attanwirstaiattanwir.ac.id/download/file/jurnal_pengabdian_stai_attanwir... · menerbitkan...
TRANSCRIPT
Attanwir Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
SUSUNAN PENGURUS
Penanggung Jawab
Hanafi
Mitra Bestari
Abdul Muhid (UIN Sunan Ampel Surabaya)
Zainal Habib (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)
Nizarul Alim (Universitas Trunojoyo Madura)
Heli Ihsan (UPI Bandung)
Redaktur
Siti Choirotul Ula
Riza Multazam Luthfy
Penyunting
Moh. Muhajir
Redaktur Pelaksana
Nur Idam Laksono
Sekretariat
Abd. Hafid
Alamat Redaksi
Jl. Raya Talun No. 220 Sumberrejo Bojonegoro 62191
“Attanwir” merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan enam bulan sekali oleh STAI Attanwir
Bojonegoro. Dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi dan karya ilmiah antar staf
pengajar, mahasiswa, alumni dan pembaca yang berminat serta masyarakat pada umumnya.
PENGANTAR REDAKSI
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi dzat yang selalu memberikan segala bentuk nikmat-Nya, sehingga
atas izin-Nya, Jurnal Attanwir bisa terbit.
Jurnal Attanwir merupakan akumulasi tulisan dari beberapa kegiatan pengabdian
masyarakat yang dilakukan oleh para akademisi. Sebagai wujud komitmen terhadap
ilmu pengetahuan, Jurnal Attanwir berusaha memberikan kontribusi ilmiah dengan
menerbitkan tulisan-tulisan hasil pengabdian masyarakat para dosen baik di
Bojonegoro maupun wilayah lainnya. Dengan demikian, hal ini akan membuka
wawasan serta memberikan motivasi dan inspirasi bagi setiap pembaca, baik
kalangan mahasiswa, dosen, maupun umum.
Tentu masih dijumpai beberapa kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu,
saran dan kritik sangat ditunggu demi perbaikan dalam penerbitan di masa yang akan
datang.
Demikian, semoga Jurnal Attanwir dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Redaksi
DAFTAR ISI
Pelatihan Kewirausahaan Batik di Desa Sambiroto
Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro
Aris Zulianto; STAI Attanwir Bojonegoro
1
Pendampingan Gerakan Sayang Balita di Kecamatan Trucuk,
Malo, Gayam, dan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro
Eryul Mufidah; STAI Attanwir Bojonegoro
9
Pelatihan Motivasi Kewirausahaan Aneka Olahan Tepung Mokaf/ Tapioka di
Kecamatan Gondang dan Kanor Kabupaten Bojonegoro
M. Ali Nur Huda; STAI Attanwir Bojonegoro
25
Sosialisasi Peran Koperasi Wanita dalam Peningkatan Ekonomi Masyarakat
di Desa Tengger Kecamatan Ngasem Bojonegoro
Mifta Hulaikah; STAI Attanwir Bojonegoro
35
Pelatihan Motivasi Kewirausahaan Rajut Benang
di Kelurahan Campurejo Kecamatan Bojonegoro Kota
Mundhori; STAI Attanwir Bojonegoro
41
Pelatihan Kewirausahaan Pembuatan Bakso Sehat di Desa Cancung
Kecamatan Bubulan Kabupaten Bojonegoro
Nurul Fitriandari; STAI Attanwir Bojonegoro
48
Pelatihan Kewirausahaan Sablon di Kelurahan Campurejo
Kecamatan Bojonegoro Kota
Riza Multazam Luthfy; STAI Attanwir Bojonegoro
57
Pelatihan Kewirausahaan Aneka Pengolahan Sate
di Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro
Sugito; STAI Attanwir Bojonegoro
68
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
1
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BATIK DI DESA SAMBIROTO
KECAMATAN KAPAS KABUPATEN BOJONEGORO
Aris Zulianto
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
ABSTRAK
Pelatihan ini ditujukan terutama untuk masyarakat yang ingin berwirausaha.
Khususnya para Ibu Rumah Tangga di desa Sambiroto Kecamatan Kapas
Kabupaten Bojonegoro. Setelah selesai mengikuti pelatihan ini diharapkan
peserta mampu menjadi wirausahawan dengan membuat produk batik yang
berguna menambah penghasilan keluarga dan masyarakat.
Hasil dari pelaksanaan kegiatan tersebut kelompok sasaran mendapat
pengetahuan dan ketrampilan baru. Peserta sangat antusias dalam mengikuti
kegiatan penyuluhan dari awal hingga akhir. Mereka sangat responsif dan
mempunyai motivasi yang tinggi untuk dapat mengerti, serta memahami
proses dan teknik membatik.
Faktor-faktor yang mendukung akan keberhasilan di dalam pelaksanaan
kegiatan penyuluhan ini antara lain : adanya fasilitas tempat yang cukup
memadai, semangat dan motivasi yang tinggi dari peserta di dalam mengikuti
kegiatan dan kekompakan dari tim, dan kerja samanya.
Kata Kunci: Kewirausahaan, Batik.
ABSTRACT
This training is intended primarily for people who want to be
entrepreneurs. Especially the housewives in Sambiroto village, Kapas
district, Bojonegoro district. After completing the training, participants are
expected to be able to become entrepreneurs by making batik products that
are useful to increase family and community income.
The result of the implementation of these activities the target group gets
new knowledge and skills. Participants were very enthusiastic in
participating in extension activities from beginning to end. They are very
responsive and have high motivation to be able to understand, and
understand batik processes and techniques.
The factors that support the success in the implementation of this extension
activity include: the existence of adequate facilities, high enthusiasm and
motivation of the participants in following the activities and cohesiveness of the team, and their cooperation.
Keywords: Entrepreneurship, Batik.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
2
LATAR BELAKANG
Batik merupakan bagian karya seni budaya masyarakat Jawa dan
diwariskan secara turun temurun yang wajib dilindungi dan dilestarikan. Batik juga
dikenal dan diakui sebagai kekayaan budaya yang menonjol dan banyak diminati
oleh banyak orang, baik itu laki-laki maupun perempuan. Awalnya produk batik
hanya berupa kain yang berfungsi sebagai perangkat upacara adat Jawa, namun kini
produk batik sangatlah beragam sesuai selera dan kebutuhan masyarakat.
Sejak Oktober 2009 UNESCO telah mengumumkan bahwa batik
ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia dari Indonesia. Batik di
Indonesia dibuat diberbagai daerah dan memiliki motif yang berbeda dimana
motifnya menampilkan ciri khas dari masing-masing daerah tempat batik tersebut
berasal. Bisa dibilang khasanah budaya bangsa Indonesia yang demikian kaya telah
mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisional dengan ciri
kekhususannya sendiri.
Menurut Bernadin dan Russel (1998) pelatihan adalah suatu usaha
pengenalan untuk mengembangkan kinerja tenaga kerja pada pekerjaannya. Hal ini
biasanya berarti melakukan perubahan perilaku, sikap, keahlian dan pengetahuan
yang khusus dan spesifik. Agar pelatihan menjadi efektif maka didalam pelatihan
harus mencakup suatu pembelajaran atas pengalaman – pengalaman,pelatihan harus
menjadi kegiatan keorganisasian yang direncanakan dan dirancang didalam
menanggapi kebutuhan – kebutuhan yang teridentifikasi.
Scarborough dan Zimmerer (1993) mendefinisikan kewirausahaan sebagai
kegiatan menciptakan suatu bisnis baru dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian
dengan maksud untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan dengan cara
mengenali peluang dan mengombinasikan sumber -sumber daya yang diperlukan
untuk memanfaatkan peluaang tersebut.Seorang wirausahawan membeli barang saat
ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan dating dengan harga
tidak menentu,namun tetap berupaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal
dengan membaca peluang yang ada daalam masyarakat.
Pelatihan ini merupakan program kewirausahaan yang dilakukan oleh
Dosen STAI ATTANWIR dalam rangka pengabdian pada masyarakat. Pelatihan ini
ditujukan terutama untuk masyarakat yang ingin berwirausaha. Khususnya para Ibu
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
3
Rumah Tangga di desa Sambiroto Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro.
Berdasarkan data dan permasalahan yang ada, maka dapatlah dirumuskan
sebagai berikut: Bagaimana cara memberikan pengetahuan dan ketrampilan batik
tulis kepada kelompok Ibu-ibu tangga di desa Sambiroto Kecamatan Kapas
Kabupaten Bojonegoro,sehingga dapat meningkatkan kemampuannya. Setelah
selesai mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu menjadi wirausahawan
dengan membuat produk batik yang berguna menambah penghasilan keluarga dan
masyarakat.Harapan dari manfaat kegiatan ini adalah :
1). Meningkatkan kemampuan sumber daya masyarakat.
2). Memberikan pembinaan ketrampilan teknik batik tulis.
TINJAUAN PUSTAKA
Kewirausahaan
Priyanto (2009) menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan sesuatu
yang ada didalam jiwa seseorang,masyarakat dan organisasiyang karenanya akan
dihasilkan berbagai macam aktivitas (social, politik,Pendidikan),usaha dan bisnis.
Kewirausahaan dalam islam Departemen Agama Republik Indonesia (2009)
menyebutkan bahwa konteks kewiraushaan dalam islam tertera pada Al – Qur’an
Surat An-nisa’ (4) ayat 29 yang berbunyi :
كان ارة عن تراض منكم ول تقتلوا أنف يا أيها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إل أن تكون تج سكم إن الل
بكم رحيما
Artinya: “Hai orang -orang yang beriman,janganlah kamu saling
memakan harta sesamu dengan jalan yang batil,kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu,dan janganlah kamu
membunuh dirimu,sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Karakteristik wirausaha menurut Sukardi (1991), sebagai berikut :
1) Sifat Instrumental, menunjukkan bahwa wirausaha dalam berbagai situasi selau
memanfaatkan segala sesuatu yang ada dilingkungannya untuk mencapai tujuan
pribadi dalam berusaha.
2) Sifat Prestatif ; menunjukkan bahwa wirausaha dalam berbagai situasi selalu
tampil lebih baik, lebih efektif dibandingkan dengan hasil yang dicapai
sebelumnya.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
4
3) Sifat Keluwesan bergaul : menunjukkan bahwa wirausaha selalu berusaha untuk
cepat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi hubungan antar manusia.
4) Sifat Kerja Keras : menunjukkan bahwa wirausaha selalu terlibat dalam situasi
kerja,tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai.
5) Sifat Keyakinan Diri : menunjukkan bahwa wirausaha selalu percaya pada
kemampuan diri, tidak ragu -ragu dalam bertindak bahkan memiliki
kecenderungan untuk melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi.
6) Sifat Pengambilan Resiko : menunjukkan bahwa wirausaha selalu
memperhitungkan keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan kegiatan
dalam mencapai tujuan berusaha.
7) Sifat Sewa Kendali : menunjukkan bahwa wirausaha dalam menghadapi
berbagai situasi selalu mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi, batas -
batas kemampuan dalam berusaha.
8) Sifat Inovatif : menunjukkan bahwa wirausaha selalu mendekati berbagai
masalah dalam berusaha dengan cara – cara baru yang lebih bermanfaat.
9) Sifat Kemandirian : menunjukkan bahwa wira usaha selalu mengembalikan
perbuatannya sebagai tanggung jawab pribadi.
Batik
Seni batik merupakan salah satu hasil kebudayaan yang dikenal sejak jaman
nenek moyang. Batik sangat dikagumi bukan hanya karena prosesnya yang rumit
tetapi juga dalam motif dan warnanya yang unik dan indah,maka syarat akan makna
simbolik.
Motif batik tradisional kebanyakan bersifat monumental dari alam dan
lingkungan sekelilingnya. Hal tersebut merupakan imajinasi dari agama dan
kepercayaan senimannya yang biasa. Selain itu, motif-motif batik juga mengandung
nilai simbolis -magis yang ditujukan untuk fungsi keagamaan/kepercayaan, dan
nilai estetis yang digunakan sebagai hiasan.
Batik tradisional mempunyai warna khas. Bila dilihat dari nuansa ,batik ini
dapat dikategorikan bernuansa gelap dan suram. Secara langsung maupun tidak
langsung,warna batik tradisional mempunyai warna simbolik,menurut paham
kesaktian.Sedangkan makna tidak langsung dari warna -warna tersebut mempunyai
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
5
makna yang dihubungkan dengan makna simbolik motifnya. Jadi terjadi
kesetangkupan makna antara motif dan warna batik tradisional. Beberapa motif
batik terutama yang mempunyai nilai filosofi tinggi dinyatakan sebagai corak
larangan bagi masyarakat umum.1
Para pencipta ragam ragam hias batik jaman dahulu tidak hanya
menciptakan sesuatu yang indah dipandang mata,tetapi juga mereka mencari arti
atau makna yang erat hubungannya dengan falsafah hidup yang mereka hayati.2
Mereka menciptakan motif – motif batik itu dengan pesan dan harapan yang tulus
dan luhur,semoga akan membawa kebaikan serta kebahagiaan bagi si pemakai.
METODE PELAKSANAAN
a) Metode Kegiatan
Kegiatan ini merupakan kegaiatan yang menghasilkan suatu produk maka
metode yang digunakan adalah pertama, 30% teori berupa ceramah,disertai contoh
– contoh dan diskusi kelompok.Kedua 70 % berupa demo dan praktek langsung
membatik.
b) Subyek Kegiatan
Sasaran pelatihan adalah para ibu -ibu rumah tangga desa Sambiroto
Kecamatan Kapas kabupaten Bojonegoro yang mempunyai kemauan dan
kemampuan untuk dilatih membatik.
RANCANGAN PELAKSANAAN PROGRAM
Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan selama 3 bulan. Tempat
kegiatan dibalai desa Sambiroto Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro.Adapun
Jadwal kegiatan sebagai berikut :
No Kegiatan Bulan ke-
1 2 3
1. Pembuatan
proposal
x x
1 Mari S. Condronegoro, 1995, Busana Adat Keraton Yogyakarta: Makna dan Fungsi dalam
berbagai Upacara, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, hal. 18. 2 Sukarno, 1987, Ragam Hias Tradisional, Yogyakarta: Lembaga Javanologi, hal. 23.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
6
2. Pendataan peserta x x x
3. Persiapan x x x
4. Pelaksanaan x x
5. Pembuatan
Laporan
Dalam upaya menerapkan metode pelaksanaan program tersebut lebih
ditekankan pada pendekatan individual yang dalam penyampaian materinya dengan
menggunakan ceramah dan demonstrasi (praktek), meliputi beberapa topik, yakni :
1). Tentang membatik,
2). Pengetahuan tentang alat, bahan,
3). Pembuatan desain/ pola,
4). Pemberian malam/ penyantingan,
5). Praktek pewarnaan (pencelupan / pencoletan)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Program kegiatan pembinaan ini dilaksanakan di desa Sambiroto Kecamatan
Kapas Kabupaten Bojonegoro.Sasaran kegiatan penyuluhan praktek ketrampilan
membatik ini melibatkan Ibu-ibu rumah tangga, menempati lokasi di balai desa
sambiroto. Dalam pelaksanaan kegiatan ini materi yang disampaikan disesuaikan
dengan tujuan dan sasarannya, yaitu berupa ketrampilan teknik membatik yang
meliputi : teori dan teknik batik tulis, demonstrasi, pemberian tugas, dan evaluasi.
Mengingat kebutuhan dan kondisi yang ada, maka dalam pelaksanaan
penyuluhan ketrampilan ini lebih ditekankan pada penerapan membatik pada kain
membuat lukisan dan sarung bantal, seprai, korden, dan lain sebagainya.
Pada awal pertemuan, peserta diberikan pengetahuan tentang batik, meliputi
bahan, alat, cara penggunaan, dan pengolahannya baik pewarnaan sistem celup
maupun sistem celup. Sehingga mereka tahu betul mengenai sifat dan karakternya
masing-masing. Juga diberikan pengetahuan dan teknik pembuatan disain.
Pada pertemuan ke-dua, diberikan penjelasan mengenai , teknik penyantingan
baik dengan menggunakan canting maupun dengan kuas sistem block penuh dan
pecah. Pada pertemuan ke-tiga, peserta diberi latihan menyanting dengan
menggunakan kertas secara berulang-ulang. Pada pertemuan ke-empat peserta diberi
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
7
kesempatan untuk latihan menyanting secara mandiri membuat karya mandiri,
langsung menggunakan kain.
Pada pertemuan ke lima Peserta latihan pemberian warna baik sistem celup
maupun sistem colet. Pertemuan ke enam dan seterusnya praktek mandiri dari
pemberian lilin/malam, pewarnaan sampai menghilangkan malam (ngolrod). Hasil
nyata dari kegiatan praktek batik tulis ini, adalah peserta mendapatkan pengetahuan
teknik-teknik membatik dan praktek langsung ; pembuatan desain, penyantingan
(pemberian malam), pewarnaan (celup dan colet), pembersihan malam (pelorodan).
Hasil jadinya berupa lukisan batik, sarung bantal, korden, taplak meja dll.
Pada dasarnya selama pelatihan, mereka sangat pro-aktif dengan adanya
kegiatan tersebut, dan menginginkan kegiatan yang bersifat kelanjutan. Di samping
hasil yang dinilai positif, sebetulnya pelaksanaan kegiatan pembinaan penyuluhan
tersebut masih banyak kekurangan serta hambatannya, sebagai contoh misalnya
dalam hal pembuatan disain (gambar). Biasanya pada pembuatan bentuk disain ini
peserta mengalami banyak kesulitan, karena untuk pembuatannya memerlukan
kemampuan menggambar dan keahlian khusus bidang disain. Padahal peserta adalah
para ibu-ibu yang tidak mempunyai basis tersebut, sehingga untuk pembuatan disain
yang dipraktekkan, mencontoh gambar-gambar wayang dari buku dan ada juga
dibuatkan orang lain serta contoh dari tim penyuluh. Sedangkan pada teknik
penyantingan, pewarnaan dan pelorodan peserta sebagian besar sudah dapat
mengerjakannya. Dengan adanya kerja sama yang baik dari berbagai pihak maka
hal tersebut dapat diatasi dengan baik dan berjalan lancar.
Dari pelaksanaan kegiatan tersebut kelompok sasaran mendapat pengetahuan
dan ketrampilan baru. Peserta sangat antusias dalam mengikuti kegiatan penyuluhan
dari awal hingga akhir. Mereka sangat responsif dan mempunyai motivasi yang
tinggi untuk dapat mengerti, serta memahami proses dan teknik membatik
Faktor-faktor yang mendukung akan keberhasilan di dalam pelaksanaan
kegiatan penyuluhan ini antara lain:
1). Adanya fasilitas tempat yang cukup memadai
2). Semangat dan motivasi yang tinggi dari peserta di dalam mengikuti
kegiatan.
3). Kekompakan dari tim, dan kerja samanya.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
8
Faktor-faktor penghambat di dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan ini
terletak pada pengaturan jadwal kegiatannya. Juga terbatasnya dana, khusus untuk
kegiatan yang bersifat praktek seperti ini banyak membutuhkan dana. Peserta yang
heterogen, bermacam sifat dan kondisinya, ada yang drop-out, bekerja serabutan, dan
ibu-ibu yang sulit meninggalkan bayinya, sehingga ada peserta terpaksa mengajak
anaknya, tentunya mengganggu konsentrasi ibunya dan peserta lainnya.
PENUTUP
Dari pelaksanaan kegiatan membatik dalam rangka pengabdian kepada
masyarakat di desa Sambiroto kecamatan Kapas kabupaten Bojonegoro secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa:
1. Peserta belum pernah mendapat pengetahuan dan materi teknik batik tulis.
2. Peserta mempunyai motivasi tinggi, dan mereka tidak banyak mengalami
kesulitan dalam praktek, kegiatan tersebut sangatlah menarik dan
bermanfaat.
