30 hari aku bersajak; antologi sajak kehidupan

Upload: sukron-abdilah

Post on 30-May-2018

256 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    1/68

    30 H ari A ku B ersajak 1

    Irfani e-Publika

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    2/68

    30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak KehidupanSukron Abdilah@2008Penyunting : Sukron Abdilah

    Desain Cover : Dasam Syamsuddin

    Layout : Sukron Abdilah

    Hak cipta dilindungi undang-undang

    All rights reserved

    Terbit, November 2008

    Diterbitkan oleh:

    Irfani e-PublikaJln. A.H. Nasution Gg. Kujang No. 61B

    Rt 04/ Rw 05 Cipadung Bandung 40614

    Cp: 081322151160

    e-mail: [email protected]

    weblog: http://irfanipublika.blogspot.com

    Perpustakaan Pribadi: Katalog Dalam Terbitan (KDT)Sukron Abdilah30 Hari Aku Bersajak; Antologi sajak Kehidupan

    Bandung: Irfani e-Publika ; Terbit, November 2008

    68 hlm; kertas A5

    30 H ari A ku B ersajak 2

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    3/68

    Kenapa saya bersajak?

    Entah kenapa, hari-hari ini saya lebih suka menulis puisi dan

    cerpen. Bermain-main dengan keindahan kata. Meski ada

    yang pernah bilang bahwa hidup ini tidak sesingkat cerpen,

    prosa dan puisi. Namun, saya semakin terperosok pada

    lubang keindahan dunia estetika bahasa. Ya, bidang sastra

    namanya.

    Ada perasaan malu. Tapi tanpa belajar merangkai kata, manamungkin saya bisa menulis cerpen dan puisi. Ini hanya

    untuk konsumsi pribadi. Bahkan hanyalah luapan emosi

    sesaat yang tak akan pernah kembali mengisi kedalaman hati.

    Memohon saya dengan sangat pada pembaca. Sudi kiranya

    jika saya menengadahkan tangan untuk menerima tetes demi

    tetes dari bergalon-galon kritik dan saran para pembaca.

    Saya sadar e-book ini akan menjadi penghantar untuk

    dicemoohi, tapi ; saya yakin ini adalah luapan hati saya atas

    realitas kehidupan. Jadi, tak salah kalau saya bikin versi e-

    booknya.

    Karya tanpa tata aturan ini menggelayuti otak kiri dan otak

    kanan. Selamat berimajinasi !!!!

    Bandung, 2008Karya @sli Sukron Abdilah

    30 H ari A ku B ersajak 3

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    4/68

    Daftar IsiPengantar; Kenapa Saya Bersajak?Satu Paham Saja Cukup!Kelelawar Malam

    Lelah pada Hidup

    Aku Bukan SisifusDingin

    Atas Nama Kasih Abjeksi

    Bebatuan RasaBibir SunggingmuSuara Parau itu MATI JugaTempatku di SiniPesan dari KampungSurau KotorHemat Kata

    Mencari Makan

    Nasi AkingCahaya Peradaban

    Asam GaramKecapi SulingGelanggang Kebudayaan

    Gangsingku dicuri orangSang Pemarah

    30 Hari Aku Bersajak

    Insomnia

    Kanuraga

    30 H ari A ku B ersajak 4

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    5/68

    Tanah pusakaKemana kau pergi?

    Bangsa terus bermimpi

    Goyang DangdutPakem KebudayaanKasih Palsu

    AkhiratKhuldi Duniawi

    Aku Bukan SisifusDingin

    Atas Nama Kasih Abjeksi

    Sufi Pedesaan

    Surau Kotor

    Dll..Lihat saja sendiri

    30 H ari A ku B ersajak 5

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    6/68

    Satu Paham Saja Cukup!NASIONALISME hadir. Kapitalisme hadir. Agamaisme hadir.Sosialisme ketok palu hadir. Bahkan, komunisme juga masihhadir.

    Belum lagi yang lain-lain. Belum lagi yang kawinan. Belum lagi

    yang adofsian. Belum lagi yang pertukaran. Ah, pokoknya kalau

    dituliskan belum lagi cukup saya menuliskannya.

    Mang Tarjo tukang kebo, hanya inginkan satu. Si Jimmy hanyaingin satu pula. Ahmad juga maunya sihsatu saja. Safitri juga satu

    saja sudah cukup. Bahkan, si Kolep bilang harus satu paham saja.

    Titik!

    Saya juga maunya satu saja. Kesejahteraanisme. Atau, rakyatisme

    ketok palu hukum. Titik, koma, dan titik seterusnya. Insyaallah

    dengan titik-titik kesejahteraan ini bangsa tak perlu harus salingmenjatuhkan. Ya, kesejahteraanisme saja satu paham cukup

    ampuh.

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 6

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    7/68

    Kelelawar MalamCari makan halal saja susahnya minta ampun!

    Bagaimana dengan yang haram?Ah, sama saja susahnya.

    Kalau tidak ada kesejahteraan dan keadilan

    dan dikejar-kejar orang berdasi.

    2007Lelah pada HidupTerkungkung jiwa dan rasaku.

    Menukik aku ke kedalaman alam bawah sadar.

    Namun tak ketemukan secuil pun

    Kebebasan rasa.

    Aku hanya bisa melilitkan rasa lelah.

    Di kedua belah matayang kosong dari cahaya kehidupan.

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 7

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    8/68

    Aku Bukan SisifusHari ini aku mengantuk, esok-lusa pun masih mengantuk

    Hari ini aku suntuk, satu-dua tahun pun ku masih suntuk

    Aku mengangguk,

    Bahwa hidup tak semestinya begini terus-menerus

    Aku bukan Sisifus

    Manusia yang terjebak rutinitas

    Bahkan nihil kreativitas

    Tapi kegembiraannya adalah aku

    yang berwujud orang lain2007

    30 H ari A ku B ersajak 8

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    9/68

    DinginMenggigil tubuh kedinginan, bayangkan hangatnya kopi panas

    dan nikmatnya sebatang rokok

    Kepulan asap kopi tebarkan aroma kehangatan

    Bergerombolannya asap rokok bawa hantarkan aku

    Bertajalli dengan segenap kegelisahan

    Imajiku berputar kian kemari jelajahi kemaha-indahan alam

    marcapada, Laiknya sang Gatot Kaca yang kepakkan sayap terbangke angkasa raya

    Mencari para kurawa yang hancurkan tatanan dunia

    Sekadar untuk hangatkan rasa dengan deburan ombak darah di

    urat nadi

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 9

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    10/68

    Atas Nama Kasih AbjeksiAtas nama cinta kau duakan hati.

