130984880 referat eksotropia fix
DESCRIPTION
jgfj,hTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Anatomi dan Fisiologi Otot Penggerak Bola Mata
Otot-otot penggerak bola mata (otot ekstraokular) terdiri atas 6 otot yaitu 4 otot
muskulus rektus dan 2 obliquus.
1. Otot-otot rektus
Keempat otot rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi nervus
optikus di apeks posterior orbita. Mereka dinamakan sesuai insersionya ke dalam sklera
yaitu:
a. Rektus medial.
Rektus medial mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dua saraf optik
yang sering memberikan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat neuritis
retrobulbar dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot
mata yang paling tebal dengan tendon terpendek.
Otot ini menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).
b. Rektus lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N.VI dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi.
c. Rektus inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan
bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan
dengan oblik inferior diikat leh ligamen Lockwood.
Rektus inferior dipersarafi oleh N.III. Fungsi menggerakkan mata :
1
- depresi (gerak primer)
- eksoklotorsi (gerak sekunder)
- aduksi (gerak sekunder)
d. Rektus superior mata
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior
beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan
bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang
limbus dan dipersarafi cabang superior N.III.
Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral:
- aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral
- insiklotorsi
2. Otot-otot obliquus
Kedua otot ini terutama berfungsi untuk mengendalikan gerak torsional dan
sedikit mengatur gerak bola mata keatas dan kebawah.
a. Obliquus superior
Muskulus obliquus superior adalah otot mata terpanjang dan tertipis. Origonya
terletak diatas dan medial foramen opticum dan menutupi sebagian origo muskulus
levator palpebrae superioris dan berinsersi pada sklera di bagian temporal belakang
bola mata. Obliquus superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar
dari bagian dorsal susunan saraf pusat.
Otot ini mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan
kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah atau mata melihat
ke arah nasal. Otot ini berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer)
terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.
Otot oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.
2
b. Obliquus inferior
Obliquus inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal dan
berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf
okulomotor dan bekerja untuk menggerakkan bola mata ke atas, abduksi dan
eksiklotorsi
Gambar 1. Otot-otot ekstraokular
Fasia
Semua otot ekstraokular dibungkus oleh fasia. Didekat titik-titik insersio otot-otot ini,
fasia bergabung dengan otot tenon. Kondensasi fasia dengan struktur orbita didekatnya (ligamen
check) berperan sebagai origo fungsional otot-oto- eksatraokular.
Tabel 1. Fungsi otot mata
Otot Kerja Primer Kerja Sekunder
Muskulus rektus lateralis (LR) Abduksi -
Muskulus rektus medialis Aduksi -
Muskulus rektus superior (SR) Elevasi Aduksi, intorsi
Muskulus rektus inferior (IR) Depresi Aduksi,ekstorsi
Muskulus oblikus superior Intorsi Depresi, abduksi
Muskulus oblikus inferior (IO) Ekstorsi Elevasi, abduksi
3
Tabel 2. Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap
Jurusan penglihatan cardinal Mata kanan Mata kiri
1. Ke atas kanan
2. Ke kanan
3. Ke kanan bawah
4. Ke bawah kiri
5. Ke kiri
6. Ke atas kiri
m. rektus superior
m. rektus lateralis
m. rektus inferior
m. obliqus superior
m. rektus medialis
m. obliqus inferior
m. obliqus inferior
m. rektus medialis
m. obliqus superior
m. rektus inferior
m. rektus lateralis
m. rektus superior
Gambar 2. Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap
Persarafan
4
Nervus okulomotorius (N.III) mempersarafi muskulus rektus medialias, rektus inferior,
rektus superior dan obliquus inferior. Nervus abducens (N.VI) mempersarafi muskulus rektus
lateralis. Nervus troklearis (N.IV) mempersarafi muskulus obliquus superior.
Pendarahan
Pasokan darah ke otot ekstraokuler berasal dari cabang-cabang muskuler arteri oftalmika.
Muskulus rektus lateralis dan obliquus inferior berturut-turut juga di perdarahi oleh cabang-
cabang arteri lakrimalis dan arteri infraorbitalis.
