kepada Gubernur, dan urusan-urusan

yang dijalankan oleh Wedana diserahkan kepada Bupati atau

Walikota, sedangkan posisi Asisten Wedana atau Camat tetap

dipertahankan. Kemudian Undang-Undang Nomor 18 Tahun

1965 dikeluarkan untuk mengganti Penetapan Presiden 6 Tahun

1959. Ini merupakan terjadinya arus balik dari dekonsentrasi ke

arah desentralisasi. Hal ini juga merupakan refleksi dari

menguatnya peranan partai-partai politik dalam percaturan

politik nasional.

(5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965

Pada pertengahan dekade 1960-an telah timbul tuntutan yang

semakin kuat untuk merevisi sistem pemerintahan daerah agar

sejalan dengan semangat Demokrasi Terpimpin dan Nasakom

yaitu konsep politik yang dikeluarkan oleh Presiden Sukarno

untuk mengakomodasikan tiga kekuatan politik terbesar pada

waktu itu yaitu kelompok Partai Nasionalis, Agama dan

Komunis.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, kepala

daerah tetap memegang peran ganda yaitu sebagai pimpinan

daerah dan wakil Pemerintah Pusat di daerah. Meskipun prinsip

desentralisasi dan dekonsentrasi dianut dalam sistem tersebut,

namun dekonsentrasi hanyalah dianggap sebagai pelengkap

(supplement ) saja walaupun diberi embel-embel vital.

Page 34: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 34/259

33

Perubahan-perubahan mendasar yang terjadi dalam sistem

pemerintahan daerah adalah bahwa kepala daerah bukanlanlagi bertindak sebagai Ketua DPRD, dan dia juga diizinkan

menjadi anggota partai politik. Secara struktural, terdapat tiga

tingkatan pemerintah daerah yang otonom yaitu; Propinsi,

Kabupaten atau Kotamadya dan Kecamatan. Otonomi yang

diberikan kepada daerah adalah otonomi nyata dan seluas-

luasnya. Hal ini hampir serupa dengan otonomi dalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1957.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 merupakan arus balik

dari kecenderungan sentralisasi menuju ke desentralisasi. Hal

ini nampak dari kebebasan yang diberikan kepada kepala

daerah dan BPH untuk menjadi anggota partai politik tertentu.

Dengan demikian kesetiaan atau loyalitas dari para eksekutif

daerah tidak lagi semata-mata hanya kepada Pemerintah Pusat.

(6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 lahir dalam masa Orde

Baru sebagai akibat dari peristiwa G30S PKI. Ciri utama dari

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah penguatan peran

kepala daerah dalam menjalankan dua fungsi utamanya yaitu

sebagai kepala daerah otonom dan sebagai wakil Pemerintah

Pusat di daerah. Sebagai kepala daerah otonom, dia memimpin

penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan

kewenangan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat ke daerah.

Sedangkan sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepala daerah

disebut sebagai kepala wilayah yang memimpin wilayah

administrasi sebagai wilayah kerja wakil Pemerintah Pusat di

daerah.

Page 35: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 35/259

Page 36: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 36/259

35

kalangan mengatakan telah terjadi “ big bang ” dalam kebijakan

desentralisasi di Indonesia. Dari yang serba terpusat dalam eraOrde Baru menjadi serba ke daerah dalam era reformasi.

Dalam era Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 terjadi

penyerahan urusan secara drastis ke daerah khususnya ke

daerah kabupaten/kota. Dalam konteks otonomi seluas-luasnya

Pemerintah Pusat dan provinsi mempunyai kewenangan yang

terbatas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah 25 Tahun

2000 sedangkan diluar dari yang ditentukan menjadikewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Terjadi

pergesekan kewenangan antar tingkatan dan susunan

pemerintahan terkait dengan kewenangan-kewenangan yang

khususnya potensial menghasilkan penerimaan ( revenue

centers ). Sebaliknya terjadi gejala penelantaran urusan-urusan

pemerintahan yang bersifat pengeluaran ( cost centers ). Terjadi

pula ketegangan antara kepala daerah dengan DPRD terkaitdengan kecenderungan meluas ditolaknya laporan pertanggung

jawaban kepala daerah oleh DPRD. Dalam bidang kepegawaian

juga muncul kecenderungan kebijakan-kebijakan yang bersifat

primordial yang kalau dibiarkan akan membahayakan

persatuan dan kesatuan bangsa serta menyuburkan rasa

kedaerahan yang sempit. Berbagai persoalan tersebut telah

menggiring kearah dilakukannya perubahan Undang-UndangNomor 22 Tahun 1999 dan kemudian dikeluarkan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penggantinya.

(8) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 berusaha mencari

keseimbangan antara desentralisasi dengan sentralisasi.

Page 37: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 37/259

36

Pengalaman menunjukkan pendulum kebijakan desentralisasi

ataupun sentralisasi yang ekstrim cenderung akan menciptakaninstabilitas pemerintahan yang akan bermuara pada konflik

yang elitis dan tidak berpihak kepada peningkatan

kesejahteraan rakyat. Untuk itu selalu terdapat upaya untuk

menyeimbangkan antara kebijakan yang desentralistik dengan

kebijakan yang sentralistik sebagai suatu continuum kebijakan.

Namun dalam perjalanan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 walaupun urusan pemerintahan sudah dibagi antartingkatan pemerintahan secara sistematik antara Pemerintah

Pusat, provinsi dan kabupaten/kota, namun dalam

pelaksanaannya masih belum optimal karena berbagai hal.

Pertama , pembagian urusan pemerintahan tidak diikuti dengan

pembagian sumber-sumber pendanaan yang seimbang. Hampir

70% dari keuangan negara masih ada ditangan Pemerintah

Pusat, dan hanya menyisakan 30% untuk dialokasikan kedaerah dalam bentuk dana perimbangan. Kedua, urusan

pemerintahan yang diserahkan ke provinsi sedikit tapi sumber

pendanaannya banyak sehingga menyebabkan kecenderungan

provinsi untuk mencampuri urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan kabupaten/kota. Ketiga, di tingkat kabupaten/kota

sebagai lini terdepan penyedia pelayanan publik kurang

didukung oleh pendanaan yang memadai. Pendapatan aslidaerah hanya berkisar kurang dari 10% sehingga 90%

pendanaan tergantung dari dana perimbangan. Pada sisi lain,

dana yang sudah terbatas tersebut pemanfaatannya juga kurang

proporsional dan hampir 80% dipakai untuk overhead cost .

Pada sisi kelembagaan juga ada kecenderungan

membengkaknya kelembagaan daerah untuk mengimbangi

tekanan birokrasi akibat terjadinya penambahan pegawai.

Page 38: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 38/259

37

Otonomi luas telah memberikan peluang pemerintah daerah

membengkakkan struktur organisasi pemerintahan daerah danbesarnya struktur organisasi akan menuntut adanya tambahan

pegawai. Tambahan pegawai akan menyebabkan

membengkaknya biaya rutin (biaya tidak langsung) dan akan

menyisakan sedikit sekali untuk membiayai pelayanan public

(biaya langsung). Buruknya pelayanan publik akan berpengaruh

pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pada sisi hubungan antara kepala daerah dengan DPRD tidakmuncul persoalan sebagaimana dalam era diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, namun ketegangan

muncul antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah.

Sebagian besar pasangan kepala daerah dan wakilnya

cenderung kurang harmonis dan kondisi tersebut telah

mengganggu jalannya roda pemerintahan daerah. Salah satu

akibatnya adalah terkotak-kotaknya birokrasi kedalam pro-kontra kepala daerah atau wakil kepala daerah. Pergesekan

menjadi semakin keras manakala kepala daerah dan wakilnya

masing-masing maju mencalonkan diri dalam pilkada

berikutnya.

Berbagai permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 menyebabkan pemerintahan daerah berjalan

kurang efektif. Untuk itu diperlukan kebijakan yang bersifat

lebih “ affirmative ” untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan

daerah. Bagaimana mengarahkan agar spirit reformasi dan

demokrasi mampu menghasilkan kesejahteraan masyarakat.

Anomali yang terjadi adalah reformasi yang dilaksanakan secara

demokratis belum menghasilkan kesejahteraan yang memadai.

Hasil penilaian Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia

Page 39: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 39/259

38

belum menunjukkan data yang menggembirakan. Pada tahun

2008 kita ada di urutan 109 dari 179 negara yang di survei.Namun pada tahun 2009 peringkat Indonesia melorot ke nomor

111 dan terjadi perbaikan di tahun 2010 menjadi peringkat 108.

Tapi angka ini masih sangat jauh di bandingkan negara-negara

tetangga kita seperti Malaysia di peringkat 63, Thailand di

peringkat 86. Terlebih dengan disepakatinya perdagangan bebas

ASEAN dan juga dengan China, memerlukan kebijakan

desentralisasi yang mampu mendukung daya saing daerah.

Besarnya kewenangan yang diberikan ke daerah harus mampu

mendorong daerah menjadi bagian dari lokomotif pembangunan.

Dalam konteks meningkatkan efektifitas pemerintahan, telah

terjadi kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan DPR untuk

melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004. Undang-undang ini disepakati akan dipecah

menjadi tiga undang-undang yaitu undang-undang tentangpemerintahan daerah; undang-undang tentang pemilihan kepala

daerah dan undang-undang tentang desa.

Dari pendekatan historis tersebut, isu sentral yang dapat

ditarik adalah bagaimana Pemerintah Pusat selalu berusaha

memegang kendali/kontrol terhadap daerah. Dalam banyak hal,

Pemerintah Pusat berusaha mengontrol daerah melalui figur kepala

daerah yang didudukkan sebagai alat pusat dan alat daerah. Untuk

memenangkan kesetiaan kepala daerah kepada pusat dalam

menjalankan dual roles -nya, Pemerintah Pusat seringkali sangat

dominan dalam penentuan/pengangkatan kepala daerah. Kuatnya

bargaining position pusat dalam penentuan kepala daerah ini telah

mendorong loyalitas kepala daerah yang lebih tinggi kepada

Pemerintah Pusat dibandingkan kepada daerah. Aspek positif dari

Page 40: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 40/259

39

kebijaksanaan ini adalah adanya kepastian bahwa program-program

ataupun arahan pusat akan terlaksana secara lancar di daerah.Pada tahap awal kemerdekaan pendekatan ini sangat berguna

untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa yang masih

sangat rawan pada waktu itu (tujuan integratif). Aspek negatifnya,

terutama setelah tujuan integratif tercapai adalah pada diri kepala

daerah sendiri, yang akan sering dihadapkan pada suatu dilema

manakala dihadapkan pada situasi harus memilih antara

kepentingan pusat dan daerah. Ke Pemerintah Pusat dia dituntutakan loyalitas, ke daerah dia dihadapkan pada akuntabilitas.

Kebijakan Pemerintah Pusat untuk melakukan

desentralisasi pemerintahan di Indonesia sudah lama dilakukan

dan mengalami pasang surut sejak Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1945 dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Para pendiri

bangsa sejak awal telah memutuskan perlunya desentralisasi

dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pasca

reformasi, Pemerintah Pusat melakukan serangkaian kebijakan,

antara lain dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 untuk mencari format kebijakan desentralisasi yang

mampu mempercepat kemajuan daerah, meningkatkan

kesejahteraan rakyat, dan sekaligus memperkuat integrasi

nasional. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk

mengantisipasi dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang

berpengaruh terhadap sistem pemerintahan daerah, namun

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai payung kebijakan

desentralisasi masih mengandung banyak kekurangan dan

kelemahan yang jika tidak segera diperbaiki dapat mengganggu

keberhasilan desentralisasi itu sendiri.

Page 41: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 41/259

40

Dinamika pelaksanaan desentralisasi pemerintahan

menimbulkan beberapa pertanyaan penting tentang bentukdesentralisasi yang seharusnya dikembangkan di Indonesia.

Apakah desentralisasi yang sebaiknya dilakukan di Indonesia

terbatas pada desentralisasi wilayah, sebagaimana selama ini

dilakukan, atau termasuk juga desentralisasi fungsional

(Rondinelli, 2007). Apakah desentralisasi terpisah dari

dekonsentrasi dan tugas pembantuan sebagaimana yang

digunakan di Indonesia, atau mengikuti klasifikasi Rondinelli dan

Cheema (1983) yang mengklasifikasi desentralisasi kedalam

berbagai cara, yaitu: dekonsentrasi, delegasi dan devolusi. Apakah

desentralisasi yang dikembangkan di Indonesia tetap mengikuti

praktik yang selama ini dilakukan di negara-negara kesatuan,

yang melimpahkan kewenangannya sebagian besar pada

kabupaten/kota? Atau, pelimpahan kewenangan kepada provinsi

perlu diperbesar seperti yang terjadi pada negara-negara yang

menganut sistim pemerintahan federal. Pertanyaan-pertanyaan

seperti ini tentu penting untuk menjadi bahan pemikiran bersama

dalam mengembangkan kebijakan desentralisasi di Indonesia.

Fakta bahwa desentralisasi di banyak negara belum mampu

menghasilkan bukti yang solid dan kokoh untuk mendorong

kemajuan daerah, partisipasi masyarakat, dan kesejahteraan

warga menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya modeldesentralisasi dan otonomi daerah disesuaikan dengan kondisi

sosial, budaya, politik, dan ekonomi masing-masing negara.

Walaupun desentralisasi menjadi strategi pembangunan yang

umum dilakukan di banyak negara maju dan berkembang pasca

tahun 1980-an, namun cerita keberhasilan desentralisasi sering

bersifat unik dan kontekstual (Andrews and Vries, 2007).

Keberhasilan desentralisasi dalam memperbaiki kehidupan

Page 42: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 42/259

41

warganya tidak berlaku umum dan tidak dapat dianggap sebagai

sesuatu yang taken for granted .Beberapa penelitian telah mengingatkan mengenai risiko

penggunaan desentralisasi sebagai panacea dalam memecahkan

masalah pembangunan dan pelayanan publik di negara sedang

berkembang, yang cenderung menyederhanakan masalah

(Andersson, Gibson and Lehoucq 2004). Segelintir peneliti mulai

mempertanyakan asumsi yang mengklaim bahwa desentralisasi

dapat memperbaiki pemberian pelayanan di tingkat lokal (Agrawaland Gibson 1999; Larson 2002; Andersson dkk, 2004; Deininger

and Mpuga 2005). Sementara peneliti yang lain seperti Andrews

dan Vries (2007) yang membuktikan bahwa pengalaman Brazil,

Rusia, Jepang, dan Swedia dalam melaksanakan desentralisasi

ternyata menghasilkan pengalaman yang berbeda terkait dengan

dampaknya terhadap partisipasi publik. Memang tidak semua

negara mengalami kemajuan setelah melaksanakandesentralisasi. Di beberapa negara desentralisasi justru telah

membuka kesempatan untuk “ rent-seeking ” dan korupsi

(Treisman 2000; Oyono 2004, Tambulasi dan Kayuni, 2007).

Keberhasilan desentralisasi memperbaiki kesejahteraan rakyat di

daerah sangat tergantung pada kesesuaian bentuk, cakupan dan

besaran kewenangan yang dialihkan ke daerah, dan cara

pelaksanaan desentralisasi dengan kapasitas pemerintah daerah,dukungan kementrian dan lembaga sektoral, dan kekuatan

masyarakat sipil di daerah.

Namun, dampak yang berbeda-beda yang dialami banyak

negara lain dalam melaksanakan desentralisasi tidak perlu

membuat Indonesia menjadi ragu-ragu dalam melaksanakan

desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasi sudah menjadi

pilihan anak-anak bangsa, bukan hanya sekarang ini, tetapi

Page 43: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 43/259

42

bahkan sejak para pendiri bangsa dimasa lalu. 1 Kondisi

demografis, sosial budaya, dan geografis yang memiliki variabilitas yang tinggi antar daerah, menjadikan desentralisasi sebagai

keniscayaan. Pilihan para pendiri bangsa dimasa lalu terhadap

desentralisasi dan otonomi daerah menunjukan kearifan mereka

terhadap tingginya pluralitas bangsa. Indonesia yang memiliki

wilayah yang sangat luas dan terbentang pada begitu banyak

pulau yang terpisah satu dengan lainnya, dengan etnisitas,

budaya, dan tingkat sosial ekonomi yang berbeda-beda

membutuhkan pemerintah daerah yang otonom dan memiliki

kapasitas merespon dinamika lokal yang kompleks. Pemerintahan

daerah yang seperti ini hanya dapat dikembangkan ketika

desentralisasi dilakukan.

Keyakinan bahwa desentralisasi menjadi pilihan yang tepat

dapat dijustifikasi dengan melihat pengalaman banyak negara lain

yang berhasil menggunakan desentralisasi untuk mendorongpembangunan daerah, demokratisasi, dan kesejahteraan ekonomi

(Boone 2003, Kohl 2003, Lam 1996, Oates 1972; Manin,

Przeworski and Stokes 1999). Bahkan, dalam New Public

Management (NPM), yang sekarang ini menjadi gerakan

pembaharuan administrasi publik di negara maju dan

berkembang, desentralisasi telah menjadi satu nilai penting dalam

rangka mewujudkan pemerintahan yang efisien, efektif, responsif,dan akuntabel (Osborne & Gaebler, 1993; Pollit, Birchall dan

Putman, 1998). Bahwa sebagian negara lainnya gagal menjadikan

desentralisasi sebagai strategi untuk membangun pemerintahan

yang efisien dan efektif hanyalah menunjukan bahwa

1 Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945tentang otonomi daerah. Fakta bawa Pemerintah Pusat yang baru saja menyatakankemerdekaannya untuk kali pertama dalam pembentukan undang-undang mengatur

tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah menunjukan bahwa para pendiri bangsamelihat desentralisasi sebagai suatu nilai yang penting.

Page 44: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 44/259

43

desentralisasi tidak bisa diperlakukan secara taken for granted ,

karena keberhasilannya bersifat kontekstual. Desentralisasi tidakterjadi dalam ruang yang vakum, tetapi dalam sebuah konteks

historik, budaya, politik, dan kelembagaan tertentu. Sistim

desentralisasi yang dikembangkan mesti harus kontekstual

dengan memperhatikan berbagai variabel dan kondisi sehingga

model desentralisasi yang dikembangkan di Indonesia benar-benar

sesuai dengan sistem pemerintahan, politik, budaya, sejarah, dan

cita-cita membangun negara bangsa.

Bahwa pelaksanaan desentralisasi mesti harus

memperhatikan konteks masing-masing negara sudah lama

diingatkan oleh para pemikir desentralisasi sejak lama (Rondinelli,

1980, Cheema and Rondinelli, 1982). Ada banyak kondisi yang

diperlukan agar desentralisasi dapat menghasilkan manfaat

seperti yang diharapkan, seperti kapasitas lokal, komitmen politik

dari pimpinan nasional, konsistensi kebijakan, tersedianyasaluran bagi partisipasi politik masyarakat, kualitas

kepemimpinan lokal, kesiapan aparatur pusat dan daerah untuk

mengubah mindset, tersedianya lembaga lokal yang berjiwa

demokratis, dan terbatasnya otoritas fiskal di daerah (Rondinelli

1980, Dillinger 1995; Seabright 1996, Manor 1999; Bardhan and

Mookherjee 2000). Sebagian dari variabel diatas dapat

menjelaskan mengapa pengalaman banyak daerah di Indonesiamelaksanakan desentralisasi juga berbeda-beda, dimana sebagian

provinsi dan kabupaten/kota berhasil mempercepat pembangunan

daerahnya, sementara sebagian lainnya gagal memanfaatkan

otonomi untuk perbaikan kinerja (Dwiyanto, 2003a and Dwiyanto,

2003b). Walaupun secara umum desentralisasi dan otonomi

daerah mampu mendorong munculnya berbagai inovasi, tetapi

Page 45: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 45/259

44

desentralisasi juga melahirkan banyak masalah baru dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah.Pelaksanaan desentralisasi yang tidak kontekstual, karena

dilaksanakan untuk memenuhi tekanan eksternal lembaga donor

yang seringkali mengkaitkan dengan program-programnya, dapat

menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh Turner dan Hulme

(1997) yang risau tentang kegagalan desentralisasi memenuhi

janjinya. Apa yang salah dengan desentralisasi: teori atau

prakteknya? Atau gugatan Jeffrey (2008) tentang koherensi danstabilitas dari penyelenggaraan pemerintahan secara

desentralistis, ketika tingkat pemerintahan yang berbeda dikuasai

partai politik yang berbeda-beda. Pertanyaan-pertanyaan itu

mengingatkan kita semua untuk berani secara terbuka dan kritis

melihat persoalan yang terjadi dalam pelaksanaan desentralisasi

di Indonesia.

Berbagai keluhan tentang ketidakmampuan desentralisasi

dan otonomi daerah di Indonesia memenuhi harapan dari banyak

pemangku kepentingan dapat muncul dari keduanya,

ketidaktepatan model desentralisasi yang diterapkan dan karena

kesalahan implementasinya, atau bahkan karena interaksi dari

keduanya. Subtansi yang kabur dalam peraturan perundangan

dapat menjadi sumber masalah dalam pelaksanaan desentralisasi.

Hal yang sama juga dapat mendorong terjadi penafsiran yang

berbeda di kalangan pemangku kepentingan sehinga pelaksanaan

desentralisasi tidak sesuai dengan semangat dari peraturan

perundangan yang berlaku. Bahkan, subtansi yang salah dalam

pengaturan dapat memicu implementasi yang salah pula. Banyak

penelitian membuktikan bahwa ketidakjelasan dalam pengaturan

kebijakan desentralisasi menimbulkan masalah dalam

implementasi (Dwiyanto, 2003a). Akibatnya, pelaksanaan

Page 46: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 46/259

45

desentralisasi tidak dapat memberi manfaat sebagaimana

diharapkan oleh para pemangku kepentingan dan masyarakatluas.

Apa yang terjadi selama ini menunjukan pentingnya

membuat kebijakan desentralisasi yang jelas dan tepat karena

kegagalan untuk membuat kebijakan yang tepat dan jelas dapat

memicu bukan hanya kegagalan implementasi tetapi juga

kegagalan untuk mencapai tujuan dari kebijakan desentralisasi itu

sendiri. Untuk itu dalam rangka memperbaiki pelaksanaandesentralisasi di Indonesia upaya yang serius dan menyeluruh

perlu dilakukan untuk meninjau kembali berbagai pengaturan

yang ada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang

dinilai menimbulkan kerancuan dalam memahami tujuan

kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia.

Dengan melakukan serangkaian koreksi terhadap persoalan baik

yang bersifat sistemik ataupun yang kontekstual maka diharapkanIndonesia dapat mewujudkan kebijakan desentralisasi yang

mampu membawa kemajuan, kesejahteraan rakyat di daerah, dan

memperkokoh keberadaan NKRI.

Pengembangan desentralisasi di Indonesia perlu

memperhatikan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi keberhasilan

desentralisasi itu sendiri dan berbagai konteks ke-kini-an yang

terjadi di Indonesia. Pertama , desentralisasi yang dikembangkan

adalah desentralisasi dalam negara kesatuan. Pilihan negara

kesatuan telah jelas termuat dalam konstitusi dan masih menjadi

konsensus politik. Walaupun konsep negara kesatuan mengalami

dinamika dan penyesuaian sesuai dengan tantangan yang

dihadapi, desentralisasi dalam negara kesatuan memiliki ciri yang

berbeda dengan desentralisasi dalam negara yang menganut

sistem federal. Dalam negara kesatuan umumnya desentralisasi

Page 47: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 47/259

Page 48: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 48/259

47

pemerintahan daerah. Karena itu, Presiden memiliki kewenangan

untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraanpemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Kedua , sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi (UUD

1945 Pasal 18 dan Pasal 18A), Indonesia menganut sistem

pemerintahan dengan susunan ganda ( multi-tiers government ).

Pilihan untuk memiliki multi-tiers government dapat dijustifikasi

dari adanya comparative advantages dari keberadaan pemerintah

provinsi dan kabupaten/kota mengingat tidak semua urusan yangdidesentralisasikan dapat dikelola secara efisien dan efektif oleh

kabupaten/kota. Sebagian dari urusan yang didesentralisasikan

dalam bidang pendidikan, kesehatan, pengelolaan lingkungan,

kehutanan, sarana dan prasarana, dan pengembangan wilayah,

serta urusan pemerintahan yang berbasis ekologis akan lebih

efisien dan efektif jika dikelola oleh pemerintahan daerah provinsi.

Walaupun desentralisasi pemerintahan di negara-negara kesatuanumumnya lebih banyak diserahkan kepada pemerintahan

kabupaten/kota, utamanya untuk penyelenggaraan pelayanan

pemenuhan kebutuhan dasar.

Kalau desentralisasi pemerintahan di masa mendatang tetap

diberikan sebagian besar kepada kabupaten/kota maka penerapan

prinsip subsidiaritas harus menjadi pertimbangan utama dalam

melakukan pembagian urusan pemerintahan. Ketika subsidiaritas

berbenturan dengan kriteria lainnya, misalnya: efisiensi, maka

prinsip subsidiaritas menjadi superior. Pertimbangannya adalah

yang paling dekat dengan warga adalah yang paling tahu tentang

kebutuhan warganya, mudah dikontrol oleh warga, dan

memudahkan warga untuk terlibat dalam penyelenggaraannya.

Kriteria dan prinsip dalam pembagian urusan perlu dirumuskan

dengan jelas dan dimasukan dlam konstitusi sehingga tidak

Page 49: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 49/259

48

mudah untuk dirubah untuk kepentingan sempit dan jangka

pendek. Cara ini diharapkan mampu mempercepat terwujudnyademocratic governance pada tingkat lokal.

Di negara kesatuan yang memiliki susunan ganda,

walaupun tidak ada hubungan hirarkhis antara provinsi dengan

kabupaten/kota, secara fungsional hubungan hirarki antar

keduanya sulit dihindari. Dalam manajemen pemerintahan sehari-

hari, hubungan interdepensi dan interrelasi antar pemerintahan

daerah kabupaten/kota adalah keniscayaan. Secara fungsionalkeberadaan provinsi diperlukan untuk memfasilitasi managemen

pemerintahan antar kabupaten/kota agar terjadi koherensi,

sinergi, dan terintegrasi dengan baik. Apalagi ketika provinsi juga

diperlakukan sebagai wilayah administratif, dimana kepala

daerahnya diberi tugas sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah,

maka hubungan hirarkhis fungsional antara provinsi dan

kabupaten/kota tidak dapat dihindari. Hubungan antar keduanyaperlu ditata dengan baik sehingga keberadaan keduanya mampu

menciptakan sinergi dan komplementaritas yang menguntungkan

warganya.

Sinergi dan komplementaritas antara pemerintahan provinsi

dan kabupaten/kota hanya dapat dilakukan kalau pembagian

urusan antar keduanya jelas dan terumuskan dengan baik.

Untuk itu, undang-undang ini perlu mengarahkan peran

pemerintahan kabupaten/kota sebagai penyelenggara urusan

pemenuhan kebutuhan dasar dengan memperhatikan keuntungan

komparatifnya dibandingkan dengan pemerintahan provinsi.

Sedangkan, provinsi sebagai daerah otonom diarahkan sebagai

penyelenggara pelayanan yang memiliki eksternalitas lintas

kabupaten/kota dan pembangunan wilayah. Pembagian urusan

yang jelas, dalam negara kesatuan yang memiliki multi-tiers

Page 50: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 50/259

49

government , menjadi sangat penting perannya dalam membangun

negara kesatuan yang solid dan kokoh. Penguatan peran provinsiperlu diimbangi juga dengan penguatan peran gubernur sebagai

wakil Pemerintah Pusat. Pengalaman sejarah pemerintahan

Indonesia menunjukan bahwa penguatan peran provinsi sebagai

daerah otonom sering menimbulkan kekhawatiran tentang risiko

munculnya gerakan separatisme. Pemberian peran tambahan

kepada kepala daerah provinsi sebagai wakil Pemerintah Pusat

dapat mengurangi kekhawatiran terhadap munculnya ancaman

separatisme.

Penguatan peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat

di daerah juga memiliki rasionalitas lainnya. Untuk memperkuat

NKRI, Presiden membutuhkan instrumen yang dapat menjalankan

peran sebagai intermediaries, enabling, and synergizing institution

untuk penguatan kapasitas dan optimalitas penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Penambahan peran gubernur sebagai wakilPemerintah Pusat dapat menjadi pilihan yang mudah, murah, dan

efektif untuk membangun konsistensi dan sinergi penyelenggaraan

pemerintahan pusat dan daerah. Penerapan peran ganda gubernur

juga dinilai lebih sesuai dengan semangat desentralisasi daripada

menjadikan gubernur sepenuhnya sebagai wakil Pemerintah Pusat

di daerah. Pemikiran untuk menjadikan gubernur sepenuhnya

sebagai wakil Pemerintah Pusat dan menjadikan provinsi sebagaiwilayah administratif dapat menjadikan NKRI semakin sentralistis

dan mempersempit ruang untuk partisipasi publik yang menjadi

salah satu nilai yang ingin diwujudkan oleh kebijakan

desentralisasi.

Ketiga , walaupun tidak diatur dalam konstitusi realitas yang

ada menunjukan bahwa Indonesia menganut desentralisasi

teritorial dan fungsional. Selama ini desentralisasi teritorial sangat

Page 51: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 51/259

50

dominan sehingga cederung memonopoli konsep desentralisasi di

Indonesia. Pengembangan kawasan khusus dapat menjadi contohterjadinya desentralisasi fungsional, dimana Pemerintah Pusat

membentuk lembaga khusus semi pemerintah di daerah untuk

menjalankan fungsi Pemerintah Pusat tertentu. Munculnya

masalah-masalah strategis terkait dengan kawasan perbatasan,

konservasi, dan unggulan ekonomi mendorong perlunya Indonesia

mengembangkan konsep desentralisasi fungsional.

Pengembangan kawasan perbatasan yang memiliki aspek geo-

politik strategis seringkali tidak dapat dikelola sepenuhnya oleh

satu daerah otonom, sehingga diperlukan satu institusi yang

secara khusus dirancang untuk menjalankan fungsi pemerintahan

tertentu di kawasan perbatasan.

Keempat , sebagai negara kesatuan Pemerintah Pusat

membentuk sistem kepegawaian nasional yang mencakup pegawai

nasional, pegawai daerah, dan pegawai profesional lainnya.Pegawai nasional menjadi perangkat Pemerintah Pusat untuk

pemberdayaan daerah, pemerataan kemajuan dan kesejahteraan

daerah, serta memperkuat integrasi nasional ( national-binding

forces ). Sistem kepegawaian nasional harus mencakup standar

kompetensi, proses rekrutmen dan penempatan pegawai yang

terbuka, kompetitif, dan menjamin adanya mobilitas pegawai antar

daerah secara wajar. Sistem kepegawaian nasional harus dapatmemberi ruang kepada daerah untuk mengembangkan

kompetensi lokal yang diperlukan untuk mempercepat

pembangunan daerah.

Kelima , berbeda dengan yang terjadi di negara federal

dimana daerah memiliki sumber-sumber penerimaan sendiri yang

dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,

di negara kesatuan umumnya sumber penerimaan dikontrol oleh

Page 52: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 52/259

51

pusat dan didistribusikan kembali ke daerah untuk mengatasi

kesenjangan fiskal antar daerah. Penggunaan hibah dan transferdari pusat untuk pembiayaan pemerintahan daerah memiliki

beberapa implikasi. Implikasi pertama, Pemerintah Pusat perlu

membuat kebijakan dan standar pelayanan sebagai acuan daerah

dalam mengelola pelayanan publik. Kebijakan dan standar penting

untuk memastikan daerah mampu menjamin semua warga

dimanapun mereka tinggal mampu mengakses volume dan

kualitas pelayanan yang sama. Implikasi lainnya, akuntabilitas

dari penggunaan dana oleh daerah tidak hanya pada konstituen

yang ada di daerah, tetapi juga pada konstituen pada tingkat

nasional. Karena sebagian dana yang digunakan untuk

menjalankan pemerintahan daerah bersumber dari pajak dan

sumber-sumber lain di tingkat nasional maka pemerintahan

daerah harus juga akuntabel pada stakeholders pada tingkat

nasional. Daerah memiliki akuntabilitas ganda, stakeholders di

daerah dan nasional.

Keenam , keberhasilan desentralisasi membutuhkan adanya

konsistensi dalam keseluruhan aspek kebijakan dan

implementasinya. Dalam aras kebijakan, konsistensi diperlukan

antar peraturan perundangan yang mengatur tentang

penyelenggaraan pemerintahan dengan peraturan perundangan

yang mengatur kegiatan-kegiatan kementrian dan lembaga.Undang-undang tentang pemerintahan daerah harus menjadi arah

kebijakan yang menjiwai dan menjadi pedoman bagi pembentukan

undang-undang sektoral. Ketidakharmonisan antara undang-

undang tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan

undang-undang sektoral dapat menciptakan kebingungan aktor-

aktor di pusat dan daerah. Sebagaimana pengalaman di negara-

negara lainnya, ketidakharmonisan undang-undang bukan hanya

Page 53: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 53/259

52

akan menimbulkan kekaburan terhadap subtansi peraturan

perundang-undangan tetapi juga akan mempersulit pelaksanaandari desentralisasi itu sendiri. Kekaburan dalam isi kebijakan

akan mendorong munculnya mis-intepretasi dan distorsi

kebijakan yang tidak perlu dan dapat menjauhkan kebijakan

desentralisasi dari nilai-nilai yang akan diwujudkannya.

Dalam aras implementasi, perlu dikembangkan strategi yang

menjamin pelaksanaan desentralisasi benar-benar sesuai dengan

semangat yang dimiliki dalam pembentukan peraturanperundang-undangan. Pembentukan undang-undang

pemerintahan daerah harus diikuti dengan pembentukan

peraturan pelaksanaan yang sesuai dengan semangat

pembentukan undang-undang itu sendiri. Konsistensi antara

undang-undang dengan peraturan pelaksanaannya harus dijaga

agar implementasi dari undang-undang itu benar-benar sesuai

dengan semangat dari pembentuk undang-undang. Dengan caraini maka distorsi implementasi dapat ditekan seminimal mungkin

sehingga pelaksanaan desentralisasi dapat menciptakan hasil

sebagaimana yang diharapkan.

Ketujuh , pengembangan desentralisasi sebagaimana terjadi

pada negara-negara lainnya membutuhkan ruang politik yang

lebih luas bagi warga untuk terlibat dalam proses politik di aras

lokal. Desentralisasi harus dilakukan secara bersama-sama

dengan demokratisasi pada tingkat lokal sehingga warga dapat

terlibat dalam pengambilan keputusan dan ikut mengontrol

jalannya penyelenggaraan pemerintahan. Implikasinya,

desentralisasi hanya akan berhasil kalau diikuti dengan

pemberdayaan lembaga perwakilan rakyat di daerah dan

penguatan kelompok masyarakat sipil di daerah sehingga

efektivitas kontrol politik di daerah menjadi semakin effektif.

Page 54: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 54/259

53

Tanpa penguatan lembaga perwakilan rakyat dan masyarakat sipil

di daerah, desentralisasi hanya akan melahirkan elite captures dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yang

merugikan kepentingan warga dan pemangku kepentingan yang

luas.

Page 55: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 55/259

54

BAB III

MATERI MUATAN UNDANG UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH

Secara ringkas materi muatan revisi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 mencakup 22 isu strategis sebagai berikut:

1) Masalah Pembentukan dan Penataan Daerah Otonom2) Masalah Pembagian Urusan Pemerintahan3) Masalah Daerah Berciri Kepulauan

4) Masalah Pemilihan Kepala Daerah5) Masalah Peran Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat6) Masalah Muspida7) Masalah Perangkat Daerah8) Masalah Kecamatan9) Masalah Aparatur Daerah10) Masalah Peraturan Daerah (Perda)11) Masalah Pembangunan Daerah12) Masalah Keuangan Daerah13) Masalah Pelayanan Publik14) Masalah Partisipasi Masyarakat15) Masalah Kawasan Perkotaan16) Masalah Kawasan Khusus17) Masalah Kerjasama Antar Daerah18) Masalah Desa19) Masalah Pembinaan dan Pengawasan20) Masalah Tindakan Hukum Terhadap Aparatur Pemerintah

Daerah21) Masalah Inovasi daerah22) Masalah DPOD

Secara ringkas isu-isu strategis tersebut sebagaimana teruraiberikut ini:

1) Pembentukan dan Penataan Daerah

Isu penataan daerah telah menjadi perhatian para pemangku

kepentingan karena ekses negatif dari pemekaran daerah

yang sangat masif selama lima tahun terakhir, utamanya

terkait dengan konflik sosial, penurunan kualitas pelayanan,

Page 56: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 56/259

55

dan fragmentasi spasial yang sangat tinggi dari pemerintahan

daerah. Pembentukan daerah otonom baru (DOB) yang tidakterkendali dikawatirkan akan membuat penyelenggaraan

pemerintahan menjadi tidak efisien dan efektif.

Isu sentral terkait dengan pembentukan DOB yang

tidak terkendali adalah masalah pendanaannya. Kalau

dicermati kompisisi APBD khususnya kabupaten/kota

sekarang ini menunjukkan hampir 90% tergantung dari dana

perimbangan, hanya sekitar 8% yang berasal dari pendapatanasli daerah. Fakta lainnya dari dana perimbangan adalah

sekitar 70% berbentuk DAU. Ini berarti setiap pembentukan

DOB akan memposisikan DOB tersebut sebagai pembagi

dalam formula DAU yang berlaku sekarang ini. Kecepatan

pertambahan DOB melampaui kecepatan tambahan

penerimaan DAU. Akibatnya kalau tidak dicermati secara

hati-hati, maka pertambahan DOB akan mengurangi jumlahDAU yang selama ini diterima oleh daerah-daerah yang sudah

ada.

Upaya untuk mengendalikan pembentukan DOB telah

dilakukan oleh Pemerintah Pusat dengan mengeluarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008. Peraturan Pemerintah

Nomor 78 Tahun 2007 mengatur tentang prosedur dan

persyaratan pembentukan DOB sedangkan Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 mengatur tentang evaluasi

kinerja daerah otonom dan implikasinya terhadap

penggabungan daerah. Namun, peraturan pemerintah

tersebut sering kurang efektif untuk digunakan

mengendalikan pembentukan DOB karena perbedaan

intepretasi tentang kewenangan pembentukan DOB yang

Page 57: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 57/259

56

muncul dari intepretasi terhadap Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundangan.Pembentukan DOB melalui undang-undang dapat ditafsirkan

bahwa DPR memiliki kewenangan untuk melakukan inisiatif

dalam pembentukan DOB. Revisi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 akan mengatur mekanisme pembentukan DOB

agar pembentukan tersebut jangan membebani daerah yang

sudah ada.

2) Pembagian Urusan Pemerintahan

Pembagian urusan pemerintahan menjadi isu yang strategis

karena implikasi dari ketidakjelasan dalam pembagian

urusan sangat luas, tidak hanya menyangkut hubungan

antar susunan pemerintahan tetapi juga antara

kementerian/lembaga dengan pemerintahan daerah.

Ketidakjelasan pembagian urusan sering memicu konflik

antar susunan pemerintahan karena menimbulkan perebutan

kewenangan diantara mereka. Lebih dari itu, ketidakjelasan

pembagian urusan juga mendorong terjadi tumpang tindih

dan duplikasi urusan pemerintahan sehingga menimbulkan

masalah efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Pusat telahmenerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

yang berusaha merinci urusan desentralisasi kedalam urusan

Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Namun,

peraturan pemerintah tersebut masih menyisakan persoalan

terkait dengan ketidakjelasan konsep skala provinsi dan skala

kabupaten/kota yang dipergunakan untuk mendefinisikan

urusan provinsi dan kabupaten/kota. Dalam praktek

Page 58: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 58/259

57

pembagian urusan dengan memakai skala menyebabkan

tidak jelasnya batas-batas urusan khususnya yangmenyangkut kewenangan provinsi dan kabupaten/kota atas

urusan tersebut. Pada sisi lain kelambatan untuk

menerbitkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK)

dari kementerian/lembaga di pusat untuk dijadikan pedoman

bagi daerah untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah ikut menambah keruwetan

pelaksanaan urusan tersebut.

3) Masalah Daerah Berciri Kepulauan

Isu daerah berciri kepulauan berkaitan erat dengan tingginya

biaya penyelenggaraan pemerintahan daerah di daerah

kepulauan tersebut. Ciri utama dari daerah kepulauan adalah

ketika luas laut jauh melampaui luas daratan yang menjadi

wilayah daerah tersebut. Untuk percepatan pembangunan

daerah berciri kelautan tersebut maka perlu pemberian

penugasan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadui kewenangan Pemerintah Pusat kepada daerah

melalui mekanisme tugas pembantuan. Disamping itu perlu

dipertimbangkan dalam perumusan formula dana

perimbangan untuk daerah-daerah berciri kepulauan

tersebut.

4) Masalah Pemilihan Kepala Daerah

Walaupun isu pemilihan kepala daerah akan diatur dalam

undang-undang tersendiri, namun rambu-rambu dasar

pengaturannya tetap diatur dalam undang-undang tentang

pemerintahan daerah. Permasalahan utama dalam pemilihan

kepala daerah adalah biayanya yang sangat mahal dan

terjadinya ketidakharmonisan antara kepala daerah dengan

Page 59: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 59/259

58

wakilnya yang bermuara kepada terkotak-kotaknya PNS yang

bekerja di daerah. Revisi undang-undang ini mengaturbagaimana masalah tersebut dapat diatasi. Secara detail

pengaturan pemilihan kepala daerah dari pencalonan sampai

penetapan pemenang akan diatur dalam undang-undang

tentang pemilihan kepala daerah.

5) Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat

Masalah utama dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 adalah lemahnya supervisi, monitoring,

evaluasi dan fasilitasi terhadap daerah. Adalah sangat sulit

untuk melakukan kegiatan pembinaan dan pengawasan

(binwas) dengan hanya mengandalkan Pemerintah Pusat.

Oleh karena itu khusus untuk kegiatan pembinaan dan

pengawasan serta fasilitasi terhadap kabupaten/kota akan

diatur melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat.

Sedikitnya akan ada tiga dimensi yang akan diperankan

oleh gubernur sebagai wakil pusat yaitu dalam aspek

kebijakan, kepegawaian dan keuangan dari kabupaten/kota

yang ada dalam wilayah kerjanya untuk menciptakan sinergi

antar tingkatan dan susunan pemerintahan.

6) Masalah Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida)

Isu Muspida adalah suatu forum yang secara de facto ada

namun dari sisi landasan hukum tidak dasar pengaturannya.

Dimasa lalu dasar hukum Muspida diatur dalam peraturan

yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1974. Namun ketika Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 isu

muspida tidak diatur lagi dan juga tidak diatur dalam

Page 60: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 60/259

59

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam tataranrealitas, eksistensi muspida masih ada sebagai forum

komunikasi antar pimpinan daerah yang umumnya terdiri

dari unsur pemerintahan daerah, unsur TNI, unsur Polri dan

unsur Kejaksaan. Permasalahan muncul ketika menyangkut

aspek pembiayaan. Tidak adanya payung hukum yang

mengatur Muspida telah menyebabkan setiap pengeluaran

biaya untuk menunjang kegiatan Muspida akan menjadi

temuan dari aparat pemeriksa.

