a 6 . £>- > asas-asas hukum perdata internasionallib.ui.ac.id/file?file=digital/20383767-asas-asas...

116
A 6 . £>- > ASAS-ASAS '""fy HUKUM PERDATA INTERNASIONAL ^0 i * i / ? 1! Dr. R\^£ir}pjio S.H. Kestl rib s um Tjetakan ke-empat Diperbaiki dan ditambah j| ______ XAAN CUM U.l. pFAK HUK, j peneRBitan Bsumup B»nfiunq” 19 6 6

Upload: others

Post on 16-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • A 6 . £ > - >

    ASAS-ASAS ' " " f y HUKUM PERDATA

    INTERNASIONAL

    ^ 0 i * i/ ? 1 !

    Dr. R \^£ir}pjio S.H.Kestl

    rib s u m

    Tjetakan ke-empat

    Diperbaiki dan ditambah

    j| ______

    XAAN CUM U .l.

    p F A K H U K, j

    p e n e R B i t a n Bs u m u p B»nf i unq”

    19 6 6

  • * f e T ^ T N j *\L? h i\V \ «* £

    v V ^ V > ^< ^K U M -Vi'*

    L -f-M U+«f/u Uo ~f

  • ASAS-ASAS HUKUM PERDATA

    INTERNASIONAL

    O leh

    T je takan keempat

    1 2 D J I . W 1

    p e n e R B i t a n „ s u m u c B i n f t u n q ”

    I 9 6 6

  • Hak pengarang dilindungi oleh undang-undang

    clK.HUKUMdanPEHG.MASl,1 I * .1 7 / 7 a£ 7 / —• Silsilah: —-----

  • K A T A PEN D A H U LU A N

    Sed jak Negara R epu b lik Indonesia, sebagai negara m erdeka dan berdaulat, langsung turut serta. dalam pergaulan h idup ber-samar* negara? lain, terang nampak keperluan bagi. negara Indonesia dan bagi orange ivarganegara Indonesia untuk mengetahui betuP kesulitan2 jang t im b id dari vergaulan h idup itu. Sebagian dengan adanja Perserikatan Bangsas, ni akin lama, m akin eratlah hubungan jang ada antara pelbagai. negara. Djuga dalam hal perhubungan * hukum perdata makin lama, makin ba- n ja k term asuknja ' anasir* using berupa ivarganegara* pelbagai negara asin" jang di Indonesia sini turut serta dalam h idup di-tengah? masjarakat. S e b a l i k n j a djuga selalu tambaJi d jum lah orang" Indonesia jang berada diluar-negeri dan disana tentunja turut serta pu la dalam pergaulan h idupdi-tengahs masjarakat.

    Baik d i Indonesia, maupun di negara? asing akan selalu tam bah adanja perhubungan" hukum. jang sedemikifin tjoraknja, hingga hukum nasional dari. Indonesia sendiri tidak m en tju ku p i guna mengaturnja se- baik2-n ia- dibutuhkan adanja hukum perdata internasional jang

    kan memenuhi rasa keadilan, t idak hanja dari m asjarakat Indonesia, a e iainkan dju-gfi dari masjarakat asing jang anggota2nja berada di-te- 1Tl„(l],-tengah masjarakat Indonesia.

    fijtku ini bermaksud mengutarakan setjara sederhana beberapa asas hum perdata internasional jang sekiranja perlu d ike tahui oleh oran jf

    >lt lonesia jang ada m inat untuk mempeladjari hal itu, teru tam a oleh para l\isisiva dari fakultas hukum dan fakultas ekonomi, oleh para hakim

    TTl(l1 d'aksa, oleh para pengatjara dan oleh para pegawai pelbagai Ke- d aTl . terutama Kem enterian Kehakitnan dan K em en tr ian Urusan mC11 jjegeri lebi-h3 jang akan dan sudah d item patkan diluar-negeri da-

    jfpdiitaan atau Konsulat. lam I gekali bukan maksud saja akan menindjau asas2 hukum, per-

    .,sjnnal setjara luas dan dalam. Untuk itu pada saja tiada tju- data in ketjakapan. Buku ini ham s dipandang sebagai usahak u p u,a ~ m engeambarkan garis3 besar sadja dari hukum perdatas e d e r h a n a u n i u n

    i n t e r n a s i o n _ sangat d jauh dari sempurna adalah hal jang lajak.^ ludahz~an sadja buku ini dapat sedikit bermanjaat bagi Nusa dan

    Bangsa Indonesia.D ja ka rta ; N o p em b er 1951. W P ’

  • ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

    T J E T A K A N K E D U A

    D alam tjetakan ke-2, buku ini terutama ditam bah dengan bahan? jang diperoleh dari;

    a. rantjangan persetudjuan internasional („o ntw erp-conventie”) jang ditentukan , dalam ,,K onperensi D en H a a g ketudjuh m engenai H u - kum Perdata In tern a sio n a l’ (tangga l 9-31 O k to b er 1951).

    b. rantjangan undang-undang setagam ( „ontwerp-uni[orme w e t”) un tuk djual-beli internasional jang dibiljarakan dalam suaiu konperensi internasional ja n g diadakan d i D en H a a g pada tanggal 1-10 N opem ber 1951.

    c. rantjangan undang-undang seragam ten tang hukum perdata internasional seluruhnja bagi negara2 B enelux (Belgia, N ederland dan L u xem b u rg ).

    Seland ju tn ja ham pir tidak ' diadakan perubahan sama sekali dalam buku ini.

    N ludah-m udahan d juga , tjetakan ke-2 ini dapat sekedar mem enuhi kebutuhan para pem batja.

    W .P .D jakarta , D ju li 1953.

    T J E T A K A N K E T I G A

    Dalam tjetakan ketiga ini hampir sama sekali tidak ada tambahan atau perubahan.

    D jakarta, D ju li 1961 W P

    T J E T A K A N K E E M P A T

    D alam tjetakan ke-em pat ini hanja ada sedikit perbaikan dan tambahan berhubung den.gan adanja undang-undang baru d i Indonesia ten tang m erek-perniagaan dan m erek-perusahaan, ja n g dalam buku ini saja sama- kan tjap-dagang dan tjap-pabrik.

    D jakarta D jun i 1963 W .P ■

  • B A G IA N I

    P E N G E R T IA N H U K U M P E R D A T A I N T E R N A S I O N A L

    A vti kataT iap2 negara mempunjai hukum jang mengatur tindakan2 dalam

    masjarakatf, masing2 untuk keselamatan masjarakat itu. Sebagian dari hukum ini ada lah hukum perdata jang mengatur perhubungan hukum anta ra pelbagai orang2 perseorangan, dalam mana (itik berat berada pada kepentingan orang perseorangan. Penambahan dengan perkataan ,.inter- nasional , sehingga terbentuk rangkaian kata2 ,,hukum perdata interna- sional , menimbulkan pelbagai pertanjaan.

    Pertan jaan pertama mengenai arti kata dari perkataan ..inft'ernasio- nal M'engingat perkataan2 ,,inter” dan ,.nasional” , maka ,„internasio- na l” dapa t diartikan sebagai „,.antar bangsa2 dalam pelbagai negara” , dengan akibat, bahw a hukum perdata internasional dianggap ,se~olah2 m engatur perhubungan antara pelbagai negara dan mengenai tindakan2 n ega ra satu terhadap negara lain a!au terhadap orang perseorangan- M e- mang biasanja dalam memakai perkataan ,,hukum internasional” , pada umumnja orang mengingat kepada arti kata jang sempit ini.

    A kan tetapi tidak m ungkin perkataan ,,internasional” dalam rangkaian kata2 hukum perdata internasional’’ mempunjai arti jang sempit ini, oleh karena hukum perdata mengatur perhubungan hukum antara orang2 perseorangan, tidak antara pelbagai negara. M aka bagi orang jang hanja mau memakai perkataan ..internasional” dalam arti jang sempit ini, tidak dapat diadakan penggabungan perkataan ...internasional” dengan kafa2 ,,hukum perdata” .

    Timbul pertanjaan, apakah perkataan ...internasional” hanja dapat dipakai dalam arti sempit ini ? Apakah tidak dapat perkataan ..internasional” diberi arti jang lebih luas ? Dalam praktek diantara chalajak umum sudah njata, bahw a ber-matjam2 arti jang lebih luas diberikan kepada perkataan internasional .

    Sering tertulis dalam suratkabar2 a tau madjalah2, bahwa suatu kota dimana ternjaia dan terasa berdiam tidak sedikit golongan2 orang ■ dari ’ pelbagai bangsa, dinamakan kota ..internasional!". Pakaian jang sudah- lazim dipakai oleh orang2 dipelbagai tempat diseluruh dunia,, sering dinam akan pakaian ..internasional”. Suatu pameran dari haP jang tidak berasal dari satu negara melainkan dari beberapa negara matjam2, atjap- kali d juga dinamakan pameran ..internasional

    M ak a dari itu sekiranja sama sekali t ,ada keberatan meng-gabungkan perka’aan ..internasional dengan kata* hukum perdata , asal

    p e r k a t a a ® ..internasional" diartikan lebih luas d a n pada ..antar

  • b an g sa2, jailu untuk m ewudjudkan sua tu hukum perdata jang., setelah dipengaruhi oleh keadaan pelbagai negara jang masing2 mempunjai pe- ra tu ran hukum sendiri2 jang berla inan satu sama lain, m enjim pang dari hukum p erd a ta jang lazimnja terlaksana dalam suatu negara.

    Perhubungan hukum an ta ra orang2 perseorangan dalam suatu negara, lazimnja berada an ta ra orang2 w.arganegara dari negara itu, jang pada umumnja takluk pad a satu hukum perdata, jaitu jang berlaku di negara itu dan d juga lazimnja m engenai barang2 jang berada d idaerah hukum negara itu. D alam hal. ini t iada kesulitan untuk menentukan hu kum perdata jang m ana harus dianut.

    Kesulitan tentang hal ini mulai timbul, apabila misalnja salah suatu pihak atau kedua belah pihak jang bersangkutan dalam perhubungan hukum itu adalah seorang asing, jaitu seorang w arganegara a,sing atau apabila perhubungan hukum itu mengenai b a ran g tak bergerak jang berad a didalam daerah hukum sua'.u negara asing atau apabilai suatu per- hubungan hukum dilahirkan didaerah hukum negara asing m enurut t ja ra jang ditentukan disana, akan tetapi harus dilaksanakan disini a tau sebaliknja dilahirkan disini dan harus dilaksanakan disana- M aka dengan pendek : adan ja suatu anasir asinglah jang menimbulkan kesulitan dalam menentukan hukum perdata jang mana harus dilakukan. Hukum perda ta negara aw akkah atau hukum perdata n eg a ra asingkah a tau hukum perda ta istimewakah jang tidak masuk salah isuatu dari dua matjam hukum perdata itu ?

    H ukum perdata jang harus d ianggap berlaku inilah jang lazimnja dinamakan hukum perdata internasional.

    TudjuanP era 'u ran hukum perdata d im anapun djuga bertudjuan memenuhi

    rasa keadilan dari golongan2 orang manusia jang takluk p ad a peraturan itu. D engan adanja anasir asing tersebuti diatas jang takluk pad a suatu peraturan hukum di negeri asing, jan g tidak sam a dengan peraturan hukum di negeri awak, maka timbul pertanjaan, apakah rasa keadilanmasih dipenuhi, djika hukum asing itu diabaikan ataukah rasa keadilanitu baru m endapat keputusan, djika hukum asing itu d ilaksanakan se- penuhnja atau sebagian ?

    R asa keadilan berada dalam hati sanubari tiap orang manusia, m aka pada pokoknja ada lah hal orang perseorangan. A kan tetapi dalam tiap2 m asjarakat mulai dengan m asjarakat desa a d a persam aan rasa-keadilan d ian tara para anggota m asjarakat itu, sehingga m asjarakat jang m erupa- kan suatu negara, sebagai ak ibat pergau lan hidup bersama, ada rasa keadilan jang pada umumnja dianut oleh segenap a tau sebagian besardari anggo ta2 m asjarakat itu.

    O ra n g 2 asing jang berad a di- tengah2 m asjarakat suatu n eg a ra m engandung dalam hati sanubari masing2 suatu ra sa keadilan, jang pada

  • umumnja dianut oleh segenap atau sebagi'an besar dari masjarakat, dari mana mereka berasal.

    Kalau dua golongan rasa keadilan ini tidak sama, maka .seharusnja ada djalan untuk menemukan suatu peraturan hukum jang sedapat mungkin memuaskan ke-dua2 rasa keadilan itu. Ini berarti, bahw a masing2 pihak harus mengorbankan sebagian dari rasa keadilan masing2 itu untuk menjelamatkan masjarakat masing2.

    T ja ra jang paling radikal ialah usaha untuk menemukan suatu peraturan hukum perdata internasional jang tidak hanja memuaskan dua m asjarakat jang bersangkutan itu, melainkan jang dapat diterima oleh seluruh dunia dan untuk selama-lamanja .

