4311413044_lulua romjanah lestari
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
1/14
BIO-DESULFURISASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S)
PADA IPAL INDUSTRI TAHU SEBAGAI UPAYA PENGAMBILAN
KEMBALI (RECOVERY) SULFUR
Lulua Romjanah Lestari 4311413044
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang
ABSTRAK
Gas hidrogen sulfida (H2S) merupakan salah satu gas dari IPAL industri tahu
selain gas methan, yang tidak berwarna, berbau seperti telur busuk, bersifat
racun yang amat berbahaya dan mematikan. Cemaran gas H2S yang berasal dari
IPAL industri tahu, ini jumlahnya cukup besar sekitar 1110,7 mg/Nm3. Mengingat
gas ini sangat beracun maka perlu dihilangkan sebelum dibuang ke lingkungan.
Salah satu cara penghilangan adalah dengan proses desulfurisasi. Proses
desulfurisasi dapat dilakukan dengan cara fisika-kimia dan biologi. Desulfurisasi
secara fisika-kimia dapat dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut
dan dekomposisi senyawa sulfur, sedang desulfurisasi secara biologi dilakukan
dengan Bio-desulfurisasi Telah dilakukan penerapan teknologi bio-desulfurisasi
pada IPAL industri tahu di Desa Purwogondo, Kartasura, Sukoharjo, dengan
hasil penangkapan gas H2S dengan menggunakan pelarut Na2CO3 (larutan
NaHS) sebesar 573,27 ppm pada konsentrasi Na2CO312,5%, dan dengan waktu
kontak selama 150 menit. Hasil kristal sulfur optimal yang diperoleh sebesar
136,6 mg atau dapat menghilangkan senyawa H2S sebesar 52,01 % dengan waktu
12 jam
Kata kunci : Gas H2S, IPAL industri tahu, Bio-desulfurisasi, pengambilan
kembali sulfur
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
2/14
PENDAHULUAN
1. Industri Tahu
Tahu merupakan makanan ringan yang mudah untuk didapatkan dan
mengadung banyak nutrisi seperti, protein, lemak,
karbohidrat, dll, yang
bagus untuk kesehatan manusia, akan tetapi mempunyai dampak buruk
jikalau tidak diolah dengan baik dan benar. Pencemaran limbah tahu
merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan hidup dan dapat
menyebabkan penyakit kepada umat manusia. Setiap industri tahu selalu
melakukan apapun untuk mendapatkan keuntungan yang besar untuk
kepentingan industri.
1.1.Pencemaran Limbah Industri Tahu terhadap Lingkungan Hidup
Prakiraan resiko limbah pabrik tahu terhadap udara, yaitu resiko
berasal dari bau limbah tahu yang semakin lama semakin tidak sedap.
Akibat pencemaran tersebut, warga khususnya pekerja pabrik merasa
kurang nyaman akibat terhisapnya bau ke dalam pernafasan. Jenis resiko
yang muncul bersifat negatif, artinya gas yang dihasilkan tidak berbahaya
dan dapat diatasi. Bobotnya kecil karena pencemaran gas yang timbuljumlahnya kecil dan bukan merupakan gas yang berbahaya (Damayanti,
A., 2004).
Pada industri tahu, dalam proses penggilingan kedelai
menggunakan bahan bakar solar dan proses perebusan kedelai
menggunakan bahan bakar kayu bakar dan olie sehingga menghasilkan
gas SO2 dari hasil pembakaran tersebut. Sulfur dioksida merupakan gas
yang termasuk di dalam sumber pencemar primer. Sifat SO2 yaitu gas
yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat dan menyesakkan
pernafasan, umumnya pada SO2yang akan berubah menjadi H2SO3(asam
sulfit) berubah secara perlahan menjadi asam sulfat yang lebih berbahaya
dari SO 2 dan asam sulfit. Sedangkan di udara bersih akan teroksidasi
dengan sangat lambat membentuk SO3 (sulfur trioksida). Apabila SO2
bereaksi dengan uap air akan membentuk H2SO3 (asam sulfit) maupun
H2SO4(asam sulfat), dengan reaksi sebagai berikut:
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
3/14
1. Apabila SO2bertemu dengan O2akan membentuk SO3
2SO2+ O2(udara)2SO3
2. Udara yang mengandung uap air akan bereaksi dengan gas SO2
sehingga membentuk asam sulfit.