Mengingat keberadaan Muspida masih dianggap perlu

untuk menggalang soliditas dari penyelenggaraan

pemerintahan di daerah, maka sudah seyogyanya realitas

keberadaan Muspida ada payung hukumnya. Revisi undang-

undang ini akan mengatur payung hukum yang realistis dan

obyektif untuk menunjang keberadaan Muspida yang secarade facto ada dan masih sangat diperlukan dalam mendukung

jalannya roda pemerintahan daerah.

7) Masalah Kepegawaian Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah telah menimbulkan berbagai

ekses negatif yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan

perangkat perundangan yang ada. Fragmentasi spasial dalamkepegawaian yang semakin tinggi dan rigid , politisasi

birokrasi, dan menguatnya unsur-unsur subyektivitas dalam

manajemen kepegawaian berbasis pada etnis, agama, dan

putra daerah telah menimbulkan gangguan pada

pengembangan aparatur yang profesional. Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 dan peraturan pemerintah yang ada

belum mampu menjawab secara efektif berbagai masalah

Page 61: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 61/259

60

tersebut dan pengaturan yang jelas dan tegas diperlukan

untuk mendorong daerah membentuk aparatur yangprofesional.

8) Masalah Perangkat Daerah

Pembaharuan pengaturan tentang perangkat dan aparatur

daerah perlu diperlukan untuk memperkuat profesionalisme

dan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Pembengkakan perangkat daerah telah menimbulkan beban

yang sangat besar pada APBD sehingga sekitar 70-80%

tersedot untuk pembiyaan birokrasi dan aparatur daerah. Isu

penting lainnya dalam perangkat daerah adalah kedudukan

kecamatan dan hubungannya dengan SKPD lainnya yang

berbasis pada sektor. Sebagai SKPD yang berbasis

kewilayahan, Kecamatan belum memiliki fungsi yang jelas.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 belum mengatur tentang

fungsi pelayanan publik yang dapat dilimpahkan kepada

kecamatan.

9) Masalah Kecamatan

Masalah kecamatan berpangkal dari berubahnya posisi camat

dari kepala wilayah dimasa sebelum reformasi menjadi

perangkat daerah kabupaten/kota setelah reformasi. Selama

ini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hanya mengatur

kewenangan yang bersifat atributif dari camat, sedangkan

kewenangan delegatif dari bupati/walikota sifatnya fakultatif.

Revisi ini akan menegaskan adanya kewenangan delegatif

kepada camat oleh bupati/walikota dengan memperhatikan

karakter dari kecamatan tersebut apakah berciri perkotaan,

pedesaan, pedalaman, pesisir atau bahkan kepulauan.

Page 62: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 62/259

61

Dengan demikian camat akan mempunyai kewenangan yang

jelas sebagai satuan kerja perangkat daerah. Kewenangan yang jelas akan terlaksana dengan dukungan pendanaan

yang jelas juga melalui prinsip ” money follow function ”.

10) Masalah Peraturan Daerah (Perda)

Banyaknya Perda dan rancangan Perda yang bermasalah

sering menimbulkan reaksi publik yang luas. Ketidakpuasan

warga dan pemangku kepentingan terhadap Perda sudah

jamak terjadi dan memperlukan pengaturan yang jelas dan

efektif. Dalam bidang keuangan daerah, tahun 2008

Kementerian Keuangan membatalkan lebih dari 2000 Perda

dari sekitar 7200 Perda tentang pajak dan retribusi, karena

dinilai bertentangan dengan peraturan perundangan yang

lebih tinggi. Dalam bidang lainnya, muncul banyak perda

yang bias gender dan mengancam wawasan kebangsaan.

Dalam konteks desentralisasi sekarang ini, polemik muncul

tentang siapa yang memiliki kewenangan melakukan review

terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah,

pemerintahan yang lebih tinggi ( executive review ) atau

lembaga peradilan ( judicial review )?

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 telah mengatur

dengan jelas tentang proses pembentukan Perda, termasukkeharusan adanya partisipasi masyarakat dalam

pembentukan Perda. Namun, aturan ketentuan dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 belum secara efektif

mampu menangkal munculnya Perda yang bertentangan

dengan kepentingan umum dan/atau peraturan yang lebih

tinggi. Terbukti dengan munculnya banyak Perda

bermasalah. Pembatalan Perda bermasalah melalui peraturan

Page 63: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 63/259

62

Presiden juga dinilai tidak sesuai mengingat besaran jumlah

Perda yang harus ditinjau ulang sangat besar. Penguatanpengaturan tentang pembentukan peraturan daerah perlu

dilakukan dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004, namun hendaknya pengaturan baru tersebut tidak

bertentangan dan mengulang hal yang sudah diatur dalam

dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

11) Masalah Pembangunan Daerah

Persoalan yang mendasar dalam perencanaan pembangunan

daerah adalah inkonsistensi antara Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

dalam mendefinisikan dokumen dan basis legalitas dari

dokumen perencanaan daerah. Perbedaan tersebut sering

menyulitkan daerah dalam menyelenggarakan kegiatan

perencanaan daerah. Isu lainnya adalah tentang instrumen

yang dapat digunakan untuk menjaga konsistensi antara

perencanaan pembangunan daerah dengan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2007 tentang RJPN dan Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Untuk mengatasi

kesulitan ini maka duplikasi dan inkonsistensi antara

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dengan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 perlu dihilangkan. Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2004 perlu diarahkan untuk

mengatur mengenai proses dan dokumen perencanaan

daerah sedangkan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 mengatur tentang kelembagaan dan manajemen dari

perencanaan daerah. Terkait dengan manajemen

perencanaan daerah adalah perlunya mengatur kewajiban

daerah mengumpulkan, memperbaharui, dan mengelola data

Page 64: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 64/259

63

dan informasi yang diperlukan dalam perencanaan daerah.

Tidak tersedianya data membuat kualitas perencanaandaerah cenderung buruk.

Masalah yang perlu diatasi dalam masalah

pembangunan adalah belum adanya sinergi antara

perencanaan pembangunan antara pusat, provinsi dan

kabupaten/kota. Masing-masing cenderung jalan sendiri-

sendiri sesuai visi dan misi dari kepala daerah terpilih yang

kalau tidak dicarikan solusinya malah akan menciptakantumpang tindih atau bahkan tabrakan kegiatan

pembangunan karena perbedaan kepentingan dari daerah-

daerah yang bersangkutan.

Revisi ini akan mengatur sinergi pembangunan antara

pusat dan daerah dan antara provinsi dengan

kabupaten/kota dalam wilayah provinsi tersebut melalui

mekanisme pemetaan urusan, kelembagaan dan

pendanaannya. Dengan sinergi tersebut diharapkan akan

tercapai target-target nasional yang selama ini sulit untuk

terealisir karena kepentingan yang berbeda antar tingkatan

dan susunan pemerintahan.

12) Masalah Keuangan Daerah

Terbatasnya anggaran yang tersedia untuk pelayanan publikmenjadi salah isu yang penting dan perlu memperoleh

pengaturan yang jelas. Manfaat desentralisasi hanya dapat

dirasakan oleh masyarakat ketika desentralisasi membuat

daerah mampu mengalokasikan anggaran lebih banyak untuk

pelayanan publik. Namun, data menunjukkan bahwa 70-80%

anggaran daerah dihabiskan untuk belanja pegawai dan

operasional birokrasi pemerintah daerah.

Page 65: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 65/259

64

Besarnya pengeluaran untuk belanja pegawai yang

menjadi salah satu variabel penting untuk menentukanalokasi dasar dari DAU menjadi salah satu faktor yang

mendorong pembengkakan pegawai di daerah. Pengeluaran

belanja pegawai yang sangat besar membuat masyarakat di

daerah tidak dapat menikmati manfaat dari pelaksanaan

otonomi daerah. Isu lainnya adalah perlunya penguatan

peran gubernur sebagai budget optimizer dalam alokasi DAK.

Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dapat menjadi

intermediaries pencapaian tujuan Pemerintah Pusat dengan

meningkatkan relevansi program-program pemerintah di

daerah. Sayangnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, dan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 belum mengatur dengan jelas peran

gubernur sebagai budget optimizer . Revisi Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 perlu mengatur peran gubernur

sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk menjadi budget

optimizer dalam alokasi DAK.

13) Pelayanan Publik

Pelayanan publik menjadi isu penting dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Namun, sayangnya Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 belum mengatur sama sekali tentang

penyelengaraan pelayanan publik di daerah. Beberapa

masalah dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti:

belum diterapkannya standar pelayanan minimal untuk

pelayanan dasar, belum adanya standar penyelenggaraan

pelayanan yang mengatur hak dan kewajiban pengguna dan

penyelenggara, mekanisme penyampaian keluhan dan

penyelesaian sengketa, penting untuk diatur dalam revisi

Page 66: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 66/259

65

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan membuat

pengaturan yang jelas tentang penyelenggaraan pelayananpublik di daerah diharapkan pelaksanaan desentralisasi

dapat mempercepat tercapainya perbaikan kualitas pelayanan

publik. Namun, pengaturan tentang penyelenggaraan

pelayanan publik oleh daerah harus disinkronkan dengan

undang-undang pelayanan publik sehingga tidak terjadi

tumpang-tindih dan inkonsistensi dalam pengaturan tentang

pelayanan publik di daerah.

14) Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menjadi salah satu isu strategis

karena partisipasi menjadi salah satu kondisi yang perlu agar

penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berhasil dengan

baik. Keberhasilan desentralisasi menuntut adanya

keterlibatan masyarakat di daerah dalam praktik

penyelenggaraan pemerintahan seperti dalam proses

pembentukan peraturan daerah, penyusunan perencanaan

daerah, perumusan APBD, dan penyelenggaraan pelayanan

publik. Dengan keterlibatan masyarakat yang semakin tinggi

maka berbagai kebijakan pembangunan daerah tersebut akan

dapat merepresentasikan kepentingan masyarakat luas.

Partisipasi masyarakat juga diperlukan agar mereka dapat

ikut mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Namun, sayangnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang

Organisasi Masyarakat, dan Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik belum

mengatur dengan jelas mekanisme, cara, dan hak-hak warga

dan pemangku kepentingan dalam proses kebijakan di

Page 67: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 67/259

66

daerah. Oleh karena itu revisi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 perlu mengatur berbagai hal di atas dengan jelas.

15) Kawasan Perkotaan

Belum adanya pengaturan yang memadai tentang kawasan

perkotaan, membuat pertumbuhan kawasan perkotaan yang

sangat pesat kurang dapat dioptimalkan untuk kepentingan

masyarakat luas dan pemerintah daerah. Munculnya

kawasan perkotaan baru yang berdampingan dengan

kawasan perdesaan, sebagai akibat dari maraknya industri

perumahan, menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan

pemerintahan yang perlu diselesaikan oleh pemerintah

daerah. Tidak adanya undang-undang yang mengatur tentang

perkotaan dan kelembagaan yang mengurus kawasan

tersebut sering membuat pemerintah daerah gagal mengelola

kawasan perkotaan untuk kepentingan publik. Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor

26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang belum mengatur tentang

kelembagaan dan pengelolaan kawasan perkotaan.

Kelembagaan dan pengelolaan kawasan perkotaan diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009. Namun,

peraturan pemerintah tersebut belum mengatur tipologi kota

yang sangat bervariasi, utamanya dilihat dari jumlah

penduduknya, dan implikasinya terhadap bentuk

kelembagaan pengelolaan kawasan perkotaan. Beberapa

pengaturan yang relevan dalam peraturan pemerintah

tersebut dan implikasinya terhadap kelembagaan pengelolaan

kawasan perkotaan perlu dimasukan dalam revisi Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Page 68: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 68/259

67

16) Kawasan Khusus

Pengembangan kawasan khusus untuk mengelola fungsi-fungsi khusus tertentu dalam rangka kepentingan nasional

strategik belum diatur secara memadai dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004. Kebutuhan pengaturan

kawasan khusus sekarang ini sangat mendesak terkait

dengan kebutuhan adanya kawasan ekonomi khusus,

kawasan perbatasan, kawasan purbakala, kawasan latihan

perang, kawasan taman laut, kawasan hutan lindung dankawasan-kawasan khusus lainnya. Undang-undang sektoral

dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang hal ini

seperti Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 dan

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun1999 tentang

Konservasi Hutan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000

dan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Kawasan

Perdagangan dan Pelabuhan Bebas mengatur hubungankelembagaan antara kawasan khusus dengan pemerintah

daerah. Konflik yang sering terjadi terkait dengan pengelolaan

kawasan khsusus disebabkan karena pengaturan tentang

hubungan lembaga pengelola kawasan khusus dengan daerah

kurang diatur dengan jelas. Revisi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 perlu mengatur tentang pengelolaan kawasan

khusus dan hubungannya dengan pemerintahan daerah.

17) Masalah Kerjasama antar Daerah

Salah satu tujuan otonomi daerah adalah menciptakan

kesejahteraan di tingkat lokal yang nantinya secara agregat

akan menyumbang kepada kesejahteraan nasional.

Kesejahteraan masyarakat sangat terkait dengan kualitas dan

kuantitas pelayanan publik yang dinikmati masyarakat.

Page 69: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 69/259

68

Dalam penyediaan pelayanan publik untuk masyarakat

sangat terkait dengan urusan pemerintahan yang menjadikewenangan suatu daerah. Sering pelayanan publik yang

disediakan oleh suatu daerah menciptakan dampak kepada

daerah tetangganya. Untuk mencapai efisiensi dalam

pelayanan publik tersebut, maka kerjasama antar daerah

sangat mutlak diperlukan untuk menciptakan sinergi dan

efisiensi dalam penyediaan pelayanan publik tersebut.

Dalam tataran praktek sering daerah-daerah yangkegiatannya menciptakan ekternalitas ke daerah lainnya

tidak mau bekerjasama dan bahkan ada kemungkinan saling

membuat kebijakan yang sering menciptakan kerugian bagi

daerah lainnya. Untuk itu diperlukan adanya mekanisme

yang memaksa daerah tersebut untuk bekerjasama demi

menciptakan pemerintahan daerah yang berdaya guna dan

berhasil guna. Revisi undang-undang ini akan mengaturadanya kewajiban bagi daerah-daerah tersebut untuk

bekerjasama dengan pendekatan pemberian insentif bagi yang

melakukan dan dis-insentif bagi daerah-daerah yang menolak

kerjasama tersebut.

18) Masalah Desa

Salah satu keputusan politik yang diambil oleh PemerintahPusat dan DPR adalah mengatur desa dalam undang-undang

tersendiri. Namun demikian undang-undang tentang

pemerintahan daerah akan tetap mengatur rambu-rambu

atau kisi-kisi tentang pengaturan desa dan kemudian secara

teknis diatur lebih lanjut dalam undang-undang tentang

desa.

Page 70: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 70/259

69

Salah satu rambu yang sangat penting dalam konteks

pengaturan desa adalah kewenangan desa atas urusanpemerintahan. Mengacu kepada ketentuan Pasal 18 B UUD

1945 secara eksplisit diatur bahwa desa diakui

keberadaannya dan berwenang mengatur dan mengurus

urusan-urusan yang terkait dengan adat istiadat dan tradisi

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan sistem

pemerintahan yang ada. Pada sisi lain ketentuan Pasal 18

UUD 1945 secara jelas telah mengatur bahwa otonomi daerah

hanya terdapat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Implikasinya terhadap pengaturan desa adalah bahwa desa

tersebut masuk dalam kategori ” community self government ”

atau pemerintahan yang berbasis komunitas mengerjakan

hal-hal yang terkait dengan adat istiadat dan tradisi dan

bukan ” local self government ” sebagaimana layaknya

tingkatan provinsi dan kabupaten/kota. Setiap urusan

pemerintahan daerah yang masuk domain otonomi daerah

provinsi maupun kabupaten/kota yang dikerjakan oleh desa

dilaksanakan melalui mekanisme pelimpahan atau

pendelegasian dengan pembiayaan yang jelas dan petunjuk

pelaksanaan yang jelas dari tingkatan pemerintahan yang

menugaskan. Mengingat undang-undang tentang Desa akan

diatur tersendiri, maka dalam revisi UU 32/2004 hanya

mengatur introduksinya saja dan selebihnya secara detail

akan diatur dalam undang-undang tentang Desa.

19) Masalah Pembinaan dan Pengawasan (Binwas)

Salah satu masalah mendasar yang menghambat efektifitas

pemerintahan daerah adalah kurang jelasnya mekanisme

pembinaan dan pengawasan (Binwas). Dalam koridor

Page 71: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 71/259

Page 72: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 72/259

71

20) Masalah Tindakan Hukum terhadap Aparatur Daerah

Aparat daerah sering merasa ragu-ragu untuk bertindakkarena takut melanggar ketentuan yang ada. Keraguan

bertindak tersebut akan merugikan masyarakat ketika aparat

daerah enggan untuk melaksanakan proyek-proyek terkait

dengan penyediaan barang dan jasa untuk keperluan

penyediaan pelayanan publik karena ketakutan akan

tersangkut pelanggaran hukum. Inilah satu penyebab dari

rendahnya penyerapan anggaran yang pada gilirannya akanmenyebabkan membengkaknya Sisa Lebih Perhitungan

Anggaran (SILPA) daerah. Kondisi tersebut jelas tidak

menguntungkan perekonomian daerah yang akan berimbas

kepada perekonomian nasional ditengah persaingan akibat

globalisasi yang semakin menuntut kecepatan bertindak.

Revisi undang-undang ini akan mengatur melalui

mekanisme aparat pengawas internal pemerintah yang dalam

hal ini adalah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) untuk berperan sebagai ” clearing house ” untuk

menentukan apakah suatu pelanggaran yang disangkakan

terhadap aparat daerah tersebut masuk dalam ranah

administrasi ( non yustisia ) atau ranah pidana ( pro yustisia ).

Pengaturan tersebut akan memberi kepastian hukum bagi

aparat daerah untuk tidak ragu-ragu bertindak sepanjang

koridor hukum positif yang berlaku.

21) Masalah Inovasi Daerah

Tidak adanya pengaturan yang jelas tentang diskresi dan

inovasi yang dilakukan oleh pejabat publik di daerah sering

membuat mereka tidak berani melakukan tindakan yang

inovatif, yang diperlukan untuk memenuhi kepentingan

Page 73: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 73/259

72

umum dan mempercepat pencapaian kesejahteraan rakyat.

Untuk itu revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 perlumenambahkan pengaturan tentang inovasi daerah yang dapat

dilakukan oleh pejabat publik sejauh tindakan mereka tidak

menimbulkan kerugian negara, tidak mengandung konflik

kepentingan, dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan

umum.

Perlu adanya pengaturan secara spesifik diskresi yang

diambil pejabat pemerintahan dalam melakukan inovasidalam pelayanan publik, terutama di daerah. Desentralisasi

pemerintahan telah menuntut pejabat pemerintahan daerah

melakukan inovasi dan karena pengaturan tentang inovasi di

daerah perlu dimasukan dalam undang-undang

pemerintahan daerah.

22) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)

Keberadaan DPOD selama ini banyak dipersoalkan karena

fungsinya yang tidak jelas. Sebagai salah satu lembaga yang

bertugas memberi rekomendasi kepada Presiden terkait

dengan kebijakan otonomi daerah, DPOD dinilai kurang

efektif dalam menjalankan perannya karena gagal mencegah

munculnya kebijakan sektoral yang dinilai tidak konsisten

dengan undnag-undang pemerintahan daerah. DPOD jugadinilai kurang mampu berperan dalam pengendalian

pembentukan DOB. Ketidakoptimalan peran DPOD

disebabkan oleh ketidakjelasan pemisahan peran DPOD

sebagai advisory body dan clearing house untuk perumusan

kebijakan otonomi daerah. Sebagai lembaga yang bertugas

melakukan kajian terhadap proposal pembentukan DOB dan

melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah,

Page 74: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 74/259

73

DPOD tidak didukung oleh sebuah think tank yang memadai.

Akibatnya, DPOD sering mengalami kesulitan untuk memberirekomendasi yang jelas kepada Presiden ketika dihadapkan

pada pilihan kebijakan yang kompleks dan dilematis.

Disamping dari sisi otoritas akan sulit bagi Menteri

Dalam Negeri untuk mengkordinir kementerian-kementerian

lainnya yang menjadi anggota DPOD. Untuk itu maka DPOD

perlu dipimpin oleh pejabat publik dengan otoritas diatas

menteri yang mempunyai kewenangan untuk memutuskanketika terjadi masalah-masalah yang terkait dengan konflik

antara kementerian dengan daerah otonom.

Page 75: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 75/259

74

BAB IV

DASAR PEMIKIRAN, PERMASALAHAN, ANALISIS,DAN USUL PENYEMPURNAAN

4.1 Umum

Sebelum melakukan analisis atas setiap isu strategis yang menjadi

substansi revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,

maka berikut ini adalah dasar-dasar pemikiran yang

dikembangkan dalam revisi dan yang melatar belakangi analisisdan usulan perubahan yang akan dilakukan dalam revisi tersebut.

(1) Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah

Pengaturan ketata-negaraan Negara Kesatuan Republik

Indonesia mengacu kepada UUD 1945 sebagai hukum dasar

yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai

dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah berwenang untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi seluas-

luasnya kepada daerah diarahkan untuk mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Disamping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis

globalisasi, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing

dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,

keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan

keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Merujuk kepada Pembukaan UUD 1945, hubungan Pemerintah

Pusat dengan Pemerintahan Daerah dapat dirunut dari alinea

Page 76: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 76/259

75

ketiga dan alenia keempat. Alinea ketiga memuat pernyataan

bahwa bangsa Indonesia atas berkat rahmat Allah Yang MahaKuasa menyatakan kemerdekaannya. Sedangkan alinea keempat

memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan

kemerdekaannya, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah

Negara Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung

jawab mengelola bangsa Indonesia yang baru menyatakan

kemerdekaannya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tugas

Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa

dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum

dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara

ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan kedilan sosial.

Alinea keempat mengindikasikan dianutnya paham negara

kesatuan dengan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia

sebagai langkah awal dari Negara Indonesia yang baru merdekatersebut. Dalam konteks negara kesatuan, Pemerintah Nasional

atau Pemerintah Pusat yang dibentuk terlebih dahulu baru

kemudian Pemerintah Pusat membentuk pemerintah daerah.

Konsekuensi logis dari konsep negara kesatuan adalah

kekuasaan pemerintahan ada ditangan Pemerintah Pusat.

Karena UUD 1945 juga mengamanatkan dianutnya kebijakan

desentralisasi, maka sebagian kekuasaan pemerintahan tersebut

diserahkan ke daerah dengan semangat otonomi yang seluas-

luasnya. Namun betapapun luasnya otonomi yang diberikan ke

daerah, tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan kekuasaan

pemerintahan tetap ada ditangan Pemerintah Pusat.

Dalam konsep Negara Kesatuan, kekuasaan Legislatif, Eksekutif

dan Yudikatif secara komprehensif menjadi kewenangan

Page 77: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 77/259

76

penyelenggara pemerintahan negara di tingkat pusat. Kekuasaan

eksekutif dalam arti kekuasaan pemerintahan ada ditanganPresiden sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD

1945. Kekuasaan pemerintahan yang ada ditangan Presiden

tersebut yang kemudian sebagian diserahkan ke daerah. Dengan

demikian pemerintah daerah menyelenggarakan sebagian

kekuasaan pemerintahan yang menjadi domain kewenangan

Presiden.

Mengingat tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaanpemerintahan ada ditangan Presiden, maka pemerintah daerah

dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya berada dibawah pembinaan dan pengawasan

Presiden agar pemerintah daerah berjalan secara harmonis,

selaras dan sinergis dengan kebijakan nasional yang menjadi

tanggung jawab Presiden sebagai kepala pemerintahan nasional.

Dalam konteks negara kesatuan hubungan Pemerintah Pusatdan pemerintah daerah adalah hirarkhis. Artinya pemerintah

daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi

domain kewenangan Presiden berada dibawah pengawasan dan

pembinaan Presiden. Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang

berdasarkan UUD 1945 mendapat pelimpahan dari Presiden

untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu. Urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan menteri tersebut yangkemudian sebagian diserahkan ke daerah untuk menjadi

kewenangan pemerintahan daerah untuk mengatur dan

mengurusnya.

Dalam konteks negara kesatuan betapapun luasnya otonomi

daerah atau urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah,

kewenangan pemerintahan daerah untuk mengatur dan

mengurus tetap dalam batas-batas koridor kebijakan nasional

Page 78: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 78/259

77

yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah

dalam merumuskan kebijakan daerah tidak boleh bertentangandengan kebijakan nasional. Hal ini dimaksudkan agar tercipta

sinergi dan keserasian antara kebijakan Pemerintah Pusat

dengan pemerintahan daerah.

Agar tercipta sinergi penyelenggaraan urusan pemerintahan

antara kementerian dengan pemerintahan daerah, Presiden

melimpahkan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri untuk

bertindak selaku kordinator dari kementerian atau lembagapemerintah non kementerian yang sebagian urusannya

diserahkan ke daerah. Kementerian yang kewenangannya

diserahkan kepada daerah berkewajiban untuk melakukan

pembinaan dan pengawasan yang bersifat teknis kepada

pemerintahan daerah, sedangkan Kementerian Dalam Negeri

melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang bersifat umum.

Mekanisme tersebut diharapkan mampu menciptakanharmonisasi dan sinergi antara Pemerintah Pusat dengan

pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan urusan

pemerintahan secara keseluruhan.

(2) Pemerintahan Daerah

Langkah pertama dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasiadalah dibentuknya daerah otonom dan langkah berikutnya

adalah diserahkannya sebagian urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan Presiden untuk menjadi urusan

pemerintahan dari daerah otonom tersebut. Pada dasarnya

otonomi daerah diberikan kepada rakyat daerah sebagai satu

kesatuan masyarakat hukum yang menempati suatu wilayah

dengan batas-batas tertentu yang ditetapkan berdasarkan

Page 79: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 79/259

78

hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingannya

sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat. Rakyatdaerah kemudian memilih kepala daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) untuk mewakili kepentingan rakyat yang

bersangkutan untuk mengelola urusan pemerintahan tersebut.

Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang

terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif,

penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh kepala

daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang masing-masing direkrut melalui proses pemilihan. Kepala daerah dipilih

rakyat melalui proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

sedangkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

dipilih rakyat melalui proses Pemilihan Umum.

Kepala daerah dan DPRD yang kemudian menjalankan mandat

rakyat daerah tersebut untuk melaksanakan urusan

pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada

rakyat daerah. Dengan demikian baik kepala daerah maupun

DPRD sama-sama berkedudukan sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah. Dengan dibantu oleh pegawai negeri sipil

yang bertugas di daerah yang tergabung dalam perangkat

daerah, Kepala daerah dan DPRD mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Kepala

daerah menjalankan fungsi eksekutif yaitu melakukan eksekusi

atau pelaksanaan atas peraturan-peraturan daerah yang dibuat

atas persetujuan bersama dengan DPRD yang menjalankan

fungsi legislatif daerah. Disamping mempunyai fungsi legislatif

daerah, DPRD juga melaksanakan fungsi pengawasan terhadap

kepala daerah dalam melaksanakan peraturan daerah dan

kebijakan daerah lainnya. Disamping melaksanakan fungsi

legislatif daerah dan fungsi pengawasan, DPRD juga

Page 80: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 80/259

Page 81: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 81/259

80

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.Ada prinsip konkurensi yang dianut dalam pelaksanaan setiap

urusan pemerintahan yang di desentralisasikan. Adapun yang

membedakannya adalah pada skala wilayah dimana urusan

pemerintahan tersebut dilaksanakan. Pemerintah Pusat

berwenang melaksanakan urusan pemerintahan tersebut pada

skala wilayah nasional dan internasional; Pemerintahan daerah

provinsi pada skala wilayah provinsi atau lintas kabupaten/kotadalam wilayah provinsi yang bersangkutan. Sedangkan

Pemerintahan daerah kabupaten/kota berwenang melaksanakan

urusan pemerintahan tersebut pada skala wilayah

kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pemerintah Pusat bertanggung jawab dalam penetapan

kebijakan nasional untuk menjaga harmonisasi, sinkronisasi dan

sinergi antara Pemerintah Pusat dengan pemerintahan daerah

dan antara pemerintahan daerah provinsi dengan pemerintahan

daerah kabupaten/kota sebagai satu kesatuan dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping

menetapkan kebijakan nasional, dalam urusan pemerintahan

yang di desentralisasikan, Pemerintah Pusat juga masih

berwenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang

menimbulkan dampak atau eksternalitas yang bersifat nasional

(lintas provinsi) dan internasional (lintas negara).

Ada tiga kriteria yang dijadikan pedoman dalam pembagian

urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat dengan

pemerintahan daerah yaitu ekternalitas, akuntabilitas dan

efisiensi. Pengertian eksternalitas terkait dengan dampak yang

ditimbulkan dari pelaksanaan suatu urusan pemerintahan. Ini

Page 82: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 82/259

81

berarti bahwa tingkatan pemerintahan yang terkena dampak dari

urusan pemerintahan tersebut yang berwenang atas urusantersebut. Sedangkan kriteria akuntabilitas dimaksudkan untuk

menentukan bahwa tingkatan pemerintahan yang paling dekat

dengan dampak tersebutlah yang berwenang atas urusan

pemerintahan termaksud. Kriteria akuntabilitas dimaksudkan

untuk menjawab tuntutan demokrasi yaitu mendekatkan

pemerintah kepada rakyat sehingga meningkatkan akuntabilitas

pemerintah kepada rakyat. Kriteria efisiensi ditujukan untuk

mengakomodasikan tuntutan globalisasi yaitu mendorong

pemerintahan yang efisien dan berdaya saing. Kriteria

eksternalitas dan akuntabilitas dimaksudkan untuk

mengakomodasikan tuntutan demokrasi sedangkan kriteria

efisiensi untuk memenuhi tuntutan ekonomis yaitu menciptakan

pemerintahan yang efisien dan berdaya saing.

Selama satu dekade pelaksanaan otonomi daerah, ternyatapembagian urusan pemerintahan yang berdampak ekologis sulit

untuk dibagi khususnya antara daerah provinsi dengan daerah

kabupaten/kota. Urusan pemerintahan seperti kehutanan dan

kelautan sering dalam praktek dibagi berdasarkan batas-batas

administrasi pemerintahan sedangkan urusan-urusan

pemerintahan tersebut pengelolaannya akan lebih efektif dan

efisien dikelola berdasarkan pendekatan ekologis yang seringtidak sesuai dengan batas-batas administrasi pemerintahan.

Demikian juga halnya dalam pengelolaan laut yang berbasis 4

mil untuk kabupaten/kota dan 4 mil sampai 12 mil untuk

provinsi, dalam realitas sering banyak menimbulkan

permasalahan sehingga mengganggu efektifitas penyelenggaraan

pemerintahan daerah di bidang kelautan. Untuk kelancaran

jalannya pemerintahan daerah, maka kewenangan pengelolaan

Page 83: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 83/259

82

urusan pemerintahan yang berdampak ekologis akan lebih efektif

diserahkan ke tingkat provinsi. Namun untuk menjaminkeadilan, kabupaten/kota mendapatkan bagi hasil dari

penerimaan yang dihasilkan dari penyelenggaraan urusan

tersebut.

(4) Urusan Pemerintahan Umum

Disamping urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat (absolut) dan urusan

pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dengan

pemerintahan daerah (konkuren), dalam realitas

penyelenggaraan pemerintahan di daerah, kepala daerah sebagai

pimpinan pemerintahan daerah dihadapkan juga dengan

urusan-urusan pemerintahan yang berkaitan dengan empat pilar

bernegara untuk kepentingan menjaga persatuan dan kesatuan

bangsa di tingkat daerah, memelihara ideologi Pancasila,

menjaga NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. Menjaga

kebhinekaan akan terkait dengan menjaga kerukunan beragama,

memfasilitasi berkembangnya kehidupan yang demokratis.

Disamping itu terdapat kebutuhan untuk menyelenggarakan

koordinasi dengan semua instansi pemerintahan yang ada di

daerah.

Urusan pemerintahan tersebut masuk dalam kategori urusan

pemerintahan umum. Urusan pemerintahan umum tersebut

nyata ada di daerah namun bukan termasuk dalam otonomi

daerah atau tugas suatu instansi Pemerintah Pusat yang ada di

daerah. Urusan pemerintahan umum tersebut merupakan

domain kewenangan Pemerintah Pusat yang tidak di

desentralisasikan. Di tingkat nasional Presiden adalah

penanggung jawab dari urusan pemerintahan umum tersebut

Page 84: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 84/259

83

selaku pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana

dinyatakan dalam konstitusi. Presiden sebagai KepalaPemerintahan di tingkat nasional mendelegasikan atau

melimpahkan pelaksanaan urusan umum di daerah kepada

kepala daerah. Melalui delegasi atau pelimpahan dari Presiden

tersebut, di tingkat daerah urusan pemerintahan umum menjadi

tanggung jawab dari kepala daerah sebagai kepala pemerintahan

daerah. Di tingkat provinsi menjadi tanggung jawab gubernur

sedangkan di tingkat kabupaten/kota menjadi tanggung jawab

bupati/walikota.

Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum tersebut,

untuk kelancaran kordinasi dengan seluruh pimpinan instansi

pemerintahan di daerah, dapat dibentuk Forum Musyawarah

Pimpinan Pemerintahan di Daerah dan kepala daerah selaku

kepala pemerintahan daerah bertindak sebagai koordinatornya.

Karena urusan pemerintahan umum merupakan urusanpemerintahan yang tidak di desentralisasikan, maka biaya

penyelenggaraan urusan pemerintahan umum tersebut di daerah

menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

(5) Hubungan Pemerintahan Daerah Provinsi dengan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota

Berdasarkan UUD 1945 ada dua tingkatan daerah yang bersifat

otonom yaitu daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota

dan masing-masing mempunyai pemerintahan daerah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada

daerah otonom tersebut. Daerah otonom provinsi diserahi

urusan-urusan pemerintahan yang berskala provinsi atau lintas

daerah kabupaten/kota sedangkan daerah otonom

Page 85: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 85/259

84

kabupaten/kota diserahi urusan-urusan pemerintahan skala

kabupaten/kota. Pemerintah Pusat tetap mempunyaikewenangan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang di

otonomikan tersebut namun terbatas pada yang berskala

nasional atau lintas daerah provinsi dan berskala internasional

atau yang bersifat lintas negara.

Pemerintah Pusat bertugas untuk menetapkan Norma, Standar,

Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang dijadikan pedoman bagi

pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerahkabupaten/kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah tersebut. NSPK tersebut

sekaligus juga mengatur hubungan antara Pemerintah Pusat

dengan pemerintahan daerah dan juga antara pemerintahan

daerah provinsi dengan pemerintahan daerah kabupaten/kota

dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut

sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Melalui penetapan NSPK dari Pemerintah Pusat yang ditetapkan

oleh masing-masing kementerian atau lembaga Negara non

kementerian akan tercipta kejelasan tugas pokok dan fungsi

masing-masing tingkatan pemerintahan, hubungan antar

tingkatan pemerintahan dan akan terjadi sinerji antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah serta antara

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan suatu urusan

pemerintahan yang di-otonomikan. Dengan demikian akan

tercipta harmonisasi dan sinkronisasi serta terhindar terjadinya

tumpang tindih dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan

antara Pusat dengan Daerah dan antara Provinsi dengan

Kabupaten/Kota.

Page 86: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 86/259

85

(6) Pengawasan dan Pembinaan terhadap Pemerintahan Daerah dan

Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah PusatPemerintah Pusat berkewajiban melaksanakan pembinaan dan

pengawasan terhadap pemerintahan daerah agar urusan

pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah

dapat berjalan secara optimal dalam koridor NSPK yang

ditetapkan Pemerintah Pusat. Pembinaan terhadap

pemerintahan daerah provinsi dilaksanakan langsung oleh

Pemerintah Pusat. Seharusnya Pemerintah Pusat jugaberkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

pemerintahan daerah kabupaten/kota. Namun mengingat

luasnya wilayah Indonesia, maka sulit bagi Pemerintah Pusat

untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara

berdayaguna dan berhasilguna terhadap penyelenggaraan

pemerintahan daerah kabupaten/kota. Untuk itu maka

Pemerintah Pusat melimpahkan kewenangan untukmelaksanakan pembinaan dan pengawasan tersebut kepada

gubernur.

Dengan demikian Gubernur memegang dua peran yaitu sebagai

kepala daerah otonom provinsi dan sebagai wakil Pemerintah

Pusat di daerah. Sebagai kepala daerah provinsi, gubernur

memegang kewenangan memimpin penyelenggaraan

pemerintahan daerah provinsi sesuai dengan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi. Sedangkan

sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah, gubernur

menjalankan peran Pemerintah Pusat melakukan pembinaan

dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah

kabupaten/kota. Dalam konteks melaksanakan peran sebagai

wakil Pemerintah Pusat, hubungan gubernur dengan

pemerintahan daerah kabupaten/kota bersifat hirarkhis.

Page 87: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 87/259

86

Berikut adalah analisis permasalahan dari setiap isu

strategis dimulai dari dasar pemikiran yang melatar belakangi,analisis dan usulan perubahan yang akan diatur dalam revisi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

4.2 Pembentukan dan Penataan Daerah

4.2.1 Dasar Pemikiran

Pembentukan daerah otonom baru memiliki justifikasi teoritik

yang kuat untuk mendekatkan kekuasaan dengan warganya di

daerah. Jarak yang sangat jauh antara kekuasaan dengan warga

dapat menimbulkan kesan negatif tentang keberadaan pemerintah

dimata warganya. Ketika jarak kekuasaan terlalu jauh, baik fisik

ataupun kejiwaan, maka keberadaan pemerintah menjadi kurang

jelas dan hubungan antara pemerintah dengan warganya menjadi

sangat jauh. Ketika hal itu terjadi maka legitimasi pemerintah

menjadi sering dipertanyakan. Jarak yang jauh membuat

pelayanan pemerintah tidak mudah dijangkau oleh warganya.

Apalagi jika jarak fisik ini juga diikuti dengan jarak kejiwaan yang

semakin jauh, ketika interaksi antara pemerintah dengan

warganya menjadi sangat sulit dan manfaat tentang keberadaan

pemerintah terhadap kehidupan warganya sangat rendah. Jarak

fisik dan kejiwaan yang jauh sering juga menjadi sumber dari

melunturnya kepercayaan warga terhadap pemerintah.

Pembentukan daerah otonom baru (DOB) dapat dilakukan

kalau dengan adanya DOB membuat jarak fisik dan kejiwaan

antara negara dengan warganya menjadi lebih dekat. Jarak yang

lebih dekat membuat interaksi antara negara dengan warganya

menjadi lebih sederhana, mudah, dan murah sehingga legitimasi

negara dimata warganya menjadi semakin kuat. Interaksi yang

lebih mudah akan membuat kualitas pelayanan menjadi semakin

Page 88: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 88/259

87

baik dan mudah diakses oleh warganya. Karena tujuan utama

pembentukan DOB adalah mempermudah interaksi antara negaradengan warganya maka kriteria utama untuk menilai perlu

tidaknya pembentukan DOB mestinya adalah seberapa besar

pembentukan DOB mampu memperbaiki interaksi antara

pemerintah dengan warganya, terutama dalam penyelenggaraan

pelayanan publik.

Untuk itu perlu dipertimbangkan besaran manfaat dari

pembentukan DOB dengan biaya dan kerugian yang nantinyaharus dibayar oleh warganya. Apakah peningkatan kualitas

pelayanan sebagai akibat dari pembentukan DOB melebihi biaya

dan kerugian yang dibayar oleh warga. Besaran manfaat adanya

DOB tentu amat ditentukan oleh besarnya populasi dari DOB.

Semakin besar jumlah penduduknya, manfaat yang diterima oleh

DOB cenderung menjadi semakin besar. Untuk itu kriteria tentang

jumlah penduduk penting untuk diperhatikan dalampembentukan DOB, disamping kelayakan ekonomi dan politik.

Agar kriteria tersebut dapat digunakan sebagai pegangan

dalam menilai proposal pembentukan DOB maka kriteria tersebut

harus dirumuskan dengan jelas dan dimuat dalam undang-

undang pemerintahan daerah. Adanya kriteria yang jelas dan

obyektif dan dimuat dalam undang-undang pemerintahan daerah

penting dilakukan agar dapat menjadi pegangan semua kelompok

kepentingan yang ingin mengusulkan pembentukan DOB.

Pengaturan yang jelas diperlukan agar pembentukan DOB benar-

benar mampu memberi manfaat yang lebih besar daripada

kerugiannya. Lebih dari itu, Pemerintah Pusat perlu membuat

rancang desain reformasi teritorial untuk memberi arah terhadap

pengembangan daerah otonom, baik pada tingkat provinsi

ataupun kabupaten/kota, yang memperhatikan secara

Page 89: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 89/259

88

menyeluruh daya dukung sosial, politik, ekonomi dan aspek

geostrategik lainnya yang penting dalam pengembangan daerahotonom dalam konteks NKRI.

4.2.2 Identifikasi Permasalahan

Pembentukan DOB, melalui pemekaran, menjadi wacana publik

yang menarik karena meluasnya dampak negatif dari pemekaran

baik bagi daerah induk maupun DOB. Walaupun demikian,

kegiatan pemekaran tampaknya akan terus berjalan, sebagaimana

tampak dari masih banyaknya usulan pembentukan daerah

otonom baru yang sekarang ini masih dibicarakan di DPR.

Pemerintah Pusat bersama DPR sudah menyetujui ratusan daerah

baru. Walaupun banyak dari DOB tersebut belum memenuhi

syarat namun dinyatakan memenuhi syarat dan tetap disahkan

menjadi DOB, karena pertimbangan-pertimbangan politik dan

lainnya. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

sampai sekarang sudah ada 205 DOB dan kalau mekanisme

seperti sekarang masih tetap dipakai, ada ratusan calon DOB

akan menyusul untuk disahkan.

