21 penggadaian syar'ah.docx

49
BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG “ Mengatasi masalah tanpa masalah ”, pernahkah anda mendengar kalimat itu? Kalimat tersebut adalah motto dari pegadaian. Tentu anda sudah sering mendengar istilah pegadaian. Namun yang sering kita jumpai ialah pegadaian konvensional yang masih bercampur dengan unsur riba didalamnya. Tapi sekarang sudah ada pegadaian yang berasaskan islam yang berusaha menghilangkan unsur riba dalam operasionalnya yang disebut dengan pegadaian syariah. Saya sebagai penulis mencoba menyajikan pengertian tentang pegadaian syariah serta bagaimana sistem pengoperasiannya. B.RUMUSAN MASALAH 1. Apakah pengertian dari pegadaian syariah? 2. Apakah visi pegadaian syariah? 3. Apa saja rukun sahnya proses gadai? C.TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui pengertian pegadaian syariah. 2. Untuk mengetahui visi pegadaian syariah. 3. Untuk mengetahui rukun sahnya proses gadai.

Upload: lathifa-yuni-wulandari

Post on 28-Sep-2015

15 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG Mengatasi masalah tanpa masalah , pernahkah anda mendengar kalimat itu? Kalimat tersebut adalah motto dari pegadaian. Tentu anda sudah sering mendengar istilah pegadaian. Namun yang sering kita jumpai ialah pegadaian konvensional yang masih bercampur dengan unsur riba didalamnya. Tapi sekarang sudah ada pegadaian yang berasaskan islam yang berusaha menghilangkan unsur riba dalam operasionalnya yang disebut dengan pegadaian syariah.Saya sebagai penulis mencoba menyajikan pengertian tentang pegadaian syariah serta bagaimana sistem pengoperasiannya.

B.RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian dari pegadaian syariah?

2. Apakah visi pegadaian syariah?

3. Apa saja rukun sahnya proses gadai?

C.TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pengertian pegadaian syariah.

2. Untuk mengetahui visi pegadaian syariah.

3. Untuk mengetahui rukun sahnya proses gadai.

BAB IIPEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEGADAIAN SYARIAH

Pegadaian ialah perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Atau juga akad atau perjanjian utang piutang dengan menjadikan harta sebagai kepercayaan atau penguat utang dan yang memberi pinjaman berhak menjual barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya. Sedangkan pegadaian syariah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syariah.Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.

B. TUJUAN PENDIRIAN PEGADAIAN SYARIAH

Pada saat pendirian syaraih oleh Bank Muamalat Indonesia dan Perum Pegadaian melalui program musyarakah ditetapka visi dan misi dari pegadaian syariah yang akan didirikan, yang keduanya mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah. Visi pegadaian syariah adalah menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka di Indonesia. Sedangkan misinya ada tiga:a.Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin melakukan transaksi ang halal.b.Memberikan superior return bagi investorc.Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan.Jadi tujuan pendirian pegadaian syariah meliputi seluruh stakeholder yang berkaitan dengan usaha layanan pegadaian yaitu masyarakat, investor, dan karyawan. Mengenai rukun dan sahnya akad gadai dijelaskan oleh Pasaribu dan Lubis sebagai berikut :1.Adanya lafaz, yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai. (Ijab Qabul / sighot) Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.

2. Adanya pemberi dan penerima gadai. (Aqid) Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai yaitu rahin (pemberi gadai) dan murthahin (penenima gadai) adalah Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

3. Adanya barang yang digadaikan. (Marhun)Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengasaan penerima gadai. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh rahin (pemberi gadai) adalah:a. Dapat diserah terimakanb. Bermanfaatc. Milik rabin (orang yang menggadaikan)d. Jelase. Tidak bersatu dengan harta lainf. Dikuasai oleh rahing. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan.

Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam buku Minhajul Muslim menyatakan bahwa barang-barang yang tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman dan buah-buahan dipohonnya yang belum masak. Karena penjualan tanaman dan buahbuahan dipohonnya yang belum masak tersebut haram, namun untuk dijadikan barang gadai hal ini diperbolehkan, karena didalamnya tidak memuat unsur gharar bagi murthahin. Dinyatakan tidak mengandung unsur gharar karena piutang murthahin tetap ada kendati tanaman dan buah-buahan yang digadaikan kepadanya mengalami kerusakan.

4. Adanya utang/ hutang. Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba. Menurut ulama Hanafiyah dan Syafiiyah syarat utang yang dapat dijadikan alas gadai adalah:a. Berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan;b. Utang harus lazim pada waktu akad;c. Utang harus jelas rahin dan murtahin dan diketahui oleh.

Jika ada perselisihan mengenai besarnya hutang antara rahin dan murthahin, maka ucapan yang diterima ialah ucapan rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika murthahin bisa mendatangkan barang bukti. Tetapi jika yang diperselisihkan adalah mengenai marhun, maka ucapan yang diterima adalah ucapan murthahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika rahin bisa mendatangkan barang bukti yang menguatkan dakwaannya, karena. Rasulullah SAW bersabda: barang bukti dimintakan dari orang yang mengklaim dan sum pah dimintakan dan orang yang tidak mengaku. (Diriwayatkan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik). Jika murthahin mengklaim telah mengembalikan rahn dan rahin tidak mengakuinya, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika murthahin bisa mendatangkan barang bukti yang menguatkan klaimnya. Madzhab Maliki berpendapat bahwa gadai wajib dengan akad, setelah akad orang yang menggadaikan (rahin) dipaksakan untuk menyerahkan barang untuk dipegang oleh yang memegang gadaian (murtahin). Sedangkan menurut Al-Jazairi marbun boleh dititipkan kepada orang yang bisa dipercaya selain murthahin sebab yang terpenting dan marhun tersebut dapat dijaga dan itu bisa dilakukan oleh orang yang bisa dipercaya.

C. OPERASIONALISASI PEGADAIAN SYARIAH

Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat. Di samping beberapa kemiripandari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut. Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :Quran Surat Al Baqarah : 283

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Hadist

Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan MuslimDari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR AsySyafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah

Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai. Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali MuslimdanNasai-Bukhari.

Ijtihad Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa disyariatkan pada waktu tidak berpergian maupun pada waktu berpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadis tentang orang Yahudi tersebut di Madinah Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181) Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:

A. Ketentuan Umum :1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.5. Penjualanmarhun, apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

B. Ketentuan Penutup1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

C. Teknik Transaksi Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu.1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.2. Akad Ijaroh. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akadrukun dari akad transaksi tersebut meliputi :a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin). b. Sighat ( ijab qabul) c. Harta yang dirahnkan (marhun) d. Pinjaman (marhun bih)

Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :

1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu. 3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang. Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pegadaian ialah perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Sedangkan pegadaian syariah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syariah.