    Ini memang suatu tjita2 jang patut diingini oleh segenap orang manusia. A kan tetapi dapat diragu-ragukan, apakah tjita2 ini mungkin terlaksana. Selama dunia masih terdiri dari negara2, jang masing2 ber- daulat penuh,, sekiranja tidak akan mungkin mereka semuanja tunduk pada suatu peraturan hukum perdata internasional.

    A d a setengah orang jang pertjaja pada kemungkinan ad a suatu hukum alam (,,natuurrecht” ) , jang seharusnja dianut oleh segenap orang manusia, dimanapun djuga. dan untuk selama-lamanja. Kepertjajaan ini berdasar a tas kenjataan, bahwa seorang manusia oleh T u h an dititahkan berbeda dari hewan dengan diberikan kemampuan berpikir. D an pikiran inilah jang seharusnja menjebabkan adan ja asas2 hukum perdata, jang sama diseluruh dunia. Oleh orang2 ini dilupakan,, bahwa tjara berpikirpun ternjata sudah berbeda dipelbagai negara. Misalnja pada umumnja di negara2 bara t t jara berpikir ini bersifat sangat perseorangan (,,individua- listis” ) , sedang di negara2 timur pada umumnja tidak begitu, melainkan lebih bersifat kekeluargaan.

    D an lagi kenjataannja : pun diantara negara2 barat. perbedaan dalam hukum perdata masing2 nampak benar2.

    A d a satu soal jang, menurut hemat saja, seharusnja mudah diadakan ka ta sepakat antara semua negara2 didunia,. jaitu soal wesel. Dengan wesel ini jang merupakan sua'.u suruhan oleh A kepada B supaja mem- bajar sedjumlah uang kepada C, tertjipta suatu tjara pembajaran uang jang am at praktis didalam alam para pedagang, djuga dalam perdagang-an internasional. , , , ,

    T en tu n ja sudah am at lajak, apabila perihal wesel oleh segenap pedagang dise um h dunia dibutuhkan saft. peraturan, jang berlaku i - m a n a D a n „ ema„ g usaha untuk mentjapai mdjuan ,a„g sedem.k.an , t„ e ah dilakukan D alam tahun 1930 diko:a D jenewa dan negen Swis telah tertjip,* suatu perdjandjian internasional jang bermaksud mengadakansatu peraturan. hukum tentang wesel.

    N eoerTB elanda jang turut menandatangani ttaktat ,tu menjesua.kan “ »dang W a n g „ " a jaitu Kitab undang* Hukum Dagang, dengan penen-

  • tuan -penen tuan dari traktat! tersebut setjara m engubah titel V I dari Buku I jang menga.tur hal wesel- Ini terdjadi dalam tahun 1932. D an pada tah u n 1935 (Staa'-sblad N egeri Belanda 1935-224) trak ta t ini oleh un- dang-undang negeri Belanda ditetapkan berlaku djuga bagi Indonesia. Sudah Iebih dahulu, jaitu dengan S taatsblad 1934-562. Kitab udang2 H ukum D agang di Indonesia diubah djuga, supaja sesuai dengan Kitab U n d an g 2 Hukum D ag an g negeri Belanda, jaitu titel V I dari Buku I, d juga jang mengenai wesel. Perubahan ini mulai berlaku p ad a tanggal 1 D januari 1936.

    H a ra p a n D jenew a pada 1930 akan memperoleh kesatluan dalam peraturan wesel diseluruh dunia tem ja ta sia2 belaka.

    Inggeris dengan Com monw ealth-nja dan Amerika Serikat misalnja t idak turut m enandatangani perdjandjian internasional tent'ang wesel itu-

    Pengalam an pahit: ten tang wesel ini menandakan, bahw a sekiranja sam a sekali belum boleh d iharapkan terbajang suatu saat, dalam mana seluruh dunia mempunjai satu peraturan hukum perdata internasional.

    Tetapi, kalau hal ini dipikir Iebih dalam dengan mengingat keadaan2 jang n ja ta ditiap2 negara, maka pengalaman jang pahit ini sebetulnja sudah lajak, se-tidak2-nja mudah dapat dimengerti.

    H ukum perda ta di'.iap2 negara terbentuk sebagian besar oleh pem- bentuk undang-undang dan dilaksanakan oleh para hakim. Pembentuk undang-undang dan para hakim ini barangkali ada jang sangat interna- sionat-minded, jaitu berhasrat untuk be 'u l2 memperhatikan rasa keadilan., jang tidak terbatas pada lingkungan daerah hukum negaranja. A kan tetapi pada umumnja, jang dipaham: betul2 oleh mercka ialah han ja hukum p erd a 'a dari negara awak. Hukum perdata dari negara asing hanja dapat diketahui setjara membatja buku2 jang mentjeriterakan hal itu atau setjara m endengarkan orang2 ahli hukum dari negara2 asing i'u-

    Oleh karena tjara mengetahui ini ada lah tidak langsung, dengan akibat, bahw a hal sesuatu sangat te rqan tung d a t ip ad a d ap a t a tau tidak- nja d ipertjaja buku2 atau ahli2 itu, maka pembenftik undang-undang dan para hakim dengan sendirinja agak ragu2 dalam hal memperhatikan segala sesuatu jang disadjikan kepada mereka sebagai hukum perda ta dari ne- gara-negara asing itu.

    D engan ini mudah dapat dimengerti kegagalan sampai sekarang dari segala usaha untuk m engadakan satu hukum perdata internasional bagi seluruh dunia.

    Sekarang ada usaha lagi untuk m engadakan suatu pera tu ran sera- gam (, .uniform” ) bagi seluruh dunia tentang djual-beli internasional.

    P ad a tanggal 1-10 N opem ber 1951 di D en H a ag ad a kom perensi in.ernasional jang berlangsung a ta s usul suatu lembaga internasional ^ Roma (Ita lia), bernam a ,„L’ Institut Internasional pour L’U n ifica tion d u D ro it Prive (— ,,Lembaga Internasional untuk m entjapai Kesafbuan

  • Hukum P erd a ta” )- Konperensi internasional ini membitjarakan suatu rantjangan undang-undang seragam mengenai djual-beli internasional. Pembitjaraan belum selesai, jaitu baru terbentuk suatu Panitia jang akan mengubah ran tjangan semula itu dengan memperhatikan pembitjaraan2 jang diadakan pada konperensi tersebut.

    P era turan seragam ini dimaksudkan untuk dimasukkan dalam per- undang2an nasional dari tiap2 negara jang turut serta dalam konperensi itu. Dikemudian hari akan diadakan konperensi internasional lagi jang akan membitjarakan Iebih landjut rantjangan jang sudah diperbaiki itu.

    Disamping usaha ini ad a usaha lain untuk membentuk peraturan hukum perdata internasional mengenai djual-beli internasional itu, jaitu pada ...Konperensi D en H aag ketudjuh tentang Hukum Perdata Interna- sional” . jang berlangsung pada tanggal 9-31 Oktober 1951 di Den H aag djuga. Konperensi sematjam ini dulu sudah enam kali diadakan, selalu di D en Haag, jaitu ber-turut2 pada taliurr 1893. 1894, 1900,, 1904. 1925 dan 1928.

    Konperensi Den H aag ketudjuh ini merantjangkan tiga buah per- setudjuan internasional (traktafc) antara pelbagai negara, diantaranja ialah suatu rantjangan persetudjuan (..ontwerp-conventie” ) mengenai djual-beli internasional. Tetapi jang dirantjangkan ini ialah suatu traktat, jang menentukan suatu peraturan hukum perdata internasional, djadi jang hanja memberi djalan untuk memetjahkan soal pertentangan an tara pelbagai undang-undang nasional dari pelbagai negara perihal djual-beli jang bersifat internasional setjara. menundjukkan undang-undang nasional mana jang harus dianggap berlaku-

    P ad a dua ran tjangan tersebut tentunja harus ada persesuaian tentang beberapa hal. Misalnja tentang pengertian dan luasnja istilah djual-beli internasional.

    R an tjangan undang-undang seragam menetapkan sebagai hakekat- pokok ( hoffdbeginsel” ), bahwa suatu djual-beli dianggap bersifat internasional apabila sipendjual dan sipembeli masing2 mempunjai perusa- haan atau berdian di-lain2 negara, dalam hal mana soal kehangsaan atau kew arganegaraan dari kedua belah pihak tidak berpengaruh. ^

    Perlu djuga dikatakan disini, bahwa djual-beli internasional jang akan diatur ini,, hanja meliputi harang-barang bertubuh serta bergerak (roerende lichamelijke zaken). D an lagi dari peraturan seragam mi di- ke tjualikan: uanq (geldsw aarden), surat2 berharga (waardepapieren), kapal laut (zeeschepen), kapal pada umumnja (vaartuigen), kapal udara (vliegtuigen) dan hew an-hew an jang masih hidup-

    Soal djual-beli internasional i „ i sekarang sedang dibit arakan oleh Asian African Legal C onsultative Commitee dengan djudul „Law rela tlrig international sales and purchases .

  • S i fa tK egagalan tersebut d iatas mengakibatkan, bahw a pada w aktu se-

    k a ran g tiap2 negara.' m engatur sendiri2 bagaim ana halnja dengan hukum perdata , apabila dalam perhubungan hukum jang bersangkutan terselip suatu anasir asing. D e n g an ini ternjata, bahw a sifat suatu peraturan hukum perdata internasional pada w ak tu sekarang adalah tidak berbeda dari hukum perda ta bia.sa jang berlaku di-tiap2 negara, jaitu merupakan sebagian dari hukum perda ta itu. D en g an lain perkataan hukum perdata internasional pad a w ak tu sekarang masih bersifat nasional belaka.

    A p a dan sampai dimana hakim harus memperhatikan suatu kenjata- an, bahw a suatu anasir asing tersangkut dalam suatu perhubungan hukum perdata, melu'u te rgan tung dari ap a jang d iten tukan oleh pembentuk undang-undang dari negara awak.

    Betul ad a kalan ja suatu perd jandjian internasional a tau suatu ke- susilaan internasional harus diperhatikan sepenuhnja oleh pembentuk undang-undang atau oleh para hakim,, akan tetapi ini pada pokoknja harus b erdasar atas hukum nasional. M ereka baru m entjurahkan perhati- ann ja kepada hukum perdata jang berlaku dinegara asing, apabila. h u kum dari negara aw ak m enjuruhnja bertindak demikian. D an dalam hal m entafsirkan pasal2 jang menjuruh ini, bagi pembentuk undang-undang dan para hakim tjukuplah, djika mereka melakukan tjara2 pentafsiran jang lazim terpakai dinegeri awak-

    Sampai disini tetaplah sifa t national dari suatu hukum perdata internasional. Baru, kalau pembentuk undang2 dan hakim sampai kepada suatu kesimpulan, bahw a pada suatu perhubungan hukum jang terten tu berlakulah satu peraturan hukum perda ta dari suatu negara asing jang tertentu, maka tidak boleh tidak harus diperhatikan segala sesuatu jang berlaku dinegara asing itu mengenai pera turan asing tersebut. Buku2 penting jang terbit dinegara, asing itu mengenai soal jang bersangkutan, sebaiknja harus dipeladjari, putusan2 prinsipil dari pa ra hakim di negara asing itu harus diketahui, pentafsiran2 hukum jang lazim dipergunakan dinegeri asing itu, harus ditindjau seperlunja.

    H a n ja dengan bertindak demikian hakim nasional, dalam soal2 perhubungan hukum perda ta jang bersifat internasional, dapa t m endjatuhkan suatu putusan jang akan dirasakan adil.Pembagian, dalam dua bagian

    Suatu hukum perda ta internasional dapa t dibagi m endjadi dua b a gian, jaitu ke~l jang m erupakan suatu penud jukan kepada peraturan hukum lain,, jaitu jang berlaku disuatu negara asing dan ke-2 jang m erupakan suatu pera tu ran istimewa jang menjimpang dari pera tu ran hu kum perdata biasa-

    1. P enund jukan kepada hukum negara asingD iatas telah disebutkan, bahw a tud juan hukum internasional ialah

  • memenuhi rasa keadilain. M aka dalam hal penundjukan kepada hukumnegara asingpun tudjuan ini harus dipertahankan dengan m engedjar se- berapa boleh suatu irama perhubungan antara hukum2 perdata pelbagai negara (,,Harmony of laws’’), H anja dengan begini dapat tertjapai suatu keadaan jang mendekati rasa kepuasan dari para pihak jang bersangkutan.

    U kuran ini jang berdasar atas pemenuhan rasa keadilan, mungkin sekali tidak dapat memuaskan semua orang jang memikirkan hal hukum perdata internasional. Kenjataannja ialah, bahwa setengah orang beru- saha menemukan suatu alasan jang lebih njata.. lebih konkrit untuk me- ngadakan suatu peraturan penundjukan kepada hukum perdata asing.