3. Mendukung adanya kegiatan yang serupa di masa mendatang.
Beberapa himbauan dan saran sebagai pertimbangan pelaksanaan kegiatan
pengabdian pada masyarakat di masa mendatang, yakni:
1. Perlu pengaturan jadwal kegiatan yang tepat sesuai dengan kondisi dan
situasi.
2. Perlu ada peningkatan pendanaan pada setiap kegiatan yang bersifat praktek.
3. Pencairan dana bisa tepat pada waktunya, dan bisa turun sekaligus.
DAFTAR PUSTAKA
Mari S. Condronegoro, 1995, Busana Adat Keraton Yogyakarta: Makna dan
Fungsi dalam berbagai Upacara, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
Marzuki, Jazir; Tirtaamidjaja, N; Anderson, B.R.O.G. 1992, Batik, Pola & Tjorak-
Patren & Motif. Jakarta: Djambatan.
Hamzuri, 1981, Batik Klasik, Jakarta: Djambatan.
Sukarno, 1987, Ragam Hias Tradisional, Yogyakarta: Lembaga Javanologi.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
9
PENDAMPINGAN GERAKAN SAYANG BALITA DI KECAMATAN
TRUCUK, MALO, GAYAM, DAN KALITIDU KABUPATEN BOJONEGORO
Eryul Mufidah
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
ABSTRAK
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orang tua
maka pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah.
Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua
akan gizi anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang
rendah.
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku Ibu atau pengasuh lain dalam hal
kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi
kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan Ibu dalam
hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan
keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau
dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat,
dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.
Pendampingan ini memperlihatkan pendidikan, pengetahuan,pendapatan yang cukup
serta sosial budaya akan dapat memberikan pola pengasuhan yang baik pada anak
balita yang pada akhirnya akan memberi dampak positif terhadap status gizi anak
balita.
Kata Kunci: Pendampingan Balita.
ABSTRACT
The level of education in the family especially the mother can be a factor
that influences the nutritional status of children in the family. The higher
the education of parents, the better their knowledge of nutrition than those
with low education. One of the causes of malnutrition in children is the
lack of attention of parents to child nutrition. This is because education
and knowledge of maternal nutrition are low.
Childcare patterns in the form of the attitude and behavior of the mother
or other caregivers in terms of proximity to children, providing food,
caring, cleaning, giving love and so on. All of them relate to the situation
of the mother in terms of health (physical and mental), nutritional status,
general education, knowledge and skills about good childcare, roles in the
family or community, the nature of daily work, the habits of families and
communities, and so on. the mother or caregiver.
This assistance shows that education, knowledge, sufficient income and
socio-cultural will be able to provide a good parenting pattern for children
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
10
under five which will ultimately have a positive impact on the nutritional
status of children under five.
Keywords: Toddler Assistance.
A. LATAR BELAKANG
Anak balita merupakan salah satu populasi paling beresiko untuk terkena
berbagai macam gangguan kesehatan (kesakitan) dan kematian. Salah satu program
kesehatan yang diharapkan dapat turut berperan aktif dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian pada anak balita (anak bawah lima tahun) adalah buku
Kesehatan Ibu dan Anak (buku KIA). Buku KIA adalah suatu buku yang berisi
catatan kesehatan Ibu mulai kehamilan hingga anak berusia 5 tahun yang berisi
berbagai informasi tentang kondisi kesehatan ibu dan anak serta pendidikan cara
menjaga kesehatan ibu dan anak. Namun tidak semua ibu dan keluarga mau/dapat
membaca buku KIA karena berbagai sebab atau alasan, misalnya malas membaca,
tidak punya waktu membaca, sulit mengerti atau memang tidak mampu membaca
(buta aksara).
Berdasarkan pertimbangan ini, maka dianggap sangat perlu mengajari ibu-
ibu tentang isi buku KIA dan cara menggunakan buku KIA, salah satu solusinya
yaitu melalui penyelenggaraan Pendampingan sayang Balita. Sasaran Pendampingan
sayang Balita ditujukan bagi ibu yang mempunyai anak balita (0-59 bulan).
Tujuan pendampingan ini diharapkan peserta pendampingan mengetahui
makanan yang bergizi yang harus diberikan pada anak balita sehingga tumbuh
dewasa pandai dan cerdas.Pendampingan ini merupakan program pendampingan
sosial yang dilakukan oleh Dosen STAI ATTANWIR dalam rangka pengabdian pada
masyarakat. Berdasarkan data dan permasalahan yang ada, maka dapatlah
dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana cara memberikan pengetahuan gizi balita
kepada kelompok Ibu-ibu yang mempunyai anak balita di Kecamatan Trucuk, Malo,
Gayam, Dan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro, pendampingan ini diharapkan para ibu
yang mempunyai anak balita memberikan gizi kepada anak balita.
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Dasar untuk Tumbuh Kembang Anak
Secara umum terdapat tiga kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
11
secara optimal yaitu kebutuhan asuh, asih, dan asah.
1) Kebutuhan Asuh menunjukan kebutuhan anak untuk pertumbuhan otak dan
pertumbuhan jaringan (Wahyuni, 2014). Kebutuhan asuh meliputi pangan atau gizi
yang merupakan kebutuhan terpenting untuk tumbuh kembang anak, Perawatan
kesehatan dasar bagi anak seperti (pemberian ASI, imunsasi, menimbang anak secara
teratur, pengobatan bila sakit, dan lain-lain), Perumahan yang layak, Hygiene
perorangan dan sanitasi lingkungan, Sandang, Kesegaran jasmani dan sanitasi
lingkungan (Soetjiningsih, 2014).
2) Kebutuhan Asih menunjukan kebutuhan anak untuk perkembangan emosi atau kasih
sayang dan spiritualnya (Wahyuni, 2014). Pada tahun pertama kehidupan, hubungan
yang erat, mesra, dan selaras antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk
menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental, maupun psikososial.
Kekurangan kasih sayang ibu pada tahun pertama kehidupan menimbulkan dampak
negatif terhadap tumbuh kembang anak baik fisik, mental, maupun sosial emosi ang
disebut Sindrome Deprivasi Maternal (Soetjiningsih, 2014).
3) Kebutuhan Asah menunjukan kebutuhan stimulasi atau rangsangan yang akan akan
merangsang perkembangan anak secara optimal (Wahyuni, 2014). Stimulasi mental
merupakan cikal bakal dalam proses belajar pada anak. Stimulasi mental akan
mengembangkan perkembangan mental psikososial anak seperti; kecerdasan,
keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral, etika,
produktivitas, dan sebagainya (Soetjiningsih, 2014).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
Adapun faktor langsung yang mempengaruhi perkembangan anak menurut
Diana (2010) yaitu faktor konsumsi (gizi), infeksi dan pola asuh anak.
1) Faktor Gizi
Gizi sangat berperan terhadap perkembangan otak anak sejak anak dari
minggu ke -4 pembuahan sampai anak berusia dini. Kebutuhan gizi terdiri dari
kebutuhan zat gizi makro (energi, protein, lemak) dan kebutuhan zat gizi mikro
(vitamin,meneral). Pengaruh gizi makro menurut Georgieff dalam Jalal (2009):
a) Gizi berpengaruh terhadap struktur anatomi otak yang mempengaruhi sel syaraf.
Dalam hal ini gizi bekerja melalui proses pembelahan sel-sel syaraf yang akan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
12
menentukanjumlah dari selsel syaraf yang dibentuk dan melalui pertumbuhan sel-sel
syaraf yang akan menetukan ukuran sel syaraf menuju terbentuknya sel syaraf
dengan komponennya yang lengkap (dendrit, akson, dll).
b) Gizi Berpengaruh terhadap kimia otak, yaitu pada proses pembentukan jumlah atau
konsentrasi neuro transmitter pembentukan jumlah reseptor dan jumlah
pengangkutan neuro transmitter. Zat gizi makro yang amat diperlukan untuk
membantu proses kimia otak adalah protein dan lemak. Lebih dari 60% berat otak
adalah lemak, oleh karena itu lemak penting untuk perkembangan otak. Lemak
berperan dalam pembentukan myelin, untuk pembentukan sinaps dan membantu
proses pembentukan neuro transmitter. Zat gizi yang berperan vital dalam proses
tumbuh kembang sel-sel neuron otak untuk bekal kecerdasan bayi yang dilahirkan
adalah asam lemak. Selain zat gizi (asam lemak) ada faktor lain yang berpengaruh
terhadap perkembangan anak yaitu infeksi dan pola asuh.
2) Infeksi
Penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman penyakit
seperti bakteri, virus, ricketsia, jamur, cacing dan sebagainya. Infeksi yang terjadi
pada seseorang akan menyebabkan tubuh kehilangan zat gizi sebagai akibat respon
metabolik, kehilangan zat gizi melalui saluran pencernaan (malabsorpsi), gangguan
utilisasi ditingkat sel dan penurunan nafsu makan. Sebaliknya, pada keadaan sakit
kebutuhan zat gizi akan meningkat. Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan
cacat bawaan adalah TORCH (Tozoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes
Simplex). Sedangkan infeksi lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada
janin adalah varisela, Coxsasckie, Echovirus, malaria, lues, HIV, polio, campak,
listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus influensa, dan virus hepatitis (Diana, 2010;
Soetjiningsih, 2014).
Penyakit infeksi ini merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Penyakit yang sering diderita oleh anak yang dapat
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah diare.
ISPA, morbili. Selain infeksi faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan
anak adalah pola asuh (Diana, 2010; Soetjiningsih, 2014).
3) Pola Asuh
Pola asuh berarti tindakan pengasuhan anak yang dilakukan berulang - ulang
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
13
sehingga menjadi suatu kebiasaan, maka relevan dikaitkan dengan pengukuran status
gizi dalam jangka lama. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku Ibu atau
pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat,
kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan
dengan keadaan Ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan
umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran
dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan
keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak (Diana,
2010).
Para peneliti di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak yang tidak banyak
distimulasi maka otaknya akan lebih kecil 30 persen dibandingkan anak lain yang
mendapatkan rangsangan secara optimal. Untuk itu diperlukan penilaian terhadap
perkembangan anak agar gangguan terhadap perkembangan anak dapat diketahui
lebih cepat.
Selain faktor tersebut diatas, faktor lain yang dapat mempengaruhi
perkembangan anak menurut Gunawan et al (2011) antara lain:
4) Pendidikan ibu
Pendidikan orang tua berpengaruh terhadap perkembangan anak terutama
pendidikan ibu. Penddikan ibu yang rendah mempunyai resiko untuk terjadinya
keterlambatan perkembangan anak, disebabkan ibu belum tahu cara memberikan
stimulasi perkembangan anaknya (Gunawan et al, 2011). Ibu dengan pendidikan
lebih tinggi lebih terbuka untuk menerima segala informasi dari luar, terutama
tentang cara pengasuhan anak yang baik, cara menjaga kesehatan anak, mendidik
anak dan sebagainya (Soetjiningsih, 2014).
5) Pekerjaan ibu
Ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga mempunyai cukup
banyak waktu untuk dapat memperhatikan dan mengurus anak, agar anak dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal, termasuk memberikan perhatian terhadap
pemenuhan asupan makanan anak (Wahyuni et al, 2014).
6) Keadaan ekonomi
Status ekonomi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan anaknya, keadaan ekonomi keluarga yang baik akan menunjang
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
14
perkembangan anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak
baik kebutuhan primer (sandang, pangan, kesehatan) maupun kebutuhan sekunder.
Status ekonomi rendah juga menyebabkan keterbatasan keluarga dalam
menyediakan berbagai fasilitas bermain sehingga anak kurang mendapat stimulasi.
Pemberian stimulasi sesuai usia anak diperlukan untuk perkembangan anak terutama
kecerdasan. (Israwati, 2010; Gunawan et al, 2011).
b. Ciri ciri perkembangan
Ciri ciri perkembangan menurut ikatan dokter anak (2005) dan Diana (2010)
adalah perkembangan melibatkan perubahan, perkembangan awal menentukan
pertumbuhan selanjutnya, perkembangan mempunyai pola yang tetap, perkembangan
memiliki tahap yang berurutan, perkembangan mempunyai kecepatan berbeda, dan
perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan.
1) Perkembangan melibatkan perubahan yaitu perkembangan terjadi bersamaan dengan
pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia
pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf.
2) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya yaitu seseorang tidak
akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum seseorang tersebut melewati
tahap tahapan sebelumnya. Contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum
dia bisa berdiri. Oleh karena itu, perkembangan awal ini merupakan masa kritis
karena akan menetukan perkembangan selanjutnya.
3) Perkembangan mempunyai pola yang tetap yaitu perkembangan fungsi organ tubuh
terjadi menurut dua hukum tetap, yaitu : perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah
kepala, kemudian menuju kearah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal. Dan
perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah proksimal (gerakan kasar) lalu
berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan dalam
gerakan halus. Pola ini disebut proksomodistal.
4) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan yaitu pada tahap ini dilalui seorang
anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa
terjadi terbalik. Misalnya anak mampu berdiri sebelum berjalan.
5) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda yaitu seperti halnya
pertumbuhan, perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda, baik
dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
15
pada masing-masing anak misalnya kaki dan tangan berkembang pesat pada awal
masa remaja, sedangkan bagian tubuh lain mungkin berkembang pesat pada masa
lainnya.
6) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan yaitu pada saat pertumbuhan
berlangsung cepat, perkembangan pun demikian terjadi peningkatan mental, ingatan,
daya nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak sehat akan bertambah umur, bertambah berat
dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.
Tahapan Perkembangan Anak Usia 6-24 bulan
Tahapan perkembangan anak usia 6 – 24 bulan menurut Hurlock dalam Yuniarti
(2015) antara lain :
1) Usia 6 – 9 bulan
Pada tahap ini seorang anak sudah dapat melakukan kegiatan seperti : Duduk
(sikap tripod – sendiri). Belajar berdiri dengan kedua kakinya menyangga sebagian
berat badan, merangkak meraih untuk mainan atau mendekati seseorang,
memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya, memungut dua benda,
masing masing tangan memegang satu benda pada saat yang bersamaan, memungut
benda sebesar kacang dengan cara meraup, bersuara tanpa arti (mamama, bababa,
dadada, tatata), mencari mainan atau benda yang dijatuhkan, bermain tepuk tangan
atau cilukba, bergembira dengan melempar benda, serta sudah bisa makan kue
sendiri.
2) Usia 9 – 12 bulan
Pada tahap in seorang anak hendaknya sudah dapat melakukan kegiatan
seperti : mengangkat badan ke posisi sendiri, belajar berdiri selama 30 detik atau
berpegangan dikursi, dapat berjalan dengan dituntun, mengulurkan lengan atau badan
untuk meraih mainan yang di inginkan, mengenggam erat pensil, memasukan benda
kedalam mulut, mengulang/ menirukan suara yang di dengar, menyebutkan 2-3 suku
kata tanpa arti, mengeksplorasi sekitar, bereaksi terhadap suara yang pelan atau
bisikan, merasa senang diajak bermain cilukba serta sudah dapat mengenal anggota
keluarga.
3) Usia 12 – 18 bulan
Pada tahap ini seorang anak sudah bisa untuk berdiri sendiri, membungkuk
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
16
untuk mengambil mainan kemuda berdiri kembali, berjalan mundur lima langkah,
memanggil ayah dengan kata papa dan ibu dengan kata mama, menumuk dua kubus,
memasukan kubus didalam kotak, menunjuk sesuatu yang di inginkan tanpa
menangis atau merengek, serta sudah bisa memperlihatkan raa cemburu atau
bersaing.
4) Usia 18 – 24 bulan
Pada tahap ini seorang anak sudah dapat berdiri sendiri tanpa berpegangan
selama 30 detik, berjalan tanpa terhuyung-huyung, bertepuk dan melambaikan
tangan, menumpuk 4 buah kubus, memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari
telunjuk, menggelindingkan bola kearah sasaran, meyebut 3 sampai 6 kata yang
mempunyai arti, membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga, serta sudah bisa
memegang cangkir sendiri dan makan minum sendiri.
Aspek-aspek Perkembangan Anak
Beberapa aspek yang dipantau dalam menilai perkembangan anak, antara
lain:
5) Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik adalah perkembangan kontrol pergerakan badan
melalui koordinasi aktifitas saraf pusat, saraf tepi, dan otot (Adnyana, 2014).
Perkembangan motorik ditandai dengan beberapa ciri, diantaranya yaitu kemampuan
yang berkembang secara sistematik, tiap tiap penguasaan kemampuan baru
mempersiapkan bai untuk kemampuan berikutnya. Pertama kali bayi akan belajar
ketrampilan sederhana kemudian mengkombinasikannya kedalam sistem tindakan
yang semakin kompleks. Misalnya dalam hal berjalan, pertama-tama bayi akan dapat
mengontrol beberapa gerakan tangan dan kaki yang berbeda kemudian menyatukan
semua gerakan tersebut untuk melakukan langkah yang pertama (Papalia et al, 2008).
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan
jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi
(Yuniarti, 2015). Perkembangan motorik anak terbagi menjadi dua yaitu
perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
a) Perkembangan motorik kasar (Gross motor)
Perkembangan motorik kasar adalah perkembangan atau aspek yang
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
17
berhubungan dengan kemampuan anak dalam melakukan pergerakan dan sikap tubuh
yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya (Kemenkes.
RI, 2010). Sedangkan menurut Sunardi dan Sunaryo (2007) dan Adriana (2013).
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan anak dalam menggerakan tubuh
yang mencakup ketrampilan otot-otot besar atau 95% atau seluruh anggota tubuh
yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri yang diawali dengan kemampuan
merangkak, berjalan, berlari, melompat maupun berenang.
b) Perkembangan motorik halus (Fine motor)
Perkembangan motorik halus adalah perkembangan atau aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi yang cermat seperti kemampuan untuk menggambar, menulis, mencoret,
mengamati sesuatu, menjimpit, dan sebagainya (Kemenkes. RI, 2010; Adriana,
2013).
6) Perkembangan bicara dan bahasa
Bahasa adalah kemampuan untuk memberkan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan. Bahasa mencakup segala bentuk
komunikasi seperti lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah,
pantomime dan seni.
Bicara adalah bahasa lisan yang merupakan bentuk paling efektif dalam
komunikasi, paling penting serta paling banyak digunakan (Adriana, 2013).
Kemenkes (2010), Menjelaskan bicara dan bahasa merupakan aspek yang
berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,
berbica, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
7) Sosialisasi dan kemandirian
Sosialisasi dan kemamdirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan setelah bermain),
berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungan dan sebagainya (Kemenkes, 2010; Adriana 2013).
Penilaian Perkembangan Anak
Pada saat ini berbagai metode deteksi dini untuk gangguan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
18
perkembangananak telah dibuat, demikian pula dengan skrining untuk mengetahui
penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan gangguan perkembangan
anak. Dalam memilih bentuk alat ukur perkembangan haruslah mengacu kepada
tujuan dari pengukuran tersebut. Ada banyak metode tes perkembangan dan
psikologi untuk menilai perkembangan anak. Para ahli di dunia dan di Indonesi untuk
menilai perkembangan anak yang paling sering digunakan salah satunya adalah
KPSP (Soetjiningsing, 2014).
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) merupakan suatu instrumen
deteksi dini dalam perkembangan anak usia 0 sampai 6 tahun. KPSP ini berguna
untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Instrumen
KPSP ini dapat dilakukan di semua tingkat pelayanan kesehatan dasar (Soetjningsih,
2014).