2. a. Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin melakukan transaksi yang halal.b. Memberikan superior return bagi investorc. Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan.

3.a. Adanya lafaz b. Adanya pemberi dan penerima gadai. (Aqid)c. Adanya barang yang digadaikan. (Marhun)d. Adanya utang/ hutang.

B. SARAN

Seharusnya kita sebagai seorang muslim harus sudah memulai melepaskan diri dari segala macam belenggu riba. Salah satunya yaitu bila kita ingin menggadaikan suatu barang hendaknya digadaikan di pegadaian syariah. Selanjutnya saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran kepada para pembaca yang bersifat membangun demi kebaikan makalah ini kedepannya, terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

http://bukanisapanjempol.blogspot.com/2011/06/pegadaian-syariah-dan-pegadaian.html#ixzz2MlFzOuB1

al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181

http://pegadaianislam.blogspot.com/2012/05/pegadaian-dalam-islam.html

Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet Ke 3, Yogyakarta: Adipura, 2004

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, disinilah manusia sebagai makhluk social. ratusan tahun sistem ekonomi didunia didominasi oleh sitem bunga hampir setiap perjanjian menggunakan sitem bunga. Sangat banyak lembaga keuangan syariah dalam mengatur keuangan masyarakat, yang salah satunya adalah Pengadaian Syariah. Yang tidak semata-mata juga turut serta dalam membantu kegitan ekonomi umat.Pegadaian syariah juga dapat membantu masalah ekonomi dinegara indonesia. dengan sistem pegadaian syariah secara cepat dan berjangka pendek. Dan pegadaian syariah juga memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang menjadi jaminan.

B. Rumusan MasalahUntuk mengetahui tentang :1. Apa itu penggadaian syariah ?2. Kapan dan mengapa lahirnya penggadaian syariah ?3. Bagaimana sistem operasional penggadaian syariah ?4. Apa yang menjadi landasan konsep Rahn ?5. Bagaimana tekhnik transaksi Rahn ?6. Apa saja yang menjadi barang jaminan dalam penggadaian syariah?7. Apa risiko dan manfaat dalam menerapkan sistem penggadaian syariah ?BAB IIPEMBAHASAN1. PENGERTIAN PEGADAIAN SYARIAHDalam UU Perdata pasal 1150 gadai merupakan suatu hak yang diperoleh dari seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak dan memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, kecuali biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan dan biaya-biaya mana harus didahulukan. Dalam pegadaian syariah atau rahn terdapat beberapa istilah, jadi orang yang menyerahkan barang gadai disebut rahin, orang yang menerima barang gadai disebut murtahin, dan barang yang digadaikan yaitu marhun.[footnoteRef:2][1] [2: [1] Buchari Alma, manajemen bisnis syariah, cet 1 (bandung: Alfabeta, 2009) hlm. 30]

Pegadaian syariah atau Rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. (Sayyid Sabiq, fiqhus Sunnah, 169)Rahn merupakan suatu sistem menjamin utang dengan barang yang kita miliki di mana uang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya. Rahn juga bisa diartikan menahan salah satu harta benda milik si penjamin sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang dijamin tersebut memiliki nilai ekonomis dan pihak yang menahan itu memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.Rahn juga yaitu perjanjian penyerahan barang atau harta Anda sebagai jaminan berdasarkan hukum gadai berupa emas, perhiasan, kendaraan, atau barang bergerak lainnya yang terbentuknya Pegadaian syariah di Indonesia, yaitu yang bekerjasama dengan Perum Pegadaian yang membentuk Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) [footnoteRef:3][2]. [3: [2] Ahmad Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah, cet1 (jakarta: Zikrul hakim, 2004)hlm. 188 ]

2. LAHIRNYA PEGADAIAN SYARIAHBerdiri pada bulan Januari 2003 tempatnya di Jakarta dengan Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) Cabang Dewi Sartika. Kemudian berlanjut dikota-kota lainnya seperti Surabaya, Semarang, Makasar, Surakarta, dan Yogyakarta pada tahun 2003 hingga September 2003. Masih pada tahun yang sama pula empat kantor cabang penggadaian di Aceh menjadi pegadaian syariah.Badan lembaga ini bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak moneter baik dalam negeri maupun internasional. Badan ini telah disesuaikan agar tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku di dalamnya dan akan memperkaya khasanah lembaga keuangan Indonesia.[footnoteRef:4][3] [4: [3] Op.cit hlm.31 ]

Operasionalisme pengadaian pra fatwa MUI tanggal 16 desember 2003 tentang bunga bank telah sesuai dengan konsep syariah. Adapun beberapa pihak yang menepis anggapan itu. Setelah melalui beberapa kajian yang cukup panjang, akhirnya disusunlah sebuah konsep pendirian Unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal adanya devisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah. Sebuah konsep ini mengacu pada sistem administrasi modern, yaitu asas rasionalitas, efisiensi dan efektivitas yang diselaraskan dengan nilai Islam dan yang mempunyai bisnis mandiri ynag secara struktural terpisah pengolahannya dari usaha gadai konvensional. Penggadaian syariah mempunyai fungsi dalam beroperasi yaitu yang dijalankan oleh kantor-kantor cabang pegadaian syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit sebuah organisasi dibawah pembinaan divisi usaha lain perum pegadaian.

3. OPERASIONAL PEGADAIAN SYARIAHSistem implementasi pegadaian syariah hampir sama dengan pegadaian konvensional yaitu pegadaian syariah menyalurkan uang pinjaman dengan barang jaminan barang bergerak. Prosedurnya juga sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukan buku identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan lalu uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebihnya 15 menit). Sedangkan untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang singkat.

