94753_laporan praktikum labtek uji impact

19
Kalis Khalif Munggaran (13713026) LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL I MODUL F UJI IMPAK Oleh : Kelompok : 6 Anggota (NIM) : 1. M. Anugrah Perdana (13712013) 2. Deri Andika Bangun (13713014) 3. Riansyah Fikri P.A (13713038) 4. Kalis Khalif M (13713026) 5. Intan Khalida Lukman (13713055) Tanggal Praktikum : 04 Maret 2015 Tanggal Penyerahan Laporan : 10 Maret 2015 Nama Asisten : Hadi Maulana (13711032) LABORATORIUM METALURGI DAN TEKNIK MATERIAL PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Upload: kalis-munggaran

Post on 04-Oct-2015

210 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laporan praktikum Uji Impak Teknik Materiall

TRANSCRIPT

Kalis Khalif Munggaran (13713026)

LAPORAN PRAKTIKUMLABORATORIUM TEKNIK MATERIAL IMODUL F UJI IMPAKOleh :

Kelompok : 6Anggota (NIM) : 1. M. Anugrah Perdana (13712013)2. Deri Andika Bangun (13713014)3. Riansyah Fikri P.A (13713038)4. Kalis Khalif M (13713026)5. Intan Khalida Lukman (13713055)

Tanggal Praktikum : 04 Maret 2015Tanggal Penyerahan Laporan : 10 Maret 2015Nama Asisten : Hadi Maulana (13711032)

LABORATORIUM METALURGI DAN TEKNIK MATERIALPROGRAM STUDI TEKNIK MATERIALFAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARAINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2015

BAB I PENDAHULUAN1. Latar Belakang

Sifat mekanik material timbul ketika suatu material menerima gaya fisika atau beban. Dalam perencanaan material di industri permesinan, salah satu aspek yang diperhatikan adalah kemampuan material menerima beban kejut atau beban kecepatan tinggi. Informasi mengenai kekuatan material saja tidak cukup untuk memprediksi kegagalannya, karena pada kondisi tertentu, sebuah material yang biasanya dikenal ulet bisa tiba-tiba gagal dengan deformasi plastis yang sangat kecil atau patah getas. Uji mekanik yang digunakan untuk menentukan sifat material tersebut disebut uji impak.

Uji impak dilakukan pada keadaan yang ditentukan sedemikian rupa agar dapat merepresetasikan kasus kondisi tersebut, yaitu dilakukan (1.) Uji pada berbagai macam termperatur, terutama temperature rendah, (2.) Beban diberikan pada kecepatan pembebanan dan dengan regangan tinggi. (3.) Beban yang diberikan berupa tegangan triaksial, (direpresentasikan dengan adanya takikan).

2. Tujuan PraktikumTujuan praktikum uji impak yang kami lakukan pada Rabu, 4 Maret 2015 ini, adalah untuk menentukan hubungan harga impak dengan temperature dan menentukan kurva transisinya. Selain itu praktikum ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh struktur kristal terhadap harga impak antara Alumunium dan Baja-karbon.s

BAB IITEORI DASARPengujian impak digunakan untuk menganalisa kegagalan material berupa patahan getas atau ulet. Perbeedaan tipe patahan berkaitan dengan deformasi yang dialami material. Patah getas atau ulet dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu;a. Tegangan tiga sumbub. Temperature rendahc. Kecepatan pembebananUntuk membuat tegangan tiga sumbu maka specimen uji impak dibuat dengan takikan (notch). Pada alat uji impak terdapat pendulum yang akan memukul specimen dengan kecepatan tertentu. Untuk mengetahui pengaruh temperature maka pengujian dapat dilakukan pada temperature yang berbeda-beda.Pengujian impak yang dilakukan pada praktikum ini menggunakan standar pengujian impak ASTM E23.Ada dua metode pengujian yaitu metode Charpy dan Izzod. Metode Charpy luas digunakan di Amerika Serikat dan metode Izzod banyak digunakan di Eropa. Perbedaan antara kedua metode ini ialah : a. Bentuk specimenb. Cara peletakan specimen pada alat uji impakc. Skala energy yang diserap oleh specimen

Prinsip pengujian impak ialah mengukur perbedaan energy yang dimiliki pendulum dan energy yang diserap oleh material . Perbedaan energy ditandai dengan perbedaan tinggi pendulum sebelum dan sesudah mengenai specimen. Ketika pendulum mencapai ketinggian h maka pendulum mempunyai energy potensial EP=m.g.h . Spesimen akan mnyerap energy kinetic pendulum dan menyebabkan energy pendulum menjadi berkurang dan ketinggian menjadi h . perbedaan ketinggian ini akan terbaca di skala sebagai energy yang diserap material. Prinsip pengujian impak ini sama baik metode Charpy atau Izzod.

Gambar 1. Prinsip pengujian impak

Spesimen yang digunakan pada pengujian impak ialah specimen yang mempunyai notch. Pada metode Charpy dan Izzod terdapat perbedaan dalam penggunaan specimen.