Formulir KPSP terdiri dari 9-10 pertanyaan tentang kemampuan
perkembangan yang telah dicapai anak yang terdiri dari gerak kasar, gerak halus,
sosialisasi dan kemandirian serta berbicara dan berbahasa. Interpresasi hasil KPSP
berdasarkan jumlah jawaban "Ya" sebanyak 9 atau 10 yang berarti perkembangan
anak sesuai dengan tahap perkembangan (S). Jumlah jawaban "Ya" sebanyak 7 atau
8 adalah perkembangan anak meragukan (M). Jumlah jawaban "Ya" sebanyak 6 atau
kurang kemungkinan ada penyimpangan (P). untuk jawaban "Tidak”, perlu dirinci
jumlah jawaban "Tidak" menurut jenis keterlambatan.KPSP digunakan bagi orang
tua yang berpendidikan SLTA ke atas. KPSP mempunyai kelemahan yaitu sifatnya
hanya sebagai pre skrinning sehingga belum bisa mendeteksi seberapa jauh
keterlambatan perkembangan anak.
Untuk itu diperlukan prosedur cara menggunakan KPSP tersebut. Adapun
cara menggunakan KPSP adalah :
1) Pada waktu pemeriksanaan anak harus dibawa.
2) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun lahir anak,
bila umur anak lebih dari 16 hari di bulatkan menjadi 1 bulan.
3) Setelah menetukan umur anak maka selanjutnya pilihlah KPSP sesuai dengan
umur anak.
4) KPSP terdiri dari 2 pertanyaanyaitu :
a) Pertanyaan yang dijawab oleh ibu atau pengasuh anak
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
19
b) Perintah kepada ibu/pngasuh anak/petugas untuk melaksanakan tugas yang
tertulis pada KPSP
5) Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab, oleh sebab
itu pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan kepadanya.
6) Pertanyaan ditanyakan secara berurutan, satu persatu. Setiap pertanyaan hanya
ada satu jawaban ya atau tidak, catatlah setiap jawaban tersebut pada formulir
KPSP tersebut.
7) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/ pengasuh anak menjawab
pertanyaan terdahulu.
8) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah terjawab.
METODE PELAKSANAAN
Metode Kegiatan
Kegaiatan ini merupakan kegaiatan pendampingan metode yang digunakan
adalah pertama ,30% teori berupa ceramah,disertai contoh – contoh dan diskusi
kelompok.Kedua 70 % berupa demo dan praktek langsung cara pola asuh yang
baik tumbuh kembang anak balita.
Subyek Kegiatan
Sasaran pelatihan adalah para kelompok Ibu-ibu yang mempunyai anak balita
di Kecamatan Trucuk, Malo, Gayam, Dan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro
RANCANGAN PELAKSANAAN PROGRAM
Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan selama 3 bulan.Tempat
kegiatan dibalai Latihan kerja kabupaten Bojonegoro.Adapun Jadwal kegiatan
sebagai berikut:
No Kegiatan Bulan ke-
1 2 3
1. Pembuatan
proposal
x x
2. Pendataan peserta x x x
3. Persiapan x x x
4. Pelaksanaan x x
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
20
5. Pembuatan
Laporan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendidikan dengan Pola Pengasuhan Gizi
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
bela- jar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
keperiba- dian kecerdesan akhlak mulia, serta kete- rampilan yang diperlukan dirinya
dan mas- yarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu
yang tidak dapat di lihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan.
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orang tua
maka pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah.
Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua
akan gizi anak. Hal ini disebabkan karena pen- didikan dan pengetahuan gizi ibu
yang rendah.
Hasil pendampingan menunjukkan bahwa dari 178 orang tua anak balita yang
memiliki pendidikan cukup terdapat yang memiliki status pola pengasuhan baik se-
banyak 97,8 %, sedangkan dari 110 orang tua anak balita yang memiliki pendidikan
kurang terdapat yang memiliki status pola pengasuhan baik sebanyak 57,3%, ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua, maka semakin tinggi
kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan pendidikan formal terutama
melalui masa media terutama dalam pola pengasuhan anak, Hal serupa juga
dikatakan oleh L. Green, Rooger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat
pendidikan ibu, maka baik pula keadaan gizi anaknya.
Pengetahuan dengan Pola Pengasuhan Gizi
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu Tahu diartikan sebagai mengingat suatu
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
21
materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima. (sarnaini. 2003). Evaluasi bila seseorang
telah mampu untuk mengetahui secara menyeluruh semua bahan yang dipelajarinya
Penguku- ran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dengan subyek penelitian atau
responden. (Bloom dalam Ngatimin, 1997).
Hasil pendampingan menunjukkan bahwa dari 157 orang tua anak balita yang
memiliki pengetahuan cukup terdapat yang memiliki status pola pengasuhan baik se-
banyak 96,2 %, sedangkan dari 131 orang tua anak balita yang memiliki pengetahuan
kurang terdapat yang memiliki status pola pengasuhan baik sebanyak 65,6 %.ini ber-
arti bahwa Tingkat pengetahuan gizi ibu yang tinggi dapat membentuk sikap yang
positif terhadap masalah gizi,yang pada akhirnya pengetahuan akan mendorong
seorang ibu untuk menyediakan makanan sehari-hari dalam jumlah dan kualitas gizi
yang sesuai dengan kebutuhan.kadar gizi anak dipengaruhi oleh pengasuhnya. Se-
makin banyak pengetahuan gizinya,maka seorang ibu dapat memilih dan memberi-
kan makanan bagi balita yang dapat me- menuhi kebutuhan gizi anak balitanya baik
darin segi jenis maupun jumlah kebutuhan zat gizi sesuai dengan angka kecukupan
gizi balita.
Pengetahuan seorang ibu dibutuhkan dalam perawatan anaknya,terutama
dalam hal pemberian dan penyediaan makanannya,sehinggan seorang anak tidak
menderita kekurangan gizi.kekurangan gizi juga dapat disebabkan karena pemilihan
bahan makanan yang tidak benar.pemilihan makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang bahan makanan.Ketidaktahuan dapat menyebabkan
kesalahn pemilihan dan pengolahan makanan meskipun bahan ma- kanan tersedia.
Pendapatan dengan Pola Pengasuhan Gizi
Pendapatan adalah hasil, gaji, upah imbalan yang diterima seseorang atas
kegiatan yang dilakukannya. Pendapatan akan banyak mempengaruhi. Pada kegiatan
dan pola pikir termasuk kesempatan untuk memanfaatkan potensi dan fasilitas yang
tersedia guna memenuhi kebutuhan hidup- nya (BPS, 2004).
Besar kecilnya pendapatan suatu wilayah, sangat tergantung pada sumber-
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
22
sumber perekonomian yang ada di daerah itu. Dengan tidak memandang dari
kepemilikan dari sumber-sumber itu. Ting- gi tingkat pendapatan masyarakat menc-
erminkan status kesehatan seseorang. Masyarakat dalam suatu negara tingkat
pendapatan tinggi akan lebih baik dibandingkan antara masyarakat dalam suatu
negara tingkat pendapatan rendah.
Hasil pendampingan menunjukkan dari 224 orang tua anak balita yang
memiliki pendapatan cukup terdapat yang memiliki status pola pengasuhan baik
sebanyak 89,7
%, sedangkan dari 64 orang tua anak bali- ta yang memiliki Pendapatan kurang
terda- pat yang memiliki pola pengasuhan gizi anak balita baik sebanyak 56,3 %.ini
berar- ti bahwa semakin cukup tingkat pendapa- tan orang tua maka semakin baik
pula ting- kat pengasuhanan gizinya, Pendapatan keluarga mempengaruhi ketahanan
pangan keluarga. Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat
mengakibat- kan gizi kurang.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan M.K Bennet bahwa tingkat
pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas
konsum- si pangannya dengan harga yang lebih ma- hal per unit zat gizinya. Pada
tingkatan pendapatan perkapita yang lebih rendah, permintaan terhadap pangan
diutamakan pada pangan yang padat energi yang be- rasal dari hidrat arang, terutama
padi- padian. Apabila pendapatan meningkat pola konsumsi pangan akan beragam,
serta umumnya akan terjadi peningkatan kon- sumsi pangan yang lebih bernilai gizi
tinggi. Peningkatan pendapatan tidak hanya meningkatkan keanekaragaman
konsumsi pangan, dan peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal, tetapi
terjadinya pening- katan konsumsi pangan diluar rumah. Oleh karena itu, setiap
keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pan- gan seluruh anggota
keluarganya.
Sosial Budaya dengan Pola Pengasuhan Gizi
Sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola bu-
daya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum
yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai
dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
23
Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab
dari perubahan.
Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Diantaranya
komunikasi; cara dan pola pikir masyara- kat; faktor internal lain seperti perubahan
jumlah penduduk, penemuan baru, ter- jadinya konflik atau revolusi; dan faktor
eksternal seperti bencana alam dan peru- bahan iklim, peperangan, dan pengaruh
kebudayaan masyarakat lain. Hasil penelitian menunjukkan dari 257 orang tua anak
balita yang memiliki sosial Budaya cukup terdapat yang memi- liki pola pengasuhan
anak balita baik se- banyak 81,7 %, sedangkan dari 64 orang tua anak balita yang
memiliki Sosial Buda- ya kurang terdapat yang memiliki pola pengasuhan anak
balita baik sebanyak 87,1 %.ini mengindikasikan bahwa sosial buda- ya orang tua
baik buruk ataupun tidak, cen- derung memiliki pola pengasuhan yang sama.
Pola Pengasuhan gizi setiap kelompok masyarakat memiliki sistem klas-
ifikasi makanan yang didefinisikan sebagai budaya. Setiap kebudayaan memiliki
pengetahuan tentang bahan makanan yang dimakan,bagaimana makanan tersebut
ditanam atau diolah, bagaimana mendapat- kan makanan, bagaimana makanan
tersebut disiapkan, dihidangkan dan di- makan.Makanan bukan saja sebagai sum- ber
gizi,lebih dari itu makanan memainkan beberapa peranan dalam berbagai aspek
kehidupan.
PENUTUP
Kesimpulan
Pendampingan ini memperlihatkan pendidikan, pengetahuan,pendapatan yang
cukup serta sosial budaya akan dapat memberikan pola pengasuhan yang baik pada
anak balita yang pada akhirnya akan memberi dampak positif terhadap status gizi
anak balita.
Saran
Berdasarkan hasil pendampingan maka diharapkan pada instansi yang terkait
khususnya di bidang kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan kepada orang tua
anak balita, sistematis dan berkesinambungan tentang pentingnya pola pengasuhan
anak balita, dan juga kepada orang tua agar memberikan perhatian yang penuh
kepada anak balitanya agar kelak menjadi anak yang sehata dengan perkembangan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
24
dan pertumbuhan yang sangat baik.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsir, S. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Arisman, MB. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC, 2007.
Dep.Kes.Rl, Pedoman Pencegahan Gizi Kurang di Rumah Sakit, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, 1999.
Gibney, Michael J., et al. Public Health Nutrition. Diterjemahkan oleh dr.Andry
Hartono. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC, 2009.
Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.Jakarta:
Rineka Cipta, 2003.
,Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta, 2007.
,Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta,
2002.
Sediaoetama, A. D, Ilmu Gizi untuk maha- siswa dan profesi jilid I dan jilid II,
Jakarta: PT Dian Rakyat, 2006.
Yuniastuti, A. Gizi dan Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
25
PELATIHAN MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN ANEKA OLAHAN TEPUNG
MOKAF/ TAPIOKA DI KECAMATAN GONDANG DAN KANOR
KABUPATEN BOJONEGORO
M. Ali Nur Huda
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
ABSTRAK
Pelatihan dalam kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui materi
pelatihan pengolahan pangan lokal, (2) mengetahui kompetensi instruktur pelatihan
pengolahan pangan lokal, (3) mengetahui kesiapan sarana dan prasarana penunjang
kelancaran pelatihan, (4) mengetahui asal sumber dana pelaksanaan pelatihan
pengolahan pangan lokal, (5) mengetahui saran untuk memperbaiki program
pelatihan pengolahan pangan lokal, (6) mengetahui pengembangan keterampilan
dalam mengolah produk makanan berbahan dasar singkong dan ubi jalar, (7)
mengetahui penerapan hasil pelatihan setelah peserta kembali ke lingkungan
kerjanya, (8) mengetahui inovasi yang dilakukan peserta setelah mengikuti pelatihan
pengolahan pangan lokal, (9) mengetahui tingkat pendapatan peserta setelah
mengikuti pelatihan pengolahan pangan lokal.Hasil akhir dari kegiatan pengabdian
ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi warga di Kecamatan Gondang dan
Kanor untuk membuka usaha mandiri aneka olahan tepung mokaf (tapioca).
Kata kunci: Pelatihan Motivasi Kewirausahaan, olahan tepung mokaf
ABSTRACT
The training in this service activity aims to: (1) find out the training materials
for local food processing, (2) know the competence of the instructors of local
food processing training, (3) find out the readiness of the facilities and
infrastructure to support the smoothness of training, (4) find out the source of
funding for the implementation of the training local food processing, (5)
knowing the suggestions for improving the local food processing training
program, (6) knowing the development of skills in processing cassava and
sweet potato-based food products, (7) knowing the application of training
results after participants returned to their work environment, (8 ) knowing the
innovations made by participants after participating in local food processing
training, (9) knowing the level of income of participants after participating in
local food processing training. The end result of this service is expected to
increase the motivation of residents in Gondang and Kanor Districts to open
independent flour-processed businesses mokaf (tapioca).
Keywords: Entrepreneurship Motivation Training, processed mocaf flour
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
26
LATAR BELAKANG
Konsumsi terigu nasional pada periode 2011 yaitu 1,15 juta ton naik 5,16%
pada kuartal 2012 menjadi 1,22 juta ton, dan naik 1,08% pada pertengahan 2013
menjadi 2,6 juta metrik ton (Harian Ekonomi Neraca. 2013). Kita ketahui bahwa
tanaman gandum sebagai sumber terigu tidak dapat tumbuh baik di Indonesia
sehingga seluruh kebutuhan gandum yang mencapai 6 juta ton/ tahun (senilai ± Rp.
25 triliyun) harus di impor dari berbagai negara (Atmaji, 2011).
Tingginya angka impor terigu ini menunjukkan kurangnya pemanfaatan
sumber daya lokal. Padahal banyak sumber daya lokal yang dapat dimaksimalkan
potensinya sehingga dapat mengurangi impor. Salah satu sumber daya lokal yang
dapat dimanfaatkan adalah umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan makanan pokok
pada zaman dahulu dikarenakan mudah diperoleh dan dapat tumbuh pada berbagai
kondisi tanah. Umbi-umbian dapat dijadikan salah satu penunjang ketahanan pangan
nasional. Jenis umbi yang dikenal di Indonesia antara lain: singkong, ubi, uwi,
gembili, talas, garut, ganyong, iles-iles dan suweg. Setiap jenis bahan makanan
tersebut memiliki cita rasa, tekstur, aroma dan kandungan gizi yang berbeda-beda.
Maka dari itu masing-masing umbi dapat saling melengkapi kebutuhan gizi yang
dibutuhkan tubuh.
Hasil panen umbi khususnya ubi kayu dan ubi jalar di Kabupaten
Bojonegoro, khususnya di Kecamatan Gondang dan Kanor sebanyak 66.105 ton
untuk ubi kayu dan 32.800 ton untuk ubi jalar (Jatim.bps.go.id). Hal ini
menunjukkan singkong dan ubi jalar memiliki prospek yang baik untuk
dikembangkan. Namun biasanya umbi ini dikonsumsi dengan hanya diolah dengan
cara dikukus dan direbus oleh masyarakat (E-Learning Penanganan Umbi-Umbian,
IPB). Padahal umbi-umbian tersebut dapat menjadi bahan pangan alternative
pengganti terigu dan diolah menjadi produk lain seperti cake, cookies yang memiliki
nilai jual lebih. Kurangnya inovasi pengembangan diversifikasi produk pangan
menyebabkan gagalnya pengembangan produk pangan berbasis sumberdaya lokal.
Hal ini disebabkan kurangnya SDM bermutu dibidang teknologi pangan non terigu
(Naibaho, 2011).
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
27
Produk olahan umbi-umbian yang diajarkan termasuk dalam makanan atau
kudapan yang sering dijumpai sehari-hari. Pengembangan pangan lokal umbi-
umbian yang diajarkan antara lain talam ubi, wingko, kue kering, dan bolu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan lembaga Badan Pelaksana Penyuluhan dan
Ketahanan Pangan (BPPKP) program yang disampaikan pada pelatihan pengolahan
pangan lokal meliputi tujuan diadakannya pelatihan, pemahaman dan pengenalan
jenis-jenis pangan lokal, prospek pengembangan industri, dan praktek membuat
aneka olahan kue basah, kue kering, dan sponge.
Namun hasil pelatihan yang dilakukan belum banyak diimplementasikan
dalam bentuk usaha SDM yang masih sulit untuk menerima inovasi. Keterbatasan
alat produksi juga riset yang dilakukan lembaga penelitian terkadang tidak sesuai
dengan kebutuhan industri. Sosialisasi teknologi dan gizi bahan pangan alternative
kepada masyarakat dan petani luput dari perhatian peneliti (Licen, 2011:50).
Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan ”Pelatihan
Motivasi Kewirausahaan Aneka Olahan Tepung Mokaf/ Tapioka Di Kecamatan
Gondang Dan Kanor Kabupaten Bojonegoro”.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan Tepung Mokaf
Pengolahan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan.
Proses pengolahan yang dilakukan tergantung pada berapa lama umur simpan
produk yang diinginkan. Pengolahan bahan pangan harus memperhatikan
karakteristik bahan pangan itu sendiri. Penanganan yang kurang tepat dapat
menghilangkan kandungan gizinya. Berikut ini adalah proses pengolahan bahan
pangan yang umum digunakan (Dewi, 2011: 189):
1. Perebusan (Boiling) Boiling merupakan proses memasak makanan di dalam air
mendidih pada suhu 100⁰C. Air yang digunakan untuk merebus sesuai dengan
kebutuhan agar tidak banyak zat- zat makanan yang hilang (Sufi, 2008: 27)
2. Pengukusan (Steaming) Steaming adalah proses memasak lembab/ basah
menggunakan uap air. Memasak makanan dengan cara dikukus dapat menjaga
kandungan zat gizi karena tidak banyak zat makanan yang hilang (Sufi, 2008:
27).
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
28
3. Pengovenan (Baking) Baking merupakan teknik memasak makanan dengan
panas kering oleh konveksi uap udara panas di dalam oven. Teknik baking
merubah struktur tepung berwarna coklat akibat terjadi karamelisasi gula/
tepung dan reaksi mailard (Endang, 2007).
4. Penggorengan (Frying) Frying adalah metode memasak makanan dalam minyak
atau lemak. Suhu penggorengan yang baik antara 175⁰C sampai 190⁰C
tergantung pada kekentalan dan tipe makanan yang digoreng. Perubahan warna
terjadi pada saat penggorengan akibat karbonisasi permukaan makanan dan
karamelisasi karbohidrat (gula) sehingga setelah matang makanan yang
digoreng memiliki warna kuning keemasan (Endang, 2007).
5. Pembakaran (Grilling) Grilling adalah bentuk memasak makanan menggunakan
panas langsung. Bahan-bahan yang dimasak dengan grilling ditempatkan ± 10
cm di atas sumber panas langsung. Lama pembakaran tergantung pada besar
potongan bahan (Endang, 2007).
6. Pengalengan (Canning) Proses pengalengan dilakukan dengan melibatkan
proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan suhu
tinggi.
7. Dehidrasi (Dehydration) Proses dehidrasi atau pengurangan kadar air dalam
bahan makanan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak
(Hiasinta, 2006: 71).
