1 bab i pendahuluan a. latar belakang radikal bebas dan

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan oksidan merupakan senyawa yang dapat bermanfaat tetapi juga dapat menjadi toksik bagi tubuh manusia (Rahman, 2007). Radikal bebas dan oksidan diproduksi dari hasil metabolisme sel ataupun dari sumber eksternal (polusi, asap rokok, radiasi, medikasi). Ketika radikal bebas terakumulasi dan tidak dapat dihancurkan dalam tubuh, maka akan terjadi stres oksidatif dalam tubuh manusia. Proses inilah yang menjadi penyebab kebanyakan dari penyakit degeneratif dan kronis seperti kanker, penyakit autoimun, penuaan, katarak, rheumatoid artritis, penyakit kardiovaskular dan neurodegeneratif. Tubuh manusia memiliki beberapa mekanisme untuk melawan proses oksidatif stres dengan memproduksi antioksidan yang dapat diproduksi dalam tubuh (internal) maupun diperoleh dari sumber makanan (eksternal) (Pham-Huy et al., 2008; Rahman, 2007). Pertahanan dengan antioksidan masih belum cukup tanpa adanya antioksidan eksternal yang merupakan senyawa pereduksi seperti vitamin C, vitamin E, karotenoid, dan polifenol (Bouayed & Bohn, 2010). Aktivitas antioksidan pada buah-buahan dan sayur-sayuran mayoritas berasal dari senyawa fenolik daripada vitamin C, vitamin E, atau β-karoten dalam aktivitasnya melawan peroksil radikal. Polifenol juga mempunyai keuntungan lain untuk kesehatan yaitu

Upload: trinhxuyen

Post on 09-Feb-2017

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Radikal bebas dan oksidan merupakan senyawa yang dapat bermanfaat

tetapi juga dapat menjadi toksik bagi tubuh manusia (Rahman, 2007). Radikal

bebas dan oksidan diproduksi dari hasil metabolisme sel ataupun dari sumber

eksternal (polusi, asap rokok, radiasi, medikasi). Ketika radikal bebas terakumulasi

dan tidak dapat dihancurkan dalam tubuh, maka akan terjadi stres oksidatif dalam

tubuh manusia. Proses inilah yang menjadi penyebab kebanyakan dari penyakit

degeneratif dan kronis seperti kanker, penyakit autoimun, penuaan, katarak,

rheumatoid artritis, penyakit kardiovaskular dan neurodegeneratif. Tubuh manusia

memiliki beberapa mekanisme untuk melawan proses oksidatif stres dengan

memproduksi antioksidan yang dapat diproduksi dalam tubuh (internal) maupun

diperoleh dari sumber makanan (eksternal) (Pham-Huy et al., 2008; Rahman,

2007).

Pertahanan dengan antioksidan masih belum cukup tanpa adanya

antioksidan eksternal yang merupakan senyawa pereduksi seperti vitamin C,

vitamin E, karotenoid, dan polifenol (Bouayed & Bohn, 2010). Aktivitas

antioksidan pada buah-buahan dan sayur-sayuran mayoritas berasal dari senyawa

fenolik daripada vitamin C, vitamin E, atau β-karoten dalam aktivitasnya melawan

peroksil radikal. Polifenol juga mempunyai keuntungan lain untuk kesehatan yaitu

Page 2: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

2

sebagai antikarsinogenik, antiaterogenik, antitukak, antitrombotik, dan

antiinflamasi (Cao et al.,1997).

Daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) merupakan tanaman obat

Indonesia yang secara empiris digunakan sebagai obat penyakit kulit dan obat luar

pada penyakit pembesaran limpa (Heyne, 1987). Daun sukun juga berkhasiat

sebagai obat demam (Balitbangkes, 1993). Tanaman ini memproduksi senyawa

fenolik termasuk flavonoid, stilbenoid, dan arylbenzofuron (Sikarwar et al., 2014).

Telah diidentifikasi bahwa daun sukun mengandung senyawa flavonoid terprenilasi

seperti artokarpin, sikloartokarpin, artonin E, sikloartobiloxanton, artoindonesianin

F, artonol B, chaplasin (Hakim et al., 2006). Penelitian Suryanto dan Wehantouw

(2009) membuktikan bahwa ekstrak metanol, etanol, dan aseton daun sukun

mengandung senyawa fenolik, flavonoid, dan tanin terkondensasi serta memiliki

aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap 1,1 diphenyl-2-picrylhydrazyl

(DPPH).

Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) merupakan salah satu metode

uji aktivitas antioksidan dengan mekanisme menginaktifkan radikal bebas dengan

mentransfer elektron tidak berpasangan (Single Electron Transfer). Dalam

menentukan aktivitasnya, antioksidan akan mereduksi oksidan yang dapat

menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi akan proporsional

dengan konsentrasi antioksidan sehingga dapat dapat diketahui aktivitas

antioksidannya berdasarkan kemampuannya dalam mereduksi ( Prior et al., 2005).

Ion ferri, merupakan oksidan yang sering digunakan dalam pengukuran aktivitas

antioksidan. Ion ferri akan tereduksi menjadi ion ferro dan akan membentuk

Page 3: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

3

kompleks berwarna merah-orange ketika direaksikan dengan 1,10-fenantrolin.

Metode ini mudah dilakukan, relatif murah, dan tidak membutuhkan waktu yang

lama.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas antioksidan

dari ekstrak etil asetat, etanolik, dan air daun sukun. Penyari air dipilih karena

secara empiris daun sukun digunakan sebagai obat tradisional, sedangkan penyari

etil asetat dan etanol dipilih karena sifatnya yang lebih nonpolar mengingat

flavonoid yang telah banyak diidentifikasi merupakan flavonoid terprenilasi. Selain

itu perlu juga dilakukan penentuan kandungan fenolik total dan kandungan

flavonoid total masing-masing ekstrak untuk mengetahui hubungan antara aktivitas

antioksidan dengan kandungan fenolik dan flavonoid totalnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana potensi ekstrak etil asetat, etanolik, dan air daun sukun sebagai

antioksidan berdasarkan metode FRAP?

2. Berapa kandungan fenolik dan flavonoid total ekstrak etil asetat, etanolik, air

daun sukun dan apakah terdapat hubungan dengan aktivitas antioksidannya?

Page 4: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

4

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Mengeksplorasi bahan alam yang berpotensi sebagai antioksidan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui potensi antioksidan ekstrak etanolik, air, dan etil asetat daun

sukun menggunakan metode FRAP.

b. Mengetahui kandungan fenolik dan flavonoid total ekstrak etetil asetat,

etanolik, air daun sukun dan mengetahui apakah terdapat hubungan antara

kandungan fenolik dan flavonoid total dengan aktivitas antioksidan daun

sukun.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diusulkan untuk mengeksplorasi potensi antioksidan dari

bahan alam khususnya daun sukun. Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk

memberikan data ilmiah yang valid mengenai aktivitas antioksidan ekstrak

etanolik, etil asetat, dan air daun sukun berdasarkan metode FRAP. Penelitian ini

dapat dipublikasikan menjadi sebuah artikel dalam jurnal ilmiah serta menjadi

sumber data yang bermanfaat bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

Page 5: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

5

E. Tinjauan Pustaka

1. Daun sukun

Gambar 1. Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg)

1. Sinonim : Artocapus communis Forst dan Artocarpus incisa L. f.

2. Nama daerah : Sukun (Aceh, Jawa, Bali), Hatopul (Batak), Amu (Melayu),

Sakon (Madura), Karara bima (Flores)

3. Klasifikasi Tanaman Sukun

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilis (Park.) Fosberg

(Balitbangkes, 1997)

Page 6: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

6

4. Penyebaran dan Budidaya

Sukun merupakan tanaman yang tumbuh sepanjang tahun (Ragone,

1997). Sukun menyebar di daerah tropis, diantaranya: Madagaskar, Afrika,

Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, Asia Tenggara, Srilanka, India,

Indonesia, Australia Bagian Utara, dan Florida Bagian Selatan (Ragone,

1997; Zerega et al., 2005).

Tanaman sukun hampir sama dengan tanaman kluwih, mereka

memiliki nama latin yang sama yaitu A.altilis, perbedaannya adalah kluwih

merupakan wildtype yang menghasilkan buah tanpa biji. Sukun memiliki dua

varietas yaitu sukun Jawa dan sukun Bangkok. Sukun Jawa berbatang lebih

tinggi daripada sukun Bangkok, tetapi buah sukun Jawa lebih kecil dari

sukun Bangkok (Susandarini, 2013 cit. Hastuti, 2013)

Pembibitan sukun hanya dapat dilakukan secara vegetatif dengan

beberapa cara yaitu: mencangkok, okulasi, penyapihan tunas akar alami, stek

akar, stek batang, stek pucuk dan kultur jaringan (Pitojo, 1992; Ragone,

1997; Adinugraha, 2009). Apabila akarnya dilukai maka akan terbentuk

tunas alami (Heyne, 1987).

5. Morfologi

Batang : Tegak, berkayu, coklat, bulat, percabangan simpopodial, 10- 25

meter, dan memiliki diameter batang hingga 1,2 meter.

