168799555 sistem syaraf sensorik hidung
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih
dari biasanya, merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung mempunyai beberapa fungsi
antara lain sebagai indra penghidu, menyiapkan udara inhalansi agar dapat
digunakan paru-paru, mempengaruhi reflek tertentu pada paru-paru dan
memodifikasi bicara.
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, misalnya sumbatan hidung
perlu diketahui dulu tentang anatomi hidung. Hidung terdiri dari hidung bagian
luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan serta
persarafannya, serta fisiologi hidung. Untuk mendiagnosis penyakit yang terdapat
di dalam hidung perlu diketahui dan dipelajari pula cara pemeriksaan hidung.
Setelah mempelajari embriologi, anatomi, fisiologi, pemeriksaan hidung serta
dua penyakit terbanyak dari hidung diharapkan dokter muda dapat menjelaskan
mengenai mekanisme penyakit-penyakit yang tersering guna menambah
pengetahuan dokter muda sehingga mudah dalam menangani kasus yang ada.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis menarik rumusan masalah yang akan
diangkat menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu Bagaimana system
sensorik Hidung
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana system sensorik Hidung
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah yang bersangkutan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Hidung
Secara anatomi, hidung adalah penonjolan pada vertebrata yang mengandung
nostril, yang menyaring udara untuk pernapasan. Hidung sebagai suatu istilah,
dapat juga digunakan untuk menunjukkan ujung sesuatu, seperti hidung pada
pesawat terbang.
Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi
menghirup udara pernapasan, menyaring udara, menghangatkan udara
pernapasan, juga berperan dalam resonansi suara.
Hidung merupakan alat indera manusia yang menanggapi rangsang berupa
bau atau zat kimia yang berupa gas. Di dalam rongga hidung terdapat serabut
saraf pembau yang dilengkapi dengan sel-sel pembau. Setiap sel pembau
mempunyai rambut-rambut halus (silia olfaktori) di ujungnya dan diliputi oleh
selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab rongga hidung.
B. Anatomi dan Embriologi Hidung
Pada embriologi hidung yang berasal dari neural crest cell minggu ke-4, terletak
di daerah muka tengah bagian bawah (caudal midface) dimana membentuk 2
placodes yang berkembang simetris yaitu :
- medial (septum, philtrum, dan premaxilla)
- lateral (sisi hidung)
- inferior (stomodeum)
- Nasobucal choane pada minggu ke 10
Koane merupakan pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian belakang yang
menghubungkan dengan nasofaring.
Selama minggu keenam, lubang hidung makin bertambah dalam sehingga
karena pertumbuhan tonjolan-tonjolan hidung sekitarnya dan sebagian lagi
3
karena penembusan ke dalam mesenkim di sekitarnya. Pada mulanya membrana
oronasalis memisahkan lubang hidung dari rongga mulut sederhana, tetapi
setelah selaput ini pecah, bilik – bilik hidung sederhana bermuara ke dalam
rongga mulut melalui lubang – lubang yang baru terbentuk, yaitu choana
sederhana. Choanae ini terletak pada sisi kanan dan kiri garis tengah dan tepat
di belakang langit primer. Kelak dengan terbentuknya langitan sekunder dan
perkembangan bilik – bilik hidu ng sederhana selanjutnya, choanae tetap terletak
pada peralihan antara ronga hidung dan pharynx.
Sinus paranasalis berkembang sebagai divertikula dinding lateral
hidung dan meluas ke dalam tulang maxilla, ethmoidalis, frontalis dan
sphenoidalis. Sinus – sinus ini mencapai luas maksimumnya pada masa pubertas
dan dengan demikian sangat mendukung bentuk wajah yang tetap.
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1) Pangkal hidung (bridge),
2) Dorsum nasi,
3) Puncak hidung,
4) Ala nasi,
5) Kolumela dan
4
6) Lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung
(os nasalis), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal,
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago alar mayor, 3) beberapa pasang kartilago alar minor dan 4) tepi anterior
kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang
letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anteriror, disebut
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar
sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum
dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina
5
perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os
palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis)
dan kolumela.
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium
pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.
Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan
dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral
hidung.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka
media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut
konka suprema.
Konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os maksila
dan labirin etmoid, sedangkan konka
media, superior dan suprema merupakan
bagian dari labirin etmoid.
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus
inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior
dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior
terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara
konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat
muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus
superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka mediaterdapat
muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
6
C. Bagian-Bagian Hidung
1. Lubang hidung berfungsi untuk keluar masuknya udara.
2. Rambut hidung berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ketika bernapas.
3. Selaput lendir berfungsi tempat menempelnya kotoran dan sebagai indra
pembau.
4. Serabut saraf berfungsi mendeteksi zat kimia yang ada dalam udara
pernapasan.
5. Saraf pembau (silia) berfungsi mengirimkan bau-bauan yang ke otak.
D. Fungsi Hidung
Fungsi hidung ialah untuk jalan napas, alat pengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, sebagai indra penghidu, untuk resonansi suara,
turut membantu proses bicara dan refleks nasal.
Silia/reseptor berdiri diatas tonjolan mukosa yang dinamakan vesikel
olfaktorius dan masuk ke dalam lapisan sel-sel reseptor olfaktoria. Diantara sel-
sel reseptor (neuron) terdapat banyak kelenjar Bowman penghasil mukus
(mengandung air, mukopolisakarida, antibodi, enzim, garam-garam dan protein
7
pengikat bau (G-protein). Sel-sel reseptor satu-satunya neuron sistem saraf pusat
yang dapat berganti secara reguler ( 4-8 mgg) (tempat transduksi). Kecepatan
aliran udara pada saat inspirasi sebesar 250 ml/sec. Inspirasi dalam
menyebabkan molekul udara lebih banyak menyentuh mukosa olfaktorius dan
sensasi bau tercium. syarat zat-zat yang dapat menyebabkan perangsangan
penghidu :
- Harus mudah menguap mudah masuk ke liang hidung
- Sedikit larut dalam air mudah melalui mukus
- mudah larut dalam lemaksel-sel rambut olfaktoria dan
ujung luar sel-sel olfaktoria td dari zat lemak .
Zat-zat yang ikut dalam udara inspirasi akan larut dalam lapisan mukus
yang berada pada permukaan membran. Pada inspirasi, udara masuk melalui
nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke
bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau
arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan
yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara
memecah, sebagian akan melaui nares anterior dan sebagian lain kembali ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.
Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari
lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan
sebelumnya.
8
Mengatur suhu. fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,
sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara
setelah melalui hidung kurang lebih 37 oC. Fungsi hidung sebagai pengatur
kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam
alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan
mengatur suhu.
Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir
(mucous blanket).
Menyaring udara berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu
dan bakteri dandilakukan oleh : rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia,
serta palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.
Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Faktor lain ialah
enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yang disebut lysozyme.
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh
lidah, bibir dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal rongga mulut
tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran darah. Hidung juga
bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau
dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila
menarik napas dengan kuat.
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
9
E. Cara Kerja Alat Penciuman
Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel- sel
pembau. Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf pembau atau saraf
kranial (nervus alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung membentuk
serabut-serabut saraf pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus
olfaktorius). Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk bersama udara
inspirasi mencapai reseptor pembau. Zat ini dapat larut dalam lendir hidung,
sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian
timbul impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu akson bergabung
menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori). Saraf otak ke I ini
menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga hidung kemudian
bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls dijalarkan ke
daerah pembau primer pada korteks otak untuk diinterpretasikan.
10
F. Kelainan Hidung Dan Penyebabnya
1. Kelainan Gangguan pada Hidung karena Anesmia
Anesmia ialah kehilangan rasa bau akibat:
a) Penyumbatan rongga hidung, misalnya pilek, terdapat polip atau tumor di
rongga hidung.
b) Sel rambut rusak pada infeksi kronis.
c) Gangguan pada saraf I, bulbus dan traktus olfaktorius atau korteks otak.
2. Kelainan Gangguan pada Hidung karena Hidung berdarah/Mimisan
(Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan.
Mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar
melalui lubang hidung.Ada dua tipe pendarahan pada hidung:
a. Tipe anterior (bagian depan)
Merupakan tipe yang biasa terjadi. Dalam kasus tertentu, darah dapat
berasal dari sinus dan mata. Selain itu pendarahan yang terjadi dapat
masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah.
b. Tipe posterior (bagian belakang). Secara Umum penyebab epistaksis
dibagi dua yaitu :
1. Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan
lalulintas, olah raga, (seperti karena pukulan pada hidung)yang disertai
patah tulang hidung(seperti pada gambar di halaman ini),mengorek
hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung, adanya
tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung)
biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, dan
infeksi atau peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis)
2. Sistemik
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas
pada hidung, yang sering meyebabkan mimisan adalah hipertensi,
infeksi sistemik seperti penyakit demam berdarah dengue atau
11
cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun trombositipenic
purpura.
G. Penyakit Pada Hidung dan penyebabnya
1. Rinitis Alergi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on
Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh Ig E.
Penyakit ini merupakan masalah kesehatan global yang menyerang
kira-kira 10-50% penduduk dunia, yang dapat mengganggu kualitas hidup,
kualitas pendidikan di sekolah dan produktvitas kerja. (atopi). RA merupakan
penyakit umum dan sering dijumpai. Prevalensi penyakit RA pada beberapa
Negara berkisar antara 4.5-38.3% dari jumlah penduduk dan di Amerika,
merupakan 1 diantara deretan atas penyakit umum yang sering dijumpai.
Meskipun dapat timbul pada semua usia, tetapi 2/3 penderita umumnya mulai
menderita pada saat berusia 30 tahun. Dapat terjadi pada wanita dan pria
dengan kemungkinan yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi
genetik kuat. Bila salah satu dari orang tua menderita alergi, akan memberi
kemungkinan sebesar 30% terhadap keturunannya dan bila kedua orang tua
menderita akan diperkirakan mengenai sekitar 50% keturunannya.
2. Sinusitis
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus
yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis ethmoid,
sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut
12
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pan
sinusitis.
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat
yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem,
sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan
silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini
menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka
sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk
tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen
yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik.
Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip dan kista.
H. Syaraf Yang Ada Di Hidung
Saraf olfaktori atau saraf kranial I adalah saraf pertama dari dua belas saraf
kranial. Saraf ini penting dalam penciuman. Saraf kranial I (Olfaktorius)
merupakan sel reseptor utama untuk indera penciuman. Saraf ini memonitor
asupan bauan yang dibawa udara ke dalam sistem pernapasan manusia dan sangat
menentukan rasa, aroma dan palatabilitas dari makanan dan minuman. Selain
fungsinya yang dalam meningkatkan nafsu makan melalui bauan, Saraf
13
Olfaktorius juga dapat berperan dalam memperingatkan adanya makanan yang
busuk, kebocoran gas, polusi udara, dan asap yang berbahaya untuk tubuh. Selain
itu saraf olfaktorius juga berperan sebagai elemen yang menengahi komunikasi
dasar (misalnya, interaksi ibu-bayi).
Ada beberapa jenis kelainan yang bisa timbul dalam proses pembauan seperti
hyposmia, cacosmia, Parosmia,dan anosmia
Hyposmia adalah penurunan sebagian dari nilai rasa bau. Umunya tidak
disebabkan kelainan neurologis, tapi berasal dari kelainan dalam hidung itu
sendiri.
Parosmia adalah pengenalan yang salah dari bau
Cacosmia persepsi yang abnormal dari bau yang tidak menyenangkan (dengan
atau tanpa substrat yang sebenarnya menjadi berbau).
Anosmia, ketidak mampuan total dari indera penciuman.
I. Sistem Syaraf Sensorik Hidung
Nervus olfaktorius atau disebut juga nervus pembau terdistribusi pada
membran mukosa regio olfaktori cavitas nasal. Cavitas nasal merupakan daerah
yang terletak di sekitar concha nasalis superior hingga septum nasal. Nervus
olfaktorius berasal dari processus sentral sel-sel olfaktorius membran mukosa
nasal. Nervus ini membentuk jejaring plexiform pada membran mukosa dan
kemudian terkumpul menjadi 20 cabang. Cabang ini kemudian menembus lamina
et foramina cribosa os ethmoidale menjadi dua kelompok, yaitu kelompok lateral
dan medial. Nervus ini berakhir pada glomerulus bulbus olfaktorius. Setiap
cabang dilindungi selubung duramater dan piamater. Lapisan selubung duramater
menghilang di periosteum hidung sedangkan selubung piamater menghilang di
neurolemma nervus.
