4311413044_lulua romjanah lestari

Upload: buncit-suligiyanto

Post on 21-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    1/14

    BIO-DESULFURISASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S)

    PADA IPAL INDUSTRI TAHU SEBAGAI UPAYA PENGAMBILAN

    KEMBALI (RECOVERY) SULFUR

    Lulua Romjanah Lestari 4311413044

    Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Universitas Negeri Semarang

    [email protected]

    ABSTRAK

    Gas hidrogen sulfida (H2S) merupakan salah satu gas dari IPAL industri tahu

    selain gas methan, yang tidak berwarna, berbau seperti telur busuk, bersifat

    racun yang amat berbahaya dan mematikan. Cemaran gas H2S yang berasal dari

    IPAL industri tahu, ini jumlahnya cukup besar sekitar 1110,7 mg/Nm3. Mengingat

    gas ini sangat beracun maka perlu dihilangkan sebelum dibuang ke lingkungan.

    Salah satu cara penghilangan adalah dengan proses desulfurisasi. Proses

    desulfurisasi dapat dilakukan dengan cara fisika-kimia dan biologi. Desulfurisasi

    secara fisika-kimia dapat dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut

    dan dekomposisi senyawa sulfur, sedang desulfurisasi secara biologi dilakukan

    dengan Bio-desulfurisasi Telah dilakukan penerapan teknologi bio-desulfurisasi

    pada IPAL industri tahu di Desa Purwogondo, Kartasura, Sukoharjo, dengan

    hasil penangkapan gas H2S dengan menggunakan pelarut Na2CO3 (larutan

    NaHS) sebesar 573,27 ppm pada konsentrasi Na2CO312,5%, dan dengan waktu

    kontak selama 150 menit. Hasil kristal sulfur optimal yang diperoleh sebesar

    136,6 mg atau dapat menghilangkan senyawa H2S sebesar 52,01 % dengan waktu

    12 jam

    Kata kunci : Gas H2S, IPAL industri tahu, Bio-desulfurisasi, pengambilan

    kembali sulfur

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    2/14

    PENDAHULUAN

    1. Industri Tahu

    Tahu merupakan makanan ringan yang mudah untuk didapatkan dan

    mengadung banyak nutrisi seperti, protein, lemak,

    karbohidrat, dll, yang

    bagus untuk kesehatan manusia, akan tetapi mempunyai dampak buruk

    jikalau tidak diolah dengan baik dan benar. Pencemaran limbah tahu

    merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan hidup dan dapat

    menyebabkan penyakit kepada umat manusia. Setiap industri tahu selalu

    melakukan apapun untuk mendapatkan keuntungan yang besar untuk

    kepentingan industri.

    1.1.Pencemaran Limbah Industri Tahu terhadap Lingkungan Hidup

    Prakiraan resiko limbah pabrik tahu terhadap udara, yaitu resiko

    berasal dari bau limbah tahu yang semakin lama semakin tidak sedap.

    Akibat pencemaran tersebut, warga khususnya pekerja pabrik merasa

    kurang nyaman akibat terhisapnya bau ke dalam pernafasan. Jenis resiko

    yang muncul bersifat negatif, artinya gas yang dihasilkan tidak berbahaya

    dan dapat diatasi. Bobotnya kecil karena pencemaran gas yang timbuljumlahnya kecil dan bukan merupakan gas yang berbahaya (Damayanti,

    A., 2004).

    Pada industri tahu, dalam proses penggilingan kedelai

    menggunakan bahan bakar solar dan proses perebusan kedelai

    menggunakan bahan bakar kayu bakar dan olie sehingga menghasilkan

    gas SO2 dari hasil pembakaran tersebut. Sulfur dioksida merupakan gas

    yang termasuk di dalam sumber pencemar primer. Sifat SO2 yaitu gas

    yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat dan menyesakkan

    pernafasan, umumnya pada SO2yang akan berubah menjadi H2SO3(asam

    sulfit) berubah secara perlahan menjadi asam sulfat yang lebih berbahaya

    dari SO 2 dan asam sulfit. Sedangkan di udara bersih akan teroksidasi

    dengan sangat lambat membentuk SO3 (sulfur trioksida). Apabila SO2

    bereaksi dengan uap air akan membentuk H2SO3 (asam sulfit) maupun

    H2SO4(asam sulfat), dengan reaksi sebagai berikut:

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    3/14

    1. Apabila SO2bertemu dengan O2akan membentuk SO3

    2SO2+ O2(udara)2SO3

    2. Udara yang mengandung uap air akan bereaksi dengan gas SO2

    sehingga membentuk asam sulfit.