Gambar 3. Persarafan otot mata
Fisiologi
Fungsi Otot Penggerak Bola Mata
Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat terbentuk bayangan
tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata sehingga terjadi fusi dipusat
penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena dipertahankan oleh otot penggerak bola mata agar
selalu bergerak secara teratur, gerakan otot yang satu akan mendapatkan keseimbangan gerak
5
dari otot yang lainnya sehingga bayangan benda yang jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua
fovea sentralis. Syarat terjadi penglihatan binokuler normal :
1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak
terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama dengan baik,
yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu penglihatan
menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang datang dari
kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Fungsi penglihatan pada bayi yang baru lahir belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Visus ikut berkembang dengan perkembangan umur. Pada
usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat mulai saat kelahiran sampai
tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali refraksi / kekeruhan media / kelainan retina maka
visus tetap sampai hari tua. Tajam penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal
sehingga mampu membedakan :
1. Bentuk benda
2. Warna
3. Intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan binokularitasnya.
Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6 pasang otot penggerak bola mata
juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup menfusi dua gambar yang diterima oleh retina
mata kanan dan kiri maka ada kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal
stereoskopik.
Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak
dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi strabismus.
PENGLIHATAN BINOKULER
6
Pengukuran fungsi penglihatan penting sebab dapat membantu menentukan penglihatan
binokuler sejak awal. Kelainan tajam penglihatan dapat mempengaruhi penglihatan binokuler.
Adanya perbedaan tajam penglihatan antara mata kanan dan kiri lebih sensitif
mempengaruhi penglihatan binokuler. Untuk tercapainya penglihatan tunggal
diperlukan tiga syarat yang harus terpenuhi yaitu faal masing-masing mata harus baik, seluruh
otot-otot luar kedua mata dapat bekerja sama dengan baik dan susunan saraf pusat yang baik.
Penglihatan binokuler adalah penglihatan yang mempergunakan kedua mata secara
serentak disertai koordinasi tingkat tinggi sedemikian rupa sehingga menghasilkan sensasi
penglihatan tunggal. Worth (1901), membagi penglihatan binokuler menjadi 3 tingkat
yaitu
1. persepsi simultan
2. Fusi
3. penglihatan stereoskopis
Persepsi simultan adalah kemampuan untuk melihat secara serentak dua bayangan yang
terbentuk pada masing-masing mata.
Fusi dibagi menjadi dua macam yaitu fusi sensorik dan fusi motorik. Fusi sensorik
adalah kemampuan seseorang menyatukan dua bayangan retina mata kanan dan kiri yang sesuai,
baik di fovea maupun diluar fovea, menjadi satu bayangan tunggal, sedangkan gerakan reflek
dari kedua mata untuk mendapatkan kedudukan binokuler yang tepat sehingga fusi sensoris
dapat dipertahankan disebut fusi motorik. Fusi motorik hanya dimiliki oleh retina perifer.
Penglihatan stereoskopik adalah pengaturan relatif dari persepsi kedalaman obyek visual,
normal 60 detik busur atau lebih kecil
FUSI
7
Fusi adalah pertumbuhan bayangan menjadi satu atau persatuan, peleburan, dan
penggabungan di otak yang berasal dari 2 bayangan mata sehingga secara mental berdasarkan
kemampuan otak didapatkan suatu penglihatan tunggal, yang berasal dari sensasi (penghayatan)
masing-masing mata.
Kesan penglihatan tunggal ini mempunyai sifat ketajaman bentuk, warna dan cahaya
sedangkan ukuran dimensinya hanyalah panjang lebar. Untuk menghindari agar tidak terjadi
bayangan yang berasal dari titik yang tidak sefaal. Maka terjadi pergerakan refleks vergen
(konvergen dan divergen).
Dimana fusi adalah :
1. Kemampuan otak untuk membuat satu bayangan gambar yang berasal dari kedua mata.
2. Fusi akan hilang bila penglihatan satu mata tidak ada.
Diperlukan beberapa syarat agar penglihatan binokuler menjadi sensasi tunggal, yaitu:
1. Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua gradasi.
2. Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral
3. Bayangan yang diteruskan ke dalam susunan saraf pusat dapat dapat menimbulkan kedua
bayangan menjadi bayangan tunggal.
Bila terjadi hal di atas maka akan terdapat bayangan tunggal binocular, sedang bila salah
satu factor di atas tidak terjadi maka akan terjadi penglihatan binokulear yang tidak tunggal.