    Atas nama agama kau eksploitasi tubuh wanita.Deretan diksi yang menggedor kembali keterpendaman rasa

    tak setuju terhadap poligami mulai merangkak naiki ubun-ubun

    kepala.

    Ingatan itu kembali meronta hendak keluar

    dari alam bawah sadar yang puluhan tahun mulai kutekan,

    kuhancurkan dan kuremas-remasagar tak menghantui bayang-bayang tubuhku.

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 10

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    11/68

    Bebatuan RasaSayup suara resisten di tengah jalan tak mendobrak ketetapan.

    Manusia batu yang hanya memendam kegelisahan di pagi, siang,sore dan malam hari; hanya sekadar menumpuki diri

    dengan jutaan kilogram harta.

    Merambat hingga mencekik ketuhanan di sisi kemanusiaan.

    Urat nadi dan hati tak berdegup,

    mati merasai kehadiran sisi kemanusiaannya.

    Nafas kepeduliaan di hati sanubari pun tertimbun lapisan ruangdan waktu; mati tak menjelajahi sisi ketuhanan di kedalaman

    spiritualitas.

    Pancaroba membentuk hatinya sekeras batu.

    Rengekan mereka, adalah milik mereka.

    Tak sudi ia hantarkan kegelisahan manusiawi,

    karena telanjur ku menjadi manusia dari bebatuan rasa.

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 11

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    12/68

    Bibir SunggingmuTersungging bibirmu

    bikin hatiku mulai tersinggung.

    Terkelupas kepedulianmu

    yang mencipta kebencian rasa.

    Kala aktualisasi kata yang menjemukan merasuki

    rasanya aku tak bisa hindarkan maut.

    Mematungkan diri pada sebongkah cermindi dinding berlumur kotoran-kotoran hidup.

    Sunggingan bibirmu pun tak kuasa aku tahan

    hingga kebencian membuncah

    dan terhunjam di dasar kalbu manusia

    miskin, kumuh, dan tertindas oleh setiap sunggingan

    bibirmu.

    Kapankah sungginganmu tak terlihat,

    dan tak terasa menohok hatiku ini?

    Mungkin esok, lusa, lusa dan lusa lagi;

    Ataukah mungkin tak pernah sama sekali?

    Ah, aku masih tetap tersinggung atas sunggingan bibirmu

    kala kemiskinan, kekumalan, dan ketidaksejahteraan

    merembet di urat nadi realitas masyarakat kampung bau

    lisung.

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 12

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    13/68

    Suara Parau itu MATI JugaBosan aku terus berteriak lantang

    tak didengar meski itu meneriaki ketulianmu.

    Kesal aku melemparkan kepalan tangan ke angkasa

    yang berbalas letupan-letupan senapan dengan gagah

    perkasa.

    Akhirnya, suaraku makin parau; tak terdengar

    di tengah-tengahgenjlongyang mengguncang dunia mayabahkan dengan pekik histeris pun tak kunjung membuka

    lem perekat

    di telinga kiri dan kananmu yang tuli dan tak mendengar.

    Suara parauku sekarang tak pernah terdengar berteriak-

    teriak.

    Mungkin, telah mati diterjang peluru panas yang mengganas.

    Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un!!!

    Suara perjuanganku kini tengah duduk di sisi Tuhan.

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 13

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    14/68

    Tempatku di SiniTempatku di sini

    lahir dan mati

    tak kan kutinggalkan

    kendati kekumuhan menghantui.

    Tempatku di sini

    berkeluarga dan beranak pinak

    menuliskan tinta takdir kehidupanyang berjibun ketidakpastian.

    Gerangan kuhampiri wajah jijikmu

    kusemburkan ludah bau

    dan kulepaskan kepalan tinju

    karena aku hanya akan terus menetap

    hidup di sini dan mati pun aku mau di sini.

    Di kampung tempatku berdendang teduh

    yang pancari hidup dengan cahaya ke seluruh tubuh yang

    ringkih seringkih tiang dari bambu kuning!

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 14

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    15/68

    Pesan dari KampungAku mulai membosani tingkah polah

    yang datang bertubi dari ketakmanusiawian diri.

    Kepulan asap dari dapur, hanya kepulan kesedihan

    pembunuh kepercayaan.

    Kata-katamu hanya disimpan di bawah bantal

    yangtebarkan harum pesona.Wajahmujernih tak sejernih hatihingga aku menolak buncahkan kata

    yang berjibun kekaguman.

    Kau tersenyum,

    aku ketus tersenyum dalam hati.

    Kau melambaikan tangan,

    aku kepalkan tangan kebencian dibelakangmu.

    Kau sorotkan pandang kebahagiaan,

    aku tersedu-sedu seminggu setelah kunjunganmu itu berlalu.

    Pesanku ternyata tak kau baca!2007

    30 H ari A ku B ersajak 15

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    16/68

    Surau KotorKotoran hidup jengahi Tuhan

    atap genteng dari keringat kemunafikan,

    menghisapketulusikhlasan;tembikar dari penghisapan kaum miskin

    tak dikehendaki Tuhan. Korupsi!

    2007Hemat KataItu saja judul puisi yang kutulis

    di atas kertas putih.

    Tak sudi kuhambur-hamburkan isi kepala

    kalausajamasih sisakan kepedihan.2007Mencari MakanCari makan halal saja susahnya minta ampun!

    Bagaimana dengan yang haram?

    Ah, sama saja susahnya.

    Kalau tidak ada kesejahteraan, nirkeadilan

    dan dikejar-kejar orang berdasi.

    2007

    30 H ari A ku B ersajak 16

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    17/68

    Nasi AkingLari kecilmu menahan lapar. Maaku ingin makan!

    Tak ada apa-apa di rumah! Jawabnya.

    Hanya sisa-sisa nasi kemarin ditinggali jamur, lumutan,

    dan kekuning-kuningan hampari jutaan harap di dasar

    keramaian.

    Ambil. Marilah masak rame-rame.Biar dunia tahu.

    Kemunafikan masih menjadi

    menu sistem nilai bangsa ini.

    Sudah tiga bulan hujan tak kunjung mengunjungi.

    Lihatlah sawah, masih sisakan retakan-retakan menyayat

    hati.

    Ketika hujan guyuri tanah ini, benih dan pupuk pun susah

    kugenggam.

    Jengah ema-mu ini de!

    Makanan sehari-hari juga nasi aking.

    Bagaimana kamu mau pintar, nak!2007

    30 H ari A ku B ersajak 17

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    18/68

    Cahaya PeradabanSang surya di ufuk sebelah Timur

    pancarkan berjuta cahaya peradaban.

