03 tesis bab iidigilib.uinsby.ac.id/1233/6/bab 2.pdf · 2015-03-02 · bab ii ayat-ayat tentang...

50
BAB II AYAT-AYAT TENTANG UMMI> DALAM AL-QUR’AN Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa di dalam Al-Qur’an kata ummi> disebutkan sebanyak 6 kali, dua kali dalam bentuk tunggal sebagaimana terdapat dalam surat Al-A’raf ayat 157 dan 158, dan 4 kali dalam bentuk jamak sebagaimana terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 78, surat Ali Imran ayat 20 dan 75, dan surat Al-Jumu’ah ayat 2. Berikut penjelasan masing-masing ayat: A. Ayat-Ayat Ummi> Dalam Al-Qur’an 1. Surat al-A’ra> f ayat 157 Allah SWT berfirman: Orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang ummi> yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. 1 1 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 246 – 247.

Upload: others

Post on 07-Jan-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

AYAT-AYAT TENTANG UMMI> DALAM AL-QUR’AN

Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa di dalam Al-Qur’an kata

ummi> disebutkan sebanyak 6 kali, dua kali dalam bentuk tunggal sebagaimana

terdapat dalam surat Al-A’raf ayat 157 dan 158, dan 4 kali dalam bentuk jamak

sebagaimana terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 78, surat Ali Imran ayat 20

dan 75, dan surat Al-Jumu’ah ayat 2. Berikut penjelasan masing-masing ayat:

A. Ayat-Ayat Ummi> Dalam Al-Qur’an

1. Surat al-A’ra>f ayat 157

Allah SWT berfirman:

Orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang ummi> yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.1

1 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 246 – 247.

24

a. Mufradat ayat

Al-nabiyya al-ummiyya (النبي األمي), yaitu Muhammad Saw.,2

beliau disifati dengan ummi> karena beliau berasal dari orang-orang

Arab yang ummi>, di mana tradisi tulis-menulis belum terlembaga,

bahkan menulis seusatu dianggap sebagai suatu aib.

Al-ma’ru>f (المعروف), yaitu segala sesuatu yang dianggap baik

oleh akal sehat dan hati nurani yang bersih, sebagaimana telah

diperintahkan oleh syari’at agama.3 M. Quraish Shihab mengartikan

al-ma’ru>f dengan “kebaikan serta adat istiadat yang diakui baik oleh

masyarakat.4

Al-munkar (المنكر), yaitu segala hal yang bertentangan dengan

syari’at agama.5 M. Quraish Shihab menyatakan bahwa al-munkar

ialah segala hal yang dinilai buruk oleh agama dan adat istiadat.6

Menurut Abu Muhammad al-Baghawi, kata al-ma’ru>f dalam ayat ini

berarti “iman”, dan kata al-munkar dalam ayat berarti “syirik”. Al-

Baghawi juga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan al-ma’ru>f

ialah syari’at dan sunnah, sementara al-munkar ialah segala sesuatu

yang bertentangan dengan syari’at dan sunnah.7

2 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. Lihat juga Ibnu Kat}i>r, Tafsi>r al-Qur’a<n al-‘Az}i>m, Juz III, 483. 3 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269. 5 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269. 7 Abu Muhammad al-Baghawi>, Ma’a>lim al-Tanzi>l, Juz III (t.t.: da>r t}i>bah li al-nashr wa al-tawzi>’, 1417 H/1997 M), 289.

25

Al-t}ayyiba>t (الطیبات), yaitu segala hal yang baik, termasuk

makanan-makanan yang menyehatkan dan halal.8

Al-khaba>ith (الخبائث) merupakan jamak dari khabi>thah yang

berarti segala hal yang buruk menurut selera manusia normal, hal-hal

yang mengakibatkan keburukan seperti minuman keras, suap,

perjudian, dan lain-lain termasuk ke dalam al-khaba>ith.9

Wayad}a’u ‘anhum is}rahum wa al-aghla>l ( ویضع عنھم إصرھم

al-is}ra ialah janji atau jaminan.10 Al-Sha’rawi> menafsirkan ;(واألغالل

al-is}ra dengan beban yang berat,11 sementara Wahbah al-Zuhayli

menafsirkan al-is}ra dengan “beban yang membuat seseorang tidak

dapat bergerak”.12 Al-Baghawi> menyatakan bahwa al-is}ra ialah segala

sesuatu yang membebani manusia baik itu perkataan maupun

perbuatan.13 T}a>hir Ibnu ‘A>shur, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish

Shihab, menyatakan bahwa beban keagamaan yang paling

memberatkan Bani israil yaitu tidak adanya kesempatan untuk

bertaubat bagi pelaku kriminal dan lain-lain, taubat yang disyariatkan

buat mereka antara lain dengan membunuh diri sendiri, atau

memotong anggota tubuh yang melakukan dosa.14

8 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. 9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269. 10 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 11 Muhammad Mutawali> al-Sha’ra>wi>, Tafsi>r al-Sha’ra>wi>, Juz I (al-Maktabah al-Shamilah), 3070. 12 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. 13 Abu Muhammad al-Baghawi>, Ma’a>lim al-Tanzi>l, Juz III, 289. 14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 273.

26

Kata al-aghla>l merupakan jama’ dari kata ghullu (غّل), yaitu

belenggu (di tangan atau leher). Al-aghla>l menurut Wahbah al-Zuhayli

adalah kesulitan atau beban yang sangat berat.15 Sementara al-Jaza>iri>

memaknai al-aghla>l dengan “kesulitan dalam beragama”.16 M. Quraish

Shihab menyatakan bahwa kata “belenggu-belenggu” (al-aghla>l) yang

terdapat pada ayat ini menunjukkan kepada penderitaan yang dialami

oleh orang-orang Yahudi dari umat-umat yang lain, khususnya

kehancuran kekuasaan mereka di Bait al-Maqdis. Belenggu tersebut

dilepaskan berkat kehadiran Muhammad Saw. karena ajaran Islam

yang beliau sampaikan mempersamakan semua jenis manusia, dan

memerintahkan perlakuakn adil terhadap semua pemeluk agama

walau terhadap lawan sekalipun.17

‘Azzaru>hu (عزرزه), yaitu menghormatinya dan memuliakannya

M. Quraish Shihab mengartikan ‘azzaru>hu dengan 18.(وقروه وعظموه)

“memuliakannya dengan mencegah siapapun yang bermaksud buruk

terhadapnya,19 sementara Wahbah al-Zuhayli memaknainya dengan

“menolong dan membantunya sampai musuh-musuhnya tidak kuat

lagi.20

15 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117. 16 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 17 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 273. 18 ibid., 19 ibid., 269. 20 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 117.

27

Wattaba’u> al-nu>r al-ladhi> unzila ma’ahu ( واتبعوا النور الذي أنزل

yaitu Al-Qur’a<n al-Kari>m,21 jadi Al-Qur’an yang diturunkan oleh ,(معھ

Allah melalui malaikat Jibril kepada Muhammad Saw. merupakan

bukti paling kuat dari kerasulannya, di mana di dalamnya terdapat

tuntunan-tuntunan agar manusia bisa meraih kesempurnaan.22

Hum al-muflih}u>n (ھم المفلحون), yaitu orang-orang yang menang,

orang-orang yang selamat dari neraka dan masuk surga.23 M. Quraish

Shihab memaknai hum al-muflih}u>n dengan “orang-orang yang

beruntung, yang meraih keberuntungan sempurna, serta mendapatkan

segala apa yang didambakannya”.24

b. Pembahasan ayat

M. Quraish Shihab menyatakan bahwa surat Al-A’ra>f ayat 157

ini mengandung berita penting yang sangat agung, yang membuktikan

bahwa Bani Israil telah mengetahui tentang kedatangan Nabi

Muhammad Saw. sebagaimana telah tertera dalam Taurat bahkan

Perjanjian Lama yang hingga kini mereka akui.25 Di dalam ayat ini

Allah SWT menerangkan sifat-sifat Muhammad Saw., Rasul dan Nabi

Allah terakhir yang wajib diikuti oleh semua umat manusia. Di dalam

ayat ini dijelaskan bahwa nabi tersebut ummi> dalam artian tidak

pandai menulis dan membaca. Sifat ini memberi pengertian bahwa

21 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 22 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 118. 23 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 245. 24 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269. 25 ibid., Volume 5, 273.

28

seorang yang ummi> tidak mungkin membaca Taurat dan Injil yang

ada pada orang-orang Yahudi dan Nasrani, demikian pula cerita-cerita

kuno yang berhubungan dengan umat-umat dahulu.26 Ada yang

berpendapat bahwa kata ummi> terambil dari kata ummah (أمة) yang

menunjuk kepada masyarakat ketika Al-Qur’an diturunkan,

Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya kita adalah umat yang

ummi>, tidak pandai membaca dan berhitung”.27 Allah juga berfirman:

Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).28

Selanjutnya, ayat ini menjelaskan bahwa kerasulan

Muhammad Saw. telah diisyaratkan dengan jelas di dalam kitab

Taurat dan Injil, bahkan Allah swt. menegaskan dalam firman-Nya:

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.29

26 http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=8&SuratKe=7, diakses pada Selasa, 13 Agustus 2013, pukul 11>.30 WIB. 27 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 270. 28 Q.S. Al-‘Ankabu>t (29): 48, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 635. 29 Q.S. Al-Baqarah (2): 146, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 37.

