01. makalah industri gula

38
9 PENDAHULUAN Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman . Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel . Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu , bit gula , atau aren . Meskipun demikian, terdapat sumber- sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber- sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia , anggur , atau bulir jagung , juga menghasilkan semacam pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa sebagai komponen utama. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstraksi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan). Negara-negara penghasil gula terbesar adalah negara- negara dengan iklim hangat seperti Australia , Brasil , dan Thailand . Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) pernah menjadi produsen gula utama dunia pada tahun 1930-an, namun kemudian tersaingi oleh industri gula baru yang lebih efisien. Pada tahun 2001/2002 gula yang diproduksi di negara berkembang dua kali lipat lebih

Upload: aya

Post on 12-Apr-2016

194 views

Category:

Documents


55 download

DESCRIPTION

ttete

TRANSCRIPT

9

PENDAHULUAN

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan

komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk

kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan

keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang

diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi

yang akan digunakan oleh sel.

Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun

demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-

sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggur, atau bulir jagung, juga

menghasilkan semacam pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa sebagai

komponen utama. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstraksi

(pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan).

Negara-negara penghasil gula terbesar adalah negara-negara dengan iklim

hangat seperti Australia, Brasil, dan Thailand. Hindia-Belanda (sekarang

Indonesia) pernah menjadi produsen gula utama dunia pada tahun 1930-an,

namun kemudian tersaingi oleh industri gula baru yang lebih efisien. Pada tahun

2001/2002 gula yang diproduksi di negara berkembang dua kali lipat lebih banyak

dibandingkan gula yang diproduksi negara maju. Penghasil gula terbesar adalah

Amerika Latin, negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur.

9

Pabrik gula tebu di Hindia Belanda sekitar tahun 1930-an

Lain halnya dengan gula bit yang diproduksi di tempat dengan iklim yang

lebih sejuk seperti Eropa Barat Laut dan Timur, Jepang utara, dan beberapa daerah

di Amerika Serikat, musim penumbuhan bit berakhir pada pemanenannya di bulan

September. Pemanenan dan pemrosesan berlanjut sampai Maret di beberapa

kasus. Lamanya pemanen dan pemrosesan dipengaruhi dari ketersediaan

tumbuhan, dan cuaca. Bit yang telah dipanen dapat disimpan untuk di proses lebih

lanjut, namum bit yang membeku tidak bisa lagi diproses.

Pengimpor gula terbesar adalah Uni Eropa (UE). Peraturan pertanian di UE

menetapkan kuota maksimum produksi dari setiap anggota sesuai dengan

permintaan, penawaran, dan harga. Sebagian dari gula ini adalah gula "kuota" dari

industry levies, sisanya adalah gula "kuota c" yang dijual pada harga pasar tanpa

subsidi. Subsidi-subsidi tersebut dan pajak impor yang tinggi membuat negara

lain susah untuk mengekspor ke negara negara UE, atau bersaing dengannya di

pasar dunia. Amerika Serikat menetapkan harga gula tinggi untuk mendukung

pembuatnya, hal ini mempunyai efek samping namun, banyak para konsumen

beralih ke sirup jagung (pembuat minuman) atau pindah dari negara itu (pembuat

permen)

Pasar gula juga diserang oleh harga sirup glukosa yang murah. Sirup tersebut

di produksi dari jagung (maizena), Dengan mengkombinasikannya dengan

pemanis buatan pembuat minuman dapat memproduksi barang dengan harga yang

sangat murah.

9

PENGENALAN

Tak lengkap rasanya apabila membahas gula tanpa membahas tanaman yang

menjadi bahan bakunya, yaitu tebu. Tebu yang memiliki nama Latin Saccharum

officinarum L. ini merupakan tanaman yang berasal dari Papua New Guinea. Pada

8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon dan Kaledonia Baru. Ekspansi

tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea berlangsung pada 6000 SM, dimana

tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan India.

Dari waktu ke waktu perkembangan industri gula di Indonesia selalu menarik

untuk dibahas, mulai masa kejayaan Indonesia sebagai negara pengekspor gula

terbesar hingga keterpurukan produksi gula yang mengharuskan Indonesia

menjadi negara pengimpor gula sejak awal tahun 1990 hingga saat ini dengan

jumlah permintaan yang semakin tinggi. Secara historis, industri gula merupakan

salah satu industri perkebunan tertua dan terpenting yang ada di Indonesia.

Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri

gula pada tahun 1930-an dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi adalah 179

pabrik gula, produktivitas sekitar 14.8% dan rendemen mencapai 11.0%-13.8%.

Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton, dan ekspor gula pernah

mencapai sekitar 2.4 juta ton, didukung oleh kemudahan dalam memperoleh lahan

yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan disiplin dalam penerapan

teknologi (Simatupang et al., 1999; Tjokrodirdjo, et al., 1999; Sudana et al.,2000).

Hal ini merupakan sebuah prestasi karena menjadikan Indonesia sebagai negara

penghasil gula terbesar didunia bersaing dengan Cuba (Wahyu Mulyana, 1995).

Setelah mengalami berbagai pasang-surut, industri gula Indonesia sekarang

setidaknya hanya didukung oleh 58 pabrik gula (PG) yang aktif (Jawa Pos, 8 Juni

2009).

Maka secara umum dijelaskan faktor yang menyebabkan turunnya produksi

gula dalam negeri yaitu :

1. Masalah Struktural

a. Lahan pertanian tebu yang semakin sempit.

9

Lahan pertanian tebu yang semakin sempit ini merupakan dampak langsung

yang timbul dari kenyataan tebu tidak lagi mampu bersaing dengan tanaman

alternatifnya khususnya padi. Tanaman tebu semakin tersingkir dari lahan sawah

berpengairan teknis. Sebagai akibatnya, di Jawa saat ini pertanaman tebu hampir

seluruhnya berada di lahan sawah tadah hujan dan lahan tegalan. Sementara di

luar Jawa seluruhnya diusahakan di lahan tegalan.

b. Kebijakan pemerintah.

Pada tahun 1998 pemerintah membebaskan impor gula. Dengan melakukan

impor gula, sebenarnya pemerintah berharap dapat memecahkan permasalahan

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan kestabilan harga gula karena gula

merupakan salah satu kebutuhan pokok di Indonesia. Tetapi kenyataannya timbul

permasalahan lain yang lebih kompleks dimana harga gula impor yang lebih

murah dari gula lokal dan ditunjang dengan kualitas yang lebih baik ternyata

justru menyebabkan keterpurukan industri gula nasional. Akibat dari fenomena ini

adalah semakin banyak pabrik gula yang terpaksa ditutup atau digabungkan

(Surya, 26 April 2001).

c. Rusaknya relasi fungsional antar komponen sistem agrobisnis gula.

Sebagaimana diketahui, integrasi antara usaha perkebunan tebu dan pabrik

gula pengolah tebu merupakan faktor kunci efisiensi industri gula. Pada jaman

kolonial, integrasi sistem agrobisnis gula dapat dijamin melalui organisasi yang

melibatkan kekuasaan dari pemerintah sehingga menanam tebu merupakan

prioritas dan diwajibkan bagi petani. Prioritas peruntukan lahanpun adalah untuk

perkebunan tebu, bukan untuk lahan tanam padi. Dengan begitu maka pabrik gula

memiliki jaminan pasokan bahan baku yang cukup untuk sepanjang musim giling.

Hal ini berubah ketika pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.12 Tahun

1992 tentang sistem budidaya tanaman, yang berisi pembebasan petani dalam

mengusahakan penggunaan lahannya, sehingga menanam tebu tidak lagi menjadi

wajib bagi petani namun merupakan pilihan bebas berdasarkan rasional ekonomi.

Dampaknya banyak petani yang memilih beralih untuk menanam padi sehingga

9

pabrik gula mengalami kesulitan dalam memperoleh pasokan bahan baku,

sehingga industri gula semakin tidak efisien.

2. Masalah Non-struktural

a. Mutu tanaman tebu yang rendah.

Tanaman tebu masih didominasi oleh varietas lama karena rehabilitasi

tanaman dengan menanam varietas unggul baru terhambat. Tanaman tebu kurang

terpelihara dengan baik sehingga tanaman mudah terserang hama penyakit seperti

RSD (Ratoon Stunting Disease) dan PLA (Penyakit Luka Api).

b. Biaya operasional yang dikeluarkan petani semakin mahal.

Produksi gula nyatanya tidak hanya bicara masalah harga gula yang

ditetapkan bagi petani. Namun dari harga gula pada tingkat petani tersebut akan

didapat keuntungan bersih bagi petani setelah memperhitungkan biaya-biaya yang

muncul saat tanam dan panen tebu, seperti biaya penggunaan pupuk, biaya

penggunaan pestisida, biaya tenaga kerja, dan biaya sewa lahan.