    Kutinggalkan kursi malas yang teronggok di depan teras

    rumah,

    hendak kusongsong cahaya itu

    biar dunia bergemuruh menepuk-nepukkan telapak tangan.

    Kubangkitkan tubuh ini dan kuayuhkan kedua kaki;pergi tinggalkan anak-istri

    dan kembali lagi nanti sore hari

    kala matahari tenggelam di sebelah Barat.

    oh...Tuhan sang pencipta Surya,

    cahaya-Mu hunjamkan daya hidup

    ke peluh keringat dingin

    mendobraki sumpah serapah kemalasan

    yang dari dulu, semenjak orde baru menempeli ulu hati.

    Cangkul di belakang rumah di samping kandang kambing

    aku dudukkan di pundak pengharapan.

    Cahaya pagi hari cipratkan bintik-bintik hormon semangathidup,

    hari esok pasti aku beroleh seberkah kesejahteraan;

    kendati diperolehnya hanya sekejap hari

    yang terus lahirkan kebimbangan.

    Hari -- sebagai kumpulan waktu -- menjadi semacam

    penantian panjang

    30 H ari A ku B ersajak 18

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    19/68

    kala perut anak dan istriku terus bernyanyi riang.

    oh...Tuhan sang pencipta hari,

    guliran waktu-Mu itu telah perdayai aku yang lemah,

    para pengharap hari esok terserah kepada kemurahan-Mu

    dan itu aku rasakan semenjak cahaya peradaban

    dibantai keserakahan-keserakahan saudara sepermanusiaan.

    Namun, aku yakin

    bahwa asma-Mu akan pancarkan cahaya peradaban...!-- 02 November 2007

    30 H ari A ku B ersajak 19

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    20/68

    Asam GaramGerah eskalasi politik bangsa, tatkala aku terhuyung-huyung

    menahan sakit, perih, luka menganga, dan perut

    keroncongan;

    bekerja di rumah sendiri tapi merasa seperti di sebuah hutan

    belantara

    yang dihuni hewan-hewan bertaring yang siap menyergapku.

    Aku sudah makan asam garam dengan kemiskinan dankelaparan,

    kebutuhan pokok yang mahal

    dan intrik-intrik penipuan yang licik selicik manusia kerdil.

    Aku ibarat domba yang terasing sendirian di padang ilalang

    dikerubuti serigala-serigala penyantap dagingku yangpeot,

    ringkih, kurus

    dan pancarkan kemelaratan.

    Aku korban para penggembala domba yang makan asam

    garam

    dan meninggalkanku sendirian

    di padang rumput untuk dilahap Serigala.

    Mereka telah makan asam garam menindih, menindas, danmenggasak.

    Sementara aku hanya bisa berdalih, berpuluh tahun aku lihai

    menjadi korban dari politik asam garam.

    -- 02 November 2007

    30 H ari A ku B ersajak 20

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    21/68

    Kecapi SulingGetar senar berdawai menari meliuk-liuk

    hinggapi telinga kiri-kanan.

    Gerlik alunan nada tulat-tulit terobosi ulu pilu qalb

    yang undang bulu romaku bergidig.

    Ketakutan aku setengah mati, atau malah berjingkrak-

    jingkrak

    aku melenggok kangkung kala angin hantarkan suara kecapisuling

    dari dalam gubuk rumah tua di sebelah sungai Cimanuk.

    Tetabuhan dari arah Barat, aku tutupi dengan kain batik

    Garutan

    kusumpali dengan saputangan merah jambu kelabu

    pemberian nenek moyang Ki Sunda.

    Seperti kecapi dan suling yang saat ini

    aku tak lagi dengar dan nikmati

    aku menjadi manusia Sunda yang kehilangan jati diri.

    Bergeol, bergitek, dan bergoyang

    bukan dengan apa yang diakarkan kepada Ki Sunda.Malahan pada dunia yang aku pun tak kuasa

    menahan rasa kantuk akibat semburan mantranya.

    Tapi, kecapi suling yang dipajang di dinding rumah uwak

    ingatkan aku pada pengembaraan sang nenek moyang Ki

    Sunda

    yang upayakan melestarikanpohon-pohonandan awi

    tamiang.

    30 H ari A ku B ersajak 21

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    22/68

    Dua karya bangsa itu pun -- suling dan kecapi -- kini

    teronggok

    di dinding menjadi hiasan mata, tidak lagi menjadi pelipur

    lara

    di kala aku berduka.

    Dinding di rumah almarhumUwak Elim

    sekarang hanya dihiasi kecapi dan suling yang menunggu

    anak cucunyamemetik dan meniupnya seindah dan seasyik ma'syuk

    mungkin,

    hingga sang uwakberpepatah-berpepitih: "jangan sampai Ki

    Malaya

    mencurinya dari tangan kita, seperti nasib alat musik

    kembarannya,

    angklung dari Tanah Sunda, Jawa Barat".-- 02 November 2007

    30 H ari A ku B ersajak 22

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    23/68

    Gelanggang KebudayaanSuburnya tanah Negaraku

    kaya akan kebudayaan tentunya bangsaku

    dari Sabang sampai Merauke

    aku hanya bisa mendecak-decaki lokalitas yang plural.

    Sang merpati terbang

    sebebas-bebasnya kalahkan para pengelana

    namun hari ini wajah negaraku coreng-morengoleh lumpur keseragaman.

    Mang Udin tidak lagi asyik

    membajak sawah dengan kerbau

    sambil mengumandangkan kalimat perintah "kiya-kiya"

    di sawah hanya terdengar sumpah serapah

    dan deru-menderu suara mesin

    yang membunuh belut, bekicot, dan ikan impun

    di areal pesawahan juragan Udung.

    Malunya, bangsaku kala bertandang ke luar negeri

    dan membincangkan persoalan ekonomi negeri.

    Tapi itu tidak semalu -- malahan gembira -- kala bangsakumembincangkan soal kebudayaan negara Indonesia.

    Orang luar akan mengacungkan jempol

    seraya berujar: "wah memang kaya kebudayaan Negara

    Indonesiamu".

    Ya, saking kayanya bangsaku dengan kebudayaan

    hingga lupa bahwa local genious

    30 H ari A ku B ersajak 23

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    24/68

    banyak yang dicuri saudara dari bangsa lain.

    Gelanggang kebudayaan kita sekarang tengah terancam

    oleh gerusan dan ancaman "aku-aku angga"bangsa luar.

    Para arif cendekia pecinta kebudayaan pun berteriak lantang:

    "Lindungi HAK CIPTA INTELEKTUAL MASYARAKAT

    LOKAL".....!