4. LANDASAN KONSEP RAHN Seperti yang kita ketahui, pegadaian syariah pasti mengacu kepada Al-Qur`an dan Hadits. Adapu landasannya dalam Al-Qur`an sebagaimana firman Allah :jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu meninaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikan, sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah:238)Adapun dalam Hadits, Aisyah Ra berkata Rasullulah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah saw bersabda :apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Apabila ternak itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Kepada orang yang naik dan minum, ia harus mengelurkan biaya perawatannya.(HR.Jamaah, kecuali Muslim dan an-Nasa`i)Dalam pandangan dan landasan para ulama, mereka sepakat memperbolehkan akad rahn (az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985)Dan landasan ini diperkuat dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :4.1 Ketentuan Umum Rahn1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin.3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapaat juga dilakukan murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasrkan jumlah pinjaman.5. Penjualan marhun: Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa / dieksekusi. Hasil penjualan marhun dugunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahn.4.2 Hukum Rahn Di antara hukum-hukum adalah sebagai berikut :a. Rahn (barang gadai) harus berada ditangan murtahin dan bukan ditangan rahin.b. Barang-barang yang tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman dan buah-buahan dipohon yang belum masak karena penjualan kedua barang tersebut haram, diperbolehkan digadaikan.c. Jika jatuh tempo gadai telah habis, maka murtahin meminta rahin melunasi utangnya.d. Rahn adalah amanah ditangan murtahin.e. Rahn boleh dititipkan kepada orang yang bisa dipercayai selain murtahin, sebab yang terpenting dari rahn adalah panjangan, dan itu biasa dilakukan oleh orang yang biasa dipercaya.f. Jika rahin mensyaratkan rahn tidak dijual ketika utang telah jatuh tempo, maka rahn menjadi batal.g. Jika rahin bertengkar dengan murtahin mengenai besarnya utang, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan sumpah, kecuali jika murtahin bisa mendatangkan barang bukti.h. Jika murtahin mengklaim teah mengembalikan rahn dan rahin tidak mengakuinya, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan sumpah kecuali jika murtahin dapat mendatangkan barang bukti yang menguatkan klaimnya.i. Murtahin berhak menaiki rahn yang bisa dinaiki dan memerah rahn yang bisa diperah sesuai denga besarnya biaya yang dikeluarkan untuk rahn tersebut.j. Hasil rahn seperti anak dari rahn (jika rahn berbentuh hewan), panen (berbentuk tanaman), dan lain sebagainya menjadi milik rahin.k. Jika murtahin mengeluarkan biaya untuk rahn tanpa meminta izin kepada rahin, maka ia tidak boleh meminta rahin mengganti biaya yang telah dikeluarkannya untuk rahn tersebut.l. Jika rumah yang digadaikan mengalami kerusakan, kemudian murtahin memperbaikinya tanpa seizin rahin, maka tidak apa-apa jika ia meminta penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk perbaikan rumah tersebut, kecuali jika rahn berupa alat seperti kayu dan bata tidak bisa dicabut, maka ia boleh meminta oenggantian kepada rahin.m. Jika rahin meninggal dunia atau bangkrut, maka murtahin lebih berhak atas rahn daripada semua kreditur.4.3 Ketentuan Penutup Rahn1. Jika salah satu pihak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannnya dilakukan melalui Badan Arbutrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

5. TEKNIK TRANSAKSI RAHNSesuai dengan landasan di atas, pada dasarnya pegadaian syariah juga berjalan di atas dua akad transaksi syariah, yaitu :1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil tentukan kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Maka, dengan akad ini pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas uang nasabah.Rukun Al-rahn : orang yang mengadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin) Barang yang digadaikan (marhun) dan utang (marhun bih) Ijab kabul/serah terima.

Ketentuan Syariah, yaitu : Pelaku, harus cakap hukum dan baligh Objek yang digadaikan (marhun)a. Barang gadai (marhun)a. Dapat dijual dan nilainya seimbangb. Harus bernilai dan dapat dimanfaatkanc. Harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifikd. Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)b. Utang (marhun bih), nilai utang harus jelas demikian juga jatuh temponya Ijab kabul, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secra verbal,tertulis,melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.[footnoteRef:5][4] [5: [4] Sri nurhayati, Akuntansi Syariah (Jakarta: Salemba empat,2011) hlm. 268 ]

2. Akad Ijarah. Ialah akad pemindahan hak guna atas barang dan atas jasa melaui pembayaran upah sewa tanpa diikutu dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi : Orang yang berakad: yang berutang (rahin) dan yang berpiutang (murtahin), Sighat (ijab qabul), Harta yang di-Rahn-kan (marhun), Pinjaman (marhun bih).Adapun mekanisme operasional pegadaian syariah gambarannya sebagai berikut : melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan serta merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh penggadaian. Dan pegadaian syariah dibenarkan untuk mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Maka, penggadaian syariah akan memperoleh keuntungan dari bea sewa tempat yang dipungut dan bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga, disini dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai lipstick yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.Ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :1) Akad . akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan yang dapat dimanfaatkan tanpa batas.2) Marhun bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang di-rahn-kan tersebut serta pinjama itu jelas dan tertentu.3) Marhun (barang yang di-rahn-kan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.4) Jumlah maksimin dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahn-kan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.5) Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya, asuransi, biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.Kita dapat memperoleh layanan dari penggadaian syariah, masyarakat cukup hanya menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan tanda pengenal. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Penggadaian dan maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.Setelah selesai tahapan diatas, pegadaian syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :a. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan.b. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp.90 (sembilan puluh rupiah) dari keliatan taksiran Rp 10.000 per 10 hari yang di bayar bersamaan pada saat melunasi pinjmain.c. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh penggadaian pada saat pencaraian uang pinjaman.Dalam hal ini, nasabah diberikan kelonggaran untuk : Melakukan penebusan barang/pelunasan pinjamin kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan. Mengangsur uang pinjamin dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah beaadministrasi. Hanya membayar jasa simpanannya terlebih dahulu jika pada satu jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.Hak dan Kewajiban pihak Penerima Gadai :1. Hak Murtahin ( Penerima Gadai )a. Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.b. Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.c. Selama pinjaman belun dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).2. Kewajiban Penerima Gadaia. Penerima gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya barang gadainya yang diakibatkan oleh kelalaiannya.b. Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.c. Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai.3. Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)a. Hak pemberi gadai : Pemberi gadai berhak mendapatkan barang gadainya kembali setelah ia mampu melunasi semua pinjamannya. Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi dan kerusakan dan jika hilangnya barang gadai, apabila itu disebabkan akibat kelalaian gadai. Pemberi gadai berhak menerima sisa dari hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.b. Kewajiban pemberi gadai : Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimannya dalam waktu yang telah ditentukan. Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam waktu yang telah ditentuka pemberi gadai tidak dapat melunasinya.[footnoteRef:6][5] [6: [5] Op.cit hlm. 33-34]

6. BARANG JAMINANSemakin besar nilai taksiran barang, semakin besar pula pinjaman yang akan diperoleh. Adapun jenis-jenis barang berharga yang dapat diterima dan dijadikan jaminan pegadaian syariah adalah sebagai berikut :a. Barang-barang atau benda perhiasan, antara lain: emas, perak, intan, berlian, mutiara, platina dan jam.b. Barang-barang berupa kendaraan seperti mobil (termasuk bajaj dan bemo), sepeda motor dan sepeda biasa (termasuk becak).c. Barang-barang elektronik, antara lain : telivisi, radio, radio tape, video, komputer, kulkas, tutsel dan mesin tik.d. Mesin-mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.e. Barang-barang keperluan rumah tangga seperti : Barang tekstil, berupa pakaian, permadani atau kain batik. Barang pecah belah dengan catatan bahwa semua barang yang dijaminkan harus dalam kondis baik (masih mempunyai nilai jual). Dalam hal ini penting untuk penggadaian syariah, mengingat kan nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya maka barang jaminan akan dilelang sebagai penggantinya.[footnoteRef:7][6] [7: [6] Op.cit hlm 198-199]

7. RISIKO ar-RahnAdapun risiko dalam rahn yang mungkin ada dan diterapkan sebagai produk adalah :a. Risiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi).b. Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.

