95093133 perjanjian ekstradisi dalam prespektif fiqh 99373479 beni ha

133
PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA DALAM ILMU HUKUM ISLAM OLEH: BENNY HASAN NIM: 99373479 DI BAWAH BIMBINGAN 1. SITI FATIMAH, SH. M.HUM 2. DRS. ABDUL MADJID AS i

Upload: muhammadalfan

Post on 11-Aug-2015

28 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

PERJANJIAN EKSTRADISI

DALAM PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTAUNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT GUNA MEMPEROLEH

GELAR SARJANA DALAM ILMU HUKUM ISLAM

OLEH:

BENNY HASANNIM: 99373479

DI BAWAH BIMBINGAN

1. SITI FATIMAH, SH. M.HUM2. DRS. ABDUL MADJID AS

JURUSAN JINAYAH SIYASAHFAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2004

i

Page 2: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Siti Fatimah, SH, M. Hum.Dosen Fakultas Syari’ahUIN Sunan KalijagaNOTA DINAS

Hal : Skripsi Saudara Benny Hasan Kepada Yth :

Dekan fakultas Syari’ah

UIN Sunan kalijaga

Di Yogyakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengoreksi dan menyarankan perbaikan seperlunya,

maka menurut kami skripsi saudara:

Nama : Benny Hasan

NIM : 9937 3479

Judul : “Perjanjian Ekstradisi Dalam perspektif Fiqih Siyasah”

Sudah dapat diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar

sarjana strata satu dalam Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

Bersama ini kami ajukan skripsi tersebut untuk diterima selayaknya dan

mengharap agar segera dimunaqosyahkan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 16 Jumadil Ula 1425 H 5 Juli 2004

Pembimbing I

Siti Fatimah, S.H, M. Hum NIP: 150 260 463

ii

Page 3: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Drs. Abdul Madjid ASDosen Fakultas Syari’ahUIN Sunan KalijagaNOTA DINAS

Hal : Skripsi Saudara Benny Hasan Kepada Yth :

Dekan Fakultas Syari’ah

UIN Sunan kalijaga

Di Yogyakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengoreksi dan menyarankan perbaikan seperlunya,

maka menurut kami skripsi saudara:

Nama : Benny Hasan

NIM : 9937 3479

Judul : “Perjanjian Ekstradisi Dalam perspektif Fiqih Siyasah”

Sudah dapat diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar

sarjana strata satu dalam Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

Bersama ini kami ajukan skripsi tersebut untuk diterima selayaknya dan

mengharap agar segera dimunaqosyahkan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 16 Jumadil Ula 1425 H 5 Juli 2004

Pembimbing II

Drs. Abdul Madjid AS NIP: 150 192 830

iii

Page 4: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

PENGESAHAN

Skripsi berjudul

“Perjanjian Ekstradisi Dalam Perspektif Fiqih Siyasah”

yang disusun oleh

BENNY HASAN

NIM: 9937 3479

Telah dimunaqosyahkan di depan sidang muaqosyah pada tanggal 26 Juni 2004/8

Jumadil Tsaniyah 1425 H dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu

syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Hukum Islam.

Yogyakarta, 15 Jumadil Tsaniyah 1425 H 2 Agustus 2004

Dekan Fakultas Syari’ah

Drs. H. Malik Madany, MA NIP: 150 182 698

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dr. Khoiruddin Nasution, MA Drs. Muh. Rizal Qosim, M.Si NIP: 150 246 195 NIP: 150 256 649

Pembimbing I Pembimbing II

Siti Fatimah, SH, M. Hum Drs. Abdul Madjid, AS NIP: 150 260 463 NIP: 150 192 830

Penguji I Penguji II

Siti Fatimah, SH, M. Hum Drs. Ocktoberrinsyah, M. Ag NIP: 150 260 463 NIP: 150 289 435

iv

Page 5: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

SISTEM TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman

pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987

I. Konsonan Tunggal

Huruf ArabNama

Huruf LatinN a m a

ا

ب

ت

ث

ج

ح

خ

د

ذ

ر

ز

س

ش

ص

ض

ط

ظ

ع

غ

ف

ق

ك

ل

م

ن

و

هـ

ء

Alif

bâ’

tâ’

s|â’

jim

hâ’

khâ’

dâl

zâl

râ’

zai

sin

syin

Shâd

dhâd

thâ’

zhâ’

‘ain

gain

fâ’

qâf

kâf

lâm

mim

nûn

waû

hâ’

hamzah

tidak dilambangkan

b

t

S

j

h

kh

d

Z

r

z

s

sy

S

d

t

Z

g

f

q

k

l

m

n

w

h

`

tidak dilambangkan

be

te

es (dengan titik di atas)

je

ha (dengan titik di bawah)

ka dan ha

de

zet (dengan titik di atas)

er

zet

es

es dan ye

es (dengan titik di bawah)

de (dengan titik di bawah)

te (dengan titik di bawah)

zet (dengan titik di bawah)

koma terbalik di atas

ge

ef

qi

ka

`el

`em

`en

w

ha

apostrof

v

Page 6: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

ي yâ’ y ye

II. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis rangkap

متّع�ددة

عد�ة

ditulis

ditulis

muta`addidah

`iddah

III. Ta’ marbut}ah di akhir kata

1. Bila dimatikan ditulis h

حكمة

علة

ditulis

ditulis

h}ikmah

`illah

(Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).

2. Bila diikuti dengan kata sandang ‘al’ serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis

dengan h.

األولياء كرامة ditulis karâmah al-aûliyâ`

3. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan dammah ditulis t

atau h.

الفطر زكاة ditulis zakâh al-fitri

IV. Vokal Pendek

___

فّعل

___

ذكر

___

يذهب

fathah

kasrah

dammah

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

a

fa’ala

i

zukira

u

yazhabu

vi

Page 7: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

V. Vokal Panjang

1

2

3

4

fathah + alif

جاهلية

fathah + yâ’ mati

تنسى

kasrah + yâ’ mati

كـريم

dammah + waû mati

فروض

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

â

jâhiliyyah

â

tansâ

i

karîm

û

furûdl

VI. Vokal Rangkap

1

2

fathah + yâ’ mati

بينكم

fathah + waû mati

قول

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ai

bainakum

qaûl

VII. Vokal Pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

أأنتم

أعدت

شكرتم لئن

ditulis

ditulis

ditulis

A’antum

u’iddatla’in syakartum

VIII. Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikuti huruf Qomariyyah ditulis dengan menggunakan huruf “l”.

vii

Page 8: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

القرآن

القياس

ditulis

ditulis

al-Qur`ân

al-Qiyâs

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, dengan menghilangkan huruf l (el) nya.

السمآء

الشمس

ditulis

ditulis

as-Samâ`

asy-Syams

IX. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat

Ditulis menurut penulisannya.

الفروض ذوي

السنة هلأ

ditulis

ditulis

zawi al-furûdl

ahl as-sunnah

viii

Page 9: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

KATA PENGANTAR

الرحيم الرحمن الله بسم

ــد ــه الحم ــالمين رّب� لل الة الّع �الم الّصــ � اشــرف على والســ

. أم�ابّعد اجمّعين واصحابه اله وعلى والمرسلينى األنبياءSelesainya penyusunan skripsi ini, yang bagi penyusun merupakan beban

yang sangat berat, karena menguras banyak tenaga dan pikiran, memberikan

kebahagiaan yang tak ternilai bagi penyusun.

Oleh karena itu, sebuah hal yang sangat wajar apabila penyusun

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuannya kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Untuk lebih rincinya penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak. Drs. H. A. Malik Madany, MA, sebagai Dekan Fakultas Syari’ah.

2. Ibu. Siti Fatimah, S.H, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing I, atas semua

waktunya untuk membimbing dan memberi dorongan, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

3. Bapak. Drs. Abdul Madjid AS, selaku Dosen Pembimbing II dan selaku

Penasehat Akademik, atas segala bimbingan baik selama kuliah maupun dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. Kedua Orang Tua, (Abah) H. Imron Romly, BA (Alm) dan (Ibu) Hj. Hikmah

Rosmalena. Dan kakak-kakakku, Ahmad Muzakky, SH beserta istri Yuliatin,

Amd. Serta Nelly Hikmiyah, SP. Atas dukungannya baik doa, moril, maupun

materiil.

ix

Page 10: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

5. Teman-temanku, Yus Afni A, ST, Gesang Setyo Aji, S.H.I, Wahyuni Ernawati,

Imam, teman-teman KKN Kelompok Glagah 6, dan teman-temanku yang lain

yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu atas bantuannya dan dukungannya.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu atas bantuannya dan

dukungannya, penyusun hanya dapat membalas dengan doa, semoga perbuatan

baik tersebut diterima Allah SWT dan mendapat balasan yang berlipat ganda.

Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik maupun saran yang bersifat

membangun sangat kami harapkan dan akan kami terima dengan kerendahan hati

guna memperbaiki tugas kami selanjutnya

Harapan kami adalah semoga skripsi ini dapat menambah wawasan keilmuan

dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penyusun dan pembaca pada

umumnya. Amin.

Yogyakarta, 3 Jumadil Ula 1425 H 21 Juni 2004 Penyusun

Benny Hasan NIM. 9937 3479

x

Page 11: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

ABSTRAK

Skripsi ini dibuat disebabkan adanya suatu permasalahan yang menurut penulis cukup menarik. Permasalahan yang ada adalah adanya perjanjian ekstradisi sekarang ini yang diadakan antar negara, disebabkan adalah karena semakin berkembangnya zaman. Sekarang ini orang berbuat tindak pidana tidak takut lagi untuk melarikan diri ke negara lain.

Untuk itu perlu diadakan perjanjian ekstradisi antar negara. Sesuai dengan bidang keilmuan yang ditekuni oleh penulis yaitu Jinayah Siyasah, maka dalam hal ini penulis akan mengkaji dari segi Fiqih Siyasah. Bagaimanakah pandangan dari Fiqih Siyasah mengenai perjanjian ekstradisi ini. Jadi dalam hal ini bagaimanakah konsep perjanjian ekstradisi sekarang ini menurut Fiqih Siyasah. Apakah sudah sesuai atau belum. Dan juga mengenai prinsip-prinsip umum dari perjanjian ekstradisi itu sendiri, sudah sesuai dengan Fiqih Siyasah atau belum.

Maka akan dilihat dari contoh perjanjian ekstradisi dengan negara lain, yang akan dilihat materi, konsep dari perjanjian tersebut menurut Fiqih Siyasah. Dan juga perjanjian ekstradisi itu sendiri dari segi pengertian, konsep dan lain-lainnya, sudah sesuai dengan Fiqih Siyasah atau tidak.

Dan hasilnya adalah setelah dikaji, ada hal-hal yang sudah sesuai. Bahwa ternyata dalam Fiqih Siyasah sendiri telah mengenal adanya perjanijian ekstradisi. Mengenai prinsip-prinsip umum yang ada banyak yang telah sesuai secara substansial. Ada ketidak sesuaian, yaitu mengenai negara-negara yang dapat melakukan perjanjian ekstradisi. Dalam Fiqih Siyasah negara yang dapat mengadakan perjanjian ekstradisi adalah negara-negara yang termasuk dalam negara Darus Salam, sedangkan yang termasuk dalam Darul Kuffar tidak dapat mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara yang termasuk dalam Darus Salam.

Selain itu dapat disimpulkan ada hal-hal yang kurang sesuai dengan Fiqih Siyasah, yaitu mengenai pelaku tindak kejahatan, yang mana dalam Fiqih Siyasah itu diperjelas mengenai apakah orang tersebut muslim, atau dzimmi. Sementara dalam perjanjian ekstradisi pada umumnya tidak secara jelas menyebutkan tentang pelaku kejahatan apakah dia itu muslim atau dzimmi.

xi

Page 12: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

NOTA DINAS ....................................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

ABSTRAK.............................................................................................................. xi

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... 7

D. Telaah Pustaka ............................................................................... 8

E. Kerangka Teoritik .......................................................................... 10

F. Metode Penelitian .......................................................................... 14

G. Sistematika Pembahasan................................................................. 16

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN EKSTRADISI

A. Pengertian Perjanjian Ekstradisi dan Latar Belakang Lahirnya

Perjanjian Ekstradisi ...................................................................... 18

B. Asas Perjanjian Ekstradisi dan Dasar Hukum Perjanjian

Ekstradisi ........................................................................................ 26

C. Praktek Perjanjian Ekstradisi di Indonesia .................................... 32

xii

Page 13: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

BAB III PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM FIQIH SIYASAH

A. Pengertian Perjanjian Ekstradisi dan Dasar Hukum Perjanjian

Ekstradisi ........................................................................................ 37

B. Konsep Fiqih Siyasah tentang Perjanjian Ekstradisi ..................... 40

C. Praktek Perjanjian Ekstradisi dalam Fiqih Siyasah ....................... 45

BAB IV ANALISIS FIQIH SIYASAH TERHADAP PERJANJIAN

EKSTRADISI

Prinsip-prinsip Umum dalam Perjanjian Ekstradisi menurut

Perspektif Fiqih Siyasah……………………………………. 49

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 69

B. Saran-saran ..................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 71

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN I TERJEMAHAN AYAT ............................................................... I

LAMPIRAN II BIOGRAFI ULAMA DAN TOKOH........................................... III

LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 1976 TENTANG

PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK

INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA ......................... V

LAMPIRAN III CURRICULUM VITAE .......................................................... XXIII

PERJANJIAN EKSTRADISI

DALAM PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH

xiii

Page 14: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTAUNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT GUNA MEMPEROLEH

GELAR SARJANA DALAM ILMU HUKUM ISLAM

OLEH:

BENNY HASANNIM: 99373479

DI BAWAH BIMBINGAN

3. SITI FATIMAH, SH. M.HUM4. DRS. ABDUL MADJID AS

JURUSAN JINAYAH SIYASAHFAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2004Siti Fatimah, SH, M. Hum.Dosen Fakultas Syari’ahUIN Sunan Kalijaga

xiv

Page 15: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

NOTA DINAS

Hal : Skripsi Saudara Benny Hasan Kepada Yth :

Dekan fakultas Syari’ah

UIN Sunan kalijaga

Di Yogyakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengoreksi dan menyarankan perbaikan seperlunya,

maka menurut kami skripsi saudara:

Nama : Benny Hasan

NIM : 9937 3479

Judul : “Perjanjian Ekstradisi Dalam perspektif Fiqih Siyasah”

Sudah dapat diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar

sarjana strata satu dalam Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

Bersama ini kami ajukan skripsi tersebut untuk diterima selayaknya dan

mengharap agar segera dimunaqosyahkan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 16 Jumadil Ula 1425 H 5 Juli 2004

Pembimbing I

Siti Fatimah, S.H, M. Hum NIP: 150 260 463

Drs. Abdul Madjid ASDosen Fakultas Syari’ahUIN Sunan Kalijaga

xv

Page 16: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

NOTA DINAS

Hal : Skripsi Saudara Benny Hasan Kepada Yth :

Dekan Fakultas Syari’ah

UIN Sunan kalijaga

Di Yogyakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengoreksi dan menyarankan perbaikan seperlunya,

maka menurut kami skripsi saudara:

Nama : Benny Hasan

NIM : 9937 3479

Judul : “Perjanjian Ekstradisi Dalam perspektif Fiqih Siyasah”

Sudah dapat diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar

sarjana strata satu dalam Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

Bersama ini kami ajukan skripsi tersebut untuk diterima selayaknya dan

mengharap agar segera dimunaqosyahkan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 16 Jumadil Ula 1425 H 5 Juli 2004

Pembimbing II

Drs. Abdul Madjid AS NIP: 150 192 830

PENGESAHAN

Skripsi berjudul

xvi

Page 17: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

“Perjanjian Ekstradisi Dalam Perspektif Fiqih Siyasah”

yang disusun oleh

BENNY HASAN

NIM: 9937 3479

Telah dimunaqosyahkan di depan sidang muaqosyah pada tanggal 26 Juni 2004/8

Jumadil Tsaniyah 1425 H dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu

syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Hukum Islam.