    SO2+ H2O (uap air)H2SO3(asam sulfit)

    3. Apabila SO3 bereaksi dengan udara yang mengandung uap air akan

    membentuk asam sulfat.

    SO3+ H2O (uap air)H2SO4(asam sulfat)

    (E.K., Nuning., 2006)

    Selain itu, industri tahu juga menghasilkan gas emisi sisa hasil dari

    pembakaran yaitu gas H2S (hidrogen sulfida). Hidrogen sulfida adalah

    senyawa dari 2 unsur zat kimia yaitu gas hidrogen dan belerang yang

    kadang kala disebut juga hidrogen sulfur. H2S merupakan suatu gas

    beracun yang mudah menyala dan tidak berwarna serta larut dalam air.

    Dalam konsentrasi yang agak tinggi dapat menyebabkan secara cepat

    orang jadi pingsan bila mencium baunya. Hidrogen sulfida mempunyai

    sifat-sifat fisik yaitu mempunyai berat molekul 34,08 ; boiling point = -

    60,1 0C,specific gravity = 1,192. Hidrogen sulfida larut dalam air, sangat

    mudah terbakar (flammable), tidak berwarna dan mempunyai nilai

    ambang batas (NAB)10 ppm. (Imamkhasani, S., 1998).

    1.2.Pengendalian Pencemaran oleh Industri Tahu

    Kuantitas gas H2S yang keluar dari IPAL industri tahu berkisar

    antara 981 - 1287 mg/Nm3, dan rata-ratanya 1110,7 mg/Nm3. Dari hasil

    tersebut jika dibandingkan dengan baku mutu emisi menurut SK.

    Gubernur Jawa Tengah No. 10 / 2000, konsentrasi gas H2S tersebut jauh

    diatas baku mutu (baku mutu emisi H2S adalah 35 mg/Nm3). Dari aspek

    lingkungan, tingginya gas H2S yang diemisikan dari IPAL dapat

    menyebabkan gangguan kenyamanan, gangguan kesehatan para pekerja

    dan dapat menyebabkan korosi (Moenir, M., 2011).

    Sehingga pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan hidup

    perlu dilakukan dengan didasarkan pada perencanaan perlindungan dan

    pengelolaan lingkungan hidup yang mencakup inventarisasi ligkungan

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    4/14

    hidup, penetapan wilayah ekoregian, dan RPPLH (rencana perlindungan

    dan pengelolaan lingkungan hidup) (pasal 5), yang perlu diatur lebih

    lanjut di dalam peraturan pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda)

    untuk menjamin efektifitas implementasinya (Sonny, K., 2010).

    2. Bio-Desulfurisasi Gas Hidrogen Sulfida (H2S)

    2.1.Biogas

    Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau

    fermentasi dari bahanbahan organik termasuk diantaranya kotoran

    manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), limbah industri

    yang biodegradable atau limbah organik lainnya yang biodegradabledalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah gas

    metan (CH4), karbon dioksida (CO2) dan gas lainnya seperti gas hidrogen

    sulfida (H2S), gas nitrogen (N2). Komposisi biogas bervariasi tergantung

    dengan asal proses anaerobik yang terjadi, namun pada umumnya

    kandungan terbesarnya adalah gas metan sekitar 55 75 %, gas karbon

    dioksida berkisar 23 40

    %, gas hidrogen sulfida (H2S) berkisar 1 3 %, gas nitrogen (N2) antara

    0,1 0,3 % dan sisanya adalah gas hidrogen (H2) . Nilai kalori dari 1

    meter kubik biogas sekitar 6.000 watt jam atau setara dengan setengah

    liter minyak diesel (Moenir, M., 2011).