Akar : Tunggang, dan coklat.

Page 7: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

7

Daun : Tersebar tunggal, hijau, 50-70 cm, lebar 25-50 cm, tepi bertoreh,

pertulangan daun menonjol dengan bentuk menyirip, daging daun

tebal, ujung meruncing, pangkal membulat, dan permukaan kasar.

Buah : berbentuk bulat hingga lonjong dengan lebar 12-20 cm dan

panjang 20 cm, buah majemuk dengan warna hijau muda, hijau

kekuningan atau kuning ketika sudah matang, berwarna putih atau

pucat kekuningan ketika sudah matang. Permukaan bergerigi

tumpul tersusun teratur.

Biji : berbentuk ginjal dengan ketebalan 3-5 cm, hitam.

(Ragone, 1997; Balitbangkes,1997)

6. Kandungan Kimia

Lebih dari 130 senyawa telah diidentifikasi dari berbagai organ A.

altilis, dan lebih dari 70 diantaranya terbentuk dari jalur fenilpropanoid.

Tanaman ini memproduksi senyawa fenolik termasuk flavonoid, stilbenoid,

dan arylbenzofuron (Sikarwar et al., 2008). Ekstrak metanolik, etil asetat,

dan petroleum eter daun A. altilis mengandung steroid, fitosterol, gums, resin.

Selain itu, senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun sukun adalah 72,5%

asam amino, 68,2% asam lemak, dan 81,4% karbohidrat. Mineral yang

terkandung dalam sukun diantaranya kalsium, natrium, dan besi (Huie, 2002

cit. Sikarwar et al., 2014).

Page 8: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

8

Siddhesa (2010) melakukan analisis skrining fitokimia dari ekstrak

daun sukun menggunakan beberapa penyari seperti yang disajikan dalam

tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Analisis fitokimia ekstrak daun sukun

Golongan Air Metanol Etanol

n-

butanol Aseton

Etil

asetat

Petroleum

eter Heksan

senyawa P D P D P D P D P D P D P D P D

Tanin + + - - - - + - + - - - - - - -

Fenolik + + + + + + + + + - + + - - - -

Glikosida + + + + + + + + + + + + - - - -

Saponin + + - + - - - - - - - - - - - -

Steroid - - - - - + + - + - + + - - - -

Terpenoid - - + + + + - - + - - - - - - -

Antrakuinon - - - + - - + + + - + + - - + -

Peptida/protein + + + + NT NT NT NT NT NT

Ket : P= Panas, D=Dingin, + = terkandung, - = tidak terkandung, NT = not tested

Beberapa senyawa yang telah teridentifikasi dari daun sukun adalah

artokarpin, sikloartokarpin, artonin E, sikloartobiloxanton, artoindonesianin

F, artonol B, chaplasin (Hakim et al., 2006), sikloaltilisin 6, sikloaltilisin 7

(Patil et al., 2002), 2-geranil-2’,4’,3,4- tetrahidroksidihidrokalkon, 8-geranil-

4’,5,7- trihidroksiflavanon (Syah et al., 2006), altilisin H, altilisin I, dan

altilisin J (Mai et al., 2012).

Page 9: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

9

O

OHHO

CH3

CH3

CH3

H3C

H3CO

OOH

O

O

OH O

HO

CH3H3COH

OCH3

CH3

CH3

a b

O

O

OH

CH3

CH3

OOHCH3

H3C

H3CO

OO

OH

OH

HO

CH3

CH3

OOH

H3C

H3C

c d

O O

O

H3C O

CH3H3C O OH

CH3

CH3

O

O

O

OH

OHCH3H3C

OOHH3C

CH3

H3CO

e f

Gambar 2. Kandungan beberapa senyawa flavonoid terprenilasi daun sukun (A. altilis

(Park.) Fosberg)

a. Artokarpin b. Sikloaltilisin c. Sikloartobilosanton d. Artonin E

e. Artonol B f. Chaplasin (Hakim et al., 2006)

7. Khasiat dan Kegunaan

Daun sukun merupakan tanaman obat Indonesia yang secara empiris

digunakan sebagai obat penyakit kulit dan obat luar pada penyakit

pembesaran limpa (Heyne, 1987). Daunnya juga berkhasiat sebagai obat

Page 10: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

10

demam, sirosis hati, antihipertensi, dan diabetes (Balitbangkes, 1993; Jagtap

& Bapat, 2010; Ragone 1997).