    Gelanggang kebudayaan bangsaku

    tak ingin dikebiri hingga anak cucu tak mengenal lagikeaslian dirinya yang sekarang mulai tak dilirik

    dan mulai menghilang dari jati diri.

    -- 03 November 2007

    30 H ari A ku B ersajak 24

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    25/68

    Gangsingku dicuri orang*Aku susunpakempermainan gangsing buat melawan orang

    yang berusaha mencurinya dariku. Dari saluran FM sebuah

    radio swasta memberitakan bahwa gangsingku akan dicuri

    bangsa lain. Bangsa yang tak punya kreativitas budaya

    setinggi saudara-saudaraku di Indonesia.

    Aku kembali mengukuhkan bahwa aku dan saudara-

    saudaraku adalah para pencipta permainan gangsing. Taksudi kalau nasibnya seperti angklung dan kain batik, yang

    distempeli cap Ki Malaya. Aku susun buku tentang tata-

    aturan bermain gangsing, jangan-jangan ada maling yang

    hendak mencuri di tengah kelengahan. Kanmereka bakal

    malu kalau mencuri, sementara bukti tertulis ada dihadapan

    mata setengah memandangnya itu.

    Ini lhobuku Panduan bermain Gangsing!

    -- 03 November 2007* judul ini terinspirasi oleh pencurian-pencurian kekayaan

    intelektual bangsa Indonesia oleh bangsa luar.

    30 H ari A ku B ersajak 25

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    26/68

    Sang PemarahMarah rona wajahmu mengguratkan sejibun beban berat

    yang gagahi kehidupan, entah kamu akan terus memeras

    keringat

    hanya untuk menumplekkan kekesalan-kekesalan itu ?

    ataukah hanya mengeram dan memantul dari dalam

    badanmu

    menggigil membendung aliran amarah yang terus

    menggenangi setiap langkah?

    Aku terbata-bata merangkai kata, menerawangi kekikukkan

    serasa dunia menjadi neraka.

    Tutur aku ucapkan buat memaklumimu

    yang tiap hari guratkan amarah

    dan pantulkan kebencian-kebencian.

    Terperanjat aku digubris

    kala aku menelungkupi diri dengan selimut imajinasi

    mendengarmu merintih-rintih kesakitan

    menahan rasa ageungkedigjayaan nafsu-amarah

    yang kian hari kian terpancar kuat dari ilham fujurkamu.

    Sekarang aku menumbuk ketakutan-ketakutan

    kala bertatap wajah denganmu,

    tapi saat ini dirimu telah membaringkan

    tubuh di kursi roda, khusus kaum manula.

    Dan, lagi-lagi aku tatap keriput di wajahmu...,

    tentunya pancarkan kedamaian

    diselingi ketakutan

    30 H ari A ku B ersajak 26

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    27/68

    yang dari dulu kau benamkan

    di alam bawah sadar, hingga akhirnya

    di akhir hayatmu, tatkala malaikat pencabut nyawa

    mendekapmu, dari mulut keringmu pun

    terlontar ucap-kata yang janggal.

    :"Aku sang pemarah yang tak bisa marah lagi

    kala diriku diculik pencabut nyawa melintasi semesta alam

    raya"....!

    03 November 2007

    30 H ari A ku B ersajak 27

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    28/68

    30 Hari Aku BersajakPeluh keringatku pantulkan bau amis.

    Jari-jemari meliuk merangkai kata untuk kuucapkan

    manakala aku bertatap dengan hari

    yang terus saja bergonta-ganti.

    Ku rajut kata-kata ejawantah dari realitas

    tuk ukirkan hati dengan berjuta kata-ucap hikmah.

    Terus dan terus kurangkai kataselama 30 hari tanpa henti

    untuk bersajak indah pada alam, manusia dan Tuhan.

    Kerongkonganku saja mulai mengeluarkan dahak yang

    menggumpal

    tidak pernah aku ambil gelas berisi air

    disamping note bookyang hitam legam dan kelabu.

    Akankah aku ambil gelas dan air pelepas dahaga itu?

    Ah, kupalingkan kembali wajah ini

    pada suatu dahan yang mengering kekeringan

    dan menerbangkan dedaunan, sisakan kelakai-kelakai

    keputusasaan.

    Aku pun mulai kembali merangkai kata

    bersajak selama 30 hari tanpa memejamkan mata.

    Menderaikan nafas hidup yang sedari dulu mulai berkurang

    seiring hari berganti.

    Karena.., aku pun tahu bahwa siapa tahu esok aku kan mati.

    04 Oktober 200730 H ari A ku B ersajak 28

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    29/68

    InsomniaWah, batinku serasa tertusuk sebilah pedang.

    Gelisah hingga mata lelah namun susah untuk dipejamkan.

    Suntuk hati dan aku ambil buku di almari

    kemudian mulai kutelaah halaman per halaman, hingga aku

    merasa

    mataku mulai terantuk-antuk.

    Lagi-lagi, aku hanya bisa menguapkan mulut

    tanpa bisa menutupkan mata merah yang menahan kantuk.

    Aku sang manusia gelisah pengidap insomnia.

    Mulai lagi berkecawas-keciwis memarahi kenapa mata ini

    susah terpejam.

    Ah, rasanya aku hanya akan merasa kaduhungketika mata

    ini terpejam

    selamanya di pembaringan.

    Meratapi segala tindak yang dulu pernah aku hadiahkan

    untuk memenuhi kepuasan-kepuasan tak abadi.

    Masih untung aku mengidap insomnia.

    Coba kalau mata ini terpejam selamanya?

    Oh..., aku belum siap rasanya menghadapi kematian,karena aku

    tak bisa membawa amal apa-apa.

    Akhirnya aku pun terpejam selama dua jam

    dan bangun membahagiakan mata dengan hijau-hijau

    dedaunan

    serta cericit suara burung yang mengindahkan telinga.

    30 H ari A ku B ersajak 29

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    30/68

    Aku mulai lagi bersajak untuk menyambut cerahnya

    kehidupan.