    M isalnja dikemukakan hal memperlindungi hak2 jang sudah tertanam m enurut hukum asing (..protection of vested rights’’, ,.bescherming van verkregen rechten’’) /H a k -h a k ini dirasakan sebaiknja harus diperlindungi, meskipun hukum perdata dari negara awak tidak mengenai hak- itu. Di~ bawah akan diterangkan, bahwa sebaiknja kini dipakai istilah pelandjutan keadaan hukum •

    H al ini memang adalah .suatu asas penting dari hukum perdata internasional jang dalam banjak soal merupakan alasan jang djitu untuk menundjuk kepada hukum perdata asing, akan tetapi ternjata, bahwa buKan hal ini sadja merupakan alasan un.uk menundjuk kepada hukum perdata asing. D an lagi sebetulnja ukuran mengenai perlindungan hak2 jang sudah tertjapai ini tidak lebih konkrit dari pada ukuran mengenai rasa keadi'an, oleh karena masih mendjadi pertanjaan besar, hak2 jang mana harus diperlindungi dan apa ada kata sepakat diantara pelbagai negara tentang penentuan hak2 jang harus diperlindungi itu.

    A A, lain alasan iancr mungkin dapat dikemukakan untuk mengadakan

    trak ta t an ta ra dua negara atau lebillebih jang mengatur hal sesuatu, misalnja

    13

  • perihal wesel a tau perihal tubrukan an tara kapal2 ditengah lautan.T e ta p i mungkin a d a peratu ran dalam hukum perdata suatu negara

    jang memuat suatu pera tu ran istimewa itu.Sebagai t jontoh dapat disebut pasal 83 Kitab H ukum P erd a ta di

    Indonesia (Burgerlijk W e tb o e k ) mengenai perkaw inan w arganega ra Indonesia jang berbangsa E ropah dan T ionghoa, jang dilakukan diluar- negeri. P erkaw inan itu ha rus dilakukan m enurut tjara jang lazim dianut ditempat perkaw inan itu, tetapi jang akan kawin harus memenuhi s jara t2 jang d itentukan dalam Burgerlijk W e tb o ek , pasal2 27 — 49.

    Bagi negeri Belanda pasal 110 B .W -, jang sama bunjinja dengan pasal 83 B .W . Indonesia, akan dihapuskan, oleh karena sudah termuat dalam .suatu undang-undang seragam (..eenvormige w e t" ) ten tang hukum perdata internasional jang akan diadakan oleh negara2 Benelux (Belgia,. N ederland dan Luxem burg).

    Lain tjontoh ialah pasal 945 Kitab U ndang-undang H ukum P erda ta tersebut jang menentukan, bahw a, apabila seorang w arganegara Indonesia dinegeri asing akan membikin surat hibah w asia t ( „testamenfc” ), ini harus terdjadi dengan ak ta otentik. M enurut Kitab U n d ang-undang H u k u m P erda ta di Indonesia dan dinegeri Belanda, t jara membikin surat hibah w asia t ini tidak terbatas pada ak 'a otentik dan peraturan sematjam ini mungkin sekali d juga ber.ada d inegara asing-

    Bagi negeri Belanda baru diusulkan,, supaja pasal 992 B .W . Belanda. jang sama bunjinja dengan pasal 945 B .W . Indonesia ini, ditambah dengan a ja t ke-3 jang menentukan, bahw a ajat ke-1 jang menetapkan harus ad a ak ta otentik itu, tidak berlaku bagi seorang w arganegara B elanda jang berdiam a tau w afa t dinegeri asing dimana ia membilo'n surat hibah w asia t itu. D engan ini penetapan dari ke-1 tadi hampir samasekali tidak berarti lagi.

    Lain tjontoh lagi ialah Staatsblad 1872-11 jis 1915-299, 642 (mulai berlaku tanggal 1 D januari 1916), pengganti pasal 837 Kitab U n d a n g 2 Hukum P erda ta di Indonesia jang menentukan : A pabila ad a b aran g 2 warisan. sebagian berada di Indonesia, sehagian diluar Indonesia dan harus di-bagi2 an tara w arganegara Indonesia (jang berbangsa Eropah dan T ionghoa) dan orang2 asing, sedang m enurut hukum asing ada be- berapa barang jang tidak boleh diwaris oleh w arg an eg ara Indonesia, m aka untuk w arganegara Indonesia, ini boleh diambilkan dulu dari ba- rang-barang lainnja jang sepadan dengan bagiannja-

    Bagi negeri Belanda peraturan jang sematjam ini ak an dihapuskan. oleh karena d juga sudah te rm uat dalam undang2 seragam tersebut diatas ten tang hukum perda ta internasional jang akan d iadakan oleh neqara2 Benelux.

    A d a beberapa hal jang, untuk m endjernihkan soal pengertian hukum perda ta internasional, perlu dikemukakan berhubung dengan hal, bahw a

  • dalam hukum perdata internasional tersangkut paut pelbagai hukum perdata, jaitu :

    a. hukum perdata internasional hanja mengenai pelbagai hukum perdata jang pada suatu w aktu ber-sama.8 berlaku masing2 untuk daerah sendiri2. M ak a harus diperbedakan dari pada jang dinamakan hukum intertemporal, jaitu jang mengenai pelbagai hukum perdata jang ber-turut% berlaku dan jang melipud satu keadaan,;

    b. hukum perdata internasional hanja mengenai pelbagai hukum perdata dari pelbagai negara jang masing2 berdulat, maka harus diperbedakan dari-pada jang dinamakan hukum interlokal, jaitu jang mengenai pelbagai hukum perdata jang berlaku dalam pelbagai daerah dari satu negara;

    c- hukum perdata internasional hanja mengenai pelbagai hukum perdata dari pelbagai daerah hukum, maka harus di perbedakan daripada jang dinamakan hukum intergentil atau Hukum Antar-G olongan jaitu jang mengenai pelbagai hukum perdata jang ber-sama2 berlaku dalam satu daerah hukum untuk pelbagai golongan penduduk.

    D engan memadjukan perbedaan2 ini harus diingati pula,, bahwa dalam empat matjam hukum perdata ini ada hal2 jang sama sifatnja, hal mana sering memperbolehkan atau mengharuskan melakukan asas2 jang sama atau jang hampir sama.

  • B A G I A N II

    T E M P A T P E N D I A M A N A T A U K E W A R G A N E G A R A A N S E B A G A I U K U R A N

    D iatas lelah diutarakan, bahw a soal hukum perdata internasional muntjul kemuka, apabila ada unsur asing dalam suatu perhubungan hu kum perdata disuatu tem pat A nasir asing ini jang terpenting ialah mengenai orang% jang tersangkut paut clalam perhubungan hukum itu, jaitu perihal kedudukan hukum dan kekuasaan2 hukum mereka.

    Hal ini sebagian besar mengenai kedudukan orang2 jang belum dew asa a tau jang berada dibawah suatu pengaw asan (,,curateele” )„ kedudukan seorang dalam perkawinan, perizinan atau kem ungkinan untuk kawin atau untuk mendjadi ahli waris dan lain2 sebagainja.

    Perlu ditegaskan bahw a unsur asing mengenai orang% dalam hal ini t idak han ja berarti orang2 asing , jaitu orang2 w arganegara dari negara asing, melainkan djuga meliputi orang2 w arg an eg a ra dari negara aw ak jang bertem pat diam (berdom isili) dinegara asing•

    P en tjip taan hukum dalam suatu negara — dalam arti jang se-lua,s2- nja,. jaitu tidak hanja mengenai pembentukan undang2, m e'a inkan d juga meliputi pentjiptaan hukum oleh ada t kebiasaan, oleh putusan hakim, oleh ilmu pengetahuan hukum dan lain2 — pada hakeka 'n ja m engandung dua unsur, jaitu ke-1, bahw a hukum itu dim aksudkan untuk berlaku dalam daerah hukum negara i 'u (..territoir’’) dan ke-2,. bahw a hukum itu dimaksudkan untuk berlaku bagi para warganagara dari neqara itu,

    H akekatn ja . ini berhubungan dengan soal kedaulatan setiap neqara merdeka jang terbatas pada d m unsur itu, jaitu kc d n cm h a n -h u k u m '& an keuwrgancgam an. Illi adalah lial jang njata pada waktu sekarang dan ma.sih dipertahankan penuh terhadap pengaruh hukum an tar-negara d a lam keadaan sekarang.

    D ua unsur ini dapat diterobos oleh unsur asing jang term aksud d i ' at,as. Kalau penerobosan ini mengenai dua2nja unsur itu. jaitu apabila suatu soal mengenai perhubungan hukum an 'a ra o rang2 asing jang sama berdiam dinegara asing,, maka sudah barang ten tu hukum negara asing itulah jang berlaku* Kini tidak tersinggung unsur asing lain jang tid sk mengenai orang2, misalnja mengenai barang2 atau mengenai tjara mela- kukan tindakan hukum, hal mana akan saja b it jarakan kemudian.

    A pabila penerobosan ini mengenai salah suatu dari dua un su r tersebut, jai.u apabila a d a suatu perhubungan hukum perda ta an ta ra dua orang asing dari suatu negara asing misalnja N eg ara India, jang dua2-nja; berdiam di-Indonesia, a tau antara^ dua orang w arg an eg a ra Indonesia jang dua -nja berdiam di N eg ara India m salnja, maka timbul pertanjaan •

  • hukum perdata manakah jang berlaku, hukum perdata Indones;a-kah atau hukum perdata India-kah ?

    D jaw aban atas pertanjaan ini dipelbagai negera didunia pada waktu sekarang adalah tidak sama, melainkan bermatjam dua.

    A da suatu golongan negara jang mengambil sebagai ukuran un 'uk d jaw aban itu ialah tem pat pendia tm n, maka menganggap hukum perdata dari negara tempat pendiaman sebagai hukum jang berlaku, sedang golongan negara ke-2 mengambil sebagai ukuran kewarganegaraan orang2 jang b ersan g k u an dan menganggap berlaku hukum perdata dari negara jang orang2 itu mendjadi warga.negaranja.

    Perlu diterangkan disini, bahwa buku2 tentang hukum perdata in- ternasional pada umumnja un'.uk pengertian kaw arganegaraan memakai perkataan ..nationality" atau ,.nationaliteit” , jang lebih mendekati pengertian kebangsaan.

    M enuru t penjelidikan oleh M artin W o lf f dalam bukunja ,,Private International Law ” , jang terbit. pada tahun 1950 di Oxford, negara2 jang m enganut prinsip-dimisili adalah Amerika Serikat, Briti'sch Comon- wealth,. D enmark Ice'and Norway, Brasil, N egara2 Baltic, dari Amerika Selatan : Argentina, Bolivia. Paraguai, Peru dan Uruguai, dari Amerika T engah : Nicaragua dan Guatemala ; sedang jang menganut prinsip- kew arganegaraan ialah dari Eropah : Perantjis. Belanda, Belgia, Luxemburg, Monaco, Dominican Republic, Junani, I'alia, Rumania, Portugal; Spanjol. Swis,' Djerman, Hungaria Liechtenstein, Czechoslovakia, Bulgaria, Yugoslavia;, Albania, Turki, Finlandia dan Swedia, dari Asia : D jepang China, Iran Mtiang Thai dan Indonesia, dari Amerika Selatan dan T engah . Ecuador, Chili, Salvador, Colombia, Costarica, Cuba, H onduras. P anam a dan Mexico.

    Kemudian dalam tahun 1951 Swedia menjeberang kepada prinsip-domisili. . .. . . ,

    Di Soviet Rusia, Austria dan Venezuela djuga dianut pnns:p-ke- f Hrlak setiara timbal-balik, jaitu warganegara me-

    negara awa k meskipun berdiam di-m anapun diuga sedang orang asing jang berd.am d , -n e g a r f .tu d.anggap tunduk kepada hukum dari negara, d.mana mereka berd.am

    M u la2 diseluruh Eropah dianut prins.p-dom.s.l,. Perantj.s, pada waktu mengadakan kodifikasi pada permulaan abad ke-19, mula. mengu- b ah sikap ganti menganut prinsip-kewarganegaraan. Kemud,a„ lam’ n^Gara meniru tinda,kan Perantjis ini,

    Di-Indonesia pada zaman Belanda mula* menurut pasa 16 (lama)A.B (' A ^ e m e en e Bepa,i„ge:

    pPe t l P»etd “n e g S Be,a’n t send^i jaSg sedjak tahun .829 telah menga-

    nUt P a T l l T S r K T t u b e rb u n ji : „D e wettelijke bepalingen be-

    17

  • ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

    t re ffende de s taat en de bevoegdheid der personen blijven verbindend voor ingezetenen van N ederlandsch Indie, w anneer zij zich buiten ’s L ands bevinden” - ( = , ,P e r a tu ra n 2 undang2 te n ‘-an g kedudukan dan ke- kuasaan hukum bagi pen d u d u k H india-Belanda t e a p berlaku bagi me- reka, apabila, mereka berada diluar-negeri” ).