Yogyakarta, 15 Jumadil Tsaniyah 1425 H 2 Agustus 2004

Dekan Fakultas Syari’ah

Drs. H. Malik Madany, MA NIP: 150 182 698

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dr. Khoiruddin Nasution, MA Drs. Muh. Rizal Qosim, M.Si NIP: 150 246 195 NIP: 150 256 649

Pembimbing I Pembimbing II

Siti Fatimah, SH, M. Hum Drs. Abdul Madjid, AS NIP: 150 260 463 NIP: 150 192 830

Penguji I Penguji II

Siti Fatimah, SH, M. Hum Drs. Ocktoberrinsyah, M. Ag NIP: 150 260 463 NIP: 150 289 435

SISTEM TRANSLITERASI ARAB-LATIN

xvii

Page 18: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman

pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987

X. Konsonan Tunggal

Huruf ArabNama

Huruf LatinN a m a

ا

ب

ت

ث

ج

ح

خ

د

ذ

ر

ز

س

ش

ص

ض

ط

ظ

ع

غ

ف

ق

ك

ل

م

ن

و

هـ

ء

ي

Alif

bâ’

tâ’

s|â’

jim

hâ’

khâ’

dâl

zâl

râ’

zai

sin

syin

Shâd

dhâd

thâ’

zhâ’

‘ain

gain

fâ’

qâf

kâf

lâm

mim

nûn

waû

hâ’

hamzah

yâ’

tidak dilambangkan

b

t

S

j

h

kh

d

Z

r

z

s

sy

S

d

t

Z

g

f

q

k

l

m

n

w

h

`

y

tidak dilambangkan

be

te

es (dengan titik di atas)

je

ha (dengan titik di bawah)

ka dan ha

de

zet (dengan titik di atas)

er

zet

es

es dan ye

es (dengan titik di bawah)

de (dengan titik di bawah)

te (dengan titik di bawah)

zet (dengan titik di bawah)

koma terbalik di atas

ge

ef

qi

ka

`el

`em

`en

w

ha

apostrof

ye

xviii

Page 19: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

XI. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis rangkap

متّع�ددة

عد�ة

ditulis

ditulis

muta`addidah

`iddah

XII. Ta’ marbut}ah di akhir kata

4. Bila dimatikan ditulis h

حكمة

علة

ditulis

ditulis

h}ikmah

`illah

(Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).

5. Bila diikuti dengan kata sandang ‘al’ serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis

dengan h.

األولياء كرامة ditulis karâmah al-aûliyâ`

6. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan dammah ditulis t

atau h.

الفطر زكاة ditulis zakâh al-fitri

XIII. Vokal Pendek

___

فّعل

___

ذكر

___

يذهب

fathah

kasrah

dammah

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

a

fa’ala

i

zukira

u

yazhabu

xix

Page 20: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

XIV. Vokal Panjang

1

2

3

4

fathah + alif

جاهلية

fathah + yâ’ mati

تنسى

kasrah + yâ’ mati

كـريم

dammah + waû mati

فروض

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

â

jâhiliyyah

â

tansâ

i

karîm

û

furûdl

XV. Vokal Rangkap

1

2

fathah + yâ’ mati

بينكم

fathah + waû mati

قول

ditulis

ditulis

ditulis

ditulis

ai

bainakum

qaûl

XVI. Vokal Pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

أأنتم

أعدت

شكرتم لئن

ditulis

ditulis

ditulis

A’antum

u’iddatla’in syakartum

XVII. Kata Sandang Alif + Lam

3. Bila diikuti huruf Qomariyyah ditulis dengan menggunakan huruf “l”.

القرآن

القياس

ditulis

ditulis

al-Qur`ân

al-Qiyâs

xx

Page 21: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

4. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, dengan menghilangkan huruf l (el) nya.

السمآء

الشمس

ditulis

ditulis

as-Samâ`

asy-Syams

XVIII. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat

Ditulis menurut penulisannya.

الفروض ذوي

السنة هلأ

ditulis

ditulis

zawi al-furûdl

ahl as-sunnah

KATA PENGANTAR

الرحيم الرحمن الله بسم

xxi

Page 22: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

ــد ــه الحم ــالمين رّب� لل الة الّع �الم الّصــ � اشــرف على والســ

. أم�ابّعد اجمّعين واصحابه اله وعلى والمرسلينى األنبياءSelesainya penyusunan skripsi ini, yang bagi penyusun merupakan beban

yang sangat berat, karena menguras banyak tenaga dan pikiran, memberikan

kebahagiaan yang tak ternilai bagi penyusun.

Oleh karena itu, sebuah hal yang sangat wajar apabila penyusun

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuannya kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Untuk lebih rincinya penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

7. Bapak. Drs. H. A. Malik Madany, MA, sebagai Dekan Fakultas Syari’ah.

8. Ibu. Siti Fatimah, S.H, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing I, atas semua

waktunya untuk membimbing dan memberi dorongan, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

9. Bapak. Drs. Abdul Madjid AS, selaku Dosen Pembimbing II dan selaku

Penasehat Akademik, atas segala bimbingan baik selama kuliah maupun dalam

penyelesaian skripsi ini.

10. Kedua Orang Tua, (Abah) H. Imron Romly, BA (Alm) dan (Ibu) Hj. Hikmah

Rosmalena. Dan kakak-kakakku, Ahmad Muzakky, SH beserta istri Yuliatin,

Amd. Serta Nelly Hikmiyah, SP. Atas dukungannya baik doa, moril, maupun

materiil.

11. Teman-temanku, Yus Afni A, ST, Gesang Setyo Aji, S.H.I, Wahyuni Ernawati,

Imam, teman-teman KKN Kelompok Glagah 6, dan teman-temanku yang lain

yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu atas bantuannya dan dukungannya.

xxii

Page 23: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

12. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu atas bantuannya dan

dukungannya, penyusun hanya dapat membalas dengan doa, semoga perbuatan

baik tersebut diterima Allah SWT dan mendapat balasan yang berlipat ganda.

Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik maupun saran yang bersifat

membangun sangat kami harapkan dan akan kami terima dengan kerendahan hati

guna memperbaiki tugas kami selanjutnya

Harapan kami adalah semoga skripsi ini dapat menambah wawasan keilmuan

dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penyusun dan pembaca pada

umumnya. Amin.

Yogyakarta, 3 Jumadil Ula 1425 H 21 Juni 2004 Penyusun

Benny Hasan NIM. 9937 3479

ABSTRAK

Skripsi ini dibuat disebabkan adanya suatu permasalahan yang menurut penulis cukup menarik. Permasalahan yang ada adalah adanya perjanjian ekstradisi sekarang ini yang diadakan antar negara, disebabkan adalah karena semakin

xxiii

Page 24: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

berkembangnya zaman. Sekarang ini orang berbuat tindak pidana tidak takut lagi untuk melarikan diri ke negara lain.

Untuk itu perlu diadakan perjanjian ekstradisi antar negara. Sesuai dengan bidang keilmuan yang ditekuni oleh penulis yaitu Jinayah Siyasah, maka dalam hal ini penulis akan mengkaji dari segi Fiqih Siyasah. Bagaimanakah pandangan dari Fiqih Siyasah mengenai perjanjian ekstradisi ini. Jadi dalam hal ini bagaimanakah konsep perjanjian ekstradisi sekarang ini menurut Fiqih Siyasah. Apakah sudah sesuai atau belum. Dan juga mengenai prinsip-prinsip umum dari perjanjian ekstradisi itu sendiri, sudah sesuai dengan Fiqih Siyasah atau belum.

Maka akan dilihat dari contoh perjanjian ekstradisi dengan negara lain, yang akan dilihat materi, konsep dari perjanjian tersebut menurut Fiqih Siyasah. Dan juga perjanjian ekstradisi itu sendiri dari segi pengertian, konsep dan lain-lainnya, sudah sesuai dengan Fiqih Siyasah atau tidak.

Dan hasilnya adalah setelah dikaji, ada hal-hal yang sudah sesuai. Bahwa ternyata dalam Fiqih Siyasah sendiri telah mengenal adanya perjanijian ekstradisi. Mengenai prinsip-prinsip umum yang ada banyak yang telah sesuai secara substansial. Ada ketidak sesuaian, yaitu mengenai negara-negara yang dapat melakukan perjanjian ekstradisi. Dalam Fiqih Siyasah negara yang dapat mengadakan perjanjian ekstradisi adalah negara-negara yang termasuk dalam negara Darus Salam, sedangkan yang termasuk dalam Darul Kuffar tidak dapat mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara yang termasuk dalam Darus Salam.

Selain itu dapat disimpulkan ada hal-hal yang kurang sesuai dengan Fiqih Siyasah, yaitu mengenai pelaku tindak kejahatan, yang mana dalam Fiqih Siyasah itu diperjelas mengenai apakah orang tersebut muslim, atau dzimmi. Sementara dalam perjanjian ekstradisi pada umumnya tidak secara jelas menyebutkan tentang pelaku kejahatan apakah dia itu muslim atau dzimmi.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

xxiv

Page 25: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

NOTA DINAS ....................................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

ABSTRAK.............................................................................................................. xi

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

I. Rumusan Masalah .......................................................................... 7

J. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... 7

K. Telaah Pustaka ............................................................................... 8

L. Kerangka Teoritik .......................................................................... 10

M. Metode Penelitian .......................................................................... 14

N. Sistematika Pembahasan................................................................. 16

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN EKSTRADISI

D. Pengertian Perjanjian Ekstradisi dan Latar Belakang Lahirnya

Perjanjian Ekstradisi ...................................................................... 18

E. Asas Perjanjian Ekstradisi dan Dasar Hukum Perjanjian

Ekstradisi ........................................................................................ 26

F. Praktek Perjanjian Ekstradisi di Indonesia .................................... 32

BAB III PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM FIQIH SIYASAH

D. Pengertian Perjanjian Ekstradisi dan Dasar Hukum Perjanjian

xxv

Page 26: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Ekstradisi ........................................................................................ 37

E. Konsep Fiqih Siyasah tentang Perjanjian Ekstradisi ..................... 40

F. Praktek Perjanjian Ekstradisi dalam Fiqih Siyasah ....................... 45

BAB IV ANALISIS FIQIH SIYASAH TERHADAP PERJANJIAN

EKSTRADISI

Prinsip-prinsip Umum dalam Perjanjian Ekstradisi menurut

Perspektif Fiqih Siyasah……………………………………. 49

BAB V PENUTUP

C. Kesimpulan .................................................................................... 69

D. Saran-saran ..................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 71

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN I TERJEMAHAN AYAT ............................................................... I

LAMPIRAN II BIOGRAFI ULAMA DAN TOKOH........................................... III

LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 1976 TENTANG

PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK

INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA ......................... V

LAMPIRAN III CURRICULUM VITAE .......................................................... XXIII

BAB IIIPERJANJIAN EKSTRADISI DALAM FIQIH SIYASAH

xxvi

Page 27: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

A. Pengertian Perjanjian Ekstradisi Dan Dasar Hukum Perjanjian

Ekstradisi

Dalam Fiqih Siyasah dikenal adanya hubungan internasional yang

memerlukan adanya sebuah perjanjian antar negara dan antar bangsa dalam

menjalani hubungan antar bangsa dan antar negara. Apalagi dalam hal penegakan

hukum di dalamnya.

Berdasarkan kenyataan bahwa semua orang tidaklah mau menerima, apalagi

mentaati hukum Islam itu sebagai hukum Internasional. Dalam menjalani hubungan

internasional dan untuk mentaati hukum internasional diperlukan adanya sebuah

perjanjian antar negara.

Perjanjian (treaty) dalam hukum internasional ialah persetujuan antara dua

negara atau lebih guna mengatur hubungan-hubungan hukum dan hubungan-

hubungan internasional dan meletakkan dasar yang harus dipatuhi. 1

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa hukum internasional yang

berlaku sekarang lahir dari kebiasaan-kebiasaan yang berlaku antara negara dan dari

perjanjian-perjanjian yang mengikat negara-negara itu. Adapun hukum Islam

internasional, mengambil kekuatannya dari dasar (prinsip-prinsip) kemanusiaan

umum yang telah kita bentangkan di atas itu, termasuk di dalamnya memenuhi janji.