29

Menurut ayat ini, orang-orang Yahudi dan Nasrani telah

menyembunyikan pemberitaan tentang akan diutusnya Muhammad

Saw. dengan menghapus pemberitaan ini di dalam kitab taurat dan

Injil, dan menggantinya dengan yang lain. Namun masih terdapat

ayat-ayat Taurat (Wasiat Yang Lama) dan Perjanjian Yang Baru yang

mengisyaratkan akan kedatangan Muhammad itu. M. Quraish Shihab

menyatakan bahwa sepandai-pandai orang Ahli Kitab mengelabui,

cepat atau lambat, pasti ulahnya akan ditemukan dan diketahui. Lebih

lanjut Qurraish Shihab memaparkan bahwa pada Ulangan XVIII:18

dinyatakan: “Seorang nabi akan Ku-bangkitkan bagi mereka dari

antara saudara mereka seperti engkau ini. Aku akan menaruh firman-

Ku dalam mulutnya dan ia akan mengatakan kepada mereka segala

yang Ku-perintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan

segala firman-Ku yang akan diucapkan oleh Nabi itu, demi nama-Ku

darinya akan Ku-tuntut pertanggungjawaban.”30

Seorang rahib Yahudi Maroko, Samaul Ibnu Yahya al-

Maghrabi, memeluk agama Islam setelah menyadari bahwa teks

Perjanjian Lama itu menunjuk kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi

Muhammad yang ummi> tersebut merupakan keturunan Nabi Ismail

As., sedangkan Ismail As. Merupakan saudara Nabi Ya’qub As., hal

tersebut yang dimaksud dalam teks di muka yang berbunyi “di antara

saudara mereka”, bukan “di antara mereka”. Hal itu membuktikan

30 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 271 – 272.

30

bahwa nabi yang dimaksud bukan dari Bani Israil, tapi dari Bani

Ismail (bangsa Arab) yang merupakan saudara Bani Israil, sebab

Ismail adalah saudaranya yang tua dari Ishak As. bapak Nabi Ya’qub

As. Seandainya nabi yang dimaksud dari Bani Israil, tentu redaksi

teks di atas akan berbunyi “di antara kamu”.31

Selanjutnya teks Perjanjian Lama di muka menyatakan bahwa

nabi itu “seperti engkau ini”, yaitu seperti Nabi Musa As. Persamaan

dimaksud tentunya pada sifat-sifat khusus atau sifat-sifat yang

menonjol, sedang sifat yang paling menonjol pada Nabi Musa As.

ialah “risalah, kitab, dan syariat” yang unik. Nabi-nabi di kalangan

Bani Israil, sesudah Nabi Musa As., tidak seorangpun yang memiliki

ciri-ciri seperti itu, termasuk Isa As. Nabi Isa As. tidak datang dengan

membawa syariat baru, tetapi melanjutkan syariat Nabi Musa As.

Sebagian orang Yahudi ada yang menyatakan bawa nabi yang

dimaksud oleh teks Perjanjian Lama adalah Samuel, akan tetapi

pendapat ini tertolak karena Samuel tidak seperti Musa As.32

Teks lain dalam Perjanjian Lama yang menunjuk kehadiran

Muhammad Saw. ditemukan dalam Kitab Ulangan 33:2. Di sana

dinyatakan bahwa “Tuhan datang dari Sinai, dan terbit kepada mereka

dari Seir, Ia tampak bersinar dari gunung Paran.” Gunung Paran,

menurut Perjanjian Lama: Kejadian 21 adalah tempat putra Nabi

Ibrahim As., yakni Ismail As. bersama ibunya Hajar As. memperoleh

31 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 271. 32 ibid., 271 – 272.

31

air, zam-zam. Hal itu berarti tempat tersebut adalah Mekah, dan

dengan demikian yang disebut oleh Kitab Ulangan di muka adalah

tiga tempat terpancarnya wahyu Ilahi, yaitu Thur Sina tempat nabi

Musa As.; Seir tempat Nabi Isa As., dan Mekah tempat Nabi

Muhammad Saw.33

Sementara di dalam Bab XV, Injil Yohanna, disebutkan

tentang kenabian Muhammad Saw. sebagai berikut: “Maka apabila

telah datang Faraklit yang Aku telah mengutusnya kepadamu dari

bapak, roh yang benar yang berasal dari bapak, maka dia menjadi

saksi bagiku, sedangkan kamu menjadi saksi sejak semula.” Kata

“Faraklit” merupakan bahasa Ibrani yang artinya sama dengan

“Ahmad” dalam bahasa Arab.34 Hal tersebut sesuai dengan firman

Allah:

Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”35

33 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 272. 34 http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=8&SuratKe=7, diakses pada Selasa, 13 Agustus 2013, pukul 11>.30 WIB. 35 Q.S. Ash Sha>ff (61): 6, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 929.

32

Selanjutnya, surat Ali Imran ayat 157 ini menjelaskan bahwa

Nabi yang ummi> itu menyuruh berbuat makruf dan melarang berbuat

mungkar. Perbuatan yang makruf ialah perbuatan yang baik yang

sesuai dengan akal sehat, perbuatan yang membersihkan jiwa, dan

bermanfaat bagi diri sendiri, manusia, dan makhluk lainnya.

Sedangkan perbuatan yang mungkar ialah perbuatan yang buruk yang

tidak sesuai dengan akal yang sehat dan dapat menimbulkan

keburukan bagi diri sendiri dan bagi lingkungan di sekitarnya.

Perbuatan makruf yang paling tinggi nilainya ialah mengakui ke-Esa-

an Allah SWT, dan menunjukkan ketaatan kepada-Nya, sedangkan

perbuatan mungkar yang paling tinggi tingkatannya ialah

mempersekutukan Allah SWT.36

Nabi tersebut, atas perintah Allah, juga menghalalkan yang

baik, termasuk yang tadinya halal kemudian diharamkan sebagai

sanksi atas mereka, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-An’a>m

ayat 146.

Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku, dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang

36 http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=8&SuratKe=7, diakses pada Selasa, 13 Agustus 2013, pukul 11>.30 WIB.

33

bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan sesungguhnya Kami adalah Maha Benar.37

Nabi tersebut, juga atas perintah Allah, juga mengharamkan

yang buruk, yaitu segala hal yang diharamkan oleh syari’at karena

dapat merusak akal, pikiran, jasmani dan rohani.

Selanjutnya surat Ali Imran ayat 157 ini juga menyatakan

bahwa syari’at yang dibawa oleh Muhammad Saw. tersebut

membebaskan kaum nabi-nabi sebelumnya, terutama Bani Israel, dari

beban-beban dan belenggu-belenggu yang memberatkan, seperti

syari’at membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan qis}as} pada

pembunuhan, baik yang disengaja atau pun yang tidak disengaja,

tanpa membolehkan membayar diyat, memotong bagian badan yang

melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang

terkena najis, dan sebagainya.38 M. Quraish Shihab menambahkan

bahwa syari’at yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. sedemikian

meringankan manusia, sehingga jika seseorang mengalami keadaan

darurat atau kebutuhan mendesak maka sesuatu yang haram bisa

menjadi halal.39 Allah SWT berfirman:

37 Yang dimaksud dengan binatang berkuku di sini ialah binatang-binatang yang jari-jarinya tidak terpisah antara satu dengan yang lain, seperti: unta, itik, angsa dan lain-lain. Sebagian ahli tafsir mengartikan dengan binatang-binatang yang berkuku satu seperti kuda, keledai dan lain-lain. (Lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 213.) 38 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 121 – 122. 39 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 269.

34

Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.40

Menurut Al-Biqa>’i, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish

Shihab, surat Al-A’ra>f ayat 157 ini dimaksudkan untuk meluruskan

kekeliruan orang-orang Ahli Kitab, terutama orang Yahudi, mengenai

siapa yang akan mendapat rahmat Allah.41 Sebagaimana disebutkan

dalam surat Al-A’ra>f ayat 156 bahwa Allah akan menetapkan rahmat-

Nya bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan

orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah yang disampaikan

melalui Nabi dan Rasul-Nya, maka Allah menegaskan dalam ayat

selanjutnya bahwa kesempurnaan rahmat Allah akan didapat ketika

orang-orang Ahli Kitab mau mengikuti Nabi yang ummi> sebagaimana

telah tertera dalam kitab mereka, Taurat dan Injil.

T}ahir Ibnu ‘Ashu>r, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish

Shihab, menyatakan bahwa Bani Israil pada waktu penyampaian

firman tentang kedatangan Muhammad Saw. kepada Nabi Musa As.

tentu saja belum mengikuti rasul dalam pengertian sebenarnya, namun

mereka harus memiliki tekad untuk mengikuti Nabi Muhammad Saw.

saat kedatangannya jika mereka mengetahui kedatangannya tersebut. 40 Q.S. Al-Ma>’idah ayat 6, Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 159. 41 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 268 – 269.