    D a lam Staatsblad 1915 — 299 jo 642 pasal 16 A.B. diubah, se- h ingga „,ingezetenen van Nederlandstjh-Indie” diganti dengan , ,Neder- landsche onderdanen” (= , ,w a rg a n eg a ra Keradjaan B e l a n d a j a n g me- liputi d juga Indonesia sebagai Hindia-Belanda) dan ditam bahkan suatu kalimat jang mengatakan, bahw a apabila „,Nerderlandsch o n d erd aan ” dari Hindia-Belanda berada di N egeri Belanda a tau di-lain tanah d jad jahan dari negeri Belanda, maka mereka takluk pada bagian tersebut dari hu- kum perdata jang berlaku ditempat beradanja itu.

    D en g an perubahan ini, maka sedjak tahun 1915 di Indonesia dianut prinsip-kew arganegaraan, tetapi dalam hubungan an tara negeri Belanda dan lanah2 d jadjahannja dianut prinsip-domisili.

    Baik pada zaman Djepang, maupun pada zaman Republik Indonesia dari tahun 1945,. zaman Republik Indonesia Serikat dan zam an N eg ara K esatuan lagi, tidak diadakan perubahan tentang hal ini, ar tinja hal pasal16 A.B. ini sama sekali tidak di-singgung2. H an ja dalam pasal 31 Kon- stitusi R.I.S. dan dalam pasal 32 U n d an g 2 D a sa r S em entara R.I. jang hampir sama bunjinja ditentukan, bahw a ,,setiap orang jang ac?a d idaerah N e g a ra harus patuh kepada undang2, term asuk a tu ra n 2 H ukum jang tak tertulis’’.

    Penen tuan dari pasal 32 U .U .D . Sementara, ini barangkali menimbul- kan kesam, bahw a tidak lagi pasal 16 A .B . diartikan bertimbal-balik. D engan bertimbal-balik, d juga untuk orang2 asing jang bertem pat ting- gal di Indonesia perihal kedudukan datv Vekuasaan hukum tetap berlaku YvuVum perdata dari negaran ja sendiri- Pertimbal-balikan ini d ianggap ada, oleh karena pasal 3 A.B. menentukan bahwa, selama tidak di'.entu- kan lain oleh undang2 maka hukum perda ta dan hukum dagang adalah sama untuk warganegara,2 dan orang2 asing. Prinsip dari pasal 16 A.B- sendiri dianggap sebagai bagian dari hukum perdata, maka prinsip-kew arganegaraan djuga berlaku bagi orang2 asing jang berada di Indonesia.

    Kalau pasal 3 dan 16 A.B. sekarang masih dianggap berlaku d an menurut hemat saja memang masih berlaku

  • Sebetulnja kaliraat ini hanja menentukan prinsip-domisili bagi ,,Ne- derlandsch O nderdaan” dari „H india-Belanda” jang berada dinegeri Belanda. D jadi tidaklah disinggung keadaan orang2 Belanda asli jang berada di Indonesia. Tetapi jurisprudensi dizaman Belanda menganggap prinsip-domisili toh berlaku djuga bagi mereka.

    Biasanja istilah ,,N ederlandsch-O nderdaan” diper-undang2an Hin- dia-Belanda dulu, sekarang diartikan sebagai ,.warganegara Republik Indonesia”- Kalau ini djuga diperlakukan terhadap pasal 16, kalimat ke-2 dari A.B- maka andaikata kalimat ini sekarang masih dianggap berlaku, sekarang masih dilandjutkan prinsip-domisili bagi orang2 w arganegara Indonesia jang berada dinegeri Belanda.

    Tetapi kalau pasal 16 A.B., kalimat ke-2 ini, ditindjau Iebih dalam. maka ada ke-ragu2-an, apakah kini istilah N ederlandsch-Onderdaan” dapat diartikan sebagai ,.warganegara Indonesia” begitu sadja. Sebab dalam pasal 16, kalimat ke-2 dari A.B. ini pembentuk-undang2 (,,wet- gever” ) dalam memakai istilah ,,N ederlandsch-O nderdaan” ini menitik- beratkan pemandangannja pada kewarganegaraan dari ,,Negeri Belanda dan tanah2 d jad jahannja” (termasuk djuga Hindia-Belanda).

    M ak a kesatuanlah dari negeri Belanda, dan tanah2 djadjahannja jang m endorong untuk mengadakan kalimat ke-2 ini. D an kesatuan ini ber- dasar a tas anggapan, bahwa negeri Belanda dan tanah2 djadjahannja (termasuk Indonesia) betul2 merupakan satu Negara Keradjaan Belanda (...een Koninkrijk der Nederlanden” ) dengan fiatu matjam warganegara, jang dinamakan ,,Nederlandsch-Onderdaan . ^

    M ak a dari itu istilah ..N ederlandsch-O nderdaan dalam pasal 16, kalimat ke-2 dari A.B. ini. tidaklah dapat disalin begitu sad ja dengan . .w arganegara Indonesia", melainkan harus disalin dengan ..orang"

    B£lai S l a u demikianlah halnja. maka saja Iebih suka pada pendapat.bahw a kalimat ke-2 dari pasal 16 A.Bj .n. pada waktu sekarang t ,d ,klagi berlaku, oleh karena dalam per-undangan an d an negara Indonesia• , i j i temoat untuk suatu penentiian mengenai,ang sudah merdeka trada tempat ^ ^ ^ ini iaIah,varganegara dari su i wargimegara Indonesia jang berada

    dhlegeri5Belanda berlakulah priusip-kewarganegaraan menurut pasal 16.

    kalimat ke-1 A (imba],balikan harus dianggap pula, bahwa bagiA dapun sebagai p di-Indonesia, pada waktu sekarang

    w arganegara Belanda jang( b d kedudukan danberlakulah pnnsip-kewargc. ̂ pada B .W . Belanda dan lain2kekuasaan hukum, mereka tetap takluK paoa Peraturan nndana2 ianq berlaku dinegeri Belanda.

    M an a jang baik, P ^ t T b e S u n g a T e r a t£ g t t n 7 - n g S S k bertempat Hnggal didaerah suatu „e-

  • ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

    gara. Kalau m aksud mereka itu ialah untuk melepaskan ikatan dengan n eg a ra asli, m aka sekiranja sesuailah dengan maksud itu, apabila mereka dalam segala2-nja takluk kepada. hukum perdata seluruhnja dari n ega ra tem pat kediaman. T etap i sudah am at sulitlah untuk m enetapkan 'apa maksud itu betul% ada. Sebab lazimnja orang asing jang memindahkan tem pat kediam annja kesatu negara, tidak sada r a tas suatu maksud me- lepaskan a tau tidak ika 'ann ja dengan negara asli. D an apabila maksud itu memang dapa t diten'.ukan, masih mendjadi pertanjaan,. apa negara asli itu, menginga.t kepentingan negara, memperbolehkan pelepasan ikatan dari w arganegaran ja itu. M ak a disamping kepentingan perseorangan djuga ada kepentingan negara jang menentukan hal ini. Oleh karena ad a dua negara tersangkut paut dalam soal ini, maka akan selalu ad a perten tang- an an 'a ra kepentingan2 dua negara masing2 itu-

    M isalnja sadja bagi Amerika U ta ra dan Amerika Selatan jang pen- duduknja sehagian besar terdiri dari golongan2 orang jang bersal dari am at ban jak matjam negara, maka akan amat sukar untuk menentukan hukum p e r d a ta ja n g in concreto berlaku, apabila masing2 golongan orang itu tetap takluk kepada hukum perdata dari negara asli m as 'ng2. Kepast'i- an hukum, jang dalam setiap negara didjundjung tinggi, akan am at ter- ganggu. M aka dari itu sudah sepatutnja, apabila di Amerika dianut prin- sip-domisili.

    Sebaliknja, dalam suatu negara jang diantara penduduk hanja se- dikit adanja orang asing, sekiranja dari sudut ini tiadai keberatan untuk menganut prinsip-kew arganegaraan. A kan tetapi bagaim anakah halnja dengan Inggeris ? Di Inggeris,. lain daripada di Amerika. penduduknja hampir semua terdiri dari bangsa, Inggeris asli. M eskipun demikian, In g geris tetap m enganut prinsip-domisili djuga. Sekiranja ini berhubungan dengan pengertian is iuvewa dari ,,domisili d i-lnggeris (d juga dj-Atne- rika). jang mengenai pengertian ...dotmcftte 0^ 0T\gm’ tenm at pen- aiaman a s li) . c

    „Domicilie of origin” ini raenurut hukum Inggeris dimiljki oleh se- orang pada, waktu lahirnja. D an domisili ini bukanlah tem pat diman'3 orang lahir, melainkan ditempat domisili dari ajahnja, Oxang dew asa pa t m engubah domisilinja („,domicilie of choice” r= ,,tem pat tingg3 ̂pilihan” ). U ntuk ini ada, sjarat2, d iantaranja ialah maksud un tuk tetap t inggal ditempat itu sampai matinja. Kalau s jara t2 ini tSdak djpenuhi. maka te.aplah „domit,ilie of origin’’ berlaku. M ak a sebetulnja domisi^ sematjam ini mendekati soal tempat negara asli, djadi d juqa m endekati soal kew arganegaraan dari negara asli itu-

    D apa t dikatakan djuga,, bahw a ukuran k ew arganegaraan ada lah le" bih tetap Iebih stabil daripada ukuran domisili, jang p a d a hakekatnja lebih mudah dapat diganti a tas kema.uan orang jang berkepentingan- D an d juga lebih mungkin adanja orang pura* m engubah domisili dar ipada kew arganegaraan , misalnja melulu supaja dapat kawin.

  • Sebagai keberatan dari prinsip kewarganegaraan sering diadjukan bahw a kesulitan akan muntjul, apabila seorang mempunjai dua matjam kew arganegaraan (,„bipatriden” ) atau sama sekali lidak mempunjai kewarganegaraan (..apatriden” ). Dalam hal ini terpaksalah diambil lain ukuran dan ukuran lain itu jang tepat ialah ukuran domisili.

    M enuru t hemat saja, soal jang seharusnja diperhatikan penuh ialah bukan mana jang lebih baik dari dua prinsip tersebut, melainkan soal perlu sekali adanja satu prinsip jang dianut oleh seluruh dunia. Kesulitan2 jang sekarang didjumpai adalah akibat dari adanja bersampingan berlaku dua matjam prinsip tadi. Kalau kepentingan ini dapat diinsjafi benar2 oleh pemerintah2 disemua negara, maka sekiranja dapat diketemukan suatu modus, suatu djalan jang berada di-tengah2 an tara dua prinsip tadi. Selama keinsjafan ini belum ada,, maka perbedaan prinsip dan kesulitan sebagai akibat dari itu akan tetap ada.

    Suatu tjontoh dari kesulitan i n i : Seorang warganegara, Inggeris jang berumur 20 tahun, berdiam dinegeri Swis. melakukan suatu perbuatan hukum. M enurut hukum perdata internasional Swis, jang menganut prinsip kew arganegaraan dan menundjuk kepada hukum Inggeris, orang itu belum tjukup umur, oleh karena hukum Inggeris mengenai perbatasan 21 tahun untuk mendjadi orang dewasa, maka perbuatan hukum jang bersangkutan adalah baital Akan tetapi hukum perdata internasional Inggeris menganut prinsip domisili dan menundjuk kepada hukum Swis dan menuru t hukum Swis batas umur itu adalah 20„ maka orang itu sudah dew asa dan dapat melakukan perbuatan hukum dengan sah.

    Dalam undang2 sera.'gam tentang hukum perdata internasional, jang akan diadakan di-neqara2 Benelux (Belgia, Nederland dan Luxemburg) akan diperlakukan prinsip kewarganegaraan („nationaliteitsbegmsel” )denqan beberapa keketjualian.

    Lazim dikatakan, bahw a pasal 16 A-B- ini mengenai personeel s ta tuu t” (..statut perseorangan"), oleh karena berhubung dengan ke- dudukan dan kekuasaan hukum dari orang perseorangan Disampmg in.ada> r e e e l s t a t u u t ” atau ..zakelijk statuut ( = statat! kenja aan atau

    perbendaan” ) ia-'tu jang termuat dalam pasal 17 A.B jang menentu-

    ST

    P erka taan statuut" ini t idak mempunjai arti jang njata. be-olahtiqa nasal dari A.B. ini meliputi seluruh hukum perdate mternaszonal.jaitu nasal 16 A B- (..personeel (statuut” ) mengatur hal kedudukan hu- ) itu pasal 10 « ' H statuut5’) mengatur hal perbendaani r ; 0 daPn p a i >8 A .B ( . . e » e n 9d « « « . " ) m « g . * r haP Jang

  • menqenai dua2-n ja itu. Sebetulnja tiga pasal ini hanja sedikit sekali member! d jaw aban a tas seribu satu pertan jaan tentahg hukum perda ta internasional. . .

