200701

101
JALAK PUTIH DI PULAU DUA PENGGUNAAN FORMASI VEGETASI OLEH JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800) DI CAGAR ALAM PULAU DUA, TELUK BANTEN, PROPINSI BANTEN SKRIPSI Ade Rahmat D1D99094 Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran

Upload: indriati-dewi

Post on 25-Jun-2015

540 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: 200701

JALAK PUTIH DI PULAU DUA

PENGGUNAAN FORMASI VEGETASI OLEH JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800)

DI CAGAR ALAM PULAU DUA, TELUK BANTEN, PROPINSI BANTEN

SKRIPSI

Ade Rahmat D1D99094

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Padjadjaran

Page 2: 200701

JALAK PUTIH DI PULAU DUA PENGGUNAAN FORMASI VEGETASI OLEH JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800) DI CAGAR ALAM PULAU DUA, TELUK BANTEN, PROPINSI BANTEN Disusun Oleh / By:

Ade Rahmat D1D99094 Dibawah Bimbingan / Supervised by:

Prof. Johan Iskandar, Phd., M.Sc. Parikesit, Phd., M.Sc. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran 2007 Foto-Foto:

Ade Rahmat Kutipan / Citation: Rahmat A., 2007. Penggunaan Formasi Vegetasi oleh Jalak Putih (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800)

di Cagar Alam Pulau Dua, Teluk Banten, Propinsi Banten. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran. Bandung.

1

Page 3: 200701

PENGGUNAAN FORMASI VEGETASI OLEH JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800)

DI CAGAR ALAM PULAU DUA, TELUK BANTEN, PROPINSI BANTEN

Oleh: Ade Rahmat

Pembimbing:

Prof. DR. Johan Iskandar, M.Sc DR. Parikesit, M.Sc.

ABSTRAK

Penelitian mengenai penggunaan formasi vegetasi oleh jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) di Cagar Alam Pulau Dua, Propinsi Banten, telah dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2005. Metode deskriptif analisis melalui sigi lapangan digunakan pada penelitian ini. Lokasi penelitian intensif diperoleh dari survey grid di seluruh lokasi penelitian menggunakan teknik systematic aligned sampling (Williams, 1991). Struktur formasi vegetasi lokasi penelitian digambarkan melalui diagram profil tumbuhan (Bibby, dkk., 1992; Mueller-Dumbois, 1974), sedangkan data aktivitas jalak putih diperoleh dengan teknik adlibitum (Altmann, 1974).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalak putih cenderung menggunakan empat tipe formasi vegetasi meliputi Kayu Hitam (Diospyros maritima), Bakau-Bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia alba), Waru Laut (Thespesia populnea), dan Semak Belukar untuk lima katagori aktivitasnya berupa memelihara tubuh, pemilihan tempat berlindung, makan dan pemilihan makanan, terbang, serta bersuara.

Seluruh katagori aktivitas dilakukan jalak putih pada setiap formasi vegetasi dengan rata-rata proporsi paling tinggi pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) (ẍ=64,07%) dan paling rendah pada formasi Bakau-bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia alba) (ẍ=8,79%). Aktivitas pemilihan tempat berlindung mempunyai proporsi tertinggi pada setiap formasi vegetasi dengan rata-rata proporsi sebesar 39,91%. Untuk seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi, pemilihan tempat berlindung pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) mempunyai proporsi tertinggi sebesar 27,72% dan terendah adalah aktivitas memelihara tubuh (0,40%) pada formasi Semak Belukar.

Kata Kunci : Jalak Putih, Formasi Vegetasi, Diagram Profil, Aktivitas, Proporsi.

2

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 4: 200701

VEGETATION FORMATION USED BY BLACK-WINGED STARLING (Sturnus melanopterus, DAUDIN, 1800) IN PULAU DUA NATURE RESERVE, BANTEN BAY, BANTEN PROVINCE

By: Ade Rahmat

Supervised by:

Prof. DR. Johan Iskandar, M.Sc. DR. Parikesit, M.Sc.

ABSTRACT

A research on vegetation formation used by Black-winged Starling (Sturnus

melanopterus, Daudin, 1800) was conducted in Pulau Dua Nature Reserve, Banten Bay, Banten Province, between April and June 2005. Descriptive analytical method by field survey was used in this research. Intensive research area was obtained from grids survey with applying systematic aligned sampling technique (Williams, 1991). Vegetation structures were drawn in the profile diagram (Bibby, dkk., 1992; Mueller-Dumbois, 1974), and starling activity data were collected by adlibitum technique (Altmann, 1974).

The result of study shows that Black Winged-starling used four types of vegetation formations comprises Kayu Hitam (Diospyros maritima), Bakau-bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia alba), Waru laut (Thespesia populnea), and Shrub for its activities including maintenance, selecting shelter, selecting food and feeding, flying, and calling.

All activity categories of Black-winged Starling was observed in every vegetation formation which has highest proportion at Kayu Hitam (Diospyros maritima) (ẍ=64,07%) and lowest at Bakau-bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia alba) (ẍ=8,79%). Selecting shelter has a highest proportion at every vegetation formation (ẍ=39,91%). For all activities in all vegetation formations, selecting for shelter place was selected at Kayu Hitam (Diospyros maritima) which has highest proportion (27,72%), and the lowest proportion (0,40%) mainly body maintenance at shrub formation.

Keywords: Black Winged-starling, Vegetation Formation, Profile Diagram, Activity, Proportion

3 -- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 5: 200701

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin

Puji syukur kehadirat Allah SWT. menyertai selesainya penulisan skripsi ini.

Limpahan rahmat yang tak ternilai memberikan motivasi untuk terus menimba ilmu.

Aktivitas hobi mengamati burung dan keingintahuan terhadap dunia

tumbuhan, mengantarkan penelitian ini kepada objek burung dan habitatnya. Tema

penggunaan habitat dipilih mengingat istilah ini memberikan deliniasi yang jelas

terhadap cakupan wilayah penelitian. Jalak Putih (Sturnus melanopterus, Daudin,

1800) sebagai objek fauna yang diteliti juga merupakan spesies yang menarik

karena status sebaran dan keterancamannya (endemik Jawa dan Bali, serta kategori

spesies terancam punah). Keberadaan berbagai tipe formasi vegetasi di Cagar Alam

Pulau Dua Banten dan catatan sebaran Jalak Putih di lokasi ini, memunculkan

identifikasi masalah tentang aktivitas jalak putih dalam memilih formasi vegetasi

sebagai habitatnya. Penggunaan metode Ad-libitum (Altmann, 1974) dan diagram

profil (Bibby, 1992; Mueller-Dumbois, 1974) membantu menghasilkan data terbaik

untuk menjawab identifikasi masalah yang dikemukakan.

Isi, tulisan dan seluruh rancangan penelitian ini sudah barang tentu jauh

dari sempurna, karena rancangan yang paling sempurna hanyalah milik Allah SWT,

karenanya tegur sapa, kritik dan saran selalu harapkan untuk hasil yang lebih baik di

masa mendatang. Semoga bermanfaat.

Bandung, Februari 2007

Penulis

4

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 6: 200701

UCAPAN TERIMA KASIH Gusti Allah SWT, yang memberikan ide tugas akhir ini beserta cita-citanya.

Yaa Robbi lakal hamdu kamaa yambaghiilijalaali wajhika wa’aziimi sulthoonika. Rasulullah Muhammad SAW yang telah menunjukkan cita-cita hidup

sebenarnya. Salaamun ‘alaik ya Rasuulillaah.. Ibu, Ibu, dan Ibu... yang tak pernah lelah mendukung anak-anaknya.

“Rabbighfirlii waliwalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani shaghiira..” Untuk diskusi-diskusi awal yang menyenangkan mengenai objek, metode, dan

lokasi penelitian, terima kasih kepada Wahyu Raharjaningtrah, Pupung Firman Nurwatha, Zaini Rakhman (YPAL), R. Ahmad Hadian, Jirjiz Jauhan, Zaenal “Jodi” Mutaqien, Haikal Suhaidi, Dani Heryadi, I Wayan Dirgayusa (BICONS), Muhammad Muchtar (PILI), Agung Kurniawan, Dien Kamaludin, Leni YW (BasCom Studio), bas Van Balen, Vincent Nijman.

Literatur yang berkaitan sangatlah langka namun tersedia dengan lengkap. Atas

kesediaanya membantu dalam pencarian literatur, terimakasih kepada: Prof. Dr. Johan Iskandar (Pembimbing), PFN (YPAL), MM, Eka Muliawati, Adam Supriatna (PILI), Chris Sheperd, Frank Momberg (FFI-Asia Pacific), Pungki Lupiyaningdyah (LIPI), Andi Prima Setiadi, Resit Sozer (PPSC), Yus Rusila Noor, Fery Hasudungan (WIIP), Takehiko Inue (ARRCN), Wati (UNAS), Dodo (IPB), Agung Kurniawan (Kebun Raya Bali), Dien Kamaludin (BioCell), Okie Kristiawan (PPSJ), Kisma Donna (PPSB), Detrizki Agustina & Tisna Wimarna. bas Van Balen, Vincent Nijman, Budi Irawan, Gilar Kadarsah.

Atas kesempatan mengunjungi lokasi pembanding, terima kasih kepada: ZR

untuk wilayah Bali & Jogja, APS untuk wilayah Cikepuh, Iwan Setiawan & bas Van Balen untuk wilayah Takokak dan Muara Gembong, BICONS untuk wilayah Taman Kota Bandung.

Pembuatan proposal dan Seminar I banyak dibantu oleh : Ungq, Dien Kamaludin

& Lia, Eneng Inayatin, Prof. DR. Erri Noviar Megantara, Prof. Aseng Ramlan, Drs. Prihadi Santoso MS, Ruchyat Partasasmita S.Si., M.Si., Keluarga Amir Rochani, Keluarga Rafani Achyar.

Pekerjaan lapangan yang begitu berat tak mungkin maksimal tanpa bantuan:

Iwan Setiawan, Ruly Agus (PILI) atas bantuan fasilitas dan finansial, Dindin Komarudin (FPTI), Dien Kamaludin, Q2, Madsahi (BKSDA), Keluarga Pak Mangun?, Encep, Windu, Erick, Budi, Ucu, Rafani Achyar, Rouful Muiz, Zaenal Umbara atas bantuan lapangan selama di lapangan.

Lama sekali terlantar data-data lapangan....orang-orang dengan berbagai cara

telah banyak membantu “mengembalikan ke jalan yang benar” :p ; terima kasih

5 -- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 7: 200701

6

untuk Ibu Wati Supangkat atas E-mail, SMS, dan Telpon :”Adeeerrrr bimbingan!!”, “Adeeerrrr!! Ditungguin Bapak di rumah....!” Aderrr Nginep di sini aja...! Aderrr ulah ka YPAL gak bakal bisa ngetik disanamah...!, Aderrrr....Aderrrr....!!”, Pungki atas SMS, telpon, email, dan tegurannya: “Cepet atuh bimbingan...!, Tanya pak Pamnya kapan bisa kolo...?” Firman Hadi atas SMS:” Kumaha skripsi?, ngekost di Pak Johan? Bagus!!”, Pritta atas SMS: Kang ader pak johannya udah ada di Indonesia tuh...!”, Pak Teguh atas tegurannya: “ Ader katanya kamu teh bimbingan pak Pam???!!” Yana Jagur: Kang ader Pak Pam lagi ada di sekeloa tuh..”, Wishnu atas tegurannya: “Iraha maneh lulus??”, Jirjiz Jauhan atas tegurannya: Kari naoneun ayeuna..??”, Fassa Faisal atas SMS: “Der, sep tadi pak johan nayakeun, iraha ceunah rek ka rumah..?”, Zaenal ‘Jodi’ Mutaqien atas SMS-SMS:”fsgdgdfg “, K’Amir & Teh Iip atas tegurannya:”Kumaha der tos beres??!!”, Adi Hidayat atas Email, SMS, dan telponnya: ”Doa adi ti Libya mugi aa cepet diwisuda...!!”

Draft seminar II dapat di setujui atas bantuan banyak pihak, terima kasih

kepada: Buchroni atas eksploitasi printer nya!, YPAL atas tempat, komputer, telpon, dapur, dll..., Asep Maman & Harnawan Rizki yang nganter bareng Bimbingan, Kang Onie & Kang Obuy atas tebengannya, Deri Ramdhani, Bagja atas antar jemputnya, Jirjiz Jauhan, Fassa Faisal atas koreksi abstract, Jodi,

Kolokium terlaksana dengan baik juga atas jasa banyak orang, terima kasih

kepada: Prof. Johan Iskandar, dan Parikesit, Phd. M.Sc., yang meng-ACC draft skripsinya, Ayu safitri yang bantu konsumsi, Dien Kamaludin yang udah dateng, Pak Juandi &...yang udah nyiapin LCD, Kang Budi yang udah minjemin CPU Herbarium, Izul yang udah ngembaliin CPU, Kang Ridwan yang udah ngbekelin kamera, Aang, Yogi, Dani, ....yang pada dateng, barudak arachis oge...Jodi

SIDANG!!! Akhirnya..... Revi dan Dian teman daftar, persiapan, dan pelaksanaan

sidang, Fassa faisal bantuan transportnya, Eneng Inayatin atas paketnya, Balna, Ellen Tjandra, Jodi, Simbar & Ceuceu atas bantuan konsumsinya, Naida, Idea, Teh Idah, Eneng Inayatin, Adi Hidayat

Terakhir seperti kata jodi, terimakasih kepada Anda..!! ya.. Anda yang sudah

mau repot-repot meluangkan waktu membaca ini semua!!

Semoga apa yang telah dilakukan menjadi bekal ibadah bagi kita sekalian, Amin.

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS Huud:115)

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 8: 200701

7

DAFTAR ISI

ABSTRAK 2

ABSTRACT 3

KATA PENGANTAR 4

UCAPAN TERIMA KASIH 5

DAFTAR ISI 7

BAB I PENDAHULUAN 9

1.1 Latar Belakang 9

1.2 Identifikasi Masalah 11

1.3 Maksud dan Tujuan 11

1.4 Kegunaan Penelitian 12

1.5 Kerangka Pemikiran 12

1.6 Metode Penelitian 13

1.7 Waktu dan Lokasi Penelitian 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16

2.1 Habitat Burung 16

2.2 Stratifikasi dan Formasi Vegetasi sebagai Variabel Habitat 17

2.3 Penggunaan Habitat oleh Burung 18

2.4 Jalak Putih (Sturnus melanopterus melanopterus, Daudin, 1800) 21

2.4.1 Klasifikasi dan Deskripsi 21

2.4.2 Habitat dan Penyebaran Jalak Putih 23

2.4.3 Status Konservasi Jalak Putih 23

2.5 Tinjauan Umum Lokasi Penelitian 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27

3.1 Penelitian Pendahuluan 27

3.1.1 Penentuan Lokasi Penelitian 27

3.1.2 Pencatatan Data Fisik Lingkungan dan Kondisi Cuaca 28

3.2 Penelitian Intensif 29

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 9: 200701

8

3.2.1 Data Yang Dikumpulkan 29

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data 30

3.3 Analisis Data 32

3.3.1 Analisis data Tumbuhan 33

3.3.2 Analisis Data Proporsi Aktivitas Jalak Putih 34

3.4 Alat dan Bahan Penelitian 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36

4.1 Lokasi Penelitian Intensif 36

4.2 Formasi Vegetasi yang Digunakan oleh Jalak Putih 37

4.3 Profil Formasi Vegetasi Lokasi Penelitian 39

4.4 Aktivitas Jalak Putih 58

4.4.1 Deskripsi Aktivitas Jalak Putih 58

4.4.2 Kategori Aktivitas Jalak Putih 62

4.4.3 Aktivitas Jalak Putih di Setiap Formasi Vegetasi 65

4.5 Proporsi Aktivitas Jalak Putih 67

4.5.1 Proporsi Aktivitas pada Setiap Formasi Vegetasi yang Digunakan 69

4.5.2 Proporsi Setiap Aktivitas di Seluruh Formasi 72

4.5.3 Proporsi Seluruh Aktifitas di Seluruh Formasi Vegetasi 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 80

5.1. Kesimpulan 80

5.2. Saran 81

DAFTAR PUSTAKA 82

LAMPIRAN 1. DAFTAR JENIS TUMBUHAN DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU DUA 86

LAMPIRAN 2. DAFTAR JENIS BURUNG DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU DUA 88

LAMPIRAN 3. KATEGORISASI KECEPATAN ANGIN MENURUT YASURONI NITANI (2001) 92

LAMPIRAN 4. KATEGORISASI KETERANCAMAN MENURUT IUCN 93

LAMPIRAN 5. FOTO JALAK PUTIH DAN LOKASI PENELITIAN* 95

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 10: 200701

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan penggunaan lahan hutan secara besar-besaran selama 150 tahun

terakhir menyebabkan sisa-sisa ekosistem alami di Jawa dan Bali terpenggal-penggal

dan sempit (Whitten, dkk., 1999). Kurang dari 10 % luas pulau Jawa dan Bali yang

masih tertutup hutan berupa bercak-bercak kecil di lokasi Cagar Alam dan Taman

Nasional dengan vegetasi alami yang tersisa serta keanekaan faunanya tinggal

sedikit (MacKinnon, dkk., 2000; Whitten, dkk., 1999; Rudyanto, 1996). Hilangnya

vegetasi menyebabkan berbagai fauna terdesak menuju sisa habitat yang

terfragmentasi, sehingga tingkat keterancaman akan kepunahan menjadi sangat

tinggi.

Avifauna Jawa dan Bali telah menjadi contoh betapa pentingnya kondisi

habitat terhadap kelangsungan hidup fauna yang menghuninya (MacKinnon, dkk.,

2000; Diamond, dkk., 1987). Dari tujuh bioregion yang memiliki sejumlah burung

terancam punah di Indonesia, pulau Jawa dan Bali berada pada urutan tertinggi

setelah Sumatera dengan kondisi habitat endemiknya (Endemic Bird Areas)

berstatus sangat kritis (MacKinnon, dkk., 2000; Whitten, dkk., 1999; van Balen,

1997; Shannaz, dkk., 1995). Salah satu jenis di kedua pulau ini yang status

konservasinya meningkat dalam 10 tahun terakhir adalah Jalak Putih (Sturnus

melanopterus, Daudin, 1800). Jenis burung endemik Jawa dan Bali ini dahulu sangat

umum ditemukan, namun seiring dengan meningkatnya ancaman terhadap

9 -- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 11: 200701

10

kelestarian jenis ini dan habitat alaminya, populasinya di alam terus menurun

menuju kepunahan dan status keterancamannya pun meningkat tajam sampai pada

kategori jenis Terancam Punah A,1,2 (Lampiran 6) serta masuk ke dalam lampiran II

CITES. (BirdLife International, 2004; Noerdjito & Maryanto, 2001; IUCN 2006;

Tilford, 2000; Muchtar & Setiawan, 1999; van Balen, 1997; Colar, dkk., 1994;

Shepherd, inprep.).

Jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) ditemukan tersebar mulai

dari hutan pantai sampai dengan ketinggian 2000 m dpl dan dikenal sebagai jenis

‘typical open woodland bird’ (Cahyadin 1999, dalam Muchtar & Setiawan, 1999).

Berbagai tipe habitat diketahui sebagai tempat beraktivitas burung dari Suku

Sturnidae ini. Penggunaan berbagai tipe habitat sebagai tempat beraktivitas jenis ini

memperlihatkan adanya aktivitas khusus pada setiap tipe vegetasi dalam habitatnya

(Hernowo & Indraprajaya, 1997). Variabel habitat seperti stratifikasi dan bentuk

formasi vegetasi dapat membantu mengetahui lebih jauh hubungan aktivitas khusus

Jalak Putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) dengan setiap tipe vegetasi dalam

habitatnya.