SO2+ H2O (uap air)H2SO3(asam sulfit)
3. Apabila SO3 bereaksi dengan udara yang mengandung uap air akan
membentuk asam sulfat.
SO3+ H2O (uap air)H2SO4(asam sulfat)
(E.K., Nuning., 2006)
Selain itu, industri tahu juga menghasilkan gas emisi sisa hasil dari
pembakaran yaitu gas H2S (hidrogen sulfida). Hidrogen sulfida adalah
senyawa dari 2 unsur zat kimia yaitu gas hidrogen dan belerang yang
kadang kala disebut juga hidrogen sulfur. H2S merupakan suatu gas
beracun yang mudah menyala dan tidak berwarna serta larut dalam air.
Dalam konsentrasi yang agak tinggi dapat menyebabkan secara cepat
orang jadi pingsan bila mencium baunya. Hidrogen sulfida mempunyai
sifat-sifat fisik yaitu mempunyai berat molekul 34,08 ; boiling point = -
60,1 0C,specific gravity = 1,192. Hidrogen sulfida larut dalam air, sangat
mudah terbakar (flammable), tidak berwarna dan mempunyai nilai
ambang batas (NAB)10 ppm. (Imamkhasani, S., 1998).
1.2.Pengendalian Pencemaran oleh Industri Tahu
Kuantitas gas H2S yang keluar dari IPAL industri tahu berkisar
antara 981 - 1287 mg/Nm3, dan rata-ratanya 1110,7 mg/Nm3. Dari hasil
tersebut jika dibandingkan dengan baku mutu emisi menurut SK.
Gubernur Jawa Tengah No. 10 / 2000, konsentrasi gas H2S tersebut jauh
diatas baku mutu (baku mutu emisi H2S adalah 35 mg/Nm3). Dari aspek
lingkungan, tingginya gas H2S yang diemisikan dari IPAL dapat
menyebabkan gangguan kenyamanan, gangguan kesehatan para pekerja
dan dapat menyebabkan korosi (Moenir, M., 2011).
Sehingga pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan hidup
perlu dilakukan dengan didasarkan pada perencanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang mencakup inventarisasi ligkungan
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
4/14
hidup, penetapan wilayah ekoregian, dan RPPLH (rencana perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup) (pasal 5), yang perlu diatur lebih
lanjut di dalam peraturan pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda)
untuk menjamin efektifitas implementasinya (Sonny, K., 2010).
2. Bio-Desulfurisasi Gas Hidrogen Sulfida (H2S)
2.1.Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau
fermentasi dari bahanbahan organik termasuk diantaranya kotoran
manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), limbah industri
yang biodegradable atau limbah organik lainnya yang biodegradabledalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah gas
metan (CH4), karbon dioksida (CO2) dan gas lainnya seperti gas hidrogen
sulfida (H2S), gas nitrogen (N2). Komposisi biogas bervariasi tergantung
dengan asal proses anaerobik yang terjadi, namun pada umumnya
kandungan terbesarnya adalah gas metan sekitar 55 75 %, gas karbon
dioksida berkisar 23 40
%, gas hidrogen sulfida (H2S) berkisar 1 3 %, gas nitrogen (N2) antara
0,1 0,3 % dan sisanya adalah gas hidrogen (H2) . Nilai kalori dari 1
meter kubik biogas sekitar 6.000 watt jam atau setara dengan setengah
liter minyak diesel (Moenir, M., 2011).