Nervus olfaktorius merupakan nervus tak bermedula dan terdiri atas silinder
beraksis dikelilingi oleh selubung. Pusat olfaktori pada korteks dihubungkan
dengan rhinencephalon.
14
Nervus olfactorius berkembang dari sel-sel ektoderm yang ada pada sulci
olfactorius. Sel-sel ini mengalami proliferasi dan kemudian diistilahkan sel-sel
olfactorius. Akson sel-sel olfactorius berkembang menjadi bulbus olfactorius dan
membentuk nervus olfactorius
Nervus Olfaktorius mengantarkan bau menuju otak dan kemudian diolah lebih
lanjut (sebagai saraf sensoris). Dengan mata tertutup dan pada saat yang sama
satu lubang hidung ditutup, klien diminta membedakan zat aromatis seperti kopi,
teh, tembakau, cengkeh. Klien harus diuji penghidunya pada masing-masing
lubang hidung. Klien diminta untuk menunjukkkan saat deteksi pertama bau, dan
jika memungkinkan mengidentifikasi bau tersebut. Persepsi bau lebih penting
daripada identifikasi bahan yang benar.
Penyakit pada hidung seperti sinusitis, alergi, ISPA merupakan penyebab
tersering hilangnya kemampuan menghidu. Tumor pada sulkus olfaktorius
merupakan penyebab neurologis hilangnya penghiduan. Sumbatan hidung harus
dihilangkan menggunakan dekongestan nasal sebelum pemeriksaan.
Rongga hidung mempunyai tiga lapisan yang dipisahkan oleh tulang. Rongga
atas berisi ujung-ujung cabang saraf cranial, yaitu saraf olfaktori (saraf
pembau).Hidung terlindung dari lapisan tulang rawan dan bagian rongga dalam
mengandung sel-sel epitel yang berfungsi untuk menerima rangsang kimia.
Bagian tersebut dilengkapi lendir dan rambut-rambut pembau.
Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi sebagai indra
pembau. Indra pembau berupa kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam
hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Reseptor pencium tidak
bergerombol seperti tunas pengecap.Epitelium pembau mengandung 20 juta sel-
sel olfaktori yang khusus dengan akson-akson yang tegak sebagai serabut-serabut
saraf pembau. Di akhir setiap sel pembau pada permukaan epitelium mengandung
beberapa rambut-rambut pembau yang bereaksi terhadap bahan kimia bau-bauan
di udara
15
Bulu hidung di dalam kaviti hidung menapis debu dan mikroorganisma dari
udara yang masuk dan lapisan mukus yang memerangkapnya. Bekalan darah yang
banyak ke membran mukus membantu mengawal udara yang masuk menjadi
hampir sama dengan suhu badan di samping melembabkannya. Selain itu hidung
juga berfungsi sebagai organ untuk membau kerana reseptor bau terletak di
mukosa bahagian atas hidung. Hidung juga membantu menghasilkan dengungan
(fonasi).
J. Gangguan Syaraf Hidung
1. Nervus Olfaktorius (N I)
Kerusakan saraf ini menyebabkan hilangnya penciuman (anosmia),
atau berkurangnya penciuman (hiposmia). Penderita anosmia kadang-kadang
tidak menyadari bahwa penciumannya terganggu, mereka mengeluh bahwa
mereka tidak dapat lagi menikmati lezatnya makanan. Biasanya kerusakan
saraf ini disebabkan oleh kelainan disekitarnya. Bulbus olfaktorius dan traktus
olfaktorius dapat terganggu oleh tumor disekitarnya, misalnya meningioma.
Tumor didasar lobus frontal dapat menekan traktus olfaktorius. Tumor di alur
olfaktorius atau di pinggir tulang sfenoid, terutama meningioma, dapat
menyebabkan Sindrom Foster Kennedy
2. Nervus Optikus (N II)
Keluhan yang berhubungan dengan gangguan nervus II adalah :
ketajaman penglihatan berkurang, lapangan pandang (kampus penglihatan)
berkurang, ada bercak di dalam lapangan pandang yang tidak dapat dilihat
(stokoma), fotofobi yaitu mata mudah menjadi silau, takut akan cahaya dapat
dijumpai pada penderita meningitis.