Gambar 2. Spesimen uji impak Charpy dan peletakan specimen di alat uji impak

Gambar 2. Spesimen uji impak Izzod dan peletakan specimen di alat uji impak

Perbedaan cara peletakan specimen pada alat uji impak membuat perbedaan skala energy antara Charpy dan Izzod. Pada metode Charpy, setiap tumpuan spesimen akan mempunya gaya reaksi sebesar setengah ( F) dari beban impak yang diterima spesimen (F).

Pada metode Izzod, tumpuan spesimen akan menerima gaya sebesar beban impak yang diterima spesimen (F).

Kedua perbedaan tersebut membuat skala energi pada metode Izzod mempunyai besar dua kali daripada metode Charpy. Hal ini pula yang menyebabkak metode Charpy lebih efektif karena rentang energi yang dapat diukur dapat lebih besar daripada metode Izzod dan gaya reaksi pada alat uji impak juga lebih kecil. Beberapa hal yang mempengaruhi temperature transisi dari sebuah material adalah :1. Komposisi dari material yang diuji2. Ukuran butir dari material yang diuji3. Struktur dari Kristal material yang diuji4. Orientasi Butir material yang diuji.Sebagai contoh efek komposisi material mempengaruhi temperature transisi adalah sebagai berikut :

Saat spesimen diberikan beban sebanyak 20 Joule saat specimen baja tersebut ditambahkan 0,1% carbon, maka temperature transisinya akan bertambah sebanyak 14 derajat celcius. Pada Manganese setiap kenaikan 0,1% karbon pada 20 J Energi, akan mengurangi temperature transisi sebanyak 5 derajat celcius. Salah satu contoh lain adalah komposisi antara besi dan oksigen. Saat diberikan oksigen maka takikan akan menjadi menguat. Penambahan 0,001% oksigen menjadi 0.057% oksigen dari besi tersebut bisa mengubah temperature transisi dari 15 derajat celcius menjadi 340 derajat celcius.Besarnya butir juga bisa mempengaruhi temperature transisi dari sebuah specimen. Hal ini dikarenakan butir yang lebih besar bisa menyerap energy lebih banyak dari pada butir yang lebih kecil melalui vibrasi. Sebagai contoh penambahan satu astm unit besar butir bisa mengurangi 16 derajat celcius temperature transisi dari baja ringan.

Kurva diatas adalah kurva dari berubahnya temperature transisi dikarenakan berubahnya orientasi butir dari specimen. Hal ini kembali dipengaruhi oleh besar butir dari specimen tersebur. Saat specimen sedang di orientasikan pada arah longitudinal maka besar butir akan membesar.

Hal terakhir yang mempengaruhi temperature transisi adalah struktur Kristal dari specimen yang diuji. FCC (Face Centered Crystal) tidak mempunyai temperature transisi dan sangat kuat strukturnya. Hal ini dikarenakan FCC mempunyai struktur Kristal yang mempunyai bidang selip yang lebih sedikit dibandingkan dengan struktur BCC (Body Centered Crystal). Bidang selip sangat berpengaruh terhadap ketangguhan dari material itu sendiri.Skema dari pengujian impak ini menggunakan prinsip kekekalan energi. Dengan menghitung energi potensial maksimum saat pendulum berada di ketinggian maksimum, serta perubahannya menjadi energi kinetik saat bergerak menumbuk specimen, dan sisa energi kinetik yang ada untuk menggerakkannya ke ketinggian maksimum pendulum. Sehingga bisa diukur berapa yang diserap dengan cara membandingkan ketinggian maksimum pendulum setelah menumbuk specimen dengan ketinggian sebelum bergerak. Untuk mengukurnya kita menghitung sudut saat jatuh dan sudut saat mengangkat. Dalam pengujian yg kita lakukan dengan metode charpy, specimen ditaruh di tumpuan 2 titik dan menumbuk nya tepat di belakang notch.Setelah melakukan percobaan, sifat mekanik yang dapat kita amati dari uji impak adalah ketangguhan (toughness) dari material tersebut. Nilai ketangguhan yang didapat berasal dari energy yang terserap oleh material tersebut sampai patah. Nilai dari strain rate juga dapat memengaruhi patahan. Keuletan (ductility) adalah sifat mekanik lain yang dapat kita amati. Keuletan dari material tersebut dapat dilihat dari bentuk patahan yang bias kita amati pada permukaan patahan. Patahan yang dapat terlihat dibagi menjadi 3 bentuk patahan, yaitu fibrous, granular, dan mixed.

Dari sifat mekanik yang dapat diperoleh, yang bersifat kuantitatif adalah toughness, dan yang bersifat kualitatif adalah keuletan.