Cagar Alam Pulau Dua merupakan satu-satunya lokasi di bagian barat Pulau

Jawa yang tercatat sebagai lokasi sebaran Jalak putih (Sturnus melanopterus,

Daudin, 1800) dengan keanekaragaman habitat berupa tipe formasi vegetasi hutan

mangrove. Formasi vegetasi yang dideskripsikan Milton & Marhadi (1985) dan

Hasudungan (1999) berupa formasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.), Kayu Api

(Avicennia marina), Pantai berpasir, Kayu Hitam (Diospyros maritima), Semak

Belukar, dan Waru Laut (Thespesia populnea), menjadi pendukung kehidupan Jalak

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 12: 200701

11

putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800) di lokasi ini. Catatan penelitian jalak

putih di Pulau Dua, hanya berupa catatan jumlah dan perjumpaan saja (Noor, 2004;

Milton & Marhadi, 1985; van Balen, kompri.) Sedangkan penelitian spesifik tentang

aktivitas jenis ini terutama yang dihubungkan dengan keberadaan formasi vegetasi,

belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, studi aktivitas Jalak putih (Sturnus

melanopterus, Daudin, 1800) yang dihubungkan dengan keberadaan formasi

vegetasi sebagai habitatnya sangat penting dilakukan.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

a. Formasi vegetasi apa saja yang digunakan oleh Jalak Putih di Cagar Alam

Pulau Dua Teluk Banten.

b. Jenis aktivitas apa saja yang dilakukan oleh Jalak Putih di tiap formasi

vegetasi, berdasarkan kategori aktivitas Jalak Putih berupa memelihara

tubuh, makan dan pemilihan makanan, memilih tempat berlindung, terbang,

dan bersuara.

c. Berapa proporsi waktu tiap-tiap kategori aktivitas yang digunakan oleh Jalak

Putih di tiap-tiap formasi vegetasi yang digunakan.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan formasi vegetasi

oleh Jalak Putih berdasarkan aktivitas yang dilakukannnya. Tujuannya adalah untuk

memperoleh data aktivitas Jalak Putih di tiap-tiap formasi vegetasi yang digunakan.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 13: 200701

12

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan

pengetahuan di bidang ornitologi khususnya dalam ekologi burung, dan dapat

dijadikan sebagai bahan masukan dalam upaya penyelamatan jenis serta habitatnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kemampuan burung dalam memanfaatkan berbagai tipe vegetasi tidak

menjadikan burung tersebut menggunakan seluruh wilayah potensial yang ada,

individu-individu menyeleksi dan dapat memilih untuk tidak mendiami habitat

tertentu. Persyaratan habitat yang spesifik pada burung berhubungan dengan

aktivitas dan kebutuhan hidupnya di lokasi tersebut. Lack (1933) dalam Krebs (1985)

mencontohkan distribusi jenis burung pipit dan asosiasinya terhadap perkebunan

pinus yang sebagian besar merupakan hasil seleksi habitat secara spesifik.

Penggunaan habitat yang spesifik ini ditujukan untuk memanfaatkan secara efisien

sumber daya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan,

berlindung, dan berkembang biak.

Proses seleksi terhadap satu tipe vegetasi atau habitat, menunjukkan

adanya variabel habitat yang penting dan aktivitas khusus di setiap tipe vegetasi

tersebut. Struktur vegetasi sebagai variabel habitat baik vertikal maupun horizontal

memberikan bentuk yang berbeda-beda dan mempengaruhi burung untuk memilih

melakukan aktivitasnya pada satu tipe vegetasi tertentu. Davy (1938) dalam Arief

(1994), mengemukakan bahwa komponen variatif vegetasi pada formasi vegetasi

hutan bakau merupakan sumberdaya potensial untuk kehidupan burung. Keanekaan

tipe formasi vegetasi, stratifikasi, dan penutupan tajuknya menyediakan kebutuhan

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 14: 200701

13

spesifik sebagai habitat burung. Perilaku burung dalam memilih dan memanfaatkan

habitatnya ini berkaitan erat dengan aktivitas burung secara individual dan sosial

sebagai tujuan untuk mempertahankan hidupnya. Aktivitas pemilihan tempat

berlindung, makan, memelihara tubuh, dan bereproduksi dilakukan burung pada

berbagai tipe dan struktur vegetasi untuk meminimalkan tingkat kompetisi dan

ancaman predasi terhadap setiap individu.

Jalak Putih yang mendiami tipe habitat dan ketinggian yang berbeda-beda

memanfaatkan tipe dan formasi vegetasi tertentu untuk melakukan aktivitasnya.

Jenis-jenis pohon dengan ketinggian 9-15 meter di hutan alam, digunakan oleh jalak

putih sebagai tempat istirahat dan bersarang sementara permukaan tanah

digunakan untuk mencari pakan dan minum. Tipe vegetasi hutan alam digunakan

untuk bersarang, dan vegetasi hutan tanaman jati digunakan sebagai tempat

bertengger (Hernowo & Indraprajaya, 1997). Hutan mangrove Cagar Alam Pulau

Dua merupakan salah satu habitat jalak putih. Keberadaan berbagai tipe formasi

vegetasi di Cagar Alam Pulau Dua dan kehadiran jalak putih di lokasi tersebut

memungkinkan adanya perbedaan penggunaan formasi vegetasi sebagai tempat

beraktivitas Jalak Putih.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan sigi lapangan.

Teknik pengumpulan data untuk mengetahui struktur tanaman menggunakan

penggambaran diagram profil (Bibby, dkk., 1992; Mueller-Dumbois, 1974),

sedangkan untuk pengumpulan data aktivitas Jalak Putih menggunakan teknik Ad-

libitum (Altman, 1974 ).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 15: 200701

14

1.7 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2005 sampai bulan Juni 2005 di Cagar

Alam Pulau Dua, Teluk Banten, Propinsi Banten (Gambar 1).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 16: 200701

15

Sumber : Modifikasi dari Milton & Marhadi (1985).

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 17: 200701

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Habitat Burung

Habitat secara sederhana dapat didefinisikan sebagai faktor fisik dan biologi

di sekeliling suatu organisme (Bolen & Robinson, 1995 dalam Dyke, 2003). Sebagai

istilah ilmiah, habitat mencakup semua kondisi yang berpengaruh bagi suatu individu

atau komunitas yang bersifat insidental terhadap tempat dimana individu atau

komunitas itu hidup, serta dideskripsikan oleh karakteristik geografi, fisik, kimia, dan

biotik (Brower, 2002; Polunin, 1990). Soemarwoto (2001) mengemukakan bahwa

habitat dalam batas tertentu sesuai dengan persyaratan hidup makhluk yang

menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum dan batas

atas disebut titik maksimum, antara dua kisaran itu terdapat titik optimum. Habitat

makhluk hidup dapat lebih dari satu, hal ini berhubungan dengan sumberdaya untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada burung misalnya, tipe habitat yang berbeda

digunakan untuk mencari pakan, sebagai tempat berlindung, dan berkembang biak

(Soemarwoto, 2001; Welty & Baptista, 1988).

Keseluruhan habitat dari suatu komunitas organisme adalah makrohabitat,

sedangkan unit-unit kecil pembangunnya disebut mikrohabitat. Makrohabitat

didasarkan pada lima dimensi, yaitu temporal, geografikal, fisik, kimia dan biotik.

Dimensi fisik meliputi 3 komponen dasar yaitu, atmosfir, litosfer (substrat), dan

hydrosfer (komponen akuatik). Ketiganya bersama-sama kehidupan disebut biosfer.

Sementara mikrohabitat lebih sering didasarkan pada faktor edafik atau variasinya

(Brower, 2002). Freitas, dkk (2002), menyebutkan variabel standar dalam

16

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 18: 200701

17

mendeskripsikan mikorhabitat berdasarkan penutupan pohon pada mamalia kecil

adalah penutupan tajuk, penutupan bebatuan, penutupan seresah, dan tinggi

pohon. Sedangkan komponen struktur vegetasi dan komponen floristiknya telah

digunakan untuk mengetahui perbedaan penggunaan mikrohabitat pada jenis-jenis

burung “passerine” (Craig & Beal, 2002).

2.2 Stratifikasi dan Formasi Vegetasi sebagai Variabel Habitat

Habitat umum suatu komunitas dapat dibedakan dengan habitat parsial jenis

tumbuhan yang merupakan komponennya. Habitat parsial itu dapat memperlihatkan

variasi yang besar dalam lingkungan (Polunin, 1990). Habitat terestrial sebagai

contohnya, vegetasi sebagai salah satu komponennya berpengaruh besar terhadap

faktor fisik dan kimia dalam habitat tersebut disamping juga terhadap populasi

biologi lainnya (Brower, 2002). Berbagai tipe vegetasi mendukung kehidupan

komunitas burung, dan variabel-variabel di dalamnya merupakan kompenen penting

yang menyertainya. Bibby (1992), mencontohkan berbagai variabel habitat seperti

tinggi tajuk, penutupan tajuk, heterogenitas tajuk, diameter pohon, jenis tanah, dan

faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap populasi burung. Fuller, dkk (1989)

serta Hirons dan Johnson (1987) dalam Bibby (1992), menambahkan variabel

stratifikasi dan komposisi vegetasi yang memberikan pengaruh kuat terhadap proses

pemilihan dan penggunaan habitat oleh burung.

Formasi vegetasi merupakan variabel habitat yang lainnya. Pengelompokan

dasar formasi berasal dari kebutuhan penganalisaan vegetasi untuk mengetahui

komposisi jenis dan struktur vegetasi yang ada di wilayah yang dianalisis (Arief,

1994). Dasar formasi muncul dari deskripsi komunitas tumbuhan berdasarkan

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 19: 200701

18

pengaruh iklim (formasi klimaks iklim) dan berdasarkan pengaruh keadaan tempat

tumbuhnya (formasi klimaks edafik) (Schimper, 1903 dalam Arief, 1994). Brower

(2002), menambahkan bahwa faktor edafik dan variasinya lebih sering dijadikan

dasar keberadaan mikrohabitat. Faktor edafik yang membentuk suatu formasi

vegetasi, sering dicontohkan dengan zonasi pada hutan mangrove. Bengen (2002),

menguraikan salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia sebagai berikut :

• Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir sering

ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia

spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik

• Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora

spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp

• Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.

• Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa

ditumbuhi oleh Nypha fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Milton & Marhadi (1985), menambahkan contoh keberadaan formasi vegetasi yang

terjadi pada komunitas tumbuhan di Cagar Alam Pulau Dua akibat perubahan faktor

edafik.

2.3 Penggunaan Habitat oleh Burung

Beberapa hewan tidak menempati seluruh wilayah potensialnya walaupun

mereka mampu menyebar ke wilayah lain yang tidak ditempatinya. Individu-individu

memilih untuk tidak mendiami habitat tertentu, sehingga distribusi spesies menjadi

terbatas oleh perilaku individu dalam menyeleksi habitatnya (Krebs, 1985). Seleksi

habitat pada burung merupakan salah satu perilaku individu yang ditujukan untuk

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 20: 200701

19

kenyamanan hidupnya, disamping perilaku individu yang lain seperti perilaku

memelihara tubuh, seleksi terhadap makanan dan tempat makan, serta perilaku

bermain (Petingill, 1960). Wiens (1989), mengemukakan bahwa Individu burung

yang datang dan pergi pada serangkaian komunitas tumbuhan memiliki persyaratan

habitat yang spesifik yang berhubungan dengan tempat bersarang, berlindung,

sumber makanan, tempat mencari makan, serta aktivitas lainnya. Seleksi habitat

yang berbeda-beda ini ditujukan untuk memanfaatkan secara efisien sumber daya

lingkungannya dan membantu mengurangi tingkat kompetisi diantara spesies,

sehingga di dalam suatu kawasan, habitat yang ada jelas merupakan bagian penting

bagi distribusi dan jumlah burung (Bibby, dkk., 2000; Petingill, 1967)

Hilden (1965) dalam Krebs (1985), menyatakan bahwa terdapat dua faktor

yang harus dipisahkan dalam mempelajari seleksi habitat, yaitu 1). faktor evolusi,

meliputi nilai survival pada seleksi habitat, dan 2). faktor-faktor perilaku, yang

menerangkan mekanisme burung dalam menyeleksi habitatnya. Faktor perilaku ini

merupakan hasil rangsangan dari 1) bentang lahan dan wilayah/daaerah (terrain), 2)

sarang, nyanyian, penglihatan, perilaku mencari makan, dan lokasi minum 3)

sumber daya makanan, dan 4) hewan lainnya. Hilden memperkirakan bahwa respon

burung terhadap keberadaan beberapa faktor diatas dan seleksi habitatnya

menghasilkan variabilitas diantara spesies. Variasi bentang lahan merupakan

komponen yang penting; kategori seperti terbuka dan tertutup, lurus dan

bergelombang, bersambung dan diskrette, menjadi sangat penting. Sebagai contoh,

jenis burung Trulek Vanellus vanellus menyeleksi padang rumput tempat ia berbiak

berdasarkan warnanya. Ia menghindari padang rumput berwarna hijau dan lebih

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 21: 200701

20

memilih padang rumput berwarna abu-abu kecoklatan yang merupakan padang

miskin yang hanya didukung oleh rumput rendah untuk adaptasi trulek. Burung yang

lain mencari tempat utama untuk lokasi bersarang. Pada beberapa jenis burung

yang bersarang pada lubang pohon, sebagai contoh, akan memilih bersarang pada

berbagai tipe hutan (walaupun secara normal mereka tidak akan menggunakannya)

ketika disediakan kotak sarang buatan (von Haartman, 1956).

Penelitian terhadap dua jenis pipit (Anthus trivialis dan Anthus pratensis)

yang mempunyai syarat habitat yang mirip/hampir sama di satu perkebunan pinus,

memperlihatkan bahwa kedua jenis ini memiliki kebutuhan habitat spesifik yang

berbeda, sehingga Lack (1933) menyimpulkan bahwa distribusi jenis burung ini di

Brecklandheats, Inggris dan asosiasinya terhadap perkebunan pinus sebagian besar

merupakan hasil seleksi habitat secara spesifik yang membatasi masing-masing

burung di luasan habitat yang dapat ditempatinya. Fuller, dkk (1989) dalam Bibby,

dkk. (1992), memperlihatkan contoh seleksi habitat oleh burung migran

berdasarkan variabel struktur vertikal vegetasi. Perubahan stratifikasi hutan coppice

menyebabkan beberapa jenis burung migran (keluarga warbler) memilih strata yang

berbeda.Suara burung mempunyai dialek yang dapat membedakan sub populasi,

dan dialek ini dapat berakibat pada proses pemilihan habitat. Baker, dkk. (1982)

dalam Krebs (1985), menjumpai jenis White-crowned sparrows di California terbagi

ke dalam 4 dialek dalam habitat yang homogen, dan jenis ini dapat jelas terlihat

saling melintas dalam beberapa menit, namun dialeknya tetap berbeda dalam batas

wilayahnya/sarang. Dari contoh diatas diketahui bahwa seleksi habitat juga dapat

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 22: 200701

21

memiliki sebuah komponen cultural yang independent dari faktor lain seperti faktor

biologi, fisik atau faktor kimia.

2.4 Jalak Putih (Sturnus melanopterus melanopterus, Daudin, 1800)

2.4.1 Klasifikasi dan Deskripsi

Menurut Andrew (1992), dan Howard (1991), klasifikasi Jalak Putih adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Classis : Aves

Ordo : Passeriformes

Familia : Sturnidae

Genus : Sturnus

Species : Sturnus melanopterus melanopterus, Daudin 1800

MacKinnon, dkk., (2000), mendeskripsikan Jalak Putih sebagai jenis burung

yang berukuran sedang (23 cm), berwarna hitam dan putih. Individu dewasa bulu

seluruhnya putih kecuali sayap dan ekor berwarna hitam, sedangkan pada burung

muda, kepala, leher, punggung dan penutup sayapnya berwarna abu-abu, serta

terdapat kulit tanpa bulu berwarna kuning di sekitar matanya. Iris mata berwarna

coklat tua, dengan paruh dan kaki berwarna kekuningan (Gambar 2).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 23: 200701

22

Gambar 2. Jalak Putih (Sturnus melanopterus, Daudin 1800)

Terdapat tiga subspesies yang dibedakan oleh warna punggung dan penutup

sayap, yaitu ras Jawa dan Madura (S.m. melanopterus) berwarna putih, ras Pulau

Bali (S. m. tertius) berwarna abu-abu, dan ras peralihan (S. m. tricolor) di ujung

Jawa Timur (Gambar 3) (Tilford, 2000; MacKinnon, dkk., 2000). Jalak Putih hidup

berpasangan atau dalam kelompok kecil, mencari makan di tanah terbuka seperti

lapangan rumput, beristirahat di pepohonan atau kadang-kadang di rumah di

perkotaan (MackKinnon, 2000; Muchtar & Nurwatha, 1999; Hernowo &

Indraprajaya, 1997).

Gambar 3. Perbedaan Ras pada Jalak Putih; (a). S. m. tertius, (b). S. m. Tricolor, (c). S. m.

melanopterus

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 24: 200701

23

2.4.2 Habitat dan Penyebaran Jalak Putih

Jalak Putih merupakan jenis endemik Pulau Jawa dan Bali, serta tambahan

sebaran di Kangean dan Lombok (IUCN 2000; MacKinnon, dkk., 2000; MacKinnon &

Phillip , 1993;). White & Bruce (1986), dalam IUCN (2000) menjelaskan bahwa di

pulau Lombok dan Kangean jalak putih kemungkinan hanya merupakan spesies

pengunjung (visitor). Jalak putih lebih banyak ditemukan di Jawa Timur dan Bali

daripada di Jawa Barat, diketahui pula bahwa jenis ini pernah diintroduksikan ke

Pulau St. John, Singapura (MacKinnon, dkk., 2000; MacKinnon & Phillip, 1993).

Muchtar & Nurwatha (1999), mencatat berdasarkan survei lapangan tahun 1999, di

Pulau Jawa, jalak putih hanya dapat ditemukan di kota Bandung. Namun survei ini

tidak mencakup wilayah Banten yang masih mencatat kehadiran Jalak Putih di Cagar

Alam Pulau Dua (van Balen, kompri).

Hidup pada ketinggian 0-2400 m dpl, jalak putih diketahui menghuni

berbagai tipe habitat seperti hutan pantai, hutan sekunder, hutan alam, pekarangan,

dan taman kota (IUCN, 2000; Muchtar & Nurwatha, 1999; Cahyadin & Saryanthi

1999; Hernowo & Indraprajaya, 1997). Berbagai tipe vegetasi yang diketahui berupa

padang rumput, herba dan semak, daerah pertanian dan perkebunan, dan mangrove

(Diospyros) digunakan oleh jalak putih untuk berbagai aktivitas (MacKinnon, dkk.,

2000; IUCN 2000; Hernowo & Indraprajaya, 1997).

2.4.3 Status Konservasi Jalak Putih

Jenis yang termasuk dalam famili sturnidae ini memiliki status konservasi

yang meningkat tajam dalam 10 tahun terakhir. Sejak ditetapkannya

Dierenbeschermings Ordonantie tahun 1931 No.134, 266 jis. 1932 No. 28 das 1935

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 25: 200701

24

No. 513 tahun 1931 tentang Peraturan Perlindungan Binatang Liar, di Indonesia,

Jalak Putih berturut-turut mendapatkan status perlindungan sebagai berikut :

1. SK Mentan No. 757/Kpts/Um/12/1979

2. SK Mentan No. 301/Kpts-II/1991

3. UU RI No. 5 Tahun 1990, dan

4. PP RI No. 7 tahun 1999,

Sedangkan di dunia internasional, jalak putih memiliki status keterancaman yang

meningkat dari mulai Mendekati Terancam Punah (Near threatened) menurut

kategori BirdLife International di tahun 1994, sampai pada kategori Terancam Punah

Kategori A1,2 Red Data Book dan dimasukan ke dalam lampiran II CITES oleh IUCN

pada tahun 2000 (Soehartono, 2003; Saaroni, dkk., 2000; IUCN, 2006; Noerdjito,

dkk., 2001; Collar, dkk., 1994).