Munculnya banyak DOB dalam waktu yang singkat memiliki

implikasi yang sangat luas, baik bagi Pemerintah Pusat, daerah

induk, dan DOB itu sendiri. Banyak kajian menunjukan bahwa

sebagian besar pemekaran berakibat negatif bagi masyarakat

yang tinggal di daerah induk maupun bagi mereka yang tinggal di

daerah baru. Bagi daerah induk, masyarakat seringkali harus

membayar biaya pemerintahan yang lebih besar karena

berkurangnya penduduk dan wilayah dari daerah induk seringkali

tidak berakibat pada pengurangan biaya pemerintahan. Biaya

pegawai dan operasional dari pemerintah di daerah induk tidak

berkurang walaupun jumlah wilayah dan pegawai yang mereka

Page 90: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 90/259

89

tanggung menjadi semakin kecil. Berkurangnya jumlah wilayah

dan penduduk, karena menjadi bagian dari daerah otonom baru,mestinya harus diikuti dengan berkurangnya anggaran untuk

birokrasi dan aparatur dan bertambahnya biaya untuk kegiatan

pembangunan dan pelayanan publik. Namun, sering hal itu tidak

terjadi. Akibatnya, masyarakat harus membayar biaya

pemerintahan per kapita yang lebih besar. 2

Dalam bidang pelayanan publik, masyarakat di daerah

otonom baru (DOB) juga cenderung tidak puas dengan pelayananpublik yang diselenggarakan oleh DOB. Mereka menilai kualitas

pelayanan publik cenderung menurun, sedangkan motivasi

mereka dengan memiliki daerah otonom sendiri umumnya adalah

karena ingin memperoleh akses dan kualitas pelayanan yang lebih

baik. Hal inilah yang menyebabkan mengapa mereka cenderung

tidak puas terhadap kualitas pelayanan publik di DOB-nya. Tentu

ada banyak penjelasan mengapa pembentukan DOB sering tidakmenghasilkan kualitas pelayanan dan penyelenggaraan

pemerintahan yang lebih baik. Salah satunya, karena

pembentukan DOB lebih didorong oleh kepentingan elit birokrasi

dan politik yang ingin memperbesar akses mereka terhadap

sumberdaya kekuasaan daripada keinginan untuk memperbaiki

akses dan kualitas pelayanan.

Kenyataan bahwa daerah induk sering kurang memberi

dukungan kepada daerah baru sebagaimana dipersyaratkan oleh

peraturan perundangan ikut memberi kontribusi terhadap

kesulitan DOB untuk memenuhi kebutuhan pelayanan warganya.

Apalagi ketika dalam proses pemekaran muncul masalah antara

daerah induk dengan daerah baru terkait dengan penguasaan

2

DSF, Cost and Benefits of New Region Creation in Indonesia, Policy Brief, November2007

Page 91: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 91/259

90

aset, sumber daya alam, dan batas-batas daerah yang rawan

terhadap munculnya konflik antara daerah induk dengan daerahbaru membuat dukungan daerah induk terhadap DOB menjadi

tidak lancar. Bahkan, hubungan antara daerah induk dengan

DOB yang tidak harmonis sering menjadi sumber konflik antara

penduduk di kedua daerah itu. Ketidakjelasan peta, misalnya,

dapat menjadi sumber konflik antara penduduk kedua daerah

yang kalau tidak dikelola dengan baik akan dapat memicu konflik

horizontal meluas, 3 apalagi kalau kedua daerah itu, daerah induk

dan DOB, memiliki ciri-ciri primordial yang berbeda. Konflik dapat

meluas ke ranah yang lain dan semakin melebar dan merugikan

masyarakat luas.

Ketidakjelasan peta daerah sering mendorong perebutan aset

dan sumber daya alam antar masyarakat di daerah induk dengan

daerah baru. Konflik ini meluas karena pemekaran daerah pada

tingkat provinsi dan kabupaten`juga mendorong pemekaran padatingkat yang lebih rendah, seperti pemekaran kecamatan dan

kalurahan/desa. 4 Persyaratan pembentukan daerah otonom baru

yang menentukan jumlah minimal kabupaten/kota untuk

pembentukan provinsi dan kecamatan untuk pembentukan

kabupaten/kota telah mendorong terjadi pemekaran pada satuan

pemerintahan di tingkat bawah. Pemekaran pada tataran yang

semakin rendah, memiliki potensi konflik horizontal yang semakintinggi terkait dengan semakin tidak tersedianya peta daerah yang

jelas, yang membuat pembagian aset dan sumberdaya alam

menjadi semakin rumit. Konflik penguasaan aset dan sumberdaya

alam pada tingkat bawah cenderung menghasilkan konflik

horizontal yang keras, karena perselisihan aset, tanah, dan

3 Diskusi Tim Pakar bersama dengan komponen Departemen Dalam Negeri tgl

Desember 2008 di Hotel Millenium, Jakarta4ibid

Page 92: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 92/259

Page 93: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 93/259

92

2007 sudah mengatur secara rinci prosedur, persyaratan, dan tata

cara pembentukan daerah otonom, namun kenyataaanyakeberadaan peraturan pemerintah tersebut belum mampu

mengendalikan proses pembentukan DOB secara wajar. Salah

satunya karena kekuatan peraturan pemerintah tersebut ketika

berbenturan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi

yang memberi ruang terjadinya pembentukan DOB, misalnya

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Karena DOB

dibentuk berdasarkan undang-undang, maka hak inisiatif dapat

berasal dari Presiden maupun DPR. Belakangan ini hampir semua

usulan DOB merupakan hak inisiatif DPR. Dalam kondisi tersebut

maka Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 menjadi tidak

banyak artinya.

Kedua , besarnya insentif yang diterima oleh berbagai

pemangku kepentingan sebagai akibat dari pembentukan DOB.Pembentukan DOB menciptakan begitu banyak insentif kepada

multi-pihak. Elit politik di DPR diuntungkan oleh adanya

pembentukan DOB melalui semakin banyaknya peluang bagi

partai politik untuk memiliki representasi yang semakin besar di

daerah dan keuntungan pribadi yang mungkin diperoleh melalui

serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses pembentukan

DOB. Elit birokrasi dan politik di daerah juga diuntungkan dengantersedianya jabatan politik dan birokrasi baru yang terbuka bagi

mereka. Masyarakat dan sektor swasta juga diuntungkan dengan

adanya pembangunan sarana dan prasarana untuk mendukung

kegiatan pemerintahan di DOB. Daerah juga diuntungkan dengan

adanya DAU yang diberikan kepada DOB. Selagi insentif seperti

ini masih dapat dinikmati oleh para pihak di pusat dan daerah,

Page 94: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 94/259

93

maka pengembangan DOB akan terus terjadi dan amat sulit

dikendalikan.Ketiga , selama ini tidak ada kajian untuk menilai pengaruh

pembentukan DOB bagi daerah-daerah lainnya. Kajian yang ada

selama ini cenderung hanya memusatkan perhatian terhadap

implikasi pembentukan DOB bagi daerah induk dan DOB itu

sendiri. Sementara implikasi pembentukan DOB bagi daerah

otonom lainnya cenderung diabaikan. 6 Kajian perlu dilakukan

untuk menilai seberapa besar proporsi anggaran untuk pelayananpublik di DOB dan daerah otonom lainnya menjadi semakin kecil

sebagai akibat dari semakin banyaknya daerah otonom. Kajian ini

penting untuk menilai apakah pembentukan satu DOB perlu

memperoleh persetujuan dari daerah-daerah lainnya, diluar

daerah induk karena dampak dari pembentukan DOB juga

ditanggung oleh daerah-daerah lainnya.

Keempat , evaluasi kinerja daerah otonom perlu dilakukan

secara sungguh-sungguh untuk menjadi dasar bagi kebijakan

reformasi territorial. Evaluasi ini penting untuk menilai apakah

satu daerah perlu dipertahankan status otonominya, difasilitasi

untuk dimekarkan karena dinilai terlalu besar sehingga skala

pemerintahannya menjadi tidak efektif, atau digabung dengan

daerah lainnya karena tidak layak menjadi daerah otonom.

Pemerintah Pusat telah membentuk Peraturan Pemerintah Nomor

6 Tahun 2008 mengenai evaluasi kinerja daerah dan mengatur

tentang kemungkinan satu daerah otonom yang memiliki kinerja

yang buruk selama tiga tahun berturut-turut untuk digabung

dengan daerah lain, namun implementasi dari peraturan

pemerintah tersebut sejauh ini belum jelas.

6 Daerah otonom lainnya setidaknya akan mengalami kerugian karena proporsi DAU

yang mereka terima akan menjadi semakin kecil. Hal ini terjadi karena alokasi DAU dariAPBN akan dibagi kepada semakin banyak daerah otonom.

Page 95: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 95/259

94

4.2.4 Usul Penyempurnaan

Perlu adanya pengaturan yang jelas mengenai proses, kriteria, danpentahapan pembentukan daerah baru yang jelas dan ketat.

Pengaturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 dirasa masih terlalu longgar sehingga pembentukan daerah

otonom baru lebih banyak didorong oleh kepentingan sempit dari

elit di daerah. Pengaturan baru harus menjamin bahwa

pembentukan daerah baru benar-benar dilakukan untuk

kepentingan masyarakat luas di daerah dan keberadaan daerahotonom baru juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

1) Perlu adanya pengaturan yang komprehensif mengenai

penghapusan daerah kalau daerah tersebut memang tidak

mampu melaksanakan otonominya untuk menciptakan

kesejahteraan yang minimal. Daerah-daerah yang tidak

mampu tersebut mungkin saja digabung dengan daerah-

daerah lainnya atau dibawah pengelolaan Pemerintah Pusat.

Untuk itu diperlukan pengaturan yang jelas dan instrumental

bagi Pemerintah Pusat untuk melikuidasi daerah otonom dan

menjadikannya daerah administratif atau menggabungkan dua

atau lebih daerah otonom menjadi menjadi satu daerah otonom

baru. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 telah

mengatur mengenai evaluasi kinerja daerah otonom dan

kemungkinan adanya penggabungan antar daerah otonom.

Beberapa aspek yang terkandung dalam peraturan pemerintah

tersebut dapat dimasukan dalam revisi Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004.

2) Perlu ada pengaturan yang jelas tentang persyaratan, kriteria,

dan mekanisme pembentukan DOB dengan mengadopsi

pengaturan yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 78

Page 96: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 96/259

95

Tahun 2007. Dengan memasukan pengaturan yang ada dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 kedalam revisiUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka kedudukan

pengaturan tersebut akan menjadi semakin kuat dan dapat

menjadi pegangan bagi semua pemangku kepentingan dalam

melakukan reformasi penataan daerah di Indonesia. Perlu ada

pengaturan tentang jumlah penduduk minimal dari satu

daerah otonom, mengingat beberapa DOB memiliki jumlah

penduduk yang sangat kecil dan tidak memungkinkan terjadi

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang optimal.

3) Perlu adanya pengaturan mengenai daerah persiapan sebelum

sebuah daerah menjadi daerah otonom penuh. Sebelum

ditetapkan menjadi daerah otonom definitif harus ditetapkan

terlebih dahulu menjadi calon daerah otonom dalam jangka

waktu minimal 3 (tiga) tahun dan maksimum 5 (lima) tahun.

Pembinaan, pengawasan dan pembiayaan daerah persiapan inidilakukan oleh daerah induk. Bila dalam jangka waktu

tersebut daerah persiapan dianggap tidak mampu maka harus

kembali pada daerah asal.

4) Perlu diatur dengan jelas mengenai siapa yang memiliki

kewenangan untuk mengusulkan daerah otonom baru. Karena

pemekaran dan penggabungan daerah adalah domain dari

eksekutif, maka seharusnya inisiatif pembentukan daerah

berasal dari Pemerintah Pusat, baik pusat ataupun daerah.

Atas pertimbangan strategik tertentu, Pemerintah Pusat dan

daerah dapat mengusulkan pembentukan DOB. Pengaturan

tentang proses pengusulan DOB oleh daerah dan Pemerintah

Pusat, masing-masing perlu diatur dengan jelas agar proses

pembentukan daerah otonom baru dilakukan secara terbuka

dan akuntabel.

Page 97: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 97/259

Page 98: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 98/259

97

Dalam negara kesatuan pembagian urusan antar pemerintahan

dilakukan oleh negara (Pemerintah Pusat dan DPR) melaluiundang-undang. Melalui undang-undang negara membentuk

daerah provinsi dan kabupaten/kota dan menyerahkan sebagian

urusan pemerintahan kepada daerah, bukan sebaliknya. Di negara

federal, states (negara bagian) membentuk negara dan

menyerahkan sebagian urusan pemerintahan kepada pemerintah

federal dan mengaturnya dalam konstitusi. Kedudukan negara

bagian sangat kuat karena mereka memiliki kewenangan bukan

hanya dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, tetapi juga

dalam bidang legislatif dan peradilan.

Di negara kesatuan, urusan yang diserahkan kepada daerah

adalah urusan pemerintahan semata, bukan urusan-urusan

lainnya. Besarnya jumlah urusan yang akan diserahkan kepada

daerah, di negara kesatuan, karenanya terserah sepenuhnya

kepada negara. Negara melalui undang-undang dapat menambahdan mengurangi urusan yang diserahkan kepada daerah. Namun,

karena pembentukan daerah dimaksudkan untuk mempermudah

pelayanan terhadap kebutuhan warga dan memperluas arena

demokrasi, maka pembagian urusan kepada daerah perlu

mempertimbangkan berbagai kriteria seperti kompetensi daerah,

efisiensi, eksternalitas, akuntabilitas, dan kriteria lainnya yang

memungkinkan Pemerintah Pusat dan daerah dapat secaraoptimal dan sinergik mensejahterakan warganya.

Dalam negara kesatuan, secara umum ada dua cara untuk

membagi urusan pusat dan urusan daerah. Pertama , negara

menentukan secara spesifik urusan yang diserahkan kepada

daerah dan Pemerintah Pusat, serta menetapkannya dalam

peraturan perundangan ( ultravires ). Kedua , negara menentukan

urusan yang diatur pusat dan sisanya menjadi urusan daerah,

Page 99: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 99/259

98

general competence . Indonesia pernah menggunakan kedua cara

tersebut. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mencobamengkombinasikan kedua cara diatas, dengan menentukan secara

jelas urusan yang menjadi kewenangan pusat dan daerah, tetapi

memungkinkan keduanya melaksanakan urusan tertentu

berdasarkan atas kriteria tertentu seperti eksternalitas, efisiensi,

dan akuntabilitas.

Dalam pembagian urusan harus terdapat kejelasan

pembagian wewenang mengatur dan mengurus di wilayah yurisdiksi: pusat, provinsi dan kabupaten/kota. 7 Tidak boleh

terdapat tumpang tindih antara satu yurisdiksi dengan yurisdiksi

lainnya. Wewenang mengatur dan mengurus harus dibagi habis

secara jelas antar tingkatan pemerintahan. Wewenang mengurus

dan mengatur berdasarkan azas sentralisasi diletakkan di

Pemerintah Pusat. Sedangkan wewenang mengatur dan mengurus

berdasarkan azas desentralisasi dan tugas pembantuan titikberatnya diletakan pada yang paling dekat dengan masyarakat

(prinsip subsidiaritas).

Di negara kesatuan, tidak mungkin terdapat satu urusan

yang hanya dilakukan secara desentralisasi tanpa sentralisasi.

Artinya, negara dapat memberi wewenang kepada Pemerintah

Pusat mengatur urusan-urusan pemerintahan, sekalipun urusan

tersebut diselenggarakan dengan melalui azas desentralisasi atau

tugas pebantuan. Dalam urusan yang diserahkan kepada daerah,

Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk membuat NSPK

yang harus dijadikan dasar oleh provinsi dan kabupaten/kota

untuk mengelola urusan yang menjadi kewenangannya.

Pemerintah Pusat dapat mengatur dan mengurus urusan yang

7 Diskusi tentang pembagian urusan antar susunan pemerintah dapat dibaca dalam

paper Benyamin Husein dan Eko Prasojo berjudul “Konsep Pembagian Kewenangan(Urusan) Antar Tingkat Pemerintahan”, paper tidak diterbitkan

Page 100: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 100/259

99

menurut kriteria tertentu sebaiknya dikelola secara inklusif oleh

Pemerintah Pusat. Hal ini berbeda dengan negara federal dimanabaik pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian

masing-masing dapat secara inklusif memiliki wewenang mengatur

dan mengurus untuk satu urusan pemerintahan tertentu.

4.3.1.2 Identifikasi Permasalahan

Pembagian urusan pemerintahan masih menjadi tarik menarik

antara Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Salah

satu sumbernya adalah karena ketidakjelasan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 2007 dalam membagi urusan antar tingkat pemerintahan

yang berbeda. Walaupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

telah menentukan kriteria yang digunakan untuk membagi

urusan, namun dalam praktik penggunaan kriteria itu sangat sulit

dilakukan. Kriteria efisiensi dalam penyelenggaraan urusan selalu

mengarah pada skala ekonomi sehingga urusan cenderung

diserahkan kepada pemerintah yang lebih tinggi. Sedangkan

kriteria akuntabilitas cenderung menunjuk pada tingkat

pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat. Penerapan

kriteria eksternalitas juga tidak sederhana karena pemerintah

daerah sering kurang memperhatikan dampak dari kegiatannya

terhadap pihak lain diluar jurisdiksinya.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 telah mencoba

mengatur urusan pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota

untuk semua urusan konkuren. Peraturan pemerintah tersebut

menjelaskan bahwa provinsi menyelenggarakan urusan skala

provinsi sedangkan kabupaten/kota menyelenggarakan urusan

skala kabupaten/kota. Namun, mana urusan yang skala provinsi

dan mana urusan skala kabupaten/kota untuk setiap sektor

Page 101: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 101/259

100

belum dapat dirumuskan dengan jelas. Akibatnya, banyak pelaku

dan pemangku kepentingan yang kemudian memberi interpretasi yang berbeda-beda tentang mana urusan Pemerintah Pusat,

provinsi, dan kabupaten/kota.

Ketidakjelasan pembagian urusan antar susunan

pemerintahan sering menjadi sumber konflik antara daerah

dengan kementrian dan lembaga di pusat dan menimbulkan

kekaburan dari konsep desentralisasi itu sendiri. Kementrian dan

LPNK sering mengembangkan peraturan perundangan yang tidaksesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Mereka enggan

untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan sektornya

dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Mereka

memahami pembagian urusan berdasarkan atas apa yang sudah

mereka lakukan secara rutin berdasarkan struktur kelembagaan

yang ada, bukan atas pertimbangan yang konsepsional tentangpembagian peran antara pusat dan daerah dalam era

desentralisasi. Akibatnya, disharmoni antara Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 dengan undang-undang sektoral tak

terhindarkan dan menciptakan arena konflik antara daerah dan

kementerian/lembaga dalam pengelolaan urusan pemerintahan.

Masalah lain yang muncul dari pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah pembagian urusan menjadi

urusan wajib dan urusan pilihan yang harus diselenggarakan

daerah. Secara generik urusan wajib yang terkait dengan

pelayanan dasar diserahkan secara simetris kepada daerah.

Urusan pilihan yang terkait dengan pengembangan sektor

unggulan, mensyaratkan daerah untuk memilih urusan

pemerintahan berdasarkan potensi unggulan ekonomi yang ada di

wilayahnya. Namun dalam praktek, pertimbangan tersebut

Page 102: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 102/259

101

diabaikan dan daerah cenderung melaksanakan semua urusan

walaupun urusan tersebut tidak terkait dengan potensi unggulandaerah yang bersangkutan.

Dalam penyelenggaraan urusan wajib, utamanya

pemenuhan kebutuhan dasar warga, pemerintah perlu membuat

standar pelayanan minimal (SPM) atau standar lainnya untuk

menjamin agar warga dimanapun mereka berada dapat mengakses

secara sama pelayanan tersebut. Namun, sejauh ini SPM dan

standar pelayanan untuk berbagai urusan belum dapatdirumuskan secara memadai sehingga ketimpangan pelayanan

antar daerah tak terhindarkan.

4.3.1.3 Analisis

Walaupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah

menentukan urusan pemerintahan yang secara ekslusif menjadi

kewenangan pusat dan urusan yang di desentralisasikan ke

daerah dan menentukan kriteria untuk membagi urusan di

desentralisasikan ke daerah. Penyerahan urusan pemerintahan ke

daerah yang sangat masif dan serentak, yang belum pernah

dilakukan oleh negara lainnya, membuat Indonesia mengalami

kesulitan untuk belajar dari pengalaman negara lain dalam

melakukan desentralisasi urusan. Lessons learned sulit diperoleh

dari negara-negara lainnya sehingga contoh-contoh tentang

pembagian urusan antar susunan pemerintahan yang barang kali

dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan hal yang sama di

Indonesia menjadi tidak ada.

Di tingkat pusat masalah muncul karena kurang sinkronnya

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan undang-undang

sektoral. Walaupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah

memerintahkan pengalihan urusan wajib dan pilihan kepada

Page 103: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 103/259

102

daerah, namun dalam kenyataannya beberapa kementerian dan

lembaga masih enggan melakukannya. Banyak undang-undangsektoral yang belum searah dengan semangat dari kebijakan

desentralisasi. Keinginan untuk mempertahankan status-quo

muncul karena kepentingan-kepentingan jangka pendek dari para

pejabat di kementrian dan lembaga terkait dengan risiko

perampingan organisasi dan berkurangnya akses terhadap

anggaran ketika urusan di desentralisasikan ke daerah.

Dari sisi lain, kesulitan muncul dari meluasnya miskonsepsipara pemangku kepentingan di daerah tentang desentralisasi dan

hubungan antar susunan pemerintahan. Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah membentuk persepsi para

pemangku kepentingan di daerah bahwa semua urusan diluar

urusan eklusif adalah urusan daerah dan pemerintah tidak lagi

memiliki kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan urusan

diluar urusan yang ekslusif. Daerah seringkali menganggap setiappengaturan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap

urusan yang telah didesentralisasikan sebagai campur tangan

pusat terhadap urusan daerah. Sedangkan dalam negara

kesatuan, tidak ada urusan yang sepenuhnya menjadi urusan

daerah. Pemerintah Pusat setidak-tidaknya memiliki kewenangan

untuk merumuskan NSPK, yang seharusnya menjadi dasar bagi

daerah dalam menyelenggarakan urusan yang telahdidesentralisasikan.

Miskonsepsi lainnya muncul terkait dengan hubungan

antara provinsi dan kabupaten/kota dalam urusan yang telah

didesentralisasikan. Kabupaten/kota cenderung menganggap

semua urusan yang didesentralisasikan tersebut menjadi

urusannya dan mengabaikan interdependensi dan interrelasi

dalam penyelenggaraan urusan antar kabupaten/kota dimana

Page 104: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 104/259

103

provinsi dapat mengambil peran untuk mengatur dan mengurus

urusan yang karena pertimbangan eksternalitas, efisiensi, danakuntabilitas sebaiknya dilakukan pada tingkat provinsi. Belum

adanya pengaturan yang jelas tentang pembagian urusan antara

provinsi dan kabupaten/kota dalam urusan wajib dan pilihan

membuat duplikasi dan konflik dalam penyelenggaraan urusan

antara provinsi dan kabupaten/kota sering tidak dapat dihindari.

Konflik kepentingan antar kementerian/lembaga, provinsi,

dan kabupaten/kota menjadi salah satu faktor yang mempersulitupaya untuk memperjelas pembagian urusan antar susunan

pemerintahan. Pembagian urusan menjadi arena perebutan

kewenangan, akses terhadap anggaran, dan sumber daya

kekuasaan antar susunan pemerintahan. Upaya untuk

memperjelas pembagian urusan antar susunan pemerintahan

tidak dapat dihindari selalu memunculkan pro dan kontra antara

para pemangku kepentingan yang berbeda-beda. Karena itu,pembagian urusan harus dilakukan secara tepat dengan

menggunakan kriteria yang jelas, rasional, dan proporsional sesuai

dengan kompetensi dan sumberdaya yang tersedia pada masing-

masing susunan pemerintahan.

4.3.1.4 Usul Penyempurnaan

1) Perlu restrukturisasi pengaturan mengenai pembagian urusan

pemerintahan dalam penyempurnaan Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004. Restrukturisasi dilakukan dengan menata

kembali arsitektur pembagian urusan pemerintahan antar

tingkat pemerintahan. Pertama , konsep yang digunakan untuk

membagi urusan pemerintahan menjadi urusan ekslusif atau

absolut dan urusan konkuren (dapat didesentralisasikan).

Urusan ekslusif atau absolut adalah urusan yang sepenuhnya

Page 105: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 105/259

104

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sedangkan urusan

konkuren adalah urusan yang dapat diatur oleh pemerintahdan atau daerah, yang penentuannya dilakukan dengan

kriteria tertentu. Kedua , memperjelas cara penyelenggaraan

urusan pusat dengan menentukan urusan yang sebaiknya

dilakukan oleh Pemerintah Pusat sendiri secara langsung,

dengan menggunakan dekosentrasi, dan tugas pembantuan.

Dekonsentrasi perlu dibatasi hanya pada urusan ekslusif dan

urusan concurrent yang karena kriteria tertentu dilaksanakan

oleh Pemerintah Pusat sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Dengan memperjelas cara penyelenggaraan urusan

pemerintahan, hubungan antar tingkatan dan susunan

pemerintahan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan

akan dapat ditata dengan lebih baik.

2) Perlu pengaturan yang jelas tentang urusan wajib dan urusan

pilihan. Urusan wajib dibedakan menjadi dua kelompokurusan, urusan yang terkait dengan pelayanan dasar warga

yang secara minimal harus dipenuhi oleh daerah dan urusan

wajib yang terkait dengan kebijakan nasional, seperti statistik,

kebudayaan, tata ruang dan lain-lainnya. Urusan wajib yang

terkait dengan pelayanan dasar harus diselenggarakan oleh

daerah berdasarkan SPM yang dibuat oleh pemerintah,

sedangkan urusan wajib yang terkait dengan kepentinganpemerintah diselenggarakan berdasarkan standar lainnya yang

diatur dalam NSPK yang dibuat pemerintah. Karena

penyelenggaraan urusan wajib ini sangat penting bagi

kesejahteraan masyarakat maka undang-undang juga perlu

mengatur tentang sangsi bagi daerah yang gagal

menyelenggarakan urusan wajib sesuai dengan SPM atau

NSPK yang dibuat oleh pemerintah.

Page 106: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 106/259

105

3) Perlu dibuat pengaturan yang lebih jelas tentang

penyelenggaraan urusan pilihan. Daerah menyelenggarakanurusan pilihan untuk pengembangan keunggulan daerah

dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat. Pengambilan

keputusan tentang urusan pilihan yang akan dikelola oleh

daerah dapat didasarkan pada struktur PDRB, mata

pencaharian penduduk, dan pemanfaatan sumberdaya lokal

yang tersedia di daerah. Penyelenggaraan urusan pilihan yang

dibuat oleh daerah harus sinergik dan terintegrasi dengan

kebijakan nasional untuk peningkatan daya saing bangsa.

4) Agar daerah fokus melaksanakan urusan wajib dan pilihan

yang sesuai dengan prioritas dan potensi unggulan daerah,

maka dilakukan pemetaan ( mapping ) baik oleh pusat maupun

daerah terhadap setiap urusan pemerintahan tersebut. Dengan

pemetaan tersebut setiap daerah akan tahu urusan pilihan

yang akan dilaksanakan dan urusan wajib yang menjadiprioritas. Kementerian dan lembaga juga tahu daerah-daerah

yang menjadi stakeholders utamanya sehingga fokus dalam

pencapaian target-target nasional dalam urusan sektornya

masing-masing.

5) Untuk urusan yang berdampak ekologis khususnya urusan

kehutanan dan kelautan akan lebih optimal kalau

pengelolaannya diserahkan kepada daerah provinsi mengingat

eksternalitasnya yang dalam banyak hal melewati batas-batas

administrasi pemerintahan. Keuntungan lainnya adalah lebih

mudah dalam aspek pengendalian baik terhadap hutan

maupun aspek lingkungan hidup dibandingkan kalau

diserahkan melalui mekanisme dalam Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah 38 Nomor 2007.

Untuk mencegah terjadinya resistensi dari kabupaten/kota,

Page 107: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 107/259

Page 108: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 108/259

Page 109: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 109/259

108

Undang Nomor 1 Tahun 1957, gubernur memiliki peran sebagai

kepala daerah dan sekaligus sebagai alat pusat. Sedangkan dalamPenetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 gubernur lebih banyak

diperankan menjadi alat Pemerintah Pusat. Dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1974, pelaksanaan otonomi

dititikberatkan pada daerah tingkat II dan bersamaan dengan itu

asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas

dekonsentrasi. Dalam kenyataannya, pelaksanaan dekonsentrasi

lebih menonjol daripada desentralisasi, peran kepala wilayah lebih

menonjol daripada kepala daerah. Dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah gubernur, bupati, dan walikota bertindak

sebagai kepala daerah sekaligus sebagai kepala wilayah.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pemerintah

menerapkan split model dengan mendudukan kepala daerah

kabupaten/kota semata-mata sebagai alat daerah dan tidak

merangkap sebagai kepala wilayah. Bupati/walikota adalah kepaladaerah dan tidak merangkap sebagai kepala wilayah. Daerah

provinsi dinyatakan sebagai daerah otonom yang memiliki otonomi

terbatas. Disamping sebagai daerah otonom, provinsi juga sebagai

wilayah administrasi dan gubernur disamping sebagai kepala

provinsi juga sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga menganut

paradigma yang sama dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun

1999, namun lebih memperkuat peranan gubernur sebagai wakil

pemerintah di daerah dengan dirincikan tugas, wewenang dan

kewajiban yang bersifat ” attributed ” yang dinyatakan dalam Pasal

37 dan Pasal 38. 8 Dalam perkembangannya, keberadaan pasal

8 Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Pusat menggunakan “ fused model ” yang menempatkan gubernur disamping sebagai kepala daerah otonom juga

menjadi wakil pemerintah pusat, sedangkan untuk kabupaten dan kota diberlakukan”split model” , yang artinya bupati/ walikota hanya berkedudukan sebagai kepala daerah

Page 110: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 110/259

109

tersebut dirasakan belum mampu menempatkan gubernur secara

jelas baik sebagai kepala provinsi dan sebagai wakil PemerintahPusat. Tarik menarik peran gubernur sebagai kepala provinsi dan

wakil Pemerintah Pusat selalu terjadi sesuai dengan dinamika

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan kepentingan

pemerintah dalam menjamin kepentingan nasional dan kesatuan

bangsa.

Pengaturan mengenai peran gubernur baik sebagai kepala

provinsi dan sebagai wakil pemerintah perlu dirancang untukmenjamin keutuhan wilayah Indonesia, kesatuan bangsa, dan

mendorong dinamika penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Harus ada pembagian peran yang jelas dari gubernur sebagai

kepala provinsi dan wakil Pemerintah Pusat, instrumen

kelembagaan dan sumber biaya yang akan digunakan oleh

gubernur dalam menjalankan masing-masing perannya,

mekanisme yang akan digunakan untuk memainkan masing-masing peran itu dengan baik dan implikasi dari pelaksanaan

masing-masing peran tersebut. Pilihan untuk memanfaatkan

kedudukan gubernur sebagai wakil pusat dan instrumen

kelembagaannya perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap

kompleksitas struktur birokrasi di daerah, efisiensi dan kejelasan

hubungan antara susunan pemerintahan.

4.3.2.2 Identifikasi Permasalahan

Peran kepala daerah provinsi atau gubernur dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah selama ini masih sangat

terbatas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hanya mengatur

peran gubernur dalam Pasal 37 dan Pasal 38 dengan

otonom. Bupati/walikota menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidakmerangkap sebagai wakil Pemerintah Pusat. Diskusi tentang hal ini dapat dibaca dalam

E. Koswara Kertapraja, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Permasalahan KedudukanGubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat.

Page 111: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 111/259

110

menempatkan gubernur sebagai sebagai aparat dekonsentrasi

atau wakil Pemerintah Pusat di daerah. Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat memiliki peran pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota,

koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah

kabupaten/kota, dan koordinasi pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan

kabupaten/kota. Dalam kenyataannya, peran gubernur

sebagaimana disebutkan tadi kurang dapat dilaksanakan secara

optimal karena berbagai sebab, sebagaimana diuraikan berikut ini.

Pertama , konflik kepentingan sering terjadi ketika gubernur

sebagai kepala daerah otonomi memiliki kepentingan yang berbeda

dengan Menteri/Kepala LPNK dalam berbagai aspek pengelolaan

kegiatan pembangunan di daerahnya. Misalnya, dalam

pengelolaan kegiatan pertambangan, kehutanan, dan kegiatanlainnya, seringkali posisi gubernur sebagai kepala daerah otonom

berbeda dengan posisi yang diambil oleh kementerian/LPNK.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 peranan ganda

gubernur sebagai kepala daerah dan wakil Pemerintah Pusat di

daerah yang bertanggungjawab kepada Presiden belum diatur

secara jelas sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda-beda

tentang kedudukan gubernur, baik sebagai kepala daerah atausebagai wakil Pemerintah Pusat.

Peran ganda gubernur, sebagai kepala daerah dan wakil

Pemerintah Pusat, sering menimbulkan konflik peran ketika

kepentingan provinsi berbeda dengan kepentingan pemerintah.

Sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah, gubernur seringkali

harus mengamankan kebijakan Pemerintah Pusat, yang

kadangkala berbenturan dengan kepentingan daerahnya. Ketika

Page 112: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 112/259

111

kebijakan kementerian/LPNK berbeda dengan kepentingan daerah

gubernur mengalami kesulitan untuk mengambil peran sebagaiwakil Pemerintah Pusat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

belum mengatur situasi seperti ini, karena itu revisi Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 perlu mengatur secara lebih jelas

hal ini.

Kedua , sebagai wakil Pemerintah Pusat gubernur

melaksanakan tugas dekonsentrasi. Namun, peran gubernur

dalam pelaksanaan tugas dekonsentrasi tidak diatur dengan jelas.Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5) tidak mengatur dengan jelas

mengenai tugas yang harus dilakukan gubernur. Pasal tersebut

hanya mengatakan bahwa pemerintah dapat melimpahkan

penyelenggaraan urusannya kepada gubernur. Selebihnya,

pelimpahan urusan pemerintah kepada gubernur tidak diatur

dalam Undang-Undang. Hal ini sering membuat kedudukan

gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah menjadi tidak jelas.

Ketiga , dalam menjalankan tugas dekonsentrasi, gubernur

sebagai wakil pusat di daerah tidak mempunyai perangkat

dekonsentrasi sendiri, hanya dibantu oleh perangkat daerah yang

ditugaskan untuk melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi

dengan sumber pembiayaan yang kurang jelas. Hal ini sering

menimbulkan ketidakjelasan dalam pertanggungjawaban

pengelolaan tugas dekonsentrasi. Disamping itu tidak tersedianya

sarana dan prasarana untuk mendukung peran gubernur dalam

menjalankan tugas-tugas dekonsentrasi menjadikan kedudukan

gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak efektif.

Keempat , ketidakjelasan pengaturan tentang peran gubernur

seringkali menimbulkan kerancuan peran dan tugas gubernur

Page 113: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 113/259

112

dalam melakukan monitoring terhadap kabupaten/kota.

Pelaksanaan tugas monitoring terhadap kinerja kabupaten/kotasering dilakukan secara campur aduk dalam konteks

dekonsentrasi sekaligus desentralisasi. Pasal 37 dan Pasal 38

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 secara jelas memberi

tugas kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun, pasal-pasal

tersebut tidak mengatur dengan cukup jelas tentang apakah

pembinaan dan pengawasan perlu juga dilakukan dalam

pelaksanaan desentralisasi atau hanya terbatas pada pelaksanaan

tugas dekonsentrasi.

Kelima , hubungan koordinasi antara provinsi dan

kabupaten/kota selama ini masih kurang berjalan secara efektif.

Kewenangan dan kapasitas pemerintah provinsi untuk

melaksanakan koordinasi dalam perencanaan programpembangunan dan pelayanan publik yang memiliki eksternalitas

lintas kabupaten/kota kurang dapat dikelola secara efektif dan

sinergik. Pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan yang

jelas untuk dapat mengatur kegiatan pembangunan dan

pelayanan publik yang mencakup wilayah lebih dari satu

kabupaten/ kota agar dapat diselenggarakan secara sinergik.

Pengaturan yang jelas tentang kewenangan provinsi dalamkoordinasi perencanaan pembangunan daerah dan

penyelenggaraan pelayanan publik perlu dilakukan dengan jelas.

Keenam , pelaksanaan tugas pembantuan oleh provinsi

kepada kabupaten/kota belum memiliki pengaturan yang jelas.

Akibatnya, pelaksanan tugas pembantuan dari propinsi kepada

kabupaten/kota belum dapat berjalan sebagaimana yang

diharapkan. Agar pemerintah provinsi memiliki dasar yang kuat

Page 114: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 114/259

113

untuk melaksanakan tugas pembantuan kepada kabupaten/kota

pengaturan yang jelas diperlukan mengenai kriteria dankonsekuensi dari pelaksanaan tugas pembantuan.

4.3.2.3 Analisis

Provinsi dan kabupaten/kota sama-sama merupakan daerah

otonom. Namun, kendati keduanya adalah daerah otonom,

provinsi memiliki peran ekualisasi, fasilitasi, dan pemberdayaan

terhadap kabupaten/kota terkait dengan kebijakan yang

menggambarkan kekhasan provinsi. Dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 peran tersebut tidak diatur dengan jelas.

Karena itu, pelaksanaan berbagai peran tersebut belum dapat

dilakukan secara optimal. Rendahnya optimalitas dari

pelaksanaan peran tersebut, sering membuat penyelenggaraan

pemerintahan kabupaten/kota kurang dapat dikoordinasikan

secara efektif dan sinergik untuk mencapai tujuan pembangunan

provinsi. Seharusnya hubungan antara provinsi dan

kabupaten/kota dalam wilayahnya diatur dalam NSPK yang

ditetapkan Pemerintah Pusat melalui kementerian/LPNK dalam

pelaksanaan setiap urusan pemerintahan yang bersifat konkuren.

Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat yang mengamankan

melalui mekanisme pembinaan dan pengawasan agar tata

hubungan yang diatur dalam NSPK berjalan secara optimal.

Disamping hubungan antara pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota, masalah lain yang perlu dicarikan solusinya

adalah peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Kedudukan gubernur sebagai kepala daerah dan sebagai wakil

Pemerintah Pusat seringkali kurang dapat dipisahkan dengan

tegas dalam beberapa hal. Pertama , kapan gubernur harus

bertindak sebagai wakil Pemerintah Pusat dan kapan gubernur

Page 115: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 115/259

114

harus bertindak sebagai kepala daerah. Hal ini perlu diatur

dengan jelas karena memiliki implikasi kelembagaan dan anggaran yang berbeda. Ketidakjelasan pengaturan kedudukan gubernur

sebagai wakil Pemerintah Pusat dan kepala daerah membuat

fungsi ganda gubernur belum dapat berjalan dengan baik karena

struktur kelembagaan dan anggaran belum dapat memberi

dukungan yang kuat terhadap pelaksanaan fungsi ganda

gubernur.

Kedua , akibat dari tidak berjalannya secara optimal fungsiganda itu maka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dari

gubernur belum dapat berjalan dengan baik. Akibat lebih jauh dari

tidak berjalannya peran pembinaan dan pengawasan, maka

penyelenggaraan pemerintahan di daerah selama ini kurang

terkoordinasi dengan baik dan sinergi dalam pembangunan daerah

tidak dapat diwujudkan secara optimal. Jika tidak dilakukan

pengaturan yang jelas fungsi ganda gubernur sebagai kepaladaerah dan wakil Pemerintah Pusat dalam revisi Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 maka upaya untuk mendorong adanya

pembangunan daerah yang sinerjik dan sustainable dalam wilayah

provinsi akan mengalami banyak hambatan.

Pengaturan lebih jelas tentang peran gubernur untuk

melakukan pembinaan dan pengawasan, koordinasi, dan

penyelarasan kegiatan pembangunan di daerah jika dapat

diperkuat akan dapat mengurangi ketegangan yang selama ini

terjadi dalam hubungan antara bupati/walikota dengan gubernur

yang banyak terjadi di daerah. Miskonsepsi dalam memahami pola

hubungan tersebut cenderung mempersulit koordinasi dan sinergi

dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kabupaten/kota.

Lebih dari itu, pengaturan juga diperlukan agar gubernur dapat

mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah

Page 116: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 116/259

115

dan mengendalikan konflik yang terjadi antar kabupaten/kota

dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.Penguatan fungsi ganda gubernur juga dapat memperkuat

hubungan antar tingkatan pemerintahan. Dalam pelaksanaan

peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, maka hubungan

antara gubernur dengan bupati/walikota bersifat bertingkat,

dimana gubernur dapat melakukan peran pembinaan dan

pengawasan terhadap kinerja bupati/walikota dalam

penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah. Sebaliknyabupati/walikota dapat melapor dan mengadu kepada gubernur

bila terjadi berbagai masalah dalam penyelenggaraan pemerintah

di daerah, termasuk dalam hubungan antar kabupaten/kota.

Penguatan peran gubernur sebagai kepala daerah akan dapat

memperkuat orientasi pengembangan wilayah dan memperkecil

dampak kebijakan desentralisasi terhadap fragmentasi spasial,

sosial, dan ekonomi di daerah.

4.3.2.4 Usul Penyempurnaan

1) Dengan mengingat besarnya permasalahan yang muncul

sebagai akibat dari ketidakjelasan peran kepala daerah

provinsi dan gubernur, maka penyempurnaan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 perlu membuat pengaturan yang jelas

tentang peran gubernur baik sebagai kepala daerah dan wakil

Pemerintah Pusat. Pengaturan yang lebih jelas tentang

kedudukan gubernur yang memiliki “ dual function ” juga

sangat diperlukan untuk mengurangi konflik dan kesulitan

membangun sinergi dalam pembangunan daerah. Sebagai

wakil Pemerintah Pusat, gubernur seyogyanya mempunyai

perangkat tersendiri yang dibiayai dari APBN. Apabila

perangkat daerah dimanfaatkan sebagai perangkat gubernur

Page 117: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 117/259

116

sebagai wakil Pemerintah Pusat akan potensial menyebabkan

kerancuan dalam pembiayaan, pengawasan dan pertanggung jawaban.

2) Sebagai daerah otonom, provinsi dapat membuat kebijakan

kekhasan provinsi yang mencirikan provinsi dan

membedakannya dengan provinsi lainnya. Provinsi juga

memiliki peran dalam pengembangan ekonomi wilayah dan

kerjasama antar daerah dalam pengembangan kawasan.

Provinsi karenanya dapat membuat peraturan daerah yangterkait dengan kekhasannya yang mengikat kabupaten/kota

yang ada di wilayahnya. Disamping itu, provinsi memiliki

kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan

desentralisasi yang menjadi urusannya, lintas

kabupaten/kota, dan atau urusan yang eksternalitasnya

melewati batas-batas kabupaten/kota. Dalam konteks ini,

gubernur sebagai kepala provinsi memiliki kewenanganmengambil kebijakan yang mengikat kabupaten/kota yang ada

di wilayahnya sesuai kewenangan provinsi sebagai daerah

otonom. Untuk itu pengaturan tentang peran gubernur sebagai

kepala daerah provinsi perlu dibuat agar dapat menjadi

instrumen bagi gubernur untuk melakukan koordinasi,

fasilitasi, dan pemberdayaan kabupaten/kota agar mereka

dapat bersinergi untuk mencapai tujuan pembangunan diprovinsinya.

3) Provinsi dapat melakukan peran ekualisasi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memberdayakan

kabupaten/kota yang tidak mampu memenuhi standar

pelayanan yang diterapkan di provinsinya. Provinsi dapat

memberi bantuan teknis dan subsidi kepada kabupaten/kota

yang tidak mampu memenuhi standar pelayanan yang berlaku

Page 118: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 118/259

117

di provinsinya. Dengan memainkan peran ekualisasi

keberadaan provinsi juga akan dapat dirasakan manfaatnyaoleh kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.