8. MANFAAT ar-RahnBank yang menerapkan prinsip ar-rahn dapat mengambil manfaatnya :a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan banj tersebut.b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak kan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme penggadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dalam dana terutama didaerah-daerah.[footnoteRef:8][7] [8: [7] Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik,cet 1(jakarta: Gema Insani Press, 2001) hlm. 130-131]

KESIMPULAN

Pegadaian adalah lembaga yang mendasarkan diri pada hukum gadai. Dalam menjalankan usahanya. Pegadaian syariah atau Pegadaian Islam adalah suatu sistem pergadaian yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam.Dan memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang dipegang oleh bank.Barang yang digunakan sebagai jaminan utang atau gadai dalam proses pegadaian adalah barang yang memiliki nilai ekonomis.resiko yang didapatkan dalam proses pegadaian adalah penurunan nilai aset yang ditahan atau rusaknya barang yang digadaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah, Zikrul Hakim, jakarta, 2004.Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, Alfabeta, bandung, 2009.Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, jakarta, 2001.Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah, Salemba Empat, Jakarta, 2011.

PENDAHULUANPerbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan menggunakan kata Islamic tidak dapat dilepasksan dari asal-usul system perbankan syariah itu sendiri. Bank Syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan. Muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan gharar (ketidak jelasan).Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam makalah ini, akan dikembangkan dengan maksud mampu memberikan penjelasan mengenai pengertian bank syariah, peranan bank syariah dan perkembangan bank syariah di Indonesia.BAB IIPEMBAHASAN PENGERTIAN, PERANAN DAN PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIAA. PENGERTIAN BANK SYARIAHBank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Atau dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang mengoperasianya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu bank islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam . Bank Islam adalah:1. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam2. Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadis.Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu dikaitkan dengan masalah uang yang merupakan alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama. Kegiatan dan usaha bank akan selalu terkait dengan komoditas, antara lain:1. Memindahkan uang2. Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening Koran3. Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya4. Membeli dan menjual surat-surat berharga5. Membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang6. Memberi jaminan bank [Untuk menghindari pengoperasian bank dengan system bunga, Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah Islam. Dengan kata lain, Bank Syariah lahir sebagai salash satu solusi alternative terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapat jawaban dengan lahirnya bank Islam. Bank Islam lahir di Indonesia, yang gencarnya pada sekitar tahun 90-an atau tepatnya setelah undang-undang No. 7 tahun 1992, yang direvisi dengan Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998, dalam bentuk sebuah bank beroperasinya dengan system bagi hasil atau bank Syariah .Kaitan antara bank dengan uang dalam suatu unit bisnis adalah penting, namun di dalam pelaksanaanya harus menghilangkan adanya ketidak adilan, ketidak jujuran dan penghisapan dari satu pihak ke pihak lain (bank dengan nasabahnya) . Kedudukan bank Islam dengan hubungan dengan kliennya adalah sebagai mitra investor dan pedagang, sedangkan dalam hal bank pada umumnya, hubungannya adalah sebagai kreditur atau debitur. Sehubungan dengan jalinan investor dan pedagang tersebut, maka dalam menjalankan pekerjaanya, bank Islam menggunakan berbagai teknik dan metode investasi seperti kontrak Mudharabah . Disamping itu, bank Islam juga terlibat dalam kontrak Murabahah. Mekanisme perbankan Islam yang berdasarkan prinsip mitra usaha, adalah bebas bunga. Oleh karena itu, soal membayarkan bunga kepada para depositor atau pembebanan suatu bunga dari para klien tidak timbul.B. PERANAN BANK SYARIAHSistem lembaga keuangan, atau yang lebih khusus lagi disebut sebagai aturan yang menyangkut aspek keuangan dalam system mekanisme keuangan suatu Negara, telah menjadi instrument penting dalam memperlancar jalannya pembangunan bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu saja menuntut adanya system baku yang mengatur dalam kegiatan kehidupannya. Termasuk diantaranya kegiatan keuangan yang dijalankan oleh setiap umat. Hal ini berarti bahwa system baku termasuk dalam bidang ekonomi. Namun, di dalam perjalanan hidup umat manusia, kini telah terbelenggu dalam system perekonomian yang bersifat sekuler.Keberadaan perbankan Islam di tanah air telah mendapatkan pijakan kokoh setelah lahirnya Undang-undang Perbankan No 7 tahun 1992 yang direvisi melalui Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, yang dengan tegas mengakui keberadaan dan berfungsinya bank bagi hasil atau bank Islam. Dengan demikian, bank ini adalah yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil. Bagi hasil adalah prinsip muamalah berdasarkan syariah dalam melakukan kegiatan usaha bank. Berbicara tentang peranan sesuatu, tidak dapat dipisahkan dengan fungsi dan kedudukan sesuatu itu. Diantara peranan bank islam adalah sebagai berikut:1. Memurnikan operasional perbankan syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat2. Meningkatkan kesadaran syariah umat Islam sehingga dapat memperluas segmen dan pangsa pasar perbankan syariah3. Menjalin kerja sama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama, khususnya di Indonesia, sangat dominan bagi kehidupan umat Islam. Adanya bank Islam diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank islam. Melalui pembiayaan ini bank islam dapat menjadi mitra dengan nasabah, sehingga hubungan bank Islam dengan nasabah tidak lagi sebagai kreditur dan debitur saja tetapi menjadi hubungan kemitraan.Secara khusus, peranan bank syariah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut:1. Menjadi perekat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat menjadi fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Disamping itu, bank syariah perlu mencontoh keberhasilan Sarekat Dagang Islam, kemudian ditarik keberhasilannya untuk masa kini (Nasionalis, demokratis, religious, dan ekonomis).2. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Artinya, pengelolaan bank syariah harus di dasarkan pada visi ekonomi kerakyatan, dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.3. Memberikan return yang lebih baik. Artinya investasi di bank syariah tidak memberikan janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang diberikan kepada investor. Oleh karena itu, bank syariah harus mampu memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional.4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank syariah mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat. Dengan demikian, spekulasi dapat ditekan.5. Mendorong pemerataan pendapatan. Artinya, bank syariah bukan hanya mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat mengumpulkan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS). Dana ZIS dapat disalurkan melalui pembiayaan Qordul Hasan sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya terjadi pemerataan ekonomi.6. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. Artinya, adanya produk al-mudharabah al-muqayyadah, berarti terjadi kebebasan bank untuk melakukan investasi atas dana yang diserahkan oleh investor, maka bank syariah sebagai financial arranger, bank memperoleh komisi atau bagi hasil, bukan karena spread bunga.7. Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank.8. Salah satu sebab terjadinya krisis adalah adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) .Bank syariah karena sifatnya sebagai bank berdasarkan prinsip syariah wajib memposisikan uswah hasanah dalam implementasi moral dan etika bisnis yang benar atau melaksanakan etika dan moral agama dalam aktivitas ekonomi.C. PENGEMBANGAN BANK SYARIAH DI TANAH AIRDidalam Islam, uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan maksud melenyapkan ketidak adilan, ketidak jujuran, dan penghisapan dalam ekonomi tukar-menukar. Sebagai alat tukar-menukar, peranan uang sangat dibenarkan, namnun apabila dikaitkan dengan persoalan ketidak adilaln, di dalam ekonomi tukar menukar uang digolongkan sebagai riba al-fadl . Oleh karena itu dalam islam, uang sendiri tidak menghasilkan suatu apapun. Dengan demikian, bunga (riba) pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan dilarang (apabila memberatkan atau eksploitasi).Menurut Mudrajad dan Suharjono (2002) mengatakan bahwa deregulasi financial yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini agaknya sejalan dengan deregulasi financial yang juga terjadi di Negara-negara Asia. Persamaanya terlihat pada tiga dimensi deregulasi yang terpisah, namun berkaitan erat, yaitu deregulasi harga (terutama deregulasi suku bunga), deregulasi produk (ragam jasa yang ditarwarkan), dan deregulasi spasial (kelonggaran pembukaan cabang atau hambatan memasuki pasar). Diakui apa tidak bahwa deregulasi financial di Indonesia telah memberikan iklim bagi tumbuh dan kembangnya bank syariah di Indonesia. Pada tahun 1991 telah berdiri dua bank syariah yaitu BPR Syariah Dana Mardhotillah, BPR Syariah Berkah Amal Sejahtera, keduanya berada di Bandung.Pada tahun 1992, diundangkannya UU Perbankan Nomor 7 tahun 1992, yang isinya tentang bank bagi hasil. Saat itu pula berdiri Bank Muamalat Indonesia. Kemudian diikuti oleh BPR Syariah Bangun Drajad Warga dan BPR Syariah Margi Rizki Bahagia, keduanya berada di Yogyakarta. Reaksi berikutnya juga muncul, untuk melakukan revisi UU Nomor 7 tahun 1992 menjadi UU No. 10 tahun 1998. Dengan demikian, diterbitkannya UU No. 10 tahun 1998 memiliki kegiatan usaha perbankan dengan berdasarkan pada prinsip syariah. Setelah UU No. 10 tahun 1998 di Indonesia telah berdiri: satu Bank Umum Syariah (Bank Muamalat Indonesia) ditambah dengan 80 BPR Syariah.Kalau dilihat secara makro ekonomi, pengembangan bank syariah di Indonesia memiliki peluang besar karena peluang pasarnya yang luas sejurus dengan mayoritas penduduk Indonesia. UU No. 10 tidak menutup kemungkinan bagi pemilik bank Negara, swasta nasional bahkan pihak asing seklipun untuk membuka cabang syariahnya di Indonesia. Dengan terbentuknya kesempatan ini jelas akan memperbesar peluang transaksi keuangan di dunia perbankan kita, terutama bila terjalin hubungan kerja sama diantara bank-bank syariah. Hal ini guna menampung aspirasi dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip bank syariah ini, termasuk juga kesempatan konversi dari bank umum yang kegiatan usahanya berdasarkan pada pola konvensional menjadi pola syariah. Selain itu dibolehkan pula bagi pengelola bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang atau mengganti kantor cabang yang sudah ada menjadi kantor cabang khusus syariah dengan persyaratan yang tentunya melarang pada percampuran modal kerja dan akuntansinya.Adanya UU Nomor 10 tahun 1998 ini dapat membawa kesegaran baru bagi dunia perbankan kita. Terutama bagi dunia perbankan syariah di tanah air, berdirinya bank-bank baru yang bekerja berdasarkan prinsip syariah akan menambah semarak lembaga keuangan syariah yang telah ada disini seperti:1. Bank umum syariah2. BPR Syariah 3. Baitul Mal Wa Tamwil (BMT).BAB IIIKESIMPULANDari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa perkambangan bank syariah di Indonesia ini sangat pesat yang dulu hanya ada Bank Muamalat Indonesia Saja tetapi sekarang sudah ada bank-bank konvensional yang membuka cabang dengan atas nama Syariah. Untuk menghindari pengoperasian bank dengan system bunga, Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah Islam. Dengan kata lain, Bank Syariah lahir sebagai salash satu solusi alternative terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapat jawaban dengan lahirnya bank Islam. Bank Islam lahir di Indonesia, yang gencarnya pada sekitar tahun 90-an atau tepatnya setelah undang-undang No. 7 tahun 1992, yang direvisi dengan Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998, dalam bentuk sebuah bank beroperasinya dengan system bagi hasil atau bank SyariahDAFTAR PUSTAKAKarnaen Perwataatmadja dan M. SyafeI Antonio, 1997. Apa dan Bagaimana Bank Syariah, Yogyakarta: Dana Bakhti Wakaf.Karnaen Perwataatmadja, 1997, Istiqomah dalam menjalankan Operasional Bank Syariah, Kertas Kerja Seminar Bank Syariah, pada tanggal 24 September 1997.M. SyafeI Antonio, 2000. Bank Islam: Teori dan Praktik, Jakarta: Gema Insani Press.Mudrajad Kuncoro dan Suharjono, 2002, Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE.Muhammad, 2000, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII Press., 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN., 2000, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press.