    Prinsip pembuatan biogas adalah menciptakan proses fermentasi

    bahan organik secara anaerobik (dalam ruang kedap udara disebut alat

    pencerna atau digester). Dalam proses tersebut terjadi interaksi yang

    kompleks dari sejumlah bakteri yang berbeda-beda, diantaranya bakteri

    Methanobacterium, dan Methanobacillus. (A.S., Rohman., 2009).

    Sehingga biogas dapat disimpulkan sebagai salah satu jenis energi yang

    dapat dibuat dari fermentasi berbagai jenis bahan limbah seperti sampah,

    pupuk, kotoran manusia, jerami, dan bahan lainnya dalam kondisi anaerob

    dan menghasilkan gas, gas metana yang didominanasi oleh dioksida dan

    karbon. Dengan demikian, semua jenis bahan dalam hal kimia termasuk

    senyawa organik, baik berasal dari limbah dan kotoran hewan atau sisa

    tanaman, dapat digunakan sebagai biogas.

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    5/14

    2.2.Desulfurisasi

    Desulfurisasi merupakan proses untuk menghilangkan senyawa

    sulfur dari aliran proses atau aliran produk. Pada dasarnya terdapat 2 cara

    desulfurisasi , yaitu dengan ekstraksi menggunakan pelarut, serta

    dekomposisi senyawa sulfur (umumnya dalam bentuk senyawa

    merkaptan, sulfida dan disulfida). Cara lain desulfurisasi adalah

    menggunakan bakteri (bio-desulfurisasi) (Moenir, M., 2011).

    Bio-desulfurisasi merupakan proses penghilangan sulfur dengan

    memanfaatkan metabolisme mikroorganisme, yaitu dengan mengubah

    hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer dengan katalis suatu enzim

    hasil metabolisme mikroorganisme sulfur jenis tertentu, tanpa mengubah

    senyawa hidrokarbon dalam aliran proses. Reaksi yang terjadi adalah

    reaksi aerobik, dan dilakukan dalam kondisi lingkungan teraerasi.

    Keunggulan proses ini adalah dapat menghilangkan senyawa sul fur yang

    sulit disingkirkan, misalnya alkylated dibenzothiophenes. Jenis

    mikroorganisme yang digunakan untuk proses bio-desulfurisasi umumnya

    berasal dariRhodococcus sp dan Thiobacillus sp (NATCO, 2008).

    Dalam proses ini, aliran gas yang mengandung hidrogen sulfida

    dilewatkan pada absorber dan dikontakkan pada larutan soda. Senyawa

    soda akan mengabsorbsi hidrogen sulfida, dan kemudian dialirkan ke

    bioreaktor yang mengandung mikroorganisme. Bioreaktor diberi aerasi

    sehingga mikroorganisme dapat mengubah hidrogen sulfida menjadi

    sulfur elementer secara biologis dalam kondisi pH 8,2 9 Sulfur hasil

    reaksi kemudian melalui proses dekantasi untuk memisahkan dengan

    cairan soda. Cairan soda dikembalikan ke absorber, sedangkan sulfurdiperoleh sebagai cake atau sebagai sulfur cair murni. Karena sifatnya

    yang hidrofilik sehingga mudah diabsorpsi oleh tanah, maka sulfur yang

    dihasilkan dari proses ini dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku

    industri lain atau pupuk (Tathayati, A., 2007).

    Diagram alir proses bio-desulfurisasi dapat dilihat pada gambar 1

    berikut.

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    6/14

    Gambar 1. Skema Proses Bio-desulfurisasi

    Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4

    Tahapan reaksi bio-desulfurisasi sebagai berikut.

    1.

    Absorbsi H2S oleh absorber (senyawa soda)

    H2S + Na2CO3NaHS + NaHCO3

    2. Pembentukan sulfur elementer oleh mikroba dalam bioreaktor

    NaHS + O2S + NaOH

    3. Recycle larutan soda kedalam tangki absorber

    2 NaOH + CO2Na2CO3+ H2O

    (Moenir, M., 2011).

    PROSES BIO-DESULFURISASI H2S PADA IPAL INDUSTRI TAHU

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Misbachul Moenir dan Rustiana

    Yuliasni, proses Bio-Desulfurisasi Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada Ipal Industri

    Tahu sebagai Upaya Pengambilan Kembali (Recovery) Sulfur dilakukan dengan

    urutan langkah-langkah sebagai berikut.