Proses pengolahan makanan harus memperhatikan sanitasi hygiene dan
keselamatan tempat, bahan, dan penjamah makanan. Sanitasi adalah usaha
kesehatan masyarakat untuk meminimalisir faktor-faktor yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan. Siti (2009:15) menjelaskan “higiene adalah suatu usaha
kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap
kesehatan manusia”. Sanitasi hygiene meliputi kebersihan diri (personal),
lingkungan (tempat kerja/ dapur), dan cara menangani makanan yang sehat.
Pangan Lokal
Pangan Lokal Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2012 tentang pangan,
dijelaskan pengertian pangan adalah “segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
29
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman”.
Sedangkan pengertian pangan lokal adalah “makanan yang dikonsumsi oleh
masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal”. Salah satu jenis
pangan lokal yang dapat ditemui di berbagai daerah adalah umbi-umbian. Umbi
adalah akar yang membesar dan tertimbun dibawah tanah, umbi digunakan sebagai
tempat cadangan makanan (Fried, 2006: 159). Indonesia merupakan negara agraris
yang kaya akan hasil pertanian. Hasil pertanian Indonesia tidak hanya padi namun
juga umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan makanan pokok pada zaman dahulu
dikarenakan mudah diperoleh dan dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah.
Umbi-umbian yang dikenal di Indonesia antara lain: singkong, ubi, uwi, gembili,
talas, ganyong, kentang dan suweg. Masing-masing jenis umbi memiliki kandungan
yang berbeda-beda. Berikut adalah kandungan kalori dan karbohidrat aneka jenis
umbi (dalam tiap 100 gr).
Singkong (Ubi Kayu)
Deskripsi Singkong (ubi kayu) memiliki nama ilmiah manihot utilisima atau
manihot esculenta dan termasuk dalam famili euphorbiceae (Murdjiati, 2013: 150).
Umbi ubi kayu berasal dari pembesaran sekunder akar adventif, memiliki bentuk
daun menjari, dan batangnya memiliki mata tunas pada setiap buku batang
(Purnomo, 2007: 59). Singkong yang memiliki banyak sebutan disetiap daerah di
Indonesia ini merupakan jenis umbi yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.
Hal ini dikarenakan singkong dapat tumbuh diberbagai kondisi tanah.
Manfaat dan Penggunaannya Manfaat dan kegunaan singkong dalam
industri makanan cukup luas. Produk yang diolah dari singkong seperti: keripik,
getuk, selondok, tiwul, gatot dan tepung-tepungan (kanji/ tapioka, gaplek, dan
mocaf). Berikut ini adalah produk olahan singkong yang telah melalui
pengembangan industri menurut Murdjiati (2013:152): (a) Industri dengan proses
dehidrasi dengan produk berupa tepung gaplek, chips, pellet, tepung tapioka, dan
onggok atau ampas. (b) Industri dengan produk hidrolisis dengan produk berupa
gula invert, high fructose syrup (HFS), dekstrosa, maltose, sirup glukosa, dan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
30
sukrosa. Industri dengan produk fermentasi, dengan prosuk berupa asam cuka,
butanol, aseton, asam laktat, asam sitrat, monosodium glutamate, gliserol, dan
tepung mocaf.
Ubi Jalar
Ubi jalar memiliki nama latin ipomea batatas termasuk dalam family
convolvulaceae merupakan tanaman yang batangnya menjalar dan tidak berkayu
(Murdjiati, 2013: 184). Pada beberapa daerah memiliki nama tersendiri, seperti: telo
rambat, mongkrong, nadri, telo elung dan sebagainya. Ubi jalar mengandung pro
vitamin A, vitamin B, Vitamin C, dan antioksidan (Suparman :3- 4). Ubi jalar pada
beberapa daerah digunakan sebagai makanan pokok seperti pada daerah Irian Jaya.
Kandungan Gizi Ubi Jalar Banyaknya kandungan gizi yang terdapat dalam
ubi jalar ditunjang dengan kemajuan teknologi dan kreatifitas ubi jalar kini banyak
dikembangkan menjadi berbagai macam makanan. Aneka produk olah makanan
dengan produk antara ubi jalar antara lain: keripik, chips, tepung, cake, permen, es
krim, dan gula fruktosa. Ubi jalar selain mengandung vitamin juga mengandung
kalori dan zatzat gizi lainnya.
PEMBAHASAN
Output Pelatihan Pengolahan Tepung Mokaf
Inovasi yang dilakukan peserta setelah memperoleh pelatihan pengolahan
pangan lokal terdapat beberapa produk makanan baru yang dikembangkan oleh
anggota yaitu apem thiwul (kue sakura), brownies, bolu pandan, dan kue kelapa
(muffin). Apem thiwul yang terbuat dari 100% tepung thiwul yang diolah dengan
cara dikukus. Cita rasa apem thiwul yaitu manis yang berasal dari karamel,
memiliki tekstur legit, dan dicetak menyerupai kue putu ayu. Brownies dan bolu
pandan terbuat dari 100% tepung mocaf. Brownies diolah dengan cara dipanggang
dan bolu pandan diolah dengan cara dikukus.
Hasil dari produk ini sudah bagus yaitu produk mengembang dengan tekstur
lembut. Kue kelapa/ muffin terbuat dari 100% tepung mocaf dengan tambahan
parutan kelapa yang dicampurkan di adonan, cita rasa muffin kelapa yaitu manis
dan gurih. Produk olahan singkong dan ubi jalar lain yang juga diproduksi oleh
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
31
anggota Kelompok Wanita Sejahtera Mandiri adalah jenang ubi dan lemet. Jenang
ubi terbuat dari tepung kanji yang dicairkan dan diberi potongan singkong dengan
rasa manis dari gula jawa. Lemet terbuat dari singkong parut yang kemudian pada
bagian tengah diberi isian gula jawa dan dibungkus dengan daun pisang kemudian
dikukus.
Tingkat Pendapatan Peserta Pelatihan
Tingkat Pendapatan Peserta Setelah Memperoleh Pelatihan Pengolahan
Pangan Lokal Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 anggota Kelompok Wanita
Sejahtera Mandiri dapat diketahui bahwa pengembangan usaha dibidang olahan
pangan lokal ini dapat meningkatkan pendapatan anggota. Anggota kelompok
wanita tani yang semula hanya menjadi ibu rumah tangga dan menjadi penjahit kini
memiliki pendapatan tambahan dari mengolah umbi singkong dan ubi jalar.
Pendapatan semula yang berkisar Rp 20.000 - Rp 100.000 perhari dapat meningkat
sampai dua kali lipat. Berikut ini disajikan tabel jumlah pendapatan anggota
Kelompok Wanita Sejahtera Mandiri pada tahun 2015 untuk satu jenis produk
makanan yang dijual.
Jumlah pendapatan tersebut dapat meningkat apabila mendapat pesanan
untuk berbagai macam acara. Anggota dapat membuat sampai 700 bungkus olahan
singkong dan ubi jalar pada saat memperoleh pesanan. Jenis makanan olahan
singkong dan ubi jalarnya pun lebih bervariasi sesuai dengan permintaan pemesan.
Respon masyarakat terhadap produk olahan makanan berbahan dasar umbi-umbian
bagus. Hal ini berdasarkan bahwa anggota kelompok wanita tani sering mendapat
pesanan snack untuk berbagai acara dan produk yang dijual di pasar selalu laku.
Selain itu dengan adanya bantuan yang diberikan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan
dan Ketahanan Pangan (BPPKP) Kabupaten Bojonegoro berupa alat yaitu: mixer,
oven, blender, dan wajan dapat mendorong hasil produksi. C. Pembahasan Hasil
Instruktur pelatihan pengolahan pangan lokal terdiri dari dua orang yaitu ibu
Ida Rajasa dan ibu Lili T. Erwin. Masing-masing instruktur sudah memiliki
sertifikat resmi, sehingga menjamin bahwa instruktur pelatihan kompeten dalam
bidan olahan pangan lokal. Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada
anggota Kelompok Wanita Sejahtera Mandiri sebagai alumni pelatihan diketahui
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
32
bahwa sebanyak 21% menyatakan instruktur pelatihan pangan lokal dalam kategori
baik, dan 79% menyatakan dalam kategori cukup. Jadi berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa instruktur sudah memiliki sertifikat pelatih resmi namun
dalam prakteknya peserta pelatihan pengolahan pangan lokal menilai cukup.
Penyusunan materi pelatihan pangan lokal mengacu pada materi pelatihan
yang dilaksanakan di tingkat propinsi. Jadi tidak terdapat acuan baku seperti
kurikulum dan silabus dalam membuat materi pelatihan pangan lokal di Kabupaten
Magelang. Sementara itu, umbi-umbian yang digunakan untuk pelatihan
disesuaikan dengan potensi masing-masing daerah.
Materi yang diajarkan meliputi:
1. Kebijakan ketahanan pangan melalui kegiatan penganekaragaman konsumsi
pangan. Materi ini mencakup pengertian pangan, penganekaragaman pangan
berdasarkan gizi seimbang, dan pengetahuan tentang bahan tambahan pangan
(BTP).
2. Kebijakan penanganan keamanan pangan. Materi ini mencakup keamanan dan
mutu pangan, dan langkah-langkah implementasi kebijakan penanganan
keamanan pangan yaitu: peningkatan kesadaran masyarakat, peningkatan
kualitas SDM aparat, dan monitoring keamanan sayur dan buah segar
3. Teknik pengolahan pangan lokal sesuai prinsip B2SA (Bergizi, Beragam,
Seimbang, dan Aman). Materi ini meliputi teknik pemilihan bahan pangan
karbohidrat, protein nabati dan hewani, sayur dan buah, dan teknik pengolahan
pangan yang benar.
4. Cara mengembangkan usaha rumah tangga. Materi ini disampaikan oleh pihak
Bank yang ditunjuk sebagai narasumber tentang cara peminjaman modal usaha,
dan sebagainya. Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada peserta
pelatihan diperoleh hasil 9% yang menyatakan materi pelatihan pengolahan
pangan lokal dalam kategori baik, 91% menyatakan materi pelatihan dalam
kategori cukup, dan 0% yang menyatakan materi pelatihan dalam kategori
kurang.
Berdasarkan uraian data diatas dapat disimpulkan bahwa materi pelatihan
pengolahan pangan lokal dalam kategori cukup. Hal ini dapat disebabkan karena
tidak adanya kurikulum dan silabus yang jelas sehingga materi yang disampaikan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
33
kurang maksimal.
Kebutuhan sarana dan prasarana selama program pelatihan berlangsung
disediakan oleh panitia dari Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan.
Sarana dan prasarana yang disediakan meliputi peralatan praktek dan bahan
makanan yang akan diolah. Jadi peserta pelatihan pangan lokal tidak perlu
mengeluarkan biaya dan membawa sendiri bahan untuk pelatihan, hanya cukup
menyiapkan tempat untuk melaksanakan pelatihan. Berdasarkan hasil kuesioner
diperoleh hasil 6% anggota yang menyatakan kesiapan sarana dan prasarana dalam
kategori baik, 79% dalam kategori cukup, dan 15% dalam kategori kurang.
Berdasarkan hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesiapan sarana dan
prasarana pelatihan pengolahan pangan lokal dalam kategori cukup. Saran untuk
memperbaiki program pelatihan pengolahan pangan lokal selanjutnya terdiri dari
dua aspek yaitu aspek kesesuaian waktu pelatihan dengan keadaan peserta dan
produk yang diajarkan dipelatihan lebih bervariasi.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan program
pelatihan pangan lokal, maka diperoleh kesimpulan bahwa keterampilan yang
dikembangkan anggota yaitu keterampilan dalam mengeksplorasi resep, menyajikan
makanan, dan pengemasan, namun belum terdapat label atau merk pada kemasan
produk. Terdapat 5 orang anggota Kelompok Wanita Sejahtera Mandiri yang
mengembangkan usaha olahan pangan lokal, produk tersebut yaitu: wingko, jala
ubi, talam ubi, pancong singkong, lemper singkong, dan taco kimpul. Inovasi yang
dilakukan adalah pengembangan produk baru berbahan dasar tepung thiwul, dan
tepung mocaf. Tingkat pendapatan anggota meningkat 2 kali lipat dari pendapatan
sebelum mengembangkan olahan pangan lokal dari singkong dan ubi jalar.
Rekomendasi
Program pelatihan pengolahan pangan lokal merupakan program yang tepat
untuk mengenalkan potensi pangan lokal. Pelaksanaan program yang bertujuan
untuk merubah sikap masyarakat untuk beralih ke sumber pangan altenatif dan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
34
mengembangkan usaha dibidang olahan pangan lokal dikatakan masih kurang.
Sehingga peneliti mengharapkan program pelatihan pengolahan pangan lokal dapat
dilaksanakan secara berkala dan mendalam untuk setiap kelompok wanita tani,
khususnya masyarakat di Kecamatan Gondang dan Kanor Kabupaten Bojonegoro.
DAFTAR PUSTAKA
Darminto. (2013). Pemanfaatan Umbi-Umbian Sebagai Alternative Pemenuhan
Kebutuhan Karbohidrat Selain dari Beras.
Dewi Cakrawati & NH. Mustika. (2011). Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan.
Bandung: Alfabeta.
Endang Mulyatiningsih. (2007). Diktat Teknik Dasar Memasak. UNY.
Fried, George, H. & Hademenos, George, J. (2006). Schaum’s Outlines of Theory
and Problems of Biology. Penerbit Erlangga.
Licen Indahwati Darsono. (2011). Pengetahuan, Preferensi Sikap, Niat Mencoba dan
Berpindah Konsumsi Bahan Pangan Alternative Selain Beras dan Gandum di
Surabaya. Majalah Ekonomi ( 1 April 2011).
Hiasinta A. Purnawijaya. (2006). Sanitasi Higiene & Keselamatan Kerja Dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius
Marwoto. (2009). Pengembangan PTT Ubi Jalar. Berita Puslitbangtan Edisi 43
Bulan Desember 2009.
Murdjiati Gardjito, Djuwardi, A., & Harmayani, E. (2013). Pangan Nusantara:
Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan. Jakarta:
Kencana.
Naibaho Yuni. (2011). Masyarakat Diminta Kembangkan Produk Pangan Lokal.
Diakses dari
http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2011/06/24/40615/mas
yarakat-diminta-kembangkan-produk-pangan-lokal/#.VUlRlfBkgjg. Pada
tanggal 7 Juni 2015, Jam 19.15.
Purnomo & Hanny, P. (2007). Budidaya 8 Jenis Tanaman Unggul. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Siti Hamidah. (2009). Bahan Ajar Patiseri. UNY.
Suparman. (2007). Bercocok Tanam Ubi Jalar. Bandung : Azka Press.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
35
SOSIALISASI PERAN KOPERASI WANITA DALAM PENINGKATAN
EKONOMI MASYARAKAT DI DESATENGGER
KECAMATAN NGASEM BOJONEGORO
Mifta Hulaikah
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
ABSTRAK
Koperasi wanita dibentuk salah satu perannya adalah untuk meningkatkan
pemberdayaan perempuan dalam hal membantu perekonomian keluarga. Usaha
yang dijalankan oleh Koperasi Wanita pada umumnya adlah simpan pinjam, yang
dapat digunakan untuk sumber kebutuhan keluarga. Banyak masyarakat yang
belum tau bagaimana koperasi ini mengelola usahanya sehingga keuntungan yang
didapat kembali pula kepada anggota. Kedua, dana yang dipinjam dari koperasi
wanita masih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumtif. Diperlukan tambahan
informasi tentang berbagai jenis usaha produktif yang dapat dimanfaatkan oleh
wanita, dalam hal ini sebagai anggota.
Sasaran dari pengabdian masyarakat ini adalah pengurus, pengawas dan anggota
Koperasi Wanita yang ada di Ds Tengger, Kec. Ngasem, Bojonegoro. Kegiatan
yang dilakukan berupa sosialisasi peran koperasi wanita dalam peningkatan
ekonomi keluarga. Hasil kegiatan adalah berupa penambahan pengetahuan tentang
bagaimana koperasi mengelola keuangannya sehingga keuntuangan kembali pada
anggota, dan jenis usaha produktif yang dapat dibangun oleh anggota.
Kata Kunci: Sosialisasi, Koperasi Wanita, Ekonomi.
ABSTRACT
A women's cooperative is formed one of its roles is to increase women's
empowerment in terms of helping the family economy. Businesses run by Women
Cooperatives are generally savings and loans, which can be used for family needs.
Many people who do not know how this cooperative manages its business so that
the profits that are returned also to members. Second, funds borrowed from
women's cooperatives are still widely used for consumer needs. Additional
information is needed about various types of productive businesses that can be
utilized by women, in this case as members.
The target of this community service is the management, supervisors and members
of the Women's Cooperative in Ds Tengger, Kec. Ngasem, Bojonegoro. Activities
carried out in the form of socialization of the role of women's cooperatives in
improving the family's economy. The results of the activity are in the form of
additional knowledge about how the cooperative manages its finances so that the
financial return is to the members, and the types of productive businesses that can
be built by members.
Keywords: Socialization, Women's Cooperative, Economy
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
36
LATAR BELAKANG
Peran wanita yang menjadi sentral dalam sebuah keluarga menjadikan wanita
mempunyai kesempatan besar dalam mengelola keuangan. Selain itu, adanya
pergeseran waktu, emansipasi, perkembangan teknologi, pendidikan dan tuntutan
zaman membuat tidak hanya laki-laki yang menjadi pencari nafkah dan dengan
adanya persaingan yang ketat dalam bidang ekonomi, seorang suami saja tidak bisa
mencukupi kebutuhan keluarga sehingga seorang ibu juga dituntut untuk mendukung
penghasilan keluarga (Putra, 2007). Kurangnya kesempatan ekonomi bagi
perempuan menciptakan ketergantungan ekonomi pada suami. Ini membuat wanita
sangat rentan jika sesuatu terjadi pada suami atau pernikahan mereka. Oleh karena
itu, wanita diharapkan dapat memiliki peran dalam membantu perekonomian
keluarganya (Kuncoro & Kadar, 2016)
Menurut Heriyono (2012) salah satu kegiatan pemberdayaan perempuan yang
bisa dilakukan adalah melalui usaha koperasi. Koperasi yang selama ini dikenal
sebagai pilar dari pereknoomian bangsa merupakan pilihan tepat bagi wanita dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga maupun kelompoknya. Koperasi wanita
menjadi salah satu wadah aktivitas ekonomi di tingkat desa yang memiliki posisi
strategis dalam menggerakkan ekonomi lokal, khususnya dimulai dari ekonomi
keluarga. Koperasi wanita adalan sebuah badan usaha koperasi yang beranggotakan
dan dikelola oleh wanita. Jenis koperasi ini sangat mendukung wanita untuk
melakukan perannya dalam membantu perekonomian keluarga. Namun, masih
banyak yang belum mengetahui bagaimana memanfaatkan wadah ini untuk
menjadikannya peluang usaha yang produktif. Desa Tengger, Kecamatan Ngasem,
Kabupaten Bojonegoro adalah salah satunya.
Di desa ini, terdapat satu Koperasi Wanita yang dibentuk pada tahun 2010.
Dari berdiri hingga saat ini, usaha yang dikelola adalah usaha simpan pinjam.