4) Pengaturan yang lebih jelas juga diperlukan terhadap

kedudukan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Sebagai

wakil Pemerintah Pusat gubernur memiliki peran menjalankan

urusan pemerintahan umum, seperti melakukan resolusi

konflik yang terjadi di wilayahnya, menjaga keamanan dan

ketertiban, melakukan pemantauan dan evaluasi, pembinaandan pengawasan, dan koordinasi kegiatan penyelenggaraan

pemerintah yang ada di wilayahnya. Hubungan antara

gubernur sebagai wakil pusat dengan Kementrian/LPNK dalam

penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah perlu diatur

dengan jelas. Untuk itu, gubernur perlu memiliki anggaran

yang bersumber dari APBN dan dapat digunakan untuk

menjalankan berbagai peran tersebut.

5) Pengaturan yang jelas tentang peran gubernur sebagai kepala

provinsi dan wakil Pemerintah Pusat diperlukan untuk

menghindari kerancuan yang selama ini terjadi dalam

pelaksanaan peran ganda gubernur. Pelaksanaan kedua peran

itu membutuhkan institusi, personalia, anggaran, dan

kewenangan yang jelas dan memadai. Untuk itu pengaturan

yang jelas tentang hal tersebut sangat diperlukan.

4.3.3. Urusan Pemerintahan Umum dan Muspida

4.3.3.1. Dasar Pemikiran

Secara garis besar urusan pemerintahan dibagi atas urusan yang

bersifat absolute yang tidak diotonomikan ke daerah dan kedua

urusan yang bersifat konkuren yaitu urusan pemerintahan yang

Page 119: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 119/259

118

diotonomikan ke daerah secara konkuren. Urusan konkuren

tersebut dibagi atas dua kelompok besar yaitu pertama urusanwajib dan kedua urusan pilihan. Urusan wajib terbagi lagi

kedalam dua kelompok yaitu pertama yang terkait dengan

pelayanan dasar dan kedua yang tidak terkait dengan pelayanan

dasar. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan

yang terkait dengan pengembangan potensi unggulan yang

menjadi kekhasan suatu daerah.

Disamping urusan wajib dan konkuren, dalam pelaksanaanpemerintahan di daerah terdapat juga urusan pemerintahan yang

terkait dengan:

1. pemeliharaan nilai-nilai persatuan bangsa dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

2. memelihara ideology Pancasila,

3. memelihara kebinekaan bangsa agar tidak terpecah belah,menyadari bahwa pluralisme adalah rahmat dan bukan

bencana dan untuk itu perlu dijaga kelestariannya

4. menjaga Konsttitusi bangsa yaitu UUD 1945 dengan segala

perubahannya sebagai hokum dasar yang harus

dipedomani dalam penyusunan berbagai peraturan

perundang-undangan

5. memelihara kerukunan dan toleransi beragama dan

mencegah munculnya gerakan-gerakan ekstrim yang

mengatas namakan agama dan berpotensi memecah belah

persatuan bangsa

6. mengkordinir instansi-instansi pemerintah yang ada di

daerah untuk menciptakan kesatuan tindakan dan

Page 120: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 120/259

119

harmonisasi kegiatan sesuai dengan kewenangan masing-

masing.7. Memelihara stabilitas kehidupan politik yang dinamis di

daerah sehingga tidak terjadi gejolak politik yang

mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat daerah.

Urusan-urusan tersebut tidak masuk dalam urusan pemerintahan

baik yang bersifat absolut maupun konkuren. Urusan tersebutlah

yang masuk dalam kategori urusan pemerintahan umum. Di

tingkat nasional urusan tersebut menjadi kewenangan Presiden

sebagai Kepala Pemerintahan Negara. Di tingkat daerah belum ada

pengaturan yang jelas tentang urusan pemerintahan umum

tersebut.

Salah satu ruang lingkup dari urusan pemerintahan umum

adalah kegiatan mengkordinir instansi-instansi pemerintah yang

ada di daerah. Ada berbagai instansi pemerintah yang bukan

masuk dalam ranah perangkat daerah karena bersumber dari

urusan pemerintahan yang tidak diotonomikan atau urusan

absolute. Diantara instansi pemerintah tersebut adalah dari unsur

TNI, Polri, Kejaksaan, Instansi dari Kementerian Keuangan,

Instansi dari Kementerian Agama, Gubernur, bupati dan walikota

sebagai kepala pemerintahan daerah mendapatkan pelimpahan

untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum dari Presiden.

Konsekuensi logisnya adalah gubernur, bupati dan walikota

karena jabatannya bertindak sebagai kordinator bagi forum

instansi-instansi pemerintah tersebut, namun tidak termasuk

mengkordinir unsur yang ada diluar kekuasaan eksekutif seperti

pengadilan (yudikatif), perwakilan BPK dan lembaga-lembaga non

eksekutif lainnya.

Page 121: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 121/259

120

Forum komunikasi antar instansi dalam ranah eksekutif

tersebut yang dimasa orde baru disebut dengan istilahmusyawarah pimpinan daerah (muspida). Dasar hukumnya

bersumber dari UU 5 tahun 1974 tentang Pokok Pokok

Pemerintahan di Daerah. Namun dengan digantinya UU 5/1974

dengan UU 22/1999 dan kemudian diganti pula dengan UU

32/2004 maka sebenarnya dasar hokum yang emayungi forum

muspida tersebut sudah tidak ada lagi, namun keberadaan

muspida masih dirasakan penting oleh pimpinan pemerintahan

daerah untuk mendukung sinerji dan harmonisasi kegiatan antar

instansi pemerintah yang ada di daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

4.3.3.2. Identifikasi Masalah

Dalam masa transisi demokrasi dewasa ini diperlukan

pengaturan urusan pemerintahan umum yang ada di daerah.

Dalam era Orde Baru urusan tersebut dilakukan oleh Kepala

Daerah yaitu Gubernur, Bupati dan Walikota dalam kapasitasnya

juga sebagai Kepala Wilayah sebagai representasi wakil

pemerintah pusat di daerah yang memegang kendali atas

Urusan pemerintahan umum tersebut. Bahkan pada masa Orde

Baru, camat juga diposisikan sebagai wakil pusat di wilayahkecamatan yang bertugas melaksanakan urusan pemerintahan

umum di toingkat kecamatan. Urusan pemerintahan umum

adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

pemerintah pusat dan secara hirarkhis dilimpahkan kepada

Gubernur, Bupati/Walikota dan Camat pada waktu itu.

Dalam era reformasi dewasa ini urusan pemerintahan

umum tersebut tidak ada secara jelas dan tegas diatur dalam UU

Page 122: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 122/259

121

32/2004. Hanya Gubernur yang berperan sebagai wakil pusat di

daerah. Itupun dimaksudkan hanya sebagai perpanjangan tanganpemerintah pusat untuk melakukan binwas dan fasilitasi terhadap

penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh

kabupaten/kota. Tidak diatur secara jelas dan tegas tugas-

tugasnya dalam pelaksanaan urusan pemeruintahan umum.

Terlebih di tingkat kabupaten/kota, dengan dihapuskannya posisi

Bupati/Walikota sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan

juga difungsikannya camat hanya sebagai perangkat daerah, telah

menyebabkan tidak adanya institusi pemerintahan yang

melaksanakan urusan pemerintahan umum tersebut.

Kondisi ini yang kemudian menyebabkan tidak adanya

pelaksana urusan pemerintahan umum di daerah. Akibatnya

banyak terjadi kegiatan-kegiatan ekstrim yang bersifat

primordialisme yang tidak ada yang menanganinya di daerah.

Hanya aparat keamanan saja yang sibuk manakala terjadikerusuhan tanpa adanya suatu institusi yang secara fungsional

dan structural melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan

munculnya kerusuhan tersebut. Pemerintah daerah tidak ada

yang melakukan tindakan-tindakan atau program kerja yang

bersifat preventif untuk mencegah munculnya kegiatan-kegiatan

yang membahayakan keutuhan bangsa dan Negara, karena

memang tugas tersebut tidak masuk dalam ranah otonomi daerah.

Dari sisi keberadaan muspida, selama ini keberadaannya

berdasarkan hasil wawancara dengan para kepala daerah baik

kepada gubernur atau bupati/walikota, mereka menyatakan

bahwa forum muspida tersebut masih diperlukan untuk

menunjang kelancaran jalannya roda pemerintahan daerah.

Keberadaan forum tersebut dirasa urgensinya terkait dengan

upaya menyamakan persepsi dari pemerintah daerah ketika

Page 123: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 123/259

122

menyikapi urusan-urusan yang terkait dengan keamanan,

kerusuhan akibat SARA, bencana, dan penegakan hokum yangterkait dengan kewenangan daerah seperti penertiban KTP, ijin

bangunan, kaki lima dan gangguan-gangguan kemasayarakatan

lainnya.

Hubungan yang kurang harmonis antar instansi

pemerintah akan menunjukkan ketidak kompakan aparat

pemerintah termasuk pemerintah daerah dalam menyikapi

berbagai urusan yang bersifat “cross cutting” yaitu kombinasiantara urusan yang menjadi kewenangan daerah dan kewenangan

yang bukan masuk ranah otonomi daerah seperti kerukunan

SARA, masalah keamanan dan ketertiban, penegakan hukum

antar hukum yang berlandaskan perda dan hukum yang

berdasarkan undang-undang yang menjadi kewenangan pihak

kepolisian atau kejaksanaan dan banyak lagi contoh-contoh

lainnya.

Tidak adanya dasar hokum yang tegas dari keberadaan

muspida akan menyebabkan kesulitan dalam pertanggung

jawaban aspek keuangan. Dalam menunjang kegiatan forum

muspida tersebut, pemerintah daerah sering terbebani dalam

pendanaannya. Hal ini akan menjadi temuan manakala ada

pemeriksaan keuangan oleh BPK. Pada satu sisi kegiatan tersebut

memang harus dibiayai, namun pada sisis yang lain dasar hokum

untuk membiayainya tidak ada. Posisi dilematis ini yang kemudian

menyebabkan pemerintah daerah dalam posisi serba salah. Pemda

memerlukan bantuan aparat pemerintah seperti TNI dan Polri tapi

dasar hukum pembiayaannya tidak ada. Hal-hal ini yang

memerlukan pemecahan dalam revisi UU 32/2004. Kalau hal-hal

ini tidak ada dasar pengaturannya maka sulit menciptakan bagi

pemda untuk memperoleh dukungan dari pihak-pihak non

Page 124: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 124/259

123

pemerintah daerah ketika pemda dihadapkan pada kegiatan-

kegiatan yang bersifat “ cross cutting ” yang melibatkan kewenanganpemda dan kewenagan instansi-instansi diluar pemda.

4.3.3.3. Analisis

Dalam era transisi demokrasi seperti sekarang ini, perlu

adanya pengaturan yang jelas dan tegas siapa unit pemerintahan

yang bertanggung jawab atas urusan pemerintahan umum di

tingkat daerah. Tanpa kejelasan tersebut akan sulit meminta

pertanggung jawaban manakala terjadi kerusuhan atau tindakan-

tindakan yang mengarah kea rah anarkhis di daerah. Kepolisian

sebagai aparat keamanan hanya mampu bertindak setelah terjadi

peristiwa. Tanpa adanya payung hukum yang tegas dan jelas,

akan sulit bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan-

kegiatan pembinaan dan pemantauan untuk mencegah kegiatan-

kegiatan yang berpotensi memecah belah bangsa.

Di tingkat nasional Presiden sebagai kepala pemerintahan

negara yang bertanggung jawab atau urusan pemerintahan

umum tersebut. Sudah seyogyanya juga di tingkat provinsi urusan

pemerintahan umum tersebut menjadi kewenangan Gubernur

sebagai kepala pemerintahan provinsi dan di tingkat

kabupaten/kota menjadi tanggung jawab Bupati/walikota sebagaikepala pemerintahan kabupaten/kota. Urusan pemerintahan

umum tersebut menjadi urusan pemerintahan yang menjadi

domain pemerintah pusat dan oleh Presiden dilimpahkan

pelaksanaannya kepada gubernur di tingkat provinsi dan oleh

Presiden dilimpahkan kepada bupati/walikota di tingkat

Kabupaten/Kota.

Page 125: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 125/259

124

Pada tingkat kecamatan, mengingat camat adalah berstatus

perangkat daerah kabupaten/kota, maka bupati/walikotamelimpahkan pelaksanaan urusan pemerintahan umum di

tingkat kecamatan kepada camat. Camat yang bertanggung jawab

atas pelaksanaan urusan pemerintahan umum di level paling

bawah.

Dari aspek kelembagaan adalah tidak mungkin kepala

daerah melaksanalkan sendiri urusan pemerintahan umum

tersebut. Mengingat kompleksitas dari urusan umum tersebut,maka kepala daerah harus dibantu oleh unit pemerintahan dalam

aspek administrasi dan dukungan operasional. Karena rusan

pemerintahan umum tersebut masuk dalam ranah urusan

menjadi kewenangan pusat dalam hal ini Presiden selaku kepala

pemerintahan Negara, maka unit pemerintahan yang membantu

kepala daerah juga merupakan unit perpanjangan tangan pusat

atau unit dekonsentrasi. Keberadaan unit Kesbangpol di tingkatdaerah dengan berbagai macam nomenklatur yang dapat dialih

fungsikan untuk membantu kepala daerah dalam pelaksanaan

urusan pemerintahan umum tersebut. Di tingkat provinsi,

gubernur akan dibantu kantor kesbangpol provinsi dan di tingkat

kabupaten/kota, bupati atau walikota akan dibantu oleh kantor

kesbangpol kabupaten/kota.

Dari aspek pembiayaan, karena urusan pemerintahan

umum tersebut adalah urusan yang menjadi kewenangan

pemerintah pusat maka pembiayaannya dibebankan kepada APBN

baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Bupati/Walikota yang melimpahkan tugas tersebut ke camat

harus diikuti dengan pembiayaannya yang bersumber dana APBN

yang dialokasikan ke kabupaten/kota. Dari aspek kelembagaan

maka kelembagaan kesbangpol yang ada di Kementerian Dalam

Page 126: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 126/259

125

Negeri yang mebnjadi penanggung jawab di tingkat nasional, yang

di tingkat daerah, gubernur, bupati dan walikota akan dibantuoleh kantor kesbangpol daerah yang merupakan perpanjangan

kesbangpol pusat di daerah berdasarkan azas dekonsentrasi dan

pembiayaannya atas beban APBN.

Dalam konteks keberadaan muspida sebagai implikasi dari

dilimpahkannya urusan pemerintahan umum dari Presiden

kepada gubernur, bupati dan walikota sebagai kepala

pemerintahan daerah, maka untuk efektifitas pemerintahandaerah, perlu dilakukan pengaturan tentang muspida dalam revisi

UU 32/2004. Pengaturan tersebut juga menyangkut aspek

pembiayaannya. Karena urusan merintahan umum tersebut

adalah urusan pusat yang dilimpahkan kepada kepala daerah,

maka konsekunsi logisnya pembiayaannya juga harus dari pusat

yang bersumber dari APBN. Dengan fungsi yang jelas dari muspida

dan pembiayaan yang jelas yang bersumber dari APBN akanmenghilangkan keragu-raguan pemda dalam menjalin program

dan kegiatan yang bersifat “ cross cutting ”.

4.3.3.4. Usul Penyempurnaan

Dalam revisi UU 32/2004 perlu diatur hal-hal sebagai

berikut terkait dengan urusan pemerintahan umum sebagaiberikut:

1. Perlu adanya definisi urusan pemerintahan umum yang

membedakannya dengan urusan pemerintahan absolut dan

konkuren.

2. Perlu adanya pengaturan tugas-tugas urusan pemerintahan

umum yang harus dilaksanakan gubernur, bupati, walikota

dan pelimpahan dari bupati/walikota kepada camat.

Page 127: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 127/259

126

3. Perlu pengaturan mengenai kejelasan pembiayaan dan

perangkat pembantu gubernur, bupati dan walikota dalammelaksanakan urusan pemerintahan umum.

4. Perlu adanya pengaturan mengenai keberadaan muspida

sebagai forum kordinasi antara pimpinan daerah dengan

pimpinan instansi vertical yang ada di daerah dan

pengaturan aspek pembiayaannya yang bersumber dari

APBN sebagai refleksi dari urusan pusat yang dilimpahkan

oleh Presiden kepada kepala daerah.

5. Perlu adanya pengaturan mengenai unit pemerintahan yang

membantu kepala daerah dalam melaksanakan urusan

pemerintahan umum mengingat kompleksitas dari urusan

tersebut di daerah. Instansi kebangpol yang ada selama ini

di daerah dapat dialih fungsikan sebagai unit pembantu

kepala daerah tersebut dengan status menjadi unit

dekonsentrasi.

4.4 Penyelenggara Pemerintahan Daerah

4.4.1 Implikasi Pilkada dan Hubungan Kepala Daerah dengan

DPRD

4.4.1.1 Dasar Pemikiran

Berbagai permasalahan muncul dalam pemilihan kepala daerah

(Pilkada) di Indonesia. Permasalahan yang berasal dari Pilkada

kemudian akan mempengaruhi efektifitas pemerintahan daerah.

Beberapa diantara permasalahan tersebut adalah terjadinya

money politics yang sering sulit dibuktikan tapi sangat dirasakan

oleh masyarakat. Munculnya dinasti elit penguasa lokal yang

ditandai oleh diusulkannya sanak famili kepala daerah baik anak,

Page 128: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 128/259

127

istri, menantu, saudara untuk menjadi calon kepala daerah.

Persoalan etika juga sering disepelekan yaitu terjadinya beberapakasus kepala daerah yang sudah menjabat dua kali kemudian

mencalonkan dirinya sebagai wakil kepala daerah. Memang secara

legal tidak menyalahi karena tidak ada hukum positif yang

dilanggar tapi dari segi etika pemerintahan dan kepantasan sulit

untuk diterima akal sehat. Persoalan moral juga mewarnai

beberapa calon kepala daerah dimana calon yang sudah diketahui

secara meluas melakukan perbuatan asusila yang nampak dalam

video tapi karena tidak menjadi kasus hukum menjadi tidak

melanggar persyaratan sehingga yang bersangkutan tetap

mencalonkan diri.

Kondisi tersebut menunjukkan kepada kita memang semua

permasalahan tersebut diatas harus dituangkan dalam peraturan

perundang-undangan agar menjadi syarat normatif yang selama

ini tidak ada sehingga tidak ada hukum positif yang dilanggar.Kita menyadari bahwa disamping hukum yang tertulis ada juga

hukum yang tidak tertulis namun dihormati keberadaannya

khususnya yang terkait dengan persoalan etika dan kepantasan.

Namun persoalan muncul ketika etika dan kepantasan tersebut

tidak diatur secara tertulis, maka pelanggaran atas etika tersebut

dianggap hal-hal yang wajar saja dilakukan dalam masa transisi

demokrasi sekarang ini untuk mendukung ambisi pribadi.

Persoalan lain yang timbul adalah dalam sistem politik yang

demokratis ketegangan hubungan antara kepala daerah dengan

DPRD menjadi isu politik yang jamak dijumpai di daerah.

Diberlakukannya Pilkada langsung untuk

gubernur/bupati/walikota dan anggota DPRD membuat masing-

masing pihak sama-sama memiliki legitimasi politik yang sangat

kuat. Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah

Page 129: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 129/259

Page 130: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 130/259

129

masing-masing pihak harus bertindak sesuai dengan

ketentuan perundangan yang berlaku.c. Prinsip Kesetaraan

Keduanya memiliki kedudukan yang setara, dimana kepala

daerah dan DPRD tidak dapat saling menjatuhkan satu sama

lainnya.

d. Kemitraan

Sebagai sesama unsur penyelenggara pemerintahan daerahkeduanya harus dapat bekerjasama dan bermitra dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya.

4.4.1.2 Identifikasi Permasalahan

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) sangat banyak menyedot energi

baik Pemerintah Pusat dan pemerintah disamping isu

pembentukan daerah otonom baru. Dalam konteks otonomi

daerah kedua isu menguras habis perhatian kita sehingga sering

terabaikan tujuan utama otonomi daerah adalah mensejahterakan

rakyat daerah yang kalau berhasil, maka secara agregat akan

menyumbang kepada peningkatan kesejahteraan nasional.

Beberapa masalah krusial dalam konteks implikasi dari

pilkada antara lain adalah:

a. Terjadinya praktek money politics dan dirasakan secarameluas, namun sulit menemukan bukti-bukti.

b. Tumbuhnya gejala oligarki dalam Pilkada ditandai dengan

majunya banyak calon yang berasal dari keluarga kepala

daerah baik istri, anak, menantu dan lain-lainnya. Ditengarai

majunya mereka dengan memanfaatkan fasilitas dan resources

yang dimiliki oleh kepala daerah terkait.

Page 131: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 131/259

130

c. Merosotnya nilai-nilai etika dalam pemerintahan ketika

seseorang yang sudah dua kali menjabat kepala daerahmengajukan dirinya menjadi wakil kepala daerah. Walaupun

secara hukum tertulis tidak ada yang dilanggar, namun dari

aspek etika sangat sulit untuk diterima dan mencederai akal

sehat.

d. Dikerahkannya birokrasi daerah untuk memberikan dukungan

kepada petahana ( incumbent ). Adalah sangat sulit bagi

birokrasi daerah untuk bersikap netral dalam Pilkada. Untukkepentingan karirnya mereka dipaksa oleh situasi untuk

memihakkan diri pada salah satu calon kepala daerah. Banyak

fakta menunjukkan diadakannya mutasi atau demosi jabatan

daerah ketika salah satu calon memenangkan Pilkada.

e. Ada beberapa kasus calon terlibat dalam gambar video

melakukan tindakan asusila, namun karena tidak terjadi

proses hukum maka tidak ada alasan hukum untuk melarang

yang bersangkutan mencalonkan diri. Karena kepala daerah

adalah kepala pemerintahan di daerah, maka kejadian tersebut

akan mencoreng kewibawaan pemerintahan daerah.

f. Kepala daerah dan wakil kepala daerah sering tidak harmonis

tidak lama setelah keduanya terpilih. Keduanya sering terlibat

dalam berebut peran karena masing-masing merasa

mempunyai andil yang sama dalam pemenangan sebagai

kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam beberapa kasus

kondisi tersebut telah menyebabkan terjadinya pengkotak-

kotakkan birokrasi daerah baik yang memihak kepala daerah

maupun yang memihak wakil kepala daerah.

g. Tingginya biaya pilkada yang harus ditanggung baik oleh

pemerintahan daerah maupun oleh calon kepala daerah.

Page 132: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 132/259

131

Tingginya biaya tersebut terutama akan menjadi beban berat

bagi daerah-daerah miskin sedangkan pada sisi lain banyakdaerah yang masih sulit untuk memberikan pelayanan dasar

yang paling minimal kepada rakyatnya. Tingginya biaya yang

ditanggung calon kepala daerah ditengarai menjadi salah satu

penyebab banyaknya kepala daerah yang kemudian

bermasalah secara hukum dan akan menganggu jalannya roda

pemerintahan daerah.

Masalah lain dari penyelenggara pemerintahan daerahadalah dalam konteks hubungan antara kepala daerah dan DPRD.

Dalam praktek sering terjadi masalah diantara keduanya karena

interpretasi terhadap peraturan perundangan sesuai dengan

kepentingannya sendiri, sehingga ketegangan dan konflik antara

kepala daerah dan DPRD sering terjadi di banyak daerah. Arena

yang sering menjadi sumber konflik antar keduanya adalah

pembentukan peraturan daerah, pembuatan APBD danpengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Dalam pembentukan peraturan daerah dan pembuatan

APBD, masalah muncul ketika salah satu pihak tidak bersedia

membahas usulan pihak lainnya. Banyak kasus menunjukan

bahwa DPRD tidak mau membahas usulan Perda dan rancangan

APBD yang disampaikan oleh bupati/walikota/ gubernur. Anggota

DPRD sering menjadikan APBD sebagai arena untuk

memperjuangkan kepentingan pengusaha kliennya untuk

memperoleh kontrak proyek dari pemerintah daerahnya. 9

Akibatnya, banyak daerah yang mengalami keterlambatan dalam

9 Fenomena DPRD Kota Surabaya dapat dijadikan misal. Beberapa pimpinan fraksi besarmenitipkan proyek yang besarnya berkisar dari 50- 220 proyek. Persoalannya, dari total786 proyek yang dititipkan anggota dewan ini sebagian besar nilainya dibawah Rp. 50 juta. Itu artinya, mekanisme pelaksanaannya melalui penunjukan langsung, bukanlelang terbuka. Salah satu anggota dewan menjelaskan bahwa itu semua hasil

Jaringasmara/ Penjaringan Aspirasi Masyarakat. Namun, data Tempo menyebutkan adasebagian proyek.

Page 133: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 133/259

Page 134: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 134/259

Page 135: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 135/259

134

unsur yaitu politik dan administrasi. Kombinasi tersebut yang

selama ini telah melahirkan adagium “when politic ends,administration begins”. Ini berarti kekuatan politik harus

didukung oleh kapasitas administrasi yang memadai untuk

menjalankan kekuasaan politik tersebut. Untuk itulah maka

apabila posisi wakil kepala daerah secara politis ingin tetap

dipertahankan, maka adalah kurang cocok kalau orang politik

yang berperan sebagai kepala daerah didukung juga oleh orang

politik sebagai wakil kepala daerah. Dalam kondisi transisi

demokrasi seperti sekarang ini adalah akan lebih efektip kalau

kepala daerah yang politis dimbangi oleh wakil kepala daerah yang

profesional. Keberadaan politik adalah justifikasi legitimasi kepala

daerah sedangkan keberadaan profesionalisme dalam diri wakil

kepala daerah akan mendukung kekuatan politik yang legitimate

untuk menciptakan kesejahteraan melalui keberadaan wakil

kepala daerah yang profesional.

Ketika menentukan pilihan profesional sebagai pendamping

kepala daerah, maka opsi yang ada adalah apakah direkrut dari

kelompok PNS atau bebas. Pilihan PNS akan mengurangi waktu

penyesuaian bagi wakil kepala daerah karena pengalaman PNS

yang lama dalam bidang pemerintahan dibandingkan non PNS.

PNS khususnya yang ada di loingkungan pemda sudah

mempunyai pengalaman yang banyak dalam pengelolaan daerah.Keberadaan PNS sebagai wakil kepala daerah akan membantu

menyeimbangkan pencapaian tujuan politis dan tujuan

administratif dari kebijakan desentralisasi.

Pada sisi lain mengikat jumlah penduduk daerah yang

sangat variatif, maka untuk daerah-daerah yang berpenduduk

sedikit tidak diperlukan adanya wakil kepala daerah karena

keberadaan kepala daerah saja sudah cukup untuk memimpin

Page 136: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 136/259

135

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebaliknya untuk daerah-

daerah yang berpenduduk banyak dimana keberadaan wakilkepala daerah diperlukan, maka jumlah kepala daerah yang ada

dapat bervariasi atau lebih dari satu orang sesuai dengan beban

tugas yang diemban oleh kepala daerah yang dapat dialihkan

kepada wakil kepala daerah.

Untuk menghindari munculnya masalah etika dan moral

dalam pilkada maka perlu adanya pengaturan mengenai

persyaratan kepala daerah. Calon kepala daerah yang sudah jelasterbukti secara hukum cacat terkait masalah moral dilarang untuk

ikut mencalonkan diri. Demikian juga terkait masalah etika, perlu

diatur bahwa calon kepala daerah yang sudah dua kali menjabat

kepala daerah tidak diperbolehkan mencalonkan diri sebagai wakil

kepala daerah. Dengan adanya pengaturan tersebut akan menjadi

aturan tertulis dan hukum positif yang mengikat.

Untuk menekan biaya yang timbul dalam Pilkada, perlu

dipikirkan bahwa Pilkada provinsi cukup dilakukan melalui

pemilihan oleh DPRD. Ada beberapa pemikiran yang melandasinya

yaitu:

1. Dari sisi pelayanan publik yang diberikan oleh provinsi.

Ternyata sedikit sekali pelayanan publik langsung yang

diberikan provinsi kepada masyarakat. Ini berarti intensitas

pertemuan antara gubernur dan masyarakat provinsi yang

bersangkutan tidaklah tinggi. Rendahnya intensitas hubungan

antara gubernur dan masyarakat tidaklah menuntut

akuntabilitas yang tinggi dari gubernur kepada masyarakat.

Dari sini lahir argumen kenapa gubernur cukup dipilih oleh

DPRD saja sebagai wakil rakyat. Berbeda dengan pemilihan

bupati/walikota. Sebagian terbesar pelayanan publik langsung

Page 137: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 137/259

Page 138: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 138/259

137

fungsinya sangat rendah. 10 Kapasitas DPRD jauh lebih rendah

dibandingkan dengan kepala daerah dan perangkatnya.Akibatnya, peran DPRD untuk merepresentasikan kepentingan

warganya dalam proses pembentukan peraturan daerah dan

proses penyusunan APBD sering tidak dapat dilakukan secara

efektif. Kedua kegiatan tersebut sering menjadi arena dominasi

kepentingan elit politik dan birokrasi ( elite captures ). Hal ini

membuat kepercayaan warga terhadap DPRD menjadi semakin

terkikis dan ketidakpuasan mereka terhadap kinerja DPRD

semakin rendah.

Ada beberapa penjelasan mengenai mengapa DPRD belum

mampu merepresentasikan kepentingan warganya. Pertama ,

kapasitas kelembagaan DPRD yang masih terbatas dalam memberi

dukungan kepada para anggotanya. Sebagai sebuah institusi

sekretariat DPRD mestinya dapat memberi dukungan kepada para

anggota DPRD dalam menjalankan kewajiban sebagai wakil rakyatdi daerah, terutama dalam pembentukan peraturan daerah,

penyusunan APBD, dan dalam melakukan pengawasan terhadap

jalannya pemerintahan daerah. Karena itu sekretariat DPRD harus

dilengkapi dengan tenaga profesional yang memiliki kemampuan

teknis untuk mendukung kegiatan dari para anggota DPRD.

Kedua , DPRD pada umumnya belum memiliki sekretaris

DPRD yang profesional dan mampu membangun kapasitas

organisasi untuk memberi dukungan kepada anggota DPRD.

Posisi sekretaris DPRD masih dianggap sebagai posisi buangan

dan marginal bukan posisi strategis dalam konteks pengembangan

karir di birokrasi daerah. Persepsi yang seperti ini membuat

daerah sering tidak menempatkan calon yang terbaik untuk posisi

10 Lihat temuan GDS 2002 dan GAS 2006 dalam Dwiyanto, Agus, dkk, 2003. Reformasi

Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PSKK UGM: Yogyakarta dan Dwiyanto, Agus,dkk, 2007. Kinerja Tata Pemerintahan di Daerah, PSKK UGM: Yogyakarta.

Page 139: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 139/259

138

sekretaris daerah. Apalagi kenyataan bahwa sekretaris DPRD

sering mengalami posisi yang sulit ketika terjadi konflik antarakepala daerah dengan DPRD, membuat mereka yang memiliki

kemampuan yang baik tidak tertarik menjadi sekretaris DPRD.

Semua hal diatas membuat sekretaris dewan pada umum belum

mampu memberi dukungan yang optimal kepada DPRD.

Ketiga , kemampuan anggota DPRD pada umumnya secara

individu masih rendah sehingga tidak dapat secara optimal

menjalankan peran mereka sebagai wakil rakyat. Pendidikan danpengalaman mereka dalam kegiatan pemerintahan yang terbatas

sering membuat kemampuan mereka untuk menjalankan peran

sebagai anggota DPRD tidak optimal. Keterbatasan kemampuan

mereka menjalankan peran sebagai anggota DPRD ikut mendorong

munculnya ketidakpuasan masyarakat terhadap anggota DPRD

dan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat.

Keempat , ketidakjelasan kedudukan anggota DPRD sebagai

wakil rakyat. Proses rekrutmen anggota DPRD yang sekarang

terjadi lebih menempatkan mereka sebagai wakil partai politik

daripada sebagai wakil rakyat. Intervensi partai politik terhadap

para anggota DPRD-nya yang sangat kuat membuat para anggota

DPRD tidak dapat memperjuangkan kepentingan rakyat yang

diwakilinya, manakala kepentingan rakyat yang diwakili berbeda

dengan kepentingan politik partainya.

Kelima , keterbatasan anggaran yang tersedia bagi anggota

DPRD untuk menyerap, menggali, dan memperjuangkan

kepentingan warga dan konstituen. DPRD juga memiliki

keterbatasan anggaran dan sumber daya yang tidak

memungkinkan mereka menjalankan fungsi check and balance.

Akibatnya, kemampuan DPRD untuk dapat menjalankan fungsi

Page 140: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 140/259

139

pengawasan terhadap kinerja kepala daerah masih sangat

terbatas.Dengan memahami berbagai faktor diatas, maka

pemberdayaan DPRD hanya akan efektif kalau dapat

menyelesaikan berbagai masalah diatas. Pemberdayaan DPRD

setidaknya harus mampu meningkatkan antara lain: kapasitas

sekretariat DPRD dan pejabatnya, kemampuan anggota DPRD

dalam menjalankan perannya sebagai wakil rakyat, ketersediaan

sumber daya untuk memberi dukungan kepada DPRD dalammenjalankan seluruh fungsinya, dan kualitas hubungan antara

anggota DPRD dengan konstituennya.

4.4.1.4 Usulan Penyempurnaan

1) Perlu ada pengaturan bahwa gubernur dipilih oleh DPRD

sedangkan bupati/walikota tetap dipilih secara langsung olehrakyat.

2) Perlu ada pengaturan bahwa hanya kepala daerah yang dipilih

sedangkan wakilnya ditunjuk dari PNS dan pengaturan

mengenai jumlah wakil kepala daerah yang diperbolehkan

dengan mempertimbangkan jumlah penduduk suatu daerah.

3) Perlu diatur batasan etika dan moral dalam persyaratan calon

kepala daerah.

4) Perlu ada pengaturan yang jelas tentang kedudukan dan

hubungan antara DPRD dan kepala daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah. Pengaturan tersebut

harus mampu menjamin terjadi check and balance dalam

hubungan kerja keduanya untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat di daerah.

Page 141: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 141/259

140

5) Perlu ada pengaturan yang dapat memperkuat posisi sekretaris

DPRD sebagai seorang manajer yang profesional danindependen dari sekretariat daerah. Sebagai pimpinan

organisasi pendukung kegiatan DPRD maka sekretaris DPRD

harus dapat bertindak secara profesional dan independen dari

tekanan pihak kepala daerah. Untuk itu perlu ada pengaturan

yang jelas tentang kedudukan sekretaris DPRD, hubungannya

dengan sekretaris daerah, kepala daerah, dan DPRD.

Pengaturan harus memungkinkan sekretaris DPRD untuk

mengoptimalkan dukungannya kepada DPRD agar dapat

menjalankan tugasnya sebagai lembaga perwakilan rakyat.

Untuk itu maka perlu kejelasan kompetensi manajerial, teknis

maupun pemerintahan dari pegawai yang akan menduduki

jabatan sekretaris DPRD.

6) Perlu ada pengaturan yang memungkinkan sekretariat DPRD

memfasilitasi DPRD dan para anggotanya untuk menjalankanperannya sebagai wakil rakyat di daerah. Sekretariat DPRD

harus memiliki sumber daya yang memadai untuk merekrut

tenaga ahli yang dapat memberi dukungan kepada DPRD dan

para anggotanya dalam menjalankan semua fungsi yang

melekat pada anggota DPRD.

7) Untuk dapat menjalankan fungsi representasi, anggota DPRD

perlu memiliki anggaran yang memadai untuk menjalin

hubungan yang erat dengan warga yang diwakilinya. Kegiatan

anggota DPRD dalam menjalankan fungsi representasi harus

memperoleh anggaran yang wajar dan memadai. Pengaturan

perlu dibuat agar anggaran yang disediakan benar-benar

dipergunakan untuk menjalankan fungsi representasi dan

tidak dipergunakan untuk tujuan lain yang tidak terkait

dengan pelaksanaan fungsi representasi.

Page 142: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 142/259

141

8) Dalam hal terjadi konflik antar kepala daerah dan DPRD, maka

Presiden sebagai kepala pemerintahan dapat menjadi institusi yang dapat menjadi wasit yang baik dalam penyelesaian konflik

antara kepala daerah dan DPRD. Untuk pelaksanaannya

Presiden dapat menunjuk Menteri Dalam Negeri untuk

mewakili Presiden mengambil tindakan yang diperlukan dalam

penyelesaian konflik yang terjadi antara DPRD dan kepala

daerah.

9) Untuk menghindari tumpang tindih pengaturan, maka revisiUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hanya mengatur garis-

garis besar dari Pilkada, sedangkan secara teknis mekanisme

pemilihan, persyaratan calon, sampai dengan penetapan

kepala daerah diatur dalam undang-undang tentang pilkada.

10) Khusus mengenai pengaturan DPRD sepanjang yang sudah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang

MPR, DPR, DPD dan DPRD, maka mengikuti pengaturan dalam

undang-undang tersebut. Revisi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 hanya akan mengatur hal-hal yang belum diatur

dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009.

4.5 Organisasi Perangkat Daerah

4.5.1 Dasar Pemikiran

Organisasi perangkat daerah memiliki posisi yang sangat penting

dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Desain, struktur, mekanisme kerja, dan kualitas aparatur

sangat menentukan kinerja daerah. Seberapa tepat daerah

merancang desain, struktur, dan proses kerja sehingga mampu

menjalankan fungsi secara efisien, efektif, dan sinergik menjadi

kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Page 143: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 143/259

Page 144: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 144/259

143

pelayanan publik di daerahnya. Kemudahan interaksi akan dapat

menghemat energi pemerintah daerah dan warganya dalammengakses pelayanan publik dan kegiatan pemerintahan lainnya.

4.5.2 Identifikasi Permasalahan

Pengalaman dalam pelaksanaan otonomi daerah menunjukan

kecenderungan daerah untuk membentuk organisasi perangkat

daerah yang banyak jumlahnya dan kurang didasarkan pada

kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan. 11 Besarnya

organisasi perangkat daerah yang dimaksud dapat dilihat dari

banyaknya jumlah dinas daerah, jumlah badan dan jumlah

kantor. Banyak daerah kabupaten dan kota yang mempunyai

dinas yang sebenarnya kurang relevan dengan kebutuhan

masyarakat atau potensi unggulan yang ada di daerah tersebut.

Masih banyak dijumpai adanya dinas pertanian atau bahkan

kehutanan di daerah perkotaan. Berbagai studi menunjukan

bahwa para pemangku kepentingan di daerah menilai struktur

birokrasi di daerah cenderung gemuk dan menyerap anggaran

yang besar. Akibatnya, banyak anggaran pemerintah yang terserap

untuk belanja pegawai dan memenuhi kebutuhan birokrasi

daripada yang digunakan untuk membiayai pelayanan

masyarakat.

Disamping struktur birokrasi yang besar dan kompleks,

masalah lainnya adalah adanya orientasi pegawai daerah untuk

menduduki jabatan struktural sangat tinggi dan berlebihan. Hal

ini disebabkan karena jabatan struktural dalam birokrasi publik

memiliki fungsi yang multidimensional. Jabatan struktural bukan

hanya memberikan mereka kekuasaan, penghormatan, tetapi juga

11 Diskusi tentang hal ini dapat dibaca dalam Roy Salomo, “Pokok-Pokok Pemikiran

Untuk Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004: Perangkat Daerah”,paper tidak diterbitkan

Page 145: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 145/259

Page 146: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 146/259

145

undang sektoral yang mengharuskan daerah untuk membentuk

suatu organisasi yang sering relevansinya tidak ada di daerah yang bersangkutan seperti kewajiban membuat organisasi

bencana walaupun daerah tersebut bukan berpotensi bencana.

Sama halnya dengan diwajibkannya daerah membuat lembaga

penyuluhan pertanian di daerah perkotaan yang tidak ada

petaninya. Pada akhirnya semua instruksi dan desakan tersebut

akan bermuara pada membengkaknya kelembagaan daerah yang

sekaligus juga meningkatkan overhead cost dan mengurangi biaya

pelayanan publik.

4.5.3 Analisis

Ada beberapa penyebab mengapa daerah cenderung

mengembangkan struktur organisasi yang besar dan kompleks. 12

Pertama , kecenderungan semakin kuatnya politisasi birokrasi di

daerah. Pilkada yang membutuhkan resources yang besar memberi

peluang kepada aparat birokrasi untuk terlibat pemenangan calon

kepala daerah. Banyak aparat birokrasi yang terlibat menjadi tim

sukses dari calon kepala daerah dengan harapan jika calonnya

terpilih akan memperoleh kedudukan yang lebih baik dalam

birokrasi di daerah. Disamping itu, kepala daerah terpilih sering

berusaha memasukan pendukungnya dalam jabatan birokrasi

sehingga diharapkan dapat memberi dukungan terhadap

keberhasilan program-program yang dijanjikannya dalam Pilkada.

Untuk dapat menampung para pendukungnya sering kepala daerah

kemudian mengembangkan struktur birokrasi di daerah.

Kedua , jumlah pegawai negeri yang besar di daerah

mendorong mereka mengembangkan struktur organisasi yang besar

12 Disamping berbagai hal diatas Salomo juga menjelaskan faktor-faktor lainnya seperti

orientasi pada jabatan struktural yang sangat besar dan dampak dari pembubaraninstansi vertikal di daerah yang sering memaksa daerah membuat struktur yang gemuk.

Page 147: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 147/259

146

agar dapat menampungnya dalam jabatan-jabatan struktural yang

ada. Dilihat dari kepentingan birokrasi, pengembangan struktur yang besar tentu menguntungkan. Namun, dilihat dari kepentingan

publik sangat merugikan karena banyak anggaran yang kemudian

terserap untuk pembiayaan birokrasi daripada untuk kepentingan

publik. Disamping memerlukan pembiayaan yang tinggi, struktur

yang besar dan kompleks juga cenderung mempersulit interaksi

antara pemerintah dengan warganya. Pelayanan publik menjadi

semakin rumit dan panjang.

Ketiga , belum ada tradisi untuk melakukan evaluasi kinerja

( performance review) yang secara periodik menilai ketepatan antara

struktur birokrasi dengan visi dan misi daerah. Akibatnya, banyak

daerah tidak memiliki visi dan misi yang jelas sehingga mereka

dapat mengembangkan struktur birokrasi yang tidak sesuai dengan

kebutuhan daerah dan mengembangkan struktur berdasar

kepentingan sempit dan jangka pendek. Analisis jabatan juga sangat jarang dilakukan. Karenanya tidak mengherankan kalau daerah

cenderung memiliki struktur yang besar dan kompleks. Pelaksanaan

otonomi yang diharapkan dapat dijadikan sebagai peluang bagi

daerah untuk merestrukturisasi birokrasi sehingga lebih efisien

ternyata tidak menjadi kenyataan.

Dengan melihat kondisi yang seperti ini, maka tidak

mengherankan kalau banyak anggaran daerah yang terserap untuk

membiayai struktur yang gemuk tersebut. Sejauh ini data

Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa rata-rata provinsi,

kabupaten dan kota di Indonesia mengalokasikan dana sekitar

77,45% pada tahun 2004, dan 76,43% pada tahun 2005 dari

anggarannya untuk belanja aparatur. Sedangkan dari besaran

anggaran untuk belanja publik masih terdapat komponen biaya

overhead . Akibatnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk

Page 148: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 148/259

Page 149: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 149/259

148

dengan kewenangan kementerian/LPNK terkait. Dengan cara

tersebut setiap kementerian/LPNK akan mempunyaistakeholders yang jelas yang akan dilibatkan dalam

pencapaian target nasional dari kementerian/LPNK tersebut.