2.5 Tinjauan Umum Lokasi Penelitian

Cagar Alam Pulau Dua termasuk salah satu komponen ekosistem Teluk

Banten yang merupakan lokasi penting di Indonesia untuk perkembangbiakan

berbagai jenis burung (Tiwi, 2004). Secara geografis Pulau Dua terletak pada 06 01’

LS dan 106 12’ BT. Terbentuk dari gugusan karang yang tumbuh menjadi satu,

Cagar Alam Pulau Dua pada awalnya terpisah dari daratan Pulau Jawa oleh selat

sempit selebar 500 meter, kemudian pada tahun 1978 dilaporkan bahwa Pulau Dua

telah menyatu dengan daratan Pulau Jawa akibat proses pendangkalan

(Partomihardjo, 1986; Noor, 2004). Daratan baru dan tanah timbul yang terbentuk,

ditumbuhi berbagai jenis vegetasi dan menjadi habitat yang baik bagi burung.

Karena besarnya potensi faunistis di Pulau Dua, pada tahun 1937 kawasan ini

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 26: 200701

25

ditetapkan sebagai suaka margasatwa dengan luas 8 Ha, kemudian diperluas

menjadi 30 Ha diikuti dengan perubahan statusnya menjadi Cagar Alam melalui SK

Menhut No. 253/Kpts/II/1984 (Noor, 2004; Milton & Marhadi, 1985).

Secara fisiognomi, Noor (2004), membagi vegetasi Cagar Alam Pulau Dua

menjadi 3 komunitas utama, yaitu Diospyros maritima, Avicenia marina, dan

Rhizophora apiculata, sedangkan Boeadi (1978), membedakannya menjadi 2 tipe

komunitas yaitu Komunitas Bakau (Rhizophora apiculata) dan Komunitas Kayu Hitam

(Diospyros maritima). Terbentuknya tanah timbul menyebabkan terjadinya

perkembangan komunitas edafis, dimana Avicenia marina kemudian menjadi

vegetasi ko-dominan. Dengan perkembangan ini Milton dan Marhadi (1985),

mengkategorikan vegetasi Pulau Dua menjadi 5 formasi yang berbeda yaitu :

a. Formasi Rhizophora, yang menempati daerah berlumpur dalam dan selalu

tergenang air laut.

b. Formasi Avicennia, yang merupakan wilayah terluas berupa daerah

berlumpur dan batu-batu karang yang tidak selalu tergenang air laut.

c. Formasi vegetasi pantai berpasir, yang meliputi sebagian kecil wilayah pantai

sebelah timur. Sebagian besar tumbuhannya berupa semak dan jenis pohon

khas pantai.

d. Formasi Diospyros, menempati sebagian besar wilayah daratan yang tidak

terjangkau oleh genangan air laut.

e. Formasi semak belukar, umumnya menempati daerah-dareah punggung

pada ketinggian 3-4 m diatas permukaan laut.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 27: 200701

26

Fauna Pulau Dua didominasi oleh jenis-jenis burung, penelitian Noor (2004)

menyebutkan tidak kurang dari 108 jenis burung dari 39 famili ditemukan di

kawasan ini. Sedangkan Ischak (1975) mencatat jenis mammalia dan herpetofauna

yang terdapat di pulau ini adalah Codot Madu Kecil (Macroglossus minisus), Kalong

Kecil (Pteropus hypomelanus), Tikus Rumah (Rattus rattus), Kelelawar Rumah

Kuning Kecil (Scatophilus temmincki), Biawak (Varanus salvator), Kadal Biasa

(Mabuya multifasciata), Cecak (Hemidactylus frenatus), Ular Sendok (Naja naja

sputatrix), dan Ular Bakau (Cerberus rhynchops).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 28: 200701

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metoda deskriptif analisis melalui sigi lapangan

dengan dua tahapan kerja, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian intensif.

Penelitian pendahuluan meliputi penentuan lokasi penelitian dan pencatatan jenis

tumbuhan. Penelitian secara intensif mencakup pengumpulan data aktivitas Jalak

Putih di setiap formasi vegetasi yang digunakan, serta pembuatan gambar diagram

profil tumbuhan.

3.1 Penelitian Pendahuluan

3.1.1 Penentuan Lokasi Penelitian

Teknik systematic aligned sampling (Williams, 1991) digunakan untuk

menentukan lokasi penelitian intensif. Seluruh lokasi penelitian berupa formasi

vegetasi yang dipetakan Milton dan Marhadi (1985) seluas 8 Ha, dibagi secara

merata ke dalam grid berukuran 50 X 50 meter (Gambar 4). Ukuran grid didasarkan

pada kemampuan/jarak pandang pengamat di lapangan ketika berdiri di tengah-

tengah grid (jarak pandang pengamat = 25 meter). Jumlah seluruh grid sebanyak

30 grid, setiap grid diberi nomor tanda lokasi dan kemudian dilakukan survei

pendahuluan terhadap masing-masing grid untuk mengetahui keberadaan Jalak

putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800). Masing-masing grid diamati selama 1

hari dalam rentang waktu puncak aktivitas burung, yaitu pukul 06.00 – 17.00 wib

(Bibby, dkk., 2000). Setiap grid yang dikunjungi oleh Jalak Putih, ditandai untuk

dijadikan lokasi penelitian intensif.

27 -- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 29: 200701

28

Gambar 4. Grid penentuan lokasi penelitian

3.1.2 Pencatatan Data Fisik Lingkungan dan Kondisi Cuaca

Parameter lingkungan di lokasi pengamatan berupa suhu, kelembaban tanah,

tipe substrat, dan ketinggian diukur sebagai data pendukung. Data cuaca dicatat

untuk mengetahui kondisi cuaca di lokasi penelitian, kategori cuaca yang dicatat

ditentukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan pengamatan lapangan dengan

kriteria sebagai berikut :

Cerah : Penutupan awan sekitar 20%-60% dari latar belakang awan,

udara tidak terlalu panas.

Mendung : langit tertutup awan hitam dan sinar matahari terhalangi,

kecepatan angin termasuk kategori 2-4 (Lampiran 3).

Hujan : hujan rintik, hujan sedang dan hujan deras

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 30: 200701

29

3.2 Penelitian Intensif

3.2.1 Data Yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian intensif meliputi aktivitas yang

dilakukan oleh Jalak Putih di setiap formasi vegetasi, lama waktu setiap aktivitas,

dan diagram profil tumbuhan pada setiap grid yang digunakan sebagai tempat

beraktivitas Jalak Putih. Seluruh jenis aktivitas jalak putih dimasukan dalam kategori

aktivitas memelihara tubuh, pemilihan tempat berlindung, makan, terbang, bersuara,

dan reproduksi. Kategori aktivitas tersebut adalah :

Memelihara Tubuh : aktivitas yang ditujukan secara langsung maupun

tidak langsung untuk pemeliharaan dan kenyamanan tubuh.

Pemilihan tempat berlindung : berdiam diri atau bertengger, termasuk

bertengger sambil mengawasi lingkungan / melihat ke

kanan/kiri.

Makan : mengumpulkan, mengambil, atau memakan makanan.

Terbang : Bergerak diatas formasi vegetasi, atau diantara cabang

pepohonan sambil membentangkan dan atau mengepakkan

sayap serta variasi diantara keduanya.

Bersuara : berbunyi atau berkicau, termasuk bersuara sambil

bergerak/terbang.

Reproduksi : interaksi antar individu termasuk diantaranya kawin,

membangun sarang, mengerami dan pemeliharaan anak.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 31: 200701

30

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

3.2.2.1 Teknik Pengumpulan Data Aktivitas Jalak Putih

Pengumpulan data aktivitas dan lamanya waktu tiap aktivitas Jalak Putih di

setiap formasi vegetasi yang digunakan, dilakukan dengan teknik ad-libitum

(Altmann, 1974), yaitu dengan mencatat secara maksimal seluruh aktivitas Jalak

Putih selama rentang waktu pengamatan (pukul 06.00-17.00 WIB) setiap harinya

selama 3 hari pengamatan secara berturut-turut.

Durasi aktivitas Jalak Putih di lokasi pengamatan dihitung sejak dimulainya

suatu aktivitas sampai berganti ke aktivitas lainnya. Sedangkan waktu keberadaan

Jalak Putih pada suatu formasi vegetasi, ditentukan dengan mencatat waktu awal

keberadaan Jalak Putih di formasi vegetasi yang diamati sampai Jalak Putih tersebut

pindah ke formasi vegetasi lainnya atau menghilang dari lokasi penelitian.

Seluruh individu Jalak Putih yang terdapat di lokasi penelitian diasumsikan

memanfaatkan formasi vegetasi yang ada secara seragam, sehingga masing-masing

individu dapat menjadi pengganti satu dengan yang lainnya. Jika terdapat lebih dari

satu individu pada saat bersamaan, pengamatan ditujukan pada individu yang

pertama kali terlihat.

3.2.2.2 Pembuatan Diagram Profil Tumbuhan

Diagram profil (Bengen, 2002; Bibby, dkk., 1992; Williams, 1991; Mueller-

Dumbois, 1974) dibuat untuk mengetahui struktur dan komposisi floristik formasi

vegetasi yang digunakan sebagai tempat beraktivitas Jalak Putih. Transek sabuk

dengan lebar 10 meter diletakkan pada lokasi grid penelitian intensif. Panjang setiap

transek sabuk sesuai dengan panjang grid yang digunakan oleh Jalak Putih. Jika

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 32: 200701

31

terdapat perbedaan formasi vegetasi dalam satu grid, transek sabuk diletakan

memotong formasi vegetasi yang ada. Setiap transek sabuk di bagi ke dalam plot

berukuran 10X10 meter dan profil vegetasi dalam plot pengamatan digambarkan

secara vertikal dan horizontal (Gambar 5 & 6). Setiap nama jenis tumbuhan yang

ditemukan beserta kategorinya dicatat pada lembar pengamatan.

Gambar 5. Penggambaran profil diagram secara vertikal

Gambar 6. Penggambaran profil diagram secara horizontal

Dilakukan pula pengukuran diameter batang pohon setinggi dada, tinggi

pohon, dan penutupan tajuk pada setiap pohon di plot pengamatan (Gambar 7 & 8).

Pencatatan jenis tumbuhan dilakukan pada seluruh transek yang diamati bersamaan

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 33: 200701

32

dengan pengukuran diameter batang pohon. Dicatat pula data fenologi tumbuhan

pada lokasi penelitian berupa berbunga, berbuah, dan gugur daun.

Gambar 7. Pengukuran Diameter Batang Setinggi Dada

Gambar 8. Pengukuran Diameter Batang Setinggi Dada pada Berbagai bentuk Pertumbuhan

3.3 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan mencakup analisis data tumbuhan, yaitu profil

vegetasi Cagar Alam Pulau Dua, kerapatan jenis tumbuhan, dan luas area

penutupan, serta analisis data proporsi waktu aktivitas Jalak Putih.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 34: 200701

33

3.3.1 Analisis data Tumbuhan

3.3.1.1 Profil Formasi Vegetasi Cagar AlamPulau Dua

Deskripsi profil formasi vegetasi Cagar Alam Pulau Dua menjelaskan gambaran

struktur dan komposisi floristik lokasi penelitian intensif baik secara vertikal maupun

horizontal. Stratifikasi vegetasi yang digambarkan dalam bentuk diagram profil,

dijelaskan secara deskriptif.

3.3.1.2 Kerapatan Jenis

• Kerapatan Jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam satu unit area : Rumusnya: Di = ni/A; Dr = Di/Dn X100% Di = kerapatan mutlak jenis i Dr = kerapatan relatif jenis i Dn = Kerapatan mutlak seluruh jenis ni = jumlah total tegakan dari jenis i A = Luas Total area pengambilan contoh (Luas total petak contoh/plot)

3.3.1.3 Frekuensi Jenis

• Frekuensi Jenis (Fi) adalah jumlah petak contoh jenis i dalam satu unit area : Rumusnya: Fi = pi/Σp; Fr = Fi/Fn X 100% Fi = Frekuensi mutlak jenis i Fr = Frekuensi relatif jenis i Pi = jumlah petak contoh (subplot) ditemukannya jenis i Σp = jumlah seluruh petak contoh (subplot) Fn = Frekuensi mutlak seluruh jenis

3.3.1.4 Penutupan Jenis

• Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area: Ci = ΣBA/A; Cr = Ci/Cn X 100% Ci = Penutupan mutlak jenis i Cr = Penutupan relatif jenis i BA = π DBH2/4 (dalam cm2) π = merupakan konstanta yang bernilai 3.1416 A = Luas Total area pengambilan contoh (Luas total petak contoh/plot) DBH = diameter batang pohon dari jenis i A = Luas total area pengambilan contoh

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 35: 200701

34

3.3.2 Analisis Data Proporsi Aktivitas Jalak Putih

Proporsi aktivitas Jalak putih dibedakan menjadi 3 yaitu, proporsi satu

aktivitas terhadap seluruh aktivitas di suatu formasi vegetasi, proporsi satu aktivitas

diseluruh formasi vegetasi yang digunakan, dan proporsi satu aktivitas terhadap

seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi yang digunakan. Proporsi masing-

masing aktivitas diatas didapatkan dengan rumus :

3.3.2.1 Proporsi Setiap Aktivitas di Setiap Formasi Vegetasi.

Adalah perbandingan total waktu satu aktivitas jalak putih di satu formasi

vegetasi dengan total waktu seluruh aktivitas di satu formasi vegetasi, rumusnya:

X100%(x) Vegetasi Formasi di aktivitas ruhWaktu selu Total

(x) Vegetasi Formasi di (i) aktivitas waktu Total

3.3.2.2 Proporsi Setiap Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi.

Adalah perbandingan total waktu satu aktivitas jalak putih di satu formasi

vegetasi dengan total waktu satu aktivitas di seluruh formasi vegetasi, rumusnya:

X100%digunakan yang Vegetasi Formasi seluruhdi (i) aktivitasWaktu Total

(x) Vegetasi Formasi di (i) aktivitas waktu Total

3.3.2.3 Proporsi Seluruh Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi.

Adalah perbandingan total waktu satu aktivitas jalak putih di satu formasi

vegetasi dengan total waktu seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi, rumusnya:

X100%digunakan yang Vegetasi Formasi seluruhdi aktivitas ruhWaktu selu Total

(x) Vegetasi Formasi di (i) aktivitas waktu Total

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 36: 200701

35

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Binokuler Nikon 8X40, digunakan untuk mengamati jenis- jenis burung.

2. Buku Seri Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan

Kalimantan (MacKinnon, dkk., 2000), digunakan untuk mengidentifikasi jenis-

jenis burung.

3. Global Positioning System (GPS) Garmin III Plus, digunakan untuk

menentukan koordinat lokasi pengamatan.

4. Jam tangan digital Casio Fish In Time, digunakan untuk mencatat waktu

pengamatan.

5. Kompas prismatik, digunakan untuk menentukan arah plot pengamatan.

6. Blumleiss, digunakan untuk mengukur ketinggian pohon.

7. Tali rafia dan patok, digunakan untuk membuat plot pengamatan.

8. Kantong plastik sampel, digunakan untuk menyimpan sampel tumbuhan.

9. Gunting kembang, digunakan untuk mengambil sampel tumbuhan.

10. A4 milimeter blok, digunakan untuk menggambar diagram profil tumbuhan.

11. Alat tulis dan catatan lapangan, digunakan untuk mencatat kegiatan

penelitian.

12. Tally sheet pengamatan, berisi catatan data pengamatan.

13. Termometer udara, digunakan untuk mengukur temperatur udara.

14. Lux meter, digunakan untuk mengukur intensitas cahaya.

15. Higrometer, digunakan untuk mengukur kelembaban udara.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 37: 200701

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Penelitian Intensif

Selama masa penelitian pendahuluan, ditemukan grid yang cenderung

dikunjungi oleh Jalak Putih (Sturnus melanopterus) di lokasi penelitian meliputi grid

2A, grid 3A, grid 3B, grid 4, grid 4B, grid 5, grid 5B, grid 6A, dan grid 6B (Gambar

9). Seluruh grid yang telah dikunjungi ini menjadi lokasi penelitian intensif.

Gambar 9. Lokasi Grid Penelitian Intensif

Grid 2A, grid 3A, dan grid 3B termasuk ke dalam formasi vegetasi Kayu

Hitam (Diospyros maritima), sedangkan grid 4B, grid 5B dan grid 6B berada diantara

formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dengan formasi Semak Belukar.

Grid 4 dan grid 5 terletak diantara formasi vegetasi Waru Laut (Lumnitzera

36

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 38: 200701

37

racemosa-Bruguiera cilindrica-Thespesia populnea) dengan Bakau-bakau (Sonneratia

alba – Rhizophora spp.) Sementara grid 6A terletak diantara formasi vegetasi Semak

Belukar, formasi vegetasi Waru Laut (Lumnitzera racemosa-Bruguiera cilindrica-

Thespesia populnea), dan Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.)

Grid 6B, 5B, 4B, 3A, 2, dan 2A dilalui jalan setapak yang merupakan akses

menuju bagian dalam kawasan cagar alam. Pada grid 6B terdapat sebuah

makam/kuburan, dan pada grid 2 terdapat bangunan berupa pos jagawana dan

menara pengamatan. Seluruh fasilitas dan akses yang terdapat di lokasi penelitian

aktif digunakan oleh pengunjung dan petugas BKSDA terutama setiap akhir pekan.

Formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea ) pada grid 6A digunakan sebagai

tempat bersarang dan bertengger Kowak Malam-kelabu (Nycticorax nycticorax),

sedangkan formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) pada grid 4 dan 5

digunakan sebagai tempat bersarang dan bertengger Kowak Malam-kelabu

(Nycticorax nycticorax), Kuntul (Casmerodius albus, Bubulcus ibis, Egretta spp.),

Blekok sawah (Ardeola speciosa), dan Cangak (Ardea spp.). Formasi vegetasi Kayu

Hitam (Diospyros maritima) dan Semak Belukar pada grid 2A, 3A, 3B, dan 4B

digunakan sebagai tempat bertengger Tekukur biasa (Streptopelia chinensis), dan

sewaktu-waktu digunakan pula sebagai tempat bertengger oleh Kowak Malam-

kelabu (Nycticorax nycticorax).

4.2 Formasi Vegetasi yang Digunakan oleh Jalak Putih

Berdasarkan pengamatan lapangan, jalak putih mengunjungi empat tipe

formasi vegetasi yaitu formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), Bakau-

bakau (Rhizophora spp.), Waru Laut (Thespesia populnea), dan Semak Belukar

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 39: 200701

38

(Tabel 1). Keempat tipe formasi vegetasi ini terletak di bagian utara Cagar Alam

Pulau Dua dan tidak berbatasan langsung dengan daratan Pulau Jawa di bagian

selatan pulau (Gambar 1). Formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea)

merupakan formasi tambahan yang disebutkan oleh Hasudungan (1999)

berdasarkan penggambaran profil formasi vegetasi pada plot penelitiannya, selain

dari formasi vegetasi yang dibambarkan oleh Milton dan Marhadi (1986) berupa

formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.), Kayu Api (Avicennia marina),

Pantai berpasir, Kayu Hitam (Diospyros maritima), dan Semak Belukar.

Tabel 1. Formasi Vegetasi dan Grid Penelitian Intensif

No Formasi Vegetasi di Cagar Alam Pulau Dua

Kehadiran Jalak Putih

Lokasi Grid Intensif

1 Kayu Hitam (Diospyros maritima) D 2A, 3A, 3B, 4B, 5B, 6B 2 Semak Belukar D 4B, 5B, 6A, 6B 3 Waru Laut (Lumnitzera racemosa-

Bruguiera cilindrica - Thespesia populnea)

D 4, 5, 6A

4 Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.)

D 4, 5, 6A

5 Kayu Api (Avicennia marina) TD - 6 Pantai Berpasir TD -

Keterangan: D = Dikunjungi TD = Tidak Dikunjungi Sumber : Data Primer 2005

Empat tipe formasi vegetasi yang dikunjungi jalak putih selama masa

penelitian intensif digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas harian jalak putih.

Selama masa penelitian intensif tidak ditemukan aktivitas jalak putih pada formasi

vegetasi Kayu Api (Avicenia marina), namun teridentifikasi jenis Jalak Cina (Sturnus

contra) yang menurut catatan Noor (2004) merupakan jenis pengunjung di pulau ini.