    Pem akaian perka taan „sta tuu t ada lah sisa dari suatu teori jangdulu pernah dianut dibenua Eropah pada ab ad ke-14 dalam usaha men- tjari d jalan un tuk menghindarkan. kesulitan, apabila hukum perda ta dari suatu tem pat tidak dapa t begitu sad ja dilakukan, oleh karena dalam suatu perhubungan hukum tersangkut d juga orang2 asing. U n tu k meme- tjahkan soal ini, semua peraturan hukum („s ta tuu t” ) dibagi m endjadi tiga bagian, jaitu pera turan mengenaij orang perseorangan („persoonlijk’ ), pe ra tu ran mengenai perbendaan (..zakelijk’'’,) dan peraturan m engenai t jam puran dari dua unsur tersebut (,„gemengd'’). O ran g pada w ak tu itu berpendapat, bahw a tjukuplah ditentukan, suatu perhubungan hukum itu. Kemudian dianggap, bahw a dengan sendirinja orajng dapa t mengeta- hui, apakah dalam perhubungan hukum itu harus diturut hukum asing a tau hukum awak. Teori ini tern ja ta 'tidak berdjalan, oleh karena orang sanga t berlainan pendapat tentang apa jang dimaksudkani d engan tiga matjam peraturan itu dan apa jang harus dimaksudkan dalam salah suatu peratu ran itu D a n ternjata djuga, bahw a kalau sudah d iten tukan satu sama lain, toh penjelesaian soal masih belum memuaskan, oleh karena orang kurang memperhatikan sifat masing2 perhubungan hukum jang sebenarnja dan hanja mengumpulkan hal sesuatu dalam salah satu golo- ngan peraturan hukum jang dianggap sudah memberi penjelesaian, akan tetapi sebetulnja tidak. M aka dari itu boleh dibilang ,,s ta tu ten theorie” itu sekarang tidak berlaku lagi.

    A kan tetapi, djustru oleh karena hal hukum perda ta internasional belum rapi teraturnja dan dalam bapjak bagian masih bers ifa t ag ak kabur. maka toh ada gunanja, bahw a masih terdengar dan terpakai perka tan2 jang mengenai tiga/ matjam ,„statuut” ini. Sebab pem akaian perkataan^ ini m emperingatkan orang2 jang mempunjai minat un tuk mempeladjari hal hukum perdata internasional, bahw a ada tiga pasal dari undang jang setjara terang memuat peraturan dairi hukum p e rd a ta internasional jang m engandung penundjukari (,,verwijzingsregel)” kepada suatu kum jang tertentu dipakai. Asal sadja selalu di-ingat2 d juga. bahw a penundjukan. ini sangat kurang daripada sempurna- S ta tu t pe rseorangan dari pasal 16 A.B. tidak meliputi seluruh hukum perda ta jang m engenai perseorangan melainkan hanja sebagian sadja,, jaitu hal ked u d u k an kekuasaan hukum dari jang berkepentingan. Statut ,.pe rbendaan" dari pasal 17 A .B tidak meliputi semua hukum perda ta m engenai hak" atas benda, melainkan hanja sebagian sadja, jaitu hal2 jant, b e rh u b u n g a* dengan barang tak bergerak. S ta tu t , t jam puran” dari pasal 18 A- tidak meliputi semua soal jang m engandung sifat t jam puran dari hal perseorangan dan perbendaan melainkan han ja m enqenai ffara m elakn ' kan suatu perbua 'an hukum sebagai s jara t untuk sahnfa perb ,a tan hukum

  • itu, hal mana tidak hanja mengenai sebagian sadja dari soal2 tjampuran tadi, tetapi djuga tidak selalu mengenai sifat tjjampuran dari hal per- seorangan dan perbendaan, jaitu mungkin hanja bersifat perseorangan sadja, seperti t jara melakukan pengakuan seorang anak jang dilahirkan diluar perkawinan jang menurut pasal 281 Burgerlijk W etboek harus dengan akta ,,authen!iek’\

  • B A G I A N III

    K E T E R T 1 B A N U M U M

    Dalam pelaksanaan hukum perda ta internasional oleh para hakim atau oleh pemerintah dan dalam buku2 ilmu pengetahuan hukum jang mene- ropong pelaksanaan itu, seringkali terdengar d a n /a ta u terpakai perkataan ,.,ketertiban um um ” ( = ,,openbare o rde” , ,,ordre public” ).

    P enjebutan ,,ketertiban umum” dalam hail hukum perdata in ternasional hampir selalu dilakukan untjuk memberi alasan, bah w a pada hal jang p ad a um um nja hukum asing harus diturut dalam suatu peristiwa jang te r ten tu sebagai keketjualian toh hukum perda ta dari n eg a ra aw ak harus diturut.

    T jon toh ke-1 : dinegeri Belanda dalam hukum p erd a ta d ianut prinsip perkawinan monogami, jaitu bahw a tidak diperbolehkan seorang laki2 mempunjai isteri dua atau Iebih dalam perkawinan. M en u ru t pasal 6 berhubung dengan pasal 9 A.B. dari negeri Belanda (jang sam a bunjin ja dengan pasal 16 dan pasal 3 A.B. dari Indonesia) kedudukan hukum seorang A rab jang berada dinegeri Belandaj, tetap diatur oleh hukum perda ta dari negaran ja jang memperbolehkan seorang laki2 beristeri sampai empat. O rang A rab itu, jang sudah mempunjai isteri, dinegeri Belanda ingin kawin lagi. Perkaw inan jang ke-2 ini oleh pengua'sa Belanda, jaitu Pegaw ai P en t ja ta tan D jiw a (..A m btenaar Burgerlijke S ta n d ” ) t id ak akan dilaksanakan atiau apabila perkawinan jang kedua kali itu toh d ilaksanakan, perkawinan itu d ianggap tidak ,sah oleh para hakim dinegeri Belanda. T indakan menolak dari penguasa Belanda dalam praktek sudah pernah terdjadi dan oleh para penulis Belanda ahli hukum dibenarkan sepenuhnja.

    Alasajn jang dipakai untuk menjimpang dari pasal 6 juncto pasal 9 A.B. itu ialah, bahw a ketertiban umum dinegeri Belanda m enurut pe- n jimpangan itu. Didjelaskan Iebih landjut. bahw a prinsip monogami a d a lah begitu meresap dalam djiwa dajn perasaan rak ja t Belanda pad a um um nja, sehingga tindakan beristeri dua atau Iebih dinegeri Belanda d ianggap tidak boleh dilakukan oleh >siapapun djuga.

    Timbul pertanjaan : Apabila seorang Arab, pada w ak tu m engindjak tanah Belanda, sudah beristeri dua, jaitu dua2n ja perkaw inan dilakukan dinegeri sendiri, dimana hukum perda ta memperbolehkan beristeri dua itu dan kemudian dinegeri Belanda isteri jang nom er dua itu melahirkafl anak, dianggap sah-kah anak itu ? Ini tergatntung dari d jaw ab an atas pertanjaan, ap a perkawinan jang ke-2 itu d ianggap sah atau tidak.

    Saja tidak tahu, apa soail sem atjam ini sudah pernah d iad jukan d i ' muka hakim Belanda, akan tetapi sekiranja hakim Belanda a k a n me- nganggap sah an a k itu. M enuru t hemat safja ada lah ket.erlaluan, apabila

  • perkawinan ke-2 jang dilakukan dinegeri asing Asli setjara sah menurut hukum perdata jang berlaku disana untuk suami-isteri jang berkepenting- an, dianggap tidak sah. Bagaimanapun djuga meresapnja prinsip monogami dalam perasaan rakjat Belanda, harus dihormati dan dihargai se- mustinja, bahw a dilain negeri ada perasaan rakjat jang lain sifatnja.

    Kalau seandainja hakim Belanda tidak mengakui sah perkawinan ke-2 jang termasuk diatas, maka sebagai pertimbalbalikan harus diperbo- lehkan, apabila diantara orang2 Belanda jang berada dinegeri A rab dilakukan poligami. Sekiranja konsekwensi ini tidak dipertanggung djawab- kan oleh rak ja t Belanda.

    T jon toh ke-2. Seandainja masih ada suatu negara, dimana seorang boleh diperbudak, sedang negara Indonesia misalnja dalam pasal 10 U n d an g 2 D asa r Sementara melarang hal itu, dan seorang lain dari negara itu datang di Indonesia dan memperbudak seorang lain dari bangsanja sendiri, m aka mudah dapat dimengerti, bahwa pemerintah Indonesia tidak akan mengakui perbudakan itu, oleh karena larangan perbudakan boleh dibilang sangat meresap dalam perasaan rakjat Indonesia. Dalam hal inipun a lasannja dapat dimasukkan dalam golongan ketertiban umum.

    A kan tetapi apabila seorang dari negara tersebut dinegaranja sendiri sudah kedjadian diperbudak, kemudian ia datang di Indonesia dan disini ia lantas m enuntut hal2 dari bekas madjikannja jang dinegerinja sendiri tentu tidak akan dapat dikabulkan. oleh karena ia adalah seorang budak, “ aka dapatlah diragu2kan, apakah tuntutannja di Indonesia ada ke-mungkinan ak a n dikabulkan. . ,

    T jon toh ke-3 : Di Djerman dibawah penguasaan Pemerintah Hitler ada pera tu ran hukum jang menentukan, bahwa perwira Djerman dan ten tara D jerm an hanja boleh kawin dengan izin pembesarnja dalam keten- tentaraan. Hukum perdata internasional di Perantjis dan Belgia tukan, bahw a dalam soal perizinan untuk kawin, orang asing tunduk ke- Pada hukum perdata dari negara asli, djadi m casu dan negara Djerman.

    da kedjadian beberapa perwira Djerman jang n egeri Peran tj is a tau Belgia. Disana mereka m ginberkaw m . a k a n r t a p tidak memnuniai izin dari pembesarnja dalam ketentaraan di Djerman. Penguasa di Perantjis dan di Belgia menganggap, bahwa perizinan itutidak p e d u d e n S n alasan berdasar atas .ketertiban u m u m \ In. mungkinselral- 1 9 t mnnnkin diuqa, bahwa kalau kemudian orang

    fehwaPT „ a k “ ja“ ian g‘ i a f i X i perkawinan it« djuga tid a l dianggap

    . t3 nacal 113 Kitab Hukum Perdata(sa Jj n t°h ke"4 : D 1 k „ Perdata di Indonesia) menentukan.^sam a dengan pasal 58 Kitab H i ̂ dipaksa oleh hakim untuk

    hw a o rang2 jang bertunangan Jan D - D jerman ada peraturana tau untuk member, ganti 9 Da]am hal inipun. jaitu

    it di Belanda25

  • dan b er tunangan satu sama lain, para hakim dinegeri Belanda mengang- gap pasa l 113 B .W . adalah masuk golongan ketertiban umum, maka dari itu mereka menjimpang dari ketentuan hukum perdata internasional dinegeri Belanda (pasal 6 jo pasal 9 A.B. Belanda). jang pada umumnja m engakiba tkan berlakunja hukum perdata D jerm an perihal kekuasaan hukum bagi orang2 D jerm an jang berada dinegeri Belanda. Pendirian p a ra hakim Belanda ini, ten tunja tidak diakui kebenarannnja oleh hakim D jerm an.

    T jo n to h ke-5 : U n tu k memetjahkan suatu perkawinan, harus ada sjara t2. P era tu ran tentang s jara t2 ini adalah berlainan di pelbagai negara. B ia s a n ja h a l inipun oleh para hakim dinegeri Belanda dianggap sebagai m engenai ketertiban umum,. sehingga dinegeri Belanda, misalnja suatuperkaw inan an ta ra orang2 A rab jang berdiam dinegeri B elanda han jadapa t dipetjahkan oleh hakim Belanda, apabila dipenuhi salah suatu dari empat s jara t termuat dalam pasal 264 Kitab U n d a n g 2 hukum P erd a ta dari negeri Belanda (sama dengan pasal 209 B. W . Indonesia), jaitu ke-1, berzina dengan lain orang, ke-2, apabila satu pihak m eninggalkan pihak lain dengan sengadja, ke-3„ apabila satu pihak selama perkawinan m endapat hukuman pend jara selama 4 tahun a tau lebih, ke-4 apabilasatu pihak melukai a tau menganiaja bera t pihak lain, sehingga mera-bahajakan djiwanja.

    A da kalanja suatu hukum perdata asing tidak mengenai salah suatu dari empat sjarat ini, misalnja jang mengenai hukum an pend jara selama 4 tahun atau lebih. Rupaa-n ja dinegeri Belanda orang berpendapa t, b a h wa. meskipun demikian. pemennhan s jara t ini sudah tjukup bagi hakim negeri Belanda untuk memetjahkan suatu perkaw inan an tara dua orang asing jang dalam negeri aslinja tunduk pada. hukum perda ta asing sematjam tersebut diatas. Pendirian hakim Belanda ini tidak diperbo- lehkan oleh pasal 2 trakta t multilateral jang dibentluk pada tahun 1902 di D en H aag perihal pertjeraian perkawinan. P asa l ini menentukan, bahw a pertjeraian perkawinan hanja boleh dilakukan, apabila diper- bolehkan, baik oleh hukum perda ta nasional dari suami-isteri, maupun oleh hukum perdata dari tempat hakim jang akan m em utuskan perkara- nja. T etap i trak ta t ini hanja berlaku bagi negara2 jang tu ru t m en an d a" tanganinja atau jang diperbolehkan kemudian turu t serta dan iang turut serta djuga. O leh karena negeri2 A ra b tidak tu ru t serta pad a tr a k ta t tersebut,,, maka dalam tjontoh jang dikemukakan diatas, hakim negeri Belanda leluasa untuk melakukan penuh hukum p e rd a ta dari negeri Belanda.