Cara tersebut akan menghilangkan pola instruksi yang

memaksakan daerah untuk membuat organisasi yang seragam

di seluruh daerah, tapi akan sesuai dengan sektor unggulan

dan prioritas pelayanan dasar dari daerah tersebut.

Pendekatan tersebut akan menciptakan pola asimetris antar

daerah dalam menerapkan organisasi perangkat daerah.

3) Perlu juga disusun pengaturan yang mendorong daerah

melakukan analisis jabatan dan menjadikannya sebagai dasar

dalam mereformasi perangkat pemerintahannya yang

dimilikinya. Analisis jabatan harus dapat memberi informasi

kepada daerah tentang kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan,

standar kompetensi jabatan, sistem renumerasi, dan sisteminformasi kepegawaian.

4) Pengaturan organisasi perangkat daerah perlu memikirkan

pengembangan jabatan fungsional secara signifikan. Jika

daerah mampu untuk mengembangkan jabatan fungsional

secara signifikan maka daerah dapat mengurangi tekanan yang

ada padanya untuk membuat struktur gemuk demi

menampung tenaga kerja yang jumlahnya cukup besar. Selain

itu pengembangan jabatan fungsional juga dapat membantu

pengembangan profesionalisme pegawai daerah untuk

meningkatkan kualitas pelayanan daerah.

5) Perlu juga disusun pengaturan tentang insentif berbasis

kinerja sehingga orientasi pegawai daerah yang cenderung

untuk menduduki jabatan struktural dapat berubah. Dengan

Page 150: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 150/259

149

mengembangkan ukuran kinerja yang jelas dan memberikan

insentif berbasis pada kinerja, maka minat aparat daerahuntuk menduduki jabatan fungsional dapat ditingkatkan dan

pengembangan profesionalisme aparat di daerah dapat

dipercepat dan mengurangi tekanan birokrasi atas jabatan

struktural yang cenderung akan memicu penggembungan

struktur organisasi pemerintah daerah.

6) Perlu ada pengaturan yang membatasi besaran anggaran

untuk belanja pegawai. Pengaturan tentang hal ini dapatdilakukan dengan menentukan besaran proporsi anggaran

belanja pegawai terhadap APBD. Besaran belanja pegawai

yang sekarang ini berkisar 70-90% APBD sudah amat

merugikan kepentingan publik di daerah. Anggaran untuk

belanja pegawai setidak-tidaknya tidak boleh melebihi besaran

anggaran yang disediakan untuk pelayanan publik.

Pengaturan tentang masa transisi untuk mendorong daerahagar dapat memperkecil proporsi anggaran untuk belanja

pegawai sangat diperlukan.

4.6 Kecamatan

4.6.1 Dasar Pemikiran

Peran dan fungsi kecamatan mengalami pergeseran yang sangatberarti sesuai dengan konteks politik dan legal, sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999, dan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

kecamatan memiliki kedudukan yang sangat kuat, karena

kecamatan diakui sebagai wilayah administratif dan sebagai

kepala wilayah camat juga menjalankan tugas dekonsentrasi.

Page 151: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 151/259

150

Dalam kedudukan yang seperti ini, kecamatan memiliki peran

yang strategis karena menjadi ujung tombak dari banyak kegiatanpemerintahan.

Namun, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1979 peran

kecamatan mengalami perubahan yang sangat mendasar.

Kecamatan bukan lagi perangkat dekonsentrasi tetapi berubah

menjadi perangkat daerah. Camat sebagai perangkat daerah

berperan membantu bupati/walikota menjalankan tugas

desentralisasi dan tugas dekonsentrasi dalam kontekspemerintahan daerah hanya dilakukan oleh gubernur sebagai

wakil Pemerintah Pusat. Camat berdasarkan kewenangan yang

dilimpahkan oleh bupati/walikota memiliki kewenangan untuk

melakukan Binwas terhadap kepala desa, karena eksistensi desa

yang diatur dengan Perda kabupaten/kota dan berada dalam

ranah Binwas kabupaten/kota dan desa diperlakukan sebagai

kesatuan masyarakat hukum yang otonom berbasis adat dantradisi. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 kecamatan

tetap diperlakukan sebagai perangkat daerah dan karena itu,

keberadaan dan fungsinya sangat tergantung pada daerah, sesuai

dengan kebutuhannya masing-masing.

Sebagai perangkat daerah, kecamatan semestinya dapat

difungsikan sebagai salah satu agen pelayanan atau menjadi

intermediaries yang penting dalam hubungan antara warga dengan

kabupaten/kota. Di daerah tertentu yang memiliki lingkungan

geografis yang luas dan akses terhadap pusat pemerintahan di

kabupaten sangat sulit kecamatan dapat menjadi salah satu agen

pelayanan publik dan menjadi intermediaries dalam hubungan

antara pemerintah dengan warganya. Namun, sayang keberadaan

kecamatan selama ini belum memperoleh apresiasi yang wajar dan

dimanfaatkan oleh kabupaten/kota memfasilitasi pelayanan

Page 152: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 152/259

Page 153: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 153/259

152

4.6.3 Analisis

Secara paradigmatik, kedudukan kecamatan mengalamiperubahan besar, sejak Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dikeluarkan oleh

pemerintah. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

kecamatan diperlakukan sebagai perangkat dekonsentrasi dan

sekaligus sebagai kepala wilayah. Sedangkan dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 kecamatan diperlakukan sebagai

perangkat daerah. Perubahan kedudukan yang mendasar ini tentumemiliki pengaruh terhadap keberadaan kecamatan dan

kontribusinya terhadap keberhasilan penyelenggaraan

pemerintahan di daerah.

Sebagai perangkat daerah, peran camat kemudian sangat

tergantung pada tindakan yang diambil oleh bupati/walikota,

apakah mereka bersedia mendelegasikan sebagian perannya

dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Beberapa daerah

memberdayakan kecamatan dengan memberikan kewenangan

delegatif kepada camat untuk menyelenggarakan pelayanan

tertentu. Sebaliknya, banyak bupati/walikota yang tidak mau

mendelegasikan kewenangannya kepada camat sehingga peran

camat menjadi sangat terbatas.

Untuk melihat kedudukan kecamatan dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah, maka posisi kecamatan

dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda dalam mengelola

kegiatan pemerintahan di daerah. Perspektif pertama

menggunakan wawasan kewilayahan dalam melihat kedudukan

dan peran kecamatan. Dalam perspektif ini kecamatan dapat

menjadi SKPD yang digunakan oleh daerah sebagai penyelenggara

kegiatan pelayanan tertentu yang berskala kecamatan, seperti

Page 154: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 154/259

153

pengelolaan kebersihan, pengawasan bangunan, perizinan

kegiatan usaha berskala kecamatan, administrasi kependudukan,pengelolaan kebersihan, prasarana umum, dan pelayanan lainnya

sesuai dengan karakteristik kecamatan yang bersangkutan.

Dalam perspektif ini, kecamatan diberi kewenangan delegatif

untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Untuk itu perlu

diatur mengenai kewenangan delegatif minimal yang harus

dilimpahkan kepada camat dan kejelasan mengenai sumber

pembiayaan, perangkat serta sarana dan prasarana yangdiperlukan. Pelimpahan kewenangan bupati/walikota tersebut

adalah untuk pelayanan publik yang berskala kecamatan dan

sesuai dengan karakteristik kecamatan yang bersangkutan.

Perspektif ini cocok digunakan menjelaskan peran kecamatan

terutama untuk daerah yang memiliki wilayah geografis yang luas

dan kendala transportasi bagi warganya untuk dapat mengakses

pelayanan pada tingkat kabupaten/kota.

Dalam perspektif kedua, yang mengutamakan pendekatan

sektoral dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, peran

kecamatan menjadi sangat terbatas. Ketika pelayanan publik dan

kegiatan pemerintahan dikelola secara sektoral dan akses

masyarakat luas untuk mengakses pelayanan pada tingkat

kabupaten/kota sangat mudah maka pengembangan struktur

birokrasi berbasis sektoral menjadi pilihan yang cocok. Daerah

dapat mengembangkan pelayanan di tingkat kabupaten/kota

seperti pelayanan One-Stop Service (satu pintu) yang mengabaikan

peran kecamatan. Warga dapat berinteraksi dengan

pemerintahnya di tingkat kabupaten/kota dengan mudah dan

murah.

Page 155: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 155/259

154

Yang menjadi masalah sekarang ini adalah ketika daerah

mengembangkan struktur kelembagaan yang tidak jelasorientasinya, apakah berbasis sektoral, kewilayahan, atau

kombinasi dari keduanya. Jika hal seperti ini terus berlanjut maka

daerah akan sulit mengembangkan pemerintahan yang efisien,

efektif, responsif, dan interaktif. Konflik antara kepentingan

wilayah dan sektor akan selalu terjadi dan kepentingan warga

akan adanya pelayanan publik yang mudah diakses, efisien, dan

efektif akan sulit untuk diwujudkan. Karena itu daerah perlu

didorong untuk memiliki orientasi yang jelas dalam pengembangan

perangkat daerah dan pendekatan yang digunakan dalam

penyelenggaraan pelayanan publik.

Untuk daerah yang secara geografis cakupan wilayahnya

sangat luas, akses terhadap pelayanan di ibukota kabupaten/kota

sulit dan mahal, dan kendala transportasi masih sangat berarti,

maka penguatan kelembagaan kecamatan menjadi pusatpelayanan sangat diperlukan. Daerah perlu memberi kewenangan

delegatif kepada kecamatan secara lebih jelas dan rinci. Namun,

untuk daerah kota yang wilayah geografisnya relatif sempit, akses

terhadap pelayanan di kota mudah dan murah, dan transportasi

mudah diperoleh maka keberadaan kecamatan menjadi tidak

begitu penting. Daerah dapat mendorong penyelenggaraan

pelayanan publik yang tersentralisasi di kota denganmenggunakan satu pintu, sehingga penyelenggaraan pelayanan

publik menjadi murah, mudah, dan lebih akuntabel.

4.6.4 Usul Penyempurnaan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disampaikan usulan

penyempurnaan pengaturan mengenai kecamatan sebagai

berikut :

Page 156: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 156/259

155

1) Tetap menjadikan kecamatan sebagai SKPD, tidak

dikembalikan lagi menjadi wilayah administrasi pemerintahanseperti pada masa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.

Sebagai SKPD peran kecamatan perlu ditempatkan pada

kedudukan yang jelas, sesuai dengan kebutuhan daerah. Jika

dari pertimbangan kewilayahan, aksesibilitas, dan transportasi

keberadaan kecamatan sebagai pusat pelayanan amat

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik

tertentu maka kecamatan perlu diberdayakan sebagai pusat

pelayanan publik pada skala kecamatan.

2) Untuk daerah yang ingin menjadikan kecamatan sebagai pusat

pelayanan publik maka bupati/walikota wajib melimpahan

kewenangan delegatif tertentu kepada camat. Beberapa

pelayanan seperti: pengelolaan kebersihan, pemeliharaan

prasarana umum, perizinan usaha kecil skala kecamatan dan

pengawasan tata ruang dapat didelegasikan kepadakecamatan. Dalam hal ini daerah harus memberikan perangkat

kelembagaan, pembiayaan, dan personel yang memadai

kepada kecamatan agar mereka dapat menjalankan perannya

secara optimal.

3) Untuk kawasan kota yang wilayah geografisnya relatif sempit,

pelayanan di kota mudah diakses, dan sarana transportasi

mudah diperoleh, daerah dapat mengembangkan pelayanan

satu atap dan terpusat di kota. Dalam konteks ini daerah tidak

memerlukan perangkat kecamatan sebagai pusat pelayanan.

Untuk daerah yang seperti ini keberadaan kecamatan yang

kuat menjadi tidak relevan dan karena tugas utama camat

adalah membantu bupati/walikota dalam penyelenggaraan

pemerintahan di tingkat kecamatan. Pengaturan yang memberi

kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan struktur

Page 157: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 157/259

156

kelembagaan dan perangkat daerah yang berbeda sesuai

dengan kondisi daerahnya perlu diatur dengan jelas dalamundang-undang ini.

4) Pembentukan, penggabungan, dan pembubaran kecamatan

perlu diatur dengan ukuran dan kriteria yang jelas agar

tindakan yang diambil oleh daerah benar-benar bermanfaat

bagi kepentingan warga di daerah. Khusus untuk penambahan

kecamatan baru, yang cenderung marak di berbagai daerah,

perlu dibuat pengaturan yang lebih ketat agar pembentukanKecamatan baru benar-benar dilakukan untuk kepentingan

masyarakat di daerah bukan hanya untuk kepentingan elit di

daerah. Selain itu, pembentukan kecamatan perlu melalui

proses persiapan sesuai tahap dan parameter yang ditetapkan

oleh Pemerintah Pusat, sehingga daerah kabupaten/kota tidak

dengan mudah membentuk kecamatan baru tanpa alasan yang

dapat dipertanggungjawabkan.

4.7 Aparatur Daerah

4.7.1 Dasar Pemikiran

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah salah satu pilar utama dari

NKRI. Sebagai salah satu pilar penyangga NKRI maka keberadaan

dan kualitas dari PNS menjadi salah satu aspek strategis dalammempertahankan kelangsungan NKRI. Kebijakan untuk

meningkatkan profesionalisme, wawasan nasional, dan kepedulian

PNS terhadap masalah bangsa menjadi sangat stretegis dalam

pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah

diharapkan dapat mendorong dan memperkuat pencapaian tujuan

tersebut. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa harapan

tersebut masih jauh dari yang diinginkan. Munculnya banyak mis-

Page 158: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 158/259

157

konsepsi dalam memahami otonomi daerah telah membuat

manajemen kepegawaian menjadi terkotak-kotak pada wilayah yang sempit dan menjauhkan dari keinginan membangun

aparatur yang berwawasan nasional dan profesional.

Untuk mempertahankan PNS sebagai pilar NKRI maka

pemerintah perlu mengembangkan manajemen kepegawaian yang

bersifat nasional yang memungkinkan mobilitas pegawai antar

daerah otonom berjalan dengan lancar. Mobilitas pegawai antar

daerah otonom bukan hanya penting untuk membangun wawasannasional tetapi juga untuk peningkatan kapasitas pegawai itu

sendiri. Tour of duty and area karenanya harus menjadi bagian

yang penting dalam perencanaan karir PNS dan pengembangan

manajemen kepegawaian di daerah. Manajemen kepegawaian di

daerah harus menjadi bagian yang terintegrasi dengan manajemen

kepegawaian nasional. Lebih dari itu reformasi kepegawaian harus

terintegrasi dengan reformasi birokrasi di daerah. Karena itupendekatan terpadu perlu dikembangkan agar keduanya dapat

berjalan bersama dan sinergis.

Peran PNS sebagai pilar dari NKRI hanya akan dapat

diwujudkan kalau profesionalisme menjadi nilai penting dalam

pengembangan kebijakan dan manajemen kepegawaian.

Pemerintah harus dapat mengembangkan kebijakan dan

manajemen kepegawaian yang mampu menjaga netralitas PNS

terhadap partai politik dan kegiatan politik. Manajemen

kepegawaian harus dapat meningkatkan kapasitas PNS untuk

mengambil jarak yang sama terhadap semua kekuatan politik

yang ada di daerah dan bertindak adil terhadap semua kelompok

dan golongan yang ada di masyarakat. Manajemen kepegawaian

harus dapat menjadikan PNS bertindak independen dari semua

Page 159: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 159/259

Page 160: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 160/259

159

mempersulit penerapan prinsip meritokrasi dalam rekrutmen dan

promosi pejabat publik di daerah. Kepala daerah memiliki ruang yang sangat besar untuk menempatkan pejabat publik sesuai

dengan selera dan kepentingannya. Dalam suasana politisasi yang

sangat kuat sekarang ini, sebagai akibat dari eforia Pilkada, ruang

yang tersedia bagi kepala daerah sering dimanfaatkan untuk

menempatkan pejabat daerah berdasarkan ukuran-ukuran

subyektif seperti loyalitas, afiliasi politik, dan kemampuan

membayar untuk menduduki jabatan tersebut. 13 Fenomena

seperti ini tentu mempersulit upaya pengembangan

profesionalisme aparatur daerah.

Pelaksanaan Pilkada yang membutuhkan sumber daya yang

besar dan mobilisasi masa yang sangat banyak telah memberi

peluang bagi para calon kepala daerah untuk menarik para pejabat

karir dalam struktur pemerintah di daerah untuk terlibat terlalu

jauh dalam kegiatan Pilkada, sebagai bagian dari tim sukses,menjadi pasangan calon kepala atau wakil kepala daerah, dan

pendukung pencalonan mereka sebagai kepala daerah. Bagi para

pejabat birokrasi, Pilkada juga menjadi peluang bagi mereka untuk

dapat membangun akses terhadap kekuasaan politik yang

diharapkannya nanti dapat mempercepat promosi mereka kedalam

jabatan birokrasi yang lebih strategis. Banyak pejabat birokrasi

yang kemudian secara langsung atau tidak langsung terlibat dalamproses Pilkada dan menjadi bagian dari upaya pemenangan calon

kepala daerah yang didukungnya.

Fenomena seperti ini lazim terjadi di daerah dan membuat

politisasi birokrasi di daerah menjadi sangat intens dan

mengganggu upaya untuk mewujudkan aparatur yang profesional

13 GDS, 2002 dan GAS 2006 yang diselenggarakan oleh PSKK UGM menunjukan adanya

penguatan subyektifitas dalam rekrutmen dan promosi pejabat publik pascapelaksanaan otonomi daerah.

Page 161: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 161/259

Page 162: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 162/259

161

daerah mengalami suatu situasi kelebihan dan kekurangan

pegawai dalam waktu yang bersamaan. Pemerintahan daerahkelebihan pegawai yang tidak mempunyai kompetensi yang

memadai untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan

kompetensi tertentu. Sebaliknya pemerintahan daerah juga

kelebihan pegawai yang tidak jelas kompetensinya sehingga

mereka menjadi beban bagi keuangan pemerintahan daerah dan

membengkakkan overhead cost pemerintah daerah.

Masalah lain yang menyebabkan PNS sulit untuk menjadinetral adalah diberikan kewenangan Pembina kepegawaian kepada

kepala daerah. Kepala daerah adalah pejabat politis yang berbasis

spoil system. Ada kecenderungan kepala daerah mengelola

kepegawaian dengan pendekatan spoil system dan bukan

berdasarkan pendekatan meritokrasi. Akibatnya terjadi

kecenderungan politisasi PNS di daerah untuk melakukan

pemihakan khususnya dalam pilkada. Kondisi tersebut akanberdampak pada menurunnya profesionalisme dan

mengedapannya aliansi politis dalam menajemen kepegawaian.

Pada gilirannya pelayanan publik yang menjadi korban karena

penempatan pejabat bukan atas dasar profesionalisme tapi atas

pertimbangan politis.

4.7.3 Analisis

Memiliki PNS yang netral, profesional, dan berdedikasi tinggi

sebagai aparat negara dalam mengabdi pada masyarakat adalah

harapan masyarakat luas yang tampaknya masih sangat jauh

untuk menjadi realitas. 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

14 Berbagai masalah dalam manajemen kepegawaian terkait dengan netralitas, rendahnya

profesionalisme, dan mobilitas pegawai dapat dibaca dalam Siti Zuhro, “Kepegawaian”,paper tidak diterbitkan.

Page 163: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 163/259

Page 164: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 164/259

163

Misalnya, dengan menjadi tim sukses dan menggunakan resources

daerah untuk mendukung pencalonan bupati/walikotanya.Pada sisi lain, banyak pejabat karir yang melihat Pilkada

sebagai peluang untuk melakukan manuver politik dengan

mendukung kegiatan pencalonan bupati/walikota/gubernur. Para

pejabat birokrasi berharap dengan menjadi tim sukses mereka

akan memiliki akses terhadap kekuasaan dan memperoleh jabatan

yang strategis. Mereka berpikir bahwa akses terhadap kekuasaan

dapat menjadi jalan tol bagi pengembangan karir mereka dalambirokrasi pemerintahan di daerah. Bagi para pejabat birokrasi ini

membangun akses terhadap kekuasaan menjadi jalur yang lebih

mudah dan cepat untuk mengembangkan karir daripada

menunjukan kinerja dan profesionalismenya.

Kecenderungan diatas harus diakhiri. Hubungan antara

pejabat karir dan politik di daerah harus diatur dengan jelas

sehingga dinamika hubungan keduanya dapat mendorong

peningkatan kinerja pemerintah daerah. Untuk itu perlu dibuat

kerangka hukum yang mengatur agar hak-hak dan kewenangan

politik dari gubernur/bupati/walikota tidak digunakan untuk

kepentingan politik partai. Hubungan antara pejabat politik

dengan pejabat karir harus diatur dengan jelas dan pengaturan itu

harus dapat menjadi instrument terwujudnya aparatur daerah

yang profesional. Untuk itu, rekrutmen pejabat birokrasi di daerah

harus mengikuti prinsip-prinsip meritokrasi, terbuka, dan

kompetitif.

Untuk menjaga netralitas PNS dari penetrasi politik maka

harus ada pejabat karir tertinggi yang menjadi penanggung jawab

pengelolaan PNS di lingkungan pemda. Untuk itu maka peran

sekretaris daerah untuk menjalankan peran sebagai pejabat

Page 165: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 165/259

164

pembina karir tertinggi di daerah yang memberikan masukan

kepada kepala daerah ketika akan melakukan penempatan PNSdalam jabatan-jabatan structural maupun fungsional yang ada di

daerah. Sekda yang berperan mengusulkan pejabat-pejabat yang

layak untuk menduduki suatu jabatan sesuai dengan kompetensi

yang dipersyaratkan oleh jabatan tersebut.

Pada dasarnya ada tiga kompetensi yang harus dipenuhi

seoang PNS untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Pertama

adalah kompetensi yang bersifat admionistratif dan manajerial yang terkait dengan golongan pangkat yang harus dipenuhi untuk

menduduki jabatan tersebut termasuk sekolah penjenjangan yang

sifatnya manajerial yang harus diikuti sebelum menduduki

jabatan tersebut. Kedua adalah kompetensi yang bersifat tehnis

yang dibuktikan dengan adanya sertifikasi yang dipersyaratkan

untuk menduduki suatu jabatan. Sertifikasi ditetapkan oleh

kementerian tehnis terkait dengan jabatan tersebut. Jabatankepala bagian atau biro keuangan harus mempunyai sertifikasi

dari kementerian keuangan. Ketiga adalah sertifikasi

pemerintahan atau kepamong-prajaan yang ditetapkan oleh

Kementerian Dalam Negeri yaitu pemahaman tentang otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pemahaman tentang

undang-undang pemerintahan daerah dan hal-hal terkait dengan

aspek pemerintahan lainnya.

Adalah sangat sulit bagi kepala daerah yang berbasis politis

untuk menetapkan pejabat-pejabat untuk menduduki jabatan

structural tertentu tanpa didukung oleh pertimbangan

kompetensi. Untuk itu maka peran sekda sangat membantu

memberikan pertimbangan yang sifatnya tehnis dan berbasis

meritokrasi untuk menjadi masukan bagi kepala daerah dalam

menentukan pejabat-pejabat yang akan diproyeksikan menduduki

Page 166: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 166/259

165

jabatan-jabatan tertentu di lingkungan pemda. Diskresi kepala

daerah untuk mengangkat pejabat-pejabat dilingkungan pemda.Namun diskresi tersebut harus dimbangi dengan pendekatan

meritokrasi yang diberikan oleh sekda.

Untuk menciptakan kondisi tersebut yaitu keseimbangan

antara diskresi politis dengan pertimbangan tehnis maka perlu

diperkuat posisi sekda agar jangan di kooptasi oleh kekuatan

politik local. Untuk itu maka perlu dipertimbangkan jabatan sekda

menjadi kewenangan pemerintah pusat untuk menentukannya.Kepala daerah mengusulkan kepada pemerintah pusat dan pusat

akan menempatkan pejabat-pejabat yang memang disiapkan

untuk menduduki jabatan sekda. Untuk menciptakan check and

balance dalam penempatan sekda, maka kepala daerah berhak

meminta penggantian sekda apabila dipandang sekda tersebut

sulit diajak bekerjasama oleh kepala daerah. Pemerintah akan

menugaskan pejabat penggantinya yang akan menjadi sekda didaerah tersebut.

Dengan cara demikian maka sekda akan menjadi alat

perekat nasional dan menjaga prinsip-prinsip meritokrasi untuk

diterapkan oleh kepala daerah sebagai pejabat politik. Cara ini

diharapkan menghilangkan pendekatan primordialisme dalam

manajemen kepegawaian di daerah. PNS akan menjadi

professional yang menjadi tanggung jawab sekda untuk menjaga

dan memeliharanya.

Konsekuensi dari penempatan sekda oleh pemerintah pusat

akan berimplikasi perlunya pusat mempunyai sumber calon-calon

pejabat sekda yang memadai. Untuk itu maka PNS yang sudah

berpangkat IV/c menjadi kewenangan pusat untuk mengelolanya.

Untuk itu diperlukan adanya data base yang komprehensif di

Page 167: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 167/259

Page 168: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 168/259

Page 169: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 169/259

168

mewujudkan aparatur daerah yang profesional, peduli kepada

kepentingan publik, dan berwawasan kebangsaan.2) Mengembangkan konsep sistem pengembangan aparatur

daerah yang terintegrasi secara nasional. Aparatur daerah

adalah bagian yang tak terpisahkan dari aparatur negara.

Untuk itu, perlu ada pengaturan yang memungkinkan

pemerintah mengendalikan pengembangan dan distribusi

aparatur daerah dengan klasifikasi dan jabatan tertentu.

Pemerintah Pusat merekrut PNS dalam golongan pangkat IV/cdan mendistribusikan menjadi sekda di daerah atas

permintaan daerah.

3) Perlu ada pengaturan tentang klasifikasi jabatan fungsional

yang dinilai strategis dan dapat dimobilisasi untuk

menyeimbangkan penyebarannya secara nasional. Pemerintah

Pusat dapat mendistribusikan pegawai profesional strategis

tertentu, seperti: dokter spesialis, akuntan, perencana, dan

keahlian langka lainnya.

4) Perlunya pengaturan mengenai standar kompetensi dalam

jabatan-jabatan dalam jajaran birokrasi pemerintah daerah,

terutama untuk jabatan yang strategis. Ukuran kompetensi

yang diperlukan untuk menduduki jabatan strategis tertentu

harus didefinisikan dengan jelas. Definisi ukuran kompetensi

penting dalam perencanaan dan pengembangan karir pejabat

birokrasi pemerintah. Ukuran ini juga dapat mendorong para

pegawai untuk mengembangkan kompetensinya sesuai dengan

aspirasi karir masing-masing. Sedikitnya ada tiga kompetensi

yang perlu diatur dalam penentuan promosi untuk suatu

jabatan. Pertama, kompetensi administratif atau manajerial

yang terkait dengan pemenuhan persyaratan

Page 170: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 170/259

169

pangkat/golongan dari jabatan dan pendidikan penjenjangan

yang harus dimiliki. Kedua , kompetensi teknis yang terkaitdengan persyaratan teknis yang terkait dengan jabatan

tersebut. Persyaratan teknis harus dibuktikan dengan

sertifikasi yang dikeluarkan oleh kementerian teknis yang

membidangi urusan tersebut. Ketiga, kompetensi

pemerintahan yang terkait pemahaman tentang dasar-dasar

pemerintahan termasuk kebijakan desentralisasi, hubungan

pusat dan daerah, dan hal-hal lain terkait dengan

pemerintahan daerah.

5) Rekrutmen dilakukan secara terbuka, kompetitif, berbasis

pada kompetensi. Perlu pengaturan mengenai ratio jumlah

pegawai dikaitkan dengan jumlah penduduk dengan

mempertimbangkan kondisi geografis daerah. Dengan cara

demikian tidak lagi terjadi pengangkatan pegawai diluar

jumlah yang telah ditentukan berdasarkan ratio danpertimbangan geografis tersebut.

6) Mendorong daerah mengembangkan manajemen kepegawaian

yang mampu mendorong adanya profesionalisme, terbuka,

kompetitif, dan politis. Daerah didorong untuk mampu

mengembangkan sistim insentif berbasis pada kinerja.

4.8 Peraturan Daerah (Perda)

4.8.1 Dasar Pemikiran

Setiap daerah otonom memiliki kewenangan mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan ini memberi

daerah hak untuk membuat produk hukum untuk

menyelenggarakan otonomi yang dimilikinya, berupa Perda.

Daerah membentuk peraturan daerah untuk mengatur dan

Page 171: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 171/259

170

mengurus fungsi-fungsi pemerintahan yang telah diserahkan

kepada daerah. Namun demikian, Perda sebagai bagian dari sistimperaturan perundangan-undangan tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perundangan yang memiliki kedudukan yang

lebih tinggi ( lex superiori derogat legi inferiori ). Bahkan, Perda

seharusnya dibuat untuk melaksanakan peraturan perundangan-

undangan yang lebih tinggi.

Terkait dengan muatan Peraturan Daerah, Pasal 12 Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa muatan dariPerda adalah a) penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan;

b) menampung kondisi khusus daerah; serta c) penjabaran lebih

lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 15 Dengan

demikian ketaatan terhadap berbagai peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi menjadi prasyarat yang utama dalam

penyusunan Perda. Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk

menjaga konsistensi dan koherensi antara Perda dengan peraturan yang lebih tinggi melalui fungsi pembinaan dan pengawasan

(Binwas).

Agar Perda yang dibuat oleh daerah mencerminkan aspirasi

dan kebutuhan daerah maka daerah harus melibatkan para

pemangku kepentingan yang ada di daerahnya dalam membuat

peraturan daerah. Representasi berbagai kelompok kepentingan

dalam proses pembuatan peraturan daerah penting untuk dijaga

agar Perda sungguh-sungguh menggambarkan kebutuhan daerah

dan mampu mendorong pembangunan daerah sebagaimana

diharapkan oleh warganya. Untuk itu, konsultasi publik dalam

pembuatan Perda wajib dilakukan.

4.8.2 Identifikasi Permasalahan

15 Yance Arizona , Disparitas Pengujian Peraturan Daerah: Suatu Tinjauan Normatif dalam http://www.legalitas.org/database/artikel/lain/Disparitas Pengujian Perda.pdf

Page 172: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 172/259

Page 173: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 173/259

172

tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, ketika peraturan daerah

tersebut ditetapkan banyak protes dan resistensi muncul dariberbagai kelompok masyarakat.

Masalah lain adalah kecenderungan Perda dibuat untuk

mencapai tujuan yang sempit dan jangka pendek. Banyak Perda

terkait dengan pajak dan retribusi yang dibuat oleh daerah

cenderung memperburuk iklim investasi, karena tidak ramah

terhadap investasi dan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Dalam

menyikapi Perda seperti ini Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 sebenarnya telah memiliki pengaturan tentang kewenangan

pemerintah untuk membatalkan Perda yang dinilai bertentangan

dengan kepentingan umum dan bertentangan dengan

perundangan yang yang lebih tinggi. Namun mekanismenya terlalu

rumit sebab pembatalan Perda harus dengan Peraturan Presiden

dan dibatasi waktu 60 (enam puluh) hari.

4.8.3 Analisis

Banyak studi menunjukan bahwa keterbatasan dalam memahami

kedudukan produk hukum daerah dalam konteks peraturan

perundang-undangan, orientasi pada kepentingan yang sempit

dan berjangka pendek, dan kegagalan memahami kepentingan

umum sering membuat produk hukum daerah, seperti Perda,

gagal memenuhi azas pembentukan Perda. Konflik antar susunan

pemerintahan sering terjadi karena Perda dan peraturan kepala

daerah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Bahkan,

tidak jarang kasus pertentangan antar produk hukum daerah

dengan produk hukum yang lebih tinggi ini menyeret pejabat

daerah ke pengadilan. Kontroversi juga banyak terjadi di daerah

sebagai akibat dari ketidakpuasan pemangku kepentingan di

daerah terhadap Perda. Demonstrasi dan protes dari berbagai

Page 174: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 174/259

173

kelompok kepentingan di daerah yang menuntut pencabutan

Perda dan peraturan kepala daerah sering terjadi di banyakdaerah.

Dalam mengatasi persoalan yang muncul terkait dengan

Perda yang dinilai merugikan kepentingan umum atau

bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi,

ada dua pilihan yang tersedia yaitu: executive review atau judicial

review . Argumentasi dari pilihan yang pertama adalah bahwa

dalam negara kesatuan daerah memperoleh kewenangan sebagaiakibat dari penyerahan kewenangan yang diberikan oleh Presiden

sebagai kepala pemerintahan. Karena itu pemerintah berhak

menilai apakah daerah telah menggunakan kewenangan yang

diberikannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-

undang.

Sedangkan argumentasi dari pilihan kedua adalah bahwa

Perda adalah produk hukum yang dikeluarkan oleh lembaga

legislatif daerah, 18 karenanya tidak dapat dibatalkan dengan

mudah oleh Pemerintah Pusat. Walaupun daerah menerima

pelimpahan kewenangan dari pemerintah mereka dapat juga

melakukan judicial review jika keberatan terhadap tindakan yang

dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang membatalkan Perda yang

dibentuknya.

Perdebatan tentang bentuk pengawasan terhadap Perda

tentu menambah kerumitan dari masalah yang dihadapi sekarang

ini dalam pembentukan peraturan daerah. Pengalaman selama ini

dengan menerapkan executive review Pemerintah Pusat masih

kesulitan mengendalikan pembentukan peraturan yang dinilai

merugikan kepentingan umum. Salah satunya karena pencabutan

18 Kontroversi tentang kedudukan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah atau sebagaiunsur penyelenggara pemerintahan daerah dapat dibaca dalam bab tentang DPRD.

Page 175: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 175/259

174

Perda menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dilakukan

dengan Peraturan Presiden. Persoalan menjadi semakin rumit dankompleks karena jumlah Perda yang bertentangan dengan

peraturan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan

umum tiap tahunnya dapat berjumlah ribuan.

Sebagai ilustrasi, pada tahun 2008 Direktorat Jendral

Perimbangan Keuangan Daerah telah mengevaluasi lebih dari

7200 peraturan dan rencana peraturan daerah dan

merekomendasi 2000 perda tentang pajak dan retribusi untukdicabut karena merugikan kepentingan umum atau bertentangan

dengan peraturan yang lebih tinggi. 19 Kementerian Dalam Negeri,

dari 1999-Maret 2006 telah membatalkan 506 peraturan daerah

dan menilai 393 Perda lainnya sebagai layak dibatalkan. 20 Melihat

banyaknya kasus penerbitan Perda yang dinilai melanggar

kepentingan umum maka pengaturan pencabutan Perda yang

bermasalah perlu dibuat lebih sederhana, efisien, dan tanpamengurangi hak-hak daerah untuk membuat produk hukum yang

dibutuhkan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah.

Untuk mencegah agar Perda dan peraturan kepala daerah

tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih

tinggi maka pemberdayaan pemerintahan daerah melalui

peningkatan kapasitas pembentukan peraturan daerah perlu

dilakukan. Peningkatan kapasitas teknis pemerintahan daerah

dalam memahami materi kewenangan yang dimilikinya ( rationae

materie ), wilayah wewenangnya ( rationae locus ), tenggang waktu

19 Data yang diperoleh dari Departemen Keuangan, sampai Desember 2006 terdapat9.617 Perda yang terkait dengan perizinan, pajak dan retribusi di daerah. Dari sejumlahitu Departemen Keuangan sudah merekomendasikan kepada Departemen Dalam Negeriuntuk membatalkan 895 Perda yang terkait dengan pajak dan retribusi. Dari jumlah inisampai akhir tahun 2007 sejumlah 761 perda telah dibatalkan.20

http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=Berita&op=search&query=pembatalan%20perda

Page 176: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 176/259

175

kewenangannya ( rationae temporis ), dan prosedur

pembentukannya. Sebagaimana ditemukan dalam berbagaipenelitian, kepala daerah dan anggota DPRD yang berwenang

untuk secara bersama-sama membentuk Perda sering tidak

memahami berbagai masalah teknis dalam pembentukan Perda

dan peraturan kepala daerah. Karena itu penguatan kapasitas

teknis dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi

kesalahan dalam pembentukan Perda dan peraturan kepala

daerah.

Dalam menyelesaikan persoalan terkait dengan banyaknya

Perda yang bermasalah, Pemerintah Pusat dapat menggunakan

asas preventif dan asas represif. Perda yang terkait dengan

kepentingan umum dan dampak dari kesalahan dalam Perda

langsung dirasakan oleh masyarakat dan ketika kerusakan terjadi

tidak mudah dikembalikan, seperti antara lain: Perda tentang

pajak dan retribusi, tata ruang, dan APBD maka asas preventif dapat diberlakukan. Sedang untuk Perda daerah lainnya asas

represif lebih cocok untuk diterapkan karena lebih efisien, mudah,

dan akuntabel. Mengingat banyaknya kasus Perda yang

bermasalah yang tidak mungkin diselesaikan dengan peraturan

presiden maka undang-undang pemerintahan daerah dapat

membuat pengaturan yang lebih sederhana dengan melimpahkan

kewenangan Presiden dalam pengendalian peraturan daerahkepada Menteri Dalam Negeri untuk peraturan daerah provinsi

dan gubernur untuk peraturan daerah kabupaten/kota.

4.8.4 Usulan Perubahan

1) Perlu ditegaskan secara jelas bahwa fungsi Perda sebagai

produk hukum daerah adalah penjabaran lebih lanjut dari

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang

Page 177: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 177/259

176

dibentuk untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

telah dilimpahkan ke daerah. Sebagai pihak yangmelimpahkan kewenangan kepada daerah, Pemerintah Pusat

tentu dapat membatalkan Perda yang dinilai bertentangan

dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi dan

kepentingan umum ( executive review ). Pengaturan yang lebih

jelas tentang mekanisme dan prosedur pembatalan Perda yang

bertentangan dengan peraturan perundangan perlu dibuat

sederhana, terbuka, menggunakan kriteria yang jelas, dan

memperhatikan kedudukan dan susunan pemerintahan yang

ada.

2) Pengaturan mengenai penggunaaan asas preventif dan asas

represif dalam pembatalan Perda dan produk hukum daerah

lainnya perlu dibuat dengan jelas. Pertimbangan untuk

menggunakan asas represif atau preventif tergantung pada

dampak dari kerugian yang ditanggung oleh masyarakat danrisiko pemulihan dari dampak negatif dari penerbitan Perda

yang bermasalah. Asas preventif sebaiknya hanya dilakukan

pada Perda dalam bidang tertentu, seperti Perda tentang pajak

dan retribusi daerah, APBD, dan tata ruang. Selebihnya

seharusnya menggunakan asas represif.

3) Sekarang ini dalam euforia reformasi dan otonomi daerah,

muncul ego kedaerahan yang ditandai dengan kurangnya

sinergi antara program pembangunan antar tingkatan dan

susunan pemerintahan. Akibatnya akan sulit untuk mencapai

target nasional karena masing-masing daerah cenderung akan

mengedepankan kepentingannya masing-masing dan kadang-

kadang merugikan daerah lainnya. Untuk menciptakan sinergi

pembangunan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota,

maka Perda tentang RPJMD kabupaten/kota harus

Page 178: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 178/259

177

mendapatkan persetujuan gubernur sebagai wakil Pemerintah

Pusat dan Perda RPJMD provinsi mendapatkan persetujuanMenteri Dalam Negeri sebelum disahkan sebagai Perda.

Dengan demikian berarti bahwa Perda RPJMD juga sebaiknya

masuk dalam ranah pengawasan preventif untuk menjamin

sinergi pembangunan antar tingkatan dan susunan

pemerintahan.

4) Perlu ada pengaturan yang lebih jelas mengenai hak-hak warga

untuk terlibat dalam proses pembuatan Perda. Kepala daerahdan DPRD dalam membentuk Perda perlu melibatkan

pemangku kepentingan yang terkait. Hak-hak warga dan

pemangku kepentingan dalam proses pembentukan Perda

harus dijamin sehingga materi Perda benar-benar

merefleksikan kepentingan umum. Pemerintahan daerah wajib

membuat program legislasi daerah (Prolegda) dan

mensosialisasikan kepada warga di daerahnya sehinggamereka mengetahui dengan jelas mengenai Perda yang akan

dibentuk di daerahnya.

5) Pembatalan Perda kabupaten/kota untuk efisiensi dapat

dilimpahkan oleh Presiden kepada gubernur selaku wakil

Pemerintah Pusat. Namun apabila daerah merasa kurang puas

dapat melakukan “ appeal ” ke Menteri Dalam Negeri. Untuk

Perda provinsi Presiden melimpahkan pembatalannya kepada

Menteri Dalam Negeri dan apabila tidak puas dapat melakukan

“appeal ” ke Presiden. Mekanisme ini merupakan “ executive

review ”.

6) Untuk memudahkan Pemerintah Pusat mengetahui jumlah

Perda yang diterbitkan oleh daerah, maka setiap Perda

sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus

Page 179: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 179/259

178

mendapatkan nomor registrasi yang dilakukan oleh

Kementerian Dalam Negeri untuk Perda provinsi danpemerintahan daerah provinsi untuk Perda kabupaten/kota.

4.9 Perencanaan Pembangunan Daerah

4.9.1 Dasar Pemikiran

Di Indonesia, ada dua jenis perencanaan yang dibuat oleh

Pemerintah Pusat, perencanaan pembangunan nasional danperencanaan tata ruang. Kedua jenis perencanaan ini memiliki

keterkaitan yang erat satu sama lain tetapi sekaligus memiliki

perbedaan yang tegas. Perencanaan yang pertama diatur dalam

dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, yang mengatur

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam

undang-undang ini diatur mengenai perencanaan jangka panjang,

jangka menengah, dan tahunan, serta harmonisasi dansinkronisasi antar jenjang waktu perencanaan tersebut. Kemudian

diatur juga mengenai harmonisasi antara perencanaan oleh

Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, sehingga

membentuk suatu sistem perencanaan pembangunan nasional

yang harmonis. Perencanaan pembangunan kemudian

diterjemahkan dalam kebijakan penganggaran, sebagai instrumen

investasi Pemerintah Pusat. Jenis perencanaan yang kedua adalah perencanaan tata

ruang ( spatial planning ), yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam undang-

undang ini, penataan ruang diselenggarakan oleh negara melalui

berbagai jenjang pemerintahan tetapi tetap melibatkan peran

masyarakat dalam pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasannya.

Prinsip yang dikedepankan dalam undang-undang ini adalah

Page 180: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 180/259

179

harmonisasi dalam pemanfaatan ruang, sehingga lebih

mengesampingkan kebebasan daerah untuk mengeksploitasiruang untuk kepentingannya semata. Hal ini karena karakteristik

ruang yang bersifat kontinum dan tidak dibatasi oleh wilayah

administratif. Dalam rangka menjamin terjadinya harmonisasi,

Pemerintah Pusat menggunakan berbagai instrumen

pengendalian: insentif, disinsentif, sanksi administratif, dan sangsi

pidana. Pengendalian dalam perencanaan tata ruang relatif lebih

ketat karena ruang adalah sumber daya yang akan menjadi obyek

pemanfaatan untuk mencapai tujuan pembangunan.