    04 Oktober 2007

    30 H ari A ku B ersajak 30

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    31/68

    KanuragaTubuhku mendekap kegelapan

    ruh tinggalkan cahaya kerumunan

    tuk mengangkasa

    temui manusia beraneka ragam

    Ruang pengap kamar sesaki detak jantung

    hingga berhenti hanya tuk keluarkan diri

    dari hari-hari yang tak bergantung

    melayang aku hampir terjatuh

    dari lelangitan ruh

    yang tinggi dan mulai meninggi

    tinggalkan kerangkeng tubuh

    Dingin dan mulai tak berdaya

    aku meninggalkan penjara rasa

    dari jasad yang mulai terkelupas mengangkasa

    05 Oktober 2007

    30 H ari A ku B ersajak 31

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    32/68

    TANAH PUSAKAKingkilaban tina tanah Sunda

    estuning matak kagagas

    lalangse acian diri

    ngahimengkeun sumeredetna

    hate ka tanah pusaka

    anu dilaksa ku Gusti Nu Maha Kawasa

    Nanjerkeun darma ku laku nyata

    nu mercekakeun gemah ripahna tanah Sundateu kabita tanah lian, ngan aya tanah pusaka

    ngancik dina bale hate kawula

    12 November 2007

    30 H ari A ku B ersajak 32

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    33/68

    KEMANA KAU PERGI?Kau hanyutkan rasa di limbo hatiku yang meredup

    seraya bayangi bayangan tubuhku yang gempal,

    menerawang ke angkasa

    dan percikan api kebencian, hingga darahku mulai

    memuncaki

    kepala yang kubungkus dengan sehelai kain putih

    Kau pergi sejak kuludahi dan kutampartapi kau tahu, bahwa rasa ini nyinyir tak berarah,

    mendobrak pintu hati

    yang tertancap di kedalaman hati dan kubungkus

    dengan kerinduan semu berbalut rasa kesal

    12 November 2007

    30 H ari A ku B ersajak 33

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    34/68

    BANGSA TERUS BERMIMPINegeri seribu pulau ini tengah berduka

    beratus juta anak bangsa gigih perjuangkan nasib, hendak

    keluar dari penjara ketidakberdayaan Negara. Topan angin

    silih berganti mendatangkan sejumput

    kekecewaan dan kegetiran yang meliak-liuk kian kesana

    semakin kemari

    hancurkan benteng-benteng yang mentereng, tapi tak sekuat

    dan setahan katulistiwa.

    Aku kobarkan api semangat yang merapat di tungku-tungku

    pembakaran arang,

    hanya tuk menyalakan semangat gotong royong yang sedari

    dulu terpateri sampai urat nadi.

    Jamrud katulistiwa itu kini kian meradang

    karena kehilangan pulau yang terhampar di tengah lautan,

    diperjualbelikan

    dan ditidakperhatikan bapak bangsa yang asyik berpoligami

    dengan kepentingan pribadi.

    Hanyut rasaku ke kedalaman jiwa tak tersadar, dibuaiberjuta mimpi yang kini hanya bisa kunikmati dari alam tak

    berkepastian. Mimpi! Kekayaan negeri laiknya bunga tidur

    bagi anak bangsa, yang tak tahan ketika arus impor beras

    masuk ke sumsum dan tulang belulang, kendati negeri ini

    punya segudang sentra penghasil padi terbesar di dunia.

    18 Nopember 2007

    30 H ari A ku B ersajak 34

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    35/68

    Goyang DangdutJerit lengking suara berparas ayu luluhkan rasa

    Dentuman talu bersahutan kirimkan dag-dig-dug jantungku

    Melodi indah sayati hati ini

    Seruling bambu pun masih sisakan kegetiran yang mendayu-

    dayu

    Apalagi lenggak-lenggok pinggul biduanita usir kesuntukan

    Goyang dangdut memang terus terbayangMenyatukan ragam jiwa dan rasa dalam satu bayangan

    Dangdut is my country!

    Jangan cemberut tapi teruslah berseri-seri

    - 2007

    30 H ari A ku B ersajak 35

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    36/68

    Pakem KebudayaanAku bukan kebudayaan yang tak berkembang

    Pakem adalah dicipta untuk memudahkan kebudayaan terus

    berubah.

    Tapi, jangan lupakan dan hapuskan

    Intisari kearifan lokal!Pakem tercipta agar kebudayaanterus berada di keaslian jati dirinya

    -2007

    30 H ari A ku B ersajak 36

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    37/68

    KASIH PALSU

    Anak jalang tinggal dijalanan bukan berarti tak bertempat

    tinggal

    Hanya sekedar geliatkan jiwa dari kesuntukan setelah sekian

    lama hidup sepi di tengah keramaian

    O, akankah kau beri aku ketenangan rasa? Atau,

    mungkinkah akan kau jejali aku dengan berjuta penderitaan?

    Ternyata aku tak dapatkan keaslian kasih sayangmu

    Hanya kepalsuan kasih berbungkus senyum ketus

    Hingga ku tak kuasa menahan muntahan kata-kata kasih

    berbungkus kepalsuan itu

    2008

    30 H ari A ku B ersajak 37

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    38/68

    AKHIRAT

    Negeri yang dulu kala ku bayangkan indah tentramkan

    kegelisahan rasa

    Merangkak aku menyembah-Mu hingga tengkuk, tumit, dan

    jidatku hitam mengkilat

    Ingin ku kembali ke dunia fana yang sekarang tak

    berpenghuni tuk torehkan segenap amal baik.

    Agar bekal hidup di tempat yang aku pijak sekarang takpernah berkurang, namun berkecukupan

    Ya, tempat nan indah dulu itu berubah

    Dari metafora keindahan ke simbol kepedihan, kegetiran,

    dan kesakitan yang sesaki sukma

    Menjerit aku kesakitan, terima hantaman palu godam

    malaikat Mungkar-Nakir

    Meringis aku kegetiran, tatkala tubuh ini hancur berkeping-

    keping

    O, Tuhan kembalikan aku ke dunia nyata? Inilah dunia

    nyata itu! Jawab-Nya 2008

    30 H ari A ku B ersajak 38

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    39/68

    KHULDI DUNIAWI

    Berlomba-lomba manusia berkehendak gapai pohon

    kesenangan

    Sikut sana-sikut sini manusia bersaing saling rebut buah

    kebahagiaan semu

    Kehormatan, kedigjayaan, kesombongan dan aneka bentuk

    gambar kerakusanRasuki motif kekuasaan umat manusia tuk rangsang

    gemerlap hasrat khuldi duniawi

    Perang dihalalkan, pertengkaran disebarkan dan ragam

    ketakteraturan hidup disandang kiri-kanan

    Hanya tuk nikmati khuldi duniawi yang berjibun

    ketakabadian

    2008

    30 H ari A ku B ersajak 39

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    40/68

    AKU BUKAN SISIFUS

    Hari ini aku mengantuk, esok-lusa pun masih mengantuk

    Hari ini aku suntuk, satu-dua tahun pun ku masih suntuk

    Aku mengangguk,

    Bahwa hidup tak semestinya begini terus-menerus

    Aku bukan Sisifus

    Manusia yang terjebak rutinitas

    Bahkan nihil kreativitas

    2008

    30 H ari A ku B ersajak 40

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    41/68

    DINGIN

    Menggigil tubuhku kedinginan, bayangkan hangatnya kopi

    panas dan nikmatnya sebatang rokok

    Kepulan asap kopi tebarkan aroma kehangatan

    Bergerombolannya asap rokok bawa hantarkan

    Imajiku berputar-putar kian ke sana kian kemari jelajahi

    kemaha-indahan alam marcapada, Laiknya sang Gatot Kacayang kepakkan sayap terbang ke angkasa raya

    Mencari para kurawa yang hancurkan tatanan dunia

    Sekedar untuk hangatkan rasa dengan deburan ombak darah

    di urat nadi

    2008

    30 H ari A ku B ersajak 41

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    42/68

    ATAS NAMA KASIH ABJEKSI

    Atas nama cinta kau duakan hati.