Penglihatan tunggal dengan kedua mata ini dapat terjadi pada semua bayangan di kedua
macula dan luar macula sehingga terjadi penglihatan sentral dan perifer bersama-sama.
Penglihatan dengan kedua mata untuk daerah sentral selalu disertai dengan penglihatan tunggal
daerah perifer.
B. PEMERIKSAAN MATA
- Tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dinilai dengan menggunakan kartu Snellen atau
pada anak dapat dinilai dengan menggunakan “E” jungkir balik (Snellen) atau gambar
Allen.
8
- Pupil
Ukuran pupil, isokor/anisokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung, reflex
afferent papillary defect (RAPD).
- Deviasi
Konstan atau intermiten. Adanya posisi kepala yang abnormal.
- Ptosis.
Pada ptosis neurogenik jatuhnya kelopak mata atas dapat unilateral, sedangkan pada
ptosis miogenik biasanya bilateral. Karakteristik pada ptosis unilateral adalah pasien
berusaha untuk meningkatkan fisura palpebra dengan cara merengut atau mengernyitkan
dahi (kontraksi dari otot frontalis). Ptosis kongenital biasanya mengenai satu mata saja.
- Hirschberg reflection test
o memeriksa reflek cahaya pada kedua permukaan kornea. Dengan tes ini
adanya strabismus dapat dideteksi, setiap 1 mm penyimpangan sama dengan
15 prisma dioptri.
o Ortofori : bila masing -masing refleks cahaya pada kornea berada di tengah-
tengah pupil. Heterofori: bila salah satu refleks cahaya pada kornea tidak
berada di tengah-tengah pupil.
- Pergerakan Mata
Memeriksa pergerakan mata pasien dengan meminta pasien mengikuti pergerakan jari
pemeriksa ke sembilan arah yaitu lurus ke depan, 6 posisi kardinal (kanan, kanan atas,
kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah), keatas, dan ke bawah.
Pada saat mata melakukan pergerakan ke 6 posisi kardinal hanya satu otot saja yang
bekerja, sedangkan saat mata melihat ke atas atau ke bawah beberapa otot bekerja
bersamaan sehingga sulit mengevaluasi kerja masing-masing otot. Oleh karena itu dalam
menilai kelumpuhan otot-otot ekstraokular, pergerakan mata ke 6 posisi kardinal lebih
bernilai diagnostik. Selain itu penting juga untuk menilai kecepatan dari gerakan sakadik
mata, baik secara horizontal ataupun vertikal.
9
PENENTUAN SUDUT STRABISMUS
a. Uji Tutup dan Prisma
Uji tutup terdiri atas 4 bagian, yaitu ;
1. Uji tutup
Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang lain ditaruh penutup
untuk menghalangi pandangannya pada sasaran. Apabila mata yang diamati bergerak
untuk melakukan fiksasi, matatersebut sebelumnya tidak melakukan fiksasi pada
sasaran, terdapat deviasi yang bermanifestasi (strabismus). Arah gerakan
memperlihatkan arah penyimpangan ( mis, jika mata yang diamati bergerak ke luar
untuk melakukan fiksasi, terdapat esotropia ).
2. Uji membuka penutup
Sewaktu penutup di angkat setelah uji tutup di lakukanpengamatan pada mata yang
sebelumnya tertutup tersebut. Apabila posisimata tersebut berubah, terjadi interupsi
penglihatan binokuler yang menyebabkan berdeviasi dan terdapat heteroforia. Arah
gerakan korektif memperlihatkan jenis heteroforia nya. Uji tutup / membuka penutup
dilakukan pada setiap mata.
3. Uji tutup bergantian
Penutup ditaruh bergantian di depan mata yang pertama kemudian ditaruh di mata
yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia ditambah heteroforia bila
ada juga). Penutupharus dipindahkan dengan cepat dari satu mata ke mata yang lain
untuk mencegah refuse heteroforia.