Formasi vegetasi Kayu Api (Avicenia marina) diketahui sebagai formasi yang

menutupi sebagian besar cagar alam pulau dua dan merupakan lokasi sarang aktif

dari sebagian besar burung air yang tinggal di pulau ini. Formasi ini juga dilalui

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 40: 200701

39

akses jalan setapak yang menghubungkan daratan Pulau Jawa dengan cagar alam

pulau dua serta digunakan secara intensif oleh masyarakat sekitar sebagai lokasi

mencari kayu bakar dan cacing. Ketidakhadiran jalak putih pada formasi ini selama

masa penelitian intensif dapat mengindikasikan adanya ketidakcocokan formasi

vegetasi Kayu Api (Avicenia marina) sebagai tempat beraktivitas jalak putih

dibandingkan dengan formasi lainnya dan atau adanya gangguan terhadap jalak

putih yang menghambat aktivitasnya pada formasi ini. Aktivitas manusia yang lebih

tinggi dibanding formasi lainnya (Foto 21, 22), hadirnya predator seperti Ular Kobra

(Naja sputatrix), Biawak (Varanus salvator), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus),

Alap-alap (Accipiter virgatus), Elang Laut (Haliaetus leucogaster), Elang Bondol

(Haliastur indus), dan jenis burung air besar seperti Cangak (Ardea spp.) yang lebih

sering terlihat pada formasi vegetasi kayu api (Avicenia marina) dibandingkan

dengan formasi lainnya merupakan contoh gangguan yang teramati selama masa

penelitian intensif. Disisi lain, faktor makanan ditengarai bukan merupakan alasan

ketidakhadiran jalak putih pada formasi ini, hal ini terlihat dari hadirnya jenis burung

dengan makanan yang sama dengan jalak putih seperti Jalak Cina (Sturnus contra),

Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus) dan Tekukur (Streptopelia chinensis).

4.3 Profil Formasi Vegetasi Lokasi Penelitian

Gambar profil formasi vegetasi lokasi penelitian didapatkan dari proyeksi

secara vertikal dan horizontal vegetasi lokasi penelitian yang terdapat dalam 3

transek sabuk masing-masing berukuran 100 X 10 meter dan memotong formasi

vegetasi yang ada pada lokasi grid penelitian intensif (Gambar 10). Masing-masing

transek sabuk terbagi ke dalam 10 sub plot penelitian berukuran 10 X 10 meter.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 41: 200701

40

Gambar 10. Lokasi Transek Sabuk Penelitian

A. Transek Sabuk 1 (Formasi Vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima))

Transek sabuk 1 terletak diantara koordinat 48M UTM 0631865; 9334978,

48M UTM 0632021; 9335005, 48M UTM 0631867; 9335000, dan 48M UTM

0631956; 9334941 memanjang ke arah 120o dari utara, memotong lokasi grid

penelitian 2A dan 3A. Berada pada ketinggian 0-3 meter diatas permukaan laut

(mdpl), transek sabuk 1 memiliki jenis tanah berpasir dan berbatu karang dengan

ketebalan seresah 0-5 cm. Rata-rata suhu harian di lokasi ini berkisar pada 29o C

dengan kelembaban udara berkisar pada 72% sampai 99,74%. Lokasi transek sabuk

1 sebagian berada dalam jangkauan pasang surut air laut, hal ini menyebabkan

tumpukan seresah di lantai hutan sering tersapu air laut sehingga ketebalan seresah

yang terukur mempunyai nilai yang relatif kecil. Berdasarkan pengamatan lapangan

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 42: 200701

41

selama masa penelitian intensif, cuaca harian di lokasi ini pun sering berubah

dengan cepat dari cerah, mendung, dan hujan.

Terdapat 6 (enam) jenis tumbuhan dari 5 famili dalam transek sabuk 1

dengan 4 (empat) jenis diantaranya termasuk dalam kategori pohon yaitu Kayu

Hitam (Diospyros maritima), Karanja (Pongamia pinnata), Butun (Baringtonia

asiatica), dan Bintaro (Cerbera manghas), serta 2 (dua) jenis lainnya termasuk

dalam kategori semak dan penutup lantai hutan yaitu jenis dari suku Euphorbiaceae,

dan Jukut Ibun (Drymaria cordata). Nilai kerapatan dan penutupan masing-masing

jenis tumbuhan yang termasuk dalam kategori pohon tertera dalam tabel 2.

Tabel 2. Nilai Frekuensi dan Kerapatan Relatif Pohon pada Transek Sabuk 1

No Jenis Pohon Fr (%) Dr (%)

1 Kayu Hitam (Diospyros maritima) 43,478 56,140

2 Karanja (Pongamia pinñata) 30,435 18,421

3 Butun (Baringtonia asiatica) 8,696 1,754

4 Bintaro (Cerbera manghas) 0,000 0,877

5 Semai (Diopyros maritima) 17,391 22,807

TOTAL 100,000 100,000

Keterangan : Fr = Frekuensi Relatif Jenis, Dr = Kerapatan Relatif Jenis.

Sumber : Tabulasi Data Primer 2005 Kayu hitam (Diospyros maritima) merupakan jenis pohon yang tersebar

secara merata dalam seluruh sub plot pada transek sabuk 1 (Fr 43, 478%), jenis ini

juga memiliki nilai dominansi dan kerapatan yang paling tinggi diantara jenis lainnya

(80% dan 56%). Nilai berbeda diperlihatkan oleh Butun (Baringtonia asiatica),

meskipun memiliki nilai diameter batang tertinggi (31 cm) tetapi dominansinya

berada di bawah Karanja (Pongamia pinnata) dan Kayu hitam (Diospyros maritima)

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 43: 200701

42

(Gambar 11), hal ini disebabkan oleh total nilai basal areanya yang berada di bawah

ke dua jenis diatas. Nilai ekstrim dominansi pada jenis Kayu Hitam (Diospyros

maritima) menunjukkan kemampuan tumbuh dan berkembang jenis ini pada kondisi

ekologis setempat dibandingkan dengan jenis lainnya pada transek sabuk yang

sama, sehingga seluruh tumbuhan pada transek sabuk 1 menggambarkan profil

formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima).

Dominansi Relatif Sabuk Transek 1

Diospyros maritima

80%

Pongamia pinnata

11%

Baringtonia asiatica

8% Seedling1%

Gambar 11. Grafik Dominansi Relatif Jenis Pohon Transek Sabuk 1

Profil formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) pada transek sabuk

1 dibentuk oleh strata utama pada ketinggian 8-12 meter dengan komposisi jenis

tumbuhan yang menyusunnya yaitu Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan Butun

(Baringtonia asiatica). Strata dibawahnya pada ketinggian 1-5 meter tersusun atas

Karanja (Pongamia pinnata), Euphorbiaceae, serta Bintaro (Cerbera manghas) dan

strata akhir pada ketinggian 0-1 meter ditumbuhi oleh Euphorbiaceae , semai Kayu

Hitam (Diospyros maritima), serta Jukut Ibun (Drymaria cordata) (Gambar 12).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 44: 200701

43

Gambar 12. Diagram Profil Transek Sabuk 1

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 45: 200701

44

Jenis Butun (Baringtonia asiatica) diantara sub plot 4 dan 5 serta pada sub

plot 9 merupakan emergent tree di transek sabuk 1. Berdasarkan pengamatan

lapangan, kedua pohon ini aktif digunakan sebagai tempat aktivitas jalak putih

terutama jenis aktivitas bertengger (Perching). Hadirnya jenis emergent pada satu

formasi vegetasi mencerminkan adanya kompetisi untuk mendapatkan cahaya pada

setiap jenis dalam formasi tersebut. Donald (1963) dalam Krebs (1978) menjelaskan

bahwa ketinggian merupakan cara tumbuhan untuk mendapatkan cahaya lebih bagi

pertumbuhan dan perkembangannya.

Terdapat satu pohon Butun (Baringtonia asiatica) yang telah mati pada sub

plot 10 (Foto 17). Berdasarkan pengamatan lapangan hal ini disebabkan oleh media

tumbuh Butun (Baringtonia asiatica) pada sub plot 10 ini adalah gugusan karang

yang merupakan salah satu tipe substrat (tanah) di cagar alam pulau dua. Tipe

substrat gugusan karang ini tidak dapat menampung pohon-pohon besar yang hidup

diatasnya yang kemudian berangsur-angsur mati atau tumbang, sehingga sebagian

besar gugusan karang hanya ditumbuhi oleh rumput dan semak/perdu (Madsahi,

komunikasi pribadi).

Diantara sub plot 1 dan sub plot 2 terdapat celah (gap) serta pada sub plot 5

yang diakibatkan oleh cabang pohon Kayu Hitam (Diospyros maritima) yang

tumbang. Gap merupakan suatu celah yang cukup lebat yang terbentuk diantara

kanopi-kanopi dari pohon-pohon dominan yang rapat pada suatu komunitas hutan.

Whitmore (1984) menjelaskan bahwa gap memberikan jalan pada sinar matahari

untuk menembus sampai ke lantai hutan sehingga memberikan peluang pada

tumbuh-tumbuhan untuk hidup normal terutama pada jenis-jenis pohon yang

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 46: 200701

45

memerlukan sinar matahari lebih banyak untuk dapat hidup dan berkembang.

Whitmore (1984) menjelaskan pula bahwa gap dianggap sebagai sumber penting

dari lingkungan heterogen pada komunitas hutan dan merupakan pengontrol

pembentukan pohon-pohon dalam hutan. Hal ini dapat dilihat pada gap yang ada

diantara sub plot 1 dan 2 yang diisi oleh jenis-jenis semak dan perdu yang tumbuh

cepat dibandingkan dengan sub plot lainnya, sedangkan pada sub plot 5 gap yang

ada belum/diisi oleh tumbuhan lain mengingat batang pohon yang tumbang belum

berselang lama.

Kayu hitam (Diospyros maritima) yang membentuk formasi vegetasi utama

pada transek sabuk 1 sebagian besar sedang berbuah, hal ini merupakan fenomena

ekologi (fenologi) yang teramati pada transek sabuk 1 selain musim berbunga dan

berbuah jenis Butun (Baringtonia asiatica), Karanja (Pongamia pinnata), dan

Euphorbiaceae. Krebs (1978) menambahkan komponen gugur daun sebagai bagian

dari fenomena ekologi selain berbunga dan berbuah, gugur daun terjadi secara

musiman, banyak tumbuhan overstorey yang dengan nyata menggugurkan daun

dan menumbuhkan daun baru secara musiman, sedangkan tumbuhan understorey

secara sinambung menggugurkan beberapa daun dan menumbuhkan daun baru.

Namun, berdasarkan pengamatan lapangan tidak tampak fenologi gugur daun pada

vegetasi di transek sabuk 1 baik pada strata tajuk atas (overstorey) maupun strata

bawah yang berada dalam naungan (understorey), hal ini menjelaskan adanya

perbedaan waktu dan durasi periode setiap fenologi pada setiap bentuk formasi

vegetasi. Oleh sebab inilah Krebs (1978) menyatakan bahwa fenologi penting untuk

menentukan waktu kritis untuk interaksi biologis.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 47: 200701

46

Serangga tanah (Hemiptera), serangga daun (Hemiptera), semut, serta

biawak (Varanus salvator) merupakan jenis-jenis hewan selain burung yang

ditemukan selama masa penelitian intensif di transek sabuk 1 (Foto 7, 8, 9 16).

Madsahi dalam komunikasi pribadi menyatakan bahwa keberadaan serangga dan

semut ini berkaitan dengan musim berbunga dan berbuah tumbuhan di seluruh

lokasi penelitian, sedangkan BirdLife International (2001) dan MacKinnon, dkk.

(2000) menyebutkan bahwa serangga, ulat, buah, nektar dan benih sebagai

makanan jalak putih.

B. Transek Sabuk 2 (Formasi Vegetasi Bakau-Bakau (Rhizophora spp.), Kayu Api (Avicenia marina), dan Semak Belukar).

Transek sabuk 2 terletak diantara koordinat 48M UTM 0632029; 9335001,

48M UTM 0631981; 9334913, 48M UTM 0631969; 9334920, dan 48M UTM

0632021; 9335005 memanjang ke arah 30o dari utara memotong lokasi grid

penelitian 4A, 4 dan 4D. Transek sabuk 2 berada pada ketinggian 3-5 meter diatas

permukaan laut (mdpl) dengan jenis tanah berpasir, berlumpur, dan berbatu karang,

ketebalan seresah pada sabuk transek ini adalah 0-5 cm dengan suhu rata-rata

290C. Sub plot 1 sampai sub plot 6 selalu digenangi air laut dari bagian selatan

pulau, sehingga substratnya merupakan tanah berlumpur (rawa-rawa), sementara

sub plot 7 sampai sub plot 10 memiliki tipe tanah berpasir yang sebagian besar

ditumbuhi tumbuhan penutup lantai hutan. Substrat tanah berkarang didapati pada

sebagian sub plot 8 yang tidak ditumbuhi pohon dan sub plot 1 yang ditumbuhi

pohon Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) yang kering dan menggugurkan

daunnya. Kondisi ini berbeda dengan tumbuhan Bakau-bakau (Rhizophora apiculata)

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 48: 200701

47

lainnya yang berdaun lebat. Seperti halnya substrat karang pada transek sabuk 1,

vegetasi yang hidup diatas substrat batu karang ini tidak akan dapat bertahan lama

dan akan berangsur-angsur mati (Madsahi, Komunikasi pribadi).

Jenis tumbuhan yang teridentifikasi pada transek sabuk 2 meliputi 9 jenis

dari 7 famili, terdiri dari 6 jenis tumbuhan dalam kategori pohon yaitu Bakau-bakau

(Rhizophora apiculata), Kayu Api (Avicenia marina), Cantigi (Pemphis acidula), Jarak

(Ricinus communis), Waru Laut (Thespesia populnea), dan Karanja (Pongamia

pinnata), serta 3 jenis tumbuhan penutup lantai hutan dalam katagori semak dan

herba yaitu Euphorbiaceae, Permot (Passiflora foetida), dan Deruju (Acanthus

ilicifolius).

Kayu Api (Avicenia marina) dan Jarak (Ricinus communis) memiliki nilai

frekuensi relatif yang sama yaitu 13,33%, sementara Cantigi (Pemphis acidula)

mempunyai nilai 20%, serta Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) mempunyai nilai

paling tinggi yaitu 33,3%. Berbeda dengan nilai frekuensi relatif, niliai kerapatan

relatif jenis pada transek sabuk 2 didominasi oleh Bakau-bakau (Rhizophora

apiculata) dengan nilai ekstrim sebesar 67,2%. Nilai kerapatan dan penutupan

masing-masing jenis dalam katagori pohon tertera dalam tabel 3.

Tabel 3. Nilai Frekuensi dan Kerapatan Relatif Pohon pada Transek Sabuk 2 No Jenis Pohon Fr (%) Kr (%)

1 Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) 33,333 67,2132 Kayu Api (Avicenia marina) 13,333 11,4753 Cantigi (Pemphis acidula) 20,000 8,1974 Jarak (Ricinus communis) 13,333 4,9185 Waru Laut (Tesphesia populnea) 6,667 3,2796 Karanja (Pongamia pinnata) 6,667 1,6397 Semai 6,667 3,279

TOTAL 100,000 100,000Keterangan : Fr = Frekuensi Relatif Jenis, Dr = Kerapatan Relatif Jenis;

Sumber : Tabulasi Data Primer 2005

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 49: 200701

48

Nilai ekstrim kerapatan relatif jenis ini menempatkan Bakau-bakau

(Rhizophora apiculata) sebagai jenis dengan populasi tertinggi pada transek sabuk 2.

Berbeda dengan nilai kerapatan relatif jenis, berdasarkan total nilai basal area,

dominasi relatif tumbuhan pada transek sabuk 2 membagi tumbuhan menjadi dua

kelompok besar yaitu Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) dengan nilai dominansi

relatif sebesar 43% dan Jarak (Ricinus communis) sebesar 34% (Gambar 13). Nilai

dominansi relatif ini memperlihatkan profil formasi vegetasi Bakau-bakau

(Rhizophora apiculata) dan formasi vegetasi semak/herba yang ditumbuhi oleh Jarak

(Ricinus communis).

Dominansi Relatif Sabuk Transek 2

Pemphis acidula4%

Avicenia marina15%

Ricinus communis

34%

Thespesia populnea

4%

Rhizophora apiculata

43%

Gambar 13. Grafik Dominansi Relatif Jenis Pohon Transek Sabuk 2.

Profil formasi vegetasi pada transek sabuk 2 dibentuk oleh strata utama pada

ketinggian 8-12 meter dengan komposisi jenis tumbuhan penyusunnya yaitu Bakau-

bakau (Rhizophora apiculata), Api-api (Avicenia marina), Cantigi (Pemphis acidula),

Jarak (Ricinus communis), Waru Laut (Thespesia populnea), dan Karanja (Pongamia

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 50: 200701

49

pinnata). Strata dibawahnya merupakan tumbuhan penutup lantai hutan dan

semak/herba yang terdiri dari Euphorbiaceae, Permot (Passiflora foetida), dan

Deruju (Acanthus ilicifolius) (Gambar 14). Berdasarkan pengamatan lapangan, strata

utama pada transek sabuk 2 aktif digunakan sebagai tempat aktifitas jalak putih.

Pohon jarak (Ricinus communis) pada sub plot 10 merupakan pohon yang sering

digunakan sebagai tempat bertengger kelompok jenis Jalak (Sturnus spp), Kerak

Kerbau (Acridotheres javanicus), dan Tekukur (Streptopelia chinensis) (Foto 20).

Sedangkan Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) pada sub plot 1-5 aktif digunakan

sebagai tempat bersarang dan tenggeran koloni burung Kowak Malam Kelabu

(Nyticorax nycticorax) dan Blekok Sawah (Ardeola speciosa). Lantai hutan pada sub

plot 1-6 merupakan tanah berlumpur yang sebagian besar tergenang air, pada lokasi

ini dijumpai jenis burung Kareo Padi (Amaurornis phoenicurus) dan koloni burung

Kuntul Kecil (Egretta garzetta) yang aktif mencari makan, sedangkan sub plot 7-10

yang ditumbuhi semak/herba merupakan habitat Biawak (Varanus salvator) dan Ular

Kobra (Naja sputatrix).

Terdapat “gap” yang sempit diantara sub plot 6 dan 7 yang diakibatkan oleh

pohon jarak (Ricinus communis) yang tumbang, sementara gap lainnya yang cukup

lebar terdapat diantara sub plot 8 dan 9 serta pada sub plot 10. Berdasarkan

pengamatan lapangan, gap diantara sub plot 8 dan 9 tidak terbentuk secara alami,

melainkan akibat penebangan terhadap pohon Cantigi (Pemphis acidula) dimana sisa

penebangannya masih terlihat di sekitar lokasi penelitian (Foto 21).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 51: 200701

50

Gambar 14. Diagram Profil Transek Sabuk 2

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 52: 200701

51

Di bawah sisa penebangan ini lantai hutan terbuka cukup lebar tanpa di

tubuhi vegetasi apapun, sementara pada lokasi penebangan yang sudah lama lantai

hutan telah ditumbuhi oleh Deruju (Acanthus ilicifolius) dan jenis dari suku

Euphorbiaceae. Akses yang mudah dijangkau dan substrat tanah yang mudah dilalui

ini menyebabkan seluruh gap akibat penebangan liar di transek sabuk 2 berada pada

lokasi dengan substrat tanah berpasir (sub plot 6-10). Potensi gap yang lain terdapat

di sub plot 1, dimana Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) yang hidup pada substrat

berkarang terlihat kering dan menggugurkan daunnya.