Prinsip pembuatan biogas adalah menciptakan proses fermentasi
bahan organik secara anaerobik (dalam ruang kedap udara disebut alat
pencerna atau digester). Dalam proses tersebut terjadi interaksi yang
kompleks dari sejumlah bakteri yang berbeda-beda, diantaranya bakteri
Methanobacterium, dan Methanobacillus. (A.S., Rohman., 2009).
Sehingga biogas dapat disimpulkan sebagai salah satu jenis energi yang
dapat dibuat dari fermentasi berbagai jenis bahan limbah seperti sampah,
pupuk, kotoran manusia, jerami, dan bahan lainnya dalam kondisi anaerob
dan menghasilkan gas, gas metana yang didominanasi oleh dioksida dan
karbon. Dengan demikian, semua jenis bahan dalam hal kimia termasuk
senyawa organik, baik berasal dari limbah dan kotoran hewan atau sisa
tanaman, dapat digunakan sebagai biogas.
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
5/14
2.2.Desulfurisasi
Desulfurisasi merupakan proses untuk menghilangkan senyawa
sulfur dari aliran proses atau aliran produk. Pada dasarnya terdapat 2 cara
desulfurisasi , yaitu dengan ekstraksi menggunakan pelarut, serta
dekomposisi senyawa sulfur (umumnya dalam bentuk senyawa
merkaptan, sulfida dan disulfida). Cara lain desulfurisasi adalah
menggunakan bakteri (bio-desulfurisasi) (Moenir, M., 2011).
Bio-desulfurisasi merupakan proses penghilangan sulfur dengan
memanfaatkan metabolisme mikroorganisme, yaitu dengan mengubah
hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer dengan katalis suatu enzim
hasil metabolisme mikroorganisme sulfur jenis tertentu, tanpa mengubah
senyawa hidrokarbon dalam aliran proses. Reaksi yang terjadi adalah
reaksi aerobik, dan dilakukan dalam kondisi lingkungan teraerasi.
Keunggulan proses ini adalah dapat menghilangkan senyawa sul fur yang
sulit disingkirkan, misalnya alkylated dibenzothiophenes. Jenis
mikroorganisme yang digunakan untuk proses bio-desulfurisasi umumnya
berasal dariRhodococcus sp dan Thiobacillus sp (NATCO, 2008).
Dalam proses ini, aliran gas yang mengandung hidrogen sulfida
dilewatkan pada absorber dan dikontakkan pada larutan soda. Senyawa
soda akan mengabsorbsi hidrogen sulfida, dan kemudian dialirkan ke
bioreaktor yang mengandung mikroorganisme. Bioreaktor diberi aerasi
sehingga mikroorganisme dapat mengubah hidrogen sulfida menjadi
sulfur elementer secara biologis dalam kondisi pH 8,2 9 Sulfur hasil
reaksi kemudian melalui proses dekantasi untuk memisahkan dengan
cairan soda. Cairan soda dikembalikan ke absorber, sedangkan sulfurdiperoleh sebagai cake atau sebagai sulfur cair murni. Karena sifatnya
yang hidrofilik sehingga mudah diabsorpsi oleh tanah, maka sulfur yang
dihasilkan dari proses ini dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri lain atau pupuk (Tathayati, A., 2007).
Diagram alir proses bio-desulfurisasi dapat dilihat pada gambar 1
berikut.
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
6/14
Gambar 1. Skema Proses Bio-desulfurisasi
Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4
Tahapan reaksi bio-desulfurisasi sebagai berikut.
1.
Absorbsi H2S oleh absorber (senyawa soda)
H2S + Na2CO3NaHS + NaHCO3
2. Pembentukan sulfur elementer oleh mikroba dalam bioreaktor
NaHS + O2S + NaOH
3. Recycle larutan soda kedalam tangki absorber
2 NaOH + CO2Na2CO3+ H2O
(Moenir, M., 2011).
PROSES BIO-DESULFURISASI H2S PADA IPAL INDUSTRI TAHU
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Misbachul Moenir dan Rustiana
Yuliasni, proses Bio-Desulfurisasi Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada Ipal Industri
Tahu sebagai Upaya Pengambilan Kembali (Recovery) Sulfur dilakukan dengan
urutan langkah-langkah sebagai berikut.