Hampir keseluruhan anggota memanfaatkan dana pinjaman yang diberikan untuk
kebutuhan konsumtif. Padahal seharusnya dana tersebut dapat dijadikan modal usaha
bagi wanita untuk mempertinggi tingkat ekonomi keluarga. Dibutuhkan sebuah
sosialisai untuk memberikan pengetahuan tambahan, baik bagi pengurus maupun
anggota agar memanfaatkan dana yang dimiliki oleh koperasi dalam bentuk usaha
produktif.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
37
TINJAUAN PUSTAKA
Koperasi Wanita (KOPWAN)
.Koperasi Wanita adalah salah satu jenis koperasi yang ada di Indonesia, yang
beranggotakan keseluruhan adalah wanita. Payung hukum koperasi wanita sama
dengan payung hukum badan usaha koperasi pada umumnya. Definisi koperasi di
Indonesia termuat dalam UU no 25 1992 tentang perkoperasian yang menyebutkan
bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi,
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sebagai badan usaha, koperasi mempunyai tujuan antara lain: memajukan
kesejahteraan anggota koperasi, memajukan kesejahteraan masyarakat, dan
membangun tatanan perekonomian nasional. Menurut Pasal 4 UU no 25 1992, fungsi
dan peran koperasi adalah untuk membangun dan mengembangkan potensi dan
kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pda umumnya,
berperan aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya, serta
berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional.
Koperasi Wanita mempunyai tujuan, fungsi dan peran yang sama dengan
koperasi yang diatur dalam undang-undang. Koperasi Wanita adalah koperasi yang
dibedakan berdasarkan jenis anggota.
Peningkatan Ekonomi
Sesuai dengan undang-undang perkoperasian bahwa Koperasi adalah badan
usaha yang mempunyai tujuan fungsi dan peran untuk meningkatkan perekonomian
nasional. Koperasi wanita adalah salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan
perekonomian nasional melalui peningkatan ekonomi keluarga. Peningkatan
ekonomi adalah penigkatan taraf hidup dan kesejahteraan pada lapisan masayarakat
tertentu. Ananda (2016) mendefinisikan peningkatan ekonomi adalah secara
sederhana pendapatan sebuah keluarga meningkat.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
38
Subyakto & Cahyono (1990) menyatakan bahwa koperasi wanita dalam awal
berdirinya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari wanita dan menjadi
tempat untuk memberdayakan wanita. untuk selanjutnya koperasi wanita menjadi
wadah bagi para wanita untuk membangun suatu perekonomian yang bisa
meningkatkan tingkat kesejahteraan wanita dan meningkatkan taraf hidup wanita.
MATERI DAN METODE PELAKSANAAN
Kerangka Pemecahan Masalah
Pertama pembentukan koperasi wanita, masyarakat masih belum menyadari
peran penting koperasi tersebut dalam peningkatan perekonomian keluarga. Badan
usaha koperasi masih dianggap sebagai lahan pinjaman yang sama dengan koperasi
rentenir lainnya yang hanya mementingkan pengembalian uang dengan bunga yang
tinggi, sehingga msayarakat masih enggan untuk memanfaatkannya. Kedua, koperasi
wanita dari segi pengelolaan, masih kurang memberikan peran dalam rangka
pengembangan usaha produktif masyarakat. Hal ini membuat masyarakat cenderung
menggunakan dana dari koperasi untuk kebutuhan konsumtif. Padahal wanita
sebagai sasaran dari koperasi, mempunyai waktu yang dapat dimanfaatkan untuk
membangun usaha produktif tanpa melalaikan perannya sebagai ibu rumah tanngga.
Realisasi Pemecahan Masalah
Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat, dibutuhkan penyegaran
kembali tentang peran koperasi wanita. Sosialisasi dengan cara memberikan
informasi tentang peluang yang dapat digunakan untuk meningkatkan ekonomi dan
membuka usaha produktif sangat berarti. Hal ini membuat masyarakat sadar bahwa
koperasi wanita berbeda dengan koperasi rentenir. Menyadarkan masyarakat tentang
prinsip peran dan fungsi koperasi wanita adalah untuk anggota dan dari anggota,
sehingga keuntungan atau sisa hasil usaha akan kembali kepada anggota. Pemberian
pengetahuan tentang usaha produktif digunakan untuk menyeimbangkan berjalannya
usaha koperasi agar berkesinambungan. Pemberian materi tentang usaha produktif,
termasuk cara mendirikan, cara pengelolaan dan cara pemasaran.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
39
Khalayak Sasaran
Sasaran kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah pengurus,pengawas dan
anggota koperasi wanita yang ada di Desa Tengger, Kecamatan Ngasem, kabupaten
Bojonegoro, yang berjumlah 141 orang, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Peserta Sasaran Kegiatan
No Keterangan Jumlah
1 Pengurus KoperasiWanita 3 orang
2 Pengawas Koperasi Wanita 3 orang
3 Anggota Koperasi Wanita 135 orang
Jumlah 141 orang
Metode yang Digunakan (Tahapan Kegiatan)
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan pemberian materi dengan metode
ceramah presentasi dilanjutkan dengan pembukaan sesi tanya jawab untuk peserta.
Adapun rencana kegiatannya dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut,
hingga akhirnya keseluruhan tahapan dapat terlaksana keseluruhan.
1. Observasi dan wawancara penggalian data
2. Program sosialisasi
3. Evaluasi kegiatan
4. Pelaporan kegiatan
HASIL YANG DICAPAI
Pemahaman Peran Koperasi Wanita dalam Peningkatan Ekonomi
Kegiatan sosialisasi menghasilkan peningkatan pemahaman tentang peran
koperasi wanita bagi perekonomian keluarga, yang diperankan oleh wanita. Pada
awal mula Koperasi Wanita yang ada di Desa Tengger hanya dimanfaatkan oleh
beberapa anggota saja, namun telah meningkat hingga mencapai ratusan anggota.
Kesadaran pemahaman ini perlu terus dijaga melalui penyampaian informasi kepada
seluruh komponen koperasi. Selain itu, terdapat penjabaran tentang keuangan
koperasi dan sistem perhitungan SHU Koperasi, sehingga anggota lebih mendalami
dan meningkatkat kepercayaannya.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
40
Pengetahuan Tentang Usaha Produktif Koperasi Wanita
Pengetahuan tentang usaha produktif yang dapat dikelola oleh pengurus
menjadi salah satu target yang ingin dicapai dalam kegiatan ini, sehingga
peningkatan ekonomi yang dimaksud adalah bukan hanya melalui usaha simpan
pinjam, namun dapat pula dari usaha produktif. Beberapa usha produktif yang dapat
dikelola oleh koperasi wanita yang disosialisasikan dalam kegiatan ini adalah:
1. Kerajinan dari daur ulang sampah
2. Pengelolaan sampah rumah tangga
3. Penambahan modal usaha bagi para anggota
4. Produksi krupuk untuk anggota
Jenis usaha-usaha tersebut telah disosialisikan kepada seluruh pengurus,
pengawas dan anggota koperasi wanita.
PENUTUP
Program sosialisasi tentang koperasi wanita perlu terus dilakukann secara
berkala dengan menyesuaikan materi dengan kebutuhan masing-masing. Koperasi
wanita adalah sarana meningkatkan kesejahteraan dari wilayah lokal, sasarannya
adalah rumah tangga. Jika pengelolaan keoperasi wanita berkembang baik, maka
selain peningkatan ekonomi, peningkatan pengetahuan masyarakat pun dapat terjadi.
Para wanita, yang notabene berperan sebagai ibu rumah tangga dapat meningkatkan
perannya untuk membantu pemasukan keluarga tanpa harus bekerja keluar kota.
DAFTAR PUSTAKA
Heriyono. 2012. “Peran Koperasi dalam Pengembangan Perekonomian Kerakyatan”.
Jurnal EKonomi. Vol 1 (1)
Kuncoro, Amin & Kadar. 2016. “Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan
Peningkatan Sumber Daya Ekonomi keluarga”. Jurnal BuanaGender. Vol 1 (1)
Meunkner, Hans. 1997. Pengantar Hukum Koerasi dengan Acuan Khusus mengenai
Perundangan Koperasi di Indonesia. Bandung: Universitas Padjajaran.
Putra, Roni Eka. 2007. “Analisis terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan dan
Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia”. Jurnal Demokrasi. Vol 6 (1)
Subyakto, Harsono & Bambang Tri Cahyono. 1990. Ekonomi Koperasi II. Jakarta:
Penerbit Kurnika.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
41
PELATIHAN MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN RAJUT BENANG
DI KELURAHAN CAMPUREJO KECAMATAN BOJONEGORO KOTA
Mundhori
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
ABSTRAK
Kegiatan pelatihan kewirausahaan dan latihan pembuatan produk rajut telah
membekali ibu-ibu untuk mampu mengembangkan sikap prosefionalisme dengan
membuka wawasan mereka tentang tanggungjawab sebagai seorang wirausaha,
mampu dan mau mengembangkan diri, mampu menghasilkan produk serta
berinovasi dan kreatif. Sikap ibu-ibu ini terlihat ketika mereka diberi batasan waktu
untuk mengerjakan sebuah produk mereka mampu menyelesaikan produk tepat
waktu.Peserta pelatihan kewirausahaan.
Hasil pengamatan dan perbincangan tim pelatih dengan ibu-ibu, mereka siap untuk
membuat gantungan kunci dengan binaan pemilik usaha rajut, sementara pihak
pemilik usaha rajut juga bersedia menerima hasil karya ibu-ibu selama memenuhi
standar yang ditetapkan oleh usaha rajut tersebut. Dari sini keberlanjutan kegiatan
pemberian bantuan biaya pengadaan pengabdian terjaga dan akan memberika bahan
ketrampilan rajut kemanfaatan bagi kedua belah pihak, baik bagi ibu –ibu PKK
maupun tim pelatih.
Kata Kunci: Kewirausahaan, Rajut Benang.
ABSTRACT
Entrepreneurship training activities and training in the manufacture of
knitting products have provided mothers with the ability to develop
proseionalism by opening their insights about responsibilities as an
entrepreneur, able and willing to develop themselves, able to produce
products and innovate and be creative. The attitude of these mothers is seen
when they are given a time limit to work on a product they are able to
complete the product on time. Entrepreneurship training participants.
The results of observations and conversations by the coach team with
mothers, they are ready to make key chains with the help of knit business
owners, while the knit business owners are also willing to accept the work of
mothers as long as they meet the standards set by the knitting business. From
here the sustainability of the provision of assistance activities for
procurement costs is maintained and will provide materials for knitting skills
to benefit both parties, both for the PKK mothers and the training team.
Keywords: Entrepreneurship, Knitting Yarn.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
42
LATAR BELAKANG
Dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai
sejak tahun 2015, Negara Indonesia harus siap bangkit, bersaing dan meraih
keunggulan dalam ekonomi global. Salah satu usahanya adalah menciptakan industri
kreatif yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan
keahlian, bakat dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual bagi ekonomi Indonesia
agar mampu bersaing dalam persaingan kelak.
Merajut adalah metode membuat kain, pakaian atau perlengkapan busana,
aneka suvenir (gantungan kunci) dari benang rajut, Rajut dapat diartikan jaring/jala,
jala atau bahan pakaian yang disirat manual (menggunakan tangan) maupun
menggunakan mesin rajut. Sedangkan Rajutan dapat diartikan bahan pakaian yang
dibuat oleh tangan maupun mesin rajut atau dapat pula diartikan hasil merajut. Hasil
rajutan dapat berupa pakaian, tas, kaos kaki, topi, vest dan baju bayi, aneka suvenir
(gantungan kunci) Ada beberapa jenis benang yang bisa dimanfaatkan untuk
membuat kain rajut seperti benang katun, polyester serta sutra yang dipintal menjadi
benang.
Selain ketrampilan rajut, juga diberikan pelatihan kewirausahaan yakni
bagaimana berbisnis yang legal dan bagaimana memasarkan produk. Adanya pelthan
kewirausahaan diharapkan membuka wawasan siswa untuk semangat membuka
peluang usaha sndiri tanpa harus bergantung pada pihak lain, dengan melakukan
bisnis sederhana namun tidak melanggar undang undang, dengan menggunakan
metode pemasaran langsung kepada teman, konsinysi dengan menitipkan produk
hasilnya kepada pihak lain, atau mengikuti pameran produk yang digelar disekolah
atau di instansi lain. Bahkan jika memungkinkan pemasaran dilakukan secara online.
TINJAUAN PUSTAKA
Kewirausahaan
Priyanto (2009) menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan sesuatu yang
ada di dalam jiwa seseorang, masyarakat dan organisasi yang karenanya akan
dihasilkan berbagai macam aktivitas (social, politik, pendidikan), usaha dan bisnis.
Kewirausahaan dalam islam Departemen Agama Republik Indonesia (2009)
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
43
menyebutkan bahwa konteks kewiraushaan dalam islam tertera pada Al – Qur’an
Surat An-nisa’ (4) ayat 29 yang berbunyi :
ا أنفسكم إن الله ل أن تكون تجارة عن تراض منكم ول تقتلويا أيها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إ
كان بكم رحيما
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu saling memakan harta
sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu,dan janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Karakteristik wirausaha menurut Sukardi (1991), sebagai berikut :
1) Sifat Instrumental, menunjukkan bahwa wirausaha dalam berbagai situasi
selau memanfaatkan segala sesuatu yang ada dilingkungannya untuk
mencapai tujuan pribadi dalam berusaha.
2) Sifat Prestatif ; menunjukkan bahwa wirausaha dalam berbagai situasi selalu
tampil lebih baik, lebih efektif dibandingkan dengan hasil yang dicapai
sebelumnya.
3) Sifat Keluwesan bergaul : menunjukkan bahwa wirausaha selalu berusaha
untuk cepat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi hubungan antar
manusia.
4) Sifat Kerja Keras : menunjukkan bahwa wirausaha selalu terlibat dalam
situasi kerja,tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai.
5) Sifat Keyakinan Diri : menunjukkan bahwa wirausaha selalu percaya pada
kemampuan diri, tidak ragu -ragu dalam bertindak bahkan memiliki
kecenderungan untuk melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi.
6) Sifat Pengambilan Resiko : menunjukkan bahwa wirausaha selalu
memperhitungkan keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan kegiatan
dalam mencapai tujuan berusaha.
7) Sifat Sewa Kendali : menunjukkan bahwa wirausaha dalam menghadapi
berbagai situasi selalu mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi, batas -
batas kemampuan dalam berusaha.
8) Sifat Inovatif : menunjukkan bahwa wirausaha selalu mendekati berbagai
masalah dalam berusaha dengan cara – cara baru yang lebih bermanfaat.
9) Sifat Kemandirian : menunjukkan bahwa wira usaha selalu mengembalikan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
44
perbuatannya sebagai tanggung jawab pribadi.
METODE PELAKSANAAN
Metode Kegiatan
a. Metode presentasi, digunakan untuk menyampaikan materi yang berupa
teori pembuatan kreasi rajut dalam bentuk ppt dan video tutorial.
b. Metode tanya jawab, digunakan untuk memberikan kesempatan bagi peserta
yang belum jelas dalam pemahamannya.
c. Metode demonstrasi; digunakan untuk memperagakan teknik membuat
rajutan
d. Metode Latihan/Praktek, digunakan untuk latihan/praktek membuat kreasi
rajutan berupa kaos kaki dan tas rajut
e. Metode diskusi, digunakan pada waktu setelah dilakukan evaluasi hasil
praktek peserta pelatihan.
Subyek Kegiatan
Sasaran pelatihan adalah para ibu -ibu PKK Di Kelurahan Campurejo
Kecamatan Bojonegoro Kota yang mempunyai kemauan dan kemampuan
untuk dilatih kreasi bunga dari klobot jagung.
RANCANGAN PELAKSANAAN PROGRAM
Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan selama 3 bulan. Tempat
kegiatan di balai Kelurahan Campurejo Kecamtan Bojonegoro. Adapun Jadwal
kegiatan sebagai berikut :
No Kegiatan Bulan ke-
1 2 3
1. Pembuatan
proposal
x x
2. Pendataan peserta x x x
3. Persiapan x x x
4. Pelaksanaan x x
5. Pembuatan
Laporan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
45
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pembuatan Produk Rajut
Dari kegiatan pembuatan produk rajut siswa bisa menghasilkan gantungan
kunci dengan berbagai bentuk antara lain: jamur, strawbery, jagung, donat, burung
hantu, octopus. Selain itu juga diajarkan membuat produk kaos kaki dan tas rajut.
Bahan yang dipergunakan dalam pembuatan produk rajut adalah benang polyester,
dakron, alat rajut. Dakron merupakan bahan baku yang dipakai untuk isian
gantungan kunci sehingga hasil rajutan bisa dibentuk menyerupai benda aslinya.
Benang rajut yang digunakan adalah benang poly dengan berbagai warna
menyesuaikan dengan kebutuhan produk apa yang akan dihasilkan Aktivitas
pelatihan dimulai dengan perkenalan tim dengan peserta pelatihan (ibu - ibu pkk),
setelah itu dilanjutkan dengan pelatihan kewirausahaan dan ketrampilan pembuatan
produk rajut. Dalam kesempatan pelatihan kewirausahaan siswa merasa
mendapatkan support dan wawasan untuk memulai melakukan kegiatan produktif
tidak hanya sekedar belajar di kelas saja Ibu –ibu pkk selama ini sering mendengar
kegiatan pembuatan produk rajutan, namun mereka belum pernah mempraktekkan
sendiri bagaiman proses merajut. Dalam benak mereka selama ini kegiatan merajut
sangat susah dan hanya digeluti oleh orang tua, namun setelah mereka melihat dan
mencoba sendiri ternyata tidak susah membuat rajutan, dan mitos rajutan hanya
dilakukan orang tua hilang.
Dalam proses pelatihan dasar rajut ibu – ibu menikmati sekali proses kegiatan
pelatihan, dan ketika memasuki proses membentuk beberapa ibu –ibu merasa
kesulitan, namun ketika diberikan arahan oleh tim ibu bisa merajut dengan lancar.
Selama pelatihan berlangsung beberapa produk gantungan kunci bisa dihasilkan oleh
ibu –ibu PKK walaupun hasil belum maksimal. Ada beberapa ibu –ibu yang mampu
menghasilkan gantungan kunci yang sempurna, bahkan mampu membuat tas dan
kaos kaki dengan baik.
Kegiatan Pelatihan Kewirausahaan
Kegiatan pelatihan di kelurahan campurejo, telah mampu membangkitkan
semangat ibu - ibu untuk memulai usaha, yang selama ini hanya mereka angankan.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
46
Ibu – ibu PKK beranggapan bahwa kalau masih sekolah maka mereka tidak bisa
bekerja/berbisnis. Tentunya hal ini perlu diluruskan, karena dalam kondisi apapun
sebenarnya kita bisa melakukan aktivitas bisnis, walaupun hanya sebagai perantara.
Dalam 1 minggu dua kali ibu-ibu masih memiliki waktu luang yang lebih banyak,
sehingga dengan banyaknya waktu luang ini ibu –ibu bisa memanfaatkan dengan
membuat berbagai ketrampilan antara lain dengan membuat rajutan.
. Kegiatan pelatihan kewirausahaan dan latihan pembuatan produk rajut telah
membekali ibu-ibu untuk mampu mengembangkan sikap prosefionalisme dengan
membuka wawasan mereka tentang tanggungjawab sebagai seorang wirausaha,
mampu dan mau mengembangkan diri, mampu menghasilkan produk serta
berinovasi dan kreatif. Sikap ibu-ibu ini terlihat ketika mereka diberi batasan
waktu untuk mengerjakan sebuah produk mereka mampu menyelesaikan produk
tepat waktu.
Hasil pengamatan dan perbincangan tim pelatih dengan ibu–ibu, mereka siap
untuk membuat gantungan kunci dengan binaan pemilik usaha rajut, sementara pihak
pemilik usaha rajut juga bersedia menerima hasil karya ibu-ibu selama memenuhi
standar yang ditetapkan oleh usaha rajut tersebut. Dari sini keberlanjutan kegiatan
pemberian bantuan biaya pengadaan pengabdian terjaga dan akan memberika bahan
ketrampilan rajut kemanfaatan bagi kedua belah pihak, baik bagi ibu-ibu PKK
maupun tim pelatih.