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    7/14

    1. Bahan dan Peralatan

    Bahan penelitian yang digunakan adalah biogas yang mengandung gas

    hidrogen sulfida (H2S) yang berasal dari IPAL industri tahu sedangkan bahan

    kimia yang dipakai adalah larutan Na2CO3dan NaOH (Moenir, M., 2011).

    Peralatan penelitian berupa satu unit biodesulfurisasi dan gambar alat

    tersebut tersaji pada Gambar 2 berikut.

    Gambar 2. Reaktor Bio-desulfurisasi

    Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4

    2. Tahapan Pelaksanaan

    2.1. Pengumpulan Data Awal

    Yang dimaksud dengan pengumpulan data awal adalah uji

    karakteristik bahan uji (gas H2S) yang digunakan sebagai obyek

    penelitian, yang tujuannya mengetahui fluktuasi kuantitas gas H2S yang

    dihasilkan dalam satu siklus waktu tertentu. Metode analisis gas H2S

    mengacu pada SNI 19 7117.7 2005 (Moenir, M., 2011).

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    8/14

    2.2. Pembuatan Stater Mikroba

    Untuk mendapatkan perbandingan jumlah mikrobia dan media

    tumbuhnya dalam reaktor yang optimal, diperlukan pengkayaan jumlah

    mikrobia. Metode pengkayaan mikroba dilakukan dengan secara

    bertingkat dengan membiakkannya dalam media cair nutrien broth.

    Starter dapat digunakan sebagai inokulum apabila telah memiliki tingkat

    kepadatan mikroba minimal 1 x 107 CFU/ ml. Metode perhitungan

    mikroba dengan penghitungan Angka Lempeng Total (ALT) dengan

    waktu inkubasi 3 x 24 jam. Sediaan mikroba dalam bentuk agar miring

    maupun dalam bentuk starter (Moenir, M., 2011).

    2.3. Cara Penelitian

    - Absorbsi gas H2S

    Absorbsi gas H2S yang berasal dari biogas IPAL industri tahu

    dilakukan dalam tangki absorber dengan larutan penyerap (absorban)

    adalah larutan Na2CO3. Larutan Na2CO3 dipilih dengan pertimbangan

    bahwa larutan tersebut merupakan senyawa yang tidak bersifat toksis,

    bersifat stabil, tidak mudah menguap, tidak korosif dan harganya yang

    terjangkau. Variabel proses absorbsi adalah konsentrasi larutan Na2CO3

    dan waktu kontak (Moenir, M., 2011).

    - Pembentukan sulfur elementer

    Proses pembentukan sulfur elementer terjadi didalam bioreaktor. Hasil

    proses absorsi gas H2S oleh larutan Na2CO3 yang berupa senyawa

    NaHS, kemudian dialirkan ke bio-reaktor. Dalam bioreaktor

    ditambahkan mikrobia Rhodococcus sp dan diberi aerasi (dalam

    suasana aerob). Untuk mengubah NaHS tersebut menjadi sulfur

    elementer secara biologis pH dalam reaktor dipertahankan pada kisaran

    8 9. Variabel yang digunakan dalam proses ini adalah waktu aerasi.

    Hasil kristalisasi (kristal sulfur) yang terbentuk dalam bio reaktor

    kemudian dialirkan kedalam tangki decanter (Moenir, M., 2011).

    - Pemisahan sulfur elementer

    Untuk memisahkan sulfur elementer yang terbentuk dari hasil proses

    biodesulfurisasi dari larutan sodanya dilakukan didalam tangki

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    9/14

    decanter. Sulfur elementer diperoleh sebagai cake atau sebagai sulfur

    cair murni. Dalam dekanter proses pemisahan sulfur terjadi secara

    gravitasi dan larutan Na2CO3 yang sudah terpisah dikembalikan ke

    tangki absorber sebagai make up (Moenir, M., 2011).

    - Kerangka Alur Pikir

    Kerangka alur pikir ini bertujuan untuk memudahkan proses

    pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Selain itu,

    kerangka ini mencakup keseluruhan langkah-langkah kerja yang

    dilakukan (Moenir, M., 2011).