Beberapa senyawa isolasi dari A. altilis mempunyai aktivitas biologi

diantaranya antiplatelet, antifungi, antibakteri, penghambatan sel leukemia,

antitumor, antioksidan, ACE inhibitor, antidiabetes, anthehelmintik, protease

inhibitor, immunomodulator, antiinflamasi, penghambat biosintesis melanin,

dan sebagai agen kosmetik (Handa et al., 2008; Somashekar, 2013).

Nwokoca et al. (2012) melaporkan bahwa ekstrak air daun A. altilis

berperan sebagai antihipertensi. Wang et al. (2006) mengidentifikasi

komponen cytoprotective dari ekstrak etil asetat A. altilis yang dapat

dijadikan sebagai antiaterosklerosis. Senyawa 2-geranil-2’,4’,3,4-

tetrahidroksidihidrokalkon diisolasi oleh Syah et al., (2006) memiliki efek

biologis yang potensial sebagai inhibitor 5-lipooksigenase atau dengan kata

lain berperan sebagai antialergi (Fujimoto et al.,1987). Altilisin H, Altilisin

I, dan Altilisin J terbukti beraktivitas sebagai penghambat enzim tirosinase.

Sementara itu, altilisin H dan altilisin J juga terbukti beraktivitas sebagai

penghambat α-glukosidase yang potensial (Mai et al., 2012). Artokarpin

memiliki kemampuan menangkap radikal bebas anion superoksida yang baik

(Lan et al., 2013).

2. Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan kegiatan penarikan zat yang dapat

larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari,

mengandung zat berkhasiat yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti

Page 11: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

11

serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi kecepatan

penyarian atau ekstraksi adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-

lapisan batas antara penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut

(Hargono et al., 1986). Oleh karena itu, pengadukan dan pemanasan merupakan

cara yang dapat mengefektifkan proses penyarian. Pengadukan akan

menyebabkan perataan pelarut untuk mencapai zat aktif dalam bahan sedangkan

pemanasan akan menyebabkan pelarut lebih encer sehingga meningkatkan

kemampuannya untuk melarutkan zat aktif (Pramono, 2012).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai macam metode,

diantaranya: (Pramono, 2012;Wahyono, 2012)

1. Pemerasan, merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan cara memeras

simplisia segar.

2. Maserasi, merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan cara merendam

serbuk simplisia dalam cairan penyari pada tempat yang sesuai dan pada

umumnya tertutup. Metode ini paling sering digunakan untuk ekstraksi bahan

tumbuhan yang senyawa bioaktifnya tinggi. Umumnya digunakan volume

pelarut 80 kali bahan untuk merendam tergantung pada sifat bahan. Waktu

perendaman juga bervariasi tergantung dari sifat bahan apakah bahan

tersebut dari daun, biji, kulit kayu tetapi umumnya berkisar 18 jam. Kerugian

metode ini adalah ekstraksinya tidak dapat sempurna tetapi dapat disiasati

dengan dimaserasi kembali sekurang-kurangnya dua kali menggunakan

pelarut yang sama. Maserat dikumpulkan dengan filtrasi dan diuapkan

hingga diperoleh ekstrak kental.

Page 12: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

12

3. Perkolasi, merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia

dimasukkan dalam perkolator yaitu kolom dengan sumbat pada pangkal

dilengkapi lapisan filter. Metode ini juga tergolong sederhana, proses ini

dapat diulangi sebanyak yang diperlukan. Metode ini biasanya digunakan

pada tumbuhan dengan kadar senyawa bioaktif yang rendah. Keuntungan

metode ini adalah tidak memerlukan langkah penyaringan, dapat diketahui

proses ekstraksi telah selesai ketika tetesan terakhir dari perkolator tidak

menunjukan reaksi positif dengan pereaksi. Kerugiannya adalah kontak

penyari dengan bahan tidak seimbang dan terbatas sehingga tidak melarutkan

beberapa komponen secara efisien.

4. Digesti, merupakan cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,

yaitu 40-50˚C.

5. Infundasi, merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan memanaskan

simplisia baik yang telah diserbuk atau hanya dikecilkan menggunakan air

pada suhu 90˚C. Metode ini dilakukan dengan alat berupa dua panci

bertingkat, dengan panci bagian bawah sebagai tangas air. Hasil proses ini

disebut infusa jika pemanasan pada ± 90˚C dilakukan 15 menit dan disebut

dekokta jika pemanasannya dilakukan 30 menit.

6. Destilasi uap, merupakan metode popular untuk menyari minyak atisiri dari

bahan tanaman. Metode ini dapat dilakukan dengan sejumlah cara. Salah

satunya dengan mencampur bahan tumbuhan dengan air dan

Page 13: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

13

mendidihkannya. Uap yang dihasilkan disimpan dan dibiarkan mengembun,

lalu minyak dipisahkan dari air.