    Sebaliknja, kalau pendirian para hakim negeri Belanda ini djug3 dianut oleh negeri Italia, jang hukum perda tan ja sama sekali t idak ngizmkan suatu pertjeraian perkawinan, maka dua orang suam i-isten berbangsa Belanda jang berdian dinegeri Italia, sam a sekali tidak akaO mungkin m endapat pertjeraian dari hakim Italia. M ak a m engingat prinsip

  • timbal-balik. masih dapat dipersoalkan, apakah pendirian hakim Belanda dapat dipertanggung djawabkan.

    D ari tjontoh2 tersebut diatas ternjata, bahwa sukar sekali untuk m engadakan ukuran bagi pengertian ketertiban umum jang dipakai dalam pelaksanaan hukum perdata internasional. Penentuan suatu ukuran tertentu ini djuga amat dipersukar oleh kenjataan, bahwa pengertian ketertiban umum kini mengandung unsur2 mengenai perasaan, sedang penentuan ukuran adalah hasil pekerdjaan pikiran belaka.

    Dalam Kitab U ndang2 Hukum Perdata jang berlaku di Indonesia bagi orang2 Eropah. Tionghoa dan Arab (,„Burgerlijk W etboek") ada terpakai perkataan umum dalam pasal 1337 jang menentukan antara lain, bahw a dalam hal persetudjuan antara dua pihak tidak diperboleh- kan suatu causa jang bertentangan dengan ketertiban umum.

    Causa dalam perhubungan hukum ialah hal jang menjebabkan adanja perhubungan hukum, jaitu rangkaian kepentingan- jang harus didjaga dan diperhatikan setjara jang termaktub dalam .si perhubungan

    Hukum^itu.^ ^ r£ " J uP: ; p . : r d f c m ±djadi suatu pertentangan dengan Ket ____i 1^37 R Wbahw a k e j t i b a n - - p e l t amempunjai arti lam danpada ketertiDainternasional. internasional ketertiban umum menundjuk-

    Dalam hukum perdatc „avnnal termasuk djuga undang-an suatu sifat dari hukum P“ a turan nasional itu harus tetap

    undang, jang mengakibatkan, b P t . u r dalam perhubungandilaksanakan. meskipun ada anasir ghukum jang bersangkutan iban um„ ; disebu. . d i s c i n g un-

    D alam pasal 1337 B. W . * di rbo]ehkan, ialah jangdang-undang dan kesusilaan. Cat s> J dan ketertiban umum,berten tangan dengan undang-un g unsur iang berada diluarmaka ketertiban umum disitu merupakan suatusuatu u n d an g 2 bahwa ke-dua2nja adalah teruuuany . j i t , a iaitu bahwa Ke-aua-njd ouojou ^

    Tetapi m aknanja adalah sam , j sesuatu dengan apa jang di-Pakai dalam usaha untuk menjesuai sebaqai hal jang tidak bolehtengah2 m asjarakat dinegeri aw ak dirasaKa! .diabaikan. fcrtertiban umum dalam hukum per-

    Jang lebih mendekati penger m janq disebut dalam pasal 25data internasional ialah keterti a a,an perbuatan atau perdjandjian

    jang menentukan, bahwa , . Deraturan2 hukum jang mengenaitidak boleh menghilangkan kekuatan dan peketertiban umum atau kesusilaan. djukkan suatu sifat an tara lam

    Disitu ketertiban umum djuga berlaku di Indonesia jang me-dari beberapa peraturan hukum p boleh disampingkan oleh orangngakibatkan, bahw a peraturan itu tow antara orang2 jang berkepen- Perseorangan, meskipun a d a per _

  • tingan. O leh ilmu penge tahuan hukum peraturan hukum seperti ini di- nam akan dalam bahasa Belanda „dw ingend recht” ( = hukum jang ber- sifat m em aksa).

    Sifat „tidak boleh d isam pingkan” dari sebagian hukum ini in concreto d juga tidak selalu mudah dikenal, oleh karena sifat ini t idak selalu set ja ra terang dikatakan dalam isi peraturan., melainkan sering harus di- simpulkan dari keadaan2 jang meliputi segala sesuatu jang berhubungan dengan pera tu ran itu.

    Perbedaan jang praktis an tara ketertiban umum dari pasal 23 A.B- dan ketertiban umum dalam hukum perdata internasional terle tak pada djumlah peraturan hukum jang dapat disampingkan. Ketertiban umum dari pasal 23 A.B. meliputi lebih banjak peraturan hukum dar ipada ketertiban umum dalam hukum perdata internasional. Sebabnja demikian.

    Setelah un tuk lingkungan daerah hukum dari negeri aw ak ditetapkan, bagian mana dari peraturan hukum jang tidak boleh disampingkan, oleh karena ketertiban umum, maka ad a hukum perda ta internasional jang dalam beberapa hal m enundjuk kepada hukum perda ta asing untuk dilak- sanakan dengan m enjim pang dari hukum perdata nasional, djadi mungkin sekali d juga dari bagian hukum perdata nasional jang term asuk hukum ,,memaksa” jang tidak boleh disam pingkan oleh kemauan orang perseorangan. Dari hal menjampingkan hukum perdata nasional ini diketjua likan sebagian lagi dari bagian hukum perdata nasional itu jang tidak boleh disampingkan,. oleh karena ketertiban umum lagi; ak a n tetapi ketertiban umum jang m engingat kepentingan m asjarakat nasional te rhadap kepentingan dunia internasional.

    M enuru t M artin W o l f f dalam bukunja ,.Private international L aw ” , halam an 176, para hakinr di Inggeris ag a k ragu2 un tuk mempersoalkan, apakah suatu hukum asing ja a tau tidak .sesuai dengan asa s2 keadilan jang dianut dinegeri Inggeris. R upa2-nja orang Inggeris sanga t meng- hormati hukum negara asing jang menjimpang dari hukum negara Ing- geris.

    Barangkali ini akibat dari dianutnja prinsip-domisili oleh Inggeris dalam peraturan hukum perdata internasional mengenai penundjukan kepad a hukum perdata asing.

    Sekiranja ad a lebih banjak kemungkinan seorang hakim dalam suatu negara ak an menghadapi soal perhubungan hukum an ta ra dua o rang asing jang berdomisili dinegeri itu da r ipada m enghadapi soal perhubungan hukum an tara dua orang nasional jang berdomisili d inegara asing. D a lam soal jang belakangan ini b iasanja hakim dari negeri asing itu lah jang m enghadapi pemetjahan soal. D a n oleh karena prinsip-domisililah jang dianut oleh Inggeris, maka dalam kebanjakan perkara jang mengenai hukum perdata internasional orang2 adalah berdomisili dinegeri I n g g e r i s dan dengan sendirinja hukum Inggeris-lah jang d ilaksanakan oleh hakim2 dinegeri Inggeris.

    M artin W o l f f mertuturkan lagi dalam bukunja te rsebu t (ha lam a0

  • 177),, bahw a hakim2 dinegeri Inggeris gemar mengganggap banjak peraturan hukum sebagai peraturan mengenai atjara pemeciksaan perkaca di- m uka hakim. D an lazimnja dalam hukum perdata internasional tentang atjara ini dianut peraturan2 jang berlaku bagi hakim jang akan memutus- kan perkaranja .

    Oleh karena tiada patokan jang tertentu bagi suatu negara untuk dengan mempergunakan pengertian ketertiban umum menjampingkan hukum perdata asing dalam hal2 jang menurut hukum perdata internasional sebetulnja takluk pada hukum asing itu, maka tiap2 negara praktis leluasa penuh mengadakan keketjualian itu. Ini tentunja, pada hake- katnja, ber ten taangan dengan maksud semula dalam mengadakan hukum perdata internasional, jaitu untuk seberapa boleh menghargai hukum perdata asing jang tersangkut paut dalam perhubungan lalu lintas antara pelbagai negara.

    Hal saling menghargai hukum perdata masing2 ini seharusnja dila- kukan setjara ichlas, artinja harus diinsjafi betul2 oleh tiap2 negara, bahwa kebaikan hukum perdata masing2 tidak bersifat mutlak. melainkan sangat relatif, jaitu hanja kalau dilihat dari sudut nasional belaka. Sudut nasional ini berhubungan erat dengan keadaan alam pikiran dan alam Perasaan masing2 rakjat, jang mungkin sekali sangat berlaman satu sama lain.

    Kalau suatu negara menganut prinsip-kewarganegaraan dalam hal Penundjukan kepada hukum perdata asing, pada pokoknja diakui kebai- kan hukum perdata asing itu selum hnja untuk warganegara dari negara as ing itu.

    H a n ja apabila suatu negara mempunjai suatu peraturan hukum jang ham pir diseluruh dunia dianggap tidak baik, misalnja peraturan jang

    . niasih memungkinkan ad a orang budak belian (,,slavery , ,,s avermj ), maka sekiranja tidak kebera.tan sedikitpun untuk mengabai an peraairansematjam itu.

    Kalau perbedaan an tara pelbagai hukum perdata dan pelbagai negara adalah akibat dari dua agama, jang masing2 amat banjak penganu - n ia diduia, jaitu agam a Islam dan agama Kristen misalnja hal mono- gami berhadapan dengan poligami atau hal alasan jang dlPcrb° untuk m em etjahkan suatu perkawinan, maka orang harus sangat he -■ *dalam menentukan, bahwa suatu peratura;n hukum asing adalah berttangan denqan ketertiban umum.

    Tt j J , iq 4

  • bila o rang itu m elanggar hukum pidana. Keketjualian ini sudah semes- tinja dan sebetulnja tidak perlu ditekankan.

    Prinsip kebebasan agam a ini disebut d juga dalam pasal 18 U niversal Declaration of H um an R ights jang berbunji demikian .

    ..Everyone has the righ t to freedom of thought, conscience an d religion : this right includes freedom to change his religion or belief and private, to manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and observance” . 2

    Ini semua menundjukkan prinsip saling m enghargai agam a masing dan ten tun ja d juga meliputi hal menghargai peraturan hukum jang ber- dasar a tas agam a masing2 itu.

    Sekiranja tidak sesuai dengan jang diuraikan diatas, apabila dalam suatu n eg a ra A jang dalam hukum perdatanja menganut monogami, tidak diperbolehkan, bahw a seorang Arab, jang beragam a Islam, d in egeri A itu, sedang sudah mempunjai isteri, akan kawin lagi dengan seorang perempuan Arab.

    P u n tidak sesuai, apabila dinegeri A tersebut seorang A ra b tidak diperobehkan memberi ta lak kepada isterinja tidak dengan a lasan2 jang oleh hukum perdata dari negeri A itu disebutkan sebagai s ja ra t2 mutlak untuk memetjahkan perkawinan.

    D an lagi harus diingat, bahw a kalau dua la rangan tersebut didja- lankan dinegeri A itu, maka selaku pertimbal-balikan harus diperbolehkan djuga, bahw a salah suatu negeri A rab mengizinkan orang suami w ar- ganegara dari negeri A itu, dinegeri A ra b menikah lagi dengan lain perempuan w arganegara d juga dari negeri A a ta u mengizinkan m em beri talak kepada isterinja dengan t idak mengingati s jara t2 muidak jang ter- maksud diatas.

    Kalau konsekwensi ini diperhatikan betul2, maka sekiranja akan diperketjil kemungkinan mengabaikan hukum perdata asing dalam hukum perdata internasional setjara memakai ketertiban umum sebagai alasan.

    R an tjangan undang2 seragam ten tang hukum perdata internasional jang akan diadakan dinegeri2 Benelux,, memuat pasal 26 jang m enentukan, bahw a peraturan2 dari undang2 seragam itu t idak berlaku, apabila a. Ke- tertiban umum menuntut tidak berlakunja undang2 asing a tau b. ketertiban umum menuntut berlakunja undang2 awak.

  • B A G IA N I V

    P E L A N D J U T A N K E A D A A N H U K U M

    -Pelandjutan keadaan hukum” saja maksudkan apa ) ng pada hukum perdata internasional dalam bahasa asing dinamakan ..verkregen rechten” atau „vested rights” atau droits acquis” . Dalam p e r k a t W ini „recht” ..right” ..droit” tidak berarti seperti biasa. I fu nak-hukum. melainkan keadaan hukum atau perhubungan

    ukum. D an ..bescherming van verkregen rechten” atau ..protection of vested righ ts” atau ...protection des droits acquis” sebeSulnja tidak berarti tnfm perlindungi hak2 atau kekuasaan2 hukum. melainkan berarti melart-

    Jutkan suatu keadaan hukum.Tudjuan dari pelandjutan keadaan hukum dalam hukum perdata in-

    ernasional ada lah lain, bahkan sebaliknja daripada tudjuan pemakaian ketertiban umum dalam hukum perdata internasional.

