senayanperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/bab 2.docx · web viewkarakteristik kimia pada media...
TRANSCRIPT
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kentang Hitam
2.1.1 Botani Tanaman Kentang Hitam
Kentang hitam (Solenostemon rotundifolius (Poir) J. K. Morton)
merupakan tanaman dari famili Lamiaceae yang berpotensi tinggi untuk
dikembangkan menjadi salah satu sumber karbohidrat alternatif, terutama
umbinya. Tanaman yang berasal dari Afrika Barat ini juga tersebar di
sepanjang daerah tropis Afrika dan Asia Selatan-Barat, termasuk India, Sri
Lanka, Malaysia dan Indonesia (Nkansah, 2004). Di berbagai negara, kentang
hitam dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda, seperti di India disebut
Koorka, Ghana (Frafra Potato), Sri Lanka (Innala, Ratala), Nigeria (Saluga,
Tumuku, Sudan Potato), Prancis (Madagaskar Potato), Inggris (Zulu Round
Potato), Hausa Potato, Chinese potato, dan Coleus Potato. Klasifikasi ilmiah
untuk kentang hitam adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Solenostemon
Spesies : Solenostemon rotundifolius (Poir) J. K. Morton
Kentang hitam memiliki akar membentuk sistem umbi dengan
perakaran memanjang ke dalam tanah membentuk akar halus dari umbi dan
percabanganya. Akar berasal dari titik mata tunas dan dapat dijadikan sebagai
penyokong alat perkembangbiakan (Rukmana, 1997). Batang kentang hitam
menjalar di permukaan tanah, berwarna hijau sedikit kemerahan, berbentuk
silindris dan berbulu. Batang membentuk sistem percabangan pada setiap
sisinya (Nkansah, 2004). Daun kentang hitam menyerupai daun nilam dengan
5
bagian pinggir daun bergerigi, terdiri dari daun yang merumpun dan menjalar
di atas permukaan tanah, berwarna hijau muda dan sedikit oval (Wienny,
1999). Bunga terdiri dari bunga tunggal yang tumbuh pada setiap
percabangan, berwarna ungu, terdiri dari serbuk sari, dan kepala putik
(Rukmana, 1997). Umbi kentang hitam berukuran kecil, sebesar ibu jari dan
berwarna coklat tua hingga hitam. Morfologi tanaman kentang hitam dapat
dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Salah satu daerah yang membudidayakan kentang hitam di
Indonesia adalah Solo dan Sangian. Morfologi kentang hitam dari kedua
daerah tersebut tidak terlalu berbeda. Hanya saja pada lapisan kulit bagian
dalam dari kentang hitam asal “Sangian” berwarna ungu, sedangkan
lapisan kulit bagian dalam dari kentang hitam asal “Solo” berwarna putih.
Tampilan umbi kentang hitam dari kedua daerah tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 1. Morfologi tanaman kentang hitam. a) daun, b) bunga, c) umbi (dok. Pribadi).
a b
c
6
2.1.2 Syarat Tumbuh
- Iklim
Tanaman kentang hitam dapat tumbuh pada ketinggian 40-1300 m dpl
dan menyukai tanah yang gembur serta berdrainase baik (Suhardi, 2002).
Pertumbuhan tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca.
Tanaman kentang tumbuh baik pada lingkungan dengan suhu rendah, yaitu 15
sampai 20º C, cukup sinar matahari, dan kelembaban udara 80 sampai 90 %
(Sunarjono, 1975). Menurut Silalahi (2009), kentang hitam tumbuh toleran
terhadap suhu panas dan dapat berproduksi dengan baik pada daerah dengan
curah hujan 2500-3300 mm per tahun. Kentang termasuk tanaman yang dapat
tumbuh di daerah tropika dan subtropika, dapat tumbuh pada ketinggian 500
sampai 3000 m dpl dan yang terbaik pada ketinggian 1300 m dpl (Silalahi,
2009).
- Tanah
Kentang hitam tumbuh baik pada tanah mineral masam marjinal.
Karakteristik kimia pada media pertanaman kentang hitam adalah bersifat
masam dengan pH 4.80. Susunan fraksi tanah dengan kandungan pasir
sebesar 21.60%, debu sebesar 47.75%, dan liat sebesar 30.65% dan termasuk
kelas tekstur lempung berliat. Pengolahan tanah sebelum penanaman
memberikan ruang tumbuh yang baik bagi pertumbuhan tanaman dan
perkembangan umbi kentang hitam (Suhardi, 2002). Media yang cocok untuk
budidaya tanaman kentang, yakni media tanah dengan struktur remah,
Gambar 2. Umbi kentang hitam dari aksesi “Solo” (a) dan “Sangian” (b) (Sumber: LIPI, 2009).
a b
7
gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki
lapisan olah yang dalam (Rukmana, 1997).
