4. dlstrlbusl suhu perairan dugaan spl in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik...

65
4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN 4.1 Suhu Permukaan Laut Dari Citra Satelit dan In-Situ Suhu Permukaan Laut dari citra satelit sudah banyak digunakan sebagai salah satu sumber data untuk melengkapi SPL dari pengukuran langsung di laut. Perbedaan pengukuran antara SPL dari citra satelit dengan pengukuran lapang lebih kecil dari 1°C (McClain et al., 1985). Perbedaan ini umumnya disebabkan pengaruh atmosfer seperti uap air dan awan. Seleksi citra satelit dari data harian selama tahun 1998 di lokasi penelitian hanya menghasilkan sekitar 60 buah citra yang mempunyai tingkat penutupan awan dibawah 50 %. Pada Gambar 4.1 .I disajikan beberapa contoh SPL harian dari citra satelit. Menurut (Suprapto dan Kustiyo, 1999), dalam kurun waktu satu tahun kondisi atmosfer di sekitar Pulau Jawa terjadi liputan awan rerata 70 % dan kondisi cerahnya hanya 30 %. Tutupan awan di atas 50 % umumnya terjadi pada bulan Nopember hingga April. Hal ini disebabkan posisi matahari pada saat itu berada di belahan bumi selatan sehingga udara yang panas di Benua Australia menyebabkan terjadinya tekanan rendah, sebaliknya di Benua Asia udara dingin menyebabkan tekanan udara yang tinggi. Pada waktu tekanan udara di Siberia dan Cina Utara di atas normal, udara dingin bergerak dari utara ke selatan. Udara dingin tersebut masuk ke Kepulauan lndonesia dan dengan adanya sentakan dingin (cold surge) di Laut Cina Selatan, dapat menyebabkan timbulnya perawanan dan hujan di daerah Malaysia dan Indonesia. Sebaliknya pada bulan Mei sampai Oktober liputan awan kurang dari 50 %, dimungkinkan karena posisi matahari di belahan bumi utara yang menyebabkan arah angin di lndonesia umumnya bergerak arah tenggara sampai

Upload: doliem

Post on 22-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN

4.1 Suhu Permukaan Laut Dari Citra Satelit dan In-Situ

Suhu Permukaan Laut dari citra satelit sudah banyak digunakan sebagai

salah satu sumber data untuk melengkapi SPL dari pengukuran langsung di laut.

Perbedaan pengukuran antara SPL dari citra satelit dengan pengukuran lapang lebih

kecil dari 1°C (McClain et al., 1985). Perbedaan ini umumnya disebabkan pengaruh

atmosfer seperti uap air dan awan.

Seleksi citra satelit dari data harian selama tahun 1998 di lokasi penelitian

hanya menghasilkan sekitar 60 buah citra yang mempunyai tingkat penutupan awan

dibawah 50 %. Pada Gambar 4.1 .I disajikan beberapa contoh SPL harian dari citra

satelit. Menurut (Suprapto dan Kustiyo, 1999), dalam kurun waktu satu tahun

kondisi atmosfer di sekitar Pulau Jawa terjadi liputan awan rerata 70 % dan kondisi

cerahnya hanya 30 %. Tutupan awan di atas 50 % umumnya terjadi pada bulan

Nopember hingga April. Hal ini disebabkan posisi matahari pada saat itu berada di

belahan bumi selatan sehingga udara yang panas di Benua Australia menyebabkan

terjadinya tekanan rendah, sebaliknya di Benua Asia udara dingin menyebabkan

tekanan udara yang tinggi. Pada waktu tekanan udara di Siberia dan Cina Utara di

atas normal, udara dingin bergerak dari utara ke selatan. Udara dingin tersebut

masuk ke Kepulauan lndonesia dan dengan adanya sentakan dingin (cold surge) di

Laut Cina Selatan, dapat menyebabkan timbulnya perawanan dan hujan di daerah

Malaysia dan Indonesia. Sebaliknya pada bulan Mei sampai Oktober liputan awan

kurang dari 50 %, dimungkinkan karena posisi matahari di belahan bumi utara yang

menyebabkan arah angin di lndonesia umumnya bergerak arah tenggara sampai

Page 2: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 3: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

timur untuk belahan bumi selatan. Udara yang dibawa biasanya kering, berasal dari

Australia menuju ke daerah panas sehingga menimbulkan musim kemarau di

Indonesia.

SPL dari citra satelit dari bulan Januari hingga Nopember 1998 berkisar

antara 23OC hingga 3I0C. Beberapa citra satelit menunjukkan adanya perubahan

suhu harian yang ekstrim. Terjadinya perubahan yang ekstrim bisa terjadi karena

nilai radiansi yang direkam oleh sensor berasal dari lapisan permukaan laut yang

sangat tipis yakni sekitar 0.1 mm. Suhu udara yang panas pada siang hari akibat

sinar matahari dapat meningkatkan suhu pada citra satelit dari suhu yang

sebenarnya. Sebaliknya pada malam hari, udara dingin menyebabkan suhu citra

satelit menjadi lebih rendah. lllustrasi proses perubahan SPL yang diindera oleh

sensor satelit sebagai akibat dari pengaruh atmosfer dan perubahan suhu udara

antara siang dan malam tertera pada Gambar 4.1.2.

I -." ......... " " " ..... " . I i I

Malam Hari i I I ,

Udara dingin! Udara panas Pguapan +

" " " ..... " " ...,

Siang Hari

ediasi dari udara, awan,

Lapisan permd dingin k-- $-

Lapisan permukaan panas

Kedalaman (m)

Gambar 4.1.2. lllustrasi pengaruh atmosfer dan perubahan siang dan malam terhadap perubahan suhu permukaan laut (Stewart, 1985)

Page 4: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Hubungan linier yang kuat dan signifikan (p=0.01) terdapat antara SPL in

situ dan SPL dari citra satelit (Gambar 4.1.3). Total rerata SPL dari citra satelit

dengan menggunakan algoritma multi kanal lebih rendah dibandingkan dengan SPL

in situ pada bulan Agustus dan September 1989 sebesar 0.18 OC (Tabel 4.1 .A).

S R Citra ( O C )

Gambar 4.1.3. Hubuilgan antara SPL dari Citra NOAA-AVHRR dan SPL in situ (Agustus - September 1989).

Tabel 4.1.1 Perbandingan suhu permukaan laut in situ dan citra satelit di SHBT

* data ini tidak digunakan karena berada di sekitar awan

Page 5: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Nilai dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik

potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC.

Data SPL harnpir sernua berada di atas titik potong. Distribusi data yang

terkonsentrasi di bawah garis y=x rnenunjukkan bahwa rerata SPL dari citra lebih

rendah dari SPL in situ. Re~dahnya SPL hasil pengukuran dari sensor kernungkinan

disebabkan pengaruh atrnosfer seperti tutupan awan yang tipis seperti disebutkan

peneliti sebelurnnya (Singh et a/., 2000; Shi dan Morrison, 2000). Sebagai contoh

SPL dari citra di sekitar awan rnernpunyai nilai SPL yang lebih rendah sekitar 1.5OC

dari SPL in situ (Tabel 4. A . l , No. 30).