PENUTUP
Perkembangan jaman menantang setiap manusia untuk melakukan kegiatan
produktf, inovatif dan kreatif. Dengan kemampuan ini seseorang akan bisa
memenangkan persaingan. Sebagai lembaga pendidikan vokasi (pengabdian
perguruan tinggi) yang berorientasi menyiapkan tenaga siap kerja dan siap bersaing
tentunya ketrampilan baik soft maupun hard siswa binaan harus senantiasa
ditingkatkan. Peserta ketrampilan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rodoni. 2008. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
47
Ascarya. 2006. Akad dan Produk Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara.
Jakarta: Bank Indonesia.
Eko P. Pratomo. 2009. Berwisata ke Dunia Reksadana. Jakarta: GM.
Ludwig Von Mises. 2011. Liberalism: In the Classical Tradition. Terj. Lela E.
Madjiah. Menemukan Kembali Liberalisme. Jakarta: Freedom Institute.
Majlis Ulama Indonesia. 1997. Himpunan Fatwa MUI Kesimpulan dan Rumusan
Lokakarya Majelis Ulama Indonesia tentang Reksadana Syariah: “Peluang
dan Tantangannya di Indonesia”. Jakarta: MUI.
Otoritas Jasa Keuangan. 2015. “Membangun Sinergi untuk Pasar Modal Syariah
yang Tumbuh, Stabil, dan Berkelanjutan”, Roadmap Pasar Modal Syariah
2015-2019. Jakarta: Direktorat Pasar Modal Syariah OJK.
Pressman Roger S. 2002. Rekayasa Perangkat Lunak Buku 1. Yogyakarta: Andi
Publisher.
Yogianto. 1999. Analisis dan Desain Sistem Informasi Pendekatan Terstruktur.
Yogyakarta: Andi Publisher.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
48
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN PEMBUATAN BAKSO SEHAT DI DESA
CANCUNG KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO
Nurul Fitriandari
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
ABSTRAK
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kewirausahaan yang
dimiliki oleh UMKM baik dari sisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan agar
UMKM tersebut dapat mengembangkan usahanya, khususnya para pengusaha
maupun calon pengusaha bakso. Peningkatan kompetensi kewirausahaan akan
berdampak pada meningkatnya kinerja UMKM baik secara financial yang
dibuktikan dengan adanya kenaikan pendapatan UMKM dan secara non-financial
yaitu dengan bertambahnya pengetahuan dan kemampuan seperti menciptakan
produk olahan bakso berkualitas (sehat), cara memasarkan produk olahannya, dan
tata cara untuk mendapatkan modal usaha.
Kata Kunci: Pelatihan Kewirausahaan, Pembuatan Bakso, UMKM.
ABSTRACT
The program aims to improve entrepreneurship competencies owned by MSMEs in
terms of knowledge, attitude and skills so that these MSMEs can develop their
businesses, especially entrepreneurs and prospective meatball entrepreneurs.
Increased entrepreneurial competencies will have an impact on improving the
performance of MSMEs both financially as evidenced by the increase in MSME
revenues and non-financially, namely by increasing knowledge and abilities such
as creating quality (healthy) meatball processed products, ways to market their
processed products, and procedures for obtaining venture capital.
Keywords: Entrepreneurship Training, Making Meatballs, UMKM.
PENDAHULUAN
Di Indonesia, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dinilai sebagai
cara yang efektif dalam pengentasan kemiskinan. UMKM merupakan kelompok
pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup
pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis, serta menjadi dinamisator
pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Dari statistik dan riset yang dilakukan,
UMKM mewakili jumlah kelompok usaha terbesar. UMKM telah diatur secara
hukum melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
49
dan Menengah. Selain menjadi sektor usaha yang paling besar kontribusinya
terhadap pembangunan nasional, salah satu implikasi dari usaha untuk
menanggulangi kemiskinan adalah dengan menggiatkan Ekonomi Kerakyatan.
Dalam kenyataannya, kontribusi UMKM yang cukup strategis dalam bidang
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan distribusi pendapatan belum mampu
mendorong Pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada sektor
ini. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan industrialisasi di Indonesia yang
mengakibatkan UMKM kurang dianggap dan belum mendapatkan perhatian serta
kebijakan yang optimal, sehingga industrialisasi sangat nyata dirasakan oleh usaha
skala besar. (Majalah SWA 18 Juli 2012).
Pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan
bagi setiap peserta pelatihan untuk mendapatkan maupun meningkatkan
keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu. Melalui program pelatihan,
diharapkan para peserta pelatihan akan menjadi lebih teranpil dan produktif. Dengan
kata lain, pelatihan yang diadakan dapat bermanfaat untuk mengembangkan keahlian
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, untk
mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional,
serta untuk mengembangkan sikap kerjasama dan semangat dalam meningkatkan
potensi diri.
Sebagaimana pelatihan kewirausahaan pembuatan bakso yang diadakan di
Balai Desa Cancung, dimana kegiatan ini dimaksudkan pula untuk mengembangkan
kompetensi keterampilan masyarakat Desa Cancung dan sekitarnya yang berminat
menjadi calon-calon pengusaha bakso. Desa Cancung merupakan salah satu kawasan
perdesaan yang berada di Kecamatan Bubulan, Kabupaten Bojonegoro. Lokasi
Kecamatan Bubulan yang terletak cukup jauh dari Kota Bojonegoro cenderung
membatasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat Bubulan. Kawasan ini
hampir sebagian besar tertutupi oleh areal perhutanan yang cukup lebat dan tersebar
di akses-akses jalan utama menuju Kecamatan Bubulan. Oleh karena itu, pelatihan
kewirausahaan pembuatan bakso ini diadakan untuk memberikan kesempatan bagi
masyarakat Bubulan yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani agar
mendapatkan peluang usaha baru, sehingga dapat membantu meningkatkan
pendapatan ekonomi keluarga mereka. Di mana, secara tidak langsung, pelatihan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
50
kewirausahaan ini diharapkan dapat meminimalisir tingkat angka pengangguran
masyarakat yang kian meningkat. Melalui program pelatihan ini, Pemerintah
mengharapkan dapat mengembangkan suatu solusi bijak untuk mengatasi
permasalahan demografi yang dapat berdampak fatal apabila tidak segera ditangani
dengan bijak pula.
Pelatihan dengan tema “Pembuatan Bakso” diadakan dengan konsep untuk
mengembangkan kemampuan teknis (technical and skill) dalam menggunakan
pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang diperlukan untuk seorang pengusaha
bakso pemula. Bakso merupakan menu sajian yang cukup akrab di lidah berbagi
kalangan masyarakat. Mulai dari masyarakat menengah ke bawah hingga masyarakat
menengah ke atas menyukai akan menu santapan bakso. Selain itu, bahan-bahan
baku pembuatan bakso sangat mudah diperoleh sehingga memungkinkan jika
peluang usaha ini akan ditumbuhkembangkan. Terlebih lagi, jika produk olahan
bakso yang ditawarkan cenderung berbeda dan kompetitif dengan produk olahan
lainnya di pasaran. Produk yang berbeda cenderung memiliki nilai jual yang lebih
tinggi dibandingkan produk-produk follower yang sudah tersebar luas pada
umumnya.
Konsep bakso yang dikembangkan pada pelatihan kali ini yaitu
mengembangkan produk olahan bakso yang tidak sekedar lezat, melainkan juga
produk olahan bakso yang memenuhi standar kesehatan. Definisi bakso sehat dalam
hal ini yakni bakso yang dibuat merupakan olahan bakso bebas dari bahan pengawet,
zat-zat kimia yang berbahaya, maupun penyedap makanan berbahan dasar
Monosodium Glutamat (MSG). Karena, umumnya produk-produk olahan pentol
bakso yang berkembang di masyarakat akhir-akhir ini menggunakan pengawet
boraks yang dapat mengakibatkan karsinogenik hingga memicu tumbuhnya sel-sel
kanker yang sangat berbahaya bagi tubuh. Sehingga produk olahan bakso yang
ditawarkan pada pelatihan ini menekankan pada penyajian bakso yang benar-benar
aman untuk dikonsumsi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh
karena itu, Pelatihan Kewirausahaan Pembuatan Bakso di Desa Cancung dengan
tema “Membuat Bakso Lezat dan Sehat” sebagai bentuk partisipasi aktif mendukung
program Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam rangka untuk mengurangi
pengangguran dan menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
51
TINJAUAN PUSTAKA
Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah proses dinamis untuk menciptakan nilai tambah atas
barang dan jasa atau kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda
oleh wirausaha yang memiliki keberanian menanggung resiko, mencurahkan waktu
dan usaha serta menyediakan berbagai produk barang dan jasa yang kemudian
menghasilkan uang serta kepuasan dan kebebasan pribadi.3
Seorang entrepreneur adalah seorang usahawan yang disamping mampu
berusaha dalam bidang ekonomi umumnya dan niaga khususnya secara tepat guna
(tepat dan berguna, efektif dan efisien) juga berwatak merdeka lahir dan bathin serta
berbudi luhur.4 Gambaran ideal seorang entrepreneur adalah orang yang dalam
keadaan bagaimanapun daruratnya, tetap mampu menolong dirinya keluar dari
kesulitan yang dihadapinya, termasuk mengatasi kemiskinan tanpa bantuan dari
pemerintah atau instansi social. Dan dalam keadaan yang biasa (tidak darurat)
seorang entrepreneur mampu menjadikan dirinya maju, kaya, berhasil lahir dan
bathin.
Karakteristik kewirausahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
bisnis. kompetensi kewirausahaan sebagai mediasi dalam hubungan antara
karakteristik kewirausahaan dan kinerja bisnis. Ini berarti karakteristik
kewirausahaan yang lebih kuat akan menyebabkan peningkatan kompetensi pemilik
UKM, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja bisnis.5
Hostager, et. all (1998) mengemukakan bahwa Ability refers to the full range
capabilities and resources available within the corporation for use in accomplishing
any of the various tasks of intrapreneurship/entrepreneurship.6 Sedangkan menurut
Lambing & Charles (1999) setiap wirausaha yang sukses memiliki 4 unsur pokok
yaitu: (a) Kemampuan (hubungannya dengan IQ dan Skill); (b) Keberanian
3 Suryana, 2006, Kewirausahaan : Pedoman Praktis (Kiat dan Proses Menuju Sukses). Jakarta:
Salemba Empat, hal. 33. 4 Alma, Buchari, 2007, Kewirausahaan, Cetakan sebelas, Bandung: Alfabeta, hal. 27. 55 Sarwoko, Endi., Surachman, Armanu, dan Djumilah H, 2013, Entrepreneurial Characteristics and
Competency as Determinants of Business Performance in SMEs. IOSR Journal of Business and
Management (IOSR-JBM) e-ISSN: 2278-487X. Volume 7, Issue 3 (Jan. - Feb. 2013), hal 19. 6 Kaur, Hardeep dan Dr. Anupama Bains, 2013, Understanding The Concept Of Entrepreneur
Competency. Journal of Business Management & Social Sciences Research (JBM&SSR) ISSN No:
2319-5614 Volume 2, No.11, November 2013, hal 7.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
52
(hubungannya dengan EQ dan Mental); (c) Keteguhan hati (hubungannya dengan
motivasi diri); dan (d) Kreativitas (hubungannya dengan Experience).7
Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM)
Usaha Mikro Berdasarkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Menengah Kecil dan Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/ atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja UMKM, yaitu faktor
internal, dan faktor eksternal. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja
UMKM adalah faktor internal, yang meliputi: pemasaran, akses permodalan,
kemampuan berwirausaha, SDM, pengetahuan keuangan dan rencana bisnis.8
Parameter atau ukuran kinerja atau keberhasilan UMKM dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, dimana ukuran kinerja usaha bisa dilihat dari perspektif
kuantitatif dan kualitatif.9 Penilaian kuantitatif dalam penelitian ini mengacu pada
parameter kinerja yang sudah ditentukan oleh Bank Indonesia selaku penggagas
program PUSPA yaitu adanya peningkatan dan pertumbuhan pendapatan relatif pada
tiap UMKM yang didampingi, serta adanya peningkatan jumlah omzet pada UMKM
yang didamping. Sedangkan, penilaian kuantitatif ini akan dilihat dari laporan
bulanan perkembangan para UMKM ditambah dengan penilaian kualitatif yang
mengacu pada pengetahuan dan kemampuan UMKM mengenai pembukuan
sederhana, pengelolaan produksi, operasi, dan pemasaran sederhana, Meningkatnya
motivasi dan kepercayaan diri, serta tata cara mendapatkan bantuan dana untuk
modal usaha.
7 Ibid, hal. 10. 8 Sudiarta, I Putu Lanang Eka., I Ketut Kirya, dan I Wayan cipta, 2014, Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Bangli. e-Journal
Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 2 Tahun 2014), hal. 3. 9 Lambing, Peggy. Dan Charles R. Kuehl, 2000, Entrepreneurship, 2nd edition. New Jersey: Prentice-
Hall International, A Pearson Education Company, hal. 12.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
53
MATERI DAN METODE PELAKSANAAN
Kerangka Pemecahan Masalah
Angka pengangguran semakin meningkat pada umumnya disebabkan oleh
keterbatasan skill pada masyarakat. Bahkan, para pelaku UMKM saat mereka
memutuskan untuk membuka usaha baru secara mandiri cenderung dengan
perencanaan seadanya atau ‘asal jadi’. Mereka tidak memperdulikan keterbatasan
keterampilan yang seharusnya mereka penuhi sebagai seorang wirausahawan. Dalam
hal ini, para pengusaha bakso sebaiknya tidak menjajakan bakso tanpa
memperhatiakn kualitas produk olahannya. Usaha bakso yang berkembang dewasa
ini memiliki varian bentuk dan model yang kian beragam, namun terkadang standar
kesehatan dari produk bakso tersebut tidak menjadi rujukan utama para penjajanya.
Kegiatan pelatihan ini dimaksudkan agar para penjual bakso senior maupun
calon penjual bakso termotivasi untuk menciptakan produk-produk olahan bakso
yang berkualitas. Tidak hanya sekedar enak, namun juga sehat dan aman dikonsumsi,
seperti bebas dari bahan-bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan dan
menggunakan bahan baku yang halal. Oleh karena itu, sebelum kegiatan pelatihan ini
berlangsung, para peserta pelatihan akan diberikan informasi edukatif tentang bahaya
dari produk-produk olahan bakso yang membahayakan kesehatan.
Realisasi Pemecahan Masalah
Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menyelesaikan
problem yang berkaitan dengan perkembangan angka pengangguran regional, dengan
rincian tujuannya sebagai berikut.
1. Memberdayakan masyarakat Bojonegoro di usia produktif yang tidak memiliki
pekerjaan tetap dan tidak mempunyai keahlian membuat bakso sebagai bekal
untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru.
2. Meningkatkan kepercayaan diri bagi masyarakat untuk mengembangkan
semangat berwirausaha secara positif.
3. Mendukung program Pemerintah dalam rangka untuk mengurangi pengangguran
dan menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
54
Khalayak Sasaran
Sasaran kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah warga Desa Cancung
Kecamatan Bubulan Kabupaten Bojonegoro yang terdiri dari 50 orang warga.
Adapun kriteria sasaran peserta pelatihan yakni ibu-ibu rumah tangga berusia
produktif, maupun para pengusaha bakso senior dengan kapasitas usahanya yang
masih kecil/ berkembang.
Metode yang Digunakan (Tahapan Kegiatan)
Pelaksanaan kegiatan ini menggunakan metode Partisipatif, yaitu melakukan
kegiatan dalam bentuk pemberian penyuluhan dan pendampingan tentang bagaimana
komposisi dan cara pembuatan bakso yang sehat. Kegiatan pelatihan kewirausahaan
ini dilaksanakan dengan metode ceramah dan setelah itu dilakukan tahapan
demonstrasi sehingga para peserta pelatihan dapat terampil mempraktikkan cara
membuat olahan bakso yang lezat, sehat dan halal.
Adapun rencana kegiatannya dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut, hingga akhirnya keseluruhan tahapan dapat terlaksana keseluruhan.
5. Observasi dan wawancara penggalian data
6. Program edukasi pelatihan kewirausahaan pembuatan bakso
7. Demonstrasi dan mentoring pembuatan bakso
8. Evaluasi pendampingan
9. Pelaporan kegiatan
HASIL YANG DICAPAI
1. Evaluasi Kegiatan
a. Kegiatan pelatihan berlangsung enam hari, sesuai standar ketentuan program
oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Bojonegoro.
b. Rencana jadwal pelatihan diadakan selama 4 (empat) jam tatap muka, yaitu
dimulai pukul 10.00 – 14.00 WIB untuk pertemuan hari pertama, dan pukul
13.00 – 17.00 WIB untuk pertemuan hari kedua hingga hari keenam.
c. Peserta banyak yang hadir tidak tepat waktu.
d. Peserta terkadang datang bersama anaknya yang masih usia balita.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
55
e. Peserta yang mayoritas petani terkadang masih harus menyelesaikan jadwal
memanen hasil tanamannya (kacang) dulu, sehingga terlambat datang
mengikuti kegiatan pelatihan.
f. Terjalin suasana pelatihan yang akrab dan penuh kekeluargaan karena
mayoritas peserta pelatihan sudah saling kenal (bertetangga).
g. Mayoritas peserta pelatihan berharap setelah selesai pelatihan akan ada tindak
lanjut dari Dinas setempat untuk memberikan solusi bagi peserta pelatihan
yang ingin mengembangkan usaha pada industri bakso, seperti pinjaman dana
untuk modal usaha dan pemberian bantuan alat berupa gerobak bakso.
2. Rekomendasi Kegiatan
a. Ketepatan jadwal pelatihan dengan standar baku dari Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Bojonegoro harus dipertahankan untuk
menciptakan suasana pelatihan lebih efektif dan efisien.
b. Panitia perlu berkoordinasi dengan pemateri maupun pihak pendamping agar
waktu pelaksanaan pelatihan dapat dimulai dan selesai tepat pada waktunya.
c. Koordinasi dan penegasan kepada peserta agar datang tepat waktu.
d. Peserta yang datang bersama buah hatinya, pada awalnya mengikuti kegiatan
praktek pada pelatihan cenderung menjadi kurang maksimal. Sehingga
panitia seringkali mengingatkan bagi peserta agar dapat menempatkan diri
pada setiap kegiatan yang diadakan selama pelatihan berlangsung. Peserta
tetap diijinkan mengajak buah hatinya dengan konsekuensi tidak
mengganggu proses jalannya kegiatan pelatihan, demi kelancaran bersama.
e. Panitia memiliki rencana candangan, terutama mengatasi musin panen raya.
f. Menjaga keakraban bersama dan tetap fokus mengikuti kegiatan pelatihan.
g. Adanya pemberian arahan dan rencana penyelesaian dari Tim Penilik Dinas
Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial Kabupaten Bojonegoro untuk
mendukung semangat berwirausaha setiap peserta pelatihan, misalnya
menjelaskan prosedur pengajuan bantuan alat maupun dana sesuai dengan
arah Dinas yang dituju.
PENUTUP
Monitoring dan evaluasi program telah dilakukan dengan bersinergi pada
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
56
peran serta dari jajaran perangkat Desa Cancung Kecamatan Bubulan. Indikator
keberhasilannya adalah para peserta pelatihan termotivasi untuk membuat olahan
bakso yang mengutamakan syarat kesehatan, baik dengan tujuan untuk dijual maupun
untuk dikonsumsi oleh keluarga masing-masing. Program pelatihan ini diharapkan
dapat terus berlanjut, dan pada akhirnya dapat mengembangkan keterampilan warga
Desa Cancung untuk termotivasi sebagai wirausaha sehingga dapat mendukung
terciptanya kemandirian dalam memanfaatkan peluang berusaha.