4. Uji tutup bergantian plus prisma
Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang
semakin meningkat di depan satu mata sampai tegrjadi netralisasi gerakan mata pada
uji tutup bergantian. Contohnya, untuk mengukur eso deviasi penuh, penutup di
pindah – pindah sambil diletakkan prisma dengan kekuatan base-out yang semakin
tinggi di depan satu mata sampai gerakan refiksasi horizontal mata yang berdeviasi
tersebut di netralisasi. Deviasi yang lebih besar mungkin memerlukan 2 prisma yang
10
diletakkan di depan kedua mata, tetapi prisma – prisma itu tidak boleh “ditumpuk”
pada arah yang sama di depan satu mata.
b. Uji Objektif
Pengukuran dengan prisma dan penutup bersifatobjektif karena tidak memerlukan
laporan pengamatan sensorik dari pasien. Namun, diperlukan kerjasama dan keutuhan
penglihatan kedua mata dalam keadaan tertentu. Penentuan klinis posisi mata yang tidak
memerlukan pengamatan sensorik pasien di anggap kurang akurat, walaupun kadang –
kadang masih bermanfaat. Dua metode yang sering digunakan tergantung pada
pengamatan posisi refleksi cahaya pada kornea. Hasil dari kedua metode tersebut harus
dimodifikasi dengan mempertimbangkan sudut Kappa.
1. Metode Hirschberg
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya berjarak sekitar 33 cm. Pada mata
yang berdeviasi akan terlihat desentrasi pantulan cahaya. Dengan mempertimbangkan
18 PD untuk setiap millimeter desentrasi, dapat di buat perkiraan sudut deviasi nya.
2. Metode refleks prisma ( uji krimsky ”reverse” )
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma ditempatkan di depan
mata yang di pilih, dan kekuatan prisma yang diperlukan untuk membuat refleks
cahaya terletak di tengah kornea mata yang strabismus menentukan ukuran sudut
deviasi nya.
DUKSI ( ROTASI MONOCULAR )
Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti sasaran yang bergerak dalam
semua arah pandangan. Setiap pengurangan gerakan rotasi mengisyaratkan keterbatasan
dalam bidang kerja otot yang bersangkutan; keterbatasan di sebabkan oleh kelemahan
kontraksi atau kegagalan relaksasi otot antagonis.
VERSI (GERAKAN MATA KONJUGAT)
Hukum hering mengatakannbahwa otot-otot pasangan searah (yoke muscle) menerima
stimulasi setara pada setiap gerakan mata konjugat.versi diperiksa dengan meminta mata
pasien mengikuti sumber cahaya disembilan posisi diagnostic : primer-lurus
11
kedepan;sekunder-kanan,kiri,atas dan bawah; dan tersier-atas dan kanan,bawah dan kanan,
atas dan kiri, bawah dan kiri. Perbedaan gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang
lain dicatat sebagai suatu overaction atau underaction. Berdasarkan perjanjian, pada posisi
tersier otot-otot obliquus dikatakan bekerja berlebihan (overacting) atau kurang bekerja atau
(underaction) dalam kaitannya dengan otot rectus pasangannya. Fiksasi dalam bidang kerja
suatu otot yang paresis menimbulkan overaction otot pasangannya, karena diperlukan
persarafan yang lebih besar untuk kontraksi otot yang underacting. Sebaliknya, fiksasi
dengan mata yang normal akan menyebabkan ototyang paresis kurang bekerja.
GERAKAN DISJUNGTIF
a. Konvergensi
Sewaktu mengikuti sebuah benda yang bergerak mendekat,kedua mata harus berputar
kedalam untuk mempertahankan kesejajaran sumbu penglihatan dengan obyek yang
bersangkutan. Otot-otot rektus medialis berkontraksi dan otot-otot rektus lateralis
berelaksasi dibawah oengaruh stimulasi dan inhibisi saraf.
Konvergensi adalah suatu proses aktif dengan komponen volunteer dan involunter yang
kuat. Saah satu pertimbangan pejting dan=]lam mengevalujasi otot-otot ektraokuler pada
strabismus adalah konvergensi.
Untuk memeriksa konvergensi, sebuah obyek kecil atau sumber cahaya secara perlahan
dibawa mendekat kejembatan hidung. Perhatian pasien ditujukan kepada benda tersebut
dengan mengatakan “usahakan sekuat mungkin jangan sampoai bayagan terlihat ganda”.
Dalam keadaan normal, konvergensi dapat dipertahankan sampai benda terletak dekat
dengan jembatan hidung. Nlai numeric konvergensi yang sebenarnya dapat ditentukan
dengan mengukur jarak dari jembatan hidung (dalam cm) pada saat mata “kalah ( yakni
saat mata nondominan bergerak lateral sehingga konvergensi tidak lagi dapat
dipertahankan). Titik ini disebut titik dekat konvergensi dan nilai sampai 5cm dianggap
masih dalam batas normal.