Tingginya penutupan awan merupakan salah satu kendala dalarn

penyediaan SPL harian. Hal ini dapat diatasi dengan rnenyediakan SPL rerata

mingguan rnaupun bulanan. Pada Garnbar 4.1.4 a dan 4.1.4 b tertera distribusi

SPL rerata 8 harian selama tahun 1997. Pada citra rnasih terlihat adanya lokasi

yang tertutup awan, khususnya pada bulan Desernber, Januari dan Pebruari.

Dari citra SPL rerata 8 hari secara visual terlihat dengan jelas terbentuknya

front rnassa air antara yang bersuhu rendah dengan yang lebih tinggi. Fenornena

upwelling di sekitar pantai selatan Jawa (UW1 dan UW2) ditandai dengan distribusi

SPL yang lebih dingin dikelilingi SPL yang lebih panas. Secara urnurn pola distribusi

rerata SPL 8 harian mirip dalarn bulan atau rnusirn yang sarna (Gambar 4.1.4 a dan

Garnbar 4.1.4 b).

Page 6: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 7: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 8: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Rerata bulanan SPL citra satelit lebih rendah dibandingkan dengan SPL in

situ sebesar 0.08 OC (Tabel 4.1.2 dan Tabel 4.1.3). Hasil analisis statistik uji t,

menunjukkan bahwa rerata SPL dari kedua pengukuran ini tidak berbeda nyata.

Hubungan linier yang kuat dan sangat signifikan (r= 0.96) (p=0.01) terdapat antara

SPL in situ dan citra satelit. Persamaan dugaan SPL in situ dari citra satelit adalah

y = 0.8487~ + 4.2866 dengan titik potong dimana y = x adalah pada suhu 28.32'C

(Gambar 4.1 5). Distribusi SPL lebih banyak terkonsentrasi di bawah titik potong.

SPL dari citra satelit di bawah titik potong (28.32'C) lebih rendah dari SPL in situ,

sedangkan di atas 28.32"C lebih tingi dari SPL in-situ.

Nilai SPL yang lebih besar dari 28.g°C umumnya terjadi pada bulan

Nopember-April pada saat mata hari berada di belahan bumi selatan. Sebaliknya

SPL yang lebih kecil dari 28.g°C terjadi pada bulan Mei-Oktober. Posisi matahari

diperkirakan menjadi penyebab adanya perbedaan SPL yang diindera dari sensor

dengan SPL dari in situan.

Tabel 4.1.2. SPL rerata bulanan dari satelit dan in situ di UW-1 (1 992, 1996 & 1997)

Bulan

Janlrari Februari Maret April Mei Juni

SPL (OC) 1992 Citra 29.13 29.53 30.14 29.60 29.70 29.16

SPL (OC) 1996 lnsitu 29.20 28.82 29.80 29.43 29.65 28.96

Citra 28.95 28.95 29.40 29.70 28.50 27.90

SPL (OC) 1997 lnsitu 28.75 28.92 29.24 29.58 28.37 27.95

Citra 28.95 27.90 28.65 28.65 28.50 28.65

lnsitu 28.48 28.01 28.36 28.78 28.89 28.43

Page 9: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Tabel 4.1.3. SPL rerata bulanan dari citra dan in situ di SECI (1992, 1996 dan 1997).

SPL Citra (OC) Gambar 4.1.5. Hubungan antara rerata bulanan SPL citra dan SPL in situ di UW1

dan SECI.

Bulan

Januari Februari

Maret April Mei

SPL (OC) 1997 Citra

28.05 28.05

28.20

28.50 28.80

SPL (OC) 1 996 In situ

28.33

28.27

28.84

28.72 28.77

Citra

28.05

29.10

29.10

29.10 28.20

SPL (OC) 1992 In situ 28.35

28.71

29.27

29.15 28.17

Citra 28.35

28.89

29.16

28.87

28.85

In situ

28.60

29.09

29.50 29.12

Page 10: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Distribusi SPL untuk setiap hari dari citra satelit sulit didapatkan karena

pengaruh atmosfer seperti tutupan awan. Pengaruh awan cenderung menyebabkan

nilai SPL lebih rendah dari nilai sebenamya. Pengaruh absorpsi yang disebabkan

uap air dapat dikurangi dengan penggunaan algoritma multi kanal. Untuk NOAA-

AVHRR menggunakan kmal4 (Ti) dan kana15 (Ti) pada pusat panjang gelombang

10.8 dan 12.0 pm dengan formula MCSST = a Ti + b(Ti-Ti) + c (McMillin, 1975).

Nilai-nilai koefisien berbeda sebagai fungsi dari sudut zenit sehingga untuk estimasi

SPL yang akurat dibutuhkan algoritma yang spesifik untuk lokasi tertentu.

4.2 Distribusi Suhu Permukaan Laut

4.2.1 Distribusi Suhu Permgkaan Laut Pada Saat Perubahan Musim

Fluktuasi suhu permukaan laut dari citra satelit berdasarkan data deret waktu

rerata mingguan selama tahun 1997-1 999 di wilayah UWl, UW2, SECI, SEC2 dan

AS1 tertera pada Gambar 4.2.1. Secara umum terlihat bahwa SPL pada periode

musim timur (Mei-Oktober) lebih rendah dari periode musim barat (Nopember-April).

Perbedaan suhu antara musim timur dan barat dapat mencapai sekiar 4OC.

Variasi SPL di semua wilayah (UWI, UW2, SECI, SEC2 dan ASI)

berdasarkan analisis energi spektrum signifikan terjadi pada periode 52 minggu

(Gambar 4.2.2). Variasi SPL yang terjadi pada periode 52 minggu merupakan

representasi dari penguruh musim. Analisis auto-korelasi SPL juga menunjukkan

adanya pengaruh musim terhadap distribusi SPL di SHBT (Lampiran 4.2.1).

Sebagaimana diketahui bahwa perairan Selatan Jawa dipengaruhi oleh

sistem angin musson, dimana pada saat musim timur angin tenggara yang

mempunyai suhu lebih dingin mempengaruhi SPL di SHBT. Pada saat musim timur

angin tenggara di SHBT juga berhembus dengan mantap sehingga menyebabkan

Page 11: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

terjadinya upwelling (Wyrtki, 1961; Wyrtki, 1962, Purba et a/., 1997). Adanya

pengaruh angin musson juga terlihat dari fluktuasi kecepatan angin yang terjadi di

SHBT (Gambar 4.2.3). Analisis energi sepektrum kecepatan angin juga

menunjukkan bahwa variasi kecepatan angin signifikan pada periode 52 minggu

(Gambar 4.2.4). Terjadinya variasi SPL dan kecepatan angin pada periode yang

sama menunjukkan adanya hubungan antara kecepatan angin dan SPL.

4 Tahun 1997 1998 1999 b

Gambar 4.2.1 Fluktuasi suhu permukaan laut rerata mingguan dari citra satelit di wilayah UWI, UW2, SECI, SEC2 dan AS1 pada tahun 1997-1999.