Dari uraian diatas maka dapat dilihat permasalahan perindustrian gula di

Indonesia bukan hanya masalah teknis tentang bagaimana menekan biaya

produksi namun juga terkait dengan masalah kebijakan atau policy yang

ditetapkan oleh pemerintah yang belum mampu mengcover perkembangan

perindustrian gula secara keseluruhan.

Sejarah singkat pergulaan di Indonesia

Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira)

kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. Tebu adalah tumbuhan asli dari

Nusantara, terutama di bagian timur.

Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa kebun-

kebun tebu monokultur mulai dibuka oleh tuan-tuan tanah pada abad ke-17,

pertama di sekitar Batavia, lalu berkembang ke arah timur.

Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun awal 1930-

an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi tiga juta ton gula per tahun.

9

Penurunan harga gula akibat krisis ekonomi merontokkan industri ini dan pada

akhir dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan produksi 500 ribu ton gula per tahun.

Situasi agak pulih menjelang Perang Pasifik, dengan 93 pabrik dan prduksi 1,5

juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa 30 pabrik aktif. Tahun 1950-an

menyaksikan aktivitas baru sehingga Indonesia menjadi eksportir netto. Pada

tahun 1957 semua pabrik gula dinasionalisasi dan pemerintah sangat meregulasi

industri ini. Sejak 1967 hingga sekarang Indonesia kembali menjadi importir gula.

Macetnya riset pergulaan, pabrik-pabrik gula di Jawa yang ketinggalan

teknologi, tingginya tingkat konsumsi (termasuk untuk industri minuman ringan),

serta kurangnya investor untuk pembukaan lahan tebu di luar Jawa menjadi

penyebab sulitnya swasembada gula.

Pada tahun 2002 dicanangkan target Swasembada Gula 2007. Untuk

mendukungnya dibentuk Dewan Gula Indonesia pada tahun 2003 (berdasarkan

Kepres RI no. 63/2003 tentang Dewan Gula Indonesia). Target ini kemudian

diundur terus-menerus.

Karakteristik Gula

Gula memiliki karakteristik seperti berikut :

1. Nama senyawa : Sukrosa

2. Rumus molekul : C12H22O11

3. Berat molekul : 342,3 g/mol

4. Bentuk :  Padatan

5. Warna  :  Putih

6. Bau : Khas karamel

7. Densitas : 1,587 g/cm3

8. Kelarutan, 25oC : 2000 g/L air

9. Titik leleh, 1 atm : 1860C

Macam-macam gula

9

1) Gula merah

Gula merah adalah jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang

dikeluarkan dari bunga pohon keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan.

Gula merah yang dipasarkan dalam bentuk cetakan batangan silinder, cetakan

setengah bola dan bubuk curah disebut sebagai gula semut.

Pembuatan Gula Merah

Untuk nira sendiri merupakan cairan kental manis yang berasal dari pohon

aren, sengaja disadap oleh para petani untuk dijadikan gula (nama lain gula aren).

Sedangkan Legen itu cairan manis yang keluar dari pucuk manggar yang masih

dalam kuncup, dengan cara diiris bagian ujung manggarnya dan dipasang ember

guna menampung cairan legen yang keluar. Langkah-langkahnya adalah sebagai

berikut:

Legen Terkumpul Langsung dimasak Memakai Api Panas Hingga Bergemulak

9

Masak Legen Hingga Bergemulak dan Menguning Berbusa

Bila Mulai Kecoklatan dan Keluar Letupan Laksana Magma Tanda Sudah

Matang

Aduk Gula Cairnya Hingga Benar-Benar Kental

9

Bersihkan Gula Kering di Pinggiran Kwali

Siram Gula Kental ke dalam Papan Cetak Berbentuk Lingkaran

Tiriskan Gula ke Tempat Terpisah

Itulah serangkaian proses pembuatan gula merah kelapa, dan selanjutnya

tinggal packing untuk dikirim ke berbagai penjuru tanah air termasuk

9

mancanegara. Bagi anda yang merasakan manisnya gula merah kelapa, itu rasa

manisnya alami dan legit.

2) Gula tebu

Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama

tama bahan mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring,

cairan yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya

menggunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidakkemurnian, campuran

tersebut kemudian diputihkan dengan belerang dioksida. Campuran yang

terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang

kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan

dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat

dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses

kristalisasi.