2

Pada mulanya perkataan ‘perjanjian’ (mu’ahadah) itu dipakai bagi

persetujuan-persetujuan internasional yang penting-penting dan yang berbentuk

1 Ali-Ali Mansur, Syari’at Islam dan Hukum internasional Umum, (Jakarta: Bulan Binatang, 1979), hlm.107.

2 Ibid., hlm. 107

xxvii

Page 28: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

politik, seperti perjanjian-perjanjian damai atau persekutuan. Adapun perjanjian-

perjanjian yang tidak bercorak politik disebut ‘persetujuan’, ittifaqiyah (convention)

atau persepakatan ittifaq (record). 3

Dipandang dari sudut masa, perjanjian-perjanjian internasional itu ada yang

bersifat sementara dan ada pula yang abadi. Sedang dipandang dari sudut

kesahannya, ia itu boleh jadi sah dan boleh pula tidak sah. Adapun melihat

persoalannya, ia itu terkadang perjanjian politik atau sosial. Sebenarnya perjanjian itu

bermacam-macam dan ditentukan oleh sifat perjanjian itu sendiri. 4

Hukum internasional tidak melarang mengadakan perjanjian itu secara lisan

saja. Tetapi telah menjadi tradisi bahwa setiap perjanjian dibuat dengan tertulis,

sehingga mungkin menyampaikan pada kekuasaan-kekuasaan yang bersangkutan

untuk disahkan. Terkadang penulisan itu dibuat dalam beberapa naskah dan

terkadang pula didaftarkan dalam daftar internasional, seperti pada sekretariat Liga

Bangsa-bangsa dahulu dan sekretariat Perserikatan Bangsa-bangsa sekarang. 5

Dilihat dari berbagai pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian adalah

suatu kesepakatan yang dilakukan oleh antar bangsa dan antar negara dalam hal

politik atau hukum dalam keadaan damai. Yang ditujukan untuk keadaan yang lebih

baik.

Sementara itu Ekstradisi adalah mempunyai kata lain yaitu penyerahan

penjahat. Setiap negara Islam dipandang sebagai wakil yang mutlak bagi Islam di

3 M. Abu Zahrah, Hubungan-Hubungan Internasional dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 91

4 Ali-Ali Mansur, Syari’at Islam, hlm.107

5 Ibid., hlm.109

xxviii

Page 29: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

dalam menjalankan syari’at Islam. Karena itu apabila seorang Indonesia, melakukan

tindak pidana di Indonesia, maka dia dapat diperkarakan di Mesir.6

Ada pendapat yang mengatakan tentang ektradisi tidak secara jelas tapi

menyatakan bahwa setiap negara yang termasuk Darus Salam dipandang sebagai

wakil yang mutlak bagi negara yang lain untuk menjalankan hukum Islam. 7

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian

Ekstradisi menurut Fiqih Siyasah adalah perjanjian antara dua negara di bidang

hukum dalam hal penyerahan penjahat antara negara Darus Salam.

Mengenai dasar hukum dari perjanjian ekstradisi dalam Al-Qur’an tidak

menyebutkan secara pasti mengenai aturan yang jelas dari Al-Qur’an. Dalam buku

dari T. M. Hasby Ash-Shiddieqy atau buku yang lain hanya menyebutkan satu ayat

yang mungkin dianggap mirip, yaitu sebuah ayat, Allah SWT berfirman:8

فــامتحنوهن� مهجــرت المــؤمنت جاءكم اذا امنوا ال�ذين يايها الى ترجّعوهن� فال مؤمنت علمتوهن� فان بايمانهن� اعلم الله

ون والهم لهم حل� الهن� الكف�ار �ا واتــوهم لهن� يحلــ � انفقــوا مــــاح ــ ــوهن� ان عليكم والجن ــ ــوهن� اذا تنكح ــ ــورهن� اتيتم ــ اج مــا وليســئلوا مــاانفقوا وســئلوا الكــوافر بّعّصم والتمسكوا

حكيم عليم والله بينكم يحكم الله حكم ذلك انفقوا

B. Konsep Fiqih Siyasah tentang Perjanjian Ekstradisi

6 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar Golongan Dalam Fiqih Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hlm.

7 L. Amin Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm. 31

8 Al-Mumtahanah (60) : 10

xxix

Page 30: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Perbincangan mengenai apakah Fiqih Siyasah mempunyai konsep tentang perjanjian Ekstradisi

atau tidak, tampaknya menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Para ilmuwan

dan aktivis dalam dekade terakhir ini termasuk ilmuwan Indonesia terutama sekali

intelektual kampus sering membicarakannya. Bermacam pendapat telah muncul

dalam rangka menganalisis teori tentang perjanjian Ekstradisi dalam Fiqih Siyasah.

Mengingat teori Islam, dunia ini dibagi dua, yaitu : Darul Islam dan Darul

Harbi. Maka boleh jadi sebagian orang menyangka, bahwa hal ini mengharuskan

supaya semua negara-negara Islam itu, diperintah suatu pemerintah saja. Ini adalah

suatu persangkaan yang tidak bersendi kenyataan. Teori-teori Islam tidak dibuat atas

dasar supaya negara-negara Islam diperintah oleh suatu pemerintah saja. Hanya

dibuat atas dasar yang dikehendaki oleh Islam. Islam menghendaki supaya segenap

umat Islam di seluruh dunia merupakan satu tangan menghadap ke arah yang satu,

dibimbing oleh satu politik.

Untuk mewujudkan maksud ini memang mudah sekali apabila semua negara

Islam dikuasai oleh pemerintah yang satu. Akan tetapi bukan jalan ini jalan satu-

satunya untuk mewujudkan tujuan-tujuan Islam. Dapat juga dilaksanakan dengan

adanya beberapa negara di Darul Islam, selama negara-negara itu menuju ke satu

jurusan, berjalan di satu politik.

Dan Islam tidak berlawanan dengan tata aturan yang berlaku di Amerika

Serikat, tidak pula berlawanan dengan tata aturan Inggris, dan juga tidak berlawanan

dengan adanya suatu Djami’ah Islamiyah yang terdiri dari segenap pemerintahan

Islam yang berusaha mengawasi pemerintahan itu. Dan berusaha menyatukan

xxx

Page 31: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

maksud-maksudnya dan tujuan-tujuannya serta menghilangkan sengketaan-

sengketaan yang terjadi di dalam negeri masing-masing.

Bahkan tidak berlawanan dengan satu tata aturan lain selama tata aturan itu

dapat mewujudkan tujuan Islam. Tujuan Islam adalah supaya segenap para muslimin

merupakan satu tangan terhadap orang yang selain mereka dan supaya tujuan mereka

satu dan politik mereka satu pula.

Berkaitan dengan perjanjian ekstradisi, maka dengan adanya negara-negara

yang termasuk dalam Darul Islam. Menurut teori Fiqih Siyasah setiap negara yang

termasuk Darus Salam dipandang sebagai wakil yang mutlak bagi negara yang lain

untuk menjalankan hukum Islam.

Dalam teori Fiqih Siyasah tidak ada halangan antar negara-negara Darus

Salam untuk menyerahkan penjahat yang melakukan satu tindak kejahatan, baik

penjahat yang diserahkan itu seorang muslim atau seorang zimmi atau seorang

musta’min yang melakukan suatu tindak kejahatan di salah satu daerah negara-

negara Darus Salam itu, asalkan negara yang bersangkutan belum menjatuhkan

hukuman terhadap tindak kejahatan itu sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang

berlaku sesuai perundang-undangan. 9

Bahwasannya menghadapkan si penjahat ke hadapan hakim terhadap

jarimahnya di tempat terjadinya jarimah adalah lebih utama dari menyeretnya ke

hadapan hakim terhadap jarimahnya di tempat yang bukan tempat terjadinya jarimah;

dan lebih dapat terjamin terwujudnya keadilan. Karena pengadilan tempat dimana

terjadinya jarimah, mudah mencari keterangan dan membahasnya lantaran adanya

9 L. Amin Widodo, Fiqih Siasah, hlm. 33

xxxi

Page 32: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

saksi-saksi dan mungkin menyaksikan bekas jarimah, serta mempelajari situasi-

situasinya, sebagaimana menghukum seorang penjahat terhadap jarimahnya ditempat

terjadinya jarimah memberikan nilai yang sempurna bagi hukuman itu. 10

Akan tetapi dapat juga kita mengatakan bahwa menyerahkan penjahat yang

menjadi warga dari suatu negara kepada negara lain waktu menghukumnya terhadap

satu jarimah yang dikerjakan di daerah daulat yang lain itu, menyebabkan si penjahat

tidak dapat membela dirinya diantara orang-orang yang tidak dikenal, dan tidak ada

pula hubungan kebangsaan ataupun bahasa dan mungkin penyerahan itu

menimbulkan kemudlaratan baginya. 11

Apabila sudah dijatuhi hukuman terhadap si pelaku kejahatan, negara yang

telah menjatuhi hukuman tersebut tidak boleh lagi menyerahkannya ke negara lain,

sebab menurut kaedah hukum Islam suatu tindak kejahatan tidak boleh dijatuhi

hukuman dua kali. Namun apabila hukuman yang telah dijatuhkan atau atas

pemeriksaan perkara yang dilakukan itu menyalahi ketentuan-ketentuan hukum

Islam, maka tidak boleh menolak bagi suatu negara yang diminta atau diserahi

penjahat itu untuk memeriksa sekali lagi atau menjatuhi hukuman yang sesuai

dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam. 12

Keputusan hukuman yang telah dijatuhkan atas si penjahat yang tidak sesuai

dengan ketentuan hukum Islam dipandang tidak ada atau tidak sah. Demikian halnya

atas pemeriksaansuatu perkara oleh satu mahkamah Islam yang tidak berdasarkan

10 Ibid., hlm. 36

11 T.M. Hasbi Ash-Shuddieqy, Hukum Antar, hlm. 36

12 L. Amin Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm. 33

xxxii

Page 33: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

kepada nash-nash yang diakui oleh hukum Islam, maka hasil keputusannya

dipandang tidak sah juga. Hal ini dengan sendirinya berkisar hanya mengenai tindak

kejahatan hudud dan qisas yang sudah ditetapkan hukumnya secara rinci dalam nash-

nash qat’u addalalah. 13

Setelah kita kupas bagaimana konsep Fiqih Siyasah dalam perjanjian

Ekstradisi ketika berhubungan dengan negara-negara yang termasuk dalam Darul

Islam. Lalu bagaimanakah konsep Fiqih Siyasah ketika berhubungan dengan negara-

negara Darul Kuffar atau Darul Harbi ?

Syari’at Islam tidak membolehkan bagi suatu pemerintah Islam menyerahkan

rakyatnya yang muslim atau yang dzimmi untuk diperiksa perkaranya di Darul Harbi

tentang jarimah-jarimah yang dilakukan di negara itu. Dan tidak boleh negara Islam

menyerahkan rakyat-rakyat suatu negara Islam yang lain kepada negara yang bukan

Islam; karena mereka ini, dari segi syara’, dihukum rakyatnya juga. 14

Dan syari’at Islam, tidak membolehkan bagi pemerintah Islam menyerahkan

muslim yang menjadi warga negara bagi negara musuh (yang sedang bermusuhan

dengan negara Islam) apabila si muslim itu berhijrah dari Darul Harbi ke Darul

Islam, walaupun dimintakan oleh negara yang dia bermukim di daerahnya, selama

belum ada persetujuan (perjanjian yang dibuat terlebih dahulu untuk menyerahkan

warga negaranya). Jika telah ada perjanjian, wajiblah perjanjian itu dipenuhi,

terkecuali syarat-syarat yang batal daripadanya.

Dan dipandang persetujuan itu batal, apabila yang dimaksudkan

menyerahkan orang-orang Islam yang pergi ke Darul Islam sebelum adanya

13 Ibid., hlm. 33

14 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar, hlm. 38

xxxiii

Page 34: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

perjanjian itu. Dan dipandang pula batal segala syarat yang mengharuskan kita

menyerahkan wanita Islam yang berlindung ke Darul Islam, baik dia berlindung itu

sebelum terjadi persetujuan, ataupun sesudahnya. Wanita Islam, tidak boleh

diserahkannya dalam keadaan bagaimanapun, kepada negara yang bukan Islam,

walaupun wanita itu dari rakyatnya, dan walaupun ada suami, anak dan keluarga

yang memintanya kembali ke Darul Harbi itu. 15

Allah berfirman dalam Al-Qur’an :16

فــامتحنوهن� مهجــرت المــؤمنت جاءكم اذا امنوا ال�ذين يايها الى ترجّعوهن� فال مؤمنت علمتوهن� فان بايمانهن� اعلم الله

ون والهم لهم حل� الهن� الكف�ار �ا واتــوهم لهن� يحلــ � انفقــوا مــــاح ــ ــوهن� ان عليكم والجن ــ ــوهن� اذا تنكح ــ ــورهن� اتيتم ــ اج مــا وليســئلوا مــاانفقوا وســئلوا الكــوافر بّعّصم والتمسكوا

حكيم عليم والله بينكم يحكم الله حكم ذلك انفقوا

Mengenai penyerahan laki-laki muslim kepada pihak negeri musuh sebagai

salah satu syarat isi perjanjian, para ulama berbeda pendapat. Imam Malik dan Imam

Ahmad berpendapat bahwa syarat itu wajib dipenuhi setelah terjadi perjanjian. Imam

Abu Hanifah dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa menyerahkan laki-

laki muslim sebagai salah satu syarat isi perjanjian tidak diterima dan perjanjian

batal, sebab dalam keadaan apapun, kita tidak dibolehkan memberikan kekuasaan

kepada pihak non-muslim untuk menyelesaikan urusan orang Islam. 17

15 Ibid., hlm. 38

16 Al-Mumtahanah (60): 10

17 L. Amin Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm. 34

xxxiv

Page 35: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Mengenai hal ini Ulama Syafi’iyah membedakan antara menyerahkan laki-

laki muslim yang punya keluarga di Darul Kuffar dengan laki-laki muslim yang tidak

ada keluarga di Darul Kuffar. Bagi yang pertama kita boleh menyerahkan mereka

kepada pihak penguasa musuh dengan harapan dia dapat dilindungi oleh

keluarganya. Akan tetapi bagi yang kedua tidak boleh. Dasar tidak membolehkannya

penyerahan itu adalah dikhawatirkan akan terjadinya penekanan-penekanan dari

pihak penguasa musuh atas diri orang yang diserahkan itu. 18

Penguasa negeri Darus Salam tidak boleh menyerahkan musta’min untuk keperluan

penyelesaian suatu tindak kejahatan yang dilakukan dari salah satu negeri Darul

Kuffar. Sebab hal ini berlawanan dengan prinsip jaminan keamanan yang telah

diberikan antara penguasa negeri Darus Salam dengan penguasa negara lain (Darul

Kuffar), kecuali yang meminta itu telah ada persetujuan yang menghendaki

penyerahan itu.19

Dari konsep Fiqih Siyasah yang sudah dibahas sebelumnya mengenai perjanjian ekstradisi.