    Gambar 3. Kerangka Alur Penelitian

    Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Misbachul Moenir dan

    Rustiana Yuliasni tentang penelitian teknologi proses pengambilan kembali

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    10/14

    (recovery) sulfur dari biogas yang mengandung hirogen sulfida (H2S) dari IPAL

    industri tahu secara biologi (bio-desulfurisasi) dilakukan di industri tahu milik

    bapak Parji, Desa Purwogondo, Kelurahan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo,

    Surakarta. Penelitian tersebut meliputi identifikasi kuantitas gas H2S yang

    dihasilkan, proses absorbsi gas H2S dalam tangki absorber dan jumlah sulfur

    elementer yang diperoleh dari hasil biosintesa oleh mikroba Rhodococcus sp

    dalam tangki bioreaktor.

    1. Idenfifikasi Kuantitas Gas Hidrogen Sulfida (H2S)

    Identifikasi kuantitas gas hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2)

    dan karbon dioksida (CO2) dari IPAL industri tahu milik Bp. Panji tersaji pada

    Tabel 1 berikut.

    Tabel 1 . Kuantitas gas-gas dari IPAL industri tahu

    Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4

    Dari Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa kuantitas gas H2S yang keluar

    dari IPAL industri tahu berkisar antara 981 - 1287 mg/Nm3, dan rataratanya

    1110,7 mg/Nm3. Dari hasil tersebut jika dibandingkan dengan baku mutu

    emisi menurut SK. Gubernur Jawa Tengah No. 10 / 2000, konsentrasi gas H2S

    tersebut jauh diatas baku mutu (baku mutu emisi H2S adalah 35 mg/Nm3).

    Dari aspek lingkungan, tingginya gas H2S yang diemisikan dari IPAL dapat

    menyebabkan gangguan kenyamanan, gangguan kesehatan para pekerja dan

    dapat menyebabkan korosi.

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    11/14

    2. Absorbsi Gas H2S

    Absorbsi gas H2S dilakukan dalam tangki absorber dengan larutan

    penyerap (absorban) Na2CO3. Pada proses absorbsi ini variabel yang

    digunakan adalah konsentrasi absorben dan waktu penyerapan. Hasil absorbsi

    gas H2S dalam absorber dengan adsorben Na2CO3 konsentrasi sebesar 5% -

    12,5 % dan waktu penyerapan selama 30 180 menit dapat dilihat pada

    Gambar 5 dibawah ini.

    Gambar 5. Grafik hasil absorsi gas H2S pada berbagai konsentrasi

    absorban dan waktu penyerapan

    Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4

    Dari Gambar 5 diatas menunjukkan bahwa konsentrasi laruran Na2CO3

    yang tertinggi dalam menyerap gas H2S adalah 12,5 % dengan waktu

    penyerapan 150 menit. Waktu penyerapan lebih dari 150 menit untuk berbagai

    konsentrasi tidak menunjukkan kenaikan prosentase penyerapan yang berarti.

    Menurut Alex Benshop, 2004 kecepatan perpindahan massa antara fase gas

    cair sangat dipengaruhi oleh koefisien perpindahan massa dan koefisien

    perpindahan massa ini dipengaruhi secara langsung oleh laju alir gas,

    viskosotas, densitas, suhu, diameter gelembung gas difusivitas gas dan

    lamanya waktu kontak.

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    12/14

    3. Hasil Sulfur Elementer

    Hasil absorbsi gas H2S dengan larutan Na2CO3 (larutan NaHS)

    kemudian dialirkan ke tangki bioreaktor untuk mengubah NaHS tersebut

    menjadi sulfur elementer secara biologis. Dalam bioreaktor ditambahkan

    mikrobia Rhodococcus sp dan diberi aerasi (dalam suasana aerob). Variabel

    yang digunakan dalam proses ini adalah waktu aerasi. Berat sulfur elementer

    hasil biodesulfurisasi disajikan pada Gambar 6 berikut.