Rasio konvergensi akomodatif terhadap akomodasi adalah suatu cara untuk mengukur
hubungan antara konvergensi dan akomodasi (Rasio AC/A). Konvergensi akomodatif
12
terjadi sewaktuu mata memandang suatu sasaran akomodatif, yakni sasaran yang
memiliki kontur atau huruf yang dapat dipisahkan sehingga akomodasi terangsang.
Hasilnya sering dinyatakan sebagai dioptri prisma konvergensi per dioptri akomodasi.
Rasio AC/A berguna sebagai alat riset atau klinis yang meneliti dan memeastikan
hubungan keduanya lebih jauh; sejauh ini,rasio tersebut telah banyak membantu kita
memahami dan sekaligus mengoreksi esotropia akomodatif-terutama dalam penggunaan
kacamata bifocal dan miotik.
b. Divergensi
Elektromiografi telah memastikan bahwa divergensiadalah suatu proses aktif, bukan
semata-mata relaksasi konvergensi. Secara klinis, fungsi ini jarang diperiksa kecuali
dalam meneliti amplitudo fusi.
PEMERIKSAAN SENSORIK
Pemeriksaan tersebut meliputi : stereopsis, supresi,dan potensi fusi.
a. Pemeriksaan stereopsis
Banyak pemeriksaan stereopsis dilakukan dengan sasaran dan kacaterpolarisasi untuk
memisahkan rangsangan. Satu mata melihat sasarab melalui lensa yang terpolarisasi
horizontal dan satu nya melaluilensa yang terpolarisasi vertical. Sasaran yang dilihat
secara monokularmemiliki petunjuk – petunjuk kedalaman yang hampir tidak terlihat.
Stereogram titik acak ( random dot stereogram ) tidak memiliki petunjuk kedalaman
monocular. Masing – masing mata melihat suatu bidang titik – titikacak, tetapi korelasi
setiap titik dengan titik korespondennya terbuat sedemikian rupa sehingga apabilaterapat
stereopsis pasien akan melihat suatu bentuk 3 dimensi.
b. Pemeriksaan supresi
Adanya supresi mudah diketahui dengan uji empat–titik Worth ( Worth four dot test ).
Di depan salah satu mata pasien ditaruh kaca yang berisi sebuah lensa merah, sedangkan
di mata yang lensa hijau. Pasien diperlihatkan senter yang berisi bintik – bintik merah,
hijau, dan putih. Bintik – bintik warna tersebut adalah penanda persepsi yang melalui
13
setiap mata; bintik putih – yang memiliki potensi terlihat oleh kedua mata, dapat
menandakan adanya diplopia. Jarak antara titik – titik dan jarak cahaya yang di pegang
menentukan ukuran daerah retina yang diperiksa. Daerah foveadapat diperiksa pada
jarakjauh; daerah perifer pada jarak dekat.
c. Potensial fusi
Pada orang dengan deviasi yang bermanifestasi, status potensial fusi penglihatan
binocular dapatditentukan dengan uji filter merah. Sebuah filter merah diletakkandi
depan salah satu mata. Pasien diminta melihat ke suatu sasaran cahaya fiksasi yang
terletak jauh atau dekat. Terlihat sebuah cahaya putih dan merah. Di depan satu atau
kedua mata diletakkan sebuah prisma supaya dapat membawa dua bayangan menjadi
satu. Apabila terdapat potensial fusi, kedua bayangan akan menyatu dan terlihat sebagai
sebuah cahaya tunggal berwarna merah muda. Apabila tidak terdapat potensial fusi,
pasien tetap melihat satu cahaya merah dan satu cahaya putih.
C. STRABISMUS
I. DEFINISI
Strabismus adalah setiap penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna.
Ketidaksejajaran tersebut dapat terjadi kesegala arah - kedalam, keluar, atas, bawah atau
torsional. Besar penyimpangan adalah besar sudut mata yang menyimpang dari penjajaran.
Strabismus yang terjadi pada kondisi penglihatan binocular disebut strabismus manifes,
heterotropia atau tropia. Suatu deviasi yang hanya muncul setelah penglihatan binocular
terganggu ( misalnya dengan penutupan salah satu mata ) disebut strabismus laten,
heteroforia atau foria.