Sesuai dengan prinsip atau asas dasar yang dikemukakan, yang ada hubungannya

dengan hubungan internasional. Yaitu Tauhid, konsep dasar dan ideologi Islam

berasal dari konsep Tauhid. Tauhid adalah visualisasi hidup manusia, dimana ini

menyangkut hubungan langsung antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya, dimana

hidup seperti test dari keungulan dan nilai. Asas lainnya adalah Keadilan (Adl),

kejujuran dan keadilan diperintahkan dalam semua persetujuan, walaupun dengan

musuh sekalipun. Sejak konsep keadilan menjadi asas dasar di dalam Islam, Islam

18 Ibid., hlm. 35

19 Ibid., hlm.35

xxxv

Page 36: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

memberikan tanggung jawab dan komitmen untuk kejujuran dan keadilan di dalam

semua hubungan luar.20

Selanjutnya adalah Perdamaian, Saling Bantu dan Kerjasama, dimana ini adalah syarat

minimum untuk Muslim di dalam hubungan internasional. Asas selanjutnya adalah

Jihad (self-exertion), untuk manusia sebagai penjaga atau wakil Allah SWT di bumi,

dengan sukarela menggunakan usaha sepenuhnya untuk membawa perilaku mereka

yang dipandu Al-Qur’an dan Sunnah untuk umat manusia. Asas yang terakhir adalah

Menghormati dan memenuhi Komitmen, asas ini adalah perluasan dai asas Tauhid,

rasa tanggung jawab manusia dan keutuhan dan persamaan manusia membutuhkan

pendirian kewajiban moral Muslim, baik individu maupun semuanya untuk

memenuhi baik komitmen perorangan, nasioal, dan internasional.21

C. Praktek Perjanjian Ekstradisi Dalam Fiqih Siyasah

Yang akan dibahas dalam sub bab ini adalah peranan perjanjian ekstradisi

dalam Fiqih Siyasah. Dalam Fiqih Siyasah, perjanjian ekstradisi termasuk dalam

kajian Fiqih Dualy ‘Am atau Siasah Kharijiyah As Syar ‘iyyah yang titik berat

pembicaraannya ialah sekitar hubungan antara negara dan orang-orang yang tercakup

dalam hukum internasional. Hubungan ini melahirkan dua aturan hukum yaitu

hukum publik internasional dan hukum perdata internasional. Hukum publik

internasional mengatur hubungan antara negara-negara Darus Salam dengan negara

20 Abdul Hamid A. AbuSulayman, Towards an Islamic Theory of International Relations: New Directions for Methodology and Thought, (Grove St. Herndon: International Insititute of Islamic Thought, 1993), hlm. 128-129

21 Ibid., hlm. 129, 135, dan 137

xxxvi

Page 37: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

lain yakni Darul Kuffar atau antara Negara Darus Salam dengan warga negara dari

negara lain, yang bukan termasuk dalam lapangan hukum perdata Internasional.22

Berarti peranan Fiqih Siyasah dalam hal ini adalah mengatur bagaimana

hubungan antar negara. Hubungan dalam hal ini berarti hubungan internasional,

disini maksudnya adalah hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya.

Hubungan antar negara bagaimanapun tidak dapat dihindari dalam kehidupan

pergaulan dunia. Bermacam kebutuhan antara satu negara dengan negara lainnya

yang mengakibatkan mereka harus selalu berhubungan antara satu negara dengan

negara lainnya. Mulai dari kebutuhan primer manusia sendiri sebagai rakyat di suatu

negara seperti sandang dan pangan sampai pada masalah sosial lainnya seperti

hubungan kebudayaan dan politik termasuk masalah keagamaan. Seperti terlihat

dalam kenyataan kehidupan negara-negara yang ada di belahan bumi, antara satu

negara dengan negara lainnya selalu saling membutuhkan bantuan termasuk dalam

mendapat jaminan keamanan warga negaranya ketika beraktivitas di negara

tetangganya, baik dalam kegiatan sosial budaya, ekonomi maupun politik. Karena itu

untuk mengatur agar teraturnya hubungan ini diperlukan hukum internasional.

Hukum internasional adalah hukum yang membicarakan masalah tata hukum

dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur pergaulan antar negara, dalam rangka itu

pula ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan diantaranya.23

Hubungan internasional dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

a. Hubungan antar bangsa dan negara dalam Dar al-Salam, dan

b. Hubungan antar bangsa dan negara dalam Dar al-Kuffar.

22 Ibid., hlm, 123 Subekti, Kamus Hukum, (Jakarta: Paramita, 1972), hlm. 48

xxxvii

Page 38: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Yang dimaksud dengan Dar al-Salam adalah negara yang di dalamnya

berlaku hukum Islam sebagai hukum perundang-undangan atau negara yang

berpenduduk beragama Islam dan dapat menegakkan hukum Islam sebagai hukum

perundang-undangan atau hukum positif. Negara-negara yang semua atau mayoritas

penduduknya terdiri dari umat Islam digolongkan kepada Dar al-Salam, walaupun

pemerintahannya bukan pemerintahan Islam, akan tetapi orang-orang Islam

penduduk negeri dapat dengan leluasa menegakkan hukum Islam sebagai hukum

perundang-undangan. Sementara yang dimaksud dengan Dar al-Kuffar adalah negara

yang tidak berada di bawah kekuasaan umat Islam, atau negara yang tidak dapat atau

tidak tampak berlakunya ketentuan-ketentuan hukum Islam, baik terhadap

penduduknya yang beragama Islam maupun penduduk beragama lain. Selama orang-

orang Islam dimana mereka bermukim secara tetap dan tidak mampu melahirkan

hukum Islam sebagai hukum perundang-undangan negara, negara tersebut dapat

dikategorikan sebagai negara Dar al-Kuffar. 24

Disanalah letak peranan Fiqih Siyasah dalam membentuk suatu perjanjian ekstradisi, dimana

lebih berperan dalam mengatur hubungan internasional. Dan diterapkan ketika

timbulnya kejahatan antar negara, baik Dar al-Salam maupun Dar al-Kuffar.

Apakah hukum Islam itu dapat diterapkan atas semua penduduk negeri yang

berada di lingkungan yurisdiksi hukum Darus Salam atau hanya atas orang Islam,

atau hanya atas sebagian saja dari mereka dan tidak atas yang lain. Dan apabila hanya

dapat diterapkan atas perbuatan tindak pidana (jarimah) yang terjadi dalam yurisdiksi

hukum Darus Salam, apakah hukum Islam itu dapat diterapkan atas semua penduduk

24 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm, 141.

xxxviii

Page 39: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

negeri Darus Salam ia melakukan perbuatan tindak pidana dalam lingkungan

yurisdiksi hukum Darul Kuffar.

Pada asasnya hukum Islam berlaku bagi segenap penduduk negeri yang

berada dalam lingkungan yurisdiksi hukum Darus Salam meskipun bentuk dan corak

pemerintahannya berlainan.

Prinsip hukum Islam berlaku atas semua penduduk tanpa melihat kepada

adanya perbedaan-perbedaan agama, bahasa dan kebangsaan, maka dari itu yang

bermukim dalam yurisdiksi hukum Darus Salam berkewajiban untuk melaksanakan

hukum Islam, atas segala perbuatan pidana (jarimah), baik yang dilakukan di Darus

Salam, atau di Darul Kuffar atas siapa saja yang melakukannya dan dimana saja.

BAB IV

ANALISIS FIQIH SIYASAH TERHADAP

PERJANJIAN EKSTRADISI

Prinsip-Prinsip Umum dalam Perjanjian Ekstradisi menurut Perspektif Fiqih Siyasah

Salah satu kewajiban dalam agama yang terbesar adalah urusan memimpin

orang banyak, karena agama tidak akan bisa tegak tanpa adanya pemimpin itu.

Karena kemaslahatan manusia tidak bisa sempurna kecuali dengan bermasyarakat,

setiap orang membutuhkan orang lain, sedangkan dalam sebuah masyarakat haruslah

ada seorang pemimpin.

Dengan semakin majunya peradaban, maka negara-negara modern mulai

memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan legislative

sebagai pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana dan yudikatif sebagai

kekuasaan peradilan. Indonesia menganut tiga pemisahan kekuasaan ini, meskipun

xxxix

Page 40: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

pembagian ini tidak sama dengan pembagian kekuasaan menurut ajaran trias politika.

Karena Undang-undang Dasar 1945 memiliki system pembagian kekuasaan sendiri.1

Sebagai negara hukum, Indonesia menganut asas peradilan bebas yang

dijamin Undang-undang. Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan jaminan khusus

bagi kebebasan kekuasaan kehakiman, terlepas dari pengaruh kekuasaan eksekutif.

Dari sistem kekuasaan tersebut maka lahirlah undang-undang. Dan undang-

undang merupakan sebuah produk yang dibuat selalu berdasarkan keputusan politik,

walaupun undang-undang tersebut masuk dalam wilayah hukum, tetapi tetap selalu

ada kaitan dan mata rantai terhadap hal itu, dalam bahasa yang dipakai adalah politik

hukum.

Asumsi dasar yang digunakan dalam hal ini adalah bahwa hukum merupakan

produk politik, sehingga karakter setiap produk hukum akan sangat ditentukan atau

diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkannya.

Asumsi lainnya bahwa setiap produk hukum dapat dilihat berdasarkan kenyataan

setiap produk hukum merupakan produk keputusan politik sehingga hukum dapat

dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling berinteraksi di kalangan

politisi.2

Perjanjian Ekstradisi inipun merupakan salah satu produk politik yang

digunakan sebagai kerangka acuan dasar bagi proses pelaksanaan peradilan di

Indonesia. Sejarah singkatnya bahwa perjanjian ini timbul ke permukaan merupakan

1 Dalam pembagian kekuasaan ini setiap lembaga negara telah memiliki tugas tertentu, namun dalam system ini dimungkinkan adanya kerjasama antar lembaga negara. Mah Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, cet. 7(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 35.

2 Moh. Mahfud. MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm. 4.

xl

Page 41: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

sebagai penguat dan petunjuk bagi kekuasaan kehakiman sebagai lembaga peradilan

untuk dapat menuntaskan pelanggaran-pelanggaran atau peristiwa-peristiwa yang

pernah terjadi sebelumnya.

Hanya saja realitas yang terjadi di lapangan adalah adanya hambatan-hambatan dan

kendala-kendala dalam melakukan investigasi terhadap setiap

pelanggaran. Apalagi pelanggaran itu dilakukan oleh oknum-oknum

pejabat pemerintahan dan oknum-oknum lainnya yang masih mempunyai

pengaruh cukup besar terhadap setiap kebijakan politiknya dalam

pengambilan keputusan suatu hukum.

Hukum dalam arti umum hanya diperlukan bila ada kepentingan hukum manusia.

Kepentingan di luar manusia seakan tidak diurus oleh hukum. Oleh sebab

itu, tidak salah bila dipahami hukum itu diperlukan dalam kehidupan

bermasyarakat. Atau, dengan kata lain hukum baru ada bila ada lebih dari

seorang.

Telah tegas disebut, bahwa berdasarkan Tap MPRS/XX/1966, ditetapkan

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Telah tegas pula disepakati

bahwa bangsa dan negara merdeka bukan hanya atas jasa dan perjuangan manusia,

melainkan yang menentukan, ialah Allah Yang Maha Kuasa.3

Bagi umat Islam, kenyataan demikian tidak berdiri sendiri, tetapi ada yang

menetunkan, Allah SWT. Wajib dibaca dan diambil hikmahnya.

Berdasarkan keadaan itulah, menurut Islam, yang menjadi bangsa

Indonesia itu tidak akan ingkar janji.

3 Bismar Siregar, Hukum Islam di Indonesia, Pemikiran dan Praktek, cet. Ke-2, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 163.

xli

Page 42: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Berbicara tentang hukum, dalam hal ini dari pemahaman ajaran Islam, hukum

itu difahami sebagai syari’at, perintah yang diturunkan oleh Allah SWT berupa

wahyu yang diturunkan melalui para Rasulnya dan Rasul yang terakhir Muhammad

saw. Kecuali hukum syari’at berupa wahyu, diterima pula segabai hukum/syari’at

dari sikap dan tindak laku, disebut sunnah Nabi. Jadi, ada dua sumber hukum. Yang

pertama, mutlak kebenarannya. Yang kedua, perlu penelitian riwayatnya. Keduanya

diakui sebagai sumber hukum. Hukum Allah terkandung pada Kitab Suci Al-Qur’an,

mengatur bagaimana makhluk-Nya diberi amanah sebagai khalifah bertindak dan

berlaku mengelola alam semesta, sebagai wakilnya. Sejauh manakah si manusia

sadar dan tahu, bahwa ia wakil Allah, tidak difahami sama dalam kehidupan antar

manusia. Walau berasal sama, Adam dan Hawa, tetapi dalam perjalanan sejarah

manusia beraneka ragam.4

Kata hukum berasal dari bahasa Arab, Ahkam. Tetapi hukum yang aslinya

berasal dari yang Arab itu, sebenarnya berbeda dengan hukum yang sudah membumi

di negara ini. Hukum Islam tidaklah sesempit makna dan arti hukum yang

dipergunakan sehari-hari.5

Menjadi pertanyaan, telah adakah hukum Islam dalam kehidupan hukum di negara

ini? Pertanyaan itu layak dipikirkan. Tidak perlu malu bila jawabannya

mengambang dan belum ada ketegasan. Dengan pengamatan demikian,

sebagai umat kita terpanggil untuk bersama melakukan perjanjian sejauh

4 Bismar Siregar, Islam dan Hukum, cet, ke-3, (Jakarta: PT. Grafikatama Jaya, 1992), hlm. 166.

5 Ibid., hlm. 166

xlii

Page 43: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

mana ilmu-ilmu Islam itu, termasuk hukum Islam dapat mengahadapi

dan menjawab berbagai tantangan hidup masa kini.