Gula batu adalah gula tebu yang tidak melalui tahap kristalisasi. Gula

kotak/blok adalah gula kristal lembut yang dipres dalam bentuk dadu. Gula

mentah (raw sugar) adalah gula kristal yang dibuat tanpa melalui proses

pemutihan dengan belerang. Warnanya agak kecoklatan karena masih

mengandung molase.

Pembuatan gula tebu

1. Pemanenan

9

Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan

ketika dewasa hampir seluruh daun-daunnya mengering, namun masih

mempunyai beberapa daun hijau. Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh

tanaman tebu dibakar untuk menghilangkan daun-daun yang telah kering dan

lapisan lilin. Api membakar pada suhu yang cukup tinggi dan berlangsung sangat

cepat sehingga tebu dan kandungan gulanya tidak ikut rusak.

Di beberapa wilayah, pembakaran areal tanaman tebu tidak diijinkan karena

asap dan senyawa-senyawa karbon yang dilepaskan dapat membahayakan

penduduk setempat. Meskipun demikian, tidak ada dampak lingkungan, karena

CO2 yang dilepaskan sebenarnya memiliki proporsi yang sangat kecil

dibandingkan dengan CO2 yang terikat melalui fotosintesis selama pertumbuhan.

Besarnya areal tanam dan jumlah tanaman tebu dapat dikurangi jika ekstraksi gula

dapat dilakukan semakin baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula dunia.

Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun

dengan mesin. Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan

pekerjaan kasar yang sangat berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di

area di mana banyak terjadi pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas

permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas dihilangkan dan batang-batang

tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat

tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan

pengangkut-pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan

kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.

Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan

pendek-pendek. Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan

memungkinkan dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini

tidak tepat untuk kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk

pengadaan mesin dan hilangnya banyak tenaga kerja kerja.

2. Ekstraksi

Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan

pabrik, tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran

9

besar. Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya

digunakan di mesin pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan

seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih

berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil

dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.

Ekstraksi gula

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu,

dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta

pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu

bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung

sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.

3. Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)

Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan

semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin

kotoran untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini

dinamakan liming.

Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan

proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan

ke dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi

kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah

tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang

rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus

9

yang jernih.

Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula

sehingga biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi)

dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum

dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini

kemudian dikembalikan ke proses.

4. Penguapan (Evaporasi)

Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara

menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan

evaporasi. Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju

ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi.

Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan

(liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi)

memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk'

(multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang

terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).

5. Pendidihan/ Kristalisasi

Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat

besar untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga

kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali

dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk,

kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam

alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada

proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut

kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

9

6. Sentifugasi gula

Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung

sejumlah gula sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya,

materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal

ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa

yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan

berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di

mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.

Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan

tiga proses pendidihan. Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula

terbaik yang siap disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama

dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran

kristal yang dinginkan terbentuk. Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang

untuk gula B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan A,

pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk pendidihan A dan

pabrik yang lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B untuk dijual.

Pendidihan “C” membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada

pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk

kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan

B dan sisanya dicairkan lagi.

Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya,

9

maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini

biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan

untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia

selalu dekat dengan pabrik gula tebu.

7. Penyimpanan

Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama

penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering

dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat

digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang

berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar

biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.

8. Afinasi (Affination)

Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan

pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses

yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental

(konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan

sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan

(coklat). Campuran hasil (‘magma') di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari

sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang

siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi).

Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung

berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan

gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

9. Karbonatasi

Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk

membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh.

Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari

dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat

9

diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke

dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran

tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-

partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai

padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan

tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi

reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan

sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur

keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah

proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa

penghilangan warna. Selain karbonatasi, t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara

kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah

pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit

lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan

setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.

10. Penghilangan warna

Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula,

keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan

melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon

teraktivasi granular [granular activated carbon,GAC] yang mampu

menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat

“bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan.

Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara

khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga

sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar

keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion

yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga

menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang

meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.

Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi

9

kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi

optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum

diolah di panci kristalisasi.

11. Pendidihan

Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk

tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk

mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran

dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi

untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap

pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut

kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan

siap untuk didistribusikan.

12. Pengolahan sisa (Recovery)

Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan

pada tahap afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang.