Hasil dari penyarian ini secara umum disebut sebagai ekstrak. Ekstrak

merupakan sediaan kering, cair, atau kental yang dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh sinar

matahari (Depkes RI, 1979).

3. Radikal bebas

Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang sangat reaktif karena

elektron yang tidak memiliki pasangan. Radikal bebas mencari reaksi-reaksi

agar dapat memperoleh elektron pasangannya. Serangkaian reaksi akan terjadi

dan menghasilkan radikal bebas lain. Setelah itu, radikal bebas dapat mengalami

tubrukan kaya energi dengan molekul lain, yang dapat merusak membran sel,

retikulum endoplasma, atau DNA sel yang rentan. Kesalahan DNA akibat

kerusakan radikal bebas diduga berkontribusi terhadap perkembangan beberapa

jenis kanker (Corwin & Elizabeth, 2009).

Reaktivitas radikal bebas adalah mencari pasangan elektron. Akibatnya,

akan terbentuk radikal bebas baru yang berasal dari atom atau molekul yang

elektronnya diambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya. Namun,

bila dua senyawa radikal bertemu, elektron-elektron yang tidak berpasangan

dari kedua senyawa tersebut akan bergabung dan membentuk ikatan kovalen

yang stabil. Sebaliknya, bila senyawa radikal bebas bertemu dengan senyawa

bukan radikal bebas, akan terjadi 3 kemungkinan. Pertama, radikal bebas akan

memberikan elektron yang tidak berpasangan (reduktor) kepada senyawa bukan

Page 14: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

14

radikal bebas, kedua, radikal bebas menerima elektron (oksidator) dari senyawa

bukan radikal bebas, ketiga, radikal bebas akan bergabung dengan senyawa

bukan radikal bebas (Winarsi, 2007). Senyawa radikal yang berperan dalam

penyebab penyakit diantaranya radikal hidroksil, hidrogen peroksida, oksigen

singlet, anion superoksida, hipoklorit, oksida nitrat, dan peroksinitrit (Lobo et

al.,2010)

Reaksi oksidasi terjadi setiap saat, bahkan saat bernafas pun terjadi

reaksi oksidasi. Reaksi ini mencetuskan radikal bebas yang sangat reaktif, yang

dapat merusak struktur dan fungsi sel. Namun, reaktivitas radikal bebas ini dapat

dihambat oleh senyawa antioksidan yang dapat melengkapi kekebalan tubuh

(Winarsi, 2007).

Ketika radikal bebas terakumulasi dan tidak dapat dihancurkan dalam

tubuh, maka akan terjadi stres oksidatif dalam tubuh manusia. Proses inilah yang

menjadi penyebab kebanyakan dari penyakit degeneratif dan kronis seperti

kanker, penyakit autoimun, penuaan, katarak, rheumatoid artritis, penyakit

kardiovaskular dan neurodegeneratif (Pham-Huy et al., 2008).

4. Antioksidan

Antioksidan merupakan bahan atau senyawa yang menghambat atau

mencegah keruntuhan, kerusakan, atau kehancuran akibat oksidasi (Youngson,

2005). Senyawa ini menginaktivasi reaksi oksidasi dengan mencegah

terbentuknya radikal. Akibatnya kerusakan sel dapat dihambat (Winarsi, 2007).

Senyawa ini dapat memperlambat oksidasi walaupun dengan konsentrasi yang

Page 15: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

15

lebih rendah sekali pun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi

(Halliwel & Gutteridge, 1999).

Tubuh manusia memiliki beberapa mekanisme untuk melawan proses

stres oksidatif dengan memproduksi antioksidan yang dapat didproduksi dalam

tubuh (internal) maupun diperoleh dari sumber makanan (eksternal) (Pham-Huy

et al., 2008).

Antioksidan dapat diperoleh baik secara alami maupun sintesis.