Strabismus Laten (Foria)
Strabismus laten atau Foria yaitu suatu bentuk penyimpangan sumbu penglihatan
dimana dapat dilihat jika kerja fusi diganggu. Strabismus laten ini sering disebut juga dengan
istilah juling yang tersembunyi. Pada posisi aktif kedudukan bolamata foria seperti pada
kedudukan bola mata yang normal artinya bahwa pada saat melihat jauh sumbu penglihatan
14
sejajar dan pada saat melihat dekat sumbu penglihatan saling bertemu di titik obyek, namun
ketika kerja fusi diganggu maka akan muncul suatu gerakan dijumpai pada mata normal yaitu
gerakan mata yang disebut duksi.
Strabismus laten dapat diketahui dengan satu pemeriksaan sederhana, yang disebut
dengan cover test. Caranya, pemeriksa dan yang diperiksa saling berhadapan sejarak
jangkauan tangan. Atur posisi agar yang diperiksa masih dapat melihat jauh kedepan
melewati samping kepala pemeriksa. Jadi, posisi pemeriksa berada agak di sebelah kanan
(atau kiri) yang diperiksa. Lalu, yang diperiksa diminta untuk melihat lurus jauh di belakang
pemeriksa, sementara pemeriksa menutup sebelah mata yang diperiksa (mata yang paling
dekat dengan pemeriksa) dengan telapak tangannya (tidak perlu sampai menempel di wajah
yang diperiksa). Kemudian buka secara tiba - tiba dan perhatikan mata yang baru saja ditutup
tersebut dengan seksama. Bila nampak ada gerakan bolamata yang bergulir ke arah
horisontal atau vertikal, berarti yang diperiksa tersebut menderita strabismus laten.
Strabismus manifes ( tropia )
Strabismus manifes atau tropia yaitu suatu bentuk penyimpangan deviasi yang sudah
terlihat pada kondisi penglihatan binokuler atau dengan kata lain juling yang sudah benar-
benar kelihatan nyata.
II. ETIOLOGI
Strabismus ditimbulkan oleh kelainan motorik, sensorik dan sentral. Kelainan sensorik
disebabkan oleh penglihatan yang buruk berupa ptosis dan katarak kongenital. Kelainan
sentral akibat kerusakan otak. Kelainan sensorik dan sentral menimbulkan strabismus
konkomitan atau non paralitik. Kelainan motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan
gerakan abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik. Gangguan fungsi mata
seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan yang lemah karena penyakit bisa
berakhir pada strabismus.
III. KLASIFIKASI
Klasifikasi Deviasi Mata (Strabismus) :
15
- Paralitik (nonkomitan)
- Nonparalitik (komitan)
1. Strabismus Paralitik (nonkomitan)
Sudut deviasi tidak sama untuk semua arah. Disebabkan karena hilangnya fungsi dari
satu atau lebih otot ekstraokular. Paralitik ini dapat total atau sebagian (parese).
Tanda-tanda :
- Gerakan mata terbatas pada daerah otot yang lumpuh bekerja.
- Akan terjadi deviasi jika mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh
bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang
sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah
dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang
lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
- Diplopia terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata
digerakkan kearah ini.
- Ocular torticollis (head tilting). Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang
lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus.
Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.
- Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar.
Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada
didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek
tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini
disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk
mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
- Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat
diredakan dengan menutup mata yang sakit.
Diagnosa berdasarkan :
a. Keterbatasan gerak
b. Deviasi
c. Diplopia.
16
2. Strabismus Nonparalitik (komitan)
Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti
gerak mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang
sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi
pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye, sedang mata
yang berdeviasi disebut squinting eye.
Dibedakan strabismus nonparalitika :
- Nonakomodatif
- Akomodatif
- Berhubungan dengan kelainan refraksi.
17
BAB II
PEMBAHASAN
EKSOTROPIA
Strabismus Divergens Non paralitik Akomodatif ( Eksotropi Konkomitan Akomodatif ),
dimana ditemukan posisi bola mata berdeviasi kearah temporal. Sering juga didapat, bila satu
mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap baik, sehingga
rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar.