Sebagai konteks yang perlu dicatat untuk masukan ke

dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah adalah bahwa segala ketentuan yang akan

memuat mengenai perencanaan, hendaknya mengacu dan tidak

bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Keduanya adalahundang-undang yang lebih khusus mengatur perencanaan.

Pengaturan tentang perencanaan daerah yang akan dibentuk

dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 perlu dijaga

konsistensinya dengan kedua undang-undang perencanaan diatas

dan bahkan, diharapkan dapat memberi dukungan implementasi

terhadap kedua undang-undang itu.

4.9.2 Identifikasi Permasalahan

Walaupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah mengatur

perencanaan pembangunan secara cukup rinci, namun dalam

pelaksanaannya masih ada beberapa hal memerlukan

penyempurnaan. Pertama , keterkaitan dan konsistensi antara

perencanaan pembangunan daerah dengan pembangunan

nasional dan antara perencanaan kabupaten/kota dengan

Page 181: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 181/259

180

perencanaan provinsi masih perlu ditingkatkan. Selama ini banyak

daerah yang perencanaan pembangunan daerahnya belummengacu kepada rencana pembangunan provinsi dan nasional.

Dalam perencanaan tata ruang, masih banyak daerah yang belum

menggunakan rencana tata ruang yang lebih tinggi sebagai dasar

dalam mengembangkan kegiatan pembangunan daerahnya.

Akibatnya, konsistensi dan sinergi dalam pembangunan daerah

belum dapat secara optimal diwujudkan.

Kedua , kebijakan pembangunan daerah sebagaimanadinyatakan dalam RPJMD dan RKPD sering belum dikaitkan

dengan rencana tata ruang daerah. Pengintegrasian antara

dokumen RPJMD dan RKPD dengan dokumen tata ruang sering

belum dapat dilakukan dengan optimal. Kegiatan pembangunan

yang memiliki dimensi ruang belum dapat ditempatkan dalam

lokasi yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang.

Kemampuan untuk mengisi rencana tata ruang dengan kegiatanpembangunan yang sesuai masih sangat rendah. Akibatnya,

banyak kegiatan pembangunan daerah yang kurang sesuai dengan

rencana tata ruang yang telah dibuat dan menimbulkan berbagai

masalah lingkungan yang merugikan kepentingan masyarakat.

Ketiga , dokumen rencana pembangunan daerah sering

belum secara jelas memuat secara rinci hasil pembangunan yang

diharapkan ( outcomes ), keluaran yang dihasilkan, dan masukan.

Akibatnya keterkaitan antara masukan, keluaran, dan hasil yang

diharapkan belum dapat diamati dengan mudah oleh para

pelaksana dan pemangku kepentingan. Bahkan, dalam

mendefinisikan masukan untuk kegiatan pembangunan daerah

sering belum memasukan masukan diluar pendanaan, seperti aset

dan peraturan perundangan yang spesifik dibuat untuk

mendukung kegiatan pembangunan.

Page 182: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 182/259

181

Belum dimasukannya aset seperti barang milik daerah,

tanah, sumber daya alam yang pengelolaannya dikuasakan padadaerah sebagai masukan yang penting dalam pembangunan

daerah membuat kegiatan pembangunan daerah cenderung

menguntungkan para pengusaha besar di daerah. Banyak kasus

menunjukan terjadinya penguasaan aset daerah yang digunakan

dalam pembangunan daerah yang manfaatnya kurang dapat

dirasakan oleh masyarakat luas. Karena itu definisi tentang

masukan untuk kegiatan pembangunan seharusnya mencakup

tidak hanya pendanaan tetapi juga aset dan sumber daya lainnya

yang dikuasai oleh daerah.

Keempat , banyak dokumen rencana pembangunan daerah

yang belum dibuat atas dasar data yang akurat dan reliabel. Para

perencana pembangunan daerah sering mengalami kendala untuk

membuat rencana pembangunan daerah yang berbasis pada

informasi yang akurat dan reliable karena keterbatasan data yangdimilikinya. Tidak tersedianya data yang lengkap dan

dikumpulkan secara berkala membuat para perencana mengalami

kesulitan dalam membuat rencana pembangunan yang mampu

menjawab secara tepat masalah yang berkembang di daerah.

Kelima , dalam tataran empirik dewasa ini kurang tercipta

sinergi dan harmonisasi antara perencanaan pembangunan pusat

dan daerah dan antara daerah. Masing-masing daerah berjalan

sesuai dengan rencana dan prioritasnya sendiri-sendiri. Akibatnya

sangat sulit untuk merealisasikan target-target nasional yang

ditetapkan Pemerintah Pusat karena adanya fragmentasi

perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Kondisi

tersebut diperparah lagi oleh adanya pergantian elit daerah baik

kepala daerah maupun DPRD dengan prioritas yang mungkin

berbeda dengan elit pendahulunya. Akibatnya tidak akan terjadi

Page 183: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 183/259

182

kontinuitas perencanaan dan pembangunan di daerah dan pada

gilirannya akan menganggu pencapaian target pembangunannasional secara keseluruhan.

Keenam , kebingungan sering terjadi di daerah terkait

dengan sumber legitimasi dari RPJMD. Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 menentukan bahwa RPJMD harus disahkan melalui

Perda sementara Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

perencanaan pembangunan nasional mengatakan bahwa RPJMD

cukup disahkan melalui peraturan kepala daerah. Perbedaankonsep RKPD di dalam kedua undang-undang tersebut, dimana

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mendefinisikan RKPD

sebagai rencana kerja pembangunan daerah sementara Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 mendefinisikan RKPD sebagai

rencana kerja pemerintah daerah.

4.9.3 Analisis

Kesulitan pemerintah dalam menjaga konsistensi perencanaan

pembangunan daerah dengan nasional dan antar daerah telah

lama dirasakan oleh banyak pihak. 21 Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 telah

mengatur perlunya daerah membuat RPJPD, RJPMD, RKPD, dan

Renja SKPD namun keduanya memiliki pengaturan yang berbeda

terkait dengan basis legalitas dari dokumen perencanaan dan

definisi dari konsep yang dipergunakan. Perbedaan tersebut sering

membuat kebingungan aparat di daerah. Revisi Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 diharapkan dapat memberi solusi terhadap

perbedaaan tersebut sehingga daerah dapat memiliki dasar

hukum yang jelas dalam menyiapkan dokumen perencanaan.

21 Jeremias T. Keban, “Perencanaan Pembangunan Daerah”, paper tidak diterbitkan.

Page 184: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 184/259

183

Tidak adanya pengaturan yang jelas tentang keterkaitan

antara rencana pembangunan dengan rencana tata ruang jugasering menjadi sumber dari keengganan daerah untuk mengisi

rencana tata ruang daerah. Akibatnya, kegiatan pembangunan

daerah dengan rencana tata ruang yang ada sering tidak

nyambung dan menghasilkan masalah baru yang merugikan

kepentingan publik di daerah. Adanya pengaturan yang

mengamanatkan daerah untuk mengisi perencanaan tata ruang

dengan kegiatan pembangunan sosial ekonomi yang relevan akan

dapat mendorong daerah untuk tunduk pada dokumen tata ruang

yang dimilikinya. Pengaturan ini diharapkan dapat juga

mendorong terintegrasinya pembangunan daerah bukan hanya

dengan rencana tata ruang tetapi juga dengan rencana

pembangunan nasional.

Terbatasnya informasi dan data yang valid dan terbarukan

menjadi salah satu penyebab dari rendahnya kualitasperencanaan pembangunan daerah. Tidak tersedianya data yang

mengukur hasil pembangunan yang diharapkan ( outcomes ),

keluaran, dan masukan sering membuat para pelaksana dan

pemangku kepentingan mengalami kesulitan untuk memahami

rasionalitas dari kegiatan pembangunan daerah. Hal ini juga

memberi peluang kepada para perencana dan pelaku

pembangunan untuk melakukan praktik KKN dengan menitipkanproyek-proyek pembangunan yang relevansinya dengan prioritas

pembangunan daerah amat rendah. Untuk mengurangi praktik

KKN dalam perencanaan maka perlu pengaturan yang

mengharuskan dokumen rencana pembangunan daerah memuat

ketiga komponen tersebut diatas. Pemuatan data tersebut akan

dapat membuat para pemangku kepentingan memahami

rasionalitas kegiatan pembangunan daerah.

Page 185: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 185/259

184

Disamping itu, pengaturan perlu dibuat untuk memastikan

bahwa daerah memperhitungkan masukan diluar pendanaandalam kegiatan pembangunan daerah. Selama ini banyak daerah

yang mengabaikan pentingnya inventarisasi dan penilaian aset

dalam merencanakan kegiatan pembangunan daerah. Aset daerah

atau aset negara yang dikuasakan pengelolaannya kepada daerah

kurang diperhitungkan dalam pembangunan daerah. Aset tersebut

sering dianggap sebagai given dan karenanya penilaian yang wajar

dari aset tersebut dan kontribusinya terhadap pembangunan

daerah belum dihargai secara wajar. Akibatnya, banyak

pemanfaatan aset daerah berupa tanah, sumber daya alam, dan

barang daerah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak swasta

yang manfaatnya bagi kepentingan publik belum dapat dirasakan

secara meluas.

Untuk mendorong daerah melakukan berbagai perubahan

dan perbaikan sebagaimana tersebut diatas, maka daerah harusdidorong untuk melakukan dokumentasi data yang penting bagi

kegiatan perencanaan pembangunan. Data tentang indikator

pencapaian hasil pembangunan, keluaran, masukan baik

pendanaan ataupun diluar pendanaan seperti barang daerah,

sumber daya alam, dan aset-aset lainnya yang pengelolaannya

dikuasakan pada daerah sangat penting didokumentasikan

dengan baik. Data-data tersebut perlu dikumpulkan secaraberkala dan bersifat terbuka bagi pemangku kepentingan. Dengan

adanya data dasar yang lengkap, relevan, dan terbarukan secara

berkala maka kualitas perencanaan dan pelaksanaan kegiatan

pembangunan akan menjadi semakin baik.

Untuk menciptakan sinergi pembangunan pusat dengan

daerah dapat dimulai dari mapping urusan dan kelembagaan yang

dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah.

Page 186: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 186/259

185

Setiap kementerian/LPNK akan melakukan pemetaan daerah

provinsi atau kabupaten/kota yang mempunyai sektor unggulansesuai bidang kerja kementerian/LPNK terkait. Analisis terhadap

PDRB dan mata pencaharian penduduk serta pemanfaatan lahan

dapat dijadikan acuan dalam menentukan sektor unggulan daerah

tersebut. Demikian juga dengan urusan pemerintahan yang

bersifat wajib yang terkait dengan pelayanan dasar.

Kementerian/LPNK terkait dapat memetakan daerah-daerah mana

yang mempunyai masalah mendasar dalam arti dibawah rata-rata

nasional atau dibawah SPM dalam pencapaian pelayanan

dasarnya. Hasil pemetaan tersebut akan diikuti dengan

pembentukan kelembagaan daerah yang akan mewadahi urusan

yang terkait dengan sektor unggulan dan pelayanan dasar

prioritas di daerah tersebut.

Dengan cara demikian setiap kementerian/LPNK akan

mengetahui secara pasti daerah-daerah yang akan menjadistakeholders utamanya. Melalui mekanisme musyawarah

pembangunan nasional, masing-masing kementerian/LPNK

membuat perencanaan strategis di bidangnya masing-masing

dengan melibatkan stakeholders utamanya. Dalam Renstranas

ditentukan peran masing-masing tingkatan pemerintahan dalam

perencanaan pembangunan termaksud. Dengan cara tersebut

akan tercipta sinergi dan harmonisasi perencanaan pembangunanantara pusat dan daerah dalam pencapaian target nasional dalam

bidang pembangunan tertentu.

4.9.4 Usulan Penyempurnaan

1) Perlu ada pengaturan yang mendorong daerah untuk

menjamin keterkaitan, keserasian, dan sinergi kegiatan

Page 187: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 187/259

186

pembangunan antar daerah dan antara kegiatan

pembangunan daerah dengan tujuan pembangunan nasional.2) Perlu ada pengaturan yang mengharuskan daerah untuk

mendefinisikan hasil pembangunan yang diharapkan,

keluaran, dan masukan dalam dokumen RPJMD dan RENJA

SKPD. Indikator hasil pembangunan yang diharapkan,

keluaran, dan masukan harus dirumuskan dengan jelas dan

menjadi dasar dalam pengembangan sistem informasi daerah.

3) Perlu ada pengaturan yang mendorong daerah melakukan

inventarisasi dan penilaian aset daerah atau aset yang

dikuasakan kepada daerah dan memperhitungkannya secara

wajar dalam kegiatan perencanaan pembangunan daerah.

4) Perlu pengaturan tentang keharusan daerah untuk

mengumpulkan secara berkala data tentang indikator hasil

pembangunan yang diharapkan, keluaran, dan masukan dari

semua kegiatan pembangunan daerah dan

mengintegrasikannya dengan sistem informasi nasional.

5) Perlu ada sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan tentang

perencanaan pembangunan daerah antara undang-undang

pemerintahan daerah dengan undang-undang perencanaan

pembangunan nasional. Kejelasan tentang basis legal dari

dokumen perencanaan yang selama ini menjadi sumberkebingungan daerah dalam menetapkan RPJMD perlu segera

diakhiri.

Page 188: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 188/259

187

4.10 Keuangan dan Aset Daerah

4.10.1 Dasar Pemikiran

Penerimaan daerah yang terbatas semestinya digunakan secara

efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Setiap rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah hendaknya

memiliki pengaruh terhadap membaiknya kesejahteraan

masyarakat. Pemerintah yang diberi amanat untuk menjalankan

fungsi dan tugasnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat

seharusnya menempatkan kepentingan dan kebutuhan

masyarakat sebagai kriteria utama dalam mengalokasikan

anggaran pemerintah. Pemerintah dibentuk untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Karena itu, keberadaan pemerintah

harus dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat, terutama

dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.

Tentu tidak elok kalau keberadaan pemerintah justru

menyita lebih banyak sumberdaya daripada yang digunakannya

untuk melayani masyarakatnya. 22 Biaya pemerintahan seharusnya

lebih kecil daripada biaya untuk melayani warganya. Anggaran

yang dihabiskan untuk membiayai kegiatan pemerintah harus

lebih kecil daripada anggaran yang digunakan untuk melayani

warganya. Apa yang terjadi sekarang ini dimana belanja pegawai

jauh melebihi belanja untuk pelayanan publik mesti harus

dikoreksi sehingga pada saatnya nanti belanja untuk pelayanan

publik menjadi jauh lebih besar daripada belanja pelayanan

publik. Dengan cara ini maka fungsi pemerintah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya akan dapat terwujud.

22 Sebagai contoh, Kabupaten Bantul pada tahun 2006 mendapatkan pemasukan dariretribusi masyarakat miskin yang sakit sebesar Rp.15.682.736.550. tapi, anggaran

untuk masyarakat miskin hanya 0,92% dari total anggaran belanja daerah. Sumber:Sinar Harapan. Ayo, Pantau Anggaran Daerah! 21 Mei 2008.

Page 189: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 189/259

188

Aset pemerintah harus juga digunakan untuk sebesar-

besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selama inipemahaman pejabat pemerintah tentang aset yang tersedia di

daerah cenderung terbatas. Aset cenderung dipahami terbatas

pada barang milik pemerintah, sedangkan yang dimaksud dengan

aset sebenarnya jauh lebih luas, termasuk tanah, sumberdaya

alam, dan aset non-tangible lainnya. Karena terbatasnya

pemahaman para pengambil kebijakan tentang aset sering

menyebabkan pemanfaatan aset di daerah sering kurang optimal

dilihat dari kepentingan masyarakat. Banyak aset negara di

daerah yang digunakan oleh pihak lain, utamanya sektor dunia

usaha, yang manfaatnya lebih banyak dinikmati oleh pelaku

usaha daripada masyarakat luas di daerah.

Untuk itu, penyebarluasan konsep aset yang luas perlu

dilakukan dikalangan para penyelenggara pemerintahan daerah.

Pengaturan tentang penggunaan aset untuk kepentingan ekonomidan lainnya perlu dilakukan. Pengaturan tentang pemberdayaan

aset mesti harus menempatkan kepentingan masyarakat sebagai

pertimbangan utama. Penyelenggara pemerintahan daerah harus

dapat memanfaatkan aset-aset negara di daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4.10.2 Identifikasi Permasalahan

Permasalahan paling besar dalam keuangan daerah adalah adanya

mis-alokasi anggaran yang tidak sesuai dengan prioritas daerah.

Hal ini dapat kita lihat dari tingginya belanja pegawai dan

operasional pemerintah (berkisar 70%-90%). Kecenderungan ini

menunjukan bahwa selama ini pemerintahan daerah masih lebih

banyak mengurus dirinya sendiri daripada mengurus kebutuhan

Page 190: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 190/259

189

warganya. Akibatnya muncul ketidakpuasan publik terhadap

kinerja pemerintah daerahnya.Proses penganggaran yang relatif tertutup mendorong

terjadinya elite captures dalam penganggaran, dimana sebagian

besar anggaran lebih banyak dihabiskan untuk memenuhi

kebutuhan elit birokrasi dan politik. 23 Akses warga dan pemangku

kepentingan di daerah yang rendah terhadap proses penganggaran

membuat elit birokrasi dan politik sering lebih menempatkan

kepentingannya diatas kepentingan warganya. Disparitasanggaran untuk kebutuhan birokrasi dan DPRD dan anggaran

untuk pelayanan publik adalah salah satu bukti dari terjadinya

elite captures dalam proses penganggaran.

Masalah lain dalam bidang keuangan daerah adalah

rendahnya kapasitas daerah dalam membelanjakan dananya

untuk pembangunan daerah. Kecenderungan daerah untuk

menginvestasikan uangnya di SBI dan deposito menunjukan

ketidakmampuannya untuk memanfaatkan revenues yang

dimilikinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya. 24

Juga kecenderungan daerah untuk mengalokasikan anggaran

yang dimilikinya untuk kegiatan-kegiatan yang bukan menjadi

prioritas yang penting menjadi bukti bahwa kapasitas daerah

untuk mengelola dana yang dimilikinya untuk pembangunan

daerah masih perlu didorong dan ditingkatkan.

Dalam pemanfaatan aset negara di daerah, masih sering

terjadi aset-aset negara di daerah dimanfaatkan oleh pelaku

ekonomi yang hasilnya kurang memberi sumbangan terhadap

perbaikan kesejahteraan masyarakat di daerah. Hutan, sumber

23 Dwiyanto, dkk, 2007. Ibid.24 Daerah cenderung menyimpan dana tersebut pada Bank simpanan daerah dan telah

mencapai angka 3,1% dari PDB Bulan November 2006. Sumber; Desentralisasi Fiskal dan Kesenjangan Daerah; Kajian Pengeluaran Publik Indonesia 2007 .

Page 191: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 191/259

190

daya alam, dan lahan yang dimanfaatkan oleh para pelaku usaha

sering justru menghasilkan kerugian bagi masyarakat luas.Kerusakan lingkungan dan ketidakseimbangan ekosistem sebagai

akibat dari pengelolaan aset yang kurang bertanggungjawab

menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat

generasi sekarang dan mendatang. 25 Banyak aset lahan yang

dikuasai oleh pelaku usaha yang diubah menjadi kawasan

pemukiman yang memiliki nilai tambah yang berlipat ganda, yang

keuntungannya hanya dinikmati oleh para pelaku usaha.

4.10.3 Analisis

Tidak adanya pagu yang jelas tentang berapa banyak anggaran

dapat dialokasikan untuk biaya belanja pegawai dan operasional

birokrasi pemerintah membuat daerah menghabiskan sebagian

besar anggarannya untuk membiaya dirinya sendiri, bukan untuk

biaya melayani warganya. Banyak daerah yang menghabiskan

sekitar 90% dari APBD-nya untuk belanja pegawai dan kegiatan

operasional satuan birokrasinya. Hal ini disebabkan karena tidak

ada insentif yang efektif bagi daerah untuk merampingkan satuan

organisasinya. Tidak adanya pagu anggaran untuk belanja

pegawai dan biaya operasional pemerintah dan insentif untuk

merampingkan birokrasinya memberi ruang yang besar bagi

daerah untuk mengembangkan birokrasinya.

Kecenderungan daerah untuk mengembangkan struktur

birokrasi yang gemuk juga menjadi salah satu penyebab dari

25 Penambangan liar di Provinsi Bangka Belitung dapat dijadikan misal. Pemerintahsetempat tidak mampu mengendalikan penambangan liar yang dilakukan masyarakat.Berdasarkan data dari Bapedalda Provinsi bangka Belitung, luas daerah yang rusakberbentuk kawah dengan lebar 2-50 Hektar dan kedalaman sampai dengan 9 meteradalah 400.000 hektar. Butuh dana triliunan untuk mereklamasinya. Ironisnya lagi,hasil penambangan cenderung diselundupkan ke luar negeri melalui kerjasama gelapdengan aparat keamanan laut dan birokrasi-peradilan. Sumber: AMCA: The Spirit Of Budak Bangka. Timah Bangka: Antara Dendam Sejarah dan Perjuangan Mendapatkan

Akses. Dan Erwiza Erman (peneliti LIPI). Politik Penguasaan Sumber Daya Timah di Bangka Belitung.

Page 192: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 192/259

191

besaran jumlah anggaran yang digunakan untuk membiayai

birokrasi. Mengurangi jumlah biaya belanja pegawai hanya dapatdilakukan dengan mendorong daerah untuk merampingkan

struktur birokrasinya. Adanya pagu anggaran untuk belanja

birokrasi dan pegawai akan dapat mendorong daerah melakukan

rasionalisasi dan rightsizing .

Namun, rasionalisasi dan rightsizing memiliki implikasi

sosial dan politik yang cukup besar yang mesti diperhitungkan.

Keresahan dan protes dari kalangan aparat di daerah tentu sangatbesar dan dapat menimbulkan risiko politik bagi Pemerintah

Pusat. Pembatasan pagu anggaran untuk belanja pegawai harus

dilakukan dengan hati-hati dan dilaksanakan secara bertahap

sesuai dengan kemampuan daerah.

Mendorong daerah lebih peduli kepada kepentingan publik

juga dapat dilakukan dengan membuat proses penganggaran

menjadi lebih terbuka, transparan, dan partisipatif.

Kecenderungan yang umum terjadi di daerah, dimana praktik

penganggaran sangat tertutup dan elitis, harus segera dihentikan.

Salah satu caranya adalah dengan mendorong partisipasi

pemangku kepentingan dan masyarakat luas untuk terlibat dalam

proses penganggaran. Proses penganggaran yang cenderung

ekslusif harus dirubah menjadi inklusif, partisipatif, dan terbuka

sehingga para pemangku kepentingan dapat mengetahui berapa

banyak pagu anggaran yang ada dan untuk apa saja anggaran

tersebut dialokasikan dan berapa besarannya. Cara seperti ini

dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah.

Dalam penggunaan aset daerah, yang sekarang cenderung

kurang menguntungkan masyarakat dan sering menjadi arena

Page 193: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 193/259

192

KKN, Pemerintah Pusat perlu membuat pengaturan yang lebih

jelas. Tidak adanya pengaturan yang melindungi kepentigan wargadalam penggunaan aset daerah sering membuat pemanfaatan aset

daerah lebih menguntungkan pelaku usaha dan kurang dapat

dirasakan manfaatnya oleh warga dan pemerintah daerah.

Penguatan terhadap pengaturan yang ada dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang aset daerah diperlukan agar dapat

menjadi pegangan yang efektif bagi daerah untuk

mendayagunakan aset daerah secara lebih produktif dan

bermanfaat bagi kepentingan warga di daerah.

Dalam pemanfaatan uang daerah, alokasi melalui DAU

sebagai subsidi umum ( Block Grant ) telah memberikan ruang yang

luas bagi elit lokal untuk memanfaatkannya sesuai dengan

kepentingan mereka. Pada satu sisi anggaran banyak dihabiskan

untuk biaya opearsional birokrasi daerah termasuk elite politiknya

(kepala daerah dan DPRD), pada sisi yang lain anggaran pelayananpublik cenderung menurun terus. Apalagi menjelang Pilkada,

banyak anggaran dialokasikan dengan dalih bantuan sosial yang

ditujukan kepada kelompok-kelompok masyarakat tertentu untuk

mendapatkan dukungan politik dalam Pilkada. Untuk mengatasi

hal tersebut diperlukan pengaturan yang bersifat affirmative dalam

undang-undang yang mengatur pemanfaatan DAU agar jangan

disalah gunakan untuk kepentingan sempit dari birokrasi daerah.Sudah waktunya DAU diarahkan untuk pembiayaan pelayanan

dasar yang masih jauh dari harapan sekalipun yang bersifat

minimal.

4.10.4 Usulan Penyempurnaan

1) Perlu adanya pengaturan yang memberi insentif kepada daerah

untuk memperkecil proporsi anggaran belanja aparatur

Page 194: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 194/259

193

terhadap anggaran daerah secara keseluruhan. Selama ini

belanja untuk aparatur (gaji pegawai dan biaya operasionalbirokrasi pemerintah) sangat besar sehingga anggaran yang

tersedia untuk kegiatan pembangunan relatif sangat kecil.

Untuk mengatasi kondisi seperti ini maka pengaturan yang

mendorong daerah memperkecil belanja aparatur perlu diatur

sehingga besaran proporsi untuk kegiatan pembangunan dan

pelayanan publik dapat ditingkatkan.

2) Perlu ada pengaturan yang mengharuskan daerah melakukanpenganggaran secara terbuka, partisipatif, dan akuntabel.

Undang-undang perlu mengharuskan daerah melakukan

konsultasi publik yang luas dalam membuat anggaran.

Dokumen anggaran yang rinci harus dapat diakes oleh warga

yang membutuhkannya.

3) Perlu ada pengaturan yang memberi insentif kepada daerah

untuk merampingkan birokrasinya dan mengurangi belanja

aparaturnya. Pemerintah Pusat telah membuat Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang mengatur tentang

organisasi dan tata laksana daerah yang mengatur mengenai

besaran struktur birokrasi yang ada di daerah. Namun,

pengaturan itu belum mampu memberi insentif yang efektif

bagi daerah untuk merampingkan struktur birokrasinya.

4) Perlu ada pengaturan yang jelas tentang pemberdayaan aset

daerah agar penggunaan aset daerah dapat dilakukan secara

akuntabel, produktif, dan bermanfaat bagi kepentingan

masyarakat luas. Konsep aset perlu diperluas meliputi hutan

dan sumberdaya alam. Daerah perlu diberi kewenangan

mengelola aset secara akuntabel, produktif, dan bermanfaat

bagi kepentingan publik.

Page 195: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 195/259

194

5) Perlu pengaturan yang mengarahkan DAU untuk membiayai

pelayanan dasar dengan mengacu pada pencapaian SPMsehingga mengurangi potensi pemanfaatan anggaran sesuai

preferensi elit daerah tapi mengacu pada pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat daerah.

4.11 Pelayanan Publik

4.11.1 Dasar Pemikiran

Terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas (prima) menjadi

salah satu ciri tata pemerintahan yang baik ( good governance).

Kinerja pelayanan publik sangat besar pengaruhnya terhadap

kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu membangun

sistem manajemen pelayanan publik yang handal adalah

keniscayaan bagi daerah kalau mereka ingin meningkatkan

kesejahteraan warganya. Tidak mengherankan kalau perbaikankualitas pelayanan publik menjadi salah satu alasan mengapa

pemerintah mendesentralisasikan kewenangan penyelenggaraan

pelayanan publik kepada daerah.

Dengan menyerahkan kewenangan penyelenggaraan

pelayanan kepada daerah, Pemerintah Pusat berharap pelayanan

publik akan menjadi lebih responsif terhadap dinamika

masyarakat di daerahnya. Ketika manajemen pelayanandiserahkan ke daerah, kesempatan warga untuk ikut

berpartisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan seharusnya

menjadi semakin terbuka. Warga harus dapat dengan lebih mudah

mengawasi jalannya penyelenggaraan pelayanan. Mereka harus

dapat menyampaikan aspirasinya ( local voice ) kepada rezim

pelayanan. Mekanisme penyampaian keluhan harus

dikembangkan di setiap satuan birokrasi pelayanan dan birokrasi

Page 196: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 196/259

195

wajib menindaklanjuti keluhan yang disampaikan warga

penggunanya. Untuk mengawasi praktik penyelenggaraanpelayanan di daerah kabupaten/kota, gubernur sebagai wakil

pusat melakukan supervisi atas pelayanan publik di wilayahnya.

Mengingat terbatasnya resources yang tersedia bagi daerah

untuk penyelenggaraan pelayanan publik maka daerah perlu

didorong untuk mengutamakan pelayanan dasar. Untuk itu, perlu

ada definisi yang jelas tentang pelayanan dasar. Agar pemerataan

akses terhadap pelayanan dasar dapat dijaga maka perlu adapengaturan tentang standar pelayanan minimum untuk pelayanan

yang termasuk dalam kategori pelayanan dasar. Penetapan

standar pelayanan minimum tidak berarti membatasi ruang bagi

daerah untuk menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan

aspirasi dan kapasitas daerah. Daerah yang memiliki kapasitas

lebih dapat menyelenggarakan pelayanan diatas standar

pelayanan minimum.

4.11.2 Identifikasi Permasalahan

Penyelenggaraan pelayanan publik di daerah menunjukan kinerja

yang bervariasi. 26 Beberapa daerah berhasil mengembangkan

inovasi dalam manajemen pelayanan publik dengan

mengembangkan berbagai teladan (best practices ). Misalnya,

beberapa kota/kabupaten berhasil mengembangkan manajemen

pelayanan yang partisipatif dengan mengadopsi kontrak pelayanan

seperti yang dilakukan di Kota Yogyakarta dan Blitar. Sementara

Kabupaten Jembrana berhasil memberikan pelayanan pendidikan

dan kesehatan secara gratis dan beberapa kabupaten seperti

Sragen, Sidoarjo, dan banyak kabupaten/kota berhasil

mengembangkan pelayanan satu pintu (OSS). Namun, pada saat

26 Roy V Solomo, Pelayanan Publik Revisi UU 32/2004, paper tidak diterbitkan.

Page 197: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 197/259

196

yang sama banyak kabupaten/kota yang gagal mewujudkan

kinerja pelayanan yang lebih baik. Otonomi daerah ternyatamemiliki dampak yang berbeda dalam praktik penyelenggaraan

pelayanan di daerah.

Salah satu masalah yang penting dalam penyelenggaraan

pelayanan adalah semakin menguatnya unsur-unsur subyektivitas

dalam penyelenggaraan pelayanan. Hal ini ditandai dengan

semakin maraknya diskriminasi dalam pelayanan berbasis pada

unsur-unsur subyektivitas seperti pertemanan, etnis, afiliasipolitik, kesamaan profesi (sesama PNS), dan agama. 27 Disamping

diskriminasi pelayanan publik, masalah lain dalam

penyelenggaraan pelayanan publik adalah rendahnya aksesibilitas

pelayanan, yang ditandai dengan masih besarnya angka pengguna

biro jasa ( intermediaries ) dalam penyelenggaraan pelayanan.

Besarnya angka pengguna biro jasa dalam mengakses pelayanan

publik sangat bervariasi, berkisar antara 50-80% tergantung pada jenis pelayanan. 28 Besarnya angka pengguna jasa ini menunjukan

ketidaksanggupan warga untuk berhubungan langsung dengan

penyelenggara pelayanan. Hal ini menjelaskan besarnya

opportunity cost yang dihadapi oleh masyarakat dalam mengakses

pelayanan publik.

Kecenderungan prosedur pelayanan hanya mengatur

kewajiban dan mengabaikan hak-hak pengguna pelayanan publik

menjadi salah satu sebab mengapa penyelenggaraan pelayanan

publik sering menjadi sumber ketidakpuasan warga terhadap

pemerintah. Penyelenggara pelayanan cenderung menempatkan

27 Diskusi lebih lanjut tentang hal ini dapat dibaca di Dwiyanto, dkk, 2003 danDwiyanto, 2007. Ibid28 Survei kepuasan warga pengguna terhadap pelayanan perizinan di Kota Yogyakartapada tahun 2005 yang dilakukan oleh PSKK UGM menunjukan bahwa angka pengguna

yang menggunakan perantara atau calo pelayanan dalam pengurusan izin sangat besardan bervariasi antar jenis perizinan.

Page 198: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 198/259

197

dirinya sebagai penguasa, yang memiliki kedudukan yang lebih

tinggi daripada pengguna dan dapat berbuat seenaknya dalammengelola pelayanan publik. Akibatnya, penyelenggara pelayanan

publik sering menjadi arena konflik antara pemerintah dengan

warganya.

4.11.3 Analisis

Ada beberapa penyebab mengapa kinerja pelayanan publik di

daerah pada umumnya masih jauh dari yang diharapkan.

Pertama , penyelenggaraan pelayanan selama ini cenderung

dianggap sebagai domain rezim pelayanan. Jenis pelayanan,

kualitas, dan cara pelayanan sepenuhnya ditentukan oleh rezim

pelayanan. Warga tidak memiliki kesempatan untuk ikut

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal

terkait dengan pelayanan yang dibutuhkannya. Akibatnya,

pelayanan yang diberikan oleh daerah sering tidak sesuai dengan

aspirasi dan kebutuhannya. Kedua , prosedur pelayanan

cenderung hanya mengatur kewajiban dari warga pengguna, tetapi

hak-haknya tidak pernah diatur dan dilindungi. Prosedur juga

sering gagal mengatur mengenai kewajiban dari penyelenggara

pelayanan. Akibatnya, rezim pelayanan dapat memperlakukan

warga pengguna seenaknya. Tidak adanya pengaturan tentang

hak-hak warga membuat proses pelayanan publik menjadi penuh

dengan ketidakpastian.

Ketiga , proses pelayanan seringkali dikaitkan dengan

struktur hirarkhi birokrasi di daerah. Panjangnya jenjang hirarkhi

birokrasi dengan sendirinya membuat proses pelayanan publik

menjadi panjang dan menghabiskan banyak energi dari warga dan

penyelenggara pelayanan. Apalagi ketika prosedur pelayanan

dibuat dengan semangat untuk mencegah terjadinya moral

Page 199: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 199/259

198

hazards proses pelayanan publik menjadi sangat kompleks dan

sulit diikuti secara wajar oleh warga pengguna. Akibatnya, banyakwarga cenderung menggunakan biro jasa atau perantara.

Besarnya angka pengguna biro jasa menunjukan bahwa

masyarakat tidak lagi sanggup mengakses pelayanan secara wajar.

Keempat , birokrasi pelayanan belum mampu

mengembangkan budaya dan etika pelayanan yang menghargai

posisi pengguna sebagai warga negara yang berdaulat. Birokrasi

pelayanan masih menempatkan warga sebagai obyek pelayanan yang dapat diperlakukan seenaknya sesuai dengan kemauannya.

Kepuasan warga belum menjadi kriteria utama bagi birokrasi

pelayanan untuk menilai kinerjanya. Akibatnya, akuntabilitas

birokrasi belum dilihat dari kepuasaan warga terhadap

pelayanannya melainkan dari kepatuhan birokrasi terhadap

peraturan dan prosedur pelayanan.

Rakyat sebagai pengguna pelayanan publik harus

mempunyai kepastian tentang jenis dan kualitas pelayanan publik

yang disediakan pemerintah daerah. Untuk itu harus dibangun

kontrak pelayanan publik antara pemerintah daerah dengan

masyarakat. Kontrak tersebut akan menjelaskan jenis pelayanan,

kualitas, biaya, prosedur dan waktu yang diperlukan untuk

mengakses pelayanan publik tersebut. Kemudian kalau

pemerintah daerah gagal memenuhi kontrak pelayanan publik

tersebut, harus terdapat kejelasan kemana masyarakat harus

menyampaikan keluhannya. Keberadaan ombudsman daerah

dapat dijadikan saluran bagi masyarakat untuk menyampaikan

keluhannya.

Page 200: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 200/259

199

4.11.4 Usulan Penyempurnaan

1) Perlu pengaturan yang jelas tentang konsep pelayanan dasar yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah. Selama ini

pelayanan dasar belum didefinisikan dengan jelas dalam

perundangan-undangan yang ada. Tidak adanya definisi yang

jelas tentang pelayanan dasar yang wajib disediakan oleh

pemerintah daerah dapat memiliki risiko tidak terpenuhinya

kebutuhan dasar masyarakat. Apa saja yang termasuk dalam

pelayanan dasar harus didefinisikan dengan jelas, sehinggaperhatian daerah terhadap penyelenggaraan pelayanan dasar

dapat diamati oleh warga dan pemangku kepentingannya

dengan mudah.

2) Perlu ditegaskan dalam undang-undang ini tentang kewajiban

daerah untuk menyelenggarakan pelayanan dasar sesuai

dengan SPM dan atau standar lainnya yang dibuat oleh

Pemerintah Pusat. Daerah dapat menyelenggarakan pelayanan

dasar diatas standar nasional, sesuai dengan kemampuan dan

aspirasi masyarakatnya.

3) Dalam penyelenggaraan pelayanan dasar, daerah harus

mengembangkan sistim pelayanan yang berkeadilan, efisien,

responsif, akuntabel, dan partisipatif. Daerah harus dapat

menyelenggarakan pelayanan yang mudah diakses oleh semua

warganya terlepas dari ciri-ciri subyektifnya, mampu menjawab

kebutuhan warga, dan yang diselenggarakan secara partisipatif

dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat.

4) Dalam mewujudkan sistem pelayanan publik sebagaimana

tersebut diatas daerah harus mengembangkan manajemen

pelayanan publik yang memungkinkan terjadi perbaikan

Page 201: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 201/259

200

secara berkelanjutan. Karena itu manajemen pelayanan publik

harus menjamin adanya hak warga untuk menyampaikanaspirasi, keluhan, dan usulan perbaikan ( local voices ) dan

menjadikan hal itu sebagai bagian yang penting untuk

perbaikan kinerja dan akuntabilitas publik.

5) Untuk mendorong adanya perbaikan manajemen pelayanan

yang berkelanjutan maka daerah perlu didorong untuk secara

periodik melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik dengan

melakukan, antara lain, pengembangan indeks kepuasanwarga pengguna.

6) Lembaga ombudsman daerah dapat dijadikan sebagai lembaga

mediasi penyelesaian masalah dan konflik yang terjadi antara

warga pengguna dengan manajemen pelayanan publik.

7) Daerah perlu mendorong birokrasi pelayanannya utuk

mengembangan maklumat atau kontrak pelayanan yang

mengatur secara proporsional dan seimbang hak dan

kewajiban dari penyelenggara dan pengguna pelayanan.

Maklumat atau kontrak pelayanan dapat menjadi alat yang

mudah dan sederhana bagi warga mengawasi praktik

penyelenggaraan pelayanan. Bagi penyelenggara, keberadaan

maklumat pelayanan penting karena dapat menjadi pedoman

bagi mereka untuk mewujudkan pelayanan sesuai yang

dijanjikannya.

4.12 Partisipasi Masyarakat

4.12.1 Dasar Pemikiran

Kebijakan desentralisasi hanya akan berhasil meningkatkan

kesejahteraan warganya jika diikuti dengan pemberdayaan

Page 202: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 202/259

201

masyarakat agar mereka dapat berperan serta dan sekaligus

mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah.Otonomi daerah yang melimpahkan kewenangan pada elit politik

dan birokrasi di daerah harus diikuti dengan otonomi pada tingkat

warga untuk dapat mengontrol perilaku elit politik dan birokrasi

dalam menggunakan kekuasaannya. Untuk ruang bagi warga

untuk dapat berpartisipasi dalam pemerintahan harus dibuka

seluas-luasnya. Hanya dengan cara seperti ini maka desentralisasi

pemerintahan dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat di

daerah.

Partisipasi masyarakat memiliki fungsi penting, diantaranya

adalah sebagai sarana bagi warga untuk mengekspresikan

kebutuhan dan kepentingannya sehingga proses kebijakan daerah

menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan

warga. Lebih dari itu, partisipasi penting untuk menjamin warga

memiliki ownership dalam proses kebijakan dan karenanya dapatmenciptakan kepedulian dan dukungan warga untuk keberhasilan

pembangunan di daerahnya. Partisipasi juga dapat digunakan

melakukan pendidikan dan pembelajaran bagi warga terhadap

masalah dan kebijakan publik. Partisipasi karenanya dapat

membentuk sense of citizenship yang sangat penting bagi

pengembangan demokrasi dan pembangunan bangsa.

4.12.2 Identifikasi Permasalahan

Salah satu tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daerah

adalah mendekatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah

dengan warganya. Otonomi daerah diharapkan mampu mendorong

adanya peningkatan keterlibatan masyarakat dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan di daerah, termasuk dalam proses

pembuatan peraturan daerah, perencanaan pembangunan daerah,

Page 203: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 203/259

202

dan pengawasan kegiatan pemerintahan di daerah. Namun,

setelah pelaksanaan otonomi daerah tampak bahwa partisipasimasyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan dan

pemerintahan belum seperti yang diharapkan.

Memang banyak studi menunjukan bahwa ada

kecenderungan yang meluas mengenai munculnya banyak forum

komunikasi dan partisipasi masyarakat di banyak kabupaten/kota

di Indonesia. Namun, munculnya banyak forum komunikasi dan

partisipasi warga di daerah ternyata belum mampu secara berartimeningkatkan keterlibatan warga dalam proses kebijakan di

daerah karena berbagai forum itu seringkali didominasi oleh elit

sehingga kepentingan yang diperjuangkan dalam proses kebijakan

masih lebih banyak kepentingan elit daripada kepentingan warga

pada umumnya. Otonomi daerah masih lebih banyak dinikmati

oleh elit politik dan birokrasi di daerah daripada warga pada

umumnya.

Salah satu kesulitan dalam mendorong partisipasi

masyarakat adalah terbatasnya akses warga terhadap informasi.

Rendahnya akses warga terhadap informasi membuat mereka

mengalami kesulitan dalam mengambil peran yang optimal dalam

proses kebijakan di daerah, walaupun kebijakan tersebut

berpengaruh sangat besar terhadap kehidupannya. Penelitian

sebelumnya menunjukan bahwa keterbukaan pemerintah untuk

membuka akses warga terhadap informasi masih sangat mendua,

karena sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya konflik kepentingan.