Secara umum terlihat bahwa pada saat kecepatan angin tinggi, S ~ L menjadi

lebih rendah. Cross spectrum antara kecepatan angin dan SPL pada periode 52

minggu di semua wilayah UWI, UW2, SECI, SEC2 dan AS1 mempunyai koherensi

yang tinggi dengan nilai berturut turut 0.79, 0.81, 0.9, 0.97 dan 0.98 (Gambar 4.2.5).

Beda fase antara kecepatan angin dan SPL pada periode 52 minggu bernilai negatif

menunjukkan perubahan kecepatan angin diikuti perubahan SPL (Gambar 4.2.6).

Page 12: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

spectral snelysls: UW1 spectral anely~ls: u w z

,m NO OICaSeS. 156

100 1M LI. err.,.. 156 . . . . . . . . . . . . . . . . . .

I

Spec!d mmW: SECI . . . . . . . . . . . . . . . .

1 o 10 m 3a r o sa 60 70 eo w tm rqo rm rso rao rso rso

Gambar 4.2.2. Spektrum energi suhu permukaan laut di (a) UWI, (b) UW2, (c) SECI, (d) SEC2 dan (d) ASI.

4 Tahun 1997 1998 1999 b

Gambar 4.2.3 Fluktuasi kecepatan angin rerata mingguan dari citra satelit di wilayah UWl, UW2, SECI, SEC2 dan AS1 pada tahun 1997-1999.

Page 13: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Spectral anatyw WINDWI . , , 7 . . 7 7 .

Spectral analysis: WINDUW2 60 . . . . . . . . . . . . . . . .

Spectral analysis: Wind SECl m r . . . . . . . . . . . . . . . . 1

Spectral analysis: Wind SEC2

wm

Gambar 4.2.4. Spektrum energi kecepatan angin di (a) UW1, (b) UW2, (c) SEC1, (d) SEC2 dan (d) ASI.

Page 14: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

o -0 20 30 40 SO eo 70 ao eo i o o 1 1 0 120 7 3 0 140 1 6 0 1.30 ~ar iode crningpu)

1 .o 1

0.0 o 10 20 30 40 so 60 70 ao eo ioo i i o 120 130 -40 150 i e o

D,=.-',.r.

Gambar 4.2.5. Cross spectrum antara kecepatan angin dan suhu perrnukaan laut di (a) UWI, (b) UW2, (c) SEC1, (d) SEC2 dan (d) ASI.

Page 15: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

-3 0 0 10 20 30 40 60 e0 70 a0 80 100 i10 -20 330 140 160 ie0

----4

Gambar 4.2.6. Beda fase antara kecepatan angin dan suhu permukaan laut di (a) UW1, (b) UW2, (c) SEC1, (d) SEC2 dan (d) ASI.

Page 16: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Letak geografis Indonesia termasuk pada daerah sistem angin musson

(Wirtky, 1961 ; Ramage, 1971 ), menyebabkan pola arus di perairan lndonesia juga

dipengaruhi oleh sistem angin musson (Gambar 4.2.7). Pola arus ini juga

mempengaruhi variasi SPL di SHBT (Wyrtki, 1961, Purba et a/., 1997). Pada bulan

Juli hingga Agustus periode musim timur, angin musson tenggara (southeast

monsoon) mencapai puncaknya. Pada periode musim timur angin yang bergerak

dari tenggara menyebabkan massa air di sepanjang pantai selatan Jawa terdorong

ke barat daya hingga ke selatan akibat gaya koriolis. Pada saat massa air

terdorong, terjadi kekosongan di sepanjang pantai dan kekosongan ini diisi oleh

massa air yang berasal dari lapisan yang lebih dalam (upwelling). Terjadinya

upwelling menyebabkan SPL menjadi lebih rendah dari kondisi normal.

Gambar 4.2.7. Pola arus di Samudra Hindia dipengaruhi sistem angin muson pada saat musim timur.

Page 17: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Berdasarkan data hidrografi rerata dari tahun 1984 hingga 1999, SPL pada

rnusirn barat (Desernber-Pebruari) dan rnusirn peralihan pertarna (Maret-Mei)

berkisar antara 27.5' - 30°C (Garnbar 4.2.8 dan 4.2.9). SPL pada rnusirn timur

(Juni-Agustus) dan musim peralihan kedua (September-Nopember) berkisar antara

25.0' - 29.0°C lebih rendah dibandingkan rnusim barat dan rnusirn peralihan

pertama (Garnbar 4.2.10 dan 4.2.1 1).

Secara spasial SPL di wilayah AS1 lebih tinggi dibandingkan dengan SPL di

UW1, UW2, SECl dan SEC2. Tingginya SPL di AS1 berhubungan dengan pengaruh

rnassa air dari Laut Arafura yang rnasuk ke wilayah AS1 dengan karakteristik suhu

yang lebih tinggi dan salinitas rendah (HOE, 1966).

Pada Gambar 4.2.10, pad3 periode rnusirn tirnur di wilayah UW1 dan UW2

tidak terlihat indikasi upwelling ha1 ini disebabkan data hidrografi yang ada hanya

terbatas pada lintang 10°LS -16'~S. Narnurn dernikian pada citra SPL rerata

rningguan adanya indikasi upwell/ng sangat jelas terlihat (Gambar 4.1.4 a dan b).

Suhu perrnukaan laut di bagian Selatan (SEC1 dan SEC2) lebih rendah

dibandingkan dengan bagian Utara (UWI dan UW2). Hal ini rnenunjukkan adanya

intrusi rnassa air dingin dari sub-tropis yang bergeser ke utara sebagai akibat poros

AKS bergeser ke Utara bersamaan dengan bertiupnya angin tenggara-tirnur yang

mernpunyai suhu udara yang lebih rendah (Purba et a/., 1997). lntruai massa air

jelas terlihat dari pola perkernbangan suhu selama satu tahun di masing-masing

wilayah penelitian (Garnbar 4.2.1 2).

Page 18: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 19: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 20: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Distribusi SPL di lima wilayah penelitian menunjukkan adanya variasi. Pada

periode musim barat (antara hari ke-I hingga ke-100) distribusi SPL lebih homogen

di UWI-SECI dibandingkan di UW2-SEC2 dan AS!, Pada peralihan musim barat

ke musim timur (antara hari ke-100 hingga hari ke-150) te rjadi penurunan SF'L yang

sangat cepat. Perubahan SPL di UW2-SEC2 dan AS1 bagian selatan lebih cepat

dibandingkan di bagian utara. Peralihan periode musim timur ke musim barat

(antara , hari ke-250 hingga hari ke-300), SPL kembali mengalami peningkatan.

Peningkatan SPL terjadi lebih dulu di wilayah AS1 dan UW2-SEC2, sedangkan

peningkatan SPL di UWI-SECI relatif lebih lambat. Proses perubahan SPL di

maisng-masing wilayah tertera pada Gambar 4.2.12.