Dapat dimulai dengan :
1. Kelebihan divergensi
2. Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miopia hanya
sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi dan
timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya normal.
tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya
divergens yang berlebihan yang biasanya merupakan kelainan primer mulai tampak sebagai
eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga
menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
I. DEFINISI
Eksotropia adalah penyimpangan sumbu penglihatan yang dimana salah satu sumbu
penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang
horizontal ke arah lateral.
Ekstropia lebih jarang dijumpai dibandingkan esotropia, terutama pada masa bayi dan
anak. Insidensnya meningkat secara bertahap seiring dengan usia. Tidak jarang bahwa suatu
tendensi strabismus divergen berawal dari suatu eksoforia yang berkembang menjadi eksotropia
intermiten dan akhirnya menjadi eksotropia yang menetap apabila tidak dilakukan terapi. Kasus-
18
kasus lain berawal sebagai eksotropia intermiten atau konstan dan tetap stasioner. Seperti halnya
esotropia, pada beberapa kasus mungkin terdapat unsur herediter. Eksoforia dan eksotropia (yang
dianggap sebagai sebuah entitas deviasi divergen) sering diwariskan sebagai ciri autosomal
dominan; salah satu atau kedua orangtua dari seorang anak eksotropia mungkin memperlihatkan
eksotropia atau eksoforia derajat tinggi.
Bentuk-bentuk eksotropia:
1. Eksotropia konkomitan yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua arah
pandangan.
2. Eksotropia nonkomitan yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda pada arah
pandangan yang berbeda-beda.
Untuk selanjutnya yang dimaksud dengan eksotropia adalah hanya yang nonkomitan.
II. ETIOLOGI
Penyebab eksotropia dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait autosomal dominan.
2) Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang sensorimotor
3) Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya pada penyakit Crouzon
III. KLASIFIKASI
1. Eksotropia Intermiten
2. Eksotropia Konstan
1. Eksotropia Intermiten
Eksotropia intermiten merupakan penyebab lebih dari separuh kasus eksotropia. Dari
anamnesis sering diketahui bahwa kelainan tersebut memburuk secara progresif. Suatu tanda
khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang. Eksotropia manifes pertama –tama
terlihat pada fiksasi jauh. Pasien biasanya melakukan fusi pada penglihatan dekat, mengatasi
eksoforia bersudut besar atau kecil.
19
Pemeriksaan ekstropia intermiten
Observasi : ekstropia tidak menetap, sering kembali normal
Visus : normal
Deviasi : divergen
Fusion : melihat 2 objek pada 1 titik
Motility : tidak terdapat tahanan
Duksi dan versi : tidak dapat ke segala arah
Akomodasi : miopia
Fiksasi : nistagmus
Binokular : abnormal
Supresi : diplopia
Refraksi dengan siklopegik: normal
Terapi
a. Terapi Medis
Terapi non bedah sebagian besar terbatas pada koreksi refraksi dan terapi ambliopia.
Apabila rasio AC / A tinggi, pemakaian lensa minum dapat menunda tindakan bedah
untuk sementara waktu. Kadang – kadang latihan konvergensi atau antisupresi dapat
memberi keuntungan sementara.
b. Terapi Bedah
Sebagian besar pasien eksotropia intermiten memerlukan tindakan bedah bila
kontrol terhadap fusi nya memburuk. Tindakan bedah dapat juga menghilangkan diplopia
aau gejala astenopia lainnya.
Pilihan prosedur tergantung pada pengukuran deviasi. Dianjurkan resesi otot rektus
lateralis bilateral bila deviasi lebih besar pada penglihatan jauh. Apabila deviasi lebih
20
besar pada penglihatan dekat, sebaiknya dilakukan reseksi otot rektus medialis dan resesi
rektus lateralis ipsilateral. Mungkin diperlukan tindakan bedah pada satu atau bahkan dua
otot horizontal lainnya untuk deviasi yang sangat besar ( > 50 PD ).
2. Eksotropia Konstan
Eksotropia konstan lebih jarang dibandingkan eksotropia intermiten. Kelainan ini
dapat dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu eksotropia intermiten
berkembang menjadi eksotropia konstan.