    Atas nama agama kau eksploitasi tubuh wanita.

    Deretan diksi yang menggedor kembali keterpendaman rasa

    tak setuju terhadap poligami mulai merangkak naiki ubun-

    ubun kepala.

    Ingatan itu kembali meronta-ronta hendak keluar

    dari alam bawah sadar yang puluhan tahun mulai kutekan,kuhancurkan dan kuremas-remas

    agar tak menghantui bayang-bayang tubuhku.

    Hari itu tepatnya tatkala matahari mengintip malu-malu dari

    balik gunung Cikurai, aku dan ibu sedang sarapan pagi di

    ruang makan. Seperti biasanya, ayahku selalu tak sudi

    sarapan berjamaah dengan keluarga. Tidak seperti sedang

    menunaikan shalat di Mesjid, dia sering kali menunggu

    warga agar bisa melaksanakan shalat secara berjamaah.

    Alasannya biar muncul kepekaan terhadap realitas sosial.

    Tapi, antara kenyataan dan logika meditatifnya tak

    gambarkan kesaling-jalanan. Malahan teramat sangatparadoksal. Kecewa aku!

    Hardikan ibuku redam segala keingintahuan yang berjejal-

    jejal di dalam lubang akal sehat dan kerongkongan seakan

    hendak bebaskan diri dari penjara-penjara ketidakpastian.

    Aku hendak dicipta laiknya Sisifus yang tak kritis tatkala

    dijatuhi hukuman oleh dewa untuk terus-terusan

    30 H ari A ku B ersajak 42

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    43/68

    menggelindingkan batu ke puncak gunung. Setelah sampai

    di puncak, batu itu pun kembali jatuh ke kaki gunung.

    Begitulah hidupku saat itu.

    Tak bisa mengeksplorasi dan mentransformasi semangat

    dikedalaman jiwa. Aku hanya robot yang bergerak tatkala

    sipemiliknya memijit-mijit tombol start atau play. Dan

    berhenti tatkala mereka telah bosan menjalankanku,

    memasung kreativitasku dan mengatur hidupku.

    Tiga tahun lamanya aku hidup dalam abjeksi kasih sayangibu kedua.

    Ada setitik rasa rindu bergelayutan di hati sanubari ketika

    wajah sendu ibu gerayangi puncak kesadaranku.

    Aku ingat waktu dulu, arogansi ayah membludak lewat

    tindakan patriarkhis.

    Ya, menampar ibu tercinta yang protes bahwa cintanya tak

    mau dibagi dengan orang lain.

    Apalagi kalau mesti dibagi dengan Tante Rina yang tak

    disukainya itu.

    Betul juga prasangka ibu.

    Sekarang, aku hanya bisa mangut-mangut, berkata sumuhun

    dawuh, dan kadangkala dampratan tangannya mendarat di

    pipi kanan-kiri.

    Cinta kasihnya pun seakan ucapan yang hampa tindakan.

    Di depan ayah, ia berpura-pura sayang.

    30 H ari A ku B ersajak 43

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    44/68

    Namun, tatkala ayah menghilang dari panggung kehidupan

    rumah; tangan dan kata-katanya kembali torehkan luka

    mendalam. 2008

    30 H ari A ku B ersajak 44

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    45/68

    SURGA KOK BEGINI

    RENGEKAN anak kecil buncit. Undangi hormon kebencian

    menaiki ubun-ubun kepala. Rasa kolektif menghimpun

    partikel-partikel kecil di dinding hati saya untuk kemudian

    mendobraki pintu kesadaran akan realitas alam sekitar. Saya

    palingkan muka namun masih tetap saja menemukan anak

    kecil buncit yang busung lapar. Negeri antah berantah yang

    membikin saya mual-mual ingin muntah.

    Syukur-syukur negeri ini menanggalkan label tetesan surga

    yang disandangkan oleh para ahli hikmah. Surga kok begini

    tidak begitu. Kecewa saya dibikin muntah tatkala

    menyaksikan undangan realitas yang asal-asalan, sangkan

    paran, sakainget, dan pikarunyaeun ini. Surga kok begini.

    Ya, tidak begitu!

    Jangan heran kalau manusia tak lagi merasa terenyuh rasa

    dengan estetika gambaran surga. Lho, kenapa saya labelkan

    kata surga dengan estetika? Apa tidak melenceng? Ah, tidak

    juga saya pikir. Karena saking telah merasakan bagaimana

    keindahan surga di tanah air ini, manusia negeri ini jadi tak

    mau lagi masuk surga. Ngapain masuk surga, kalau negeri inisaja sudah seindah surga!

    Tapi, saya bunuh saja nyawa surga untuk negeri ini. Biar,

    mereka sadar bahwa tetesan surga itu telah berganti dengan

    tetesan neraka. Ih, amit-amit deh. Ya, saya juga setuju kalau

    negeri ini indah bagaikan surga. Tapi, untuk saat ini tak

    seindah surga lagi saya kira.

    30 H ari A ku B ersajak 45

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    46/68

    Mengapa? Ya, kalau negeri ini tetesan surga kenapa harus

    ada anak buncit akibat busung lapar.

    30 H ari A ku B ersajak 46

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    47/68

    BAPAK SATU PULAU

    NEGERI ini dikasih predikat wilayah seribu pulau. Maka ada

    bahasa yang ngetrend bahwa generasi kita kerap disebut

    anak seribu pulau. Kalau anak seribu pulau itu betul

    eksistensinya, mengapa banyak bapak yang menganaktirikan

    pulau-pulau di negeri ini. Jadi, tepat kalau disebut negara

    satu kota dan berbapak satu pulau saja. Jakarta dan Jawa.

    30 H ari A ku B ersajak 47

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    48/68

    SATU PAHAM SAJA CUKUP!