Hukum Islam bersifat Ijabi dan Salbi, artinya hukum Islam itu

memerintahkan, mendorong, dan menganjurkan melakukan perbuatan makruf (baik)

serta melarang perbuatan munkar dan segala macam kemudaratan. Berbeda hukum

wad’i, aspek ijabi dalam hukum Islam lebih dominan. Hal ini mengingat bahwa

tujuan utama pensyari’atan hukum Islam adalah mendatangkan, menciptakan, dan

memelihara kemaslahatan bagi umat manusia. Sedangkan aspek salbi, yang bertujuan

menghindari kemudaratan dan kerusakan, sebenarnya telah tercakup di dalamnya.

Perlu pula dikemukakan bahwa kemaslahatan individu bukan sekedar tujuan

sampingan, yang hanya diperhatikan jika membawa kemaslahatan bagi masyarakat.6

Berkaitan dengan perjanjian ekstradisi, persoalan Fiqih Siyasah yang juga termasuk

dalam bagian hukum Islam. Banyak persoalan yang dari Fiqih Siyasah

yang tidak terdapat dalam perjanjian ekstradisi yang dibuat oleh

pemerintah tersebut.

Dalam pembuatan perjanjian ekstradisi harus diperhatikan adanya prinsip-prinsip

umum yang harus diperhatikan dalam pembuatannya, yang sudah dibahas

dalam bab sebelumnya, diantaranya:

Asas kejahatan rangkap (double criminality), yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan

baik oleh negara peminta maupun oleh negara yang diminta dianggap sebagai

kejahatan. (Pasal 4).

6 Ibrahim Hosen, “Fungsi dan Karakteristik Hukum Islam dalam Kehidupan Umat Islam”, dalam Amrullah Ahmad, SF, dkk, (ed), Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Mengenang 65 tahun Prof. Dr. Busthanul Arifin, SH cet. Ke-1(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 88

xliii

Page 44: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Asas jika suatu kejahatan tertentu oleh negara yang diminta dianggap sebagai

kejahatan politik maka permintaan ekstradisi ditolak (Pasal 5).

Asas bahwa negara yang diminta mempunyai hak untuk tidak menyerahkan warga

negaranya sendiri (Pasal 7).

Asas bahwa suatu kejahatan yang telah dilakukan seluruhnya atau sebagian di

wilayah yang termasuk atau dianggap termasuk dalam yurisdiksi negara yang

diminta, maka negara ini dapat menolak permintaan ekstradisi (Pasal 8).

Asas bahwa suatu permintaan ekstradisi dapat ditolak jika pejabat yang berwenang

dari negara yang diminta sedang mengadakan pemeriksaan terhadap orang yang

bersangkutan mengenai kejahatan yang dimintakan penyerahannya (Pasal 9).

Asas bahwa apabila terhadap suatu kejahatan tertentu, telah dijatuhi putusan

Pengadilan yang berwenang dari negara yang diminta dan putusan tersebut telah

mempunyai kekuatan hukum yang pasti, maka permintaan ekstradisi ditolak (non

bis in idem) (Pasal 10).

Asas bahwa seseorang yang diserahkan tidak akan dituntut, dipidana atau ditahan

untuk kejahatan apapun yang dilakukan sebelum yang bersangkutan

diekstradisikan selain daripada untuk kejahatan untuk mana ia diserahkan, kecuali

bila negara yang diminta untuk menyerahkan orang itu menyetujuinya (Pasal

15).7

Asas yang lain yang telah diakui oleh hukum internasional yaitu asas

spesialitas (rule of speciality) atau asas kekhususan. Asas ini menentukan bahwa

7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, Bab II, Azas-Azas Ekstradisi

xliv

Page 45: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

seseorang yang diekstradisikan itu tidak boleh diadili dan dipidana melainkan atas

kejahatan-kejahatan yang semata-mata dimintakan ekstradisinya.8

Non bis in idem, yaitu bahwa seseorang tidak boleh diadili untuk kedua

kalinya atas kejahatan yang sama.9 Juga diakui oleh hukum internasional dan asas ini

biasanya dimasukkan dalam undang-undang nasional dan perjanjian-perjanjian

ekstradisi. Sehingga banyak menimbulkan akibat terhadap pelaku kejahatan tersebut.

Bahwa undang-undang dari segi ide dan maknanya, adalah nyata bahwa masyarakat

tak boleh lari dari undang-undang. Dan hajat manusia di dunia ini

membutuhkan padanya. Maka dengan undang-undang dapat mengatur

masyarakat, mencegah kezaliman-kezaliman dan menjamin hak-hak asasi

manusia, membagi-bagi keadilan dan menuntun bangsa.

Dalam pembuatan perjanjian ekstradisi setelah melihat asasnya baru bisa diterapkan

ke dalam masyaakatnya. Sedangkan dalam Fiqih siyasah sendiri ada

prinsip atau asas-asas yang sesuai dengan hal tersebut di atas.

Diantaranya: Dari konsep Fiqih Siyasah yang sudah dibahas sebelumnya

mengenai perjanjian ekstradisi. Sesuai dengan prinsip atau asas dasar

yang dikemukakan, yang ada hubungannya dengan hubungan

internasional. Yaitu Tauhid, konsep dasar dan ideologi Islam berasal dari

konsep Tauhid. Tauhid adalah visualisasi hidup manusia, dimana ini

menyangkut hubungan langsung antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya,

8 M. Budiarto, Masalah Ekstradisi, hlm. 17

9 Malik Fatoni, “Tinjauan Hukum Islam Atas Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM,” skripsi sarjana IAIN Sunan Kalijaga (2003), hlm. 119.

xlv

Page 46: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

dimana hidup seperti test dari keungulan dan nilai. Asas lainnya adalah

Keadilan (Adl), kejujuran dan keadilan diperintahkan dalam semua

persetujuan, walaupun dengan musuh sekalipun. Sejak konsep keadilan

menjadi asas dasar di dalam Islam, Islam memberikan tanggung jawab

dan komitmen untuk kejujuran dan keadilan di dalam semua hubungan

luar.10

Selanjutnya adalah Perdamaian, Saling Bantu dan Kerjasama, dimana ini adalah

syarat minimum untuk Muslim di dalam hubungan internasional. Asas

selanjutnya adalah Jihad (self-exertion), untuk manusia sebagai penjaga

atau wakil Allah SWT di bumi, dengan sukarela menggunakan usaha

sepenuhnya untuk membawa perilaku mereka yang dipandu Al-Qur’an

dan Sunnah untuk umat manusia. Asas yang terakhir adalah

Menghormati dan memenuhi Komitmen, asas ini adalah perluasan dai

asas Tauhid, rasa tanggung jawab manusia dan keutuhan dan persamaan

manusia membutuhkan pendirian kewajiban moral Muslim, baik individu

maupun semuanya untuk memenuhi baik komitmen perorangan, nasioal,

dan internasional.11

Sesuai dengan corak siyasah yang dikenal dengan istilah Siyasah Syari’ah atau

Fiqih Siyasah (dua istilah yang berbeda tapi mengandung pengertian

yang sama) yaitu Siyasah yang dihasilkan oleh pemikiran manusia yang

berlandaskan etika agama dan moral dengan memperhatikan prinsip-10 Abdul Hamid A. AbuSulayman, Towards an Islamic Theory of International Relations:

New Directions for Methodology and Thought, (Grove St. Herndon: International Insititute of Islamic Thought, 1993), hlm. 128-129

11 Ibid., hlm. 129, 135, dan 137

xlvi

Page 47: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

prinsip umum syari’at dalam mengatur manusia hidup bermasyarakat dan

bernegara.12

Jadi dalam bermasyarakat dan bdernegara tetap memperhatikan etika, agama, dan

moral, sebab hal itu sangat diperlukan untuk dapat menuntun kemana

arah dalam kehidupan bernegara.

Dalam hubungan itu, Abdul Wahhab Khallaf menyatakan bahwa definisi

Siyasaah Syar’iyah (atau Fiqih Siyasah) adalah “pengelolaan masalah umum bagi

negara bernuansa Islam yang menjamin terealisirnya kemaslahatan dan terhindar dari

kemudaratan dengan tidak melanggar ketentuan syari’at dan prinsip-prinsip syari’at

yang umum meskipun tidak sesuai dengan pendapat-pendapat para imam mujtahid.

Yang dimaksud dengan masalah umum bagi negara, menurut Khallaf, adalah setiap

urusan yang memerlukan pengaturan baik mengenai perundang-undangan negara,

kebijakan dalam harta benda dan keuangan, penetapan hukum, peradilan,

kebijaksanaan pelaksanaannya maupun mengenai urusan dalam dan luar negeri.13

Dari pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa wewenang membuat segala

bentuk hukum, peraturan dan kebijaksanaan yang berkaitan dengan

pengaturan kepentingan negara dan urusan umat guna mewujudkan

kemaslahatan umum terletak pada pemegang kekuasaan bersifat

mengikat.

Ia wajib ditaati oleh masyarakat selama semua produk itu secara substansial tidak

bertentangan dengan jiwa syari’at. Karena ulil amri telah diberi hak oleh

12 Suyuthi Pulungan,Fiqih Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, cet. Ke-3 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 24.

13 Ibid., hlm. 25.

xlvii

Page 48: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Allah SWT untuk dipatuhi. Sekalipun semua produk itu bertentangan

dengan pendapat para mujtahid. Karena pendapat mujtahid hanya wajib

diamalkan oleh mujtahid itu sendiri dan masyarakat tidak wajib

mengikutinya.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an :14

ــر واولى الر�سول واطيّعوا الله اطيّعوا امنوا الذين يايها االمســول اللــه الى فرد�وه شيئ في تنازعتم فان منكم � ان والرتأويال. و�احسن خير ذلك االخر واليوم بالله تؤمنون كنتم

Yang jadi persoalan adalah bagaimanakah pembuat undang-undang (pemerintah)

memperhatikan sebagian dari masyarakat atau warga negaranya untuk

dijadikan bahan pertimbangan. Walaupun dalam hal ini negara

mempunyai kewenangan tertentu dalam hal perundang-undangan.

Dalam suatu masyarakat domestik yang tertata dengan baik, terdapat suatu

sistem perundang-undangan, yang kompleks dengan organ-organ tertentu untuk

membuat, mengatur, dan memaksakan hukum. Negara memiliki kewenangan

memaksa individu-individu menyesuaikan tingkah laku mereka terhadap hukum.

Hukum dibuat atas nama mereka; mereka dapat diajukan ke pengadilan meskipun itu

tidak mereka kehendaki; dan peraturan perundangan, suka atau tidak, dipaksakan

pada mereka.15

14 An-Nisa’ (4) : 5915 Waler S. Jones, Logika Hubungan Iternasional, Kekuasaan, Ekonomi, Politik

Internasional, dan Tatanan Dunia 2, alih bahasa Budiana Kusumadiamidjojo, (Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 333.

xlviii

Page 49: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Berarti dalam penerapan hukum ada suatu sanksi di dalamnya untuk dapat

diterapkan. Setiap bentuk hukum memiliki berbagai sanksi normative, utilitarian

(sanksi untuk menjamin manfaat bersama) dan koersif (paksaan). Negara tuduk pada

aturan hukum, lebih didasarkan pada maksud-maksud normative dan utilitarian.16

Dalam kaitannya dengan perjanjian ekstradisi, yang merupakan produk hukum dari

pemerintah Indonesia, Fiqih Siyasah sebagai bagian dari Hukum Islam

memiliki daya kemampuan mumpuni melayani kepentingan dunia

Internasional.

Hukum Islam disamping mengatur soal-soal agama, mengatur juga persoalan-

persoalan dunia. Artinya disamping sebagai dasar-dasar peribadatan,

berfungsi pula sebagai dasar-dasar hukum dan akhlak yang mengatur

hubungan antar sesama manusia. Dan memperhatikan prinsip-prinsip

umumnya, sehingga sesuai dengan yang diatur dalam perjanjian itu.

Melihat prinsip-prinsip yang ada dapat diartikan bahwa dapat dilihat antara

perjanjian ekstradisi yang umum dengan Fiqih Siyasah banyak terdapat

kesamaan, akan dianalisa lebih jauh.

Dalam Prinsip-prinsip umum yang ada, pada intinya banyak kesesuaian dengan

prinsip-prinsip umum yang dimiliki oleh Fiqih Siyasah, seperti halnya

pada asas keadilan yang dimiliki pada Fiqih Siyasah ada kesesuaian

dengan asas Non bis in idem, yaitu bahwa seseorang tidak boleh diadili

untuk kedua kalinya atas kejahatan yang sama.

16 Ibid., hlm.333

xlix

Page 50: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Dengan melihat asas-asas yang ada, dapat dikatakan bahwa antara prinsip-prinsip

yang ada antara Fiqih Siyasah dengan prinsip-prinsip umum sebenarnya

sesuai dan mengandung hal yang sama apa yang dimaksudkan dalam

pembuatan perjanjian ekstradisi.

Secara substansial prinsip tersebut mengandung hal yang sama yaitu untuk

melindungi harkat dan martabat manusia dalam melakukan hubungan

internasional apalgi dalam melakukan perjanjian ekstradisi.

Hukum Islam melangkah lebih jauh. Ia menyerukan agar seluruh umat manusia yang

berlainan asal kebangsaan, warna kulit, dan agamanya, menegakkan

persaudaraan kemanusiaan secara menyeluruh, sehingga humanisme

benar benar terwujud dalam alam kehidupan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an :77

�هــا اس ياي �ــ ا الن �ــ شــّعوبا وجّعلنكم و�انــثى ذكــر م�ن خلقنكم ان عليم اللــه ان� اتقكم اللــه عنــد اكــرمكم ان� لتّعارفوا و�قبائل

خبير

Persoalan Fiqih Siyasah dalam perjanjian ekstradisi adalah ketika

menyerahkan penjahat dari negara Darus Salam ke negara yang bukan Darus Salam

(Darul Kuffar). Ini adalah salah satu prinsip yang lain yang sebenarnya ada alam

Fiqih Siyasah.