Cairan-cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi

seperti pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang

setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada

pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari

cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase murni. Produk ini

biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik

fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.

3) Gula bit

Setelah dicuci, bit kemudian di potong potong dan gulanya kemudian di

ekstraksi dengan air panas pada sebuah diffuse. Pemurnian kemudian ditangani

dengan menambahkan larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah

penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan air yang

9

tersisa hanya tinggal 30% saja.

Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula pertama

tama dipisahkan dengan mesin sentrifugal. Sentrifugasi dilakukan untuk

memisahkan kristal gula dengan molasses. Upaya agar sentrifugasi berlangsung

secara optimal adalah dengan pengaturan kecepatan putaran. Kecepatan putaran

sangat mempengaruhi kekuatan mesin tersebut dalam melepaskan lapisan

molasses dari kristal gula. Kecepatan putaran sentrifugasi dan cairan yang tersisa

digunakan untuk tambahan pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang

tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi diambil gula darinya) digunakan untuk

makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula putih yang kemudian disaring

ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian dijual.

Cara Membuat Gula Bit

Cara mengolah Bit menjadi Gula hampir sama dengan pembuatan gula tebu.

Hanya saja prosesnya lebih singkat karena merupakan proses tunggal. Gula bit

merupakan gula yang di hasilkan dari umbi tanaman bit atau beetroot. Tanaman

ini merupakan tanaman langkah yang belum bisa di kembangbiakan di Indonesia.

Tanaman ini berkembang biak dengan biji, namun setelah di budidayakan di

Indonesia, beetroot ternyata tidak mengeluarkan biji. Sehingga akhirnya di

perlukan suplai dari negara luar untuk mendapatkan biji beetroot. Karena itu

tanaman ini jarang di temui di pasar-pasar tradisional Indonesia.

Namun sebagai salah satu tanaman penghasil gula, beetroot mempunyai nilai

9

ekonomis yang tinggi. Selain di olah menjadi gula bit, beetroot juga dapat di

masak dan diolah menjadi bentuk hidangan lain.

1. Persiapan Bahan

Umbi bit biasanya di panen di musim gugur atau awal musim dingin.

Sebelum di olah menjadi gula, bit-bit tersebut harus di bersihkan dari kotoran dan

dari daun-daunnya. Karena umbinya terletak di dalam tanah, otomatis umbi bit

lebih kotor daripada batang tebu. Karena itu harus di cuci bersih untuk menjaga

kebersihannya. Setelah yakin tidak ada lagi kotoran atau daun yang menempel,

umbi bit lalu di potong menjadi irisan-irisan tipis untuk memudahkan proses

ekstraksi.

2. Ekstraksi umbi Bit

Ekstraksi umbi bit berlangsung dalam sebuah alat yang di sebut diffuser.

Dalam diffuser, irisan umbi bit akan diaduk secara perlahan dalam air panas

selama kurang lebih 1 jam hingga kandungan gula dalam umbi bit larut dalam air.

Diffuser merupakan tangki pengaduk berukuran besar dengan posisi horisontal

ataupun vertikal, di dalamnya irisan-irisan bit digerakkan dengan pelan dari ujung

satu ke ujung yang lain dan air panas bergerak dari arah berlawanan. Ini

dinamakan dengan aliran berlawanan (counter-current flow), pelan namun pasti

air pengekstrak akan menjadi larutan gula yang kental dan dinamakan jus. Jus

dari proses diffuse yang masih mentah ini mengandung sekitar 14% gula dan

bubur residu yang biasanya masih mengandung 1 hingga 2% gula. Untuk

mendapatkan hasil ekstraksi jus bit, maka larutan bit harus di pisahkan dari

ampasnya.

9

3. Pengepresan residu

Ampas yang merupakan irisan-irisan bit yang telah di ekstraksi biasanya

masih memiliki kandungan gula yang walapun sedikit tapi masih bisa di

manfaatkan. Untuk mengeluarkan gula tersebut, maka ampas bit harus di peras

dalam kempa-kempa ulir hingga jus nya keluar semua dan yang tertinggal hanya

bubur bit. Bubur bit ini biasanya di olah menjadi produk sampingan sebagai bahan

pakan ternak.