Suhu permukaan laut mengalami perubahan menjadi lebih dingin dari

periode musim barat ke musim timur lebih cepat terjadi di bagian selatan (SECI dan

SEC2) dan periodenya juga lebih lama. Pola perubahan SPL di wilayah AS1 agak

berbeda, perubahan SPL menjadi lebih dingin pada periode musim timur lebih lama

dibandingkan dengan di UWlSECl dan UW2-SEC2 (Gambar 4.2.12~).

Pengaruh musim terhadap distribusi SPL terlihat dari pola perubahan SPL,

dimana pada saat musim timur, SPL menurun berhubungan dengan bertiupnya

angin tenggara-timur yang membawa udara dingin (Purba et al., 1997). Pengaruh

aliran massa air yang masuk dari Laut Arafura terlihat dengan jelas di wilayah ASI,

sedangkan adanya intrusi massa air dari sub tropis sebagai akibat dari pergerakan

dari AKS terlihat di SECl dan SEC2. Perubahan SPL yang lebih cepat di UW2-

SEC2 menunjukkan adanya pengaruh upwelling yang lebih intensif dibandingkan

dengan wilayah yang lain.

Page 21: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 22: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

4.2.2 Distribusi SPL Pada Saat El Nifio dan IODM

Distribusi SPL rerata rningguan rnenunjukkan bahwa pada saat El NiAo

1998, terjadi anornali positif SPL di semua wilayah dan anornali terbesar te rjadi di

UW1 dan UW2 dengan perbedaan suhu sekitar 2.5OC dari rerata SPL tahun 1993

hingga 1999. Sebaliknya pada saat kejadian IODM 1997 terjadi anornali negatif

SPL khususnya pada periode musim tirnur (Mei-Oktober) di sernua wilayah.

Anornali negatif terbesar terjadi di wilayah UW1 dan UW2 dengan perbedaan SPL

paling tinggi sekitar 1.5OC (Gambar 4.2.13).

Perbedaan distribusi SPL pada saat kejadian IODM, El NiAo dan Non Nifio

secara jelas juga terlihat dari distribusi rerata SPL bulanan, seperti tertera pada

Garnbar 4.2.14, Garnbar 4.2.15 dan Garnbar 4.2.16. Rerata bulanan SPL pada

saat kejadian IODM lebih rendah dibandingkan dengan kejadian El Niiio dan Non El

Nifio. Rerata SPL rnulai dari yang terendah secara berturut-tuiul iejadi di UW2,

UWI, SECI, SEC2 dan di ASI. Variasi SPL antar wilayah pada bulan Agustus - Desernber lebih besar dibandingkan bulan April-Juli. Secara drastis SPL menurun

dari bulan Juni ke Juli dengan rerata perbedaan mencapai 2.I0C.

Terjadinya proses IODM sebagai akibat dari anomali positif kecepatan

angin di SHBT menyebabkan proses upwelling yang cukup intensif (Saji, et a/, 1999,

Webster et al., 1999). Sesuai dengan arah pegerakan angin musson pada saat

rnusirn tirnur yang rnenyusur pantai Selatan Jawa, massa air di sepanjang pantai

terdorong dan dibelokkan ke arah barat daya hingga selatan (akibat gaya koriolis).

Kekosongan rnassa air di sepanjang pantai rnenyebabkan terjadinya upwelling

sehingga SPL di daerah upwelling cenderung menjadi lebih rendah.

Page 23: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 24: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 25: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 26: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 27: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Pada saat kejadian El Niiio 1998, SPL di SHBT cenderung lebih tinggi.

Pada ha1 menurut Meyers (1 996), berdasarkan data tahun 1984 hingga 1994, SPL di

SHBT cenderung lebih rendah. Berdasarkan pengamatan distribusi rerata SPL

dari data hidrografi mulai tahun 1982 hingga 1999, terlihat bahwa pada kejadian El

Niiio yang tergolong dalam klasifikasi luar biasa (extra ordinary), seperti pada

kejadian tahun 1982183, 1987188 dan 1997198, SPL cenderung lebih tinggi.

Tingginya SPL pada saat El Niiio 199711998 berhubungan dengan

melernahnya kecepatan angin (Garnbar 4.2.3). Khusus pada tahun 1998 periode

kecepatan angin dengan kecepatan lemah lebih lama sehingga pemanasan

permukaan laut dari radiasi rnatahari menyebabkan SPL semakin tinggi. Hal ini

terlihat dari distribusi spasial SPL rerata bulanan pada tahun 1998 (Gambar 4.2.15).

Distribusi SPL pada tahun Non El Niiio 1999 cenderung rendah dari tahun El Niiio

1999 (Gambar 4.2.16). Angin merupakan sumber tenaga untuk mengaduk lapisan

permukaan, jika kecepatan angin melemah maka tenaga yang mengaduk

permukaan perairan menjadi berkurang sehingga SPL semakin meningkat.

Rerata SPL tertinggi terjadi pada bulan Maret (29.4g°C), sedangkan

terendah terjadi pada bulan Juli (26.94OC). Rerata SPL bulanan mulai dari yang

terendah secara berturut-turut te jadi di UW2, UWI, SEC1, SEC2 dan yang tertinggi

terjadi di AS1 (Gambar 4.2.7 dan 4.2.8). Perbedaan SPL antar wi!ayah pada bulan

Agustus-Desember lebih besar dibandingkan pada bulan AprilJuli. Rerata bulanan

SPL di masing-masing wilayah pada tahun IODM, El NiAo dan Non El Nifio tertera

pada Lampiran 4.2.2 a, b, c.

Page 28: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Suatu korelasi yang signifikan (p=0.05) dan kuat terdapat antara indeks

IODM dengan SPL (Gambar 4.2.17). Nilai korelasinya adalah negatif yang

menunjukkan semakin kuat IODM semakin rendah SPL. Nilai korelasi yang paling

kuat adalah di wilayah SECl dan yang kedua di wilayah UW1. Kuatnya korelasi

antara IODM dengan SPL khususnya di SECl dan UW1 berhubungan dengan

variasi kecepatan angin di wilayah UW1 dan SECl yang juga terjadi pada perioda

52 minggu. Hasil analisis korelasi silang spektrum antara kecepatan angin dan SPL

di UW1 dan SECl menunjukkan koherensi yang tinggi dan korelasi menunjukkan

semakin kuat kecepatan angin, SPL semakin rendah.

Tingginya kecepatan arlgin pada saat IODM juga terlihat dari distribusi rerata

bulanan kecepatan angin yang mencapai kecepatan 10 mldetik di wilayah UW1 dan

SECl (Gambar 4.2.18) sebagaimana di laporkan oleh (Saji eta/., 1999, Webster, et

a/., 1999). Angin dengan kecepatan yang lebih tinggi menyebabkan wilayah

persebaran (radius of deformations) upwelling menjadi lebih luas menjauhi pantai

(Purba, 1995) sehingga SPL di wilayah SECI dipengaruhi proses upwelling yang

te Qadi di UW1 dan UW2.