35

Oleh karena itu, ayat ini sebenarnya merupakan berita gembira bagi

Bani Israil, sejalan dengan apa yang telah termaktub dalam Perjanjian

Lama (Ulangan X sampai XIV, dan XVIII). Hanya saja para Ahli

Kitab yang sudah tertutup hatinya tidak mau menerima dan mengakui

kebenaran ini.42

c. Petunjuk ayat

Dari ayat ini dapat diketahui tentang:

1) Keutamaan Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang yang bersedia

mengikutinya dibanding kaum nabi-nabi sebelumnya.

2) Pensucian diri, yang dapat dilakukan dengan melakukan amal

shalih dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang tercela yang dapat

menimbulkan dosa, namun kesempurnaan takwa baru bisa

diperoleh jika kita mampu untuk al-amru bi al-ma’ru>f dan al-

nahyu ‘an al-munkar.

3) Kewajiban untuk memuliakan, menghormati, dan menolong Nabi

Muhammad Saw. dengan mengikuti petunjuk-petunjuk di dalam

Al-Qur’an dan as Sunnah yang telah beliau sampaikan.

2. Surat al-A’ra>f ayat 158

Allah SWT berfirman:

42 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 268.

36

Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi> yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.43

a. Mufradat ayat

Qul (قل); katakanlah wahai Muhammad.44

Jami>’an (جمیعا) artinya semua, kata ini berkaitan erat dengan

kata al-na>s dalam ayat ini yang berarti seluruh umat manusia, baik itu

bangsa Arab maupun non-Arab, baik yang semasa dengan Rasulullah

Saw. maupun tidak.45 Wahbah al-Zuhayli mengklasifikasikan al-na>s

jami>’an dengan; 1) orang-orang mukallaf yang telah baligh; dan 2)

semua orang yang mendengar dan menerima kabar (dakwah) tentang

risalah Muhammad Saw. berserta syariatnya yang terdapat dalam Al-

Qur’an and Sunnah.46

Yu’minu billa>hi wa kalima>tihi (یؤمن باهللا وكلماتھ), yaitu yang

beriman kepada Allah sebagai Tuhan yang Esa, dan juga beriman

43 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 247. 44 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 274. 45 ibid., 46 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 129 – 130.

37

kepada syariat-syariat yang diperintahkan oleh Allah SWT.47 Wahbah

al-Zuhayli memaknai kata kalima>tihi dengan “Al-Qur’an”.48

Tahtadu>n (تھتدون) artinya mendapat petunjuk (turshidu>n) ke

dalam kesempurnaan dan kebahagiaan di dua kehidupan, kehidupan

dunia dan kehidupan di akhirat.49

b. Pembahasan ayat

Pada ayat yang terdahulu Allah SWT menerangkan tentang

sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul terakhir sebagaimana

telah diisyaratkan dalam Kitab Taurat dan Injil, dan menyebutkan

kemuliaan orang-orang yang mengikuti agamanya, ia akan bahagia

hidup di dunia dan di akhirat nanti. Sementara pada ayat ini

diterangkan tentang keumuman risalah yang dibawa Nabi Muhammad

Saw., yaitu agama yang berlaku untuk seluruh umat manusia di dunia,

jadi tidak seperti risalah rasul-rasul sebelumnya yang hanya khusus

untuk satu umat saja.

Menurut M. Quraish Shihab, sebelum melanjutkan uraian

tentang Bani Israil pada ayat-ayat berikutnya, Al-Qur’an

menggunakan kesempatan, dengan surat Al-A’ra>f ayat 157 dan 158,

untuk berbicara mengenai Nabi terakhir sebagaimana telah tercantum

dalam Kitab suci terdahulu. Hal tersebut dimaksudkan sebagai

perintah kepada Nabi Muhammad Saw. agar menyampaikan kepada

47 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 249. 48 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz IX, 127. 49 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 249.

38

seluruh umat manusia akan hakikat yang telah disampaikan kepada

Bani Israil, yang juga merupakan janji Allah sejak masa silam.50

Sementara al-Jaza>iri> menyatakan bahwa ayat ini merupakan

jawaban atas tuduhan para Ahli Kitab dan kaum orientalis bahwa

Muhammad Saw., seperti rasul-rasul Allah sebelumnya, hanya diutus

untuk kaumnya saja.51 Melalui ayat ini, Allah SWT memerintahkan

kepada Nabi Muhammad Saw. untuk sejak dini mendeklarasikan diri

bahwa beliau merupakan utusan Allah untuk manusia seluruhnya

tanpa terkecuali. Perlu diketahui surat Al-A’ra>f merupakan surat

makkiyah, jadi seluruh ayat yang ada di dalam surat ini diturunkan di

Mekah, pada saat nabi belum meraih kesuksesan dalam menghadapi

kaumnya sendiri.52

Keumuman risalah Muhammad Saw. juga dinyatakan oleh

Allah SWT dalam ayat lainnya, seperti dalam;

- Surat Saba’ ayat 28

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.53

- Surat Al-An’a>m ayat 19

50 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 274. 51 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid II, 249. 52 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 274 – 275. 53 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 688.

39

Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allah”. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah?” Katakanlah: “Aku tidak mengakui.” Katakanlah: “Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”.54

- Surat Al-Furqa>n ayat 1

Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqa>n (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.55

Sementara hadis Nabi Saw. yang menerangkan keumuman

risalahnya ialah sebagai berikut:

أعطیت خمسا لم یعط أحد من األنبیاء قبلي نصرت بالرعب مسیرة : اهللا علیھ وسلمقال صلى شھر وجعلت لي األرض مسجدا وطھورا فأیما رجل من أمتي أدركتھ الصالة فلیصل وأحلت لي الغنائم ولم تحل ألحد قبلي وأعطیت الشفاعة وكان النبى یبعث إلى قومھ خاصة وبعثت إلى

الناس عامةRasulullah Saw. bersabda: “Telah diberikan kepadaku lima hal yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku. Aku ditolong dengan memasukkan rasa takut kepada musuhku dalam jarak perjalanan sebulan, dan dijadikan bagiku bumi sebagai masjid (tempat salat) dan alat bersuci. Maka siapa saja dari umatku yang telah datang padanya waktu salat, maka hendaklah ia salat (di mana pun ia berada). Dan dihalalkan bagiku harta rampasan yang tidak dihalalkan kepada orang yang sebelumku, diberikan kepadaku syafaat, dan nabi lain diutus kepada kaumnya saja sedangkan aku diutus kepada manusia seluruhnya.” (H.R Bukhari dan Muslim)

54 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 189. 55 ibid., 559.

40

Selanjutnya ayat ini menerangkan tentang ke-Esa-an Allah

SWT, bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, hanyalah Dia yang berhak

disembah karena Dialah yang menguasai dan mengurus langit dan

bumi, dan mengatur seluruh alam semesta. Dia yang menghidupkan

dan mematikan segala sesuatu yang dia kehendaki. Jika kekuasaan

Allah sedemikian menyeluruh, maka tidak heran jika Dia pun

mengutus seorang Rasul yang bertugas menyampaikan ajaran-ajaran-

Nya kepada seluruh umat manusia dan menyebarluaskan rahmat-Nya

ke setiap jengkal dan sudut dari alam raya ini. Menurut M. Quraish

Shihab hal ini merupakan pesan halus kepada Bani Israil yang telah

mengingkari dan menolak kehadiran Nabi Muhammad Saw. sebagai

nabi dan rasul dengan dalih beliau bukan dari kelompok mereka yang

merupakan bangsa pilihan Tuhan dan anak-anak kesayangan-Nya.56

Setelah menerangkan tentang ke-Esa-an Allah, ayat ini

kemudian ditutup dengan beberapa catatan penting yang perlu

diperhatikan. Pertama, dalam ayat ini terkandung kesaksian tentang

ke-Esa-an Allah SWT, dan kesaksian bahwa Nabi Muhammad Saw.

adalah rasul-Nya. Kesaksian tersebut harus ditampilkan dalam satu

gambaran yang jelas agar sah keimanan dan keislaman seseorang.

Gambaran tersebut adalah perintah beriman kepada Allah dan Rasul-

56 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 275 – 276.

41

Nya Saw. yang didahului dengan pengenalan tentang sifat-sifat-Nya

dan sifat-sifat Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya:

Dia yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya.57

Kedua, di akhir ayat ini dijelaskan bahwa Nabi yang ummi>

tersebut percaya kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya. Hal tersebut

mengandung makna bahwa setiap dakwah harus terlebih dahulu

dipercaya, dipahami secara baik, dan diyakini oleh yang

menyampaikannya. Ketiga, ayat ini ditutup dengan perintah kepada

semua manusia untuk mengikuti Nabi Muhammad Saw. yang ummi>

tersebut agar bisa memperoleh petunjuk. Dengan demikian, tidak ada

petunjuk yang dapat diperoleh kecuali dengan mengikuti beliau

Saw.58

c. Petunjuk ayat

Dari pemaparan mengenai surat Al-A’ra>f ayat 158 di muka,

dapat dipelajari beberapa hal, antara lain:

1) Kerasulan Muhammad Saw. tidak hanya untuk bangsa Arab saja,

tetapi beliau diutus untuk seluruh umat manusia dan semua suku

bangsa.