    Gambar 6. Grafik berat sulfur elementer (gram)

    Sumber: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1 No. 4

    Dari hasil penerapan teknologi biodesulfurisasi gas H2S industri tahu

    seperti pada Gambar 6 diatas terlihat bahwa proses biodesulfurisasi secara

    keseluruhan yang ditunjukkan dengan terbentuknya sulfur elementer sebesar131,6 gram dengan waktu aerasi adalah 12 jam. Setelah jam ke 12

    peningkatan sulfur yang terbentuk relatif konstan (tidak ada peningkatan yang

    signifikan), hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan Rhodococcus sp

    dalam proses biodesulfurisasi setelah jam 12 sudah tidak efisien lagi, hal

    tersebut dimungkinkan karena telah berkurangnya konsentrasi NaHS yang

    digunakan oleh bakteri Rhodococcus sp sebagai bahan baku pembentukan

    kristal sulfur.

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    13/14

    KESIMPULAN

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Misbachul Moenir dan

    Rustiana Yuliasni tentang penelitian teknologi proses pengambilan kembali(recovery) sulfur dari biogas yang mengandung hirogen sulfida (H2S) dari IPAL

    industri tahu secara biologi (bio-desulfurisasi) dapat disimpulkan bahwa

    konsentrasi emisi gas H2S dari IPAL industri Tahu berkisar milik bapak Parji,

    Desa Purwogondo, Kelurahan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Surakarta

    berkisar antara 981 1287 ppm, dan konsentrasi tersebut jauh diatas baku mutu

    emisi menurut SK. Gubernur Jawa Tengah No. 10 / 2000 (baku mutu emisi H 2S

    adalah 35 mg/Nm3), sehingga dapat menyebabkan gangguan kenyamanan,

    gangguan kesehatan para pekerja dan dapat menyebabkan korosi pada peralatan

    rumah tangga penduduk di sekitar lokasi IPAL. Proses penangkapan gas H2S

    dengan menggunakan pelarut Na2CO3 dengan konsentrasi 12,5%, menghasilkan

    larutan NaHS sebesar 573,27 ppm, dengan waktu kontak selama 150 menit.

    Dari hasil penerapan alat biodesulfurisasi di lapangan yang terdiri dari

    tangki absorber, bioreaktor dan dekanter diperoleh hasil optimal kristal sulfur

    sebesar 136,6 mg atau dapat menghilangkan senyawa H2S sebesar 52,01 %

    dengan waktu optimal dalam bioreaktor selama 12 jam

    DAFTAR PUSTAKA

    A.S., Rohman. 2009. Saatnya Gas Bio Dimasyarakatkan.Lembaga Penelitian

    dan Pengembangan (LPP) FMIPA UNPAK: Bandung.

    Damayanti, Alia, Joni Hermana, dan Ali Masduqi. 2004. Analisis Resiko

    Lingkungan Dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu Dengan Kayu Apu (Pistia

    Stratiotes L.) Jurnal Purifikasi, Vol.5, No.4, Oktober 2004: 151-156.

    Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS: Surabaya.

    E.K., Nuning dan R. Azizah. 2006. Pengaruh Penggunaan Cerobong Asap

    Model Water Spons Filter (WSF) Terhadap Penurunan Kadar So2 Pada

    Industri Tahu Di Sukun, Malang Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 3, No.

    1, Juli 2006 : 59 66. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga:

    Surabaya.

  • 7/24/2019 4311413044_Lulua Romjanah Lestari

    14/14

    Imamkhasani, Soemanto. 1998. Lembar Data Keselamatan Bahan Vol 1

    (MSDS), Puslitbang Kimia Terapan. LIPI: Bandung.

    Moenir, Misbachul dan Rustiana Yuliasni. 2011. Penerapan Teknologi Bio-

    Desulfurisasi Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada Ipal Industri Tahu sebagai

    Upaya Pengambilan Kembali (Recovery) Sulfur Jurnal Riset Teknologi

    Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 1, No. 4, Desember 2011: 244-251.

    Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Jl. Ki

    Mangunsarkoro No. 6: Semarang.

    NATCO. 2008. Biological H2S Removal From Biogas. Environmental

    Technology Verification Program: Netherlands.

    Sonny, Keraf. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Buku Kompas, hlm. 255:

    Jakarta.

    Tathayati, Arini. 2008 :Penyingkiran Sulfur dari Aliran Proses dengan Bio-

    Desulphurisation. Waster Pertamina, Jakarta.