Selain itu, melalui pelatihan ini dapat memediasi para peserta pelatihan yang
memiliki minat berwirausaha namun masih mengalami keterbatasan pendanaan atau
modal usaha. Pemberian informasi tentang tata cara pengajuan bantuan berwirausaha
kepada Pemkab Bojonegoro diharapkan dapat menjadi tindakan solutif untuk turut
mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan, serta mengoptimalkan taraf
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penciptaan iklim pemberdayaan
ekonomi kerakyatan dalam tercapai secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari, 2007, Kewirausahaan, Cetakan sebelas, Bandung: Alfabeta.
Kaur, Hardeep dan Dr. Anupama Bains, 2013, Understanding The Concept Of
Entrepreneur Competency. Journal of Business Management & Social
Sciences Research (JBM&SSR) ISSN No: 2319-5614 Volume 2, No.11,
November 2013.
Lambing, Peggy. Dan Charles R. Kuehl, 2000, Entrepreneurship, 2nd edition. New
Jersey: Prentice-Hall International, A Pearson Education Company.
Sarwoko, Endi., Surachman, Armanu, dan Djumilah H, 2013, Entrepreneurial
Characteristics and Competency as Determinants of Business Performance in
SMEs. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM) e-ISSN:
2278-487X. Volume 7, Issue 3 (Jan. - Feb. 2013).
Suryana, 2006, Kewirausahaan : Pedoman Praktis (Kiat dan Proses Menuju Sukses).
Jakarta: Salemba Empat.
Sudiarta, I Putu Lanang Eka., I Ketut Kirya, dan I Wayan cipta, 2014, Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) di Kabupaten Bangli. e-Journal Bisma Universitas
Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 2 Tahun 2014).
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Menengah Kecil dan Mikro.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
57
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN SABLON
DI KELURAHAN CAMPUREJO KECAMATAN BOJONEGORO KOTA
Riza Multazam Luthfy
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
ABSTRAK
Pelatihan kewirausahaan sablon yang di gelar di Kelurahan Campurejo Kecamatan
Bojonegoro Kota bertujuan untuk mengetahui pengembangan industri kreatif, nilai
guna pelaksanaan pelatihan kewirausahaan, faktor-faktor yang mendukung dan
menghambatnya, serta merumuskan strategi pengembangan industri kreatif berbasis
pelatihan kewirausahaan dalam upaya mengembangkan ekonomi lokal daerah di
Kota Bojonegoro. Yang menjadi sasaran pelatihan ini adalah masyarakat peserta
pelatihan kewirausahaan sablon yang dilaksanakan oleh Tim Dosen Ekonomi
Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro. Hasil pelatihan
menunjukkan tercapainya manfaat-manfaat sosial sebagai berikut: (1) Kenaikan
produktivitas. (2) Kenaikan moral kerja. (3) Menurunnya pengawasan. (4)
Menurunnya angka kecelakaan. (5) Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga
kerja. (6) Berkembangnya pertumbuhan personal.
Kata Kunci: Pelatihan Kewirausahaan.
ABSTRACT
The training on screen printing entrepreneurship in Campurejo Urban
Village of Bojonegoro City aims to know the development of creative
industry, the value of implementing entrepreneurship training, the factors
that support and obstruct it, and to formulate the strategy of developing
creative industries based on entrepreneurship training in an effort to
develop local economy of area in Kota Bojonegoro. The target of this
training is the participants in screen printing entrepreneurship training
conducted by the Islamic Lecturer of Islamic High School (STAI) Attanwir
Bojonegoro. The results of the training show the achievement of the
following social benefits: (1) Increasing productivity. (2) Increased in work
morale. (3) Declining supervision. (4) Decreased in accident rate. (5)
Increased stability and labor flexibility. (6) The growth of personal growth.
Keywords: The Training of Entrepreneurship.
LATAR BELAKANG
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, usaha pemberantasan kemiskinan
dilakukan dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
58
dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian
dana bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan,
penyuluhan sanitasi dan sebagainya.
Bila ditinjau secara mendalam, dari serangkaian cara dan strategi
penanggulangan kemiskinan di atas, semuanya ternyata sekadar berorentasi material,
sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan
komitmen pemerintah. Di samping itu, tidak ditemukan adanya tatanan pemerintahan
yang demokratis menyebabkan rendahnya akseptabilitas dan inisiatif masyarakat
untuk menanggulangi kemiskinan dengan cara mereka sendiri (Sahdan, 2005).
Ragam program penanggulangan kemiskinan selama ini yang berorientasi
material, belum banyak berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Hal ini
disebabkan antara lain oleh Program Penanggulangan Kemiskinan (PPK) yang
kurang mempertimbangkan aspek ekosistem suatu wilayah. Padahal akar kemiskinan
banyak disebabkan faktor ekosistem. Kemiskinan yang disebabkan ekosistem
sebenarnya masalahnya lebih kompleks dan lebih sulit diatasi. Namun hal ini kurang
disadari oleh beragam pelaksana PPK (Namba, 2003).
Sejalan dengan hal tersebut, dalam upaya mencari jawaban atas penyebab
kemiskinan, para ilmuwan umumnya melakukan pengkajian fenomena kemiskinan
dari dua pendekatan, yaitu pendekatan struktural dan kultural. Menurut pendekatan
struktural kemiskinan terjadi akibat sistem pemerintahan yang tidak mendukung
terwujudnya ketidakmiskinan. Sedangkan menurut pendekatan kultural kemiskinan
muncul akibat masalah mental manusia yang tidak mau maju sehingga mereka tetap
hidup di bawah garis kemiskinan.
Dilihat dari paradigma pendidikan, upaya pengentasan kemiskinan lebih tepat
dihampiri melalui pendekatan kultural. Upaya pemaduan antara kultur dengan
pembangunan sejalan dengan agenda UNESCO di mana salah satu bentuknya,
populer dengan istilah community cultural development (CCD). Praktek CCD selain
mengintroduksikan teknologi yang tepat, peningkatan kelembagaan, dan dukungan
pelayanan lain, juga dilakukan dialog kultural. Dialog kultural berguna untuk
menciptakan fleksibilitas, pemahaman, dan keinginan untuk saling membantu
(Syahyuti, 2007).
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
59
Uraian di atas, mengisyaratkan perlunya upaya inovatif untuk mengakselerasi
pengentasan kemiskinan selain yang sudah dilakukan selama ini. Karena sumber
utama kemiskinan adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang
disebabkan oleh minimnya tingkat pendidikan yang berkualitas dan sikap mental
pada sebagian besar masyarakat Indonesia terninabobokan oleh mitos “gemah ripah
loh jinawi” dan selalu menunggu untuk disuapi (Fajar, 2009), maka model alternatif
pengentasan kemiskinan seyogianya berorientasi nonmaterial dan diawali dengan
pembentukan agen pembaharu yang bermental wirausaha sehingga mampu menjadi
penggerak pembedayaan masyarakat.
Dalam perspektif pendidikan, khususnya Pendidikan Luar Sekolah, untuk
membentuk agen pembaharu tersebut antara lain dapat dilakukan melalui pelatihan
kewirausahaan. Menurut Lestari (2006) model pelatihan yang berorientasi pada
pengembangan jiwa kewirausahaan mampu meningkatkan daya saing masyarakat
kalangan bawah. Sehubungan itu, mengembangkan suatu model pelatihan
kewirausahaan berlatar pada kondisi kondisi masyarakat setempat sangat diperlukan
untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat miskin di perdesaan.
Mengacu pada latar belakang sebagaimana disebutkan di atas, masalah yang
dikaji dalam tulisan ini adalah: “Bagaimana model pelatihan kewirausahaan yang
efektif dalam rangka memberdayakan masyarakat miskin perdesaan?” Merujuk pada
permasalahannya, tujuan penulisan laporan pengabdian masyarakat adalah
tersedianya model pelatihan kewirausahaan yang efektif dalam rangka
memberdayakan masyarakat miskin di Kelurahan Campurejo Kecamatan Bojonegoro
Kota.
TINJAUAN PUSTAKA
Pelatihan Kewirausahaan
Pelatihan kewirausahaan adalah suatu kegiatan pelatihan yang bertujuan
untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, ketrampilan, dan
pengetahuan kepada peserta pelatihan. Dimana didalam pelatihan itu dapat
meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan pengalaman atau perubahan sikap
seseorang untuk dapat mandiri dalam berwirausaha untuk dapat diaplikasikan di
kemudian hari. Dan Kemandirian dalam Berwirausaha adalah suatu sikap/prilaku
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
60
seseorang yang mandiri dalam berwirausaha, dimana orang yang berwirausaha harus
memiliki sikap mandiri dalam memenuhi kegiatan usahanya.
Pelatihan kewirausahaan adalah proses pembelajaran konsep dan skill untuk
mengenali peluang-peluang usaha. Termasuk di dalamnya mengenali peluang
dikaitkan dengan pemanfaatan sumber daya untuk menghadapi resiko dan
menciptakan bisnis baru. Pelatihan kewirausahaan yang digelar dapat mempengaruhi
minat dan motivasi seseorang untuk menjadi seorang wirausaha.
Pelatihan kewirausahaan merupakan salah satu langkah terpenting untuk
membangun dan mengembangkan ekonomi bangsa Indonesia. Salah satu masalah
mendasar yang hingga kini menjadi tantangan terbesar bangsa Indonesia adalah
masalah pembangunan ekonomi. Padahal pembangunan ekonomilah yang akan
memberikan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi suatu bangsa. Dalam hal ini,
problem yang dihadapi bangsa Indonesia adalah seiring bertambahnya sumber daya
manusia malah justru mengakibatkan bertambah banyak pula pengangguran.
Pelatihan ini tentu meniscayakan konsep “kewirausahaan”. Menurut Suryana
(2006:2), “kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan kreatif dan inovatif
yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses”.
Pelatihan kewirausahaan berhubungan erat dengan minat wirausaha. Ditinjau
dari pengertian atau definisinya, minat wirausaha adalah kemampuan untuk
memberanikan diri dalam memenuhi kebutuhan hidup serta memecahkan
permasalahan hidup, memajukan usaha atau menciptakan usaha baru dengan
kekuatan yang ada pada diri sendiri.
Menurut Fuadi (2009), minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan,
serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berusaha secara
maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan resiko
yang akan terjadi, serta berkemauan keras untuk belajar dari kegagalan.
Menurut Santoso (1993), minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan
serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan risiko yang akan terjadi,
serta senantiasa belajar dari kegagalan yang dialami. Krueger, 1993 (dalam Lieli
Suharti dan Hani Sirine) menyatakan bahwa niat kewirausahaan mencerminkan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
61
komitmen seseorang untuk memulai usaha baru dan merupakan isu sentral yang
perlu diperhatikan dalam memahami
proses kewirausahaan pendirian usaha baru. Berdasarkan beberapa pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa minat wirausaha adalah ketersediaan seseorang melakukan
usaha untuk memperbaiki kualitas hidup.
MATERI DAN METODE PELAKSANAAN
Kerangka Pemecahan Masalah
Pada umumnya masyarakat kurang memperhatikan urgensi, fungsi, serta
manfaat digelarnya pelatihan kewirausahaan oleh perguruan tinggi. Apalagi, dalam
realitasnya, beberapa perguruan tinggi terbukti belum mampu menunjukkan
sumbangsihnya dalam kehidupan masyarakat. Prestasi perguruan tinggi dalam
mendorong dan mencetak orang-orang yang sukses dalam bidang kewirausahaan
masih belum sepenuhnya memuaskan. Tak heran apabila sebagian di antara mereka
menganggap bahwa diadakannya pelatihan sejenis kurang berpengaruh terhadap
kehidupan. Itulah mengapa, banyak kalangan memandang dengan sebelah mata.
Pelatihan kewirausahaan dinilai kurang bermanfaat dalam usaha menambah
penghasilan, mengatrol status sosial, serta memperbaiki taraf hidup.
Formalitas yang dikukuhan melalui kurikulum pendidikan rupanya juga
berimbas pada pola pikir masyarakat. Industrialisme yang merasuk pada bidang
pendidikan membuat ijazah seolah menjadi syarat vital bagi diperolehnya pekerjaan
atau jabatan tertentu. Mereka akhirnya cenderung bersikap pesimistis terhadap segala
bentuk pelatihan. Persepsi masyarakat yang lebih mengutamakan ijazah sebagai
produk pendidikan formal menghambat kemauan mereka untuk membekali diri
dengan pengetahuan melalui jalan pelatihan. Padahal, mengantongi ijazah tidak
berarti mempunyai potensi yang cukup untuk menggali sumber ekonomi yang
potensial di masyarakat. Bermacam pengetahuan yang belum diperoleh dari bangku
sekolah dan kuliah bisa didapatkan lewat pelatihan. Di sinilah pentingnya pelatihan
kewirausahaan bagi masyarakat.
Hambatan juga dirasakan pada kalangan remaja yang genap terpengaruh oleh
ekses globalisasi dan modernisasi. Mengentalnya budaya instan dalam dasawarsa
terakhir, terutama melalui perangkat digital dan internet, membuat mereka enggan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
62
menjalani proses yang mesti ditempuh dalam upaya memperoleh keuntungan
material. Bagi mereka, mengikuti pelatihan kewirausahaan hanya membuang pikiran,
tenaga, dan waktu. Guna membekali diri dengan pengetahuan kewirausahaan,
mereka lebih tertarik untuk memanfaatkan mesin pencari semacam Google. Mereka
mengaku banyak membaca sumber atau referensi dari internet. Padahal, selain
pengetahuan, ada banyak manfaat yang didapat dari adanya pelatihan kewirausahaan
semisal terbentuknya jaringan wirausaha yang kuat dan mudah dijangkau.
Atas dasar inilah, kesadaran tentang pentingnya pelatihan kewirausahaan bagi
masyarakat Kelurahan Campurejo Kecamatan Bojonegoro Kota perlu dibangun.
Dalam rangka membangun ekonomi rakyat, terutama golongan menengah ke bawah,
diperlukan upaya mendorong mereka untuk menyukai dunia wirausaha. Melalui
pelatihan inilah, masyarakat setempat diharapkan mempunyai motivasi yang kuat
untuk mengembangkan diri melalui wirausaha. Bagaimanapun, pembangunan akan
lebih berhasil jika ditunjang oleh para wirausahawan yang sukses dalam menjalankan
berbagai macam usahanya.
Wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam kuantitas maupun
kualitasnya. Dalam konteks inilah, wirausaha menemukan relevansinya. Dalam
rangka menghadapi era perdagangan bebas dan industri 4.0, rakyat Indonesia dituntut
bukan hanya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni,
melainkan juga mempersiapkan dan membuka lapangan kerja baru. Dalam era
modernisasi dan globalisasi, dua tuntutan ini merupakan kebutuhan vital dan sangat
mendesak.
Dalam upaya membuka lapangan kerja baru, maka diperlukan pelatihan
kewirausahaan bagi beberapa komponen masyarakat. Padahal suatu pelatihan
kewirausahaan tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa adanya manajemen. Hal
ini dikarenakan, kekuatan, pengetahuan, serta kemampuan manusia pada dasarnya
sangat terbatas. Adapun kebutuhannya sehari-hari seolah tidak terbatas. Maka
dengan adanya pelatihan kewirausahaan, diharapkan mereka mampu mengatasi
problematika kehidupan, terutama ekonomi.
Realisasi Pemecahan Masalah
Pada dasarnya pelatihan kewirausahaan sablon yang diadakan oleh Tim Dosen
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
63
Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro dengan
Riza Multazam Luthfy, S.H., M.H. selaku ketuanya bertujuan untuk memompa
segenap kalangan masyarakat untuk terjun dalam dunia wirausaha. Sehingga dengan
kegiatan ini, masyarakat dapat menerapkannya untuk merancang sumber konomi
baru. Dengan demikian, pelatihan bukan hanya dimaksudkan untuk membekali
masyarakat dengan ilmu baru. Bagi mereka yang sudah memiliki kesibukan atau
pekerjaan, membuka percetakan sablon merupakan usaha sampingan yang tentu
menjanjikan hasil finansial atau pemasukan tambahan.
Segenap masyarakat Kelurahan Campurejo Kecamatan Bojonegoro Kota perlu
menyadari bahwa persaingan ekonomi yang begitu menggeliat hingga wilayah
pedalaman menuntut mereka untuk membekali diri dengan beraneka soft skill.
Mengingat, bekal inilah yang bakal membantunya dalam upaya memecahkan
masalah keuangan serta memenuhi ketubuhan hidup sehari-hari. Di samping agar
membuahkan hasil maksimal, pemilihan terhadap satu bidang juga berdasarkan
pertimbangan bahwa hari-hari ini kebutuhan jasa percetakan sablon cukup besar.
Komponen-komponen yang berhubungan dengan jagat politik, sosial, ekonomi,
budaya, dan lain sebagainya membutuhkan jasa percetakan sablon demi melancarkan
misinya. Melihat kondisi ini, Tim Dosen Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama
Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro menilai bahwa jasa percetakan sablon merupakan
pasar yang perlu digarap secara serius. Dalam lingkup Bojonegoro, percetakan
sablon merupakan usaha yang memberikan hasil materi yang memuaskan. Meski
terdapat banyak usaha percetakan sablon, akan tetapi usaha percetakan sablon yang
mempunyai karakter tersendiri belum banyak ditemukan.
Khalayak Sasaran
Sasaran kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah semua warga Kelurahan
Campurejo Kecamatan Bojonegoro Kota yang berusia 17-30 tahun. Penetapan usia
ini berdasarkan pertimbangan bahwa manusia dengan umur 17-30 tahun merupakan
manusia produktif. Pada usia inilah, manusia menunjukkan kapabilitas dan
kredibilitas dalam dunia kerja. Bagi anak yang masih berada di bangku sekolah
maupun kuliah, pelatihan ini merupakan sarana menambah pengetahuan ekonomi
dan wirausaha yang barangkali tidak didapatkan melalui kurikulum pendidikan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
64
formal.
Pelatihan kewirausahaan memilih masyarakat Kelurahan Campurejo,
dikarenakan kelurahan tersebut berada di Bojonegoro bagian utara, dengan letak
yang membahayakan. Dalam tinjauan geografis, kelurahan ini berada di bantaran
Bengawan Solo, sehingga rawan diterjang bencana banjir. Musibah inilah yang kerap
menghantui masyarakat setempat lantaran banyak harta benda yang kerap hilang
setelah wilayah mereka dilanda banjir. Pembekalan melalui pelatihan merupakan
solusi vital dalam upaya membantu mereka menambah penghasilan melalui padat
karya.
Metode yang Digunakan
Pelaksanaan kegiatan ini menggunakan metode partisipatif, yaitu
menyelenggarakan kegiatan dalam bentuk pemberian pelatihan tentang bagaimana
berwirausaha melalui percetakan sablon dengan baik, efektif, serta menghasilkan
pundi-pundi kekayaan. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan metode ceramah
dan praktik, sehingga peserta dapat langsung mempraktikkan pengetahuan yang
diperoleh. Selain itu, mereka juga diberi materi tambahan tentang kiat jitu
mempromosikan jasa percetakan sablon kepada publik. Di sinilah urgensi promosi
dan marketing guna menggaet pelanggan dan omset yang besar.
Adapun rencana kegiatannya dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut, hingga akhirnya keseluruhan tahapan dapat terlaksana dengan maksimal.