    NASIONALISME hadir. Kapitalisme hadir. Agamaisme hadir.

    Sosialisme ketok palu hadir. Bahkan, komunisme juga masih

    hadir. Belum lagi yang lain-lain. Belum lagi yang kawinan.

    Belum lagi yang adofsian. Belum lagi yang pertukaran. Ah,

    pokoknya kalau dituliskan belum lagi cukup saya

    menuliskannya.

    Mang Tarjo tukang kebo, hanya inginkan satu. Si Jimmy

    hanya ingin satu pula. Ahmad juga maunya sih satu saja.

    Safitri juga satu saja sudah cukup. Bahkan, si Kolep bilang

    harus satu paham saja. Titik!

    Saya juga maunya satu saja. Kesejahteraanisme. Atau,

    rakyatisme ketok palu hukum. Titik, koma, dan titik

    seterusnya. Insyaallah dengan titik-titik kesejahteraan ini

    bangsa tak perlu harus saling menjatuhkan. Ya,

    kesejahteraanisme saja satu paham cukup ampuh.

    30 H ari A ku B ersajak 48

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    49/68

    KELELAWAR MALAM

    Cari makan halal saja susahnya minta ampun!

    Bagaimana dengan yang haram?

    Ah, sama saja susahnya. Kalau tidak ada kesejahteraan dan

    keadilan.

    Dan dikejar-kejar orang berdasi.

    30 H ari A ku B ersajak 49

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    50/68

    TERKUNGKUNG

    Terkungkung jiwa dan rasaku.

    Menukik aku ke kedalaman alam bawah sadar.

    Namun tak ketemukan secuil pun

    Kebebasan rasa.

    Aku hanya bisa melilitkan kelelahan.

    Pada kedua belah mata.

    Yang kosong dari cahaya kehidupan.

    Bandung, 31 Januari 2007

    .

    30 H ari A ku B ersajak 50

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    51/68

    limbo kehancurankepulan asap bergeroyok tutupi mata sedesa

    nyanyian sumbang teriak warga menyelingi sukma

    duhai hutan belantara, adakah rasa benci

    menghunjam di kedalaman sanubarimu?

    cerah-benderah langit membiru warnanya kedapkan laksa

    rasa dan imaji warga berlari ke masa lalu saat tumbangkan

    pohon berjejer di hutan belantaraduhai langit meluas, pongahkah aku?

    manusia berderai nafsu ngangkangi keagungan alam

    tanda-ayat itu kini menebar tak tergagahi

    merangsek menusuk-nusuki manusia pongah dengan

    ketidakadilan

    temaram malam kian gagapi aku yang malang

    melintang ke arah sumur tua di kabuyutan

    tepi sungai pun tak henti-hentinya aliri kekalutan

    dengan limbo-limbo kehancuran

    Bandung, Maret 2008

    30 H ari A ku B ersajak 51

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    52/68

    Berdetak Kencangduduk di tepi trotoar

    kaki kupanjatkan pada sebilah pedang

    sakit kupaksakan meski derai air mata meluber ke sekujur

    badan

    bus itu maju ke depan, tak ke belakang

    genjring, gitar, dan talu rebana mengiringi nada Sunda

    dari tiga pengamen jalanan lenyapkan duka lara

    cantik, wanita Cicalengka pandangkan matanya

    aku tersipu malu menahan rasa cinta yang datang sekejap

    mata

    belokan jalan itu pun kembali buyarkan sejuta asa

    mengembalikan keterpurukan jiwa yang tak kunjung

    membaik

    garut-bandung, Maret 2008

    30 H ari A ku B ersajak 52

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    53/68

    Alamat kekerasandukamemendungi lelangitan hidupkubaitullahdikampungku gosong terbakar api kebencianraungan titahnya memerindingkan bulu kudukku

    hingga senyap-senyipkan rasa kantuk yang sejak kemarin

    ku tahan erat-kuat agar me-meleki gerakan pedang

    dan serulitmu

    sumbing bibirku tak lenyapkan selaksa kata kebenarantertusuk anak panah yang melesat dari busur

    digenggam angkara murka Arjuna

    yang kerasukan dedemit perusak kedamaian

    gerlik suara cericit burung kematian itu tetap terdengar jelas

    memekak ke dalam gendang telinga yang pecah karena

    kebengisan

    laku-kata yang tak luapkan ke-Mahapengasih-an Tuhan

    alamat kekerasan pula yang kemarin menuliskan

    kampung halaman, tempatku bercengkrama

    dengan berjuta derita

    dalam secarik kertas fatwa kekerasan atas nama Agama!

    Garut-Bandung, Mei 2008

    30 H ari A ku B ersajak 53

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    54/68

    matinya kebenaran

    mata elang itu tertusuk duri pohon salak

    hempasan tubuhnya membuat aku tersentak kaget

    lantas kemudian jejak-menjejaki menuntun langkah

    ketakpastianku yang terus menggerogoti keyakinan

    terbang juga akhirnya kau burung elang

    meski dengan satu mata kebenaran

    yang tak jamak di mata orang banyak

    biar matinya kebenaran menjadi petanda

    bahwa manusia gila akan terus menggilas

    suara sumbang kebenaran

    Bandung, Mei 2008

    30 H ari A ku B ersajak 54

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    55/68

    puncak kearifan

    kerikil-kerikil tajam di sepanjang jalan kenangan

    menuju puncak gunung Manglayang yang tinggi menjulang

    hamparkan semiliar perbedaan di Kota kembang

    laiknya harum bunga di taman firdaus penuh harapan

    untuk terus menggerayangi memukaunya keindahan

    puncak gunung itu ajarkan aku melihat dari angkasa

    atas hamparan kota dipenuhi bangunan yang melalatkerlip cahaya lampu temaram dari arah Barat

    cerahi rasa egoisku atas penyeragaman keberbedaan

    pemahaman

    dan, aku pun menemukan puncak kearifan yang me-luas

    kala menyaksikan putaran Bumi yang diversif dan majemuk

    dari puncak menara Melayang aku terjatuh

    menimpa keindahan yang ragam dan unik

    lalu, aku pun tersedu menangis

    kembali kepada keegoisan yang melekatkan diri

    dengan berjumput laku kekerasan

    bandung, Mei 2008

    30 H ari A ku B ersajak 55

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    56/68

    tentang hitam

    hitam kotoran anjing menempel di baju putihku

    sehitam aspal di jalan raya Soekarno-Hatta

    aku melepuh tak bisa melepasnya dari hehitaman

    yang mencekat

    terus-terusan bagaikan dedakian di punggungku

    yang menghitam

    berlarian membercaki seluruh tubuh dan jiwa

    bajuku pun hanya bisa menundukkan diri

    nerimacatatan ilahi yang digariskan dari lauhmahfudzdosaku kilatannya sedemikian tak terlihat