    Seperti telah dikatakan dibagian III, pemakaian ketertiban umum alam hukum perdata internasional ialah unfiuk menjebutkan suatu ala

    san guna melakukan hukum perdata nasional dalam hal jang sebetulnja hukum perdata asing harus dilaksanakan.

    Sebaliknja, pelandjutan keadaan hukum dalam hukum perdata internasional merupakan alasan untuk melaksanakan hukum perdata asing.

    D iatas dalam bagian I sudah pernah saja singgung hal pelandjutan keadaan hukum ini sebagai suatu hal, jang menurut setengah orang. me- ruPakan satu2-nja alasan untuk menundjuk kepada. hukum perdata asing.

    D an memang dalam banjak peristiwa., untuk mana hukum perdata asi’ng harus diturut, dapat dikatakan. bahwa alasnnja diketemukan pada suatu pelandjutan keadaan hukum. Malahan peraturan penundiukan se- Perti termaktub dalam pasal 16 A. B., jang berhubung dengan pasal 3 ^ •B .. m enundjuk kepada hukum perdata asing bagi orang2 asing jang berada. di Indonesia, memakai perkataan ..blijven verbindend” , hal mana “ engandung unsur pelandjutan keadaan.

    D ju g a ten tang pasal ' 17 A.B. jang, perihal barang2 tak bergerak, menundjuk kepada hukum perdata dari negara atau tempat, d'mana terle- ak b aran q 2 itu menurut Mir V an Brakel dalam bukunja ...Grondslagen

    beginse’en van Nederlandsch In te rn a t io n a l Privaatrecht” , halaman f ~ 96, dapa t dikatakan, bahwa pasal itu berdasar atas prinsio pelan- f t o a n ' keadaan hukum. t e t a p i Mr Mulder dalam bukunja Inle.dmg tQt het N ederlandsch Iriternationaal Privaatrecht , tjetakan ke II tahun l947- halaman 1 2 - 1 3 mengemukakan, bahwa menurut pendapatnjaa,asan itu harus diketemukan pada kenjataan, bahwa dihhat dan. sudut

    ■ P ^ o n o m i a n suatu peraturan dalam suatu negara tentang barang2 tak ergerak adalah begfta penting. sehingga. tiada suatu negarapun akan

  • mengizinkan, b ah w a pera tu ran itu disampingkan dengan alasan, bahw a a d a o rang2 asing berkepentingan dalam hal barang2 tak bergerak itu.

    Sifat te tap dari suatu barang tak bergerak sifat m ana sesuai dengan unsur pelandju tan keadaan, m em perkuat pen d ap a t M r van Brakel, ak an tetapi terhadap M r M ulder d juga harus diakui,, bah w a dalam setiap negara barang tak bergerak m erupakan barang penting, kalau dilihat dari sudut perekonomian. B agaim anapun djuga, ad an ja dua m atjam pendapat ini sad ja sudah m enandakan, bahw a tidak dapa t d ipertahankan bahw a pelandjutan keadaan hukum adalah satuz-nja a lasan untuk m enundjuk kepada suatu hukum perdata asing.

    P u n dalam hal pasal 18 A. B. jang menentukan, bahw a segala perbuatan hukum dapa t dilakukan menurut tjara jang d iatur dalam hukum dari negara, dimana perbuatan hukum itu dilakukan, M r van Brakel.. dalam bukunja tersebut, berpendapat djuga, bahw a alasan untuk menga- dakan pasal sematjam itu dinegeri Belanda ialah pelandju tan keadaan hukum. M enuru t hemat saja dapa t diragu2kan ketepatan p endapa t M r van Brakel ten tang hal ini, oleh karena pasal ini sekiranja t idak berhu- bungan dengan suatu pelandjutan keadaan hukum, melainkan b erdasar a tas pertimbangan,. bahw a suatu perbuatan hukum ada paling ban jak ber- kemungkinan akan bermanfaat, apabila dilakukan m enurut tjara jang biasa diturut ditempat perbuatan itu dilakukan, oleh karena, ten tun ja pera tu ran ten tang tjara itu boleh dianggap sesuai dengan keadaan dan segala2nja ditempat itu.

    D iatas saja katakan, bahw a dalam hubungan perda ta internasional tudjuan dari prinsip pelandju tan keadaan hukum ad a lah sebaliknja dari- pada tudjuan prinsip ketertiban umum. D e n g an suatu t jontoh jang pernah saja kemukakan, perbedaan ini dapa t digambarkan.

    A da orang Arab, beragam a Islam, disalah suatu negara Arab., mempunjai dua isteri dengan perkawinan sah. Kemudian ia ber-sam a2 dua isterinja pergi ke negeri Perantjis dan disana m endapat an ak dari dua3 isteri itu. M enuru t pera turan penundjuk, pada umumnja hukum perdata negeri A rab-lah jang berlaku dan jang memperbolehkan poligami .sampai empat isteri, akan tetapi pada umumnja dinegeri Peran tj is peraturan ten tang monogami dianggap sebagai peraturan^ mengenai ketertiban umum da.am pelaksanaan hukum perda ta internas'onal maka konsek- w ensinja ialah bahw a perkawinan jang ke-2 harus d ianqqap tidak sah- A kan tetapi ini dianggap akan keterlaluan. oleh karena perkaw inan ter- djadi dinegeri A ra b pada suatu w aktu jang perkaw inan itu ada lah sah sam a ,sekali. M a k a sebagai keketjualian dari keketjualian oleh penquasai l T u u 5 PUn Pe2rkawi,f " ^ ke ' 2 d ianggap sah djuga, dengan

    akibat, bahw a anak2 jang lahir dari perkaw inan itu, sah d juga dan d ap at dim asukkan dalam daf ta r pen tja ta tan djiwa. Keketjualian janq ke-2 ini jang m enganggap tetap sah perkaw inan jang ke-2 itu ada lah tak lain tak bukan beralasan p ad a pelandju tan keadaan hukum belaka.

  • Lain tjontoh : Batas umur untuk mendjadi dewasa adalah berlainan dipelbagai negara. Misalnja dinegeri Swis 20 tahun, dinegeri Belanda 21 tahun, dinegeri Hungaria 24 tahun. Seorang Swis berumur 20 tahun berdiam di D en H aag mengadakan suatu perdjandjian perdata, misalnja djual-beli, dua tahun kemudian, djadi waktu ia sudah berumur 22 tahun, ia setjara naturalisasi mendjadi warganegara Hungaria. Pada waktu mem. bikin kontrak di Den Haag, menurut peraturan penundjukan jang berlaku dinegeri Belanda, seorang Swis itu harus dianggap sudah dewasa, jaitu dinegeri hukum nasionalnja maka perdjandjian jang ia adakan, adalah sah. Setelah ia mendjadi orang Hungarian ia mendapat perkara dimuka hakim mengenai perdjandjian djual-beli itu. Oleh karena ia adalah seorang Hungaria, maka ia, jang berumur 22 tahun, menurut hukum H u ngaria ada lah belum dewasa, ini menurut peraturan penundjukan jang berlaku dinegeri Belanda. M aka dalam perkara dimuka hakim Belanda ia ha rus diwakili oleh walinja. Bagaimana tentang perdjandjian djual- beli tadi ?

    Kalau d juga tentang hal ini diturut hukum Hungaria, jang pada umumnja harus berlaku, maka perdjandjian djual-beli itu diadakan pada 'Waktu orang itu masih belum dewasa djugai, dengan akibat, bahwa seorang jang belum dewasa itu, dapat menuntut, supaja perdjandjian djual- beli itu d ianggap tidak sah.

    Kalau dalam hal ini perinsip pelandjutan keadaan hukum diturut, maka harus dianggap. ba.hwa perdjandjian itu tetap sah.

    Dari dua tjontoh ini ternjata, bahwa prinsip pelandjutan keadaan hukum dipakai u n w k memperbaiki pelaksanaan prins.p kete.t,ban umum. U n tuk a p a T x a k lain tak bukan untuk kb ih “ pua"° « n g * jang bersangkutan. M u " | k'” “ “ " ’jilan, oleh karena terlalu ka-

    ^ di pegan9an dalam pelaksana- x x Um - i n rlanatlah diketemukan lain2 alasan, se-M em ang, kalau dlinS1“ kan’hf f oranq jan g merupakan pihak lawan

    Pert, misalnja kepastian h u k u m ^ ^ ^dalam perd jandjian dmal-beli ja g Kepastian: hukum memang meng-dian m endjad i orang Hungaria) lawan tadi tidak diumbang-hendaki. .supaja kedudukan hu i mendapatkan suatu natura-am bingkan oleh tindakan . ' astian hukum ini dapat dipakai un- ■sasi. A kan tetapi apakah ala terdjadi sematjam ini?

    sega’a peristiwa jang mu g keadaan hukum jang be-D alam hukum nasional soal p ■ sudah teedapat (..bescher-

    ul m erupakan perlindungan digabungkan dengan suatu sjarat,ming van verkregen rechten ), f nada umumnja mengenai hak& ltu kedjudjuc.an (-•9oede tr° Û Misalnja pasal 1341 ..Burgerlijkh f u m dari orang ketiga. (..derden£ )• te goeder trouw ver-W e tb o ek ” , a ja t 2 b e rb u n j i : „Kechte ,

  • kregen , op de goederen , die het voorw erp w a ren van de nietige handeling. w o rd e n gee rb ied ig d ” ( = H a k 2 hukum jang diperoleh p ihak ketiga se- t ja ra d ju d ju r t e rh a d a p b a ra n g 2 jang m endjadi pokok soal dari suatu p e rb u a ta n h u k u m jang dihatalkan, ad a lah d ihorm ati) .

    P a sa l 1341 B .W . ini m engenai sua tu penun tu tan dimukai hakim jang da lam b ah a sa Latin d inam akan ,.actio pau l ian a” . Seorang A m em punjai h u ta n g u ang k ep ad a seorang B. Sebelum hu tang itu dilunasi, si A d en g an t idak a d a sebab a p a 2 m enghad iahkan b a ran g 2-n ja jang b erharga k e p a d a seo ran g C seh ingga B dirugikan, oleh karena kalau A kemudian tidak m em b aja r h u tan g n ja , t iada b a ran g 2 t jukup un tuk menutupi hu tan g itu. P em b er ian h ad iah k ep ad a C d ap a t dibata/lkan a ta s penun tu tan B, a p a bila, ba ik A, m aupun C tahu, bahw a pem berian hadiah itu m erugikan B.

    K alau sebelum perkara ini d im adjukan, sebagaian dari b a ran g 2 jang d ih ad iah k a n itu, oleh C telah didjual kepada D dan D ini sam a sekali t idak tah u m enahu perihal pe rhubungan hukum an ta ra A. B. d an C, m ak a disinilah a d a hak2 hukum jang diperoleh D setjara d jud ju r te rh a d ap b a r a n g 2 jan g ia beli dari C itu. D a n pembelian ini m enuru t pasal 1341, a ja t 2 B. W . tidak d ap a t diutik2.

    B aga im anakah haln ja d engan soal pelandju tan keadaan hukum d a lam hukum perdata! internasional. T e n tu n ja unsur k ed jud ju ran d ap a t te r- selip didalam nja, a r t in ja kalau te rn ja ta tidak ad a ked jud ju ran dari sa lah su a tu pihaik, m aka ad a kem ungkinan besar soal pe land ju tan k ead aan h u kum t idak ak an d i laksanakan , ak an tetapi harus diingat, bahw a hal k e d ju d ju ran ini dalatn hukum p e rd a ta internasional tidak d igabungkan d e n g an soal pe land ju tan k ead aan hukum. Ini berakibat, bahw a, ka lau tiada suatu p ihak jang m en g u ta rak an hal ked jud ju ran itu, malka soal k ed ju d ju ran ini t idak ak an disinggung. Lain haln ja dengan pasal 1341 B. W . , a ja t2. D is itu harus semula diuta 'rakan dan d iperb in tjangkan hal k ed jud ju ran Inilah perb ed aan lam an ta ra prinsip pe land ju tan keadaan hukum dila- p an g a n hukum perdaita in ternasional dan prinsip itu d ilapangan hukum nasional.

    Seperti jang telah sa ja ka takan dalam bagian m engenai keter t iban umum, pun dalam hal pe landju tan keadaan hukum ada lah penting soal pertim bal-baJikan ,,reciprociteit” . B ahkan d ap a t d ikatakan, bahw a seluruh hukum perd a ta in ternasional pad a pokoknia harus b e rd asa r a ta s prinsip pertim bal-balikan, oleh karena han ja dengan m em perhatikan prinsip inilah ak an terlaksana, pen u n tu tan saling harga-m enghargai d ;a n ta ra pelbaqai n eg a ra d ian tero dunia ini.