Antioksidan sintesis seperti BHA, BHT, dan PG sebenarnya mempunyai

efektivitas yang tinggi, namun penggunaannya menyebabkan toksisitas bagi

tubuh manusia. Oleh karena itu, perlu dicari sumber antioksidan alami yang

lebih aman daripada antioksidan sintesis untuk dikembangkan misalnya

antioksidan yang berasal dari tanaman yang kaya akan flavonoid, dan tokoferol

(Tavasalkar et al., 2012)

Secara alami, terdapat sumber antioksidan dalam sistem biologi, yaitu :

a. Enzim (superoksid dismutase, glutation peroksidase, dan katalase)

b. Molekul besar (albumin, seruloplasmin, feritrin, dan protein lain)

c. Molekul kecil (asam askorbat, tokoferol, asam urat, glutation, karotenoid,

dan polifenol)

d. Hormon (estrogen, angiotensin, melatonin, dan lainnya) (Prior et al., 2005)

Beberapa mekanisme antioksidan dalam menginaktivitas radikal bebas

dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Winarsi, 2007):

a. Antioksidan primer, merupakan antioksidan yang dapat menghalangi

pembentukan radikal bebas baru. Contoh dari antioksidan golongan ini

Page 16: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

16

adalah superoksid dismutase (SOD) dan katalase. SOD akan mengkatalisis

dismutasi radikal anion superoksida (O2-) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen

peroksida (H2O2), sedangkan katalase akan mengubah hidrogen peroksida

menjadi oksigen dan air.

b. Antioksidan sekunder atau penangkap radikal (radical scavenger),

merupakan antioksidan yang dapat menekan terjadinya reaksi rantai, baik

pada awal pembentukan rantai maupun pada fase propagasi. Beberapa

senyawa antioksidan golongan ini adalah vitamin E, flavonoid, β-karoten dan

kurkuminoid.

c. Antioksidan tersier merupakan antioksidan yang memperbaiki kerusakan-

kerusakan yang telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah enzim

yang memperbaiki DNA dan metionin sulfoksida reduktase (Winarsi, 2007).

5. Metode uji antioksidan

Berikut ini adalah beberapa metode pengujian yang dapat digunakan

untuk menentukan aktivitas antioksidan :

a. FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)

Prinsip metode ini adalah adanya reduksi ion ferri menjadi ion ferro

oleh senyawa antioksidan. Metode ini dikenalkan oleh Benzie dan Strain

(1996) menggunakan 2,4,6-trypyridyl-s-triazine yang akan membuat ion

ferro menjadi senyawa kompleks berwarna biru. Reagen lain yang juga dapat

memberikan warna spesifik pada ion ferri adalah 1,10-fenantrolin (Terry et

al., 2011).

Page 17: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

17

Ion ferro akan bereaksi dengan 1,10-fenantrolin membentuk

kompleks berwarna jingga-merah [(C12H8N2)3.Fe]2+ yang intensitas

warnanya tidak bergantung pada keasaman dalam jangka pH 2-9, dan stabil

dalam waktu yang lama (Mendham et al., 1994). Senyawa kompleks ini

dapat dibaca absorbansinya pada λ 510 nm (Terry et al., 2011). Berikut

mekanisme umum yang terjadi :

Fe3+ + antioksidan (reduktor) Fe2+ + Antioksidan+ (1)

(C12H8N2)3 + Fe2+

↔ [ (C12H8N2)3.Fe]2+ (2)

N

N

N

N

N

N

Fe

2+

Gambar 3. Kompleks 1,10-fenantrolin dengan Fe2+

b. Penangkapan radikal bebas DPPH

DPPH merupakan radikal nitrogen organik yang stabil berwarna ungu

tua. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Brand-williams (Prior et al.,

2005). Metode DPPH adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk

menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan.

Prinsipnya dimana elektron tidak berpasangan pada molekul DPPH

memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang

berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah

Page 18: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

18

apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang

disumbangkan senyawa antioksidan (Prakash, 2001).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan

adalah Inhibitory Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan

yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan radikal. Semakin rendah

nilai IC50 semakin baik aktivitas antioksidannya (Molyneux, 2004).

Metode ini sederhana karena hanya membutuhkan spektrofotometri

UV-Vis. Akan tetapi, karena DPPH sensitif terhadap cahaya maka metode ini

dilakukan di ruangan yang gelap atau terhindar cahaya.

c. Sistem linoleat-tiosianat

Asam linoleat adalah asam lemak tidak jenuh yang memiliki dua

ikatan rangkap yang mudah mengalami oksidasi membentuk peroksida yang

selanjutnya mengoksidasi ion fero menjadi ion feri. Selanjutnya ion feri

bereaksi dengan amonium tiosianat membentuk kompleks feritiosianat

[Fe(CNS)3] yang berwarna merah muda. Kemudian intensitas warna ini

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. Semakin tinggi

intensitas warnanya menunjukkan semakin banyak peroksida yang terbentuk

(Pokorny et al., 2001).