Korelasi yang signifikan dan kuat juga terdapat antara standar deviasi SO1

dan SPL rerata bulanan di masing-masing wilayah (Gambar 4.2.19). Nilai korelasi

menunjukkan bahwa semakin kuat kuat El Niiio, SPL semakin tinggi. Nilai SPL

tertinggi terjadi pada bulan Maret saat SO1 mempunyai nilai maksimum (-5.7). Nilai

koefisien korelasi tertinggi te rjadi di UW2 dan kedua di ASI. Tingginya korelasi ini

diduga berhubungan dengan posisi geografi wilayah UW2 dan AS yang merupakan

pintu masuk aliran massa air dari Pasifik. Distribusi SPL dari bulan Januari hingga

April memperlihatkan massa air dengan suhu > 30 OC masuk dari arah Laut Arafura

menuju perairan Selatan Jawa seperti terlihat pada Gambar 4.2.1 5 .

Page 29: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

SECl R = -0.80

Gambar 4.2.1 7. Korelasi antara Suhu Perrnukaan Laut dengan Dipole Mode Index (DMI) di UW1, UW2, SEC1, SEC2 dan ASI.

Di samping masukan massa air yang berasal dari Laut Arafura, kecepatan

angin yang cukup lemah pada saat El Niiio (Gambar 4.2.3 dan Gambar 4.2.20)

menjadi salah satu faktor penyebab tingginya SPL (Meyers, 1996). Berbeda dengan

kejadian IODM, tenaga angin cukup kuat untuk mengaduk lapisan permukaan

tercampur sehingga SPL menjadi lebih rendah.

Page 30: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 31: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 32: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

3aik dari hasil analisis spektrum SPL dan distribusi SPL berdasarkan

Lintang-Tahun di SHBT terlihat variasi interannual dari SPL. Distrinbusi SPL pada

saat El Niiio tidak konsisten (Gambar 4.2.21 dan 4.2.22). Pada saat El Niiio tahun

1992 dan 1998, SPL berkorelasi positif dengan El Niiio, padahal SPL pada tahun El

Nino 1991, 1993 dan 1994 cenderung lebih rendah (Meyers, 1996). Tingginya SPL

pada saat El Niiio 1992 dan 1998 terlihat dengan jelas pada periode musim barat

dan peralihan I (Gambar 4.2.21).

lndeks SO1 pada musim barat tahun 1992 dan 1998 < - 4.0 yang

menunjukkan El Niiio pada saat itu tergolong yang sangat kuat (extra ordinary) dan

mempunyai periode yang cukup panjang serta awal tahun 1992 dan 1998

merupakan puncak Elnino. Berbeda dengan El Niiio tahun 1991, 1993 dan 1994,

indeks SO1 > - 3.0 (El Niiio kategori sedang).

Tingginya SPL pada saat El Niiio kategori kuat diduga berhubungan

dengan lama periode El Niiio yang mengakibatkan periode penguapan yang lebih

lama sehingga SPL cenderung metiingkat. Disamping itu kecepatan angin yang

cukup lemah menjadi salah satu faktor penyebab tinginya SPL pada saat El Niiio

kategori luar biasa.

Pola distribusi SPL periode musim timur dan peralihan kedua (Januari-Juni)

di UW1 dan SECl agak berbeda dengan musim karat dan peralihan pcitama (Juli-

Desember). Adanya perbedaan SPL pada tahun El Niiio dengan Non El Niiio tidak

terlihat seperti pada periode musim barat (Gambar 4.2.22). Hal ini menunjukkan

bahwa kekuatan El Niiio tidak sama sepanjang tahun namun cenderung lebih kuat

pada musim barat dan peralihan.

Hal yang menarik adalah distribusi SPL pada IODM tahun 1994 dan 1997.

Walaupun pada saat yang sama terjadi El Niiio namun menurut Saji et al., (1999)

Page 33: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 34: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 35: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Kedalaman lapisan tercampur pada tahun Non El NiAo (1996) berkisar

antara 30-75 meter dengan suhu antara 26.42°-30.060C. Suhu KLT periode musim

timur lebih rendah dibandingkan periode musim barat pada saat Non El NiAo (Tabel

4.3.1). Secara temporal terlihat pola perkembangan KLT di mana pada periode

musim barat, KLT cenderung lebih dangkal (30-40) meter dan pada periode musim

timur lebih dalam (50-75) meter (Gambar 4.3.lb - 4.3.5b). Batas atas lapisan

terrnoklin antara 30-75 meter dan batas bawah 200-250 meter.

Pola perkembangan KLT berhubungan dengan pola perkembangan

kecepatan angin yang terjadi di SHBT. Pada waktu periode musim timur kecepatan

angin lebih tinggi dibandingkan periode musim barat yang menyebabkan tenaga

untuk mengaduk lapisan permukaan menjadi lebih besar, sehingga KLT menjadi

lebih dalam.

Tabel 4.3.1 Suhu dan Kedalaman Lapisan Tercampur tahun Non-El NiAo (1996)

I I I I I I I I I I

Des 28.47 30 27.69 50 - - 28.99 30 -

Page 36: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

UWI Mei 96

Suhu ( O C )

UWI Ma96 UWI Am96

suhu ("C)

Agustus N c data

I i

Garnbar 4.3.1 a. Distribusi vertikal (dari 0-700 meter) rerata bulanan suhu di wilayah UW1 tahun Non El NiAo (1996)

Page 37: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

0 0

20 20

40 . 4 0

60 . 60

80 80 i 100 100 t

i 1 20 22 24 3 28 30 20 ?? 74 X M 30

Suhu ("C)

. . . . . . . . . .

20 U 24 .26 ..a 30 20 22 24 26 28 30

Suhu ( O C )

20 22 24 26 28 30 20 22 24 qr 93 34 96 ..a 30 Suhu ("C)

Agustus No data

Gambar 3.3.1 b. Kedalaman Lapisan Tercampur rerata bulanan di UW1 tahun Non El NiAo, 1996.

Page 38: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

SECI-96Jan SEC I -%Peb SECI-%Mar SEC l -%Apr

SEC 1-96Me1 0

200

400

0

100

5 10 15 20 25 J (suhu 'C)

SECl %Jun

5 10 14 7fl 96 7n suhu ("C)

0 SEC 1-%Jul

200

400

600

. . . . i ii 15 20 2 5 ' 3 . 0

SEC 1 -960kt SECI-%Nop

Suhu ("C)

Agustus No data

SEC 1 -%Des

Gambar 4.3.2 a. Distribusi vertikal (dari 0-700 meter) rerata bulanan suhu di wilayah SECl tahun Non ElAo (1996)

Page 39: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

SECl 96Mei SEC 1-96Jun

I 20 22 24 .26 -28. 30

Suhu ("C)

Agustus No data

SEC 1 -96Sep SEC 1-960kt S E C 1 6 D e s

. . . . . . . . . . . 2 0 2 2 2 4 2 6 2 8 3 0 2 0 2 2 2 4 2 6 2 8 3

suhu ("C)

Gambar 4.3.2 b. Kedalaman Lapisan Tercampur rerata bulanan di SECl tahun Non El Nifio, 1996.

Page 40: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

(suhu 'Cj

Gambar 4.3.3 a. Distribusi vertikal rerata bulanan suhu dari 0-700 meter di UW2 tahun Non El Niiio, 1989196.