    H a n ja sad ja ud jud dari pertimbal-balik ini ada lah berlainan dala/m hal keter t iban umum dan dalam hail pelandju tan keadaan hukum. D alam hal keter t iban umum pertim bal-balikan m engakiba tkan orang m end jaqa supaja o rang ber-hati2 dalam m em pergunakan ketertiban umum sebagai a !asan untuk m engu tam akan hukum nasional, sedang dalam hal p e lan d ju tan k ea d aan hukum pertim bal-balikan adalah m endorong seorang su p a ja sebecapa boleh m em perhatikan pe land ju tan keadaan hukum itu

  • K alau sua tu negara kurang m em perhatikan hal p e land ju tan k ea d aan huk u m ini te rh ad ap lain negara, maka tidak boleh d iharapkan , b ah w a n e g a ra lain itu ak an m em perhatikan hall pe land ju tan k ead aan hukum itu s ep a tu tn ja te rh ad ap negara jang tersebut per tam a tadi.

    T im bu l pertan jaan , sampai d im anakah n ega ra2 m asing2 ak an m em p e rh a t ik an prinsip pe landju tan keadaan hukum itu ?

    S ek iran ja am at sukar un tuk m enetapkan b a ta s jang te rten tu ten tan g h a l ini. Paling tegas saja han ja dapa t m engatakan , bahwai suatu n eg a ra a k a n m u n g k in m enghentikan perhatian prinsip peland ju tan keadaian h u kum, apab ila tern ja ta , bahw a dengan suatu pe land ju tan k ead aan hukum ra s a keadilan dari rak ja t ak an tersinggung sedemikian rupa, sehingga p e lan d ju tan k ead aan hukum itu tidak d ap a t d ipertanggung djaw abkan . S a ja m engerti betul, bahw a ukuran batas seperti jang sa ja ka takan tadi ad a la h san g a t kabur . D a n kalau seorang m engatakan, b ah w a pen jebu tan u k u ra n b a ta s seperti ini adalah saima dengan tidak m engadakan ukuran. sa ja t idak d ap a t m enja lahkan orang itu seratus prosen. M a k a sebetulnja k e a d a a n 2 jang b ersan g k u tan harus ditindjau sa tu per satu, sampai dim ana p e 'a n d ju ta n k ead aan hukum itu sebaiknja akan diperhatikan.

    D a n ka lau in concreto harus d isebutkan suatu a lasan te rten tu un iuk m em batasi pelamdjutan keadaan hukum itu, m aka orang tidak boleh tidak a k a n kembali lagi k ep ad a suatu a lasan b erdasar atas ketertiban umum dari n eg a ra aw ak.

    D ia ta s sa ja mengemukakan, bahw a pem akaian a la sa n ketertiban um um diperbaiki oleh alasan pe landju tan keadaan hukum, tetapi seka rang te rn ja ta , b ah w a sebaliknja, kalalu orang mulai m enerdjunkan diri dalam k a n t ja h palandjutain keadaan hukum, hal ini, supaja memuaskan, pad a su a tu saa t h a ru s kembali ditjampuri lagi dengan alasan ketertiban umum. M a k a ak a n selalu a d a ,,wisselwerking’’ a tau saling mempengaruhi an ta ra d u a prinsip ini.

    D e n g a n m engem ukakan alasan pelad ju tan keadaan hukum orang be r tu d ju an un tuk m enundjuk kepada suatu pera tu ran hukum asing. M asih m end jad i per tan jaan , hukum asing jang m ana harus dilaksainakan. P e ra tu r a n 2 p en u n d ju k an jang ada, ja itu pasal 16, 17 dan 18 A. B., han ja m engenai bag ian sedikit dari perhubungan2 hukum jang dapat diketemu- k a n dalam pergau lan hidup dim asjarakat internasional. Pasal 16 A. B. h an ja m engenai kedudukan dan kekua'saan hukum seorang pada um um nja u n tu k m elakukan suatu perbuatan hukum, maka tidak mengenai isi suatii p e rh u b u n g an hukum .sebagai ak iba t dari perbuatan hukum itu. P asa l 17 A. B. han ja mengenai b a ran g 2 tak bergerak, tidak mengenai b a ran g 2 b e r gerak. P asa l 18 A .B . han ja mengenai tjara melakukan suatu perbuatan hukum , t idak mengenai ud jud dan isi perbuatan hukum itu. M ak a un tuk la p an g a n hukum jang tidak diliputi oleh tiga pasal tersebut orang masih m em butuhkan penegasan tentang hukum asing jang sama harus dilak- san ak an dalam hal pe land ju tan keadaan hukum.

    M eliha t p e rk a taan ,.pelandjutan” , m aka dengan sendirinja timbul p er tan jaan , dim ana mulai ad a n ja keadaan hukum itu. D jaw ab n ja ialah :

  • d im ana keadaan hukum itu dilahirkan. O leh karena keadaan hukum dilah irkan oleh suatu perbuatan hukum, maka pan d an g an orang harus di- a rah k an ketem pat dim ana dilakukan perbuatan hukum itu : M ak a hukum dari tem pat itulah („lex loci a c t u s ’), jang per-tama2 setja ra tepat seha- rusnja diperhatikan.

    T em p a t melakukan perbuatan hukum ini seringkali lain dari pada tem pat pendiam an seorang jang melakukan perbuatan itu (prinsip-domisili), lain d juga dari pada tempat negara nasional asal dari seorang itu (prinsinsip-kew arganegaraan), lain d juga daripada tempat letaknja suatu barang.

    Suatu tjontoh : D u a orang laki2 Perantjis jang sudah berumur Iebih dari 30 tahun, djadi m enurut hukum apapun d juga sudah dewasa, jang berdiam dinegeri Inggeris, pada w ak tu bepergian beristirahat berada dinegeri Swis, dimana mereka saling melahirkan suatu perd jandjian djual- beli perihal ba rang2 bergerak. Dalam hal ini menurut uraian diatas, hu kum perda ta dari negeri Swis jang harus dilaksanakan perihal isi dari perhubungan hukum an ta ra dua orang tersebut.

    K alau perdjandjian djual-beli itu dilaksanakan dinegeri Swis djuga, m aka t iada kesulitan. Lain halnja, apabila misalnja ba rang jang dibeli itu, belum diserahkan, kemudian orang2 itu pergi kenegeri Belandai, dim an a sipembeli menagih sipendjual untuk menjer.ahkan barang itu, p en ag ih an m ana diadjukan dimuka hakim Belanda. T im bul per tan jaan : te tap k ah berlaku hukum Swis atau berlakulah sekarang hukum Belanda ? Seandainja di Swis peraturan tentang djual-beli ada lah lain daripada dinegeri Belanda, misalnja di Swis seorang pembeli .sudah mendjadi pemilik barang p ada w aktu perdjandjian djual-beli disetudjui oleh k ed u a belah pihak sedang dinegeri Belanda orang pembeli ba rang baru mendjadi pemilik barang itu setelah barang itu diserahkan kepadanja, m aka timbullah kesulitan tentang hukum jang m ana harus dilakukan, hukum N egeri Swis atau hukum N egeri Belanda.

    Berhubung dengan kesulitan sematjam ini a d a pendapat setengah orang jang Iebih mengutamakan hukum dari negara dim ana suatu perd jandjian dilaksanakan, dar ipada hukum dari negara, dim ana perdjandjian itu dilahirkan.

    A d a suatu perdjandjian internasional jang sertjara terang m e n d a sa r- kan suatu peraturan pada suatu pelandjutan keadaan hukum, jaitu Tca-k- ta t D en H a ag dari tahun 1905 mengenai hukum h ar ta b e n d a dalam p e r ' kaw inan („huwelijksgoederenrecht’ i), Pasal 2 dari „ V e rd ra g ” itu ber- b u n j i :

    A ja t 1 : K alau dalam suatu perkawinan tiad a p e rd ja n d jia n -p e rk a - winan, m aka akibat^ d a n perkawinan mengenai h a r ta benda su am i-isteri, h aik barang2 bergerak, maupun barang2 tak bergerak tunduk k ep ad a hukum nasional d ari suammja pada w aktu p e rk aw im n dilakukan

  • A ja t 2 : Perubahan kewarganegaraan dari suami-isteri atau salah seorang dari mereka dikemudian hari, tidak dapat mempengaruhi berla- kunja hukum tentang harta benda dalam perkawinan, seperti tersebut dalam a ja t 1.

    Kini dengan terang ditandjutkan keadaan hukum pada waktu perkawinan dilakukan, meskipun kemudian barangkali ada perubahan perihal kedudukan hukum suami-isteri berhubung dengan hal mendapat kewarga- negaraan Iain.

  • B A G I A N V

    P E N U N D J U K A N K E M B A L I ( „ T E R U G W I J Z I N G " . ,,R E N V O I ”)

    S ua tu peraturan penundjukan seperti pasal 16 A. B., setelah dilak- sanakan pada suatu peristiwa te rten iu dapat berakibat, bahw a seorang hakim m enurut pasal tersebut berhubung dengan pasal 3 A. B. harus m elaksanakan hukum dari suatu negara asing. M isalnja seorang A. ber- w arganega ra H ungaria , jang berumur 22 tahun dan berdiam di D jakarta , membikin suatu perdjandjian perdata, dengan seorang Indonesia B. M e n uru t pasal 16 B. jo pasal 3 A. B. kedudukan hukum si A ikut pada hu kum H ungaria jang menentukan, bahw a orang dianggap dew asa baru pada umur 24 tahun. M aka A menurut hukum itu adalah belum dewasa. Ia digugat oleh B dimuka hakim di D jakarta , dim ana A m en gem u k ak an , bahw a perdjandjian an tara A dan B adalah batal, oleh karena A belum dew asa pada waktu membikin perdjandjian itu.

    O leh karena m enurut pasal 16 A. B. hukum H ungaria lah jang b erlaku, maka A harus dibenarkan. Kini sama sekali tiada kesulitan, oleh karena H ungaria d juga mempunjai sua tu peraturan penundjukan serupa d engan pasal 16 A. B., jang m enundjuk kepada hukum nasional dari seorang jang berkepentingan, in casu hukum H u ngaria djuga.

    Lain halnja apabila si A itu bukan seorang H ungaria , melainkan seorang Argentina. H ukum A rgentina m enentukan sebagai b a ta s umur imt.uk orang dew asa ialah 25 tahun, maka A adalah belum dew asa pula menurut hukum Argentina. A kan tetapi hukum A rgentina m enurut suatu peraturan penundjukan, jang tidak m enundjuk kepada hukum nasional dari orang jang berkepentingan, melainkan kepada hukum dari negara. dimana orang itu berdiam. M aka menurut peraturan penund jukan itu hu kum Lndonesialah jang in casu berlaku. D an menurut hukum Indonesia A. sudah dewasa, oleh karena batas umur untuk orang dew asa m enurut ..Burgerlijk W e tb o e k ” adalah 21 tahun dan menurut hukum a d a t malahan lebih rendah lagi, jaitu disekitar 18 atau 19 tahun.

    Kini timbul bentrokan antara dua matjam pera tu ran penundjukan- P enundjukan kembali dari hukum A rgentina ini oleh ahli2 hukum asing dinamakan ,,renvoi , oleh ahli hukum bangsa Belanda d juga dinam akan ,,terugwijzing” .

    Bagaim anakah seharusnja sikap hakim Indonesia dalam hal penundjukan kembali ini ?

    Kemungkinan ke-1 . Hakim dapa t m enom k penundjukan kembali itu dengan beralasan seperti b e r ik u t : Penund jukan oleh pasal 16 A. B. ber- m aksud menundjuk kepada isi suatu hukum asin g , jaitu hukum n asion al dari orang jang berkepentingan, bersandar atas kejakinan, bahw a seb aiknja isi hukum asing itulah jang harus berlaku dalam hal kedudukan hu-

  • kum seorang. Bukan maksud pasal 16 A .B . untuk menundjuk djuga ke- pada suatu peraturan penundjuk dari hukum asing itu; sebab tidak lajak, apabila arti peraturan penundjukan dari negara awak dikalahkan terhadap arti peraturan penundjukan dari negara asing. M aka dari itu peraturan penundjukan dari Argentina; tersebut tidak diturut dan hakim tetap me- iakukan hukum A rgentina dengan akibat. bahwa si A tersebut dianggap belum dewasa pada waktu membikin perdjandjian dan ia dapat menuntut supaja perdjandjian itu dianggap batal.

    Kemungkinan ke-2 : Hakim dapat menerima penundjukan kembali tersebut, oleh karena hakim berpendapat, bahwa jang ditundjuk oleh pa- sal 16 A B. ialah hukum asing seluruhnja, termasuk djuga suatu peraturan Penundjukan dari negara asing itu.

    Kalau hakim mengambil sikap seperti be'akangan ini, makai selan- djutnja a