2.1.3 Kandungan Gizi
Umbi kentang hitam mengandung sampai 20% karbohidrat (terutama
pati) dan sekitar 2% protein. Selain berpotensi sebagai sumber pangan
karbohidrat alternatif, umbi kentang hitam juga berkhasiat untuk mengobati
sakit maag (Silalahi, 2009). Kandungan gizi kentang hitam dapat dilihat lebih
rinci pada Tabel 1.
Kandungan per 100 g Kentang Hitam Kentang Ubi Jalar
Air (%) 64 83 78
Energi (kal) 142 62 88
Karbohidrat (g) 33.7 13.5 20.6
Protein (g) 0.9 2.1 0.4
Lemak (g) 0.4 0.2 0.4
Kalsium (mg) 34 63 30
Fosfor (mg) 75 5.8 10
Besi (mg) 0.2 0.7 0.5
Thiamin (mg) 0.02 0 0.66
Vitamin C (mg) 38 21 36
2.2 Teknik Kultur Jaringan (In Vitro)
Kultur jaringan atau dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture
merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-
bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat
pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya, sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap
Tabel 1. Perbandingan kandungan gizi kentang hitam dengan tanaman kentang dan ubi jalar (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009).
8
(Yusnita, 2003). Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan
tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman (akar, daun, batang, mata
tunas) menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Praktik kultur
jaringan tanaman bermula dari pembuktian sifat totipotensi (total genetic
potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan
informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh jika kondisinya sesuai. Teori tersebut
dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden pada tahun 1838 (Santoso & Nursandi,
2003).
Teknik ini sering kali disebut kultur jaringan atau in vitro, sebagai lawan
dari in vivo. Dikatakan in vitro (bahasa Latin, berarti “di dalam kaca”), karena
jaringan dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau
material tembus pandang lainnya. Kultur in vitro secara teoritis dapat dilakukan
untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan maupun hewan, namun masing-masing
jaringan memerlukan komposisi media tertentu (Dodds dan Roberts, 1995).
Berbeda dengan teknik perbanyakan vegetatif secara konvensional, teknik kultur
jaringan melibatkan pemisahan sejumlah komponen biologis dan tingkat
pengendalian yang tinggi untuk memacu proses regenerasi dan perkembangan
eksplan (Hartman et al, 1990 dalam Zulkarnain, 2009).
Nugroho dan Sugito (2002) menyatakan bahwa beberapa keunggulan dari
bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan, yaitu mempunyai sifat yang identik
dengan induknya, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu
yang singkat, mutu dan kesehatan bibit lebih terjamin, dapat diperbanyak dalam
jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, dan
kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan
konvensional.
2.3 Induksi Poliploidisasi
Keragaman merupakan hal penting dalam pemuliaan karena dapat
ditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan suatu sifat tanaman. Gen-gen
tersebut dapat ditransfer ke tanaman dengan cara konvensional maupun rekayasa
9
genetik. Salah satu teknik pemuliaan untuk perbaikan sifat adalah perakitan
poliploidi. Poliploidi adalah keadaan sel dengan penambahan satu atau lebih
genom dari genom normal 2n=2x. Organisme yang memiliki keadaan demikian
disebut sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk
menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasi. Organisme yang
mempunyai jumlah kromosom dari kelipatan jumlah kromosom dasar (n) disebut
haploid. Bila jumlah kromosom individu bukan merupakan kelipatan n disebut
aneuploid, misalnya 2n+1 atau 2n-1. Jumlah yang lebih kecil daripada kelipatan n
disebut hyperploid, sedang yang lebih besar disebut hypoploid (Poespodarsono,
1998). Tipe poliploid tergantung dari banyaknya set kromosom, seperti triploid
(2n=3x), tetraploid (2n=4x), pentaploid (2n=5x), heksaploid (2n=6x), oktoploid
(2n=8x) dan seterusnya. Dalam kenyataan, organisme dengan satu set kromosom
(haploid=n) juga ditemukan hidup normal di alam, contohnya ganggang hijau-
biru, bakteria, virus, rumput hati, dan lumut (Crowder, 2006).