57 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 276. 58 ibid.,

42

2) Petunjuk kebenaran yang mengantarkan manusia, baik secara

individu maupun kelompok, kepada kesempurnaan dan

kebahagiaan hanya bisa didapat dengan mengikuti ajaran-jaran

Muhammad Saw., yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.

3. Surat al-Baqarah ayat 78

Allah SWT berfirman:

Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.59

a. Mufradat ayat

Kata ummiyyu>n (أمیون) merupakan jamak dari kata ummi> (أمي)

yang terambil dari kata umm (أم) yang berarti ibu. Penggunaan istilah

ummi> untuk menggambarkan keadaan seseorang saat dia baru

dilahirkan oleh ibunya. Seseorang yang baru dilahirkan tidak memiliki

banyak pengetahuan, seperti belum mengetahui tentang baca-tulis.60

Ibnu Kat}ir mengartikan wa minhum umiyyu>na (ومنھم أمیون) dengan

“sebagian ahli kitab” ( الكتابومن أھل ),61 sementara al-Sha’rawi

menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “ ƋɍnjǙ ǡǠǪȮȱǟ LjȷɀłȶLjȲŃȞŁɅ Ljɍ LjȷɀŊɆōȵNJǕ ŃȴłȾŃȺŇȵŁȿ

59 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 23. 60 S}adi>q Hasan Kha>n, Fathu al-Baya>n Fi> Maqa>s}id al-Qur’a<n, Juz 1 (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyyah Li al-Tiba>’ah wa al-Nashr, 1412 H/1992 M), 206. Lihat juga Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I (t.t.:t.p., 1414 H/1993M), 73. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240. 61 Ibnu Kat}i>r, Tafsi>r al-Qur’a<n al-‘Az}i>m, Juz I (Beirut: Da>r al-Fikr li al-T}iba>’ah wa al-Nashr wa al-Tawzi>’, 1412 H/1992 M), 149.

43

ʼnɄnjȹǠŁȵLjǕ” ialah orang-orang Yahudi yang banyak bermukim di kota

Madinah.62

Kata ama>ni> (أماني) merupakan bentuk jamak dari kata

umniyyah (أمنیة) yang oleh M. Quraish Shihab diartikan sebagai

angan-angan, harapan-harapan kosong, dongeng-dongeng atau

kebohongan.63 Sementara Wahbah al-Zuhaily mengartikan ama>ni>

dengan “para pendusta”, mereka adalah orang-orang yang menerima

kebohongan dari pemimpin dan pendahulu mereka, lalu mengikuti

kebohongan tersebut tanpa ada dalil, baik ‘aqli> maupun naqli>, yang

mendasari.64

Ibnu al-Jawzi> menafsirkan ama>ni> ke dalam 3 hal; pertama,

ama>ni> ialah para pendusta, sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Abbas

dan Mujahid. Kedua, ama>ni> ialah orang-orang yang hanya sekadar

membaca kitab tanpa tahu makna yang disampaikan dalam kitab

tersebut. Sementara yang ketiga, ama>ni> ialah orang-orang yang

berangan-angan akan Tuhan mereka, jadi mereka tidak pernah benar-

benar meyakini Tuhan mereka sepenuh hati, mereka hanya mengikuti

apa yang disampaikan oleh para pemimpin mereka, baik itu sebuah

kebohongan atau pun kebenaran.65

62 Muhammad Mutawali> al-Sha’ra>wi>, Tafsi>r al-Sha’ra>wi>, Juz I (t.t.: t.p., t.th.), 236. 63 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240. 64 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I (Beirut: Da>r al-Fikr al-Mu’a>s}ir, 1991), 198. 65 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I (Kairo: Da>r al-Fikr: t.th.), 90 – 91.

44

b. Pembahasan ayat

Dalam kitab tafsirnya, Wahbah al-Zuhayli mengelompokkan

ayat ini dengan 3 ayat sebelumnya, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 75 –

77, ke dalam sebuah bab pembahasan mengenai “Kemustahilan

Berimannya Orang-Orang Yahudi” (استبعاد إیمان الیھود).66 Di dalam surat

Al-Baqarah ayat 75 dan 76, Allah berfirman bahwa sebagian golongan

orang Yahudi, yang terdiri dari para rahib dan pemimpin mereka, ada

yang telah mendengar firman Allah sebagaimana yang terdapat dalam

kitab mereka, Taurat. Kemudian, setelah mereka memahami isi kitab

mereka tersebut, sebagaimana yang telah diajarkan oleh nenek

moyang mereka, mereka mengubah isi kitab Taurat tersebut, seperti

merubah sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. yang terdapat dalam kitab

mereka tersebut.67 Oleh karena itu, ketika ada sebagian golongan

orang Yahudi lainnya yang mengaku beriman kepada Nabi

Muhammad Saw., dan bercerita bahwa dalam Taurat memang

disebutkan tentang kedatangan Nabi Muhammad Saw., maka

golongan lain menegur mereka dan berkata: “Mengapa kamu

ceritakan hal itu kepada orang-orang Islam, sehingga dalil mereka

bertambah kuat?”68

Kemudian di dalam Surat Al-Baqarah ayat 78, Allah

menceritakan tentang sebagian golongan orang Yahudi yang lainnya.

66 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I, 198. 67 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I, 198. Lihat juga Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 22. 68 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 22.

45

Jika golongan yang pertama sebagaimana disebutkan dalam surat Al-

Baqarah ayat 75 merupakan golongan orang-orang yang mengerti dan

paham isi Taurat, maka golongan yang disebutkan dalam Surat Al-

Baqarah ayat 78 ini merupakan golongan dari orang-orang Yahudi

yang tidak mengerti sama sekali mengenai isi kitab mereka, Taurat.

Pengetahuan mereka mengenai ajaran Taurat merupakan angan-angan

dan dongeng (أماني) yang lahir dari kebohongan para pendeta Yahudi

yang telah merubah isi kitab mereka tersebut. Pengetahuan mereka

mengenai ajaran Taurat hanya sebatas menduga-duga (یظنون) tanpa

ada dasarnya.69 Di antara harapan-harapan kosong dan praduga yang

dimiliki oleh golongan ummiyyu>n dari orang Yahudi tersebut ialah

kepercayaan bahwa hanya orang-orang Yahudi yang masuk surga

karena mereka merupakan bangsa pilihan yang mempunyai derajat

paling tinggi di hadapan Tuhan. Selain itu, orang Yahudi juga

meyakini bahwa mereka tidak akan disiksa di neraka kecuali hanya

beberapa hari saja. Orang Yahudi juga beranggapan bahwa nabi-nabi

utusan Allah kesemuanya berasal dari golongan mereka.70

Bisa jadi golongan dari orang-orang Yahudi yang ummi>

tersebut telah membaca isi Taurat, atau bahkan menghafalkannya,

akan tetapi mereka tidak dapat mengetahui dan memahami makna

pesan-pesan yang terkandung dalam kitab suci, sebagaimana Ibnu

69 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 239. 70 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I, 199. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240.

46

Abbas menafsirkan kata ama>ni> dalam ayat ini dengan “sekadar

membaca”.71 Allah menggambarkan keadaan mereka ini seperti

keledai yang membawa kitab-kitab tebal.72

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya73 adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.74

c. Petunjuk ayat

Surat al-Baqarah ayat 78 memberikan petunjuk sebagai

berikut:

1) Ayat ini juga merupakan peringatan kepada umat Islam agar tidak

hanya sekadar membaca dan menghafal Al-Qur’an. Setiap muslim

seharusnya berusaha memahami dan mencari makna, hikmah, dan

rahasia yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang

dibaca, agar tidak terjebak dalam angan-angan dan dongeng

belaka dalam beragama.

71 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I, 90. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240. Lihat juga Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 74. 72 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz I, 199. Lihat juga Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Mana>r, Juz I (t.t.: al-Hay’ah al-Mas}riyah al-‘A>mah li al-Kita>b, 1990), 298. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 240. 73 Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan Muhammad Saw. Lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 932. 74 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 932.

47

2) Semua orang yang beriman seharusnya bisa

mempertanggungjawabkan keimanannya, yaitu dengan berusaha

mempelajari dan memahami aqidah dan ajaran-ajaran yang dia

yakini sebaik-baiknya. Oleh karena itu Allah berfirman bahwa

tidak sama tingkat keimanan orang-orang yang berilmu dengan

orang-orang yang tidak berilmu.

4. Surat Ali Imran ayat 20

Allah SWT:

Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi>: “Apakah kamu (mau) masuk Islam”. Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.75

a. Mufradat ayat

Kata h}a>jju>ka (حاجوك) berasal dari kata hajja (َّحج) yang berarti

berbantah-bantahan, berdebat (جادل), atau bercekcok (خاصم).76 Maksud

dari arti kata h}a>jju>ka di muka yaitu jika mereka membantah atau

75 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 78. 76 Adib Bisri dan Munawwir AF, Al-Bisri: Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 100.