3. Nervus Okulomotorius (N III)
Gangguan total pada N III, ditandai oleh :
a. Muskulus levator palpebrae lumpuh, mengakibatkan ptosis.
16
b. Paralisis otot m. rektus superior, m. rektus internus, m. rektus inferior, dan
m. oblikus inferior.
c. Kelumpuhan saraf parasimpatis, yang menyebabkan pupil midriasis yang
tidak bereaksi terhadap cahaya dan konfergensi.
4. Nervus Trokhlearis (N IV)
Kelumpuhan N IV tersendiri jarang dijumpai. Penyebab kelumpuhan
N IV yang paling sering ialah trauma, dan dapat juga pada dijumpai pada
diabetes mellitus, namun tidak sesering parese N III. N IV dapat mengalami
lesi didalam orbita, dipuncak orbita, atau si sinus kavernosus. Kelumpuhan N
IV menyebabkan terjadinya diplopia (melihat ganda, melihat kembar) bila
mata dilirikkan kea rah ini. Penderitanya juga mengalami kesukaran bila naik
atau turun tangga dan membaca buku karena harus melirik kebawah.
K. Pengobatan Penyakit Pada Hidung
1. Salesma
Salesma dan infuenza merupakan infeksi pada alat pernapasan yang
disebabkan oleh virus, dan umumnya dapat menyebabkan batuk, pilek, sakit
leher dan kadang-kadang panas atau sakit pada persendian. Gejala yang
mengiringi diantaranya mencret ringan, terutama pada anak kecil.
Salesma dan influenza hampir selalu sembuh sendiri tanpa obat.
Jangan gunakan penicillin, tetracycline atau antibiotika lainnya, karena obat-
obatan ini sama sekali tidak menyembuhkan dan dapat menimbulkan bahaya.
Hal yang dilakukan saat menemui anggota keluarga memiliki gejala salesma:
1. Minum air panas dan cukup istirahat.
2. Aspirin atau acetaminophen dapat menurunkan panas dan menghilangkan
sakit kepala. Tablet-tablet salesma yang lebih mahal tidak lebih manjur
daripada aspirin. Jadi, mengapa Anda harus memboroskan uang?
3. Tetaplah makan seperti biasa, karena tidak ada pantangan mengonsumsi
sesuatu.
17
2. Hidung Yang Tersumbat Dan Pilek
1. Pada anak-anak kecil, hisaplah dengan hati-hati ingus atau lendir dari
hidung dengan menggunakan balon penghisap atau sempritan tanpa jarum
suntik.
2. Orang dewasa dan anak-anak remaja dapat menghirup air garam kedalam
hidungnya. Tindakkan ini akan mencairkan lendir.
3. Bernapas dalam uap air panas akan melegakan hidung yang tersumbat.
4. Hapuslah ingus Anda, tetapi jangan menghembuskan ingus kuat-kuat,
karena tindakan ini dapat menimbulkan sakit telinga dan infeksi sinus.
5. Penderita yang sering mengalami sakit telinga atau gangguan sinus dapat
mencegahnya dengan memakai tetes hidung decongestan seperti
phenyleprine. Setelah menghirup sedikit air garam, teteskan obat tersebut
dalam hidung sebagai berikut:
3. Gangguan Sinus (Sinusitis)
Sinusitis merupakan peradangan sinus, yaitu rongga-rongga dalam
tulang yang berhubungan dengan rongga hidung, yang gawat dan biasanya
terjadi dalam waktu menahun (kronis).
Pengobatan:
1. Hirup sedikit air garam ke dalam hidung
2. Letakkan kompres hangat di bagian wajah
3. Gunakan tetes hidung decongestan seperti phenyleprine
4. Antibiotika seperti tetracyclin, ampicilin, atau penicillin, bisa
digunakan untuk meredakan sinus.
5. Jika si penderita kondisinya tidak membaik, segera minta pertolongan
dokter.
4. Peradangan Hidung Karena Alergi (Rhinitis Allergica)
Rhinitis Allergica disebabkan oleh adanya reaksi alergi pada hidung
yang ditimbulkan oleh masuknya substansi asing ke dalam saluran
tenggorokan.