Operasional syariahBAB IPENDAHULUANBank Syariah dalam menjalankan usahanya tidak dapat dipisahkan dari konsep-konsep syariah yang mengatur produk dan operasionalnya. Konsep dasar syariah akan dijadikan pijakan dalam mengembangkan produk bank syariah. Oleh karena itu, dalam makalah ini disusun untuk memberikan wacana mengenai konsep dasar syariah dalam pengembangan produk bank syariah.Topik-topik yang dibahas dalam makalah ini meliputi: konsep dasar operasionalisasi sistem syariah, prinsip-prinsip dasar operasional Bank Syariah, operasional produk bank syariah di Indonesia.BAB IIPEMBAHASANKONSEP SYARIAH DALAM PENGEMBANGAN PRODUK BANK SYARIAHA. KONSEP DASAR OPERASIONALISASI SISTEM SYARIAHKerangka kegiatan muamalah secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian besar diantaranya adalah:1. Politik2. Sosial3. Ekonomi Berbeda dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi yangmoderat (tengah-tengah), tidak belebihan tidak juga keterlaluan. Lebih jauh, dengan tegas Al-Quran surat Al-Isra ayat 27 melarang terjadinya perbuatan tabdzir , adapun bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut:Artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Isra: 27).DoktrinAl-Quran ini secara ekonomi dapat diartikan mendorong terpuruknya surplus konsumen dalam bentuk simpanan, untuk dihimpun, kemudian dipergunakan dalam membiayai investasi, baik untuk perdagangan (trade), produk (manufacture) dan jasa (service) .Dalam konteks inilah kehadiran lembaga keuangan mutlak adanya karena ia bertindak sebagai intermediate antara unit supply dengan unit demand . Siklus keterkaitan antara pola konsumsi, simpanan, investasi dan lembaga keuangan ini dapat digambarkan dalam gambar 1.1 sebagai berikut.Gambar 1.1Siklus Keterkaitan Antara Pola Konsumsi, Simpanan,Investasi dan Lembaga KeuanganSuatu hal yang disesalkan sampai dewasa ini, bahwa masih terdapat beberapa kalangan yang melihat Islam sebagai hambatan dalam pembangunan ekonomi. Pandangan ini sungguhpun berasal dari para pemikir barat namun tidak sedikit juga intelektual muslim yang meyakininya. Hampir dapat dipastikan kesimpulan yang agak tergesa-gesa ini timbul sebagai akibat dari salah satu pandangan terhadap Islam sebagai suatu agama yang terisolasi oleh masalah-masalah ritual, bukan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan termasuk didalamnya pembangunan ekonomi.B. PRINSIP-PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK SYARIAHDari hasil musyawarah para ahli ekonomi Muslim beserta para ahli fiqih dari Academi Fiqih di Mekkah pada tahun 1973, dapat disimpulkan bahwa konsep dasar hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam dalam sistem ekonomi Islam ternyata dapat diterapkan dalam operasional lembaga keuangan bank maupun non bank. Penerapan atas konsep tersebut terwujud dengan munculnya lembaga keuangan Islam dipersada nusantara ini.Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar Aqad. Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah:1. Sistem simpanan2. Bagi hasil3. Margin keuntungan4. Sewa5. Jasa (fee). 1. Prinsip Simpanan Murni (al-Wadiah)Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak bank yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadiah. Fasilitas al-wadiah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya giro dan tabungan. Dalam dunia perbankan konvensionalal-wadiah identik dengan giro.2. Bagi Hasil (syirkah)Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian bagi hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah.3. Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga beli ditambah keuntungan(Margin).4. Prinsip Sewa (al-Ijarah)Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis yaitu (1) ijaroh , sewa murni, seperti halnya menyewakan traktor dan alat-alat produk lainya. Dalam tekhnik perbankan, Bank dapat membeli dahulu apa yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah.(2) bai al takjir atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).5. Prinsip Jasa/Fee (al-Ajr Walumullah)Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa, Transfer, dan lain-lain. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr wal umulah. C. PRODUK OPERASIONAL BANK SYARIAH DI INDONESIASecara garis basar, pengembangan produk bank syariah dikelompokan menjadi tiga kelompok diantaranya adalah:1. Produk Penghimpunan DanaPrinsip WadiahPrinsip wadiah implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai peminjam. Prinsip ini dikembangkan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a) Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugiain. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif.b) Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lainnya disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.c) Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.d) Ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.Prinsip MudharabahAplikasin prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shahibul mal (pemilikdana) dan bank sebagai mudharib (pengelola dana). Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli. Jika terjadi kerugian maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.2. Produk Penyaluran DanaProduk penyaluran dana dibank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu: a) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.b) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.c) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.Prinsip jual beli dikembangkan menjadi bentuk-bentuk pembiayaan sebagai berikut: Pembiayaan murabahah (dari kata ribhu = keuntungan), Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan secara tangguh. Skema untuk pembiayaanmurabahah digambarkan seperti dibawah ini.Bank Syariah Nasabah Bank3.Beli Barang 4. Kirim 5. Terima barang dan DokumenSupplier1. Salam (jual beli barang belum ada). Pembayaran tunai, barang diserahkan tangguh. Bank sebagai pembeli, dan nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini, ada kepastian tentang kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.2. Istishna, jual beli seperti akad salam namun pembayarannya dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran.Istishna diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.D. AKAD PELENGKAPAkad pelengkap dikembangkan sebagai akad pelayanan jasa. Akad ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut: 1. Alih Utang-piutang(Hiwalah), transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktik perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantusupplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produknya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan hutang. Mekanisme operasional Hiwalah dapat digambarkan pada gambar berikut:2.Invoice 5. BayarBank Syariah3.Bayar 4. Tagih

1.Supplai BarangSupplier Pembeli2. Gadai (Rohn), untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajid memenuhi kriteria: a) Milik sendirib) Jelas ukurannya, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasarc) Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.3. Al-Qordh, pinjaman kebaikan. Al-Qordh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka waktu pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari zakat, infaq dan shadaqah.4. Wakalah, nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer dana.5. Kafalah, bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsipwadiah. Bank dapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.BAB IIIKESIMPULANDari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Dalam konteks kehadiran lembaga keuangan mutlak adanya karena ia bertindak sebagai intermediate antara unit supply dengan unit demand.Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar Aqad.Bersumber dari konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. DAFTAR PUSTAKADahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1999.Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2000., Manajemen BankSyariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005. Muhammad SyafeI Antonio, Bank Islam: Teori dan Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