48

mendebatmu, wahai Muhammad, dengan dalil-dalil yang ba>t{il dan

lemah.77 Menurut Muqa>til yang dimaksud dengan orang-orang yang

mendebat dan membantah di muka ialah orang-orang Yahudi,

sementara Ibnu Jari>r menyatakan bahwa mereka ialah orang-orang

Nasrani Najran yang mendebat Nabi SAW. tentang masalah

kehidupan,78 sedangkan sebagian ulama tafsir lain, termasuk Ibnu

Abbas, menyatakan bahwa mereka ialah orang-orang Yahudi dan

Nasrani yang mendebat Nabi SAW. tentang masalah keagaamaan atau

tauhid.79

Aslamtu wajhiya lillahi (أسلمت وجھى هللا) diartikan dengan “aku

memurnikan semua amal ibadahku, baik batiniyah maupun lahiriyah,

kepada Allah yang Esa dan tidak menyekutukanNya.80

Wamanittaba’ani (ومن اتبعن) Begitu juga orang-orang yang

mengikutiku, ajaran Muhammad SAW., orang-orang yang

memurnikan segala amal ibadahnya hanya untuk Allah yang Esa dan

tidak menyekutukanNya.81

U>tu> al-kita>ba (أوتواالكتاب) yaitu orang-orang Yahudi dan

Nasrani, dan al-ummiyyi>na (األمیین) yaitu orang-orang musyrik Arab.82

77 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 296. 78 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I, 311. 79 Abdullah Ibnu Abbas, Tanwi>r al-Miqba>s min Tafsi>r Ibn ‘Abbas, Juz I, 56. 80 Ibnu Kat}i>r, Tafsi>r al-Qur’a<n al-‘Az}i>m, Juz II, 436. Lihat juga Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. 81 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. 82 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I, 312. Lihat juga Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. Lihat juga Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz III, 177 – 178.

49

Menurut al-Jaziri>, orang-orang Arab disebut ummi karena sedikit dari

mereka yang bisa membaca dan menulis.83

A‘aslamtum (أأسلمتم), ber-Islam-lah atau masuklah Islam, al-

Farra>’ menyatakan bahwa hamzah yang pertama merupakan istifham

yang dimaksudkan sebagai perintah, sebagaimana firman Allah: فھل أنتم

84.منتھون؟

Fain aslamu> (فإن أسلموا), jika mereka, golongan u>tu> al-kita>b dan

ummiyyi>n, menerima ajaranmu dan masuk Islam, maka mereka telah

menerima petunjuk ke jalan kesuksesan di dunia dan akhirat.85

Wain tawallaw (وإن تولوا), jika mereka berpaling terhadap

kebenaran yang telah diberitakan kepada mereka, dan menentang

kebenaran tersebut padahal mereka mengetahuinya,86 maka biarkan

mereka dengan pilihan mereka, karena kewajibanmu hanyalah

“menyampaikan risalah” (البالغ).87

Walla>hu bas}i>run bi al-‘iba>d (واهللا بصیر بالعباد), Allah Maha

Mengetahui segala perbuatan hamba-hamba-Nya, baik yang taat

kepada-Nya, maupun yang tidak. M. Quraish Shihab menyatakan

bahwa kata al-‘iba>d (العباد) digunakan dalam Al-Qur’an untuk hamba-

hamba Allah yang taat atau mau bertaubat. Sedangkan hamba-hamba-

83 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. 84 Ibnu al-Jawzi>, Za>du al-Masi>r Fi> ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz I (Kairo: Da>r al-Fikr: t.th.), 312. 85 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 297. 86 ibid., 87 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz III, 178.

50

Nya yang durhaka dan bergelimang dalam dosa ditunjuk dengan

menggunakan kata al-‘abi>d (العبید).88

b. Pembahasan ayat

Allah telah menerangkan pada ayat sebelumnya, surat Ali

Imran ayat 19, bahwa agama yang benar di sisi-Nya adalah Islam.

Pada ayat sebelumnya juga telah diterangkan bahwa para Ahli Kitab,

golongan Yahudi dan Nasrani, menentang dan mendebat kebenaran

ajaran Muhammad Saw., setelah mereka mengetahui bahwa hal

tersebut telah diterangkan secara jelas dan gamblang dalam kitab-

kitab mereka.

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.89

Namun kefanatikan agama atau etnis telah menyebabkan

sebagian besar dari golongan Yahudi dan Nasrani (Ahli Kitab) tidak

bersedia menerima kebenaran Islam. Padahal sebagian besar dari

mereka sangat tahu dan mengerti ajaran-ajaran yang telah

disampaikan kepada mereka dalam kitab-kitab yang telah diturunkan

88 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 42. 89 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 78.

51

kepada nabi-nabi sebelumnya, namun mereka lebih memilih

menyembunyikannya dan mengingkarinya.90 Allah berfirman:

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri, dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.91

Oleh karena itu, di dalam Surat Ali Imran Nabi Muhammad

Saw. diperintahkan oleh Allah tidak usah melayani perdebatan

(diskusi) yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Segala

keterangan tentang kebenaran Muhammad Saw. dan Islam telah

terhidang, disertai dengan bukti-bukti, sebagaimana telah tercantum

dalam kitab-kitab mereka. Namun, sebagian besar Ahli Kitab tetap

menolak kebenaran tersebut dengan alasan-alasan yang tidak logis dan

tidak ilmiah, maka Muhammad, serahkanlah seluruh totalitas jiwa dan

ragamu kepada-Ku.

Menurut M. Quraish Shihab, kata “wajah” dipilih oleh Al-

Qur’an dan Sunnah sebagai lambang totalitas manusia. Wajah

merupakan bagian yang paling menonjol dari sisi luar manusia karena

menggambarkan identitas manusia. Jika seseorang tertutup wajahnya,

maka tidak mudah mengenali siapa orang tersebut. Sebaliknya,

90 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz III, 180. 91 Q.S. Al-Baqarah: 146, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 37.

52

walaupun seluruh sisi luar manusia tertutup kecuali wajahnya, maka

seseorang dapat dibedakan dari sosok yang lain, bahkan tanpa

kesulitan seseorang tersebut dapat dikenal. Selain itu wajah juga

menggambarkan sisi dalam manusia. Jika seseorang senang atau

gembira, maka wajahnya akan tampak ceria dan selalu senyum.

Sebaliknya, jika seseorang sedang gundah atau kesal, maka wajahnya

akan terlihat muram dan mukanya masam. Lebih dari itu di wajah dan

sekitarnya terdapat indera-indera manusia, seperti mata, telinga, dan

lidah. Bahkan kepala, yang di dalamnya terdapat otak, terletak tidak

jauh dari wajah. Oleh karena itu, wajah merupakan perlambangan dari

keikhlasan seseorang melakukan segala aktivitas karena Allah.92 Allah

berfirman:

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.93

Lebih lanjut M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam

ayat ini Nabi Saw. diperintahkan untuk menyebut dirinya terlebih

dahulu dan dalam bentuk tunggal, baru kemudian menyebut pengikut-

pengikutnya, أسلمت وجھى هللا ومن اتبعن, sebagai isyarat bahwa penyerahan

wajah rasul Saw. dan keikhlasan beliau lebih sempurna dari pengikut- 92 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 41. 93 Q.S. Al-An’a>m: 79, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 199.

53

pengikut beliau. Lebih dari itu, hal ini juga merupakan isyarat bahwa

tanggungjawab utama terletak di pundak beliau. Nabi Saw.

diperintahkan agar tidak meletakkan tanggungjawab kepada yang

dipimpin, bahkan jangan membebani mereka dengan melupakan

dirimu sebagai pemimpin,94 sebagaimana ditegaskan dalam surat al-

Nisa>’ ayat 84:

Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan Amat keras siksaan(Nya).95

Bagian kedua dari surat Ali Imran ayat 20 ini menerangkan

bahwa Nabi Saw. diperintahkan untuk tetap berdakwah, walaupun

diskusi dan perdebatan tersebut telah berakhir. Segala cara, bukti, dan

dalil telah ditempuh dan disampaikan dalam diskusi atau perdebatan

sebelum-sebelumnya, maka sekarang merupakan waktu untuk berpikir

dan merenungi semua ajaran dan bukti yang telah disampaikan. Pintu

taubat masih terbuka lebar bagi siapapun yang ingin memperbaiki

diri. Oleh karena itu, pertanyaan selanjutnya yang disampaikan

kepada para Ahli Kitab dan orang-orang non-Ahli Kitab atau orang-

94 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 41. 95 Perintah berperang dalam ayat ini harus dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. karena yang dibebani adalah diri beliau sendiri. Ayat ini berhubungan dengan keengganan sebagian besar orang Madinah untuk ikut berperang bersama Nabi ke Badar Shughra. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan supaya Nabi Muhammad Saw. pergi berperang walaupun sendirian saja. (Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 133.)

54

orang Arab (ummiyyi>n) ialah: أأسلمتم؟. Jika mereka menerima

kebenaran Islam, maka sesungguhnya mereka telah mendapat

petunjuk. Namun, jika mereka tetap berpaling dari kebenaran Islam,

maka biarkan mereka dengan pilihan mereka, karena kewajibanmu

hanya menyampaikan risalah kebenaran Islam, dan Allah Maha

Mengetahui tentang semua hamba-hamba-Nya, baik hamba Allah

yang taat (العباد), maupun yang durhaka (العبید). Kemudian Allah

memberikan peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang tetap

ingkar terhadap kebenaran Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW

sebagaimana terfirman dalam ayat selanjutnya, surat Ali Imran ayat

21:96

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih.97

c. Petunjuk ayat

Dari surat Ali Imran ayat 20 terdapat beberapa pelajaran yang

bisa dipetik, antara lain:

1) Tugas utama kita terhadap orang-orang non-muslim, khususnya

mereka yang keras kepala, tidak lebih dari berdakwah dengan

lisan, menyampaikan kebenaran ajaran Islam disertai dengan 96 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 42 - 43. 97 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 78.