Hukum Islam tidak membenarkan bagi penguasa negara Darus Salam

menyerahkan rakyatnya, baik muslim atau dzimmi untuk diperiksa perkaranya di

77 Al-Hujurat (49) :13

l

Page 51: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Darul Kuffar mengenai tindak kejahatan yang telah dilakukan di negara itu, dan

demikian juga halnya tidak diperbolehkan bagi penguasa darus salam menyerahkan

rakyatnya yang bersembunyi di negara Darus Salam yang lain kepada penguasa

Darul Kuffar untuk diperiksa perkaranya, hanya karena mereka ini dipandang dari

segi kaedah hukum Islam wajib dihukum sebagai rakyatnya sendiri.18

Jadi dalam hal ini Hukum Islam tidak membenarkan adanya penyerahan

warganegaranya yang merupakan pelaku tindak kejahatan untuk

diserahkan ke negara yang bukan Negara Islam atau Negara yang tidak

termasuk dalam Darus Salam atau yang lebih tepat disebut sebagai

negara Darul Kuffar.

Sebenarnya hal ini sudah tidak tepat untuk dialakukan atau diterapkan dalam masa

sekarang, dengan melihat kerangka modern dinamis Islam yang

cenderung telah meninggalkan kerangka tradisional, yang masih

menerapkan Darus Salam dan darul Kuffar. Penulis hanya memasukkan

sebagai salah satu prinsip yang saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan

teori yang diterapkan. Sebab kerangka tradisional yang masih

menerapkan pemisahan itu, akan menimbulkan perpecahan antara negara

yang satu dengan.

Begitu juga masalah yang berkait dengan masalah tentang apakah pelaku tindak

kejahatan tersebut, beragama Islam atau tidak. Dalam perjanjian

ekstradisi yang dibuat dengan negara manapun, hal tersebut tidak diatur.

18 L. Amin Widodo, Fiqih Siyasah dalam Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm. 34.

li

Page 52: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Berbeda dengan konsep Fiqih Siyasah yang secara tegas mengatur dan

menyebutkan tentang Muslim atau Dzimmi.

Dan syari’at Islam, tidak membolehkan bagi pemerintah Islam menyerahkan

muslim yang menjadi warga negara bagi negara musuh (yang sedang bermusuhan

dengan negara Islam) apabila si muslim itu berhijrah dari Darul Harbi ke Darul

Islam, walaupun dimintakan oleh negara yang dia bermukim di daerahnya, selama

belum ada persetujuan (perjanjian yang dibuat terlebih dahulu untuk menyerahkan

warga negaranya). Jika telah ada perjanjian, wajiblah perjanjian itu dipenuhi,

terkecuali syarat-syarat yang batal daripadanya. Dan dipandang persetujuan itu batal,

apabila yang dimaksudkan menyerahkan orang-orang Islam yang pergi ke Darul

Islam sebelum adanya perjanjian itu. Dan dipandang pula batal segala syarat yang

mengharuskan kita menyerahkan wanita-wanita Islam (muslim) yang berlindung ke

Darul Islam, baik dia berlindung itu sebelum terjadi persetujuan ataupun

sesudahnya.19

Jadi berkaitan dengan undang-undang tersebut, berarti harus ada perjanjian antara

negara-negara yang termasuk di dalam Darus Salam dengan Darul Kuffar

tetap harus ada perjanjian yang harus diatur dengan sebaik-baiknya.

Dalam perjanjian ekstradisi yang dibuat oleh pemerinah, tidak diatur tentang adanya

perjanjian antara Negara Islam dengan yang bukan Islam. Ini terbukti

dengan adanya perjanjian antara Negara Republik Indonesia dengan

negara yang bukan Islam atau negara yang Islam. Seperti dengan

19 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar Golongan dalam Fiqih Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hlm. 38.

lii

Page 53: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Malaysia, Filipina, dan dengan Thailand, atau bahkan negara seperti

Amerika Serikat.

Sebagai contoh adalah Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 10

Pebruari 1976, mengadakan perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Philipina, yang

ditandatangani di Jakarta. Kemudian dengan Pemerintah Kerajaan Thailand, pada

tanggal 29 Juni 1976, yang ditandatngani di Bangkok.20

Begitu juga dengan masalah daftar kejahatan yang pelakunya dapat

diekstradisi yang terdapat dalam perjanjian ekstradisi dimana di situ disebutkan

tentang daftar kejahatan yang bisa diekstradisikan, tidak diatur dalam ekstradisi

menurut Fiqih Siyasah, sehngga cukup menyulitkan ketika ingin melihat apa saja

kejahatan menurut Fiqih Siyasah.

Berikut ini adalah daftar kejahatan yang pelakunya dapat diekstardisi yang diatur

oleh perjanjian ekstradisi yang dilakukan dengan Philipina sebagai

contoh :

1. Pembunuhan.

2. Pembunuhan yang direncanakan.

3. Penganiayaan yang berakibat luka-luka berat atau matinya orang, penganiayaan

yang direncanakan dan penganiayaan berat.

4. Perkosaan, perbuatan cabul dengan kekerasan.

5. Persetubuhan dengan seorang wanita di luar perkawinan atau perbuatan-

perbuatan cabul dengan dengan seseorang padahal diketahui, bahwa orang itu

20 M. Budiarto, Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan atas Hak-Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia), hlm. 12.

liii

Page 54: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

pingsan atau tidak berdaya atau orang itu belum berumur 15 tahun atau belum

mampu kawin.21

Dan seterusnya, untuk lebih lengkapnya bisa dibaca di lampiran.

Itulah sekelumit persoalan-persoalan yang terdapat dalam Fiqih Siayasah,

dalam hubungannya dengan perjanjian ekstradisi yang dibuat oleh pemerintah

Indonesia dengan pemerintah negara lain dalam hal ini sebagai contoh adalah

perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Republik Indonesia.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menguraikan dan menjelaskan dalam bab-bab sebelumnya

mengenai “Perjanjian Ekstradisi Dalam Perspektif Fiqih Siyasah”,

dapat diambil kesimpulan bahwa :

21 Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1976, Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dengan Philipina, Pasal II

liv

Page 55: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

1. Prinsip-prinsip umum dalam Perjanjian Ekstradisi pada intinya telah

sesuai secara substanisal dengan apa yang terdapat dalam prinsip-

prinsip umum yang terdapat dalam Fiqih Siyasah yaitu ingin

melindungi harkat dan martabat manusia, prinsip-prinsip yang dari

prinsip-prinsip umum dari Fiqih Siyasah itu diantaranya adalah :

Tauhid, konsep dasar dan ideologi Islam berasal dari konsep Tauhid. Tauhid

adalah visualisasi hidup manusia, dimana ini menyangkut hubungan langsung

antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya, dimana hidup seperti test dari

keungulan dan nilai.

Keadilan (Adl), kejujuran dan keadilan diperintahkan dalam semua persetujuan,

walaupun dengan musuh sekalipun.

Perdamaian, Saling Bantu dan Kerjasama, dimana ini adalah syarat minimum

untuk Muslim di dalam hubungan internasional

Asas selanjutnya adalah Jihad (self-exertion), untuk manusia sebagai penjaga

atau wakil Allah SWT di bumi, dengan sukarela menggunakan usaha

sepenuhnya untuk membawa perilaku mereka yang dipandu Al-Qur’an dan

Sunnah untuk umat manusia.

Menghormati dan memenuhi Komitmen, asas ini adalah perluasan dai asas

Tauhid, rasa tanggung jawab manusia dan keutuhan dan persamaan manusia

membutuhkan pendirian kewajiban moral Muslim, baik individu maupun

semuanya untuk memenuhi baik komitmen perorangan, nasioal, dan

internasional.

lv

Page 56: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

B. Saran-saran

Setelah menguraikan, menjelaskan serta menyimpulkan tentang

skripsi yang berjudul “Perjanjian Ekstradisi dalam Perspektif Fiqih

Siyasah”. Maka dapat diberi saran-saran, antara lain :

1. Dalam melakukan perjanjian ekstradisi hendaknya memperhatikan

dengan negara mana melakukan perjanjian. Apakah dengan negara-

negara Islam atau negara-negara yang bukan Islam.

2. Agar lebih diperjelas tentang pelaku kejahatan itu sendiri dalam

perjanjian ekstradisi tersebut, apakah pelaku kejahatan tersebut

seorang Muslim atau seorang non-Muslim.

3. Dan lebih memperhatikan prinsip-prinsip yang ada baik dari Fiqih

Siyasah maupun dengan prinsip-prinsip umum yang terdapat dalam

Perjanjian Ekstradisi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

lvi

Page 57: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah Press, 1989.

Kumpulan Buku Fiqh/Ushul Fiqh

Amin Widodo, L, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994

Ash-Shiddieqy, T.M. Abu Zahrah, Muhammad, Hubungan-Hubungan Internasional dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, t.t.

Hasbi, Hukum Antar Golongan Dalam Fiqih Islam, Jakarta: Bulan

Bintang, 1971.

Audah, Abdul Kadir, Al-Islam wa Audha’unul Qanuniyah, diterjemahkan oleh H. Firdaus, A.N, Islam dan Perundang-Undangan, Jakarta: Bulan Bintang, t.t.

Qardhawi, Yusuf, al, Min Fiqhid-Daulah fil Islam, diterjemakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Khatur Suhaidi, Fiqih Daulah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sunnah, cet. Ke-3, Jakarta: Pusaka Al-Kautsar, 1998.

Kumpulan Buku Lain-lain

AbuSulayman, Abdulhamid A. Towards an Islamic Theory of International Relations: New Directions for Methodology and Thought, Grove St. Herndon: International Insititute of Islamic Thought, 1993.

Adolf, Huala, Aspek-aspek Negara dalam Hukum, Jakarta: Rajawali, 1991.

Ahmad SF, Amrullah, dkk, (ed), Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Mengenang 65 Tahun Prof. Dr. Busthanul Arifin, SH, cet. Ke-1, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Amiruddin, M. Hasbi, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta: UII Press, 2000.

lvii

Page 58: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Azra, Azyumardi, dkk, Indonesia dalam Transisi Menuju Demokrasi, Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), 1999.

Budiarto, M, Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980.

Echols, John. M dan Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: P.T. Gramedia, 1992.

Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 5, Jakarta: P.T. Cipta Adi Pustaka, 1989.

Fatoni, Malik, Tinjauan Hukum Islam Atas Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM, skripsi sarjana IAIN Sunan Kalijaga, 2003.

Gelar Imam Radjo Mulano, Martias, Pembahasan Hukum, Penjelasan Istilah-Istilah Hukum Belanda-Indonesia, cet. Ke-1, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Hadi, Sutrisnao, Metodologi Research, Yogyakarta: Penerbit andi, 2000.

Hartanto, Pius A dan M. Dahlan Al-Bary, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, t.t.

Jones, Walter S, Logika Hubungan Internasional, Kekuasaan, Ekonomi, Politik Internasional, dan Tatanan Dunia 2, diterjemahkan oleh Budiana Kusumadiamidjojo, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta, t.t.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.

lviii

Page 59: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Kusnardi, Muhammmad dan Bintan R. Saragih, Susunan pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, cet. Ke-7, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Mahfud MD, Muhammmad, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 1999.

Mansur Ali Ali, Syari’at Islam dan Hukum Internasional Umum, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Siregar, Bismar, Hukum Islam di Indonesia, Pemikiran dan Praktek, cet. Ke-2, Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 1994.

Siregar, Bismar, Islam dan Hukum, cet. Ke-3, Jakarta: P.T. Grafikatama Jaya, 1992.

Subekti, Kamus Hukum, Jakarta: Paramita, 1972.

Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1972.

Pulungan, Suyuthi, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, cet. Ke-3, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1997.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi

Undang-Undang No. 10 Tahun 1976 tentang Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dengan Philipina.

LAMPIRAN 1TERJEMAH AYAT

No Bab Halaman Footnote Terjemahan

lix

Page 60: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

1 III (39),(44) (8),(15) Hai orang-orang yang beriman, apabila

datang berhijrah kepadamu perempuan-

perempuan yang beriman, maka hendaklah

kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih

mengetahui tenang keimanan mereka; maka

jika kamu telah mengetahui bahwa mereka

(benar-benar) beriman maka janganlah

kamu kembalikan mereka kepada (suami-

suami mereka) orang-orang kafir. Mereka

tiada halal pula bagi orang-orang kafir itu

dan orang-orang kafir itu tiada halal pula

bagi mereka. Dan berikanlah kepada

(suami-suami) mereka mahar yang elah

mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu

mengawini mereka apabila kamu bayar

kepada mereka maharnya. Dan janganlah

kamu tetap berpegang pada tali

(perkawinan) dengan perempuan-

perempuan kafir; dan hendaklah kamu

minta mahar yang telah kamu bayar; dan

hendaklah mereka meminta mahar yang

telah mereka bayar. Demikianlah hokum

Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu.

Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Bijaksana.

2 IV (55) (9) Hai orang-orang ang beriman, ta’atilah

Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil

amri di antara kamu. Kemudian jika kamu

berlainan pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al-

Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu

lx

Page 61: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

3 IV (57) (12) benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian itu lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbansa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

lxi

Page 62: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

LAMPIRAN II

BIOGRAFI ULAMA DAN TOKOH

T. M. Hasbi Ash Shiddieqy

Lahir di Lhokseumawe, Aceh utara 10 Maret 1904 di tengah keluarga ulama pejabat. Dalam tubuhnya mengalir darah campuran Arab. Dari silsilahnya diketahui bahwa ia adalah keturunan ketiga puluh tujuh dari Abu Bakar Ash-Shiddieq. Anak dari pasangan Teungku Amrah dan Al-Hajj Tengku Muhammad Husen ibn Muhammad mas’ud. Ketika berusia 8 tahun, Hasbi mendayang (nyantri) dari dayah (pesantren) satu ke dayah lain yang berada di bekas pusat kerajaan Pasai tempo dulu.

Semasa hidupnya, Muhammad Hasbi telah menulis 72 judul buku dan 50 artikel di bidang tafsir, hadits, fiqih dan pedoman ibadah umum. Dalam karir akademiknya, menjelang wafat, memperoleh gelar Doctor Honoris Causa karena jasa-jasanya terhadap perkembangan Perguruan Tinggi Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan keislaman di Indonesia. Satu diperoleh dari Universitas Islam Bandung (UNISBA) pada tanggal 22 Maret 1975 dan dari IAIN Sunan Kalijaga pada tanggal 29 Oktober 1975.

Pada tanggal 9 Desember 1975, setelah beberapa hari memasuki karantina haji, dalam rangka menunaikan ibadah haji, beliau berpulang ke Rahmatullah dan dimakamkan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat Jakarta. Naskah terakhir yang beliau selesaikan adalah Pedoman Haji.