Formasi vegetasi pada sabuk transek 2 memperlihatkan struktur zonasi yang

khas pada setiap sub plotnya. Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) pada sub plot 1-5

menempati wilayah dengan substrat yang selalu tergenang air (rawa-rawa). Bengen

(2002), menjelaskan bahwa jenis Bakau-bakau (Rhizophora apiculata) memiliki daur

hidup khusus yang memerlukan keberadaan air untuk pertumbuhan dan

perkembangannya (Gambar 15). Substrat berlumpur yang tidak terlalu tergenang air

dan berbatasan dengan daratan ditumbuhi oleh Kayu Api (Avicenia marina),

sedangkan wilayah daratan dengan substrat tanah berpasir pada sub plot 7-10

ditumbuhi oleh Cantigi (Pemphis acidula) serta jenis mangrove ikutan yaitu Jarak

(Ricinus communis), Deruju (Acanthus ilicifolius), dan Euphorbiaceae. Noor, dkk.

(1999), menjelaskan bahwa Kayu Api (Avicenia marina) merupakan vegetasi pada

zona mangrove terbuka, yaitu wilayah yang berhadapan dengan air laut, dan jenis-

jenis Rhizophora berada di zona mangrove tengah yang terletak di belakang zona

mangrove terbuka, diikuti oleh zona mangrove payau dan daratan di sepanjang

sungai berair payau hingga hampir tawar sampai di belakang jalur hijau mangrove

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 53: 200701

52

yang sebenarnya. Namun Noor, dkk. (1999) juga menjelaskan bahwa seringkali

struktur dan korelasi zonasi yang tampak di suatu daerah tidak selalu dapat

diaplikasikan di daerah yang lain. Hal ini terlihat jelas pada transek sabuk 2 dimana

keadaan di lapangan berkebalikan dengan penjelasannya, sebagian kecil kelompok

api-api (Avicenia marina) berada di belakang Bakau-bakau (Rhizophora apiculata)

yang berhadapan langsung dengan laut terbuka cagar alam Pulau Dua bagian

selatan.

Gambar 15. Daur Hidup Pohon Mangrove Tertentu (Modifikasi dari Bengen (2002))

C. Transek Sabuk 3 (Formasi Vegetasi Bakau-bakau (Sonneratia alba), Waru Laut (Thespesia poulnea-Bruguiera cilindrica) dan Kayu Hitam (Diospyros maritima)).

Transek sabuk 3 terletak diantara koordinat 48M UTM 0632115; 9334977,

48M UTM 0632112; 9334907, 48M UTM 0632111; 9334910, dan 48M UTM

0632102; 9334981 memanjang ke arah 30o dari utara memotong lokasi grid

penelitian 6, 6A, dan 6B. Ketinggian tempat pada transek sabuk 3 berkisar antara 3-

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 54: 200701

53

5 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan jenis tanah berpasir dan berlumpur.

Substrat tanah berlumpur pada transek sabuk 3 didapati pada sub plot 1 sampai sub

plot 4 dengan beberapa bagian dari sub plot 3 dan sub plot 4 tergenang oleh air,

sedangkan substrat tanah berpasir terdapat pada sub plot 5 sampai sub plot 10.

Pada sub plot 10 terdapat jalan setapak yang merupakan akses masuk utama ke

dalam wilayah cagar alam dan pada sub plot 9 terdapat bangunan berupa

makam/kuburan yang pada waktu-waktu tertentu aktif dikunjungi peziarah

(Madsahi, komunikasi pribadi).

Ketebalan seresah pada transek sabuk ini adalah 0-10 cm dengan suhu rata-

rata 290C. Ketiadaan seresah pada hutan bakau dan vegetasi lain di tepi pantai

seperti pada seluruh transek sabuk di lokasi penelitian, ditengarai oleh Polunin

(1990) sebagai akibat dari salinitas yang “menguasai” keadaan dimana tanah yang

berpasir atau berbatu sering hampir bersih dari daun-daun yang mati. Batang-

batang pohon pada umumnya ditempati oleh epifita, baik yang berdaun lebat

maupun yang berupa tumbuhan spora, dan merupakan penunjang bagi suatu massa

tumbuhan memanjat yang berbatang kecil-kecil.

Komposisi floristik transek sabuk 3 tersusun atas 12 jenis tumbuhan dari 10

famili yang terdiri dari 7 jenis tumbuhan dalam kategori pohon yaitu Kayu Hitam

(Diospyros maritima), Karanja (Pongamia pinnata), Buta-buta (Exoecaria agalocha),

Waru Laut (Tesphesia populnea), Cangcang (Bruguiera cilindrica), Pedada

(Sonneratia alba), dan Kayu Api (Avicenia marina) serta 5 jenis tumbuhan yang

termasuk katagori semak/herba yaitu euphorbiaceae, Kutuk (Caesalpinia bonduc),

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 55: 200701

54

Obat Merah (Rivinia humilis), Deruju (Acanthus ilicifolius), dan petai-petaian

(Leguminosae).

Nilai frekuensi relatif jenis tumbuhan pada transek sabuk 3 terbagi ke dalam

dua kelompok besar dimana Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan Karanja

(Pongamia pinnata) masing-masing memiliki nilai 17,39% sedangkan Waru Laut

(Tesphesia populnea), Cangcang (Bruguiera cilindrica), Pedada (Sonneratia alba),

dan Kayu Api (Avicenia marina) masing-masing memiliki nilai 13%. Hal ini berbeda

dengan nilai kerapatan relatifnya dimana Pedada (Sonneratia alba) memiliki nilai

tertinggi diantara yang lainnya yaitu 34,33%. Nilai kerapatan dan penutupan

masing-masing jenis tumbuhan dalam katagori pohon tertera dalam tabel 4.

Tabel 4. Nilai Frekuensi dan Kerapatan Relatif Pohon pada Transek Sabuk 3

No Jenis Fr (%) Dr (%)

1 Kayu Hitam (Diospyros maritima) 17,391 16,418

2 Karanja (Pongamia pinnata) 17,391 5,970

3 Semai (Bruguiera cilindrica) 4,348 1,493

4 Buta-buta (Exoecaria agalocha) 4,348 2,985

5 Waru Laut (Thespesia populnea) 13,043 13,433

6 Cangcang (Bruguiera cilindrica) 13,043 13,433

7 Pedada (Sonneratia alba) 17,391 34,328

8 Kayu Api (Avicenia marina) 13,043 11,940

TOTAL 100,000 100,000

Keterangan : Fr = Frekuensi Relatif Jenis, Dr = Kerapatan Relatif Jenis;

Sumber : Tabulasi Data Primer 2005 Berdasarkan nilai basal area dari masing-masing individu, jenis Kayu Hitam

(Diospyros maritima) mendominasi transek sabuk 3 dengan nilai dominansi relatif

jenis sebesar 34%, disusul oleh Pedada (Sonneratia alba) sebesar 20% dan Waru

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 56: 200701

55

Laut (Tesphesia populnea) sebesar 19%. Sementara jenis lainnya hanya mempunyai

nilai dominansi tidak lebih dari 10% (Gambar 16).

Dominansi Relatif Sabuk Transek 3

Hibiscus tiliaceus

19%

Bruguiera cilindrica

7%

Sonneratia alba20%

Avicenia marima10% Diospyros

maritima34%

Pemphis acidula

1%

Exoecaria agalocha

9%

Gambar 16. Grafik Dominansi Relatif Jenis Pohon Transek Sabuk 3.

Profil formasi vegetasi pada transek sabuk 3 dibentuk oleh strata utama pada

ketinggian 8-14 meter dengan komposisi jenis tumbuhan yang menyusunnya yaitu

Kayu Hitam (Diospyros maritima), Karanja (Pongamia pinnata), Buta-buta (Exoecaria

agalocha), Waru Laut (Tesphesia populnea), Cangcang (Bruguiera cilindrica), Pedada

(Sonneratia alba), dan Kayu Api (Avicenia marina). Strata dibawahnya pada

ketinggian 1-5 meter tersusun atas Karanja (Pongamia pinnata), Euphorbiaceae,

petai-petaian (Leguminosae), serta Kutuk (Caesalpinia bonduc) dan strata akhir

pada ketinggian 0-1 meter ditumbuhi oleh Euphorbiaceae , semai Cangcang

(Bruguiera cilindrica), Obat Merah (Rivinia humilis), dan Deruju (Acanthus ilicifolius)

(Gambar 17).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 57: 200701

56

Gambar 17. Diagram Profil Transek Sabuk 3

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 58: 200701

57

Strata utama pada transek sabuk 3 tidak hanya digunakan sebagai tempat

beraktivitas jenis jalak putih, tetapi juga oleh jenis Kerak Kerbau (Acridotheres

javanicus), Tekukur (Streptopelia chinensis), dan Merbah Cerukcuk (Pycnonotus

goiavier). Berdasarkan pengamatan lapangan, strata utama pada sub plot 1-6

digunakan sebagai tempat bertengger dan bersarang Kowak Malam Kelabu

(Nycticorax nycticorax) dan Kuntul Kecil (Egretta garzetta), sedangkan strata utama

pada sub plot 7-10 yang ditumbuhi oleh Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan Buta-

buta (Exoecaria agalocha) dihuni oleh jenis Tekukur (Streptopelia chinensis).

Seperti halnya profil formasi vegetasi pada transek sabuk 2, profil formasi

vegetasi transek sabuk 3 juga membentuk struktur zonasi yang khas berdasarkan

tipe substratnya. Sub plot 1-4 dengan substrat tanah berlumpur yang selalu

tergenang membentuk formasi bakau-bakau (Rhizophora apiculata – Sonneratia

alba), sub plot 5-6 dengan substrat tanah lumpur-berpasir membentuk formasi

vegetasi Waru Laut (Tesphesia populnea), dan sub plot 7-10 dengan substrat tanah

berpasir yang lebih keras membentuk formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros

maritima).

Musim berbuah jenis Kayu Hitam (Diospyros maritima) serta musim

berbunga dan berbuah jenis Waru Laut (Tesphesia populnea), Buta-buta (Exoecaria

agalocha), Kayu Api (Avicenia marina), Pedada (Sonneratia alba), petai-petaian

(Leguminosae) dan Obat Merah (Rivinia humilis) adalah fenologi yang teramati

pada transek sabuk 3, sedangkan fenologi gugur daun tidak tampak pada sabuk

transek ini. Teramati pula kehadiran Biawak (Varanus salvator), Ular Kobra (Naja

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 59: 200701

58

sputatrix), Serangga (Hemiptera), Musang, Gagak Kampung (Corvus enca), Alap-

alap (Accipiter virgatus), dan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus).

4.4 Aktivitas Jalak Putih

Sebanyak 18 jenis aktivitas Jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin, 1800)

teramati selama masa penelitian di empat tipe formasi vegetasi yaitu formasi

vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), formasi vegetasi Semak Belukar, formasi

vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea), dan formasi vegetasi Bakau-bakau

(Rhizophora spp). Seluruh aktivitas Jalak putih (Sturnus melanopterus, Daudin,

1800) dideskripsikan berdasarkan hasil pengamatan terhadap masing-masing

individu yang teramati di lapangan.

4.4.1 Deskripsi Aktivitas Jalak Putih

a. Merapihkan bulu punggung

Merapihkan bulu punggung diawali dengan menguraikan bulu-bulu bagian

punggung dengan menggunakan paruh, kemudian menjepit salah satu bulu pada

bagian pangkalnya diantara paruh atas dan paruh bawah, serta menguraikannya

sampai ke bagian ujung bulu. Pettingill (1967) menyebutkan bahwa aktifitas

merapihkan bulu kemungkinan merupakan aktifitas yang paling penting dan yang

paling sering dilakukan dalam perawatan tubuh. Aktivitas ini ditujukan untuk

membersihkan bulu, menyambungkan bulu-bulu yang terpisah, dan

menghaluskannya.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 60: 200701

59

b. Merapihkan bulu sayap bawah

Merapihkan bulu sayap bawah dilakukan dengan menjepit bagian pangkal

bulu dari arah bawah sayap dan menguraikannya diantara paruh atas dan paruh

bawah dalam satu gerakan sampai pada ujung bulu.

c. Merapihkan bulu sayap atas

Aktivitas merapihkan bulu sayap atas dilakukan dengan menjepit bagian

pangkal bulu dari arah atas sayap dan menguraikannya diantara paruh atas dan

paruh bawah dalam satu gerakan sampai pada ujung bulu.

d. Merapihkan bulu dada

Aktivitas merapihkan bulu dada diawali dengan menguraikan bulu-bulu

bagian dada dengan menggunakan paruh, kemudian menjepit salah satu bulu pada

bagian pangkalnya diantara paruh atas dan paruh bawah, serta menguraikannya

sampai ke bagian ujung bulu.

e. Membersihkan paruh

Membersihkan paruh dilakukan dengan menempelkan salah satu sisi paruh

atas dan paruh bawah yang dalam keadaan tertutup pada dahan/ranting dan

menggosokkannya dalam satu gerakan seperti mematuk, biasanya dilakukan

bergantian dengan sisi paruh lainnya. Aktivitas membersihkan paruh seringkali

teramati diantara aktivitas merapihkan bulu.

f. Mematuk

Aktivitas mematuk dilakukan dengan cara memagut dengan menggunakan

paruh. Aktivitas ini berbeda dengan makan, dimana pada aktivitas ini tidak terlihat

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 61: 200701

60

makanan pada paruh jalak putih dan aktivitas ini biasanya dilakukan diantara

aktivitas membersihkan paruh.

g. Menggaruk kepala

Pada jalak putih, aktivitas menggaruk kepala dilakukan dengan mengangkat

salah satu kaki dan menggaruk daerah kepala yang meliputi bagian belakang

kepala/bagian belakang leher/bagian depan kepala diatas alis dengan menggunakan

jari kaki. Pettingil (1967) membedakan aktivitas menggaruk ini menjadi dua macam

yaitu menggaruk secara langsung yang dilakukan dengan cara melipat kaki secara

langsung ke daerah kepala melalui bagian bawah sayap, dan secara tidak langsung

dengan cara melipat kaki sampai bagian bawah sayap. Aktivitas menggaruk kepala

ini dilakukan untuk perawatan bulu tubuh daerah kepala yang sulit dijangkau oleh

paruh.

h. Memutar kepala

Memutar kepala dilakukan dengan menggerakkan seluruh kepala dengan

arah memutar ke kiri atau ke kanan, searah atau berkebalikan arah jarum jam,

dengan poros pada leher. Gerakan ini merupakan salah satu gerakan yang

diperkirakan memberikan sensasi nyaman bagi burung selain gerakan meregangkan,

mengguncangkan tubuh, menguap, dan beristirahat (Pettingill, 1967).

i. Meregangkan (stretching)

Meregangkan (stretching) dilakukan dengan merentangkan salah satu sayap

ke arah bawah bersamaan dengan memanjangkan salah satu kaki pada arah yang

sama, serta mengembangkan bulu-bulu ekor. Biasanya diulangi pada sayap dan kaki

yang lainnya.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 62: 200701

61

j. Mengguncangkan tubuh (Body shaking)

Mengguncangkan tubuh dilakukan dengan cara menggoyangkan sisi tubuh

ke arah kanan dan kiri secara bergantian dalam gerakan yang cepat dengan posisi

sayap tetap terlipat, biasanya diikuti dengan menggoyangkan ekor ke kiri dan kanan.

Dalam gerakan ini bulu-bulu tubuh biasanya terlihat mengembang.

k. Bertengger

Bertengger adalah berdiam diri / berdiri pada kedua kaki dengan

mencengkeramkan jari-jari kaki di tempat tenggeran. Posisi badan pada saat

bertengger biasanya condong dalam posisi seperti siap terbang dengan sayap

terlipat di kedua sisinya. Posisi bertengger seperti ini diperkirakan bertujuan dalam

pengawasan lingkungan sekitar/berlindung. Posisi ini berbeda dengan aktivitas

beristirahat yang biasanya dilakukan dengan bertengger pada satu atau dua kaki

dalam posisi badan yang tegak.

l. Bergeser tenggeran

Aktivitas bergeser tenggeran dilakukan dengan menggeserkan salah satu

kaki ke samping kiri atau kanan kemudian diikuti kaki lainnya sehingga lokasi

tenggeran berpindah dari tempat semula. Posisi tubuh pada saat bergeser tetap

mengarah pada satu arah yang sama.

m. Membalik badan/arah

Membalikan badan/arah dilakukan dalam posisi bertengger dengan

memindahkan posisi dan arah kaki serta diikuti oleh seluruh badan sehingga

mengubah arah tenggeran ke arah yang lain dari sebelumnya.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 63: 200701

62

n. Melihat ke kiri/kanan

Memalingkan kepala ke arah kiri atau kanan dengan poros pada leher. Biasa

dilakukan pada saat bertengger.

o. Makan

Makan biasanya diawali dengan aktivitas mematuk dan menempatkan

makanan diantara paruh atas dan bawah, kemudian menelan/memakan makanan

dalam posisi kepala terangkat atau tetap menghadap ke bawah.

p. Berjalan

Bergerak melangkahkan kaki diatas tajuk pohon, dahan/ranting, atau tanah

ke arah mendatar atau menurun.

q. Bersuara

Mengeluarkan bunyi/suara, baik dalam rentang waktu yang pendek ataupun

yang panjang (berkicau). Aktivitas bersuara dilakukan jalak putih baik ketika

bertengger maupun terbang.

r. Terbang

Melayang di udara dengan membentangkan dan atau mengepakkan sayap

serta variasi diantaranya, seperti terbang meluncur (gliding) dan terbang diam

(hovering).

4.4.2 Kategori Aktivitas Jalak Putih

Seluruh aktivitas hasil pengamatan yang dideskripsikan diatas,

dikelompokkan ke dalam kategori yang dideskripsikan oleh Pettingill (1967) seperti

yang terlihat pada tabel 5.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 64: 200701

63

Tabel 5. Kategori Aktivitas Jalak Putih

Kategori Berdasarkan Pettingill (1967) Aktivitas Hasil Pengamatan Simpulan Kategori

A PERILAKU INDIVIDU

1 Merapihkan Bulu Merapihkan bulu punggung

Merapihkan bulu sayap bawah

Merapihkan bulu dada

Merapihkan bulu sayap atas

Membersihkan Paruh

Menggaruk Kepala Menggaruk Kepala

Mandi -

Meminyaki Bulu -

Berjemur -

Anting -

Meregangkan Tubuh Meregangkan (Stretching)

Memutar Kepala

Feather settling Menggoncangkan tubuh

Beristirahat Bergeser tenggeran

Membalik badan / arah

MEMELIHARA TUBUH

Gerakan Kenyamanan (Comfort movements) Menguap -

Memelihara tubuh

2 PEMILIHAN TEMPAT BERLINDUNG (SHELTER) Bertengger

Melihat ke kiri / kanan

Memilih tempat berlindung

3 MENCARI MAKANAN DAN MAKAN Makan

Berjalan (di tajuk/ranting)

Mematuk

Makan dan pemilihan makanan

4 BERMAIN - B PERILAKU SOSIAL

1 AGONISTIK

2 PERTAHANAN Berdiam dan Melarikan Diri

Mengkomunikasikan ancaman

Mengancam

Menyerang

Menyelidiki (Exploring)

Mengepung (Mobbing)

Display untuk mengacau (Distraction Display)

3 BERKOLONI (FLOCKING)

Terbang, Bersuara

4 REPRODUKSI -

Terbang, Bersuara

Sumber : Kompilasi data lapangan 2005

Kategori aktivitas memelihara tubuh merupakan kategori dengan jumlah

aktivitas yang paling banyak teramati (11 jenis aktivitas), diikuti oleh makan dan

pemilihan makanan (5 jenis aktivitas), memilih tempat berlindung (2 jenis aktivitas),

terbang, serta bersuara (1 jenis aktivitas). Keseluruhan jenis aktivitas ini didapatkan

dari individu jalak putih dewasa dan remaja yang menuju dewasa. Enam jenis

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 65: 200701

64

perilaku individu yang dideskripsikan Pettingill (1967), yaitu mandi, meminyaki bulu,

berjemur, menyemut (anting), menguap, dan bermain tidak teramati pada

penelitian ini. Pettingill (1967) menjelaskan bahwa aktivitas menguap dan

meminyaki bulu biasanya dilakukan diantara aktivitas merapihkan bulu, tetapi

sepanjang pengamatan hal ini tidak terlihat. Begitu pula dengan aktivitas berjemur

yang disebutkan biasanya dilakukan setelah aktivitas merapihkan bulu atau mandi,

aktivitas ini juga tidak ditemukan sepanjang pengamatan. Hal ini dapat disebabkan

oleh adanya lokasi lain yang digunakan sebagai tempat beraktivitas jalak putih selain

di lokasi penelitian, mengingat pada saat penelitian intensif ditemukan aktivitas

terbang jalak putih ke luar lokasi penelitian.