55

bukti-bukti dan argumentasi yang kuat, logis, dan ilmiah, bukan

dengan perdebatan dan peperangan.

2) Barang siapa yang memilih Islam dalam hatinya dan meyakini

kebenaran Allah Yang Esa, juga kebenaran Muhammad Saw.

sebagai utusan-Nya, maka sesunggunya dia telah mendapat

petunjuk menuju keselamatan dan kebahagiaan.

3) Barang siapa yang tetap menolak dan mengingkari kebenaran

Islam setelah dakwah sampai kepadanya, maka biarkan dia dalam

pilihannya, karena kewajiban kita hanya menyampaikan, dan

Allah telah menentukan balasan yang setimpal bagi mereka.

4) Setiap orang bebas memilih agama dan kepercayaannya masing-

masing, tidak boleh ada paksaan untuk menerima dan mengikuti

ideologi agama tertentu, karena setiap orang nanti akan

bertanggungjawab terhadap pilihan-pilihan yang telah dia

tentukan.

5. Surat Ali Imran ayat 75

Allah SWT berfirman:

Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar,

56

tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi>”. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.98 a. Mufradat ayat

Inta’manhu (إن تأمنھ), jika dipercayakan suatu amanat

kepadanya agar disimpan dan dipelihara untuk diminta kembali suatu

ketika.99

Qint}a>rin (قنطار), yaitu harta yang banyak atau berlimpah.100

Al-ummiyyi>n (األمیین), orang-orang Arab yang musyrik.101

Sabi>lun (سبیل), hukuman, dosa, atau konsekwensi.102

b. Pembahasan ayat

Pada surat Ali Imran ayat 69 – 74, Allah telah menerangkan

tentang sikap para Ahli Kitab terhadap orang Islam. Mereka sangat

ingin menyesatkan orang-orang yang telah masuk Islam, sehingga

mereka kembali kepada kekafiran. Mereka mengingkari ayat-ayat

Allah yang mereka ketahui, bahkan mereka mengubah isi ajaran kitab-

kitab mereka, termasuk menyembunyikan kebenaran tentang kenabian

Muhammad Saw. sebagaimana terdapat dalam Taurat dan Injil.103

Sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya, di dalam surat Ali

Imran ayat 75 diterangkan tentang keburukan lain dari sebagian

98 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 88. 99 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 119. 100 Ibid., 101 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 334. 102 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz III, 264. 103 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 87 – 88.

57

golongan Ahli Kitab kepada sesama manusia, terutama orang-orang di

luar golongan mereka. Di antara golongan Ahli Kitab, yaitu orang

yahudi dan Nasrani, terdapat sebuah golongan yang

bertanggungjawab terhadap amanat yang diberikan kepada mereka.

Mereka tidak mengkhianati amanat yang diberikan kepada mereka,

walaupun amanat tersebut berupa harta yang banyak (قنطار). Mereka

akan mengembalikan harta yang telah dititipkan dengan utuh tanpa

berkurang sepeserpun. Namun, di antara Ahli Kitab juga ada yang

tidak mau bertanggungjawab terhadap amanat yang diberikan kepada

mereka. Mereka berkhianat terhadap amanat yang telah diberikan,

walaupun amanat tersebut berupa harta yang sedikit, semisal satu

dinar, kecuali kamu menagihnya dengan sempurna.104

Mengenai golongan pertama yang disebutkan dalam ayat ini,

yaitu golongan ahli amanat, al-Fakhra menafsirkannya ke dalam 3

pendapat; pendapat pertama, yang disebut dengan ahli amanat atau

orang-orang yang dapat dipercaya pada ayat ini yaitu orang-orang dari

golongan Yahudi yang telah masuk Islam, sementara sisanya yang

belum masuk Islam akan tetap mengkhianati amanat yang diberikan,

karena mereka berpendapat bahwa boleh atau halal untuk membunuh

orang-orang yang berlainan agama dengan mereka. Pendapat kedua,

yang disebut dengan ahli amanat atau orang-orang yang dapat

dipercaya yaitu orang-orang Nasrani, sementara yang suka

104 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid I, 334.

58

mengkhianati amanat yaitu orang-orang Yahudi. Pendapat ketiga,

yang dimaksud dengan ahli amanat yaitu golongan Ahli Kitab yang

benar-benar berpegang teguh pada ajaran kitab mereka. Ibnu Abbas

berkata bahwa ada seorang laki-laki Quraish yang menitipkan

hartanya dalam jumlah besar kepada Abdullah bin Salam dan harta

tersebut kemudian dikembalikan, sementara Ka’ab bin Al-Asyraf

yang dititipi uang satu dinar oleh orang Quraish kemudian dia

mengingkari titipan itu, maka kemudian turunlah ayat ini.105

Sebagian golongan Ahl al-Kita>b berpendapat bahwa mereka

boleh menipu dan mengkhinati orang-orang yang tidak seagama

dengan mereka, karena mereka beranggapan bahwa tidak ada dosa

bagi mereka menipu orang lain yang seagama. Allah menjelaskan

bahwa argumentasi mereka merupakan kebohongan yang nyata

padahal mereka adalah orang-orang yang ,(ویقولون على اهللا الكذب)

memiliki pengetahuan agama (وھم یعلمون).106

Anggapan bahwa diperbolehkan untuk menipu dan

mengkhianati orang-orang yang tidak seagama, terkadang juga dianut

oleh beberapa orang Islam. Sebagian umat Islam ada yang

beranggapan bahwa menipu orang-orang kafir atau yang tidak

beragama Islam dapat dibenarkan agama, maka sikap ini tidak

berbeda dengan sikap orang-orang Ahl al-Kita>b yang mendustakan

105 Abu> Zaid al-Tha’labi>, al-Jawa>hir al-Hasa>n fi Tafsi>r al-Qur’a<n, Juz I, 220. 106 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 120.

59

agama. Oleh karena itu, pada ayat selanjutnya Allah mengecam dan

membantahnya:107

Sebenarnya siapapun yang menepati janjinya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.108

Ada dua idiom yang digunakan di dalam ayat-ayat Al-Qur’an

yang berbicara mengenai amanat. Pertama dengan huruf ba’ (ب), yang

bermakna “kelengketan” dan “kedekatan” sedemikian rupa sehingga

tidak dapat dipisahkan, seperti yang tercantum dalam surat Ali Imran

ayat 75 ini. Kedua dengan kata ‘ala> (على), yang bermakna “atas”, yaitu

penguasaan dan kemantapan hati seperti yang terdapat dalam surat

Yusuf ayat 11.109

Mereka berkata: “Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.110

Seseorang yang memiliki amanah dalam genggaman

tanggannya, maka ketika menerima amanah tersebut, dia harus

menerimanya dengan penuh kesungguhan. Amanah harus melekat

pada dirinya, dan harta yang di tangannya tidak boleh lepas dari

amanah, begitu yang diisyaratkan dalam ayat tentang amanah yang

menggunakan huruf ba’ pada kata amanah. Sedangkan penggunaan

107 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 120. 108 ibid., 118. 109 ibid., 119. 110 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 349.

60

kata ‘ala> pada kata amanah mengisyaratkan bahwa amanah yang

diterima harus lebih tinggi kedudukannya, berada dalam posisi di atas

nilai barang yang diamanatkan.jika harta yang diamanatkan bernilai

seratus, maka jangan sampai nilai amanat yang dipercayakan lebih

rendah dari nilai seratus itu.111

c. Petunjuk ayat

Surat Ali Imran ayat 75 mengajarkan beberapa hal sebagai

berikut:

1) Setiap muslimin hendaknya bersikap objektif biarpun terhadap

musuh dan jangan menganggap semuanya pengkhianat.

2) Menjaga dan menunaikan amanat yang telah diberikan dan

dipercayakan dengan sebaik-baiknya merupakan kewajiban semua

orang, walaupun orang tersebut berbeda agama.

3) Mengkhianati amanat yang telah diberikan merupakan tindakan

tercela dan tidak dibenarkan oleh Islam, sekalipun yang

memberikan amanat tersebut adalah orang non-Muslim.

6. Surat al-Jumu’ah ayat 2

Allah SWT berfirman:

111 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, 119.

61

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.112

a. Mufradat ayat

Fi al-ummiyyi>n (في األمیین), yaitu orang-orang Arab.

Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa kata al-ummiyyi>n

merupakan jamak dari kata ummi> yang berarti seseorang yang tidak

pandai membaca dan menulis. Bangsa Arab disifati dengan ummi>

karena mayoritas di antara mereka tidak memiliki pengetahuan baca

tulis, terutama kaum wanitanya.113

Rasu>lan minhum (رسوال منھم), yaitu Muhammad Saw., beliau

merupakan keturunan bangsa Arab Quraish dari Bani Hasyim.114 M.