Pemerintah daerah dapat sangat terbuka kepada warganya dan

mendorong warganya untuk berpartisipasi ketika pemerintah

daerah tidak memiliki kepentingan terhadap isu dan masalah yang

dipersoalkan. Namun ketika penyelenggara pemerintahan daerah

memiliki kepentingan dan kepentingannya dapat terganggu jika

Page 204: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 204/259

203

transparansi dilakukan, maka penyelenggara negara cenderung

menjadi sangat tertutup dan mencegah keterlibatan masyarakat.29

Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses

kebijakan maka penyelenggara pemerintahan daerah perlu

membuka akses publik seluas-luasnya terhadap informasi tentang

berbagai kebijakan pemerintah, seperti dalam penyusunan Perda,

APBD, dan prioritas pembangunan daerah. Keterbukaan informasi

ini akan dapat mengurangi dominasi elit lokal dalam proses

kebijakan di daerah. Selama ini proses kebijakan publikcenderung didominasi oleh elit lokal karena mereka yang memiliki

akses terhadap informasi dan kekuasaan. Masyarakat luas

cenderung menempati posisi pinggiran sehingga kepentingannya

sering kurang dapat terakomodasi dalam proses kebijakan di

daerah.

Peningkatan partisipasi masyarakat juga memerlukan

pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Kepercayaan diri yang

rendah terhadap kemampuannya untuk ikut mempengaruhi

proses perubahan dan besarnya risiko yang harus dibayar dari

keterlibatannya dalam proses kebijakan sering membuat minat

mereka terlibat dalam proses kebijakan di daerah masih amat

rendah. Akibatnya, partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan

di daerah masih amat terbatas. Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam proses kebijakan di daerah maka berbagai

upaya untuk meningkatkan keyakinan mereka tentang manfaat

partisipasi terhadap perbaikan kehidupannya dan memperkecil

risiko ketika mereka terlibat dalam proses kebijakan perlu

dilakukan.

29 Dwiyanto, Agus, 2003. Governance Reform and Regional Autonomy: ExecutiveSummary, Yogyakarta: CPPS GMU

Page 205: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 205/259

204

4.12.3 Analisis

Kebijakan desentralisasi menuntut adanya ruang partisipasimasyarakat yang semakin besar karena pelaksanaan

desentralisasi hanya akan berhasil kalau diikuti dengan

kemampuan warga di daerah untuk terlibat dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pelimpahan urusan ke

daerah mesti harus diikuti dengan kemampuan masyarakat di

daerah untuk mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Tanpa adanya penguatan partisipasi masyarakat dalampenyelenggaraan pemerintahan di daerah, dikawatirkan kebijakan

dan program pembangunan daerah menjadi semakin jauh dari

aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

Dari uraian diatas ada 4 masalah penting dalam penguatan

partisipasi masyarakat: dominasi elit politik dan birokrasi dalam

proses kebijakan, akses informasi yang terbatas, sikap pemerintah

yang mendua dalam menyikapi partisipasi masyarakat, dan

kesadaran masyarakat yang rendah untuk berperan serta dalam

proses kebijakan. Keempat masalah tersebut menunjukan bahwa

penguatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah terkait dengan costs of and demand for

participation . Kesadaran dan kesepahaman tentang manfaat

partisipasi bagi mereka menunjukan bahwa demand for

partipaticipation masih rendah. Namun, rendahnya kebutuhan

mereka untuk berpartisipasi mungkin juga disebabkan oleh

besarnya cost dan risiko yang harus dibayar untuk berpartisipasi.

Akses warga terhadap informasi sangat terbatas, dominasi elit

politik dan birokrasi dalam proses kebijakan, dan sikap

pemerintah yang mendua terhadap partisipasi membuat cost dan

risiko untuk berpartisipasi menjadi semakin besar.

Page 206: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 206/259

205

Untuk dapat mendorong partisipasi masyarakat maka

daerah berkewajiban untuk menghilangkan kendala ( costs ) danmenaikkan kebutuhan ( demand ) masyarakat untuk terlibat dalam

proses kebijakan di daerah. Warga harus dijamin aksesnya

terhadap informasi tentang berbagai hal terkait dengan kegiatan

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, karena

informasi adalah bahan baku utama bagi proses kebijakan publik.

Selama ini akses terhadap informasi tentang kegiatan

pemerintahan masih sangat terbatas. Lebih dari itu, berbagai

prosedur dan ketentuan tentang proses kebijakan yang

menghambat warga dan pemangku kepentingan untuk terlibat

dalam proses kebijakan harus dapat dipermudah. Proses

kebijakan di daerah harus didorong menjadi semakin terbuka,

mudah diakses, dan dekat dengan masyarakat sehingga kendala

untuk berpartisipasi menjadi semakin rendah.

Untuk mendorong keingingan berpartisipasi dalam proseskebijakan di daerah maka utilisasi informasi dan pengetahuan

yang disumbangkan oleh masyarakat dalam proses kebijakan di

daerah harus menjadi semakin besar. Salah satu faktor yang

mendorong rendahnya kebutuhan untuk berpartisipasi adalah

rendahnya keyakinan masyarakat bahwa informasi dan usulan

yang mereka sampaikan akan dimanfaatkan dalam pengambilan

keputusan. Dalam perencanaan pembangunan daerah, misalnya,banyak warga yang apatis dengan proses Musrenbang yang terjadi

di lingkungannya karena mereka tidak yakin apa yang diputuskan

dalam musrenbang akan diakomodasi dalam pengambilan

keputusan tentang alokasi anggaran. Tidak adanya koneksi antara

Musrenbang dengan keputusan yang dibuat oleh panitia anggaran

menjadikan masyarakat enggan untuk terlibat dalam proses

Page 207: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 207/259

206

Musrenbang. 30 Proses kebijakan yang tidak akomodatif terhadap

aspirasi publik seperti ini yang menjadi salah satu faktor yangmendorong mengapa partisipasi masyarakat dalam proses

kebijakan di daerah selama ini relatif rendah.

4.12.4 Usulan Penyempurnaan

Untuk mendorong terselenggaranya pemerintahan daerah yang

partisipatif maka pengaturan yang jelas tentang partisipasi

masyarakat dalam peraturan perundangan perlu dilakukan.

Pengaturan tersebut setidak-tidaknya mencakup berbagai hal

sebagai berikut:

1) Perlu adanya penegasan bahwa daerah wajib menjamin hak

warga baik secara perseorangan ataupun berkelompok untuk

terlibat dalam proses pengambilan kebijakan pemerintahan di

daerah.

2) Perlu ada penegasan ruang untuk keterlibatan publik dalampelaksanaan pemerintahan daerah terutama dalam hal

penyusunan kebijakan, perencanaan pembangunan, proses

pembahasan anggaran, proses pembahasan rancangan

peraturan, dan penyediaan pelayanan publik daerah. Hak

warga untuk terlibat dalam proses kebijakan tersebut adalah

hak yang harus dilindungi oleh daerah dan menjadi bagian

yang tak terpisahkan dari proses kebijakan di daerah. Karenaitu daerah harus melakukan konsultasi seluas-luasnya dengan

warga dan para pemangku kepentingan sebelum menetapkan

satu kebijakan. Pelanggaran terhadap hak warga ini dan

kewajiban daerah melindungi hak warga untuk terlibat dalam

30 Banyak temuan menunjukan tidak adanya koneksi antara proses musrenbang yangdikelola oleh eksekutif dengan proses penganggaran yang dikelola oleh DPRD. Usulandan keputusan masyarakat yang telah diperbincangkan di Musrenbag sering tidak lagidibahas dalam rapat komisi anggaran. Tidak adanya kesinambungan antara proses

birokrasi dan politik dalam proses penganggaran sering membuat masyarakatkehilangan kepercayaan terhadap institusi dan mekanisme perencanaan dari bawah.

Page 208: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 208/259

Page 209: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 209/259

208

4.13 Kawasan Perkotaan

4.13.1 Dasar Pemikiran

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memiliki pengaturan

mengenai kawasan perkotaan, namun belum memadai. Kemajuan

kehidupan ekonomi dan modernitas telah mendorong semakin

cepatnya pertumbuhan kawasan perkotaan, yang memiliki gaya

hidup dan perilaku yang berbeda dengan gaya hidup di kawasan

lainnya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah

membuat kehidupan kawasan perkotaan menjadi semakin

kompleks dan membutuhkan pengaturan yang semakin dinamik

dan terintegrasi dengan kawasan lainnya sehingga kemajuan

kawasan perkotaan dapat mendorong perubahan sosial ekonomi

pada kawasan lainnya.

Tumbuh suburnya kawasan perkotaan baru, terutama di

daerah yang menjadi konsentrasi pemukiman baru telah

menimbulkan berbagai fenomena baru yang menarik. Kawasan

permukiman baru dibangun dengan ciri perkotaan yang modern

dengan fasilitas kehidupan sosial dan ekonomi yang berbeda

dengan kawasan induknya. Secara fisik kawasan perkotaan baru

tersebut memiliki ciri-ciri kota yang modern namun secara sosial

sering terpisah dengan kawasan lainnya, yang masih mencirikan

kawasan perdesaan. Dalam pengaturan administrasi

pemerintahan kawasan perkotaan tersebut sering masih menjadi

satu dengan kawasan lainnya, yang masih bercirikan sistim

administrasi pemerintahan yang tradisional. Akibatnya, sering

muncul masalah yang sebenarnya dapat dihindari jika pengaturan

mengenai kawasan perkotaan dapat dilakukan secara terintegrasi

dengan kawasan lainnya.

Page 210: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 210/259

209

Pengaturan kawasan perkotaan perlu dibuat agar dapat

mengakomodasi tantangan yang dihadapi dalam perkembangan yang sangat cepat, baik dari sisi teknologi, sosial, ekonomi, dan

lingkungan. Pengaturan yang dibuat harus dapat mengakomodasi

kebutuhan daerah dalam mengembangkan kawasan perkotaan,

tetapi juga harus dapat melindungi kepentingan lainnya seperti

kebutuhan konservasi lingkungan, kehidupan sosial yang sehat,

dan terwujudnya tata pemerintahan yang baik.

4.13.2 Identifikasi Permasalahan

Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah terdapat

pengaturan mengenai kawasan perkotaan, namun pengaturan

tersebut belum cukup mengatur berbagai isu yang terkait dengan

isu kawasan perkotaan. Berbagai aspek kelembagaan, pelayanan,

dan pengaturan tentang pengembangan kawasan perkotaan belum

banyak diatur dalam undang-undang yang ada. 31 Akibatnya,

muncul banyak masalah dalam pengelolaan kawasan perkotaan.

Salah satu masalah yang banyak dijumpai di banyak daerah

adalah seringnya terjadi pelanggaran terhadap rencana tata ruang

dalam rangka mengakomodasi munculnya kawasan perkotaan

dan segala implikasinya. Rencana tata ruang yang ada di banyak

daerah sering mengalami konversi karena tekanan kepentingan

ekonomi. Tidak jarang perubahan rencana tata ruang memiliki

dampak ekologis yang dapat merugikan kepentingan publik.

Sayangnya, pengaturan mengenai hal ini dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 belum dilakukan secara memadai. Untuk

memberi landasan yang kuat kepada daerah untuk mengelola

pertumbuhan kawasan perkotaan dan mengarahkannya untuk

31 Berbagai masalah dalam pengembangan perkotaan yang belum diatur dalam UU

32/2004 dan memerlukan pengaturan dalam revisi sebagian telah dijelaskan dalamDiamar, Ibid.

Page 211: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 211/259

210

kesejahteraan masyarakat maka pengaturan tentang pengelolaan

kawasan perkotaan perlu diatur dalam undang-undangpemerintahan daerah.

Masalah lain adalah kurangnya integrasi perkembangan

kawasan perkotaan dengan wilayah lainya. Ada banyak daerah

yang memiliki pertumbuhan kawasan perkotaan yang sangat pesat

namun belum terintegrasi dengan baik secara kelembagaan, fisik,

dan lingkungan dengan kawasan lainnya. Akibatnya seringkali

muncul ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi,sosial, dan kelembagaan antar kawasan dalam satu

kabupaten/kota. Munculnya kawasan kota mandiri yang memiliki

kehidupan kota yang sangat modern sementara pemerintah daerah

yang membawahinya masih memiliki pola manajemen yang

tradisional sering menimbulkan masalah baru dalam pengelolaan

kawasan perkotaan. Upaya pemerintah daerah untuk merespon

kebutuhan kawasan kota mandiri perlu didukung denganperangkat perundang-undangan yang memadai.

Untuk dapat mengembangkan managemen pengelolaan

kawasan perkotaan yang modern , daerah perlu diberi peluang

untuk memberdayakan lembaga dan aparaturnya untuk dapat

mengelola kawasan perkotaan modern , seperti kota mandiri,

dengan baik. Manajemen kota mandiri perlu diberi kewenangan-

kewenangan untuk mengelola kawasan tersebut sebagaimana

yang dimiliki oleh kota atau daerah induk. Hal seperti ini belum

diatur dengan baik dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Pengaturan tentang pengelolaan kota perlu dibuat dalam undang-

undang pemerintahan daerah.

Page 212: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 212/259

211

4.13.3 Analisis

Pengaturan tentang pengelolaan kawasan perkotaan amatdiperlukan mengingat perkembangan kawasan perkotaan di

beberapa daerah di Indonesia dalam dekade terakhir ini sudah

sangat cepat. Diperkirakan 10 tahun mendatang, 70% penduduk

Pulau Jawa tinggal di perkotaan. Dinamika kehidupan perkotaan

yang sangat berbeda dengan kawasan lainnya menuntut adanya

pengaturan yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan

masyarakatnya. Keberadaan kawasan perkotaan memberi peluangdan sekaligus tantangan yang perlu direspon dengan tepat oleh

Pmerintah Pusat. Kegagalan merespon dengan tepat

perkembangan kawasan perkotaan dapat menimbulkan masalah

perkotaan yang kompleks yang merugikan penghuni kawasan

perkotaan dan sekitarnya.

Tidak adanya pengaturan yang jelas tentang pengelolaan

kawasan perkotaan membuat pemerintah cenderung mengelola

kawasan perkotaan secara adhoc dan reaktif, sesuai dengan

masalah yang berkembang di kawasan tersebut. Tindakan yang

diambil cenderung sporadis dan reaktif, kurang visioner sehingga

kebijakan yang komprehensif sangat sulit dikembangkan.

Akibatnya, banyak masalah yang muncul terkait dengan

perkembangan kawasan perkotaan tidak dapat diselesaikan

dengan baik.

Misalnya, dalam bidang kelembagaan dalam pengelolaan

kawasan perkotaan. Sampai sekarang baik Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 ataupun peraturan perundang-undangan

lainnya belum mengatur tentang kelembagaan pengelolaan

kawasan perkotaan. Dinamika kehidupan perkotaan sering

melampaui batas-batas wilayah administratif. Kehidupan

Page 213: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 213/259

Page 214: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 214/259

213

birokrasi kabupaten. Sedangkan lembaga kecamatan sebenarnya

dapat diberdayakan untuk dapat merespon dinamika dankebutuhan pelayanan masyarakat di kota kecamatan. Hal yang

sama juga terjadi dalam pengelolaan kawasan kota kabupaten.

Jika dinamika seperti ini tidak diantisipasi dengan baik oleh

pemerintah maka masalah perkotaan dimasa mendatang akan

menjadi semakin kompleks dan sulit diselesaikan dengan baik.

Munculnya banyak kota baru di dalam satu kabupaten,

sebagai akibat dari dinamika ekonomi dan semakin maraknyaindustri real estate , telah menimbulkan masalah dan sekaligus

peluang bagi perkembangan daerah. Berbagai masalah muncul

karena besarnya perbedaan status sosial ekonomi dan gaya hidup

penduduk kawasan kota baru dengan wilayah sekitarnya sering

menimbulkan kecemburuan sosial. Pemerintahan kabupaten

sering mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan kedua

kawasan tersebut. Tidak adanya pengaturan yang jelas tentanghak-hak masyarakat pemilik tanah yang digunakan untuk

pengembangan kawasan baru tersebut juga sering membuat

masyarakat yang tinggal di kawasan tergusur dan kehilangan

sumber kehidupan yang selama ini tergantung pada lahan yang

dimilikinya. Banyak dari mereka yang kemudian mengalami

kesulitan ekonomi, sementara pengusaha pengembang kawasan

tersebut memiliki keuntungan yang berlimpah.

Masalah lain dalam pengembangan kota baru biasanya

terkait dengan pelanggaran tata ruang. Banyak terjadi pengalihan

peruntukan dari pertanian ke pemukiman atau dari jalur hijau

dan konservasi lingkungan ke pemukiman yang seringkali

menimbulkan banyak masalah bagi masyarakat luas.

Pengembangan kota baru memerlukan pertimbangan yang

menyeluruh sehingga keberadaannya sedapat mungkin memberi

Page 215: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 215/259

214

kemanfaatan yang besar bagi pemerintah dan masyarakat luas

dengan risiko yang minimal. Pertimbangan ekonomi yang selamaini cenderung dominan dalam pengembangan kota baru mesti

harus dilengkapi dengan pertimbangan sosial dan politik yang

masak sehingga keberadaan kota baru dapat memberi manfaat

yang luas dan berkelanjutan.

4.13.4 Usul Penyempurnaan

1) Pemerintah perlu mendefinisikan kawasan perkotaan secara

jelas dan membuat pengaturan kelembagaan yang dapat

digunakan untuk mengelola kawasan perkotaan secara

optimal. Selama ini kawasan perkotaan cenderung hanya

didefinisikan secara administratif, tetapi secara fungsional

belum diatur dengan jelas. Pemahaman tentang kedua aspek

dari kawasan perkotaan tersebut perlu dijadikan sebagai dasar

dalam pengaturan kawasan perkotaan. Lebih dari itu,

pengembangan kawasan perkotaan juga memerlukan

pengaturan yang memadai tentang pengelolaan kelembagaan.

Belum memadainya pengaturan tentang berbagai aspek

kelembagaan dalam pengelolaan kawasan perkotaan, membuat

daerah belum mampu secara optimal mengelola kawasan

perkotaan yang dimilikinya.

2) Perlu ada pengaturan tentang jenis kota dan segala aspek yang

mengikutinya. Kompleksitas yang dihadapi oleh kawasan

perkotaan cenderung berbeda antar jenis kota yang berbeda,

karena itu perlu cara pengaturan yang berbeda untuk masing-

masing jenis kota. Dalam peraturan perundangan yang ada

pengaturan tentang jenis atau tipe kota dan berbagai aspek

yang melekat pada jenis kota tersebut belum dirumuskan

dengan jelas. Sedangkan pengaturan seperti itu penting agar

Page 216: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 216/259

215

dapat menjadi pedoman bagi daerah dalam mengembangkan

kawasan perkotaan yang dimilikinya.3) Harus ada kejelasan tentang batas-batas kewenangan

pengelola kota mandiri dalam mengelola “kotanya” dengan

kewenangan pemerintahan daerah yang membawahi kawasan

perkotaan tersebut. Pengelolaan kawasan kota mandiri perlu

diatur secara berbeda karena masalah dan peluang yang

dihadapinya berbeda dengan kawasan lainnya. Daerah dapat

memberi kewenangan kepada pengelola kota untukmemfasilitas penyelenggaraan pelayanan kepada warganya

sesuai dengan kebutuhan warga kota tersebut. Namun,

keberadaan dan pengelolaan kawasan kota mandiri harus

terintegrasi dengan kawasan lainnya sehingga keberadaan kota

mandiri dapat mendorong perkembangan kawasan lainnya.

4) Perlu ada pengaturan terhadap peranan pihak swasta dalam

membangun dan mengembangkan kawasan perkotaan

termasuk penyiapan fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam

kawasan yang dikembangkannya. Keberadaan fasilitas sosial

dan fasilitas umum untuk mendukung pengembangan

kawasan perkotaan perlu diatur dan menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari pengembangan kawasan perkotaan. Perlu

juga diatur tentang pengelolaan fasilitas sosial dan fasilitas

umum oleh Pemerintah Daerah agar keberadaannya dapat

berlanjut dan dirasakan oleh masyarakat luas.

4.14 Kawasan Khusus

4.14.1 Dasar Pemikiran

Dalam pelaksanaan desentralisasi dikenal dua macam

desentralisasi yaitu desentralisasi teritorial dan desentralisasi

Page 217: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 217/259

216

fungsional (Rondinelli, 1980). Desentralisasi fungsional lazimya

dikenal dalam bentuk ”kawasan khusus atau distrik-distrikkhusus, atau sering disebut juga special authorities ”. Kawasan

khusus dibentuk untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi khusus

yang diperlukan dalam mencapai tujuan strategik nasional atau

daerah. Misalnya, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan

meningkatkan daya saing bangsa Pemerintah Pusat dapat

menetapkan satu kawasan menjadi kawasan, yang memiliki

pengaturan yang khusus sehingga kawasan tersebut dapat

bersaing dalam pasar internasional.

Berbeda dengan desentralisasi teritorial yang bersifat umum,

desentralisasi fungsional memerlukan pengaturan yang khusus

berlaku pada satu kawasan tertentu yang ditetapkan sebagai

kawasan khusus. Pengaturan khusus tersebut meliputi antara

lain, urusan dan kewenangan yang diserahkan, struktur

kelembagaan, personel, pembiayaan, dan wilayah yang ditetapkansebagai kawasan khusus. Pengembangan kawasan khusus sebagai

pengejawantahan dari desentralisasi fungsional juga berbeda

dengan organisasi parastatal, yang merupakan badan usaha yang

didirikan oleh pemerintah daerah untuk melakukan bidang usaha

tertentu. Parastatal di tingkat daerah dan public enterprise di

tingkat nasional dibentuk sebagai institusi untuk mencapai tujuan

politik, ekonomi dan sosial dan sangat diminati di negara-negaraberkembang ketika sektor swasta belum berkembang secara baik.

Kawasan khusus dapat berbentuk kawasan yang meliputi

Kawasan Perbatasan Negara, Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan

Konservasi, dan kawasan khusus lainnya, yaitu: kawasan lain

yang dipandang perlu ditetapkan sebagai kawasan khusus.

Pengaturan kawasan khusus secara rinci dilakukan dalam

undang-undang sektoral sesuai dengan jenis kawasannya.

Page 218: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 218/259

217

undang-undang pemerintahan daerah hanya mengatur hubungan

antara pemerintah dengan daerah terkait dengan tata carapembentukan dan pengelolaan kawasan khusus.

4.14.2 Identifikasi Permasalahan

Untuk mendorong percepatan pencapaian tujuan nasional strategik

dalam berbagai bidang seperti ekonomi, lingkungan, dan

pertahanan nasional pemerintah dapat mengembangkan kawasan

khusus. Namun, dalam prakteknya pengembangan kawasan

khusus seringkali menimbulkan berbagai konflik antara badan

pengelola kawasan khusus dengan pemerintahan daerah.

Perbedaan cara pandang terhadap berbagai hal yang seringkali

tumpang tindih dan tidak jelas dalam pengaturan membuat

benturan dan konflik antar badan pengelola kawasan khusus dan

pemerintahan daerah tak terhindarkan.

Tidak selalu sejalannya kepentingan strategik nasional

dengan kepentingan daerah membuat pengelolaan kawasan khusus

sering mengalami kendala ketika berhadapan dengan kepentingan-

kepentingan jangka pendek dan mendesak dari pemerintah daerah.

Pengalaman kegagalan pengembangan kawasan khusus Batam,

yang kurang dirasakan manfaatnya secara nasional, mestinya harus

dijadikan pembelajaran yang baik bagi pengembangan kawasan

khusus lainnya dimasa mendatang. Untuk itu diperlukan

pengaturan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah

mengenai kewenangan yang perlu diberikan kepada pengelola

kawasan khusus, hubungan antara kawasan khusus dengan

pemerintahan daerah, dan bagaimana koordinasi dan sinergi antara

keduanya dapat dilakukan.

Masalah lain adalah bahwa Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 hanya membatasi kawasan khusus dari perspektif

Page 219: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 219/259

218

industri dan perdagangan. Jenis kawasan khusus lainnya, misalnya

pengelolaan kawasan perbatasan dan konservasi lingkungan yangsangat penting dilihat dari kepentingan nasional strategik belum

diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Mengingat

besarnya tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam

mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, konservasi

lingkungan, dan pengelolaan kawasan strategis seperti daerah

perbatasan, pembentukan kawasan khusus diluar kawasan

ekonomi khusus sangat penting dilakukan.

Karena Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum

mengatur secara rinci pengembangan kawasan khusus terutama

diluar kawasan ekonomi khusus, maka pengaturan pengembangan

kawasan khusus diperlukan. Pengaturan hendaknya mencakup

hubungan pengelola kawasan khusus tersebut dengan

pemerintahan daerah. Dengan demikian akan terbentuk kejelasan

apa hak dan kewajiban daerah dalam kawasan khusus dansebaliknya juga menjadi jelas hak dan kewajiban pengelola kawasan

khusus terhadap daerah.

4.14.3 Analisis

Dalam pengembangan kawasan khusus, tentu ada banyak aspek

yang harus dipertimbangkan agar pengembangannya dapat

bermanfaat bagi masyarakat di kawasan khusus ataupun secara

nasional. Pertama , pengaturan kelembagaan dari kawasan khusus.

Pengalaman dalam pengembangan kawasan ekonomi khusus Batam

menunjukan adanya konflik yang bersumber dari ketidakjelasan

hubungan kelembagaan antara pengelola kawasan khusus (Badan

Otorita) dengan pemerintah daerah. 32 Ketidakjelasan pengaturan

32 Diskusi mendalam tentang masalah yang terjadi dalam pengelolaan kawasan ekonomi

khusus Batam dalam ketenagakerjaan, sosial ekonomi, dan konfliknya denganpemerintah daerah setempat dapat dibaca dalam Diamar, Ibid.

Page 220: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 220/259

219

sering membuat masing-masing cenderung mengembangkan

kewenangannya, dengan menegaskan peran dari lembaga lainnya.Karena urusan khusus yang akan dikelola oleh lembaga

pengelola kawasan khusus tersebut adalah urusan pemerintahan

maka pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur

kelembagaan dari pengelolaan kawasan khusus. Namun, karena

lembaga pengelola kawasan khusus nantinya akan berinteraksi dan

bekerjasama sangat erat dengan daerah, maka daerah perlu

dilibatkan dalam struktur kelembagaan pengusahaan kawasankhusus. Pengaturan tentang peran pemerintah dan daerah dalam

pengembangan dan pengelolaan kawasan khusus perlu diatur

dengan jelas dalam undang undang. Bahkan, keterlibatan unsur-

unsur non-pemerintah dalam pengelolaan kawasan khusus perlu

dijaga agar aspirasi dan kepentingan warga dan pemangku

kepentingan dalam pengelolaan kawasan khusus dapat

diperhatikan.

Penyebab lain dari konflik yang sering terjadi dalam

pengelolaan kawasan khusus adalah ketidakjelasan pelimpahan

wewenang yang diberikan kepada kawasan khusus. Tujuan

pengembangan kawasan khusus adalah untuk mempercepat

pencapaian tujuan nasional strategik tertentu. Karena itu pengelola

kawasan khusus harus diberi wewenang untuk mengambil tindakan

tertentu dalam rangka melaksanakan mandat yang diberikan

kepada kawasan khusus. Apa kewenangan yang akan dilimpahkan

kepada pengelola kawasan khusus harus diatur secara jelas agar

semua pihak dapat memahami batas-batas kewenangan yang

dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat kepada kawasan khusus dan

bagaimana seharusnya kewenangan itu digunakan untuk mencapai

tujuan dari pengembangan kawasan khusus itu.

Page 221: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 221/259

220

Dalam hal prosedur pengembangan kawasan khusus perlu

diingat bahwa pengembangan kawasan khsusus dilakukan atasinsiatif dari pemerintah dan untuk kepentingan nasional. Namun

daerah juga dapat mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk

dikembangkan sebagai kawasan khusus apabila memang terdapat

potensi untuk itu. Pemangku kepentingan di daerah yang melihat

potensi untuk pengembangan kawasan khusus tertentu dapat

mengajukan usulan kepada pemerintah, melalui Kementerian

Dalam Negeri. Hal yang sama dapat dilakukan oleh Pemerintah

Pusat. Pemerintah Pusat yang melihat pentingnya kawasan khusus

tertentu dikembangkan untuk pencapaian tujuan nasional strategik

dapat mengambil inisiatif untuk pengembangan kawasan khusus di

daerah tertentu. Pengaturan tentang hal ini diperlukan dalam

undang-undang.

4.14.4 Usul Penyempurnaan

1) Perlu pengaturan yang jelas mengenai pengalihan urusan

pemerintahan tertentu yang bersifat khusus kepada lembaga

yang secara khusus dibentuk untuk mengelola urusan

tersebut di daerah. Pengaturan tersebut mencakup antara lain:

tujuan pengalihan kewenangan khusus, jenis kewenangan

bersifat khusus yang akan dialihkan kepada lembaga yang

dibentuk untuk mengelola urusan khusus itu, dan wilayah

yang akan terkena pengaturan khusus tersebut. Pengalihan

urusan pemerintahan yang bersifat khusus kepada lembaga

yang secara khusus dibentuk untuk itu, antara lain dalam

pengelolaan kawasan ekonomi khusus, kawasan perbatasan,

kawasan konservasi, dan kawasan khsusus lainnya yang

diperlukan dalam pencapaian tujuan nasional strategis.

Page 222: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 222/259

221

2) Perlu pengaturan tentang siapa yang berhak mengusulkan

pembentukan kawasan khusus, mekanisme pengusulan, danproses pengambilan keputusan tentang penetapan kawasan

khusus. Perlu diatur dengan jelas bahwa untuk mencapai

tujuan pembangunan nasional dan daerah, pemerintah dan

daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus

tertentu. Agar pembentukan kawasan khusus dilakukan

dengan pertimbangan yang jelas, mengacu pada kepentingan

daerah dan nasional, maka mekanisme pengusulan penetapan

dan pengambilan keputusan tentang kawasan khusus perlu

diatur dengan jelas.

3) Perlu pengaturan hubungan antara lembaga pengelola

kawasan khusus dengan pemerintahan daerah. Pengaturan

harus menjamin terjadinya sinergi dan koordinasi fungsional

antara pengelolaan kawasan kawasan khusus dengan

penyelenggaraan pemerintahan daerah

4) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada kawasan

khusus tidak boleh tumpang tindih dengan urusan yang telah

diserahkan kepada pemerintahan daerah. Agar

penyelanggaraan urusan pemerintahan yang dikelola oleh

kawasan khusus tidak berbenturan dengan penyelenggaraan

urusan pemerintahan daerah maka pengaturan tentang

kewenangan kawasan ksusus dan hubungannya dengan

pemerintahan daerah perlu dilakukan dengan jelas.

4.15 Kerjasama Antar Daerah

4.15.1 Dasar Pemikiran

Kerjasama antar daerah menjadi isu penting dalam pelaksanaan

otonomi daerah karena pemenuhan kebutuhan masyarakat di

Page 223: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 223/259

222

daerah tidak semuanya dapat diselenggarakan secara efisien dan

efektif dalam batas jurisdiksi wilayah administratif satu daerahsemata. Otonomi daerah telah mendorong terjadinya fragmentasi

spasial yang semakin tinggi dan membuat jarak yang semakin

melebar antara batas wilayah administratif dengan batas wilayah

fungsional. Hubungan sosial dan ekonomi secara fungsional

seringkali tumpang tindih dan melewati batas-batas wilayah

administratif satu daerah otonom. Banyak kegiatan pemerintahan

dan pelayanan publik yang memiliki eksternalitas, seperti:

pengelolaan daerah aliran sungai, pelayanan transportasi,

pengelolaan sampah, penanggulangan bencana, dan penanganan

berbagai masalah kesehatan, dan membutuhkan keterlibatan

lebih dari satu daerah otonom untuk mengelolanya secara efisien

dan efektif.

Namun, dalam kenyataannya, kerjasama antar daerah

dalam penyelenggaraan pelayanan publik amat sulit diwujudkan.Masing-masing daerah cenderung bekerja sendiri-sendiri sehingga

membuat kegiatan pemerintahan dan pelayanan menjadi kurang

efisien dan efektif. Bahkan, tidak jarang muncul ketegangan

hubungan antar daerah dan penduduk antar daerah otonom

ketika penyelenggaraan pelayanan yang memiliki eksternalitas

tersebut dinilai tidak adil dan merugikan kepentingan sebagian

dari pemangku kepentingan. Kerjasama antar daerah karenanyaperlu diatur dengan jelas dalam undang-undang pemerintahan

daerah.

Mengingat isu dan obyek kerjasama berbeda sifat dan

urgensinya maka kerjasama antar daerah dapat bersifat wajib dan

sukarela. Apapun sifatnya, pengelolaan kerjasama antar daerah

harus memperhatikan berbagai prinsip-prinsip antara lain: (1)

berorientasi pada kepentingan umum, (2) bebas dari keinginan

Page 224: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 224/259

223

melakukan KKN, (3) saling menguntungkan dan memberdayakan

para pihak yang terlibat, (4) berbasis pada sikap saling percaya,menghargai, dan saling membutuhkan, (5) bersifat inklusif dan

partisipatif, dan (6) harus ada komitmen masing-masing pihak

untuk memenuhi perjanjian yang telah disepakati. 33 Sedangkan,

bentuk kelembagaan kerjasama antar daerah dapat bersifat adhoc

atau melembaga, tergantung pada kebutuhan dan kesepakatan

para pihak. 34

4.15.2 Identifikasi Permasalahan

Upaya untuk melakukan kerjasama antar daerah sudah cukup

diusahakan, walaupun umumnya berakhir dengan kegagalan.

Kasus GERBANGKERTASUSILO yang mencoba mengintegrasikan

pengembangan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo,

dan Lamongan dapat menjadi salah satu contoh dari kegagalan

mewujudkan kerjasama antar daerah. Di Jawa Tengah, kasus

kerjasama antara Kabupaten Semarang dengan Kota Semarang

juga mengalami kegagalan walaupun mereka menyadari bahwa

tanpa kerjasama mereka tidak mungkin dapat memenuhi

kebutuhan pelayanan air bersih dan persampahan di Kota

Semarang. Di wilayah Jakarta dan sekitarnya, sudah lama dirintis

kerjasama antara DKI Jakarta dengan beberapa wilayah

sekitarnya (Jawa Barat) melalui proyek BOTABEK, JABOTABEK,

dan sekarang menjadi JABODETABEKJUR untuk mengatasi

berbagai masalah dalam pengembangan wilayah Jakarta dan

sekitarnya. 35 Namun, berbagai upaya untuk membangun

kerjasama antara DKI Jakarta dengan wilayah sekitarnya tersebut

selalu mengalami kegagalan.

33 Keban, Jeremias T., 2009. “Kerjasama Antar Daerah”, Paper tidak dipublikasikan.34 Pratikno, 2007. “Kerjasama Antar Daerah: Kompleksitas dan Tawaran Format

Kelembagaan, PLOD. Yogyakarta.35 Keban, Ibid.

Page 225: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 225/259

224

Cerita kegagalan dalam upaya mendorong kerjasama juga

terjadi dalam pengelolaan DAS Bengawan Solo. Akibatnya,pengelolaan DAS Bengawan Solo menjadi tidak efektif untuk

mencegah terjadinya kerusakan lingkungan di sepanjang DAS

tersebut dan mengakibatkan terjadi banjir hebat di berbagai

kabupaten dan kota yang dilalui oleh sungai tersebut. Kerjasama

juga amat sulit diwujudkan dalam pengelolaan lahan gambut di

Kalimantan yang selalu menghasilkan kebakaran yang meluas dan

menyebarkan asap ke berbagai daerah sekitarnya. Di wilayah

Sumatera misalnya, upaya untuk mendorong kerjasama antar

daerah dalam membangun jalur transportasi juga belum berhasil

dilakukan dengan baik.

Kasus kerjasama antar daerah yang mungkin dapat dinilai

cukup berhasil adalah kerjasama KERTAMANTUL, yang

melibatkan Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten

Bantul dalam pengelolaan sampah. Dalam pengelolaan sampahketiga daerah tersebut dapat mewujudkan kerjasama dalam

pengelolaan sampah yang pembiayaannya ditanggung bersama

dan dibagi sesuai dengan volume sampah yang dihasilkan oleh

masing-masing daerah. Sekretariat bersama untuk mengelola

kerjasama ketiga daerah dapat dilembagakan dan inisiatif

kerjasama untuk bidang-bidang lainya mulai dikembangkan.

Keberhasilan dalam pengelolaan sampah bersama menumbuhkankepercayaan diantara ketiga daerah tersebut bahwa kerjasama

antar daerah dapat memberi manfaat bersama dan membuat

pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.

Dari berbagai kasus kerjasama antar daerah tersebut,

tampak jelas bahwa walaupun kerjasama antar daerah selama ini

banyak mengalami kegagalan namun kerjasama antar daerah

bukan sesuatu yang mustahil karena ternyata jika dikelola dengan

Page 226: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 226/259

225

baik dan sungguh-sungguh kerjasama antar daerah dapat sangat

bermanfaat bagi masyarakat di daerah. KeberhasilanKERTAMANTUL memberi inspirasi bagi daerah lainnya untuk

dapat merintis kerjasama dengan daerah lainnya. Masalah publik

sekarang dan di masa mendatang akan semakin kompleks dan

tidak mungkin ditanggung oleh daerah secara sendiri-sendiri.

Kegagalan membangun kerjasama antar daerah bukan hanya

menghilangkan kesempatan warga di daerah untuk memperoleh

pelayanan publik yang berkualitas dan lebih murah tetapi juga

membawa kepada mereka potensi konflik horizontal yang sangat

besar dan sulit dikendalikan, jika hal itu terjadi.

4.15.3 Analisis

Ada dua permasalahan yang perlu diperjelas dalam hal kerjasama

antar daerah, yaitu: mengapa amat sulit mendorong kerjasama

antar daerah dan mengapa banyak dari upaya kerjasama antar

daerah menemui kegagalan? Otonomi daerah yang mendorong

terjadi fragmentasi spasial mestinya harus dibarengi semangat

kerjasama antar daerah yang lebih besar. Jika otonomi daerah

tidak dibarengi oleh penguatan semangat kerjasama antar daerah

maka otonomi daerah dapat menciptakan ketegangan hubungan

antar daerah dan melahirkan potensi konflik horizontal. Apalagi

dalam desain otonomi daerah yang mengalihkan sebagian besar

urusan pemerintahan kepada kabupaten/kota, potensi konflik

antar daerah sebagai akibat dari pelaksanaan otonomi daerah

akan menjadi semakin besar. Hal ini terjadi karena pelaksanaan

fungsi-fungsi pelayanan dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat

di satu kabupaten/kota akan menjadi semakin sering bertubrukan

dengan batas-batas wilayah administratif dari daerah otonom

lainnya.

Page 227: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 227/259

226

Menyadari hal ini, sebenarnya Pemerintah Pusat telah

mendorong kerjasama antar daerah melalui berbagai instrumenkebijakan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim

Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah

telah berupaya mendorong terjadinya kerjasama antar daerah.

Bahkan, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah

Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama

Antar Daerah yang dimaksudkan untuk memberi dukungan

kepada daerah untuk melakukan kerjasama dengan daerah lainya

dalam menyelesaikan berbagai masalah publik yang memiliki

eksternalitas yang melewati batas-batas administratif. Namun,

berbagai instrumen kebijakan tersebut tampaknya belum efektif

untuk mendorong daerah untuk bekerjasama karena kendala dan

dis-insentif untuk bekerjasama masih sangat besar.

Salah satu penyebabnya adalah instrumen kebijakan yang

ada belum mampu memberi insentif yang cukup efektif untuk

mendorong daerah bekerjasama. Dalam kondisi dimana modal

sosial dan trust yang ada dalam masyarakat cenderung mengecil 36

maka insentif untuk bekerjasama menjadi instrumen kebijakan

yang penting. Kecenderungan daerah menjadi semakin narrow

minded dan ketegangan hubungan antar daerah yang semakintinggi membuat dorongan untuk bekerjasama menjadi semakin

memudar. Peraturan perundang-undangan yang ada sejauh ini

masih belum menjanjikan insentif yang memadai bagi daerah

untuk bekerjasama. Pada hal peluang untuk memanfaatkan

instrument kebijakan yang ada, misalnya melalui penggunaan

36 Dwiyanto, Agus, 2007. “ Apakah kepercayaan publik masih menjadi modal social kita?

Analisis terhadap data Government Assessment Survey 2006”, Makalah SeminarBulanan PSKK UGM.

Page 228: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 228/259

227

DAK sangat terbuka. Untuk itu diperlukan adanya pengaturan

yang membolehkan penggunaan DAK untuk pembiayaankerjasama antar daerah dan antar Pemerintah Pusat dengan

daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warga.

Disamping memberi insentif, instrumen kebijakan juga

diperlukan memberi dis-insentif yang lebih besar bagi daerah yang

gagal melakukan kerjasama dalam menyelesaikan masalah publik

yang eksternalitasnya melewati batas-batas provinsi dan

kabupaten/kota. Masalah publik yang strategis dan kegagalanmenyelesaikannya memiliki implikasi yang besar bagi kehidupan

warga di daerah, maka kerjasama menjadi sangat penting dan

bersifat wajib. Di banyak negara lainnya, kolaborasi antar daerah

dan antar susunan pemerintahan menjadi keniscayaan ketika

masalah yang dihadapi bersifat strategis dan melibatkan

kepentingan para pihak. 37 Di Indonesia, walaupun masalah yang

dihadapi sangat strategis seperti dalam pengelolaan DASBengawan Solo dan penanganan banjir di Jakarta, kerjasama

antar daerah dan antar pusat dengan daerah amat sulit

diwujudkan. Dalam situasi seperti ini disinsentif diperlukan. Salah

satu caranya dengan membolehkan pemerintah mengambil alih

penanganan masalah tersebut dengan membebankan

pembiayaannya secara proporsional kepada APBD.

Melalui instrument insentif dan dis-insentif ini Pemerintah

Pusat dapat mendorong terwujudnya kerjasama antar daerah dan

bila mana perlu, antar Pemerintah Pusat dengan daerah.

Instrumen kebijakan ini hanya akan efektif kalau konsekuensi

dari kegagalan melakukan kerjasama cukup signifikan bagi daerah

dan warganya. Insentif dan dis-insentif tersebut perlu diatur

37 Lihat Thompson dan Perry, 2006. Collaboration Processes: Inside the Black Box.Public Administration Review; 66, Academic Research Library, 20-32.

Page 229: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 229/259

228

dalam undang-undang pemerintahan daerah. Tentu insentif dan

dis-insentif tidak cukup, mengingat trust yang ada antar daerahdan antar pusat dengan daerah cenderung menurun selama

dekade terakhir ini. Diperlukan upaya lain untuk mencairkan

hubungan antar daerah dan tradisi untuk bekerjasama. Dalam

konteks ini, fasilitasi terhadap asosiasi berbagai pemerintahan

menjadi sangat penting peranannya.

4.15.4 Usulan Perubahan

1) Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 perlu

memperkuat pengaturan tentang kerjasama antar daerah yang

dapat bersifat wajib dan sukarela. Untuk kerjasama yang

diperlukan untuk menyelesaikan lintas kabupaten/kota dan

provinsi yang bersifat strategis dan kegagalan pengelolaannya

memiliki dampak yang besar bagi warga di daerah maka

kerjasama tersebut bersifat wajib.

2) Ketika kerjasama bersifat wajib dan daerah dinilai gagal

melakukan kerjasama untuk penyelesaian masalah pelayanan

publik yang bersifat lintas kabupaten/kota atau lintas

provinsi, maka Pemerintah Pusat dapat mengambil alih

penyelenggaraan pelayanan tersebut dan membebankan

pembiayaannya pada APBD masing-masing daerah terkait

secara proporsional.