Derajat eksotropia konstan dapat bervariasi. Lamanya penyakit atau adanya
penurunan penglihatan pada satu mata dapat menjadikan deviasi semakin besar. Aduksi
mungkin terbatas, dan mungkin juga dijumpai hipertropia
Pemeriksaan eksotropia konstan
Observasi : ekstropia menetap
Visus : ambliopia
Deviasi : divergen
Fusion : melihat 2 objek pada 1 titik
Motility : terdapat tahanan
Duksi dan versi : tidak dapat ke segala arah
Akomodasi : miopia
Fiksasi : nistagmus
Binokular : abnormal
Supresi : diplopia
Refraksi dengan siklopegik: diplopia
Terapi
21
Hampir selalu diindikasikan tindakan bedah. Pilihan dan jumlah tindakan seperti
yang dijelaskan untuk eksotropia intermiten. Overcorrection ringan pada orang dewasa
dapat menyebabkan diplopia. Sebagian pasien dapat menyesuaikan diri dengan hal ini,
terutama bila mereka telah diberitahu mengenai kemungkinan ini sebelumnya.
Apabila salah satu mata mengalami penurunan penglihatan, prognosis untuk
mempertahankan posisi yang stabil kurang baik, dengan kemungkinan yang besar akan
kambuhnya eksotropia setelah pembedahan.
Pengobatan :
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.
Pengobatan dengan koreksi refraksi pada eksotropia merupakan hal yang penting dan
harus dilakukan dengan hati-hati. Bila pasien eksotropia dengan hipermetropia maka harus diberi
kacamata dengan ukuran yang kurang dari seharusnya unutk merangsang akomodasi dan
konvergensi.
Bila pasien menderita miopia maka harus diberi kacamata yang lebih besar ukurannya
dari seharusnya untuk merangsangakomodasi konvergensi.
Namun pada dasarnya pengobatan ialah operasi. Harus dipertimbangkan sebelumnya hal-
hal sebagai berikut:
1. Besarnya sudut deviasi
2. Perbandingan pengukuran deviasi untuk jauh dan dekat.
Operasi pada eksotropia tergantung pada jenis eksotropianya, biasanya dilakukan
resesi otot rektus lateral dan reseksi otot rektus medial mata yang sama pada yang berdeviasi.
22
BAB III
KESIMPULAN
Eksotropia merupakan jenis strabismus divergen. Eksotropia intermiten merupakan
penyebab lebih dari separuh kasus eksotropia. Dari anamnesis sering diketahui bahwa kelainan
tersebut memburuk secara progresif. Suatu tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya
terang. Eksotropia manifes pertama – tama terlihat pada fiksasi jauh. Pasien biasanya melakukan
fusi pada penglihatan dekat, mengatasi eksoforia bersudut besar atau kecil. Terapi non bedah
sebagian besar terbatas pada koreksi refraksi dan terapi ambliopia. Sebagian besar pasien
eksotropia intermiten memerlukan tindakan bedah bila kontrol terhadap fusinya memburuk.
Eksotropia konstan lebih jarang dibandingkan eksotropia intermiten. Kelainan ini
dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu eksotropia intermiten berkembang menjadi
eksotropia intermiten. Derajat eksotropia konstan dapat bervariasi. Lamanya penyakit atau
adanya penurunan penglihatan pada satu mata. Ambliopia jarang terjadi bila tidak ada
anisometropia dan sering terlihat perpindahan spontan mata yang melakukan fiksasi. Hampir
selalu diindikasikan tindakan bedah. Pilihan dan jumlah tindakan seperti yang dijelaskan untuk
eksotropia intermiten. Overcorrection ringan pada orang dewasa dapat menyebabkan diplopia.
Sebagian pasien dapat menyesuaikan diri dengan hal ini, terutama bila mereka telah diberitahu
mengenai kemungkinan ini sebelumnya. Apabila salah satu mata mengalami penurunan
penglihatan, prognosis untuk mempertahankan posisi yang stabil kurang baik, dengan
kemungkinan yang besar akan kambuhnya eksotropia setelah pembedahan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Constance, West, Abury. 2000. Oftamologi Umum: Strabismus, Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika
2. Ilyas S, Rahayu S. 2012. Ilmu Penyakit Mata: Otot penggerak mata, Edisi 4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
3. Gergard L, Doris R. 2006. Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas: Ocular motility and
strabismus, 2nd edition. New York: Thieme.
4. Olver J, Cassidy L. 2005. Ophtamology At A Glance: Strabismus, 1st edition. USA:
Blackwell Science.
24