L. Amin Widodo

Lahir di Ambarwinangun, ambal, Kutowinangun, Kebumen Jawa Tengah 8 November 1937. Lulus SRN di Amabarwinangun pada tahun 1950, lulus PGAPN Magelang pada tahun 1955, lulus PHIN Yogyakarta pada tahun 1958, dan lulus IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 1966. Beliau pernah menjadi dosen di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Beliau pernah menjadi dosen luar biasa di Fakultas Syari’ah UII dan di Universitas Cokroaminoto, pada tahun 1967-sekarang. Fakultas Syari’ah Unissula di Semarang, pada tahun 1970-1972. Dosen Luar Biasa Pendidikan Agama Islam IKIP Karang Malang, pada tahun 1986-sekarang.

Karya tulis yang dibuat banyak yang mengenai Hukum Islam, diantaranya Karakteristik dan Azas-azas Pokok Hukum Islam (1975), Pengantar Fiqih Ibadah (1977), Kepribadian dan Ciri-ciri Khas Syari’at Islam (1976), Azas-azas Hukum Perdata Islam (diktat) (1984), Siasah Syar’iyah dalam Masalah Pemilihan Kepala Negara (1985), dan masih banyak karya beliau lannya.

lxii

Page 63: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Abdul Qadir Audah

Beliau adalah seorang ulama terkenal alumnus Fakultas Hukum Unversitas Al-Azhar, Kairo pada tahun 1930 dan sebagai mahasiswa terbaik. Beliau adalah tokoh ulama dalam gerakan Ikhwanul Muslimin dan sebagai hakim yang disegani rakyat. Beliau turut mengambil bagian dalam memutuskan revolusi Mesir yang berhasil gemilang pada tahun 1952 yang dipelopori oleh Jendral M. Najib dan Letnan Kolonel Gamal Abdul Nasir.

Beliau mengakhiri di tiang gantungan sebagai akibat fitnahan dari lawan politiknya pada tanggal 8 Desember 1954, bersama lima orang lainnya. Diantara hasil karyanya adalah: kitab at-Tasyri’ al-Jinai al-Islami dan al-Islam wa Auda al-Islami.

lxiii

Page 64: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

LAMPIRAN III

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Nomor 10 Tahun 1976

Tentang

PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI

Antara

REPUBLIK INDONESIA dan REPUBLIK PHILIPINA

SERTA PROTOKOL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

Bahwa untuk mengadakan kerjasama yang lebih efektif dalam memberantas

kejahatan terutama mengatur dan meningkatkan hubungan antara Indonesia dan

Philipina dalam masalah ekstradisi, maka perlu diadakan perjanjian mengenai

ekstradisi;

Bahwa pada tanggal 10 Pebruari 1976 di Jakarta telah ditandatangani perjanjian

ekstradisi anatara Republik Indonesia dan Repunlik Philipina dengan disertai

Protokol;

Bahwa Perjanjian serta Protokol tersebut perlu disahkan dengan undang-undang.

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor.

V/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;

lxiv

Page 65: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

M E M U T U S K A N :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI

ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA SERTA

PROTOKOL.

Pasal 1

Mengsahkan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Philipina

serta Protokol tertanggal 10 Pebruari 1976, yang salinan naskahnya

dilampirkan pada undang-undang ini.

Pasal 2

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerinahkan pengundangan

Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal 26 Juli 1976.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Ttd

S O E H A R T O

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 26 juli 1976

MENTERI / SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

lxv

Page 66: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Ttd

SUDHARMONO, SH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1976

NOMOR 38

P e n j e l a s a n

A t a s

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Nomor 10 tahun 1976

Tentang

lxvi

Page 67: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI

Antara

REPUBLIK INDONESIA dan REPUBLIK PHILIPINA

SERTA PROTOKOL

UMUM

Untuk mengembangkan kerjasama yang efektif dalam penegakan hokum dan

pelaksanaan peradilan dalam rangka pemberantasan kejahatan terutama

dalam masalah ekstradisi, perlu diadakan kerjasama dengan negara

tetangga, agar orang yang dicari atau yang telah dipidana dan melarikan

diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang

seharusnya diterima.

Kerjasama yang efektif itu hanya dapat dilakukan dengan mengadakan

perjanjian ekstradisi dengan negara yang bersangkutan.

Adanya suatu perjanjian ekstradisi akan memperlancar pelaksanaan peradilan

(administration of justice) yang baik. Hal ini perlu terutama dalam masa

pembangunan nasional dewasa ini, karena kejahatan itu ada hubungannya dengan

ekonomi dan keuangan, maka akibat dari kejahatan tersebut besar pengaruhnya

terhadap pembangunan nasional tersebut.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Pemerintah Indonesia telah

mengadakan Perjanjian Ekstradisi dengan Pemerintah Malaysia, yang merupakan

perjanjian yang pertama bagi Indonesia.

Di samping itu juga telah mengadakan pembicaraan/perundingan dengan

beberapa negara, khususnya negara-negara ASEAN mengenai kemungkinan untuk

lxvii

Page 68: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

mengadakan perjanjian ekstradisi. Selain dengan Negara-negara ASEAN juga akan

diadakan Perjanjian Ekstradisi dengan Negara-negara lain.

Bagi Pemerintah Republik Indonesia, Perjanjian Ekstradisi dengan Philipina ini

merupakan perjanjian ekstrasdisi yang kedua. Dalam Perjanjian Ekstradisi dengan

Philipina ini sudah dimasukkan asas-asas umum yang telah diakui dan biasa

dilakukan dalam hukum Internasional mengenai ekstradisi seperti :

1. Asas bahwa tindak pidana yang bersangkutan merupakan tindak pidana baik menurut sisten hukum Indonesia maupun system hukum Philipina (Double Criminality);

2. Kejahatan politik tidak diserahkan;

3. Hak untuk tidak menyerahkan warganegara sendiri, dan lain-lainnya. Di samping itu di dalam daftar tindak pidana yang dapat diekstradisikan

ditetapkan pula, bahwa kejahatan penerbangan merupakan tindak pidana yang dapat

diekstradisikan.

Prosedur penangkapan, penahanan, dan penyerahan akan tuduk semata-mata pada

hukum nasioonal masing-masing negara.

Perjanjian Ekstradisi dengan Philipina ini disertai dengan Protokol yang mana

ditegaskan bahwa Republik Indonesia adalah pemilik tunggal dari pulau

yang dikenal Las Palmas (P. Miangas) sebagai hasil dari putusan

perwasitantertanggal 4 April 1928 yang menyelesaikan sengketa antara

Amerika Serkat dan Negeri Belanda.

Penegasan ini perlu untuk menghindari penafsiran yang berlainan atau bagian dari

Perjanjian Ekstradisi ini yang mengenai wilayah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

lxviii

Page 69: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3087.

PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA

REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA

REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA:

Berhasrat untuk menaakan kerjasama yang lebih efektif antara

kedua negara dalam memberantas kejahatan dan, terutama, mengatur dan

meningkatkan hubungan antara mereka dalam masalah ekstradisi,

lxix

Page 70: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Telah mencapai persetujuan sebagai berikut :

Pasal I

KEWAJIBAN UNTUK MELAKUKAN EKSTRADISI

Masing-masing Pihak yang mengadakan Perjanjian bersepakat

untuk saling menyerahkan, dalam hal-hal dan sesuai dengan syarat-

syarat yang tercantum dalam perjanjian ini, orang-orang yang

diketemukan dalam wilayahnya yang didakwa, dituntut atau dinyatakan

bersalah atau dihukum karena melakukan salah satu kejahatan yang

dimaksudkan dalam Pasal II Perjanjian yang dilakukan dalam wilayah

Pihak lainnya atau di luar wilayah tersebut menurut syarat-syarat yang

ditentukan dalam Pasal IV.

Pasal II

KEJAHATAN YANG DAPAT DIEKSTRADISIKAN

A. Orang–orang yang diserahkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan

Perjanjian ini adalah mereka yang didakwa, dituntut atau dihukum

karena melakukan salah satu kejahatan yang tersebut di bawah ini,

dengan ketentuan bahwa kejahatan itu mneurut hukum kedua Pihak

yang mengadakan perjanjian dapat dihukum dengan hukuman mati

atau perampasan kemerdekaan dengan jangka waktu di atas satu

tahun :

lxx

Page 71: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

1. Pembunuhan berencana, pembunuhan bapak atau ibu sendiri,

pembunuhan anak, dan pembunuhan;

2. Perkosaan, perbuatan cabul dengan kekerasan, persetubuhan yang

tidak sah dengan atau terhadap wanita di bawah umur yang

ditentukan oleh hukum pidana dari masing-masing Pihak yang

mengadakan Perjanjian.

3. Penculikan, Penculikan anak.

4. Penganiayaan berat yang mengakibatkan cacat badan,

penganiayaan, pembunuhan berencana yang gagal atau

pembunuhan yang gagal.

5. Penahanan secara melawan hokum atau sewenang-wenang.

6. Perbudakan, perhambaan.

7. Perampokan, pencurian.

8. Penggelapan, penipuan.

9. Pemerasan, ancaman, paksaan.

10. Penyuapan, korupsi.

11. Pemalsuan dokumen; sumpah palsu.

12. Pemalsuan barang; pemalsuan uang.

13. Penyelundupan.

14. menimbulkan kebakaran; pengruskan barang.

lxxi

Page 72: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

15. Pembajakan udara; pembajakan laut; pemberontakan di kapal.

16. Kejahatan yang bersangkutan dengan narkotika, obat-obat

berbahaya atau terlarang atau bahan-bahan kimia terlarang.

17. Kejahatan yang bersangkutan dengan senjata api, bahan-bahan

peledak atau bahan-bahan yang menimbulkan kebakaran.

B. Penyerahan juga akan dilakukan untuk peyertaan dalam salah satu

kejahatan yang disebutkan dalam Pasal ini, tidak saja sebagai pelaku

utama atau peserta, melainkan juga sebagai pembantu, demikian juga

hanya dengan percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan

salah satu kejahatan tersebut di atas, bila penyertaan, percobaan atau

permufakatan jahat itu dapat dihukum menurut hokum kedua Pihak

yang mengadakan Perjanjian dengan hukuman perampasan

kemerdekaan da atas satu tahun.

C. Peyerahan dapat juga dilakukan atas kebijaksanaan Pihak yang

dimintai terhadap sesuatu kejahatan lainnya, yang dapat diserahkan

sesuai dengan hokum kedua Pihak yang mengadakan Perjanjian.

D. Jika penyerahan diminta untuk suatu kejahatan yang tercantum dalam

ayat A, B, atau C Pasal ini dan kejahatan itu dapat dihukum menurut

hukum kedua Pihak yang mengadakan Perjanjian dengan hukuman

perampasan kemerdekaan di atas satu tahun, kejahatan tersebut dapat

lxxii

Page 73: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

diserahkan menurut ketentuan-ketentuan Perjanjian ini tidak perduli

apakah hukum kedua Pihak yang mengadakan Perjanjian

menempatkan kejahatan itu dalam penggolongan kejahatan yang

sama atau menamakannya dengan istilah yang sama, asal saja unsur-

unsurnya sesuai dengan salah satu kejahatan-kejahatan atau lebih

yang disebutkan dalam Pasal ini menurut hukum kedua Pihak yang

megadakan Perjanjian ini.

Pasal III

TEMPAT DILAKUKANNYA KEJAHATAN

Pihak yang diminta dapat menolak penyerahan orang yang diminta

untuk kejahatan yang menurut hukum Pihak yang diminta, dilakukan

seluruhnya atau sebagian dalam wilayahnya atau di tempat yang

diperlakukan sebagai wilayahnya.

Pasal IV

WILAYAH

Dalam perjanjian ini, yang dimaksud wilayah dari Pihak yang

mengadakan perjanjian, ialah semua wilayah di bawah yurisdiksi Pihak

yang mengadakan perjanjian itu, meliputi ruang angkasa, wilayah air dan

landas kontinen, kendaraan-kendaraan air dan pesawat udara yang

terdaftar di negara Pihak yang mengadakan Perjanjian, bila pesawat

lxxiii

Page 74: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

udara itu sedang dalam penerbangan atau bila kendaraan air itu berada di

laut bebas waktu kejahatan dilakukan. Menurut Perjanjian ini, sebuah

pesawat udara akan dianggap ada dalam penerbangan pada saat ketika

semua pintunya ditutup untuk disembarkasi sampai saat ketika pintu itu

dibuka untuk disembarkasi.

Bila kejahatan yang dimintakan penyerahannya itu dilakukan di luar

wilayah Negara peminta, Pejabat Pelaksana dari Negara yang diminta

berwenang untuk melakukan penyerahan jika menurut hukum dari

Negara yang diminta, kejahatan yang dilakukan itu dalam keadaan yang

sama juga diancam dengan hukuman.

Penentuan wilayah Pihak yang diminta diatur menurut ketentuan-

ketentuan hukum nasionalnya.

Pasal V

KEJAHATAN POLITIK

A. Penyerahan tidak akan dilakukan jika kejahatan yang dimintakan

penyerahan itu dianggap oleh Pihak yang diminta sebagai kejahatan

politik.

B. Jika timbul persoalan apakah suatu perkara merupakan suatu

kejahatan politik, maka keputusan para pejabat dari negara yang

diminta akan menentukan.

lxxiv

Page 75: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

C. Mehilangkan atau percobaan menghilangkan nyawa Kepala Negara

dan Kepala Pemerintahan dari masing-masing Pihak yang

mengadakan percobaan atau anggota keluarganya tidak akan

dianggap sebagai kejahatan politik sebagaimana dimaksud oleh

perjanjian ini.

Pasal VI

PENYERAHAN WARGA NEGARA

A. Masing-masing Pihak mempunyai hak untuk menolak penyerahan

warga negaranya.

B. Pihak yang diminta tidak menyerahkan warganegaranya, Pihak itu

jika permintaan Pihak peminta wajib menyerahkan perkara

bersangkutan kepada pejabat yang berwenang dari Pihak yang

diminta untuk penuntutan. Untuk maksud ini berkas-berkas perkara,

keterangan-keterangan dan bukti-bukti mengenai kejahatan itu wajib

diserahkan oleh Pihak peminta kepada Pihak yang diminta.

C. Dengan tidak mengurangu ketentuan dalam ayat B pasal ini, Pihak

yang diminta tidak akan diwajibkan untuk mnyerahkan perkara itu

kepada pejabat yang berwenang itu tidak mempunyai yurisdiksi.