d. β-caroten bleaching assay

Prinsip metode ini adalah adanya pemucatan warna β-karoten oleh

radikal yang berasal dari peristiwa oksidasi spontan asam lemak pada suhu

50˚C. Metode ini sudah banyak digunakan secara luas, tetapi memiliki

Page 19: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

19

keterbatasan diantaranya adalah sensitif terhadap oksigen dan suhu udara

(Prieto et al., 2012).

e. Penentuan bilangan peroksida

Penentuan aktivitas antioksidan melalui penentuan bilangan peroksida

dilakukan dengan cara mengukur sampel minyak yang ditambahkan ekstrak

tanaman sebanyak 0,1% dan dengan blanko tanpa ekstrak. Dalam penentuan

bilangan peroksida ini, sebagian ekstrak hidrofilik akan sulit diteliti karena

ekstrak hidrofilik akan sulit terhomogenisasi. Namun, tetap bisa diteliti

dengan cara melarutkannya dalam sejumlah kecil etanol, sekitar 5% dari masa

minyak. Lalu, larutan ini dicampurkan dalam fase minyak dengan

pengadukan yang kuat (Helrich, 1990).

6. Senyawa fenolik

Senyawa fenolik merupakan senyawa yang lazim berada pada tanaman,

bagian yang esensial bagi diet tubuh manusia, dan merupakan senyawa yang

berperan sebagai antioksidan. Fenolik berupa senyawa benzen dengan satu atau

lebih gugus hidroksil mulai dari molekul sederhana hingga kompleks. Sifat

antioksidan senyawa fenolik tergantung dari strukturnya, terutama pada jumlah

dan posisi gugus hidroksil serta sifat substitusi pada gugus aromatiknya

(Balasundram et al., 2006).

Senyawa fenolik menunjukan berbagai aktivitas fisiologis, seperti

antialergi, antiarterogenik, antiinflamasi, antimikroba, antioksidan,

antitrombosis, kardioprotektif, dan vasodilator (Balasundram et al., 2006).

Page 20: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

20

Senyawa fenolik dari obat herbal ataupun sayuran termasuk diantaranya

asam fenolik, flavonoid, tanin, stilben, kurkuminoid, kumarin, lignan, kuinon,

dan lain sebagainya (Huang et al., 2010). Flavonoid adalah kelompok terbesar

yang merupakan bagian dari fenolik. Terhitung setengah dari 8000 senyawa

fenolik adalah flavonoid (Harbone et al., 1999).

Folin-Ciocalteu merupakan metode yang sudah digunakan bertahun-

tahun untuk menghitung kadar fenol total dari produk alam. Dalam metode ini,

reagen molibdotungstat akan mengoksidasi senyawa fenol sehingga akan

tebentuk senyawa berwarna yang dapat dibaca pada panjang gelombang

maksimum 745-750 nm. Reaksi yang terjadi berlangsung lambat pada pH asam

serta mengalami penurunan spesifitas. Sehingga Singleton dan Rossi melakukan

modifikasi reagen molibdotungstat menjadi Molybdotungstophosphoric

heteropolyanion yang akan membentuk warna pada panjang gelombang maks

765 nm (Prior et al., 2005).

Folin-Ciocalteu merupakan metode yang sederhana, sensitif, dan teliti.

Namun sayangnya banyak juga senyawa lain yang dapat bereaksi dengan reagen

F-C seperti adenin, adenosin, alanin, anilin, asam aminobenzoat, asam askorbat,

benzaldehid, kreatinin, sistein, sitidin, sitosin, dimetilanilin, difenilamin,

EDTA, fruktosa, guanin, guanosin, glisin, histamin, histidin, indol, metilamin,

asam nitriloasetat, asam oleat, feniltiourea, timin, timidin, trimetilamin,

triftofan, urasil, asam urat, dan xantin. Selain itu beberapa senyawa inorganik

seperti hidrazin, hidroksiammonium klorida, iron ammonium sulphate, besi

sulfat, mangan sulfat, kalium nitrit, natrium sianida, natriun metabisulfit,

Page 21: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

21

natrium fosfat, natrium sulfit, dan tin klorida. Metode ini biasanya

menggunakan asam galat sebagai referensi senyawa standar (Prior et al., 2005).

7. Senyawa flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang secara luas berada dalam

tanaman berkayu dan lebih dari 8000 senyawa telah diketahui strukturnya.

Flavonoid terbentuk dari asam amino aromatik fenilalalin dan tirosin, dan

malonat. Senyawa ini memiliki kerangka dasar C6-C3-C6 yang dilabeli pada

gambar 3 (Pietta, 2000).