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
7/14
1. Bahan dan Peralatan
Bahan penelitian yang digunakan adalah biogas yang mengandung gas
hidrogen sulfida (H2S) yang berasal dari IPAL industri tahu sedangkan bahan
kimia yang dipakai adalah larutan Na2CO3dan NaOH (Moenir, M., 2011).
Peralatan penelitian berupa satu unit biodesulfurisasi dan gambar alat
tersebut tersaji pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Reaktor Bio-desulfurisasi
Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4
2. Tahapan Pelaksanaan
2.1. Pengumpulan Data Awal
Yang dimaksud dengan pengumpulan data awal adalah uji
karakteristik bahan uji (gas H2S) yang digunakan sebagai obyek
penelitian, yang tujuannya mengetahui fluktuasi kuantitas gas H2S yang
dihasilkan dalam satu siklus waktu tertentu. Metode analisis gas H2S
mengacu pada SNI 19 7117.7 2005 (Moenir, M., 2011).
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
8/14
2.2. Pembuatan Stater Mikroba
Untuk mendapatkan perbandingan jumlah mikrobia dan media
tumbuhnya dalam reaktor yang optimal, diperlukan pengkayaan jumlah
mikrobia. Metode pengkayaan mikroba dilakukan dengan secara
bertingkat dengan membiakkannya dalam media cair nutrien broth.
Starter dapat digunakan sebagai inokulum apabila telah memiliki tingkat
kepadatan mikroba minimal 1 x 107 CFU/ ml. Metode perhitungan
mikroba dengan penghitungan Angka Lempeng Total (ALT) dengan
waktu inkubasi 3 x 24 jam. Sediaan mikroba dalam bentuk agar miring
maupun dalam bentuk starter (Moenir, M., 2011).
2.3. Cara Penelitian
- Absorbsi gas H2S
Absorbsi gas H2S yang berasal dari biogas IPAL industri tahu
dilakukan dalam tangki absorber dengan larutan penyerap (absorban)
adalah larutan Na2CO3. Larutan Na2CO3 dipilih dengan pertimbangan
bahwa larutan tersebut merupakan senyawa yang tidak bersifat toksis,
bersifat stabil, tidak mudah menguap, tidak korosif dan harganya yang
terjangkau. Variabel proses absorbsi adalah konsentrasi larutan Na2CO3
dan waktu kontak (Moenir, M., 2011).
- Pembentukan sulfur elementer
Proses pembentukan sulfur elementer terjadi didalam bioreaktor. Hasil
proses absorsi gas H2S oleh larutan Na2CO3 yang berupa senyawa
NaHS, kemudian dialirkan ke bio-reaktor. Dalam bioreaktor
ditambahkan mikrobia Rhodococcus sp dan diberi aerasi (dalam
suasana aerob). Untuk mengubah NaHS tersebut menjadi sulfur
elementer secara biologis pH dalam reaktor dipertahankan pada kisaran
8 9. Variabel yang digunakan dalam proses ini adalah waktu aerasi.
Hasil kristalisasi (kristal sulfur) yang terbentuk dalam bio reaktor
kemudian dialirkan kedalam tangki decanter (Moenir, M., 2011).
- Pemisahan sulfur elementer
Untuk memisahkan sulfur elementer yang terbentuk dari hasil proses
biodesulfurisasi dari larutan sodanya dilakukan didalam tangki
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
9/14
decanter. Sulfur elementer diperoleh sebagai cake atau sebagai sulfur
cair murni. Dalam dekanter proses pemisahan sulfur terjadi secara
gravitasi dan larutan Na2CO3 yang sudah terpisah dikembalikan ke
tangki absorber sebagai make up (Moenir, M., 2011).
- Kerangka Alur Pikir
Kerangka alur pikir ini bertujuan untuk memudahkan proses
pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Selain itu,
kerangka ini mencakup keseluruhan langkah-langkah kerja yang
dilakukan (Moenir, M., 2011).