Aktivitas lainnya yang tidak teramati adalah bermain. Menurut Pettingill

(1967) aktivitas ini lebih banyak teramati pada individu muda atau pada area sekitar

sarang dimana anakan biasanya mempermainkan makanan sebelum menelannya.

Individu dewasa yang melakukannya lebih jarang terobservasi. Tidak dijumpainya

sarang di lokasi penelitian menjadi kemungkinan aktivitas ini luput dari pengamatan.

Menyemut (anting) merupakan aktivitas mengambil cairan berupa asam formic dari

semut dan membalurkannya pada bulu dan kemungkinan juga pada kulit. Aktivitas

ini juga tidak teramati sepanjang pengamatan, hal ini mungkin karena aktivitas

menyemut (anting) sangat jarang dilakukan atau bahkan tidak dilakukan oleh jalak

putih walaupun keberadaan semut di sekitar lokasi penelitian sering dijumpai.

Whittaker (1957) dalam Pettingill (1967) mengurutkan sebanyak 148 jenis burung,

16 jenis diantaranya non-passerin, terobservasi melakukan aktivitas menyemut

(anting), namun tujuan dari aktivitas ini berikut akibatnya masih belum diketahui.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 66: 200701

65

Aktivitas terbang dan bersuara dikelompokkan dalam kategori perilaku sosial secara

keseluruhan karena berdasarkan pengamatan di lapangan sulit untuk membedakan

tujuan dari kedua aktivitas ini.

4.4.3 Aktivitas Jalak Putih di Setiap Formasi Vegetasi

Seluruh jenis aktivitas jalak putih dalam lima kategori berupa memelihara

tubuh, memilih tempat berlindung, makan dan pemilihan makanan, terbang, serta

bersuara dilakukan pada empat tipe formasi vegetasi yaitu formasi vegetasi Kayu

Hitam (Diospyros maritima), Waru Laut (Thespesia populnea), Bakau-bakau

(Rhizophora spp.), dan formasi vegetasi Semak Belukar. Tabel 6 memperlihatkan

setiap jenis aktivitas jalak putih pada masing-masing formasi vegetasi yang

dikunjunginya.

Tabel 6. Aktivitas Jalak Putih Pada Setiap Formasi Vegetasi. Formasi Vegetasi Yang digunakan

No Kategori aktivitas Aktivitas Hasil Pengamatan DM RA TP SB

Merapihkan bulu punggung

Merapihkan bulu sayap bawah - - - Merapihkan bulu dada -

Merapihkan bulu sayap atas - - Membersihkan Paruh

Menggaruk Kepala - - - Meregangkan (Stretching) - - - Memutar Kepala - - - Menggoncangkan Tubuh

Bergeser tenggeran -

1 Memelihara tubuh

Membalik badan / arah -

Bertengger 2 Memilih tempat berlindung Melihat ke kiri / kanan

Makan

Berjalan (di tajuk/ranting) 3

Makan dan pemilihan makanan

Mematuk

4 Tebang Terbang

5 Bersuara Bersuara

Keterangan : DM = Diospyros maritima, RA = Rhizophora apiculata, TP = Thespesia populnea, SB = Semak Belukar.

Sumber : Tabulasi Data Primer 2005

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 67: 200701

66

Berdasarkan pengamatan lapangan aktivitas merapihkan bulu pada formasi

Bakau-bakau (Rhizophora spp.) tidak seluruhnya dilakukan oleh jalak putih, hal ini

dapat disebabkan oleh penggunaan formasi vegetasi ini sebagai tempat transit untuk

menuju formasi vegetasi lainnya sehingga aktivitas merapihkan bulu hanya

dilakukan terhadap bulu punggung dan memanfaatkan waktu diantara aktivitas

makan. Aktivitas lainnya yang dilakukan adalah berkaitan dengan aktivitas setelah

makan seperti membersihkan paruh atau gerakan kenyamanan yang dilakukan

dalam waktu relatif singkat seperti menggoncangkan tubuh (body shaking),

sedangkan aktivitas lainnya yang memerlukan waktu lebih lama dan lokasi

bertengger yang lebih terlindung seperti merapihkan bulu sayap, menggaruk,

meregangkan tubuh (stretching), dan memutar kepala tidak dilakukan jalak putih

pada formasi ini. Formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) dan Semak

belukar juga tidak dimanfaatkan untuk seluruh jenis aktivitas jalak putih. Kedua

formasi ini mempunyai bentuk arsitektur pohon yang lebih terbuka/jarang dari

formasi lainnya, sehingga kehadiran jalak putih pada kedua formasi ini dapat terlihat

secara mencolok. Hal ini menyebabkan sebagian jenis aktivitas pada kategori

memelihara tubuh seperti menggaruk kepala, memutar kepala dan meregangkan

tubuh (stretching) tidak dilakukan oleh jalak putih.

Berbeda halnya dengan formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima)

dimana seluruh jenis aktivitas dilakukan jalak putih pada formasi ini. Hal ini

berkaitan dengan ketersediaan makanan yang lebih banyak dari formasi vegetasi

lainnya dan juga minimnya kompetitor serta kehadiran predator pada formasi

vegetasi ini, sehingga jalak putih dapat memanfaatkan waktu lebih banyak dan

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 68: 200701

67

melakukan berbagai jenis aktivitas dalam kondisi yang lebih nyaman dan terlindung.

Kategori aktivitas yang dilakukan jalak putih pada seluruh formasi vegetasi berupa

pemilihan tempat berlindung, makan dan pemilihan makanan, terbang serta

bersuara merupakan aktivitas utama dari perilaku individu dan sosial jalak putih.

4.5 Proporsi Aktivitas Jalak Putih

Dari total waktu kontak 51102 detik di seluruh formasi vegetasi yang

digunakan, waktu kontak tertinggi dijumpai pada aktivitas memilih tempat

berlindung yaitu selama 20848 detik (40%), diikuti oleh makan dan pemilihan

makanan selama 13206 detik (28%), bersuara selama 9034 detik (18%),

memelihara tubuh selama 4418 detik (9%), dan terbang selama 3596 detik (7%).

Sedangkan untuk setiap formasi vegetasi yang digunakan, waktu kontak tertinggi

adalah pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) selama 34656 detik

(68%), diikuti formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) selama 7838 detik

(15%), Semak Belukar selama 5465 detik (11%), dan Rhizophora spp. selama 3143

detik (6%). Waktu kontak setiap aktivitas pada masing-masing formasi ditunjukkan

oleh gambar 18.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 69: 200701

68

Grafik Waktu Kontak Jalak Putih

3576

14165

9923

1130

5862

416

3294

2230

693

1205

204

2299

848

927

1187

222

1090

205

846

780

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

Memelihara Tubuh

Pemilihan tempatberlindung

Makan dan pemilihanmakanan

Terbang

Bersuara

W A K T U K O N T A K (detik)

Dispyros maritima Tespesia populnea Semak/Herba Rhizopora spp.Keterangan :

K A

T E

G O

R I

A

K T

I V

I T A

S

Gambar 18. Grafik Waktu kontak setiap aktivitas di seluruh lokasi penelitian

Perilaku pemilihan tempat berlindung biasa dilakukan jalak putih pada strata

atas dan tengah dibawah lindungan tajuk pohon, sekalipun demikian perilaku ini

dapat teramati dengan baik pada seluruh formasi vegetasi yang digunakan karena

jarak pandang pengamat mencakup seluruh lokasi pengamatan dan warna tubuh

jalak putih yang relatif mencolok dibandingkan keadaan lingkungan sekitarnya.

Aktivitas lainnya lebih mudah teridentifikasi selama masa penelitian intensif karena

kecenderungannya dilakukan pada lokasi yang lebih terbuka (diatas tajuk pohon

atau melintas diatas lokasi pengamatan). Pencatatan waktu kontak yang berbeda

dilakukan terhadap aktivitas bersuara, dimana aktivitas ini dicatat baik ketika jalak

putih terlihat atau pun hanya terdengar suaranya di lokasi pengamatan. Identifikasi

suara jalak putih dipelajari pada inidividu dalam kandang peliharaan dan pada saat

studi pendahuluan.

Berdasarkan pengamatan lapangan, perbedaan lokasi yang dekat ke pusat

aktivitas seperti jalan setapak, makam, dan bangunan dengan lokasi lainnya yang

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 70: 200701

69

lebih jauh tidak berpengaruh terhadap lamanya waktu kontak dengan jalak putih,

hal ini dapat disebabkan karena sifat jalak putih yang gregarious seperti jenis burung

jalak lain pada umumnya sehingga kehadiran manusia dalam jarak yang relatif dekat

tidak mengganggu aktivitas di formasi yang digunakan. BirdLife International (2001)

melaporkan kehadiran Jalak Putih di wilayah pertanian, perkebunan dan pedesaan,

MacKinnon (1990) menyebutkan kebiasaan jalak putih mencari makan di daerah

terbuka dan bertengger diatas rumah di kota-kota di jawa Timur, bahkan Strange

(2001) menuliskan bahwa jalak putih ditemukan membuat sarang diatas bangunan.

Hal ini menunjukkan sifat toleran jalak putih terhadap kehadiran/keberadaan

manusia. Adanya perbedaan nilai waktu kontak secara signifikan pada setiap formasi

vegetasi menunjukkan daya dukung masing-masing formasi vegetasi tersebut

sebagai tempat aktivitas jalak putih.

4.5.1 Proporsi Aktivitas pada Setiap Formasi Vegetasi yang Digunakan

Proporsi aktivitas tertinggi pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros

maritima) adalah pemilihan tempat berlindung (40,87%), sedangkan terendah

adalah aktivitas terbang (3,26%). Pada formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia

populnea) proporsi aktivitas tertinggi adalah pemilihan tempat berlindung (42,03%),

dan terendah adalah aktivitas memelihara tubuh (5,31%). Pada formasi vegetasi

semak belukar proporsi aktivitas tertinggi masih pada pemilihan tempat berlindung

(42,07%), sedangkan proporsi terendah adalah memelihara tubuh (3,73%).

Sedangkan pada formasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) proporsi tertinggi adalah

pemilihan tempat berlindung (34,68%), serta terendah adalah makan dan pemilihan

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 71: 200701

70

makanan (6,25%). Nilai proporsi aktivitas pada setiap formasi vegetasi yang

digunakan disajikan dalam tabel 7.

Tabel 7. Nilai Proporsi Aktivitas terhadap Setiap Formasi Vegetasi

Nilai Proporsi Setiap Formasi Vegetasi (%) KATEGORI AKTIVITAS DM TP SB RS

Memelihara Tubuh 10.32 5.31 3.73 7.06

Pemilihan tempat berlindung 40.87 42.03 42.07 34.68

Makan dan pemilihan makanan 28.63 28.45 15.52 6.52

Terbang 3.26 8.84 16.96 26.92

Bersuara 16.91 15.37 21.72 24.82

Jumlah (%) 100 100 100 100

n (detik) 34656 7838 5465 3143

Keterangan : DM = Kayu Hitam (Diospyros maritima); TP = Waru Laut (Thespesia populnea); SH = Semak Belukar; RS = Bakau-bakau (Rhizophora spp.)

Sumber : Tabulasi Data Primer 2005

Jalak putih menggunakan setiap formasi vegetasi yang dikunjunginya sebagai

tempat berlindung dengan proporsi waktu lebih besar dibandingkan dengan aktivitas

lainnya (rata-rata proporsi 39,91%). Hal ini mencerminkan bahwa jenis formasi

vegetasi tidak mempengaruhi jalak putih untuk mengutamakan proporsi aktivitasnya

pada pemilihan tempat berlindung. Kompetisi jalak putih dengan jenis lain yang

menggunakan habitat yang sama seperti Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus),

Merbah Cerukcuk (Pycnonotus goiavier), dan Tekukur (Streptopelia chinensis)

menjadi faktor pendukung prioritas jalak putih melakukan aktivitas pemilihan tempat

berlindung. Berdasarkan pengamatan lapangan kelompok jalak putih teramati

melakukan aktivitas terbang bersama kelompok Kerak Kerbau (Acridotheres

javanicus) dan mencari makan pada satu formasi vegetasi yang sama, tetapi kedua

kelompok ini berpisah ketika melakukan aktivitas pemilihan tempat berlindung yaitu

bertengger dan mengawasi keadaan sekitar dalam kelompok masing-masing atau

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 72: 200701

71

secara individu. Hal yang sama diperlihatkan ketika bersama Tekukur (Streptopelia

chinensis), dimana jalak putih berada dalam satu formasi vegetasi ketika mencari

makanan tetapi berada pada formasi yang berbeda ketika bertengger. Aktivitas yang

berbeda diperlihatkan ketika berinteraksi dengan Merbah Cerukcuk (Pycnonotus

goiavier), berdasarkan pengamatan lapangan kehadiran jalak putih pada satu

formasi vegetasi selalu disertai kepergian Merbah Cerukcuk (Pycnonotus goiavier)

dari formasi vegetasi tersebut. Percobaan Klopfer (1963) dalam Pettingill (1967)

terhadap jenis “Chipping sparrows” (Spizella passerina) mendukung contoh perilaku

jalak putih ketika memilih berbagai tipe formasi vegetasi untuk kepentingan aktivitas

tertentu. Perilaku memanfaatkan berbagai sumberdaya lingkungan untuk

kenyamanan beraktifitas dan memperkecil tingkat kompetisi antar jenis disebutkan

Klopfer (1963) dalam Pettingill (1967) sebagai perilaku oportunistik.

Grafik Proporsi Setiap Aktivitas terhadap Seluruh Aktifitas dalam Setiap Formasi Vegetasi

05

1015202530354045

MemeliharaTubuh

Pemilihan tempatberlindung

Makan danpemilihanmakanan

Terbang Bersuara

Kategori Aktivitas

Nila

i Pro

pors

i (%

)

Diospyros maritima

Thespesia populnea

Semak / Herba

Rhizophora spp

Keterangan :

Total Waktu Kontak = 51102 detik

Gambar 19. Grafik Proporsi Setiap Aktivitas di Setiap Formasi Vegetasi

Gambar 19 menunjukkan grafik proporsi aktivitas jalak putih terhadap

seluruh aktivitas dalam setiap formasi vegetasi. Dapat dilihat bahwa proporsi

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 73: 200701

72

aktivitas terendah bervariasi pada setiap formasi vegetasi yang digunakan, aktivitas

memelihara tubuh mempunyai rata-rata proporsi waktu 6,61% dari seluruh aktivitas

di formasi vegetasi yang digunakan jalak putih. Berdasarkan pengamatan lapangan,

aktivitas memelihara tubuh dilakukan jalak putih setelah melakukan aktivitas makan

dan atau diantara aktivitas bertengger. Sekalipun aktivitas memelihara tubuh sering

dilakukan oleh jalak putih, namun aktivitas ini dikerjakan dalam serial waktu yang

singkat diantara aktivitas lain, sehingga total proporsi waktunya lebih rendah

dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Proporsi waktu aktivitas yang berbeda

diperlihatkan pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) dimana aktivitas

makan dan pemilihan makanan menempati proporsi waktu terendah (terpaut 0,54%

dari aktivitas memelihara tubuh). Berdasarkan pengamatan lapangan, hal ini karena

formasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) digunakan hanya sebagai tempat transit

jalak putih untuk menuju formasi vegetasi yang lainnya.

4.5.2 Proporsi Setiap Aktivitas di Seluruh Formasi

Untuk seluruh formasi vegetasi yang digunakan jalak putih, proporsi tertinggi

aktivitas memelihara tubuh adalah pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros

maritima) (80,94%), dan terendah pada formasi Semak Belukar (4,62%). Pemilihan

tempat berlindung mempunyai proporsi tertinggi di formasi vegetasi Kayu Hitam

(Diospyros maritima) (67,94%), dan terendah pada formasi vegetasi Bakau-bakau

(Rhizophora spp) (5,23%). Aktivitas makan dan pemilihan makanan proporsi waktu

tertingginya pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) (75,14%), dan

terendah pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp) (1,55%). Tidak

berbeda dengan aktivitas lainnya, aktivitas terbang mempunyai nilai proporsi waktu

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 74: 200701

73

tertinggi pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) (31,42%), dan

terendah pada formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) (19,27%). Aktivitas

bersuara mempunyai proporsi waktu tertinggi pada formasi vegetasi Kayu Hitam

(Diospyros maritima) (64,89%), dan terendah pada formasi vegetasi Bakau-bakau

(Rhizophora spp) (8,63%). Nilai proporsi aktivitas pada setiap formasi vegetasi yang

digunakan disajikan dalam tabel 8.

Tabel 8. Nilai Proporsi Aktivitas terhadap Seluruh Formasi Vegetasi Nilai Proporsi setiap Formasi Vegetasi (%) KATEGORI AKTIVITAS

DM TP SB RS

Jumlah (%)

Memelihara Tubuh 80.94 9.42 4.62 5.02 100

Pemilihan tempat berlindung 67.94 15.80 11.03 5.23 100

Makan dan pemilihan makanan 75.14 16.89 6.42 1.55 100

Terbang 31.42 19.27 25.78 23.53 100

Bersuara 64.89 13.34 13.14 8.63 100

Keterangan : DM = Kayu Hitam (Diospyros maritima); TP = Waru Laut (Thespesia

populnea); SB = Semak Belukar; RS = Bakau-bakau (Rhizophora spp.)

Sumber : Tabulasi Data Primer 2005

Jika dilihat dari hasil pengamatan, proporsi waktu tertinggi untuk setiap

aktivitas berada pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dengan

rata-rata proporsi aktivitas sebesar 64,07% sedangkan proporsi terendah berada

pada formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp) dengan rata-rata proporsi

aktivitas sebesar 8,79%. Berdasarkan pengamatan lapangan, pemilihan formasi

vegetasi sebagai tempat beraktivitas jalak putih mengakomodasi kebutuhan jalak

putih akan kebutuhan makanan, rendahnya tingkat kompetisi, dan kenyamanan

formasi vegetasi tersebut sebagai tempat beraktivitas. Hal ini di dukung oleh

penjelasan Pettingill (1967) yang menyatakan bahwa habitat yang dipilih burung

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 75: 200701

74

harus memenuhi syarat tempat berlindung yang menguntungkan untuk

kelangsungan hidupnya, baik siang maupun malam dalam setiap musimnya.

Disamping sebagai tempat perlindungan dan pertahanan dari predator, habitat yang

dipilih juga harus menyediakan tempat untuk berbagai aktivitas burung. Karena

inilah kebanyakan jenis burung memilih habitat yang berbeda-beda untuk membantu

mengurangi tingkat kompetisi antar spesies dan memanfaatkan sumberdaya

lingkungan secara efisien.

Secara fisiognomi Formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) lebih

menguntungkan bagi jalak putih untuk melakukan aktivitasnya dibandingkan dengan

formasi vegetasi lainnya. Struktur tajuk yang rapat dan berkesinambungan satu

sama lain pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) memberikan

perlindungan yang lebih baik bagi jalak putih dari cuaca (terik matahari/hujan)

maupun ancaman predator, begitu pula dengan bentuk percabangan monopodial-

nya memberikan akses yang lebih sulit bagi predator seperti biawak (Varanus

salvator). Berbeda dengan struktur tajuk formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia

populnea) yang lebih renggang, menjadikan pertajukan formasi ini lebih terbuka

bagi kehadiran predator. Begitupula dengan formasi vegetasi Bakau-bakau

(Rhizophora spp), walaupun struktur tajuknya luarnya lebih rapat namun bagian

dalam tajuk sangat terbuka dan tanpa dedaunan (Foto 19). Ruang seperti ini lebih

menguntungkan bagi burung-burung yang berukuran besar seperti koloni burung air

atau jenis-jenis burung pemangsa dibandingkan untuk jalak putih. Dalam masa

penelitian intensif, teramati aktivitas biawak (Varanus salvator) yang sedang

merusak sarang koloni burung air di formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 76: 200701

75

populnea) dan Bakau-bakau (Rhizophora spp) tetapi tidak ditemukan kehadirannya

di formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima).

Formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) memberikan ruang dan

sumberdaya makanan yang lebih besar bagi jalak putih, karena berdasarkan

pengamatan lapangan formasi ini tidak dimanfaatkan sebagai sarang koloni burung

air di cagar alam pulau dua. Berbeda dengan dua formasi vegetasi lainnya yaitu

formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) dan formasi vegetasi Bakau-bakau

(Rhizophora spp) yang digunakan sebagai tempat bersarang koloni Kowak Malam

Kelabu (Nycticorax nycticorax), Cangak (Ardea spp.), dan Kuntul (Egretta spp.)

menjadikan tingkat kompetisi antar jenis baik ruang maupun sumberdaya makanan

semakin tinggi, sehingga aktivitas jalak putih di kedua formasi vegetasi ini sangat

rendah (Gambar 20).

Grafik Proporsi Setiap Aktivitas terhadap Satu Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Diospyros maritima Thespesia populnea Semak / Herba Rhizophora spp

Formasi Vegetasi

Nila

i Pro

pors

i (%

)

Memelihara Tubuh

Pemilihan tempatberlindungMakan dan pemilihanmakananTerbang

Bersuara

Keterangan :

Total Waktu Kontak = 51102 detik

Gambar 20. Grafik Proporsi Setiap Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi

Hal yang sama diperlihatkan oleh formasi vegetasi semak/herba, formasi ini

hanya sewaktu-waktu digunakan sebagai tempat bertengger Kowak Malam Kelabu

(Nycticorax nycticorax) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta), namun rata-rata

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 77: 200701

76

aktivitas jalak putih pada formasi ini pun termasuk rendah (12,20%). Berdasarkan

pengamatan lapangan, ancaman predator alami dan gangguan manusia lebih tinggi

pada formasi ini. Selama masa penelitian intensif teramati kehadiran Elang Brontok

(Spizaetus cirrhatus), Alap-alap (Accipiter virgatus), serta Elang Laut (Haliaetus

leucogaster) yang melakukan aktivitas berburu dan bertengger di fomasi vegetasi

semak/herba. Jenis yang teridentifikasi menjadi mangsa predator ini adalah Merbah

Cerukcuk (Pycnonotus goiavier) dan Tekukur (Streptopelia chinensis), MacKinnon

(1990) menambahkan jenis makanan kedua elang ini selain burung adalah mamalia

kecil dan kadal.

4.5.3 Proporsi Seluruh Aktifitas di Seluruh Formasi Vegetasi

Berdasarkan hasil pengamatan, nilai tertinggi proporsi aktivitas terhadap

seluruh aktivitas di seluruh formasi vegetasi yang digunakan adalah pemilihan

tempat berlindung pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) sebesar

27,72% dan terendah adalah aktivitas memelihara tubuh pada formasi semak/herba

sebesar 0,40%. Nilai proporsi di seluruh formasi vegetasi yang digunakan disajikan

dalam tabel 9.

Tabel 9. Nilai Proporsi di Seluruh Formasi Vegetasi Nilai Proporsi setiap Formasi Vegetasi (%) KATEGORI AKTIVITAS

DM TP SB RS Jumlah

Memelihara Tubuh 7.00 0.81 0.40 0.43 8.65 Pemilihan tempat berlindung 27.72 6.45 4.50 2.13 40.80 Makan dan pemilihan makanan 19.42 4.36 1.66 0.40 25.84 Terbang 2.21 1.36 1.81 1.66 7.04 Bersuara 11.47 2.36 2.32 1.53 17.68

Jumlah 67.82 15.34 10.69 6.15 100

Keterangan : DM = Kayu Hitam (Diospyros maritima); TP = Waru Laut (Thespesia populnea); SB = Semak Belukar; RS = Bakau-bakau (Rhizophora spp.)

Sumber : Tabulasi Data Primer 2005

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 78: 200701

77

Berdasarkan pengamatan lapangan, formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros

maritima) adalah formasi yang lebih “kosong” dari hunian koloni ataupun individu

burung dibandingkan dengan formasi lainnya, penampakkan struktur vegetasi pada

formasi ini juga mendukung berbagai aktivitas jalak putih. Hal ini mendorong jalak

putih menggunakan sebagian besar waktunya untuk beraktivitas pada formasi

vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dibandingkan dengan formasi lainnya

(67,82%). Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan makanan

pada setiap formasi vegetasi. Struktur tajuk yang bersambungan pada formasi

vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dan kehadiran gulma pohon serta fenologi

berbagai jenis pohon penyusun formasi mampu menarik jalak putih untuk

menggunakan aktivitas makan serta pemilihan makanan pada formasi vegetasi ini

jauh melebihi formasi lainnya (terpaut 19,02% dengan proporsi terendah pada

formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) yaitu 0,40%). Gambar 21

memperlihatkan perbedaan proporsi waktu yang sangat mencolok antara formasi

vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) dengan formasi vegetasi lainnya (berbeda

60,67% dengan formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.) yang hanya

6,15%). Wiens (1989) memperkuat hasil pengamatan ini dengan menyatakan

bahwa individu burung yang datang dan pergi pada serangkaian komunitas

tumbuhan memiliki persyaratan habitat spesifik yang berhubungan dengan tempat

bersarang, berlindung, sumber makanan, tempat mencari makan, serta aktivitas

lainnya.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 79: 200701

78

Grafik Proporsi Setiap Aktivitas terhadap Seluruh Aktivitas di Seluruh Formasi Vegetasi

05

1015202530

MemeliharaTubuh

Pemilihantempat

berlindung

Makan danpemilihanmakanan

Terbang Bersuara

Diospyros maritima

Thespesia populnea

Semak / Herba

Rhizophora spp

Keterangan

Total Waktu Kontak = 51102 detik

Gambar 21. Grafik Proporsi Aktifitas di Seluruh Formasi Vegetasi

Formasi vegetasi dengan proporsi waktu penggunaan yang lebih rendah dari

Kayu Hitam (Diospyros maritima) memperlihatkan hubungan yang spesifik dengan

setiap aktivitas jalak putih. Pada formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea)

aktivitas makan dan pemilihan makanan merupakan aktivitas yang paling sering

dilakukan setelah pemilihan tempat berlindung (4,36%) dan aktivitas memelihara

tubuh merupakan aktivitas yang paling jarang dilakukan (0,81%). Hal ini berbeda

dengan formasi vegetasi semak/herba dimana setelah pemilihan tempat berlindung,

jalak putih menggunakan waktunya lebih lama untuk bersuara (2,32%)

dibandingkan aktivitas lainnya. Proporsi waktu yang berbeda juga terjadi pada

formasi vegetasi Bakau-bakau (Rhizophora spp.), dengan proporsi waktu

penggunaan paling rendah diantara formasi vegetasi lainnya (6,15%) jalak putih

melakukan aktivitas terbang (1,66%) setelah pemilihan tempat berlindung. Aktivitas

makan dan pemilihan makanan merupakan aktivitas dengan proporsi waktu

terendah pada formasi ini (0,40%).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 80: 200701

79

Perbedaan ini menunjukkan perilaku jalak putih dalam menyeleksi habitatnya

sesuai kenyamanan dan kebutuhan masing-masing aktivitas pada setiap formasi

vegetasi. Penampakkan struktur vegetasi, fenologi, dan kompetitor pada masing-

masing formasi menjadi faktor luar (lingkungan) yang mendorong jalak putih

menyeleksi habitatnya, hal ini diperkuat oleh pernyataan Keast (1982); McArthur &

MacArthur (1961) dalam Nurwatha (1995); dan Bibby dkk. (1992); bahwa kehadiran

jenis-jenis burung dalam suatu habitat berhubungan dengan penampakan struktur

vegetasi, serta penjelasan Krebs (1987) bahwa tidak digunakannya suatu bagian

habitat oleh jenis satwa tertentu itu ditentukan oleh perilaku individu dalam

menyeleksi habitatnya. Faktor- faktor yang mempengaruhi seleksi habitat dibedakan

atas faktor dalam dan faktor luar tubuh satwa. Faktor-faktor dalam tubuh satwa

melliputi sifat-sifat yang diturunkan dan perilaku satwa yang dipelajari dari

kebutuhan satwa akan suatu bagian tertentu. Faktor luarnya adalah berupa potensi

dan kenyamanan (suistability) tempat yang berkaitan dengan ada tidaknya predator

dan kompetitor di tempat tersebut.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 81: 200701

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Jalak Putih cenderung menggunakan empat tipe formasi vegetasi yang

ada di lokasi penelitian sebagai tempat beraktivitas, meliputi formasi

vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima), Formasi Vegetasi Semak

Belukar, Formasi Vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea), dan

Formasi vegetasi Bakau-bakau (Sonneratia alba – Rhizophora spp.)

2. Seluruh jenis aktivitas dalam lima kategori berupa memelihara tubuh,

memilih tempat berlindung, makan dan pemilihan makanan, terbang,

serta bersuara yang teramati selama penelitian intensif, dilakukan jalak

putih pada empat tipe formasi vegetasi yaitu formasi vegetasi Kayu

Hitam (Diospyros maritima), Waru Laut (Thespesia populnea), Bakau-

bakau (Rhizophora spp.), dan formasi vegetasi Semak Belukar.

3. Rata-rata proporsi aktivitas tertinggi pada setiap formasi adalah

pemilihan tempat berlindung (39,91%), sedangkan nilai terendah

berbeda pada setiap formasinya yaitu aktivitas terbang pada formasi

Kayu Hitam (Diospyros maritima) sebesar 3,26%, aktivitas memelihara

tubuh pada formasi vegetasi Waru Laut (Thespesia populnea) dan

Formasi Vegetasi Semak Belukar masing-masing sebesar 5,31% dan

3,73%, serta aktivitas makan pada formasi vegetasi Bakau-bakau

(Sonneratia alba – Rhizophora spp.) sebesar 6,52%. Untuk seluruh

formasi vegetasi yang digunakan jalak putih, rata-rata proporsi tertinggi

80

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 82: 200701

81

ada pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima) sebesar

64,07%, sedangkan terendah ada pada formasi vegetasi Bakau-bakau

(Sonneratia alba – Rhizophora spp.) sebesar 8,79%. Berdasarkan hasil

pengamatan, nilai tertinggi proporsi aktivitas terhadap seluruh aktivitas

di seluruh formasi vegetasi yang digunakan adalah pemilihan tempat

berlindung pada formasi vegetasi Kayu Hitam (Diospyros maritima)

sebesar 27,72% dan terendah adalah aktivitas memelihara tubuh pada

formasi Semak Belukar sebesar 0,40%.

5.2. Saran

1. Tidak ditemukannya jalak putih pada formasi vegetasi Kayu Api

(Avicenia marina) selama masa penentuan lokasi penelitian intensif

disarankan menjadi bahan kajian selanjutnya mengenai hubungan

formasi ini dengan keberadaan jalak putih di Cagar Alam Pulau Dua.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis aktivitas yang

belum tercakup oleh penelitian ini untuk mendapatkan informasi yang

lebih rinci dan menyeluruh mengenai hubungan aktivitas jalak putih

dengan formasi vegetasi yang digunakannya.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 83: 200701

DAFTAR PUSTAKA Altmann, J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Behavior vol.

XLIX : 227- 262. Andrew, P. 1992. The Birds of Indonesia : a checklist (Peters’ sequence).

Indonesian Ornithological Society. Jakarta. Arief A. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor

Indonesia. Jakarta. Bengen D. G. 2002. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem

Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor. Bibby C. J., N. D. Burgess, & D. A. Hill. 1992. Bird Census Technique. Academic

Press Limited. London. Bibby C. J., M. Jones, & S. Marsden. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan; Survei

Burung. BirdLife International Indonesia Programme. Bogor. BirdLife International. 2001. Threatened birds of Asia: The BirdLife International Red

Data Book. BirdLife International. Cambridge, United Kingdom. BirdLife International. 2004. Menyelamatkan Burung-burung Asia yang Terancam

Punah : Panduan untuk Pemerintah dan Masyarakat Madani (Edisi Indonesia). Cambridge, United Kingdom.

Boeadi. 1978. Hutan Bakau di Pulau Dua. Prosiding seminar ekosistem mangrove I.

Jakarta. Brower J. E. 2002. Field and Laboratory Method for General Ecology. W.m. c Brown

Company Publishers. Iowa. Cahyadin Y., & R. Saryanthi. 1999. Burung Terancam Punah di Indonesia. BirdLife

International Indonesia Programme. Bogor. Craig, R. J, & K. G. Beal. 2002. Microhabitat Partitioning among Small Passerines in a

Pacific Island Bird Community. Bird Conservation Research Inc. Contribution no. 5.pp:8.

Diamond J. M., K. D. Bishop, & B. v. Balen. 1987. Bird Survival in an Isolated Jawan

Woodland : Island or Mirror?. Conservation Biology 1:132-142. Dyke V, 2003. Conservation Biology : Foundations, Concepts, Applications. McGraw

Hill. America.

82

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 84: 200701

83

Freitas S. R, R. Cerqueira, & M. V. Vieira. 2002. A Device Standard Varieties to

Describe Microhabitat Structure of Small Mammals Based on Plant Cover. Braz. J. Biol. Vol.62. No 4b.

Hasudungan F. 1999. Studi Beberapa Aspek Ekologi Berbiak Tiga Jenis Kuntul di

Cagar Alam Pulau Dua, Teluk Banten, Kabupaten serang-Jawa Barat. Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran, Bandung. Skripsi yang tidak dipublikasikan.

Hernowo J., & A. Indraprajaya. 1997. Kajian Penyebaran, Populasi dan Habitat Jalak

Putih (Sturnus melaopterus, Daudin 1800) di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur.

Howard R., & A. Moore. 1991. A Complete Checklistof the Birds of the World. 2nd

editions. Academic PressLtd. London. Ischak, T.M. 1975. Komunitas Burung di Cagar Alam Pulau Dua, Jawa Barat. Jurusan

Biologi, Universitas Indonesia. Jakarta. Skripsi yang tidak dipublikasikan. IUCN. 2006. 2006 IUCN Red List of Threatened Species <www.iucnredlist.org>.

Website diakses pada tanggal 01 September 2006. Krebs C. J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.

Harper Collins Publishers. New York. MacKinnon, J., & K. Phillips. 1993 A Field guide to the Birds of Borneo, Sumatra,

Java, and Bali. Oxford University Press. New York. MacKinnon J., K. Phillips, & B. v. Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa,

Bali, dan Kalimantan. BirdLife International Indonesia Programme dan Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.

Milton R., & A. Marhadi. 1985. The Bird life of the Nature Reserve Pulau Dua.

Kukila 2(2): 32-41. Muchtar M., & I. Setiawan. 1999. Prosiding Lokakarya Rencana Pemulihan Gelatik

Jawa dan Jalak Putih. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung. Muchtar M., & P. F. Nurwatha. 1999. Status, Ekologi, dan Perdagangan Gelatik Jawa

dan Jalak Putih di Jawa dan Bali. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung. Mueller-Dumbois D, & E. Heiz. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John

Willey & Sons. New York.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 85: 200701

84

Noerdjito M., & I. Maryanto. 2001. Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundang-undangan Indonesia. Balitbang Zoologi (Museum zoologicum Bogoriense) & The Nature Conservancy. Cibinong.

Noor Y. R. 2004. Paparan Nilai Penting Cagar Alam Pulau Dua Teluk Banten sebagai

Kawasan Berbiak Burung Air. Wetland International Indonesia Programme. Bogor. Noor Y. R., Y. M. Khazali, I N.N. Suryadiputra. 1999. Paduan Pengenalan Mangrove

di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor. Nurwatha P.F. 1995. Penggunaan Habitat Secara Vertikal dan Temporal pada

Komunitas Burung di Taman Kotamadya Bandung. Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran, Bandung. Skripsi yang tidak dipublikasikan.

Partomihardjo, T. 1986. Formasi Vegetasi di Cagar Alam Pulau Dua, Serang Jawa

Barat. Media Konservasi 2:10-15. Pettingill O. S. 1967. Ornithology in Laboratory and Field. Fourth Edition. Burgess

Publishing Company. Minneapolis. Polunin N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal:7. Rudyanto. 1996. Manual Evaluasi Lokasi Important Bird Area. PHPA/BirdLife

International Indonesia Programme. Bogor. Saaroni Y., R. Sozer, & P. F. Nurwatha. 2000. Jenis-jenis Burung Dilindungi yang

Sering Diperdagangkan. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung. Shannaz J., P. Jepson, & Rudyanto. 1995. Burung-burung Terancam Punah di

Indonesia. PHPA/MoF-BirdLife Indonesia Programme, Bogor, Indonesia. Soehartono T., & A. Mardiastuti. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia.

Japan International Cooperation Agency (JICA). Jakarta. Soemarwoto O. 2001. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan.

Jakarta. Strange M. 2001. A Photographic Guide to the Birds of Indonesia. Periplus Editions.

(HK) Ltd. Singapura. Tilford. 2000. Photographic Guide to the Birds of Indonesia. Periplus. Singapura. Tiwi D. A. 2004. Gambaran Ekosistem Kawasan Teluk Banten Tahun 1998-1999. P3

TPSLK-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 86: 200701

85

van Balen B. 1997. Birds on Fragmented Islands; Persistence in The Forests of Java and Bali. Tropical Resources managemant Papers. Netherlands.

Welty J. C. & I. F. Baptista, 1988, The Life of Birds, 4th Edition, Saunders College

Publishing. Whitten T., R. E. Soeriaatmadja, & S. A. Afif. 1999. Ekologi Jawa dan Bali.

Prenhalindo. Jakarta. Wiens J. 1989. The Ecology of Bird Communities. Cambridge University Press.