PEGADAIAN SYARI'AH menurt MUI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pada prinsipnya gadai merupakan sebuah kegiatan muamalat yang mirip dengan utang piutang. Dengan tujuan jika orang yang berhutang tidak mampu mengembalikan hutangnya barang jaminan ini sebagai pengganti dari hutang tersebut. Konsep perekonomian yang berbentuk rahn telah diatur dalam al-Quran dan sunah rosul. Dimana dalam kegiatan didalamnya menghindari dari segala praktek riba. Karena pada dasarnya segala sesuatu itu boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Hadirnya pegadaian sebagai sebuah lembaga keuangan formal di Indonesia merupakan lembaga keuangan yang berfungsi menyalurkan pembiayaan dalam bentuk uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Sementara itu di Indonesia sendiri terdapat lembaga pegadaian yang berbeda dalam prinsip dan operasionalnya. Ada pegadaian konvensional dan ada pegadaian yang berprinsip serta beroperasi secara syariah. Maka perlu diadakan sebuah peraturan perundang-undangan atau fatwa-fatwa untuk mengatur keberadaan lembaga pegadaian. Disamping itu adanya peerundang-undangan yang jelas berfungsi untuk mengawasi serta memonitoring system dan operasi lembaga ini. Sebagai masyarakat muslim penting bagi kita mengetahui akan eksistensi pegadaian syariah. Bagaimana hukum, ketentuan, serta konsep dalam pegadaian ini ada dan menjadi sebuah alternatif perekonomian. Maka penting bagi kita menganalisis secara kritis terhadap perihal pegadaian syariah yang ada di Indonesia ini.B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Pegadaian? 2. Apa Dasar Hukum Pegadaian? 3. Fatwa Serta Undang-undang Apa Yang Dikeluarkan MUI Mengenai Pegadaian Syariah? 4. Bagaimana Mekanisme Operasional Pegadaian Syariah 5. Bagaiman Analisa Swot Pegadaian Syariah? 6. Apa Saja Permasalahan dalam gadai syariah?

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gadai Gadai dalam perspektif islam disebut dengan istilah rahn yang berasal dari bahasa Arab rahana-yarhanu-rahnan yang berarti menetapkan sesuatu. Sedangkan pengertian gadai menurut hukum syara adalah menjadikan sesuatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara sebagai jaminan utang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut. Pegadaian menurut kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

B. Dasar Hukum Pegadaian Syariah Landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah : 1. Al-Quran Praktek ini secara normatif dapat digali dalam surat al Baqarah : 282 yang mengajarkan perjanjian hutang piutang yang perlu diperkuat dengan catatan dan melibatkan saksi-saksi. Serta dalil-dalil hukum disyaratkannya gadai sebagai jaminan utang terdapat pula pada surat al- Baqarah ayat 283 yang berbunyi sebagai berikut:Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 2. Hadist Selain ayat-ayat diatas, beberapa praktek utang piutang yang dilakukan olehNabi juga dijadikan sebagai dasar hukum praktek gadai (rahn). Diantara hadist Nabi yang dimaksut adalah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. :

Dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw membeli makanan dari seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi. (HR Bukhari no. 1926, kitab al-Bayu, dan Muslim)

: .Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi. (HR Bukhari no. 1927, kitab al-Buyu, Ahmad, Nasai,dan Ibnu Majah) 3. Ijtihad ulama Selain dua landasan diatas, praktek gadai juga didasarkan pada ijma ulama yang menetapkan hukumnya mubah (boleh melakukan perjanjian gadai. Ijtihat para ulama ini terutama sekali menyangkut segi-segi teknis, seperti ketentuan tentang siapa yang harus menanggung biaya pemeliharaan selama marhun berada ditangan murtahin dan tata cara penentuan biaya dan sebagainya.

C. Fatwa-Fatwa DSN-MUI dan UU Tentang pegadaian Syariah Di Indonesia lembaga yang mempunyai kewenangan untuk memberikan fatwa adalah Dewan Syariah Nasional-Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Dengan beberapa landasan tersebut diatas, komisi fatwa Majlis Ulama Indonesia memutuskan dan menetapkan hukum rahn mubah dengan ketentuan-ketentuan seperti yang terdapat pada: 1. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Ketentuan Umum: 1) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekadar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya. 3) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4) Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhum tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5) Pinjaman marhun; a) Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.b) Apabila rahin tetap tidak melunasi hutangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi. c) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

b. Ketentuan penutup1) Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belahak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase islam setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 2. Fatwa DSN-MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas:Pertama:a. Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn (fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang rahn;b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang gadai (marhun) ditanggung oleh pegadaian (rahin);c. Ongkos didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan; dand. Biaya penyimpanan barang gadai dilakukan berdasarkan akad ijarah.Kedua: fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kembalikan hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 3. Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang rahn tasjilya. Ketentuan umum:Rahn adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam pengawasan (pemanfaatan) rahin dan bukti kepemilikannaya diserahkan kepada murtahin.b. Ketentuan khusus:Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn tasjily dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:1) Rahin menyerahkan bukti kepemilikan barang kepada murtahin,2) Penyimpanan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau sertivikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke murtahin. Dan apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya, marhun dapat dijual paksa/dieksekusi langsung, baik melelui lelang ataupun dijual ke pihak lein sesuai prinsip syariah,3) Rahin memberikan wewenang kepada murtahin untuk mengeksekusi barang tersebut apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi hutangnya,4) Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan,5) Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang marhun (berupa bukti sah kepemilikanatau sertifikat) yang ditanggung oleh rahin,6) Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang marhun tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang diberikan,7) Besaran biaya sebagaimana dimaksutkan pada nomer 5 tersebutdidasarkan pada pengeluaran yang riil dan beban lainnya berdasarkan akad ijarah,8) Biaya asuransi pembiayaan rahn tasjily ditanggung oleh rahin. c. Ketentuan penutup:1) Jika terjadi perselisihan (persengketaan) diantara para pihak dan tidak tercapai kespakatan diantara mereka maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrase Syariah Nasional atau melalui pengadilan agama.2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan denagn ketentian jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Selain itu, regulasi yang dijadikan sebagai pijakan awal pendirian pegadaiaan syariah adalah pasal 2 ayat (1), PP No. 51 Tahun 2011 tentang perubahan bentuk badan perum pegadaian menjadi perusahaan perseroan pegadaian (persero). Dalam kaitan ini fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI telah menjadi rujukan yang melandasi pengembangan gadai syariah dan akomodasinya oleh regulasi pemerintahnmemberikan rambu-rambu kepada pemerintah dan masyarakat untuk pengembangan usaha gadai syariah. Selain itu terdapat 11 peraturan perundang-undangan lain yang secara tidak langsung memberi peluang bagi pengembangan pegadaian syariah di Indonesia:1. UUD1945, Pasal 33 ayat 4 tentang perekonomian nasional.2. KUHPerdata, Pasal 1152 tentang gadai.3. UU Lelang (vendu Reglement Ordonantie), pasal 49 tentang lelang sebagai tahapan penyelesaian akhir gadai tak terbatas.4. UU No. 25 tahun 1992 tentang koperasi, pasal 43 ayat 2 tentang pelayanan koperasi.5. UU NO 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pasal 4 tentang hak dan kewajiban konsumen.6. UU No 42 Tahun 1999 tentang jaminan Fidusia Pasal 1 ayat 1 tentang penerimaan Fidusia7. UU No 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan peraingan usaha tidak sehat, pasal 1 ayat 2 tentang pemusatan kekuatan ekonomi,8. UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, pasal 12 tentang tujuan persero9. UU NO 40 tahun 2000 tentang perseroan terbatas, pasal 1 tentang modal perusahaan.10. UU NO 20 tahun 2008 tentang UMKM, pasal 22 tentang pembiayaan usaha mikro.11. UU No 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencurian uang, pasal 1 tentang pusat pelaporan dan analilis transaksi keuangan.