    hingga de javukerap hantui akibat tak beringat

    akan kental menghitamnya dosaku yang kini mulai legam

    warna hitam dosa menutup diri dari nur aini

    menjadikan aku sebagai manusia berkubang dzulmun aini

    aku bermetamorofsa jadi makhluk wailyang tak bergeming

    kala si cacahmiskin tak bisa makan nasi aking sekalipun

    jiwaku terkurung tubuh kasat

    yang tegak ajek menyombongi Tuhan

    karena matinya cahaya putih bersih bersinar dari jiwa

    terembusi angin kegelapan yang meracaukan kebejatanmoral

    manusiawi di dalam diriku pun warnanya telah

    menghitamkan rasa berbagi dengan sesama

    aku, saat ini sang hitam yang merindukan sang putih

    hidupkan dirinya kembali

    merengkuh kemanusiaan yang seputih

    30 H ari A ku B ersajak 56

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    57/68

    berbening-bening mutiara

    kalau dalam konteks keindonesiaan, hitam adalah

    warna kejahatan.

    Bandung, Mei 2008

    30 H ari A ku B ersajak 57

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    58/68

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    59/68

    Wau qasam

    WallahiSurti,

    Aku tak bisa membiarkan diperbudak berhala duniawi

    WallahiAgami,

    Aku tak bisa menghalangi diri membumikan ajaran suci

    WallahiInsani,

    Rasa kemanusiaanku tak akan pernah mati

    WallahiKhalafi,

    Keberbedaan itu tak mungkin aku caci-maki

    Wallahiyaharfalilahi,

    Huruf nan Agung itu ikatkan diri bersama ilahi Rabbi

    Wauqasamterus bersemayam menukik di hati

    Tak kuat diri melepaskan semangat Ilahi

    bandung, Mei 2008

    30 H ari A ku B ersajak 59

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    60/68

    Sufi pedesaansarung lama lekat di pinggang

    kopiah ladus wadahi kepala

    sorba putih kecoklatan melilit leher berkurap

    tak menghijabnya bermarifat pada Tuhan

    seusai Subuh bergulir, ia pergi ke sawah becek

    memangku cangkul di pundak

    bergontai lewati jalan penuh aral menghadanguntuk menanam urat nadi kehidupan

    bulir-bulir padi itu merekah

    tanda keikhlasan sang sufi mengabdi pada ilahi

    yang tak tertandindi mobil, HP, dan duit bergepok

    dari kekuasaan yang berjabat-jabat

    bandung, Mei 2008

    30 H ari A ku B ersajak 60

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    61/68

    estetika katakata apa yang harus kutuliskan di atas lembaran kertas?

    estetika kata pun tak menyerap dalam tarian jari tanganku

    ah, biar tak kau bilang estetis juga.

    Asal ada semangat kemanusiaan yang coba aku tawarkan.

    Karena itulah estetika kata yang didengungkan penyairulung

    dunia humanitas.

    Bandung, Mei 2008

    30 H ari A ku B ersajak 61

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    62/68

    Sang PemarahMarah rona wajahmu mengguratkan sejibun beban berat

    yang gagahi kehidupan, entah kamu akan terus memeras

    keringat

    hanya untuk menumplekkan kekesalan-kekesalan itu ?

    ataukah hanya mengeram dan memantul dari dalam

    badanmu

    menggigil membendung aliran amarah yang terus

    menggenangi setiap langkah?

    Aku terbata-bata merangkai kata, menerawangi kekikukkan

    serasa dunia menjadi neraka.

    Tutur aku ucapkan buat memaklumimu

    yang tiap hari guratkan amarah

    dan pantulkan kebencian-kebencian.

    Terperanjat aku digubris

    kala aku menelungkupi diri dengan selimut imajinasi

    mendengarmu merintih-rintih kesakitan

    menahan rasa ageungkedigjayaan nafsu-amarah

    yang kian hari kian terpancar kuat dari ilham fujurkamu.

    Sekarang aku menumbuk ketakutan-ketakutan

    kala bertatap wajah denganmu,

    tapi saat ini dirimu telah membaringkan

    tubuh di kursi roda, khusus kaum manula.

    Dan, lagi-lagi aku tatap keriput di wajahmu...,

    tentunya pancarkan kedamaian

    diselingi ketakutan

    30 H ari A ku B ersajak 62

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    63/68

    yang dari dulu kau benamkan

    di alam bawah sadar, hingga akhirnya

    di akhir hayatmu, tatkala malaikat pencabut nyawa

    mendekapmu, dari mulut keringmu pun

    terlontar ucap-kata yang janggal.

    :"Aku sang pemarah yang tak bisa marah lagi

    kala diriku diculik pencabut nyawa melintasi semesta alam

    raya"....!

    03 November 2007

    30 H ari A ku B ersajak 63

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    64/68

    30 Hari Aku BersajakPeluh keringatku pantulkan bau amis.

    Jari-jemari meliuk merangkai kata untuk kuucapkan

    manakala aku bertatap dengan hari

    yang terus saja bergonta-ganti.

    Ku rajut kata-kata ejawantah dari realitas

    tuk ukirkan hati dengan berjuta kata-ucap hikmah.

    Terus dan terus kurangkai kataselama 30 hari tanpa henti

    untuk bersajak indah pada alam, manusia dan Tuhan.

    Kerongkonganku saja mulai mengeluarkan dahak yang

    menggumpal

    tidak pernah aku ambil gelas berisi air

    disamping note bookyang hitam legam dan kelabu.

    Akankah aku ambil gelas dan air pelepas dahaga itu?

    Ah, kupalingkan kembali wajah ini

    pada suatu dahan yang mengering kekeringan

    dan menerbangkan dedaunan, sisakan kelakai-kelakai

    keputusasaan.

    Aku pun mulai kembali merangkai kata

    bersajak selama 30 hari tanpa memejamkan mata.

    Menderaikan nafas hidup yang sedari dulu mulai berkurang

    seiring hari berganti.

    Karena.., aku pun tahu bahwa siapa tahu esok aku kan mati.

    30 H ari A ku B ersajak 64

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    65/68

    04 Oktober 2007

    30 H ari A ku B ersajak 65

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    66/68

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    67/68

  • 8/14/2019 30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan

    68/68

    media massa lokal seperti Pikiran Rakyat, Kompas Jawa

    Barat, SKM Medikom, Galamedia, dan lain-lain.