Quraish Shihab menyatakan bahwa kata minhum merupakan isyarat

bahwa Rasulullah Saw. memiliki hubungan darah dengan seluruh

suku-suku Arab. Menurut Ibnu Ish}a>q, sebagaimana dikutip oleh M.

Quraish Shihab, di antara suku-suku bangsa Arab, hanya suku Taghlib

yang tidak memiliki hubungan darah dengan Rasulullah Saw. Hal

tersebut dimaksudkan untuk menyucikan Rasul Saw. dari ajaran

agama Kristen yang menjadi anutan suku tersebut.115 Lebih lanjut

112 Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 932. 113 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid V, 344. Lihat juga Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz XVII, 183. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 219. 114 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid V, 344. 115 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 221.

62

Wahbah al-Zuhayli menambahkan bahwa kata minhum juga

mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw. juga mempunyai sifat ummi>,

sebagaimana kaum Arab pada umumnya.116

Yatlu> ‘alaihim a<ya>tihi (یتلوا علیھم آیاتھ), yaitu membacakan ayat-

ayat Al-Qur’an, yang telah diwahyukan oleh Allah kepada

Muhammad Saw., kepada orang-orang Arab yang ummi>.117

Wayuzakki>him (ویزكیھم), yaitu menyucikan ruhani dan akhlak

orang-orang Arab.118 Wahbah al-Zuhayli mengartikan kalimat

wayuzakki>him tersebut dengan “menyucikan mereka, orang-orang

Arab, dari kemusyrikan dan perbuatan-perbuatan tercela”.119

Al-h}ikmata (الحكمة), yaitu syari’at yang berupa ajaran-ajaran

agama dan hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an.120

Menurut M. Quraish Shihab yang dimaksud dengan “hikmah” di

dalam ayat ini adalah pemahaman agama yang mencakup ilmu

amaliah dan amal ilmiah.121 Sementara Imam Syafi’i memaknai arti

al-h}ikmah dengan “al-Sunnah”, karena tidak ada selain Al-Qur’an

yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. kecuali al-Sunnah.122

116 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz XVII, 184. 117 ibid., 183. 118 Abi Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>, Aysir al-Tafa>si>r Li Kala>m al-‘Ali> al-Kabi>r, Jilid V, 344. 119 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsi>r Al-Muni>r: fi al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, Juz XVII, 183. 120 ibid., 183 – 184. 121 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 219. 122 ibid., 221

63

b. Pembahasan ayat

Pada ayat sebelumnya, surat al-Jumu’ah ayat 1, disebutkan

bahwa Allah Maha Perkasa, maka Dia dapat dengan mudah

melaksanakan kehendaknya. Segala hal yang telah ditetapkan oleh

Allah tidak mungkin akan sia-sia, karena Allah Maha Bijaksana, maka

Allah tidak melakukan sesuatu kecuali untuk manfaat makhluknya.123

Selanjutnya, pada surat al-Jumu’ah ayat 2, Allah SWT menerangkan

bahwa Dia-lah yang mengutus seorang Rasul kepada bangsa Arab

yang ummi>, tanpa ada campur tangan siapa pun. Rasul tersebut dipilih

dari kalangan bangsa Arab yang ummi> tersebut, maka Rasul tersebut

juga memiliki sifat seperti kaumnya, yaitu ummi>.

Orang-orang Arab pada masa jahiliyah benar-benar berada

dalam kesesatan yang nyata. Ibnu Katsir menyatakan bahwa orang-

orang Arab Jahiliyah pada awalnya menganut dan berpegang teguh

kepada agama samawi> yaitu agama Nabi Ibrahim As., namun mereka

mengubah dan menukar akidah tauhid dengan kesyirikan, mereka

membalikkan keyakinan menjadi keraguan, dan beribadah atau

menyembah seuatu yang tidak diridhai Allah,124 sebagaimana

dijelaskan dalam akhir ayat ini: wain ka>nu> min qablu lafi> dhala>lin

mubi>n. Oleh karena itu, Allah kemudian memilih dan mengutus

123 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 218 – 219. 124 Ibnu Kat}i>r, Tafsi>r al-Qur’a<n al-‘Az}i>m, Juz 8, 116.

64

seorang Rasul, yaitu Nabi Muhammad Saw., dengan diberi tugas

untuk:125

1. Membacakan ayat-ayat Allah (yatlu> ‘alaihim a<ya>tihi), yaitu ayat-

ayat suci Al-Qur’an, yang di dalamnya terdapat petunjuk dan

bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.

2. Membersihkan mereka (yuzaki>him) dari akidah yang menyesatkan

dan dosa-dosa kemusyrikan, sehingga mereka berakidah tauhid

dengan meng-Esa-kan Allah SWT, tidak tunduk kepada

pemimpin-pemimpin yang menyesatkan mereka dan tidak percaya

lagi kepada sembahan mereka seperti batu, pohon kayu dan

sebagainya.

3. Mengajarkan kepada mereka syariat agama beserta hukum-

hukumnya serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya

(yu’allimuhum al-kita>ba wa al-hikmata).

Walaupun ayat ini secara khusus menyebut bangsa Arab (al-

ummiyyi>n), namun bukan berarti kerasulan Muhammad Saw. itu

terbatas hanya kepada bangsa Arab saja; tetapi kerasulan Muhammad

Saw. itu umum meliputi semua makhluk terutama jin dan manusia,

sebagaimana firman Allah SWT;

وما أرسلناك إال رحمة للعالمینDan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.126

125 http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=62, diakses tanggal 13 Agustus 2013, pukul 10.00. 126 Q.S Al-Anbiya>’:107, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 508.

65

dan firman Allah;

قل یا أیھا الناس إني رسول اهللا إلیكمKatakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”.127

Dalam tafsirnya, Ima>m Fakhruddin al-Ra>zi, sebagaimana

dikutip oleh Quraish Shihab, menyatakan bahwa ayat ini mengajarkan

tentang kesempurnaan manusia yang dapat diperoleh dengan

mengetahui kebenaran dan kebajikan, serta mengamalkan kebenaran

dan kebajikan tersebut. Manusia memiliki potensi untuk mengetahui

secara teoretis dan mengamalkan secara praktis, maka Allah SWT

menurunkan kitab suci dan mengutus Muhammad Saw. untuk

mengantarkan manusia meraih kedua hal tersebut. Oleh karena itu,

menurut Fakhruddin al-Ra>zi kalimat yatlu> ‘alaihim a<ya>tihi bermakna

Nabi Muhammad Saw. menyampaikan apa yang beliau terima dari

Allah untuk semua umat manusia, sedangkan kalimat wayuzakki>him

di dalam ayat ini mengandung makna penyempurnaan potensi teoretis

dengan memperoleh pengetahuan ilahiah. Sementara kalimat

wayu’allimuhum al-kita>ba, menurut Fakhruddin al-Ra>zi mengandung

isyarat tentang pengajaran pengetahuan lahiriah dari syari’at, dan kata

al-h}ikmah mengandung makna pengetahuan tentang keindahan,

rahasia, motif, serta manfaat-manfaat syari’at.128

127 Q.S. Al-‘Ara<f: 158, lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 247. 128 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 220.

66

Berbeda dengan Ima>m Fakhruddin al-Ra>zi, Syeikh Muhammad

Abduh memahami arti yatlu> ‘alaihim a<ya>tihi dengan ayat-ayat

kawniyah yang menunjukkan kekuasaan, kebijaksanaan, dan keesaan-

Nya. Sedangkan makna wayuzakki>him, menurut Muhammad Abduh,

ialah membersihkan jiwa mereka dari keyakinan-keyakinan sesat,

kekotoran akhlak dan lain-lain yang merajalela pada masa jahiliah.

Sementara wayu’allimuhum al-kita>ba oleh Muhammad Abduh

dimaknai dengan “mengajar tulis-menulis dengan pena”, dan kata al-

h}ikmah dimaknai dengan “rahasia persoalan-persoalan agama,

pengetahuan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan, dan cara

pengamalan.129

c. Petunjuk ayat

Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1) Muhammad Saw. memang benar utusan Allah, beliau diberi tugas

untuk memperbaiki akhlak manusia, baik akhlak kepada Tuhannya

maupun akhlak kepada sesama makhluk Tuhan.

2) Pengutusan Muhammad Saw. sebagai Rasul dengan dibekali

dengan petunjuk-petunjuk Allah dalam Al-Qur’an merupakan

kenikmatan dan rahmat, tidak hanya bagi masyarakat Arab yang

beliau jumpai, tetapi bagi seluruh umat manusia yang mau

mengikuti ajaran-ajaran beliau.

129 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 220.

67

3) Untuk mencapai kesempurnaannya manusia harus mengenali

penciptanya, yaitu dengan mempelajari ilmu untuk kemudian

diamalkan dengan baik agar bermanfaat bagi diri sendiri dan

makhluk lainnya.