3) Pemerintah Pusat perlu memfasilitasi berbagai bentuk lembaga

kerjasama antara daerah untuk mendorong semangat

kerjasama antar daerah.

Page 230: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 230/259

229

4.16 Pembinaan dan Pengawasan (Binwas)

4.16.1 Dasar Pemikiran

Dalam suatu negara kesatuan, Pemerintah Pusat memiliki peran

yang sangat strategis melalui Norma, Standar, Prosedur, dan

Kriteria (NSPK) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

NSPK dibuat agar penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai

dengan arah kebijakan yang telah ditentukan oleh Pemerintah

Pusat. Untuk menjaga agar daerah melaksanakan

penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah berdasar NSPK

yang telah ditentukan maka Pemerintah Pusat perlu melakukan

pembinaan dan pengawasan (Binwas). Tujuan dari Binwas adalah

untuk menjamin agar daerah menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat berada

dalam koridor ketentuan yang ditetapkan Pemerintah Pusat.

Binwas juga dilakukan untuk melindungi kepentingan rakyat agar

rakyat memperoleh pelayanan sesuai dengan standar yang telah

ditentukan oleh Pemerintah Pusat.

Dalam melakukan pembinaan Pemerintah Pusat dapat

melakukan berbagai kegiatan yang meliputi: a) koordinasi antar

susunan pemerintahan; b) pemberian pedoman dan standar

pelaksanaan urusan pemerintahan; c) pemberian bimbingan,

supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan; d)

pendidikan dan pelatihan; dan e) perencanaan, penelitian,

pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan

pemerintahan . 38 Sedangkan dalam melakukan pengawasan

penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah Pusat dapat

melakukan kegiatan, diantaranya: a) pengawasan atas

38 Diskusi tentang cakupan konsep pembinaan dan pengawasan dapat dibaca di Muchlis

Hamdi, Pembinaan dan Pengawasan Dalam Hubungan Pusat-Daerah, paper tidakditerbitkan.

Page 231: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 231/259

230

pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; dan b) pengawasan

terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.Pengawasan yang dilakukan dapat bersifat preventif dan

pengawasan represif. Dengan melakukan kegiatan Binwas ini

maka Pemerintah Pusat dapat mendorong percepatan terwujudnya

perbaikan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Untuk dapat melakukan Binwas, Pemerintah Pusat memiliki

instrumen yang dapat digunakan untuk memberi sanksi ataupun

penghargaan kepada daerah sesuai dengan kemampuannya dalammenyelenggarakan urusan pemerintahan daerah sesuai dengan

NSPK. Mengingat besarnya cakupan wilayah Indonesia, Binwas

dapat dilakukan secara berjenjang, dimana pemerintah yang lebih

tinggi menjalankan Binwas terhadap pemerintah dibawahnya.

Pemerintah Pusat berkewajiban melakukan Binwas terhadap

provinsi dan gubernur sebagai wakil pusat melakukan Binwas

terhadap kabupaten/kota.

4.16.2 Identifikasi Permasalahan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebenarnya telah

mengisyaratkan mengenai perlunya Binwas dilakukan oleh

Pemerintah Pusat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 217,

namun sayangnya pengaturan tentang hal tersebut secara jelas

dan rinci belum dilakukan. Akibatnya, pelaksanaan urusan

pemerintahan di banyak daerah cenderung berbeda-beda sesuai

dengan intepretasi dan semangat yang dimiliki oleh masing-

masing pimpinan daerah. Akibatnya, sinkronisasi dan integrasi

kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah sulit dilakukan.

Tidak adanya NSPK sering juga membuat Pemerintah Pusat

mengalami kesulitan dalam melakukan pemantauan dalam rangka

Binwas dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah.

Page 232: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 232/259

231

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

mengamanatkan pada kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian untuk merumuskan NSPK untuk masing-masing

urusan yang secara teknis menjadi tanggungjawabnya selambat-

lambatnya dua tahun sejak peraturan pemerintah tersebut

diberlakukan. Mengantisipasi pemberlakuan NSPK tersebut,

pemerintah perlu mengatur secara jelas kewenangan, mekanisme,

dan prosedur melakukan Binwas baik yang bersifat umum

maupun teknis. Dalam hal kewenangan dan tanggung jawab

pembinaan dan pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan,

perlu diperjelas mengenai bidang pengawasan mana yang

seharusnya menjadi tanggungjawab Kementerian Dalam Negeri

dan bidang pengawasan teknis yang seharusnya menjadi tanggung

jawab kementerian/lembaga teknis.

Dalam pelaksanaan Binwas untuk pelaksanaan urusan

pemerintahan di kabupaten/kota perlu diperjelas mengenai perangubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk melakukan

Binwas kinerja kabupaten/kota. Tidak adanya pengaturan yang

jelas sering membuat gubernur kurang dapat menjalankan

perannya untuk melaksanakan Binwas. Disamping itu,

pemberdayaan gubernur baik sebagai wakil Pemerintah Pusat

maupun sebagai kepala daerah memerlukan sumber daya

aparatur yang profesional dan menguasai kemampuan teknis yangdiperlukan dalam penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan

dan pendanaan yang memadai. Sayangnya sejauh ini, gubernur

sebagai wakil Pemerintah Pusat belum memiliki aparat sendiri

yang dapat ditugaskan untuk menjalankan fungsi Binwas

terhadap kabupaten/kota. Akibatnya, pelaksanaan Binwas

cenderung kurang efektif.

Page 233: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 233/259

232

4.16.3 Analisis

Binwas sebagai upaya untuk menjamin terlaksananyapembangunan daerah yang terintegrasi, merata, dan sinergik

dalam bingkai negara kesatuan perlu dilakukan dengan cermat

dan efektif. Kendati Binwas terdiri dari dua kegiatan yang berbeda,

pembinaan dan pengawasan, namun keduanya saling melengkapi

dan memperkuat upaya untuk mendorong agar daerah mampu

menyelenggarakan urusan pemerintahan sesuai dengan NSPK

yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Pembinaan yang dilakukanoleh Pemerintah Pusat terhadap daerah dapat mencakup aspek-

aspek politik, administratif, fiskal, ekonomi, dan sosial budaya.

Pada aspek politik, pembinaan dapat difokuskan pada

penguatan lembaga perwakilan rakyat daerah bersamaan dengan

lembaga pemberdayaan masyarakat. Pada aspek administratif,

pembinaan dapat difokuskan pada penegasan pembagian urusan

pemerintahan, serta kewenangan pengelolaannya, terutama

berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran. Pada aspek

fiskal, pembinaan dapat berfokus pada peningkatan pendapatan

asli daerah beriringan dengan pelaksanaan kebijakan transfer dan

pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pada aspek

ekonomi, pembinaan dapat berfokus pada pembangunan ekonomi

daerah, yang dapat menjamin kemungkinan berlangsungnya

privatisasi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan daerah.

Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembinaan dunia usaha dan

koperasi. Sedangkan pada aspek sosial budaya, pembinaan

diimaksudkan untuk mendorong kemampuan pemerintahan

daerah dalam membangun kehidupan masyarakat dengan

kesadaran berkewarganegaraan yang tinggi.

Page 234: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 234/259

233

Sedangkan pengawasan bertujuan untuk menjamin agar

kegiatan pelaksanaan rencana sesuai dengan spefisikasi yangtelah ditentukan, baik yang bersifat substansial atau nilai-nilai

maupun yang bersifat prosedural. Dengan pengawasan

diharapkan tujuan yang tercapai benar-benar dapat membangun

kondisi yang diinginkan secara efisien dan efektif. Dalam konteks

keberadaan daerah otonom, pengawasan berperan sebagai

penjamin terbangunnya daerah yang maju, terciptanya keadilan

regional, terwujudnya masyarakat yang sejahtera dalam bingkai

sistem dan kepentingan nasional.

Dari uraian tersebut menjadi jelas bahwa pembinaan atas

penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang

dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk mewujudkan tercapainya

tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Terkait dengan bidang-

bidang pembinaan sebagaimana tersebut di atas maka tentunya

harus ada kejelasan institusi mana yang akan melakukanpembinaan. Untuk itulah perlu diformulasikan agar pembinaan

yang bersifat umum seperti terkait dengan aspek manajerial

pemerintahan dan administrasi, pembinaan dilaksanakan oleh

Kementerian Dalam Negeri. Adapun pembinaan yang bersifat

teknis dilakukan oleh Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non

Kementerian sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-

masing. Proses pembinaan dikoordinasikan oleh Menteri DalamNegeri.

Sama halnya dengan pembinaan, pengawasan yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat juga harus secara tegas

diatur institusi mana yang melaksanakannya. Pengawasan yang

bersifat umum dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri,

sedangkan pengawasan yang bersifat teknis dilakukan oleh

Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian dengan

Page 235: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 235/259

234

tetap berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Pengawasan

juga harus secara jelas mengatur mengenai aspek yang diawasi yaitu penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya

terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Kementerian/LPNK terkait melakukan pengawasan teknis

terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi bidang

tugasnya dan Kementerian Dalam Negeri melakukan pengawasan

terhadap aspek kelembagaan, personil, pembiayaan, perda

ataupun pelayanan publik yang dihasilkan daerah.

4.16.4 Usulan Penyempurnaan

Berdasarkan hasil Analisis dan pengamatan terhadap masalah,

diusulkan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 terkait dengan aspek Binwas, dilaksanakan dengan

pangaturan sebagai berikut:

1) Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah

provinsi dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri dan

menteri/kepala LPNK terkait. Menteri Dalam negeri

melaksanakan pembinaan bidang pemerintahan umum

sedangkan menteri/kepala LPNK melaksakan pembinaan

teknis urusan pemerintahan terkait dengan bidang tugasnya

masing-masing. Dalam melakukan pembinaan teknis kepada

daerah provinsi menteri/ kepala LPNK berkoordinasi dengan

Menteri Dalam Negeri.

2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan

daerah kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat. Anggaran yang digunakan untuk

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

kabupaten/kota yang ada di wilayahnya dibiayai oleh APBN.

Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dapat dilakukan

Page 236: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 236/259

235

oleh aparatur daerah provinsi dan juga aparatur pusat yang

ada di daerah.

4.17 Inovasi Daerah dan Tindakan Hukum terhadap Aparat

Daerah

4.17.1 Dasar Pemikiran

Majunya suatu bangsa banyak ditentukan oleh kemampuan

bangsa tersebut membuat terobosan pemikiran dalam menanganipersoalan-persoalan yang dihadapi serta menciptakan ide-ide baru

dalam pembangunan bangsanya. Upaya untuk menjaga

keseimbangan antara keinginan menciptakan kepastian hukum

dengan pemberian kewenangan diskresi bagi para penyelenggara

pemerintahan daerah perlu dilakukan. Maraknya berbagai bentuk

penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para penyelenggara

pemerintahan daerah mengharuskan pemerintah mereformasiperaturan perundangan agar peluang penyalahgunaan kekuasaan

dapat dikurangi. Namun, di sisi lain Pemerintah Pusat perlu

memberi ruang yang memadai bagi pejabat publik untuk

mengambil diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Dinamika sosial, politik, dan ekonomi di daerah yang sangat tinggi

sering menuntut para pejabat publik mengambil diskresi dan

menciptakan inovasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraanrakyat. Dua kepentingan ini, mengurangi peluang untuk

penyalahgunaan kekuasaan dan memberi ruang untuk mengambil

diskresi, sering bersifat dilematis, tetapi pilihan harus diambil oleh

Pemerintah Pusat.

Dalam menghadapi pilihan dilematis seperti ini, Pemerintah

Pusat harus dapat mengambil pilihan yang menjaga keseimbangan

dari kedua kepentingan tersebut. Upaya untuk menegakan

Page 237: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 237/259

236

kepastian hukum perlu dilakukan tetapi perlindungan terhadap

inovasi yang dilakukan oleh pejabat publik dalam rangkameningkatkan kesejahteraan warganya dan memenuhi

kepentingan umum juga harus dilakukan. Jika hal ini tidak

dilakukan maka para pejabat publik akan takut melakukan

inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Keduanya,

penegakan dan perlindungan hukum bagi pejabat publik dalam

mengembangkan inovasi harus ditempatkan sebagai upaya

penguatan kepastian hukum itu sendiri.

Pada sisi lain aparat daerah sekarang ini sering mengalami

kegamangan manakala menemukan daerah abu-abu karena

peraturan perundang-undangan yang bermasalah. Sudah menjadi

rahasia umum bahwa peraturan perundang-undangan sektor

sering masih belum harmonis dengan peraturan perundang-

undangan otonomi daerah. Kondisi tersebut sering bermuara pada

terjadinya pelanggaran hukum dan bermuara pada tuduhantindak pidana. Menghadapi hal tersebut, muncul kecenderungan

aparat daerah menghindari hal-hal yang abu-abu namun

keputusan harus diambil manakala menyangkut kepentingan

masyarakat daerah tersebut.

Untuk itu diperlukan kejelasan dan ketegasan, hal-hal mana

yang masuk dalam ranah administratif dan hal-hal mana yang

masuk ranah pidana manakala diduga terjadi pelanggaran oleh

aparat pemerintahan daerah. Aparat pengawas pemerintah seperti

Badan Pengawasan dan Pemeriksa Pembangunan (BPKP) dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu instrumen untuk menentukan

apakah suatu pelanggaran masuk kedalam pelanggaran yang

bersifat administratif ( non yustisia ) atau masuk ke ranah pidana

( pro yustisia ). Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPKP yang

kemudian ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum manakala

Page 238: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 238/259

237

terbukti bahwa yang disangkakan tersebut bersifat pelanggaran

pidana.4.17.2 Identifikasi Permasalahan

Upaya Pemerintah Pusat untuk meningkatkan efektivitas

penegakan hukum terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan

oleh para penyelenggara pemerintahan daerah perlu memperoleh

dukungan. Namun pelaksanan penegakan hukum harus

dilakukan dengan cermat dan konsisten agar tidak menimbulkan

ketidakpastian dikalangan para penyelenggara pemerintaan

daerah. Untuk itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi mengeluarkan Keputusan Nomor

148/Menpan/5/2003 tentang Pedoman Umum Penanganan

Pengaduan Masyarakat. Keputusan tersebut dikeluarkan sebagai

acuan dalam rangka menangani kasus-kasus penyidikan yang

dilakukan atas dasar pengaduan masyarakat yang sering kurang

dapat dipertanggungjawabkan, serta terjadinya tumpang-tindih

pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dan

kejaksaan di daerah.

Rendahnya kepastian dalam penegakan hukum sering

membuat para penyelenggara pemerintahan di daerah mengalami

keresahan dan ketakutan untuk mengambil inisiatif dan diskresi

dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Banyak

penyelenggara pemerintahan yang mengambil ”sikap pasif” dan

kurang ”responsif” terhadap pemenuhan kepentingan publik yang

berkaitan dengan jabatannya. Mereka sering menjadi takut dan

ragu dalam mengambil diskresi. Kondisi seperti ini jika dibiarkan

akan dapat menurunkan kreativitas, semangat innovasi, dan

Page 239: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 239/259

238

keberanian mengambil terobosan-terobosan demi kepentingan

publik.39

Rendahnya kreativitas dan inovasi yang dilakukan oleh

daerah dapat diamati dengan sedikitnya teladan ( best practices )

yang berhasil dikembangkan oleh daerah. Dari 524 provinsi dan

kabupaten/kota di Indonesia hanya sedikit dari mereka yang

berhasil mengembangkan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah. 40 Lebih dari itu, banyak data menunjukan

bahwa daya serap APBD cenderung rendah dan banyak danadaerah yang sebenarnya dapat digunakan untuk menggerakan

sektor riil dan mempercepat pembangunan daerah sekarang ini

cenderung ditempatkan di Bank Pembangunan Daerah yang

kemudian sering dibelikan SBI.

4.17.3 Analisis

Persoalan dilematis yang dihadapi dalam perlindungan hukum

terhadap inovasi yang dilakukan oleh aparatur daerah terjadi

karena Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan

yang mengatur mengenai kewenangan pejabat publik mengambil

diskresi. Ruang yang tersedia untuk mengambil diskresi bagi

aparatur daerah belum diatur dengan jelas sementara tuntutan

dan tekanan untuk mengambil tindakan dalam menyelesaikan

masalah publik di daerah menuntut aparatur daerah untuk

segera bertindak agar masalah dapat diselesaikan dengan baik.

Diluar itu, banyak peraturan perundang-undangan yang

sudah ketinggalan dan tidak sesuai lagi dengan masalah dan

39 Tidak jarang satu objek diperiksa berkali- kali oleh pengawas yang berasal dari instansi yang sama dan hasilnya berbeda-beda. Akibatnya, para pejabat merasa tertekan.Sumber: Swamandiri; Media Berbagi Visi, Ide dan Gagasan. Pengawasan Menuju Clean Government. http://swadaya.wordpress.com/2008/01/23/pengawasan-menuju-clean-government/40 Majalah Temo, Desember/ Januari 2009 menjelaskan 10 Bupati/ Walikota yang dinilai

berhasil memajukan daerah. Salah satu ukuran dari keberhasilannya adalahkemampuan mengembangkan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Page 240: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 240/259

239

tantangan yang dihadapi oleh daerah, namun belum diperbaharui

dan karenanya sering masih diberlakukan oleh aparat pengawasandan penegak hukum. Kondisi seperti ini tentu membuat aparatur

di daerah mengalami kesulitan untuk menanggapi dinamika

politik dan ekonomi yang sangat tinggi sekarang ini. Mereka sering

mengalami kegalauan ketika dihadapkan pada tekanan untuk

mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan untuk merespon kebutuhan publik, namun pada

sisi lain mereka sadar bahwa perlindungan hukum bagi inovasi di

Indonesia belum diatur dalam peraturan perundangan yang

berlaku.

Di banyak negara-negara yang memiliki sistim administrasi

publik yang maju, ada banyak peraturan perundang-undangan

yang memberi ruang yang memadai bagi aparatur negara

termasuk yang di daerah untuk mengembangkan inovasi. Sunset

rules, rule waive, dan reinvention laboratory dibuat untuk memberiruang bagi aparatur pemerintah untuk mengambil diskresi dalam

rangka melakukan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

dan pelayanan publik. Seorang aparatur negara yang melakukan

inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan

publik akan memperoleh perlindungan hukum tertentu, sejauh

tindakannya dilakukan untuk memenuhi kepentingan publik,

tidak didasarkan pada kepentingan sendiri, keluarga, dankelompok.

Penyebab lainnya adalah kurang berfungsinya hukum

administrasi negara. Pengembangan hukum acara pidana jauh

lebih maju daripada hukum administrasi negara. Akibatnya,

banyak kasus-kasus kesalahan administrasi dan prosedur yang

kemudian diselesaikan dengan hukum acara pidana. Jika hal

seperti terus berlanjut, sangat sulit mengharapkan aparat daerah

Page 241: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 241/259

240

mengembangkan inovasi, yang amat diperlukan untuk daerah

untuk mengatasi kekosongan peraturan dan kejadian-kejadian yang bersifat kontingensi.

4.17.4 Usulan Penyempurnaan

1) Perlu ada pengaturan yang jelas tentang kesempatan, tata

cara, dan pengelolaan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Aparatur daerah dapat melakukan

inovasi sejauh tidak bertentangan ketentuan dengan peraturan

perundangan yang berlaku. Pengalaman menunjukan teladan

(best practices ) tidak mudah direplikasi di daerah lainnya

karena kesempatan melakukan inovasi dalam penyelenggaraan

pelayanan publik dan pemerintahan tidak tersedia. Pengaturan

perlu dibuat untuk memberi ruang yang memadai kepada

aparat daerah untuk mengembangkan inovasi tanpa harus

dihadapkan kepada kekhawatiran untuk dihadapkan pada

persoalan hukum sejauh inovasi dilakukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak mengandung

konflik kepentingan, dan tidak merugikan keuangan negara.

2) Untuk menciptakan kepastian hukum bagi aparatur dalam

mengelola kegiatan pemerintahan perlu ada aturan yang jelas

mengenai proses penegakan hukum terhadap aparatur daerah

ketika melaksanakan kebijakan publik yang menjadi

kewenangannya. Pengaturan tersebut harus dapat mendorong

adanya pemerintahan yang bersih tetapi juga tidak

menghalangi aparatur untuk mengembangkan inovasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

3) Perlu ada pengaturan yang melindungi aparatur daerah yang

mengambil kebijakan publik dari tindak pidana sepanjang

tindakannya dilakukan untuk memenuhi kepentingan umum,

Page 242: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 242/259

Page 243: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 243/259

242

body secara kelembagaan dipisahkan dari fungsinya sebagai policy

research and analysis institutions . DPOD sebagai advisory body hanya beranggotakan para menteri dan pemangku kepentingan

terkait yang bertugas memutuskan mengenai rekomendasi yang

akan diberikan kepada Presiden terkait dengan isu-isu strategis

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Untuk membantu DPOD dalam merumuskan rekomendasi

kebijakan maka DPOD perlu didukung oleh tim kajian ( think tank )

yang kuat yang melibatkan para pakar dari latar keilmuan yangrelevan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tugas dari

tim kajian adalah membuat positioning paper terhadap isu-isu

strategis yang muncul dan menyediakan pilihan kebijakan dan

segala konsekwensinya untuk menanggapi setiap isu strategis

yang akan dibicarakan dalam rapat DPOD. Adanya position paper

yang didukung oleh fakta empirik akan membuat para anggota

DPOD dapat memberikan rekomendasi yang conclusive kepadaPresiden.

Untuk itu restrukturisasi DPOD perlu dilakukan. DPOD

diarahkan sepenuhnya menjadi advisory body untuk Presiden

dalam mengambil kebijakan terkait dengan penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Untuk dapat menjalankan fungsinya DPOD

didukung oleh sebuah working groups yang terdiri dari kelompok

pakar yang memiliki latar keilmuan yang relevan dengan masalah

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan memiliki integrasi

yang kuat. Dengan demikian, rekomendasi kebijakan yang

diberikan DPOD kepada Presiden benar-benar conclusive dan

didukung oleh kajian yang solid dan memiliki dukungan empirik

yang memadai. Lebih dari itu, DPOD harus dikelola oleh

sekretariat yang kuat dan dipimpin oleh seorang profesional yang

bekerja penuh waktu.

Page 244: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 244/259

243

4.18.2 Identifikasi Permasalahan

Salah satu masalah penting dalam pemberdayaan DPOD adalahkapasitasnya dalam memberi rekomendasi terhadap Presiden

untuk mengambil kebijakan yang tepat dalam merespon berbagai

masalah penyelenggaraan pemerintahan daerah. Misalnya, dalam

pemekaran daerah DPOD sering tidak dapat memberi rekomendasi

yang conclusive dan mampu mengendalikan pemekaran daerah

sehingga pemekaran daerah benar-benar membawa manfaat bagi

kemajuan daerah induk dan daerah otonom baru. Banyaknyadaerah otonom baru dan daerah induknya yang mengalami

penurunan kinerja pasca pemekaran menjadi indikasi bahwa

kapasitas DPOD untuk benar-benar menjadi advisory body masih

dipertanyakan. Banyaknya temuan yang menunjukan adanya

penurunan kinerja daerah otonom baru dan daerah induk

membuktikan bahwa rekomendasi yang dibuat oleh DPOD kurang

valid dan sound .

Masalah lain yang dihadapi oleh DPOD adalah rendahnya

kapasitas internal DPOD dalam mengelola kegiatan DPOD dan

memberi dukungan kepada anggotanya sehingga mereka dapat

bekerja secara efektif. Kesulitan DPOD untuk mengelola sumber

daya yang ada sehingga mampu merumuskan agenda yang

strategik yang perlu direspon oleh para anggota DPRD sering

membuat rekomendasi kebijakan yang diberikan oleh DPOD

menjadi kurang optimal dan efektif. Akibatnya, DPOD sering tidak

mampu memberi rekomendasi kebijakan yang solid dan conclusive

secara cepat untuk merespon masalah dan isu strategis di daerah

seperti pemekaran, restrukturisasi kelembagaan daerah dan

kepegawaian daerah, pemberdayaan kapasitas fiskal daerah, dan

pembatalan peraturan daerah. Sedangkan masalah-masalah

tersebut sangat strategis dan perlu segera ditanggapi oleh

Page 245: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 245/259

244

Presiden. Dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang sangat tinggi

di daerah sering membuat keterlambatan dalam meresponmasalah kebijakan tertentu dapat menghasilkan situasi yang lebih

buruk terjadi di daerah.

Kesulitan DPOD untuk memberi dukungan yang optimal

sebagian disebabkan oleh terbatasnya sumberdaya yang tersedia

di sekretariat DPOD. Terbatasnya sumber daya yang tersedia

untuk DPOD, termasuk tenaga ahli untuk melakukan kajian

terhadap isu dan masalah tertentu terkait denganpenyelenggaraan pemerintahan daerah membuat DPOD menjadi

kurang fungsional. Untuk dapat memberi rekomendasi yang solid

dan sound maka DPOD harus memiliki informasi yang memadai

yang dapat menjadi dasar merumuskan rekomendasi kepada

Presiden.

Ketidaksiapan informasi dan tidakadanya policy papers

terkait dengan isu yang dibahas di rapat DPOD sering membuat

DPOD kurang siap membahas isu dan masalah strategis yang

berkembang di daerah. Restrukturisasi diperlukan untuk

membuat DPOD dapat berperan sebagai advisory body yang kuat

dan effektif.

4.18.3 Analisis

Kurangnya dukungan informasi yang diperlukan untuk memberirekomendasi kebijakan sering membuat DPOD terkesan lamban

dalam merespon dinamika yang terjadi dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Kebijakan strategis yang perlu diambil oleh

Presiden untuk merespon berbagai masalah dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah seperti masalah pemekaran

daerah, peningkatan kapasitas fiskal daerah, dana perimbangan

daerah, dan restrukturisasi kelembagaan daerah tentu

Page 246: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 246/259

Page 247: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 247/259

246

Sebagai advisory body , DPOD memerlukan banyak kajian

untuk merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Presiden.Untuk itu DPOD memerlukan dukungan sebuah think tank atau

kelompok kerja yang secara khusus dirancang untuk mekakukan

analisis dan merumuskan policy papers and briefs terkait dengan

isu dan masalah strategis dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

Adanya policy think tank akan sangat membantu DPOD dalam

menjalankan misinya sebagai advisory body.

Untuk itu restrukturisasi kelembagaan DPOD diperlukan.DPOD sebagai advisory body perlu didukung oleh sekretariat yang

memadai dan policy think tank yang tangguh. Para pakar yang

selama ini mewakili dunia akademik dalam DPOD sebaiknya

difungsikan sebagai tim pakar untuk think tank yang dibentuk

oleh DPOD. Komposisi keanggotaan DPOD perlu diubah sehingga

hanya terdiri dari para pengambil kebijakan yang terdiri dari

menteri terkait atau yang mewakilinya. Untuk mengembangan policy think tank yang tangguh DPOD perlu memperoleh sumber

daya yang memadai agar dapat memberi dukungan yang memadai

sehingga analisis dan riset untuk merumuskan policy papers and

briefs dapat dilakukan dengan baik.

Dari sisi pengambilan keputusan keberadaan DPOD sangat

penting untuk memberikan masukan yang sound dan workable

kepada Presiden. Dalam realitas karena DPOD merupakan forum

setingkat menteri, sangat sulit bagi kementerian dalam negeri

untuk mengkordinir kementerian yang lain manakala harus

mengambil kebijakan-kebijakan strategis yang terkait dengan

kepentingan suatu kementerian yang bertabrakan dengan daerah.

Dari sisi otoritas dalam pengambilan kebijakan yang memerlukan

decision yang mengikat maka ketua DPOD akan lebih efektif

ditingkatkan pada institusi yang mempunyai otoritas diatas

Page 248: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 248/259

247

menteri sehingga keputusan-keputusan yang diambil bias

mengikat.4.18.4 Usulan Penyempurnaan

Untuk memperkuat kapasitas DPOD dalam merekomendasi

kebijakan kepada Presiden terkait dengan penyelenggaraan

pemerintahan daerah maka beberapa hal berikut perlu dilakukan:

1) Merumuskan kembali struktur kelembagaan dan keanggotaan

DPOD

DPOD sebagai advisory body kepada Presiden dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah hanya beranggotakan

menteri, pemangku kepentingan terkait termasuk asosiasi

pemerintahan daerah, dan dipimpin oleh Menteri Dalam

Negeri. Untuk menghindari conflict of interest ketika terjadi

permasalahan yang menyangkut suatu kementerian dengan

daerah, atau bahkan antar kementerian maka ketua DPODakan lebih efektif kalau dipegang oleh institusi yang

mempunyai otoritas diatas menteri. Para pakar yang selama ini

menjadi anggota DPOD sebaiknya difungsikan sebagai pakar

yang dipekerjakan pada think tank yang secara khusus

dibentuk untuk merumuskan rekomendasi kebijakan terkait

dengan isu-isu strategik dalam penyelenggaraan otonomi

daerah.2) Memperkuat dukungan teknis kepada DPOD

DPOD perlu diperkuat dengan lembaga pendukung yang kuat

dan memiliki sumber daya yang memadai untuk dapat

mengelola policy think tank yang tangguh. Keberadaan policy

think tank yang tangguh sangat diperlukan karena dinamika

penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat tinggi dan isu

Page 249: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 249/259

248

dan masalah kebijakan berkembang dengan cepat dan

memerlukan kebijakan yang tepat dan efektif.

3) Penguatan sekretariat DPOD

Pengaturan perlu dibuat untuk memungkinkan DPOD dapat

bekerja secara efektif dan mampu secara optimal memberi

rekomendasi kebijakan untuk merespon berbagai masalah

kebijakan otonomi daerah. DPOD perlu didukung oleh

sekretariat yang tidak bersifat adhoc , yang pejabatnya

merangkap jabatan-jabatan lainnya di berbagai instansi

terkait, tetapi oleh profesional yang bekerja penuh waktu.

Page 250: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 250/259

249

BAB V

PENUTUP

Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia masih mengalami banyak

hambatan dan kendala sehingga tujuan dari kebijakan tersebut

belum dapat diwujudkan secara optimal. Hambatan dan kendala

tersebut muncul sebagian karena pengaturan yang ada dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum mampu secara

tepat mengantisipasi dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang

berkembang di daerah yang cenderung menjadi semakin tinggi.

Akibatnya, banyak masalah yang muncul di daerah tidak dapat

diselesaikan dengan pengaturan yang ada. Bahkan, dalam

beberapa hal pengaturan yang ada di Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 sudah tidak lagi cocok dan relevan untuk digunakan,

karena situasi yang dihadapi oleh pemerintah baik pusat ataupun

daerah sudah berbeda dengan yang dulu dijadikan sebagai dasar

dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Pengaturan tentang pemekaran daerah, kepegawaian,

perencanaan, dan pembagian urusan perlu dirumuskan kembali

karena dinamika yang terjadi di daerah tidak lagi dapat dikelola

dengan menggunakan pengaturan yang ada. Kecenderungan

pemekaran daerah yang sulit dikendalikan dalam beberapa tahunterakhir ini dan menimbulkan dampak negatif bagi daerah induk

dan daerah otonom baru memerlukan pengaturan yang berbeda

dan dapat menjamin bahwa pemekaran yang terjadi nantinya

benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas baik di daerah

induk ataupun di daerah otonom baru. Hal yang sama juga terjadi

dalam aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah lainnya

seperti aspek kepegawaian. Pengaturan yang ada sekarang

Page 251: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 251/259

250

ternyata telah gagal mendorong adanya profesionalisme, mobilitas

pegawai lintas daerah dan antar susunan pemerintahan, dannetralitas mereka terhadap kekuatan politik yang ada di daerah.

Menghadapi situasi seperti ini maka perbaikan terhadap

pengaturan yang ada di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

perlu dilakukan.

Lebih dari itu, muncul fenomena baru yang ada dalam

masyarakat di daerah yang memerlukan norma baru karena

belum diatur sama sekali dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 seperti meluasnya kebutuhan partisipasi masyarakat dan

kapasitas masyarakat untuk terlibat dalam proses kebijakan di

daerah. Fenomena semacam ini perlu diatur dengan jelas sehingga

kapasitas masyarakat yang meningkat untuk berpartisipasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat dimanfaatkan

secara optimal. Hal yang sama juga terjadi dalam penyelenggaraan

pelayanan publik, yang juga belum diatur dalam Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004. Sedangkan pelayanan publik adalah hal

yang sangat penting dan salah satu tujuan utama dari

pelaksanaan desentralisasi. Karena itu, dalam revisi Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 pengaturan tentang pelayanan

publik perlu ditambahkan.

Dengan pertimbangan seperti tersebut diatas, revisi Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 dirancang untuk memperbaiki

pengaturan-pengaturan yang dinilai kurang mampu bekerja secara

optimal dalam mencapai tujuan dari kebijakan desentralisasi dan

sekaligus, menambah pengaturan baru yang diperlukan untuk

menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah benar-benar

membawa manfaat bagi masyarakat di daerah. Tanpa adanya

perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka

amat sulit mengharapkan penyelenggaraan pemerintahan daerah

Page 252: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 252/259

251

benar-benar mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi

warganya. Bahkan, tanpa perbaikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dikhawatirkan penyelenggaraan pemerintahan daerah

akan menjadi semakin buruk dan mengganggu kesejahteraan

masyarakat di daerah. Oleh karena itu, perubahan dan perbaikan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah satu keniscayaan.

Dengan berbagai pertimbangan diatas, maka para

pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan diharapkan dapat

memahami dengan baik mengapa perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diperlukan, aspek apa saja yang

perlu diperbaiki dan diperkuat, dan hal-hal baru yang

memerlukan pengaturan lebih jelas dalam undang-undang yang

baru. Dengan adanya perbaikan diharapkan berbagai masalah

yang selama ini terjadi di daerah dapat dicarikan solusinya dengan

baik sehingga penyelenggarakan pemerintahan daerah dapat

berjalan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Perbaikan praktikpenyelenggaraan pemerintahan itu nantinya diharapkan dapat

mempercepat terwujudnya kemajuan daerah dan kesejahteraan

warganya.

Page 253: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 253/259

252

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, Arun, and Clark C. Gibson. "Enchantment and Disenchantment: The Role of Community in Natural Resource Conservation ." World Development 27, no. 4 (1999): 629-49.

Andersson, Krister. " What Motivates Municipal Governments? Uncovering the Institutional Incentives for Municipal Governance of Forest Resources in Bolivia. " Journal of Environment and Development 12, no. 1 (2003): 5-27.

Andersson, K., C. Gibson, and F. Lehoucq. " The Politics of Decentralizing Natural Resource Policy." PS: Political Scienceand Politics 37, no. 3 (2004): 421-26.

Andrew, Christina W and Michiel S. de Vries, “High Expectation,Varying Outcomes: Decentralization and Participation in Brazil, Japan, Russia and Sweden”,http://ras.sagepub.com/cgi/content/abstract/73/3/424 .

Aritonang, Baharuddin. ” Stop Dululah Pemekaran Daerah .”http://www.bpk.go.id/

Bardhan, P., and D. Mookherjee. " Capture and Governance at Local and National Levels. " American Economic Review 90, no. 2(2000): 135-39.

Boone, Catherine, “Decentralization As Political Strategy in West Africa”,http://cps.sagepub.com/cgi/content/abstract/36/4/355 .

Boone, Catherine, “Decentralization opening a new window for corruption; An Accountability Assesment of malawi’s Four Years of Democratic Local Governance”,http://cps.sagepub.com .

Crook, Richard , and James Manor. “ Democracy and Decentralization in Southeast Asia and West Africa: Participation, Accountability and Performance.” Cambridge:University of Cambridge, 1998.

Deininger, Klaus, and Paul Mpuga. "Does Greater Accountability Improve the Quality of Publik Service Delivery? Evidence from

Uganda." World Development 33, no. 1 (2005): 171-91.

Page 254: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 254/259

253

Diamar, Son. “Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus,” Papertidak diterbitkan, 2007.

Dillinger, B. "Decentralization, Politics and Publik Sector." InDecentralizing Infrastructure: Advantages and Limitations ,edited by A. Estache. Washington D.C.: World BankDiscussion Papers 290, 1995.

Dwiyanto, Agus, dkk. 2003a. “Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah,” Yogyakarta: PSKK UGM

Dwiyanto, Agus, dkk. 2003b. Teladan dan Pantangan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: PSKKUGM

Dwiyanto, Agus, 2006. “ Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik ,” Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Dwiyanto, Agus, dkk. 2007. “Kinerja Tata Pemerintahan Daerah,” Yogyakarta: PSKK UGM

Esman, M.J. 1991. “ Management Dimensions of Development: Perspectives and Strategies”. West Hartford, Connecticut:Kumarian Press, Inc.

Ferrazi, Gabe, 2007. “ Exploring Reform Options In Functional Assignment ”(Draf Report), Jakarta: DSF and GTZ

Fisman, Raymond and Roberta Gatti. "Decentralization and Corruption: Evidence across Countries." Journal of PublikEconomics 83, no. 3 (2002): 325-45.

Fleurke, Frederik and Rudie Hulst, “A Contingency Approach to Decentralization”, Publik Organization Rev (2006) 6:37-56

Hamdi, Muchlis “Pembinaan dan Pengawasan Dalam HubunganPusat-Daerah”, paper tidak diterbitkan

Hoessein, Benyamin. “Produk Hukum Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan” , Paper tidak diterbitkan,2007.

Page 255: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 255/259

254

Hoessein, Benyamin dan Eko Prasojo, “Konsep Pembagian Kewenangan (Urusan) Antar Tingkat Pemerintahan”, Papertidak diterbitkan, 2007.

Indrayana, Denny. Ada Unsur Melecehkan Al Quran dan Hadist.http://www.wahidinstitute.org/indonesia/images/stories/SUPLEMENGATRA/gatraedisi-vii.pdf

Katorobo, 2007. Decentralization and Local Autonomy forParticipatory Democracy, in Publik Administration and Democratic Governance: Governments Serving Citizens. NewYork: United Nations: Economic and Social Affairs.

Kauneckis, D. dan K. Anderson. 2006. Making Decentralization Work: A Cross-National Examination of Local Governments and Natural Resource Governance in Latin America. : Dalam:[email protected].

Keban, Jeremias T. “Perencanaan Pembangunan Daerah”, Papertidak diterbitkan, 2007.

Kertapraja, E. Koswara, ”Pokok-Pokok Pikiran Tentang Permasalahan Kedudukan Gubernur Sebagai Wakil

Pemerintah Pusat” , Paper tidak diterbitkan,2007.

Kertapraja, E. Koswara. Pokok-Pokok Pikiran TentangPermasalahan Kedudukan Gubernur Sebagai WakilPemerintah Pusat.

Kohl, Benjamin, “Democratizing Decentralization in Bolivia: The Law of Popular Participation”,http://jpe.sagepub.com/cgi/content/abstract/23/2/153

KOMPAS. Pejabat di Daerah Harus Kompak, Bupati dan DPR Jangan Saling Menjatuhkan . http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=Berita&op=detail_berita&id=524

LAKPESDAM. ”Merebut Anggaran Publik; Jalan Panjang Menuju Demokratisasi”PenganggaranDaerah. http://www.pbet.org/Publikasi/Buku/Merebut_Anggaran_Publik_ Lakpesdam.pdf

Lam,Jermain T. M., “Decentralization in Publik Administration: Hong Kong’s Experience”,http://ppa.sagepub.com/cgi/content/abstract/11/1/

Page 256: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 256/259

Page 257: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 257/259

256

Prasojo, Eko. ”Konsep dan Pengaturan Desentralisasi Fungsional dan Kawasan Khusus Dalam UU Pemerintahan Daerah”,Paper tidak dipublikasikan, 2007.

Raman, G. Venkat, “Development Model for Developing Countries;Decentralization as a Developmental Strategy in China”,http://chr.sagepub.com/cgi/content/abstract/42/4/369 .

Ribot, Jesse, C. Waiting for Democracy: The Politics of Choice in Natural Resource Decentralization . Washington D.C. : WorldResources Institute, 2004.

Rodden, Jonathan. "Comparative Federalism and Decentralization: On Meaning and Measurement." Comparative Politics 36, no.4 (2003).

Rodden, Jonathan, and Erik Wibbels. "Beyond the Fiction of Federalism." World Politics 54, no. 4 (2002): 494-531.

Rondinelli, D. A. “Governments Serving People: The changing Role of Publik Administration in Democratic Governance. DalamPublik Administration and Democratic Governance:

Governments Serving Citizens. New York: United Nations:Economic and Social Affairs.

Rondinelli, D.A., “Government Decentralization in Comparative Perspective: Theory and Practice in Developing Countries”,http://ras.sagepub.com/

Rondinelli, D.A., “Government Decentralization in Comparative Perspective: Theory and Practice in Developing Countries High Expectations, varying outcomes :decentralization and participation”, http://ras.sagepub.com /cgi/content/abstract/73/3/424.

Rondinelli, D.A. “Implementing Decentralization Programs In Asia: Comparative Analysis”, Publik Administration andDevelopment , (1983) Vol. 3 181-207

Rondinelli, D.A., J.S. McCoullough, and R.W. Johnson. "Analyzing Decentralization Policies in Developing Countries: A Political- Economy Framework." Development and Change 20, no. 1(1989): 5-27.

Page 258: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 258/259

257

Salomo, Roy V, “Pelayanan Publik Revisi UU 32/2004,” Paper tidakditerbitkan, 2007.

Salomo, Roy V, “Pokok-Pokok Pemikiran Untuk Penyempurnaan UU N0.32/2004: Perangkat Daerah”, Paper tidak diterbitkan,2007.

Seabright, Paul. "Accountability and Decentralization in Government: An Incomplete Contracts Model." EuropeanEconomic Review 40 (1996).

Swamandiri; Media Berbagi Visi, Ide dan Gagasan. Pengawasan Menuju Clean Government.http://swadaya.wordpress.com/2008/01/23/pengawasan-menuju-clean-government/

Tempo, “Anggota DPRD Ramai-ramai Garap Proyek.” ;www . TempoInteraktif .

Treisman, Daniel. "The Causes of Corruption: A Cross-National Study." Journal of Publik Economics 76, no. 3 (2000): 399-45.

Turner, M. dan D. Hulme. 1997. “ Governance, Administration and Development: Making the State Work.” London: MacMillanPress LTD.

Wastiono, Sadu. “Pokok-Pokok Penyempurnaan Kecamatan”, Papertidak diterbitkan, 2007.

Wibbels, Erik. "Federalism and the Politics of Macroeconomic Policy and Performance." American Political Science Review 44(2000): 687-702

Yance Arizona , “Disparitas Pengujian Peraturan Daerah: Suatu Tinjauan Normatif”,http://www.legalitas.org/database/artikel/lain/DisparitasPengujian Perda.pdf

Zuhro, Siti. “Kepegawaian”, Paper tidak diterbitkan, 2007.

Page 259: A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

8/10/2019 A Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah

http://slidepdf.com/reader/full/a-naskah-akademik-rancangan-undang-undang-tentang-pemerintahan-daerah 259/259