O

A C

B1'

2'3'

4'

5'

6'2

345

6

78 1

Gambar 4. Struktur kerangka flavonoid

Flavonoid dapat berupa senyawa aglikon maupun glikosida. Senyawa ini

memiliki banyak turunannya sehingga secara umum diklasifikasikan ke dalam

tiga kelas utama yaitu flavon (flavonoid), isoflavon (isoflavonoid), dan

neoflavon (neoflavonoid) (Selepe & Heerden, 2013; Pinheiro & Justino, 2012).

O

O

O

O O

O

Flavonoid(flavon)

Isoflavonoid(Isoflavon)

Neoflavonoid(Neoflavon)

Gambar 5. Kelas utama flavonoid

Banyak penelitian yang menemukan bahwa senyawa ini memiliki

aktivitas biologi yang luas seperti antialergi, antiviral, antiinflamasi, dan

Page 22: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

22

vasodilator. Selain itu flavonoid dikenal dengan aktivitasnya sebagai pemakan

radikal bebas atau lebih dikenal sebagai antioksidan (Pietta, 2000). Flavonoid

dapat memproteksi sistem biologi berasal dari kemampuannya untuk

mentransfer elektron, menangkap radikal bebas, mengkelat logam,

mengaktifkan enzim-enzim antioksidan, mereduksi radikal α-tokoferol dan

menghambat enzim-enzim oksidase (Akowuah et al., 2004).

Flavonoid memiliki kepolaran yang berbeda-beda tergantung dari

strukturnya. Pelarut yang lebih polar digunakan untuk mengekstraksi flavonoid

glikosida, sedangkan pelarut yang lebih non polar digunakan untuk

mengekstraksi flavonoid aglikon. Namun, pelarut alkoholik umumnya dapat

melarutkan semua golongan flavonoid sehingga dapat digunakan menjadi

pelarut pilihan (Markham, 1988)

Salah satu sifat flavonoid adalah dapat membentuk kompleks dengan

aluminium klorida melalui dua macam gugus yang berbeda. Hal ini merupakan

dasar penetapan adanya gugus hidroksi pada kedudukan tertentu dalam molekul

flavonoid dan juga menjadi dasar penetapan kadar flavonoid (Pramono, 1989

cit. Mujahid 2011).

F. Landasan Teori

Daun sukun diketahui mengandung senyawa fenolik dan flavonoid. Telah

diidentifikasi bahwa daun sukun mengandung senyawa flavonoid terprenilasi

yaitu: artokarpin, sikloartokarpin, artokarpin, sikloartokarpin, artonin E,

sikloartobiloxanton, artoindonesianin F, artonol B, dan chaplasin (Patil et al.,2002;

Hakim et al., 2006). Artokarpin dilaporkan memiliki aktivitas penangkapan radikal

Page 23: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

23

anion superoksida yang baik (Lan et al., 2013) Sikarwar et al. (2014) melaporkan

ekstrak etanolik daun A. altilis (Park.) Fosberg memiliki aktivitas antioksidan

berdasarkan kemampuannya menangkap radikal bebas DPPH dengan nilai IC50

sebesar 140,54 µg/ml dan memprediksi bahwa aktivitasnya disebabkan oleh

senyawa fenoliknya. Suryanto dan Wehantouw (2009) melaporkan bahwa

komponen fenolik ekstrak metanolik, etanolik, dan aseton daun sukun berkorelasi

positif dengan penangkapan radikal bebas DPPH dan memiliki kapasitas

antioksidan berdasarkan metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)

dengan TPTZ sebagai pengompleksnya.

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder fenolik yang memiliki

aktivitas antioksidan dan pengkelat yang signifikan (Heim et al., 2002). Oleh

karena itu, aktivitas antioksidan sering kali dikaitkan dengan kandungan fenolik

dan flavonoid totalnya. Senyawa fenolik (ArOH) diketahui mampu mereduksi

senyawa lain dengan mentransfer elektron (dari -OH) kepada senyawa radikal

(Foti, 2007). Ion ferri merupakan oksidan yang dapat digunakan untuk mengukur

aktivitas antioksidan. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini akan dilakukan uji

aktivitas antioksidan ekstrak daun sukun dengan beberapa macam penyari

menggunakan metode FRAP dengan menggunakan pengompleks 1,10-fenantrolin

serta studi hubungannya dengan kandungan fenolik dan flavonoid totalnya.

Page 24: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas dan

24

G. Hipotesis

a. Ekstrak etanolik, etil asetat, dan air daun sukun memiliki aktivitas antioksidan

berdasarkan metode FRAP.

b. Kandungan fenolik total dan flavonoid total ekstrak daun sukun memiliki

korelasi positif terhadap aktivitas antioksidan berdasarkan metode FRAP.