B. Munasabah Ayat-Ayat Ummi> Dalam Al-Qur’an

Sebagaimana telah dijabarkan di muka, bahwa dalam Al-Qur’an

terdapat 6 ayat yang di dalamnya terdapat kata “ummi>”. Dari keenam

ayat tersebut, 2 ayat terdapat dalam surat makkiyah, yaitu surat al-‘Ara>f

ayat 157 dan 158. Kata ummi> yang terdapat di dalam kedua ayat tersebut

berbentuk mufrad (tunggal). Sementara 4 ayat lainnya terdapat dalam

surat madaniyah, yaitu surat al-Baqarah ayat 78, surat Ali Imran ayat 20

dan 75, dan surat al-Jumu’ah ayat 2. Kata ummi> yang terdapat di dalam

keempat ayat tersebut di muka seluruhnya berbentuk jamak.

Kalau dicermati, seluruh ayat-ayat ummi> mengandung petunjuk

ketauhidan. Ayat-ayat tersebut merupakan petunjuk kepada semua orang,

baik itu Ahli Kitab maupun yang ummi>, agar selalu mengikuti petunjuk

yang mengarah kepada peng-Esa-an Tuhan, yaitu Islam. Surat al-‘Ara>f

ayat 158 menyebutkan secara tegas agar semua manusia beriman kepada

Allah SWT, Tuhan Yang Satu, dan tidak ada tuhan lain selain Dia.

Setelah itu ayat tersebut menyuruh semua manusia agar beriman kepada

rasul-rasul Allah, terutama rasul terakhir, Muhammad Saw., yang

memiliki sifat ummi>. Walaupun Muhammad Saw. diangkat dan dipilih

68

dari golongan orang-orang ummi>, yaitu orang-orang Arab, namun

kerasulan beliau tidak terbatas hanya untuk orang Arab saja, melainkan

untuk semua manusia.

Keumumah risalah Muhammad Saw. dibuktikan di dalam surat al-

A’ra>f ayat 157. Di dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Nabi yang

ummi> tersebut merupakan rahmat bagi seluruh manusia, tidak hanya

untuk kaumnya. Ayat ini menjelaskan bahwa nabi yang tercantum dalam

Taurat dan Injil tersebut, menyuruh semua manusia untuk selalu berusaha

mengerjakan kebaikan, dan menjauhi segala hal yang buruk dan

merugikan. Tidak cukup sampai di situ, nabi tersebut juga dibekali

dengan syari’at yang meringankan atau bahkan membebaskan umat-umat

nabi sebelumnya dari beban-beban keagamaan yang selama ini mereka

tanggung. Oleh karena itu, siapa saja yang bersedia untuk mengikuti

petunjuk-petunjuknya, menolong dan mengikuti cahaya terang yang

diturunkan kepadanya, maka orang-orang tersebut akan mendapatkan

keberuntungan dan kemenangan.130

Sejalan dengan surat al-‘Ara>f ayat 157, surat al-Jumu’ah ayat 2

menjelaskan tentang alasan kenapa seluruh manusia diharuskan beriman

kepada Muhammad Saw. Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah

menaruh ayat-ayat-Nya di “mulut” Rasulullah Saw. supaya beliau

menyampaikan dan mengajarkan ayat-ayat tersebut—yang terdiri dari al-

kitab dan al-h}ikmah—kepada semua manusia, sehingga seluruh manusia

130 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 268 – 273.

69

bisa memiliki pengetahuan Ilahiah yang dapat mensucikan diri mereka.

Ketika seseorang memiliki pengetahuan Ilahiah, maka secara otomatis dia

juga mengetahui segala hal yang diperintahkan dan dilarang di dalam

syari’at. Kekonsistenan seseorang dalam menjalankan segala hal yang

diperintahkan oleh syari’at, dan menjauhi segala hal yang dilarang oleh

syari’at dalam kehidupannya sehari-hari, berpotensial untuk membuat

seseorang tersebut mampu mengetahui keindahan, rahasia, motif, dan

manfaat-manfaat syari’at (al-h}ikmah).131

Selanjutnya surat Ali-Imran ayat 20, di dalam ayat ini Allah SWT

memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk tidak melayani perdebatan

dengan orang-orang yang enggan masuk Islam, baik itu dari kalangan

Ahli Kitab maupun kelompok selain Ahli Kitab, termasuk di dalamnya

orang-orang ummi>. Jika ayat-ayat Tuhan sudah dipaparkan sedemikian

rupa, disertai dengan bukti-bukti, akan tetapi orang-orang tersebut tetap

enggan masuk Islam, maka berhentilah dan pasrahkanlah semuanya

kepada Allah Yang Maha Melihat. Dari ayat ini juga dapat diketahui

bahwa pemaksaan akidah dilarang dalam Islam.

Selanjutnya Allah menyatakan bahwa keengganan mereka masuk

Islam bukan karena mereka tidak mengerti tentang agama. Sebagian dari

mereka sebenarnya mengetahui dan mengerti tentang kebenaran tersebut,

hanya saja mereka memilih untuk menutup hati mereka disebabkan oleh

perasaan iri, dengki, dan gengsi. Sementara sebagian yang lain kondisinya

131 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 14, 220.

70

lebih parah dari kelompok pertama, jika golongan sebelumnya sebenarnya

mengetahui tentang kebenaran, maka golongan ini tidak mengetahui

hakikat isi dari kitab-kitab suci yang telah mereka baca. Kelompok kedua

ini jauh lebih berbahaya, karena pengetahuan agama mereka hanya

sebatas praduga, angan-angan, dan dongeng belaka. Oleh karena itu,

umat Islam dianjurkan untuk tidak terlalu mengharapkan keimanan orang-

orang non-muslim, terutama orang-orang Yahudi.132

Selain anjuran agar tidak terlalu berharap terhadap keimanan

orang-orang Yahudi, ayat ummi> selanjutnya, yaitu surat Ali Imran ayat

75, memberitahukan kepada orang-orang Islam agar bersikap hati-hati

terhadap orang-orang Ahli Kitab, baik itu Yahudi maupun Nasrani.

Sebagian dari mereka mungkin bisa dipercaya, sementara sebagian

lainnya tidak. Dalam ayat ini disebutkan mengenai sebagian dari

golongan Ahli Kitab, khususnya Yahudi, yang menghalalkan penipuan

kepada orang-orang yang tidak seagama dengan mereka, kaum musyrik di

Mekah, atau orang-orang yang tidak berpengetahuan. Menurut mereka,

Tuhan tidak akan menghukum mereka karena melakukan penipuan

terhadap orang lain yang tidak seagama.133 Hal ini merupakan salah satu

contoh dari ketidaktahuan (ummi>) mereka terhadap kitab suci dan hakikat

ilmu agama, sebagaimana telah disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat

78.

132 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 239 – 241. 133 ibid., Volume 2, 118 – 121.

71

Selain mengandung petunjuk tauhid, ayat-ayat ummi> juga

mengajarkan kaum muslimin tentang tata-cara berdakwah, terutama

dalam menghadapi serangan dan tuduhan Ahli Kitab. Jauh-jauh hari

sebelum orang-orang Yahudi dan kaum orientalis modern melakukan

tuduhan bahwa Nabi Muhammad Saw. hanyalah rasul untuk orang Arab

saja, Allah telah menyuruh Nabi Saw. untuk mendeklarasikan keumuman

risalahnya melalui surat al-A’ra>f ayat 157 dan 158. Surat al-A’ra>f

merupakan surat makkiyah, dalam artian ayat-ayat yang terdapat di

dalam surat tersebut diturunkan di kota Mekah, saat Nabi Muhammad

Saw. belum berhijrah ke kota Yathrib atau Madinah.134 Para sejarahwan

menyatakan bahwa sejak sebelum kerasulan Muhammad Saw. hampir

tidak ada orang Yahudi yang bermukim di kota Mekah, mayoritas orang

Yahudi pada masa itu bermukim di Yaman dan Yathrib (Madinah).135

Sementara surat Ali Imran ayat 20 mengajarkan tentang tata-cara

berdakwah, yaitu dengan, sebisa mungkin, menghindari segala bentuk

perdebatan dan pertengkaran. Kewajiban Nabi Muhammad Saw. dan

orang-orang yang mengikuti beliau hanyalah amr ma’ruf dan nahy

munkar, salah satunya dengan cukup beritahukan tentang kebenaran ayat-

ayat Allah, dan menunjukkan bukti-bukti yang logis dan ilmiah tentang

kebenaran tersebut, karena di dalam ayat-ayat Allah terdapat al-kitab dan

al-h}ikmah yang akan menuntun siapa saya yang mengetahuinya keluar

134 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 275. 135 Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj., cet. ke-32 (Bogor: Pustaka Antar Nusa, 2006), 17.

72

dari dalam kegelapan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Jumu’ah

ayat 2.

Dari pemaparan di muka, dapat diketahui bahwa ayat-ayat ummi>

memberikan arahan dan tata cara mendasar agar manusia bisa

menyempurnakan hidupnya di dunia dan di akhirat, yaitu dengan:

a. beriman kepada Allah,

b. beriman kepada ayat-ayat Allah (Al-Qur’an),

c. beriman kepada Rasulullah Saw. yang membawa dan menyampaikan

ayat-ayat Al-Qur’an, dan

d. mengejawantahkan keimanan tersebut dalam perilaku sehari-hari yang

bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.