Gambar -4.3.3 b. Kedalaman Lapisan Tercampur rerata bulanan di UW2 tahun Non El Niiio, 1989196.

Page 41: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

(suhu O C )

Agustus No data

Suhu ("C)

Suhu ("C)

Agustus No data

Gambar 4.3.4 a. Distribusi vertikal rerata bulanan suhu dari 0-700 meter di SEC2 tahun Non El Niho, 1989196.

Page 42: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Suhu ("C)

SEC2-89 Sep 0

20

66

foo

20 22 24 26 id 30

Suhu ("C)

SEC2-Jun SEC2-89Jul

No data

I l

No data

SEC2-890kt 0

LQ

W

80

do

foo

20 22 24 26 26 I

Suhu ("C)

Gambar 4.3.4 b. Kedalaman Lapisan Tercampur rerata bulanan di SEC2 tahun Non El Niiio, 1989196.

Page 43: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Suhu (OC)

(su hu oC)

Maret No data

suhu ("C)

Maret No data

ASI-89Mei

No data

Gambar 4.3.5 a. Distribusi vertikal rerata bulanan suhu dari 0-700 meter di AS1 tahun Non El Niiio, 1989.

Page 44: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

20 22 24 26 28 30 20 22 24 26 28 30 (suhu o C )

Maret No data

Maret No data

. . . . . . . . .

20 22 24 26 28 30 20 22 24 26 28 20

Suhu ("C)

2 0 2 2 2 4 2 6 2 8 3 0 2 0 2 2 2 4 2 6 2 8 3 0

Suhu ("C)

Desember No data

Gambar .4.3.5 b. Kedalaman Lapisan Tercampur rerata bulanan 6i AS1 tahun Non El Nifio, 1989.

Page 45: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Pola distribusi vertikal suhu rerata bulanan pada tahun El Niiio (1992)

relatif sama dengan tahun NOP El Niiio. KLT pada tahun El Nifio, berkisar antara

20-75 meter (Lampiran 4.3.1) dengan suhu 25.44'- 29.63'C (Tabel 4.3.2). Lapisan

termoklin berkisar antara 20 - 75 meter (batas atas) sampai 200-250 meter (batas

bawah) dengan suhu 26.20'-29.65'C (batas atas) dan 12.50'-15.00°C (batas

bawah). Lapisan homogen perairan dalam sampai kedalaman 700 meter dengan

suhu 5'C.

Pola perkembangan KLT pada saat El Nit70 hampir sama dengan Non El

Niiio. Kedalaman lapisan tercampur cenderung lebih dangkal (3040) meter pada

periode musim barat dibandingkan dengan periode musim timur (50-75) meter.

Tabel 4.3.2 Suhu dan Kedalaman Lapisan Tercampur tahun El Niiio 1992 -

Kedalaman lapisan tercampur pada tahun IODM (1997) berkisar antara 20-

75 meter dengan suhu 26.18' - 28.8g°C. Batas atas lapisan termoklin antara 20 -

75 meter dan batas bawah antara 175 - 250 meter (Lampiran 4.3.2 dan Tabel

Page 46: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

4.3.3). Pola perkernbangan KLT pada tahun IODM berbeda dengan tahun Non-El

NiAo dan El NiAc.

Pacia saat kejadian IODM 1997, awal rnusirn peralihan 1, KLT rnengalarni

pendalaman lebih awal dibandingkan tahun kejadian El NiAo dan Non El NiAo. Hal

i t ~ i disebabkan terjadinya anomali positif kecepatan angin yang terjadi lebih awal .

pada tahun 1997. Kecepatan angin yang tinggi di atas permukaan laut rnenjadi

surnber tenaga untuk rnengaduk lapisan perrnukaan dan akibatnya terjadi

pendalarnan lapisan permukaan tercarnpur.

Tabel 4.3.3. Suhu dan Kedalarnan Lapisan Tercarnpur pada kejadian IODM 1997

Kedalarnan lapisan tercarnpur di SHBT rnernpunyai pola yang berhubungan

dengan perubahan sistern angin rnusson. KLT pada periode rnusirn tirnur

cenderung lebih dalarn dibandingkan dengan KLT pada periode rnusirn barat

khususnya pada tahun Non El NiAo dan El NiAo. Salah satu faktor penyebab

perbedaan KLT adalah pengaruh angin rnusson tenggara yang berhernbus dengan

rnantap pada periode rnusim tirnur sehingga tenaga yang rnengaduk perrnukaan

Page 47: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

lebih besar dibandingkan dengan periode musim timur. Memang pada periode

musim timur terjadi upwelling yang juga akan mendorong lapisan termoklin ke

permukaan yang dapat menyebabkan lapisan tercampur menjadi lebih dangkal.

Namun kejadian ini tidak terlihat karena data yang tersedia hanya pada lintang 12'-

?6OLS, sedangkan upwelling yang intensif te rjadi di sekitar lintang 8'-10 OLS.

Pada saat IODM, KLT cenderung lebih dalam dibandingkan dengan tahun

El NiAo dan Non El NiAo. Perbedaan ini disebabkan terjadinya anomali positif

kecepatan angin pada waktu kejadian IODM. Kecepatan angin pada bulan Januari

hingga September 1997 di UW1 dan SECl di atas 6 mldetik, dan pada bulan

Pebruari, Juni, Juli, Agustus mencapai 10 mldetik.

Kecepatan angin yang tinggi menjadi sumbar tenaga untuk mengaduk

permukaan menjadi lebih besar, sehingga suhu KLT pada tahun IODM cenderung

lebih rendah baik pada periode rnusim barat dan mltslrr~ timur (Gambar 4.3.6 dan

4.3.7). Pola perkembangan kedalaman KLT konsisten dengan perubahan sistem

angin dan arus yang terjadi di Samudra Hindia bagian Timur. Arus katulistiwa

selatan setiap tahun menuju ke arah barat. Transport relatif dari AKS paling besar

te rjadi pada bulan Agustus-September mencapai > I 7 Sverdrups (1 o6 m3/s). Pada

periode musim barat, terdapat jalur sempit menyusur pantai selatan Jawa ke arah

timur yang disebut Arus Selatan Jawa (ASJ) (Wyrtki, 1961 ; Meyers et sl., 1995).

Page 48: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

,,,,,,,,- Non El Nino

20 22 24 26 20 30"~ 20 22 24 26 28 30"~

EI Nina + -+- + -+ - Dipole Mode

Gambar 4.3.6. Tumpang tindih rerata bulanan Kedalaman Lapisan Tercampur di UW1 (Non El Niiio, El Niiio dan IODM).