D. Mekanisme Operasional Pegadaian SyariahMekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai lipstick yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian. Dalam pelaksanaan operasional Bank Syariah kontrak gadai dipakai perbankan dalam 2 hal yaitu: 1. Sebagai produk pelengkapGadai menjadi produk pelengkap, artinya: sebagai akad tambahan (jaminan atau collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai Murabahah maupun Qardh hasan. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi (jaminan) dari akad tersebut. 2. Sebagai produk tersendiriDibeberapa negara islam termasuk di antaranya adalah malaysia, akad Rahn (gadai) dipakai sebagai alternatif untuk menandingi pegadaian konvensional. Perbedaan rahn dengan penggadaian biasa adalah: di dalam rahn nasabah tidak dikenakan bungan, karena yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Produk dan jasa yang dapat ditawarkan oleh gadai syariah kepada masyarakat diantaranya adalah:1) Pemberian Pinjaman Atas Dasar Hukum GadaiYaitu mensyaratkan pemberian pinjaman atas dasar penyerahan barang bergerak oleh penerima pinjaman. Sehingga nilai pinjaman yang diberikan dipengaruhi oleh nilai barang bergerak yang akan digadaikan. 2) Penaksiran Nilai BarangBarang-barang yang akan ditaksir pada dasarnya meliputi semua barang semua barang bergerak yang bisa digadaikan , terutama emas, berlian, dan intan. Atas jasa pegadaian ini perum pegadaian memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran. 3) Penitipan BarangPerum pegadaian dapat melakukan jasa tersenut karena perum pegadaian mempunyai tempat yang memadai. Masyarakat biasanya menitipkan barang di pegadaian pada dasarnya karena alasan keamanan penyimpanan, terutama bagi masyarakat yang akan meninggalkan rumahnya untuk jangka waktu yang lama. Nasabah dikenakan ongkos penitipan. 4) Gold counterMerupakan fasilitas penjualan emas yang memiliki sertitikat jaminan sebagai bukti kualitas dan keasliannya. Dalarn praktiknya nasabah melakukan transaksi gadai Syariah dengan konsep ijarah (akad sewa tempat). Sedangkan dengan pemberian dana diantaranya Bank Muamalat, dan bank Mandiri Syariah menggunakan prinsip mudharabah dan Musyarakah. Kemudian murtahin (penerima gadai) akan menarikan Surat bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam meminjam yang disebut akad gadai syariah dan ijarah. Ijarah adalah kesepakatan antara penerima gadai dan pemberi gadai untuk menyewa tempat sebagai lokasi penyimpanan barang gadai.

E. Analisa Swot Pegadaian SyariahProspek suatu perusahaan secara relatif dapat dilihat dari suatu analisis yang disebut SWOT, yakni Kekuatan (Strenght), Kelemahan (Weakness), Peluang (opportunity) dan Ancaman (Threath). Hal-hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:1. Kekuatan Pegadaian Syariah bersumber dari:1) Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk.2) Dukungan lembaga keuangan Islam di seluruh dunia.3) Pemberian pinjaman lunak Al-Qardul Hasan dan pinjaman Mudharabah dengan sistem bagi hasil pada pegadaian Syariah sangat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. 2. Kelemahan Pegadaian Syariah:a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil adalah jujur. Namun hal ini dapat menjadi bumerang.b. Memerlukan metode penghitungan yang rumit terutama dalam menghitung biaya yang dibolehkan dan pembagian nasabah untuk nasabah-nasabah yang kecil.c. Karena menggunakan konsep bagi hasil, pegadaian Syariah lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga profesional yang handal.d. Perlu adanya perangakat peraturan pelaksanaan untuk pembinaan dan pengawasannya.

3. Peluang Pegadaian Syariah.a. Munculnya berbagai lembaga bisnis Syariah (lembaga keuangan Syariah),b. Adanya peluang ekonomi bagi berkembangnya Pegadaian Syariah.4. Ancaman Pegadaian Syariah.a. Dianggap adanya fanatisme agama.b. Susah untuk menghilangkan mekanisme bunga yang sudah mengakar dan menguntungkan bagi sebagian kecil golongan. F. Permasalahan Dalam Gadai SyariahTerdapat sejumlah masalah terkait pegadaian syariah di Indonesia sekarang ini, antara lain:1. Secara kebijakan, pegadaian syariah saat ini belum mampu terlepas dari monopoli pemerintah sehingga menutup ruang bagi pihak swasta untuk membuka usaha gadai syariah.2. Secara regulasi pegadaian syariah belum mempunyai perangkat hukum yang memadai karena belun memiliki UU yang mengaturnya.3. Politik hukum Indonesia tentang pegadaian syariah belum berhasil mengusung pengusulan RUU pegadaian syariah sebagaimana keberhasilan pengusulan dan pengesahan UU perbankan syariah.4. Pegadaian syariah yang sekarang berkembang masih belum memiliki system manajerial yang ideal layaknya lembaga keuangan lain sehingga lembaga tersebut masih kurang optimal dalam melayani kebutuhan masyarakat.5. Pegadaian syariah yang sekarang berkembang masih belum mampu bersaiang dalam hal teknologi dengan lembaga keuangan lainnya, sehingga sarana dan prasarana yang dimiliki pegadaian masih terbatas dan kurang memadai.6. Pegadaian syariah yang sekarang berkembang masih belum memiliki sumber daya manusia (SDM) yang handal dan memehami ilmu manajemen dan ilmu gadai syariah, sehingga lembaga tersebut terkesan lamban dalam pengembangan usahanya. DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gama Insani, 2001. Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. HM. Dumairi Nor, H. Sufandi, Moh. Mamun Aly, Shofiyul Muhibbin, Tajul Arifin Billah, Abdul Wahid Rahbini, Ach. Cholil dan Saiful Anwar, Ekonomi Syariah Versi Salaf. Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2008.Huda, Nurul. dan Mohammad Heykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.Muhammad. Lembaga Ekonomi Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.Mulazid, Ade Sofyan. Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah Dalam Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012.Rais, Sasli. Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: UI Press, 2005.