Menurut Suryo (2007), ada dua kemungkinan terjadinya poliploidi pada
tumbuhan, yaitu:
1. Poliploidi yang terjadi di alam. Dua proses dasar yang tak teratur dapat
ditemukan di alam, sehingga poliploid dapat terjadi dari tanaman diploid,
yaitu :
a. Kelipatan somatis. Sel-sel terkadang mengalami pemisahan yang tak
teratur selama mitosis, sehingga menghasilkan sel-sel meristematis yang
menyebabkan kelipatan jumlah kromosomnya tetap berada dalam generasi
baru dari tanaman tersebut.
b. Sel-sel reproduktif dapat mengalami reduksi yang tak teratur atau
mengalami pembelahan sel yang tak teratur sehingga kromosom-
kromosom tidak memisah secara sempurna ke kutub-kutub sel sewaktu
anafase, sehingga jumlah kromosom dalam gamet menjadi dua kali lipat.
2. Poliploidi yang sengaja dibuat (secara induksi). Digunakan zat-zat kimia
tertentu seperti asenaften, kloralhidrat, sulfanilamid, etil-merkuri-kiorid,
heksaklorosikloheksan, kolkhisin, dan oryzalin.
10
Tanaman poliploid biasanya mempunyai jumlah kromosom lebih banyak
daripada tanaman diploid, maka tanaman akan terlihat lebih kekar, bagian-bagian
tanaman menjadi lebih besar (akar, batang, daun, bunga, buah), sel epidermis dan
inti sel lebih besar, buluh-buluh pengangkut mempunyai diameter lebih besar,
begitu pula dengan ukuran stomatanya (Suryo, 2007).
Hasil penelitian awal pemuliaan tanaman menunjukkan bahwa diantara
taraf ploidi yang berbeda, didapatkan bahwa tiap spesies mempunyai taraf ploidi
optimum tertentu. Contoh pada bit gula dimana jumlah ploidi optimumnya adalah
tetraploid. Penelitian Hetharie (2000) menunjukkan bahwa taraf ploidi optimum
pada hibrida somatik kentang dari tetua Solanum tuberosum adalah 4x.
Penambahan jumlah kromosom yang melebihi jumlah optimum tersebut akan
menyebabkan gangguan fisiologi ke arah negatif (Karmana, 1989).
2.4 Senyawa Oryzalin
Manipulasi ploidi kromosom dapat dilakukan dengan menggunakan
senyawa kimia oryzalin (3,5-dinitro-N4, N4-dipropylsulfanilamide), yaitu suatu
herbisida untuk mengendalikan gulma rumput dan tanaman berdaun lebar (Hall et
al. 2005). Penggunaan oryzalin pada makhluk hidup khususnya pada tanaman
dapat menghalangi pembentukan benang spindel pada waktu mitosis hingga sel-
sel baru yang terbentuk jumlah kromosomnya berlipat ganda (Strachan & Hess
1983; Van Duren et al. 1996).
Oryzalin lebih efektif sebagai agen untuk menggandakan kromosom
dibanding amiprophos-methyl (APM) atau kolkisin (Ramulu et al, 1991).
Menurut Pintos (2007), penggunaan oryzalin untuk menghasilkan double haploid
Gambar 3. Struktur kimia oryzalin (Cox, 2001).
11
pada Quercus suber L. melalui kultur anter hasilnya lebih efektif dalam
penggandaan kromosom daripada APM dan kolkisin. Oryzalin dapat menginduksi
tingkat ploidi kromosom dan memperluas variasi genetik tanaman. Peningkatan
jumlah kromosom biasanya berhubungan dengan peningkatan stomata, umbi, dan
kandungan patinya. Perlakuan oryzalin telah dipakai untuk mendapatkan tanaman
tetraploid pada kentang (Ramulu et al., 1991; Chauvin et al., 2003; Barandalla et
al., 2006) pisang (Van Duren et al., 1996), singkong (Awoleye et al., 1994),
Rhododendron (Vainola, 2000), Miscanthus sinensis (Petersen et al., 2003),
Alocasia sp. (Thao et al., 2003), mawar (Kermani et al., 2003; Khosravi et al.,
2007; Allum et al., 2007), bawang merah (Suminah et al., 2002; Grzebelus and
Adamus, 2004), Spathiphyllum wallisii (Stanys et al., 2006), Ranunculus
(Dhooghe et al., 2009), yacon (Viehmannova et al., 2009), jeruk (Aleza et al.,
2009) dan lain-lain. Satu studi menemukan bahwa oryzalin dan trifluralin baik
menghambat pertumbuhan spesies tertentu dari mikoriza fungi.