Page 49: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

--------- Non El Nino EI Nina -+ +-+-+ Dipole Mode

Gambar 4.3.7. Tumpang tindih rerata bulanan Kedalaman Lapisan Tercampur di SECl (Non El Nifio, El Nifio dan IODM)

Page 50: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Akibat terjadinya upwelling yang cukup intensif pada saat kejadian IODM

maka terjadi pendangkalan lapisan termoklin. Pada Gambar 4.3.8, tertera sebaran

vertikal suhu di UW1 pada saat bulan Maret (musim barat) dan September (musim

timur) pada saat kejadian IODM, El Niiio dan Non El Niiio. Pada saat kejadian

IODM terjaei pendangkalan lapisan terrnoklin, baik pada musim barat maupun

musim tirnur. Pendangkalan pada musirn timur rnencapai 50 meter sedangkan pada

musirn barat lebih kecil dari 50 meter. Hal yang sama juga terjadi pada saat

kejadian El Niiio, terjadi pendangkalan terrnoklin. Menurut Susanto et a/., (2000), di

sepanjang perairan pantai Selatan Jawa-Bali dan pantai Barat Sumatra te qadi juga

pendangkalan lapisan terrnoklin pada saat El Niiio.

,,_,,,,-- Non El Nino El Nino + -t t -j- Dipole Mode

Gambar 4.3.8. Tumpang tidih sebaran vertikal rerata bulanan suhu di UW1 (a) bulan Maret (b) September.

Page 51: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

4.4 Distribusi Melintang Suhu di SHBT

Pola kemiringan isotherm sebaran melintang suhu dari SECl hingga UW1 di

SHBT dapat dibedakan menjadi dua. Pola pertama adalah pada kedalaman < 100

meter, garis isotherm mendatar atau menurun dari SECl ke UW1 dan pola kedua

pada kedalaman > 100 meter, garis isotherm cenderung menaik dari SECl ke UW1.

Hal ini menunjukkan bahwa suhu lapisan permukaan tercampur di bagian selatan

(SECl) lebih dingin dari bzgian utara (UW1). Sebaliknya suhu lapisan termoklin di

bagian selatan (SEC1) lebih panas dari bagian utara (UW1).

Untuk melihat terjadinya upwelling dan perubahan suhu pada kedalaman

tertentu maka diamati isotherm 15OC yang merupakan lapisan tengah termoklin

(bagian atas wama abu-abu) yang tertera pada Gambar 4.4.1 dan 4.4.2. Isotherm

15% di bagian utara (UWI) lebih dangkal dari bagian selatan (SEC1). Pada waktu

mi:sim barat isotherm 15OC di UW1 berada pada kedalaman antara 170-215 meter

dengan rerata kedalaman 202 meter, sedangkan di SEC-1 berada pada kedalaman

200 - 250 dengan rerata sebesar 225 meter (Gambar 4.4.1 dan Tabel 4.4.1).

Kedalaman isotherm setiap buian bervariasi. Di wilayah UW1, isotherm

15OC pada bulan Januari, Pebruari, Maret, Mei dan Juni di UW1 lebih dangkal dari

200 meter, sedangkan bulan yang lainnya sekitar 200 meter. Di wilayah SECl pada

bulan Oktober dan Nopember isoiherm 15OC mengalami pendangkalan hingga

mencapai kedalaman 200 meter, namun pada bulan September mengalami

pendalaman menjadi lebih dalam dari 200 meter. Secara urnurn pada tahun Non El

Niiio 1996, kedalaman ishotherm 15OC musim timur lebih dalam dibandingkan

musim barat, dengan perbedaan rata-rata sebesar 17 meterd UW1 dan 15 meter di

SECl (Tabel 4.4.1).

Page 52: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 53: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 54: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Lereng isotherm pada saat El NiAo cenderung lebih landai dan lebih

dangkal dibandingkan dengan kondisi Non El NiAo. Perbedaan kedalaman isothrem

15OC pada tahun El NiAo dan Non El NiAo terlihat dengan jelas pada bulan Juli,

September, Oktober dan Desember. Pendangkalan umumnya terjadi di wilayah

SECl .

Pada periode musim barat, isotherm 15OC di UW1 berada antara

kedalaman 175 - 200 meter dengan rata-rata kedalaman 180 meter dan di SECI

berada pada kedalaman 21 5 - 233 meter dengan rata-rata kedalaman sebesar 221

meter. Pada periode musim timur, kedalaman isothem 1 5 ' ~ di UW1 berada pada

kedalaman 175 - 210 meter dengan rata-rata 201 meter dan di SECl antara 205-

215 meter dengan rata-rata 232 meter (Tabel 4.4.1 dan Gambsr 4.4.2).

Tabel 4.4.1. Kedalaman isotherm 15OC di UW-1 dan SEC-1 pada tahun El NiAo, Non El NiAo dan IODM.

Oktober Nopember Rerata

Rerata MB & MT

205 210 201 1 92

244 230 232 227

225 21 5 216 207

260 220 240 232

180 175 1 86 189

24 1 225 225 22 1

Page 55: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Sebaran melintang suhu pada saat IODM lebih bervariasi dibandingkan

tahun El Niiio dan Non El Niiio. Secara umum isothrem 15OC pada saat IODM

lebih dangkal dari El Nit70 dan Non El Niiio. Pads bulan Juni kedalam isotherm

15OC di SECl cukup dangkal dan terlihat dengan jelas pengangkatan massa air.

Demikian juga pada bulan September dan Cktober terjadi pendangkalan yang cukup

besar di UW1 dan isotherm 15OC lebih dangkal dari 150 meter. Pada bulan

Desember kembali terlihat adanya pengangkatan massa air dengan kedalaman

isothrem 15OC sekitar 175 meter yang biasanya berada pada rata-rata kedalaman

250 meter pada saat Non El Niiio (Gambar 4.4.2).

Kedalaman isotherm 15OC di UW1 pada periode MB adalah antara 155 - 205

meter dengan rata-rata 186 meter sedangkan di SECl adalah sebesar 204 - 235

meter dengan rata-rata 225 meter. Kedalaman isotherm 15OC di UW1 pada

periode musim timur berkisar antara 155 - 225 meter dengan kedalaman rata-rata

sebesar 194 meter sedangkan di SECl berkisar antara 204 - 260 meter dengan

kedalaman rata-rata sebersar 230 meter (Tabel 4.4.1).

4.5 Distribusi Horizontal Suhu di Kedalaman 200 Meter

Seperti diuraikan mengenai distribusi suhu secara vertikal pada sub bab

sebelumnya, pelapisan massa air sangat jelas terfihat di Samudra Hindia bagian

Timur. Pada lapisan homogen sekitar 20-75 meter pola distribusi horizontal suhu

relatif sama dengan pola distribusi SPL. Namun di lapisan termoklim pola distribusi

horizontal suhu berbeda dengan pola di lapisan tercampur yang secara jelas terlihat

dari distribusi suhu secara horizontal di kedalaman 200 meter.

Page 56: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

108

4.5.1 Distribusi Suhu di Kedalaman 200 Meter Pada Saat Perubahan Musim

Berdasarkan rerata suhu dari tahun 1984 hingga 1999, distribusi horizontal

suhu di kedalaman 200 meter pada periode musim barat berkisar antara 14.0 - 17.5

'C (Gambar 4.5.1). Secara umum suhu di bagian selatan (SECI dan SEC2) lebih

tinggi dari suhu di bagian utara (UWI dan UW2). Kondisi ini bertolak belakang

dengan pola SPL periode musim barat. Perbedaan suhu berdasarkan lintang

antara UW2 dan SEC2 mencapai 4.0°C. Distribusi suhu pada musim peralihan

pertama lebih homogen dibandingkan dengan musim barat, dengan kisaran suhu

antara 14.0'- 17.0°C (Gambar 4.5.2).