4. Karbonatasi

Karbonatasi adalah proses pengolahan jus bit atau cairan gula bit (liquor)

dengan menambahkan kapur / lime dalam bentuk Kalsium Hidroksida

(Ca(OH)2) dan gas CO2 (karbondioksida). Karbonatasi ini bertujuan untuk

membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh

serta untuk memngurangi beberapa komponen warna yang tidak di inginkan.

Prosesnya sangat sederhana. Gas karbondioksida akan bereaksi dengan

limemembentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang

mengikat berbagai padatan sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan kapur beserta

kotoran. Saat di lakukan penyaringan, kotoran ini akan terangkat meninggalkan

cairan gula yang siap untuk proses selanjutnya.

5. Pendidihan/Kristalisasi

Pendidihan atau pemanasan dengan suhu tinggi merupakan proses akhir

dalam pembuatan gula bit. Dalam proses ini, cairan gula di didihkan hingga

menguap dan terbentuk kristal gula. Untuk memicu terbentuknya kristal, biasanya

di tambahkan serbuk gula kedalam cairan lalu di sentrifugasi/diputar untuk

memisahkan kristal dari cairan induk. Kristal yang terbentuk kemudian di

keringkan dengan udara panas sampai kering sebelum akhirnya di kemas dan

disimpan. Sedangkan cairan induk yang masih mengandung gula mengulang

proses kristalisasi sampai tidak ada lagi kristal gula yang terbentuk.

Gula yang di hasilkan dari tanaman bit ini di sebut gula bit. Bentuk dan

9

strukturnya hampir sama dengan gula tebu, yaitu sama-sama berupa sukrosa,

berbentuk kristal, berwarna putih dan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun

industri. Cara pembuatan gula bit ini lebih cepat prosesnya dari pada pembuatan

gula tebu. Dengan biaya produksi yang juga lebih rendah. Karena prosesnya

tunggal, tanpa ada tahap pemurnian.

Adapun macam-macam gula yang lain seperti:

a. Gula Kastor (Castor Sugar)

Gula ini bewarna putih dan pilihan yang paling ideal untuk membuat cake,

biskut, pastri, roti dan lain-lain. Butir-butir gulanya lebih halus dari gula halus dan

ia mudah cair apabila dipukul bersama mentega atau telur. Sekiranya gula ini tiada

, boleh gunakan gula halus.

b. Gula Aising (Icing Sugar/Confectioners Sugar)

Gula ini adalah yang paling halus dalam kategori gula putih. Ia bukan 100

peratus gula kerana telah dicampur dengan sedikit tepung jagung. Ia jarang

digunakan dalam pembuatan kek tetapi ada digunakan dalam pembuatan biskut

jenis piping untuk mendapatkan tekstur yang lembut supaya mudah dipicit keluar.

Gula ini biasa digunakan untuk membuat aising mentega dan membuat fondant

atau pes gula (sugarpaste).

c. Gula Perang (Brown Sugar)

Terbahagi kepada dua jenis iaitu light/dark brown.Biasanya warna yang lebih

gelap mempunyai rasa gula perang yang lebih kuat. Gula perang ini selalunya

kasar dan saya selalu kisar supaya ia lebih halus dan mudah dipukul bersama

mentega. Gula perang ini selalunya digunakan untuk membuat biskut seperti cip

coklat, biskut halia, kek buah-buahan dan lain-lain yang memerlukan rasa gula

yang lebih kuat.

d. Sirap Emas (Golden Syrup)

9

Ia bewarna keemasan dan rasanya seakan rasa gula hangus tetapi tidak sekuat

rasa gula hangus yang asli. Ia adalah bahan sampingan dari pemprosesan gula. Ia

selalunya menjadi bahan penambah rasa untuk biskut, kek atau pencuci mulut.

e. Gula Hitam

Bahan sampingan dari pemprosesan gula dan ia bewarna gelap seakan

kehitaman. Digunakan sebagai bahan penambah rasa untuk kek dan pencuci mulut

ala barat.

f. Sirap Gula (Corn Syrup/Glucose Syrup)

Cecair jernih yang pekat. Dihasilkan secara komersil untuk memudahkan

tugas membuat aising krim mentega atau fondant tanpa perlu membuat sendiri

sirap gula.

Pengolahan Dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula

Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping,

antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan

digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan

dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan

sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi

berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal.

a. Limbah Bagasse (Ampas)

Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek

produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol

dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak

lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki

potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Industri gula

khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah.

Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan

oleh pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah

banyak tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga

pabrik kertas mulai jarang menggunakannya. Limbah padat pabrik gula (PG)

9

berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk

kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse) tebu

mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16%

P2O5; dan 0,38% K2O.

Hasil pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel

diinkubasi dengan bioaktivator mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu,

kemudian diaplikasikan ke lahan tebu. Pemberian kompos 10 ton/ha mampu

meningkatkan bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha.

b. Limbah Blotong (Padat)

Salah satu limbah yang dihasilkan Pabrik Gula dalam proses pembuatan

gula adalah blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat

mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi (panas), berbentuk

seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang

dipisahkan dari nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, lilin dan lemak

kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini

berbeda prosentasenya dari satu pabrik gula dengan pabrik gula lainnya,

bergantung pada pola produksi dan asal tebu.

Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk

organik, dibeberapa pabrik gula daur ulang blotong menjadi pupuk yang

kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para

petani tebu. Pada perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong

sebagai pengganti kayu bakar yaitu dalam bentuk briket blotong. Untuk

pembuatan briket blotong dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan

menggunakan briket blotong adalah harganya yang lebih murah daripada

kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi untuk membuat briket ini

diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain itu

juga tergantung dari kondisi cuaca.

Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein

dari nira sekitar 0,5 % berat zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah

dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari blotong dan ditemukan bahwa

9

kandungan protein dari blotong yang dipress sebesar 7,4 %. Protein hanya

dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium dodecyl

sulfate. Kandungan dari protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91,5

%; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan protein terlarut 4 %. Dengan

demikian blotong dapat juga digunakan sebagai pakan ternak dengan cara

dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya. Untuk

menghindari kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan

harus langsung digunakan dalam bentuk pellet.

c. Limbah Tetes (Cair)

Tetes atau molasses merupakan produk sisa pada proses pembuatan gula.

Tetes diperoleh dari hasil pengkriatalan nira kental, dimana gula dalam sirop

tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang

dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000

ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per

hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk

dikonsumsi karena mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang

membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri

fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dan lain-lain.

Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan

meningkatkan nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas

bahan pakan dengan peningkatan daya cernanya.

KESIMPULAN

1. Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira)

kelapa atau enau, serta cairan batang tebu.

2. Sukrosa memiliki rumus molekul C12H22O11, dengan berat molekul 342,3

g/mol, memiliki bentuk padatan dan berwarna putih. Sukrosa berbau khas

9

karamel dengan densitas 1,587 g/cm3 kelarutan, 25oC 2000 g/L air serta

titik leleh 1 atm 1860C.

3. Faktor yang menyebabkan turunnya produksi gula dalam negeri yaitu :

a. Masalah struktural seperti lahan pertanian tebu yang semakin sempit,

kebijakan pemerintah, rusaknya relasi fungsional antar komponen

sistem agrobisnis gula.

b. Masalah Non-struktural seperti mutu tanaman tebu yang rendah dan

biaya operasional yang dikeluarkan petani semakin mahal.

4. Macam-macam gula yaitu gula merah, gula tebu, gula bit, gula Kastor

(Castor Sugar), gula aising (Icing Sugar/Confectioners Sugar), gula Perang

(Brown Sugar), Sirap Emas (Golden Syrup), gula Hitam, Sirap Gula (Corn

Syrup/Glucose Syrup).

5. Pembuatan gula merah dari nira merupakan cairan kental manis yang

berasal dari pohon aren, sengaja disadap oleh para petani untuk dijadikan

gula (nama lain gula aren). Sedangkan Legen cairan manis yang keluar

dari pucuk manggar yang masih dalam kuncup, dengan cara diiris bagian

ujung manggarnya dan dipasang ember guna menampung cairan legen

yang keluar.

6. Pembuatan gula tebu melalui proses seperti pemanenan, ekstraksi

pengendapan kotoran dengan kapur (Liming), penguapan (Evaporasi),

pendidihan/ Kristalisasi, sentifugasi gula, penyimpanan, afinasi

(Affination), karbonatasi, penghilangan warna, pendidihan, pengolahan

sisa (Recovery).

7. Pembuatan gula bit yaitu proses persiapan bahan, ekstraksi umbi Bit,

pengepresan residu, karbonatasi, pendidihan/Kristalisasi.

8. Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping,

antara lain ampas, blotong dan tetes yang dapat digunakan sebagai pakan

ternak, pupuk, dan pulp.