18
Pengobatan:
Gunakan antihistamin seperti chlorpheniramine, dimenhydrinate, yang
biasanya dijual untuk mengobati mabuk perjalanan.
Pencegahan:
Carilah penyebab terjadinya alergi, seperti debu; bulu ayam; tepung sari
bunga; jamur, dan usahakan untuk menghindari benda-benda tersebut.
L. Pengkajian Kemampuan Mencium
Bagaimana proses hidung membau suatu aroma atau bau? Sebagai benda gas,
bau berbaur menjadi satu dengan gas-gas lain di dalam udara. Saat kita menghirup
udara pernapasan, bau tersebut ikut masuk ke dalam hidung. Di rongga hidung,
bau akan larut di dalam lendir. Selanjutnya, rangsangan bau akan diterima oleh
ujung-ujung saraf pembau serta diteruskan ke pusat penciuman dan saraf pembau.
Oleh otak, rangsang tersebut ditanggapi sehingga kita dapat mencium bau yang
masuk hidung.
M. Memelihara Kesehatan Hidung
Hidung yang sehat akan berfungsi dengan baik. Beberapa cara merawat
hidung agar tetap sehat, antara lain, sebagai berikut.
1) Membersihkan hidung secara rutin. Sebaiknya kita membersihkan hidung
setiap hari. Hidung menjadi kotor karena udara yang kita hirup mengandung
debu. Membersihkan hidung sebaiknya menggunakan kapas.
2) Menutup hidung saat berada pada lingkungan yang kotor. Misalnya,
lingkungan yang berdebu, banyak asap rokok, dan asap kendaraan.
3) Segera berobat ke dokter jika mengalami gangguan pada hidung. Gangguan
dalam waktu lama dapat merusak fungsi hidung.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi
menghirup udara pernapasan, menyaring udara, menghangatkan udara
pernapasan, juga berperan dalam resonansi suara.
Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih
dari biasanya, merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung mempunyai beberapa fungsi
antara lain sebagai indra penghidu, menyiapkan udara inhalansi agar dapat
digunakan paru-paru, mempengaruhi reflek tertentu pada paru-paru dan
memodifikasi bicara.
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, misalnya sumbatan hidung
perlu diketahui dulu tentang anatomi hidung. Hidung terdiri dari hidung bagian
luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan serta
persarafannya, serta fisiologi hidung. Untuk mendiagnosis penyakit yang terdapat
di dalam hidung perlu diketahui dan dipelajari pula cara pemeriksaan hidung.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
20
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
2. Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari
www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html
3. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku
Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta 2002, 115 – 119.
4. Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis
5. Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997
6. Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati
setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC
7. Spanner, Spalteholz, Atlas Anatomi Manusia, Bagian ke II, edisi 16, Hipokrates,
Jakarta,1994.
8. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher edisi 5, FK UI, 2006.
i
21
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan
salam senantiasa dicurahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap
keluarganya serta orang-orang yang meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari
para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Bengkulu, Juni 2013
Penulis
i
22
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Konsep Hidung ......................................................................... 2
B. Anatomi dan Embriologi Hidung ........................................... 2
C. Bagian-Bagian Hidung ............................................................. 6
D. Fungsi Hidung .......................................................................... 6
E. Cara Kerja Alat Penciuman ...................................................... 9
F. Kelainan Hidung Dan Penyebabnya ........................................ 10
G. Penyakit Pada Hidung dan penyebabnya ................................. 11
H. Syaraf Yang Ada Di Hidung ................................................... 12
I. Sistem Syaraf Sensorik Hidung ............................................... 13
J. Gangguan Syaraf Hidung ......................................................... 15
K. Pengobatan Penyakit Pada Hidung .......................................... 16
L. Memelihara Kesehatan Hidung ................................................ 14
M. Pengkajian Kemampuan Mencium .......................................... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 19
B. Saran .......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
ii
23
MAKALAH
ILMU KEPERAWATAN DASAR II
Sistem Syaraf Sensorik Hidung
Di susun Oleh : kelompok II
1. Eka Susiani
2. Helma Laeni
3. Levson Layarso
4. Nengriati
5. Trisia Selviana
6. Yoki Sulpikar
DOSEN :
Ns. Ismail Marzuki S.Kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI HUSADA
BENGKULU
2013