Pola garis isotherm periode musim barat dan musim peralihan pertama

cenderung membujur arah timur-barat. Periode musim barat garis isotherm di AS1

lebih rapat dibandingkan periode musim peralihan pertama dan di sekitar lintang

12's dan terbentuk front suhu (14.5'-15.5'C). Di wilayah SEC2 terbentuk front

suhu di sekitar lintang 14 'S dengan suhu (1 5.5-1 7 'C).

Garis isotherm pada periode musim timur dan peralihan kedua cendrung

lebih rapat dibandingkan dengan musim barat dan peralihan pertama khususnya di

sekitar lintang 12' LS. Garis isotherm musim timur dan musim peralihan kedua

juga cenderung membujur. Distribusi suhu periode musim timur dan musim

peralihan pertama berkisar antara 13.0'-18.5 'C (Gambar 4.5.3 dan 4.5.4).

Pola distribusi spasial dan temporal suhu di kedalaman 200 meter sangat

berbeda dengan pola distribusi SPL. Distribusi SPL bervariasi sesuai dengan

perubahan angin musson, namun distribusi suhu di kedalaman 200 meter selama

satu tahun relatif sama. Oleh karena itu pengaruh angin musson kelihatannya tidak

menyebabkan perubahan suhu di kedalaman 200 meter.

Page 57: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 58: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 59: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Distribusi suhu selama satu tahun di kedalaman 200 meter pada lintang 1O0-

12's (UW1 dan UW2) tidak memperlihatkan perubahan suhu yang ekstrim, berbeda

dengan distribusi SPL. Antara lintang 12°-160S, mulai dari hari pertama hingga hari

ke 150 (Januari-Mei), suhu cenderung lebih rendah dibandingkan dengan distribusi

suhu hari ke 150 hingga 350 (Juni-Desember) (Gambar 4.5.5). Berbeda dengan

rerata distribusi SPL di mana suhu paling rendah terjadi antara bulan Juni-

September.

Daerah front suhu bervariasi berdasarkan lintang dan waktu. Di wilayah

UW1-SEC1 dan UW2-SEC2, daerah front suhu ~ a d a hari pertama hingga hari ke

150 (Januari-Mei) berada antara Lintang 14'-15'LS, sedangkan pada hari ke 150 -

350 (Juni-Desember) berada pada lintang 13'-1 ZOLS. Pada hari ke 170-250 (Juni-

September), terlihat garis isotherm yang sangat rapat di sekitar lintang 12'LS

khususnya di wilaya5 UW1-SEC1 dan ASI.

Distribusi deret waktu suhu berdasarkan bujur (hari-bujur) menunjukkan

adanya variasi suhu di kedalaman 200 meter. Secara temporal terjadi perubahan

suhu yang cukup tinggi. Pada hari ke 1 - 160 (Januari - Juni) suhu relatif rendah

(1 3'-15'C), namun pada hari ke 170-350 (Juli-Desember) suhu meningkat menjadi

(16-18'C). Secara umum suhu di UW1-SEC1 lebih rendah dibandingkan suhu di

UW2-SEC2 dan ASI. Sedangkan berdasarkan bujur, suhu di posisi 105'-1 07'BT

lebih rendah dibandingkan di 108'-1 20°BT dan bampir sepanjang tahun perubahan

suhu di bujur ini relatif lebih kecil dibandingkan wilayah lainnya (Gambar 4.5.6).

Page 60: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 61: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 62: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

4.5.2 Distribusi Suhu Di Kedalaman 200 Meter Pada Saat El Niiio dan IODM

Korelasi antara SO1 dengan suhu di kedalaman 200 meter menunjukkan

bahwa semakin kuat ENSO, suhu di kedalaman 200 meter semakin rendah (Gambar

4.5.7). Korelasi yang signifikan (p=0.05), terdapat antara SO1 dan suhu di UW1 (r =

0.51), SEC-1 (r = 0.39), SEC-2 (r = 0.38) dan di AS1 (r = 0.35), namun korelasi di

UW2 tidak signifikan. Distribusi suhu di kedalaman 200 meter (Lintang-tahun)

seperti tertera pada Gambar 4.5.8 menunjukkan bahwa pada saat El Niiio tahun

1982183, 1990-1994, 1997198 suhu lebih rendah dibandingkan tahun Non El NiAo,

khususnya lebih jelas terlihat di SEC1, SEC2 dan ASI.

Menurut Meyers (1995), terjadinya pendangkalan termoklin pada saat ENS0

di perairan selatan Jawa-Bali disebabkan adanya pengaruh angin yang melemah di

Samudra Pasifik pada saat El Nino dan pola angin konsisten dengan anomali

divergen di la;>isan permukaan perairan Indonesia. Demikian juga menurut Susanto

et al., (2000), pada saat El NiAo terjadi pendangkalan termoklin di sepanjang

perairan pantai selatan Jawa dan Barat Sumatra akibat modulasi dari ENSO.

Korelasi antara DM1 dengan suhu di kedalaman 200 meter di UW1 signifikan

pada (p=0.05) dan terlihat kecenderungan bahwa semakin kuat IODM, semakin

rendah suhu di kedalaman 200 meter (Gambar 4.5.9). Sebagaimana telah

dilaporkan Saji et al., (1939) dan Webster, e: al., (1999), di Lautan Hindia pada

tahun 1997 terjadi fenomena IODM yang mirip dengan ENSO. Terjadinya upwelling

yang kuat di sekitar perairan Selatan Jawa-Bali hingga Barat Sumatra pada saat

IODM merupakan faktor penyebab naiknya massa air. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

negatif korelasi antara DM1 dan suhu di kedalaman 200 meter.

Page 63: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

5 1 6 - e (e) 2 15 -

1 4 -

ASI, r=0.35

- * * :

p=0.05

Gambar 4.5.7. Korelasi antara indeks SO1 dan suhu di kedalaman 200 meter (a) U w l , (b) SEC1, (c) UW2, (d) SEC2 dan (c) ASI.

Page 64: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data
Page 65: 4. DlSTRlBUSl SUHU PERAIRAN dugaan SPL in situ dari citra adalah y = 0.9809~ + 0.3316 dan titik potong dirnana SPL in situ sarna dengan SPL citra adalah pada suhu 17.36126 OC. Data

Akibat upwelling yang kuat, terbentuk kutup SPL yang dingin di bagian Timur

Lautan Hindia tepatnya di bagian selatan Jawa-Bali hingga Barat Sumatera dan di

bagian barat (di Perairan Afrika) terbentuk kutub SPL panas. Pengaruh IODM

terhadap SPL lebih kuat dibandingkan terhadap suhu di kedalaman 200 meter. Hal

ini disebabkan faktor penyebab terjadinya IODM adalah anomali positif kecepatan

angin, dimana angin secara langsung mempengaruhi permukaan perairan.

Gambar 4.5.9. Korelasi antara indeks DM1 dan suhu di kedalaman 200 meter di UW1.