10. Observasi dan wawancara penggalian data
11. Program edukasi kewirausahaan sablon
12. Demonstrasi usaha jasa percetakan
13. Evaluasi pendampingan
14. Pelaporan kegiatan
HASIL YANG DICAPAI
Pelatihan kewirausahaan sablon yang diselenggarakan oleh Tim Dosen
Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro di
Kelurahan Campurejo Kecamatan Bojonegoro Kota memberikan manfaat luar biasa
bagi masyarakat setempat. Manfaat sosial diadakannya pelatihan ini yaitu:
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
65
a. Kenaikan produktivitas.
Kenaikan produktivitas ditunjukkan secara kualitas maupun kuantitas.
Peserta program latihan diharapkan akan mempunyai tingkah laku yang
baru, sedemikian rupa sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun
mutu dapat ditingkatkan.
b. Kenaikan moral kerja.
Apabila penyelenggara latihan sesuai dengan tingkat kebutuhan yang ada
dalam organisasi perusahaan, maka akan tercipta suatu kerja yang harmonis
dan semangat kerja yang meningkat.
c. Menurunnya pengawasan.
Semakin percaya pada kemampuan dirinya, maka dengan disadarinya
kemauan dan kemampuan kerja tersebut, para pengawas tidak terlalu
dibebani untuk setiap harus mengadakan pengawasan.
d. Menurunnya angka kecelakaan.
Selain menurunnya angka pengawasan, kemauan dan kemampuan tersebut
lebih banyak menghindarkan para pekerja dari kesalahan dan kecelakaan.
e. Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja.
Stabilitas di sini diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara
karyawan yang tidak hadir atau keluar.
f. Berkembangnya pertumbuhan personal.
Pada dasarnya tujuan perusahaan mengadakan latihan adalah untuk
memenuhi kebutuhan organisasi perusahaan, sekaligus untuk
perkembangan atau pertumbuhan pribadi karyawan.
PENUTUP
Monitoring dan evaluasi program telah dilakukan oleh Tim Dosen Ekonomi
Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro dengan Riza
Multazam Luthfy, S.H., M.H. selaku ketuanya. Tim ini memantau panitia sebelum
dan setelah pelaksanaan pelatihan kewirausahaan sablon. Indikator keberhasilannya
adalah pendirian jasa percetakan sablon di Kelurahan Campurejo Kecamatan
Bojonegoro Kota.
Evaluasi program pelatihan adalah usaha pengumpulan informasi dan
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
66
penjajagan informasi untuk mengetahui dan memutuskan cara yang efektif dalam
menggunakan sumber-sumber latihan yang tersedia guna mencapai tujuan pelatihan
secara keseluruhan. Evaluasi pelatihan mencoba mendapatkan informasi-informasi
mengenai hasil-hasil program pelatihan, kemudian menggunakan informasi itu dalam
penilaian. Evaluasi pelatihan juga memasukkan umpan balik dari peserta yang sangat
membantu dalam memutuskan kebijakan mana yang akan diambil untuk
memperbaiki pelatihan tersebut. Dengan demikian maka evaluasi program pelatihan
harus dirancang bersamaan dengan “perancangan pelatihan” berdasarkan pada
perumusan tujuan.
Evaluasi pelatihan berupaya memberi kesempatan kepada segenap lapisan
masyarakat untuk menyumbangkan pemikiran dan saran saran serta penilaian
terhadap efektifitas program pelatihan yang dilaksanakan. Selain itu, kegiatan ini
ditempuh demi mengetahui sejauh mana dampak kegiatan pelatihan terutama yang
berkaitan dengan terjadinya perilaku di kemudian hari. Sehingga, identifikasi
kebutuhan pelatihan untuk merancang dan merencanakan kegiatan pelatihan
selanjutnya bisa dirancang.
Evaluasi pelatihan merupakan bagian dari setiap proses atau tahapan pelatihan
mulai dari perencanaan, pelakasanaan dan tindak lanjut dari suatu pelatihan. Evaluasi
pelatihan menghendaki adanya umpan balik secara terus menerus, sehingga kegiatan
evaluasi pelatihan tidak hanya dapat dilakukan sekali pada akhir program. Setiap
tahap pencapaian sasaran merupakan tindakan evaluasi terhadap program pelatihan.
Kegiatan ini diharapkan dapat terus berlanjut, dan pada akhirnya dapat
megembangkan keterampilan masyarakat setempat. Dengan kata lain, kegiatan ini
dapat mengurangi angka pengangguran dan menekan tingkat kemiskinan, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kelurahan Campurejo Kecamatan
Bojonegoro Kota.
DAFTAR PUSTAKA
Namba, A, 2003, Pendekatan Ekosistem dalam Penanggulangan Kemiskinan:
Refleksi Penanggulangan Kemiskinan di Sulawesi Tengah, Jurnal Ekonomi
Rakyat Th. II No. 1 Maret 2003.
Sahdan, G, 2005, Menanggulangi Kemiskinan Desa, Jurnal Ekonomi Rakyat Th. II
No. 2 Maret 2005.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
67
Syahyuti, 2007, Konsep dan Strategi Pendekatan Kultural dalam Pembangunan
Pertanian: Studi Kasus Pembangunan Pertanian di Thailand, (paper tidak
diterbitkan).
Lestari, H.S, 2006, Kajian Model Unit Usaha Baru, Evaluasi dan Pelaporan Peneliti
pada Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UKMKM (paper tidak
diterbitkan).
Suryana, 2006, Kewirausahaan (Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses).
Jakarta: Salemba.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
68
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN ANEKA PENGOLAHAN SATE DI
KECAMATAN KAPAS KABUPATEN BOJONEGORO
Sugito
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Attanwir Bojonegoro
ABSTRAK
Pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
hal: masakan sate Madura .Pengabdian ini ditujukan terutama untuk masyarakat
yang ingin berwirausaha khususnya para Ibu Rumah Tangga dan remaja putri di
Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro. Sehingga dari pengabdian ini akan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat terutama kaum ibu dan
remaja putri dari rumah tangga tentang nilai ekonomi dari tata boga masakan sate
madura. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini adalah metode ceramah dan
penyuluhan,diskusi,demonstrasi dan pelatihan.
Adapun hasil dari pengabdian ini adalah dapat memotivasi perempuan dari rumah
tangga dan remaja putri yang menganggur untuk meningkatkan kemampuannya dan
pengetahuan mereka dan dapat mengaplikasikan pada berbagai macam masakan sate
Madura lainnya yang bernilai jual dan pasarnya mempunyai prospek yang cerah.
Hasil pelaksanaan pelatihan adalah: Peserta pelatihan telah menguasai ketrampilan
membuat aneka produk olahan sate dan Peserta pelatihan telah menguasai
ketrampilan dalam menetapkan harga jual dan memasarkan produk aneka
olahan sate. Secara keseluruhan pelaksanaan pelatihan cukup berhasil
karena peserta pelatihan mampu menguasai materi pelatihan baik dari aspek
pengetahuan maupun ketrampilan lebih dari 80% sesuai yang ditargetkan.
Kata Kunci: Kewirausahaan,Aneka olahan sate
ABSTRACT
This service aims to increase knowledge and skills in terms of: Madura satay
cuisine. This service is intended primarily for people who want to be entrepreneurs,
especially housewives and young women in Kapas District, Bojonegoro Regency. So
that from this dedication will increase the knowledge and skills of the community,
especially the mothers and young women from the household about the economic
value of the cooking of Madura Satay cuisine. The method used in this service is the
method of lecture and counseling, discussion, demonstration and training.
As for the results of this service is to motivate women from households and young
women who are unemployed to improve their abilities and knowledge and can apply
to various kinds of Madura satay cuisine others that are worth selling and the
market has bright prospects.
The results of the implementation of the training are: Training participants have
mastered the skills to make various processed satay products and training
participants have mastered skills in setting selling prices and marketing various
processed satay products. Overall the implementation of the training was quite
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
69
successful because the training participants were able to master the training
material both in terms of knowledge and skills more than 80% as targeted.
Keywords: Entrepreneurship, Various Processed Satay.
LATAR BELAKANG
Dahulu keterampilan memasak hanya dipandang dengan sebelah mata karena
dianggap tidak potensial, akan tetapi dengan kondisi perekonomian sekarang ini
peluang membuka usaha yang paling cepat untuk mendapatkan penghasilan adalah
dari usaha boga. Oleh karena itu banyak ditawarkan berbagai macam kursus mulai
dari masakan daerah, oriental, kontinental sampai patiseri dengan biaya kursus yang
sangat mahal terutama bagi masyarakat pedesaan. Guna memenuhi keinginan
masyarakat pedesaan tentang dunia boga maka diadakan program pengabdian pada
masyarakat. Pengabdian yang dilaksanakan di desa Bimomartani Ngemplak Sleman
dengan materi pelatihan pembuatan kue kering.
Pelatihan ini merupakan program kewirausahaan yang dilakukan oleh
Dosen STAI ATTANWIR dalam rangka pengabdian pada masyarakat. Pelatihan
ini ditujukan terutama untuk masyarakat yang ingin berwirausaha. Khususnya para
Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro.
Berdasarkan data dan permasalahan yang ada, maka dapatlah dirumuskan
sebagai berikut: Bagaimana cara memberikan pengetahuan dan ketrampilan tata
boga sate Madura kepada kelompok Ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri di
Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro,sehingga dapat meningkatkan
kemampuannya. Setelah selesai mengikuti pelatihan ini diharapkan memotivasi
perempuan dari rumah tangga dan remaja putri yang menganggur untuk
meningkatkan kemampuannya dan pengetahuan mereka dan dapat mengaplikasikan
pada berbagai macam jenis kue kering lainnya yang bernilai jual dan pasarnya
mempunyai prospek yang cerah.
METODE PELAKSANAAN
Metode Kegiatan
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menghasilkan suatu produk maka
metode yang digunakan adalah pertama, 30% teori berupa ceramah, disertai
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
70
contoh-contoh dan diskusi kelompok.Kedua 70 % berupa demo dan praktek
langsung cara membuat sate Madura. Subyek Kegiatan Sasaran pelatihan adalah
para ibu -ibu rumah tangga dan remaja putri di kecamatan Kapas kabupaten
Bojonegoro yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk dilatih membuat
aneka sate Madura.
RANCANGAN PELAKSANAAN PROGRAM
Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan selama 3 bulan. Tempat
kegiatan dibalai Latihan kerja kabupaten Bojonegoro.Adapun Jadawal kegiatan
sebagai berikut :
No Kegiatan Bulan ke-
1 2 3
1. Pembuatan
proposal
x x
2. Pendataan peserta x x x
3. Persiapan x x x
4. Pelaksanaan x x
5. Pembuatan
Laporan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sate merupakan makanan tradisional Indonesia yang umumnya berbahan
dasar ayam atau daging yang disajikan dengan berbagai macam bumbu bergantung
pada variasi resep sate. Sate kemudian dibakar di atas bara api sampai matang sambil
dibolak – balik dan diolesi sedikit minyak goreng atau santan kental. Sate diketahui
berasal dari Jawa dan dapat ditemukan di daerah manapun di Indonesia dan telah
dianggap sebagai salah satu masakan nasional Indonesia. Indonesia adalah negeri
asal mula sate, dan hidangan ini dikenal luas di hampir seluruh wilayah di Indonesia
dan dianggap sebagai masakan nasional dan salah satu hidangan terbaik Indonesia.
Sate adalah hidangan yang sangat populer di Indonesia, dengan berbagai suku bangsa
dan tradisi seni memasak telah menghasilkan berbagai jenis sate. Resep dan cara
pembuatan sate beranekaragam bergantung variasi dan resep masing-masing daerah.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
71
Hampir segala jenis daging dapat dibuat sate.
Sebagai negara asal mula sate, Indonesia memiliki variasi resep sate yang
kaya. Biasanya sate diberisaus, saus ini bisa berupa bumbu kecap, bumbu kacang,
atau yang lainnya, biasanya disertai acar dariirisan bawang merah, mentimun, dan
cabai rawit. Sate dimakan dengan nasi hangat, lontong atau ketupat. Indonesia
memiliki koleksi jenis sate paling kaya di dunia. Variasi sate di Indonesia biasanya
dinamakan berdasarkan tempat asal resep sate tersebut, jenis dagingnya, bahannya,
atau proses pembuatannya. Beberapa jenis sate khas daerah di Indonesia yaitu sate
madura, sate padang, sate ponorogo, sate blora, sate banjar, sate makassar, sate
kambing, sate kelinci.Daging sate dipotong kecil-kecil dan ditusuki dengan tusukan
sate yang biasanya terbuat dari lidi tulang daun kelapa atau bambu, kemudian
dibakar menggunakan bara arang kayu. Sate biasanya disajikan dengan berbagai
macam bumbu yang bergantung pada varian resep sate (Rochmawati 2013).
Sate diketahui berasal dari Jawa, Indonesia, tetapi sate juga populer di
negara- negara Asia Tenggara lainnyaseperti Malaysia, Singapura, Filipina dan
Thailand. Sate juga populer di Belanda yang dipengaruhi masakan Indonesia yang
dulu merupakan koloninya, versi Jepang disebut yakitori. Resep dan cara pembuatan
sate beranekaragam bergantung variasi dan resep masing-masing daerah. Hampir
segala jenis daging bias dibuat sate. Sebagai Negara asal mula sate, Indonesia
memiliki variasi resep sate yang kaya. Sate yang paling dikenal masyarakat
Indonesia adalah sate Madura. Sate Madura merupakan sate yang berasal dari daerah
Madura. Sate Madura biasa terbuat dari daging ayam. Madura selain terkenal sebagai
pulau garam, juga terkenal dengan satenya. Sate Madura, selain ayam sebagai bahan
utamanya juga ada yang menggunakan kambing yang ditandai dengan digantungnya
kaki belakang si kambing di rombong sang penjual sate. Bumbunya adalah campuran
kacang yang ditumbuk halus petis khas Madura dan sedikit bawangmerah.
Memanggangnya dengan api batok kelapa yang dihaluskan terlebih dahulu yang
disebut dengan arang batok kelapa (Handayani dan Marwanti 2011).
Masyarakat terbiasa membeli sate madura yang dijualo leh pedagang kaki
lima, warung, dan rumah makan. Masyarakat dengan kesibukan bekerja atau
berkegiatan yang dilakukan setiap hari menyebabkan mereka tidak memiliki banyak
waktu untuk membuat sate sendiri deng analasan kurang mengetahui komposisi
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
72
bumbu sate Madura dan proses pembuatannya yang rumit. Sate madura biasa dijual
di daerah-daerah perkotaan karena pada umumnya masyarakat di daerah perkotaan
ini bersifat komsumtif. Resep bumbu sate Madura instan di dapat dari hasil
wawancara dari pedagang sate yang ada di daerah Madura dan masyarakat Madura.
Bumbu sate madurainstanantara lain kacangtanah sebagai bahan baku utama dan
bahan baku pendukung dalam pembuatan sate Madura instan yaitu bawang merah,
bawang putih, kecap, petis (khusus sate Madura),merica, jahe, cabe.
Perancangan dan pengembangan produk olahan bumbu sate Madura instan
dilakukan penentuan bentuk instan yang paling disukai oleh calon konsumen,
penentuan bentuk instan dari produk olahan bumbu sate Madura penting dilakukan
agar calon konsumen benar-benar terpuaskan dengan produk bumbu sate Madura
instan, karena tujuan dari perancangan dan pengembangan produk olahan sate
madura yang dikembangkan menjadi produk bumbu instan diharapkan konsumen
bisa lebih praktis dalam membuat sate Madura sendiri. Dari penelitian ini hendak
dicari tahu produk bumbu sate madura instan dalam bentuk apakah yang paling
disukai konsumen.
Pada tahap awal konsumen diperlihatkan contoh dari bentuk instan dari
olahan bumbu sate madura, yaitu produk bumbu sate madura instan dalam bentuk
padat, pasta (cair) dan bentuk serbuk. Konsumen kemudian disuruh memilih bentuk
instan yang benar-benar praktis dari dari ketiga bentuk produk bumbu sate madura
instan, sehingga pemilihan bentuk instan ini benar-benar berdasarkan keinginan
konsumen.
Data dari penentuan bentuk instan dari bumbu sate madura diberikan kepada
kepada empat puluh orang responden dengan metode kuesioner secara tertulis. Dari
tiga produk tersebut produk pengembangan sate madura yang diminati responden
adalah bumbu instan sate Madura bentuk pasta 62 %, bentuk serbuk 23 %, dan
bentuk padat 15 %. Berikut grafik penentuan produk bumbu sate Madura instan.
Dari hasil pemberian kuesioner penentuan bentuk instan bumbu sate madura
didapat bentuk instan dalam bentuk pasta salah satu alasan responden memilih
bentuk instan dalam bentuk pasta karena lansung dapat bisa digunakan tanpa adanya
penambahan air. Bumbu instan sate madura adalah produk pengembangan yang
dibuat untuk memudahkan masyarakat luas supaya bisa dengan mudah untuk
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
73
menikmatinya dengan harga yang terjangkau dan tersedia di berbagai wilayah.
Bumbu sate Madura instan dibuat dari kacang tanah, bawang putih, bawang merah,
kemiri, garam dan kecap yang kemudian diproses menjadi pasta dan dikemas.Oleh
karena itu produk bumbu instan sate Madura bentuk pasta sangat potensial untuk
dikembangkan dan diharapkan mampu melestarikan makanan khas Madura.
PENUTUP
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga produk pengembangan
bumbu instan sate Madura yaitu; bentukpadat, bentuk, pasta, dan bentukserbuk. Dari
tiga produk tersebut produk pengembangan sate madura yang diminati responden
adalah bumbu instan sate Madura bentuk pasta 62 %, bentuk serbuk 23 %, dan
bentuk padat 15 %. Oleh karena itu, produk bumbu instan sate Madura bentuk pasta
sangat potensial untuk dikembangkan dan diharapkan mampu melestarikan makanan
khas Madura.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, L., 2006, Quality Function Deployment: How to Make QFD Work for You,
Addison-Wesley Publishing Company, Massachusetts.
Costa, A.I.A., Dekker, M., dan Jongen, W.M.F. 2001. Quality Function Deployment
in the Food Industry: A Review. Trends in Food Science & Technology 11.
Handayani, T, H, W dan Marwanti. 2011. Pengolahan Makanan Indonesia.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Hidayat, K,. 2015. “Pengembangan Produk Keripik Moster Rambo Pada UMKM
Keripik Moster”. Prosiding Seminar Nasional Informatika Pertanian 2015.
Karina, Y, A,.Duto, H, D,. Sylvia, M,. 2014. Perancangan Kemasan Inovatif Sate
Ayam Lisidu Surabaya. Universitas Kristen Petra Surabaya.
Keinonen, Turka and Takala, 2006, "Product Concept Design: A Review of the
Conceptual Design of Products in Industry", Springer.
Linnemann, AR, van Boekel MAJS 2007, “Structured Food Product Development
on Quality Function Deployment”, Food Product Design an Integrated
Approach, pp.53-65, Wageningen Academic Publishers, Netherlands.
Jurnal Attanwir Vol. 1 No. 1 April 2015
74
Rochmawati, O. 2013. Analisis Pengaruh Keunggulan Produk, Efek Komunitas,
Terhadap Sikap Merek Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas Pelanggan.
Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponegoro. Semarang
Ulrich, K. &Eppinger, D., 2012, "Product Design and Development", 5th Ed.
McGraw- Hill, New York.
Umar, H., 2005, "Marketing Research and Consumer Behavior", PT.
GramediaPustaka Utama, Jakarta.
Wijaya. D, Santoso. M, Hidayat. N, “Penentuan Karakteristik Produk Sebagai
Bahan Pertimbangan Dalam Perencanaan Pengembangan Produk
KeripikTempe (Studi Kasus Di Industri Keripik Tempe ”Abadi” Malang")”
Jurnal Industria Vol 1 No 3.