Gambar 3. Kerangka Alur Penelitian
Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Misbachul Moenir dan
Rustiana Yuliasni tentang penelitian teknologi proses pengambilan kembali
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
10/14
(recovery) sulfur dari biogas yang mengandung hirogen sulfida (H2S) dari IPAL
industri tahu secara biologi (bio-desulfurisasi) dilakukan di industri tahu milik
bapak Parji, Desa Purwogondo, Kelurahan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo,
Surakarta. Penelitian tersebut meliputi identifikasi kuantitas gas H2S yang
dihasilkan, proses absorbsi gas H2S dalam tangki absorber dan jumlah sulfur
elementer yang diperoleh dari hasil biosintesa oleh mikroba Rhodococcus sp
dalam tangki bioreaktor.
1. Idenfifikasi Kuantitas Gas Hidrogen Sulfida (H2S)
Identifikasi kuantitas gas hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2)
dan karbon dioksida (CO2) dari IPAL industri tahu milik Bp. Panji tersaji pada
Tabel 1 berikut.
Tabel 1 . Kuantitas gas-gas dari IPAL industri tahu
Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4
Dari Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa kuantitas gas H2S yang keluar
dari IPAL industri tahu berkisar antara 981 - 1287 mg/Nm3, dan rataratanya
1110,7 mg/Nm3. Dari hasil tersebut jika dibandingkan dengan baku mutu
emisi menurut SK. Gubernur Jawa Tengah No. 10 / 2000, konsentrasi gas H2S
tersebut jauh diatas baku mutu (baku mutu emisi H2S adalah 35 mg/Nm3).
Dari aspek lingkungan, tingginya gas H2S yang diemisikan dari IPAL dapat
menyebabkan gangguan kenyamanan, gangguan kesehatan para pekerja dan
dapat menyebabkan korosi.
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
11/14
2. Absorbsi Gas H2S
Absorbsi gas H2S dilakukan dalam tangki absorber dengan larutan
penyerap (absorban) Na2CO3. Pada proses absorbsi ini variabel yang
digunakan adalah konsentrasi absorben dan waktu penyerapan. Hasil absorbsi
gas H2S dalam absorber dengan adsorben Na2CO3 konsentrasi sebesar 5% -
12,5 % dan waktu penyerapan selama 30 180 menit dapat dilihat pada
Gambar 5 dibawah ini.
Gambar 5. Grafik hasil absorsi gas H2S pada berbagai konsentrasi
absorban dan waktu penyerapan
Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4
Dari Gambar 5 diatas menunjukkan bahwa konsentrasi laruran Na2CO3
yang tertinggi dalam menyerap gas H2S adalah 12,5 % dengan waktu
penyerapan 150 menit. Waktu penyerapan lebih dari 150 menit untuk berbagai
konsentrasi tidak menunjukkan kenaikan prosentase penyerapan yang berarti.
Menurut Alex Benshop, 2004 kecepatan perpindahan massa antara fase gas
cair sangat dipengaruhi oleh koefisien perpindahan massa dan koefisien
perpindahan massa ini dipengaruhi secara langsung oleh laju alir gas,
viskosotas, densitas, suhu, diameter gelembung gas difusivitas gas dan
lamanya waktu kontak.
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
12/14
3. Hasil Sulfur Elementer
Hasil absorbsi gas H2S dengan larutan Na2CO3 (larutan NaHS)
kemudian dialirkan ke tangki bioreaktor untuk mengubah NaHS tersebut
menjadi sulfur elementer secara biologis. Dalam bioreaktor ditambahkan
mikrobia Rhodococcus sp dan diberi aerasi (dalam suasana aerob). Variabel
yang digunakan dalam proses ini adalah waktu aerasi. Berat sulfur elementer
hasil biodesulfurisasi disajikan pada Gambar 6 berikut.