Pasal VII

PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN UNTUK MENYERAHKAN

lxxv

Page 76: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Penyerahan tidak akan dilakukan dalam salah satu dari hal-hal

sebagai berikut :

1. Bila orang yang dimintakan penyerahannya telah diadili dan

dibebaskan atau telah menjalani hukumannya di negara ketiga untuk

kejahatan yang dimintakan penyerahannya.

2. Bila penuntutan atau pelaksanaan hukuman untuk kejahatan tekah

gugur karena kadaluwarsa menurut salah satu dari Pihak yang

mengadakan Perjanjian.

3. Bila kejahatan merupakan suatu pelanggarang terhadap hukum atau

peraturan-peraturan militer yang bukan kejahatan menurut hukum

pidana umum.

Pasal VIII

LARANGAN PENGULANGAN PENUNTUTAN ATAU PERADILAN

Penyerahan juga tidak akan dilakukan dalam salah satu hal berkut

ini :

A. Bila putusan terakhir pengadilan sudah pejabat yang berwenang dari

Pihak yang diminta terhadap orang yang dijatuhkan oleh diminta

bertalian dengan kejahatan atau kejahatan-kejahatan yang dimintakan

penyerahannya.

lxxvi

Page 77: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

B. Bila orang yang dimintakan penyerahannya sedang atau telah dituntut

atau telah diadili dan dibebaskan atau dihukum oleh Negara yang

diminta untuk kejahatan yang dimintakan penyerahannya.

Pasal IX

ASAS KEKHUSUSAN

Seseorang yang diserahkan tidak akan dituntut, dihukum atau

ditahan untuk kejahatan apapun yang dilakukan sebelum penyerahannya,

selain dari pada kejahatan untuk mana ia diserahkan, kecuali dalam hal-

hal sebagai berikut :

1. Bila Pihak yang diminta menyerahkan orang itu menyetujuinya.

Permohonan persetujuan disampaikan kepada Pihak yang diminta,

disertai dengan dokumen-dokumen yang disebut dalam Pasal XVII.

Persetujuan akan diberikan jika kejahatan itu termasuk kejahatan yang

dapat dimintakan penyerahannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan

dalam Pasal II Perjanjian ini; dan

2. Bila orang itu setelah mempunyai kesempatan untuk meninggalkan

wilayah Pihak kepada Siapa ia diserahkan, tidak menggunakan

kesempatan itu dalam waktu 45 hari setelah pembebasannya, atau

kembali lagi ke wilayah itu sesudah ia meninggalkannya.

Pasal X

lxxvii

Page 78: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

HUKUMAN MATI

Jika kejahatan yang dimintakan penyerahannya dapat dihukum

dengan hukuman mati menurut hokum Pihak peminta, tetapi jika untuk

kejahatan yang tidak ditentukan hukuman mati oleh Pihak yang diminta

atau jika hukuman mati biasanya tidak dilaksanakan, maka penyerahan

dapat ditolak, kecuali apabila Pihak peminta dapat memberikan jaminan

yang oleh Pihak yang diminta dipandang cukup bahwa hukuman mati

tidak akan dilaksanakan.

Pasal XI

PENAHANAN SEMENTARA

(1). Dalam keadaan mendesak pejabat yang berwenang dari Pihak

peminta dapat meminta penahanan sementara terhadap seseorang

yang dicari. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Pihak yang

diminta akan mengambil keputusan sesuai dengan ketentuan-

ketentuan hukumnya.

(2). Dalam permintaan untuk penahanan sementara diterngkan bahwa

dokumen-dokumen yang disebut dala Pasal XVII tersedia dan bahwa

ada maksud untuk menyampaikan permintaan penyerahan.

Diterangkan juga untuk kejahatan apa penyerahan itu akan diminta,

lxxviii

Page 79: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

bila dan dimana kejahatan itu dilakukan dan sedapat mungkin wajib

memuat uraian tentang orang yang dicari.

(3). Permintaan untuk penahanan sementara disampaikan kepada

National Central Bureau (NCB) Indonesia/Interpol dan di Philipina

kepada National Bureau of Investigation, atau melalui saluran

diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram atau melelui

International Crimnal Police Organization (INTERPOL).

(4). Pejabat Pihak peminta akan diberitahukan dengan segera keputusan

atas permintaannya.

(5). Penahanan sementara dapat diakhiri, jika dalam waktu 20 ahri

setelah penahanan Pihak yang diminta tidak menerima permintaan

penyerahan dan dokumen-dokumen yang disebut dalam Pasal XVII.

(6). Pembebasan seseorang dari penahanan sementara tidak

menghalangi penahanan kembali dan penyerahan jika permintaan

untuk penyerahan diterima sesudah itu.

Pasal XII

PENYERAHAN ORANG YANG AKAN DISERAHKAN

(1). Pihak yang akan diminta akan memberitahukan keputusannya

tentang permintaan kepda Pihak peminta melalui saluran diplomatik.

lxxix

Page 80: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

(2). Untuk setiap permintaan yang ditolak wajib diberikan alasan-

alasannya.

(3). Jika permintaan disetujui, Pihak peminta wajib diberi tahu tentang

tempat dan tanggal penyerahan dan lamanya orang yang

bersangkutan ditahan untuk maksud penyerahan.

(4). Jika orang yang diminta penyerahannya tidak diambil pada tanggal

yang ditentukan, maka dengan tidak mengurangi ketentuan-

ketentuan dalam ayat (5) pasal ini ia dapat dilepaskan sesudah

lampau 15 hari dan bagaimanapun juga wajib dilepaskan sesudah

lampau 30 hari dan Pihak yang diminta dapat menolak

penyerahannya untuk kejahatan yang sama.

(5). Jika keadaan di luar kekuasaannya tidak memungkinkan suatu

Pihak untuk menyerahkan atau mengambil orang yang

bersangkutan, maka Pihak itu wajib memberitahukan Pihak yang

lainnya. Kedua Pihak akan menetapkan bersama tanggal lain untuk

penyerahan. Dalam hal demikian akan berlaku ketentuan-ketentuan

dari ayat (4) Pasal ini.

Pasal XIII

PENYERAHAN YANG DITUNDA

lxxx

Page 81: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Pihak yang diminta, sesudah mengambil keputusan tentang

permintaan penyerahan, dapat menunda penyerahan orang yang diminta,

supaya orang itu dapat diperiksanya, atau jika ia sudah dijatuhi hukuman,

supaya orang itu dapat menjalani hukumannya dalam wilayah Pihak itu

untuk kejahatan daripada kejahatan yang dimintakan penyerahannya.

Pasal XIV

PENYERAHAN BARANG

(1). Pihak yang diminta, sepanjang hukumnya memperbolehkan dan

adanya permintaan dari Pihak peminta wajib menyita dan

menyerahkan barang :

(a). yang mungkin diperlukan sebagai bahan pembuktian, atau

(b). yang diperoleh sebagai hasil dari kejahatan itu dan yang

terdapat pada orang yang dituntut pada waktu penahanan

dilakukan atau yang diketemukan sesudah itu.

(2). Barang yang disebut dalam ayat (1) pasal ini wajib diserahkan,

sekalipun ekstradisi yang telah disetujui tidak dapat dilakukan

karena kematian orang yang diminta penyerahannya atau karena ia

melarikan diri.

(3). Apabila barang tersebut dapat disita atau dirampas dalam wilayah

dari Pihak yang diminta, maka dalam hubungan dengan proses

lxxxi

Page 82: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

pemeriksaan perkara yang sedang berjalan, Pihak ini dapat

menahannya untuk sementara atau menyerahkannya dengan syarat

bahwa barang itu akan dikembalikan.

(4). Setiaphak yang mungkin diperoleh Pihak yang diminta atau

Negara lain atas barang tersebut wajib dijamin. Dalam hal

demikian, barang tersebut wajib dikembalikan tanpa biaya kepada

Pihak yang diminta secepat mungkin sesudah pemeriksaan

pengadilan selesai.

Pasal XV

TATA CARA

Tata cara mengenai penyerahan dan penahanan sementara dari

orang yang diminta penyerahannya, akan tunduk semata-mata pada

hokum Pihak yang diminta.

Pasal XVI

BIAYA-BIAYA

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam wilayah Pihak yang diminta

berkenaan dengan penyerahan akan ditanggung oleh Pihak itu.

Pasal XVII

SURAT PERMINTAAN DAN DOKUMEN-DOKUMEN

YANG DIPERLUKAN

lxxxii

Page 83: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

(1) Permintaan penyerahanwajib dinyatakan secara tertulis dan dikirim

di Indonesia kepada Menteri Kehakiman dan di Philipina kepada

Secretary of Justice, melalui saluran diplomatik.

(2). Permintaan penyerahan wajib disertai :

(a). Lembaran asli atau salinan yag disahkan dari penghukuman

dan pidana yang dapat segera dilaksanakan atau surat perintah

penahanan atau surat perintah lainnya yang mempunyai akibat

yang sama dan dikeluarkan sesuai dengan tata cara yang

ditetapkan dalam hokum Pihak peminta.

(b). Keterangan dari kejahatan yang dimintakan penyerahannya.

Waktu dan tempat kejahatan dilakukan, uraian yuridis dan

penunjukan pada ketentuan-ketentuan hokum yang

bersangkutan diuraikan secermat mungkin.

(c). Salinan dari peraturan-peraturan yang besangkutan atau jika ini

tidak mungkin suatu keterangan tentang hokum yang

bersangkutan dan uraian secermat mungkin dari orang-orang

yang diminta penyerahannya bersama-sama dengan keterangan

lain apapun juga yang dapat membantu menentukan identitas

dan kebangsaannya.

lxxxiii

Page 84: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

(3). Dokumen-dokumen yang digunakan dalam proses penyerahan akan

dibuat dalam bahasa Inggris.

Pasal XVIII

PERMINTAAN LEBIH DARI SATU

Pihak yang mengadakan perjanjian yang menerima dua permintaan

atau lebih untuk penyerahan orang yang sama baik untuk kejahatan yang

sama maupun untuk kejahatan-kejahatan yang berbeda, akan

menentukan kepada Negara-negara peminta mana Pihak tersebut akan

menyerahkan orang yang dicari, dengan mempertimbangkan keadaan

dan terutama kemungkinan penyerahan kemudian di antara Negara-

negara peminta, sifat beratnya setiap kejahatan, tempat dilakukannya

kejahatan, kewarganegaraan orang yang dicari, tanggal diterimanya

permintaan, dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ekstradisi antara

Pihak itu dengan Negara atau Negara-negara peminta leinnya.

Pasal XIX

PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Setiap perselisihan yang timbul antara kedua Pihak karena

penafsiran dan pelaksanaan dari Perjanjian ini akan diselesaikan secara

damai dengan musyawarah atau perundingan.

Pasal XX

lxxxiv

Page 85: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

KETENTUAN PERALIHAN

Suatu kejahatan yang telah dimulai sebelum tanggal perjanjian ini

mulai berlaku akan tetapi diselesaikan setelah tanggal perjanjian ini

mulai berlaku akan diserahkan sesuai dengan perjanjian ini.

Pasal XXI

MULAI BERLAKUNYA PERJANJIAN

Perjanjian ini mulai berlaku pada tanggal penukaran Piagam

Ratifikasi.

Pasal XXII

BERAKHIRNYA PERJANJIAN

Perjanjian ini dapat diakhiri setiap waktu oleh salah satu Pihak

dengan memberitahukan maksud untuk melakukan itu 6 (enam) bulan

sebelumnya. Pengakhiran Perjanjian yang demikian itu tidak akan

menghalangi suatu proses penyerahan yang telah dimulai sebelum

pemberitahuan demikian dilakukan.

UNTUK MENYAKSIKANNYA, yang bertanda tangan di bawah

ini yang dikuasakn secara sah oleh masing-masing Pemerintahnya telah

menandatangani Perjanjian ini.

Dibuat dalam rangkap dua di Jakarta pada tangal sepuluh bulan

Pebruari tahun 1976 dalam bahasa Indonesia, Philipina dan bahasa

Inggris, semua naskah adalah sama-sama sahnya.

lxxxv

Page 86: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

Dalam hal terjadi perbedaan tafsiran, maka naskah bahasa Inggris

akan menentukan.

Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah

REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK

PHILIPINA

lxxxvi

Page 87: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

P R O T O K O L

REPUBLIK INDONESIA dan REPUBLIK PHILIPINA bermaksud

untuk menghindarkan penafsiran yang berlainan dari bagian Perjanjian

Ekstradisi ini, yang mengenai wilayah yang disetujui di Protokol ini :

Republik Indonesia adalah pemilik tunggal dari pulau yang dikenal

sebagai Las Palmas (P. Miangas) sebagai hasil dari putusan perwasitan

tertanggal 4 April 1928 yang menyelesaikan sengketa antara Amerika

Serikat dan Negeri Belanda.

UNTUK MENYAKSIKANNYA, yang bertanda tangan di bawah

ini yang dikuasakan secara sah oleh masing-masing Pemerintahnya, telah

menanda tangani Protokol ini.

Dibuat dalam rangkap dua di Jakarta pada tanggal sepuluh Pebruari

tahun 1976.

Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah

REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK

PHILIPINA

lxxxvii

Page 88: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

LAMPIRAN IV

CURRICULUM VITAE

1. Nama : BENNY HASAN

2. Tempat Tanggal Lahir : Pemalang, 4 April 1980

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Alamat Asal : Jl. Serayu 59 Kebondalem Pemalang 52312.

6. Alamat di Yogyakarta : Jl. Petung 20 Papringan Yogyakarta 55281.

7. Nama Ayah : H. Imron Romly, BA (Alm).

8. Pekerjaan : Pensiunan Karyawan Kandepag Pemalang.

9. Nama Ibu : Hj. Hikmah Rosmalena

10. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Riwayat Pendidikan :

1. TK. Muslimat I, masuk tahun 1984, lulus tahun 1986.

2. SDN Kebondalem 5, masuk tahun 1986, lulus tahun 1992.

3. SMPN 2 Pemalang, masuk tahun 1992, lulus tahun 1995.

4. SMUN 1 Pemalang, masuk tahun 1995, lulus tahun 1998.

lxxxviii

Page 89: 95093133 Perjanjian Ekstradisi Dalam Prespektif Fiqh 99373479 Beni Ha

5. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, masuk tahun 1999.

lxxxix