London. Williams G. 1991. Techniques and Fieldwork in Ecology. Collins Educational. London.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 87: 200701

Lampiran 1. Daftar Jenis Tumbuhan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua Daftar Jenis Tumbuhan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua NO FAMILIA NO JENIS NAMA DAERAH HABITAT 1 Acanthaceae 1 Acanthus ilicifolius Deruju mangrove 2 Barleria prionitis Landepan daratan 2 Aizoaceae 3 Glinus latoides Rayapan pantai 4 Sesuvium portulacastrum Gelang Laut pantai 3 Amaranthaceae 5 Achyranthes aspera Rendeta pantai/daratan 4 Araceae 6 Amorphophalus sp. Suweg daratan 5 Asclepiadaceae 7 Hoya diversifolia Kapalan daratan 6 Bignoniaceae 8 Dolichandrone spathacea Jaranan daratan 7 Cactaceae 9 Opuntia vulgaris Kaktus pantai 8 Combretaceae 10 Lumnitzera racemosa Truntum mangrove/pantai 9 Compositae 11 Pluchea indica Beluntas daratan/pantai 12 Synedrella nudiflora Bandotan daratan 13 Vernonia sp Leuleuncaan daratan 14 Wedelia biflora Seruni pantai/daratan

10 Convolvulacae 15 Ipomoea tuba Kangkungan daratan 11 Cucurbitaceae 16 Coccinia grandis - daratan 12 Cyperaceae 17 Cyperus javanicus Belatan pantai

18 Fimbristylis pollytrichoides Bulu mata munding mangrove/pantai

13 Ebenaceae 19 Diospyros maritima Ki hideung daratan 14 Euphorbiaceae 20 Acalypha indica Sangkep daratan 21 Euphorbia atoto - pantai 22 Jatropha gossypifolia Jarak cina pantao 23 Mallotus philippinensis Pancal daratan 24 Phylanthus niruri Meniran pantai/daratan

15 Flagellariaceae 25 Flagellaria indica Owar, bamban daratan 16 Goodeniaceae 26 Scaevola taccada Babakoan pantai 17 Lauraceae 27 Cassytha filifornis Tali putri pantai 18 Leguminosae 28 Acacia auriculiformis Akasia daratan 29 Albizzia lebbeck Tekik daratan 30 Caesalpinia bonduc Kutuk pantai 31 Derris multiflora Tuba daratan 32 Desmodium umbellatum Kunyilek pantai 33 Erythrina orientalis Dadap Laut pantai 34 Indigofera sp Tarum daratan 35 Leucana leucocephala Lamtoro daratan 36 Pongamia pinnata Karanja pantai 37 Sesbania sesban Jayanti pantai 38 Tamarindus indica Asem pantai

19 Loranthaceae 39 Amyema gravis Benalu daratan 40 Viscum orientalis Benalu daratan

20 Lythraceae 41 Pemphis acidula Cantigi pantai 21 Malphigiaceae 42 Hiptage benghalensis - daratan 22 Malvaceae 43 Ablemoschus moschatus Kasturi daratan

86

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 88: 200701

87

Daftar Jenis Tumbuhan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua NO FAMILIA NO JENIS NAMA DAERAH HABITAT

44 Hibiscus tiliaceus Waru laut pantai 45 Thespesia populnea Waru lot pantai/daratan

23 Meliaceae 46 Aglaia elagniodea Pacar daratan 47 Melia azedarach Mindi daratan 48 Xylocarpus granatum Ngiri agang mangrove/pantai

24 Moraceae 49 Exoecaria agallocha Buta-buta mangrove/pantai 25 Myrsinaceae 50 Aegiceras corniculata Truntung mangrove 26 Moringaceae 51 Moringa pterygospermae Kelor daratan 27 Poaceae 52 Cynodon dactylon Grinting pantai 53 Xerochloa chiribon - mangrove/pantai

28 Pytholacaceae 54 Rivina humilis Obat merah pantai/daratan 29 Rhamnaceae 55 Colubrina asiatica Paria laut mangrove/pantai 30 Rhizophoraceae 56 Bruguiera cylindrica Cangcang mangrove 57 Ceriops tagal Tinggi mangrove 58 Rhizophora apiculata Bakau-bakau mangrove 59 Rhizophora stylosa Bakau-bakau mangrove

31 Rubiaceae 60 Guettarda speciosa Ketapang ketek pantai/daratan 61 Ixora timorensis Jajambuan daratan 62 Morinda citrifolia Pace pantai/daratan 63 Paederia scandens Kentutan daratan 64 Randia cochinchinensis - daratan 65 Randia sp. Entup tawon daratan

66 Schyphiphora hydrophyllacea - daratan

32 Rutaceae 67 Chloroxylon swietenia - daratan 68 Triphasia trifolia Jeruk kingkit daratan

33 Salvadoraceae 69 Azima sarmentosa Sokdoy mangrove/pantai 34 Sapindaceae 70 Allophylus cobbe Cukilan pantai 71 Arythera littoralis Kopi-kopian daratan 72 Dodonaea viscosa - pantai 73 Elathostachys verrucosa - daratan 74 Mischocapus sundaicus Weragil daratan 75 Schleichera oleosa Kosambi daratan

35 Sapotaceae 76 Manilkara kauki Sawo kecik daratan 77 Mimusops elengi Tanjung daratan

36 Solanaceae 78 Lycianthes laevis - daratan 79 Physalis biflora Ceplukan daratan

37 Sterculiaceae 80 Sterculia foetida Kepuh daratan 38 Urticaceae 81 Laportea interrupta Pulus daratan 39 Verbenaceae 82 Avvicenia marina Api-api mangrove 83 Clerodendron inerme Kembang bugang pantai/daratan 84 Lantana camara Tembelekan daratan

40 Vitaceae 85 Cayratia trifolia Galing daratan Sumber, Partomihardjo, 1986 dalam Hasudungan, 1999; Data Primer 2005

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 89: 200701

Lampiran 2. Daftar Jenis Burung yang Ditemukan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua

No Familia* Genera No Nama Ilmiah Nama Inggris Keterangan 1 Phalacrocoracidae Phalacrocorax 1 Phalacrocorax niger Little Cormorant 2 Phalacrocorax sulcirostris Little Black Cormorant

2 Anhingidae Anhinga 3 Anhinga melanogaster Oriental Darter 3 Fregatidae Fregata 4 Fregata andrewsi Christmast Frigaebird 4 Ardeidae Ardea 5 Ardrea cinerea Grey Heron 6 Ardea purpurea Purple Heron 7 Ardea sumatrana Great-billed Heron Ardeola 8 Ardeola speciosa Javan Pond Heron Bubulcus 9 Bubulcus ibis Cattle Egret Butorides 10 Butorides striatus Striated Heron Casmerodius 11 Casmerodius albus Great Egret Egretta 12 Egretta garzetta Little Egret 13 Egretta intermedia Intermediate Egret 14 Egretta sacra Reef Egret Ixobrychus 15 Ixobrychus cinnamomeus Cinnamon Bittern 16 Ixobrychus sinensis Chinese Bittern Nycticorax 17 Nycticorax nycticorax Black-crowned Night Heron

5 Ciconiidae Mycterea 18 Mycterea cinerea Milky Stork 6 Threskiornithidae Plegadis 19 Plegadis falcinellus Glossy Ibis Threskiornis 20 Threskiornis melanocephalus Black-headed Ibis

7 Anatidae Anas 21 Anas gibberifrons Sunda Teal Dendrocygna 22 Dendrocygna arquata Wandering Whistling Duck Nettapus 23 Nettapus coromandelianus Cotton Pygmy Goose

8 Pandionidae Pandion 24 Pandion haliaeetus Osprey

88

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 90: 200701

89

No Familia* Genera No Nama Ilmiah Nama Inggris Keterangan 9 Accipitridae Accipiter 25 Accipiter gularis Japanese Sparrow-Hawk Jenis Migran 26 Accipiter soloensis Cinese Goshawk Jenis Migran 27 Accipiter trivirgatus Crested Goshawk 28 Aaccipiter virgatus Besra Haliaeetus 29 Haliaeetus leucogaster White-bellied Sea Eagle Haliastur 30 Haliastur indus Brahminy Kite Pernis 31 Pernis ptilorhynchus Oriental Honey-buzzard Jenis Migran Spizaetus 32 Spizaetus cirrhatus Changeable Hawk-eagle

10 Turnicidae Turnix 33 Turnix suscitator Barred Button-quail 11 Rallidae Amaurornis 34 Amaurornis phoenicurus White-breasted Waterhen

Galliratus 35 Galliralus striatus Slaty-breaste Rail 12 Charadriidae Charadrius 36 Charadrius dubius Little-ringed Plover Jenis Migran

37 Charadrius leschenaultii Greater-sand Plover Jenis Migran 38 Charadrius mongolus Lesser Sand Plover Jenis Migran 39 Charadrius veredus Oriental Plover Jenis Migran Pluvialis 40 Pluvialis fulva Pacific Golden Plover Jenis Migran 41 Pluvialis squatarola Grey Plover Jenis Migran Actitis 42 Actitis hypoleucos Common Sandpiper

13 Scolopacidae Numenius 43 Numenius madagascariensis Eastern Curlew Jenis Migran 44 Numenius arquata Eurasian Curlew Jenis Migran 45 Numenius phaeopus Whimbrel Jenis Migran Tinga 46 Tringa glareola Wood Sandpiper Jenis Migran 47 Tringa nebularia Common Greenshank Jenis Migran 48 Tringa stagnatilis Marsh Sandpiper Jenis Migran 49 Tringa totanus Common Redshank Jenis Migran Xenus 50 Xenus cinereus Terek Sandpiper Jenis Migran Limosa 51 Limosa lapponica Bari-tailed Godwit Jenis Migran Calidris 52 Calidris teunirostris Great Knot Jenis Migran 53 Calidris alba Sanderling Jenis Migran

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 91: 200701

90

No Familia* Genera No Nama Ilmiah Nama Inggris Keterangan 54 Calidris subminuta Long-toed Stint Jenis Migran

14 Recurvirostridae Himantopus 55 Himantopus leucocephalus White-headed Stilt Chidonias 56 Chidonias hybridus Whiskered Tern 57 Chidonias leucoterus White-winged Tern

15 Glareolidae Gelochelidon 58 Gelochelidon nilotica Gull-billed Term 16 Sternidae Sterna 59 Sterna bergii Great Crested Tern

60 Sterna bengalensis Lesser Crested Tern 61 Sterna dougalii Roseate Tern 62 Sterna sumatrana Black-naped Tern 63 Sterna albifrons Little Tern Glareola 64 Glareola maldivarum Oriental Pratincole

17 Columbidae Geopelia 65 Geopelia striata Zebra Dove Streptopelia 66 Streptopelia chinensis Spotted Dove 67 Streptopelia bitorquata Island Collared Dove

18 Caprimulgidae Caprimulgus 68 Caprimulgus affinis Savana Nightjar 19 Apodidae Collocalia 69 Collocalia esculenta Glossy Swiftlet

Apus 70 Apus pacificus Fork-tailed Swift 20 Alcedinidae Alcedo 71 Alcedo coerulescens Small Blue Kingfisher

Todirhamphus 72 Todirhamphus chloris Collared Kingfisher 73 Todirhamphus sanctus Sacred Kingfisher Jenis Migran

21 Meropidae Merops 74 Merops philippinus Blue-tailed Bee-eater Delichon 75 Delichon dasypus Asian Martin

22 Hirundinidae Hirundo 76 Hirundo rustica Barn Swallow Jenis Migran 77 Hirundo tahitica Pacific Swallow

23 Clhoropsidae Aegithina 78 Aegithina tiphia Common Iora 24 Pycnonotidae Pycnonotus 79 Pycnonotus goiavier Yellow-vented Bulbul 25 Corvidae Corvus 80 Corvus macrorhynchus Large-billed Crow 26 Turdidae Copsychus 81 Copsychus saularis Oriental Magpie-robin 27 Sylviidae Gerygone 82 Gerygone sulphurea Flyeater

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 92: 200701

91

No Familia* Genera No Nama Ilmiah Nama Inggris Keterangan Cisticola 83 Cisticola juncidis Zitting Cysticole Othotomus 84 Orthotomus sutorius Common Tailorbird Jenis Endemik Phylloscopus 85 Phylloscopus borealis Arctic Leaf-warbler Jenis Migran Prinia 86 Prinia familiaris Bar-winged Prinia 87 Prinia polychroa Brown Prinia Jenis Endemik

28 Muscicapidae Cullicicapa 88 Cullicicapa ceylonensis Grey-headed Flycatcher Rhipidura 89 Rhipidura javanica Pied Fantail

29 Artamidae Artamus 90 Artamus leucorhynchus White-breasted Wood-swallows 30 Sturnidae Acridotheres 91 Acridotheres javanicus White-vented Myna

Sturnus 92 Sturnus contra Asian Pied Starling Jenis Pengujung 93 Sturnus melanopterus Black-winged Starling 94 Sturnus sturninus Purple-backed Starling

31 Nectariniidae Anthreptes 95 Anthreptes malaccensis Brown-throathed Sunbird Arachnothera 96 Arachnothera longirostra Little Spiderhunter Nectarinia 97 Nectarinia jugularis Olive-backed Sunbird

32 Dicaidae Dicaeum 98 Dicaeum trochileum Scarlet-headed Flowerpecker 33 Plocidae Passer 99 Passer montanus Tree Sparrow

Ploceus 100 Ploceus manyar Streaked Weaver Laonchura 101 Lonchura leucogastroides Javan Munia 102 Lonchura maja White-headed Munia 103 Lonchura malacca Chestnut Munia 104 Lonchura punctulata Scaly-breasted Munia

*) Penyusunan urutan familia berdasarkan pada MacKinnon, dkk., (2000).

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 93: 200701

Lampiran 3. Kategorisasi Kecepatan Angin Menurut Yasuroni Nitani (2001)

Kategori Kecepatan

Angin (Km/jam)

KETERANGAN

0 ≤ 1 Angin hampir tidak dapat dirasakan

1 1 - 5 Asap mengalir pelan sesuai dengan arah angin

2 6 - 11 Daun-daun melambai, angin terasa di wajah

3 12 - 19 Daun dan ranting kecil bergerak dalam kecepatankonstan

4 20 - 28 Debu, daun-daun, dan kertas berterbangan; cabang-cabang pohon yang kecil bergerak lebih cepat

5 29 - 38 Seluruh bagian dari pohon-pohon kecil bergerak

6 39 - 49 Cabang-cabang pohon yang lebih besar bergerak, suara hembusan angin terdengar

7 50 - 61 Seluruh bagian pohon bergerak mengikuti angin, apabila kita berjalan terasa seperti ada yang menghalangi

8 62 - 74 Ranting dan cabang pohon patah, sulit bahkan tidak dapat berjalan.

92

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 94: 200701

Lampiran 4. Kategorisasi Keterancaman Menurut IUCN IUCN Red list Categories (IUCN 2001)

Spesies terancam merupakan satu dari tiga kategori di bawah ini yang bertanda bintang (*).

Kategori Singkatan Definisi

Punah EX

Jenis yang berdasarkan survei ekstensif diketahui

dengan pasti / tanpa meragukan bahwa individu

terakhirnya telah mati.

Punah di Alam EW

Jenis yang bertahan hanya di perkebunan

(cultivation), dalam penangkaran, atau sebagai

populasi alami (jamak/tunggal) diluar sebaran

alaminya.

Kritis (Critically

Endangered) * CR

Jenis yang menghadapi resiko kepunahan di alam

yang ekstrim (ketika nilai kehadirannya

mengindikasikan masuk dalam kriteria A – E untuk

kategori Kritis dalam tabel A2a.2)

Terancam Punah

(Endangered) * EN

Jenis yang menghadapi resiko kepunahan di alam

yang sangat tinggi (ketika nilai kehadirannya

mengindikasikan masuk dalam kriteria A – E untuk

kategori Terancam Punah dalam tabel A2a.2)

Rentan (Vulnerable) * VU

Jenis yang menghadapi resiko kepunahan di alam

yang tinggi (ketika nilai kehadirannya

mengindikasikan masuk dalam kriteria A – E untuk

kategori Rentan dalam tabel A2a.2)

93 -- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 95: 200701

94

Lanjutan Lampiran 4. Ringkasan Lima Kriteria (A – E) yang digunakan untuk mengevaluasi kategori keterancaman suatu jenis. Penggunaan Kriteria A - E Kritis Terancam Punah Rentan A. Penurunan Populasi (dihitung dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun atau 3 generasi) A1 ≥ 90 % ≥ 70 % ≥ 50 % A2, A3 & A4 ≥ 80 % ≥ 50 % ≥ 30 % A1. Penurunan populasi diamati, diukur, disimpulkan, atau diperkirakan pada waktu

lampau berdasarkan penyebab yang sangat jelas DAN dipahami DAN telah dihentikan, berdasarkan atas

(a) Pengamatan langsung di lapangan (direct observation) (b) Sebuah indeks kelimpahan yang tepat terhadap takson. (c) Penurunan dalam AOO, EOO dan atau kualitas habitat (d) Eksploitasi aktual atau tahap eksploitasi yang potensial (e) Efek introduksi di tingkat takson, hibridisasi, patogen,

polutan, kompetitor atau parasit. A2. Penurunan populasi diamati, diukur, disimpulkan, atau diperkirakan pada waktu

lampau dimana penyebab penurunanannya belum diketahui ATAU dipahami ATAU dihentikan, berdasarkan poin (a) sampai (e) pada kategori A1.

A3. Penurunan populasi diprediksikan atau diduga akan terjadi pada masa mendatang

(dalam kurun waktu maksimal 100 tahun) berdasarkan point (b) sampai (e) pada kategori A1.

A4. Sebuah observasi, estimasi, pendugaan, proyeksi atau dugaan terhadap penurunan

populasi suatu jenis (dalam kurun waktu maksimum 100 tahun) dimana periode waktunya termasuk lampau dan yang akan datang, dan penyebab penurunanannya belum diketahui ATAU dipahami ATAU dihentikan, berdasarkan poin (a) sampai (e) pada kategori A1.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 96: 200701

Lampiran 5. Foto Jalak Putih dan Lokasi Penelitian* Foto Jalak Putih (Sturnus melanopterus)

Foto1. Individu dewasa jalak putih yang menjadi objek penelitian.

Foto 2.

Individu remaja jalak putih yang menjadi objek penelitian.

Foto 3. Posisi bertengger jalak putih di strata utama.

Foto 4.

Posisi bertengger jalak putih di puncak kanopi.

Foto 5. Aktivitas bertengger jalak putih.

Foto 6.

Aktivitas memelihara tubuh jalak putih.

95 -- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 97: 200701

96

Foto Serangga dan Fenologi Vegetasi

Foto 7. Semut (Oecophyla smaragdina) pada lokasi penelitian, sumber bagi aktivitas anting.

Foto 8. Serangga tanah (Hemiptera), sumber makanan

bagi jenis burung omnivore.

Foto 9. Serangga Daun (Hemiptera) pada pohon berbuah

Foto 10. Fenologi berbuah, memiliki

peran penting dalam interaksi biologis.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 98: 200701

97

Foto Kompetitor & Predator Jalak Putih

Foto 11. Koloni burung air di Formasi Rhizophora spp., kompetitor bagi jalak putih.

Foto 12. Koloni berbagai burung Air di Formasi Avicenia

marina, jalak putih tidak ditemukan pada formasi ini.

Foto 13. Tekukur (Streptopelia chinensis), kompetitior jalak putih dalam ruang dan sumber daya makanan.

Foto 14.

Alap-alap (Accipiter virgatus), salah satu predator dari jenis burung pemangsa di Cagar

Alam Pulau Dua.

Foto 15. Ular Kobra (Naja sputatrix), predator bagi burung-burung kecil termasuk jalak putih.

Foto 16.

Biawak (Varanus salvator), diketahui sering merusak sarang dan memakan telur burung.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 99: 200701

98

Foto Habitat Jalak Putih

Foto 17. Pohon kering pada substrat karang di transek sabuk 1.

Foto 18.

Pohon tumbang yang menyebabkan gap pada transek sabuk 1.

Foto 19. Ruang kosong bagian dalam pada formasi Rhizophora.

Foto 20.

Pohon tenggeran jalak putih, kerak kerbau dan tekukur di transek sabuk 2.

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 100: 200701

99

Foto Habitat Jalak Putih dan aktivitas manusia

Foto 21. Gap yang diakibatkan penebangan pohon pada transek sabuk 2.

Foto 22.

Pemburu lengkap dengan senjatanya sedang menuju Cagar Alam Pulau Dua

Foto 23. Aktivitas penduduk mencari kayu bakar pada formasi Avicenia marina.

*) P ical Zo

Olympus C740UZ. erbesaran foto sampai dengan 12X Opt om dan Makro 0,5 cm pada kamera digital

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --

Page 101: 200701

INDEX

Bali ............................. 1, 14, 15, 75, 76

anten .................... 3, 6, 15, 16, 75, 76 bioregion ............................................ 1 Cagar Alam1, 2, 3, 5, 6, 10, 15, 16, 17,

24, 25, 75 diagram profil............. 5, 19, 21, 25, 27 ekosistem.............................. 1, 16, 74 endemik ........................................ 1, 15 habitat.... 1, 2, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 15,

16, 41, 62, 65, 69, 71, 83 Jalak putih ............ 2, 15, 19, 26, 50, 62 Jawa............ 1, 2, 14, 15, 16, 74, 75, 76 m 2, 5, 10, 15, 43, 74, 76, 77,

7

ornithologi .......................................... 4 Pulau Dua 2, 3, 5, 6, 10, 15, 16, 17, 18,

24, 25, 44, 73, 74, 75, 76, 78 Rhizophora apiculata .... 17, 38, 39, 40,

43, 49, 57, 78 Rhizophora spp.... 2, 10, 29, 30, 38, 57,

58, 59, 61, 62, 64, 65, 68, 69, 70, 71, 72, 86

vegetasi.. 1, 2, 3, 4, 5, 9, 10, 12, 15, 16, 17, 19, 21, 22, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 34, 36, 37, 39, 40, 43, 45, 47, 49, 50, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71,

B

angrove...8

72, 73

100

-- Jalak Putih di Pulau Dua : Final Thesis Ade Rahmat --