Gambar 6. Grafik berat sulfur elementer (gram)
Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4
Dari hasil penerapan teknologi biodesulfurisasi gas H2S industri tahu
seperti pada Gambar 6 diatas terlihat bahwa proses biodesulfurisasi secara
keseluruhan yang ditunjukkan dengan terbentuknya sulfur elementer sebesar131,6 gram dengan waktu aerasi adalah 12 jam. Setelah jam ke 12
peningkatan sulfur yang terbentuk relatif konstan (tidak ada peningkatan yang
signifikan), hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan Rhodococcus sp
dalam proses biodesulfurisasi setelah jam 12 sudah tidak efisien lagi, hal
tersebut dimungkinkan karena telah berkurangnya konsentrasi NaHS yang
digunakan oleh bakteri Rhodococcus sp sebagai bahan baku pembentukan
kristal sulfur.
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
13/14
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Misbachul Moenir dan
Rustiana Yuliasni tentang penelitian teknologi proses pengambilan kembali(recovery) sulfur dari biogas yang mengandung hirogen sulfida (H2S) dari IPAL
industri tahu secara biologi (bio-desulfurisasi) dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi emisi gas H2S dari IPAL industri Tahu berkisar milik bapak Parji,
Desa Purwogondo, Kelurahan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Surakarta
berkisar antara 981 1287 ppm, dan konsentrasi tersebut jauh diatas baku mutu
emisi menurut SK. Gubernur Jawa Tengah No. 10 / 2000 (baku mutu emisi H 2S
adalah 35 mg/Nm3), sehingga dapat menyebabkan gangguan kenyamanan,
gangguan kesehatan para pekerja dan dapat menyebabkan korosi pada peralatan
rumah tangga penduduk di sekitar lokasi IPAL. Proses penangkapan gas H2S
dengan menggunakan pelarut Na2CO3 dengan konsentrasi 12,5%, menghasilkan
larutan NaHS sebesar 573,27 ppm, dengan waktu kontak selama 150 menit.
Dari hasil penerapan alat biodesulfurisasi di lapangan yang terdiri dari
tangki absorber, bioreaktor dan dekanter diperoleh hasil optimal kristal sulfur
sebesar 136,6 mg atau dapat menghilangkan senyawa H2S sebesar 52,01 %
dengan waktu optimal dalam bioreaktor selama 12 jam
DAFTAR PUSTAKA
A.S., Rohman. 2009. Saatnya Gas Bio Dimasyarakatkan.Lembaga Penelitian
dan Pengembangan (LPP) FMIPA UNPAK: Bandung.
Damayanti, Alia, Joni Hermana, dan Ali Masduqi. 2004. Analisis Resiko
Lingkungan Dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu Dengan Kayu Apu (Pistia
Stratiotes L.) Jurnal Purifikasi, Vol.5, No.4, Oktober 2004: 151-156.
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS: Surabaya.
E.K., Nuning dan R. Azizah. 2006. Pengaruh Penggunaan Cerobong Asap
Model Water Spons Filter (WSF) Terhadap Penurunan Kadar So2 Pada
Industri Tahu Di Sukun, Malang Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 3, No.
1, Juli 2006 : 59 66. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga:
Surabaya.
-
7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari
14/14
Imamkhasani, Soemanto. 1998. Lembar Data Keselamatan Bahan Vol 1
(MSDS), Puslitbang Kimia Terapan. LIPI: Bandung.
Moenir, Misbachul dan Rustiana Yuliasni. 2011. Penerapan Teknologi Bio-
Desulfurisasi Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada Ipal Industri Tahu sebagai
Upaya Pengambilan Kembali (Recovery) Sulfur Jurnal Riset Teknologi
Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1, No. 4, Desember 2011: 244-251.
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Jl. Ki
Mangunsarkoro No. 6: Semarang.
NATCO. 2008. Biological H2S Removal From Biogas. Environmental
Technology Verification Program: Netherlands.
Sonny, Keraf. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Buku Kompas, hlm. 255:
Jakarta.
Tathayati, Arini. 2008 :Penyingkiran Sulfur dari Aliran Proses dengan Bio-
Desulphurisation. Waster Pertamina, Jakarta.