BAB IIIDATA PERCOBAAN

Jenis mesin: Wolpert Kapasitas mesin: 300 J Standar pengujian: ASTM E 23 Tanggal Pengujian: 4 Maret 2015 Asisten: Hadi Maulana H. (13711032)Tabel data AlumuniumSpesimenPanjang (cm)Lebar (cm)Tinggi (cm)Notch (cm)Energi (J)Temperatur ( )

163.639.89.88.0675426.1

261.69.459.57.752540

362.19.89.885880

463.99.559.67.9521-40

563.559.559.5820-20

Tabel data Baja KarbonSpesimenPanjang (cm)Lebar (cm)Tinggi (cm)Notch (cm)Energi (J)Temperatur ( )

163.639.89.88.0673126.1

261.69.459.57.756440

362.19.89.887280

463.99.559.67.954-40

563.559.559.5810-80

Pengujian

HASIL PATAHAN

BAJAALUMUNIUM

1Getas1Ulet

2Ulet2Ulet

3Ulet3

4Getas4Ulet

5Ulet5Ulet

Tabel Harga Impak (HI)

BajaEnergi (J)temperaturluas notchHI

21-4075.92250.276598

20-2076.40.26178

5426.179.05660.683055

254073.23750.341355

588078.40.739796

AlumuniumEnergi (J)temperaturluas notchHI

10-4076.40.13089

4-2075.92250.052685

3126.179.05660.392124

644073.23750.873869

728078.40.918367

BAB IVANALISIS DATADari data yang diambil, terlihat bentuk patahan yang berbeda beda jika temperature dan besar energy yang diberikan berbeda. Pada alumunium, kebanyakan terlihat patah ulet, walaupun tidak 100% namun dari semua percobaan tidak ditemukan 100% patah getas. Berbeda dengan baja, didapatkan patah getas terjadi saat temperatur rendah. Hal ini terjadi karena pada alumunium temperature patah getasnya lebih rendah dari saat percobaan, jadi tidak kami dapatkan data tersebut.Bentuk patahan yang terlihat dapat menandakan besar temperatur transisi. Pada baja temperature transisi yang kami dapat berkisar antara -20 sampai 40 (), namun pada alumunium tidak dapat kami tentukan temperatur transisi karena alumunium merupakan logam FCC. Pada logam FCC tidak ditemukan temperatur transisi karena atom atom mempunyai banyak rongga yang bisa dijadikan tempat bergeser atom dan menyebabkan deformasi plastis saat diberi beban impak. Baja memiliki temperature transisi karena baja merupaka logam BCC. Logam BCC dapat bervibrasi sangat tinggi karena ruang yang sangat kecil, sehingga dapat langsung terjadi patah getas tanpa adanya deformasi plastis. Terlihat dari kurva, temperatur transisi ada di antara -20 sampai 40 (), saat terjadinya perubahan kemiringan yang signifikan pada kurva.Dari kurva dapat dilihat bahwa komposisi karbon pada baja karbon kecil, karena bentuk kurva yang berbelok tajam, jadi dapat disimpulkan jika karbon yang dipakai adalah baja karbon rendah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARANBentuk patahan yang terjadi adalah patahh getas, patah ulet, dan patah campuran. Patahan yang terlihat pada Baja bervariasi, namun pada alumunium hanya patah ulet dan campuran saja tidak ada patah 100% getas. Suhu mempengaruhi nilai dari harga impak, karena semakin tinggi suhu, semakin tinggi pula energy yang dapat diserap oleh suatu material. Baja merupakan logam BCC yang memiliki temperatur transisi antara -20 sampai 40 (), dan baja yang dipakai saat praktikum adalah baja karbon rendah. Baja bersifat ulet pada temperatur tinggi dan bersifat getas pada temperature rendah. Alumunium tidak memiliki temperatur transisi dan dapat disimpulkan bahwa alumunium merupakan logam fcc.

DAFTAR PUSTAKA1. ASTM E 232. Callister, William D. Materials Science And Engineering An Introduction, 7th edition, John wiley & Son Inc. Halaman 223-2273. Dieter G.E Mechanical Metalurgy, SI Metric Edition. 4th edition, halaman 471-488

LAMPIRANTugas TambahanApa pengaruh komposisi kimia terhadap temperature transisi?Komposisi kimia berpengaruh pada temperature transisi, seperti komposisi karbon sangat mempengaruhi temperatur transisi, jika komposisi karbon semakin besar maka temperature transisi semakin besar, begitu pula dengan mangan (Mn), namun komposisi mangan mengurangi temperatur transisi. Jadi temperature transisi berbanding lurus dengan komposisi karbon dan berbanding terbalik dengan komposisi Mn. 0.1% karbon dapat menaikan 14 dan 0.1% Mn menurunkan 5. Fosfor juga dapat menaikkan temperature transisi dengan 0.01% fosfor dapat menaikkan 7 temperatur transisi. Komposisi kimia lainnya juga dapat berpengaruh dengan cara mempengaruhi kekuatan notch (notch toughness), seperti nikel yang dapat menurunkan temperature transisi dengan 2% komposisi. 0.25% silicon juga dapat menaikkan temperature transisi. Molybdenum dapat mempengaruhi temperature transisi dengan pengaruh yang mirip dengan karbon, sedangkan kromium hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap temperature transisi. Kadar oksigen juga dapat mempengaruhi temperature transisi. Dengan kenaikan kadar oksigen dari 0.001 menjadi 0.057 (%) dapat meningkatkan temperatur transisi dari -15 sampai 340 ().