2.5 Mitosis dan Siklus Sel
Mitosis adalah suatu proses pembelahan inti sel somatik yang
menghasilkan dua sel anak yang identik. Pada tanaman biasanya terjadi selama 30
menit sampai beberapa jam yang berlangsung secara terus-menerus (Crowder,
2006). Kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan sel ke pembelahan berikutnya
disebut siklus sel atau daur sel. Siklus sel mencakup dua fase yaitu, interfase dan
fase mitosis atau fase pembelahan. Interfase terdiri dari tiga tahapan yaitu,
pertama tahap G1 terjadi aktivitas biosintesa yang tinggi, kedua tahap S, yaitu
merupakan tahap replikasi dan transkripsi DNA, ketiga tahap G2, merupakan
tahap persiapan diri sel untuk membelah. Fase mitosis terdiri dari karyokinesis
(pembelahan nukleus) dan sitokinesis (pembelahan sitoplasma). Siklus sel dapat
digambarkan seperti diagram di bawah ini.
12
- Interfase
Merupakan sebuah jeda atau fase istirahat panjang antara satu mitosis
dengan mitosis yang lain, jeda tersebut termasuk fase G1, S, G2.
- Fase S (Sintesis)
Merupakan tahap terjadinya replikasi DNA. Pada umumnya, sel tubuh
manusia membutuhkan waktu sekitar 8 jam untuk menyelesaikan tahap ini. Hasil
replikasi kromosom yang telah utuh, segera dipilah bersama dengan dua nuclei
masing-masing guna proses mitosis pada fase M.
- Fase M (Mitosis)
Interval waktu fase M kurang lebih 1 jam. Pada mitosis, sel membelah
dirinya membentuk dua sel anak yang terpisah. Fase mitosis terdiri dari profase,
prometafase, metaphase, anaphase dan telofase. Tahapan pembelahan inti ini
masing-masing tidak sama waktunya. Metafse merupakan tahapan mitosis yang
paling panjang dan paling mudah diganggu. Sehingga pengamatan kromosom
sering dilakukan pada tahap metaphase.
- Fase G (Gap)
Fase G yang terdiri dari G1 dan G2 adalah fase sintesis zat yang diperlukan
pada fase berikutnya. Pada sel mamalia, interval fase G2 sekitar 2 jam, sedangkan
interval fase G1 sangat bervariasi antara 6 jam hingga beberapa hari. Sel yang
Gambar 4. Diagram fase siklus sel (Furler, 2011).
13
berada pada fase G1 terlalu lama, dikatakan berada pada fase G0 atau “quiescent”.
Pada fase ini, sel tetap menjalankan fungsi metabolisnya dengan aktif, tetapi tidak
lagi melakukan proliferasi secara aktif. Sebuah sel yang berada pada fase G0 dapat
memasuki siklus sel kembali, atau tetap pada fase tersebut hingga terjadi
apoptosis.
2.6 Flow Cytometer
Flow cytometer merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
menganalisis jenis-jenis sel/kromosom yang terdapat pada suatu populasi sel.
Mekanisme kerjanya adalah dengan 3-5 optikal channel (sebagai parameter) yang
memiliki tiga sinar laser yang berbeda-beda. Flow cytometer memiliki software
yang dapat digunakan secara otomatis untuk pemakaian rutin dan fleksibel. Flow
cytometer dihubungkan ke layar komputer melalui software yang bernama
flomax. Aplikasi flow cytometer dapat digunakan untuk kegiatan penelitian,
seperti analisis sel darah, monitoring HIV, perhitungan leukosit, analisis
mikroorganisme, analisis terhadap fase-fase daur sel dan lain-lain. Penggunaan
flow cytometer lebih banyak digunakan untuk analisis tingkatan ploidi pada
pemuliaan tanaman seperti, uji stabilitas level ploidi, deteksi tanaman aneuploidi,
produksi tanaman haploid dan diploid dari anter dan ovari. Data flow cytometer
dianalisis dengan program cell quest untuk melihat distribusi sel pada fase-fase
daur sel sub G1 (apoptosis), S, G2/M, dan sel yang mengalami poliploidi.
Penghambatan daur sel yang terjadi dapat diketahui dengan membandingkan
antara efek perlakuan larutan uji dengan kontrol (Anonym, 2010).
Menurut Thao (2002), penggunaan flow cytometer dalam menganalisis
tingkat ploidi suatu tanaman telah terbukti lebih akurat dan cepat daripada metode
konvensional, seperti penghitungan kromosom atau pengukuran stomata.